riwayat hiduprepository.ub.ac.id/137521/2/isi.pdf · riwayat hidup penulis lahir di kediri, 20 juli...
TRANSCRIPT
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga
dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih.
Penulis memiliki dua kakak yang bernama R.Moh. Hafidul
Ahkam, S.Pd dan R. Sofyan Martin, S.P serta memiliki adik
yang bernama R. Ayu Latifatun Nisak. Pada tahun 2005,
penulis lulus dari SDN Kalianget Barat IV, lalu tahun 2008
lulus dari SMPN 1 Kalianget, dan tahun 2011 lulus dari
SMAN 1 Kalianget. Pada tahun 2011 diterima di Universitas
Brawijaya melalui SNMPTN Tulis. Penulis pernah menjadi
Staff Ahli Humas dan Kelembagaan DPM UB 2013 “Dekat
Mengabdi” periode 2012-2013.
Penulis aktif menjadi anggota forum daerah mahasiswa
Universitas Brawijaya Kabupaten Sumenep “BUSS
(Brawijaya University Student From Sumenep)” selama 2011-
2014. Penulis pernah menjadi panitia pengawas PEMIRA
(Pemilwa Raya) Universitas Brawijaya 2013 dan Wakil Ketua
Pelaksana Sosialisasi pengenalan Universitas Brawijaya dan
jalur masuk Universitas Brawijaya di SMA di seluruh
Kabupaten Sumenep yang diselengarakan oleh forum daerah
mahasiswa Universitas Brawijaya Kabupaten Sumenep
“BUSS”. Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja
Lapang (PKL) tahun 2014 di PT. Charoen Pokphand Jaya
Farm Unit 1, Rembang, Jawa Tengah dengan judul
“Manajemen Perkandangan Parent Stock Broiler Fase Starter
di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit 1 Rembang”.
Penulis pernah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Donowarih, Karang Ploso.
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Bentuk Pakan Konsentrat Terhadap Kualitas Fisik Karkas
Kelinci Peranakan New Zealand White”. Penulisan skripsi ini
penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tanpa bantuan dari
pihak-pihak lain skripsi ini tidak dapat selesai dengan baik.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas segala
perhatian, bimbingan serta bantuan kepada:
1. Bapak saya R. P. Bambang Utoyo, B.A, Ibu saya
Suryaningsih, Kakak pertama saya R. Moh. Hafidul
Ahkam, S.Pd, Kakak kedua saya R. Sofyan Martin, S.P dan
adik saya R. Ayu Latifatun Nisak yang telah memberikan
semangat, dukungan moril dan materil sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
2. Dr. Ir. Sri Minarti, MP. selaku dosen pembimbing utama
dan Dr. Ir. Irfan H. Djunaidi, MSc. selaku pembimbing
pendamping yang telah memberikan motivasi dan
bimbingan sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan.
3. Dr. Ir. Eko Widodo, M.Agr.Sc,.M.Sc dan Dr. Siti Azizah,
S.Pt, M.Sos, M.Commun. Selaku dosen penguji atas saran
dan bimbingannya.
4. Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS. selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
5. Dr. Ir. Osfar Sjofjan, MSc yang telah menjadi dosen
pembimbing PKL saya dan telah memberikan judul skripsi
saya.
6. Bapak Winarto yang telah menyediakan tempat penelitian
buat kami.
vi
7. Teman-teman seperjuangan penelitian: Mahardika Setya
Okatama, Rangga Windi Andika, Ismail Zamzami dan
Faridatus Sholichah, terima kasih untuk kesabaran dan
kerja keras selama ini.
8. Sahabat-sahabat saya yang luar biasa: Fitroh, Wahyu,
Danur, Zainal, Widya, Pipit,Endang, Reinhard, Aris,Brian,
Ridho, Ilham, Kadir, Mila, Fira, Brian, Sugi, Nuril dan
Winda..
9. Teman-teman remus Al-Ghufron, teman-teman panwas
pemira 2013, kakak-kakak DPM UB 2013, sahabat
D’Koruptor, saudara-saudara saya di forda Sumenep
“BUSS”, teman-teman KKN Donowarih 2015 serta teman-
teman mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas
Brawijata angkatan 2010, 2011, 2012 dan 2013.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak pada
umumnya serta mampu memberikan kontribusi bagi
pembangunan peternakan Indonesia.
Malanng, Agustus 2015
Penulis
vii
EFFECT FORM OF FEED CONCENTRATES ON
PHYSICAL QUALITY CARCASS RABBIT MIXED
BREED NEW ZEALAND WHITE
R.Nanda Yulan Alfian1, Sri Minarti 2, and Irfan H. Djunaidi 2
1 Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang
2 Dosen Fakultas Peternakan , Universitas Brawijaya, Malang
Email: [email protected]
ABSRACT
The research was aimed to determine the effect of concentrate form on physical quality carcass rabbits New
Zealand White. Materials used in this research were 32 of
weaned rabbits 2 month old breed New Zealand White. The
Materials feed form concentrate treatment consisted of P1: pellet, P2: crumble, P3: mash, P4: pasta. The method that used
in this research was field experimental with 4 treatments and 4
groups based on body weight. Variable measured were physical quality carcass: dressing percentage, weight retail
cuts, and meat bone ratio. Data were analyzed using one-way
Anova based on Randomized Block Design, if there were a significant effect between the treatments then tested with
Duncan’s Multiple Range Test. The research result showed
that no significant effect (P >0,05) on dressing percentage,
weight retail cuts, and meat bone ratio. It can be concluded that concentrate given in feed form mash or pasta than feed
form concentrate pellet or crumble, because cheaper and have
same effect
Keywords: form feed, concentrate , physical quality, New
Zealand White
viii
ix
PENGARUH BENTUK PAKAN KONSENTRAT
TERHADAP KUALITAS FISIK KARKAS KELINCI
PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE
RINGKASAN
Pakan adalah faktor penting dalam sebuah usaha
peternakan. Pakan yang digunakan paada peternakan kelinci adalah pakan hijauan dan pakan konsenterat. Perbandingan
pakan hijauan yang diberikan pada kelinci yaitu 60-80% dari
pakan kelinci, sedangkan pakan konsentrat adalah sisanya.
Pakan konsentrat walaupun persentase yang diberikan lebih rendah tetapi sangat penting untuk mencukupi kebutuhan zat
makanan kelinci. Pemberian bentuk pakan konsentrat
diketahui mempengaruhi tingkat palatabiltas dan konsumsi pakan.
Penelitian ini dilaksanakan di peternakan kelinci
mandiri Pak Winarto di Desa Ngijo, Kecamatan Karang Ploso,
Kabupaten Malang. Penelitian dilakukan pada tanggal 20 April–6 Juni 2015. Pakan konsentrat pellet guyofeed dibeli
dari agen pakan kelinci Sawojajar dan daun kubis bunga
diperoleh dari Pasar sayur kota Batu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pakan konsentrat mana yang
memberikan kualitas fisik karkas terbaik yang meliputi
persentase karkas, bobot retail cuts dan meat bone ratio. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 32 ekor
kelinci peranakan New Zealand White yang berumur 45-60
hari dengan masa adaptasi 7 hari dan dipelihara selama 1
bulan. Metode penelitian menggunakan percobaan lapang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 4 perlakuan dan 4
Kelompok. Kandang yang digunakan 16, masing-masing diisi
2 ekor kelinci peranakan New Zealand White. Perlakuan yang digunakan antara lain: P1: konsentrat bentuk pellet, P2:
konsentrat bentuk crumble, P3: konsentrat bentuk mash, dan
x
P4: konsentrat bentuk pasta. Variabel yang diamati adalah
persentase karkas, berat retail cuts dan meat bone ratio. Data
yang diperoleh, dianalisis menggunakan analisis ragam
(ANOVA), apabila ada perbedaan antar perlakuan diuji menggunakan Uji jarak Berganda Duncan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian
bentuk pakan konsentrat berbagai bentuk tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap persentase karkas,
berat retail cuts dan meat bone ratio. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian berbagai bentuk pakan konsentrat tidak berdampak pada persentase
karkas, berat retail cuts dan meat bone ratio sehingga,
disarankan pemberian pakan konsentrat kelinci oleh peternak
dapat diberikan dalam bentuk mash dan pasta yang lebih murah dibandingkan bentuk konsentrat pellet atau crumble.
xi
DAFTAR ISI
Isi Halaman
HALAMAN PENGESAHAN …………………….. ii
RIWAYAT HIDUP ……………………………….. iii
KATA PENGANTAR ………………………….…. v ABSTRACT ………………………………………... vii
RINGKASAN ……………………………………... ix
DAFTAR ISI…………….….…………….………... xi
DAFTAR TABEL……….……………….………... xiii DAFTAR GAMBAR……..……………………….. xv
DAFTAR LAMPIRAN ….……………………...… xvii
DAFTAR SINGKATAN …..………………………
xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ……………………. 1.2. Rumusan Masalah …………………
1.3. Manfaat Penelitian ……………….
1.4. Kegunaan Penelitian ……………….
1.5. Kerangka Pikir ……………………. 1.6. Hipotesis ………………………...…
1 2
2
3
3 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kelinci………………………………
2.2.Kebutuhan Nutrisi Kelinci ………
2.3. Pakan Konsentrat ………...…….
2.4. Persentase Karkas ……………….
2.5. Retail Cuts………….. …………….
2.6. Meat Bone Ratio ………………...
.
