riwayat hiduprepository.ub.ac.id/137521/2/isi.pdf · riwayat hidup penulis lahir di kediri, 20 juli...

77
iii RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih. Penulis memiliki dua kakak yang bernama R.Moh. Hafidul Ahkam, S.Pd dan R. Sofyan Martin, S.P serta memiliki adik yang bernama R. Ayu Latifatun Nisak. Pada tahun 2005, penulis lulus dari SDN Kalianget Barat IV, lalu tahun 2008 lulus dari SMPN 1 Kalianget, dan tahun 2011 lulus dari SMAN 1 Kalianget. Pada tahun 2011 diterima di Universitas Brawijaya melalui SNMPTN Tulis. Penulis pernah menjadi Staff Ahli Humas dan Kelembagaan DPM UB 2013 “Dekat Mengabdi” periode 2012-2013. Penulis aktif menjadi anggota forum daerah mahasiswa Universitas Brawijaya Kabupaten Sumenep “BUSS (Brawijaya University Student From Sumenep)” selama 2011- 2014. Penulis pernah menjadi panitia pengawas PEMIRA (Pemilwa Raya) Universitas Brawijaya 2013 dan Wakil Ketua Pelaksana Sosialisasi pengenalan Universitas Brawijaya dan jalur masuk Universitas Brawijaya di SMA di seluruh Kabupaten Sumenep yang diselengarakan oleh forum daerah mahasiswa Universitas Brawijaya Kabupaten Sumenep “BUSS”. Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) tahun 2014 di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit 1, Rembang, Jawa Tengah dengan judul “Manajemen Perkandangan Parent Stock Broiler Fase Starter di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit 1 Rembang”. Penulis pernah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Donowarih, Karang Ploso.

Upload: others

Post on 21-Nov-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga

dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih.

Penulis memiliki dua kakak yang bernama R.Moh. Hafidul

Ahkam, S.Pd dan R. Sofyan Martin, S.P serta memiliki adik

yang bernama R. Ayu Latifatun Nisak. Pada tahun 2005,

penulis lulus dari SDN Kalianget Barat IV, lalu tahun 2008

lulus dari SMPN 1 Kalianget, dan tahun 2011 lulus dari

SMAN 1 Kalianget. Pada tahun 2011 diterima di Universitas

Brawijaya melalui SNMPTN Tulis. Penulis pernah menjadi

Staff Ahli Humas dan Kelembagaan DPM UB 2013 “Dekat

Mengabdi” periode 2012-2013.

Penulis aktif menjadi anggota forum daerah mahasiswa

Universitas Brawijaya Kabupaten Sumenep “BUSS

(Brawijaya University Student From Sumenep)” selama 2011-

2014. Penulis pernah menjadi panitia pengawas PEMIRA

(Pemilwa Raya) Universitas Brawijaya 2013 dan Wakil Ketua

Pelaksana Sosialisasi pengenalan Universitas Brawijaya dan

jalur masuk Universitas Brawijaya di SMA di seluruh

Kabupaten Sumenep yang diselengarakan oleh forum daerah

mahasiswa Universitas Brawijaya Kabupaten Sumenep

“BUSS”. Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja

Lapang (PKL) tahun 2014 di PT. Charoen Pokphand Jaya

Farm Unit 1, Rembang, Jawa Tengah dengan judul

“Manajemen Perkandangan Parent Stock Broiler Fase Starter

di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit 1 Rembang”.

Penulis pernah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di

Donowarih, Karang Ploso.

Page 2: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

iv

Page 3: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat,

taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Bentuk Pakan Konsentrat Terhadap Kualitas Fisik Karkas

Kelinci Peranakan New Zealand White”. Penulisan skripsi ini

penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tanpa bantuan dari

pihak-pihak lain skripsi ini tidak dapat selesai dengan baik.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas segala

perhatian, bimbingan serta bantuan kepada:

1. Bapak saya R. P. Bambang Utoyo, B.A, Ibu saya

Suryaningsih, Kakak pertama saya R. Moh. Hafidul

Ahkam, S.Pd, Kakak kedua saya R. Sofyan Martin, S.P dan

adik saya R. Ayu Latifatun Nisak yang telah memberikan

semangat, dukungan moril dan materil sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

2. Dr. Ir. Sri Minarti, MP. selaku dosen pembimbing utama

dan Dr. Ir. Irfan H. Djunaidi, MSc. selaku pembimbing

pendamping yang telah memberikan motivasi dan

bimbingan sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan.

3. Dr. Ir. Eko Widodo, M.Agr.Sc,.M.Sc dan Dr. Siti Azizah,

S.Pt, M.Sos, M.Commun. Selaku dosen penguji atas saran

dan bimbingannya.

4. Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS. selaku Dekan Fakultas

Peternakan Universitas Brawijaya Malang.

5. Dr. Ir. Osfar Sjofjan, MSc yang telah menjadi dosen

pembimbing PKL saya dan telah memberikan judul skripsi

saya.

6. Bapak Winarto yang telah menyediakan tempat penelitian

buat kami.

Page 4: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

vi

7. Teman-teman seperjuangan penelitian: Mahardika Setya

Okatama, Rangga Windi Andika, Ismail Zamzami dan

Faridatus Sholichah, terima kasih untuk kesabaran dan

kerja keras selama ini.

8. Sahabat-sahabat saya yang luar biasa: Fitroh, Wahyu,

Danur, Zainal, Widya, Pipit,Endang, Reinhard, Aris,Brian,

Ridho, Ilham, Kadir, Mila, Fira, Brian, Sugi, Nuril dan

Winda..

9. Teman-teman remus Al-Ghufron, teman-teman panwas

pemira 2013, kakak-kakak DPM UB 2013, sahabat

D’Koruptor, saudara-saudara saya di forda Sumenep

“BUSS”, teman-teman KKN Donowarih 2015 serta teman-

teman mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas

Brawijata angkatan 2010, 2011, 2012 dan 2013.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak pada

umumnya serta mampu memberikan kontribusi bagi

pembangunan peternakan Indonesia.

Malanng, Agustus 2015

Penulis

Page 5: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

vii

EFFECT FORM OF FEED CONCENTRATES ON

PHYSICAL QUALITY CARCASS RABBIT MIXED

BREED NEW ZEALAND WHITE

R.Nanda Yulan Alfian1, Sri Minarti 2, and Irfan H. Djunaidi 2

1 Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang

2 Dosen Fakultas Peternakan , Universitas Brawijaya, Malang

Email: [email protected]

ABSRACT

The research was aimed to determine the effect of concentrate form on physical quality carcass rabbits New

Zealand White. Materials used in this research were 32 of

weaned rabbits 2 month old breed New Zealand White. The

Materials feed form concentrate treatment consisted of P1: pellet, P2: crumble, P3: mash, P4: pasta. The method that used

in this research was field experimental with 4 treatments and 4

groups based on body weight. Variable measured were physical quality carcass: dressing percentage, weight retail

cuts, and meat bone ratio. Data were analyzed using one-way

Anova based on Randomized Block Design, if there were a significant effect between the treatments then tested with

Duncan’s Multiple Range Test. The research result showed

that no significant effect (P >0,05) on dressing percentage,

weight retail cuts, and meat bone ratio. It can be concluded that concentrate given in feed form mash or pasta than feed

form concentrate pellet or crumble, because cheaper and have

same effect

Keywords: form feed, concentrate , physical quality, New

Zealand White

Page 6: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

viii

Page 7: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

ix

PENGARUH BENTUK PAKAN KONSENTRAT

TERHADAP KUALITAS FISIK KARKAS KELINCI

PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE

RINGKASAN

Pakan adalah faktor penting dalam sebuah usaha

peternakan. Pakan yang digunakan paada peternakan kelinci adalah pakan hijauan dan pakan konsenterat. Perbandingan

pakan hijauan yang diberikan pada kelinci yaitu 60-80% dari

pakan kelinci, sedangkan pakan konsentrat adalah sisanya.

Pakan konsentrat walaupun persentase yang diberikan lebih rendah tetapi sangat penting untuk mencukupi kebutuhan zat

makanan kelinci. Pemberian bentuk pakan konsentrat

diketahui mempengaruhi tingkat palatabiltas dan konsumsi pakan.

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan kelinci

mandiri Pak Winarto di Desa Ngijo, Kecamatan Karang Ploso,

Kabupaten Malang. Penelitian dilakukan pada tanggal 20 April–6 Juni 2015. Pakan konsentrat pellet guyofeed dibeli

dari agen pakan kelinci Sawojajar dan daun kubis bunga

diperoleh dari Pasar sayur kota Batu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pakan konsentrat mana yang

memberikan kualitas fisik karkas terbaik yang meliputi

persentase karkas, bobot retail cuts dan meat bone ratio. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 32 ekor

kelinci peranakan New Zealand White yang berumur 45-60

hari dengan masa adaptasi 7 hari dan dipelihara selama 1

bulan. Metode penelitian menggunakan percobaan lapang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 4 perlakuan dan 4

Kelompok. Kandang yang digunakan 16, masing-masing diisi

2 ekor kelinci peranakan New Zealand White. Perlakuan yang digunakan antara lain: P1: konsentrat bentuk pellet, P2:

konsentrat bentuk crumble, P3: konsentrat bentuk mash, dan

Page 8: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

x

P4: konsentrat bentuk pasta. Variabel yang diamati adalah

persentase karkas, berat retail cuts dan meat bone ratio. Data

yang diperoleh, dianalisis menggunakan analisis ragam

(ANOVA), apabila ada perbedaan antar perlakuan diuji menggunakan Uji jarak Berganda Duncan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian

bentuk pakan konsentrat berbagai bentuk tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap persentase karkas,

berat retail cuts dan meat bone ratio. Berdasarkan hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian berbagai bentuk pakan konsentrat tidak berdampak pada persentase

karkas, berat retail cuts dan meat bone ratio sehingga,

disarankan pemberian pakan konsentrat kelinci oleh peternak

dapat diberikan dalam bentuk mash dan pasta yang lebih murah dibandingkan bentuk konsentrat pellet atau crumble.

