review komparasi film talentime dan still life

11
  MEM H MI B H S FILM DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2011 Analisis Komparasi Film “Talentime” (Yasmin Ahmad, 2009) dan “Still Life” (Jia Zhang Ke, 2006)  A u l i a D w i N a s t i t i | 0 9 0 6 5 6 1 4 5 2 -- T a k e H o m e M a t a K u l i a h K a j I a n F i l m

Upload: aulia-nastiti

Post on 19-Jul-2015

259 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 1/11

 

MEMAHAMI BAHASA FILM 

D E P A R T E M E N I L M U K O M U N I K A S I

F A K U L T A S I L M U S O S I A L D A N I L M U P O L I T I K

U N I V E R S I T A S I N D O N E S I A

2 0 1 1

Analisis Komparasi Film “Talentime” (Yasmin Ahmad, 2009) dan “Still Life” (Jia Zhang Ke, 2006)  

A u l i a D w i N a s t i t i | 0 9 0 6 5 6 1 4 5 2 -- T a k e H o m e M a t a K u l i a h K a j I a n F i l m

Page 2: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 2/11

PENGANTAR  

Dalam perspektif kajian media, film dipandang sebagai sebuah teks media yang tentumemiliki bahasa dan makna yang hendak disampaikan kepada khalayaknya . Sebagai sebuah

teks media, film tentunya ada untuk tak sekedar ditonton, tetapi juga dibaca. Membaca film

atau karya sinematografis lainnya tentu menuntut kemampuan untuk memahami bahasa apa

yang digunakan dalam film tersebut. Bahasa mengandung kode dan konvensi. Kode adalah

simbol yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau makna, dan konvensi adalah

cara kode itu digunakan dan dipahami sebagai makna bersama. Sebagai sebuah teks media,

film tentu juga mengandung suatu bahasa yang biasa disebut bahasa sinematik

Secara general, bahasa sinematik dipahami serangkaian kode audio-visual yang digunakan

dalam membangun makna, dan mencakup elemen literal, visual, suara, sinematografis, dan

editing. Bahasa sinematik merupakan elemen yang kuat tetapi hampir tak terlihat dalam

mengantarkan makna cerita. Salah satu aspek yang membuat bahasa film menjadi tak

terlihat adalah karena pergerakan gambar visual film itu sendiri (Barsam dan Monahan,

2010). yang relatif cepat, dan ditambah dengan efek suara, membuat penonton tidak dapatmembaca bahasa film secara sadar. Namun, di situlah letak kekuatan semantik bahasa film.

Melalui pergerakan audio-visual, pengaruh bahasa filmditerima secara tidak sadar. Oleh

karena itu, Metz (dalam Penley, 1975) berkata bahwa sumber kekuatan bahasa film lebih luas

dari konvensi masyarakat.

Mengkaji film tidak sekedar berarti memahami cerita, mempertimbangkan konteks sosio-

kultural, atau menganalisis implikasi dari sebuah film, tetapi diawali dari kemampuan

membaca film tersebut yang menuntut pemahaman atas bahasa film sebagai sebuah

prasyarat. Melalui proses identifikasi elemen-elemen bahasa yang disampaikan dalam

sebuah film, kita dapat memahami secara utuh apa yang sebenarnya hendak disampaikan

film tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar kita dapat memahami bahasa di

setiap film ialah dengan membandingkan bahasa sinematik dari dua film yang berbeda.

Analisis komparasi bahasa dalam film yang berbeda dapat menuntun kita untuk mengerti

penggunaan elemen-elemen bahasa sinematik yang berbeda untuk mengkontsruksipemaknaan yang berbeda di benak penontonnya.

Page 3: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 3/11

KEDUA FILM: TALENTIME DAN STILL LIFE 

Dalam kajian kali ini, film yang diangkat sebagai objek pembahasan adalah film Talentime

(Yasmin Ahmad, 2009) dan film Still Life (Jia Zhang Ke, 2006).

Film Talentime 

Film Talentime bercerita tentang serangkaian kisah tentang persinggungan antara orang-

orang yang terlibat dalam rangkaian acara ajang pencarian bakat di sebuah sekolah

menengah atas di Malaysia. Orang-orang itu berlatar dari tiga latar kultur berbeda: Melayu,

Cina, dan India, atau tiga kultur besar yang menyusun masyarakat Malaysia.

