rpp sejarah kelas x 26

18
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Yasiha gubug Matapelajaran : Sejarah Indonesia Kelas/Semester :X / 2 Materi Pokok : Zaman Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia Sub Materi Pokok : Kerajaan di Sulawesi dan Kalimantan (Kehidupan Politik pemerintah,Sosial, Ekonomi, dan Budaya) Pertemuan ke : 26 Alokasi Waktu : 2 X 45 menit A. Kompetensi Inti KI 1 Menghayatidanmengamalkanajaran agama yang dianutnya KI 2 Menghayatidanmengamalkanperilakujujur, disiplin, tanggungjawab, peduli ( gotongroyong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia KI 3 Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah KI 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi 1.1 Menghayati keteladanan para pemimpin dalam mengamalkan ajaran agamanya 1.2 Menghayati keteladanan para pemimpin dalam toleransi antarumat Beragama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari 2.1 Menunjukkan sikap tanggung jawab, peduli terhadap berbagai hasil budaya pada masa praaksara, Hindu-Buddha dan Islam 2.2 Meneladani sikap dan tindakan cinta damai, responsif dan pro aktif yang ditunjukkan oleh tokoh sejarah dalam mengatasi masalah sosial dan lingkungannya 2.3 Berlaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah 3.8. Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat,pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan menunjukkan contoh bukti- bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini 3.8.1 Menjelaskan proses Islamisasi di Kalimantan dan Sulawesi 3.8.2 Menganalisis perkembangan Kerajaan Islam di Kalimantan

Upload: ressa-jokamers

Post on 20-Jul-2015

634 views

Category:

Education


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: RPP Sejarah kelas X 26

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Sekolah : SMA Yasiha gubug

Matapelajaran : Sejarah Indonesia

Kelas/Semester :X / 2

Materi Pokok : Zaman Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

Sub Materi Pokok : Kerajaan di Sulawesi dan Kalimantan (Kehidupan Politik

pemerintah,Sosial, Ekonomi, dan Budaya)

Pertemuan ke : 26

Alokasi Waktu : 2 X 45 menit

A. Kompetensi Inti

KI 1 Menghayatidanmengamalkanajaran agama yang dianutnya

KI 2 Menghayatidanmengamalkanperilakujujur, disiplin, tanggungjawab, peduli

( gotongroyong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive dan proaktif dan

menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam

berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta dalam

menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

KI 3 Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual,

procedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,

seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan

pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan

minatnya untuk memecahkan masalah

KI 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait

dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan

mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

1.1 Menghayati keteladanan para pemimpin dalam mengamalkan ajaran agamanya

1.2 Menghayati keteladanan para pemimpin dalam toleransi antarumat

Beragama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari

2.1 Menunjukkan sikap tanggung jawab, peduli terhadap berbagai hasil budaya pada

masa praaksara, Hindu-Buddha dan Islam

2.2 Meneladani sikap dan tindakan cinta damai, responsif dan pro aktif

yang ditunjukkan oleh tokoh sejarah dalam mengatasi masalah sosial dan

lingkungannya

2.3 Berlaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari

pembelajaran sejarah

3.8. Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat,pemerintahan dan kebudayaan

pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan menunjukkan contoh bukti-

bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini

3.8.1 Menjelaskan proses Islamisasi di Kalimantan dan Sulawesi

3.8.2 Menganalisis perkembangan Kerajaan Islam di Kalimantan

Page 2: RPP Sejarah kelas X 26

3.8.3 Menganalisis perkembangan Kerajaan Islam di Sulawesi

3.8.4 Menganalisis perjuangan dan ketokohan Sultan Hasanudin di Sulawesi

4.8 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur budaya

yang berkembang pada masa kerajaan Islam dan masih berkelanjutan dalam

kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

4.8.1 Menganalisis bukti – bukti peninggalan Islam di Kerajaan Sulawesi dan

Kalimantan dalam kehidupan masa kini yang masih berlangsung

C. Tujuan Pembelajaran

Melalui proses mencari informasi, menanya, dan berdiskusi peserta didik dapat :

1. Mejelaskan letak dan Sumber sejarah kerajaan Islam di Kalimantan dan di

Sulawesi dengan jelas.

2. Menganalisis perkembangan kerajaan Kalimatan dan Makasar

3. Menganalisis reaksi Sultan Hasabbudin terhadap monopoli perdagangan VOC

4. Menunjukkan bukti peninggalan budaya Islam di Kalimantan dan di Sulawesi

.

D. Materi Pembelajaran

Fakta

1. Kerajaan Kalimantan dan Sulawesi

2. tokoh-tokoh sejarah

3. Sumber – sumber sejarah

Konsep

1. Letak kerajaan Islam di Sulawesi dan Kalimantan 2. Sumber Sejarah kerajaan Kalimantan dan Sulawesi 3. Perkembangan Kerajaan Kalimantan dan Sulawesi 4. Hasil budaya Islam di Kalimantan dan Sulawesi

Prinsip

Kerajaan Makasar (Sulawesi di bawah Sultan Hasannudin sangan berani menentang monopoli VOC di Indonesia, terutama di Makasar dan Maluku. VOC melakukan pengawasan yang ketat terhadap aktivitas kerajaan Makasar. Baik Makasar maupun Kalimanatan VOC menggunakan taktik devide et impera.

Prosedural

E. Metode Pembelajaran

F. Metode : diskusi kelompok, tanya jawab ceramah , penugasan.

Pendekatan : Scientific Learning

Strategi : Problem Based learning

Model : Kooperativ Jigsaw

G. Media, Alat dan Sumber Pembelajaran

1. Media

Peta, Gambar Sultan Hasanudin dan Pg. Antasari

2. Alat

LCD, dll

3. Sumber Pembelajaran

KEMENDIKBUD. 2013. Buku Sejarah SMA Kelas X. Jakarta: Kemendikbud

Djoened Poesponegoro, Marwati dan Nugroho Notosusanto.2009. Sejarah Nasional

Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka

Mustopo, M. Habib, 2013. Sejarah 1 (Peminatan Ilmu-ilmu Sosial). Jakarta: Yudistira

Page 3: RPP Sejarah kelas X 26

H. Langkah-Langkah Pembelajaran

Pertemuan ke .........

Kegiatan Deskripsi Alokasi Waktu

Pendahuluan a. Mengawali pembelajaran dengan berdoa dan memberi salam

b. Mempersiapkan kelas agar lebih kondusif untuk memulai proses KBM (kerapian, kebersihan ruang kelas, menyediakan media dan alat serta buku yang diperlukan)

c. Memantau kehadiran dengan mempresensi kehadiran peserta didik

d. Tanya jawab tentang materi minggu sebelumnya tentang kerajaan di Islam Jawa

e. Memotifasi peserta didik untuk lebih fokus dan semangat dalam mengikuti pembelajaran

f. Menginformasikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai serta cakupan materi secara garis besar melalui tayangan power point.

15 Menit

Inti (Mengamati)

Menayangkan tentang gambar tentang bentuk perahu pinisi yang berasal dari Sulawesi

(Menanya)

Peserta didik mengajukan pertanyaan berkaitan dengan tayangan gambar tersebut

(Mengumpulkan informasi)

Peserta didik mendapatkan penjelasan tentang proses pelaksanaan teknik Jigsaw

Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan.

Guru membagi kelas menjadi 5 kelompok kecil untuk melaksanakan kegiatan diskusi kelompok dengan tehnik jigsaw dimana ada kelompok asal dan kelompok ahli yang merupakan kumpulan dari masing-masing anggota kelompok asal yang memiliki topik yang sama

Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

Masing-masing kelompok diminta untuk mencari informasi materi dengan membaca buku siswa dan mencari informasi dari internet tentang proses Islamisasi di Kalimantan, perkembangan Islam di Kalimantan, Proses Islamisasi di Sulawesi, Perkembangan Islam di Sulawesi, perjuangan dan ketokohan Sultan Hasanudin dari Sulawesi, dan nilai keteladanan tokoh dan pemimpin kerajaan di Kalimantan dan Sulawesi

Setiap kelompok diberikan tugas untuk menganalisa: a. Bagaimana proses Islamisasi di Kalimantan b. Bagaimana perkembangan Islam di Kalimantan c. Bagaimana proses Islamisasi di Sulawesi d. Bagaimana perkembangan Islam di Sulawesi e. Bagaimana perjuangan dan ketokohan Sultan

Hasanudin dari Sulawesi (Mengasosiasikan)

Guru membantu peserta didik dalam merencanakan / menyiapkan rambu-rambu format yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya

Peserta didik memiliki keberanian untuk melakukan refleksi terhadap diskusi dan proses-proses yang mereka lakukan

Setiap peserta didik dengan penuh tanggung jawab mencatat hasil diskusi kelompoknya

90 menit

Page 4: RPP Sejarah kelas X 26

Peserta didik secara bersama membuat laporan hasil diskusi kelompoknya

(Mengkomunikasikan)

Masing-masing kelompok dengan percaya diri melaporkan / mempresentasikan hasil diskusi, dan kelompok lain menanggapi maupun menyanggah pendapat dari kelompok tersebut

Peserta didik dibantu guru melakukan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan pada kelompok-kelompok diskusi yang telah selesai melaporkan hasil diskusinya.