7
10
11 13
14
15
xii
BAB III MATERI DAN METODE
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………
3.2. Materi Penelitian …………..……….
3.2.1. Kelinci……… …………...... 3.2.2. Kandang dan Peralatan……....
3.2.3. Pakan ….………….………..
3.3. Metode Penelitian ………….………
3.4. Variabel Penelitian ………….…….
3.5. Analisis Statistik ………….……..…
3.6. Batasan Istilah ………….………..…
17
17
17 17
18
19 21
22
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Karkas ………...………
4.2. Pengaruh Perlakuan Retail Cuts
……..……………….……….…
4.3.Pengaruh Perlakuan Terhadap Meat
bone Ratio ………............………
25
28
31
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ……………………..…. 5.2. Saran ……………………………….
33 33
DAFTAR PUSTAKA……………………...………
35
LAMPIRAN ……………………………….……….
41
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kebutuhan nutrisi kelinci …….…………. 10
2. Kebutuhan bahan kering kelinci
……………………………………………
11
3. Kandungan nutrisi daun kubis bunga dan
konsentrat Guyofeed ………………….....
19
4. Pengaruh perlakuan terhadap variabel ………………………………………………
25
xiv
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka pikir penelitian ……………... 5
xvi
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data dan analisis statistik persentase
karkas……………………………………….
41
2. Data dan analisis statistik retail cuts
……………………………………………….
44
3. Data dan analisis statistik meat bone
ratio...........................................................
56
4. Data konsumsi pakan dan pertambahan
bobot badan ……......................................
59
xviii
xix
DAFTAR SINGKATAN
ANOVA : analysis of variance
BK : Bahan kering
Dkk : dan kawan-kawan
et al : et alli
FK : faktor koreksi
g : gram
JK : jumlah kuadrat
JKG : jumlah kuadrat galat
KT : kuadrat tengah
m : meter
mm : millimeter
NRC : national research council
PBB : Pertambahan bobot badan
RAK : rancangan acak kelompok
Sd : standard deviasi
xx
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif
penghasil daging. Kelinci memiliki periode kebuntingan yang
pendek, cepat dewasa kelamin, prolifikasi tinggi dan
kemampuan kawin kembali singkat setelah partus, interval
generasi yang pendek (Effiong dan Wogar, 2007). Kelinci
yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah
kelinci peranakan New Zealand White yang memiliki daya
tahan yang lebih kuat dibandingkan dengan kelinci impor, oleh
sebab itu kelinci peranakan New Zealand White lebih optimal
untuk dikembangkan di Indonesia.
Salah satu faktor produksi yang memakan banyak
biaya adalah pakan. Bagian yang penting dalam faktor pakan
tersebut adalah kualitas dan efektifitas dalam pemberian pakan
(Nugroho, Budhi dan Panjono, 2012). Keefektifan pakan yang
diberikan pada ternak tergantung pada tingkat konsumsi
pakan, dimana konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas
pakan dalam segi bentuk dan kandungan pakan.
Bentuk pakan terdiri dari bentuk pakan kering dan
bentuk pakan basah/pasta. Bentuk pakan kering terdiri dari
mash, crumble dan pellet. Mash mempunyai bentuk butiran-
butiran halus. Crumble yang lebih dikenal sebagai pellet pecah
mempunyai ukuran tidak seragam. Pellet mempunyai bentuk
dan ukuran seragam yang sesuai cetakan. Ogbu, Ani dan
Nwogwugwu (2014) menyatakan bahwa bahan pakan berbeda
dalam bentuk, palatabilitas dan kandungan nutrisi. Sifat fisik
dan kimia merupakan faktor yang menentukan palatabilitas
pakan ternak. Pakan dengan kandungan yang sama, bentuk
2
penampilan pakan telah terbukti mempengaruhi palatabilitas
dan konsumsi.
Pertambahan bobot badan secara langsung sebanding
dengan konsumsi pakan selama tidak ada perbedaan dalam
kandungan nutrisi dalam pakan. Bentuk pakan untuk
pemberian yang efektif merupakan sebuah faktor penting
untuk karkas yang dihasilkan (Sogunle, Olatunbosun,
Adeyemi, Oso, Ekunseitan, dan Bello, 2014). Bentuk pakan
mempengaruhi konsumsi pakan, kemudian mempengaruhi
pertambahan bobot badan yang berdampak pada bobot potong.
Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa peningkatan
bobot potong akan diikuti oleh peningkatan berat karkas dan
persentase karkas beserta komponen fisik karkas. Berdasarkan
hal tersebut dilakukan penelitian mengenai bentuk pakan
konsentrat pada ternak kelinci peranakan New Zealand White
untuk mengetahui bentuk pakan konsentrat paling efektif agar
dihasilkan kualitas fisik karkas terbaik ditinjau dari persentase
karkas, berat retail cuts dan meat bone ratio.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh bentuk pakan konsentrat terhadap
kualitas fisik karkas kelinci peranakan New Zealand White .
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan mengevaluasi pengaruh bentuk pakan konsentrat terhadap
kualitas fisik karkas kelinci peranakan New Zealand White.
3
1.4 Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan mengevaluasi pengaruh bentuk pakan
konsentrat terhadap kualitas fisik karkas kelinci
peranakan New Zealand White.
2. Mengetahui bentuk pakan konsentrat untuk
menghasilkan kualitas fisik karkas kelinci New
Zealand White yang optimal.
3. Sebagai sumber informasi bagi semua pihak yang
berhubungan dengan usaha peternakan kelinci.
1.5 Kerangka Pikir
Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif
penghasil daging yang patut dipertimbangkan untuk tujuan
memenuhi kesenjangan antara tingginya jumlah permintaan
dan kurangnya ketersediaan produk asal ternak. Hal ini
disebabkan kemampuan ternak kelinci untuk berkembang biak
secara cepat. Periode kebuntingan yang pendek, cepat dewasa
kelamin, prolifikasi tinggi dan kemampuan kawin kembali
yang singkat setelah partus, kesemuanya menyebabkan
interval generasi yang pendek (Effiong dan Wogar, 2007).
Bobot lahir kelinci antara 30-100 g/ekor (rataan 50-70 g/ekor),
bobot dewasa 5-10 kg per ekor, pertambahan bobot badan
sampai umur 8 minggu sebesar 15-20 g/ekor/hari dan umur 8-
16 minggu mencapai 14-21 g/ekor/hari. Berat tulang sebesar
7-8 % dari bobot tubuh (Brahmantiyo dan Raharjo, 2005).
Satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat
menghasilkan 8 -10 ekor anak dan pada umur 8 minggu, bobot
badannya dapat mencapai 2 kg atau lebih. Seekor induk
kelinci dengan bobot 3-4 kg dapat menghasilkan 80 kg karkas
4
per tahun (Zotte, 2002). Kelinci New Zealand White adalah
bangsa kelinci pedaging terbaik untuk peternakan. Bangsa ini
memiliki ukuran tubuh, pertambahan bobot badan, konversi
pakan, berat karkas dan meat bone ratio terbaik (Damron,
2003).
Kelinci lepas sapih pada umur 5 minggu dan kelinci
memiliki umur potong 12 minggu (Al-Dobaib, 2010). Fryers
memenuhi 85 % pasar kelinci untuk daging. Bangsa kelinci
sedang memiliki rata-rata bobot 1,7-2,0 kg. Fryer persentase
karkas bervariasi dari 50-60 % dari bobot potong dan 75-80 %
dari karkas bisa dikonsumsi. Kelinci yang memiliki bobot
potong lebih dari 3 kg disebut sebagai stewers. Harga stewers
jauh lebih murah dibandingkan fryer. Persentase karkas dari
55-65 % dari bobot potong (Mcnitt,et al. 2013).
Bahan pakan berbeda dalam bentuk, palatabilitas dan
kandungan nutrisi. Sifat fisik dan kimia merupakan faktor
yang menentukan palatabilitas pakan ternak. Pakan dengan
kandungan yang sama tetapi bentuk pemberian pakan berbeda
telah terbukti mempengaruhi palatabilitas dan konsumsi
(Ogbu, et al., 2014). Pertambahan bobot badan sebanding
dengan konsumsi pakan selama kandungan pakan sama.
Bentuk pakan pemberian yang efektif seperti merupakan
sebuah faktor penting untuk karkas yang dihasilkan (Sogunle,
et al. 2014). Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa
peningkatan bobot potong akan diikuti oleh peningkatan berat
karkas dan persentase karkas beserta komponen fisik karkas.
Kelebihan pakan pellet adalah mengurangi pakan
terbuang, mengurangi seleksi, membunuh patogen dan
meningkatkan palatabilitas (Mirgheleni dan Golian, 2009).
Hasil penelitian Sogunle, et al. (2014) menunjukkan bahwa
bentuk pellet mengoptimalkan produksi karkas kelinci. Kelinci
5
yang diberikan pellet ukuran partikel 1 mm memiliki bobot
hidup 1.700 g dan pellet ukuran partikel 2 mm memiliki bobot
potong 1.725 g. Kelinci yang diberikan crumble ukuran
partikel 1 mm memiliki bobot potong 1.733,33 g dan crumble
ukuran partikel 2 mm memiliki berat karkas 1.775,00 g.