Inti narasi berkutat pada para finalis ajang Talentime ini. Ada Melur, gadis keturunan Melayu-

Inggris Muslim yang tumbuh dalam keluarga yang dekat, akrab, dan terbuka. Melur yang

berbakat dalam piano dan sastra, jatuh cinta kepada Mahesh, seorang India Tamil beragama

Hindhu yang bertugas menjadi pengantar Melur dalam acara Talentime. Cinta mereka

terjalin dalam kesunyian karena Mahesh seorang bisu-tuli. Tapi, selain Mahesh, ada pula

yang menyukai Melur dari jauh. Hafizh, pemuda Melayu Muslim taat, seorang gitaris dan

penyanyi berbakat yang sebagian hidupnya diabdikan untuk menjaga ibunya yang sakit

tumor. Di sisi mereka semua, diceritakan tentang Kahoe, keturunan Cina, seorang yang

perfeksionis dan tak terima kalah dari Hafizh karena tumbuh dalam didikan ketat ayahnya.

Dalam film ini, Yasmin Ahmad tampaknya berupaya menggambarkan rupa-rupa pengalaman

yang mungkin terjadi ketika dua budaya berinteraksi. Ada cinta yang mungkin tumbuh,

kekerabatan yang terjalin, ikatan keluarga yang tak bisa dilepaskan, tetapi ada juga

prasangka dan stereotipe yang sulit ditinggalkan. Oleh karena itulah, ia berusaha memotret

ceritanya dalam bingkai Malaysia kecil, Malaysia yang multikultur.

Film Still Life

Still Life adalah film karya Jia Zhang Ke, seorang sutradara yang dibesarkan dalam  genre

dokumenter yang secara mengejutkan memperoleh penghargaan tertinggi Golden Lion

dalam Venice Film Festival 2006 .

Page 4: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 4/11

Film ini direkonstruksi dari sinema dokumenter yang berlatar belakang Kota Fengjie di hulu

Sungai Yangtse yang kini tenggelam akibat sebuah proyek raksasa: pembangunan

Bendungan Tiga Ngarai. Film ini berkisah tentang pencarian dan apa yang ditinggalkan oleh

sebuah kota yang hampir musnah. Terdapat dua cerita paralel. Han Shanming, seorang

pekerja tambang, yang datang ke ke Fengjie dari Shanxi untuk mencari istri dan anaknya

yang telah berpisah selama 16 tahun, dan Shen Hong, seorang perawat, yang pergi dari

Shanxi ke Fengjie untuk mencari suaminya yang sudah dua tahun tak pulang.

Tidak seperti film yang mengusung karakter naratif, Still Life menggambarkan bahwa

pertemuan pada apa yang dicari tidaklah menjadi ujung dari pencarian. Lebih dari itu, film ini

tidak ingin bercerita, tetapi lebih kepada merepresentasikan suara-suara mereka yang

disingkirkan di balik sebuah proyek yang ambisius. Film ini juga menyiratkan perenungan Jia

akan ketidakadilan yang menimpa penduduk kota, yang digambarkan bahwa seolah-olah

tinggal di Kota Fengjie adalah kesalahan mereka.

Meskipun bernada kritik, Still Life tidak berisi tentang ideologi politis yang menentang

pemerintah. Melalui filmnya, Jia tidak ingin memberontak, tetapi lebih kepada meninggalkan

 jejak dan memoar bagi rakyat China ketika Bendungan Tiga Ngarai selesai dibangun: bahwa

ada sebuah kota yang tenggelam sebagai harga yang harus dibayar atas tegaknya

bendungan raksasa terbersar di dunia itu.

Signifikansi

Meskipun sama-sama menyiratkan sebuah kritik sosial, kedua film tersebut memiliki  genre

yang berbeda, dibuat beradasarkan konteks sosial yang berbeda, berbicara tentang subjek

yang berlainan pula. Oleh karena itulah, menganalisis dan membandingkan penggunaan

bahasa dalam kedua film tersebut, akan sangat membantu kita untuk dapat membaca film

sehingga kita memperoleh makna film tersebut lebih dalam dan sesuai dengan pesan yang

hendak diucapkan oleh sang kreator.

Pada akhirnya, seperti yang dituliskan oleh Barsam dan Monahan (2010), membaca film akan

membawa kita pada suatu transisi yang berawal dari menonton dan menikmati film secara

natural (natural enjoyment ) menjadi pemahaman kritis (critical understanding) terhadap

bahasa, konten, dan makna sebuah film.

