ringkasan penelitian tesis tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah...

17
IMPLEMENTASI CRITICAL PEDAGOGY DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KONTROVERSIAL DI SMA NEGERI KOTA SEMARANG RINGKASAN TESIS Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh Tsabit Azinar Ahmad S860209113 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: tsabit-azinar-ahmad

Post on 27-Jul-2015

461 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ringkasan penelitian tesisku di PPs UNS, semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

IMPLEMENTASI CRITICAL PEDAGOGY DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KONTROVERSIAL

DI SMA NEGERI KOTA SEMARANG

RINGKASAN TESIS

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

Tsabit Azinar Ahmad S860209113

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

Page 2: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

1

IMPLEMENTASI CRITICAL PEDAGOGY

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KONTROVERSIAL DI SMA NEGERI KOTA SEMARANG

Tsabit Azinar Ahmad

Program Studi Pendidikan Sejarah PPs Universitas Sebelas Maret

ABSTRACT

This research is aimed to describe (1) History teachers’ understanding about critical pedagogy as an approach to study controversial history; (2) the implementation of critical pedagogy in controversial history learning; (3) obstacles found when implementing critical pedagogy in controversial history learning; (4) students’ opinions and perceptions toward critical pedagogy implementation in controversial history learning. This research used qualitative method with embedded research. This research was conducted in several public high schools in Semarang. This research uses interactive analysis to analyze the data. The research results show that: (1) in Indonesian educational praxis, critical pedagogy is only being understood by limited number of people and not being formally and technically introduced yet for some reason; less willingness and capability of the teachers; historiography; political reason (government); and unsupportive policy in implementing critical pedagogy: (2) the implementation of critical pedagogy can be considered stuck in halfway since the concepts held by the teachers are still in the stage of reflection and weak in the actualization stage so that the learning activity becomes out of context: (3) there are still some obstacles in implementing critical pedagogy in controversial history learning, especially in its plan, implementation, and supportive learning factor: (4) in the perspective of critical pedagogy, learning controversial history can potentially attract students’ interest in the class activity and involve them actively in responding varied issues.

Keyword: critical pedagogy, history learning, controversial history, high school.

PENDAHULUAN

Pendidikan sejarah tidak pernah lepas dari unsur kepentingan politik. Di

dalam praksisnya, minimal ada dua jenis kepentingan dalam pendidikan sejarah.

Pertama, pendidikan sejarah dipandang sebagai alat untuk menumbuhkan

nasionalisme dan kesadaran kolektif tentang identitas kebangsaan. Kedua,

Page 3: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

2

pendidikan sejarah dilihat sebagai alat legitimasi kekuasaan. Makna politis

pertama dikategorikan sebagai kepentingan yang bersifat afirmatif. Sementara itu,

makna kedua bersifat kompulsif dan manipulatif. Sifat kompulsif dan manipulatif

itu disebabkan adanya pemanfaatan sejarah untuk kepentingan salah satu pihak

dengan menonjolkan keunggulan-keunggulan penguasa dan mereduksi sejarah

yang tidak sesuai dengan “sejarah resmi”. Realisasi dalam pembelajaran sejarah di

sekolah kecenderungan kedua ini lebih menonjol daripada kecenderungan yang

pertama.

Pada masa Orde Baru, pemerintah sedemikian rupa melakukan upaya

pembentukan pengetahuan sejarah (historical knowledge) yang seragam dan

sesuai dengan versi pemerintah. Upaya pembentukan pengetahuan sejarah telah

menyebabkan tidak adanya apresiasi terhadap tulisan dan pemikiran sejarah yang

bersifat alternatif, serta memunculkan kecenderungan rekayasa sejarah untuk

kepentingan pihak-pihak tertentu. Henk Schulte Nordholt, Bambang Purwanto,

dan Ratna Saptari (2008: 3) menyatakan “para sejarawan kritis telah menunjukkan

bahwa sejarah versi Orde Baru telah membungkam suara dari pihak-pihak yang

dianggap mengganggu dan mengancam pemerintahan militer yang berkuasa”.

Senada dengan hal di atas, Bambang Purwanto (2001: 111) menjelaskan bahwa

“Indonesian history is considered primarily as a product of social and

political engineering of the New Order rather than an appropriate scholarly

apparatus”. Sejarah Indonesia ditetapkan sebagai hasil dari mesin sosial dan

politik dari Orde Baru daripada (hasil dari) pihak akademisi.