Kelinci yang diberi pellet ukuran partikel 1 mm memiliki berat
karkas 1.093,62 g dan pellet ukuran partikel 2 mm memiliki
berat karkas 1.098,88 g. Kelinci yang diberikan crumble
ukuran partikel 1 mm memiliki berat karkas 1.158,62 g dan
crumble ukuran partikel 2 mm memiliki bobot karkas 1.110,87
g.
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
6
1.6.Hipotesis
Pemberian pakan konsentrat dalam bentuk pellet
memberikan kualitas karkas kualitas fisik karkas kelinci
peranakan New Zealand White terbaik dibanding bentuk pakan
konsentrat lainnya
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelinci
Kelinci merupakan ternak yang cocok dipelihara di
negara berkembang dan mulai memanfaatkan kelinci sebagai
sumber daging. Selain itu, kelinci juga memiliki potensi: 1)
ukuran tubuh yang kecil, sehingga tidak memerlukan banyak
ruang, 2) tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi
ternak dan kandang, 3) umur dewasa yang singkat (4-5 bulan),
4) kemampuan berkembang biak yang tinggi, 5) masa
penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak sapih)
(El-Raffa, 2004). Kelinci New Zealand White yang berasal
dari Amerika Serikat termasuk dalam spesies Orictolagus
cuniculus dari genus Orictolagus. El-Raffa (2004) menyatakan
bahwa kelinci memiliki potensi sebagai penghasil daging dan
dapat menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan protein
hewani karena memiliki kemampuan efisiensi produksi dan
reproduksi yang patut dipertimbangkan.
Klasifikasi kelinci menurut Lebas, et al. (1986) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animal
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Ordo : Logomorph
Family : Lepotidae
Sub family : Leporine
Genus : Oryctolagus
Species : Oryctolagus cuniculus
8
Kelebihan kelinci yaitu laju reproduksi cukup tinggi
dan lama hidupnya (life span) 5-10 tahun dengan umur
produktif 2-3 tahun dan jumlah kali beranak 10 per tahun.
Bobot lahir kelinci antara 30-100 g/ekor (rataan 50-70 g/ekor),
bobot dewasa 5-10 kg/ekor, pertambahan bobot badan sampai
umur 8 minggu sebesar 15-20 g/ekor/hari dan umur 8-16
minggu mencapai 14-21 g/hari/ekor. Bobot tulang sebesar 7-8
persen dari bobot tubuh (Brahmantiyo dan Raharjo, 2005).
Satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat menghasilkan 8-10
ekor anak dan pada umur 8 minggu, bobot badannya dapat
mencapai 2 kg atau lebih. Seekor induk kelinci dengan bobot
3-4 kg dapat menghasilkan 80 kg karkas/tahun (Zotte, 2002).
Kelinci memiliki karakteristik yang menguntungkan
seperti ukuran tubuh yang kecil dengan lama bunting yang
relatif pendek dengan rata-rata 30-31 hari (Ortiz-Herndanez
dan Rubio-Luzano, 2001). Seekor induk dapat menghasilkan
10 anakan dan jarak kawin kembalinya 35 hari (Mcnitt,
Lukefahr, Cheeke dan Patton, 2013). Kelinci komersial tipe
pedaging utama adalah New Zealand White dan California.
New Zealand White telah mendominasi dalam produksi kelinci
komersial di seluruh dunia dan merupakan kelinci pedaging
utama. Hal ini terutama karena kinerja reproduksi yang unggul
dan performa pertumbuhan serta permintaan bulu kelinci putih
yang meningkat. Bangsa kelinci yang lebih kecil, dewasa
kelamin jauh lebih awal dari keturunan yang lebih berat.
Kelinci kecil Polandia pada 4 bulan usia, kelinci kategori
sedang seperti New Zealand White dan California di 4,5-5,5
bulan, dan kelinci kategori besar seperti Flemish pada 6-7
bulan siap untuk memulai produksi (Mcnitt, et al. 2013).
Kelinci New Zealand White mempunyai nilai tertinggi
untuk efisiensi pakan. Hal ini disebabkan karena rendahnya
9
penyerapan panas secara langsung berhubungan dengan
sedikitnya pigmen yang dimiliki New Zealand White sehingga
tidak mempengaruhi nafsu makannya. Konsumsi pakan lebih
baik dibanding kelinci tidak albino, hal ini berdampak pada
kecepatan pertumbuhan. Kelinci New Zealand White memiliki
efisiensi pakan terbaik selain dikarenakan lapisan pigmennya
tetapi juga oleh kemampuan genetiknya untuk mentoleransi
suhu dan kelembaban yang tinggi di wilayah tropis. Kelinci
jantan memiliki nilai tertinggi rata-rata konsumsi pakan
78,44±3,21 g/hari dibandingkan kelinci betina konsumsi
74,17±3,08 g/hari. Kelinci betina memiliki rata-rata
pertambahan bobot badan rendah yaitu 16,49±0,76 g/hari dan
total pertambahan bobot badan 923,34±47,21 g/hari,
dibandingkan kelinci jantan dengan rata-rata pertambahan
bobot badan harian 18,79± 0,25 g/hari dan total pertambahan
bobot badan 1.052,37±54,37 g/hari (Fadare, 2015).
Ternak jantan pada umumnya lebih diprioritaskan
sebagai ternak potong karena memiliki pertumbuhan yang
lebih cepat dari pada betina. Pertumbuhan kelinci yang tinggi
akan mempengaruhi bobot potong dan karkas yang dihasilkan.
Kelinci jantan cenderung memiliki bobot dan persentase
karkas lebih tinggi daripada betina (Haryoko dan Warsiti,
2008). Kerapatan tinggi (24 kelinci/m) meningkatkan
mortalitas, scabies, dan jumlah kelinci yang terluka
meningkat. Pengaruh cekaman panas, direkomendasikan
kerapatan maksimum 18 kelinci/m (atau 34 kg/m pada akhir
penggemukan) untuk mencegah kesulitan penanganan dan
memaksimalkan produksi kelinci (kg/m) (Villalobos, Guillén,
dan García, 2008).
10
2.2 Kebutuhan Nutrisi Kelinci
Kebutuhan nutrisi kelinci untuk pertumbuhan, hidup
pokok, bunting dan laktasi tertera pada Tabel 1. Jumlah pakan
yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh
kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci.
Pemberian pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan
kering tertera pada Tabel 2. Jumlah pemberian pakan
bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan bobot
badan kelinci. Williamson dan Payne (1993), menyatakan
bahwa secara garis besar pakan ternak dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis yaitu, hijauan dan konsentrat. Peternakan
kelinci intensif, hijauan diberikan 60-80%, sisanya konsentrat
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kelinci Nutrien Kebutuhan Nutrisi Kelinci
Pertumbuhan Hidup
Pokok
Bunting Laktasi
Digestible Energy
(kcal/kg)
2500 2100 2500 2500
TDN (%) 65 55 58 70
Protein Kasar (%) 16 12 15 17
Lemak (%) 2 2 2 2
Serat Kasar (%) 10-12 14 10-12 10-12
Ca (%) 0,45 - 0,40 0,75
P (%) 0,55 0,50
Metionin+Cystine 0,60 0,60
Lysin 0,65 0,75
Sumber : NRC (1977)
11
Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Kelinci Status Bobot Badan
(BB) (kg)
Kebutuhan Bahan Kering
(%BB) (g/ekor/hari)
Muda 1,8-3,2 6,2-5,4 112-173
Dewasa 2,3-6,8 4-3 92-204
Bunting 2,3-6,8 5-3,7 115-251
Menyusui
dengan anak 7
ekor
4,5 11,5 520
Sumber : NRC (1997)
2.3 Pakan Konsentrat
Pakan konsentrat adalah campuran bahan pakan yang
mengandung nilai gizi yang tinggi yang perlu dicampur
dengan bahan pakan lain dengan persentase tertentu untuk
mendapatkan pakan yang seimbang dan dapat memenuhi
kebutuhan pakan ternak (BSI, 2009). Menurut Kartasudjana
(2001) yang biasa dihasilkan oleh pabrik adalah konsentrat,
bentuk yang dibuat dapat berbentuk partikel kecil (mash),
bentuk kompak (pellet), agregat (crumble), dan kubus (cubes).
Mash adalah pakan konsentrat yang bentuknya berupa butiran.
Pembuatan mash dilakukan secara mekanis yaitu dengan cara
dihancurkan dengan alat penghancur. Ukuran partikel dapat
disesuaikan dengan menggunakan saringan. Pellet adalah
bentuk konsentrat yang dibentuk dengan menekan dan
memadatkannya melalui lubang cetakan secara mekanis.
Crumble adalah bentuk pakan konsentrat yang telah dibentuk
jadi pellet kemudian ukurannya dikurangi menggunakan
gilingan dengan ukuran yang partikel yang diinginkan.
Konsumsi pakan kelinci yang diberikan pakan pellet
ukuran pendek lebih tinggi dibandingkan konsumsi kelinci
yang diberikan pakan pellet ukuran panjang tetapi konsumsi
12
kelinci yang diberikan pellet ukuran panjang lebih tinggi
dibanding konsumsi kelinci yang diberikan pakan mash.
Kelinci yang diberi pakan pellet memiliki berat badan yang
sama tetapi lebih cepat tumbuh dibanding yang diberi pakan
mash. Pellet panjang lebih baik dibandingkan pellet pendek
dan kurang efisien pada pakan mash (Fomunyam dan
Ndoping, 2000).
