rpp-sejarah-ke-32

Upload: hendra-agustinus-marbun

Post on 10-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rpp

TRANSCRIPT

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP)

Satuan Pendidikan: SMK N 1 BantulKelas/ Semester: X/ GenapMata pelajaran: Sejarah IndonesiaMateri Pokok: Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara Sub Materi Pokok: Islam dan Proses IntegrasiPertemuan ke-: 32Alokasi Waktu: 2 x 45 menit

A. Kompetensi Inti1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

5. Kompetensi Dasar 1.2 Menghayati keteladanan para pemimpin dalam toleransi antar umat beragama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari 2.3 Berlaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah.3.8 Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan menunjukan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.4.8 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Islam dan masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

6. Indikator Pencapaian Kompetensi3.8.1. Menjelaskan perkembangan kerajaan-kerajaan zaman Islam di Indonesia3.82. Menganalisis kehidupan social ekonomi masyarakat zaman perkembangan kerajaan-kerajaan zaman Islam di Indonesia

C. Tujuan PembelajaranMelalui diskusi, mengamati dan membaca referensi siswa dapat:1. Menganalisis peran ulama dalam proses integrasi2. Menganalisis peran perkembangan perdagangan antar pulau dalam proses integrasi,3. Menganalisis peran bahasa dalam proses integrasi dan menyajikan dalam bentuk tulisan atau gambar tentang proses integrasi di Nusantara4. Menganalisis dampak migrasi penduduk terhadap proses integrasi nusantaraD. Materi Ajar1. Peran ulama Dalam Proses Integrasi2. Peran Perkembangan Perdagangan Dalam Proses Integrasi Pada Masa Islam3. Peran Bahasa Dalam Proses Integrasi Pada Islam4. Dampak migrasi penduduk terhadap proses integrasi nusantaraE. Alokasi Waktu2 x 45 menit

F. Metode PembelajaranMetode Pembelajaran : Ceramah, diskusi, tanya jawab dan penugasanPendekatan Pembelajaran: ScientifikStrategi Pembelajaran: Project Based Learning

G. Kegiatan Pembelajaran

KegiatanDeskripsiAlokasi waktu

Pendahuluan Kelas dipersiapkan agar lebih kondusif untuk proses belajar mengajar mengajar (kerapian dan kebersihan ruang kelas, presensi, menyiapkan media dan alat serta buku yang diperlukan). Guru menegaskan topik pelajaran minggu ke-32 ini, Peran ulama, peran perdagangan, dan peran bahasa dalam proses integrasi pada masa Islam Peserta didik diberikan motivasi tentang pentingnya kegiatan lapangan dan kemudian mempresentasikan di depan kelas. Guru menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus dikuasai para peserta didik. Guru harus juga mengingatkan kepada peserta didik bahwa di dalam pembelajaran ini menekankan kebermaknaan pencapaian tujuan dan kompetensi, bukan hafalan. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, masing-masing kelompok beranggotakan empat anak (anggota I, II, III dan IV).10 menit

Inti1) Mengamati Siswa yang sudah tergabung dalam kelompok mengamati gambar yang ditayangkan guru dalam Powerpoint tentang Peran ulama, peran perdagangan, dan peran bahasa dalam proses integrasi pada masa Islam 2) MenanyaMelalui pengamatan gambar siswa bertanya tentang gambar yang ditayangkan3) MenalarSiswa dalam kelompok menghubungkan antara gambar yang ditayangkan dengan materi yang menjadi tanggung jawabnya

4) Mencoba Anggota I untuk masing-masing kelompok bertanggung jawab untuk mengaji dan merumuskan tentang peran ulama dalam proses integrasi. Anggota II bertanggung jawab untuk mengaji dan merumuskan tentang peran dan perkembangan perdagangan antarpulau dalam proses integrasi. Anggota III bertanggung jawab untuk mengaji dan merumuskan tentang peran bahasa dalam proses integrasi. Anggota IV bertanggung jawab untuk mengaji dan merumuskan tentang dampak migrasi penduduk terhadap proses integrasi Nusantara.

