revolusi suriah & isis
DESCRIPTION
Sejumlah kajian tentang peristiwa di SuriahTRANSCRIPT
1
Revolusi Suriah dan Memahami Fakta seputar ISIS
Latar belakang terjadinya Revolusi di Suriah
Sejak tahun1971 Republik Arab Suriah dipimpin oleh Hafizh Al-Asad, penganut Nushairiyah—atau
sering disebut juga Syiah Alawi—yang berlindung di balik jubah sosialismeBa’ts Arab. Naiknya
Nushairiyah ke tampuk kekuasaan seketika itu pula mendapat penolakan dari kalangan Ahlussunnah.
Antara tahun 1976 hingga 1982 Ikhwanul Muslimin Suriah melawan tirani tersebut. Dalam merespons
perlawanan tersebut, pada tahun 1980 pemerintahan Asad menghancurkan perlawanan yang hingga
menewaskan 10-25 ribu orang.
Pada tahun yang sama terjadi pembantaian yang dipimpin oleh seorang jenderal pasukan khusus
kepresidenan atas perintah Hafizh Al-Asad. Dalam pembantaian tersebut jumlah korban mencapai
1.200 orang, yang terdiri dari tokoh oposisi, cendekiawan, ulama, dan para dosen perguruan tinggi.
Selanjutnya pada tahun 1982 tentara Suriah di bawah kendali Asad kembali melakukan pembantaian
sebanyak 70 ribu penduduk Hama. Mereka menciduk lebih dari 20 ribu orang penduduk, melakukan
pemerkosaan terhadap kaum wanita. Dalam pembantaian tersebut sebanyak 10 ribu penduduk
terpaksa mengungsi ke luar kota.
Sepeninggal Hafizh Al-Asad (2000), kepemimpinan diteruskan oleh putranya, Basyar Al-Asad. Tak
berbeda dengan ayahnya, Basyar juga melibas habis upaya perlawanan terhadapnya, meski di sisi lain
mencoba tampil reformis. Pada kurun 2011-2012 Suriah mengalami gelombang revolusi; terinspirasi
oleh Arab Spring yang telah menjatuhkan sejumlah diktator dan tiran di negara-negara Arab lainnya.
Basyar mencoba untuk melibas penentangan terhadapnya dengan melakukan represi militer. Jatuh
korban puluhan ribuan jiwa pun tak terhindarkan, terutama setelah konflik antara rezim berkuasa
dengan rakyat memasuki fase perang saudara (civil war).
Pembantaian yang dilakukan Hafizh dan Basyar Asad sejak tahun 1970 hingga 2012 itulah yang
membangkitkan semangat umat Islam Suriah untuk meraih kebebasan. Pembantaian dan kekejaman
lain dari rezim Asad menyadarkan kaum muslimin di berbagai dunia untuk ikut membantu saudaranya
di Suriah, baik bantuan jiwa secara langsung dengan mengangkat senjata di medan jihad maupun
bantuan harta. Dari realitas inilah kemudian lahir fatwa-fatwa para ulama tentang jihad di Suriah, baik
atas nama pribadi maupun secara kelembagaan.
Secara kelembagaan, di antaranya terdapat fatwa yang dipublikasikan pada tanggal 9 Rajab 1434 H
oleh organisasi Rabithatu‘Ulama’il Muslimin (Asosiasi Ulama Muslimin). Lembaga ulama internasional
ini mengeluarkan fatwa mengenai wajibnya jihad dan membantu para mujahidin dan rakyat Suriah
yang dipublikasikan melalui situs resminya yang dirilis pada Selasa, 28 Mei 2013.
Sebelumnya, pada 26 Mei 2013, fatwa serupa juga dikeluarkan oleh sejumlah ulama Mesir. Tak
kurang dari 21 ulama membubuhkan tanda tangannya. Fatwa tersebut diberi tajuk Nushratun liAhlina
filQushair (Pertolongan bagi Keluarga Kita di Qushair).