Pellet atau crumble sedikit lebih mahal dibandingkan
bentuk mash. Mash adalah bentuk pakan komplit yang di
tumbuk halus dan di campur sehingga tidak mudah dipisahkan
antar bahan pakan sehingga memenuhi pakan seimbang.
Sistem pemberian pakan pellet adalah modifikasi sistem mash.
Mekanisme pembuatan mash menjadi pellet kering yang keras
atau disebut “biji-bijian buatan”. Pellet adalah bentuk pakan
komplit yang dipadatkan dan ditekan menjadi ukuran sekitar
diameter 1/8 inci dan panjang 1/4 inci. Keuntungan terbesar
dalam menggunakan bentuk pellet adalah sedikit pakan
pemberian yang terbuang. Kelemahannya adalah pellet lebih
mahal 10 % dari pada pakan bukan pellet (Jahan,
Asaduzzaman, dan Sarkar, 2006). Menurut Jiao, Maltecca,
Gray dan Cassady (2014) ada korelasi positif antara
pertumbuhan dan konsumsi pakan sama dengan korelasi
positif antara rata-rata pertambahan bobot badan harian dan
konversi pakan. Konsumsi pakan secara umum menunjukkan
konsumsi bahan kering yaitu berat bahan pakan yang
terkonsumsi dikurangi kandungan kadar air.
Kelinci lepas sapih akan mengkonsumsi sekitar 55-
170 g/hari. Kelinci menunjukkan kesukaan yang kuat untuk
pakan pellet dibandingkan pakan yang sama dalam bentuk
mash. Pellet harus padat dan kokoh. Pellet harus 6 mm atau
kurang panjang dari itu dan 5 mm atau kurang dari diameter
13
itu. Kelinci lepas sapih akan tidak memakan sejumlah besar
pakan pellet jika ukuran pellet terlalu besar, mereka akan
mengambil pellet yang berukuran satu gigitannya dan
membiarkan sisanya (Mcnitt, et al. 2013).
2.4 Persentase Karkas
Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa pada
bobot potong yang sama kelinci peranakan New Zealand
White jantan dan betina menghasilkan bobot dan persentase
karkas serta komponen fisik karkas (daging, tulang dan lemak)
yang relatif sama. Peningkatan bobot potong diikuti oleh
peningkatan berat karkas dan persentase karkas beserta
komponen fisik karkas, sedangkan persentase tulang karkas
cenderung menurun. Persentase karkas yang dinyatakan oleh
Gillespie (2004) bahwa dengan bobot hidup sekitar 1,8-2,1 kg
menghasilkan produksi karkas yang berkualitas baik, dengan
persentase karkas sebesar 50-59%.
Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa pada
umur yang masih muda kelinci masih dalam masa
pertumbuhan yang cepat dan pertumbuhannya relatif sama
antara jantan dan betina. Umur yang lebih tua pada umumnya
akan terjadi perubahan pertumbuhan komponen karkas, karena
pada saat itu tulang sudah mulai stabil dan lemak tubuh akan
cepat meningkat. Brahmantiyo dan Raharjo (2009)
menyatakan bahwa peningkatan bobot potong dapat
meningkatkan bobot karkas, tetapi persentase karkas tidak
selamanya meningkat. Milisits, Romavari, Szendrö, Masoreo
dan Bergoglio (2000) menyatakan bahwa efek bobot potong
lebih berpengaruh dibdaning umur potong pada persentase
karkas.
14
Fryers memenuhi 85 persen pasar kelinci untuk
daging. Bangsa kelinci sedang memiliki rata-rata bobot 1,7
hingga 2,0 kg. Fryer persentase karkas bervariasi dari 50-60 %
dari bobot potong, dan 75-80 % dari karkas bisa dikonsumsi.
Kelinci yang memiliki bobot potong lebih dari 3 kg disebut
sebagai stewers. Harga stewers jauh lebih murah dibandingkan
fryer. Persentase karkas dari 55-65 % dari bobot potong.
Ternak tanpa pakan dan minum selama beberapa jam sebelum
disembelih sehingga pakan yang tersisa dalam jumlah sedikit
di saluran pencernaan, persentase karkas akan lebih tinggi
(Mcnitt, et al. 2013).
2.5. Retail Cuts Karkas kelinci selalu di jual dalam bentuk utuh atau
whole carcass, penjualan dalam retail cut menaikkan harga
jual dengan pinggang dan kaki bagian belakang merupakan
retail cuts paling mahal (Herndanez, Aliaga, Pla dan Blasco,
2004). Retail cuts kelinci terdiri dari potongan karkas bagian
kaki kedepan, leher-dada, pinggang dan kaki belakang (Blasco
dan Ouhayoun, 1993). Bagian-bagian potongan komersial
memberikan gambaran potensi ekonomis daging kelinci.
Potongan komersial seperti pinggang dan kaki belakang
merupakan potongan yang bernilai ekonomis tertinggi
dibandingkan potongan kaki depan dan leher-dada. Evaluasi
karkas berdasarkan proporsi retail cuts dapat memberikan
gambaran hasil akhir secara ekonomis (Brahmantyo dan
Raharjo, 2009)
Pembagian karkas menjadi bagian-bagian terpenting
memungkinkan perbandingan antara bagian tertentu pada
karkas. Peningkatan berat retail cuts akan meningkatkan
profitabilitas (Agunbiade, 2009). Pengembangan produk
15
seperti retail cuts penting untuk memenuhi permintaan pasar
yang berubah. Pengetahuan tentang sifat-sifat karkas seperti
berat dan persentase retail cuts dan meat bone ratio sangat
penting untuk pasar modern. Hal yang sangat penting tentang
retail cuts yaitu mencerminkan perkembangan otot dan
peningkatannya linear dengan bertambahnya umur
(Bianospino E. Wechsler, Ferndanes, Roça, dan Moura, 2006).
Combes, Gidenne, Jehl dan Feugier (2003) menyatakan bahwa
proporsi kaki belakang dan bagian belakang akan meningkat
pada kelinci yang diberi pakan ad libitum. Zotte (2002)
menyatakan bahwa persentase pinggang 23-28% dan kaki
belakang 27-29% dari karkas sehingga menjadikan bagian
yang memiliki persentase terbesar
.
2.6. Meat Bone Ratio
Meat bone ratio adalah parameter untuk
memperkirakan kualitas karkas pada ternak kecil seperti
kelinci (Rosalie, Dojan, dan Savu, 2007). Kelinci peranakan
New Zealand White jantan cenderung memiliki bobot,
persentase daging dan tulang karkas yang lebih tinggi daripada
betina, sebaliknya kelinci betina memiliki persentase lemak
yang lebih tinggi daripada jantan. Perubahan pertumbuhan
komponen karkas akan terjadi setelah umur dewasa tercapai,
karena pada saat itu tulang sudah mulai stabil dan lemak tubuh
akan cepat meningkat. Peningkatan persentase daging dan
lemak karkas merupakan kompensasi dari penurunan
persentase tulang karkas (Haryoko dan Warsiti, 2005).
Cunningham dan Acker (2001) menyatakan bahwa
persentase daging dan tulang pada ternak muda relatif tinggi
dan persentase lemak karkasnya rendah, sebaliknya pada
ternak yang lebih tua persentase lemak lebih tinggi tetapi
16
persentase daging dan tulang lebih rendah. Brahmantiyo dan
Raharjo (2009) yang menyatakan bahwa berat tulang kelinci
betina lebih tinggi dari jantan. Herndanez, et al. (2004)
menyatakan bahwa kelinci yang dipotong pada umur muda
menghasilkan lemak karkas dan meat bone ratio lebih rendah
dibandingkan kelinci yang lebih tua.
Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa
persentase tulang antara kelinci jantan dan betina berbeda
tidak nyata. Aberle, Forest, Hedrick, Judge dan Merkel (2001)
menyatakan bahwa semakin tinggi nilai meat bone ratio
menunjukkan bahwa kualitas karkas semakin baik, karena
meat bone ratio dapat menggambarkan tinggi rendahnya hasil
daging dan tulang dari karkas. Meat bone ratio yang tinggi
menunjukkan bahwa hasil daging dari karkas lebih tinggi.
17
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 April – 6
Juni 2015 di peternakan kelinci mandiri milik bapak Winarto
di Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
3.2 Materi Penelitian
3.2.1. Kelinci
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kelinci jenis New Zealand White berjumlah 32 ekor berjenis
kelamin jantan. Kelinci dikelompokkan menjadi 4 kategori
bobot badan yaitu besar: 812-1074 (K1), sedang: 650-811
(K2), kecil: 459-649 (K3), dan sangat kecil: 347-458 g (K4),
Umur kelinci yang digunakan berkisar berumur 45-60 hari
dengan bobot badan rata-rata K1: 950+ 106,11, K2: 725,87+
61,55, K3: 570,5+ 55,68, dan K4: 411+ 45,87 g/ekor.
