rizalkhadafi efektivitasprogrambantuankeuangankhusus...
TRANSCRIPT
Rizal KhadafiMagister Ilmu Pemerintahan UniversitasMuhammadiyah YogyakartaEmail: [email protected]
Dyah MutiarinDosen Magister IlmuPemerintahan UniversitasMuhammadiyah YogyakartaEmail: [email protected]
https://doi.org/10.18196/jgpp.4280
Efektivitas Program Bantuan Keuangan Khusus
Dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kabupaten
Gunungkidul
ABSTRAKKabupaten Gunungkidul merupakan salah satu daerah yang berada dalam wilayah administratif Provinsi DaerahIstimewa Yogyakarta. Dalam hal kemiskinan Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah termiskin diantara limaKabupaten/Kota lainnya. Angka kemiskinan, angka buta huruf, angka perceraian, dan angka putus sekolah yang tinggi,semakin memperkukuh status Kabupaten Gunungkidul sebagai Kabupaten termiskin di DIY.Pengentasan kemiskinan diKabupaten Gunungkidul pasca reformasi ternyata menunnjukkan hasil yang cenderung statis. Sekalipun dalam hal ini,Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DIY, maupun Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sendiri telah melakukanberbagai upaya dalam mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul. Secara umum APBD kabupatenGunungkidul masih sangat bergantung pada sektor pertanian. Angka penduduk miskin masih tinggi, begitu juga denganangka buta huruf yang masih menempati urutan kelima diantara Kabupaten lain yang berada dalam wilayahadministratif Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Dalam upaya mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Gunungkidulkedepannya, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul harus segera membenahi diri dengan cara menyediakan data yanglengkap, serta konsisten dengan program pengentasan kemiskinan yang berkesinambungan dan anggaran yang proterhadap pengentasan kemiskinan. Kreatifitas dan inovasi dalam membuat kebijakan sangat mutlak dibutuhkan, hal inidikarenakan Kabupaten Gunungkidul terbilang memiliki potensi alam yang luar biasa.Memaksimalkan lahan yangtersedia, mengelola potensi wisata, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang paling realistisuntuk dilakukan saat ini.Mengingat, bahwa Kabupaten Gunungkidul merupakan Kabupaten terluas di DIY dengan potensialam yang luar biasa, sudah semestinya masalah kemiskinan di Gunugkidul dapat segera diatasi.
Kata kunci: Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, PengentasanKemiskinan, Inovasi
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu tujuan dari kemerdekaan Indonesia seperti yang tercantum
dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 adalah mewujudkan
masyarakat merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Namun, seiring
berjalannya waktu cita-cita mulia kemerdekaan khususnya dalam hal
kemakmuran belum sepenuhnya terwujud dengan baik, menurut data yang
yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2014 angka
Journal ofGovernance AndPublic Policy
328 kemiskinan di Indonesia masih berada di angka 27,72 juta orang atau
sekitar 10,96 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Angka ini
sebenarnya mengalami penurunan sebanyak 0,53 juta orang
dibandingkan dengan priode Maret 2014 yaitu sebanyak 28,28 juta
orang dengan persentase 11,25 persen.
Menurut data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS)
sebelumnya, selama periode September 2013 - Maret 2014 jumlah
penduduk miskin daerah perkotaan turun sebanyak 0,17 juta dari
10,68 juta pada September 2013 menjadi 10,51 juta pada Maret 2014.
Sementara itu, di daerah pedesaan turun sebanyak 0,15 juta orang
dari 17,92 orang pada September 2013 menjadi 17,77 juta pada
Maret 2014. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan
September 2013 sebesar 8,55 persen turun menjadi 8,34 persen pada
Maret 2014 sementara persentase penduduk miskin di daerah
perdesaan turun 14,37 persen pada September 2013 menjadi 14,17
persen pada Maret 2014.
Kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut
Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (BPS DIY) masih
berada di angka 270.110 pada Tahun 2012 dengan persentase sebesar
15,88 persen, angka ini kemudian mengalami penurunan pada Tahun
2013 dengan persentase sebesar 15,03 persen. Sekalipun DIY
merupakan ikon pendidikan dan wisata, namun menurut data yang
dirilis BPS per September 2014 DIY merupakan provinsi termiskin
se-Jawa, data ini tentu sangat mengejutkan berbagai pihak mengingat
pertumbuhan ekonomi di DIY pada Tahun 2013 masih berada di
sekitaran angka 4,5-5,5 persen, meski melambat angka ini masih
Vol. 4 No. 2June 2017
329tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi provinsi lain.
Menariknya adalah, sekalipun salah satu faktor mata rantai
kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah, hal ini sepertinya
tidak berlaku bagi provinsi DIY mengingat DIY merupakan provinsi
dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi kedua di
Indonesia setelah DKI Jakarta (BPS, 2013).
Tabel 1.2Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi Se - JawaPer September 2014
Propinsi
Garis Kemiskinan(Rp/kapita/Bulan)
P1 (%) P2 (%)
Kota DesaKota+
DesaKota Desa
Kota+
DesaKota Desa
Kota+
Desa
Lampung 350024 307818 318822 1,90 2,43 2,30 0,51 0,58 0,56DKI
Jakarta459560 0 459560 0,60 0,00 0,60 0,13 0,00 0,13
JawaBarat
294700 285076 291474 1,31 1,55 1,39 0,32 0,35 0,33
Banten 324902 296241 315819 0,65 1,08 0,79 0,13 0,27 0,18Jawa
Tengah286014 277802 281570 1,69 2,42 2,09 0,42 0,58 0,51
DIYogyakart
a333561 296429 321056 2,03 2,98 2,35 0,52 0,79 0,61
JawaTimur
293391 286798 289945 1,24 2,42 1,86 0,31 0,59 0,45
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Gunung Kidul salah satu daerah termiskin di
Indonesia, selain itu pada dasawarsa 80’an Kabupaten ini terkenal
dengan bencana kekeringan dan bahan makanan gaplek (singkong
kering yang dijemur), daerah dengan penyuplai buruh rumah tangga
di Ibu Kota Jakarta. Hal semacam ini lah yang menjadikan Kabupaten
Gunung Kidul dikelan sebagai Kabupaten termiskin, tetapi seiring
Journal ofGovernance AndPublic Policy
330 berjalannya waktu imej tersebut perlahan mulai berkurang tetapi tidak
menutup kemungkinan masih banyaknya permasalahan di Kabupaten
Gunung Kidul.
