review interaksi protein whey dan polifenol

12
Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIIIWebinar: Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan PanganFakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3 530 REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL Abdul Manab* 1 , Premy Puspita Rahayu 1 dan Winda Fransisca Saragih 1,2 1 Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya 2 Mahasiswa Pasca Sarjana, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya *Korespondensi email: [email protected] Abstrak. Sifat functional dan fisikokimia protein whey dan senyawa polifenol dari tanaman khususnya teh hijau and kako menjadi perhatian para peneliti. Protein whey memiliki interaksi yang kuat dengan senyawa polifenol dan membentuk kompleks yang kuat sehingga berpengaruh ke sifat kelarutan, bioavaibilitas dan stabilitasnya terhadap panas. Tujuan penulisan review ini untuk mendeskripsikan mekanisme interaksi antara protein whey dengan polifenol yang perlu dideskripsikan untuk memahami pengaruhnya terhadap sifat fungsional kompleks protein whey dan polifenol. Interaksi nonkovalen antara protein whey dan polifenol diinvestigasi menggunakan spektroskop dan molecular docking. Polifenol dan protein bereaksi melalui interaksi kovalen dan nonkovalen. Interaksi kovalen terjadi antara radikal atau quinon yang dihasilkan melalui oksidasi polifenol dan rantai sisi asam amino dari protein. Pada interaksi nonkovalen, polifenol umumnya terikat ke protein melalui interaksi hidrofobik, van der walls dan ikatan hidrogen. Interaksi nonkovalen dapat memicu perubahan konformasi parsial pada struktur sekunder protein, meningkatkan kadar αhelik namun menurunkan βsheet, random coil dan struktur lainnya, sehingga kompleks tersebut dapat meningkatkan stabilitas thermal. Secara umum, mekanisme interaksi antara komponen protein whey (αlaktalbumin, βlaktoglobulin, bovine serum albumin) dan polifenol memiliki perbedaan terkait perbedaan struktur, sehingga mempengaruhi sifat functional dan fisikokimia protein whey. Kata kunci: protein whey, polifenol, interaksi Abstract. Increasing attention some researchers on functional and physicochemical properties of whey protein and polyphenol substances from plant resources, especially green tea and cocoa, increase the study of whey protein and polyphenol interaction. Whey protein have strong interaction with polyphenol substances and form the strong complex that affect the solubility, stability on thermal and bioavaibility. The purpose of thir review was to describe the mechanism of whey protein and polyphenol interaction to understood the interaction on functional properties of whey protein and polyphenol. Covalent and Non-covalent interaction between whey protein and polyphenol was observed using spectroscopy and molecular docking. Reaction between whey protein and polyphenol via covalent and non-covalent interaction. Covalent interaction between radical and quinon that produced from polyphenol oxidation and side chain of amino acid from protein. On non-covalent interaction, polyphenol bind to whey protein as hydrophobic interaction, van der walls and hydrogen bond. Non-covalent interaction induce partial conformation changes on secunder structure of protein, increase α-helic, but decrease β-sheet, random coil and other structure, thus the complex increase thermal stability. The mechanism of whey protein (α-lactalbumin, β-lactoglobulin, bovine serum albumin) and polyphenol interaction was different, due to the different of structure, thus it affect the functional and physicochemical properties of whey protein. Keyword: whey protein, polyphenol, interaction PENDAHULUAN Senyawa fenol mendapatkan banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejumlah bioaktifnya, sebagai antiinflamasi, antikanker, antioksidan dan antialergi (Beara et al, 2012; Zhu et al., 2014; Abd-ElSalam et al., 2016) yang banyak ditemukan di daun teh, sayuran dan buah-buahan (Kojima et al., 2000; Harnly et al., 2007). Polifenol dari tanaman pangan meliputi asam fenolik, flavonoid, tannin dan antosianin merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan di teh, apel dan anggur (Hanhineva et al., 2014; Myint et al., 2020). Selain aktifitas bioaktifitasnya, fenol juga bisa

Upload: others

Post on 03-Dec-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

530

REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Abdul Manab*1, Premy Puspita Rahayu1 dan Winda Fransisca Saragih1,2

1 Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya 2 Mahasiswa Pasca Sarjana, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

*Korespondensi email: [email protected]

Abstrak. Sifat functional dan fisikokimia protein whey dan senyawa polifenol dari tanaman

khususnya teh hijau and kako menjadi perhatian para peneliti. Protein whey memiliki interaksi yang

kuat dengan senyawa polifenol dan membentuk kompleks yang kuat sehingga berpengaruh ke sifat

kelarutan, bioavaibilitas dan stabilitasnya terhadap panas. Tujuan penulisan review ini untuk

mendeskripsikan mekanisme interaksi antara protein whey dengan polifenol yang perlu dideskripsikan

untuk memahami pengaruhnya terhadap sifat fungsional kompleks protein whey dan polifenol.

