review rki hallams, nato at 60.pdf; going global

2

Click here to load reader

Upload: tangguh

Post on 12-Jun-2015

137 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Artikel Ellen Hallams membahas tentang bagaimana NATO telah makin mengadopsi suatu agenda global namun tetap ditegaskan oleh karakter transatlantiknya, juga tentang apakah ekspansi NATO yang mungkin akan memasukkan negara-negara demokratik lainnya akan merusak kohesi dan identitas NATO. Hallams juga membahas kemungkinan bahwa usul pembesaran NATO dapat dipahami sebagai pemenuhan logis evolusi NATO menjadi suatu security community demokratik yang lebih luas, di mana suatu komitmen bersama terhadap nilai-nilai dan kepentingan demokratik lebih penting daripada sejarah transatlantik bersama.Di akhir artikelnya, Hallams menyimpulkan bahwa NATO akan tetap menjadi aliansi transatlantik dengan mandat global dan partner global, namun bukan aliansi global. Berdasarkan berbagai kritisisme di atas, penulis sependapat dengan hal ini. Dalam bertindak global, NATO lebih baik berpikir kawasan; NATO to think regionally, act locally.

TRANSCRIPT

Page 1: Review RKI Hallams, NATO at 60.PDF; Going Global

Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia

1

NATO to Think Regionally, Act Globally

Review Mata Kuliah Rezim Keamanan Internasional

Ellen Hallams, “NATO at 60: Going global?” dalam International Journal, (Spring, 2009), hlm. 423-450

Artikel Ellen Hallams membahas tentang bagaimana NATO telah makin mengadopsi suatu agenda

global namun tetap ditegaskan oleh karakter transatlantiknya, juga tentang apakah ekspansi NATO yang

mungkin akan memasukkan negara-negara demokratik lainnya akan merusak kohesi dan identitas NATO.

Hallams juga membahas kemungkinan bahwa usul pembesaran NATO dapat dipahami sebagai

pemenuhan logis evolusi NATO menjadi suatu security community demokratik yang lebih luas, di mana

suatu komitmen bersama terhadap nilai-nilai dan kepentingan demokratik lebih penting daripada sejarah

transatlantik bersama.

Hallams mengungkapkan bahwa usul NATO global bersandar pada argumen bahwa negara-negara

demokratik, di luar zona Eropa Atlantik, juga memiliki komitmen utama NATO terhadap nilai-nilai dan

cita-cita demokratik. Amerika Serikat (AS) pun mendukung perubahan NATO menjadi suatu aliansi

global, karena dari perspektif mereka, hal tersebut akan memperkuat kapabilitas militer NATO untuk

menjalankan tujuan-tujuan Amerika. Dari perspektif Eropa, pembesaran NATO menyimpan berbagai

masalah: 1) bagaimana “mencernakan” para anggota baru agar NATO tetap bertahan sebagai organisasi

yang koheren serta 2) siapakah yang akan memutuskan kebijakan keamanan, dengan negara nonatlantik

dalam aliansi transatlantik. Jonathan Eyal (1997) menyebutkan bahwa dalam kawasan Eropa sendiri pun

akan terdapat kesulitan dengan dua kategori negara: 1) negara nonanggota NATO maupun Uni Eropa

(UE) yang terus menekan hak masuk kepada keduanya (Romania, Slovakia, Slovenia, dan negara-negara

Baltik) serta 2) negara yang dilarang masuk baik NATO maupun UE, namun tahu bahwa eksklusi ini

memberi mereka keuntungan (Ukraina dan Rusia).1

Hallams kemudian mengungkapkan bahwa memperbesar NATO dengan memasukkan negara-

negara di luar zona Eropa-Atlantik berisiko mendilusi karakter transatlantik NATO. Akhir Perang Dingin

membawa debat tentang apakan NATO akan bertahan dengan tidak adanya ancaman Soviet. Kaum realis

memprediksi kematian NATO dengan tidak adanya ancaman keamanan terhadap kepentingan para

anggotanya, sementara kaum konstruktivis dan institusionalis menekankan bahwa identitas bersama

NATO juga penting, dan banyak tindakan NATO dalam Perang Dingin dilihat sebagai “retorika identitas”

yang membantu menopang NATO melalui periode krisis dan ketegangan. Debat lainnya adalah tentang

apakah AS dan Eropa mulai berpisah. Robert Kagan dan lainnya menganggap bahwa Amerika dan Eropa

jarang saling sependapat dan memahami, sehingga tidak mengherankan apabila Amerika tidak lagi serius

memandang Eropa sebagai partner strategis. Para penulis lain menganggap bahwa NATO hanya

melakukan penyegaran berdasarkan pemahaman baru atas nilai-nilai dan kepentingan bersama, bahwa

pembesaran NATO adalah bukti “logika institusional”. Dalam hal ini, penulis sependapat dengan Daalder