Adapun beberapa permasalahan di Kabupaten Gunung Kidul
adalah sebagai berikut: Pertama, masalah kekeringan dan masalah air
bersih adalah permasalahan klasik yang tak kunjung selesai di
Gunungkidul. Menurut data Badan Pusat Statistik Gunungkidul
(BPS:2014), Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebenarnya telah
menerapkan lima pola penanganan untuk mengatasi persoalan air
bersih. Pertama, membuat jaringan seperti yang telah dilakukan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum, yang telah mampu membangun
puluhan ribu sambungan rumah. Kedua, dengan cara swadaya
mandiri, yakni kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta
dalam memanfaatkan sumber air yang ada. Kemudian membangun
bak-bak penampungan air di setiap rumah.Keempat, melakukan
pengiriman air bersih dengan menggunakan mobil tangki ke kawasan
yang kekurangan air bersih pada musim kemarau. Kelima, dengan
gerakan penghijauan, diharapkan akan menambah sumber air.
Kedua, tingginya kasus perceraian yang terjadi di Gunungkidul,
dan sebagian besar kasus perceraian di Gunungkidul berlatar belakang
masalah ekonomi keluarga. Tercatat selama tahun 2013 terdapat
1.519 kasus, dan Tahun 2014 meningkat menjadi 1.700 kasus
(Pengadilan Agama Gunungkidul: 2014).Ketiga, tinginya angka
kematian akibat bunuh diri di Gunungkidul , pada tahun 2012-2014,
terjadi masing-masing 40 kasus pada Tahun 2012, Tahun 2013
terdapat 29 kasus , sementara pada per Oktober 2014 terdapat 17
Vol. 4 No. 2June 2017
331kasus bunuh diri, mayoritas dengan cara gantung diri (Polres
Gunungkidul: 2014 dikutip oleh Berita Satu Edisi: Minggu 5 Oktober
2014).
Keempat, Gunungkidul adalah salah satu Kabupaten di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki penduduk buta
aksara terbanyak, umumnya mereka terkonsentrasi di wailayah-wilayah
yang susah dijangkau. Karena itu salah satu fokus pembangunan
pendidikan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul adalah
memperluas akses pendidikan dan percepatan pentuntasan buta
aksara.Kelima, Masalah kemiskinan di Gunungkidul masih menjadi
topik paling penting untuk dibahas karena adanya saling keterkaitan
yang sangat erat antara masalah-masalah yang telah di jelaskan
sebelumnya dengan masalah kemiskinan di Gunungkidul.
Menariknya masalah kemiskinan di Gunungkidul masih didominasi
daerah pedesaan.
Gambar 1.1
Journal ofGovernance AndPublic Policy
332 Tabel 1.5Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut
Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta2012 2013
Kabupaten /Kota
GarisKemiskin
an
Jumlah
Total
% GarisKemiskin
an
Jumlah
Total
%
Bantul 277 792 159,2 16,97 292 639 156,6 16,48
Gunungkidul
228 745 157,8 22,71 238 056 152,4 21,70
Kulonprogo 250 854 93,2 23,31 259 945 86,5 21,39
Sleman 281 644 118,2 10,44 297 170 110,8 9,68
Yogyakarta 333 232 37,4 9,38 353 602 35,6 8,82
DIY 270 110 565,7 15,88 303 843 541,9 15,03
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Gunungkidul satu-satunya kabupaten di DIY yang
masuk program pengentasan kemiskinan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) Tahun 2013-2014. Masuknya
Gunungkidul dalam program Bappenas karena, hingga kini
Gunungkidul masuk dalam daerah lokasi rencana perluasan
pengentasan kemiskinan Indonesia. Koordinator Program Pro Poor
Planning, Budgeting and Monitoring (P3BM) Bappenas La Ega
mengatakan, Kulon Progo dan Gunungkidul masuk dalam kategori
pengentasan kemiskinan Bappenas, namun angka kemiskinan di
Gunungkidul lebih tinggi dibanding Kulon Progo (Dikutip dari: Sorot
Gunungkidul: Edisi Kamis 02 Mei 2013).
Masalah kekeringan dan rendahnya tingkat pendidikan,
merupakan akar kemiskinan di Gunungkidul, kemudian masalah
Vol. 4 No. 2June 2017
333kemiskinan memicu masalah angka perceraian yang tinggi, tingkat
bunuh diri yang tinggi, dan masalah-masalah sosial lainnya. Sekalipun
dalam laporan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Gunungkidul
mayoritas perceraian dipicu oleh kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), namun yang menarik laporan yang dikeluarkan oleh
Kepolisian Resor Gunungkidul penyebab utama kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) mayoritas berlatar belakang masalah ekonomi.
Dalam hal ini penulis tertarik mengangkat tema yang lebih
spesifik lagi, yaitu efektivitas program bantuan keuangan khusus (BKK)
yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam mengentaskan kemiskinan di DIY khususnya di
Kabupaten Gunugkidul. Lebih lanjut penelitian ini akan mengkaji
lebih dalam tentang bagaimana perkembangan, permasalahan, serta
efek bantuan keuangan khusus tersebut terhadap pemenuhan hak
dasar, peningkatan taraf hidup masyarakat serta daya saing daerah
Gunungkidul dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan fenomena yang telah disebutkan maka penulis
ingin fokus tentangefektivitas program bantuan keuangan khusus
(BKK) daerah dalam mengentaskan kemiskinan di Kabupaten
Gunungkidul, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
efektivitas program bantuan keuangan khusus dalam mengentaskan
kemiskiknan di Kabupaten Gunung Kidul.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Efektivitas Program Bantuan Keuangan Khusus
Journal ofGovernance AndPublic Policy
334 Kata efektiv berasal dari bahasa Inggris yaitu “Effective” yang
berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan
baik.Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan
penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.Menurut Effendy
(2003) efektivitas adalah komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan
yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang
ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan.Pengertian efektivitas
menurut Hadayaningrat (1996) dalam buku Azas-azas Organisasi
Manajemen adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat Hadayaningrat
mengartikan efektivitas bisa diartikan sebagai suatu pengukuran akan
tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang.
Budiani (2007:53) menyatakan bahwa untuk mengukur
efektivitas suatu program dapat dilakukan dengan menggunakan
variabel-variabel sebagai berikut :
1) Ketepatan sasaran program
Yaitu sejauhmana peserta program tepat dengan sasaran yang
sudah ditentukan sebelumnya.