Pada bagian awal fatwa tersebut dijelaskan bahwa apa yang terjadi di Qushair dan kota-kota lainnya di
Syam merupakan bentuk permusuhan, pelanggaran hukum, dan bentuk kelaliman yang telah
melampaui batas, membuat hati menanah serta menjadikan air mata menetes. Seorang yang beriman
pada Allah dan hari akhir tidak layak diam membisu menghadapi persoalan ini, bahkan wajib secara
syar’i dan fardhu ‘ain bagi seluruh umat Islam yang berada di belahan bumi bagian timur maupun
2
barat untuk menghalangi permusuhan dan menghentikan kezaliman ini. Semuanya bertindak sesuai
kemampuannya.
Paling prioritas adalah jihad fi sabilillah dengan senjata dan kekuatan bagi mereka yang mampu
memanggul senjata. Dan bagi yang tidak mampu berjihad dengan jiwanya, maka dia wajib berjihad
dengan hartanya. Setiap kelebihan dari kebutuhan primernya tidak boleh dia simpan, namun
diberikan pada mujahidin sehingga mereka bisa mempertahankan diri dari musuh. Bantuan ini bukan
sekedar hukumnya sunnah, namun wajib ain sebagai bentuk realisasi keimanan dan kewajiban setiap
muslim terhadap saudaranya yang ada di Qushair dan Syam secara umum.
Mungkin yang sangat berpengaruh juga adalah fatwa yang dikeluarkan oleh DR. Yusuf Al-Qaradhawi.
Pada Sabtu malam tanggal 31 Mei 2013, dalam acara Festival Solidaritas Rakyat Suriah (Maharjaan
Tadhaamuni Ma’a sy-Sya’bi s-Suuri) di Qatar, Al-Qaradhawi mengajak kepada umat Islam siapa saja
yang mampu berjihad dan berperang untuk bergerak ke Suriah untuk bergabung di barisan rakyat
Suriah yang terzalimi dan selama dua tahun telah dibunuh oleh rezim Asad dan pada saat sekarang ini
oleh milisi Hizbullah yang beliau sebut sebagai ‘Tentara Setan’ (Hizbusy-Syaithan).
Berbagai Intervensi Kepentingan di Suriah
Tidak seperti negara-negara Arab yang mengalami gejolak revolusi, Arab Spring di Suriah telah
mencatat ‘rekor’ terlama. Banyak analis yang berusaha menjelaskan mengapa hal ini terjadi.
Dari berbagai analisis tersebut dapat dirangkum suatu benang merah, yaitu karena banyak aktor yang
bermain di Suriah, baik aktor negara maupun non-negara. Kepentingan yang bermain di sana, mulai
dari kepentingan nasional sendiri antara rezim dan rakyat; kepentingan sektarian antara Syiah yang
didukung penuh oleh Iran dan afiliasi-afiliasinya di Libanon, Irak, Bahrain, Pakistan, Yaman dan negara
lainnya di satu pihak dengan Sunni yang didukung oleh Turki, Arab Saudi dan negara-negara Teluk di
pihak yang lainnya; kepentingan internasional antara Rusia, Cina, dan Iran dengan AS dan negara-
negara Eropa pada umumnya; dan juga kepentingan Israel untuk mengamankan wilayahnya yang
berbatasan langsung dengan Suriah.
Masing-masing memiliki, merencana-kan, dan mengimplementasikan strategi mereka sendiri. Dari
sini, Suriah dapat dapat dikatakan sebagai ‘ajang kompetisi berbagai strategi’.
Strategi Barat dan Kebijakan Luar Negeri AS
AS hanya mengusahakan upaya diplomasi dan kemanusiaan untuk menyelesaikan krisis Suriah.
Memang pada pidato yang disampaikannya pada akhir Agustus 2013, Obama sempat memberikan
sinyal bahwa AS akan mengambil tindakan militer terhadap rezim Asad yang dia anggap sebagai
seorang penguasa diktator dan meminta kongres melakukan voting mengenai usulan tersebut.
Namun, pada awal September Obama meminta kepada para pimpinan Kongres untuk menunda
pemungutan suara yang akan memberikan wewenang penggunaan kekuatan senjata atas Suriah dan
memilih untuk terus menempuh jalur diplomatik. Pada pidatonya saat itu, Obama menjelaskan bahwa
selama beberapa hari terakhir, terlihat adanya tanda-tanda kemajuan.
