rohana kudus.pdf

5
Rohana Kudus, Wartawati Pergerakan Wanita Indonesia Oleh: Tiara Wahidah TEP’15 (15/379214/TP/11170) Wanita adalah makhluk yang unik. Unik karena dibalik kelemah lembutannya ternyata tersimpan energi dahsyat untuk merubah wajah dunia. Energi ini bukan dalam bentuk tenaga otot, melainkan tenaga otak, budi pekerti, akhlaq, kepribadian, kehangatan dan cinta kasih. Wanita adalah tiang negara. Baik buruknya peradaban suatu negara sangat ditentukan oleh kaum wanita. Untuk menciptakan wanita-wanita yang hebat dan berkualitas tetu saja pendidikan memegang kunci utama. Dengan pendidikan pola pikir wanita bisa terasah dengan baik. Sangat bersyukur sekali kita dilahirkan di era digital, segala bentuk informasi dapat kita peroleh dengan mudah hanya dengan mengklik internet. Wanita hebat selalu terlahir di setiap masa, setiap zaman. Ada yang namanya tergores dengan tinta emas dalam sejarah, tetapi ada juga yang namanya terlupakan begitu saja. Kita semua mengenal RA.Kartini sebagai tokoh sentral pergerakan wanita Indonesia. Jika kita ditanya siapa saja nama pahlawan wanita Indonesia, maka kita akan menjawab dengan lantang RA.Kartini, Dewi Sartika, dan Cut Nyak Dien..Kartini memang sudah identik dengan gelar pahlawan emnasipasi wanita. Padahal kalau kita mau melihat sejarah secara jujur , sebenarnya banyak sekali perempuan Indonesia yang hebat, setara ataupun bahkan melebihi Kartini. Jika Kartini dielu-elukan karena pemikirinnya untuk mendirikan sekolah khusus perempuan. Maka Rohana Kudus dari Sumatera Barat sudah selangkah lebih maju. Dia tak hanya sebatas wacana seperti Kartini. Tapi sudah mewujudkan wacana tersebut dalam bentuk konkret berupa Sekolah Kerajinan Amal Setia di tahun 1911. Suatu sekolah khusus untuk kaum perempuan. Sekolah Kartini berhasil didirikan tahun 1915, 11 tahun setelah wafatnya. Kartini belum berhasil mewujudkan mimpinya semasa hidupnya. Kedua adiknyalah yaitu Kardinah & Rukmini dibantu oleh TH Van Deventer serta JH.Abendanon yang mewujudkan mimpi-mimpinya melalui Yayasan Kartini. Berbeda dengan Rohanna Kudus. Ia berhasil mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia di tahun 1911 ketika berusia 27 tahun. Sebuah prestasi yang sangat fenomenal. Sekilas Tentang Rohana Kudus Rohana Kudus merupakan tokoh wanita dari Sumatra Barat yang menerbitkan surat kabar perempuan Soenting Melajoe pada 1912. Iapun memperjuangkan pendidikan bagi perempuan di Minangkabau dengan membangun sekolah keterampilan Kerajinan Amai Setia dan Roehana School. Ia disebut sebagai tokoh yang berhasil menyuarakan perubahan bagi perempuan. Rohana Kudus lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, pada 20 Desember 1884 dan meninggal pada 17 Agustus 1972 di Jakarta. Rohana adalah putri pertama pasangan Moehammad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam. Nama besarnya ternyata sering disandingkan dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia, yang juga merupakan adik tirinya. Ia pun adalah sepupu dari H. Agus Salim, seorang jurnalis dan pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di masa pemerintahan Orde Lama, dan juga dipanggil dengan sebutan Mak Tuo (Bibi) oleh penyair terkenal Chairil Anwar, sang

Upload: tiara-wahidah

Post on 02-Dec-2015

87 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

profil

TRANSCRIPT

Page 1: Rohana Kudus.pdf

Rohana Kudus, Wartawati Pergerakan Wanita Indonesia

Oleh: Tiara Wahidah TEP’15 (15/379214/TP/11170)

Wanita adalah makhluk yang unik. Unik karena dibalik kelemah lembutannya ternyata tersimpan

energi dahsyat untuk merubah wajah dunia. Energi ini bukan dalam bentuk tenaga otot, melainkan tenaga

otak, budi pekerti, akhlaq, kepribadian, kehangatan dan cinta kasih. Wanita adalah tiang negara. Baik

buruknya peradaban suatu negara sangat ditentukan oleh kaum wanita. Untuk menciptakan wanita-wanita

yang hebat dan berkualitas tetu saja pendidikan memegang kunci utama. Dengan pendidikan pola pikir

wanita bisa terasah dengan baik. Sangat bersyukur sekali kita dilahirkan di era digital, segala bentuk

informasi dapat kita peroleh dengan mudah hanya dengan mengklik internet.