3.2.2. Kandang dan Peralatan Kelinci ditempatkan pada kandang battery berjumlah
16 buah dengan ukuran 70 x 60 x 50 cm. Masing-masing
kelinci ditimbang untuk menentukan kelompok bobot. Kelinci
kemudian dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu badan
besar, sedang, kecil, dan sangat kecil, dalam setiap kelompok
kandang perlakuan berisi 2 ekor kelinci. Kelinci diberi 4
perlakuan berupa bentuk konsentrat yaitu pellet, crumble,
mash dan pasta. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain:
18
1. Timbangan duduk dengan kapasitas 5 kg dengan
ketelitian 1 g digunakan untuk menimbang bobot
hidup, berat karkas, dan berat potongan karkas.
2. Tas kresek yang digunakan sebagai tempat
pemisahan antara karkas dengan non karkas (kulit,
kepala, ekor, dan organ dalam).
3. Pisau yang digunakan untuk memotong kelinci
4. Tempat pakan dan minum
5. Peralatan dan perlengkapan kandang lainnya.
3.2.3. Pakan Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat pellet
kelinci komersial merk Guyofeed Produksi PT. Citra Ina
Feedmill. Konsentrat dibeli dalam bentuk pellet, diperlukan
penggilingan terlebih dahulu untuk mendapatkan konsentrat
dalam bentuk mash dan crumble, sedangkan konsentrat bentuk
pasta/basah dibuat dengan mencampurkan konsentrat bentuk
mash dengan air. Jumlah pemberian pakan konsentrat pada
kelinci adalah 30 %. Pemberian pakan konsentrat diberikan
pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan sore hari pukul 16.00
WIB. Menurut Williamson dan Payne (1993), menyatakan
bahwa secara garis besar pakan ternak dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis yaitu hijauan dan konsentrat. Pada
peternakan kelinci intensif, hijauan diberikan 60-80%, sisanya
konsentrat.
Pakan hijauan yang digunakan adalah daun kubis
bunga (Brassica oleraceae var. Botrytis). Daun kubis bunga
terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkan kotoran yang
melekat kemudian diangin-anginkan selama semalam agar
embun-embun yang menempel dalam hijauan menguap,
kemudian daun kubis bunga bisa diberikan pada kelinci.
19
Jumlah pemberian pakan hijauan pada kelinci adalah 70%.
Pemberian pakan hijauan diberikan pagi hari pukul 07.00 WIB
dan sore hari pukul 16.00 WIB.
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Daun Kubis Bunga dan
Konsentrat Guyofeed
Sumber: Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
3.3 Metode Penelitian
Metode percobaan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK), materi ternak di kelompokan berdasarkan
bobot badan kelinci. Penelitian ini terdapat 4 perlakuan yaitu
pellet, crumble, mash dan pasta. Kelinci dikelompokkan
menjadi 4 kelompok berdasarkan bobot badan yaitu besar
(K1), sedang (K2), kecil (K3), dan sangat kecil (K4) sehingga
menggunakan 16 kandang battery. Kelinci berjumlah 2 ekor
tiap kandang perlakuan, sehingga jumlah kelinci yang
digunakan adalah 32 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu:
P1: Hijauan + Konsentrat berbentuk pellet
P2: Hijauan + Konsentrat berbentuk crumble
P3: Hijauan + Konsentrat berbentuk mash
P4: Hijauan + Konsentrat berbentuk pasta
20
Tahapan Penelitian
a.Tahap Persiapan:
Tahap persiapan dilakukan sebelum tahap penelitian
dilaksanakan. Tahap persiapan yang dilakukan antara lain
mempersiapkan kandang dan peralatan, melakukan sanitasi
kandang, penataan dan pelabelan kandang sesuai
perlakuan, penyediaan kelinci New Zealand White lepas
sapih dengan estimasi umur +2 bulan. Penyediakan daun
kubis bunga dan pakan pellet komersil kelinci Guyofeed.
b. Tahap Pelaksanaan
Kelinci berjumlah 32 dikelompokkan menjadi 4
kategori kelompok bobot badan yaitu besar (K1), sedang
(K2), kecil (K3) dan sangat kecil K4. Kelinci kemudian di
bedakan sesuai Perlakuan yaitu P1: pellet, P2: crumble, P3:
mash dan P4: pasta. Kelinci berjumlah 2 ekor pada tiap
kandang. Kelinci di adaptasikan terhadap lingkungan dan
pakan perlakuan selama 7 hari.
Kelinci sebelum dipotong, dipuasakan selama 12 jam
untuk mengosongkan isi usus. Kelinci diambil secara acak
untuk dipotong, lalu ditimbang bobotnya sebelum
dipotong. Kelinci dipotong dengan cara memotong bagian
leher dengan memotong bagian vena jugularis, arteri
carotis, trakea, dan esophagus. Trimming yaitu dengan
menggantung kaki kelinci belakang dibagian atas,
kemudian pengulitan mulai dari kaki belakang ke arah
kepala. Organ dalam dikeluarkan dengan cara kulit perut
disayat kemudian jeroan dikeluarkan. Karkas dan bagian
non karkas dipisahkan dengan memotong kepala, ekor,
organ dalam, dan kulit. Berat karkas ditimbang dan
persentase karkas dihitung, kemudian karkas dipotong
menjadi retail cut. Berat retail cut (kaki depan, leher-dada,
21
pinggang dan kaki belakang) ditimbang dan dicatat.
Pemisahkan daging dan tulang pada karkas lalu ditimbang
berat tulang dan daging karkas, angka meat bone ratio
didapatkan.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kualitas
fisik karkas kelinci yang meliputi :
1.Persentase karkasahin Lgi euy..)
Berat karkas adalah bobot tubuh kelinci dikurangi
dengan berat kulit, berat kepala, berat telapak kaki,
berat ekor, berat organ dalam serta darah.
Bobot karkas = Bobot total –Berat ( kulit +
kepala + telapak kaki + ekor
+organ dalam + darah)
Persentase karkas = Berat karkas (Kg )
Bobot hidup (Kg ) × 100 %.
(Herndanez, et al. 2004)
2..Berat retail cut
Retail cut adalah potongan karkas yang terdiri dari
bagian kaki depan, dada-leher, pinggang dan kaki
belakang (Blasco dan Ouhayoun, 1993)
3.Meat bone ratio
Angka yang menunjukkan proporsi daging terhadap
tulang. Perbandingan daging dan tulang
dipengaruhi oleh dua komponen yaitu bobot daging
dan bobot tulang karkas.
𝑀𝑒𝑎𝑡 𝑏𝑜𝑛𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = daging g : tulang (g)
22
3.4 Analisis Statistik
Data yang diperoleh ditabulasi dengan menggunakan
program excel, sedangkan data diolah dengan analisis ragam
(ANOVA) dari Rancangan Acak Kelompok, bila hasil analisis
ragam menunjukkan perbedaan nyata, dilanjutkan dengan uji
jarak berganda Duncan. Menurut Rahmawati (2008) model
matematik untuk Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai
berikut:
Yij = µ + πi + βj + εij
Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada
kelompok ke-j
µ = nilai tengah umum
πi = tambahan akibat pengaruh perlakuan ke-i
βj = tambahan akibat pengaruh kelompok ke-j
εij = tambahan akibat acak galat percobaan dari
perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
i = 1, 2, 3, 4...t
j = 1, 2, 3, 4...r
3.6. Batasan Istilah
Konsentrat : Pellet komersial Guyofeed
produksi PT. Citra Ina Feedmill.
23
Mash : Hasil penggilingan pellet Guyofeed
yang berbentuk tepung.
Crumble : Hasil penggilingan pellet Guyofeed
yang berbentuk pellet pecah.
Pellet : Pellet komersial Guyofeed produksi
PT. Citra Ina Feedmill.
Pasta : Pakan bentuk mash yang di campur
dengan air perbandingan 1 : 1 .
Peranakan
New Zealand White : Kelinci yang memiliki penampilan
dan ciri-ciri fisik New Zealand White
yaitu mempunyai mata merah, dada
yang penuh, badannya medium namun
terlihat bundar dan gempal, kaki
depan agak pendek, kepala besar dan
agak bundar, telinga agak besar dan
tebal dengan ujungnya yang sedikit
membulat, serta bulunya sangat tebal
namun halus dan tidak jelas recording
persilangannya. .
Kualitas fisik karkas : Kualitas karkas yang dihasilkan
dilakukan pengecekan fisik tanpa
melalui uji laboratorium seperti
persentase karkas, bobot retal cuts.dan
meat bone ratio. .
24
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil penelitian pengaruh bentuk pakan konsentrat
terhadap persentase karkas, bobot retail cuts dan meat bone
ratio kelinci peranakan New Zealand White tercantum pada
Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh perlakuan terhadap variable penelitian
4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Karkas
Rata-rata persentase karkas kelinci New Zealand
White selama penelitian disajikan pada Tabel 4. Kelinci New
Zealand White yang akan dipotong dipuasakan selama 12 jam
agar isi saluran pencernaan tidak mempengaruhi persentase
karkas dan menujukkan persentase karkas sebenarnya.
Soeparno (2005), faktor-faktor yang menentukan persentase
karkas adalah umur, berat badan, perlemakan, dan isi saluran
pencernaan.