Interaksi nonkovalen antara protein whey dan polifenol diinvestigasi menggunakan spektroskop dan

molecular docking. Polifenol dan protein bereaksi melalui interaksi kovalen dan nonkovalen. Interaksi

kovalen terjadi antara radikal atau quinon yang dihasilkan melalui oksidasi polifenol dan rantai sisi

asam amino dari protein. Pada interaksi nonkovalen, polifenol umumnya terikat ke protein melalui

interaksi hidrofobik, van der walls dan ikatan hidrogen. Interaksi nonkovalen dapat memicu perubahan

konformasi parsial pada struktur sekunder protein, meningkatkan kadar αhelik namun menurunkan

βsheet, random coil dan struktur lainnya, sehingga kompleks tersebut dapat meningkatkan stabilitas

thermal. Secara umum, mekanisme interaksi antara komponen protein whey (αlaktalbumin,

βlaktoglobulin, bovine serum albumin) dan polifenol memiliki perbedaan terkait perbedaan struktur,

sehingga mempengaruhi sifat functional dan fisikokimia protein whey.

Kata kunci: protein whey, polifenol, interaksi

Abstract. Increasing attention some researchers on functional and physicochemical properties of whey

protein and polyphenol substances from plant resources, especially green tea and cocoa, increase the

study of whey protein and polyphenol interaction. Whey protein have strong interaction with

polyphenol substances and form the strong complex that affect the solubility, stability on thermal and

bioavaibility. The purpose of thir review was to describe the mechanism of whey protein and

polyphenol interaction to understood the interaction on functional properties of whey protein and

polyphenol. Covalent and Non-covalent interaction between whey protein and polyphenol was

observed using spectroscopy and molecular docking. Reaction between whey protein and polyphenol

via covalent and non-covalent interaction. Covalent interaction between radical and quinon that

produced from polyphenol oxidation and side chain of amino acid from protein. On non-covalent

interaction, polyphenol bind to whey protein as hydrophobic interaction, van der walls and hydrogen

bond. Non-covalent interaction induce partial conformation changes on secunder structure of protein,

increase α-helic, but decrease β-sheet, random coil and other structure, thus the complex increase

thermal stability. The mechanism of whey protein (α-lactalbumin, β-lactoglobulin, bovine serum

albumin) and polyphenol interaction was different, due to the different of structure, thus it affect the

functional and physicochemical properties of whey protein.

Keyword: whey protein, polyphenol, interaction

PENDAHULUAN

Senyawa fenol mendapatkan banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejumlah

bioaktifnya, sebagai antiinflamasi, antikanker, antioksidan dan antialergi (Beara et al, 2012; Zhu et al.,

2014; Abd-ElSalam et al., 2016) yang banyak ditemukan di daun teh, sayuran dan buah-buahan

(Kojima et al., 2000; Harnly et al., 2007). Polifenol dari tanaman pangan meliputi asam fenolik,

flavonoid, tannin dan antosianin merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan di teh, apel

dan anggur (Hanhineva et al., 2014; Myint et al., 2020). Selain aktifitas bioaktifitasnya, fenol juga bisa

Page 2: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

531

memperbaiki sifat fungsional protein melalui interaksinya dengan protein, sehingga dapat

memperbaiki kapasitas emulsi (Berton-Carabin et al., 2013; Wang et al., 2014) dan stabilitas buih

(Schneider et al., 2016).

Protein whey merupakan hasil samping dari industri keju, yang banyak mengandung protein berupa

α-laktalbumin, β-laktoglobulin dan bovine serum albumin (BSA) yang memiliki sifat mudah

terdenaturasi oleh panas sehingga bisa mempengaruhi sifat fisikokimia dan sifat fungsionalnya.

Penambahan polifenol ke protein whey diharapkan dapat menstabilkan struktur protein whey sehingga

dapat menstabilkan sifat fisikokimia dan sifat fungsionalnya. Untuk mengkaji perubahan yang terjadi

pada protein whey yang ditambah polifenol bisa diinvestigasi menggunakan spektrometri, yaitu FTIR

dan spektrofotometer fluorescence atau menggunakan simulasi komputasi dengan molecular docking.

