riset pegagan terhadap kemampuan kongnitif

40
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, manusia mulai memperhatikan aspek- aspek yang dapat meningkatkan taraf hidupnya, termasuk untuk meningkatkan fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan kemampuan berpikir rasional yang berkaitan dengan proses mengingat, menganalisa, memperhatikan, menilai, dan orientasi. Fungsi kognitif mencakup kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Kemampuan kognitif dapat diukur salah satunya dengan test IQ (intelligence quotient). Berdasarkan test IQ, dapat terlihat bahwa seseorang yang memiliki kecerdasaan intelektual tinggi cendrung lebih cepat dalam proses berpikir rasional, sehingga energi yang terbuang dalam proses berpikir lebih sedikit dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai kecerdasaan intelektual rendah. Akan tetapi seseorang yang memiliki kecerdasaan emosional tinggi dapat pula menjadi lebih unggul dalam berpikir rasional dibandingkan dengan seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi. Hal ini terjadi karena seseorang yang memiliki kecerdasaan emosional 1

Upload: yosephine-vemberlia

Post on 02-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Pegagan memiliki berbagai macam manfaat, salah satu yang sedang dikembangkan adalah manfaatnya dalam hal meningkatkan kemampuan kognitif. Pegagan sangat mudah ditemukan di Indonesia.

TRANSCRIPT

Bab 1Pendahuluan

1.1 Latar BelakangDewasa ini, manusia mulai memperhatikan aspek-aspek yang dapat meningkatkan taraf hidupnya, termasuk untuk meningkatkan fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan kemampuan berpikir rasional yang berkaitan dengan proses mengingat, menganalisa, memperhatikan, menilai, dan orientasi. Fungsi kognitif mencakup kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Kemampuan kognitif dapat diukur salah satunya dengan test IQ (intelligence quotient). Berdasarkan test IQ, dapat terlihat bahwa seseorang yang memiliki kecerdasaan intelektual tinggi cendrung lebih cepat dalam proses berpikir rasional, sehingga energi yang terbuang dalam proses berpikir lebih sedikit dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai kecerdasaan intelektual rendah.

Akan tetapi seseorang yang memiliki kecerdasaan emosional tinggi dapat pula menjadi lebih unggul dalam berpikir rasional dibandingkan dengan seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi. Hal ini terjadi karena seseorang yang memiliki kecerdasaan emosional tinggi cenderung dapat menguasai diri dari pemicu stress (stressor). Dari beberapa penelitian sebelumnya (Gupta dan Kumar, 2003) dikatakan bahwa stress merupakan salah satu penyebab penyakit neurodegeneratif.Hal ini erat kaitannya dengan otak. Dalam proses berpikir terjadi proses neutotransmiter yang melibatkan berbagai hormon seperti serotonin, dopamin, norephineprine, ephineprine, glutamat, acethylcoline, GABA (Asam gamma aminobutyric), dan noradrenaline.Kemampuan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan beberapa cara diantaranya dengan mengkonsumsi tanaman herbal secara langsung ataupun yang sudah diolah secara alami. Salah satu tanaman herbal yang dapat meningkatkan fungsi kognitif adalah tanaman pegagan (Centella asiatica(L.) Urban). Pegagan banyak ditemukan dan hidup di daerah Asia, seperti Indonesia. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan pegagan terbukti mempunyai khasiat sebagai penyembuh luka, neoroprotective, obat penyakit jantung, pencegah penyakit hati (hepar), meningkatkan immunitas tubuh, anti depresi, obat penyakit autoimmune, anti kanker, obat darah rendah (hipotensi), dan anti diabetes. (Kanchan dan Chaturvedi, 2013)Beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang mengemukakan bahwa pegagan dapat meningkatkan fungsi kognitif. Kandungan dalam pegagan dapat mengaktivasi fungsi otak. Adapun kandungan dalam pegagan yang berperan penting dalam peningkatan fungsi kognitif adalah asiatikosid. Berdasarkan uji preklinis yang dilakukan oleh (Kanchan dan Chaturvedi, 2013), terlihat bahwa pemberianCentella asiatica pada tikus (Rattus norvegicus L.) dewasa dapatmemperpanjangdendrit neuron dalam proses pembentukan hipokampal pada CA3(area gyrus ketiga) pada tikus selama masa pertumbuhan.Selain itu, studi klinisyang dilakukan oleh (Kanchan dan Chaturvedi, 2013) jugamembuktikan bahwaCentella asiaticaberkhasiat dalammelindungi neuron dari kerusakan oksidatif dengan memberikan paparan terhadapasamglutamat berlebih. Studi juga menunjukkan bahwa konsumsiC. asiaticadapat memperbaiki neuron yang rusak denganproses pemanjangan sel saraf (neurite elongation).1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak Centella asiatica terhadap peningkatan kapasitas cognitif hewan uji tikus (Rattus norvegicus L.)?1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian ekstrak Centella asiatica terhadap kognitif hewan coba tikus (Rattus norvegicus L.).Bab 2Kajian Pustaka