Wanita hebat selalu terlahir di setiap masa, setiap zaman. Ada yang namanya tergores dengan tinta

emas dalam sejarah, tetapi ada juga yang namanya terlupakan begitu saja. Kita semua mengenal

RA.Kartini sebagai tokoh sentral pergerakan wanita Indonesia. Jika kita ditanya siapa saja nama

pahlawan wanita Indonesia, maka kita akan menjawab dengan lantang RA.Kartini, Dewi Sartika, dan Cut

Nyak Dien..Kartini memang sudah identik dengan gelar pahlawan emnasipasi wanita. Padahal kalau kita

mau melihat sejarah secara jujur , sebenarnya banyak sekali perempuan Indonesia yang hebat, setara

ataupun bahkan melebihi Kartini.

Jika Kartini dielu-elukan karena pemikirinnya untuk mendirikan sekolah khusus perempuan.

Maka Rohana Kudus dari Sumatera Barat sudah selangkah lebih maju. Dia tak hanya sebatas wacana

seperti Kartini. Tapi sudah mewujudkan wacana tersebut dalam bentuk konkret berupa Sekolah Kerajinan

Amal Setia di tahun 1911. Suatu sekolah khusus untuk kaum perempuan. Sekolah Kartini berhasil

didirikan tahun 1915, 11 tahun setelah wafatnya. Kartini belum berhasil mewujudkan mimpinya semasa

hidupnya. Kedua adiknyalah yaitu Kardinah & Rukmini dibantu oleh TH Van Deventer serta

JH.Abendanon yang mewujudkan mimpi-mimpinya melalui Yayasan Kartini. Berbeda dengan Rohanna

Kudus. Ia berhasil mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia di tahun 1911 ketika berusia 27 tahun.

Sebuah prestasi yang sangat fenomenal.

Sekilas Tentang Rohana Kudus

Rohana Kudus merupakan tokoh wanita dari Sumatra Barat yang menerbitkan surat kabar

perempuan Soenting Melajoe pada 1912. Iapun memperjuangkan pendidikan bagi perempuan di

Minangkabau dengan membangun sekolah keterampilan Kerajinan Amai Setia dan Roehana School. Ia

disebut sebagai tokoh yang berhasil menyuarakan perubahan bagi perempuan.

Rohana Kudus lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, pada 20 Desember 1884

dan meninggal pada 17 Agustus 1972 di Jakarta. Rohana adalah putri pertama pasangan Moehammad

Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam. Nama besarnya ternyata sering disandingkan dengan Soetan Sjahrir,

Perdana Menteri pertama Indonesia, yang juga merupakan adik tirinya. Ia pun adalah sepupu dari H.

Agus Salim, seorang jurnalis dan pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di masa pemerintahan

Orde Lama, dan juga dipanggil dengan sebutan Mak Tuo (Bibi) oleh penyair terkenal Chairil Anwar, sang

Page 2: Rohana Kudus.pdf

”binatang jalang”. Sungguh sebuah kekerabatan dari beberapa nama besar yang senantiasa tertoreh dalam

sejarah politik dan sastra Indonesia. Sedangkan suami dari Rohana Kudus adalah Abdul Kudus yang

merupakan seorang aktivis dan notaris yang sering menulis kritik terhadap pemerintah Belanda di koran-

koran lokal

Perjuangan untuk Wanita

Kiprahnya sendiri sebagai seorang pejuang hak-hak perempuan untuk mendapatkan kesetaraan

pendidikan dengan laki-laki, sudah dimulai sejak ia berusia sangat muda, saat ia mengajarkan teman-

teman kecilnya membaca pada usia 8 tahun. Kemampuan baca tulis itu ia peroleh tanpa melalui

pendidikan formal. Sejak kecil, ia rajin belajar pada Ayahnya, seorang pegawai pemerintah Belanda yang

selalu membawakan Rohana bahan bacaan dari kantornya.

Keinginan dan semangat belajarnya yang tinggi membuat Rohana cepat menguasai materi yang

diajarkan Ayahnya. Ia belajar banyak hal selain membaca dan menulis; bahasa Belanda, abjad Arab,

Latin, Arab-Melayu, dan juga belajar hal-hal keputrian seperti menyulam, menjahit, merenda, dan

merajut, yang dipelajarinya dari istri pejabat Belanda atasan Ayahnya, saat Ayahnya ditugaskan ke

Alahan Panjang. Dari berteman baik dengan istri pejabat Belanda itu pula ia banyak membaca majalah

terbitan Belanda yang memuat berbagai hal tentang politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa, yang

sangat digemari Rohana.