2) Sosialisasi program
Yaitu kemampuan penyelenggara program dalam melakukan
sosialisasi program sehingga informasi mengenai pelaksanaan
program dapat tersampaikan kepada masyarakat pada
umumnya dan sasaran peserta program pada khususnya.
3) Tujuan program
Vol. 4 No. 2June 2017
335Yaitu sejauhmana kesesuaian antara hasil pelaksanaan
program dengan tujuan program yang telah ditetapkan
sebelumnya.
4) Pemantuan program
Yaitu kegiatan yang dilakukan setelah dilaksanakannya
program sebagai bentuk perhatian kepada peserta program.
Efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan
operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara komprehensif,
efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga
atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas
pokoknya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya (Cambel, 1989:47).
Kaitannya dengan program bantuan keuangan khusus (BKK),
maka yang dimaksud dengan efektivitas di sini adalah dengan
mengukur indikator keberhasilan pelaksanaan program bantuan
keuangan khusus yaitu tepat sasaran penerima manfaat, tepat jumlah,
tepat waktu, tepat administrasi, dan tepat penggunaanya.
1) Tepat Sasaran Penerima Bantuan: Bantuan keuangan khusus
hanya diberikan kepada rumah tangga sasaran (RTS) yang
telah memenuhi persyaratan dan telah lolos verifikasi sesuai
dengan petunjuk pengelolaan bantuan keuangan khusus
dalam mengentaskan kemiskinan. Sesuai dengan Keputusan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta jumlah penerima
Bantuan keuangan khusus untuk Kabupaten Gunungkidul
untuk tahun 2014 adalah sebanyak 8.335 RTS.
Journal ofGovernance AndPublic Policy
336 2) Tepat Jumlah: Jumlah uang yang diterima oleh kelompok
rumah tangga sasaran (RTS) dari program bantuan keuangan
khusus (BKK) adalah sebesar 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3) Tepat Waktu: Waktu pelaksanaan Distribusi bantuan
keuangan khusus (BKK) adalah sejak pemerintah daerah
Kabupaten menerima pencairan dana dari pemerintah
Provinsi dan menuangkannya dalam bentuk peraturan daerah
(PERDA).
4) Tepat Administrasi: Terpenuhinya persyaratan Administrasi
secara benar dan tepat waktu, sesuai dengan pedoman
pengelolaan bantuan keuangan khusus dalam mengentaskan
kemiskinan.
5) Tepat Penggunaan: Penggunaan dana program bantuan
keuangan khusus, dipergunakan sesuai dengan yang tertera di
proposal pengajuan yang diajukan oleh kelompok rumah
tangga sasaran (RTS), yaitu bersifat produktif dan
berkesinambungan.
2. Pengentasan Kemiskinan
Secara etimologis kemiskinan berasal dari kata miskin yang
artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen
Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan kemiskinan sebagai
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar
minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos: 2002). Dalam konteks
politik, John Friedman (1979) dalam Dorojatun (1986)
mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan
dalam mengakumulasikan basis kekuatan sosial.Frank Ellis dalam
Vol. 4 No. 2June 2017
337Suharto (2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai
dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis.
Orang disebut miskin jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi
yang mereka miliki di bawah target atau patokan yang telah ditentukan.
Menurut Badan Pusat Statistik (2014) penetapan perhitungan
garis kemiskinan dalam masyarakat adalah masyarakat yang
berpenghasilan dibawah US$ 1,7 per orang per hari. Penetapan angka
US$ 1,7 per orang per hari tersebut berasal dari perhitungan garis
kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan.
Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kilo
kalori per kapita per hari.Sedangkan untuk pengeluaran kebutuhan
minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan,
pendidikan, dan kesehatan.Sedangkan ukuran menurut World Bank
menetapkan standar kemiskinan berdasarkan pendapatan per
kapita.Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari sepertiga
rata-rata pendapatan perkapita nasional. Dalam konteks tersebut,
maka ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per
orang per hari.
Adapun faktor-faktor Penyebab Kemiskinan menurut Sharp
dalam Kuncoro (2000) terdapat tiga faktor penyebab kemiskinan jika
dipandang dari sisi ekonomi.
1. Pertama, kemiskinan muncul karena adanya
ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan
distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya
memiliki sumberdaya yang terbatas dan kualitasnya rendah.
Journal ofGovernance AndPublic Policy
338 2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas
sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah
berarti produktifitanya rendah, yang pada gilirannya upahnya
rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena
rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya
diskriminasi atau keturunan.
3. Kemiskinan muncul karena perbedaan akses terhadap
modal.
3. Kerangka Pikir
Tingginya AngkaKemiskinan diProvinsi Daerah
IstimewaYogyakarta
KebijakanPemerintah
Daerah IstimewaYogyakartaDalam
MengentaskanKemiskinan
GunungkidulSebagai
KabupatenTermiskin di
Provinsi DaerahIstimewaYogyakarta
Program BantuanKeuangan Khusus
DalamMengentaskanKemiskinan
Efektivitas ProgramBantuan Keuangan
Khusus
PengentasanKemiskinan:
1. MenurunnyaJumlah RumahTangga Sasaran(RTS) penerimadana BKK.
2. MeningkatnyaProduktifitas RTS
3. Meningkatnyapendapatan rumahtangga sasaran(RTS)
Faktor-FaktorYangMempengaruhiEfektifitasBantuan KeuanganKhusus:1. Sosialisai2. Tepat Sasaran3. Tepat Jumlah4. Tepat Waktu5. Tepat
Administrasi6. Tepat
Penggunaan
Vol. 4 No. 2June 2017
339METODEPENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.Lokasi penelitian
di lingkungan kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul yaitu
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD)
KabupatenGunungkidul.Pada penelitian ini teknik penentuan sampel
yang digunakan adalah Purposive Sampling.Teknik pengambilan
sampel ini dipakai dengan tujuan untuk lebih memenuhi keterwakilan
sampel yang diambil terhadap populasi.Sedangkan narasumber dalam
penelitian ini adalah para pihak-pihak yang terkait dan terlibat
langsung dalam pelaksanaan program bantuan keuangan khusus di
Kabupaten Gunungkidul. Narasumber dari penelitian ini berasal dari
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD)
Kabupaten Gunungkidul dan rumah tangga sasaran (RTS), yang
meliputi:
a) Kepala BAPEDA Gunungkidul
b) Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah (DPPKAD) Kabupaten Gunungkidul
c) Kepala Badan pelaksana penyuluhan dan ketahanan pangan
(BP2KP) Kabupaten Gunungkidul
d) Rumah tangga sasaran (RTS) penerima program bantuan
keuangan khusus Kabupaten Gunungkidul.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sosialisasi
Sosialisasi program pada dasarnya adalah penyebarluasan informasi
baik itu program, kebijakan, ataupun peraturan dari pihak pembuat
Journal ofGovernance AndPublic Policy
340 atau pemilik program, kebijakan, dan peraturan kepada pihak-pihak
lain yang menjadi pelaksana maupun yang menjadi sasaran dari
program tersebut.Isi informasi yang disebarluaskan bermacam-macam
tergantung pada tujuan program. Dalam kaitannya dengan sosialisasi
program Bantuan Keuangan Khusus (BKK) di Kabupaten
Gunungkidul, ada dua tahapan sosialisasi yang harus dilalui, pertama,
sosialisasi tingkat kabupaten yaitu: sosialisasi dan pembekalan kepada
SKPD dan camat, sosialisasi dan pembekalan kepada Kepala Desa dan
sosialisasi dan pembekalan kepada pendamping.Kedua, sosialisasi
tingkat desa yaitu sosialisasi oleh Kepala Desa kepada Rumah Tangga
Sasaran (RTS) (Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 5 tahun 2014).