Penutup Peserta didik bersama guru menyimpulkan materi yang didiskusikan hari itu sebagai penguatan pengetahuan peserta didik

Peserta didik mengerjakan latihan soal yang telah disiapkan oleh guru

Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya dengan memberikan tugas mandiri terstruktur, peserta didik diminta membuat deskripsi tentang peta persebaran manusia purba di Indonesia dan dunia.

Guru menutup pelajaran dengan salam

30 Menit

I. Penilaian

Mekanisme dan prosedur

Penilaian dilakukan dari proses dan hasil. Penilaian proses dilakukan melalui

observasi pada saat kerja kelompok(sikap), presentasi hasil diskusi , dan laporan

tertulis hasil penelitian (produk)

Sedangkan penilaian hasil dilakukan melalui tes tertulis (pemahaman)

Aspek dan Instrumen penilaian

Instrumen untuk menilai sikap (tanggung jawab, kerjasama, santun dan jujur)

menggunakan lembar pengamatan

Instrumen untuk menilai produk yaitu presentasi kelompok dan laporan penelitian

menggunakan rubrik

Instrumen untuk menilai pemahaman menggunakan tes tertulis uraian

1. Jenis/teknik penilaian

2. Bentuk instrumen

Bentuk intrumen berupa test

Test tertulis bentuk uraian beserta pedoman pensekoran (penilaian kompetensi

kognitif )

Bentuk intrumen berupa non test

Bentuk berupa lembar pengamatan sikap dan presentasi (penilaian kompetensi

psiokomotor dan afektif )

3. Pedoman penskoran

a. Tes

1. Uraian (terlampir)

b. Non Tes

1) Lembar pengamatan kerja kelompok (terlampir)

2) Lembar Pengamatan Sikap (terlampir)

3) Lembar pengamatan presentasi (terlampir)

Page 5: RPP Sejarah kelas X 26

1) Uraian

Pertanyaan, jawablah pertanyaan dibawah ini dengan tepat!

Soal essay

1) Buatlah peta tentang letak kerajaan Islam di Kalimantan dan berikan penjelasan

tentang peta tersebut!

2) Jelaskan apa makna dan pelajaran yang kita peroleh tentang Perjanjian Bongaya di

Sulawesi!

3) Dari nama-nama kerajaan di Sulawesi di atas, kamu pilih satu dan berikan penjelasan

secara singkat tentang kerajaan tersebut, misalnya kapan berdiri, siapa rajanya,

pernahkah berperang melawan Belanda dan sebagainya!

Skor penilaian soal

Setiap nomor memiliki skor maksimal 10 , sehingga nilai total adalah :

Jumlah skor dibagi 3

2) Lembar Observasi sikap

LEMBAR PENGAMATAN SIKAP

Mata Pelajaran : Sejarah

Kelas/Program : X/ IPA & IPS

Kompetensi : KD 3.8 dan 4.8

No Nama Sikap

Jujur Disip

lin

Tngg.

Jawab Kritis Objektif

Toleran

si

Jmlh

Skor

Nilai

1. Mohammad Adifan 4 5 3 3 4 5 80 SB

Dst.

Keterangan:

Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 5.

1 = sangat kurang

2 = kurang konsisten

3 = mulai konsisten

4 = konsisten; dan

5 = selalu konsisten

∑ Skor perolehan Nilai = X 100

Skor Maksimal (30)

Page 6: RPP Sejarah kelas X 26

3) Rubrik Penilaian Presentasi

RUBRIK PENILAIAN PRESENTASI

Mata Pelajaran : Sejarah

Kelas/Program : X/IPS dan IPA

Kompetensi : KD 3.8 dan 4.8

NAMA /KELOMPOK : .............................................................

KELAS : .............................................................

TANGGAL PENILAIAN : .............................................................

N0

INDIKATOR

DESKRIPTOR

SKOR

1 Penguasaan

materi yang

dipresentasikan

4. Menunjukkan penguasaan materi presentasi dengan sangat

baik

3. Menunjukkan penguasaan materi presentasi dengan cukup

baik

2. Menunjukkan penguasaan materi presentasi dengan kurang

baik

1. Menunjukkan penguasaan materi presentasi dengan sangat

kurang baik

2 Sistematika

presentasi

4. Materi presentasi disajikan secara runtut dan sistematis

3. Materi presentasi disajikan secara runtut tetapi kurang

sistematis

2. Materi presentasi disajikan secara kurang runtut dan tidak

sistematis

1. Materi presentasi disajikan secara tidak runtut dan tidak

sistematis

3 Penggunaan

bahasa

4. Bahasa yang digunakan sangat mudah dipahami

3. Bahasa yang digunakan cukup mudah dipahami

2. Bahasa yang digunakan agak sulit dipahami

1. Bahasa yang digunakan sangat sulit dipahami

4 Ketepatan

intonasi dan

kejelasan

artikulasi

4. Penyampaian materi disajikan dengan intonasi yang tepat

dan artikulasi/lafal yang jelas

3. Penyampaian materi disajikan dengan intonasi yang agak

tepat dan artikulasi/lafal yang agak jelas

2. Penyampaian materi disajikan dengan intonasi yang kurang

tepat dan artikulasi/lafal yang kurang jelas

1. Penyampaian materi disajikan dengan intonasi yang tidak

tepat dan artikulasi/lafal yangtidak jelas

5 Kemampuan

memanfaatkan

media

4. Media yang dimanfaatkan sangat jelas, menarik, dan

menunjang seluruh sajian

3. Media yang dimanfaatkan jelas tetapi kurang menarik

Page 7: RPP Sejarah kelas X 26

presentasi 2. Media yang dimanfaatkan kurang jelas dan tidak menarik

1. Media yang dimanfaatkan tidak jelas dan tidak menarik

6 Kemampuan

mempertahanka

n dan

menanggapi

pertanyaan atau

sanggahan

4. Mampu mempertahankan dan menanggapi

pertanyaan/sanggahan dengan arif dan bijaksana

3. Mampu mempertahankan dan menanggapi

pertanyaan/sanggahan dengan cukup baik

2. Kurang mampu mempertahankan dan menanggapi

pertanyaan atau sanggahan dengan baik

1. Sangat kurang mampu mempertahankan dan menanggapi

pertanyaan atau sanggahan

TOTAL SKOR

, ……………, ……...……………

4) Lembar pengamatan Penugasan

LEMBAR PENILAIAN PENUGASAN

Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia

Kelas/Program : X / IPA & IPS

Kompetensi : KD 3.8 dan 4.8

No Nama Peserta didik

Indikator Penilaian Penugasan

Sistemati

ka

penulisan

Data yang

dianalisis

Kesimpulan Jmlh

Skor

Nilai

1 Mohammad Adifan 2 3 1 66,7 B

Dst.

