review konduktivitas deterjen padarepository.unika.ac.id/18417/1/kp 15.i1.0019 joshua adi nugraha...
TRANSCRIPT
1
1
REVIEW KONDUKTIVITAS DETERJEN PADA
“CLEANING IN PLACE” MESIN PASTEURIZER
SUSU KENTAL MANIS DI PT. FRISIAN FLAG
INDONESIA
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pangan
Oleh:
Joshua Adi Nugraha P.
NIM : 15.I1.0019
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
REVIEW KONSENTRASI DETERJEN PADA “CLEANING IN
PLACE” MESIN PASTEURIZER SUSU KENTAL MANIS DI PT.
FRISIAN FLAG INDONESIA
Oleh :
JOSHUA ADI NUGRAHA P.
NIM : 15.I1.0019
PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PANGAN
Laporan Kerja Praktek ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan sidang
penguji pada 23 Mei 2018
Semarang, 29 Juni 2018
Fakultas Teknologi Pertanian
Program Studi Teknologi Pangan
Universitas Soegijapranata Semarang
Pembimbing Lapangan, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian,
Yoseph Anggit YP a.n. Rasimin Dr. R. Probo Y. Nugrahedi, S.TP, M.Sc
Pembimbing Akademik,
Novita Ika Putri, S.TP, M.S.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan,
rahmat dan penyertaanNya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
Kerja Praktek dengan judul “REVIEW KONDUKTIVITAS DETERJEN PADA
“CLEANING IN PLACE” MESIN PASTEURIZER SUSU KENTAL MANIS DI PT.
FRISIAN FLAG INDONESIA”. Penulisan laporan Kerja Praktek ini dilakukan untuk
memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan di
Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Selama proses Kerja Praktek hingga penulisan laporan Kerja Praktek, banyak ilmu,
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang penulis dapatkan. Pengalaman dan ilmu
yang penulis dapatkan mampu mengembangkan diri penulis untuk lebih maju lagi, oleh
karena itu, izinkan penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses Kerja
Praktek dan dalam penulisan laporan Kerja Praktek, terkhusus pada:
1. Tuhan Yesus Kristus, atas penyertaan dan perlidunganNya yang taak pernah
terlambat selama proses Kerja Praktek dan selama penulisan laporan ini.
2. Bapak Dr. R. Probo Y. Nugrahedi, S.TP, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian, Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata,
Semarang.
3. Ibu Novita Ika Putri, S.TP, M.S selaku dosen pembimbing akademik yang sudah
meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menjalani kerja praktek.
4. Ibu Meiliana, S.TP, MS selaku Koordinator Kerja Praktek yang telah membantu
dalam persiapan kerja praktek.
5. Ibu Irene dan Bapak Widi Setiawan yang telah memberikan informasi mengenai
kerja praktek dan telah membantu serta mendukung penulis dalam melakukan
kerja praktek di PT. Frisian Flag Indonesia, Ciracas.
6. Bapak Rasimin selaku pembimbing lapangan divisi Quality Assurance yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan kerja praktek di PT.
Frisian Flag Indonesia, Ciracas.
iii
7. Bapak Sandi Ariawan Santoso, selaku Supervisor Non-Shift SCM Processing
yang telah membimbing dan mengarahkan serta memberi banyak pengetahuan
baru selama proses kerja praktek.
8. Bapak Amin, Bapak Eko selaku Supervisor dan foreman shift SCM Processing
dan seluruh tim produksi SCM Processing yang telah membantu, mengarahkan
dan memberi banyak pengalaman dan pengetahuan baru di lapangan.
9. Saudara Yoga selaku administrator bagian SCM Processing yang telah membantu
dan menyediakan akses dalam mengumpulkan data selama kerja praktek
10. Seluruh laboran Quality Control PT. Frisian Flag Indonesia plant Ciracas yang
telah mendukung dan membantu penulis selama proses kerja praktek.
11. Kedua orang tua dan seluruh saudara yang telah memberikan dukungan moral dan
material selama kerja praktek dan penulisan laporan kerja praktek di PT. Frisian
Flag Indonesia plant Ciracas, Jakarta Timur.
12. Taufiq Kurniawan, Tan, Vania Soerjani, Tan, Natascha S., Kak Sinta dan Kak Avi
yang telah bersama-sama dengan penulis melakukan kerja praktek dan membantu
penulis dalam mengerjakan tugas yang diberikan serta dalam penulisan laporan
kerja praktek.
13. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik
Soegijapranata, Semarang yang telah membantu dalam mempersiapkan berkas
dan administrasi dalam persiapan kerja praktek.
14. Seluruh staff, karyawan, supervisor, foreman, operator dan security yang telah
membantu selama penulis melaksanakan kerja praktek di PT. Frisian Flag
Indonesia plant Ciracas.
15. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis selama melaksanakan
kerja praktek di PT. Frisian Flag Indonesia plant Ciracas serta telah membantu
penulis selama menetap di Jakarta Timur yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu.
Selama melakukan kerja praktek di PT. Frisian Flag Indonesia plant Ciracas, penulis
menyadari banyak melakukan kesalahan yang baik penulis sengaja maupun tidak sengaja,
oleh karena itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pihak yang
bersangkutan. Penulis juga mengakui, dalam penulisan laporan kerja praktek ini belum
sempurna, oleh karena itu, penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang
iv
dapat membangun dan bermanfaat bagi penulis kedepannya. Akhir kata, penulis berharap
semoga laporan kerja praktek ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca.
Semarang, 23 Mei 2018
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... vii
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... ix
1. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Kerja Praktek ................................................................................. 1
1.2. Tujuan Kerja Praktek .............................................................................................. 2
1.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek ...................................................... 2
2. PROFIL PERUSAHAAN ........................................................................................ 3
2.1. Sejarah Perusahaan.................................................................................................. 3
2.2. Visi dan Misi Perusahaan ........................................................................................ 5
2.3. Struktur Organisasi ................................................................................................. 5
2.4. Sistem Pemasaran.................................................................................................... 6
3. SPESIFIKASI PRODUK ......................................................................................... 7
4. PROSES PRODUKSI SUSU KENTAL MANIS .................................................... 9
4.1. Proses Penerimaan, Pasteurisasi dan Evaporasi Susu ........................................... 10
4.2. Proses Mixing Susu Kental Manis......................................................................... 11
4.3. Pembahasan ........................................................................................................... 12
5. REVIEW KONDUKTIVITAS DETERJEN PADA “CLEANING IN PLACE”
MESIN PASTEURIZER SUSU KENTAL MANIS DI PT. FRISIAN FLAG
INDONESIA .................................................................................................................. 21
5.1. Latar belakang ....................................................................................................... 21
5.2. Tujuan ................................................................................................................... 23
5.3. Metode................................................................................................................... 23
5.4. Hasil ...................................................................................................................... 24
5.5. Pembahasan ........................................................................................................... 30
6. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 38
6.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 38
vi
6.2. Saran ...................................................................................................................... 38
7. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 40
8. LAMPIRAN ........................................................................................................... 42
8.1. Scan Plagiasi ......................................................................................................... 42
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perubahan Logo PT. Frisian Flag Indonesia................................................... 4
Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Frisan Flag Indonesia. .............................................. 5
Gambar 3. Produk PT. Frisian Flag Indonesia ................................................................. 8
Gambar 4. Diagram alir proses penerimaan, pasteurisasi dan evaporasi susu .............. 10
Gambar 5. Diagram alir proses produksi susu kental manis ......................................... 11
Gambar 6. Three Effect Evaporator .............................................................................. 14
Gambar 7. Plate Heat Exchanger (PHE) ...................................................................... 18
Gambar 8. Efek lethal pada bakteri patogen dan aktifitas enzim .................................. 19
Gambar 9. Prisip kerja Plate Heat Exchanger .............................................................. 22
Gambar 10. Pembentukan kerak pada permukaan PHE ................................................ 22
viii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Persebaran konduktifitas NaOH pada CIP PHE 1 2017 ................................. 24
Grafik 2. Persebaran konduktifitas HNO3 pada CIP PHE 1 2017 .................................. 25
Grafik 3. Persebaran konduktifitas NaOH pada CIP PHE 2 2017 ................................. 26
Grafik 4. Persebaran konduktifitas HNO3 pada CIP PHE 2 2017 .................................. 27
Grafik 5. Jumlah data dan jumlah deviasi larutan NaOH pada PHE 1 dan 2 ................. 28
Grafik 6. Jumlah data dan jumlah deviasi larutan HNO3 pada PHE 1 dan 2 ................. 29
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel analisa data konduktivitas NaOH pada PHE 1 ....................................... 24
Tabel 2. Tabel analisa data konduktivitas HNO3 pada PHE 1 ....................................... 25
Tabel 3. Tabel analisa data konduktivitas NaOH pada PHE 2 ....................................... 26
Tabel 4. Tabel analisa data konduktivitas HNO3 pada PHE 2 ....................................... 27
Tabel 5. Tabel setting point waktu sirkulasi ................................................................... 33
Tabel 6. Tabel standar larutan deterjen .......................................................................... 35
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kerja Praktek
Pada zaman yang maju ini, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat.
Oleh karena itu, sumber daya manusia yang dibutuhkan perlu memiliki keahlian dan
keterampilan yang mendukung. Mahasiswa sebagai generasi muda harus terus
berkembang untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam
dunia industri. Pada masa perkuliahan, mahasiswa sudah mendapat ilmu secara garis
besar melalui penjelasan teoritis dan praktikum di laboratorium. Namun, mahasiswa
memerlukan pengalaman yang nyata akan dunia kerja dalam industri sesuai bidang yang
dipelajarinya agar memiliki bekal pengalaman dan ilmu praktik di lapangan dalam
memasuki dunia kerja secara nyata kedepannya. Mahasiswa juga membutuhkan
kesempatan agar dapat menerapkan ilmu yang diperoleh salama masa perkuliahan dalam
praktik secara langsung di lapangan. Untuk itu mahasiswa Program Studi Teknologi
Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dituntut untuk menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam industri pangan melalui program Kerja Praktek.