2.1 Pegagan (Centella asiatica) Nomenklatur

Kingdom: Plantae

Subkingdom: Embryophyta

Divisi: Spermatophyta

Subdivisi: Angiospermae

Kelas: Dicotyledonae

Subkelas: Rosidae

Ordo: Araliales

Famili: Apiaceae

Subfamili: Hydrocotyle

Genus: Centella

Spesies: Centella asiatica

Di Indonesia, pegagan dikenal dengan berbagai nama, seperti antanan (Sunda), daun kaki kuda (Sumatera), rendeng (Jawa), taidah (Bali), kisu-kisu (Sulawesi), dan sandanan (Irian). Pegagan ditemukan di Indonesia di daerah dataran rendah hingga pada ketinggian 2500 m di atas permukaan laut. (Bermawie dan Purwianti, 2012)Pegagan memiliki berbagai kegunaan. Daunnya dapat diseduh menjadi teh herbal, dapat juga dijadikan sebagai lalapan. Di Malaysia, pegagan banyak digunakan sebagai bahan baku industri kecantikan. Efek herbal yang dimiliki oleh pegagan antara lain adalah tonikum (menguatkan), astringent (memperkecil pori-pori, menciutkan selaput lendir), immunomodulator, antiinflamasi, diuretik (peluruh air seni), dan antiinfeksi.

Pegagan kaya akan antioksidan yang melawan radikal bebas. Radikal bebas merusak sitokinin yang berpengaruh terhadap komunikasi antar sel dalam sistem imun, sehingga bila sitokinin rusak, sel-sel imun tidak dapat merespon signal dari zat asing dengan baik. Antioksidan diproduksi oleh tubuh kita secara alami, namun kemampuannya dapat menurun seiring pertambahan usia. Pemberian pegagan berhasil meningkatkan enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), katalase, gluthione peroxidase (GSHPx), dan antioksidan glutathione (GSH). Pemberian pegagan juga terbukti dapat menurunkan stres oksidatif.

Beberapa senyawa aktif yang ada dalam pegagan antara lain asiatikosida, brahmosida, asam madastik, asam asetat, betasisterol, betaelemena, betafarsenen, betakaroten, dan brahminosida.

Senyawa asiatikosida berguna untuk meningkatkan daya ingat, konsentrasi, dan kewaspadaan. Sifat asiatikosida pada pegagan melancarkan sirkulasi oksigen dan nutrisi serta melindungi sel-sel otak dari kerusakan. (Anonim, 2010)Menurut Singhet al. (2010),Centella asiaticamemiliki beberapa efek farmakologis, salah satunya adalahwound healing(penyembuhan luka). Efek ini bisa terjadi karena adanya kandungan asam medastik, asam asiatik, dan asiatikosida yang berfungsi dalam proses penyembuhan luka. Efek farmakologis berikutnya adalah sitotoksik dan antitumor, ini diakibatkan karena adanya asam asiatik yang memiliki efek antikanker untuk kulit. Selain itu, ekstrakCentella asiaticadapat meningkatkan memori. Ini disebabkan oleh kandungan senyawa asiatikosida yang memiliki fungsi untuk meningkatkan daya ingat, konsentrasi, dan kewaspadaan.Centella asiaticajuga mengandung senyawabrahmosida, asam isobrahmic, danbramonisida yang memiliki sifat psikotropika, obat penenang dan antikonvulsan. Senyawa ini juga berguna untuk mencegah demensia, gangguan mental, kecemasan, dan terjadinya penyakit jantung iskemik. Fungsi lain dari Centella asiaticaadalah untuk melindungi dari radiasi pada saat melakukan radiotheraphy. Bila ekstrak pegagan dibuat dengan pelarut methanol, hasil ekstraknya dapat berfungsi sebagai immunomodulator (menguatkan imunitas).