Polifenol

Senyawa fenol struktur kimianya berupa gugus hidroksil yang terikat ke cincin aromatik

(Rodriguez et al., 2015). Senyawa fenol secara alami terdapat di tanaman sebagai metabolit sekunder.

Fenol diklasifikasikan sebagai flavonoid, asam fenolik, lignan dan stlben berdasarkan gugus hidroksil,

gugus karboksil dan sejumlah cincin aromatik (Naseri et al., 2018). Fenol dikarakterisasi melalui

kemampuannya mengikat dan membentuk kompleks dengan protein yang berpengaruh terhadap

kelarutan, bioavaibilitas dan stabilitas thermal. Interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen berperan

penting dalam interaksi protein whey dengan fenol yang berpengaruh terhadap kelarutan koloid,

aggregasi dan presisiptasi (Jauregi et al., 2021).

Teh (Camellia sinensis) banyak mengandung polifenol, utamanya katekin yang merupakan 85%

polifenol yang ada di teh (Ferruzzi, 2010). Epigalokatekin-3-galat (EGCG) merupakan katekin yang

paling aktif secara biologis (Kim et al., 2014), Bioavaibilitas dan stabilitas EGCG dapat diperbaiki

melalui kompleksasi dengan protein. Diantara katekin teh, EGCG memiliki afinitas pengikatan paling

tinggi ke protein whey terkait gugus fungsional galloyl dengan sisi pengikatan peptida multiple, dapat

membentuk interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen dengan protein (Kanakis et al., 2011).. Interaksi

EGCG dengan protein susu merupakan faktor kritis yang menentukan bioavaibilitas dan bioaktifitas

EGCG.

Ekstraksi fenol dari teh hijau menggunakan microwave assisted extraction (MAE) menghasilkan

fenol berkisar antara 0,37 - 0,45 (mg/g) (Rahayu et al., 2015). Ekstraksi fenol dari kulit kakao

menggunakan microwave assisted extraction (MAE) menghasilkan fenol berkisar antara 6,71-8,65 mg

GAE/mL serta menghasilkan katekin berkisar 47,80 – 51,03 μg/mL (Rahayu et al., 2019). Biji kakao

banyak mengandung polifenol, sekitar 10% dari berat kering biji kakao (Gallo et al., 2013)

Protein Whey

WPI utamanya tersusun atas β-laktoglobulin (75,7%) dan α-laktalbumin (14,7%) (Keppler et al.,

2017). β-lg merupakan komponen utama WPI, mengandung 162 residu asam amino, berat molekul

sekitar 18,4 kDa dan dapat mengikat molekul hidrofobik (Kontopidis et al.,2004). Exchange sulfhidril-

Page 3: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

532

disulfida pada dimer β-laktoglobulin terjadi jika β-laktoglobulin terdisosiasi menjadi monomer

sehingga 2 gugus sulfhidril (SH) terekspos. Gugus SH pada dimer β-laktoglobulin, Bahan pemblokir

gugus SH dapat mempengaruhi gelasi thermal dan teksturisasi β-laktoglobulin (Hoffman MAM and

Van Mil PJJM, 1997). Exchange disulfida (SH) dapat menstabilkan adsorbsi film β-laktoglobulin, dan

sifat ini sangat penting bagi sifat fungsional permukaan seperti emulsifikasi dan foaming

(Courthaudon et al, 1991; McClements et al., 1993). Aktifasi gugus SH dapat mempengaruhi

konformasi protein, pengontrolan konformasi reaktifitas gugus SH mudah dipahami jika gugus

tersebut dilingkupi oleh protein alami. Gugus SH yang terekspos dapat meningkatkan efek antioksidan

β-laktoglobulin terhadap oksidasi asam linoleat (Taylor and Richardson, 1980; Moller et al., 1998).

βLaktoglobulin (βlg) pada pH netral ada dalam bentuk campuran monomer dan dimer, rasio

equilibriumnya tergantung pada konstanta penggabungan dimer dan kadar protein. Setiap monomer

terdiri dari 162 residu asam amino dengan berat molekul 18 kDa (Qin et al., 1998). βLaktoglobulin

memiliki afinitas yang kuat terhadap berbagai senyawa hidrofob dan amfifilik (Liang & Subirade,

2010). Senyawa polifenol menunjukkan interaksi yang kuat dengan protein globuler (Liang & Xu,

2003). Kompleksasi polifenol akan menstabilkan stabilitas dan konformasi protein susu (Aguie-

Beghin, et al., 2008).