Jalur diplomatik yang dimaksud Obama adalah Konferensi Jenewa 2 yang dilangsungkan awal 2014
yang tujuan utamanya untuk mencari solusi politik bersama untuk krisis Suriah, selain juga mengenai
solusi kemanusiaan tentunya. Sayangnya, pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil yang
signifikan, jika tidak dianggap sebagai sebuah kegagalan, kecuali kesepakatan untuk memerangi Al-
Qaidah di Suriah.
3
AS dan Barat telah menyadari bahwa intervensi militer dalam skala besar yang diikuti oleh
pembangunan bangsa umumnya telah gagal. Intervensi asing menegaskan pembenaran ideologi jihad
untuk melawan Barat, hal itu akan dibayar dengan harga yang sangat mahal dan akhirnya
menghasilkan pengelola negara yang lemah sehingga menciptakan tempat operasional yang aman
bagi kelompok dakwah dan jihadis.
Gagalnya konferensi Jenewa 2 dan tidak dilakukannya intervensi militer, setidaknya ada beberapa
strategi yang dilakukan Barat agar revolusi di Suriah tidak membahayakan kepentingan mereka;
1. Mengamankan senjata kimia dan senjata berbahaya lainnya yang dimiliki rezim Assad
2. Melacak pejuang asing dan menghambat kedatangan mereka
3. Mengganggu aliran dana untuk kelompok jihadis di Suriah
4. Meningkatkan kemampuan intelegen di semua bidang
5. Melemahkan kekuatan faksi-faksi islam dengan berbagai cara
6. Memfasilitasi dan mendukung penuh kelompok oposisi sekular baik senjata maupun
pendanaan
Betapa pentingnya implementasi strategi diatas, karena bagi Amerika Serikat sendiri, Suriah
merupakan ‘ajang’ yang mempertaruhkan kredibilitas mereka di mata dunia internasional, terkhusus
menyangkut permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi. Dalam pidatonya pada akhir
Agustus 2013, Presiden AS Barrack Obama menamakan serangan senjata kimia yang dilancarkan oleh
rezim Basyar Asad pada Agustus 2013 sebagai “sebuah serangan terhadap martabat umat manusia”.
“Secara total, lebih dari 1,000 orang telah dibunuh. Ratusan dari mereka adalah anak-anak. Anak-anak
perempuan dan laki-laki yang digas hingga mati oleh pemerintah mereka sendiri,” lanjut Obama.
Selain mengancam kredibilitas AS, krisis Suriah secara tidak langsung akan menjadi ancaman
keamanan serius bagi AS di masa mendatang. Ancaman itu akan muncul dari migrasi lebih dari 10.000
pejuang asing yang berasal dari berbagai negara yang berjihad di Suriah. Untuk alasan inilah mengapa
tampaknya banyak analis Barat yang meneliti para pejuang asing di setiap negara.
Beberapa analis tersebut yakin bahwa mereka yang berangkat ke Suriah akan lebih radikal dari sisi
ideologis dan dari sisi militer akan lebih terlatih, dan pulang ke negara mereka masing-masing dengan
sentimen jihad. Sebagian lagi memprediksikan bahwa pejuang asing tersebut memiliki kemampuan
untuk merekrut anggota baru ke dalam gerakan jihad, menggabungkan diri sebagai bagian dari
gerakan jihad global untuk menyerang Barat, terkhusus AS.
Dan tampaknya yang terpenting dari semua itu adalah untuk menjamin keamanan bagi kolega penting
AS, yaitu bangsa Yahudi. Ini mengingat bahwa Suriah berbatasan langsung dengan Israel dan dapat
dipastikan bahwa jika Suriah jatuh ke tangan jihadis maka Israel akan menjadi target utama, seperti
yang sering dipropagandakan oleh jihadi di berbagai media.
Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS)
Ada beberapa nama untuk menyebut kelompok ini.
al-Dawlah al-Islāmīyah fī al-ʻIrāq wa-al-Shām (Daesh)
Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL)
Islamic State in Iraq and al-Shām (ISIS)
Islamic State in Iraq and Syria (ISIS)
4
Sebelum menjadi ISIS, kelompok ini lebih dikenal dengan nama Daulah Islam Irak (ISI) yang melakukan
operasi jihad terbatas hanya di Irak. Berikut ini saya sampaikan secara singkat tentang awal-awal
perjuangan mujahidin dan rentetan kronologi jamaah-jamaah jihad di Irak.