Kerja Praktek merupakan salah satu mata kuliah wajib yang dilakukan oleh mahasiswa
Strata 1 (S1) Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata.
Pelaksanaan Kerja Praktek bertujuan untuk menambah wawasan, berhadapan dengan
dunia keprofesiannya dan untuk mengamati kondisi lingkungan kerja dengan cara
mengamati dan terjun langsung pada bidang teknologi pangan. Penulis memilih PT.
Frisian Flag Indonesia untuk melaksanakan kegiatan Kerja Praktek ini.
PT. Frisian Flag Indonesia merupakan salah satu perusahaan besar yang ada di Indonesia
yang bergerak dalam industri minuman dengan basis susu. PT. Frisian Flag Indonesia
telah mengembangkan banyak produk susu dengan berbagai inovasi dalam kualitas yang
baik dan telah dikenal serta diterima oleh masyarakat Indonesia. PT. Frisian Flag
Indonesia telah berkarya lebih dari 90 tahun dan membuktikan eksistensinya di tengah
masyarakat dengan menghasilkan produk-produk yang memiliki nutrisi tepat yang sesuai
untuk anak-anak, remaja, maupun orangtua. Oleh karena itu, penulis yakin PT. Frisian
Flag Indonesia adalah tempat yang tepat untuk melakukan Kerja Praktek. Penulis
2
berharap supaya penulis dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman kerja yang
bermanfaat di PT. Frisian Flag Indonesia.
1.2. Tujuan Kerja Praktek
Tujuan dilakukannya Kerja Praktek adalah mendapatkan gambaran secara nyata serta
mengetahui situasi yang ada dalam dunia pekerjaan. Kerja praktek juga bertujuan untuk
mengetahui permasalahan terkait bidang pangan yang terjadi di lapangan dan berusahan
mencari solusi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang ada. Selain itu,
kerja praktek juga bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang mesin
dan peralatan produksi serta prinsip pengolahan produk. Serta, kerja praktek juga
merupakan kesempatan untuk menerapkan dasar-dasar teori yang telah diperoleh selama
masa perkuliahan.
1.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek
Proses kerja praktek berlangsung selama 2 bulan yaitu dari tanggal 2 januari 2018 hingga
28 februari 2018. Kerja praktek dilaksanakan di PT. Frisian Flag Indonesia plant Ciracas
yang terletak di Jl. Raya Bogor KM 26, Ciracas, Jakarta Timur, Indonesia (13740).
3
2. PROFIL PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
PT. Frisian Flag Indonesia merupaakan salah satu produsen minuman susu terbesar di
Indonesia dibawah naungan Royal Friesland Campina N.V. Produk susu PT. Frisian Flag
Indonesia sudah dikenal dan digemari oleh berbagai lapisan masyarakat. Royal Friesland
Campina N.V. pada awalnya berdiri pada tahun 1913 saat beberapa koperasi sapi perah
di belanda mendirikan perusahaan sendiri yang bernama De Cooperative Condensfabriek
Friesland (CCF) atau Pabrik Susu Kental Manis Friesland yeng kemudian berubah nama
menjadi Royal Friesland Campina. Pada tahun 1922, Royal Friesland Campina N.V.
mengekspor produk susu kaleng ke Hindia Belanda dengan merk dagang Frisian Flag.
Royal Friesland Campina N.V. terus meningkatkan penjualannya ke Indonesia hingga
pada tahun 1969, pabrik pertama di Indonesia mulai dibangun di Pasar Rebo dan pada
tahun 1971, mulai memproduksi susu kental manis (SKM) dan mulai didistribusikan dari
pabrik Pasar Rebo. PT. Frisian Flag Indonesia berkembang dengan pesat sehingga pada
tahun 1976, PT. Foremost Indonesia diakuisisi oleh PT. Frisian Flag Indonesia dan pabrik
Ciracas diambil alih sehingga PT. Frisian Flag Indonesia memiliki 2 pabrik yaitu di Jalan
Raya Bogor KM. 5, Pasar Rebo dan di Jalan Raya Bogor KM 26, Ciracas.
PT. Frisian Flag Indonesia terus berkembang dan berinovasi dengan menghasilkan
berbagai macam produk. Pada tahun 1991, PT. Frisian Flag Indonesia mulai
memproduksi susu cair yang dilakukan di pabrik Ciracas, dan pada tahun 1998, PT.
Frisian Flag mulai memproduksi Susu Kental Manis (SKM) kemasan sachet yang
terkenal hingga saat ini. PT. Frisian Flag Indonesia mulai meluncurkan produk
“Omela”pada tahun 2005 dan pada tahun 2010, PT Frisian Flag Indonesia melakukan
pembaharuan identitas dengan mengganti logo.
4
Gambar 1. Perubahan Logo PT. Frisian Flag Indonesia
(www.frisianflag.com)
PT. Frisian Flag Indonesia tetap terus berkembang hingga saat ini. Pada tahun 2016, PT.
Frisian Flag Indonesia meluncurkan produk baru yaitu susu cair rasa coconut delight serta
susu kental maniskemasan pouch. Yang terbaru, pada tahun 2017 PT. Frisian Flag
Indonesia meluncurkan produk baru yaitu susu cair rasa swiss chocolate. Sekarang ini,
pabrik Frisian Flag Indonesia yang berada di Pasar Rebo memfokuskan pada produksi
susu bubuk dan susu kental manis kemasan sachet. Sedangkan pabrik yang berada di
Ciracas memfokuskan pada produksi susu UHT siap minum, susu kental manis kemasan
kaleng dan pouch.
PT. Frisan Flag Indonesia merupakan salah satu perusahaan multinasional yang sangat
peduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini ditunjukkan dengan sertifikat ISO 14001: 2004
mengenai sistem manajemen lingkungan yang diperoleh oleh PT. Frisan Flag Indonesia.
Selain itu, PT. Frisan Flag Indonesia sangat memperhatikan kesehatan dan keamanan
karyawannya hingga saat ini PT. Frisan Flag Indonesia telah memperoleh OHSAS
(Occupational Health & Safety Advisory Services) sebagai sarana dalam meningkatkan
kerja lingkungan, keselamatan dan kesehatan. PT. Frisan Flag Indonesia telah
menerapkan Good Manufacturing Practice (GMP) dan terus meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan melalui penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point) yang terus berkembang.
5
2.2.Visi dan Misi Perusahaan
PT. Frisan Flag Indonesia memiliki visi untuk menjadi perusahaan susu nomor 1 di
Indonesia dan menyediakan produk bergizi bagi keluarga Indonesia. Sedangkan misi dari
PT. Frisan Flag Indonesia adalah:
Menyediakan produk bergizi yang terjangkau bagi keluarga Indonesia
Mendukung peningkatan kualitas kehidupan peternak
Berkontribusi pada kelangsungan kehidupan yang lebih baik bagi generasi masa
depan
2.3. Struktur Organisasi
Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Frisan Flag Indonesia.
(PT. Frisian Flag Indonesia)
Kedudukan paling tinggi pada PT. Frisan Flag Indonesia dipegang oleh Presiden Directur
yang membawahi 5 divisi yaitu Operations, Marketing, Sales, Finace & Administration,
dan HRGA. Kelima divisi tersebut masing-masing akan membawahi divisi-divisi lainnya
6
yang lebih kecil yang langsung berhadapan dengan proses di lapangan sesuai dengan
bagiannya.
2.4. Sistem Pemasaran
Sistem pemasaran yang digunakan PT. Frisian Flag Indonesia untuk memasarkan produk
adalah secara tidak langsung. PT. Frisian Flag Indonesia tidak menjual produk yang
dihasilkan secara langsung kepada konsumen. Produk yang dihasilkan akan dijual kepada
distributor-distributor yang kemudian akan menyalurkan produknya kepada konsumen
melalui toko kelontong hingga supermarket. PT. Frisian Flag Indonesia bekerja sama
dengan banyak distributor di seluruh Indonesia sehingga produk yang dihasilkan dapat
dipasarkan ke berbagai wilayah di Indonesia. Untuk mempermudah pemasaran, PT.
Frisan Flag Indonesia kini memiliki Bussines Regional Office (BRO) yang terbagi
menjadi 8 kantor cabang dengan wilayah pemasaran di seluruh Indonesia. Kantor Cabang
BRO 1 membawahi pemasaran di Sumatera Utara, BRO 2 membawahi pemasaran di
Sumatera Selatan, BRO 3 membawahi pemasaran di seluruh Jakarta, BRO 4 dan BRO 5
membawahi pemasaran di Jawa Barat dan Jawa Tengah, BRO 6 membawahi pemasaran
di Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara, BRO 7 membawahi pemasaran di Indonesia
Timur, dan BRO 8 membawahi pemasaran di Kalimantan.
7
3. SPESIFIKASI PRODUK
PT. Frisian Flag Indonesia memiliki 2 pabrik yang berada di Jl. Raya Bogor KM. 5, Pasar
rebo dan di Jl. Raya Bogor KM. 26, Ciracas. Kedua pabrik menghasilkan produk susu
yang berbeda. Pabrik Pasar Rebo memfokuskan pada produksi susu bubuk serta
memproduksi susu kental manis kemasan sachet. Sedangkan pabrik yang berada di
Ciracas lebih memfokuskan susu UHT siap minum dengan kemasan kotak dan botol serta
susu kental manis kemasan kaleng dan pouch. Produk-produk yang dihasilkan oleh PT.
Frisian Flag Indonesia adalah:
Produk Susu Kental Manis (SKM):
1. Susu Kental Manis “Gold” Kemasan Kaleng, Sachet dan Pouch.
2. Susu Kental Manis “Full Cream” Kemasan Kaleng, Sachet dan Pouch.
3. Susu Kental Manis “Cokelat” Kemasan Kaleng, Sachet dan Pouch.
4. Susu Kental Manis “Omela” Kemasan Kaleng.
5. Susu Kental Manis “Mut-mut” Rasa Cokelat dan Vanilla
Produk susu siap minum
1. Frisian Flag UHT Siap Minum “Purefarm”
a. “Purefarm Full Cream” kemasan 225 ml dan 900 ml.
b. “Purefarm Flavour Milk” rasa Swiss Chocolate kemasan 180 ml, 225 ml, 900 ml;
Strawberry kemasan 225 ml dan Cocount Delight kemasan 225 ml dan 900 ml.
c. “Purefarm Low Fat” rasa Belgian Chocolate kemasan 225 ml, rasa Californian
Strawberry kemasan 225 ml, rasa French Vanilla kemasan 225 ml serta Low Fat
kemasan 225 ml dan 900 ml.