Total triterpen dalam ekstrak pegagan memiliki aktifitas antidepresan dan menurunkan kadar kortikosteron dalam serum. Efek farmakologis lain yang dimiliki oleh ekstrak pegagan adalah sebagai pelangsing, antiprotozoal (sepertiEntamoeba histolytica), anti TBC, dan anti lepra. Krim yang terbuat dari ekstrak pegagan juga mampu mengobati penyakit striae gravidarum yang sering terjadi pada wanita hamil. Berdasarkan uji klinis, ekstrak padatCentella asiaticayang diberikan kepada anak-anak penderita keterbelakangan mental juga dapat memberikan peningkatan signifikan terhadap kemampuan dan perilaku mereka.

Beberapa studi in vivo menyatakan bahwa hasil ekstraksi daun Centella asiatica dengan air merevitalisasi otak dan sistem saraf, sehingga kemampuan otak untuk mengingat dan memproses informasi menjadi meningkat dengan naiknya kadar norepinephrine, dopamine, dan 5-HT pada otak.

Tetapi penelitian lain membuktikan jika ekstraksi daun Centella asiatica dengan air mengakibatkan senyawa asam asiatik tidak terekstraksi dan senyawa asiatikosida hanya terekstrak 1-1,3 mg/g. Dengan methanol, senyawa asam asiatik dapat terkekstrasi lebih banyak dari pada dengan ethanol. Temperatur dan tekanan juga sangat mempengaruhi ekstraksi dari senyawa tersebut. Dan kondisi temperatur dan tekanan yang optimum yaitu 250(C, 400 bar, 5 h. (Veriansyah et al., 2008 )

Studi klinis juga membuktikan bahwa Centella asiatica manjur dalam melindungi neuron dari kerusakan oksidatif dengan memberikan paparan terhadap glutamat berlebih. Studi juga menunjukkan bahwa konsumsi C. asiatica dapat memperbaiki neuron yang rusak dengan memacu pemanjangan neuron. Beberapa studi preklinis lain juga menunjukkan bahwa pemberian C. asiatica meningkatkan kualitas percabangan dendrit neuron pada area hipokampus CA3 pada tikus selama masa pertumbuhan. (Kanchan dan Chaturvedi, 2013)2.2 Ekstraksi Centella asiatica

C. asiatica siap dipanen saat mencapai umur 3-4 bulan. Tumbuhan ini dipanen dengan cara dipangkas bagian daun dan batangnya setiap 2 bulan sekali. Setelah batang dan daunnya terkumpul, dilakukan seleksi untuk memisahkan daun yang busuk, kotoran, dan gulma yang terbawa saat dipanen. Kemudian hasil panen dicuci dan ditiriskan, lalu dijemur tanpa terpapar sinar matahari secara langsung (ditutupi dengan kain hitam) agar pengeringan berlangsung secara optimal. (Darwati et al., 2012) Pengeringan dilangsungkan selama 36 jam. (Fatmiah et al., tt)

Setelah tanaman kering, dilakukan milling (penggilingan) menggunakan grinder sampai serbuknya mencapai derajat kehalusan dengan nomor mesh 40 atau 50. Setelah itu, dilakukan proses maserasi dengan pemberian ethanol 70%, karena konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi ethanol yang paling efektif untuk melarutkan asiatokosida. Jika menggunakan ethanol dengan konsentrasi 96%, klorofil akan banyak terlarut juga, sehingga hasil ekstraksi akan terlalu kental. (Pramono dan Ajiastuti, 2004)

Ethanol digunakan sebagai pelarut karena senyawa asiatikosida merupakan senyawa non-polar, sehingga sulit untuk larut dalam air. Proses ini dilakukan pada suhu 50oC dalam waktu 24 jam, lalu larutan disaring untuk mendapatkan maserat.

Maserat yang dihasilkan kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan vacuum vaporator. (Lestari et al., 2012)

2.3 Kognitif dan Kecerdasan

Salah satu fungsi yang ada pada otak adalah fungsi kognitif. Fungsi kognitif melibatkan kemampuan berpikir dan menganalisa, juga termasuk proses untuk mengingat, menilai, orientasi, persepsi, dan konsentrasi. (Mirza et al., 2013)

Kecerdasan adalah kemampuan untuk memproses informasi secara tepat dalam lingkungan yang kompleks. Kriteria ketepatan itu sendiri belum terdefinisi sebelum proses berlangsung, tetapi kriteria tersebut diperoleh sebagai hasil dari pemprosesan informasi. (Nakashima, 1999)

Kemampuan kognitif dapat menurun karena adanya sel-sel saraf dan sinapsis yang mengalami disfungsi, sehingga interaksi antara neurotransmiter dan reseptornya juga tidak berjalan dengan baik. (Whitehouse et al., 1997) Disfungsi sel saraf dan sinapsis bisa dikarenakan penyakit maupun faktor usia. Kemampuan kognitif juga dapat ditingkatkan dengan pemberian obat, bahan herbal, maupun latihan. Tapi beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan obat dan behavioral training dapat memberi hasil yang lebih baik dibandingkan perberian obat/bahan herbal atau latihan saja. (Chien, 2013)2.4 Fungsi dan Bagian Otak