Keterangan pengisian skor :

3 = Baik

2 = Cukup

1 = Kurang

Total Skor

Nilai = -------------------- X 100

24

Page 8: RPP Sejarah kelas X 26

Rubrik: penugasan

Aspek yang dinilai Penilaian

1 2 3

Sistematika

Penulisan

Penulisan tidak

sesuai dengan tata

bahasa yang baik dan

benar

Ada beberapa tulisan

yang tidak sesuai

dengan tata bahasa

yang baik dan benar

Penulisan sesuai

dengan tata bahasa

yang baik dan benar

Data yang dianalisis Data tidak lengkap Data lengkap, tetapi

tidak terorganisir,

atau ada yang salah

tulis

Data lengkap,

terorganisir, dan

ditulis dengan benar

Kesimpulan Tidak benar atau

tidak sesuai tujuan

Sebagian kesimpulan

ada yang salah atau

tidak sesuai tujuan

Semua benar atau

sesuai tujuan

∑ Skor perolehan Nilai = X 100

Skor Maksimal (9) Kriteria Nilai : A = 91 – 100 C+ = 41 - 50 A- = 81 – 90 C = 31 - 40 B+ = 71 – 80 C- = 21 - 30 B = 61 – 70 D+ = 11 - 20 B- = 51 – 60 D = 0 - 10

Godong 10 Juli 2013

Mengetahui Guru Mapel Sejarah

Kepala Sekolah

Drs. H. Syafi’I Sarinah, S.Pd

Page 9: RPP Sejarah kelas X 26

LAMPIRAN MATERI AJAR

PROSES MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI

A. Melalui Pedagang Kalau kita melihat dari sumber sejarah, bahwa penyebaran Islam di Indonesia khususnya di Sulsel dilakukan oleh parah saudagar Muslim yang mengadakan kontak dagang antarpulau baik dengan pedagang dalam negeri maupun dengan dagang antarnegara. Dapatlah dipahami bahwa yang mula-mula membawa agama Islam ke Sulsel adalah pelaut-pelaut dari Arab, kemudian saudagar-saudagar India, dan Iran. Selanjutnya Islam disiarkan oleh pedagang-pedagang dari Melayu dan dari Jawa. Berdasarkan kajian sejarah Islam sudah berpengaruh di Jawa sekitar tahun 1500-1550 M yaitu pada masa pemerintahan Kerajaan Demak. Pengaruh Islam semakin kuat setelah Malaka direbut oleh Portugis pada tahun 1511 M. Setelah jatuhnya Malaka ketangan Portugis, semakin banyak kerajaan Islam di Pulau Jawa dan sekitarnya. Kerajaan di pesisir pantai di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulsel dan Maluku mulai berinteraksi dengan pedagang-pedagang Melayu yang beragama Islam. Berdirinya kerajaan-kerajaan di pesisir Pulau Jawa sekitar tahun 1500-1550 M berlangsung secara bertahap dan didahului oleh proses islamisasi yang berkesinambungan di kalangan masyarakat. B. Pengaruh Tionghoa Sebagaimana dicatat dalam sumber sejarah bahwa, Islam di Jawa juga disiarkan oleh seorang pelancong Tionghoa Muslim bernama Ma Huan. Ma Huan yang membawa seorang pembesar Tiongkok, kala itu, mengunjungi Tuban, Gresik, dan Surabaya, daerah di pesisir utara Pulau Jawa. Sebangian besar orang Tionghoa di wilayah pesisir utara Pulau Jawa pada tahun 855 M telah memeluk Islam dan orang-orang pribumi yang penyembah berhala ikut memeluk Islam seperti orang Tionggoa itu. Kesadaran orang-orang Melayu memeluk Islam tumbuh dan berkembang di Sulsel tidak lepas dari aktivitas perdagangan yang berlangsung sampai ke kepulauan nusantara terutama di Maluku. Seorang Muslim dari Persi yang pernah mengunjungi belahan timur Indonesia memberikan informasi tentang masuknya Islam di Sulsel. Ia mengatakan bahwa di Sula (Sulawesi) terdapat orang-orang Islam pada waktu itu kira-kira pada akhir abad ke-2 Hijriah. Dia juga yang mengabarkan tentang kehadiran Islam di kalangan masyarakat Sulsel. Menurut dia, Islam di Sulsel juga dibawa sayyid Jamaluddin Akbar Al-Husaini yang datang dari Aceh lewat Jawa (Pajajaran). Sayyid Jamaluddin datang atas undangan raja yang masih beragama Budha, Prabu Wijaya yang memerintah Pajajaran pada tahun 1293-1309. Sayyid Jamaluddin Akbar Al Husaini melanjutkan perjalanan ke Sulsel bersama rombongannya 15 orang. Mereka masuk ke daerah Bugis dan menetap di Ibu Kota Tosorawajo dan meninggal di sana sekitar tahun 1320 M. Inilah suatu bukti bahwa jauh sebelum Islam diterima secara resmi sebagai agama kerajaan di Sulsel pemahaman Islam sudah ada di masyarakat lewat interaksi sosial dan hubungan dagang antar individu maupun berkelompok. Hak Istimewa

Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-10, di Sulsel pernah menetap seorang dari Jawa bernama Anakoda Bonang yang membawa saudagar melayu Muslim yang memimpin perdagangan dari Pahang, Patani, Johor, Campa, dan Minangkabau. Rombongan Anakoda Bonang ini diberi hak istimewa oleh raja. Pada masa itu Sulsel sudah menjalin hubungan dengan berbagai daerah di Sumatera, Jawa, Malaka, dan Hindia. Di Makassar, pada masa itu, sudah ada koloni dagang orang-orang asing dari daerah itu. Sehubungan dengan strategi orang-orang Melayu yang mendirikan kerajaan-kerajaan yang berpaham Islam di sekitar Pulau Jawa, dalam lontara di jelaskan, Raja Gowa ke-12, I Manggorai Daeng Mammeta Tunijallo (1565-1590) bersahabat baik dengan raja-raja di Pulau Jawa bagian barat. Raja Gowa memberikan fasilitas kepada para saudagar Muslim untuk menetap di sekitar Istana Kerajaan Gowa.

Islam di Sulsel mencapai puncak keemasannya sekitar awal abad ke-18 yang ditandai dengan berlakunya syariat Islam dalam berinteraksi sosial.

Sejarah Kerajaan Banjar di Kalimantan

Page 10: RPP Sejarah kelas X 26

Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam di pulau kalimantan yang wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar daerah kalimantan pada saat sekarang ini. Pusat Kerajaan Banjar yang pertama adalah daerah di sekitar Kuin Utara (sekarang di daerah Banjarmasin) , kemudian dipindah ke martapura setelah keraton di Kuin dihancurkan oleh Belanda. Kerajaan ini berdiri pada september 1526 dengan Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama Kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905. Perang Banjar merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu CIKAL BAKAL KERAJAAN BANJAR Kemunculan Kerajaan Banjar tidak lepas dari melemahnya pengaruh Negara Daha sebagai kerajaan yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah Negara Daha, menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. Akan tetapi, wasiat tersebut ditentang oleh ketiga anak Raden Sukarama yaitu Mangkubumi, Tumenggung dan Bagulung. Setelah Raden Sukarama wafat, Pangeran Tumenggung merebut kekuasaaan dari pewaris yang sah yaitu Raden samudera dan merebut tahta kekuasaan Negara Daha. Raden Samudera sebagai pihak yang kalah melarikan diri dan bersembunyi di daerah hilir sungai barito. Dia dilindungi oleh kelompok orang melayu yang menempati wilayah itu. Kampung orang melayu itu disebut kampung oloh masih yang artinya kampung orang melayu pimpinan Pati Masih. Lama kelamaan kampung ini berkembang menjadi kota banjarmasih karena ramainya perdagangan di tempat ini dan banyaknya pedagang yang menetap. Dalam pelarian politiknya, raden Samudera melihat potensi Banjarmasih dengan sumber daya manusianya dapat dijadikan kekuatan potensial untuk melawan kekuatan pusat, yaitu Negara Daha. Kekuatan Banjarmasih untuk melakukan perlawaann terhadap Negara Daha akhirnya mendapat pengakuan formal setelah komunitas melayu mengangkat Raden Samudera sebagai kepala Negara. Pengangkatan ini menjadi titik balik perjuangan Raden Samudera. Terbentuknya kekuatan politik baru di banjarmasih, sebagai kekuatan politik tandingan bagi Negara Daha ini menjadi media politik bagi Raden Samudera dalam usahanya memperoleh haknya sebagai Raja di Negara Daha, sedangkan bagi orang Melayu merupakan media mereka untuk tidak lagi membayar pajak kepada Negara Daha Setelah menjadi Raja di Banjarmasih, Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih untuk meminta bantuan Kerajaan Demak. Permintaan bantuan dari Raden Samudera diterima oleh Sultan Demak, dengan syarat Raden Samudera beserta pengikutnya harus memeluk agama Islam. Syarat tersebut disanggupi Raden Samudera dan Sultan Demak mengirimkan kontingennya yang dipimpin oleh Khatib Dayan. Setibanya di Banjarmasih, kontingen Demak bergabung dengan pasukan dari Banjarmasih untuk melakukan penyerangan ke Negara Daha di hulu sungai Barito. Setibanya di daerah yang bernama Sanghiang Gantung, pasukan Bandarmasih dan Kontingen Demak bertemu dengan Pasukan Negara daha dan pertempuran pun terjadi. Pertempuran ini berakhir dengan suatu mufakat yang isinya adalah duel antara Raden samudera dengan Pangeran Tumenggung. Dalam duel itu, Raden Samudera tampil sebagai pemenang dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan banjarmasih. Setelah kemenangan dalam pertempuran, Raden Samudera memindahkan Rakyat Negara Daha ke Banjarmasih dan Raden Samudera dikukuhkan sebagai Kepala negaranya. Pembauran penduduk Banjarmasih yang terdiri dari rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak dan orang jawa (kontingen dari Demak) menggambarkan bersatunya masyarakat di bawah pemerintahan Raden Samudera. Pengumpulan penduduk di banjarmasih menyebabkan daerah ini menjadi ramai, ditambah letaknya pada pertemuan sungai barito dan sungai martapura menyebabkan lalu lintas menjadi ramai dan terbentuknya hubungan perdagangan. Raden Samudera akhirnya menjadikan Islam sebagai agama negara dan rakyatnya memeluk agama Islam. Gelar yang dipergunakan oleh Raden Samudera sejak saat itu berubah menjadi Sultan Suriansyah. Kerajaan Banjar pertama kali dipimpin oleh Sultan Suriansyah ini. WILAYAH KERAJAAN BANJAR Kerajaan Banjar semakin berkembang dan lama kelamaan luas wilayahnya semakin bertambah.