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tahapan sosialisasi
meliputi dua hal.Pertama, pelaksanaan kegiatan sosialisasi di tingkat
Kabupaten, yaitu sosialisasi kepada SKPD dan camat, kepala desa dan
sosialisasi kepada pendamping.Kedua, pelaksanaan kegiatan sosialisasi
di tingkat desa, untuk membentuk Kelompok perlu diawali dengan
sosialisasi oleh Kepala Desa kepada Rumah Tangga Sasaran
(RTS).Kegiatan sosialisasi dilakukan di tingkat desa dengan difasilitasi
oleh Pemerintah Desa dibantu oleh Pendamping Lapangan, hal-hal
yang perlu disosialisasikan adalah Arah program BKK maupun
tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan konsep kelompok.Menurut Claar
dalam Nasution (1990:7) Penyuluhan atau sosialisasi merupakan jenis
khusus pendidikan pemecahan masalah (problem solving) yang
berorientasi pada tindakan, yang mengajarkan sesuatu,
mendemonstrasikan, dan memotivasi, tapi tidak melakukan
Vol. 4 No. 2June 2017
341pengaturan (regulating) dan juga tidak melaksanakan program yang
non-edukatif.
Sosialisasi di tingkat desa juga merupakan sarana bagi Rumah
Tangga Sasaran (RTS) penerima dana bantuan keuangan khusus,
untuk bertanya dan memperjelas mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan program ini. Dalam proses ini ada tiga hal yang menjadi
tujuan utama dari proses sosialisai. Ketiga hal tersebut adalah
pembentukan kelompok, kemudian dijelaskan mengenai arah
program dan tujuan yang khendak dicapai serta diakhiri dengan
memperjelas konsep Rumah Tangga Sasaran (RTS) mengenai
penggunaan dana.
Budiani (2007:53) menyatakan bahwa untuk mengukur
efektivitas suatu program salah satunya dapat dilakukan dengan
menggunakan variabel sosialisai program.Sosialisai program yaitu
kemampuan penyelenggara program dalam melakukan sosialisasi
program sehingga informasi mengenai pelaksanaan program dapat
tersampaikan kepada masyarakat pada umumnya dan sasaran peserta
program pada khususnya. Pendamping lapangan yang terlibat
langsung mendampingi perangkat desa dalam proses sosialisasi,
bertugas menjelaskan secara detail mengenai program BKK serta
mekanisme yang harus dilalui RTS pra dan pasca pencairan dana
program.Proses sosialisasi di tingkat desa hanya mengukuhkan apa
yang sudah tertuang di dalam PERBUB dan kehadiran pendamping
lapangan untuk membantu kepala desa atau perangkat desa sekaligus
Journal ofGovernance AndPublic Policy
342 untuk mengenal lebih dekat dengan kelompok yang akan
didampinginya.
Gambar V.1
Sosialisasi Program
Sumber: Data Primer Tahun 2015
Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa bahwa penilaian
rumah tangga sasaran terhadap sosialisasi program Bantuan Keuangan
Khusus (BKK) cenderung baik, dari 60 orang yang menjadi
narasumber, 57 orang mengaku sosialisasi berjalan baik, 2 orang
merasa tidak baik, dan 1 orang menjawab tidak tahu.Merujuk pada
pendapat Budiani (2007:53) bahwa variabel sosialisasi digunakan
untuk mengukukur efektivitas program. Dalam hal ini mengukur
kemampuan penyelenggara program dalam melakukan sosialisasi
Vol. 4 No. 2June 2017
343kepada sasaran tentang program yang akan dilaksanakan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten
Gunungkidul dalam melakukan sosialisasi program Bantuan
Keuangan Khusus (BKK) dinilai baik. Hal ini dapat diindikasikan
dengan tingginya pengetahuan RTS terhadap program BKK, dan
dalam proses sosialisasi BKK Pemerintah Kabupaten Gunungkidul
tidak mendapatkan kendala yang berarti.
Kemampuan pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam
melakukan proses sosialisasi Bantuan Keuangan Khusus (BKK), dapat
disimpulkan menjadi 3 hal. Pertama, pemerintah Kabupaten
Gunungkidul telah menyiapkan perangkat hukum dan SKPD
pelaksana, perangkat hukum yang digunakan berupa PERBUP,
sementara SKPD pelaksana sosialisasi adalah BP2KP Gunungkidul,
Kecamatan dan Kelurahan/Desa. Kedua, pemerintah Kabupaten
Gunungkidul menjalankan proses sosialisasi sesuai dengan
mekanisme yang sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu sosialisasi di
tingkat Kabupaten dan sosialisasi di tingkat Desa. Ketiga, tingkat
pengetahuan Rumah Tangga Sasaran (RTS) tentang program BKK
cukup tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa sosialisasi yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul cukup berhasil.
2. Ketepatan Sasaran
Ketepatan sasaran merupakan salah satu indikator utama dari
program yang bersifat disalurkan seperti program pengentasan
kemiskinan. Indikator ketepatan terhadap sasaran merupakan tolak
ukur pertama terhadap penyelesain persoalan yang ada di lapangan,
apabila program tersebut tidak tepat sasaran maka permasalahan
Journal ofGovernance AndPublic Policy
344 tersebut akan tetap berjalan. Dalam kaitannya dengan ketepatan
sasaran penerima dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) di
Kabupaten Gunungkidul, jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) telah
ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu
sebanyak 1.615 RTS pada Tahun 2013 dan 8.355 RTS pada Tahun
2014 (BAPPEDA DIY, 2014).
