riska laporan kasus unstable angina pectoris

30
BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN OKTOBER 2014 ANGINA PEKTORIS TAK STABIL Oleh : Andi Riskayani C111 09 345 Supervisor : dr. Pendrik Tandean,Sp.PD- KKV,FINASIM 1

Upload: hendrik

Post on 22-Dec-2015

355 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

lapsus kardio

TRANSCRIPT

BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN OKTOBER 2014

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

Oleh :Andi Riskayani

C111 09 345

Supervisor :dr. Pendrik Tandean,Sp.PD-KKV,FINASIM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULER

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2014

1

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Andi RiskayaniNim : C 111 09 345Judul Lapsus : UNSTABLE ANGINA PECTORIS

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian kardiolodi & kedokteran vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, oktober 2014

Supervisior CoAss

dr. Pendrik Tandean,Sp.PD-KKV,FINASIM Andi Riskayani

2

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AR

Umur :63 tahun

Jenis kelamin :Laki-laki

Tanggal masuk : 24 Oktober 2014

Nomor RM :68-25-19

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Nyeri dada

Riwayat penyakit sekarang : Nyeri dada dialami sejak 7 jam sebelum

masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan seperti tertekan beban berat pada

daerah substernal, tembus ke belakang, dan menjalar ke lengan kiri dengan

durasi sekitar 30 menit. Nyeri dada muncul pada saat beraktifitas, tidak

menghilang dengan istirahat. Nyeri dada disertai dengan keringat dingin.

Riwayat nyeri dada sebelumnya dialami sejak ± 7 bulan yang lalu, namun

nyeri berkurang dengan istirahat dan pemberian obat di bawah lidah. Nyeri

dada dirasakan hilang timbul. Riwayat pingsan tidak ada. Sesak tidak ada.

Sesak pada saat tidur terlentang tidak ada. Terbangun malam hari karena

sesak tidak ada. Tidak mual dan muntah, namun ada nyeri ulu hati.

Riwayat nyeri ulu hati tidak ada.

BAB : Biasa, kesan normal

BAK : Lancar, kesan cukup.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

1. Riwayat hipertensi ada sejak 5 tahun yang lalu. Minum obat anti-

hipertensi secara teratur.

2. Riwayat merokok ada sejak 20 tahun lalu, sebanyak 1 bungkus/3 hari.

3. Riwayat diabetes mellitus tidak ada

4. Riwayat dislipidemia tidak diketahui

3

D. FAKTOR RISIKO

a. Tidak dapat dimodifikasi: Laki-laki 63 tahun. Riwayat nyeri dada

sebelumnya.

b. Dapat dimodifikasi : Hipertensi, merokok, obesitas

E. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Sakit sedang/Overweight/Compos Mentis

a. Berat badan :75kg

b. Tinggi badan :168 cm

c. Indeks massa tubuh: 26,59 kg/m2

2. Tanda vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi :72 x/menit, regular

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,6C (aksilla)

3. Kepala

Mata : Anemis (-), ikterus (-)

Bibir : Sianosis (-)

Leher : DVS R+2 cmH2O (300)

4. Dada

Inspeksi : Simetris kiri=kanan, normochest

Palpasi :Nyeri tekan (-), Massa Tumor (-), Vokal fremitus

kiri=kanan

- Perkusi : Sonor kiri = kanan

Batas paru-hepar : ICS IV dekstra

Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra

Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra

Auskultasi : BP : Vesikuler; BT : Ronki-/-, Wheezing -/-

5. Jantung

4

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi : Pekak

Batas atas jantung : ICS II sinistra

Batas kanan jantung : IC IV linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS V linea aksilaris anterior

sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-)

6. Abdomen

Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Nyeri tekan (-). Massa tumor (-) Hepar,Lien tidak teraba

Perkusi : Timpani (+)

7. Ekstremitas

Ekstremitas superior kanan dan kiri :

Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada

Ekstremitas inferior kanan dan kiri :

Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada.