Page 11: RPP Sejarah kelas X 26

Kerajaan ini pada masa jayanya membentang dari banjarmasin sebagai ibukota pertama, dan martapura sebagai ibukota pengganti setelah banjarmasin direbut belanda, daerah tanah laut, margasari, amandit, alai, marabahan, banua lima yang terdiri dari Nagara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua serta daerah hulu sungai barito. Kerajaan semakin diperluas ke tanah bumbu, Pulau Laut, Pasir, Berau dan kutai di panati timur. Kotawaringin, Landak, Sukadana dan sambas di sebelah barat. Semua wilayah tersebut adalah Wilayah Kerajaan Banjar (yang apabila dilihat dari peta zaman sekarang, Kerajaan Banjar menguasai hampir seluruh wilayah kalimantan di 4 provinsi yang ada). Semua wilayah tersebut membayar pajak dan upeti. Semua daerah tersebut tidak pernah tunduk karena ditaklukkan,tetapi karena mereka mengakui berada di bawah Kerajaan Banjar, kecuali daerah pasir yang ditaklukkan pada tahun 1663 RAJA-RAJA KERAJAAN BANJAR Kerajaan Banjar yang berdiri pada 24 september 1526 sampai berakhirnya perang Banjar yang merupakan keruntuhan kerajaan Banjar memiliki 19 orang raja yang pernah berkuasa. Sultan pertama kerajaan Banjar adalah Sultan Suriansyah (1526 - 1545), beliau adalah raja pertama yang memeluk Agama Islam. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu. Sultan Suriansyah sebagai Raja pertama mejadikan Kuin Utara sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan Kerajaan Banjar. Sedangkan Sultan Mohammad Seman berkeraton di daerah manawing - puruk cahu sebagai pusat pemerintahan pelarian Berikut adalah rincian Raja-raja Kerajaan Banjar sejak berdirinya kerajaan hingga runtuhnya kerajaan itu : 1526 - 1545 : Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam 1545 - 1570 : Sultan Rahmatullah 1570 - 1595 : Sultan Hidayatullah 1595 - 1620 : Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda pada Tahun 1612 1620 - 1637 : Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah 1637 - 1642 : Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah 1642 - 1660 : Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa 1660 - 1663 : Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin. 1663 - 1679 : Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung 1679 - 1700 : Sultan Tahlilullah berkuasa 1700 - 1734 : Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning 1734 - 1759 : Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah 1759 - 1761 : Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah 1761 - 1801 : Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah 1801 - 1825 : Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah 1825 - 1857 : Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman 1857 - 1859 : Pangeran Tamjidillah 1859 - 1862 : Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina 1862 - 1905 : Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar

Gambar : Sultan Hidayatullah

Page 12: RPP Sejarah kelas X 26

Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun 1905, praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh. Akan tetapi semangat yang dikobarkan pejuang perang Banjar melalui sumpah perjuangan "haram manyarah waja sampai kaputing" benar-benar memberikan semangat untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti menghargai perjuangan para pejuang yang telah mengorbankan segalanya untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota Banjarmasin yang sekarang adalah bukti sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah Disamping Sumatra dan Jawa, ternyata di Kalimantan juga terdapat beberapa kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam.Apakah kamu sudah mengetahui nama kerajaan-kerajaan Islam yang tumbuh di Kalimantan? Di antara kerajaan Islam itu adalah Kesultanan Pasir (1516), Kesultanan Banjar (1526-1905), Kesultanan Kotawaringin, Kerajaan Pagatan (1750), Kesultanan Sambas (1671), Kesultanan Kutai Kartanegara, Kesultanan Berau (1400), Kesultanan Sambaliung (1810), Kesultanan Gunung Tabur (1820), Kesultanan Pontianak (1771), Kesultanan Tidung, dan Kesultanan Bulungan (1731). Kerajaan-kerajaan yang terletak di daerah Kalimantan Barat antara lain Tanjungpura dan Lawe. Kedua kerajaan tersebut pernah diberitakan Tome Pires (1512-1551). Tanjungpura dan Lawe menurut berita musafir Portugis sudah mempunyai kegiatan dalam perdagangan baik dengan Malaka dan Jawa, bahkan kedua daerah yang diperintah oleh Pate atau mungkin adipati kesemuanya tunduk kepada kerajaan di Jawa yang diperintah Pati Unus. Tanjungpura dan Lawe (daerah Sukadana) menghasilkan komoditi seperti emas, berlian, padi, dan banyak bahan makanan. Banyak barang dagangan dari Malaka yang dimasukkan ke daerah itu, demikian pula jenis pakaian dari Bengal dan Keling yang berwarna merah dan hitam dengan harga yang mahal dan yang murah. Pada abad ke-17 kedua kerajaan itu telah beradadi bawah pengaruh kekuasaan Kerajaan Mataram terutama dalam upaya perluasan politik dalam menghadapi ekspansi politik VOC. Demikian pula Kotawaringin yang kini sudah termasuk wilayah Kalimantan Barat pada masa Kerajaan Banjar juga sudah masuk dalam pengaruh Mataram, sekurang-kurangnya sejak abad ke-16. Meskipun kita tidak mengetahui dengan pasti kehadiran Islam di Pontianak, konon ada pemberitaan bahwa sekitar abad ke-18 atau 1720 ada rombongan pendakwah dari Tarim (Hadramaut) yang di antaranya datang ke daerah Kalimantan Barat untuk mengajarkan membaca al-Qur’an, ilmu fikih, dan ilmu hadis. Mereka di antaranya Syarif drus bersama anak buahnya pergi ke Mampawah, tetapi kemudian menelusuri sungai ke arah laut memasuki Kapuas Kecil sampailah ke suatu tempat yang menjadi cikal bakal kota Pontianak. Syarif Idrus kemudian diangkat menjadi pimpinan utama masyarakat di tempat itu dengan gelar Syarif Idrus ibn Abdurrahman al-Aydrus yang kemudian memindahkan kota dengan pembuatan benteng atau kubu dari kayu-kayuan

untuk pertahanan. Sejak itu Syarif Idrus ibn Abdurrahman al-Aydrus dikenal sebagai Raja Kubu. Daerah itu mengalami kemajuan di bidang perdagangan dan keagamaan, sehingga banyak para pedagang yang berdatangan dari berbagai negeri. Pemerintahan Syarif Idrus (lengkapnya: Syarif Idrus al-Aydrus ibn Abdurrahman ibn Ali ibn Hassan ibn Alwi ibn Abdullah ibn Ahmad ibn Husin ibn Abdullah al-Aydrus) memerintah pada 1199-1209 H atau 1779-1789 M.Cerita lainnya mengatakan bahwa pendakwah dari Tarim (Hadramaut) yang mengajarkan Islam dan datang ke Kalimantan bagian barat terutama ke Sukadana ialah Habib Husin al-Gadri. Ia semula singgah di Aceh dan kemudian ke Jawa sampai di Semarang dan di tempat itulah ia bertemu dengan pedagang Arab namanya Syaikh, karena itulah maka Habib al-Gadri berlayar ke Sukadana. Dengan kesaktian Habib Husin al-Gadri menyebabkan ia mendapat banyak simpati dari raja, Sultan Matan dan rakyatnya. Kemudian Habib Husin al-Gadri pindah dari Matan ke Mempawah untuk meneruskan syiar Islam. Setelah wafat ia diganti oleh salah seorang putranya yang bernama Pangeran Sayid Abdurrahman Nurul .Alam. Ia pergi dengan sejumlah rakyatnya ke tempat yang kemudian dinamakan Pontianak dan di tempat inilah ia mendirikan keraton dan masjid agung. Pemerintahan Syarif Abdurrahman Nur Alam ibn Habib Husin al-Gadri pada 1773- 1808, digantikan oleh Syarif Kasim ibn Abdurrahman al-Gadri pada 1808-1828