Salah satu karakteristik β-laktoglobulin adalah kemampuannya mengikat molekul hidrofobik dan

dapat bereaksi dengan polifenol teh (Kanakis et al., 2011) dan membentuk kompleks dengan

polifenol tertentu (von Staszewski et al., 2011). Denaturasi β-laktoglobulin menggunakan panas dapat

membentuk nanopartikel dengan ukuran 200-300 nm. Interaksi antara protein whey dengan polifenol

(resveratrol) dapat meingkatkan kelarutan dan stabilitas protein whey (Jauregi et al., 2021)

α-Laktalbumin (α-la) merupakan salah satu protein globuler yang ditemukan dalam susu sapi dan

air susu ibu (ASI). α-La merupakan protein utama kedua di whey susu sapi, berkisar 20-25%.

Sementara di ASI, α-la merupakan protein utama, jumlahnya sekitar 74%. α-La sapi ada dalam bentuk

protein pengikat Ca2+ rantai tunggal, tersusun dari 123 asam amino esensial dan asam amino yang

memiliki rantai bercabang. Terminal NH2 berupa asam glutamat, sedangkan Terminal-COOH berupa

leusin, tidak memiliki gugus thiol bebas dan memiliki 4 ikatan disulfida. α-La relatif kecil molekulnya

dengan berat molekul sekitar 14070 di ASI dan 14178 di susu sapi, relatif banyak mengandung asam

amino esensial, yaitu triptofan, lisin dan sistein (Appel et al., 1994), Titik isoelektrik pada pH 4,2-4,6

dengan kelarutan di air yang tinggi (Tolkach et al., 2005). α-La relatif stabil terhadap panas jika terikat

ke Ca dibandingkan dengan protein whey lainnya dan kemungkinan terglikolisasi dengan manosa,

galaktosa, fruktosa, glukosa dan laktosa. Sifat penting dari αlaktalbumin adalah kemampuannya untuk

berinteraksi dengan senyawa hidrofobik seperti peptida hidrofobik, membran lipid dan asam lemak

(Barbana and others 2006). Sifat ini sangat penting terkait proses pemurnian α-la (Conrado and others

2005; Tolkach and Kulozik 2005). Sifat fungsional α-la terkait dengan kandungan asam amino

triptofan yang tinggi (Beulens et al., 2004).

Page 4: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

533

Protein susu dapat berperan sebagai delivery vehicle untuk senyawa bioaktif, seperti polifenol,

melalui interaksi nonkovalen. Senyawa fenol bisa berinteraksi dengan protein susu seperti kasein,

bovine serum albumin, α-laktalbumin dan β-laktoglobulin (Ozdal et al., 2013). α-Laktalbumin dalam

bentuk apo-nya memiliki kemampuan berinteraksi dengan senyawa hidrofobik seperti retinol (Livney,

2010), vitamin D3 (Delavari et al., 2015), peptida hidrofobik, asam lemak (Barbana et al., 2006;

Kehoe & Brodkorb, 2014). Protein whey memiliki sifat kelarutan yang tinggi di air, interaksi yang

tinggi dengan polifenol. β-Laktoglobulin menunjukkan interaksi yang kuat dengan polifenol,

membentuk nanopartikel-laktoglobulin–polifenol dengan ukuran 200-300 nm dengan sifat koloid yang

stabil (Jauregi et al., 2021).

Interaksi Protein Whey-Polifenol

Polifenol seringkali bereaksi dengan komponen makanan seperti dengan protein selama

pengolahan, transportasi dan penyimpanan, yang dapat mempengaruhi struktur, fungsi dan nilai gizi

protein serta mempengaruhi stabilitas penyimpanan, bioavaibilitas dan pelepasan polifenol. Polifenol

secara umum bereaksi dengan protein globuler dan dapat merubah struktur dan konformasi protein.

Afinitas pengikatannya tergantung pada ukuran molekul polifenol; semakin besar ukuran molekul

polifenol, semakin besar tendensinya membentuk kompleks dengan protein (De Freitas and Mateus,

2001).