Page 5: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 5/11

ANALISIS PERBANDINGAN BAHASA FILM 

Mise-en-Scéne

Terminologi Mise-en-Scéne berasal dari bahasa Prancis yang berarti „ put it into scene’ atau

„penempatan dalam scene‟. Dalam karya sinema, Mise-en-Scéne dipahami sebagai segala

elemen visual yang tampak di layar. Mise-en-Scéne meliputi setting tempat, properti, kostum,

make-up, ekspresi figur dan gerakan, pencahayaan dan warna, serta komposisi (Bordwell dan

Thompson, 2008). Mise-en-Scéne disebut juga „pengadeganan‟ atau staging, yaitu konsep

sutradara terhadap segala yang muncul dalam frame(Barsam dan Monaham, 2010).

Dalam film Talentime, sutradara Yasmin Ahmad berupaya membangun setting Malaysia

yang kental dan realistis secara nonverbal. Latar Malaysia tidak pernah terkatakan oleh

tokoh, tetapi digambarkan melalui percakapan dalam bahasa Melayu, Inggris, Cina, dan

Tamil; kostum baju kurung yang dikenakan; juga make-up natural yang menunjukkan

karakter asli wajah mereka yang berlatar Melayu, Cina, dan India. Latar waktu film tersebut

sekitar awal tahun 2000-an, digambarkan dengan teknologi, kondisi sosial, arsitektur rumah

dan sekolah, dan kendaraan yang digunakan para tokoh. Sedangkan set suasana kehidupan

sehari-hari dihasilkan oleh adegan makan bersama keluarga, kegiatan belajar dan upacara di

sekolah, persiapan pernikahan, pengobatan di rumah sakit, dan pentas pertunjukan bakat.

Pengaturan komposisi dalam film Talentime dibuat serba seimbang dan proporsional, seperti

potongan gambar pohon, pintu, jendela, aula besar, ventilasi, dan jalan raya. Hampir semua

scene selalu menempatkan tokoh di titik sentral layar dengan fokus kamera yang jelas untuk

membuat perhatian penonton tertuju pada tokoh yang ditampilkan. Fokus ini dibuat melaluicahaya gelap-terang. Pencahayaan yang berbeda ditampilkan saat adegan Hafizh sholat

paska ditinggalkan ibunya. Di sini cahaya membentuk siluet Hafizh, menimbulkan perasaan

haru dan syahdu. Pewarnaan tampilan layar juga dibuat cenderung cerah dan natural dengan

sebagian besar terdiri dari warna biru, hijau, putih, dan coklat untuk menampilkan

kesederhanaan tokoh dan kedekatan dengan realitas sehari-hari. Meskipun demikian,

terdapat scene di mana adegan tidak realisits tapi lebih imajinatif, yaitu dengan

memunculkan banyak anak-anak seperti malaikat kecil ketika Melur dan Mahesh sedang

duduk berdua di tengah taman untuk menggambarkan indahnya perasaan cinta mereka.

Page 6: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 6/11

Berbeda dengan Talentime yang menekankan pada tokoh , mise-en-scene film Still Life justru

lebih mengajak penonton untuk memperhatikan latar. Latar tempat disampaikan secara

verbal melalui adegan pengumuman bahwa kapal telah tiba di Kota Fengjie. Gambar juga

secara intens menekankan pada Bendungan Tiga Ngarai (Three Gorges Dam) yang menjadi

set utama dalam film ini seperti bendungan secara keseluruhan, reruntuhan bangunan, dan

kapal yang menyusuri sungai. Adegan saat Shanming yang diantar seorang pemuda (tukang

ojek) mendapati bahwa alamat yang ia cari hanya tinggal sepetak tanah yang mengambang

di atas permukaan air juga reruntuhan bangunan di sisi sungai dan menunjukkan latar waktu

yaitu saat Kota Fengjie belum sepenuhnya tenggelam (dalam proses pembangunan dam).

Penempatan adegan dalam film ini membuat penonton lebih terfokus pada kegiatan si

tokoh dibanding identitasnya. Dari awal ditampilkan seseorang yang datang ke Fengjie

untuk mencari, tetapi identitasnya baru terungkap saat Shanming memperkenalkan diri pada

Brother Mark. Begitu juga dengan tokoh Shen Hong. Kostum tokoh Shanming yang berupa

setelan singlet putih dan celana hitam dan Shen Hong yang memakai kemeja kuning yang

tidak pernah berganti, ditambah  tanpa adanya sentuhan make-up membuat kedua tokoh

tersebut tampak sebagai orang yang berada di bawah garis kemiskinan dan mengalami

tekanan hidup, tetapi gigih dalam mewujudkan tekadnya.