Nama ”Kudus” yang disandangnya adalah nama belakang sang suami, Abdul Kudus, yang

menikahinya pada saat ia berusia 24 tahun. Ketika itu ia sudah kembali ke kampung halamannya di Koto

Gadang dan berniat mewujudkan cita-citanya untuk membebaskan kaum perempuan terutama dari

diskriminasi perolehan kesempatan pendidikan, dengan mendirikan sebuah sekolah keterampilan khusus

perempuan. Sekolah itu bernama Sekolah Kerajinan Amai Setia, yang didirikannya pada tanggal 11

Februari 1911. Di sekolah ini ia mengajarkan banyak hal seperti, membaca, menulis, keterampilan

mengelola keuangan, budi pekerti, pendidikan agama, bahasa Belanda, sampai keterampilan menjahit,

menyulam, membordir, dan merenda, yang hasil kerajinannya ini diekspor ke Eropa. Ini menjadikan

sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga yang anggotanya semua perempuan yang pertama di

Minangkabau.

Usahanya ini bukan tanpa kendala. Ia banyak mengalami rintangan berupa benturan sosial dengan

para pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang. Sebagaimana lazimnya kisah seorang perintis

dan pendobrak sistem, adat istiadat yang sudah kuat mengakar, tak jarang ia juga harus menelan fitnahan

dari orang-orang yang menentang segala caranya untuk memajukan kaum perempuan. Namun segala

macam rintangan itu justru menjadikannya semakin kuat, tegar, dan yakin akan apa yang tengah

diperjuangkannya.

Selain mengajar dan fasih berbahasa Belanda, Rohana juga gemar menulis puisi dan artikel. Tak

terlihat bahwa ia sebenarnya tak berpendidikan tinggi. Tutur katanya mencerminkan kecerdasan dan

keberaniannya dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan di kampungnya. Nama dan kiprahnya

Page 3: Rohana Kudus.pdf

pun menjadi pembicaraan hangat di kalangan kaum kolonial. Berita perjuangannya ditulis di surat kabar

terkemuka Belanda dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat.

Pada akhirnya Rohana pun berbagi cerita dan cita-cita tentang perjuangannya tersebut dengan

menerbitkan surat kabar perempuan pertama di Indonesia pada tanggal 10 Juli 1912, yang diberi nama

”Sunting Melayu”. Dinamakan surat kabar perempuan pertama karena pemimpin redaksi, redaktur dan

penulisnya, semua adalah perempuan. Surat kabar ini tidak hanya membahas masalah wanita, tetapi juga

masalah politik dan kriminal yang terjadi di ranah Minang.

Selang beberapa waktu kemudian, ia pun pindah ke Bukit Tinggi. Di sini, ia mendirikan ”Rohana

School”, yang terkenal sampai ke daerah lain di luar Bukit Tinggi. Tak heran, banyak murid yang

bersekolah di sini. Hal ini disebabkan nama Rohana sudah cukup populer karena hasil karyanya yang

bermutu dan eksistensinya sebagai pemimpin redaksi ”Sunting Melayu” tak diragukan lagi. Ia pun

ditawari menjadi pengajar di sekolah Dharma Putra, yang muridnya tidak hanya perempuan. Selain

karena kepopulerannya, tawaran mengajar ini juga dikarenakan kemampuannya dalam menguasai bidang

agama, bahasa Belanda, politik, sastra, dan jurnalistik serta kepiawaiannya dalam hal kerajinan tangan.

Ia juga sempat merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana ia mengajar dan memimpin surat

kabar ”Perempuan Bergerak”. Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar ”Radio”, yang

diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar ”Cahaya Sumatera”. Kiprahnya tak hanya di

bidang pendidikan. Berbekal kemampuan jurnalistiknya, ia pun turut membantu pergerakan politik

dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda saat Belanda meningkatkan tekanan dan

serangannya terhadap kaum pribumi. Ia juga memelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk

membantu para gerilyawan, dan ia pula yang mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari

Koto Gadang ke Bukit Tinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran

dan buah-buahan yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api.

Sepanjang hidupnya, ia terus aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar, sembari mengusung cita-

citanya untuk mengubah paradigma masyarakat Koto Gadang yang mendiskriminasi kesempatan

pendidikan antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Pemikirannya sebagai sosok yang visioner

dan bijaksana dijelaskan dalam kalimatnya ini:

Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan

tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah

perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakuan yang lebih baik. Perempuan harus sehat

jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah, yang kesemuanya hanya

akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan.