5) Membuat Jejaring Tiap-tiap peserta didik yang mendapat tugas yang sama kemudian berkumpul untuk saling membantu mengaji dan merumuskan materi yang menjadi tanggung jawabnya. Anggota I berkumpul dengan anggota I, anggota II berkumpul dengan anggota II, dan begitu seterusnya. Kumpulan peserta didik yang mendapat tugas yang sama ini kemudian dikenal dengan sebutan kelompok pakar (expert group). Sedang kelompok asli yang beranggotakan empat anak tadi dinamakan home teams. Dengan demikian ada kelompok pakar yang membahas perkembangan kerajaankerajaan Islam dan perannya dalam proses integrasi, ada kelompok pakar yang mengaji peran perdagangan antarpulau dalam proses integrasi, ada kelompok pakar yang mendiskusikan peran bahasa dalam proses integrasi, ada kelompok pakar yang membahas tentang dampak migrasi penduduk terhadap proses integrasi Nusantara. Setelah kelompok pakar selesai mendiskusikan dan merumuskan materi yang jadi tugasnya kemudian kembali ke home teams masing-masing. Kelompok home teams kemudian mendiskusikan hasil kajian yang diperoleh dari kelompok pakar. Dengan demikian di kelompok home teams itu dapat memahami topik pelajaran Perkembangan Islam dan Proses Integrasi Nusantara. Bila waktu masih cukup beberapa kelompok home teams dapat ditampilkan untuk presentasi agar memperkaya materi pelajaran yang sedang dikaji.

60 menit

Penutup1) Peserta didik diberikan ulasan singkat tentang materi yang baru saja didiskusikan.2) Peserta didik dapat ditanya apakah sudah memahami materi tersebut.3) Peserta didik diberikan pertanyaan lisan secara acak untuk mendapatkan umpan balik atas pembelajaran yang baru saja berlangsung, misalnya: benarkan migrasi penduduk bias membantu proses integrasi nasional?4) Sebagai refleksi, guru memberikan kesimpulan tentang pelajaran yang baru saja berlangsung serta menanyakan kepada peserta didik apa manfaat yang dapat diperoleh setelah belajar topik ini. Guru juga menekankan kepada para peserta didik untuk tetap menjalin kerja sama karena merupakan bagian penting dari kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai wujud dari integrasi Nusantara.

Tugas rumah. Membuat karangan singkat (2-3 halaman) denganjudul : Peran Pelajaran Sejarah Indonesia dalam Proses IntegrasiNusantara20 menit

H. Alat dan Sumber Belajar1. Alat dan Bahan : White board/papan flanel, Power point, LCD2. Sumber Belajar : Buku sumber Sejarah Indonesia kelas X Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2013

I. Penilaian Hasil Belajar1. Teknik : Test dan Non Test 2. Bentuk a. Sikap observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat(peer evaluation) oleh peserta didik dan Jurnalb. Pengetahuan Test tertulis, Test Lisan, Penugasanc. Keterampilan penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio3. Instrumen Penilaian a. Sikap Observasi, Penilaian diri, Penilaian teman sejawat : daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, Jurnal : catatan pendidik. b. Pengetahuan 1) Test tertulis : soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran 2) Test Lisan : daftar pertanyaana) Bagaimana peran ulama dalam proses integrasi Nusantara!b) Benarkah perdagangan antarpulau membantu proses integrasi Nusantara?c) Jelaskan peran bahasa Melayu dalam proses integrasi Nusantara, coba bandingkan peran Bahasa Indonesia dalam proses integrasi Nusantara! d) Bagaimana dampak migrasi terhadap proses integrasi bangsa ?

3) Penugasan : pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugasc. KeterampilanDaftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.