Pada Tahun 2014 terdapat 310 RTS yang telah ditetapkan
sebelumnya sebagai penerima dana program BKK di Kabupaten
Gunungkidul tidak lolos verifikasi. Rinciannya adalah 9 orang telah
meninggal dunia, 111 orang telah pindah alamat, 187 orang telah
menerima sebelumnya dan 3 orang tidak bersedia menerima. Untuk
mengganti RTS yang tidak lolos verifikasi, maka Pemerintah Daerah
Kabupaten Gunungkidul melakukan verifikasi ulang untuk
mendapatkan kuota RTS sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh
Provinsi yaitu sebanyak 8.355 RTS.Program Bantuan Keuangan
Khusus (BKK) merupakan program yang dicanangkan oleh
pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya pengentasan
kemiskinan. Merujuk kepada hal tersebut Pemerintah Kabupaten
Gunungkidul dalam hal ini hanya mengikuti dan melaksanakan
program sesuai dengan arahan dan mekanisme yang ditetapkan oleh
Pemerintah Provinsi DIY. Dalam hal ini penetapan Rumah Tangga
Sasaran (RTS) merupakan wewenang mutlak Pemprov DIY, Pemkab
Gunungkidul hanya menyediakan data Kemiskinan, sementara dalam
hal penetapan RTS penerima dana bantuan Pemkab Gunungkidul
tidak terlibat sama sekali.
Vol. 4 No. 2June 2017
345Jumlah RTS penerima bantuan program BKK pada Tahun
2013 berjumlah 16.615 RTS dengan persentase 11,19 persen dari
total jumlah penduduk miskin di Gunungkidul. Sementara pada
Tahun 2014 angka ini mengalami penurunan menjadi 5,63 persen
dari total jumlah penduduk miskin di Kabupaten Gunungkidul (BPS
Gunung Kidul 2011-2015).Budiani (2007:53) menyebutkan ketepatan
sasaran program adalah sejauhmana peserta program tepat dengan
sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya.
Gambar V.2Ketepatan Sasaran
Merujuk pada gambar diatas, dari 60 orang yang menjadi
narasumber 54 orang mengakui bahwa program Bantuan Keuangan
Khusus (BKK) sudah tepat sasaran, 4 orang mengatakan tidak tepat
sasaran, dan 2 narasumber mengatakan tidak tahu. Menurut Campbel
(1989) pengkukuran efektifitas dapat dilakukan dengan menilai
keberhasilan sasaran. Penetapan sasaran atau Rumah Tangga Sasaran
Journal ofGovernance AndPublic Policy
346 (RTS) dalam program bantuan keuangan khusus di Kabupaten
Gunungkidul oleh Pemerintah Provinsi DIY, merujuk pada hasil
Sussenas 2011 tentang jumlah angka miskin di Kabupaten
Gunungkidul. Program BKK adalah program Pemerintah Provinsi
DIY dalam mengentaskan kemiskinan, secara garis besar program ini
ditujukan untuk mengurangi angka kemiskinan di DIY dan di
Gunungkidul pada khususnya, dan jumlah rumah tangga sasaran
telah ditetapkan sesuai dengan kuota per Kabupaten/Kota.
Penetapan Rumah Tangga Sasaran (RTS) dalam Program
Bantuan Keuangan Khusus (BKK) di Kabupaten Gunungkidul, secara
garis besar dipilih berdasarkan tingkat kemiskinan kelompok I. Dalam
laporan BPS yang dimaksud dengan kelompok desil I yaitu rumah
tangga yang termasuk dalam 10 persen rumah tangga dengan tingkat
kesejahteraan terendah di Indonesia, atau yang biasanya disebut
rumah tangga miskin. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dinilai
bahwa pemilihan Rumah Tangga Sasaran (RTS) dalam program
Bantuan Keuangan Khusus (BKK) secara umum sudah tepat, sesuai
dengan tingkat kemiskinan kelompok yang menjadi sasaran program.
3. Ketepatan Jumlah
Indikator ketepatan jumlah dalam pelaksanaan program sangat
berperan penting untuk mengetahui ada atau tidaknya penyelewengan
dan ketidaksesuaian antara jumlah dana yang telah ditetapkan dengan
jumlah dana yang diterima oleh penerima dana bantuan. Menurut
Effendy (2003) Menurut efektivitas adalah komunikasi yang prosesnya
mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang
dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang
Vol. 4 No. 2June 2017
347ditentukan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini Jumlah dana yang
diterima oleh Rumah Tangga Sasaran (RTS) dalam program Bantuan
Keuangan Khusus (BKK) di DIY telah ditetapkan sebesar Rp
1.000.000, (Satu Juta Rupiah) berdasarkan Keputusan Gubernur
Nomor 205/KEP/2013.
Pada Tahun 2013 Kabupaten Gunungkidul menerima dana
bantuan yang lebih besar dibanding Kabupaten/Kota lain yaitu
sebesar 16,6 Milyar rupiah. Jumlah dana bantuan yang diterima
Kabupaten Gunungkidul pada Tahun 2014 mengalami penurunan
yang signifikan, yaitu hanya sebesar 8,35 Milyar rupiah. Angka ini
menyusut separuh dibandingkan dengan dana yang diterima
Gunungkidul pada Tahun 2013.
Gambar V.3Ketepatan Jumlah
Journal ofGovernance AndPublic Policy
348 Dari 60 orang yang menjadi narasumber penelitian 58 orang
mengakui menerima dana dengan utuh yaitu sebesar Rp. 1.000.000,-,
sementara 2 narasumber mengaku tidak mendapatkan Rp 1.000.000,-
melainkan Rp 900.000,-. Dan 950.000,- , Untuk 2 orang narasumber
tersebut mengaku kalau dana yang dicairkan dari pihak Pemerintah
Daerah sebenarnya utuh dan sesuai dengan nominal yang telah
ditetapkan, akan tetapi anggota kelompoknya bersepakat untuk
menyisihkan sebagai dana kas atau dana cadangan yang
diperuntukkan untuk anggota dikemudian hari, apabila terdapat
kebutuhan yang bersifat mendadak dalam menjalankan usaha.