Polifenol dan protein bereaksi melalui interaksi kovalen dan nonkovalen. Interaksi kovalen terjadi

antara radikal atau quinon yang dihasilkan melalui oksidasi polifenol dan rantai sisi asam amino dari

protein (Ali et al, 2018). Pada interaksi nonkovalen, polifenol umumnya terikat ke protein melalui

interaksi hidrofobik, van der walls dan ikatan hidrogen. Interaksi nonkovalen dapat memicu perubahan

konformasi parsial pada struktur sekunder protein, meningkatkan kadar αhelik namun menurunkan

βsheet, random coil dan struktur lainnya, sehingga kompleks tersebut dapat meningkatkan stabilitas

thermalnya (Jia et al., 2017).

Kompleksasi nonkovalen dan konjugasi kovalen merupakan mekanisme dasar bagi komponen

individu protein whey dan polifenol. Sejumlah asam amino (khususnya prolin), gugus –SH, gugus S-

S, berat molekul, konformasi dan struktur digunakan sebagai dasar untuk menentukan interaksi protein

whey dengan polifenol (Ranadheera, et al., 2016). Interaksi secara fisik (nonkovalen), termasuk daya

elektrostatik, interaksi hidrofobik, Van der Waals dan ikatan hidrogen, terjadi secara spontan dan

membentuk kompleks lemah yang bersifat reversible. Sedangkan ikatan kovalen, jarang terjadi,

namun hasil pembentukan kojugat bersifat stabil dan bersifat irreversibel (Le Bourvellec and

Renard, 2012; Liu et al., 2019).

Interaksi nonkovalen antara tiga protein whey: β-laktoglobulin (β-Lg), α-laktalbumin (α-La) dan

bovine serum albumin (BSA) dengan polifenol (asam klorogenik) diinvestigasi menggunakan analisis

spektroskopi dan molecular docking. Jumlah pengikatan untuk tiga protein tersebut dan afinitas

pengikatan menurun secara berurutan: α-La > β-Lg > BSA. Parameter thermodinamis menunjukkan

Page 5: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

534

peran daya hidrofobik dalam tiga sistem tersebut. Pengukuran Fluorescence resonance energy transfer

(FRET) mengindikasikan bahwa terjadi transfer energi diantara tiga protein dan asam klorogenik,

secara berurutan α-La > BSA > β-Lg. Variasi muatan permukaan mengindikasikan adanya keterlibatan

interaksi elektrostatik. Hidrofobisitas permukaan berkurang secara berurutan α-La > β-Lg > BSA.

Kajian modelling menyatakan bahwa sisi pengikatan yang paling memungkinkan untuk tiga protein

tersebut ada pada permukaannya. Hasil docking menunjukkan bahwa ada dugaan peran interaksi

hidrofobik dan ikatan hidrogen (β-Lg, α-La) untuk pembentukan komplek nano molekuler diantara

protein whey dan asam klorogenik (Zhang et al, 2021)

Pengikatan EGCG ke α-laktalbumin mengakibatkan perubahan konformasi α-laktalbumin yang

menginduksi transisi α-helix ke struktur β (Al-Hanish et al., 2016). EGCG dapat berinteraksi dengan

α-laktalbumin dan membentuk komplek nonkovalen yang stabil melalui interaksi nonkovalen (Wang

et al., 2014). Interaksi nonkovalen, afinitas pengikatan dan sisi pengikatan, antara α-laktalbumin dan

EGCG dikaji menggunakan fourier transform infrared spectroscopy (FTIR), isothermal titration

calorimetry (ITC), and molecular docking simulations (Zhang et al., 2021). Ikatan kovalen EGCG ke

WPI yang dimodulasi oleh pH basa dapat meningkatkan foaming protein dan sifat pengemulsi WPI

(Jia et al 2016).

Ekstrak Teh hijau (GTE) banyak mengandung polifenol epigalokatekin galat (EGCG), 20-48%

EGCG dalam GTE bereaksi dengan Whey Protein Isolate (WPI) (Carson et al., 2019). Untuk

meningkatkan stabilitas EGCG, umumnya dikombinasikan dengan protein carrier seperti β-

laktoglobulin (βLG) (Keppler et al., 2015). Komposisi katekin GTE (>95% polifenol) berupa EGCG,

EGC, ECG, and EC dan utamanya EGCG (88%). Kombinasi GTE (EGCG dan ECG) dan WPI

menghasilkan interaksi nonkovalen (Carson et al., 2019). EGCG dan ECG bereaksi sangat kuat

dengan protein [Bohin et al.,2012), terkait sifat reaksi nonkovalen, katekin terikat ke protein selalu

dalam equilibrium dengan katekin tak terikat (Carson et al., 2019).