Kecenderungan pendidikan sejarah digunakan sebagai alat penguasa mulai

terkikis setelah reformasi. Kecenderungan tersebut tampak dari munculnya

tahapan baru dalam penulisan sejarah. Penulisan sejarah merupakan bagian yang

tidak dapat dilepaskan dari pendidikan sejarah karena menunjang pelaksanaan

pembelajaran sejarah. Kuntowijoyo seperti dikutip Asvi Warman Adam (2007: 8-

9) menyebut tahapan baru penulisan sejarah Indonesia dengan istilah “gelombang

ketiga historiografi Indonesia”. Gelombang ketiga dalam historiografi Indonesia

ditandai dengan adanya upaya pelurusan terhadap hal-hal yang kontroversial

dalam sejarah yang ditulis semasa Orde Baru.

Page 4: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

3

Keterbukaan dalam pendidikan sejarah setelah reformasi yang ditandai

dengan dinamika penulisan sejarah, ternyata belum memberikan perubahan dalam

pembelajaran sejarah di sekolah. Praksis pembelajaran sejarah ternyata tidak

sejalan dengan perkembangan yang pesat dalam historiografi setelah reformasi.

Pembelajaran sejarah sekolah masih berada dalam situasi yang stagnant. Stagnasi

dalam pembelajaran senada dengan pendapat bahwa pendidikan merupakan salah

satu kegiatan yang paling konservatif di dalam era refomasi dewasa ini (Tilaar,

2002: 101). Stagnasi dalam pembelajaran sejarah terlihat pada upaya penguasa

yang masih tetap melakukan campur tangan secara berlebihan dalam pendidikan

sejarah. Walaupun terjadi perubahan dalam kurikulum, mulai dari adanya

suplemen tahun 1999, Kurikulum 2004, sampai Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, masih ada seperangkat kebijakan pemerintah yang masih belum

membuka peluang maksimal untuk pengembangan proses berpikir kritis peserta

didik.

Kecenderungan sikap pemerintah yang represif terutama tampak pada

pembelajaran sejarah kontroversial di sekolah. Pelaksanaan pembelajaran sejarah

kontroversial masih belum maksimal. Materi-materi yang diajarkan masih sebatas

pada materi-materi yang tidak memberikan pengaruh dan bersinggungan langsung

dengan masyarakat, seperti materi-materi dari sejarah yang peristiwanya jauh dari

masa sekarang. Sementara itu, materi-materi sejarah kontemporer yang bersifat

sensitif dan politis seperti Gerakan 30 September, Supersemar, dan Serangan

Umum 1 Maret 1949 belum sesuai dengan perkembangan historiografi setelah

reformasi. Hal ini tampak dari adanya intervensi yang berlebih dari pemerintah

dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 019/A/JA/03/2007

pada tanggal 5 Maret 2007 yang melarang buku-buku pelajaran sejarah yang tidak

membahas pemberontakan (PKI) tahun 1948 dan 1965 (Asvi Warman Adam,

2007: xiv). Munculnya kenyataan seperti ini merupakan salah satu hal yang

menghilangkan kaidah sejarah sebagai ilmu, sekaligus menjadikan sejarah sebagai

alat indoktrinasi untuk menghasilkan pengikut yang penurut (Bambang Purwanto,

2006: 270).

Page 5: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

4

Kenyataan itu membutuhkan satu pendekatan khusus dalam pelaksanaan

pendidikan sejarah, agar pembelajaran sejarah dapat sesuai dengan perkembangan

pemikiran anak yang telah mampu berpikir secara kritis. Di negara-negara maju

pada saat ini telah berkembang satu ideologi pendidikan yang berupaya

memberikan suatu kesadaran kritis bagi peserta didik, yakni dengan menerapkan

critical pedagogy sebagai pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan dan

pembelajaran.