1 Jonathan Eyal, "NATO's Enlargement: Anatomy of a Decision”, International Affairs (Royal Institute of International Affairs 1944-), Vol. 73, No. 4 (Okt., 1997), hlm. 713-719

Page 2: Review RKI Hallams, NATO at 60.PDF; Going Global

Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia

2

(2001), yang mengungkapkan bahwa ke depannya, hubungan AS-Eropa tidak akan mengalami perpisahan,

namun juga takkan mengalami pembaharuan partnership, karena penyesuaian besar untuk mencocokkan

hubungan tersebut pada sisi AS dan Eropa sangat sulit untuk dicapai. Daalder mengungkapkan bahwa AS

dan Eropa akan mengalami drift tanpa tujuan dan di luar pengawasan, sehingga banyak peluang kerjasama

akan hilang, tindakan bersama yang terlambat, serta penurunan rasa hormat satu sama lain.2

Hallams mengungkapkan bahwa menjadikan NATO suatu aliansi demokrasi global juga

menciptakan ancaman suatu klub eksklusif yang mengasingkan negara-negara nonanggota dan

menciptakan pembagian dan kebencian lebih lanjut. Terdapat juga pandangan bahwa hasrat AS atas

NATO global adalah usaha untuk menjadikan NATO suatu pax Americana global, suatu klub elit demokrasi

dengan AS sebagai kekuatan pendorong. Sikap para anggotanya juga terbagi: beberapa menganggap

NATO global tidak diinginkan, yang lainnya berargumen bahwa NATO global tidak realistis. Terdapat

juga kekhawatiran tentang apakah aliansi yang diperluas akan meningkatkan atau malah mengganggu

efektivitas militer NATO. Michael McCgwire (1998) juga mengungkapkan bahwa ekspansi NATO akan

merusak kolaborasi efektif kelima negara besar Eropa, yang menentukan keamanan Eropa. Tiga ancaman

utama terhadap keamanan Eropa (gangguan terhadap stabilitas politik dan ekonomi, proliferasi nuklir

dan/atau kegagalan proses START, serta perkembangan aspirasi politik dan territorial Rusia) akan tetap

marjinal selama Rusia berhubungan secara konstruktif dengan Barat, sementara ekspansi NATO

mengancam hubungan tersebut.3 Hal ini disebabkan ekspansi NATO akan mengantagonisasi Rusia,

memperburuk kecurigaannya terhadap Barat, dan memperkuat unsur-unsur anti-Barat dalam sistem

politik Rusia, sehingga mengurangi tingkat kerjasama antara Rusia dan Barat.4 Efek provokatif ekspansi ini

dapat dimitigasi dengan restriksi dalam kriteria keanggotaan yang digunakan. Kecurigaan Rusia dapat

diredakan lebih jauh dengan lebih banyak jaminan dari Barat, namun kecurigaan malah akan melambung

apabila NATO terus berekspansi ke wilayah eks-Uni Soviet. Sehingga, dalam mempertimbangkan

kelanjutan ekspansinya, Andrew Kydd (2001) mengungkapkan bahwa NATO harus berhati-hati agar tidak

mendilusi syarat-syarat keanggotaan yang telah diatur.5 Menurut penulis, hal ini tentu saja bertolak

belakang dengan karakter ekspansi NATO yang mungkin akan memasukkan negara-negara demokratik

lainnya. NATO lebih membutuhkan konsep strategis baru yang menegaskan karakter transatlantik NATO

sekaligus mengatur agenda global NATO, pentingnya partnership global NATO, serta pentingnya

memperkuat dan merumuskannya dalam bentuk kerjasama dan dialog.

Di akhir artikelnya, Hallams menyimpulkan bahwa NATO akan tetap menjadi aliansi transatlantik

dengan mandat global dan partner global, namun bukan aliansi global. Berdasarkan berbagai kritisisme di

atas, penulis sependapat dengan hal ini. Dalam bertindak global, NATO lebih baik berpikir kawasan;

NATO to think regionally, act locally. 2 Ivo H. Daalder, “Are the United States and Europe Heading for Divorce?” International Affairs (Royal Institute of International Affairs 1944-), Vol. 77, No. 3, Changing Patterns of European Security and Defence (Jul., 2001), hlm.

563-567 3 Michael McCgwire, “NATO Expansion: 'A Policy Error of Historic Importance'”, Review of International Studies, Vol.

24, No. 1 (Jan., 1998), hlm. 23-42 4 Andrew Kydd, “Trust Building, Trust Breaking: The Dilemma of NATO Enlargement”, International Organization,

Vol. 55, No. 4, The Rational Design of International Institutions (Autumn, 2001), hlm. 802 5 Ibid., 821-822.