Otak tersusun dari neuron dan glia. Glia berfungsi untuk melindungi neuron. Neuron adalah unit fungsional yang berfungsi untuk membawa signal dalam bentuk impuls-impuls elektrik. Signal tersebut ditangkap oleh bagian neuron yang disebut dendrit. Dendrit berfungsi untuk menerima signal dari reseptor. Dendrit membentuk percabangan yang menghubungkan neuron satu dengan neuron yang lain. (Suyanto, 2012)Proses di mana neuron menerima signal akan menentukan kapan ia akan meneruskan signal tersebut. Neuron akan meneruskan signal bila impuls yang diterima sudah melebihi threshold of excitation. Impuls yang diteruskan turun ke bagian neuron yang disebut akson. Akson dapat meregang dalam jarak tertentu, dan signal akan berhenti di terminal button. Terminal button tidak terhubung secara langsung dengan neuron yang lain, tapi ada jarak (gap) yang disebut sebagai synaptic cleft. Impuls dapat mencapai neuron yang lain dengan adanya molekul neurotransmitter. Neurotransmitter berfungsi untuk mentransmisikan impuls melewati sinapsis. (Fridenberg, 2006)

Serotonin merupakan salah satu neurotransmiter yang mempengaruhi neuron yang berkaitan dengan tidur, nafsu makan, presepsi sensoris, pengaturan suhu, penahan rasa sakit, dan suasana hati. Sedangkan dopamin terkait dengan neuron yang memiliki pengaruh terhadap gerakan yang disengaja, belajar ingatan, emosi, kenikmatan atau penghargaan, dan respon terhadap hal-hal baru. Depresi dan gangguan mental lainnya sering dihubungkan ketika seseorang kekurangan serotin dan dopamin. Selanjutnya, asetilkolin merupakan neurotransmiter yang terkait dengan neuron yang berhubungan dengan aksi otot, fungsi kognitif, ingatan dan emosi. Neurotransmiter yang berpengaruh terhadap neuron yang dapat mempercepat detak jantung, menurunkan aktivitas usus ketika berada dalam kondisi stres, aktivitas belajar, ingatan, mimpi, dan emosi sering disebut norepinefrin. Gamma-aminobutyric acid atau yang lebih dikenal dengan GABA memiliki fungsi sebagai neurotransmiter inhibitor utama dari otak, sedangkan glutamat merupakan penggerak utama neurotransmiter di otak. (Wade and Tavris, 2008)Glutamat diotak lebih dikenal berperan dalam metabolisme energi, yang ada kaitannya dengan asam amino dengan siklus Krebs. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hayashi pada tahun 1954 (dalam Anurogo dan Ikrar (eds.), 2014: 55) injeksi glutamat ke otak atau ke pembuluh darah arteri karotid dapat menimbulkan kejang atau convulsion, hal ini memunculkan spekulasi bahwa glutamat berperan dalam neurotransmitter hewan mamalia.

Stuktur Glutamat relatif mirip dengan GABA, berperan dalam inhibitor aktivitas neuronal akan tetapi dapat juga berperan sebagai depresant. Glutamat merupakan major excitatory neurotransmitter dari sistem saraf pusat, berperan penting dalam jaringan komunikasi yang sangat kompleks, terdapat diantara semua sel yang ada dalam otak, termasuk neuron, astrosit, oligendrosit dan migroglia. Gangguan homeostatis glutamat dapat mempengaruhi semua fungsi fisiologis dan interaksi sel-sel otak.

Otak terbagi dalam lobus-lobus yang dikelompokkan menurut letak dan fungsinya. Istilah yang sering dipakai untuk menunjukkan posisi dalam otak:

Dorsal = bagian atas

Ventral = bagian bawah

Anterior = bagian depan

Posterior = bagian belakang

Medial = bagian tengah

Lateral = bagian luar

Bagian otak yang berbentuk seperti tonjolan disebut gyrus, sedangkan yang berupa lipatan disebut sulkus. Sementara celah pada bidang tengah yang membagi otak besar menjadi left hemisphere dan right hemisphere disebut fisura. (Suyanto, 2012)