Kompleks polifenol-protein yang terbentuk antara protein dengan epikatekin dan epigalokatekin

lebih stabil daripada katekin. Ikatan hidrogen terbentuk antara C, EC dan ECGC dan berbagai residu

asam amino yang menstabilkan kompleks polifenol-protein (Kanakis et al., 2011). Pengikatan

polifenol ke βlaktoglobulin meningkat dengan meningkatnya gugus OH secara berurutan EGCG >

ECG > EC > C. Baik interaksi hidrofobik dan hidrofilik ditemukan dalam kompleksasi polifenol-

βlaktoglobulin. Pengikatan polifenol merubah struktur sekunder protein dengan meningkatnya β-sheet

and α-helix, yang memicu stabilisasi struktur protein (Kanakis et al., 2011).

Secara umum, ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik merupakan dua daya nonkovalen yang

membentuk interaksi protein-fenol (Jia et al., 2017), interaksi antara dua polifenol (quercetin dan

polifenol teh hijau) dan αlaktalbumin utamanya melalui interaksi hidrofobik (Wang and Wang, 2015;

AlHanish et al., 2016). Ketika molekul polofenol berinteraksi dengan WPI, maka hidrasi hidrofobik

WPI rusak, selanjutnya molekul air yang terikat lepas ke dalam medium dan menjadi molekul air

bebas (Li et al., 2013)

Page 6: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

535

Ikatan kovalen dan interaksi nonkovalen merupakan dua mekanisme dasar perubahan protein oleh

senyawa fenol (Ozdal et al., 2013). Ikatan kovalen bersifat kuat dan bersifat irreversibel. Suhu dan

pH merupakan faktor kritis yang mempengaruhi interaksi protein-fenol (Rawel et al., 2002;

Shpigelman et al., 2010). Kondisi keasaman spesifik, contohnya pH alkali, dapat mempengaruhi

tingkat pengikatan, pembentukan ikatan kovalen dan interaksi nonkovalen melalui induksi radikal

atau quinon dari autooksidasi (Mori et al., 2007; Schwartz et al., 2008). Ikatan kovalen EGCG ke WPI

yang dimodulasi alkali dapat meningkatkan foaming protein dan sifat emulsi WPI (Jia et al., 2016).

Namun, suhu tinggi dan pH alkali dapat merusak stabilitas senyawa fenol (Schwartz et al., 2008).

Asam galat (GA) dan EGCG interaktif dengan WPI pada pH netral dan asam dan pada suhu ruang.

GA dan EGCG memodifikasi struktur protein, mengikat komponen WPI (Cao and Xiong, 2017).

Suhu dan pH merupakan dua faktor kritis yang mempengaruhi interaksi protein-fenol, pada pH basa

dapat mempengaruhi pengikatan, pembentukan ikatan kovalen dan interaksi nonkovalen yang

diinduksi oleh radikal dan quinon dari autooksidasi (Mori et al, 2007; Schwartz et al., 2008).

Protein whey tetap terlarut selama presipitasi kasein pada pH 4,4-4,6. Jadi, penurunan kelarutan

protein whey pada kisaran pH tersebut digunakan untuk menguji tingkat denaturasi protein whey. α-

Laktalbumin mengalami penurunan kelarutan sampai sekitar 20% pada pH 4,4-4,6 yang

mengindikasikan terjadinya denaturasi terkait modifikasi, sedangkan PPO-βlaktoglobulin

menunjukkan penurunan kelarutan pada kisaran pH 2 dan 5. Emulsi minyak dalam air pada sampel

βlaktoglobulin termodifikasi melalui penambahan QCA tidak banyak berubah (Ali et al, 2013).

Sampel βlaktoglobulin yang dimodifikasi dengan PPO (PPO- βlaktoglobulin) memiliki sifat lebih

tahan terhadap panas. Protein yang dimodifikasi dengan fenol masih dapat didegradasi dengan enzim

proteolitik Reaksi yang dimodulasi oleh PPO/CQA dapat memperbaiki stabilitas emulsi protein dan

meningkatkan bioavaibilitas senyawa bioaktif (Ali et al, 2013).