2. Frisian Flag UHT Siap Minum “Kids”
a. “Milky” rasa cokelat dan stroberi kemasan kotak 115 ml dan 180 ml.
b. “Milky” rasa cokelat dan stroberi kemasan botol 120 ml dan 180 ml.
c. “Kid” rasa cokelat dan stroberi kemasan kotak 115 ml.
8
Produk susu bubuk
1. Frisian Flag “Mama” rasa cokelat dan plain kemasan karton 200 gr.
2. Frisian Flag “Jelajah 1-3” rasa madu, cokelat dan vanilla kemasan karton 200 gr, 400
gr, 800 gr dan 1200 gr.
3. Frisian Flag “Karya 4-6” rasa madu, cokelat dan vanilla kemasan karton 200 gr, 400
gr, 800 gr dan 1200 gr.
Gambar 3. Produk PT. Frisian Flag Indonesia
(www.frisianflag.com)
9
4. PROSES PRODUKSI SUSU KENTAL MANIS
Susu Kental Manis (SKM) merupakan salah satu produk olahan susu yang cukup banyak
digunakan oleh konsumen atau produsen industri pangan karena ekonomis, praktis serta
kaya akan nutrisi. Pada proses pembuatan Susu Kental Manis (SKM), susu mengalami
pengurangan kadar air sebanyak 60% sehingga memiliki viskositas yang lebih tinggi serta
kandungan padatan susu lebih dari 28% (Chandan & Kilara, 2011). PT. Frisian Flag
Indonesia memproduksi empat jenis susu kental manis (SKM) yaitu “Full Cream”,
“Omela”, “Gold” dan cokelat. Keempatnya memiliki banyak persamaan bahan baku.
Bahan baku pembuatan susu kental manis pada PT. Frisian Flag Indonesia adalah susu
evaporasi/susu pasteurisasi/susu krim, flavor, gula, palm oil, AMF, berbagai jenis bubuk
(bubuk kakao, maltodekstrin, edible lactose, SMP, BMP) serta air. Bahan baku tersebut
akan melalui berbagai macam proses pengolahan hingga menjadi susu kental manis yaitu
mixing, penyaringan (filtering), pasteurisasi, homogenisasi dan pendinginan (cooling)
baru kemudian akan disimpan untuk dimasukkan kedalam kemasan kaleng atau pouch.
10
4.1. Proses Penerimaan, Pasteurisasi dan Evaporasi Susu
Gambar 4. Diagram alir proses penerimaan, pasteurisasi dan evaporasi susu
Untuk membuat susu evaporasi, terdapat tiga tahapan besar yaitu penerimaan susu segar,
pasteurisasi dan evaporasi. Tahap penerimaan susu segar terdiri dari proses dearasi,
filtrasi dan cooling. Susu yang sudah melewati tahap penerimaan susu segar akan
disimpan pada Raw Tank. Setelah melalui tahap penerimaan, tahap selanjutnya adalah
tahap pasteurisasi. Tahap pasteurisasi terdiri dari proses flow controlling, preheating,
heating, precooling, serta cooling. Susu yang sudah dipasteurisasi disimpan pada
Pasteurized Milk Tank. Pada tahap evaporasi, terdapat proses pemanasan, evaporasi
dengan three effect evaporator, flow controlling dan cooling. Susu yang sudah
dievaporasi kemudian disimpan dalam Evaporated Milk Tank.
Pasteurisasi Evaporasi
Susu Segar
Deaerasi
Filtrasi
Cooling dengan
plate cooler
Penyimpanan
pada raw tank
Preheating
Cooling dengan
plate cooler
Penyimpanan
pada pasteurized
milk tank
Pemanasan
dengan PHE
Evaporasi dengan
three effect
evaporator
Flow controlling
Cooling
Penyimpanan
pada Evap. Milk
Tank
Flow controlling
Precooling
Heating
Temperature
Holding
Penerimaan
Susu Segar
11
4.2. Proses Mixing Susu Kental Manis
Gambar 5. Diagram alir proses produksi susu kental manis
Gambar diatas merupakan diagram alir proses pembuatan susu kental manis oleh PT.
Frisian Flag Indonesia. Proses pembuatan susu kental manis biasanya memakan waktu
kurang lebih 1 jam tiap batch. Pertama, bahan baku dimasukkan kedalam mixing tank dan
Air Susu Evaporasi,
Susu Pasteurisasi,
Susu Krim
Bubuk Kakao,
Maltodekstrin, Edible
Lactose, SMP, BMP.
Mixing Tank
Filtering 1 (Strainer)
Rietzmill
Dumping bubuk
AMF (untuk “Gold”) /
Palm Oil (untuk “Full
Cream”)
Flavor, gula
Filtering 2 (Prefilter)
Filtering 3 (filter)
Balance Tank
Buffer Tank
Heating
Preheating
Cooling
Temperature
Holding
Homogenizing Evaporating
(Flash Cooler)
Cooling
(Plate Cooler)
Storage Tank
Seeding Lactose
Fillling Susu
Kental Manis
Pasteurisasi
Vitamin
12
diaduk hingga tercampur rata sesuai dengan standard. Untuk bahan baku yang berbentuk
bubuk, sebelum dimasukkan dalam mixing tank dimasukkan kedalam reitzmill terlebih
dahulu untuk menyeragamkan ukuran partikel bubuk. Setelah bahan baku dimixing,
produk disaring sebanyak 3 kali dengan menggunakan 3 penyaring dengan ukuran
berbeda (strainer, prefilter, filter). Setelah itu, produk ditampung dalam buffer tank.
Setelah mencapai jumlah yang sesuai, produk masuk kedalam balance tank. Setelah
melalui balance tank, susu yang sudah diseimbangkan masuk kedalam Plate Heat
Exchanger (PHE) untuk dipasteurisasi. Setelah melalui proses pasteurisasi, susu
dievaporasi kembali dan didinginkan dengan plate cooler. Sebelum susu kental manis
disimpan, dilakukan penambahan seeding lactose terlebih dahulu lalu susu kental manis
masuk kedalam storage tank dan siap dimasukkan kedalam kaleng atau kemasan pouch
melalui mesin filler.
4.3. Pembahasan
Dalam proses pembuatan susu kental manis, digunakan berbagai macam bahan baku.
Bahan baku pembuatan susu kental manis antara lain adalah susu evaporasi/ susu
pasteurisasi / susu krim, flavor, gula, palm oil, AMF, berbagai jenis bubuk (bubuk kakao,
maltodekstrin, edible lactose, SMP, BMP) serta air. Untuk memperoleh susu evaporasi,
susu segar perlu melalui tiga tahap yaitu penerimaan susu segar, pasteurisasi dan
evaporasi.
1. Penerimaan Susu Segar
Pada tahap susu segar susu mengalami proses deaerasi. Susu segar yang diperoleh dari
koperasi dapat memiliki kandungan udara 4,92% hingga 8,50%, oleh karena itu, proses
deaerasi bertujuan untuk menghilangkan udara sehingga pada saat proses produksi tidak
terbentuk gelembung udara (Bylund, 1995). Setelah melalui proses deaerasi, susu
melalui proses flitrasi untuk menghilangkan pengotor yang dapat terikut pada susu
seperti pasir, plastik, bulu sapi dan pengotor lainnya. Susu kemudian didinginkan dan
disimpan pada Raw Tank.
13
2. Pasteurisasi
Tahap pasteurisasi terdiri dari proses flow controlling, preheating, heating, holding
temperature, precooling, serta cooling. Proses pasteurisasi dilakukan untuk membunuh
mikroorganisme patogen. Selain itu, proses pasteurisasi juga dapat menonaktifikan
enzim-enzim yang dapat mempercepat kerusakan susu (Bylund, 1995). Pada proses
pasteurisasi, susu dipanaskan hingga mencapai suhu 80 – 90oC dan dipertahankan selama
20 – 30 detik. Setelah susu dipanaskan dengan suhu 80 – 90oC selama 20 – 30 detik, susu
didinginkan dan disimpan pada Pasteurized Milk Tank. Sebelum dipanaskan dan
didinginkan, terdapat proses preheating dan precooling. Hal ini dilakukan untuk
mencegah thermal shock sehingga nutrisi pada susu tidak banyak yang hilang.
3. Evaporasi
Sebelum dilakukan proses evaporasi, susu dinaikan suhunya terlebih dahulu, kemudian
susu masuk kedalam three effect evaporator. Menurut Bylund (2003), proses evaporasi
pada pembuatan susu kental manis bertujuan untuk mengurangi kadar air pada susu.
Proses evaporasi dilakukan pada tekanan vakum sehingga suhu pemanasan yang
digunakan dapat bekisar 40oC (Bylund, 1995). Proses evaporasi dilakukan dengan
menggunakan three effect evaporators.
14
Gambar 6. Three Effect Evaporator
(Bylund, 1995)
Pada three effect evaporator, air pada susu susu akan diuapkan sebanyak 3 kali. Susu
yang sudah dipanaskan dengan PHE masuk ke dalam tower pertama dan dilakukan
proses evaporasi. Susu yang sudah terkonsentrasi kemudian masuk kedalam tower
kedua, uap air yang diperoleh dari proses evaporasi pada tower pertama akan masuk ke
tower kedua dan digunakan untuk memanaskan produk pada tower kedua. Sistem ini
berjalan hingga mencapai tower ketiga. Setelah melalui tower ketiga, susu yang sudah
dievaporasi ditampung pada CBT dan dilakukan flow controlling. Susu kemudian
didinginkan dan disimpan dalam Evaporated Milk Tank.