Page 13: RPP Sejarah kelas X 26

dan selanjutnya Kesultanan Pontianak di bawah pemerintahan sultan-sultan keluarga Habib Husin al-Gadri. Ulasan di atas hanya salah satu dari kerajaan yang ada di Kalimantan, tentu kamu dapat mencari informasi lebih mendalam tentang kerajaan Islam yang ada di Kalimantan Sulawesi diakses 26 10 2013 http://kadahakunjua.blogspot.com/2009/02/cikal-bakal-kerajaan-banjar-di.html Kerajaan Islam di Sulawesi

A. Kerajaan Gowa-Tallo Sumber asing terulis pertama dari Barat berasal dari catatan Tome Pires. Dia menyebutkan tentang bagaimana kemapuan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Makassar. Dalam buku Islamisasi kerajaan Gowa, Prof. DR. Ahmad M. Sewang, M.A ( 2005; 72) Tome Pires dalam perjalanannya dari Malaka ke Laut Jawa pada tahun 1513 telah menemukan orang-orang Makassar sebagai pelaut ulung. Keterangan ini dianggap keterangan tertulis Barat yang tertua. Pires menyebutkan: “Orang-orang Makassar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa, Borneo, Negeri Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan Siam, dalam Prof. DR. Ahmad M. Swang, M.A ( 2005; 72)” Sumber berita dari catatan Tome Pires mungkin lebih menitikberatkan kepada sebuah kerajaan di Sulawesi belum resmi memeluk agama Islam, karena secara resmi kedua raja dari Gowa dan Tallo memeluk agama Islam pada tanggal 22 September 1605 M. Negeri tersebut kaya akan beras putih dan juga bahan-bahan makanan lainnya, banyak daging dan juga banyak kapur barus hitam. Mereka memasok barang dagangan dari luar, antara lain jenis pakaian dari Cambay, Bengal, dan Keling. Mengingat jaringan perdagangan dari Cina sudah lama, barang-barang berupa keramik juga diimpor dan hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya temuan keramik dari masa Dinasti Sung dan Ming dari daerah Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa, berbeda dengan situasi Jawa dan Sumatra, Sulawesi dalam menerima pengaruh agama Islam jauh lebih lambat. Islamisasi Gowa dan Tallo, kerajaan Makassar yang tergabung sejak pertengahan abad ke-16 yang dalam zaman yang sama terlibat perdagangan dengan negeri-negeri Melayu sampai kepulauan Malaka. Pertama-tama kita melihat Gowa sebagai pusat kekuasaan politik di Sulawesi Selatan pertengahan abad ke-16. Pada masa Karaeng Tumaparisi-kalona datang orang Jawa yang bernama I Galassi. Nama Jawa menunjukan bahwa orang tersebut datang dari barat Sulawesi, jadi tidak mesti dari Pulau Jawa, besar kemungkinan dari Jawa dan Sumatra, Marwati Djoened Poesponegoro (2008: 228). Sejak kerajaan Gowa-Tallo resmi merupakan kerajaan bercorak Islam tahun 1605 M, Gowa meluaskan politiknya agar kerajaan-kerajaan lainnya juga masuk Islam dan tunduk kepada kerajaan Gowa-Tallo antara lain Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan Bone tanggal 23 November 1611 M. J. Norduyn berpendapat bahwa penaklukan terhadap kerajaan itu oleh Gowa-Tallo itu dirasakan sebagai harkat dan derajat agama baru yaitu Islam mendorong keruntuhan kerajaan yang memusuhi Gowa-Tallo membawa kerajaan Gowa-Tallo kepada kekuasaan dengan cepat dan pasti daripada sebelumnya. Menarik perhatian meskipun kerajaan Gowa-Tallo sudah Islam, pada masa pemerintahan raja-raja Gowa selanjutnya melukiskan hubungan baik dengan orang-orang Portugis yang membawa agama Kristen-Katolik. Contohnya masa Sultan Gowa Muhammad Said (14 Juni 1639-16 November 1653), bahkan masa putranya Sultan Hasanuddin (16 November 1639-29 Agustus 1669). Kedua-duanya memberikan bantuan kepada orang-orang Portugis umumnya dan kepada Francisco Viera pada khususnya yang telah menjadi utusan raja Gowa ke Banten dan Batavia bahkan Sultan Muhammad Said dan Karaeng Patingalong memberikan saham dalam perdagangan yang dilakukan Fransisco Viera. Hubungan erat antara orang Portugis dengan Gowa disebabkan ancaman VOC Belanda yang hendaknya memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. B. Kontak Awal dengan Islam Sebagaimana diketahui umum bahwa penyebaran Islam di Nusantara pada awalnya melalui perdagangan, maka demikian halnya dengan kedatangan Islam di Gowa tidak terlepas dari faktor dagang. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh para pedagang dimungkinkan karena didalam ajaran Islam tidak dibedakan antara tugas keagamaan seorang muslim, sebagai penyebar nilai-nilai kebenaran, dan profesinya sebagai pedagang. Setiap Muslim, apapun profesinya dituntut untuk menyampaikan ajaran Islam sekalipun satu ayat. Kalua melihat masuknya islam ke Makassar terutama terbentuknya Kerajaan Gowa-Tallo memang bisa dilihat sedikit terlambat dari wilayah lain seperti Jawa dan Sumatra dll, sebab Kerajaan Gowa baru dikenal sebagai kerajaan yang berpengaruh dan menjadi kerajaan dagang pada akhir abad XVI atau awal abad XVII. Dalam kurun waktu tersebut para pedagang muslim dari berbagai daerah Nusantara dan para pedagang asing dari Eropa mulai ramai mendatangi daerah ini.

Page 14: RPP Sejarah kelas X 26

Prof. DR. Ahmad M. Sewang, M.A ( 2005; 80) menyebutkan bahwa menurut teori yang dikembangkan oleh Noorduyn, proses islamisasi di Sulawesi Selatan tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, yaitu melalui tiga tahap: pertama kedatangan Islam, keduapenerimaan Islam dan ketiga penyebarannya lebih lanjut. Pendapat yang senada dikemukakan oleh H.J. de Graaf. Namun, ia lebih menekankan pada pelaku islamisasi di Asia Tenggara yang analisisnya didasarkan pada literatur Melayu. Graaf berpendapat: bahwa Islam didakwakan di Asia Tenggara melalui tiga metode yaitu: oleh para pedagang muslim dalam proses perdagangan yang damai, oleh para dai dan orang suci (wali) yang datang dari India atau Arab yang sengaja bertujuan mengislamkan orang-orang kafir dan meningkatkan pengetahuan mereka yang telah beriman, dan terakhir dengan kekerasan dan memaklumkan perang terhadap negara-negara penyembah berhala. Kedatangan Islam di Makassar yang dimaksudkan oleh Noorduyn dalam teorinya di atas adalah ketika pertama kali para pedagang Melayu muslim mendatangi daerah ini. Kata Melayu yang dimaksud dalam pengertian orang Makassar masa itu, tidak hanya terbatas pada wilayah daerah Riau dan Semenanjung Malaka, seperti yang diartikan sekarang, tetapi juga meliputi seluruh Pulau Sumatra,” sehingga ketika Datuk ri Bandang yang datang dari Koto Tangah Minangkabau di Makassar sebagai mubalig Islam, dia disebut sebagai orang Melayu. Sekalipun para pedagang Muslim sudah berada di Sulawesi Selatan sejak akhir abad XV, tidak diperoleh keterangan secara pasti, baik dari sumber lokal maupun sumber dari luar, tentang terjadinya konversi ke dalam Islam oleh salah seorang raja setempat pada masa itu sebagaimana yang terjadi pada agama Katolik. Agaknya inilah yang menjadi faktor pendorong para pedagang Melayu mengundang tiga orang Muballigh dari Koto Tangah (Kota Tengah 2) Minangkabau agar datang di Makassar mengislamkan elit Kerajaan Gowa-Tallo. Inisiatif untuk mendatangkan Muballigh khusus ke Makassar, sudah ada sejak Anakkodah Bonang (Nahkodah Bonang 3) seorang ulama dari Minangkabau sekaligus pedagang, berada di Gowa pada pertengahan abad XVI (1525), tetapi nanti berhasil setelah memasuki awal abad XVII dengan kehadiran tiga orang Muballigh yang bergelar datuk dari Minangkabau (Prof. DR. H. Ahmad Sewang. M.A., Makalah) Lontara Wajo menyebutkan bahwa ketiga datuk itu datang pada permulaan abad XVII dari Koto Tangah, Minangkabau. Mereka dikenal dengan nama Datuk Tellue (Bugis) atau Datuk Tallua (Makassar), yaitu:

Abdul Makmur, Khatib Tunggal, yang lebih populer dengan nama Datuk ri Bandang.