Interaksi protein-polifenol menunjukkan bahwa reaktifitas utama β-laktoglobulin (β-Lg) terhadap

polifenol kakao (katekin dan epikatekin). Pembentukan kompleks protein-polifenol, terutama β-Lg

dan polifenol kakao, melalui ikatan kovalen gugus SH-bebas dari residu sistein bebas dari β-Lg dan

melalui interaksi nonkovalen. αLaktalbumin tidak menunjukkan adanya reaktifitas dengan katekin

dan epikatekin (Gallo et al., 2013).

βLaktoglobulin yang memiliki gugus hidrofob lebih banyak memiliki afinitas ke polifenol daripada

αlaktalbumin yang memiliki gugus hidrofob lebih sedikit, sementara βlaktoglobulin memiliki sisi

pengikatan yang sangat mirip ke dua polifenol (galangin dan genistein). Polifenol kemungkinan

memiliki interaksi nonkovalen yang berbeda dengan protein, tergantung pada struktur polifenol dan

hidrofobisitas protein (Ma and Zhao, 2019). Kantong hidrofobik dari βlaktoglobulin ke galangin dan

genestein hanya berbeda di residu satu asam amino (lys-77 vs Gln-13). Baik galangin maupun

genestein terikat ke βlaktoglobulin melalui sisi pengikatan yang sangat mirip. Namun, αlaktalbumin

memiliki sisi pengikatan yang berbeda ke galangin dan genestein. βLaktoglobulin memiliki energi

interaksi yang lebih tinggi daripada αlaktalbumin jika kedua protein tersebut didocking dengan

Page 7: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

536

molekul polifenol yang sama. Beberapa residu asam amino hidrofobik dalam molekul protein

memberikan stabilisasi kompleks protein-polifenol, melalui interaksi hidrofobik. Interaksi hidrofobik

memiliki peran penting dalam pembentukan kompleks protein-polifenol (Ma and Zhao, 2019).

Interaksi nonkovalen antara WPI dan dua polifenol (galangin dan genistein) mengakibatkan

perubahan struktur sekunder, interaksi hidrofobik merupakan daya pengikat yang utama (Ma and

Zhao, 2019). βLaktoglobulin memiliki afinitas yang lebih tinggi ke polifenol (galangin dan genistein)

dibandingkan dengan α-laktalbumin, diduga terkait hidrofobisitas, βlaktoglobulin memiliki nilai

hidrofobisitas 5,1 kJ/residu sementara α-laktalbumin 4,7 kJ/residu (Fox and Mcsweeney, 1998). Jika

lima polifenol terikat ke βlaktoglobulin, menujukkan sisi pengikatan yang berbeda (Kanakis et al.,

2011; Sahihi and Ghayeb, 2014).

Baik galangin dan genistein berinteraksi secara nonkovalen dengan WPI utamanya melalui

interaksi hidrofobik yang memicu perubahan konformasi sekunder protein dalam WPI. Kedua

polifenol tersebut terikat sisi yang sama di βlaktoglobulin namun terikat pada sisi yang berbeda di

αlaktalbumin (Ma and Zhao, 2019).

Molecular Docking Protein Whey-Polifenol

Pengikatan EGCG ke α-laktalbumin mengakibatkan perubahan struktur sekunder protein dengan

ditandainya adanya perubahan transisi dari α ke β. Interaksi antara EGCG dengan α-laktalbumin

mengakibatkan terjadinya penurunan intensitas band, yang mengindikasikan bahwa EGCG

menginduksi perubahan struktur helix, kadar α-helix mengalami penurunan dari 31,7% menjadi

24,1%, βsheet meningkat dari 38,7% menjadi 46,7%. EGCG menginduksi terjadinya perubahan

bentuk band amida I, yang mengindikasikan bahwa struktur sekunder α-laktalbumin mengalami

perubahan selama pengikatan EGCG. (Al-Hanish et al., 2016). Pengikatan EGCG tidak merubah

struktur utama protein, hanya struktur sekunder yang mengalami rearragemen (Al-Hanish et al., 2016).

Simulasi molecular docking mengindikasikan eksistensi sisi afinitas pengikatan EGCG yang terletak

di sisi masuk antara domain yang kaya α-helix dan β-sheet (Al-Hanish et al., 2016).