Page 9: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xi

DAFTAR ISI

Isi Halaman

HALAMAN PENGESAHAN …………………….. ii

RIWAYAT HIDUP ……………………………….. iii

KATA PENGANTAR ………………………….…. v ABSTRACT ………………………………………... vii

RINGKASAN ……………………………………... ix

DAFTAR ISI…………….….…………….………... xi

DAFTAR TABEL……….……………….………... xiii DAFTAR GAMBAR……..……………………….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ….……………………...… xvii

DAFTAR SINGKATAN …..………………………

xix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……………………. 1.2. Rumusan Masalah …………………

1.3. Manfaat Penelitian ……………….

1.4. Kegunaan Penelitian ……………….

1.5. Kerangka Pikir ……………………. 1.6. Hipotesis ………………………...…

1 2

2

3

3 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Kelinci………………………………

2.2.Kebutuhan Nutrisi Kelinci ………

2.3. Pakan Konsentrat ………...…….

2.4. Persentase Karkas ……………….

2.5. Retail Cuts………….. …………….

2.6. Meat Bone Ratio ………………...

.

7

10

11 13

14

15

Page 10: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xii

BAB III MATERI DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………

3.2. Materi Penelitian …………..……….

3.2.1. Kelinci……… …………...... 3.2.2. Kandang dan Peralatan……....

3.2.3. Pakan ….………….………..

3.3. Metode Penelitian ………….………

3.4. Variabel Penelitian ………….…….

3.5. Analisis Statistik ………….……..…

3.6. Batasan Istilah ………….………..…

17

17

17 17

18

19 21

22

22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Karkas ………...………

4.2. Pengaruh Perlakuan Retail Cuts

……..……………….……….…

4.3.Pengaruh Perlakuan Terhadap Meat

bone Ratio ………............………

25

28

31

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ……………………..…. 5.2. Saran ……………………………….

33 33

DAFTAR PUSTAKA……………………...………

35

LAMPIRAN ……………………………….……….

41

Page 11: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kebutuhan nutrisi kelinci …….…………. 10

2. Kebutuhan bahan kering kelinci

……………………………………………

11

3. Kandungan nutrisi daun kubis bunga dan

konsentrat Guyofeed ………………….....

19

4. Pengaruh perlakuan terhadap variabel ………………………………………………

25

Page 12: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xiv

Page 13: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pikir penelitian ……………... 5

Page 14: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xvi

Page 15: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data dan analisis statistik persentase

karkas……………………………………….

41

2. Data dan analisis statistik retail cuts

……………………………………………….

44

3. Data dan analisis statistik meat bone

ratio...........................................................

56

4. Data konsumsi pakan dan pertambahan

bobot badan ……......................................

59

Page 16: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xviii

Page 17: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xix

DAFTAR SINGKATAN

ANOVA : analysis of variance

BK : Bahan kering

Dkk : dan kawan-kawan

et al : et alli

FK : faktor koreksi

g : gram

JK : jumlah kuadrat

JKG : jumlah kuadrat galat

KT : kuadrat tengah

m : meter

mm : millimeter

NRC : national research council

PBB : Pertambahan bobot badan

RAK : rancangan acak kelompok

Sd : standard deviasi

Page 18: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

xx

Page 19: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif

penghasil daging. Kelinci memiliki periode kebuntingan yang

pendek, cepat dewasa kelamin, prolifikasi tinggi dan

kemampuan kawin kembali singkat setelah partus, interval

generasi yang pendek (Effiong dan Wogar, 2007). Kelinci

yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah

kelinci peranakan New Zealand White yang memiliki daya

tahan yang lebih kuat dibandingkan dengan kelinci impor, oleh

sebab itu kelinci peranakan New Zealand White lebih optimal

untuk dikembangkan di Indonesia.

Salah satu faktor produksi yang memakan banyak

biaya adalah pakan. Bagian yang penting dalam faktor pakan

tersebut adalah kualitas dan efektifitas dalam pemberian pakan

(Nugroho, Budhi dan Panjono, 2012). Keefektifan pakan yang

diberikan pada ternak tergantung pada tingkat konsumsi

pakan, dimana konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas

pakan dalam segi bentuk dan kandungan pakan.

Bentuk pakan terdiri dari bentuk pakan kering dan

bentuk pakan basah/pasta. Bentuk pakan kering terdiri dari

mash, crumble dan pellet. Mash mempunyai bentuk butiran-

butiran halus. Crumble yang lebih dikenal sebagai pellet pecah

mempunyai ukuran tidak seragam. Pellet mempunyai bentuk

dan ukuran seragam yang sesuai cetakan. Ogbu, Ani dan

Nwogwugwu (2014) menyatakan bahwa bahan pakan berbeda

dalam bentuk, palatabilitas dan kandungan nutrisi. Sifat fisik

dan kimia merupakan faktor yang menentukan palatabilitas

pakan ternak. Pakan dengan kandungan yang sama, bentuk

Page 20: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

2

penampilan pakan telah terbukti mempengaruhi palatabilitas

dan konsumsi.

Pertambahan bobot badan secara langsung sebanding

dengan konsumsi pakan selama tidak ada perbedaan dalam

kandungan nutrisi dalam pakan. Bentuk pakan untuk

pemberian yang efektif merupakan sebuah faktor penting

untuk karkas yang dihasilkan (Sogunle, Olatunbosun,

Adeyemi, Oso, Ekunseitan, dan Bello, 2014). Bentuk pakan

mempengaruhi konsumsi pakan, kemudian mempengaruhi

pertambahan bobot badan yang berdampak pada bobot potong.

Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa peningkatan

bobot potong akan diikuti oleh peningkatan berat karkas dan

persentase karkas beserta komponen fisik karkas. Berdasarkan

hal tersebut dilakukan penelitian mengenai bentuk pakan

konsentrat pada ternak kelinci peranakan New Zealand White

untuk mengetahui bentuk pakan konsentrat paling efektif agar

dihasilkan kualitas fisik karkas terbaik ditinjau dari persentase

karkas, berat retail cuts dan meat bone ratio.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah

bagaimana pengaruh bentuk pakan konsentrat terhadap

kualitas fisik karkas kelinci peranakan New Zealand White .

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

dan mengevaluasi pengaruh bentuk pakan konsentrat terhadap

kualitas fisik karkas kelinci peranakan New Zealand White.

Page 21: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

3

1.4 Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan mengevaluasi pengaruh bentuk pakan

konsentrat terhadap kualitas fisik karkas kelinci

peranakan New Zealand White.

2. Mengetahui bentuk pakan konsentrat untuk

menghasilkan kualitas fisik karkas kelinci New

Zealand White yang optimal.

3. Sebagai sumber informasi bagi semua pihak yang

berhubungan dengan usaha peternakan kelinci.

1.5 Kerangka Pikir

Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif

penghasil daging yang patut dipertimbangkan untuk tujuan

memenuhi kesenjangan antara tingginya jumlah permintaan

dan kurangnya ketersediaan produk asal ternak. Hal ini

disebabkan kemampuan ternak kelinci untuk berkembang biak

secara cepat. Periode kebuntingan yang pendek, cepat dewasa

kelamin, prolifikasi tinggi dan kemampuan kawin kembali

yang singkat setelah partus, kesemuanya menyebabkan

interval generasi yang pendek (Effiong dan Wogar, 2007).

Bobot lahir kelinci antara 30-100 g/ekor (rataan 50-70 g/ekor),

bobot dewasa 5-10 kg per ekor, pertambahan bobot badan

sampai umur 8 minggu sebesar 15-20 g/ekor/hari dan umur 8-

16 minggu mencapai 14-21 g/ekor/hari. Berat tulang sebesar

7-8 % dari bobot tubuh (Brahmantiyo dan Raharjo, 2005).

Satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat

menghasilkan 8 -10 ekor anak dan pada umur 8 minggu, bobot

badannya dapat mencapai 2 kg atau lebih. Seekor induk

kelinci dengan bobot 3-4 kg dapat menghasilkan 80 kg karkas

Page 22: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

4

per tahun (Zotte, 2002). Kelinci New Zealand White adalah

bangsa kelinci pedaging terbaik untuk peternakan. Bangsa ini

memiliki ukuran tubuh, pertambahan bobot badan, konversi

pakan, berat karkas dan meat bone ratio terbaik (Damron,

2003).

Kelinci lepas sapih pada umur 5 minggu dan kelinci

memiliki umur potong 12 minggu (Al-Dobaib, 2010). Fryers

memenuhi 85 % pasar kelinci untuk daging. Bangsa kelinci

sedang memiliki rata-rata bobot 1,7-2,0 kg. Fryer persentase

karkas bervariasi dari 50-60 % dari bobot potong dan 75-80 %

dari karkas bisa dikonsumsi. Kelinci yang memiliki bobot

potong lebih dari 3 kg disebut sebagai stewers. Harga stewers

jauh lebih murah dibandingkan fryer. Persentase karkas dari

55-65 % dari bobot potong (Mcnitt,et al. 2013).

Bahan pakan berbeda dalam bentuk, palatabilitas dan

kandungan nutrisi. Sifat fisik dan kimia merupakan faktor

yang menentukan palatabilitas pakan ternak. Pakan dengan

kandungan yang sama tetapi bentuk pemberian pakan berbeda

telah terbukti mempengaruhi palatabilitas dan konsumsi

(Ogbu, et al., 2014). Pertambahan bobot badan sebanding

dengan konsumsi pakan selama kandungan pakan sama.