Pada masa awal perjuangan di Irak mujahidin berkelompok-kelompok. Akhirnya muncul sosok Abu
Mush’ab Az-Zarqawi yang mencoba membentuk Jama’ah At-Tauhid wa Al-Jihad. Kemudian nama itu
berubah menjadi Tanzhim Al-Qa’idah fi Bilad Ar-Rafidain setelah Az-Zarqawi membaiat Usamah bin
Ladin sebagai bagian dari Tanzhim Al-Qa’idah yang kontrol pusatnya diperkirakan berada di Pakistan
dan Afghanistan.
Kemudian Syekh Abu Mush’ab Az-Zarqawi mengulurkan tangannya kepada jamaah-jamaah yang
berada di medan jihad. Beliau memberikan isyarat kepada mereka untuk bersatu tidak meninggalkan
senjata bagaimanapun tekanan pemerintah thaghut Irak sampai Allah menentukan antara menang
atau syahid. Mereka pun bersatu dengan nama baru Majlis Syura Mujahidin dan Al-Qa’idah setempat
pun melebur dalam nama tersebut. Anggota majelis syura itu sendiri terdiri dari beberapa jamaah
jihad: Al-Qaeda, Brigade Al-Jihad, Anshar Tauhid, Thaifah Manshurah, Kataib Al-Ahwal, Al-Ghuraba
dan Jaisy Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Setelah Abu Mush’ab Az-Zarqawi gugur, komando perjuangan dilanjutkan oleh Abu Umar Al-Husaini
Al-Baghdadi dan Abu Hamzah Al-Muhajir Al-Mishri yang kemudian mendeklarasikan Daulah Islam Irak
pada 15 Oktober 2006.
Pada awalnya rencana Abu Hamzah Al-Muhajir ini mendeklarasikan Daulah Islam Irak tidak mendapat
dukungan dari para anggota majelis syura, mereka menolaknya disebabkan kedepannya nanti akan
menciptakan krisis di medan jihad Irak. Lagipula mereka belum memiliki instrumen serta SDM yang
diperlukan untuk penegakan daulah, dan juga pihak-pihak lain akan merasa terasingkan.
Ketika mereka melihat bahwa beliau tidak menyerah dan terus mendesak hal ini maka mereka
menerimanya dengan tujuan untuk menghindari perpecahan lain yang tak diinginkan.
Seiring waktu setelah deklarasi ternyata banyak terjadi permasalahan dan perang yang sengit disertai
penolakan dari pihak-pihak lainnya terhadap proyek ini. Daulah Islam Irak yang menganggap dirinya
sebagai “Negara” menggap kelompok lain harus tunduk di bawah otoritasnya.
Ketika perang yang sengit ini tengah berlangsung, banyak para pengurus penting Daulah Islam Irak
yang hilang karena tertangkap ataupun terbunuh oleh rezim Irak, yang paling berpengaruh adalah
pembunuhan terhadap dua pemimpin mereka pada tahun 2010, yaitu Syaikh Abu Umar Al-Baghdadi
dan Syaikh Abu Hamzah Al-Muhajir, sehingga setelah kematian keduanya, kekuatan dan wilayah yang
berhasil dikuasai oleh Daulah Islam Irak menjadi hilang.
Pada tahap ini, muncullah beberapa orang sisa-sisa Daulah Islam Irak yang mengumumkan
kelangsungan peperangan, mereka tetap mengangkat panji daulah Islam Irak, mereka semua dipimpin
oleh Abu Bakar Al -Baghdadi.
Ada beberapa catatan setelah Daulah Islam Irak dipimpin oleh Abu Bakar AlBaghdadi;
Ada 30 orang petinggi Daulah Islam Irak yang lama tidak bergabung dengan Daulah Islam Irak
yang baru?
Perginya meninggalkan Daulah Islam Irak para pengikut Syaikh Abu Anas Asy Syami dan Syaikh
Az-Zarqawi?
Perginya para petinggi Daulah Islam Irak yang telah bebas dari penjara? mereka tidak kembali
ke Daulah Islam Irak yang baru?