Sebelum digunakan untuk proses produksi, bahan baku yang akan digunakan dicek
terlebih dahulu oleh tim Quality Control (QC). Apabila bahan baku yang dikirim oleh
suplier tidak memenuhi standar, akan dilakukan penolakan terhadap bahan baku yang
dikirim. Jika memenuhi standar yang ditetapkan, maka bahan baku akan masuk ke ruang
bahan baku dan akan digunakan untuk proses produksi.
1. Susu Evaporasi
Susu evaporasi merupakan susu yang sudah dihilangkan kandungan airnya hingga 60%
melalui proses evaporasi (Chandan & Kilara, 2011). Menurut Bylund (2003), proses
evaporasi dilakukan pada tekanan vakum, sehingga suhu pemanasan tidak terlalu tinggi
dan kandungan nutrisi pada susu tidak hilang. Susu pasteurisasi diperoleh dari susu segar
yang sudah dipasteurisasi terlebih dahulu dengan suhu 80o – 90oC yang kemudian
dievaporasi dengan menggunakan three effect evaporator. Susu evaporasi digunakan
untuk melarutkan bahan-bahan yang berbentuk bubuk.
15
2. Gula
Gula yang digunakan adalah gula pasir lokal. Penambahan gula dapat memberikan rasa
manis yang alami pada produk. Selain itu, kandungan gula yang tinggi pada susu kental
manis dapat berperan sebagai pengawet sehingga mampu menambah umur simpan susu
kental manis (Hunziker, 1946).
3. Air
Air berfungsi untuk melarutkan bahan – bahan yang berbentuk bubuk seperti gula, bubuk
kakao, edible lactose, SMP dan BMP. Selain itu, penambahan air ditujukan untuk
memenuhi kriteria kadar air pada produk susu kental manis agar sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
4. Palm oil
Pada proses produksi Susu Kental manis, palm oil ditambahkan untuk meningkatkan
kandungan lemak pada susu kental manis yang diproduksi sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
5. Anhydrous Milk Fat (AMF)
Anhydrous Milk Fat (AMF) ditambahkan saat pembuatan susu kental manis “gold”. AMF
merupakan susu krim yang diolah dengan proses sentrifugasi dan proses vakum hingga
menyisakan lemak susunya saja. AMF memiliki kandungan lemak susu minimal sebesar
99,8% (Bylund, 1995). Penambahan AMF pada proses produksi susu kental manis
ditujukan untuk meningkatkan kandungan lemak pada susu kental manis yang diproduksi
agar sesuai standar yang ditentukan. AMF
6. Vitamin
Vitamin ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi pada produk susu kental manis yang
dihasilkan. Vitamin yang ditambahkan adalah Vitamin A, Vitamin D3, Vitamin E,
Vitamin B1, Vitamin B3, Vitamin B6, Kalsium dan Mangan.
16
7. Flavor
Flavor yang ditambahkan adalah flavor susu. Flavor susu ditambahkan agar produk yang
dihasilkan memiliki aroma susu yang kuat dan khas. Pada produk cokelat, flavor cokelat
juga ditambahkan agar semakin memperkuat aroma cokelat.
8. Bubuk Kakao
Bubuk kakao merupakan hasil olahan biji kakao yang dihilangkan lemak dan minyak nya.
Biji kakao memiliki aroma dan rasa cokelat yang kuat dan khas (Widayat, 2013). Karena
memiliki aroma dan rasa yang kuat, bubuk kakao ditambahkan pada proses produksi susu
kental manis untuk menghasilkan warna, aroma dan rasa cokelat yang khas. Bubuk kakao
ditambahkan pada saat produksi susu kental manis Frisian Flag rasa cokelat saja.
9. Maltodekstrin
Maltodekstrin berfungsi sebagai pengental dan pengemulsi pada produk. Selain itu,
maltodekstrin dapat membentuk dinding disekitar senyawa volatil, sehingga dapat
menjaga aroma, vitamin dan senyawa volatil lainnya pada susu yang diproduksi agar
tidak rusak (Krishnan, et al., 2005).
10. Edible lactose
Edible lactose ditambahkan dalam proses lactose seeding. Proses lactose seeding
bertujuan untuk mencegah sandiness pada produk akibat terbentuknya kristal laktosa
yang terlalu besar karena kejenuhan yang tinggi. Untuk mencegah terbentuknya kristal
laktosa yang terlalu besar, perlu ditambahkan bubuk kristal laktosa dengan ukuran
seragam agar proses kristalisasi laktosa dapat terkontrol. Suhu optimal dalam proses
lactose seeding adalah 25 – 30oC. Apabila suhu produk dibawah 20 oC, laktosa dalam
susu akan terkristalisasi dengan sendirinya dan jika suhu produk diatas 30 oC, semakin
sedikit laktosa yang dapat terkristalisasi (Chandan & Kilara, 2011).
11. Skim Milk Powder (SMP) & Butter Milk Powder (BMP)
Skim Milk Powder berfungsi untuk meningatkan kadar protein pada produk sehingga
sesuai dengan standar yang sudah ditentukan (Chandan & Kilara, 2011). Penggunaan
17
SMP sebagai sumber protein dapat digantikan oleh Demineral Whey protein, Whey
protein consense atau Milk Protein concentrate (MPC). Menurut Chandan & Kilara
(2011), Milk Protein Concentrate merupakan produk berupa bubuk protein susu yang
diperoleh dari proses ultrafiltrasi susu skim sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan kandungan protein pada produk. Butter Milk Powder (BMP) merupakan
produk sampingan (byproduct) dari proses pembuattan butter yang dihasilkan dari
pengocokan (churning) krim. BMP kaya akan globula lemak susu, sehingga dapat
digunakan untuk meningkatkan kadungan lemak susu dalam produk (Romeih, et al.,
2014).
Untuk memproduksi susu kental manis, bahan baku yang diterima diolah melalui
berbagai macam proses. Proses produksi susu kental manis melibatkan transfer panas,
perlakuan mekanis serta penggunaan ruang bertekanan tinggi. Proses produksi dilakukan
dalam ruang produksi. Didalam ruang produksi, terdapat berbagai macam alat yang
mendukung proses produksi seperti Plate Heat Exchanger, filter, homogenizer serta
berbagai macam tanki dengan tujuan yang berbeda. Proses yang terlibat adalah:
1. Mixing (Pencampuran)
Proses mixing merupakan tahapan pertama dalam proses produksi susu kental manis.
Bahan baku didumping sesuai dengan urutannya menuju tanki mixing. Pertama, air dan
susu evaporasi bersuhu 60o – 70oC dimasukkan kedalam tanki mixing. Kemudian, bahan
baku bubuk (SMP, BMP, maltodekstrin) dimasukkan kedalam tanki mixing dan kemudian
di mixing beberapa saat hingga tercampur rata. Suhu larutan akan semakin menurun
seiring lama pengadukan dan penambahan bahan baku. Setelah suhu larutan menurun,
vitamin, gula, palm oil/AMF dimasukkan kedalam tanki mixing dan dimixing hingga
tercampur rata sesuai standar. Larutan susu kemudian dilewatkan pada 3 jenis filter
(Penyaring).
2. Filtering (Penyaringan)
Proses filtering (penyaringan) dilakukan untuk menyaring susu dari partikel padat tidak
diinginkan seperti serat plastik atau kertas terikut pada susu pada saat dumping bahan
baku. Proses filtering dilakukan dengan tiga tahap. Tahap pertama adalah penyaringan
18
dengan menggunakan strainer berukuran 3 – 6 mm. Strainer yang digunakan dicuci
sekali setiap shift. Setelah itu, susu dilewatkan pada prefilter dengan ukuran 0,5 – 2 mm
prefilter dicuci setelah digunakan untuk menyaring susu dalam 1 batch. Terakhir, susu
melewati filter dengan ukuran 150 – 250 µm yang dicuci setiap shift sekali.
3. Pasteurisasi
Setelah melalui proses filtering (penyaringan), susu ditampung dalam buffer tank. Setelah
volume susu cukup, susu masuk ke dalam balance tank. Dalam balance tank, dilakukan
penyeragaman viskositas susu dengan penambahan air hingga viskositas susu yang
diinginkan tercapai. Setelah viskositas susu tercapai, susu dialirkan menuju Plate Heat
Exchanger (PHE) untuk dipasteurisasi. Proses pasteurisasi melibatkan banyak transfer
panas. Proses pasteurisasi terdiri dari empat tahap yaitu preheating, heating, temperature
holding dan cooling. Tahap preheating bertujuan untuk mencegah terjadinya thermal
shock saat proses pasteurisasi yang dapat merusak kualitas produk. Pada tahap ini, suhu
susu dinaikkan dari ±50oC menjadi 60oC – 70oC.
Gambar 7. Plate Heat Exchanger (PHE)
(Bylund, 1995)
19
Sebelum susu dipanaskan (heating), dilakukan proses homogenisasi terlebih dahulu.
Proses homogenisasi dilakukan untuk meyeragamkan ukuran globula lemak dalam susu.
Proses homogensisasi dilakukan dengan cara menekan susu melalui lubang kecil dengan
tekanan tertentu sehingga keluar dan menabrak dinding yang keras sehingga globula
lemak dengan ukuran yang besar akan pecah menjadi berukuran kecil (Bylund, 1995).
Pada proses heating, suhu susu dinaikkan menjadi 80o – 90oC. Setelah suhu susu
mencapai 80o – 90oC, suhu susu dipertahankan selama beberapa saat (2 – 5 detik) dalam
proses holding temperature. Proses pasteurisasi merupakan tahap yang penting. Proses
pasteurisasi dilakukan dengan tujuan membunuh mikroorganisme patogen dalam susu
(Bylund, 1995).
Gambar 8. Efek lethal pada bakteri patogen dan aktifitas enzim
(Bylund, 1995)
Suhu pasteurisasi yang digunakan adalah 80o – 90oC yang dipertahankan selama 2 – 5
detik sehingga mampu membunuh bakteri coliform, bakteri penyebab tifus, Tubercle
bacilli dan micrococci yang tahan terhadap panas. Selain itu, suhu pasteurisasi 80o – 90oC
yang berlangsung selama 2 – 5 detik juga dapat menginaktifasi enzim fosfatase dan
peroksidase (Bylund, 1995). Setelah dipanaskan selama waktu yang telah ditentukan,
susu akan mengalami proses cooling (pendinginan).