Bentuk pakan pemberian yang efektif seperti merupakan

sebuah faktor penting untuk karkas yang dihasilkan (Sogunle,

et al. 2014). Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa

peningkatan bobot potong akan diikuti oleh peningkatan berat

karkas dan persentase karkas beserta komponen fisik karkas.

Kelebihan pakan pellet adalah mengurangi pakan

terbuang, mengurangi seleksi, membunuh patogen dan

meningkatkan palatabilitas (Mirgheleni dan Golian, 2009).

Hasil penelitian Sogunle, et al. (2014) menunjukkan bahwa

bentuk pellet mengoptimalkan produksi karkas kelinci. Kelinci

Page 23: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

5

yang diberikan pellet ukuran partikel 1 mm memiliki bobot

hidup 1.700 g dan pellet ukuran partikel 2 mm memiliki bobot

potong 1.725 g. Kelinci yang diberikan crumble ukuran

partikel 1 mm memiliki bobot potong 1.733,33 g dan crumble

ukuran partikel 2 mm memiliki berat karkas 1.775,00 g.

Kelinci yang diberi pellet ukuran partikel 1 mm memiliki berat

karkas 1.093,62 g dan pellet ukuran partikel 2 mm memiliki

berat karkas 1.098,88 g. Kelinci yang diberikan crumble

ukuran partikel 1 mm memiliki berat karkas 1.158,62 g dan

crumble ukuran partikel 2 mm memiliki bobot karkas 1.110,87

g.

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

Page 24: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

6

1.6.Hipotesis

Pemberian pakan konsentrat dalam bentuk pellet

memberikan kualitas karkas kualitas fisik karkas kelinci

peranakan New Zealand White terbaik dibanding bentuk pakan

konsentrat lainnya

Page 25: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelinci

Kelinci merupakan ternak yang cocok dipelihara di

negara berkembang dan mulai memanfaatkan kelinci sebagai

sumber daging. Selain itu, kelinci juga memiliki potensi: 1)

ukuran tubuh yang kecil, sehingga tidak memerlukan banyak

ruang, 2) tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi

ternak dan kandang, 3) umur dewasa yang singkat (4-5 bulan),

4) kemampuan berkembang biak yang tinggi, 5) masa

penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak sapih)

(El-Raffa, 2004). Kelinci New Zealand White yang berasal

dari Amerika Serikat termasuk dalam spesies Orictolagus

cuniculus dari genus Orictolagus. El-Raffa (2004) menyatakan

bahwa kelinci memiliki potensi sebagai penghasil daging dan

dapat menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan protein

hewani karena memiliki kemampuan efisiensi produksi dan

reproduksi yang patut dipertimbangkan.

Klasifikasi kelinci menurut Lebas, et al. (1986) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animal

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Ordo : Logomorph

Family : Lepotidae

Sub family : Leporine

Genus : Oryctolagus

Species : Oryctolagus cuniculus

Page 26: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

8

Kelebihan kelinci yaitu laju reproduksi cukup tinggi

dan lama hidupnya (life span) 5-10 tahun dengan umur

produktif 2-3 tahun dan jumlah kali beranak 10 per tahun.

Bobot lahir kelinci antara 30-100 g/ekor (rataan 50-70 g/ekor),

bobot dewasa 5-10 kg/ekor, pertambahan bobot badan sampai

umur 8 minggu sebesar 15-20 g/ekor/hari dan umur 8-16

minggu mencapai 14-21 g/hari/ekor. Bobot tulang sebesar 7-8

persen dari bobot tubuh (Brahmantiyo dan Raharjo, 2005).

Satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat menghasilkan 8-10

ekor anak dan pada umur 8 minggu, bobot badannya dapat

mencapai 2 kg atau lebih. Seekor induk kelinci dengan bobot

3-4 kg dapat menghasilkan 80 kg karkas/tahun (Zotte, 2002).

Kelinci memiliki karakteristik yang menguntungkan

seperti ukuran tubuh yang kecil dengan lama bunting yang

relatif pendek dengan rata-rata 30-31 hari (Ortiz-Herndanez

dan Rubio-Luzano, 2001). Seekor induk dapat menghasilkan

10 anakan dan jarak kawin kembalinya 35 hari (Mcnitt,

Lukefahr, Cheeke dan Patton, 2013). Kelinci komersial tipe

pedaging utama adalah New Zealand White dan California.

New Zealand White telah mendominasi dalam produksi kelinci

komersial di seluruh dunia dan merupakan kelinci pedaging

utama. Hal ini terutama karena kinerja reproduksi yang unggul

dan performa pertumbuhan serta permintaan bulu kelinci putih

yang meningkat. Bangsa kelinci yang lebih kecil, dewasa

kelamin jauh lebih awal dari keturunan yang lebih berat.

Kelinci kecil Polandia pada 4 bulan usia, kelinci kategori

sedang seperti New Zealand White dan California di 4,5-5,5

bulan, dan kelinci kategori besar seperti Flemish pada 6-7

bulan siap untuk memulai produksi (Mcnitt, et al. 2013).

Kelinci New Zealand White mempunyai nilai tertinggi

untuk efisiensi pakan. Hal ini disebabkan karena rendahnya

Page 27: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

9

penyerapan panas secara langsung berhubungan dengan

sedikitnya pigmen yang dimiliki New Zealand White sehingga

tidak mempengaruhi nafsu makannya. Konsumsi pakan lebih

baik dibanding kelinci tidak albino, hal ini berdampak pada

kecepatan pertumbuhan. Kelinci New Zealand White memiliki

efisiensi pakan terbaik selain dikarenakan lapisan pigmennya

tetapi juga oleh kemampuan genetiknya untuk mentoleransi

suhu dan kelembaban yang tinggi di wilayah tropis. Kelinci

jantan memiliki nilai tertinggi rata-rata konsumsi pakan

78,44±3,21 g/hari dibandingkan kelinci betina konsumsi

74,17±3,08 g/hari. Kelinci betina memiliki rata-rata

pertambahan bobot badan rendah yaitu 16,49±0,76 g/hari dan

total pertambahan bobot badan 923,34±47,21 g/hari,

dibandingkan kelinci jantan dengan rata-rata pertambahan

bobot badan harian 18,79± 0,25 g/hari dan total pertambahan

bobot badan 1.052,37±54,37 g/hari (Fadare, 2015).

Ternak jantan pada umumnya lebih diprioritaskan

sebagai ternak potong karena memiliki pertumbuhan yang

lebih cepat dari pada betina. Pertumbuhan kelinci yang tinggi

akan mempengaruhi bobot potong dan karkas yang dihasilkan.

Kelinci jantan cenderung memiliki bobot dan persentase

karkas lebih tinggi daripada betina (Haryoko dan Warsiti,

2008). Kerapatan tinggi (24 kelinci/m) meningkatkan

mortalitas, scabies, dan jumlah kelinci yang terluka

meningkat. Pengaruh cekaman panas, direkomendasikan

kerapatan maksimum 18 kelinci/m (atau 34 kg/m pada akhir

penggemukan) untuk mencegah kesulitan penanganan dan

memaksimalkan produksi kelinci (kg/m) (Villalobos, Guillén,

dan García, 2008).

Page 28: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

10

2.2 Kebutuhan Nutrisi Kelinci

Kebutuhan nutrisi kelinci untuk pertumbuhan, hidup

pokok, bunting dan laktasi tertera pada Tabel 1. Jumlah pakan

yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh

kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci.

Pemberian pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan

kering tertera pada Tabel 2. Jumlah pemberian pakan

bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan bobot

badan kelinci. Williamson dan Payne (1993), menyatakan

bahwa secara garis besar pakan ternak dapat dikelompokkan

menjadi dua jenis yaitu, hijauan dan konsentrat. Peternakan

kelinci intensif, hijauan diberikan 60-80%, sisanya konsentrat

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kelinci Nutrien Kebutuhan Nutrisi Kelinci

Pertumbuhan Hidup

Pokok

Bunting Laktasi

Digestible Energy

(kcal/kg)

2500 2100 2500 2500

TDN (%) 65 55 58 70

Protein Kasar (%) 16 12 15 17

Lemak (%) 2 2 2 2

Serat Kasar (%) 10-12 14 10-12 10-12

Ca (%) 0,45 - 0,40 0,75

P (%) 0,55 0,50

Metionin+Cystine 0,60 0,60

Lysin 0,65 0,75

Sumber : NRC (1977)

Page 29: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

11

Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Kelinci Status Bobot Badan

(BB) (kg)

Kebutuhan Bahan Kering

(%BB) (g/ekor/hari)

Muda 1,8-3,2 6,2-5,4 112-173

Dewasa 2,3-6,8 4-3 92-204

Bunting 2,3-6,8 5-3,7 115-251

Menyusui

dengan anak 7

ekor

4,5 11,5 520

Sumber : NRC (1997)

2.3 Pakan Konsentrat

Pakan konsentrat adalah campuran bahan pakan yang

mengandung nilai gizi yang tinggi yang perlu dicampur

dengan bahan pakan lain dengan persentase tertentu untuk

mendapatkan pakan yang seimbang dan dapat memenuhi

kebutuhan pakan ternak (BSI, 2009). Menurut Kartasudjana

(2001) yang biasa dihasilkan oleh pabrik adalah konsentrat,

bentuk yang dibuat dapat berbentuk partikel kecil (mash),

bentuk kompak (pellet), agregat (crumble), dan kubus (cubes).

Mash adalah pakan konsentrat yang bentuknya berupa butiran.

Pembuatan mash dilakukan secara mekanis yaitu dengan cara

dihancurkan dengan alat penghancur. Ukuran partikel dapat

disesuaikan dengan menggunakan saringan. Pellet adalah

bentuk konsentrat yang dibentuk dengan menekan dan

memadatkannya melalui lubang cetakan secara mekanis.