Critical pedagogy merupakan sebuah pendekatan pendidikan yang

memandang bahwa terdapat muatan-muatan politis dalam pendidikan. Critical

pedagogy bertujuan memberdayakan kaum tertindas dan mentransformasi

ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat melalui media pendidikan (Agus

Nuryatno, 2008: 1-2). Pendidikan kritis memandang bahwa terdapat relasi antara

pengetahuan, kekuasaan, dan ideologi. Di dalam pendidikan kritis, dikenal adanya

critical thinking/consciousness yakni sebuah konsep pemikiran yang mampu

menyingkap fenomena-fenomena tersembunyi atau melampaui asumsi-asumsi

yang hanya berdasarkan common sense (akal sehat). Oleh karena itu, pendidikan

kritis atau critical pedagogy sangat relevan sebagai pendekatan dalam pendidikan

sejarah. Terlebih lagi dalam pendidikan kritis landasan yang digunakan adalah

keadilan dan kesetaraan. Penerapan critical pedagogy dalam pendidikan sejarah

diharapkan mampu menjadikan pendidikan sebagai medium bagi kritik sosial

sekaligus mampu menawarkan kemungkinan-kemungkinan dikembangkannya

democratic public spheres melalui proses self empowerment (pemberdayaan diri)

dan self reflection (refleksi diri) sebagai titik tolak mewujudkan transformasi

sosial (Agus Nuryatno, 2008: 5).

Relevansi critical pedagogy dalam pendidikan sejarah, khususnya

pembelajaran sejarah disebabkan pula oleh adanya kesamaan-kesamaan

pandangan di antara keduanya. Persamaan pertama, keduanya memandang bahwa

ada keterkaitan antara pendidikan dengan politik, bahwa ada dalam pendidikan

terdapat kepentingan-kepentingan politik, begitu pula sebaliknya bahwa dalam

aktivitas politik terdapat muatan-muatan edukatif. Persamaan kedua adalah

keduanya tidak dapat melepaskan diri dari konteks yang melingkupinya.

Page 6: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

5

Pendidikan sejarah maupun critical pedagogy memandang bahwa kondisi sekitar,

baik kondisi politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya sangat berpengaruh terhadap

pendidikan. Pendidikan senantiasa mengaitkan antara realitas dengan konsep-

konsep. Persamaan ketiga ditinjau dari tujuan yang dicapai, yakni terbangunnya

kesadaran kritis dari peserta didik atau masyarakat dalam melihat realitas yang

menjadikannya sebagai landasan dalam bertindak. Persamaan keempat adalah

keduanya memiliki landasan yang sama, yakni keadilan dan kesetaraan. Keadilan

dan kesetaraan menjadi kata kunci yang penting dalam proses pemberdayaan

masyarakat dan refleksi diri guna mencapai transformasi sosial.

Dari latar belakang pemikiran di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan tentang (1) Pemahaman guru-guru sejarah terhadap critical

pedagogy sebagai pendekatan dalam pembelajaran sejarah kontroversial; (2)

Implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial; (3)

Kendala yang ditemui guru dalam implementasi critical pedagogy pada

pembelajaran sejarah kontroversial; (4) Pandangan dan apresiasi peserta didik

terhadap implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah

kontroversial.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus

terpancang (embedded research). Penelitian dilakukan di beberapa SMA Negeri

se-Kota Semarang, yaitu di SMA N 1 Semarang, SMA N 5 Semarang, dan SMA

N 12 Semarang. Sumber data terdiri atas informan (guru-guru sejarah dan peserta

didik), dokumen (silabus, RPP), serta tempat dan peristiwa (kelas dan kegiatan

pembelajaran). Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara

mendalam, observasi, dan content analysis. Validitas data menggunakan

trianggulasi data dan trianggulasi metode. Analisis data menggunakan analisis

interaktif dengan tiga tahapan analisis, yakni reduksi data, penyajian data, dan

penarikan simpulan yang berinteraksi dengan pengumpulan data secara siklus.

Page 7: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

6

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Critical pedagogy merupakan pendekatan yang baru dalam konteks

pembelajaran dalam kelas formal di Indonesia. Dengan demikian, konsep critical

pedagogy secara formal dan teknis belum diketahui secara luas di kalangan guru-

guru, termasuk guru sejarah. Secara substansial dan konseptual, critical pedagogy

merupakan sebuah pemikiran yang dapat dipahami secara universal. Guru

memahami critical pedagogy dalam aspek-aspek yang terdapat di dalamnya. Pada

pembelajaran sejarah kontroversial, guru-guru sudah memahami bahwa sejarah

kontroversial memiliki fungsi yang penting, terutama untuk menumbuhkan

kesadaran, pola pikir, dan sikap kritis peserta didik. Ketika konsep critical

pedagogy dan pembelajaran sejarah kontroversial dipadupadankan, guru-guru

memahami bahwa terdapat relevansi dan interdependensi dalam keduanya. Akan

tetapi dalam ranah praksis, guru masih kurang berani untuk secara tegas

mengimplementasikan critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah

kontroversial karena minimnya akses bagi guru.