Sulaiman, Khatib Sulung, yang lebih populer dengan nama Datuk Patimang. Abdul Jawad, Khatib Bungsu, yang lebih dikenal dengan nama Datuk ri Tiro.

Ketiga ulama tersebut yang berasal dari Kota Tengah Minangkabau, menurut sumber yang ditulis oleh Sultan Aceh dan Sultan Johor untuk mengembangkan dan menyiarkan agama Islam di Sulawesi selatan. Mereka terlebih dahulu mempelajari kebudayaan orang Bugis-Makassar, di Riau dan Johor, dimana banyak orang-orang Bugis-Makassar berdiam, sesampainya di Gowa, mereka memperoleh keterangan dari orang-orang Melayu yang banyak tinggal di Gowa, bahwa raja yang paling dimuliakan dan dihormati adalah Datuk Luwu’ sedangkan yang paling kuat dan berpengaruh ialah Raja Tallo dan Raja Gowa (Prof. Mr. DR. Andi Zainal Abidin, 1990: 228-231). Graaf dan Pigeaud mengemukakan bahwa Datuk ri Bandang sebelum ke Makassar lebih dahulu belajar di Giri. Datuk ri Bandang dan temannya yang lain ketika tiba di Makassar, tidak langsung melaksanakan misinya, tetapi lebih dahulu menyusun strategi dakwah. Mereka menanyakan kepada orang-orang Melayu yang sudah lama bermukim di Makassar tentang Raja yang paling dihormati. Setelah mendapat penjelasan, mereka berangkat ke Luwu untuk menemui Datuk Luwu’, La Patiware Daeng Parabu. Datuk Luwu adalah raja yang paling dihormati, karena kerajaanya dianggap kerajaan tertua dan tempat asal nenek moyang raja-raja Sulawesi Selatan. Kedatangan Datuk Tellue mendapat sambutan hangat dari Datuk Luwu’, La Patiware Daeng Parabu (Prof. DR. H. Ahmad Sewang. M.A., Makalah). Menurut sumber Portugis Antonio de Payva yang datang ke Sulawesi Selatan tahun 1542 M, ia menyebutkan bahwa ketika mengadakan aktivitas misi Katolik di Siang, ia mendapat rintangan dari para pedagang Melayu muslim yang diperkirakan sudah menetap di sana sekitar 50 tahun sebelumnya. Laporan Payva dapat dianggap sebagai informasi Eropa yang tertua tentang kegiatan orang-orang Melayu di Sulawesi Selatan. Berdasarkan laporan ini dapat diperkirakan, pada akhir abad XV orang-orang Melayu sudah melakukan aktivitas perdagangan di daerah ini. Namun, tidak dapat diketahui secara pasti, berapa jumlah orang-orang Melayu yang melakukan kontak pertama dengan daerah ini. Kemungkinan mereka semakin banyak yang berimigrasi dan menetap di Makassar setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis 1511. Dalam hubungan ini Noorduyn menulis: “Zowel uit Portugese als uit Makasaarse bronnen is bekend, dat reeds vrij vmeg in de 16de eeuw Maleise, dus Muslimse, handelaars zich in Makasar en elders op de kust van Z. Celebes gevestigd hadden.”

Page 15: RPP Sejarah kelas X 26

“Baik sumber-sumber Portugis ataupun sumber-sumber Makassar telah dikenal, sudah sejak awal abad XVI para pedagang Melayu, jadi orangorang muslim, sudah menetap di Makassar dan tempat-tempat lainnya di pesisir barat daya Sulawesi”. Tampaknya, sumber Makassar yang dimaksud Noorduyn di atas berasal dari Lontara Makassar, yaitu Pattorioloanga ri Togowaya (Sejarah Gowa). Dalam lontara tersebut terdapat keterangan bahwa pada masa pemerintahan Raja Gowa X (1546-1565), bernama Tonipalangga I Manriogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, telah datang seorang utusan orang-orang Melayu, Datuk Anakkoda Bonang, menghadap kepadanya agar diberi hak atas sebuah kawasan perkampungan di Makassar, seperti dikisahkan dalam lontara: latommi napappalakki empoang Jawa nikanaya Anakoda Bonang. Naia erang-eranna ri Karaenga, nappala ‘na empoang, kontua anne: kamaleti sibatu, belo sagantuju pulona sowonganna, sakalla ‘ sikayu, sikayu, cinde ilau sitangga kodi. Nakana Anakoda Bonang ri Karaenga Tonipalannga; “appaki rupana kupala ‘-palaka rikatte karaeng; ” nakanamo karaenga: “apa? ” Nakanamo: “kipalaki, tanipantamaia embammang, tanigayanga punna nia’anammang, tani rappung punna nia’ salammang.” Naniioi ri Karaenga; nakanan karaenga: tedongkujanjo maposo nakuparamme, mabattala ‘nakutaroi, alaikaupaseng parangku tau, naiajia tamammunoako ributtaku punna kuasenga. “Dialah yang meminta (memberi) tempat kediaman pada orang Jawa yang disebut Anakkoda Bonang. Adapun persembahannya kepada raja ketika is meminta tempat kediaman, ialah: sepucuk kamelati, delapan puluh junjungan “belo”, sekayu sekelat, sekayu beludu dan setengah kodi “cinde ialu. ” Kata Anakoda Bonang kepada Raja Tonipalangga: “empat macam kami harap-harapkan dari Tuanku;” maka menyahutlah Raja itu “apa itu?” Ia menjawab; “kami minta supaya jangan dimasuki pekarangan kami (dengan begitu saja), jangan dimasuki rumah kami (dengan begitu raja), janganlah kami dikenakan peraturan “nigayang” bila ada anak kami, dan janganlah kami dikenakan peraturan “nirappung” bila ada kesalahan kami Maka diperkenankanlah (permintaan itu) oleh Raja, dan berkatalah Raja, “Sedangkan kerbauku bila lelah kuturunkan ke dalam air, bila bebannya berat saya turunkan sebagian, apalagi engkau sesamaku manusia, akan tetapi janganlah engkau melakukan pembunuhan dalam kerajaanku di luar pengetahuanku.” Demikianlah keterangan tertulis dalam kepustakaan Lontara Gowa, mengenai kedatangan orang Melayu. Mereka mendapat perlindungan istimewa dari kerajaan untuk menempati daerah sekitar pelabuhan Somba Opu di Kampung Mangallekana. Yang dimaksud dengan “orang Jawa” dalam lontara tersebut adalah orang-orang Melayu dari Pahang, Patani, Campa, Minangkabau, dan Johor. Hal ini bisa diketahui pada dialog selanjutnya antara Anakkoda Bonang dengan raja: Nanakanatodong, “Siapai rupanna nupailalang kana-kana? ” Nakanamo Anakkoda Bonang, “Sikontukang Ikambe ma’lipa’ baraya kontui Pahangan, Patania, Campaya, Marangkaboa, Johoroka.” “Berkatalah pula Raja, “Berapa macam (orang) yang kau masukkan ke dalam permintaan itu?” Berkatalah Anakkoda Bonang, “Semua kami yang bersarung ikat ialah (orang) Pahang, Patani, Campa, Menangkabau, dan Johor.” Hubungan baik antara pendatang Melayu dengan penduduk setempat, menyebabkan mereka mendapatkan tempat istimewa di hati raja. Tidak mengherankan, jika Raja Gowa berikutnya, yaitu Tonijallo (1565-1590) memberikan fasilitas tempat ibadah, sebuah masjid, di tempat pemukiman mereka, di Mangallekana. Pemberian fasilitas masjid menandakan bahwa raja memberikan perhatian kepada para pedagang muslim. Di pihak lain, para pedagang muslim berusaha memelihara hubungan baik itu dengan kerajaan yang dapat dilihat dari kontribusi yang diberikan oleh para pedagang Melayu terhadap pembinaan kerajaan. Sejak awal kedatangan mereka, yaitu di masa pemerintahan Raja Gowa X, Tonipalangga, seorang keturunan Melayu bernama I Daeng ri Mangallekana diangkat sebagai syahbandar yang kedua pada Kerajaan Gowa. Sejak saat itu secara turun-temurun jabatan syahbandar dipegang oleh orang Melayu sampai pada masa Ince Husein sebagai syahbandar terakhir. Dia mengakhiri jabatannya pada tahun 1669, ketika Kerajaan Gowa mengalami kekalahan melawan VOC. Jabatan penting lainnya yang dipegang oleh orangorang Melayu adalah juru tulis istana. Salah seorang yang paling menonjol di antara orang-orang Melayu itu adalah Ince Amin. Dia adalah juru tulis terakhir yang amat terkenal pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Sebuah karya tulisnya yang masih bisa ditemukan sekarang adalah “Sja’ ir Perang Makassar”. Karya ini mengisahkan saat-saat terakhir masa kekuasaan Kerajaan Gowa tahun 1669. Beberapa sumber lokal mengemukakan, peranan orang-orang Melayu dalam bidang perdagangan dan penyebaran Islam cukup berarti dalam upayanya untuk membendung pengaruh Katolik. Sampai tahun 1615 roda perekonomian, khususnya perdagangan antar pulau yang melalui pelabuhan Makassar, dikuasai oleh orang-orang Melayu. Komoditas beras sebagai hasil utama Makassar diekspor ke Malaka dengan kapal orang-orang Melayu.