Korteks otak dikelompokkan dalam area-area tertentu untuk menunjukkan spesifikasi kontribusinya dalam kognitif. Area-area ini disebut lobus. Lobus-lobus yang ada pada korteks otak dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu lobus frontal, lobus temporal, lobus parietal, dan lobus occipital. Lobus frontal memiliki kontribusi dalam kemampuan berbahasa dan penyelesaian masalah. Lobus temporal berkaitan erat dengan pendengaran, pattern recognition, dan kemampuan menerjemahkan bahasa. Lobus parietal berkontribusi dalam konsentrasi dan kemampuan spasial. Kemampuan spasial merupakan kemampuan yang berhubungan dengan analisa ruang dan gambar (baik nyata maupun abstrak). Lobus occipital berkontribusi dalam penerjemahan penglihatan.Batang otak (brainstem) merupakan terdiri atas otak tengah (diencephalon), pons varoli, dan medula oblongata. Diencephalon merupakan bagian atas batang otak. Otak tengah terdiri dari beberapa bagian, yaitu thalamus dan hipothalamus.Thalamus berperan dalam penerimaan signal sensorik menuju cerebral cortex, thalamus juga berperan dalam fungsi memori dan emosional. Hipothalamus berperan penting dalam sistem saraf autonom dan regulasi homeostasis. Hipothalamus juga berfungsi untuk mengatur sleep cycle dan alertness. Bagian lain dari batang otak adalah medula oblongata. Medula oblongata berfungsi untuk menjaga fungsi-fungsi tubuh yang vital.

Salah satu bagian otak yang juga memiliki fungsi penting adalah hipokampus. Hipokampus merupakan struktuk otak yang terlibat dalam penyimpanan informasi baru di dalam ingatan. (Wade and Tavris, 2008) Hipokampus terletak di bawah neocortex, di atas basal medial surface dari lobus temporal. Terdapat dua hipokampus dalam otak, di bagian kanan dan kiri. Terdiri dari dua bagian yaitu Dentate Gyrus (DG) and Cornu Ammonis (CA). DG dan CA mengandung lapisan sel utama yaitu the granul and pyramidal cell layers respectively. Cornu Ammonis (CA) terbagi menjadi empat bagian yaitu CA1, CA2, CA3, dan CA4. (Taupin, 2007). Bagian cornu ammonis (CA) yaitu CA3 merupakan bagian penting pada otak yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar dan mengingat, dengan merupah neuron piramidal pada hipokampus CA3. (Gadahad, 2008) Dalam hipokampus pembentukan memori melalui proses konsolidasi yaitu pengubahan ingatan jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang yang diperantarai oleh reseptor N-mehyl-D-Aspartat (NMDA) di membran pascasinaptic. (Guyton dan Hall, 1997)2.5 Hewan Eksperimen

Salah satu jenis hewan yang dapat dipakai untuk eksperimen ini adalah tikus (Rattus norvegicus L.) dengan berat badan 200-250 gram dan jenis kelamin jantan. Kandang untuk memelihara tikus terbuat dari poliacrylic dengan ukuran 38 x 23 x 10 cm. Satu kandang tidak boleh menyimpan lebih dari 4 tikus. Temperatur diatur dalam keadaan 251C. Hewan terpapar cahaya selama 14 jam, dan berada dalam keadaan gelap selama 10 jam. (Gupta et. al, 2002)

Hewan coba tikus ini diberi makan 12-30 gram pelet, dan minum 140ml/kg dari berat badannya tiap hari. (Anonim, 1984)Salah satu cara untuk mengamati perilaku tikus setelah diberi ekstrak dari C. asiatica adalah dengan menggunakan Morris water maze. Metode Morris water maze banyak digunakan untuk mempelajari memori dan kemampuan spasial dari hewan coba. Metode ini menggunakan sebuah kolam berbentuk lingkaran dengan diameter 180 cm dan kedalaman 60 cm yang memiliki pijakan-pijakan pada posisi tertentu. Hewan coba tikus dapat keluar dari air dengan cara menaiki pijakan yang telah tersedia. Kolam diisi dengan air bersuhu 28oC yang memiliki kedalaman 40 cm. Kolam diberi tanda N, S, E, dan W dengan perbandingan kuadran yang seimbang untuk menunjukkan starting point bagi hewan coba tikus. Air kolam dibuat keruh dengan menambahkan bahan kimia yang tidak berbahaya bagi hewan coba tikus. (Kumar et al., 2009)Metode Morris water maze terbagi atas 2 fase, yaitu acquisition phase dan retention phase. Pada acquisition phase, hewan coba tikus diberi 4 kali percobaan dengan 4 starting point yang berbeda. Pada fase ini, pijakan diletakkan dengan posisi 2 cm di atas permukaan air agar hewan coba dapat mengenali posisi-posisi pijakan yang ada pada kolam. Hewan coba tikus diharapkan dapat mengingat posisi pijakan-pijakan tersebut pada tahap berikutnya. Pada masa training ini, hewan coba tikus dilepas ke dalam kolam dengan menghadap ke dinding kolam. Bila hewan coba tikus membutuhkan waktu terlalu lama untuk mencari pijakan, maka hewan coba tikus tersebut akan dituntun menuju posisi pijakan.Pada retention phase, pijakan diletakkan 2 cm di bawah permukaan air dan hewan coba tikus dilepaskan dari salah satu starting point dengan menghadap ke arah dinding kolam. Waktu bagi hewan coba tikus untuk mencari pijakan dicatat dan dibandingkan. (Kumar et al., 2009)Bab 3Metode Penelitian