Mengetahui:Diverifikasi: Bantul, 15 Juli 2013Kepala Sekolah WAKA IGuru Mata Pelajaran

Ir. Retno Yuniar Dwi AryaniDrs. M. HannanWindu Mahmud, S.Pd., M.Eng.NIP. 196106221993032005NIP.196409061991021001NIP. 197809252005011009

Lampiran 1.Lembar pengamatan kegiatan diskusi

N0Nama SiswaAspek PengamatanJumlah SkorNilaiKet

Kerja samaMengkomunikasikan pendapatToleransiKeaktifanMenghargai pendapat teman

Keterangan Skor:

Masing-masing kolom diisi dengan kriteria

4: Baik sekali

3: Baik

2: Cukup

1: Kurang

NilaiSkor perolehan X 100

Skor Maximal (20)

Kriteria Nilai

A: 80 - 100: Baik Sekali

B: 70 - 79: Baik

C: 60 - 69: Cukup

D: < 60: Kurang

Lampiran 2.

Lembar penilaian Presentasi

N0Nama SiswaAspek PenilaianJumlah SkorNilaiKet

KomunikasiSistematika penyampaianWawasanKeberanianAntusiasGesture dan penampilan

Keterangan Skor:

Masing-masing kolom diisi dengan kriteria

4: Baik sekali

3: Baik

2: Cukup

1: Kurang

Nilai : Skor perolehan X 100

Skor Maximal (20)