Crumble adalah bentuk pakan konsentrat yang telah dibentuk

jadi pellet kemudian ukurannya dikurangi menggunakan

gilingan dengan ukuran yang partikel yang diinginkan.

Konsumsi pakan kelinci yang diberikan pakan pellet

ukuran pendek lebih tinggi dibandingkan konsumsi kelinci

yang diberikan pakan pellet ukuran panjang tetapi konsumsi

Page 30: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

12

kelinci yang diberikan pellet ukuran panjang lebih tinggi

dibanding konsumsi kelinci yang diberikan pakan mash.

Kelinci yang diberi pakan pellet memiliki berat badan yang

sama tetapi lebih cepat tumbuh dibanding yang diberi pakan

mash. Pellet panjang lebih baik dibandingkan pellet pendek

dan kurang efisien pada pakan mash (Fomunyam dan

Ndoping, 2000).

Pellet atau crumble sedikit lebih mahal dibandingkan

bentuk mash. Mash adalah bentuk pakan komplit yang di

tumbuk halus dan di campur sehingga tidak mudah dipisahkan

antar bahan pakan sehingga memenuhi pakan seimbang.

Sistem pemberian pakan pellet adalah modifikasi sistem mash.

Mekanisme pembuatan mash menjadi pellet kering yang keras

atau disebut “biji-bijian buatan”. Pellet adalah bentuk pakan

komplit yang dipadatkan dan ditekan menjadi ukuran sekitar

diameter 1/8 inci dan panjang 1/4 inci. Keuntungan terbesar

dalam menggunakan bentuk pellet adalah sedikit pakan

pemberian yang terbuang. Kelemahannya adalah pellet lebih

mahal 10 % dari pada pakan bukan pellet (Jahan,

Asaduzzaman, dan Sarkar, 2006). Menurut Jiao, Maltecca,

Gray dan Cassady (2014) ada korelasi positif antara

pertumbuhan dan konsumsi pakan sama dengan korelasi

positif antara rata-rata pertambahan bobot badan harian dan

konversi pakan. Konsumsi pakan secara umum menunjukkan

konsumsi bahan kering yaitu berat bahan pakan yang

terkonsumsi dikurangi kandungan kadar air.

Kelinci lepas sapih akan mengkonsumsi sekitar 55-

170 g/hari. Kelinci menunjukkan kesukaan yang kuat untuk

pakan pellet dibandingkan pakan yang sama dalam bentuk

mash. Pellet harus padat dan kokoh. Pellet harus 6 mm atau

kurang panjang dari itu dan 5 mm atau kurang dari diameter

Page 31: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

13

itu. Kelinci lepas sapih akan tidak memakan sejumlah besar

pakan pellet jika ukuran pellet terlalu besar, mereka akan

mengambil pellet yang berukuran satu gigitannya dan

membiarkan sisanya (Mcnitt, et al. 2013).

2.4 Persentase Karkas

Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa pada

bobot potong yang sama kelinci peranakan New Zealand

White jantan dan betina menghasilkan bobot dan persentase

karkas serta komponen fisik karkas (daging, tulang dan lemak)

yang relatif sama. Peningkatan bobot potong diikuti oleh

peningkatan berat karkas dan persentase karkas beserta

komponen fisik karkas, sedangkan persentase tulang karkas

cenderung menurun. Persentase karkas yang dinyatakan oleh

Gillespie (2004) bahwa dengan bobot hidup sekitar 1,8-2,1 kg

menghasilkan produksi karkas yang berkualitas baik, dengan

persentase karkas sebesar 50-59%.

Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa pada

umur yang masih muda kelinci masih dalam masa

pertumbuhan yang cepat dan pertumbuhannya relatif sama

antara jantan dan betina. Umur yang lebih tua pada umumnya

akan terjadi perubahan pertumbuhan komponen karkas, karena

pada saat itu tulang sudah mulai stabil dan lemak tubuh akan

cepat meningkat. Brahmantiyo dan Raharjo (2009)

menyatakan bahwa peningkatan bobot potong dapat

meningkatkan bobot karkas, tetapi persentase karkas tidak

selamanya meningkat. Milisits, Romavari, Szendrö, Masoreo

dan Bergoglio (2000) menyatakan bahwa efek bobot potong

lebih berpengaruh dibdaning umur potong pada persentase

karkas.

Page 32: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

14

Fryers memenuhi 85 persen pasar kelinci untuk

daging. Bangsa kelinci sedang memiliki rata-rata bobot 1,7

hingga 2,0 kg. Fryer persentase karkas bervariasi dari 50-60 %

dari bobot potong, dan 75-80 % dari karkas bisa dikonsumsi.

Kelinci yang memiliki bobot potong lebih dari 3 kg disebut

sebagai stewers. Harga stewers jauh lebih murah dibandingkan

fryer. Persentase karkas dari 55-65 % dari bobot potong.

Ternak tanpa pakan dan minum selama beberapa jam sebelum

disembelih sehingga pakan yang tersisa dalam jumlah sedikit

di saluran pencernaan, persentase karkas akan lebih tinggi

(Mcnitt, et al. 2013).

2.5. Retail Cuts Karkas kelinci selalu di jual dalam bentuk utuh atau

whole carcass, penjualan dalam retail cut menaikkan harga

jual dengan pinggang dan kaki bagian belakang merupakan

retail cuts paling mahal (Herndanez, Aliaga, Pla dan Blasco,

2004). Retail cuts kelinci terdiri dari potongan karkas bagian

kaki kedepan, leher-dada, pinggang dan kaki belakang (Blasco

dan Ouhayoun, 1993). Bagian-bagian potongan komersial

memberikan gambaran potensi ekonomis daging kelinci.

Potongan komersial seperti pinggang dan kaki belakang

merupakan potongan yang bernilai ekonomis tertinggi

dibandingkan potongan kaki depan dan leher-dada. Evaluasi

karkas berdasarkan proporsi retail cuts dapat memberikan

gambaran hasil akhir secara ekonomis (Brahmantyo dan

Raharjo, 2009)

Pembagian karkas menjadi bagian-bagian terpenting

memungkinkan perbandingan antara bagian tertentu pada

karkas. Peningkatan berat retail cuts akan meningkatkan

profitabilitas (Agunbiade, 2009). Pengembangan produk

Page 33: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

15

seperti retail cuts penting untuk memenuhi permintaan pasar

yang berubah. Pengetahuan tentang sifat-sifat karkas seperti

berat dan persentase retail cuts dan meat bone ratio sangat

penting untuk pasar modern. Hal yang sangat penting tentang

retail cuts yaitu mencerminkan perkembangan otot dan

peningkatannya linear dengan bertambahnya umur

(Bianospino E. Wechsler, Ferndanes, Roça, dan Moura, 2006).

Combes, Gidenne, Jehl dan Feugier (2003) menyatakan bahwa

proporsi kaki belakang dan bagian belakang akan meningkat

pada kelinci yang diberi pakan ad libitum. Zotte (2002)

menyatakan bahwa persentase pinggang 23-28% dan kaki

belakang 27-29% dari karkas sehingga menjadikan bagian

yang memiliki persentase terbesar

.

2.6. Meat Bone Ratio

Meat bone ratio adalah parameter untuk

memperkirakan kualitas karkas pada ternak kecil seperti

kelinci (Rosalie, Dojan, dan Savu, 2007). Kelinci peranakan

New Zealand White jantan cenderung memiliki bobot,

persentase daging dan tulang karkas yang lebih tinggi daripada

betina, sebaliknya kelinci betina memiliki persentase lemak

yang lebih tinggi daripada jantan. Perubahan pertumbuhan

komponen karkas akan terjadi setelah umur dewasa tercapai,

karena pada saat itu tulang sudah mulai stabil dan lemak tubuh

akan cepat meningkat. Peningkatan persentase daging dan

lemak karkas merupakan kompensasi dari penurunan

persentase tulang karkas (Haryoko dan Warsiti, 2005).

Cunningham dan Acker (2001) menyatakan bahwa

persentase daging dan tulang pada ternak muda relatif tinggi

dan persentase lemak karkasnya rendah, sebaliknya pada

ternak yang lebih tua persentase lemak lebih tinggi tetapi

Page 34: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

16

persentase daging dan tulang lebih rendah. Brahmantiyo dan

Raharjo (2009) yang menyatakan bahwa berat tulang kelinci

betina lebih tinggi dari jantan. Herndanez, et al. (2004)

menyatakan bahwa kelinci yang dipotong pada umur muda

menghasilkan lemak karkas dan meat bone ratio lebih rendah

dibandingkan kelinci yang lebih tua.

Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan bahwa

persentase tulang antara kelinci jantan dan betina berbeda

tidak nyata. Aberle, Forest, Hedrick, Judge dan Merkel (2001)

menyatakan bahwa semakin tinggi nilai meat bone ratio

menunjukkan bahwa kualitas karkas semakin baik, karena

meat bone ratio dapat menggambarkan tinggi rendahnya hasil

daging dan tulang dari karkas. Meat bone ratio yang tinggi

menunjukkan bahwa hasil daging dari karkas lebih tinggi.

Page 35: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

17

BAB III

MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 April – 6

Juni 2015 di peternakan kelinci mandiri milik bapak Winarto

di Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1. Kelinci

Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kelinci jenis New Zealand White berjumlah 32 ekor berjenis

kelamin jantan. Kelinci dikelompokkan menjadi 4 kategori

bobot badan yaitu besar: 812-1074 (K1), sedang: 650-811

(K2), kecil: 459-649 (K3), dan sangat kecil: 347-458 g (K4),

Umur kelinci yang digunakan berkisar berumur 45-60 hari

dengan bobot badan rata-rata K1: 950+ 106,11, K2: 725,87+

61,55, K3: 570,5+ 55,68, dan K4: 411+ 45,87 g/ekor.