Pemahaman guru-guru dalam implementasi critical pedagogy secara

formal dan teknis dalam pembelajaran sejarah belum terwujud secara maksimal

karena ada beberapa konsep yang masih asing untuk diimplementasikan dalam

pembelajaran. Kecenderungan masih asingnya guru terhadap konsep critical

pedagogy disebabkan tradisi pendidikan di Indonesia selama ini yang masih

belum memperkenalkan critical pedagogy di kalangan guru ataupun pendidikan

calon guru di perguruan tinggi. Pada dasarnya apabila guru-guru berani untuk

mengeksplorasi referensi-referensi terkait pembelajaran dan isu pendidikan

mutakhir pascareformasi pemahaman yang kurang menyeluruh tersebut dapat

diatasi. Hal ini terbukti bahwa ada pula sebagian kecil guru yang memiliki

pemahaman yang cukup baik terkait implementasi critical pedagogy dalam

pembelajaran, walaupun masih secara substansial dan konseptual.

Dalam penelitian yang dilakukan, ternyata guru-guru yang diwawancarai

sebagian telah cukup terbuka dan memahami bagaimana implementasi critical

pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial. Akan tetapi, keterbukaan

Page 8: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

7

tersebut masih belum menjadi jaminan ketika dalam praktik pelaksanaannya guru

ternyata belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan peristiwa sejarah

kontroversial dengan inisiatif mereka secara mandiri. Pemahaman guru yang

mendukung implementasi critical pedagogy walaupun masih belum secara

menyeluruh terhadap pembelajaran sejarah kontroversial telah menunjukkan

bahwa guru telah memasuki tingkat refleksi. Karena masih rendahnya kemauan

dan kemampuan disertai adanya konteks yang belum mendukung secara penuh

menyebabkan aspek aksi atau aktualisasi masih belum tampak dalam

pembelajaran. Pembelajaran sejarah kontroversial yang dilakukan oleh guru masih

sebatas pada jalur yang ditetapkan. Kalaupun ada perbedaan, tidak terlalu

melenceng jauh dari aturan yang telah ditetapkan.

Kecenderungan dari guru untuk mempertahankan status quo,

mengutamakan konformitas, dan menghindari isu kontroversial merupakan faktor

internal dari guru yang berpengaruh terhadap pemahaman mereka terhadap

implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial. Faktor

internal dari guru menyebabkan keengganan guru dalam mengeksplorasi sumber-

sumber baru untuk menunjang pelaksanaan pembelajaran sejarah kontroversial.

Faktor internal dari guru ini senada dengan pendapat dari Bambang Purwanto

(2005: 11) tentang faktor internal dalam diri sejarawan terkait dengan

permasalahan historiografi nasional. Ia menyatakan bahwa “bukan orang lain

(faktor luar) yang seharusnya dipersalahkan terlebih dahulu, tapi mugnkin diri kita

sendiri sebenarnya yang mengandung banyak kelemahan” (Bambang Purwanto,

2005: 11). Dengan demikian, sikap dan pendirian guru secara pribadi berpengaruh

terhadap pemahaman mereka terhadap implementasi critical pedagogy dalam

pembelajaran sejarah kontroversial.

Selain faktor internal dari guru ada pula faktor eksternal yang berpengaruh

kuat terhadap guru. Faktor eksternal tersebut telah membetuk pemahaman

sebagian besar guru tentang sejarah kontroversial. Faktor eksternal tersebut adalah

sebuah konteks di mana praksis pendidikan dijalankan. Konteks tersebut terkait

dengan beberapa aspek. Pertama, aspek ideologi pemerintah dalam pendidikan.

Kedua, aspek permasalahan dalam sejarah kontroversial. Ketiga adalah

Page 9: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

8

konvergensi aspek pertama dan kedua berhubungan dengan politik pemerintah,

yakni masalah kebijakan dalam pendidikan sejarah, terutama pembelajaran sejarah

kontroversial. Aspek-aspek di atas, termasuk dalam faktor eksternal yang sangat

mempengaruhi pemahaman guru terhadap implementasi critical pedagogy dalam

pembelajaran sejarah kontroversial.