Kriteria Nilai

A: 80 - 100: Baik Sekali

B: 70 - 79: Baik

C: 60 - 69: Cukup

D: < 60: Kurang

Lampiran 3Ringkasan materiPeran Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Zaman Islam Dalam Proses IntegrasiIntegrasi NusantaraBaru pada zaman Islam, seseorang dari suatu daerah tertentu dapat menjadi tokoh penting di daerah yang lain, dengan tidak memandang dari suku apa dia berasal, karena telah diperekatkan oleh ajaran suci Al-Quran bahwa sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Kesultanan Demak. Di zaman Sultan Trenggono, datanglah seorang ulama dan ahli perang dari Aceh. Itulah Fatahillah, yang diangkat menjadi panglima perang Demak, menggempur armada Portugis di Sunda Kalapa, lalu mendirikan kota Jakarta. Ini baru satu contoh bahwa benih-benih persatuan bangsa telah ditanamkan Islam sejak abad ke-16! Tidak usah heran jika Ki Geding Suro, bangsawan Demak yang pergi ke Palembang, diterima dan diangkat menjadi raja pertama dari Kesultanan Palembang.Pati Unus (sebutan Portugis untuk Adipati Yunus) dari Demak mengirimkan angkatan lautnya untuk mengusir Portugis yang telah menaklukkan Malaka. Sayang sekali balabantuan itu gagal karena kedudukan Portugis sudah terlalu kuat. Sekalipun demikian, pengharapan akan bantuan dari saudara-saudaranya di Jawa tetaplah tinggal dalam jiwa anak Melayu, sehingga timbul dari bibir mereka sebuah pantun: Jika jatuh kota Melaka, mari di Jawa kita dirikan, jika sungguh bagai dikata, badan dan nyawa saya serahkan. Pantun ini telah beratus tahun menjadi dendang anak Melayu sampai sekarang.Ketika pengaruh Belanda masuk di Kerajaan Mataram, memberontaklah Trunojoyo, pahlawan dari Madura, terhadap Sunan Amangkurat I. Datang Karaeng Galesong dari Makassar menggabungkan diri dengan Trunojoyo untuk melawan Belanda. Tidak dikaji lagi apakah dia orang Madura atau Makassar, karena mereka telah diikat oleh akidah yang sama. Meskipun bahasa Madura lain dengan bahasa Makassar, mereka bertemu dalam bahasa Melayu yang telah berkembang pada saat itu sebagai bahasa persatuan di Nusantara.Syekh Yusuf Tajul-Khalwati ulama Makassar mengembara ke Banten, diangkat oleh Sultan Ageng Tirtayasa menjadi mufti kesultanan, dan bersama-sama berjuang melawan Belanda. Si Untung diberi gelar Surapati oleh Sultan Cirebon dan diberi gelar Wironegoro oleh Sultan Mataram, padahal dia asalnya budak dari Bali, tetapi karena dia telah Islam dan berjuang melawan Belanda, dia diterima menjadi bangsawan Jawa.Tatkala usai Perang Diponegoro di Jawa, Belanda mengirim Sentot Ali Basyah ke Minangkabau untuk memerangi kaum Paderi yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol. Sesampainya di Minangkabau Sentot segera berbalik arah dan bersekutu dengan kaum Paderi, demi dilihatnya yang dihadapinya adalah saudara-saudaranya seagama.Pada zaman sebelum Islam pembauran antar suku di Nusantara belum pernah terjadi, sebab belum ada rasa persaudaraan antar suku. Itulah sebabnya mengapa di Bandung ada Jalan Diponegoro dan Jalan Sultan Agung, tapi tidak kita jumpai Jalan Gajah Mada!Berabad-abad sebelum lahir faham nasionalisme, jiwa dan rasa satu bangsa pertama kali ditanamkan oleh Islam! Perhatikan saja nama ulama-ulama termasyhur kita zaman dahulu: Syaikh Abdurrauf al-Jawi al-Fansuri (Pansur), Syaikh Abdussamad al-Jawi al-Falimbani (Palembang), Syaikh Nawawi al-Jawi al-Bantani (Banten), Syaikh Arsyad al-Jawi al-Banjari (Banjar), Syaikh Syamsuddin al-Jawi as-Sumbawi (Sumbawa), Syaikh Yusuf al-Jawi al-Maqashshari (Makassar), dan lain-lain. Semua mengaku Jawi (bangsa Jawa), dari suku mana pun dia berasal.Berabad-abad sebelum istilah Indonesia diciptakan oleh ahli geografi James Richardson Logan tahun 1850, nenek moyang kita menamakan diri bangsa Jawa, sebab orang Arab sejak zaman purba menyebut kepulauan kita Jazair al-Jawa (Kepulauan Jawa). Sampai hari ini, jemaah haji kita masing sering dipanggil Jawa oleh orang Arab. Samathrah, Sundah, Sholibis, kulluh Jawi! demikian kata seorang pedagang di Pasar Seng, Makkah. Sumatera, Sunda, Sulawesi, semuanya Jawa!Sangat menarik apa yang pernah dikemukakan Prof.Dr. Hamka sebagai berikut: Sudah beratus-ratus tahun lebih dahulu sebelum gerakan kebangsaan, orang Islam yang naik haji ke Mekkah, seketika ditanyai siapa nama dan apa bangsa, mereka telah menjawab nama saya si Fulan dan saya bangsa Jawa! Terus datang pertanyaan lagi: Jawa apa? Baru dijawab Jawa Padang, Jawa Sunda, Jawa Bugis, Jawa Banjar, dan suku Jawa sendiri disebut Jawa Meriki. Padahal orang-orang berpendidikan Belanda, kalau datang ke Negeri Belanda, tidaklah dapat memberikan jawaban setegas itu. Sampai Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang ada baru Jong Java, Jong Sumatra, Jong Celebes, dan berbagai macam Jong. Marilah kita bersaksi kepada sejarah, mari kita buka kartu sekarang: siapakah yang terlebih dahulu menyadari rasa kebangsaan, kalau bukan bangsa Indonesia yang beragama Islam? (Rubrik Dari Hati ke Hati, majalah Pandji Masjarakat, No.4, 20 November 1966).Sebelum Islam datang ke Indonesia, bahasa Melayu hanya dipakai di Sumatera dan Semenanjung Malaka. Bahasa Melayu baru tersebar di Nusantara bersamaan dengan penyebaran Islam. Para ulama, di samping memperkenalkan agama baru, juga memperkenalkan bahasa baru sebagai bahasa persatuan. Sebagai huruf persatuan digunakan Huruf Arab-Melayu atau Huruf Jawi, yang dilengkapi tanda-tanda bunyi yang tidak ada dalam huruf Arab aslinya. Huruf `ain diberi tiga titik menjadi nga; huruf nun diberi tiga titik menjadi nya; huruf jim diberi tiga titik menjadi ca; dan huruf kaf diberi satu titik menjadi ga. Alhasil, masyarakat dari Aceh sampai Ternate berkomunikasi dengan bahasa dan aksara yang sama.Bahasa Melayu juga dipakai dalam berkomunikasi dengan bangsa asing. Surat Sultan Baabullah dari Ternate kepada raja Portugal tahun 1570, surat Sultan Alauddin Riayat Syah dari Aceh kepada Ratu Elizabeth I di Inggris tahun 1601, dan surat Pangeran Aria Ranamanggala dari Banten kepada Gubernur-Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen tahun 1619, semuanya memakai bahasa Melayu. Itulah sebabnya Jan Huygen van Linschoten, dalam bukunya Itinerario tahun 1595, wanti-wanti berpesan agar orang Eropa yang ingin datang ke Kepulauan Hindia harus tahu bahasa Melayu, sebab di setiap pelabuhan bahasa itu yang dipakai. Kata van Linschoten, seseorang yang tidak berbahasa Melayu tidak akan diterima oleh penduduk Hindia sebagai bagian dari komunitas mereka.Dari seluruh data dan fakta yang telah kita bahas, jelas sekali betapa besar peranan Islam dalam melahirkan dan memupuk integrasi bangsa Indonesia. Ketika pada awal abad ke-20 muncul faham nasionalisme yang berkulminasi pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, gagasan satu nusa, satu bangsa, satu bahasa persatuan itu segera memperoleh respons positif dari masyarakat di seluruh Nusantara. Hal itu disebabkan kenyataan bahwa benih-benih persatuan dan kesatuan nasional memang telah ditanam dan disemaikan oleh ajaran Islam berabad-abad sebelumnya di seantero penjuru kepulauan tanah air kita.