4. Ketepatan Administrasi
Ketepatan administrasi dalam mengukur efektivitas sebuah
program, dapat diartikan sebagai ketepatan mekanisme atau tata cara
tertulis yang harus ditempuh dalam pelaksanaan sebuah program.
Ketepatan administrasi merupakan variabel yang dapat mengukur
apakah program tersebut dijalankan sesuai dengan mekanisme yang
telah ditetapkan sebelumnya atau tidak. Dengan kata lain ketepatan
administrasi merupakan tolak ukur terhadap adanya kepatuhan
terhadap mekanisme yang telah ditentukan sebelumnya.
Untuk memperlancar jalannya mekanisme maka dibentuklah
kelompok, RTS masih harus melalui 2 tahapan lagi sebelum dana
BKK dicairkan, 2 tahapan tersebut meliputi:
1. Penyusunan Usulan Kegiatan Kelompok
1) setelah kelompok terbentuk, dilanjutkan dengan proses
penyusunan usulan rencana kegiatan kelompok.
Vol. 4 No. 2June 2017
3492) usulan rencana kegiatan kelompok bisa merupakan kegiatan
usaha bersama maupun individu.
3) pemerintah Desa bersama Pendamping memfasilitasi tata cara
penyusunan usulan rencana kegiatan kelompok, selanjutnya
melakukan verifikasi atas kelayakan usulan rencana kegiatan
kelompok yang telah disusun oleh kelompok.
4) usulan rencana kegiatan kelompok yang telah tersusun,
selanjutnya disampaikan secara berjenjang kepada Kepala Desa,
Camat dan BAPPEDA untuk dilakukan verifikasi dan
pengesahan.
5) Usulan rencana kegiatan kelompok dilampiri dengan daftar
anggota kelompok dan bukti-bukti lain yang diperlukan.
2. Pembukaan Rekening Kelompok
Setelah terbentuk kelompok RTS, kelompok calon penerima bantuan
membuka rekening Bank atas nama Kelompok di Bank yang ditunjuk,
dengan syarat pembukaan rekening sebagai berikut:
1) foto copy KTP/SIM Ketua dan Bendahara kelompok.
2) foto copy struktur organisasi Kelompok yang diketahui Kepala
Desa yang
dibubuhi tanda tangan Kepala Desa dan stempel Kepala Desa.
3) mengisi aplikasi pembukaan rekening tabungan
Mekanisme pencairan dan penyaluran dana bantuan
keuangan khusus (BKK) berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
penulis terhadap 60 orang narasumber yang menerima dana program
BKK di Gunungkidul memiliki jawaban yang beragam. Syarat yang
dibutuhkan untuk mecairkan dana BKK yakni harus sudah terbentuk
Journal ofGovernance AndPublic Policy
350 kelompok dengan kepengurusan yang jelas seperti adanya Ketua,
Bendahara dan Sekertaris. Kemudian kelompok tersebut harus
membuat proposal, serta cap kelompok, kemudian membuka rekening
Bank untuk menstransfer dana bantuan keuangan khusus (BKK).
Dalam kaitannya dengan hasil penelitian ini dalam hal ketepatan
administrasi pencairan dana bantuan keuangan khusus dapat dilihat
pada gambar dibawah ini:
Gambar V.5Ketepatan Administrasi
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 55 orang dari 60
narasumber mengakui bahwa mekanisme pencairan dana sudah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan, sementara 5 orang narasumber
mengatakan bahwa mekanisme pencairan dana program tidak tepat
administrasi. Narasumber yang merasa mekanisme pencairan dana
Vol. 4 No. 2June 2017
351bantuan keuangan khusus (BKK) tidak tepat administrasi mengaku
tidak diminta membuat proposal dan tidak dimintai persyaratan
administrasi lainnya, yang diminta hanya meliputi KTP dan Kartu
Keluarga Ketua dan Bendahara kelompok sebagai syarat untuk
membuka rekening. Sekalipun ada 5 RTS yang mengatakan bahwa
proses pencairan BKK tidak tepat administrasi, bukan berarti mereka
keberatan akan tetapi mereka mengakui bahwa pengurusan
administrasi telah dilakukan oleh pihak kelurahan dan mereka hanya
mengumpulkan syarat-syarat yang dibutuhkan kepada pihak
kelurahan/Desa.
5. Ketepatan Waktu
Indikator ketepatan waktu dalam mengukur efektifitas program
yang bersifat distributif sangat diperlukan, terlebih lagi dana distributif
tersebut berbentuk dana bantuan. Indikator ketepatan waktu bisa
dijadikan sebagai patokan ada tidaknya kepatuhan terhadap disiplin
waktu pelaksanaan program. Apabila proses pencairan dan
pelaksanaan program tersebut berjalan sesuai dengan waktu yang
ditetapkan maka bisa dipastikan program tersebut akan lebih cepat
mencapai sasaran yang dituju. Program dana BKK merupakan
program pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan mekanisme
dan anggaran yang telah ditetapkan oleh PEMPROV DIY. Sebelum
dana BKK sampai ketangan RTS Pemerintah Provinsi DIY terlebih
dahulu mentransfer dana ke DPPKAD Gunungkidul, kemudian
DPPKAD mentransfer lagi ke Bank BPD Gunungkidul ,baru
kemudian dana diterima oleh RTS.
Journal ofGovernance AndPublic Policy
352
Gambar V.7
Ketepatan Waktu
Berdasarkan hasil wawancara dilapangan, 60 RTS yang telah
menjadi responden menyatakan dana bantuan sudah cair semua dan
mereka telah memanfaatkan bantuan tersebut. Dari 60 orang yang
menjadi narasumber, 55 orang mengatakan bahwa pencairan dana
BKK tepat waktu, 3 orang narasumber mengatakan tidak tepat waktu,
dan sisa 2 orang lagi menjawab tidak tahu. Tiga orang narasumber
yang mengaku tidak tepat waktu mengaku bahwa pencairan dana BKK
Vol. 4 No. 2June 2017
353dilakukan tidak sesuai dengan tanggal yang ditetapkan, sementara 2
narasumber yang mengaku tidak tahu beralasan bahwa proses
pencairan dana sudah diurus oleh ketua dan sekretaris kelompok dan
mereka tidak terlibat sama sekali.