Edema pretibial (-/-), dorsum pedis (-/-)

8. PEMERIKSAAN EKG

5

Irama : Sinus

Heart Rate : 72x/menit

Regularitas : Reguler

Axis : Normoaxis

P wave : 0,08 s

PR interval : 0,16 s

QRS complex : 0,08 s

ST Segment : isoelektrik

T wave : T inverted pada lead I, aVL, V1-V4

Kesimpulan :

- Irama sinus normal rate

- Normoaksis

- Iskemik anteroseptal wall

9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

6

TEST RESULT NORMAL VALUE

7

WBC 9,5 x 103 /mm3 4,0-10,0 x 103/ mm3

RBC 4,25 x 106 /mm3 4,0-6,0 x 106/ mm3

HGB 14,2 mg/dl 13,0-17,0g/dl

HCT 39,0% 40,0-54,0 %

GDS 141 mg/dl 140 mg/dl

Ureum 39 mg/dl 10-50 mg/dl

Creatinin 1,0 mg/dl M(<1,3);F(<1,1) mg/dl

PLT 228 x 103 /uL 150-500 x 103/ml

CK 167U/L L(<190) P (<167)

CK-MB 19,8U/L < 25

Troponin T <0,02 <0,05 ng/ml

SGOT 30mg/dl <38 U/l

SGPT 25 mg/dl <41 U/l

Total Cholesterol 223 mg/dl 200 mg/dl

HDL51 mg/dl M(>55);F(>65) mg/dl

LDL144 mg/dl <130 mg/dl

TG147 mg/dl 200 mg/dl

Uric Acid 9,4 mg/dl 2,4-5,7 mg/dl

ElektrolitNatriumKaliumKlorida

1444.0108

136 – 1453,5 – 5,197 - 111

10. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Foto Thoraks PA

8

- Corakan bronkovaskular dalam batas normal

- Tidak Nampak proses spesifik pada kedua paru

- COR membesar dengan CTI = 0,6 aorta dilatasi dan elongasi

- Kedua sinus dan diafragma baik

- Tulang-tulang intak

Kesan : Cardiomegaly disertai dilatation et elongation aorta

11. DIAGNOSIS

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

12. PENGOBATAN

• Bed rest

• O2 2-4 LPM via Nasal Canule

• IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam

• Nitrat : Fasorbid 10 mg/8 jam/oral

Isosorbid Dinitrat 5mg/SL (bila nyeri dada)

9

• Anti-agregasi platelet :

Aspilet 80 mg / 24 jam/oral

Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral

• Antit-coagulant : Arixtra 2,5mg/24 jam/Subkutan

• Anti hipertensi : Candesartan 16mg/24 jam/oral

• Statin : Simvastatin 20mg/24 jam/oral

• XO inhibitor : Allopurinol 100mg/12 jam/oral

• Anti-anxietas : Alprazolam 0.5 mg (bila perlu)

• Laksatif: Laxadine syr 0-0-2C

Rencana pemeriksaan :

- EKG per hari

- Kontrol enzim jantung

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

1. Definisi

10

Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara

mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri

vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,

hipertensi, dan akumulasi lipid.2

Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner

akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di

sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran

darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan

fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark

Angina pektoris tak stabil, kadang-kadang disebut angina kresendo

ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat dan merupakan

tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin irreversibel

sehingga kadang-kadang disebut angina prainfark (robbin)

2. Faktor Risiko

Faktor risiko biologis angina pektoris tak stabil yang tidak dapat diubah

yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko

yang masih dapat diubah,sehingga berpotensi dapat memperlambat proses

aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan

toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.3

Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami

ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).2

Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi

trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan

melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu,

aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein

IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino

pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand

(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang

11

dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan

platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.1,2

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel

yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin

menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin.

Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri

atas agregat trombosit dan fibrin.1,2

Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli

arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria

terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit

inflamasi sistemik.5

3. Patologi

Ruptur plak

Kejadian angina pektoris tak stabil diawali dengan terbentuknya

aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh

darah.Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di

dalam dinding arteri.Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen,

sehingga diameter lumen menyempit.Penyempitan lumen mengganggu aliran

darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.5

Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,

hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan

aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan

injury bagi sel endotel.Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi

memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja

sebagai vasodilator, anti-trombotikdan anti-proliferasi.Sebaliknya, disfungsi

endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan

angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.5

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.

Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.