Peran Perkembangan Perdagangan Dalam Proses Integrasi Pada Masa IslamSudah sejak Zaman dahulu kala, Bangsa Indonesia sudah emmiliki kemampuan berlayar dengan pengetahuan navigasi yang tinggi. Bahkan, semenjak kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia yang Pertama dari daerah Yunan (Perbatasan Vietnam dengan China), mereka sudah pandai berlayar dengan perahu bercadik sebagai ciri khasnya, berlayar sampai ke Afrika Timur dan Madagaskar.

Pengetahuan pelayaran dan perkapalan (pembuatan kapal) diteruskan secara turun-temurun dari masa ke masa atau dari abad ke abad berikutnya sehingga bangsa Indonesia disebut sebagai Bangsa Bahari.Tradisi Bahari yang sudah berabad-abad memberi kemampuan menggunakan angin muson. Sebagai akibatnya, para pelaut Nusantara mengetahui betul bahwa pada setiap bulan Maret sudah dapat berangkat berlayar dari Malaka, Aceh, Palembang, atau dari tempat lain di bagian barat Indonesia, ke arah timur, yaitu ke Jawa (Banten, Jayakarta, Cirebon, Demak, Tuban, Gresik dsb) atau ke Banjar, Gowa, Nusa Tenggara, sampai dengan Maluku. Sebaliknya mulai bulan Oktober sudah dapat berlayar dari arah timur Indonesia ke arah barat. Demikian juga, apabila akan berdagang ke arah Negeri China, mereka mengetahui betul bahwa sejak bulan Juni sudah dapat berlayar ke arah utara dan pada setiap bulan September sudah dapat berlayar kembali ke Nusantara.