Pelaksanaan program bantuan keuangan khusus (BKK) di
Kabupaten Gunungkidul telah melalui berbagai tahapan.Tahapan
pertama ditingkat provinsi terkait dengan penetapan program,
penetapan rumah tangga sasaran (RTS) dan penetapan
anggaran.Sementara tahapan di tingkat Kabupaten terkait dengan
sosialisasi, verifikasi dan pelaksanaan. Tahapan-tahapan tersebut telah
di tetapkan dalam APBD Provinsi DIY maupun APBD Kabupaten
Gunungkidul, yaitu APBD Tahun 2013 dan APBD Tahun 2014.
Berdasarkan data-data yang diperoleh penulis program
bantuan keuangan (BKK) di Kabupaten Gunungkidul secara umum
telah terlaksana sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pada Tahun 2013 pencairan dana program BKK
ditetapkan pada bulan juni 2013, dan dalam proses pelaksanaanya
dana BKK memang dicairkan pada bulan tersebut. Sementara itu
pencairan dana program BKK 2014 ditetapkan pada bulan Oktober
2014 dan dalam pelaksanaanya adanya kesesuaian antara waktu yang
ditetapkan sebelumnya dengan waktu pelaksanaanya.
6. Ketepatan Pengguna
Kaitannya dengan program bantuan keuangan khusus (BKK)
Kabupaten Gunungkidul ada syarat-syarat peruntukan yang harus
dipenuhi rumah tangga sasaran (RTS) sebagai pihak yang menerima
Journal ofGovernance AndPublic Policy
354 dana bantuan program bantuan keuangan khusus (BKK) yang
meliputi:
1) pengembangan usaha sesuai dengan bidang usaha yang
digeluti.
2) mengembangkan usaha baru,baik dengan cara bersama-sama
sesuai dengan kesepakatan kelompok atau usaha yang
direncanakan kelompok maupun usaha yang bersifat individu.
Adapun Usaha yang dapat dikembangkan dalam BKK dengan
memanfaatkan potensi sumber daya lokal antara lain;
1) usaha primer pertanian produktif dan kreatif,yang meliputi
tanaman pangan,peternakan,perikanan dan perkebunan.
2) usaha yang bersifat olahan/home industri,dan
3) usaha jasa produktif.
Kegiatan Yang Tidak Boleh Dibiayai Kegiatan yang tidak boleh
dibiayai dengan dana BKK, adalah sebagai berikut:
1) kegiatan yang berkaitan dengan politik praktis (kampanye,
demonstrasi, dll)
2) deposito atau simpanan yang berkaitan dengan usaha
memupuk bunga bank.
3) sebagai jaminan atau agunan atau garansi, baik yang
berhubungan dengan
lembaga keuangan dan perbankan maupun pihak ketiga
lainnya.
4) pembangunan/perbaikan rumah
5) pembelian alat transportasi maupun elektronik yang bersifat
individual
Vol. 4 No. 2June 2017
3556) kebutuhan dasar hidup meliputi pangan,sandang,papan.
7) pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
8) pemenuhan kebutuhan sosial (sumbangan,rasulan,dll).
9) usaha yang bertentangan dengan hukum,norma-norma sosial
dan agama.
Ketepatan penggunaan dana bantuan keuangan khusus (BKK)
di Kabupaten Gunungkidul, dapat dikategorikan menjadi 3 hal:
1) dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) digunakan untuk
membuat atau memulai usaha baru,
2) dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) digunakan untuk
membesarkan atau mengembangkan usaha yang sudah ada
sebelumnya.
3) dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) digunakan untuk
meneruskan usaha yang sudah ada sebelumnya namun gagal
atau mati.
Gambar V.8Ketepatan Penggunaan
Journal ofGovernance AndPublic Policy
356 Merujuk pada gambar diatas dari 60 orang yang menjadi
narasumber penelitian 59 orang mengakui bahwa dana bantuan
keuangan khusus (BKK) dimanfaatkan dengan tepat sementara 1
orang mengaku tidak tepat. Narasumber yang mengatakan
penggunaanya tepat mengakui pemilihan usaha baru, meneruskan
usaha yang sudah pernah ada tapi gagal atau mati, maupun
mengembangkan atau membesarkan usaha yang sudah ada,
memberikan dampak yang positif terhadap produktifitas dan
pendapatan mereka. Sementara 1 orang narasumber menyebutkan
bahwa dana bantuan keuangan khusus tidak digunakan dengan tepat
karena adanya arahan dari kelurahan untuk menggunakannya untuk
hal tertentu yang tidak sesuai dengan kemampuan si penerima dana
bantuan, dalam hal ini si penerima bantuan diarahkan untuk
membeli bibit tanaman sementara profesinya sehari-hari adalah
pedagang keliling.
7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa secara umum
pelaksanaan pelaksanaan program Bantuan Keuangan Khusus (BKK)
di Kabupaten Gunungkidul dapat dikategorikan menjadi 2 hal:
1) merujuk pada teori dan mekanisme pelaksanaan maka dapat
dikatakan pelaksanaan program bantuan keuangan khusus di
Kabupaten Gunungkidul sudah sesuai dengan teori dan
mekanisme yang ada.
2) melihat fakta dilapangan dan data yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa program bantuan keuangan
Vol. 4 No. 2June 2017
357khusus tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul.
Ada tiga kriteria yang dianggap sesuai dengan keadaan di
lapangan dalam hal pelaksanaan program BKK di Kabupaten
Gunungkidul, yang meliputi:
1) Masalah Stabilitas Kriteria
Artinya bahwa banyak kriteria evaluasi yang digunakan
ternyata relatif tidak stabil setelah beberapa waktu.Yaitu kriteria yang
dipakai untuk mengukur efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak
tepat lagi atau menyesatkan pada waktu berikutnya.Kriteria tersebut
berubah-ubah tergantung pada permintaan, kepentingan dan tekanan-
tekanan ekstern.Dalam kaitannya dengan penelitian ini yang
dimaksud dengan kriteria adalah, kriteria kemiskinan dalam
menentukan rumah tangga sasaran (RTS).Masalah stabilitas kriteria
sudah terlihat ketika terdapat ketidaksesuaian antara data yang dimiliki
oleh Pemerintah Provinsi DIY dengan data yang dimiliki oleh Badan
Pusat Statistik DIY soal angka kemiskinan di DIY.
Masalah ketidaksinkronan data tersebut dapat dikatakan
memiliki andil yang sangat besar terhadap kegagalan program BKK
dalam mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten
Gunungkidul.Untuk memperbaiki data kemiskinan di Kabupaten
Gunungkidul maka Gubernur DIY memerintahkan agar dilakukan
pendataan ulang terhadap penduduk miskin di DIY didata.Pendataan
penduduk miskin ini melibatkan SKPD, TNI dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM).Pendataan dilakukan dengan mekanisme dari pintu
Journal ofGovernance AndPublic Policy
358 ke pintu, dengan metode ini diharapkan diperoleh data yang valid
mengenai angka kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul.