5
Setelah pecahnya revolusi di Suriah, datang perintah dari Syaikh Aiman Azh Zawahiri untuk
membentuk sebuah kesatuan dan mengirimkannya ke Suriah. Untuk itu, Abu Bakar Al-Baghdadi,
selaku Amir Daulah Islam Irak, memberikan otoritas kepada Abu Muhammad Al-Jaulani untuk pergi ke
Suriah dan membentuk sebuah front jihad.
Di lapangan, Al-Jaulani memulai misinya dengan membentuk Jabhah An-Nushrah dan mengumpulkan
orang-orang paling berbakat dan mendorong semua lini jihad untuk fokus dalam pembentukan kader-
kader mujahid di kalangan generasi Suriah.Jabhah An-Nushrah pun menunjukkan prestasi yang luar
biasa.Dengan bantuan saudara-saudara mereka di batalion jihad lainnya mulai mengendalikan kota
dan provinsi, bandara, dan kemenangan pun terlihat semakin dekat.
Di sini Al-Baghdadi melihat bahwa deklarasi negara yang diidam-idamkan telah mendesak waktunya.
Setelah berkonsultasi dengan banyak pihak di jajaran pemimpin Daulah Islam Irak, ia memutuskan
pasukannya masuk ke suriah dan mengumumkan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS).
Tepatnya pada hari Selasa, 28 Jumadil Ula 1434 H(9/4/2013) datang kabar yang mengejutkan dunia.
Bemula dari posting user yang bernama Abu Abdillah Al-Janubi dalam forum jihad Ansharul Mujahidin
(www.as-ansar.com) yang mengunggah pernyataan Pemimpin Daulah Islam Irak (ISI) Bakar Al-
Baghdadi Al-Husaini Al-Qurasyi. Posting tersebut juga dirilis oleh Yayasan Media Al-Furqan—sayap
media Daulah Islam Irak—yang bekerja sama dengan Al-Fajr Media Center. Pesan audio berdurasi 21
menit 26 detik itu diberi prolog “Dan berilah kabar gembira kaum muslimin” dan memiliki judul
besar“Deklarasi Daulah Islamiyah Irak dan Syam”.
“..Kami kirim mereka untuk menemui sel kami di Syam. Kami berikan mereka skema dan juga program
kerja. Kami berikan pula mereka bantuan prajurit-prajurit yang cinta medan juang, dari kalangan
Muhajirin dan Anshar. Mereka berbaur dengan rakyat Suriah. Jabhah An-Nushrah itu sendiri tidak lain
adalah perpanjangan tangan dari Daulah Islam Irak dan (hanya) bagian kecil dari Daulah Islam Irak.
Mereka menderita apa yang kami derita.
Oleh karena itu, kami umumkan, seraya bertawakal kepada Allah, penghapusan nama Daulah Islam
Irak dan Jabhah An-Nushrah, kemudian berkumpul dalam satu nama, yaitu Daulah Islamiyah di Irak
dan Syam.”
Pengumuman Syekh Al-Baghdadi ini mengejutkan Abu Muhammad Al-Jaulani dan mujahidin di bawah
kepemimpinannya di Suriah. Karena, pengumuman ini dibuat pada saat Jabhah An-Nushrah sedang
menjalin persatuan dengan front jihad lainnya, tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Maka sehari kemudian, Rabu 29 Jumadil Ula 1434 H (10/4/2013 M), forum jihad Ansharul Mujahidin
mengunggah sebuah rekaman audio yang diproduksi oleh Yayasan Media Al-Manarah al-Baidha’—
sayap media Jabhah An-Nushrah—yang berisi pesan dari Pemimpin Jabhah An-Nushrah Abu
Muhammad Al-Jaulani. Dalam pesan audio berjudul “Seputar Kondisi Medan Syam” dan berdurasi 7
menit 15 detik tersebut, Syaikh Abu Muhammad Al-Jaulani menyampaikan sejumlah klarifikasi. Intinya
berupa penolakan atas Deklarasi Daulah Islam Irak dan Syam.
“Sejak awal kami telah mengumumkan untuk mengembalikan kekuasaan Allah di muka bumi,
kemudian bangkit bersama umat Islam untuk menerapkan syariat-Nya dan menyebar luaskan
manhaj-Nya. Kami tidak akan tergesa-gesa mengumumkan suatu perkara yang menurut kami
menuntut kehati-hatian...