Kemampuan perlayaran juga didukung kemampuan membuat Kapal. Misalnya di Bugis dan Makassar terkenal dengan kapal Pinisinya, di Jawa yang Paling terkenal adalah kapal Buatan Lasem (timur Semarang), dan di Maluku yang terkenal kapal buatan pulau Kei. Tentu saja daerah lain banyak pula yang mampu membuat kapal bagus dan memenuhi syarat pelayaran Samudera.Wilayah Nusantara yang sangat luas memiliki hasil yang beraneka ragam, daerah yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan sehingga mendorong timbulnya tukar-menukar barang antar daerah dan memungkinkan berkembangnya perdagangan antar pulau dan antar daerah di Nusantara. Misalnya, Jawa dengan hasil beras, Maluku dengan hasil rempah-rempah, sumatera dengan hasil emas dan hasil hutan, Nusa Tenggara dengan hasil kayu cendana, kalimantan dengan hasil kayu besi (belian), serta Sulawesi dengan hasil kayu hitam.

Pelayaran dan perdagangan antar pulau dan antar daerah menyebabkan adanya saling mengenal suku-suku bangsa Indonesia, kemudian berkembang menjadi persaudaraan antar pulau dan antar daerah. Hubungan perdagangan tersebut juga berkembang dalam hubungan yang lain, misalnya penyebaran agama Islam dan hubungan perkawinan. Pada zaman penjajahan Belanda, para pedagang Nusantara merasa satu saudara dan mempunyai rasa senasib sepenanggungan akibat monopoli perdagangan Belanda. Rasa persaudaraan dan rasa senasib mendorong proses Integrasi Bangsa Indonesia.

Peran Bahasa Dalam Proses Integrasi Pada masa IslamSuatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia meskipun terdiri atas ratusan suku dan bahasa, tetapi mampu memilki bahasa persatuan dan bahasa resmi, Yaitu Bahasa Indonesia, yang semula berasal dari bahasa Melayu. Bahkan jauh sebelum merdeka bangsa Indonesia telah memiliki kebulatan tekad untuk bahasa persatuan yaitu dalam peristiwa Sumpah Pemuda (1928).

Sebenarnya pendukung bahasa Jawa lebih banyak dibandingkan pendukung bahasa melayu yang berfungsi sebagai Lingua Franca (bahasa Pergaulan). Akan tetapi, daerah persebarannya lebih luas dan kesadaran lebih mengutamakan terciptanya persatuan bangsa maka bahasa Jawa tidak dijadikan sebagai bahasa persatuan.

Bahasa melayu semula dipakai masyarakat sekitar selat Malaka dan sudah tergolong bahasa yang tua. Sejak nenek moyang bangsa Indonesia datang ke nusantara, mereka sudah menggunakannya meskipun tentu saja bukan seperti sekarang. Pada zaman Sriwijaya (abad ke-7 M), prasasti menggunakan bahasa melayu kuno, misalnya prasati kedukan bukit, Talang Tuo, dan Kota Kapur. Di Jawa Tengah ada prasasti yang menggunakan bahasa Melayu Kuno, yaitu prasasti Sojomerto (abad ke-7 M). Hal tersebut memberi petunjuk bahwa bahasa Melayu zaman dahulu juga pernah menjadi bahasa rrsmi dan sudah dikenal luas.Sejalan dengan perkembangan perdagangan dan pelayaran Nusantara, selat Malaka, yang menjadi tempat perdagangan di Nusantara sejak abad ke-15, menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi. Karena dalam komunikasi perdagangan mereka memerlukan bahasa pengantar, bahasa Melayu menjadi pilihannya. Demikian juga apabila para pedagang dari Sumatera pergi ke bagian timur Nusantara, bahasa pengantar yang mereka pilih ialah bahasa Melayu. Dengan demikian, pemakaian bahasa Melayu semakin luas.Pertumbuhan bahasa Melayu sebagai Lingua Franca di Nusantara di samping didukung para pedagang Nusantara juga di dukung para penyebar agama Islam. Pada abad ke-19 Belanda sudah mulai mendirikan sekolah untuk kaum pribumi yang menggunakan bahasa Melayu sehingga makin memperluas penggunaan bahasa Melayu.Dengan penggunaan bahasa Melayu yang semakin meluas ke seluruh Nusantara, berati bahasa Melayu mampu menjadi sarana timbulnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Bahasa Melayu mampu menjadi faktor pendukung proses Integrasi Bangsa Indonesia dan menjadi modal utama integrasi bangsa Indonesia pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia pada abad ke-20.