Dibanding Talentime, komposisi dalam Still Life lebih acak dan tidak selalu proporsional. Ada

scene di mana Shanming tampak sebagai sesosok manusia kerdil dibandingkan dengan latar

sungai raksasa dan reruntuhan bangunan yang besar, tetapi ada pula adegan di mana

Shanming terkesan powerful ketika berdiri di pinggir sungai dan memandang jauh ke ngarai

dan ia menjadi titik sentral. Pencahayaan dalam film ini juga lebih terang dan tidak banyak

bermain efek gelap-terang sehingga suasana yang ditimbulkan cenderung lebih datar.

Film ini juga menggambarkan realita secara lebih abstrak karena banyak elemen-elemen

imajinatif yang ditampilkan. Misalnya untuk menggabungkan kedua cerita paralel, terdapat

adegan saat Shanming berdiri di pinggir sungai dan dari ujung kiri atas tampak piring

terbang yang terus bergerak ke kanan, membesar, dan meninggalkan Shanming keluar dari

frame, dan selanjutnya tiba kepada Shen Hong. Selain itu ada ada pula bangunan yang tiba-

tiba terbang ke angkasa seperti roket dan scene final yang menampilkan adegan Shanming

yang melihat ada seorang yang berjalan menyusuri tali yang terbentang di udara.

Page 7: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 7/11

Cinematography 

Jika Mise-en-scéne berkaitan dengan elemen apa yang ditampilkan dalam layar, maka

sinematografi lebih kepada bagaimana gambar tersebut direkam dalam kamera.

Sinematografi mencakup tiga aspek kualitas gambar: (1) aspek fotografis, yaitu tone warna,

komposisi, fokus, dan depth, (2) pembingkaian gambar, yaitu angle, perspektif, dan proximity  

(3) durasi perekaman, termasuk perpindahan kamera (Bordwell dan Thompson, 2008).

Dalam film Talentime sinematografi ditekankan pada permainan cahaya dengan mengatur

gelap-terang dari setiap shot. Karena fokus film ini adalah pada aktor, maka cahaya dibuat

kontras dengan menonjolkan terang pada aktor dan menggelapkan latar di sekitar. Dari segi

framing, film ini banyak mengambil gambar dari jarak medium dan dekat (medium close-up)

dengan perspektif mata manusia sehingga fokus gambar ditempatkan di tengah kamera

secara sejajar dan proporsional. Hal ini untuk memberi efek realistis dan mendukung struktur

narasi karena penonton akan lebih memperhatikan pengadeganan si tokoh. Sedangkan

untuk durasi shot, elemen-elemen gambar dalam film ini direkam dalam durasi yang cukup

lama di setiap shot, terutama shot yang menampilkan pengadeganan aktor.

Film Still Life memiliki tata sinematografis yang cukup jauh berbeda dengan Talentime. Dariawal sampai akhir, film ini hanya menggunakan single-shot dengan jarak yang cukup panjang

(long-shot ) dan pergerakan kamera yang relatif perlahan. Hal ini terlihat dari pergerakan satu

kamera yang terus mengikuti tokoh Shanming maupun Shenhong dari jarak cukup jauh

(single long shot )  dan sebagian besar diambil dari sisi samping. Apabila tokoh berjalan,

karena hanya diam dan mengambil gambar tokoh dari jauh dan objek atau tokoh yang

terlihat mendekati kamera dan selanjutnya kamera akan mengambil gambar dari sisi

belakang. Pada saat opening, pergerakan kamera tetap single shot, tetapi dari jarak close up

merekam wajah-wajah penumpang dengan fokus yang bergeser antara jelas dan blur ,

sampai akhirnya berhenti untuk merekam tokoh Shanming. Hal ini bertujuan untuk

meminimalkan elemen naratif film ini (Johnston, 2007). Gambar banyak diambil dengan

perspektif burung (dari atas) dengan komposisi yang terfokus pada latar yang terkesan

kokoh dan agung, seperti reruntuhan bangunan, jembatan baja dan beton, aliran sungai di

tengah ngarai, dan keseluruhan kota. Angle ini direkam dengan durasi yang relatif lebih lama

dan dipadukan dengan pergerakan tokoh membuat tokoh terkesan kerdil dan terhimpit.