4. Cooling (pendinginan)
20
Setelah mengalami pasteurisasi, dialirkan menuju flash cooler. Pada flash cooler, suhu
susu diturunkandari 60o – 70oC menjadi 20o – 40oC secara cepat (thermal shock). Pada
proses ini, terjadi proses evaporasi karena perubahan suhu yang drastis dan penggunaan
tekanan. Pada jalur 1, suhu susu keluar dari flash cooler masih sekitar 50o – 45oC. Oleh
karena itu, susu dilewatkan pada plate cooler untuk didinginkan hingga suhu 20o – 40oC.
Setelah didinginkan, kemudian susu dialirkan menuju storage tank.
5. Storage (Penyimpanan)
Produk susu yang sudah jadi kemudian dialirkan menuju storage tank. Sebelum masuk
ke dalam storage tank, dilakukan proses lactose seeding. Proses ini dilakukan dengan
menambahkan laktosa bubuk kedalam produk. Proses lactose seeding bertujuan untuk
mengontrol jumlah laktosa dalam produk sehingga tidak terjadi kristalisasi laktosa yang
dapat menyebabkan sandiness pada produk yang dihasilkan (Chandan & Kilara, 2011).
Setelah melalui proses lactose seeding, produk masuk kedalam storage tank untuk
disimpan sebelum menuju ke filler. Storage tank dilengkapi dengan jacket yang berfungsi
untuk menjaga temperatur penyimpanan susu serta terdapat agitator untuk mempercepat
susu mencapai suhu penyimpanan dan menyeragamkan konsentrasi susu (Bylund, 1995).
21
5. REVIEW KONDUKTIVITAS DETERJEN PADA “CLEANING IN PLACE”
MESIN PASTEURIZER SUSU KENTAL MANIS DI PT. FRISIAN FLAG
INDONESIA
5.1. Latar belakang
Susu kental manis merupakan salah satu produk hasil olahan susu yang cukup digemari
oleh banyak lapisan masyarakat. Susu Kental Manis adalah produk olahan susu yang
kandungan airnya dihilangkan hingga tersisa 40% dan berwujud kental. Susu kental
manis memiliki kandungan lemak susu tidak kurang dari 8% dan kandungan padatan susu
lebih dari 28% (Chandan & Kilara, 2011). Penyajian susu kental manis cukup praktis dan
memiliki umur simpan yang cukup panjang sehingga diminati oleh berbagai lapisan
masyarakat. Produsen susu kental manis berlomba-lomba untuk memproduksi susu kental
manis dengan berbagai varian dan dalam jumlah banyak untuk memenuhi permintaan
konsumen.
Dalam proses produksi susu kental manis, susu mengalami berbagai macam proses seperti
evaporasi, pencampuran atau mixing, penyaringan, pasteurisasi serta pendinginan. Oleh
karena itu, dibutuhkan alat-alat produksi yang memadai seperti evaporator, Plate Heat
Exchanger (PHE), filter serta berbagai macam tanki dengan berbagai macam tujuan.
Proses pasteurisasi merupakan salah satu tahap yang penting dilakukan. Proses
pasteurisasi dilakukan untuk memperpanjang umur simpan susu kental manis yang
diproduksi, dengan membunuh mikroorganisme patogen dan menonaktifkan enzim-
enzim yang dapat mempercepat kerusakan susu (Bylund, 1995) Proses pasteurisasi susu
kental manis pada PT. Frisian Flag Indonesia, dilakukan dengan menggunakan Plate Heat
Exchanger (PHE). Menurut Bylund (1995h), prinsip kerja Plate Heat Exchanger (PHE)
adalah dengan melewatkan produk bersebelahan dengan media pemanas yang
berlawanan arah pada pelat-pelat yang disusun berjejeran. Media pemanas yang biasanya
digunakan adalah air panas.
22
Gambar 9. Prisip kerja Plate Heat Exchanger
(Bylund, 1995)
Proses pasteurisasi dilakukan pada suhu yang tinggi yaitu sekitar 80o – 90oC. Menurut
Bylund (2003), kerak susu (milk stone) akan terbentuk apabila susu dipanaskan lebih dari
60oC dalam waktu yang cukup lama (>8 jam). Kerak susu yang terbentuk merupakan
penumpukan protein, lemak, kalsium, fosfat dan padatan susu lainnya yang menempel
pada dinding alat produksi. Kerak yang terbentuk dapat menghambat transfer panas dari
PHE ke produk. Selain itu, kerak yang terbentuk dapat menjadi sumber kontaminasi.
Pecahan kerak dapat larut pada produk, juga mampu mempengaruhi komposisi produk
serta menjadi sumber nutrisi bagi mikroorganisme patogen. Oleh karena hal tersebut,
kerak susu yang terbentuk harus dihilangkan dengan proses pembersihan.
Gambar 10. Pembentukan kerak pada permukaan PHE
(Bylund, 1995)
23
Proses pembersihan (cleaning/cleansing) merupakan suatu sistem dengan beberapa
perlakuan yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari permukaan alat produksi
dengan menggunakan senyawa kimiawi dan kontak fisik (Sansebastiano, et al., 2007).
Menurut Sansebastiano, et al. (2007), terdapat tiga jenis pembersihan yaitu pembersihan
mekanis (mechanical cleaning), Cleaning Out Place (COP) dan Cleaning In Place (CIP).
Pembersihan mekanis (mechanical cleaning) merupakan sistem pembersihan dengan
membongkar alat secara keseluruhan dan bagian alat dibersihkan satu persatu lalu dirakit
kembali. Sedangkan Cleaning Out Place (COP) merupakan sistem pembersihan dengan
membongkar satu bagian sistem dan memasukkannya dalam wadah berisi deterjen panas
dengan tekanan dan turbulensi tertentu. Berbeda dengan Cleaning Out Place (COP),
Cleaning In Place (CIP) merupakan sistem pembersihan yang dilakukan tanpa
membongkar alat yang dibersihkan. Metode Cleaning In Place (CIP) merupakan metode
pembersihan yang paling efisien sehingga banyak digunakan dalam industri pengolahan
produk cair (liquid) untuk membersihkan bagian-bagian alat yang tertutup seperti pipa,
tanki, pompa, katup (valve), heat exchanger, homogenizer dan masih banyak lagi.
5.2. Tujuan
Mengetahui proses Cleaning In Place (CIP) pada mesin pasteurisasi susu kental manis
serta mengetahui konsentrasi deterjen yang digunakan pada proses Cleaning In Place
(CIP) pada mesin pasteurisasi susu kental manis selama tahun 2017.
5.3. Metode
Data conductivity larutan deterjen yang digunakan untuk CIP mesin pasteurisasi Susu
Kental Manis (SKM) selama tahun 2017 direkap dan dilihat persebaran datanya. Selain
itu, dilakukan diskusi dan tanya jawab dengan operator, foreman dan supervisor bagian
Processing SKM berkaitan dengan proses CIP pada pasteurizer SKM. Untuk melengkapi
analisa data yang dilakukan, dilakukan studi teoritis dengan melihat banyak buku, jurnal
dan review mengenai proses CIP.
24
5.4. Hasil
5.4.1. Konduktivitas larutan deterjen pada Plate Heat Exchanger 1
Grafik 1. Persebaran konduktifitas NaOH pada CIP PHE 1 2017
Tabel 1. Tabel analisa data konduktivitas NaOH pada PHE 1
Standar Minimum Nilai Terendah Rata-rata Nilai tertinggi
80 mS/cm 86 mS/cm 129,087 mS/cm 200 Ms/cm
Berdasarkan grafik 1, diketahui bahwa standar minimal konduktifitas NaOH adalah 80 mS/cm. Selama tahun 2017, rata-rata konduktivitas
NaOH yang digunakan pada proses CIP PHE 1 adalah 129,087 mS/cm. Nilai konduktivitas NaOH terendah yang diperoleh pada proses CIP
PHE 1 selama 2017 adalah 86 mS/cm. Sedangkan, nilai konduktivitas NaOH tertinggi yang diperoleh pada proses CIP PHE 1 selama 2017
adalah 200 mS/cm.
406080
100120140160180200220
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Feb
Feb
Feb
Feb
Feb
Feb
Mar
Mar
Mar
Mar
Ap
r
Ap
r
Ap
r
Ap
r
Ap
r
May
May
May
May
May Jun
Jun
Jun
Jun
Jul
Jul
Jul
Ag
t
Ag
t
Ag
t
Ag
t
Ag
t
Ag
t
Sep
t
Sep
t
Sep
t
Sep
t
Sep
t
Oct
Oct
Oct
Oct
No
v
No
v
No
v
No
v
Dec
Dec
Dec
Dec
Dec
Dec
Konduktivitas NaOH 2017
NaOH Cond. (mS/cm) Min NaOH (mS/cm)
25
Grafik 2. Persebaran konduktifitas HNO3 pada CIP PHE 1 2017
Tabel 2. Tabel analisa data konduktivitas HNO3 pada PHE 1
Standar Minimum Nilai Terendah Rata-rata Nilai tertinggi
60 mS/cm 59 mS/cm 118,86 mS/cm 200 mS/cm
Berdasarkan grafik 2, diketahui bahwa standar minimal konduktifitas HNO3 adalah 60 mS/cm. Selama tahun 2017, rata-rata konduktivitas
HNO3 yang digunakan pada proses CIP PHE 1 adalah 118,86 mS/cm. Nilai konduktivitas terendah HNO3 yang diperoleh pada proses CIP
PHE 1 selama 2017 adalah 59 mS/cm. Sedangkan, nilai konduktivitas HNO3 tertinggi yang diperoleh pada proses CIP PHE 1 selama 2017
adalah 200 mS/cm.