Tiga aspek yang telah dijelaskan di atas merupakan faktor yang termasuk

dalam faktor eksternal yang mempengaruhi pemahaman guru terhadap

implementasi critical pedagogy. Secara sederhana ketiga aspek yang telah

dijelaskan di atas dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut

Gambar 1. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Pemahaman Guru dalam Implementasi Critical Pedagogy pada Pembelajaran Sejarah Kontroversial (sumber: diolah dari hasil penelitian)

Implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

dapat ditinjau dari aspek-aspek yang terkandung dalam critical pedagogy dan di

dalam pembelajaran. Ada permasalahan berupa kecenderungan sikap guru untuk

menghindari sejarah kontroversial, terutama sejarah kontroversial yang

kontemporer dan politis karena belum optimalnya pengetahuan yang dimiliki.

Kecenderungan itu menyebabkan critical pedagogy diimplementasikan setengah

hati. Ditinjau dari aspek-aspek critical pedagogy, proses dialogis dan kontekstual

dalam pembelajaran sejarah kontroversial pada dasarnya telah dicoba untuk

dilaksanakan, tetapi belum secara menyeluruh. Proses dialogis dan kontekstual

Page 10: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

9

hanya dijalankan pada bagian-bagian tertentu dan tidak diterapkan secara

berkesinambungan. Kemudian terkait dengan kaidah 4K, yakni kausalitas,

kronologis, komprehensivitas, dan kesinambungan, dalam pelaksanaannya guru

cenderung lemah dalam aspek komprehensivitas. Ditinjau dari aspek

pembelajaran, pada perencanaan, guru-guru lemah dalam penyusunan

perencanaan secara mandiri. Di aspek pelaksanaan pembelajaran, ada beberapa

kelemahan terutama dalam aspek pemanfaatan sumber-sumber belajar. Dalam

aspek metode, guru cenderung menghindari permasalahan kontroversial dan

memilih pembelajaran yang konformis, namun sesekali menerapkan diskusi dan

penugasan mandiri. Sementara itu, pada aspek subjek belajar, evaluasi, fasilitas

tidak terlalu terdapat permasalahan. Pada aspek pendukung belum tampak peran

yang signifikan dari MGMP, MSI, LPTK, maupun kebijakan pemerintah yang

mendukung pelaksanaan pembelajaran sejarah kontroversial dengan pendekatan

critical pedagogy. Di dalam penelitian ini, ada hal yang menjadi catatan bahwa

status sekolah, baik RSBI, SKM, atau SSN tidak memberikan kontribusi terhadap

implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial.

Pada pelaksanaan pembelajarannya, ada beberapa hal yang masih lemah

dalam implementasi critical pedagogy pada pembelajaran sejarah kontroversial.

Ditinjau dari aspek 4K dalam pembelajaran sejarah, guru cenderung lemah

terutama dalam aspek komprehensivitas. Pada aspek ini disajikan keberagaman

versi dan perspektif dalam melihat sebuah peristiwa sejarah. Pada peristiwa

Gerakan 30 September 1965 keberagaman versi tersebut memunculkan untuk

disampaikan dalam kelas.

Selain aspek komprehensivitas dalam menyajikan versi-versi dari sebuah

peristiwa sejarah kontroversial, permasalahan lain adalah ditinjau dari metode

yang digunakan dalam critical pedagogy. Pada critical pedagogy terdapat dua

metode yakni kodifikasi dan dekodifikasi (Agus Nuryatno, 2008: 6). Kodifikasi

mengacu pada proses merepresentasikan fakta yang diambil dari kehidupan

peserta didik kemudian mempermasalahkannya. Sementara itu dekodifikasi

mencakup metode deskriptif untuk memahami surface structure dan metode

analitis untuk memahami deep structure. Pada aspek kodifikasi, guru lemah dalam

Page 11: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

10

memberikan inisiatif pembelajaran sejarah kontroversial. Pada aspek dekodifikasi,

pelaksanaan pembelajaran masih belum tuntas pada metode analitis. Belum ada

upaya yang dilakukan secara menyeluruh tentang versi-versi yang ada dalam

pembelajaran sejarah peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965.

Ditinjau dari tahapan yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran

kritis, ternyata ada tahapan yang masih belum tuntas dalam pengimplementasian

critical pedagogy. Tahapan tersebut adalah: (1) Naming, tahapan

mempertanyakan sesuatu permasalahan dengan pertanyaan “apa masalahnya”; (2)

Reflecting, tahapan dengan mengajukan pertanyaan “mengapa peristiwa tersebut

terjadi” yang bertujuan agar peserta didik dibiasakan untuk berpikir kritis dan

reflektif; (3) Acting, tahapan berupa proses pencarian alternatif untuk

memecahkan masalah (Taylor dalam Agus Nuryatno, 2008: 10). Tahapan yang

masih lemah di kalangan pelaksanaan oleh guru adalah tahapan acting. Lemahnya

guru dalam tahapan acting terjadi pada pemahaman dan pelaksanaan

pembelajaran sejarah kontroversial.