Page 16: RPP Sejarah kelas X 26

Sumbangan utama orang-orang Melayu dalam penyebaran agama Islam adalah upayanya untuk mendatangkan mubaligmubalig Islam. Upaya itu dilakukan untuk membendung pengaruh agama Katolik menyusul kedatangan Portugis di daerah ini. C. Raja Gowa-Tallo Masuk Islam dan menjadi Kerajaan Islam Setelah Datuk Tellue (Datuk yang tiga) berhasil mengislamkan Datuk Luwu’ dan keluarganya pada 15 Ramadhan 1013 H atau 1603 M (Lontarak Sukkukna Wajo’) dan raja Luwu’ La Patiwarek Daeng Parabbung diberikan gelar Sultan Muhammad Waliul Mudharuddin (Andaya, 1981: 304, Andi Rasydiana, 1995: 60). Oleh karena La Patiwarek Daeng Parabbung adalah ipar raja Gowa I Mangarangi Daeng Manrabia, yaitu permaisurinya Karaengta ri Ballakbugisik adalah saudara raja Gowa, maka orang-orang Minang itu memohon supaya raja Luwu’ meminpin pengislaman orang-orang Sulawesi Selatan (Prof. Mr. DR. Andi Zainal Abidin, 1990: 228-231). Mereka lalu menyusun strategi baru dengan memprioritaskan daerah-daerah tertentu untuk menyebarkan Islam selanjutnya, yaitu dengan membagi tenaga dan daerah sasaran dakwah disesuaikan dengan keahlian mereka dan kondisi kultur daerah masing-masing. Cerita rakyat di atas sekalipun bercampur mitos, tetapi dapat diartikan bahwa Datuk ri Bandang dan Raja Tallo memegang peranan penting pada periode awal islamisasi di daerah ini. Peranan kedua tokoh itu diperkuat oleh beberapa sumber lokal. Dalam kronik Tallo menyebutkan, Raja Tallo menerima Islam pada tahun 1605, sedang dalam Lontara’ Pattorioloanga ri Togowaya (Sejarah Kerajaan Gowa) menceritakan tentang penerimaan Islam Raja Gowa, Sultan Alauddin. Dalam lontara disebutkan: Mantamai ritaung tudju nama’gau’ areng kalenna, iangku mabassung nikana I Mangngarangi areng paman’na I Daeng Manra ‘bia areng Ara ‘na nikana sulthan Alau ‘ddin, nasampulo taung anrua ma ‘gau ‘ namantama Isilang, Marangkabo ampasahadaki, kota Wanga arenna para’sanganna, Katte Tonggala ‘areng kalenna, ammempopi riappa ‘na Pammatoang ritanaja nanikanamo I Dato ‘ri Bandang; napantamanga Isilang Karaenga salapang bangnginna bulan Djumadele ‘ awwala’, riallona Djumaka, mese’-na Septembere ‘ ruampulo anrua, hejera’na Na ‘bia Sallalahu alaihi wasallang. “Ia (Raja Gowa) mengendalikan pemerintahan semasih berumur tujuh tahun, nama kecilnya, semoga saya tidak berdosa menyebutkannya, adalah I Mangngarangi, nama daeng-nya adalah I Daeng Manra’bia, nama Arabnya adalah Sultan Alauddin. Setelah ia memerintah dua belas tahun, ia masuk Islam yang dibawa oleh orang dari Koto Tangah, Minangkabau. Orang inilah yang mengajarkan kepadanya kalimat syahadat. Ia digelar Datuk ri Bandang setelah ia bertempat tinggal di Kampung Pammatoang (Bandang). Raja (Gowa) masuk Islam pada hari Jumat, 9 Jumadil Awal bertepatan dengan 22 September.” Menurut keterangan Andi Kumala Idjo, SH (pewaris putra mahkota Kerajaan Gowa sekarang ), menuturkan bahwa dalam hal membagi tenaga dan daerah sasaran dakwah dari tiga Muballigh ini (Datuk Tallua), maka Abdul Makmur Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang berdakwah di daerah Gowa yang kemudian mengislamkan raja Gowa-Tallo, lalu Sulaiman, Khatib Sulung, Datuk Patimang berdakwah di Luwu, sedangkan Abdul jawad, Khatib Bungsu, Datuk ri Tiro berdakwah di daerah Bulukumba. I Mangngerangi Daeng Manrabia dinobatkan menjadi raja sejak umur 7 tahun dan pada waktu masuk Islam usianya baru 17 tahun. Menurut Lontarak Sukku’na Wajo’ dan Lontarak Patturiolong Tallo’ bahwa raja Gowa I Mangakrangi Daeng Manrabia memeluk agama Islam pada hari Kamis malam atau malam Jumat 9 Jumadil Awal 1014 H (22 September 1605 M). Setelah I Mallingkaan Daeng Manyonri’ memeluk agama Islam (Abd. Razak Daeng Patunru, 1967: 19) maka menyusullah raja Gowa. Raja Gowa-Tallo ini memeluk Islam pada hari yang sama yaitu pada hari Kamis malam atau malam Jumat, dan mungkin sekali yang mengucapkan Syahadat pertama kali adalah I Mallingkaan Daeng Manyonri’ (Noorduyn, 1953: 93). Setelah Raja Gowa-Tallo masuk Islam pada tahun 1605 M yaitu I Managarangi Daeng Manrabia, Sultan alauddin (raja Gowa XIV) dan I Mallingkaan Daeng Manyonri, Sultan Abdullah Awwalul Islam. Maka hanya dalam waktu dua tahun yaitu ditahun 1607, rakyat Gowa dan Tallo pada umumnya sudah memeluk agama Islam dan raja Gowa memaklumkam, bahwa agama Islam adalah agama resmi kerajaan di Gowa-Tallo (H.A. Massiara Dg, 1988: 55-62). Perlu dicatat bahwa rakyat yang berbondong-bondong memeluk agama Islam mengikuti raja mereka pada waktu itu bukanlah karena dipaksa atau diancam akan tetapi mereka setelah menyadari kebenaran agama Islam berkat penerangan agama (dakwah) yang dberikan secara intensif oleh ulama Abdul Khatib Makmur dan kawan-kawan yang bermukim dikampung Kalukubodoa (Lontarak Sukkukna Wajo). Menurut Lontarak Bilang Gowa bahwa pada tanggal 9 Nopember 1607, 18 Raja Hijara Sanna 1017 allo Juma’nauru mammenteng Jumaka ri Tallo’, uru sallanta. Ia anne bedeng bunduka ri Tamapalo (artinya: Mula (Pertama kali) diadakan shalat Jumat di Tallo, ketika mula (sejak) masuk Islam, Dalam tahun ini konon terjadinya perang Tamapalo) (Prof. Mr. DR. Andi Zainal Abidin, 1999: 228-231). Penyebaran Islam oleh Kerajaan Gowa-Tallo Masuknya Agama Islam di Sulawesi Selatan (Abad XVI-XVII)