3.2.2. Kandang dan Peralatan Kelinci ditempatkan pada kandang battery berjumlah

16 buah dengan ukuran 70 x 60 x 50 cm. Masing-masing

kelinci ditimbang untuk menentukan kelompok bobot. Kelinci

kemudian dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu badan

besar, sedang, kecil, dan sangat kecil, dalam setiap kelompok

kandang perlakuan berisi 2 ekor kelinci. Kelinci diberi 4

perlakuan berupa bentuk konsentrat yaitu pellet, crumble,

mash dan pasta. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain:

Page 36: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

18

1. Timbangan duduk dengan kapasitas 5 kg dengan

ketelitian 1 g digunakan untuk menimbang bobot

hidup, berat karkas, dan berat potongan karkas.

2. Tas kresek yang digunakan sebagai tempat

pemisahan antara karkas dengan non karkas (kulit,

kepala, ekor, dan organ dalam).

3. Pisau yang digunakan untuk memotong kelinci

4. Tempat pakan dan minum

5. Peralatan dan perlengkapan kandang lainnya.

3.2.3. Pakan Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat pellet

kelinci komersial merk Guyofeed Produksi PT. Citra Ina

Feedmill. Konsentrat dibeli dalam bentuk pellet, diperlukan

penggilingan terlebih dahulu untuk mendapatkan konsentrat

dalam bentuk mash dan crumble, sedangkan konsentrat bentuk

pasta/basah dibuat dengan mencampurkan konsentrat bentuk

mash dengan air. Jumlah pemberian pakan konsentrat pada

kelinci adalah 30 %. Pemberian pakan konsentrat diberikan

pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan sore hari pukul 16.00

WIB. Menurut Williamson dan Payne (1993), menyatakan

bahwa secara garis besar pakan ternak dapat dikelompokkan

menjadi dua jenis yaitu hijauan dan konsentrat. Pada

peternakan kelinci intensif, hijauan diberikan 60-80%, sisanya

konsentrat.

Pakan hijauan yang digunakan adalah daun kubis

bunga (Brassica oleraceae var. Botrytis). Daun kubis bunga

terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkan kotoran yang

melekat kemudian diangin-anginkan selama semalam agar

embun-embun yang menempel dalam hijauan menguap,

kemudian daun kubis bunga bisa diberikan pada kelinci.

Page 37: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

19

Jumlah pemberian pakan hijauan pada kelinci adalah 70%.

Pemberian pakan hijauan diberikan pagi hari pukul 07.00 WIB

dan sore hari pukul 16.00 WIB.

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Daun Kubis Bunga dan

Konsentrat Guyofeed

Sumber: Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi dan Makanan

Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

3.3 Metode Penelitian

Metode percobaan menggunakan Rancangan Acak

Kelompok (RAK), materi ternak di kelompokan berdasarkan

bobot badan kelinci. Penelitian ini terdapat 4 perlakuan yaitu

pellet, crumble, mash dan pasta. Kelinci dikelompokkan

menjadi 4 kelompok berdasarkan bobot badan yaitu besar

(K1), sedang (K2), kecil (K3), dan sangat kecil (K4) sehingga

menggunakan 16 kandang battery. Kelinci berjumlah 2 ekor

tiap kandang perlakuan, sehingga jumlah kelinci yang

digunakan adalah 32 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu:

P1: Hijauan + Konsentrat berbentuk pellet

P2: Hijauan + Konsentrat berbentuk crumble

P3: Hijauan + Konsentrat berbentuk mash

P4: Hijauan + Konsentrat berbentuk pasta

Page 38: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

20

Tahapan Penelitian

a.Tahap Persiapan:

Tahap persiapan dilakukan sebelum tahap penelitian

dilaksanakan. Tahap persiapan yang dilakukan antara lain

mempersiapkan kandang dan peralatan, melakukan sanitasi

kandang, penataan dan pelabelan kandang sesuai

perlakuan, penyediaan kelinci New Zealand White lepas

sapih dengan estimasi umur +2 bulan. Penyediakan daun

kubis bunga dan pakan pellet komersil kelinci Guyofeed.

b. Tahap Pelaksanaan

Kelinci berjumlah 32 dikelompokkan menjadi 4

kategori kelompok bobot badan yaitu besar (K1), sedang

(K2), kecil (K3) dan sangat kecil K4. Kelinci kemudian di

bedakan sesuai Perlakuan yaitu P1: pellet, P2: crumble, P3:

mash dan P4: pasta. Kelinci berjumlah 2 ekor pada tiap

kandang. Kelinci di adaptasikan terhadap lingkungan dan

pakan perlakuan selama 7 hari.

Kelinci sebelum dipotong, dipuasakan selama 12 jam

untuk mengosongkan isi usus. Kelinci diambil secara acak

untuk dipotong, lalu ditimbang bobotnya sebelum

dipotong. Kelinci dipotong dengan cara memotong bagian

leher dengan memotong bagian vena jugularis, arteri

carotis, trakea, dan esophagus. Trimming yaitu dengan

menggantung kaki kelinci belakang dibagian atas,

kemudian pengulitan mulai dari kaki belakang ke arah

kepala. Organ dalam dikeluarkan dengan cara kulit perut

disayat kemudian jeroan dikeluarkan. Karkas dan bagian

non karkas dipisahkan dengan memotong kepala, ekor,

organ dalam, dan kulit. Berat karkas ditimbang dan

persentase karkas dihitung, kemudian karkas dipotong

menjadi retail cut. Berat retail cut (kaki depan, leher-dada,

Page 39: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

21

pinggang dan kaki belakang) ditimbang dan dicatat.

Pemisahkan daging dan tulang pada karkas lalu ditimbang

berat tulang dan daging karkas, angka meat bone ratio

didapatkan.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kualitas

fisik karkas kelinci yang meliputi :

1.Persentase karkasahin Lgi euy..)

Berat karkas adalah bobot tubuh kelinci dikurangi

dengan berat kulit, berat kepala, berat telapak kaki,

berat ekor, berat organ dalam serta darah.

Bobot karkas = Bobot total –Berat ( kulit +

kepala + telapak kaki + ekor

+organ dalam + darah)

Persentase karkas = Berat karkas (Kg )

Bobot hidup (Kg ) × 100 %.

(Herndanez, et al. 2004)

2..Berat retail cut

Retail cut adalah potongan karkas yang terdiri dari

bagian kaki depan, dada-leher, pinggang dan kaki

belakang (Blasco dan Ouhayoun, 1993)

3.Meat bone ratio

Angka yang menunjukkan proporsi daging terhadap

tulang. Perbandingan daging dan tulang

dipengaruhi oleh dua komponen yaitu bobot daging

dan bobot tulang karkas.

𝑀𝑒𝑎𝑡 𝑏𝑜𝑛𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = daging g : tulang (g)

Page 40: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

22

3.4 Analisis Statistik

Data yang diperoleh ditabulasi dengan menggunakan

program excel, sedangkan data diolah dengan analisis ragam

(ANOVA) dari Rancangan Acak Kelompok, bila hasil analisis

ragam menunjukkan perbedaan nyata, dilanjutkan dengan uji

jarak berganda Duncan. Menurut Rahmawati (2008) model

matematik untuk Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai

berikut:

Yij = µ + πi + βj + εij

Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada

kelompok ke-j

µ = nilai tengah umum

πi = tambahan akibat pengaruh perlakuan ke-i

βj = tambahan akibat pengaruh kelompok ke-j

εij = tambahan akibat acak galat percobaan dari

perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

i = 1, 2, 3, 4...t

j = 1, 2, 3, 4...r

3.6. Batasan Istilah

Konsentrat : Pellet komersial Guyofeed

produksi PT. Citra Ina Feedmill.

Page 41: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

23

Mash : Hasil penggilingan pellet Guyofeed

yang berbentuk tepung.

Crumble : Hasil penggilingan pellet Guyofeed

yang berbentuk pellet pecah.

Pellet : Pellet komersial Guyofeed produksi

PT. Citra Ina Feedmill.

Pasta : Pakan bentuk mash yang di campur

dengan air perbandingan 1 : 1 .

Peranakan

New Zealand White : Kelinci yang memiliki penampilan

dan ciri-ciri fisik New Zealand White

yaitu mempunyai mata merah, dada

yang penuh, badannya medium namun

terlihat bundar dan gempal, kaki

depan agak pendek, kepala besar dan

agak bundar, telinga agak besar dan

tebal dengan ujungnya yang sedikit

membulat, serta bulunya sangat tebal

namun halus dan tidak jelas recording

persilangannya. .

Kualitas fisik karkas : Kualitas karkas yang dihasilkan

dilakukan pengecekan fisik tanpa

melalui uji laboratorium seperti

persentase karkas, bobot retal cuts.dan

meat bone ratio. .

Page 42: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

24

Page 43: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil penelitian pengaruh bentuk pakan konsentrat

terhadap persentase karkas, bobot retail cuts dan meat bone

ratio kelinci peranakan New Zealand White tercantum pada

Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh perlakuan terhadap variable penelitian

4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Karkas

Rata-rata persentase karkas kelinci New Zealand

White selama penelitian disajikan pada Tabel 4. Kelinci New

Zealand White yang akan dipotong dipuasakan selama 12 jam

agar isi saluran pencernaan tidak mempengaruhi persentase

karkas dan menujukkan persentase karkas sebenarnya.

Soeparno (2005), faktor-faktor yang menentukan persentase

karkas adalah umur, berat badan, perlemakan, dan isi saluran

pencernaan.