406080
100120140160180200220
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Feb
Feb
Feb
Feb
Feb
Mar
Mar
Mar
Mar
Ap
r
Ap
r
Ap
r
Ap
r
May
May
May Jun
Jun
Jun
Jun
Jul
Jul
Jul
Ag
t
Ag
t
Ag
t
Ag
t
Sep
t
Sep
t
Sep
t
Sep
t
Sep
t
Oct
Oct
Oct
Oct
No
v
No
v
No
v
Dec
Dec
Dec
Dec
Dec
Konduktivitas HNO3 2017
HNO3 Cond. (mS/cm) Min HNO3 (mS/cm)
26
5.4.2. Konduktivitas larutan deterjen pada Plate Heat Exchanger 2
Grafik 3. Persebaran konduktifitas NaOH pada CIP PHE 2 2017
Tabel 3. Tabel analisa data konduktivitas NaOH pada PHE 2
Standar Minimum Nilai Terendah Rata-rata Nilai tertinggi
80 mS/cm 57 mS/cm 119,616 mS/cm 200 mS/cm
Berdasarkan grafik 1, diketahui bahwa standar minimal konduktifitas NaOH adalah 80 mS/cm. Selama tahun 2017, rata-rata konduktivitas
NaOH yang digunakan pada proses CIP PHE 1 adalah 119,616 mS/cm. Nilai konduktivitas NaOH terendah yang diperoleh pada proses CIP
PHE 1 selama 2017 adalah 57 mS/cm. Sedangkan, nilai konduktivitas NaOH tertinggi yang diperoleh pada proses CIP PHE 1 selama 2017
adalah 200 mS/cm.
20406080
100120140160180200220
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Feb
Feb
Feb
Feb
Feb
Mar
Mar
Mar
Mar
Mar
Ap
r
Ap
r
Ap
r
Ap
r
Ap
r
May
May
May
May
May Jun
Jun
Jun
Jun
Jul
Jul
Jul
Jul
Jul
Jul
Ag
t
Ag
t
Ag
t
Ag
t
Ag
t
Sep
t
Sep
t
Sep
t
Sep
t
Oct
Oct
Oct
Oct
Oct
No
v
No
v
No
v
No
v
No
v
Dec
Dec
Dec
Dec
Dec
Konduktivitas NaOH 2017
NaOH Cond. Min NaOH
27
Grafik 4. Persebaran konduktifitas HNO3 pada CIP PHE 2 2017
Tabel 4. Tabel analisa data konduktivitas HNO3 pada PHE 2
Standar Minimum Nilai Terendah Rata-rata Nilai tertinggi
60 mS/cm 56 mS/cm 108,692 mS/cm 200 mS/cm
Berdasarkan grafik 4, diketahui bahwa standar minimal konduktifitas HNO3 adalah 60 mS/cm. Selama tahun 2017, rata-rata konduktivitas
HNO3 yang digunakan pada proses CIP PHE 1 adalah 108,692 mS/cm. Nilai konduktivitas terendah HNO3 yang diperoleh pada proses CIP
PHE 1 selama 2017 adalah 56 mS/cm. Sedangkan, nilai konduktivitas HNO3 tertinggi yang diperoleh pada proses CIP PHE 1 selama 2017
adalah 200 mS/cm.
20406080
100120140160180200
Jan
uar
y
Jan
uar
y
Jan
uar
y
Jan
uar
y
Jan
uar
y
Jan
uar
y
Jan
uar
y
Feb
ruar
y
Feb
ruar
y
Feb
ruar
y
Feb
ruar
y
Mar
Mar
Mar
Mar
Mar
Ap
ril
Ap
ril
Ap
ril
Ap
ril
May
May
May
May
May
June
June
June
June
July
July
July
July
July
Au
gu
st
Au
gu
st
Au
gu
st
Au
gu
st
Au
gu
st
Au
gu
st
Sep
tem
ber
Sep
tem
ber
Sep
tem
ber
Oct
ober
Oct
ober
Oct
ober
Oct
ober
Oct
ober
No
vem
ber
No
vem
ber
No
vem
ber
No
vem
ber
Dec
emb
er
Dec
emb
er
Dec
emb
er
Dec
emb
er
Konduktivitas HNO3 2017
HNO3 Cond (mS/cm) Min HNO3 (mS/cm)
28
5.4.3. Deviasi konduktivitas larutan deterjen
Grafik 5. Jumlah data dan jumlah deviasi larutan NaOH pada PHE 1 dan 2
Grafik 5 menjelaskan jumlah data dan jumlah deviasi larutan NaOH pada PHE 1 dan 2.
Diketahui bahwa jumlah data konduktivitas NaOH yang digunakan pada PHE 1 yang
diperoleh adalah 107 data dan tidak ada data yang dibawah standar sehingga
menghasilkan persentase deviasi sebanyak 0%. Sedangkan jumlah data konduktivitas
NaOH yang digunakan pada PHE 2 yang diperoleh adalah 121 data dan ada 1 data yang
dibawah standar sehingga menghasilkan persentase deviasi sebanyak 1%.
107
121
0 1
0%
1%
0%
0%
0%
0%
0%
1%
1%
1%
1%
1%
0
20
40
60
80
100
120
140
PHE 1 PHE 2
NaOH
Quantity Deviation Deviation Percentage (%)
29
Grafik 6. Jumlah data dan jumlah deviasi larutan HNO3 pada PHE 1 dan 2
Grafik 6 menjelaskan jumlah data dan jumlah deviasi larutan HNO3 pada PHE 1 dan 2.
Diketahui bahwa jumlah data konduktivitas HNO3 yang digunakan pada PHE 1 yang
diperoleh adalah 100 data dan ada 1 data yang dibawah standar sehingga menghasilkan
persentase deviasi sebanyak 1%. Sedangkan jumlah data konduktivitas HNO3 yang
digunakan pada PHE 2 yang diperoleh adalah 111 data dan ada 1 data yang dibawah
standar sehingga menghasilkan persentase deviasi sebanyak 0,9009%.
100
111
1 1
1,00%
0,9009%
0,84%
0,86%
0,88%
0,90%
0,92%
0,94%
0,96%
0,98%
1,00%
1,02%
0
20
40
60
80
100
120
PHE 1 PHE 2
HNO3
Quantity Deviation Deviation Percentage (%)
30
5.5. Pembahasan
Cleaning In Place (CIP) adalah salah satu metode proses pembersihan. Cleaning In Place
(CIP) merupakan sistem pembersihan permukaan bagian dalam alat-alat produksi (pipa,
filter, tanki/wadah dan alat lainnya) yang mengalami kontak dengan produk tanpa
membongkar alat tersebut (Thomas & Sathian, 2014). Metode Cleaning In Place (CIP)
merupakan metode pembersihan yang paling efisien sehingga banyak digunakan dalam
industri pengolahan produk cair (liquid) untuk membersihkan bagian-bagian alat-alat
produksi. Proses CIP biasanya digunakan untuk membersihkan alat-alat yang tertutup dan
sulit dibongkar seperti pipa, katup, tanki dan heat exchanger. Oleh karena itu, agar proses
CIP yang dilakukan dapat berhasil, faktor-faktor yang mempengaruhi CIP harus
terpenuhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses CIP adalah jenis dan
konsentrasi senyawa kimia yang digunakan, waktu sirkulasi senyawa kimia, suhu
senyawa kimia saat sirkulasi serta gaya mekanis/mechanical force (flow) yang diberikan
pada permukaan yang dibersihkan (Wirtanen & Salo, 2003).
Senyawa kimia yang digunakan untuk proses Cleaning In Place (CIP) harus memiliki
kemampuan sebagai deterjen. Senyawa kimia yang digunakan sebagai deterjen berupa
asam dan basa. Senyawa basa/alkali yang sering digunakan adalah sodium hydroxide
(NaOH), potassium hydroxide (KOH) dan sodium carbonate (NaCO3). Sedangkan
senyawa asam yang sering digunakan adalah hydrochloric acid (HCl), nitric acid
(HNO3), phosphoric acid (H3PO4), dan citric acid (Thomas & Sathian, 2014). Syarat-
syarat deterjen yang baik menurut Tamime (2008) adalah:des
a. Mampu melarutkan senyawa organik seperti lemak dan protein.
b. Mampu mensuspensi dan mendispersi kototran sehingga kotoran tidak menempel
kembali pada permukaan alat.
c. Mampu mengemulsi lemak dan minyak sehingga lemak dan minyak tetap tertahan
dalam larutan selama proses cleaning berlangsung.
d. Memiliki kemampuan berikatan dengan kalsium dan garam magnesium
(sequestering).
e. Mampu menurunkan tegangan permukaan sehingga penetrasi senyawa kimia pada
kotoran lebih mudah (wetting power).
f. Tidak meninggalkan sisa pada permukaan alat yang dibersihkan.
31
Untuk proses CIP, PT. Frisian Flag Indonesia menggunakan larutan kaustik NaOH dan
larutan asam HNO3. Larutan kaustik dan asam yang diperoleh dari supplyer sebelum
digunakan untuk proses CIP dicek terlebih dahulu konsentrasinya oleh tim Quality
Control (QC). Standar konsesntrasi NaOH yang boleh diterima adalah minimal 48%,
sedangkan untuk larutan HNO3, konsentrasi minimal yang boleh diterima adalah 58%.
Apabila konsentrasi larutan dibawah standar yang ada, dilakukan penolakan terhadap
larutan yang datang. Larutan yang memenuhi standar kemudian akan ditampung di tanki
penerimaan pada CIP Kitchen dan digunakan untuk proses CIP. Sistem CIP dibagi
menjadi dua, yaitu CIP central dan CIP independen. Perbedaan keduanya adalah pada
sistem CIP central, CIP kitchen melakukan pengenceran terhadap larutan kaustik dan
asam terlebih dahulu, kemudian larutan tersebut dialirkan ke alat yang membutuhkan.
Sedangkan pada sistem CIP independen, alat-alat seperti pasteurizer dan evaporator
memeiliki sistem tersendiri untuk mengencerkan dan mensirkulasi larutan kaustik dan
asam. Pada CIP independen, CIP kitchen hanya menyiapkan larutan kaustik dan asam
pekat saja pada tanki asam dan kaustik yang lebih kecil. Apabila akan dilakukan proses
CIP independen, larutan asam dan kaustik siap dialirkan ke ruang produksi untuk proses
CIP independen. Proses Cleaning In Place secara umum memiliki beberapa tahapan,
antara lain pre-rinse, sirkulasi deterjen kaustik, between rinse, sirkulasi deterjen asam dan
final rinse.