...Kemudian, daulah Islam di Syam dibangun di atas lengan-lengan (peranan) semua pihak tanpa
menyingkirkan satu pihak politis manapun yang ikut bersama dengan kami dalam jihad dan
peperangan di negeri Syam, yaitu para kelompok-kelompok jihad, para ulama kredibel dari kalangan
6
Ahlussunnah wal Jamaah, dan para saudara kita kaum muhajirin. Apalagi dengan menyingkirkan
pimpinan-pimpinan Jabhah An-Nushrah dan majelis syuranya.”
Kemudian di akhir pernyataannya, secara mengejutkan Abu Muhammad Al-Jaulani mendeklarasikan
baiat Jabhah An-Nushrah kepada Aiman az-Zhawahiri selaku Amir Tanzhim Qa’idatul Jihad alias Al-
QaidahPusat. Abu Muhammad Al-Jaulani dan segenapanggota Jabhah An-Nushrah menegaskan
baiatnya untuk tetap mendengar dan taat di atas hijrah dan jihad.
“Dan saya katakan: Inilah baiat dari putra-putra Jabhah An-Nushrah dan pemimpin umumnya. Kami
memperbarui baiat tersebut untuk Syaikhul Jihad, Syekh Aiman Azh-Zhawahiri—semoga Allah
menjaganya. Sesungguhnya, kami membaiat beliau untuk mendengar dan menaati, baik dalam
kondisi rajin maupun dalam kondisi terpaksa, (juga membaiat beliau untuk) berhijrah, berjihad, dan
tidak merampas urusan kepemimpinan dari pemimpin yang sah, kecuali jika kami melihat pada diri
pemimpin tersebut kekafiran yang nyata berdasar penjelasan (syariat) Allah.”
Dua pernyataan yang berbeda tersebut menjadikan ISIS berdiri sendiri tanpa dukungan Jabhah An-
Nushrah. ISIS memberikan label Jabhah An-Nushrah sebagai pengkhianat dan sering mnyebutnya
dengan istilah “Jabhah Jaulani”.
Tanggapan muncul dari Asosiasi Ulama dan Dewan Ilmiah Suriah, yang merupakan perhimpunan
berbagai ormas Islam regional Suriah.
“Selama beberapa hari lalu, berbagai pendapat dan proyek yang mengundang perdebatan mengenai
pengumuman Abu Bakar Al-Baghdadi tentang berdirinya Daulah Islam Irak-Syam...Adapun adanya
pengumuman dari kelompok mana saja yang tidak menguasai dan tidak memerintah negara dan
wilayah tersebut untuk mendirikan negara di wilayah lain yang menjadi bagian darinya, dan
mewajibkan penduduknya untuk berbaiat tanpa melalui musyawarah dengan seorangpun dari
mereka, terutama para ulama dan mujahid yang terlibat di sana, juga tanpa mempertimbangkan
efek-efek dan akibat-akibatnya, adalah suatu yang diingkari secara syar’i dan tertolak secara akal,
bentuk kezaliman terhadap seluruh penduduk Syam, serta suatu penyerobotan terhadap kehendak
dan nasib mereka.”
Syekh Azh-Zhawahiri menjelaskan hal itu semua pada audio wawancara eksklusif pada April 2013 yang
resmi dirilis oleh As-Sahab Media, dan juga pesan audionya dalam menanggapi permintaan klarifikasi
Dr. Hani As-Siba’i mengenai fakta seputar perselisihan antara ISIS dan JN.
Pada audio wawancara tersebut, Azh-Zhawahiri menjelaskan dua alasan mengapa Al-Qaidah
mengeluarkan ISIS dari afiliasi resminya. Dua alasan pokok tersebut yaitu: (1) perbedaan manhaj
antara Al-Qaidah dan ISIS, dan (2) ISIS tidak komitmen terhadap dasar-dasar amal jama’i.