Rata-rata persentase yang dihasilkan tercantum pada

Tabel 4 berurutan dari P1, P2, P3 dan P4 adalah 47,46; 47,39;

47,73; dan 45,85%. Tabel 4 menunjukkan rata-rata persentase

karkas tertinggi pada perlakuan P3 yaitu pemberian pakan

konsentrat dalam bentuk mash dan rata-rata persentase

terendah pada perlakuan P4 yaitu pemberian pakan konsentrat

Page 44: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

26

dalam bentuk pasta. Persentase karkas hasil penelitian ini lebih

rendah dibandingkan hasil penelitian Yal, Onba dan Onba

(2006) melaporkan bahwa kelinci New Zealand White jantan

dan betina yang dipotong pada umur 11 minggu memberikan

pengaruh yang tidak nyata terhadap bobot dan persentase

karkas, masing-masing 822 g dan 48,77 % pada kelinci jantan,

sedangkan pada kelinci betina sebesar 849 g dan 48,69 %.

Persentase karkas yang rendah, diduga karena bobot potong

dan berat karkas yang rendah sehingga menghasilkan

persentase karkas yang rendah pula.

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

persentase karkas menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata

(P>0,05). Konsumsi pakan berbeda sangat nyata seperti yang

terlampir pada Lampiran 4. Hasil analisis ragam yang tidak

berbeda nyata antar perlakuan diduga berhubungan dengan

ukuran partikel pakan. Bentuk pakan yang memiliki ukuran

partikel lebih besar seperti bentuk pellet dan crumble

membutuhkan waktu yang lebih lama dalam usus untuk

dipecah menjadi butiran-butiran sehingga penyerapan lebih

maksimal. Nugroho, Budhi dan Panjono dkk (2012) pakan

yang lebih lama berada dalam usus akan lebih lama

bersinggungan dengan villi usus, akibatnya nutrisi yang bisa

dicerna menjadi lebih banyak dari pada pakan yang sebentar

berada dalam usus halus. Perlakuan konsentrat bentuk pasta

diduga lebih lama dalam usus dibandingkan bentuk pellet,

crumble dan mash, hal ini dikarenakan bobot potong rata-rata

tertinggi adalah perlakuan bentuk pakan pasta yaitu 1.853 g.

Persentase karkas yang tidak berbeda nyata dalam

penelitian ini disebabkan juga oleh persentase non karkas

kelinci yang lebih tinggi dibandingkan persentase karkas. Hal

ini sesuai pendapat Wardhana, Satrya, Sudiyono dan Dewanti

Page 45: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

27

(2014) yang mengatakan bahwa non karkas sangat

mempengaruhi produksi karkasnya. Rendahnya persentase non

karkas kelinci akan menghasilkan persentase karkas yang

tinggi. Faktor lain penyebab tidak berbeda nyata pada

persentase karkas, dikarenakan kandungan nutrisi tiap

perlakuan yang tidak berbeda dan hanya memiliki perbedaan

bentuk pakan pemberian saja. Hal ini sesuai pendapat

Soeparno (2005) menyatakan bahwa persentase karkas banyak

dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pakan.

Bobot potong akan mempengaruhi berat karkas yang

dihasilkan, sedangkan persentase karkas merupakan hasil dari

berat karkas dibagi bobot potong dan dikalikan 100 %. Hasil

yang tidak berbeda nyata terhadap persentase karkas ini

diduga disebabkan oleh bobot potong kelinci yang juga

berbeda tidak nyata. Hal tersebut dikarenakan nilai persentase

karkas sangat dipengaruhi oleh besarnya bobot potong dan

berat karkas, karena terdapat hubungan antara persentase

karkas dan bobot potong. Gondret, Larxul, Combes dan

Rochambeau (2005) menyatakan bahwa pada bobot potong

2.306 g, dihasilkan berat karkas antara 1.313-1.358 g dengan

persentase karkas antara 56,70-68,60%. Mujilah (2007)

menyatakan bahwa terdapat kecenderungan proporsi bagian-

bagian tubuh yang menghasilkan daging (kaki belakang,

pinggang, dada, dan leher) akan bertambah besar sesuai

dengan bertambahnya bobot badan, sehingga berat karkas

yang dihasilkan dipengaruhi oleh bobot potong dari ternak

yang bersangkutan.

Page 46: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

28

4.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Retail Cuts

Rata-rata bobot retail cut kelinci New Zealand White

selama penelitian disajikan pada Tabel 4. Rata-rata bobot

retail cuts yang dihasilkan pada penelitian ini tertera pada

Tabel 4 yang berurutan kaki depan dari P1, P2, P3 dan P4

adalah: 134; 139; 119 dan 132,5 g, leher-dada berurutan dari

P1, P2, P3 dan P4 adalah: 230,25; 225,75; 204 dan 222,75 g,

pinggang berurutan dari P1, P2, P3 dan P4 adalah: 250; 230;

219,25 dan 214,75 g dan kaki belakang berurutan dari P1, P2,

P3 dan P4 adalah: 243,5; 249,25; 226,25 dan 256,5 g. Rataan

di atas diketahui bahwa kaki belakang merupakan retail cuts

yang memiliki proporsi paling besar. Hal ini dikarenakan kaki

belakang merupakan retail cuts yang paling banyak memiliki

tulang. Penelitian Metzger (2004) menyatakan bahwa pada

bagian kaki belakang disebabkan bagian tersebut paling

banyak memiliki tulang.

Bobot retail cuts pada Tabel 4 diperoleh rataan

tertinggi pada kaki belakang dan pinggang, sedangkan rataan

bobot retail cuts terendah yaitu kaki depan dan leher-dada.

Kaki belakang merupakan retail cuts yang memiliki bobot

tertinggi dibandingkan potongan komersil kaki depan, leher-

dada dan pinggang. Brahmantyo dan Raharjo (2009) potongan

komersial seperti pinggang dan kaki belakang merupakan

potongan yang bernilai ekonomis tertinggi dibandingkan

potongan kaki depan dan dada.

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pengaruh

perlakuan terhadap bobot retail cuts tidak berbeda nyata

(P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata ini terjadi diduga

bentuk pakan mempengaruhi lama pakan dalam saluran dan

lama waktu penyerapan nutrisi pakan dalam usus yang

mempengaruhi pertambahan bobot badan harian sesuai

Page 47: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

29

Lampiran 5, tetapi tidak mempengaruhi bobot karkas sesuai

pada Tabel 4. Sebagaimana diketahui bahwa retail cuts

merupakan potongan-potongan bagian karkas sehingga jika

bobot karkas tidak berbeda nyata seperti ditunjukkan dari

persentase karkas yang tidak berbeda nyata, maka retail cuts

tidak akan berbeda nyata juga.

Hasil yang tidak berbeda nyata pada bobot retail cuts

ini diduga karena sejalan dengan persentase karkas yang tidak

berbeda nyata. Mujilah (2007) menyatakan bahwa terdapat

kecenderungan proporsi bagian-bagian tubuh yang

menghasilkan daging (kaki belakang, pinggang, dada dan

leher) akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya

bobot badan, sehingga bobot karkas yang dihasilkan

dipengaruhi oleh bobot potong dari ternak yang bersangkutan.

Rata-rata berat retail cut kelinci New Zealand White selama

penelitian disajikan pada Tabel 4. Rata-rata berat retail cuts

yang dihasilkan pada penelitian ini tertera pada Tabel 4 yang

kaki depan berurutan dari P1, P2, P3 dan P4 adalah: 134; 139;

119 dan 132,5 g, leher-dada berurutan dari P1, P2, P3 dan P4

adalah: 230,25; 225,75; 204 dan 222,75 g, pinggang berurutan

dari P1, P2, P3 dan P4 adalah: 250; 230; 219,25 dan 214,75 g

dan kaki belakang berurutan dari P1, P2, P3 dan P4 adalah:

243,5; 249,25; 226,25 dan 256,5 g. Rataan di atas diketahui

bahwa kaki belakang merupakan retail cuts yang memiliki

proporsi paling besar. Hal ini dikarenakan kaki belakang

merupakan retail cuts yang paling banyak memiliki tulang.

Penelitian Metzger (2004) menyatakan bahwa pada bagian

kaki belakang disebabkan bagian tersebut paling banyak

memiliki tulang.

Berat retail cuts pada Tabel 4 diperoleh rataan

tertinggi pada kaki belakang dan pinggang, sedangkan rataan

Page 48: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

30

berat retail cuts terendah yaitu kaki depan dan leher-dada.

Kaki belakang merupakan retail cuts yang memiliki berat

tertinggi dibandingkan potongan komersil kaki depan, leher-

dada dan pinggang. Brahmantyo dan Raharjo (2009) potongan

komersial seperti pinggang dan kaki belakang merupakan

potongan yang bernilai ekonomis tertinggi dibandingkan

potongan kaki depan dan dada.

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pengaruh

perlakuan terhadap berat retail cuts tidak berbeda nyata

(P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata ini terjadi diduga

bentuk pakan mempengaruhi lama pakan dalam saluran dan

lama waktu penyerapan nutrisi pakan dalam usus yang

mempengaruhi pertambahan bobot badan harian sesuai

Lampiran 5, tetapi tidak mempengaruhi berat karkas sesuai

pada Tabel 4. Sebagaimana diketahui bahwa retail cuts

merupakan potongan-potongan bagian karkas sehingga jika

berat karkas tidak berbeda nyata seperti ditunjukkan dari

persentase karkas yang tidak berbeda nyata, maka retail cuts

tidak akan berbeda nyata juga.

Hasil yang tidak berbeda nyata pada berat retail cuts

ini diduga karena sejalan dengan persentase karkas yang tidak

berbeda nyata. Mujilah (2007) menyatakan bahwa terdapat

kecenderungan proporsi bagian-bagian tubuh yang

menghasilkan daging (kaki belakang, pinggang, dada dan

leher) akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya

berat badan, sehingga berat karkas yang dihasilkan

dipengaruhi oleh bobot potong dari ternak yang bersangkutan.