12

Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi

kolesterol LDL.Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi

disebut sel busa (foam cell).Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan

migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi

matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan

fibrosa menutupi ateromamatur, membatasi lesi dari lumen pembuluh

darah.Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan

terbentuknya trombosis.Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau

perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.5

Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi

plak.Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,

menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark

miokard..Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard

dan keparahan manifestasi klinis penyakit.Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada

arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.5

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan

miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,

biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung

menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia

yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan

kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.5

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,

fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan

glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang

berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam

laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran

sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan

ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard

13

yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit).Iskemia yang

ireversibel berakhir pada infark miokard.5

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet

dan meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup

pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST,

sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan

stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu

dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu

disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos,

makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam

pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel

busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor

jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor

jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi

enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.

Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet

dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi  yang lebih

luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi

ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan

berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.

Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina

tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang

diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh

darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada

angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme

14

seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam

pembentukan trombus.

Erosi Plak tanpa Ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya

proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan

endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos

dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.

Gambar 1. Patofisiologi berbagai sindrom klinis angina pectoris tidak stabil

15

4. Gejala Klinis

Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau

keluhan nyeri dada yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina

biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau

timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak

napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.

5. Diagnosis

Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan

anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG dengan tanda-tanda

iskemik yaitu ST depresi atau inversi T.2

5.1. Anamnesis

1. Nyeri dada :

Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:

- Lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.

- Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk,

diperas, dipelintir.

- Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut, lengan

kanan bawah.

- Nyeri membaik/menghilang dengan istirahat/nitrat.

- Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah

makan.

- Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,

cemas, lemas.

2. Sesak napas (Dispneu):

Dispneu adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri

napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan

keluhan dari:

16

- Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial

- Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi)

dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas

karna hipoksia.

- Penyakit deformitas dinding toraks

- Sakit otot pernapasan

- Obesitas

- Anemia, dll.

Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan

penyebab yang mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli

paru, pneumotoraks, udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi

jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan pemakaian bronkodilator

dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.Namun sesak napas yang

hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis diperkirakan akibat

gagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung kiri

dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah:

- Dyspnea on Effort (DOE)

- Orthopnea

- Paroxysmal Nocturnal Dyspnea

- Dyspnea at rest

5.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa

beristirahat (gelisah) akibat nyeri dada dengan durasi sekitar >20 menit

dengan ekstremitas pucat kadang disertai keringat dingin dan mual muntah.

5. 3. Pemeriksaan Penunjang

EKG

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien

dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai sindroma koroner

17

akut.Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan

di IGD.Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan

terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat

mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.Jika

pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap

simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan

interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus

dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.2

5.4. Biomarker kerusakan jantung 6

Alat diagnostik selanjutnya adalah pelepasan dan dan peningkatan

penanda biokimiawi serum pada cedera sel jantung. Penanda tersebut adalah

kreatinin kinase (CK) dan isoenzimnya Creatinin Kinase-MB, dan troponin :

cardiac specific troponin T (cTnT) dan cardiac specific troponin I (cTnI).

Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan penanda cedera otot

yang paling spesifik seperti pada infark miokardium. Setelah infark

miokardium akut, CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam

dengan kadar puncak dalam 18 hingga 24 jam, dan kembali menurun hingga

normal setelah 2 hingga 3 hari. CK-MB juga terdapat dalam otot skelet

sehingga penegakan diagnosis cedera miokardium didasarkan pada pola

peningkatan dan penurunan.

Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) merupakan protein

regulator yang mengendalikan hubungan aktin dan myosin yang bersifat

spesifik untuk pelepasan dari miokardium. Troponin akan meningkat 4 hingga

6 jam setelah cedera miokardium dan akan menetap hingga 10 hari setelah

peristiwa tersebut dan dianggap sangat spesifik pada peningkatan CK yang

hanya sedikit. Sebaliknya, tidak adanya peningkatan CK cenderung

menyingkirkan adanya infark miokardium.