Rata-rata persentase yang dihasilkan tercantum pada
Tabel 4 berurutan dari P1, P2, P3 dan P4 adalah 47,46; 47,39;
47,73; dan 45,85%. Tabel 4 menunjukkan rata-rata persentase
karkas tertinggi pada perlakuan P3 yaitu pemberian pakan
konsentrat dalam bentuk mash dan rata-rata persentase
terendah pada perlakuan P4 yaitu pemberian pakan konsentrat
26
dalam bentuk pasta. Persentase karkas hasil penelitian ini lebih
rendah dibandingkan hasil penelitian Yal, Onba dan Onba
(2006) melaporkan bahwa kelinci New Zealand White jantan
dan betina yang dipotong pada umur 11 minggu memberikan
pengaruh yang tidak nyata terhadap bobot dan persentase
karkas, masing-masing 822 g dan 48,77 % pada kelinci jantan,
sedangkan pada kelinci betina sebesar 849 g dan 48,69 %.
Persentase karkas yang rendah, diduga karena bobot potong
dan berat karkas yang rendah sehingga menghasilkan
persentase karkas yang rendah pula.
Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap
persentase karkas menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
(P>0,05). Konsumsi pakan berbeda sangat nyata seperti yang
terlampir pada Lampiran 4. Hasil analisis ragam yang tidak
berbeda nyata antar perlakuan diduga berhubungan dengan
ukuran partikel pakan. Bentuk pakan yang memiliki ukuran
partikel lebih besar seperti bentuk pellet dan crumble
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam usus untuk
dipecah menjadi butiran-butiran sehingga penyerapan lebih
maksimal. Nugroho, Budhi dan Panjono dkk (2012) pakan
yang lebih lama berada dalam usus akan lebih lama
bersinggungan dengan villi usus, akibatnya nutrisi yang bisa
dicerna menjadi lebih banyak dari pada pakan yang sebentar
berada dalam usus halus. Perlakuan konsentrat bentuk pasta
diduga lebih lama dalam usus dibandingkan bentuk pellet,
crumble dan mash, hal ini dikarenakan bobot potong rata-rata
tertinggi adalah perlakuan bentuk pakan pasta yaitu 1.853 g.
Persentase karkas yang tidak berbeda nyata dalam
penelitian ini disebabkan juga oleh persentase non karkas
kelinci yang lebih tinggi dibandingkan persentase karkas. Hal
ini sesuai pendapat Wardhana, Satrya, Sudiyono dan Dewanti
27
(2014) yang mengatakan bahwa non karkas sangat
mempengaruhi produksi karkasnya. Rendahnya persentase non
karkas kelinci akan menghasilkan persentase karkas yang
tinggi. Faktor lain penyebab tidak berbeda nyata pada
persentase karkas, dikarenakan kandungan nutrisi tiap
perlakuan yang tidak berbeda dan hanya memiliki perbedaan
bentuk pakan pemberian saja. Hal ini sesuai pendapat
Soeparno (2005) menyatakan bahwa persentase karkas banyak
dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pakan.
Bobot potong akan mempengaruhi berat karkas yang
dihasilkan, sedangkan persentase karkas merupakan hasil dari
berat karkas dibagi bobot potong dan dikalikan 100 %. Hasil
yang tidak berbeda nyata terhadap persentase karkas ini
diduga disebabkan oleh bobot potong kelinci yang juga
berbeda tidak nyata. Hal tersebut dikarenakan nilai persentase
karkas sangat dipengaruhi oleh besarnya bobot potong dan
berat karkas, karena terdapat hubungan antara persentase
karkas dan bobot potong. Gondret, Larxul, Combes dan
Rochambeau (2005) menyatakan bahwa pada bobot potong
2.306 g, dihasilkan berat karkas antara 1.313-1.358 g dengan
persentase karkas antara 56,70-68,60%. Mujilah (2007)
menyatakan bahwa terdapat kecenderungan proporsi bagian-
bagian tubuh yang menghasilkan daging (kaki belakang,
pinggang, dada, dan leher) akan bertambah besar sesuai
dengan bertambahnya bobot badan, sehingga berat karkas
yang dihasilkan dipengaruhi oleh bobot potong dari ternak
yang bersangkutan.
28
4.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Retail Cuts
Rata-rata bobot retail cut kelinci New Zealand White
selama penelitian disajikan pada Tabel 4. Rata-rata bobot
retail cuts yang dihasilkan pada penelitian ini tertera pada
Tabel 4 yang berurutan kaki depan dari P1, P2, P3 dan P4
adalah: 134; 139; 119 dan 132,5 g, leher-dada berurutan dari
P1, P2, P3 dan P4 adalah: 230,25; 225,75; 204 dan 222,75 g,
pinggang berurutan dari P1, P2, P3 dan P4 adalah: 250; 230;
219,25 dan 214,75 g dan kaki belakang berurutan dari P1, P2,
P3 dan P4 adalah: 243,5; 249,25; 226,25 dan 256,5 g. Rataan
di atas diketahui bahwa kaki belakang merupakan retail cuts
yang memiliki proporsi paling besar. Hal ini dikarenakan kaki
belakang merupakan retail cuts yang paling banyak memiliki
tulang. Penelitian Metzger (2004) menyatakan bahwa pada
bagian kaki belakang disebabkan bagian tersebut paling
banyak memiliki tulang.
Bobot retail cuts pada Tabel 4 diperoleh rataan
tertinggi pada kaki belakang dan pinggang, sedangkan rataan
bobot retail cuts terendah yaitu kaki depan dan leher-dada.
Kaki belakang merupakan retail cuts yang memiliki bobot
tertinggi dibandingkan potongan komersil kaki depan, leher-
dada dan pinggang. Brahmantyo dan Raharjo (2009) potongan
komersial seperti pinggang dan kaki belakang merupakan
potongan yang bernilai ekonomis tertinggi dibandingkan
potongan kaki depan dan dada.
Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pengaruh
perlakuan terhadap bobot retail cuts tidak berbeda nyata
(P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata ini terjadi diduga
bentuk pakan mempengaruhi lama pakan dalam saluran dan
lama waktu penyerapan nutrisi pakan dalam usus yang
mempengaruhi pertambahan bobot badan harian sesuai
29
Lampiran 5, tetapi tidak mempengaruhi bobot karkas sesuai
pada Tabel 4. Sebagaimana diketahui bahwa retail cuts
merupakan potongan-potongan bagian karkas sehingga jika
bobot karkas tidak berbeda nyata seperti ditunjukkan dari
persentase karkas yang tidak berbeda nyata, maka retail cuts
tidak akan berbeda nyata juga.
Hasil yang tidak berbeda nyata pada bobot retail cuts
ini diduga karena sejalan dengan persentase karkas yang tidak
berbeda nyata. Mujilah (2007) menyatakan bahwa terdapat
kecenderungan proporsi bagian-bagian tubuh yang
menghasilkan daging (kaki belakang, pinggang, dada dan
leher) akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya
bobot badan, sehingga bobot karkas yang dihasilkan
dipengaruhi oleh bobot potong dari ternak yang bersangkutan.
Rata-rata berat retail cut kelinci New Zealand White selama
penelitian disajikan pada Tabel 4. Rata-rata berat retail cuts
yang dihasilkan pada penelitian ini tertera pada Tabel 4 yang
kaki depan berurutan dari P1, P2, P3 dan P4 adalah: 134; 139;
119 dan 132,5 g, leher-dada berurutan dari P1, P2, P3 dan P4
adalah: 230,25; 225,75; 204 dan 222,75 g, pinggang berurutan
dari P1, P2, P3 dan P4 adalah: 250; 230; 219,25 dan 214,75 g
dan kaki belakang berurutan dari P1, P2, P3 dan P4 adalah:
243,5; 249,25; 226,25 dan 256,5 g. Rataan di atas diketahui
bahwa kaki belakang merupakan retail cuts yang memiliki
proporsi paling besar. Hal ini dikarenakan kaki belakang
merupakan retail cuts yang paling banyak memiliki tulang.
Penelitian Metzger (2004) menyatakan bahwa pada bagian
kaki belakang disebabkan bagian tersebut paling banyak
memiliki tulang.
Berat retail cuts pada Tabel 4 diperoleh rataan
tertinggi pada kaki belakang dan pinggang, sedangkan rataan
30
berat retail cuts terendah yaitu kaki depan dan leher-dada.
Kaki belakang merupakan retail cuts yang memiliki berat
tertinggi dibandingkan potongan komersil kaki depan, leher-
dada dan pinggang. Brahmantyo dan Raharjo (2009) potongan
komersial seperti pinggang dan kaki belakang merupakan
potongan yang bernilai ekonomis tertinggi dibandingkan
potongan kaki depan dan dada.
Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pengaruh
perlakuan terhadap berat retail cuts tidak berbeda nyata
(P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata ini terjadi diduga
bentuk pakan mempengaruhi lama pakan dalam saluran dan
lama waktu penyerapan nutrisi pakan dalam usus yang
mempengaruhi pertambahan bobot badan harian sesuai
Lampiran 5, tetapi tidak mempengaruhi berat karkas sesuai
pada Tabel 4. Sebagaimana diketahui bahwa retail cuts
merupakan potongan-potongan bagian karkas sehingga jika
berat karkas tidak berbeda nyata seperti ditunjukkan dari
persentase karkas yang tidak berbeda nyata, maka retail cuts
tidak akan berbeda nyata juga.
Hasil yang tidak berbeda nyata pada berat retail cuts
ini diduga karena sejalan dengan persentase karkas yang tidak
berbeda nyata. Mujilah (2007) menyatakan bahwa terdapat
kecenderungan proporsi bagian-bagian tubuh yang
menghasilkan daging (kaki belakang, pinggang, dada dan
leher) akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya
berat badan, sehingga berat karkas yang dihasilkan
dipengaruhi oleh bobot potong dari ternak yang bersangkutan.