Page 49: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

31

4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Meat Bone Ratio

Menurut Rosalie, et al. (2007) meat bone ratio adalah

parameter untuk memperkirakan kualitas karkas pada ternak

kecil seperti kelinci. Soeparno (2005) menyatakan bahwa

daging merupakan semua jaringan hewan dan semua produk

hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang layak untuk

dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi

yang memakannya. Rasio atau perbandingan daging dan

tulang menunjukkan besarnya bagian dari seekor ternak yang

dapat dikonsumsi. Nilai rasio yang semakin besar maka akan

semakin besar pula bagian yang dapat dikonsumsi. Rata-rata

meat bone ratio kelinci New Zealand White selama penelitian

disajikan pada Tabel 4.

Rata-rata meat bone ratio yang dihasilkan pada

penelitian ini masing-masing berurutan dari P1, P2, P3 dan P4

adalah 2,14; 2,36; 2,20; dan 2,23. Hasil penelitian ini lebih

rendah dibandingkan hasil penelitian Yal, et al. (2006) yang

menunjukkan meat bone ratio kelinci New Zealand White

adalah 5,29; 5,30 dan 5,28. Hal ini dikarenakan perbedaan

cara untuk mendapatkan meat bone ratio, dalam penelitian

Yal, et al. (2006) hanya menggunakan kaki bagian belakang

untuk menentukan meat bone ratio. Penelitian ini

menggunakan keseluruhan daging dan tulang karkas untuk

menentukan meat bone ratio sehingga menghasilkan meat

bone ratio yang lebih rendah.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh

perlakuan terhadap meat bone ratio tidak berbeda nyata

(P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata ini terjadi diduga

bentuk pakan mempengaruhi lama pakan dalam saluran dan

penyerapan nutrisi pakan dalam usus yang mempengaruhi

pertambahan bobot badan harian sesuai Lampiran 5, tetapi

Page 50: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

32

tidak mempengaruhi berat karkas sesuai pada Tabel 4. Hasil

analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap meat bone ratio

menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05). Hasil

yang tidak berbeda nyata ini disebabkan karena berat daging

dan berat tulang karkas yang tidak berbeda nyata pula, hal ini

disebabkan karena meat bone ratio dipengaruhi oleh besarnya

berat tulang dan daging karkas. Hal ini berarti jika berat tulang

lebih besar daripada berat daging, akan dihasilkan meat bone

ratio yang rendah. Sebaliknya jika berat tulang lebih rendah

daripada berat daging, akan dihasilkan meat bone ratio yang

tinggi. Faktor lain penyebab rendahnya meat bone ratio,

dikarenakan persentase karkas yang tidak berbeda nyata

sehingga meat bone ratio tidak nyata. Hal ini sesuai pendapat

Rihi (2004) peningkatan persentase karkas yang rendah

memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap persentase

daging dan tulang karkasnya.

Herndanez, et al. (2004) menyatakan bahwa kelinci

yang dipotong pada umur muda (9-13 minggu) menghasilkan

lemak karkas dan imbangan daging dan tulang lebih rendah

dibandingkan kelinci yang lebih tua. Cunningham dan Acker

(2001) menyatakan bahwa persentase daging dan tulang pada

ternak muda relatif tinggi dan persentase lemak karkasnya

rendah. Sebaliknya pada ternak yang lebih tua persentase

lemak lebih tinggi tetapi persentase daging dan tulang lebih

rendah. Tingkat perubahan persentase daging, tulang dan

lemak karkas dipengaruhi oleh spesies, bangsa, tipe ternak,

pakan dan jenis kelamin. Ternak jantan perdagingannya lebih

tinggi dari pada betina pada umur dan berat yang sama.

Page 51: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

33

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Pemberian pakan konsentrat dalam berbagai bentuk

pemberian dalam pakan kelinci menghasilkan kualitas fisik

karkas kelinci yang sama yang meliputi persentase karkas,

berat retail cuts (kaki belakang, leher-dada, pinggang dan kaki

depan) dan meat bone rasio.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pemberian pakan

konsentrat dalam berbagai bentuk menghasilkan kualitas fisik

karkas kelinci yang sama sehingga pemberian pakan

konsentrat untuk kelinci lebih baik diberikan dalam bentuk

mash atau pasta oleh peternak.

Page 52: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

34

Page 53: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

35

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E. D., Forest, C. J., Hedrick, H. B., Judge, M. D. and

Merkel, R.A. 2001. The Principle of Meat Science. W.H.Freeman and Co. San Fransisco.

Agunbiade, J. A. 2009. Meat From Wheat: Animal Feed Resources In A Flux. 52nd., Inaugural Lecture,

Olabisi Onabanjo University, Ago-Iwoye, Nigeria.

93p.

Al-Dobaib, S. N. 2010. Effect of diets on growth, digestibility,

carcass and meat quality characteristics of four

rabbit breeds. Saudi Journal of Biological Sciences (2010) 17, 83–93

Bianospino, E., Wechsler F. S., Fernandes, S., Roça R.O., and Moura A.S.A.M. T. 2006. Growth, carcass and meat

quality traits of straightbred and crossbred botucatu

rabbits. World Rabbit Sci. 14: 237 – 246

Brahmantiyo, B. dan Raharjo, Y. C. 2005. Pengembangan

Pembibitan Kelinci Di Pedesaan Dalam Menunjang

Potensi Dan Prospek Agribisnis Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha

Agribisnis Kelinci

Brahmantyo, B. dan Raharjo, Y. C. 2009. Karateristik Karkas

dan Potongan Komersial Kelinci Rex dan Satin.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner tahun 2009

Blasco, A., and Ouhayoun J. 1993. Harmonisation of criteria

and terminology in rabbit meat research. Revised Proposal. World Rabbit Sci., 4, 93–99.

Page 54: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

36

BSI. 2009. Standar Mutu Pakan Ternak. Badan Standarisasi

Indonesia. Jakarta.

Cunningham, M. and Acker, D. 2001. Animal Science and

Industry. 6th edition. Prentice Hall New Jersey.

Combes, S.T., Gidenne, N.J., and Feugier, A. 2003. Impact Of

A Quantitative Feed Restriction On Meat Quality Of

The Rabbit. In: Proc. Cost Action 848, Working Group 5 Meat Quality, Prague, Czech Republic. 45

p.

Damron, W.S. 2003. Introduction to Animal Science. Global, Biological, Social, and Industry Perspectives. 2nd

Ed. Prentice Hall, New Jersey. pp. 670

Effiong, O.O. and Wogar, G. S. 2007. Litter Performance

Traits Of Rabbits Under Mixed Feeding Regime.

Proc.32nd

Annual Conference of the Nigerian Society of Animal Production pp :155-158

El-Raffa, A. M. 2004. Rabbit production in hot climates. J. 8th

World Rabbit Congres.

Fomunyam, R.T. and Ndoping, B.N. 2000. Utilzation of

pelleted and non pelleted feed by growing rabbit in tropical condition. World Rabbit Science Vol 8

(2):61-62

Fadare, A.O. 2015. Feed utilization of New Zealand White, Californian, Palomino Brown and Havana Black

rabbit in the humid tropics. Sky Journal of

Agricultural Research Vol. 4 (2), pp. 038 - 041

Page 55: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

37

Gillespie, R. J. 2004. Modern Livestock and Poultry

Production 7th Delmar Learning. Clifton Park. New

York

Gondret, F., Larzul, C., Combes, C., and Rochambeau, H.

2005. Carcass composition, bone mechanical

properties, and meat quality traits in relation to growth rate in rabbits. Anim. Sci. 2005. 83:1526–

1535

Haryoko, I. dan Warsiti, T. 2005. Pengaruh jenis kelamin dan

bobot potong terhadap karakteristik fisik karkas

kelinci peranakan New Zealand White. Animal

Production Vol.10 No.2. hlm:85-89.

Hernandez, P., Aliaga, S., Pla, M., and Blasco, A. 2004.

Selection for growth rate and slaughter age on carcass composition and meat quality traits in

rabbits. Journal of Animal Science 82 (3) : 654-660.

Jahan, M. S., Asaduzzaman, M. and Sarkar, A. K. 2006.

Performance of broiler feed on mash, pellet and

crumble. International Journal of Poultry Science 5

(3): 265-270, 2006

Jiao, S., Maltecca, C., Gray,K. A., and Cassady, J. P. 2014.

Feed intake, average daily gain, feed efficiency and real-time ultrasound traits in duroc pigs: genetic

parameter estimation and accuracy of genomic

prediction. J. Anim. Sc. 92(6): 7978

Kartasudjana, R. 2001. Teknik Produksi Pakan Ternak. Modul

Program Keahlian Budidaya Ternak.

Page 56: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

38

Lebas, F., Coudert, P., Rouvier, R., and Rohambeau, H. D.

1986. The Rabbit Husbandary, Health and

Production. FAO Animal Production and Health

Series No. 21, Rome, Italy.

Mcnitt, J. I., Lukefahr, S. D. Cheeke, P. R. and Patton, N. M.

2013. Rabbit Production 9th Edition. Cabbi: Boston

Metzger, S. Z., Odermatt, M., and Z. S. Szendro. 2004. Examination on the carcass traits of different rabbit

genotypes. 8th World Rabbit Congress, Puebla City,

Mexico.

Milisits, G.I., Romavari, R.I., Szendrö, Z.s., Masoreo, G., and

Bergoglio, G. 2000. The Effect Of Age and Weight

On Slaughter Traits and Meat Composition Of Pannon White Growing Rabbits. In Proc.: 7th World

Rabbit Congress, 4-7 July, 2000, Valencia, Spain.

629-636.

Mirgheleni, S. A., and Golian, A. 2009. Effects of feed form on

development of digestive tract, performance and

carcass traits of broiler chickens. Journal of Animal and Veterinary Advances, 8 (10): 1911-1915.