Penanda biokimia cedera sel jantung (peningkatan kadar serum)

Penanda Meningkat Memuncak Durasi

18

Creatinin Kinase (CK)

4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari

Creatinin Kinase-MB (CK-MB)

4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari

Cardiac specific troponin T (cTnT)

4-6 jam 18-24 jam 10 hari

Cardiac specific Troponin I

4-6 jam 18-24 jam 10 hari

6. Terapi2,7

Penatalaksanaan pada angina pectoris tidak stabil difokuskan pada tiga hal

berikut:

a. Stabilisasi plak. Mencegah perluasan atau perkembangan trombus

intrakoroner untuk mencegah serangan jantung

b. Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik.

c. Mengoreksi penyebab dasar penyakit arteri coroner dan mengoreksi

gangguan hemodinamik yang menyertai.

d. Pengobatan Umum

Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring sampai anina

terkontrol, puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam

pertama, pembreian transquilizer untuk menenangkan pasien dan laksans agar

penderita tidak mengedan.

e. Pengobatan Khusus

Atasi nyeri dada dan iskemia

Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian intravena biasanya

dapat mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilakukan dengan

infusion pump, sebagai gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang

dikombinasi dengan preparat oral. Dosis awal nitrogliserin (IV) biasanya 5

ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit) setiap 5 menit sampai nyeri dada

menghilang. Dosis maksimal adalah 200 ug/menit. Pemberian dosis besar

(lebih dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat menimbulkan

methemoglobinemia. Dosis IsoSorbid Dinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg.jam

kemudian ditingkatkan sampai nyeri dada mereda

19

Agar perfusi miokard tetap adekuat, makan selama pemberian nitrat IV

tekanan darah sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan

darah diastolic tidak bileh lebih rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi

hipotensi, maka dosis nitrat harus diturunkan. Apabila nitrat IV masih belum

berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi morfin (2,5-5mg)secara IV.

Apabila tidak ada kontraindikasi segera diberikan β-blocker. β-blocker short

acting lebih diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan

teratasi. Propranolol 10 mg dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang

memiliki penyakit obstruksi paru kronis, DM atau dyslipidemia dapat diganti

atenolol (50 mg/tablet) atau dganti CCB seperti verapamil atau diltiazem.

Apabila angina amasih takstabil dapat diveri triple theraphy yaitu Nitrat,β-

blocker, dan CCB. β-blocker long acting seperti bisoprolol sebaiknya

diberikan sesudah kondisi stabil.

Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner

Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160-300 mg.hari (dosis

tunggal). Clopidogrel loading dose 300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada

pasien AP tak stabil diikuti 75 mg/ hari. LMWH lebih disukai daripada

heparin karena cara pembriannya mudah dan dosis tidak perlu disesuaikan

dengan pemeriksaan aPTT 6 jam. LMWH diberikan satu atau dua kali sehari

tergantung preparat selama 5 hari.

Koreksi gangguan hemodinamik dan control factor presipitasi

Koreksi semua factor penyebab disfungsi jantung, misalnya aritmia dengan

obat anti aritmia, gagal jantung dengan kardiogenik atau diuretic, anemia

diberi trasfusi darah, dan seterusnya.

Tindak Lanjut

Berhubung karena angina tak stabil memiliki resimo tngi terjadi infark

miokard akut (IMA), setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan

untuk dilakukan angiografi coroner selektif. Mobilisasi bertahap diikuti

20

treadmill tes untuk menentukan perlunya angiografi kororner merupakan

pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan dengan

obat, maka dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan

intraaortic balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner, kemudian

cABG atau PTCA tergantung lesi pada arteri koronaria.

7. Prognosis 7

TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostik yang

paling valid. Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1

poin, dengan total poin 0-7 :

- Umur ≥ 65 tahun

- penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir

- telah diketahui menderita stenosis coroner ≥ 50%

- peningkatan enzim-enzim jantung

- minimal 3 faktor risiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes mellitus,

perokok aktif, riwayat keluarga dengan penyakit arteri koroner,

hipertensi, hiperkolesterolemia)

- gejala angina yang berat ( dua atau lebih serangan angina dalam 24 jam

terakhir)

- Deviasi segmen ST pada EKG

Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total

skor TIMI 3. Jadi, pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya

mempertimbangkan penggunaan glikoprotein IIb/IIIa IV, heparin (LMWH)

dan kateter jantung dini.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 20072. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia

Kedokteran. 2005; 147: 6-94. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC.

2007.5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A

Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 20086. Price, A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit edisi ke-6. Jakrta: EGC. 20107. American Heart Association. Management of Patients with Unstable Angina/

Non ST Elevation Myocardial Infarction. For a copy of the executive summary (J Am Coll Cardiol 2007;50:652–726; Circulation 2007;116:803–877)

22