31
4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Meat Bone Ratio
Menurut Rosalie, et al. (2007) meat bone ratio adalah
parameter untuk memperkirakan kualitas karkas pada ternak
kecil seperti kelinci. Soeparno (2005) menyatakan bahwa
daging merupakan semua jaringan hewan dan semua produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang layak untuk
dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi
yang memakannya. Rasio atau perbandingan daging dan
tulang menunjukkan besarnya bagian dari seekor ternak yang
dapat dikonsumsi. Nilai rasio yang semakin besar maka akan
semakin besar pula bagian yang dapat dikonsumsi. Rata-rata
meat bone ratio kelinci New Zealand White selama penelitian
disajikan pada Tabel 4.
Rata-rata meat bone ratio yang dihasilkan pada
penelitian ini masing-masing berurutan dari P1, P2, P3 dan P4
adalah 2,14; 2,36; 2,20; dan 2,23. Hasil penelitian ini lebih
rendah dibandingkan hasil penelitian Yal, et al. (2006) yang
menunjukkan meat bone ratio kelinci New Zealand White
adalah 5,29; 5,30 dan 5,28. Hal ini dikarenakan perbedaan
cara untuk mendapatkan meat bone ratio, dalam penelitian
Yal, et al. (2006) hanya menggunakan kaki bagian belakang
untuk menentukan meat bone ratio. Penelitian ini
menggunakan keseluruhan daging dan tulang karkas untuk
menentukan meat bone ratio sehingga menghasilkan meat
bone ratio yang lebih rendah.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh
perlakuan terhadap meat bone ratio tidak berbeda nyata
(P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata ini terjadi diduga
bentuk pakan mempengaruhi lama pakan dalam saluran dan
penyerapan nutrisi pakan dalam usus yang mempengaruhi
pertambahan bobot badan harian sesuai Lampiran 5, tetapi
32
tidak mempengaruhi berat karkas sesuai pada Tabel 4. Hasil
analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap meat bone ratio
menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05). Hasil
yang tidak berbeda nyata ini disebabkan karena berat daging
dan berat tulang karkas yang tidak berbeda nyata pula, hal ini
disebabkan karena meat bone ratio dipengaruhi oleh besarnya
berat tulang dan daging karkas. Hal ini berarti jika berat tulang
lebih besar daripada berat daging, akan dihasilkan meat bone
ratio yang rendah. Sebaliknya jika berat tulang lebih rendah
daripada berat daging, akan dihasilkan meat bone ratio yang
tinggi. Faktor lain penyebab rendahnya meat bone ratio,
dikarenakan persentase karkas yang tidak berbeda nyata
sehingga meat bone ratio tidak nyata. Hal ini sesuai pendapat
Rihi (2004) peningkatan persentase karkas yang rendah
memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap persentase
daging dan tulang karkasnya.
Herndanez, et al. (2004) menyatakan bahwa kelinci
yang dipotong pada umur muda (9-13 minggu) menghasilkan
lemak karkas dan imbangan daging dan tulang lebih rendah
dibandingkan kelinci yang lebih tua. Cunningham dan Acker
(2001) menyatakan bahwa persentase daging dan tulang pada
ternak muda relatif tinggi dan persentase lemak karkasnya
rendah. Sebaliknya pada ternak yang lebih tua persentase
lemak lebih tinggi tetapi persentase daging dan tulang lebih
rendah. Tingkat perubahan persentase daging, tulang dan
lemak karkas dipengaruhi oleh spesies, bangsa, tipe ternak,
pakan dan jenis kelamin. Ternak jantan perdagingannya lebih
tinggi dari pada betina pada umur dan berat yang sama.
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Pemberian pakan konsentrat dalam berbagai bentuk
pemberian dalam pakan kelinci menghasilkan kualitas fisik
karkas kelinci yang sama yang meliputi persentase karkas,
berat retail cuts (kaki belakang, leher-dada, pinggang dan kaki
depan) dan meat bone rasio.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pemberian pakan
konsentrat dalam berbagai bentuk menghasilkan kualitas fisik
karkas kelinci yang sama sehingga pemberian pakan
konsentrat untuk kelinci lebih baik diberikan dalam bentuk
mash atau pasta oleh peternak.
34
35
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E. D., Forest, C. J., Hedrick, H. B., Judge, M. D. and
Merkel, R.A. 2001. The Principle of Meat Science. W.H.Freeman and Co. San Fransisco.
Agunbiade, J. A. 2009. Meat From Wheat: Animal Feed Resources In A Flux. 52nd., Inaugural Lecture,
Olabisi Onabanjo University, Ago-Iwoye, Nigeria.
93p.
Al-Dobaib, S. N. 2010. Effect of diets on growth, digestibility,
carcass and meat quality characteristics of four
rabbit breeds. Saudi Journal of Biological Sciences (2010) 17, 83–93
Bianospino, E., Wechsler F. S., Fernandes, S., Roça R.O., and Moura A.S.A.M. T. 2006. Growth, carcass and meat
quality traits of straightbred and crossbred botucatu
rabbits. World Rabbit Sci. 14: 237 – 246
Brahmantiyo, B. dan Raharjo, Y. C. 2005. Pengembangan
Pembibitan Kelinci Di Pedesaan Dalam Menunjang
Potensi Dan Prospek Agribisnis Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha
Agribisnis Kelinci
Brahmantyo, B. dan Raharjo, Y. C. 2009. Karateristik Karkas
dan Potongan Komersial Kelinci Rex dan Satin.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner tahun 2009
Blasco, A., and Ouhayoun J. 1993. Harmonisation of criteria
and terminology in rabbit meat research. Revised Proposal. World Rabbit Sci., 4, 93–99.
36
BSI. 2009. Standar Mutu Pakan Ternak. Badan Standarisasi
Indonesia. Jakarta.
Cunningham, M. and Acker, D. 2001. Animal Science and
Industry. 6th edition. Prentice Hall New Jersey.
Combes, S.T., Gidenne, N.J., and Feugier, A. 2003. Impact Of
A Quantitative Feed Restriction On Meat Quality Of
The Rabbit. In: Proc. Cost Action 848, Working Group 5 Meat Quality, Prague, Czech Republic. 45
p.
Damron, W.S. 2003. Introduction to Animal Science. Global, Biological, Social, and Industry Perspectives. 2nd
Ed. Prentice Hall, New Jersey. pp. 670
Effiong, O.O. and Wogar, G. S. 2007. Litter Performance
Traits Of Rabbits Under Mixed Feeding Regime.
Proc.32nd
Annual Conference of the Nigerian Society of Animal Production pp :155-158
El-Raffa, A. M. 2004. Rabbit production in hot climates. J. 8th
World Rabbit Congres.
Fomunyam, R.T. and Ndoping, B.N. 2000. Utilzation of
pelleted and non pelleted feed by growing rabbit in tropical condition. World Rabbit Science Vol 8
(2):61-62
Fadare, A.O. 2015. Feed utilization of New Zealand White, Californian, Palomino Brown and Havana Black
rabbit in the humid tropics. Sky Journal of
Agricultural Research Vol. 4 (2), pp. 038 - 041
37
Gillespie, R. J. 2004. Modern Livestock and Poultry
Production 7th Delmar Learning. Clifton Park. New
York
Gondret, F., Larzul, C., Combes, C., and Rochambeau, H.
2005. Carcass composition, bone mechanical
properties, and meat quality traits in relation to growth rate in rabbits. Anim. Sci. 2005. 83:1526–
1535
Haryoko, I. dan Warsiti, T. 2005. Pengaruh jenis kelamin dan
bobot potong terhadap karakteristik fisik karkas
kelinci peranakan New Zealand White. Animal
Production Vol.10 No.2. hlm:85-89.
Hernandez, P., Aliaga, S., Pla, M., and Blasco, A. 2004.
Selection for growth rate and slaughter age on carcass composition and meat quality traits in
rabbits. Journal of Animal Science 82 (3) : 654-660.
Jahan, M. S., Asaduzzaman, M. and Sarkar, A. K. 2006.
Performance of broiler feed on mash, pellet and
crumble. International Journal of Poultry Science 5
(3): 265-270, 2006
Jiao, S., Maltecca, C., Gray,K. A., and Cassady, J. P. 2014.
Feed intake, average daily gain, feed efficiency and real-time ultrasound traits in duroc pigs: genetic
parameter estimation and accuracy of genomic
prediction. J. Anim. Sc. 92(6): 7978
Kartasudjana, R. 2001. Teknik Produksi Pakan Ternak. Modul
Program Keahlian Budidaya Ternak.
38
Lebas, F., Coudert, P., Rouvier, R., and Rohambeau, H. D.
1986. The Rabbit Husbandary, Health and
Production. FAO Animal Production and Health
Series No. 21, Rome, Italy.
Mcnitt, J. I., Lukefahr, S. D. Cheeke, P. R. and Patton, N. M.
2013. Rabbit Production 9th Edition. Cabbi: Boston
Metzger, S. Z., Odermatt, M., and Z. S. Szendro. 2004. Examination on the carcass traits of different rabbit
genotypes. 8th World Rabbit Congress, Puebla City,
Mexico.