Mujilah, S. A. 2007. Pengaruh Penggunaan Onggok Fermentasi Dalam Ransum terhadap Persentase

Karkas dan Bukan Karkas Kelinci Lokal Jantan.

Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

National Research Council. 1977. Nutrient Requirement of

Rabbit. National Academic of Science, Washington.

Page 57: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

39

Nugroho, S. S., Budhi, S. P. S., dan Panjono. 2012 Pengaruh

Penggunaan Konsentrat Dalam Bentuk Pelet Dan

Mash Pada Pakan Dasar Rumput Lapangan Terhadap

Palatabilitas dan Kinerja Produksi Kelinci Jantan. Buletin Peternakan Vol. 36 (3): 169-173,

Ogbu C. C., Ani A. O. and Nwogwugwu P. 2014. Growth performance, feed preference and circadian

variation in behavioural traits of rabbits reared

singly and in group . J Anim Pro Adv 4(8): 488-500

Ortiz., Hernandez J.A., Rubio., and Luzano, MS. 2001. Effect

of breed and sex on rabbit carcass yield and meat

quality. World Rabbit Sc., 9 (2) 51-46

Rahmawati, R. 2008. Penelusuran Keragaman Dalam Blok

Pada Rancangan Acak Kelompok Dengan Intergradien. Media Statistika, Vol. 1, No. 2 : 63-68

Rosalie, B. L., Dojan, C., And Savu, C. 2007. Effects of protein level from forages on the rabbit carcass

quality. Scientific Works. Series C. Veterinary

Medicine. Vol. LX (1)

Rihi, J.L. 2004. Produksi karkas dan kualitas fisik daging

kelinci lokal yang diberikan konsentrat dengan level

protein berbeda. Bulletin Peternakan 28 (2):65-71

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada

University Press.Yogyakarta

Sogunle, O.M., Olatunbosun, O.O., Adeyemi, O.A., Oso,

O.A., Ekunseitan, D.A., and Bello, K.O. 2014.

Feed forms of different particle sizes: growth response, carcass yield and intestinal villus

Page 58: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

40

morphology of growing rabbits. Bulletin UASVM

Agriculture 71 (1).

Villalobos,O., Guillén O., and García J. 2008. Effect of cage density on growth and carcass performance of

fattening rabbits under tropical heat stress

conditions. World Rabbit Sci. 16: 89 - 97

Wardhana, R.P., Satrya, F.D., Sudiyono, dan Dewanti, R.

2014. Pengaruh Penggunaan Klobot Jagung Segar Dalam Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering

dan Bahan Organik Serta Produksi Karkas Kelinci

Peranakan New Zealand White Jantan. Buletin

Peternakan Vol. 38 (3): 150-156

Williamson, G. and Payne, W.J.A. 1993. Pengantar

Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Yal, S.E., Onba, E.I., and Onba, I. 2006. Effect of sex on

carcass and meat characteristics of New Zeland

White rabbit aged 11 weeks. Asian-Australian

Journal of Animal Science 19 (8) :1212

Zotte, A.D. 2002. Perception of rabbit meat quality and

major factors influencing the rabbit carcass meat

quality. 7th. Livest. Prod. Sci. 75: 11-32.

Page 59: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

41

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data dan Analisis Statistik Persentase Karkas

Data Persentase Karkas

Analisis ragam:

Faktor Koreksi FK =(∑x)2

n

=753 ,812

16

= 35514,3

Page 60: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

42

JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK

3

j=1

3

i=1

= 47,352+47,952 + 49,762 …+ 46,572 − 35514,3

= 72,5619

JK Perlakuan = Yt2

r - FK

3

i=1

=189,852+189,582+190,952183 ,432

4− 35514,3

= 8,67182

JK Kelompok= Yu2

t - FK

3

i=1

=186 ,912+187 ,642+196,22+183 ,062

4− 35514,3

= 23,0356

JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok

= 72,5619 - 8,67182 – 23,0356

= 40,8546

Page 61: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

43

TABEL ANOVA

Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 0,63678. Artinya

perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak

memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)

terhadap persentase karkas.

2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 1,69153.

Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat

tidak memberikan perbedaan pengaruh

(P>0,05) terhadap persentase karkas

Page 62: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

44

Lampiran 2. Data dan Analisis Statistik Retail Cuts

Data Kaki Depan

Analisis ragam:

Faktor Koreksi FK =(∑x)2

n

=20992

16

= 275362,6

JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK

3

j=1

3

i=1

= 1342+1392 + 1282 …+ 1282 − 275362,6

= 2544,438

Page 63: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

45

JK Perlakuan = Yt2

r - FK

3

i=1

=5372+5562+47625302

4− 275362,6

= 882,6875

JK Kelompok= Yu2

t - FK

3

i=1

=5702+5202 +5212+4882

4− 275362,6

= 858,6875

JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok

= 2544,438 – 882,6875 – 858,688

= 803,0625

Page 64: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

46

TABEL ANOVA

Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 3,297455. Artinya

perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak

memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)

terhadap bobot kaki depan.

2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 3,207798.

Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat

tidak memberikan perbedaan pengaruh

(P>0,05) terhadap bobot kaki depan

Page 65: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

47

Data Leher-Dada

Analisis ragam:

Faktor Koreksi FK =(∑x)2

n

=35312

16

= 779247,6

JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK

3

j=1

3

i=1

= 2272+2322 + 2452 …+ 2302 − 779247,6

= 7471,438

Page 66: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

48

JK Perlakuan = Yt2

r - FK

3

i=1

=9212+9032+81628912

4− 779247,6

= 1599,188

JK Kelompok= Yu2

t - FK

3

i=1

=9242+8782+9112 +8182

4− 7471,438

= 1678,688

JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok

= 7471,438 – 1599,188 – 1678,688

= 4193,563

TABEL ANOVA

Page 67: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

49

Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 1,14403. Artinya

perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak

memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)

terhadap bobot leher-dada.

2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 1,200903. Artinya, perlakuan

bentuk pakan konsentrat tidak memberikan perbedaan

pengaruh (P>0,05) terhadap leher-dada.

Page 68: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

50

Data Pinggang

Analisis ragam:

Faktor Koreksi FK =(∑x)2

n

=3656 2

16

= 835396

JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK

3

j=1

3

i=1

= 2672+2322 + 2292 …+ 2092 − 835396

= 17564

Page 69: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

51

JK Perlakuan = Yt2

r - FK

3

i=1

=1000 2+9202+87728592

4− 835396

= 2956,5

JK Kelompok= Yu2

t - FK

3

i=1

=9352+8952+8142 +1012 2

4− 835396

= 5101,5

JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok

= 17564 – 2956,5 – 510,5

= 9506

TABEL ANOVA

Page 70: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

52

Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 0,933042. Artinya

perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak

memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)

terhadap bobot pinggang.

2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 1,609983.

Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat

tidak memberikan perbedaan pengaruh

(P>0,05) terhadap bobot pinggang.

Page 71: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

53

Data Kaki Belakang

Analisis ragam:

Faktor Koreksi FK =(∑x)2

n

=3903 2

16

= 952088

JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK

3

j=1

3

i=1

= 2582+2422 + 2552 …+ 2932 − 952088

= 19960,94

Page 72: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

54

JK Perlakuan = Yt2

r - FK

3

i=1

=9742+9972+90621026 2

4− 952088,1

= 1961,88

JK Kelompok= Yu2

t - FK

3

i=1

=1122 2 +9432+9112 +9272

4− 952088,1

= 7257,688

JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok

= 19960,94 – 1961,188 – 7257,688

= 10742,06

Page 73: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

55

TABEL ANOVA

Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 0,547713 Artinya

perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak

memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)

terhadap bobot kaki depan.

2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 2,026898.

Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat

tidak memberikan perbedaan pengaruh

(P>0,05) terhadap bobot kaki depan.

Page 74: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

56

Lampiran 3. Data dan Analisis Statistik Meat bone Ratio

Data Meat bone Ratio

Analisis ragam:

Faktor Koreksi FK =(∑x)2

n

=35,792

16

= 80,05776

JK Total = 𝑌𝑖𝑗2- FK

3

j=1

3

i=1

= 2,12+2,312 + 2,12 …+ 2112 − 80,05776

= 0,403544

Page 75: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

57

JK Perlakuan = Yt2

r - FK

3

i=1

=8,582+9,442+8,8228,952

4− 80,05776

= 0,098469

JK Kelompok= Yu2

t - FK

3

i=1

=8,862+9,372+9,212+8,352

4− 80,05776

= 0,153019

JK Galat = JK Total− JK Perlakuan− JK Kelompok

= 0,403544 – 0,098469 – 0,153019

= 0,152056

Page 76: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

58

TABEL ANOVA

Kesimpulan: 1. F Hitung Perlakuan < F tabel 5% = 1,942743. Artinya

perlakuan bentuk pakan konsentrat tidak

memberikan perbedaan pengaruh (P>0,05)

terhadap Meat bone Ratio.

2. F Hitung Kelompok < F tabel 5% = 3,01899.

Artinya, perlakuan bentuk pakan konsentrat

tidak memberikan perbedaan pengaruh

(P>0,05) terhadap Meat bone Ratio.

Page 77: RIWAYAT HIDUPrepository.ub.ac.id/137521/2/Isi.pdf · RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kediri, 20 Juli 1993 sebagai anak ketiga dari Bapak R. P. Bambang Utoyo, B.A dan Ibu Suryaningsih

59

Lampiran 4. Data Konsumsi Pakan dan Pertambahan

Bobot Badan

Tabel.rata-rata konsumsi pakan g/ekor/hari per unit

perlakuan selama penelitian

Tabel.rata-rata pertambahan bobot badan g/ekor/hari per

unit perlakuan selama penelitian