3.1 Alat

1. Magnetic stirrer

2. Disposible syringe3. Beker gelas

4. Water bath

5. Spatula

6. Neraca digital7. Gelas ukur

8. Labu ukur atau tabung volumetri

9. Spuit

10. Cawan arloji

11. Sarung tangan latex12. Timbangan digital untuk hewan uji (merek Heles)13. Alat pengatur udara untuk kandang hewan uji (merek Techniplast)

14. Morris water maze15. Alat sentrifugasi16. Kandang untuk hewan uji

3.2 Bahan1. Ethanol 70%2. Bubuk Centella asiatica3. Alumunium foil

4. 3 ekor hewan uji tikus Wistar (Rattus norvegicus L.)5. Pelet (makanan untuk hewan uji)6. Serbuk kayu3.3 Proses Ekstraksi Centella asiatica

1. Simplisia Centella asiatica 50 gram dilarutkan dengan 500 ml ethanol 70%.

2. Larutan Centella asiatica ditutup dengan alumunium foil dan diletakkan di hotplate stirrer selama 3 jam.

3. Larutan Centella asiatica dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 6000 rpm dan suhu 10C.

4. Hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam botol kaca yang tertutup rapat.5. Ekstrak Centella asiatica dituangkan ke dalam gelas kimia 1000 ml.6. Ekstrak Centella asiatica didistilasi dengan menggunakan waterbath shaker dengan suhu 50C tanpa shaker selama 5 jam.

7. Setelan shaker diaktifkan selama 3,5 jam kemudian proses penguapan dihentikan.

8. Gelas kimia ditutup dengan alumunium foil kemudian disimpan.3.4 Cara perawatan hewan coba tikus

1. Kandang dibersihkan minimal seminggu sekali (dan bila sangat kotor, bisa lebih sering).

2. Kandang harus dicuci dengan sabun dan dikeringkan sebelum dipakai.

3. Serbuk gergaji harus diganti setiap kali membersihkan kandang (serbuk gergaji harus dipastikan bebas dari kotoran dan benda asing seperti rokok, dsb).

4. Makanan dan minuman dipastikan selalu tersedia untuk hewan coba tikus.3.5 Perlakuan uji coba terhadap hewan coba tikus

1. Hewan coba tikus ditimbang setiap hari, dan dicatat berat badannya untuk perhitungan dosis pemberian ekstrak Centella asiatica.

2. Ekstrak ditaruh di atas cawan arloji dan diencerkan dengan akuades 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam spuit.

3. Hewan coba tikus dipegang pada bagian tengkuknya, lalu tikus diposisikan terlentang. Hewan coba tikus sebisa mungkin tidak mengalami stress dari cara pemegangan.

4. Ekstrak Centella asiatica diberikan dengan menggunakan spuit.

Bab 4Hasil dan Pembahasan

Pada tahap pertama, untuk mendapatkan 50 gram simplisia Centella asiatica, simplisia ditimbang dengan menggunakan neraca digital yang ketelitian alatnya cukup tinggi. Namun hasil penimbangan masih memiliki persentase kesalahan yang kecil, sehingga mungkin saja mempengaruhi hasil akhir ekstraksi.

Simplisia 50 gram yang telah dicampurkan dengan 500 ml ethanol 70% menghasilkan larutan kental berwarna hijau pekat. Penggunaan magnetic stirrer untuk mengaduk campuran merupakan metode yang efektif agar semakin banyak senyawa aktif yang terdifusi ke dalam pelarut ethanol 70%. Dalam penelitian ini, proses pengadukan dilakukan selama 3 jam. Pengadukan dengan durasi lebih lama akan membuat lebih banyak senyawa aktif yang terdifusi ke dalam pelarut.