Pembelajaran sejarah kontroversial dalam perspektif critical pedagogy

diimplementasikan tidak tanpa kendala. Permasalahan tersebut tampak dalam

beberapa aspek, yakni aspek umum pembelajaran sejarah, aspek sejarah

kontroversial, dan aspek critical pedagogy. Pada aspek sejarah kontroversial dan

critical pedagogy terkendala dengan belum adanya ancangan baku dan kebijakan

yang digunakan oleh guru sebagai pegangan dalam pembelajaran sejarah

kontroversial. Kecederungan guru untuk mengembangkan konformitas dalam

pembelajaran menjadi konsekuesi ketika tidak adanya policial will yang

mengapresiasi dan mengakomodasi perkembangan pembelajaran sejarah

kontroversial. Di dalam praksis pembelajaran sejarah kontroversial dalam

perspektif critical pedagogy, aspek yang menjadi kendala dapat terbagi dalam

beberapa hal, yakni pada aspek perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, dan

aspek pendukung lainnya. Dalam aspek teknis, kendala keterbatasan alokasi

waktu menjadi alasan utama guru-guru dalam implementasi critical pedagogy

dalam pembelajaran sejarah kontroversial. Dintinjau dari aspek peserta didik ada

kecenderungan untuk mengacuhkan materi sejarah karena alasan pragmatis.

Page 12: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

11

Kemudian kendala yang menjadi permasalahan adalah keterbatasan akses

terhadap sumber dan media pembelajaran yang menunjang dalam pembelajaran

sejarah kontroversial. Belum adanya metode yang baku dalam implementasi

critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial menyebabkan adanya

perbedaan metode yang digunakan serta kegamangan dalam pelaksanaan

pembelajaran. Ditinjau dari aspek penunjang, ada permasalahan berupa belum

optimalnya peran dari MGMP, MSI, LPTK dalam pembelajaran sejarah

kontroversial.

Dari penjelasan tentang berbagai hal tentang pembelajaran mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, dan peran komponen penunjang, ternyata ada beberapa

faktor yang menyebabkan munculnya kendala dalam pembelajaran. Kendala-

kendala yang ditemui dalam kelas sejarah secara umum dapat disebabkan oleh dua

faktor, yakni (1) faktor intern dan (2) faktor ekstern. Faktor intern yang

memunculkan permasalahan dalam pembelajaran sejarah kontroversial adalah

faktor yang berasal dari dalam ilmu sejarah, yakni adanya perubahan dalam corak

historiografi Indonesia pascareformasi.

Faktor kedua adalah faktor ekstern yakni faktor-faktor luar yang berasal

dari luar sejarah yang memengaruhi sejarah dan pendidikan sejarah. Antara faktor

intern dan ekstern tersebut tidak berdiri sendiri (independent), tetapi menjadi satu

rangkaian yang memunculkan hubungan kausalitas dan hubungan kebergantungan

(interdependent), di mana faktor intern sangat mempengaruhi faktor ekstern.

Faktor intern yang menyebabkan permasalahan dalam pendidikan sejarah

adalah terjadinya perubahan corak historiografi Indonesia yang memunculkan

pendapat-pendapat yang beraneka ragam tentang satu peristiwa sejarah, seperti

berkembangnya beberapa versi dari Gerakan 30 September tahun 1965. Akan

tetapi, ketika di satu sisi terjadi perubahan corak historiografi Indonesia setelah

jatuhnya Soeharto, hal ini tidak diimbangi dengan kesiapan untuk menerima

perubahan tersebut. Hal ini karena pengaruh tradisi historiografi Indonesia dalam

memahami, merekonstruksi, dan memaknai masa lalu masih sangat kuat, sehingga

bagi masyarakat awam, hal ini justru memberikan kebingungan.