Milisits, G.I., Romavari, R.I., Szendrö, Z.s., Masoreo, G., and
Bergoglio, G. 2000. The Effect Of Age and Weight
On Slaughter Traits and Meat Composition Of Pannon White Growing Rabbits. In Proc.: 7th World
Rabbit Congress, 4-7 July, 2000, Valencia, Spain.
629-636.
Mirgheleni, S. A., and Golian, A. 2009. Effects of feed form on
development of digestive tract, performance and
carcass traits of broiler chickens. Journal of Animal and Veterinary Advances, 8 (10): 1911-1915.
Mujilah, S. A. 2007. Pengaruh Penggunaan Onggok Fermentasi Dalam Ransum terhadap Persentase
Karkas dan Bukan Karkas Kelinci Lokal Jantan.
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
National Research Council. 1977. Nutrient Requirement of
Rabbit. National Academic of Science, Washington.
39
Nugroho, S. S., Budhi, S. P. S., dan Panjono. 2012 Pengaruh
Penggunaan Konsentrat Dalam Bentuk Pelet Dan
Mash Pada Pakan Dasar Rumput Lapangan Terhadap
Palatabilitas dan Kinerja Produksi Kelinci Jantan. Buletin Peternakan Vol. 36 (3): 169-173,
Ogbu C. C., Ani A. O. and Nwogwugwu P. 2014. Growth performance, feed preference and circadian
variation in behavioural traits of rabbits reared
singly and in group . J Anim Pro Adv 4(8): 488-500
Ortiz., Hernandez J.A., Rubio., and Luzano, MS. 2001. Effect
of breed and sex on rabbit carcass yield and meat
quality. World Rabbit Sc., 9 (2) 51-46
Rahmawati, R. 2008. Penelusuran Keragaman Dalam Blok
Pada Rancangan Acak Kelompok Dengan Intergradien. Media Statistika, Vol. 1, No. 2 : 63-68
Rosalie, B. L., Dojan, C., And Savu, C. 2007. Effects of protein level from forages on the rabbit carcass
quality. Scientific Works. Series C. Veterinary
Medicine. Vol. LX (1)
Rihi, J.L. 2004. Produksi karkas dan kualitas fisik daging
kelinci lokal yang diberikan konsentrat dengan level
protein berbeda. Bulletin Peternakan 28 (2):65-71
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta
Sogunle, O.M., Olatunbosun, O.O., Adeyemi, O.A., Oso,
O.A., Ekunseitan, D.A., and Bello, K.O. 2014.
Feed forms of different particle sizes: growth response, carcass yield and intestinal villus
40
morphology of growing rabbits. Bulletin UASVM
Agriculture 71 (1).
Villalobos,O., Guillén O., and García J. 2008. Effect of cage density on growth and carcass performance of
fattening rabbits under tropical heat stress
conditions. World Rabbit Sci. 16: 89 - 97
Wardhana, R.P., Satrya, F.D., Sudiyono, dan Dewanti, R.
2014. Pengaruh Penggunaan Klobot Jagung Segar Dalam Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering
dan Bahan Organik Serta Produksi Karkas Kelinci
Peranakan New Zealand White Jantan. Buletin
Peternakan Vol. 38 (3): 150-156
Williamson, G. and Payne, W.J.A. 1993. Pengantar
Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yal, S.E., Onba, E.I., and Onba, I. 2006. Effect of sex on
carcass and meat characteristics of New Zeland
White rabbit aged 11 weeks. Asian-Australian
Journal of Animal Science 19 (8) :1212
Zotte, A.D. 2002. Perception of rabbit meat quality and
major factors influencing the rabbit carcass meat
quality. 7th. Livest. Prod. Sci. 75: 11-32.
41
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data dan Analisis Statistik Persentase Karkas
Data Persentase Karkas
Analisis ragam:
Faktor Koreksi FK =(∑x)2
n
=753 ,812
16
= 35514,3
42
JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK
3
j=1
3
i=1
= 47,352+47,952 + 49,762 …+ 46,572 − 35514,3
= 72,5619
JK Perlakuan = Yt2
r - FK
3
i=1
=189,852+189,582+190,952183 ,432
4− 35514,3
= 8,67182
JK Kelompok= Yu2
t - FK
3
i=1
=186 ,912+187 ,642+196,22+183 ,062
4− 35514,3
= 23,0356
JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok
= 72,5619 - 8,67182 – 23,0356
= 40,8546
43
TABEL ANOVA
Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 0,63678. Artinya
perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak
memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)
terhadap persentase karkas.
2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 1,69153.
Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat
tidak memberikan perbedaan pengaruh
(P>0,05) terhadap persentase karkas
44
Lampiran 2. Data dan Analisis Statistik Retail Cuts
Data Kaki Depan
Analisis ragam:
Faktor Koreksi FK =(∑x)2
n
=20992
16
= 275362,6
JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK
3
j=1
3
i=1
= 1342+1392 + 1282 …+ 1282 − 275362,6
= 2544,438
45
JK Perlakuan = Yt2
r - FK
3
i=1
=5372+5562+47625302
4− 275362,6
= 882,6875
JK Kelompok= Yu2
t - FK
3
i=1
=5702+5202 +5212+4882
4− 275362,6
= 858,6875
JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok
= 2544,438 – 882,6875 – 858,688
= 803,0625
46
TABEL ANOVA
Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 3,297455. Artinya
perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak
memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)
terhadap bobot kaki depan.
2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 3,207798.
Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat
tidak memberikan perbedaan pengaruh
(P>0,05) terhadap bobot kaki depan
47
Data Leher-Dada
Analisis ragam:
Faktor Koreksi FK =(∑x)2
n
=35312
16
= 779247,6
JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK
3
j=1
3
i=1
= 2272+2322 + 2452 …+ 2302 − 779247,6
= 7471,438
48
JK Perlakuan = Yt2
r - FK
3
i=1
=9212+9032+81628912
4− 779247,6
= 1599,188
JK Kelompok= Yu2
t - FK
3
i=1
=9242+8782+9112 +8182
4− 7471,438
= 1678,688
JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok
= 7471,438 – 1599,188 – 1678,688
= 4193,563
TABEL ANOVA
49
Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 1,14403. Artinya
perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak
memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)
terhadap bobot leher-dada.
2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 1,200903. Artinya, perlakuan
bentuk pakan konsentrat tidak memberikan perbedaan
pengaruh (P>0,05) terhadap leher-dada.
50
Data Pinggang
Analisis ragam:
Faktor Koreksi FK =(∑x)2
n
=3656 2
16
= 835396
JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK
3
j=1
3
i=1
= 2672+2322 + 2292 …+ 2092 − 835396
= 17564
51
JK Perlakuan = Yt2
r - FK
3
i=1
=1000 2+9202+87728592
4− 835396
= 2956,5
JK Kelompok= Yu2
t - FK
3
i=1
=9352+8952+8142 +1012 2
4− 835396
= 5101,5
JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok
= 17564 – 2956,5 – 510,5
= 9506
TABEL ANOVA
52
Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 0,933042. Artinya
perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak
memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)
terhadap bobot pinggang.
2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 1,609983.
Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat
tidak memberikan perbedaan pengaruh
(P>0,05) terhadap bobot pinggang.
53
Data Kaki Belakang
Analisis ragam:
Faktor Koreksi FK =(∑x)2
n
=3903 2
16
= 952088
JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK
3
j=1
3
i=1
= 2582+2422 + 2552 …+ 2932 − 952088
= 19960,94
54
JK Perlakuan = Yt2
r - FK
3
i=1
=9742+9972+90621026 2
4− 952088,1
= 1961,88
JK Kelompok= Yu2
t - FK
3
i=1
=1122 2 +9432+9112 +9272
4− 952088,1
= 7257,688
JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok
= 19960,94 – 1961,188 – 7257,688
= 10742,06
55
TABEL ANOVA
Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 0,547713 Artinya
perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak
memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)
terhadap bobot kaki depan.
2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 2,026898.
Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat
tidak memberikan perbedaan pengaruh
(P>0,05) terhadap bobot kaki depan.
56
Lampiran 3. Data dan Analisis Statistik Meat bone Ratio
Data Meat bone Ratio
Analisis ragam:
Faktor Koreksi FK =(∑x)2
n
=35,792
16
= 80,05776
JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK
3
j=1
3
i=1
= 2,12+2,312 + 2,12 …+ 2112 − 80,05776
= 0,403544
57
JK Perlakuan = Yt2
r - FK
3
i=1
=8,582+9,442+8,8228,952
4− 80,05776
= 0,098469
JK Kelompok= Yu2
t - FK
3
i=1
=8,862+9,372+9,212+8,352
4− 80,05776
= 0,153019
JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok
= 0,403544 – 0,098469 – 0,153019
= 0,152056
58
TABEL ANOVA
Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 1,942743. Artinya
perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak
memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)
terhadap Meat bone Ratio.
2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 3,01899.
Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat
tidak memberikan perbedaan pengaruh
(P>0,05) terhadap Meat bone Ratio.
59
Lampiran 4. Data Konsumsi Pakan dan Pertambahan
Bobot Badan
Tabel.rata-rata konsumsi pakan g/ekor/hari per unit
perlakuan selama penelitian
Tabel.rata-rata pertambahan bobot badan g/ekor/hari per
unit perlakuan selama penelitian