Larutan campuran antara 50 gram simplisia Centella asiatica dengan 500 ml ethanol 70% disentrifugasi untuk didapatkan cairannya saja. Proses sentrifugasi ini dilakukan untuk memisahkan larutan dengan endapan simplisia (ampas). Untuk mempermudah proses sentrifugasi, bisa saja larutan disaring dahulu menggunakan kertas saring. Namun metode ini kurang efektif karena kemungkinan masuknya kontaminan ke dalam larutan relatif besar.

Larutan yang telah disentrifugasi menghasilkan cairan murni dengan volume 310 ml yang berwarna hijau, namun dengan fiskositas lebih rendah dari dari larutan sebelumnya. Meski sudah lebih encer, terlihat masih terdapat sedikit simplisia yang terbawa ke dalam larutan. Untuk mengatasi hal ini, dilakukan kembali proses sentrifugasi untuk mendapat larutan yang lebih murni (bebas dari ampas.

Setelah pelarut ethanol 70% diuapkan dengan menggunakan waterbath shaker, didapatkan ekstrak Centella asiatica sebanyak 80 ml. Penggunaan waterbath shaker memungkinkan adanya kontaminasi dari lingkungan sekitar, sehingga ekstrak Centella asiatica yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang tidak terlalu tinggi. Terdapat kemungkinan bahwa dalam hasil ekstraksi, masih terdapat pelarut ethanol 70% yang tersisa, karena hasil ekstraksi masih relatif encer.

Bab 5Kesimpulan

Dari tahapan-tahapan ekstraksi yang telah kami lakukan, didapatkan ekstrak Centella asiatica sebanyak 80 ml dari 50 gram simplisia dan 500 ml pelarut (ethanol 70%). Larutan ekstrak Centella asiatica yang diperoleh lebih kental dan berwarna hijau lebih pekat daripada sebelumnya.Aroma ethanol sebelum ekstraksi jauh lebih tajam dibandingkan setelah proses penguapan dengan waterbath shaker dilakukan. Hal tersebut membuktikan bahwa kadar ethanol (pelarut) telah berkurang, sehingga dapat disimpulkan kandungan ethanol dalam ekstrak tersisa sedikit. Untuk mendapat hasil ekstraksi yang lebih murni, masih diperlukan proses penguapan lanjutan.Daftar PustakaAnonim. 2010. Herbal Indonesia Berkhasiat: Bukti Ilmiah dan Cara Racik Trubus Info Kit Vol. 8

Anonim. 1984. Guide to the Care and Use of Experimental Animals, vol.2. http://www.ccac.ca/Documents/Standards/Guidelines/Vol2/rats.pdf [23 Februari 2015].

Anurogo Dito dan Ikrar Taruna. 2014. The Neuroscience of Glutamate. Ethical Digest Nomor 120 Tahun X Februari 2014. 55.Bermawie Nurliani dan Purwianti Susi. 2012. Varietas Unggul Pegagan untuk

Mendukung Industri Minuman Fungsional. Sinartani Edisi 2-8 Mei 2012

No. 3455 Tahun XLII. 11. Chien Emma Peng. 2013. Cognitive Enhancemen Trends in Augmentation of Human Performance Volume 1. 139-144.Darwati Ireng dan Makmun E. R. Pribadi. 2012. Budidaya dan Pasca Panen Pegagan (Centella asiatica). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan Balai Penelitian Tanaman Rempan dan Obat (BALITTRO).Fatmiah Ina Siska Devi, Purwadi, dan Thohari Imam. tt. Kualitas Ekstrak Pegagan (Centella asiatica) Terenkapsulasi dengan Perbedaan Level Gelatin sebagai Bahan Enkapsulan.

Friedenberg Jay and Silverman Gordon. 2006. Cognitive Science: An Introduction to The Study of Mind. Sage Publication, Thousand Oaks, California.Gadahad Mohandas Rao Kappettu, Rao Muddanna, dan Rao Gurumadhva. 2008. Enhancement of Hippocampal CA3 Neuronal Dendritic Arborization by Centella asiatica(Linn) Fresh Leaf Extract Treatment in Adult Rats. Elsevier Volume 71.Gupta Y. K, Kumar M. H. Vereendra, Srivastava A. K. 2002. Effect of Centella asiatica on pentylenetetrazole-induced kindling, cognition and oxidative stress in rats. Pharmacology, Biochemistry and Behavior 74. 579585.