2) Masalah Perspektif Waktu
Pengukuran angka kemiskinan disuatu daerah dilakukan BPS
menurut Tahun anggaran.Program BKK pada Tahun 2013
dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sementara BPS mengeluarkan
data kemiskinan pada bulan September 2014.Sementara itu program
BKK Tahun 2014 dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 dan BPS
merilis angka kemiskinan di bulan September 2015.Melihat pada
fakta tersebut penilaian dilakukan hanya berselang satu tahun setelah
program berjalan. Mengingat nominal bantuan program BKK hanya
berjumlah 1jt Rupiah, maka dibutuhkan proses dan waktu yang lama
apakah bantuan tersebut berpengaruh terhadap penurunan angka
kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul. Sebagai contoh: Apabila RTS
atau kelompok menggunakan dana BKK untuk membeli bibit ternak
maka diperlukan waktu sampai ternak tersebut berproduksi atau bisa
dijual kembali, begitu juga dengan RTS yang menggunakan dana BKK
untuk membeli bibit tanaman.
3) Masalah tingkat analisis
Menurut Badan Pusat Statistik (2014) penetapan perhitungan
garis kemiskinan dalam masyarakat adalah masyarakat yang
berpenghasilan dibawah US$ 1,7 per orang per hari. Untuk
kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kilo kalori
per kapita per hari.Sedangkan untuk pengeluaran kebutuhan
Vol. 4 No. 2June 2017
359minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan,
pendidikan, dan kesehatan.
Realita dilapangan membuktikan bahwa masyarakat
Gunungkidul adalah masyarakat gemar menyimpan dan menabung.
Disamping itu masyarakat Gunungkidul yang mayoritas memiliki mata
pencaharian sebagai petani dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
lebih banyak mengandalkan tanah garapannya sendiri daripada
membeli.Dari fakta-fakta tersebut maka tidak adil jika pengukuran
angka kemiskinan hanya merujuk kepada standar bank dunia, dengan
hanya menghitung pendapatan dan pengeluaran masyarakat untuk
kebutuhan minimum sehari-hari.
Dalam hal ini kesimpulan bahwa Pemerintah Provinsi DIY
dan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul gagal dalam mengentaskan
kemiskinan tidak sepenuhnya benar. Hal ini disebabkan adanya pola
prilaku individu di dalam Masyarakat Gunungkidul yang secara tidak
langsung mempengaruhi tingkat keberhasilan Pemprov DIY dan
Pemkab Gunungkidul sebagai organisasi dalam mengukur efektiv atau
tidaknya program BKK di Kabupaten Gunungkidul.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap efektivitas Bantuan
Keuangan Khusus (BKK) di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013-
2014, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Sosialisasi
Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Gunungkidul
terhadap Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima dana Bantuan
Journal ofGovernance AndPublic Policy
360 Keuangan Khusus (BKK) cukup berhasil. Hal ini diindikasikan
dengan tingginya pengetahuan RTS terhadap program BKK dan
minimnya kendala yang dihadapi dalam proses sosialisasi.
2. Ketepatan Sasaran
Pemilihan Rumah Tangga Sasaran (RTS) oleh pemerintah Provinsi
DIY dan hasil verifikasi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul
terhadap rumah tangga sasaran cukup baik. Hal ini diindikasikan
dengan rendahnya kesalahan dalam pemilihan RTS dan minimnya
kendala yang dihadapi pada saat proses verifikasi.
3. Ketepatan Jumlah
Ketepan jumlah yang diterima oleh Rumah Tangga Sasaran (RTS)
dengan nominal yang ditetapkan sebelumnya dalam proses pencairan
dana BKK di Kabupaten Gunungkidul cukup baik. Hal ini dibuktikan
dengan adanya kesesuaian antara dana yang diterima RTS dengan
dana yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu sebesar Rp, 1.000.000,00
per RTS.
4. Ketepatan Administrasi
Ketepatan administrasi dalam pelaksanaan program bantuan keuangan
khusus di Kabupaten Gunungkidul dapat dinilai baik. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya kepatuhan terhadap proses administrasi
sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Bupati Gunungkidul
Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan
Keuangan Khusus Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan Tahun
Anggaran 2014.
5. Ketepatan Waktu
Vol. 4 No. 2June 2017
361Ketepatan waktu dalam pelaksanaan program bantuan keuangan
khusus di Kabupaten Gunungkidul secara umum berjalan baik.
Walaupun ada sedikit kendala dalam proses verifikasi namun proses
pencairan dana BKK berjalan sesuai dengan waktu yang ditetapkan,
yaitu bulan Juni Tahun 2013 dan Bulan Oktober Tahun 2014.
6. Ketepatan Penggunaan
Ketepatan penggunaan dana bantuan program BKK di Kabupaten
Gunungkidul secara umum sudah sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan program. Akan tetapi program Bantuan Keuangan
Khusus (BKK) di Kabupaten Gunungkidul hanya berhasil mengurangi
angka kemiskinan sebesar 1,02 persen pada tahun 2013 dan 0,87
persen pada Tahun 2014. Dari angka tersebut dapat dikatakan bahwa
program BKK di Kabupaten Gunungkidul tidak berhasil atau gagal,
karena target yang telah ditetapkan sebelumnya adalah sebesar 2
persen.
SARAN
1. Perlu adanya pemutakhiran data kemiskinan dan kesesuaian data
antar SKPD di Kabupaten Gunungkidul agar program-program
pengentasan kemiskinan tepat sasaran dan hasil yang didapat
sesuai dengan target yang ditetapkan.
2. Perlu adanya kesolidan dan kerjasama yang erat antar SKPD yang
ada di Kabupaten Gunungkidul dalam usaha mengentaskan
kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul.
3. Perlu adanya program - program pengentasan kemiskinan yang
berkesinambungan di Kabupaten Gunungkidul dalam usaha
mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul.
Journal ofGovernance AndPublic Policy
362 4. Diperlukan anggaran yang memadai dan berkesinambungan untuk
mendukung program-program pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Gunungkidul.
5. Diperlukan peraturan-peraturan atau kebijakan Daerah Kabupaten
Gunungkidul yang pro terhadap pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Gunungkidul.
DAFTAR PUSTAKA