Dampak migrasi penduduk terhadap proses integrasi nusantaraSudah sejak zaman dahulu di Nusantara terjadi Migrasi penduduk yang biasanya dilaksanakan dengan kemauan sendiri dan biaya sendiri (Swakarsa dan Swadana). Penyebabnya antara lain, karena adanya bencana alam, masalah ekonomi, politik, dan sebagainya:1. Bencana alam, misalnya karena bencana gunung berapi meletus, kerajaan Mataram pindah ke Jawa Timur (Zaman Mpu Sendok pada abad ke-10).

2. Masalah ekonomi, misalnya kebiasaan orang Minangkabau atau orang Batak merantau untuk memperoleh perbaikan ekonominya (orang Minang menyebutnya Harajoan). Pada zaman pelaksanaan tanam paksa (cultuur stelsel) banyak orang pindah dari daerahnya karena kesulitan ekonomi.

3. Masalah politik, misalnya pada zaman Majapahit terjadi migrasi ke Malaka yang dipimpin Paramisora karena adanya perang saudara di Majapahit;

Para pelaut Makassar-Bugis dipimpin Karaeng-Galesung, Karaeng Bontomaranu, dan Syekh Yusuf migrasi ke Banten, Jawa Timur serta ke perairan Riau karena tekanan militer Belanda;

Zaman Sultan Agung terjadi migrasi karena kegagalan serangan ke Batavia dan memindahkan penduduk ke Jawa barat untuk persiapan perang melawan Belanda.

4. Kuli kontrak, misalnya pada akhir abad ke-19 Belanda menerapkan politik ekonomi liberal sehingga banyak berdiri perkebunan swasta di Jawa dan Luar Jawa (terutama di Sumatera). Untuk keperluan mencukupi buruh (kuli), diadakan pemindahan penduduk dari Jawa ke Sumatera dengan dalih kuli kontrak (sebenarnya pemindahan paksa) terutama di daerah Deli, Lampung dan Kalimantan. Disamping ke daerah perkebunan, juga pemindahan penduduk ke daerah industri, misalnya ke daerah industri gula, teh, kopi dan tembakau yang biasanya hanya antar daerah di Jawa.

Migrasi juga terjadi pada kota-kota besar karena faktor pendidikan. Hal itu dimulai sejak diberlakukannya politik Etis pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Belanda membuka sekolah baik untuk bangsanya sendiri maupun untuk kaum pribumi secara terbatas, misalnya:1. Tahun 1892 dibuka sekolah Angka Loro.2. Tahun 1907 dibuka sekolah Desa (Volkschool), kemudian dibuka sekolah Angka Siji.3. Vervolkschool (lanjutan sekolah dasar).4. Hollandsch Inlandsch School (HIS) untuk kalangan atas.5. Mulo (Meen Uit Gebreid Lager Onderwijs) setingkat SMP.6. AMS (Alegemeene Meiddle School) setingkat SMA.7. STOVIA (School Teer Opleiding Van Inlander / Arsten).8. Normal School (Sekolah Guru).

Sekolah tersebut hanya terdapat di kota besar sehingga terjadilah migrasi penduduk dari desa ke kota atau dari luar jawa ke jawa. Jumlahnya tidak seberapa, tetapi potensial sebagai ajang pertemuan. Dengan bertemunya kaum terpelajar dari berbagai daerah, berbagai pulau, dan berbagai suku, sangat mendorong terjadinya kesadaran bahwa mereka sebangsa dan setanah air. Dengan kata lain, migrasi karena faktor pendidikan mendorong proses integrasi bangsa Indonesia. Mereka itulah yang nanti menjadi motor gerakan kebangsaan menuju terwujudnya integrasi bangsa.

Sumber: buku berjudul ''sejarah nasional dan umum'' karya Dra. Siti Waridah dkk.