1. Pre-rinse
Proses pre-rinse merupakan tahap Cleaning In Place (CIP) yang pertama. Pre-rinse
dilakukan untuk mengurangi beban kotoran yang harus dibersihkan oleh deterjen.
Apabila jumlah kotoran yang dibersihkan terlalu banyak, kualitas deterjen menurun dan
proses cleaning yang dilakukan tidak maksimal (Tamime, 2008). Selain itu, proses pre-
rinse juga dilakukan untuk melunakkan kerak yang terbentuk sehingga proses cleaning
dengan deterjen dapat berjalan dengan maksimal (Bylund, 1995). Proses pre-rinse
menggunakan air recovery dari tahap rinsing senyawa deterjen. Selain untuk menghemat
penggunaan air, hal ini dilakukan untuk memaksimalkan penggunaan energi panas dan
memaksimalkan sisa deterjen yang masih terkandung dalam air rinsing deterjen
(Tamime, 2008).
32
2. Sirkulasi kaustik (NaOH)
Setelah dilakukan pre-rinse selesai, tahap selanjutnya dalam proses Cleaning In Place
adalah sirkulasi senyawa NaOH. Tahap ini merupakan tahap utama dalam proses CIP.
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada permukaan alat
dengan menggunakan deterjen yang akan melarutkan kotoran pada alat . Senyawa NaOH
dipilih karena memiliki harga yang murah dan memiliki kemampuan deterjen yang kuat.
Menurut Tamime (2008), penggunaan NaOH dalam proses CIP difungsikan untuk
menghilangkan kotoran protein dan minyak atau lemak pada permukaan alat. NaOH
mampu berikatan dengan protein sehingga protein dapat larut dan mampu berikatan
dengan lemak melalui reaksi saponifikasi. Senyawa NaOH, juga merupakan senyawa
yang bersifat korosif terutama terhadap kulit dan logam lunak seperti Al, Zn dan timah.
Oleh karena itu, penggunaan NaOH harus hati-hati dan dijaga konsentrasinya agar tidak
menciderai para pekerja dan merusak alat. Biasanya, konsentrasi NaOH yang digunakan
adalah 0,5 – 2% dengan suhu sirkulasi sekitar 85oC (Thomas & Sathian, 2014).
3. Between rinse
Setelah sirkulasi NaOH selesai, proses selanjutnya adalah beetwen rinse. Proses beetwen
rinse bertujuan untuk membersihkan sisa kotoran dan deterjen yang masih menempel
pada permukaan alat (Sansebastiano, et al., 2007). Proses ini dapat menggunakan air
panas atau air dingin. Air dingin digunakan jika proses CIP tidak menggunakan deterjen
sekunder, sehingga alat perlu didinginkan sebelum siap untuk produksi kembali. Apabila
setelah proses beetwen rinse terdapat sirkulasi deterjen sekunder dengan suhu tinggi,
proses beetwen rinse dilakukan dengan menggunakan air panas hasil recovery atau
kondensat yang kondisinya masih baik untuk menghemat energi panas yang ada, serta
memaksimalkan proses cleaning dengan sirkulasi deterjen sekunder. Air sisa yang
dihasilkan pada proses between rinse direcovery dan digunakan untuk proses pre-rinse.
4. Sirkulasi asam (HNO3)
Apabila setelah proses sirkulasi NaOH terdapat kotoran yang masih menempel pada alat,
proses dilanjutkan dengan pensirkulasian senyawa asam HNO3. Sirkulasi senyawa asam
HNO3 berfungsi untuk melarutkan penumpukan mineral pada permukaan alat seperti
kerak susu (milk stone), kerak air keras (hard water) yang sulit dihilangkan melalui proses
33
sirkulasi kaustik (Tamime, 2008). HNO3 digunakan untuk membersihkan jejak senyawa
caustic yang mungkin masih dapat tertinggal (Thomas & Sathian, 2014).
5. Final rinse
Proses final rinse merupakan tahap terakhir pada proses Cleaning In Place. Tahap ini
dilakukan dengan menggunakan air untuk menghilangkan sisa deterjen masih tertinggal
pada alat. Saat alat akan digunakan kembali, dilakukan sirkulasi air panas. Penggunaan
air panas termasuk dalam proses desinfeksi termal yang dapat membunuh
mikroorganisme yang terdapat dalam alat (Bylund, 1995).
PT. Frisian Flag Indonesia memiliki 2 unit Plate Heat Exchanger (PHE 1 dan 2) yang
berfungsi sebagai pasteurizer susu kental manis. Keduanya memiliki sistem
pengoperasian yang sama dan sistem CIP yang sama. Pada PHE 1, proses CIP dilakukan
setelah digunakan untuk memproduksi susu kental manis “full cream”, “Omela” dan
“Gold” sebanyak 40 batch atau setelah memproduksi susu kental manis cokelat sebanyak
45 batch. Sedangkan pada PHE 2, proses CIP dilakukan setelah digunakan untuk
memproduksi susu kental manis “full cream”, “Omela” dan “Gold” sebanyak 40 batch
atau setelah memproduksi 50 batch susu kental manis cokelat.
Saat akan dilakukan proses Cleaning In Place (CIP), setting point waktu sirkulasi tiap
tahap ditetapkan terlebih dahulu dan diatur pada SCADA. Setelah itu, dilakukan proses
CIP dengan urutan prerinse, sirkulasi kaustik (NaOH), between rinse, sirkulasi asam
(HNO3) dan final rinse.
Tabel 5. Tabel setting point waktu sirkulasi
Tahapan Proses Waktu sirkulasi (detik)
Pre-rinse 300
Deterjen kaustik (NaOH) 3000 – 3500
Between rinse 300
Deterjen asam (HNO3) 3000 – 3500
Final rinse 3600
Proses pre-rinse dilakukan dengan menggunakan reuse water hasil pembilasan alat
dengan sistem CIP central deterjen kaustik atau asam dan berjalan selama 300 detik.
34
Setelah proses pre-rinse selesai, air yang digunakan untuk proses pre-rinse tidak
digunakan kembali dan dialirkan menuju unit pengolahan limbah cair. Setelah proses pre-
rinse selesai, dilakukan proses sirkulasi deterjen kaustik. Untuk melakukan sirkulasi
deterjen kaustik, perlu dilakukan sirkulasi air terlebih dahulu untuk mempersiapkan
pengenceran senyawa NaOH pekat yang dialirkan dari CIP kitchen.
Proses pengenceran senyawa NaOH pekat adalah dengan melakukan sirkulasi air terlebih
dahulu pada pasteurizer. Pada proses CIP, senyawa NaOH pekat dari CIP Kitchen
dialirkan menuju ruang produksi dan disimpan dalam tanki berukuran kecil didekat
control room yang berfungsi sebagai penampungan sementara. Saat sirkulasi air pada
pasteurizer berlangsung, senyawa NaOH pada tanki penampungan sementara dialirkan
kedalam balance tank selama 30 detik. Penambahan senyawa NaOH pekat pada balance
tank saat proses sirkulasi air mengakibatkan terjadi pengenceran larutan pekat dan
perlahan konduktivitas larutan yang terbaca pada CT (Conductivity Transmitter) yang
awalnya sekitar 0,6 mS/cm meningkat perlahan seiring dengan peningkatan jumlah
NaOH pekat yang masuk kedalam balance tank. Kondutivitas merupakan kemampuan
suatu larutan menghantarkan listrik melalui ion yang terkandung dalam larutan tersebut.
Semakin banyak ion yang terkandung, nilai konduktivitas suatu larutan akan semakin
tinggi (Irwan, 2016). Oleh karena itu, nilai konduktivitas larutan yang terbaca dapat
menggambarkan konsentrasi larutan deterjen yang sedang disirkulasikan. Konduktivitas
suatu larutan dapat tergantung pada suhu larutan tersebut. Semakin tinggi suhu larutan,
semakin tinggi pula konduktivitasnya (Irwan, 2016).
Apabila setelah larutan NaOH pekat dialirkan selama 30 detik dan konduktivitas yang
diinginkan dibawah standar, maka dilakukan penambahan NaOH sedikit demi sedikit
dengan jeda tertentu hingga konduktivitas yang terbaca diatas standar minimal 80 mS/cm.
Standar ini ditetapkan oleh PT. Frisian Flag Indonesia karena dianggap sudah mencukupi
untuk membersihkan kotoran pada pasteurizer susu kental manis. Standar konduktivitas
yang menunjukkan konsentrasi larutan deterjen yang digunakan sudah dikalibrasi dan
divalidasi untuk mengetahui keefektifannya sebagai salah satu faktor penting yang
mendukung keberhasilan proses CIP. Setelah konduktivitas larutan NaOH yang terbaca
sudah melebihi 80 mS/cm, suhu larutan NaOH dinaikkan hingga mencapai suhu
35
pasteurisasi saat proses produksi (80o – 90oC). Suhu sirkulasi dan konsentrasi senyawa
NaOH yang disirkulasikan merupakan faktor penentu keberhasilan proses Cleaning In
Place (CIP). Oleh karena itu, apabila konduktivitas dan suhu sirkulasi sudah memenuhi
stadar yang ditetapkan, maka waktu sirkulasi (3000 – 3500 detik) akan mulai berjalan.
Setelah waktu sirkulasi selesai, maka larutan yang telah digunakan dibuang dan dialirkan
menuju unit pengolahan limbah cair. Proses selanjutnya adalah between rinse yang
dilakukan selama 300 detik. Proses ini menggunakan air untuk mengilangkan sisa
senyawa deterjen NaOH yang masih tertinggal. Air sisa proses between rinse pasteurizer
SKM tidak digunakan kembali dan dialirkan menuju unit pengolahan limbah cair. Proses
berikutnya adalah sirkulasi deterjen asam (HNO3). Proses pengenceran senyawa HNO3
sama dengan proses pengenceran senyawa NaOH yaitu dengan mengalirkan HNO3 pekat
kedalam balance tank yang sedang melakukan sirkulasi air selama 30 detik. Apabila
konduktivitas ynag terbaca belum memenuhi standar yang ditetapkan (60 mS/cm), akan
HNO3 pekat akan dimasukan sedikit demi sedikit hingga konduktivitas yang terbaca
melebihi standar yang sudah ditetapkan. Kemudian suhu larutan dinaikkan hingga
mencapai suhu pasteurisasi saat produksi (80o – 90oC). Apabila suhu dan konsentrasi
HNO3 sudah memenuhi standar, waktu sirkulasi (3000 – 3500 detik) akan berjalan.