Dalam penjelasannya, Azh-Zhawahiri menyebutkan bahwa manhaj Al-Qaidah dalam menuju
tujuannya di antaranya adalah: memfokuskan perlawanan terhadap AS, Yahudi, dan Zionis serta
mengajak umat Islam untuk berjihad melawan mereka: sebisa mungkin menjauhi pertumpahan darah
dengan umat Islam; berusaha menyatukan umat di bawah kalimat tauhid; dan bekerja
mengembalikan khilafah islamiyah ke pangkuan umat dengan khalifah yang mereka ridhai.
Sementara tidak komitmennya ISIS yang dimaksud adalah seperti: mendirikan Daulah Islam Irak dan
Syam tanpa izin dari qiyadah; masih melanjutkan proyek tersebut meski telah diminta untuk
menundanya; dan tidak patuh pada qiyadah atas keputusan-keputusan yang telah ditetapkannya
seperti keputusan perintah untuk menghentikan perang fitnah antara internal jihadi. Adapun dalam
klarifikasi permintaan Dr. Hani As-Siba’i, Azh-Zhawahiri lebih menonjolkan bukti-bukti bahwa ISI
(sebelumnya ISIS) memang bagian dari afiliasi resmi Al-Qaidah.
7
Perpecahan dan Konflik Sesama Mujahidin
Semua faksi islam di Suriah telah sepakat menentukan strategi mereka. Bagaimana tahap demi tahap
memenangkan peperangan melawan rezim Assad, lalu menegakan khilafah islamiyah yang akan
menjadi kabar gembira bagi seluruh umat islam.
Secara lebih detail mengenai strategi faksi-faksi islam adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penyadaran dan kondisikan masyarakat untuk hanya tunduk pada syariat Islam
dan menolak prinsip, ideologi, dan undang-undang apa pun selain Islam. Prinsip, ideologi, dan
undang-undang tersebut mencakup: demokrasi yang menjadikan suara mayoritas sebagai
kedaulatan tertinggi; dan tatanan dan sistem internasional dalam menyelesaikan konflik suatu
negara yang sedang bergejolak baik gejolak internal negara tersebut maupun dengan negara
lainnya. Dengan pengkondisian ini diharapkan secara otomatis akan menutup pintu rapat-
rapat bagi Barat untuk menemukan celah guna menjalankan sistem mereka dan
menggagalkan sistem dan proyek Khilafah Islamiyah.
2. Menyatukan seluruh faksi perlawanan di atas kalimat tauhid. Dengan ini, diharapkan loyalitas
seluruh faksi perlawanan hanya kepada Islam, bukan lagi kelompok, suku, atau kepentingan
sesaat. Dalam waktu yang bersamaan hal ini akan mengantisipasi jual-beli loyalitas yang biasa
dilakukan Barat untuk memecah belah dan mengadu domba mujahidin.
3. Memfokuskan serangan pada rezim dengan menghindari sebisa mungkin konflik dengan
agama lain atau kelompok-kelompok sesat selama mereka tidak ikut terlibat memerangi
mujahidin, dan jika mereka ikut terlibat maka cukup dilawan dengan seperlunya saja.
Perlawanan tersebut disertai dengan memberikan penjelasan bahwa hal itu hanya bentuk
pembelaan diri. Sibuk mengatasi konflik dengan kelompok sesat dan agama lain akan
menguras tenaga dan memecah fokus kekuatan mujahidin yang memang terbatas.
4. Membentuk mahkamah syariat independen dengan para qadhi (hakim) yang disetujui oleh
semua faksi, sehingga keputusan yang berasal darinya bersifat mengikat bagi seluruh faksi.
Fungsi utama mahkamah ini adalah untuk menyelesaikan sengketa atau perselisihan di antara
faksi, sekaligus sebagai rujukan dalam permasalahan-permasalahan syariat, seperti hukuman
terhadap para tawanan, hukuman bagi pencuri dan pembegal dalam suasana perang, cara
pembagian ghanimah, dan semisalnya.
Posisi strategis mahkamah syariat terletak pada posisinya yang memiliki legalitas lantaran disetujui
oleh semua faksi. Selain juga ke depan, jika kemenangan di Suriah berhasil dipetik maka mahkamah
syariat bisa bertindak sebagai ahlul halli wal ‘aqdi yang akan memilih pemimpin untuk semuanya. Ini
sekaligus mengantisipasi campur tangan Barat dalam politik internal Suriah, terkhusus dalam
implementasi nilai dan sistem mereka, yaitu demokrasi.