Guyton A. C. dan Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 927-941. Jakarta: EGC.Joshi Kanchan dan Chaturveti Preeti. 2013. Therapeutic Efficiency of Centella

asiatica (L.) Urb. An Underutilized Green Leafy Vegetables: An Overview. International Journal of Pharma and Bio Sciences. 135-149. ISSN 0975-6299.Kumar Anil, Dogra Samrita, dan Prakash Atish. 2009. Neuroprotective Effects of Centella asiatica against Intracerebroventricular Colchicine-Induced Cognitive Impairment and Oxidative Stress. International Journal of Alzheimers Disease Volume 2009. 2-3. 10.4061/2009/972178Lestari A. B. S, Susanti L.U, dan Dwiatmaka Y. 2012. Optimasi Pelarut Etanol-Air dalam Proses Ekstraksi Herba Pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) pada Suhu Terukur. Bionatura- Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol. 14 Nomor 2. 87-93. ISSN 1411-0903Mirza Iskandar, Riyadi Hadi, Khomsan Ali, Marliyati Sri Anna, Damayanthi Evy, dan Winarto Adi. 2013. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) terhadap Gambaran Darah, Aktivitas, dan Fungsi Kognitif Tikus. Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 7 Nomor 2. 37. ISSN: 1978-225X

Nakashima H. 1999. AI as a complex information processing. Minds and machines, 9:57-80

Nurlaily A, Noor Baitee AR, dan Musalmah M. 2012. Comparative Antioxidant and Anti-inflammatory Activity of Different Extracts of Centella asiatica (L.) Urban and Its Active Compounds, Asiaticoside, and Madecassoside. Med & Health 2012. 7(2): 65.Pramono S. dan Ajiastuti D. 2004. Standardisai ekstrak herba Pegagan (Centella asiatica (L) Urban) berdasarkan kadar asiaticosida secara KLT-densitometri. Majalah Farmasi Indonesia. 15(3): 119-123.

Selvi P. Thamarai, Kumar M. Senthil, Rajesh R., dan Kathiravan T. 2012. Antidepressant activity of ethanolic extract of leaves of Centella asiatica. Linn by In vivo methods. Asian Pharma Press. 76. ISSN- 2231-5659.Singh Sakshi, Gautam Asmita, Sharma Abhimanyu, dan Batra Amla. 2010.Centella asiatica (L.): A Plant with Immense Medicinal Potential but Threatened. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research Volume 4. 9 dan 11. ISSN 0976-044XSuyanto, Slamet. 2012. Hasil Kajian Neuroscience dan Implikasinya dalam pendidikan In: Seminar Nasional Pendidikan Biologi. http://eprints.uny.ac.id/678/1/HASIL_KAJIAN_NEUROSCIENCE%281%29.pdf. [7 April 2014].Taupin Philippe. 2007. The Hippocampus: Neurotransmission and Plasticity in The Nervous System. 3 dan 5. Nova Science Publishers, New York.Veriansyah Bambang, Kim Jaehoon, Kim Jae-Duck, dan Lee Youn-Woo. 2008. Extraction of Bioactive Components from Centella Asiatica Using Subcritical Water. 3-4. Wade Carole dan Tavris Carol (ed: Hardani Wibi dan Yoso Bimo Adi). 2008. Psikologi: Jilid 1. 122 dan 131-132. Erlangga, Jakarta.

Whitehouse P. J., Juengst E., Mehlman M., dan Murray T. H. 1997. Enhancing Cognition in The Intellectually Intact. Hastings Center Report, 27(3). 1422.Sumber: Singh et al., 2010

Gambar 2.1 Centella asiatica

Sumber: Singh et al., 2010

Gambar 2.2 Asiatikosida

Sumber: Friedenberg, 2006

Gambar 2.3 Anatomi neuron

Sumber: Friedenberg, 2006

Gambar 2.4 Bagan sinapsis

Sumber: Friedenberg, 2006

Gambar 2.5 Lobus-lobus mayor dari korteks

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 2.6 Tikus Wistar

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 3.1 Proses pelarutan simplisia dengan ethanol 70%

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 3.2 Proses pengadukan dengan magnetic stirrer

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 3.3 Alat sentrifugasi

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 3.4 Proses penguapan ethanol dengan waterbath shaker

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 3.5 Proses pencucian kandang

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 3.6 Proses penimbangan berat badan tikus

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 3.7 Proses pengenceran ekstrak

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 3.8 Cara memegang tikus

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 3.9 Pemberian ekstrak kepada tikus

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 4.1 Penimbangan simplisia Centella asiatica

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 4.2 Hasil pencampuran simplisia dengan pelarut

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 4.3 Hasil sentrifugasi

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 4.4 Hasil akhir ekstraksi Centella asiatica

29