Setelah sirkulasi HNO3 selesai dilakukan, dilakukan proses final rinse dengan air untuk
membilas dan menghilangkan sisa deterjen yang masih tertinggal. Proses final rinse
berjalan selama 3600 detik.
Tabel 6. Tabel standar larutan deterjen
Parameter Kaustik Asam
Konduktivitas Minimal 80 mS/cm Minimal 60 mS/cm
Temperatur Minimal 80oC Minimal 80oC
Pada saat proses sirkulasi deterjen berlangsung, konduktivitas larutan yang terdapat pada
SCADA dicatat oleh operator pada laporan CIP pasteurizer susu kental manis.
Konduktivitas dan suhu akan berfluktuasi selama proses CIP berlangsung. Dosing
senyawa detejen pekat dilakukan selama 30 detik. Apabila setelah dilakukan dosing
selama 30 detik, konduktivitas larutan deterjen belum memenuhi standar, pompa akan
mendosing larutan deterjen pekat sedikit demi sedikit dengan jeda waktu tertentu hingga
36
konduktivitas larutan deterjen yang terbaca sudah diatas standar yang ditentukan. Pada
saat dosing tambahan ini, konduktivitas deterjen yang terbaca pada Conductivity
Transmitter (CT) dapat berubah-ubah karena larutan deterjen pekat belum tercampur
secara merata sehingga konduktivitas larutan yang terlewat pada CT masih ada yang
rendah dan sudah ada yang tinggi.
Berdasarkan hasil rekap data CIP pada pasteurizer PHE 1 dan 2 selama tahun 2017,
diketahui bahwa data konduktivitas larutan NaOH dan HNO3 yang digunakan
berfluktuasi. Meskipun berfluktuasi, data konduktivitas larutan pada PHE 1 dan PHE 2
yang diperoleh sebagian besar sudah memenuhi standar yang ditetapkan. Selama 2017,
pada PHE 1 tidak ada konsentrasi NaOH yang dibawah 80 mS/cm. Namun terdapat 1 kali
deviasi konsentrasi HNO3 yang dibawah 60 mS/cm, namun tidak terlalu berbeda jauh
dengan standar yang ditetapkan. Pada PHE 2, terdapat masing-masing 1 kali konsentrasi
NaOH dan HNO3 yang disirkulasikan dibawah standar. Karena konduktivitas larutan
deterjen berfluktuasi, waktu pencatatan data konduktivitas deterjen pada saat sirkulasi
deterjen dapat berpengaruh pada data yang dicatat dan dapat menyebabkan fluktuasi data
secara keseluruhan. Selain waktu pencatatan, perbedaan data konduktivitas tiap proses
CIP dapat diakibatkan pada saat dosing tambahan, jumlah senyawa deterjen yang
ditambahkan agar melebihi standar yang ditetapkan berbeda-beda sehingga konduktivitas
yang diperoleh berbeda.
Proses CIP terkadang hanya menggunakan deterjen kaustik saja. Proses CIP dengan
deterjen kaustik saja dilakukan ketika Plate Heat Exchanger akan digunakan setelah tidak
beroperasi selama 2 jam atau lebih. Hal ini dilakukan untuk mencegah kotoran dan
mikroorganisme yang mungkin masuk saat PHE tidak beroperasi terikut saat proses
produksi dan mengkontaminasi produk. Selain untuk menyiapkan PHE, proses CIP
dengan deterjen kaustik saja dilakukan ketika terjadi penggantian produk saat mesin baru
digunakan untuk memproduksi dengan jumlah batch sedikit. Penggantian produk
(terutama produk berwarna putih) ini hanya meninggalkan kotoran yang tidak terlalu
banyak dan membandel sehingga sudah dapat hilang ketika sirkulasi kaustik berlangsung.
Selain itu, hal ini dapat disebabkan karena dilakukan pembersihan setelah proses
perawatan atau perbaikan dari Plate Heat Exchanger (PHE). Proses perbaikan dapat
37
meninggalkan sisa kotoran dan mikroorganisme dapat masuk ke alat, oleh karena itu perlu
dilakukan proses cleaning agar PHE aman dan siap digunakan untuk proses produksi.
38
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Susu Kental Manis merupakan produk olahan susu yang dihilangkan kandungan
airnya hingga 60%, serta memiliki kandungan lemak sekitar 8% dan memiliki
padatan sekitar 28%.
Proses pembuatan susu kental manis melalui proses evaporasi, mixing, filtrasi,
pasteurisasi, homogenisasi.
Proses Cleaning In Place (CIP) dilakukan untuk membersihkan alat tanpa
melakukan pembongkaran alat tersebut.
Urutan proses CIP adalah pre-rinse, sirkulasi kaustik, between rinse, sirkulasi
asam dan final rinse.
Senyawa deterjen yang digunakan adalah NaOH (Kaustik) dan HNO3 (Asam).
Data konduktvitas senyawa deterjen yang digunakan untuk CIP pasteurizer SKM
pada PHE 1 dan 2 selama 2017 berfluktuasi.
Secara keseluruhan, konduktivitas senyawa deterjen yang digunakan pada CIP
pasteurizer SKM selama 2017 sudah melebihi standar minimum yang ditetapkan
sehingga sudah dalam batas aman.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan saat proses CIP, konduktivitas larutan
yang terbaca berfluktuasi. Pencatatan konduktivitas larutan dilakukan hanya sekali saat
proses CIP. Oleh karena itu, perlu dilakukan kesepakatan penulisan konduktivitas larutan
deterjen pada laporan CIP. Kesepakatan waktu penulisan dapat berupa penyamaan waktu
pencatatan konduktivitas pada awal, tengah dan akhir proses CIP sehingga data
konduktivitas yang diambil lebih akurat.
Proses CIP independen dilakukan secara otomatis. Oleh karena itu, perlu dilakukan
kalibrasi alat secara periodik agar jumlah senyawa deterjen yang digunakan sesuai dan
tidak terjadi pemborosan/kekurangan larutan deterjen sehingga proses CIP dapat berjalan
dengan maksimal.
39
Konduktivitas dapat menggambarkan konsentrasi larutan, namun untuk mengetahui
konsentrasi larutan deterjen yang digunakan, perlu dilakukan titrasi. Konduktivitas
larutan tergantung pada suhu. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi pula
konduktivitasnya. Deterjen yang digunakan untuk CIP disirkulasikan dengan suhu tinggi.
Untuk mengetahui konsentrasi deterjen yang digunakan, perlu dilakukan uji untuk
menentukan faktor pengkali yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi
deterjen pada suhu tinggi dan pada konduktivitas tertentu. Hal ini dapat memudahkan
dalam menentukan konsentrasi deterjen yang dapat digunakan untuk mempermudah
validasi alat.
40
7. DAFTAR PUSTAKA
Bylund, G., 1995. Dairy Processing Handbook. Lund, Sweden: Tetra Pak Processing
Systems AB. https://archive.org/details/DairyProcessingHandbookTetrapak
Chandan, R. & Kilara, A., 2011. Dairy Ingredients for Food Processing. Iowa: Wiley-
Blackwell. https://www.wiley.com/en-
us/Dairy+Ingredients+for+Food+Processing-p-9780813817460
Hunziker, O. F., 1946. Condensed Milk and Milk Powder. 6 penyunt. Illinois: La Grange.
https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.19534
Irwan, A. F., 2016. Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan Total Dissolved
Solid dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air. Jurnal Fisika Unand, 5(1).
http://jfu.fmipa.unand.ac.id/index.php/jfu/article/view/192/172
Krishnan, S., Bhosale, R. & Singhal, R. S., 2005. Microencapsulation of Cardamom
Oleoresin: Evaluation of Blends of Gum Arabic, Maltodextrin and Modified Starch
as Wall Materials. Elsevier, pp. 95-102.
https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2005.02.020
Romeih, E. A., Abdel-Hamid, M. & Awad, A. A., 2014. The Addition of Buttermilk
Powder and Transglutaminase Improves Textural and Organoleptic Properties of
Fat-free Buffalo Yoghurt. Dairy Sci. & Technol., pp. 297-309. https://doi.org/10.1007/s13594-014-0163-8
Sansebastiano, G., Zoni, R. & Bigliardi, L., 2007. Cleaning and Desinfection Procedures
in the Food Industry General Aspects and Practical Applications. Dalam: K.
Kristbergsson, penyunt. Food Safety: A Practical and Case Study Aproach. New
York: Springer Science+Bussines Media, LLC, pp. 253-280. https://doi.org/10.1007/978-0-387-33957-3_13
Tamime, A. Y., 2008. Milk Processing and Quality Management. West sussex: Blackwell
Publishing Ltd. https://archive.org/details/MilkProcessingAndQualityManagement
Thomas, T. & Sathian, C. T., 2014. Cleaning-In-Place (CIP) System in Dairy Plat -
Review. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology adn Food
Technology, 8(6), pp. 41-44.
https://www.researchgate.net/profile/Amitha_Thomas3/publication/271254246_C
leaning-In-Place_CIP_System_in_Dairy_Plant-
_Review/links/5950adc245851543383bcbd2/Cleaning-In-Place-CIP-System-in-
Dairy-Plant-Review.pdf
41
Widayat, H. P., 2013. Perbaikan Mutu Bubuk Kakao Melalui Proses Ekstraksi Lemak dan
Alkalisasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol. (5) No. 2, p. 12.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/TIPI/article/view/1003/946
Wirtanen, G. & Salo, S., 2003. Disinfection in Food Processing - Effiacy Testing of
Desinfectants. Reviews in Environmental Science and Biotechnology, 2(2-4), pp.
293-306. https://doi.org/10.1023/B:RESB.0000040471.15700.03
42
8. LAMPIRAN
8.1. Scan Plagiasi