Namun di lapangan, strategi di atas tidak berjalan mulus. Terlebih setelah adanya deklarasi
pembentukan ISIS. Wilayah Aleppo dan Idlib adalah saksi bisu atas perkara ini.
Perselisihan dan pertikaian antara ISIS dengan sesama faksi jihad dianggap sebagai permasalahan
internal utama mujahidin Suriah. Terhitung semenjak awal januari 2014, sudah lebih dari 1000 jiwa
menjadi korban di kedua belah pihak.
Faktor menonjol yang semakin menguatkan terjadinya konflik internal tersebut adalah pemahaman
aqidah dan aktivitas arogan yang diambil oleh ISIS di lapangan. Ini terbukti dari rentetan peristiwa
yang kita cermati.
8
Terjadinya deklarasi ISIS secara sepihak. ISIS bertikai dengan Jabhah Nusrah. ISIS menolak
pembentukan Mahkamah Syariah Independen sebagai jalan perdamaian. ISIS mengklaim wilayah yang
tidak dibebaskan oleh mereka namun mengklaim wilayah itu sebagai milik mereka.
ISIS memulai serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap komandan kelompok lain seperti Dr
Hussein Sulaiman dari Ahrar Al-Sham dan ketika dikembalikan tubuhnya penuh dengan bekas siksaan.
Muhammad Faris (Ahrar Al-Sham), Dr. Abu Royan (Ahrar Al-Sham), Saad AlHadrami (Jabhah Nushrah),
Abu Jandal AlIroqi (Jabhah Nushrah), Abu Khaled AsSuuri (Utusan AlQaeda Pusat), Abu Miqdam (Ahrar
Al-Sham). ISIS juga mengirim para pelaku bom syahid ke rumah-rumah dan kantor mujahidin.
Dan yang paling mengejutkan ISIS mendeklarasikan “Khilafah” pada hari Ahad 29 Juni 2014. Menyeru
semua umat islam untuk berbai’at kepada Abu Bakar AlBaghdadi dan mengatur masyarakat di wilayah
kekuasaanya dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh syariat. Aksi ini menuai protes dari semua
kalangan umat islam di Suriah maupun di negeri-negeri muslim lainnya.
Nampaknya ini bukan sebuah kesalahpahaman saja, tapi merupakan hasil konspirasi intelegen beserta
pihak asing yang bermain di Suriah. Tujuan utama konspirasi ini adalah untuk menyematkan label
‘teroris’ pada gerakan jihad Islam di Suriah dan di seluruh dunia, selain juga untuk mengamankan
rencana pembentukan negara Demokrasi.
Penutup
Suriah memiliki posisi yang begitu strategis bagi umat islam. Posisi strategis itu bahwa Suriah
merupakan gerbang menegakkan kembali khilafah serta untuk membebaskan Palestina dari tangan
bangsa Yahudi. Dan Jika Revolusi di Suriah berhasil sesuai harapan lalu berdiri Khilafah Islamiyah di
sana maka rezim-rezim yang berkuasa di Syam (mencakup Suriah, Yordania, Libanon, Palestina, dan
Israel) akan segera tumbang.
Semoga Allah melindungi kaum muslimin dan mujahidin di mana pun. Mengumpulkan mereka dalam
satu kata kebenaran. Mencegah keganasan orang-orang kafir terhadap kaum muslimin di mana saja.
Catatan :
Perang di Suriah adalah perang terbuka, tidak seperti afganistan, pakistan, mali, nigeria, dll. Jumlah
faksi jihad ratusan, banyak diantara mereka memiliki akun resmi di social media untuk memberitakan
kejadian setiap hari, dilengkapi dengan video hasil dokumentasi banyak mujahidin, aktivis lapangan,
dan reporter media timur tengah. Termasuk banyak tokoh dan ulama dunia yang mengamati revolusi
suriah dari sejak awal. Karena itu hal yang tidak sulit, jika ada berita yang ingin kita konfirmasi
kebenaranya.
InsyaAlloh makalah yang lainnya akan coba penulis hadirkan di kesempatan yang lain.
Anton Husairi
Hp.085221278926
facebook.com/anton.husairi
(Pengelola website kabarsuriah.com)
9