Emansipasi yang ditawarkan dan dilakukan Rohana tidak menuntut persamaan hak antara kaum

perempuan dengan laki-laki, namun lebih kepada pengukuhan fungsi alamiah perempuan itu sendiri

secara kodratnya. Untuk dapat berfungsi sebagai perempuan sejati sebagaimana mestinya juga butuh ilmu

pengetahuan dan keterampilan, maka dari itu diperlukan pendidikan untuk perempuan.

Page 4: Rohana Kudus.pdf

Sebuah definisi tentang emansipasi yang sederhana dan mulia. Suatu kesimpulan dari pemikiran

Rohana yang membuat saya berpikir kembali akan arti emansipasi yang selama ini agaknya sudah

kebablasan.

Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, cita-cita Rohana pun tunai sudah. Para

perempuan Koto Gadang masa kini adalah perempuan-perempuan berpendidikan tinggi yang sukses

dalam berbagai bidang. Di balik kesuksesan itu, tetap terselip harapan agar para perempuan ini tidak

melupakan perannya sebagai perempuan kodrati.

Perjuangan Pers

Selain bergerak dalam dunia pendidikan, Rohana juga aktif dalam kegiatannya dalam dunai

jurnalistik. Wartawati pertama Indonesia ini, banyak mendirikan surat kabar—yang berperan dalam dunia

pergerakan dan isu-isu keperempuanan—Rohana tampil sebagai tokoh multitalenta dengan gejolak

perempuan yang tak mendapatkan tempat dalam dunia yang penuh kekangan pada zaman itu—bahwa

perempuan tak bisa melakukan apa-apa.

Keberadaan Surat Kabar, Suntiang Melayu, Perempuan Bergerak, Radio dan Cahaya Sumatera—

membuktikan pergerakan Rohana dalam dunia jurnalistik. Rohana tampil dalam pergerakan perempuan

Minang yang berpengaruh, ia tak dipandang sebelah mata sebagai perempuan yang biasa-biasanya saja.

Tulisan Rohanapun tersebar dimana-mana: Sunting Melayu, Saudara Hindia, Perempuan Bergerak,

Radio, dan Suara Koto Gadang. Rohana juga pemah menulis pada beberapa surat kabar yang terbit di

Pulau Jawa, seperti Mojopahit, Guntur Bergerak, Fajar Asia.

Jasa-jasa Rohana dalam dunia jurnalistik, sudah diketahui banyak orang. Sehingga, penghargaan

yang diberikan pemerintah. Pada Hari Pers Nasional ke-3 tahun 1874, ia dianugerahi penghargaan sebagai

Wartawati Pertama Indonesia. Pada bulan Februari tahun 1987, Menteri Penerangan Harmoko menganu-

gerahinya sebagai Perintis Pers Indonesia. Dan pada tahun 2008 pemerintah Indonesia menganugrahkan

Bintang Jasa Utama. Jasa-jasa Rohana dalam dunia pers, tak bisa kita pungkiri bahwa ia banyak berperan.

Diktum yang bergembang bahwa perempuan hanya untuk tiga saja: dapur(memasak),

sumur(mencuci) dan kasur (sex). Bagi Rohana, diktum itu tak cocok lagi, dari segi geberakan yang

Rohana lakukan, ia telah menjadi orang besar dengan karya yang telah ia perbuat. Sebagai perempuan

Minangkabau, itu tak mudah karena perempuan Minangkabau juga kental dengan adat, perempuan betu;-

betul menjadi “Limpapeh Rumah Nan Gadang. Rohanapun banyak tantang dalam berjuang. Sebagai

perempuan ia tentu menerima cemoohan, fitnah dari banyak orang. Karena saat itu perempuan jarang

melakukan gebrakan besar, yang juga sulit dilakukan oleh laki-laki-laki.

Pada usia hampir menginjak 88 tahun, Rohana pun beristirahat dengan tenang pada tanggal 17

Agustus 1972. Perjuangannya yang berkobar tak serta merta padam, bahkan akhirnya diakui dengan

beberapa penghargaan yang ia terima setelah keberpulangannya menghadap Sang Pencipta. Tepat dua

tahun setelah ia wafat, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menganugerahinya penghargaan sebagai

”Wartawati Pertama Indonesia”. Hampir 13 tahun kemudian, tepatnya tanggal 9 Februari 1987, pada Hari

Page 5: Rohana Kudus.pdf

Pers Nasional ke-3, Menteri Penerangan Harmoko menganugerahinya penghargaan sebagai ”Perintis Pers

Indonesia”, dan pada tahun 2008 yang lalu, pemerintah Indonesia menganugerahkan ”Bintang Jasa

Utama” kepadanya

.