Page 8: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 8/11

Editing

Secara konseptual, editing didefinisikan Barsam dan Monahan (2010) sebagai proses

kombinasi dan koordinasi potongan-potongan shot  atau pengambilan adegan menjadi

serangkaian cerita film yang menyeluruh. Proses penyuntingan sebuah karya sinematografis

dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyusunan shot serta proses mixing dengan unsur audio. 

Dalam dunia perfilman, dikenal dua pendekatan penyuntingan yang berbeda: kontinuitas

dan diskontinuitas (Barsam & Monahan, 2010).

Film Talentime mengusung pendekatan kontinuitas di dalam plot agar narasi setiap plot

berjalan mengalir serealistis mungkin. Meskipun demikian, karena terdiri dari beberapa plot

yang dibawakan oleh berbagai aktor yang berlainan, perpindahan alur dalam keseluruhan

cerita film ini digabungkan dengan penyuntingan diskontinu sehingga perbedaan plot

terlihat mencolok dan penonton mengalami plot cerita yang melompat-lompat meskipun

secara keseluruhan adalah alur cerita adalah alur maju dengan struktur narasi lima tahap.

Relasi antar shot  dalam film Talentime lebih menekankan pada rhytmic relations dan

temporal relations untuk mengatur kekuatan cerita melalui proporsi setiap shot. Misalnya

hubungan shot  ketika menamplikan plot Melur, berganti pada Hafizh, dan Mahesh, atau

Kahoe. Durasi cerita yang utama ditempatkan pada kisah Melur dan Mahesh serta Hafizh.

Sedangkan  graphical relations terlihat dari konsistensi film ini menyusun komposisi warna,

penataan cahaya gelap-terang, dan fokus, serta pembingkaian (framing) gambar.

Di sisi lain, film Still Life menampilkan pola editing campuran antara kontinu dan diskontinu

(continuity and discontinuity editing). Kontinuitas editing digunakan untuk menggambarkan

perjalanan Shanming dan Shenhong. Relasi yang paling membuat film ini berkelanjutan

adalah  graphical dan spatial relation dengan berpegang pada latar tempat yang semuanya

berada di Kota Fengjie dan cerita Shenhong yang habis seiring dia pergi meninggalkan Kota

Fengjie. Secara ritmis dan temporal, rangkaian shot ini justru tak saling berhubungan, seperti

misalnya cerita yang dibagi menjadi empat babak, yaitu tobacco, liquor, tea, dan toffee, di

mana hanya satu babak yang menceritakan Shenhong (tea). Karena direkam dengan single-

shot, maka continuity editing film ini tidak banyak memakai teknik cutting. Kontinuitas editing

 juga dihasilkan dari adanya elemen-elemen science-fiction seperti piring terbang yang

menghubungkan perpindahan plot Shanming ke Shen Hong.

Page 9: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 9/11

.Sound 

Dalam film, sound  dipahamai sebagai segala bentuk elemen audio yang digunakan dalam

film untuk menyampaikan sebuah makna yang terkait dengan film tersebut (Bordwell dan

Thompson, 2008). Oleh karena itulah, sound  dipandang sebagai salah satu elemen bahasa

sinematik. Berdasarkan sumbernya, sound dalam film dibagi menjadi dua jenis: diegetic atau

yang berasal dari apa yang ditampilkan dalam film dan non-diegetic atau sound yang berasal

dari luar tampilan film tersebut. Sedangkan berdasarkan tipe suaranya, sound dikategorikan

menjadi empat: vocal, environmental, music, dan silence (Barsam dan Monaham, 2010).

Film Talentime merupakan film yang cukup banyak memakai sound  untuk memproduksi

makna dalam film karena sound  pun termasuk salah satu elemen kuat yang membentuk

narasi dan menghasilkan suasana baik dari segi emosional maupun psikologis. Sound  juga

menjadi bagian utama dari kisah ajang pencarian bakat yang menampilkan berbagai jenis

musik. Film ini menggunakan diegetic maupun nondiegetic sound. Suara diegetic misalnya

lagu-lagu yang dimainkan oleh Hafizh saat audisi dan saat pertunjukan Talentime yang juga

mengiringi adegan-adegan lain yang ditampilkan yaitu adegan keluarga Melur, adegan yang

memperlihatkan ibunya yang sakit, serta adegan di mana Hafizh mendapati ibunya

meninggal. Selain terdapat juga musik iringan piano yang dimainkan Melur yang

membangun suasana perasaannnya pada Mahesh. Sedangkan non-diegetic sound  berupa

melodi-melodi yang terdengar saat opening yang memperlihatkan potongan-potongan

gambar latar sekolah. Ada pula suatu adegan yang menampilkan seorang penari India di atas

panggung Talentime dengan iringan lagu India dengan melodi sendu untuk membangun

suasana yang menandakan puncak cerita ketika Mahesh dilarang berhubungan dengan

Menur dan ketika detik-detik menjelang kepergian ibu Hafizh.