Page 13: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

12

Berkaitan dengan perubahan corak historiografi Indonesia, adanya

perbedaan versi dalam penulisan sejarah ini diakibatkan banyak hal, yakni

subjektivitas, pemahaman masyarakat yang keliru, dan faktor kepentingan. Faktor

subjektivitas bisa berasal dari pelaku sejarah atau sejarawan. Selain itu ada pula

kemungkinan terbentuknya satu konstruk pemikiran yang kuat dalam masyarakat

tentang satu pemahaman sejarah, walaupun belum tentu pemahaman yang selama

ini diyakini adalah benar adanya. Hal ini karena masyarakat terpengaruh oleh

wacana tertetu selama terus-menerus, seperti ketika pada pemerintahan Orde Baru

masyarakat selalu diberikan wacana bahwa dalam G 30 S, PKI-lah yang menjadi

dalang.

Teori-teori yang berkembang tentang peristiwa 1965 juga tidak diberitakan

secara seimbang pada masa itu. Padahal permasalahan tentang pelaku G 30 S

sampai sekarang masih simpang siur, dan ada beberapa teori lain selain PKI

sebagai dalang yang muncul. Namun demikian, aspek yang paling berpengaruh

dalam faktor intern dari penyebab munculnya permasalahan dalam pembelajaran

sejarah adalah adanya kepentingan-kepentingan yang ada di dalam sejarah.

Kepentingan itu bisa datang dari pihak-pihak yang terlibat dalam satu

peristiwa sejarah ataupun dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkan satu

peristiwa sejarah untuk tujuan-tujuan tertentu. Kepentingan yang datang dari

pihak pelaku sejarah ataupun keturunannya karena pelaku sejarah merasa

dirugikan dengan adanya penulisan sejarah dari pihak tertentu.

Faktor ekstern yang menyebabkan munculnya permasalahan dalam

pembelajaran sejarah yang kontroversial masih berada di seputar (1) lemahnya

desain pembelajaran sejarah, (2) kebijakan tentang pendidikan sejarah yang

kurang mendukung pelaksanaan pendidikan sejarah secara ideal, (3) minimnya

informasi kesejarahan yang up to date bagi praktisi pendidikan, (4) tidak

optimalnya peran komponen penunjang, serta (5) faktor kepentingan terhadap

pendidikan sejarah.

Faktor kepentingan yang dimaksud adalah adanya campur tangan yang

terlalu banyak dari pemerintah terhadap pendidikan sejarah, seperti ketika

dikeluarkannya Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 019/A/JA/03/2007 pada

Page 14: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

13

tanggal 5 Maret 2007 yang melarang buku-buku pelajaran sejarah yang tidak

membahas pemberontakan (PKI) tahun 1948 dan 1965. Walaupun pada dasarnya

pendidikan sejarah merupakan alat dari pemerintah untuk menumbuhkan rasa

cinta tanah air dan nasionalisme, akan tetapi ketika pemerintah terlalu banyak

campur tangan, hal ini dapat menimbulkan satu anggapan bahwa pendidikan

sejarah justru menjadi satu alat legitimasi. Berikut adalah gambar tentang

identifikasi terhadap sebab munculnya kendala dalam pembelajaran sejarah

kontroversial

Gambar 2. Identifikasi Penyebab Permasalahan Pembelajaran Sejarah Kontroversial (sumber: diolah dari hasil penelitian)

Kendala-kendala pembelajaran sejarah akhirnya bermuara pada belum

optimalnya encapaian tujuan pendidikan sejarah. Hal ini menjadi sesuatu yang

harus segera diantisipasi karena pembelajaran sejarah kontroversial memiliki

posisi yang penting. Ditinjau dari perspektif peserta didik, pembelajaran sejarah

kontroversial mampu memunculkan rasa keingintahuan peserta didik. Dengan

Page 15: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

14

demikian pada dasarnya adapotensi yang dimiliki oleh pembelajaran sejarah

kontroversial untuk memunculkan kreativitas peserta didik, terutama dalam

memecahkan masalah.

Pembelajaran sejarah kontroversial dalam perspektif critical pedagogy

memberikan peserta didik pengalaman-pengalaman dan wawasan yang baru,

sekaligus berpotensi melatih kemampuan berpikir analitis mereka. Dari hasil

penelitian, peserta didik memiliki ketertarikan terhadap materi-materi sejarah

kontroversial. Sejarah kontroversial secara psikologis telah mendorong rasa ingin

tahu (curiousity) di kalangan peserta didik yang berfungsi sebagai stimulus agar

mereka lebih dalam untuk mencari tahu dan memecahkan masalah mengapa

peristiwa-peristiwa kontroversial tersebut terjadi. Namun demikian, alasan

pragmatisme ternyata telah menjadi permasalahan yang menyebabkan apresiasi

peserta didik yang tinggi tetapi hanya sebatas di dalam kelas. Pragmatisme itu

tampak dari kecenderungan pandangan peserta didik yang menganggap sejarah

tidak sesuai dengan bidang ilmu yang dicita-citakannya, sehingga pembelajaran

sejarah tidak dianggap penting.