Page 17: RPP Sejarah kelas X 26

Sejak resminya agama Islam di gowa-Tallo, maka raja Gowa Sultan Alauddin makin kuat kedudukannya sebab beliau juga diakui sebagai Amirul Mukminin (kepala agam Islam) dan kekuasaan Bate Salapanga diimbangi oleh Qadhi, yang menjadi wakil raja untuk urusan keagamaan bahkan oleh orang-orang Makassar, Bugis dan Mandar yang telah lebih dahulu memeluk agama Islam pada abad XVI. Sultan alauddin dipandang sebagai pemimpin Islan di Sulawesi selatan. Cara pendekatan yang dilakukan oleh Sultan Alauddin dan Pembesar Kerajaan Gowa adalah mengingatkan perjanjian persaudaraan lama antara Gowa dengan negeri atau kerajaan yang takluk atau bersahabat yang berbunyi antara lain, bahwa barangsiapa diantara kita (Gowa dan sekutunya atau daerah taklukannya) melihat suatu jalan kebajikan, maka salah satu dari mereka yang melihat itu harus menyampaikan kepada pihak lainnya (H.A. Massiara Dg, 1988: 55-62). Maka dengan dalih bahwa Gowa sekarang sudah melihat jalan kebajika yaitu agama Islam, Kerajaan Gowa meminta kepada kerajaan-kerajaan taklukannya agar turut memeluk agama Islam. Maka pendekatan serupa ini banyak hasilnya. Namun kerajaan-kerajaan yang merasa dirinya sudah mampu dan dewasa dibidang pemerintahan, menolak ajakan itu. Beberapa kerajaan kecil sekitar Gowa memenuhi seruan memeluk Islam, akan tetapi kerajaan Bugis dan Mandar yang kuat seperti Bone, Soppeng, Wajo’, Sidenreng, Sawitto, Suppak, Balannipa dan kerajaan Mandar lain menolak keras ajakan itu, karena disebabkan faktor-fakator sebagai berikut: mereka sukar meninggalkan kegemaran makan babi, minum tuak, sabung ayam dengan berjudi, beristri banyak dan lain-lain. mereka khawatir bahwa mereka akan dijajah oleh Gowa Kepada yang menolak itu dikirimkan peringatan, namun setiap kali ada pesan, setiap itu pula ditolak. Dengan alasan mereka itu mau membangkan dan melawan, maka terpaksa Gowa mengangkat senjata menundukkan mereka. Empat kali dikirim balatentara untuk memerangi raja-raja Bugis, akan tetapi selalu dikalahkan oleh persekutuan raja-raja Bugis, terutama Kerajaan Tellumpoccoe: Bone, Soppeng dan Wajo yang menutup aliansi pada tahun 1582 (Noorduyn, 1955: 84) berdasarkan Boeg. Chr.I, h. 484). Menurut H.A. Massiara Dg (1988: 55-62) mengatakan bahwa pada tahun 1609 angkatan perang Gowa yang tangguh dikirim ke pedalaman, mula-mula ke Ajatappareng (Suppak, Sawitto, Rappang, Sidenreng) lalu tunduk dan menerima Islam sebagai agama kerajaan. Juga dalam tahun 1609 itu Kerajaan Soppeng menerimanya, tahun 1610 Kerajaan Wajo, dan tahun 1611 Kerajaan Bone. Kerajaan Luwu’ dan Mandar tanpa ancaman perang memang sudah mennjadikan Islam sebagai agama Kerajaan. Begitu juga diterima dikerajaan-kerajaan Enrekang Kerajaan tellu Lembana dan Tellu Batu Papan menerima ajakan Kerajaan Gowa.Pengislaman seluruh Sulawesi selatan dijalankan oleh Gowa mulai tahun 1605 M sampai tahun 1612 M (H.A. Massiara Dg, 1988: 55-62). Diakses 26 10 2013 , http://jelajahi-imajinasiku.blogspot.com/2012/12/sejarah-masuknya-islam-di-kerajaan-gowa.html

Sejarah Luwu

Dr. Cyril Hromnik seorang sejarawan Amerika yang meneliti sejarah Afrika Selatan dalam

buku yang ditulisnya tahun 1982 menyatakan bahwa pada abad I sampai X orang-orang

Indonesia dari suatu kerajaan tertua di Sulawesi Selatan (The ancient state) membawa

buruh ke Afrika Selatan untuk dipekerjakan diperusahaan tambang emas. Sebagian dari

mereka terdampar di Madagaskar dan membentuk koloni disana. Para ahli sepakat

mengatakan bahwa kerajaan tertua itu adalah Luwu. Dan bisa dimaklumi jika secara fisik

orang-orang Madagaskar berbeda dengan orang Afrika pada umumnya, mereka lebih

condong berkulit sawo matang, kurus, tidak berambut keriting dan berperawakan lebih

pendek.

Luwu oleh banyak orang di Sulawesi Selatan & Barat dianggap sebagai kerajaan tertua dan

merupakan cikal bakal raja-raja di sebagian besar Sulawesi. Raja dan bangsawan dari

daerah ini mendapat penghargaan social dari masyarakat. Dalam salah satu lontara Gowa

disebutkan “ Keberanian ada di Gowa, kepandaian ada di Bone dan kemuliaan ada di Luwu”,

suatu wujud pengakuan terhadap Luwu, Bone dan Gowa (Tiga kerajaan utama di Sulawesi

Selatan).

Page 18: RPP Sejarah kelas X 26

Bicara tentang Luwu tidak bisa lepas dari kitab La Galigo, suatu kitab epos terpanjang

didunia. Keindahan tema dan susunan bahasa naskah La Galigo dapat disejajarkan sebagai

salah satu karya agung dunia. Seperti naskah ilyad & Odessye karya Homerus dari

kebudayaan Yunani maupun Mahabarata karya Vyasa dan Ramayana karya Valmiki dari

kebudayaan India. Bahkan dibanding ketiga epos tersebut La Galigo merupakan yang

terpanjang. Hal ini menggambarkan bahwa orang-orang Luwu dahulu kala jauh sebelum

kedatangan Islam telah memiliki budaya menulis dan membaca.

Yang menarik dalam naskah La Galigo disebutkan kedatuan Luwu mempunyai hubungan

kerabat dengan raja-raja di Nusantara, seperti Gowa, Bone, Toraja, Mandar, Wajo, Tanete,

Konawe (kendari), Mengkoka (kolaka), Muna, Buton, Sumawa (Gorontalo), Donggala, Palu,

Luwuk Banggai. Bahkan menurut Dr. Chamber Loir dari Prancis silsilah raja-raja Bima di

Nusa Tenggara dikaitkan dengan silsilah raja-raja Luwu di dalam kitab La Galigo. Maka tidak

berlebihan jika dikatakan sebagian besar Sulawesi pernah diperintah oleh Baginda Batara

Guru (Datu Luwu) dan keturunannya.

Dalam naskah Negarakertagama yang ditulis Mpu Prapanca pada tahun 1365, terdapat

keterangan tentang pelayaran ekspedisi Majapahit mengunjungi Bantaeng, Luwuk dan Uda.

Luwuk dalam tulisan prapanca itu kemungkinan besar adalah kedatuaan Luwu yang berpusat

di teluk Bone. Bahkan berdasarkan peninggalan sejarah diwilayah Palu, Poso, Luwuk

Banggai hingga Tojo (Manado) merupakan wilayah pengaruh kekuasaan Luwu hingga awal

abad 20. Tampaknya ekspedisi itu tidak melakukan perang penaklukan di Bantaeng dan

Luwu dan kerajaan lain di Sulawesi. Kemungkinan kedatangan Majapahit terkait dengan

keberadaan Besi di tana Luwu, pamor Biji besi Luwu sangat terkenal di Nusantara. Besi ini

ditempa menjadi keris atau badik yang sangat ampuh. Majapahit membutuhkan besi dalam

jumlah banyak disamping kualitasnya yang dahsyat untuk mendukung ekspedisi Sumpah

Palapa. Dalam perkembangan terkini di Luwu Sekarang terdapat perusahaan tambang nikel

terbesar di Asia Tenggara PT. Inco Soroako.

Kedatuaan Luwu menjadi sebuah kerajaan superior sampai abad 15 sebelum Gowa dan Bone

berkembang menjadi kerajaan yang kuat yang saling berebut pengaruh yang kemudian

berujung dengan terjadinya perang Sultan Hasanuddin melawan Aru Palaka. Beberapa

kerajaan Bugis di jazirah selatan sedikit demi sedkit melepaskan pengaruhnya dari Luwu,

walau Luwu tetap dihormati sebagai kerajaan tertua . Bahkan sejak kedatangan Belanda dan

adanya perjanjian Bungaya pengaruh kedatuan Luwu menjadi kecil sampai pengaruh itu

benar-benar dihapuskan pada tahun 1907 ketika kota Palopo ibukota kedatuan Luwu jatuh

ketangan Belanda. Sejak itu pengaruh Luwu atas Palu dan sebagian Sulawesi Utara menjadi

hilang.

Tentang persaudaraan Luwu, Bugis, Makassar dan Toraja diungkapkan dalam satu kalimat

indah ” Somba ri Gowa, Mangkau ri Bone, Payunge ri Luwu, Matasak ri Toraya” .

http://jelajahikmah.blogspot.com/2012/01/serpihan-sejarah-luwu-yang-terlupakan.html