Dalam film Still Life, suara tak banyak digunakan untuk membangun efek emosional maupun

psikologis seperti film Talentime. Peran sound dalam film Still Life adalah sebagai bagian dari

cerita atau diegeitc sound  seperti lagu lama yang disenandungkan oleh seorang anak kecil

ketika melihat keluar jendela apartemen tua tempat Shanming tinggal di Fengjie atau lagu

yang dinyanyikan oleh penyayi di pentas hiburan para pekerja demolisi. Selebihnya, sound 

dalam film ini cenderung merupakan environmental sound atau suara-suara yang ebrasal dari

lingkungan, seperti deru angin, dedaunan, maupun suara kapal yang menyusuri sungai.

Page 10: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 10/11

Tabel Perbandingan Bahasa Film “Talentime” dan “Still Life”  

No. Bahasa Film Talentime Still Life

1. Mise-en-Scéne

Setting

Costume

Lighting & Color

Composition 

Ditunjukkan melalui bahasapercapakan, kostum, properti,

bangunan, dan fisik aktor.

Menunjukkan latar tempat dan

konteks budaya

Permainan efek gelap-terang

untuk memfokuskan perhatian

pada tokoh

Proporsional dan fokus pada

tokoh

Ditunjukkan melalui dialogverbal dan gambar latar.

Menunjukkan kondisi sosial

setiap tokoh

Pencahayaan cenderung

natural dan realis meskipun

terdapat elemn-elemn abstrak

Abstrak dan fokus pada latar

2. Cinematography  

Shot-size

Camera angle

Multiple shot , Medium close-up

shot karena lebih menyorot

pada tokoh

Perspektif mata manusia,

interaksi tokoh digambarkan

dari dua arah (dari depan)

Single shot, Banyak long-shot

dan lebih banyak

menggambarkan latar

Perspektif burung dan katak

untuk menunjukkan latar.

Tokoh digambarkan dari satu

arah samping saja

3. Editing 

Continuity

Discontinuity

Cross-cut, 180 derajat, eye-line

match. Menekankan rhytmic dan

temporal relations

Peripndahan plot dan shot 

dengan montage,  graphic match.

Master shot  (krn single shot ),

Hubungan terletak pada

 graphical dan spatial relations

Perpindahan shot  dengan

waktu dan ritme diskontinu

4. Sound 

Sound Effect

Music

Degetic/Non-

degetic

Melodi dan instrumen musik.

Berfungsi mendukung narasi dan

menghasilkan efek emosional

Instrumental maupun vocal.

Bagian dari cerita dan

mengiringi adegan

Baik diegetic maupun non-

diegetic

Environmental sound untuk

menampilkan kesan yang

benar-benar realistis

Vocal sebagai bagian dari

pengadeganan (tidak untuk

mengiringi adegan lain)

Hanya diegetic 

Page 11: Review Komparasi Film Talentime dan Still Life

5/17/2018 Review Komparasi Film Talentime dan Still Life - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/review-komparasi-film-talentime-dan-still-life 11/11

DAFTAR REFERENSI 

Barsam, Richard dan Monahan, David. (2010). Looking at Movies: Introduction to Film. New

York: WW Norton & Company.

Brodwell, David dan Thompson, Kristin. (2008). Film Art: An Introduction. New York: McGraw

Hill.

Johnston, Ian. (2007). Looking at Jia Zhang Ke’ s Recent Masterpiece, diunduh dari

http://www.brightlightsfilm.com/58/58stilllife.php pada 2 November 2011 Pukul 12.43

Nowell-Smith, Geoffrey (Ed.). (1996). The Oxforld History of World Cinema. New York: Oxford

University Press, Inc.

Penley, Constances. (1975). “Film Language  by Christian Metz Semiology‟s Radical

Possibilities” dalam Jump Cut: A Review of Contemporary Media Vol. 5, 2004, pp. 18-19.