Sebagai upaya mengatasi permasalahan belum optimalnya pelaksanaan

critical pedagogy dalam pembelajarah sejarah kontroversial perlu ada beberapa

penguatan. Pertama-tama, upaya pemecahan permasalahan pembelajaran sejarah

kontroversial dapat dilakukan apabila ada komitmen yang kuat dari guru untuk

melakukan transformasi pendidikan. Kemudian apabila sudah ada komitmen yang

kuat tersebut maka perlu adanya penguatan dalam beberapa aspek. Penguatan

relevansi sejarah kontroversial dan critical pedagogy dalam kurikulum bertujuan

agar pelaksanaan pembelajaran sejarah kontroversial memiliki landasan yuridis

dan legitimasi kurikulum. Penguatan terhadap relevansi sejarah kontroversial

terhadap perkembangan psikologis peserta didik bertujuan agar pelaksanaan

pembelajaran sejarah kontroversial telah sesuai dengan karakteristik peserta didik,

sehingga upaya untuk mencapai kesadaran, pola pikir, dan sikap kritis dapat

terwujud. Penguatan berikutnya adalah penguatan terhadap fungsi dan peran

pembelajaran sejarah kontroversial dalam perspektif critical pedagogy bertujuan

menunjukkan urgensi pelaksanaan pembelajaran sejarah kontroversial dan

Page 16: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

15

manfaat pelaksanaannya bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Penguatan

keempat terkait dengan reposisi peran guru dalam pembelajaran sejarah

kontroversial yang bertujuan agar guru memiliki pemahaman bahwa ada tugas

penting dalam mengemukakan kebenaran bagi peserta didik. penguatan kelima

terkait dengan masalah metode, media, dan sumber belajar yang bertujuan agar

pembelajaran sejarah kontroversial dalam perspektif critical pedagogy dapat

berjalan dengan baik.

Secara sederhana, penguatan-penguatan terhadap upaya pemecahan

masalah sejarah kontroversial dapat digambarkan dalam skema di bawah

Gambar 3. Upaya Pemecahan Permasalahan Pembelajaran Sejarah Kontroversial

dalam Perspektif Critical Pedagogy (sumber: diolah dari hasil penelitian)

PENUTUP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Dalam praksis pendidikan di

Indonesia, critical pedagogy hanya dipahami oleh kalangan terbatas dan belum

diperkenalkan formal dan teknis karena rendahnya kemauan dan kemampuan

guru serta adanya masalah historiografi, ideologi penguasa, dan kebijakan yang

belum mendukung pelaksanaan critical pedagogy; (2) Pelaksanaan critical

pedagogy masih berjalan setengah hati karena konsep yang dipegang oleh guru

Page 17: Ringkasan Penelitian Tesis Tsabit, implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial

16

masih berada dalam tahap refleksi dan lemah dalam tahap aktualisasi, sehingga

pembelajaran menjadi out of context; (3) Implementasi critical pedagogy masih

mengalami kendala dalam pembelajaran sejarah kontroversial dalam hal

perencanaan, pelaksanaan, dan faktor penunjang pembelajaran; (4) Pembelajaran

sejarah kontroversial dalam perspektif critical pedagogy memiliki potensi untuk

dapat menarik minat peserta didik dan melibatkan mereka aktif dalam

menanggapi berbagai permasalahan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Nuryatno, M. 2008. Mazhab Pendidikan Kritis. Menyingkap Relasi Pengetahuan, Politik, Kekuasaan. Yogyakarta: Resist Book.

Asvi Warman Adam. 2007. Pelurusan Sejarah Indonesia (Edisi Revisi).

Yogyakarta: Penerbit Ombak. Bambang Purwanto. 2001a. “Reality and Myth in Contemporary Indonesian

History”. Humaniora. Volume XIII, No. 2/2001. Hlm. 111-123. Nordholt, Henk Schulte, Bambang Purwanto, & Ratna Saptari (ed). 2008.

Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, KITLV-Jakarta, Pustaka Larasan

Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik

Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo bekerjsa sama dengan Center for Education and Community Development Studies.