Energi pengikatan untuk α-laktalbumin alami sebesar 28,4 kJ/mol dan 30,1 kJ/mol untuk α-

laktalbumin rekombinan. Pengikatan EGCG ke sisi pengikatan didominasi utamanya oleh ikatan

hidrogen dan interaksi hidrofobik. Pada struktur protein α-laktalbumin alami, ada dua gugus hidroksil

dari cincin trihidroksifenil dari molekul EGCG yang membentuk ikatan hidrogen dengan backbone

gugus CO dari rantai sisi Gln54 dan Trp104 (Gambar 3C). Kemungkinan juga ada interaksi O-H.....π

antara gugus hidroksi ketiga dan cicncin aromatik dari Tyr103. Cincin trihidroksibenzoat dari molekul

EGCG dapat membentuk ikatan hidrogen dengan rantai sisi Glu49 dan Asn44 dan backbone gugus

CO dari Tyr103. Atom nitrogen dari cincin imidazole dari His32 dihubungkan dengan ikatan hidrogen

ke gugus hidroksi dari cincin dihidroksibenzopiran dari molekul EGCG (Al-Hanish et al., 2016).

Simulasi docking pada struktur αLA rekombinan menghasilkan perbedaan orientasi EGCG dalam

sisi pengikatan yang sama. Rantai sisi EGCG dari glu49 terlibat dalam ikatan hidrogen dengan gugus

Page 8: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

537

hidroksil baik dari gugus trihidroksibenzoat dan trihidroksifenil dari molekul EGCG. Rantai sisi

Tyr103 dan Trp104 terikat ke gugus hidroksi trihidroksibenzoat, Gln54 ke salah satu gugus hidroksi

trihidroksifenil dan His32 ke dihidrobenzopiran. Asam amino lainnya ditemukan ada di sisi

pengikatan, yang beinteraksi melalui Van der Walls dengan molekul EGCG adalah Thr33, Phe53,

Leu105 dand Ala106 (Al-Hanish et al., 2016).

Struktur αLA mengandung dua inti hidrofobik dalam struktur alaminya. Inti hidrofobik pertama

terbentuk oleh Phe31, His32, Gln117 dan Trp118 from helix 2 dan 3/10 helix h3c (aromatic cluster I),

Inti hidrofobik kedua, aromatic cluster II disebut juga sebagai “kotak hidrofobik”, terdiri dari tiga

residu triptofan (Trp26, Trp60 and Trp104), diantara residu lainnya (Phe53, Gln54, dan Tyr103).

EGCG terikat ke residu aromatic cluster II dari α-laktalbumin berinteraksi dengan residu Gln54,

Tyr103, Trp104 dan Phe53 dari inti hidrofobik melalui ikatan hidrogen dan interaksi van der Waals.

Pengikatan senyawa polifenol (resveratrol, curcumin, genistein and kaempferol) ke α-laktalbumin

menunjukkan perbedaan bagian pengikatan ke α-laktalbumin. Sisi pengikatan EGCG mirip, namun

tidak sama. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada sisi pengikatan polifenol yang spesifik dalam α-

laktalbumin. Analisis in silico menunjukkan bahwa α-laktalbumin mengandung paling tidak satu sisi

pengikatan EGCG yang memiliki afinitas tinggi. Sisi afinitas tinggi terletak dalam kantong hidrofobik

pada jalan masuk antara dua domain α-laktalbumin dan termasuk residu dari cluster II aromatik.

Analisis docking menunjukkan bahwa pengikatan EGCG ke α-laktalbumin pada bagian hidrofobik

pada celah masuk diantara domain yang banyak terdapat α-helix dan β-sheet. α-Laktalbumin dapat

berperan sebagai sistem delivery yang sesuai bagi EGCG, dan sesuai untuk fortifikasi makanan yang

mengandung senyawa bioaktif (katekin) (Al-Hanish et al., 2016).

Protein ini memiliki kantong hidrofobik yang terdiri dari 13 residu asam amino yaitu Leu-39, Val-

41, Leu-58, Lys-60, Glu-62, Lys-69, Ile-71, Ile-84, Asp-85, Ala-86, Asn-88, Asn-90, and Met-107

untuk katekin atau 13 residu asam amino lainnya yaitu Pro-38, Leu-39, Val-41, Ile-56, Leu-58, Lys-

60, Lys-69, Ile-71, Ile-84, Asp-85, Asn-90, Phe-105, and Met-107 untuk epikatekin (Kanakis et al.,

2011). Kemungkinan protein whey memiliki sisi pengikatan nonspesifik untuk polifenol (Ma and

Zhao, 2019). Interaksi antara protein dengan molekul kecil dapat menginduksi perubahan konformasi

sekunder (Ma and Zhao, 2019).

Polifenol terikat ke βlaktoglobulin melalui interaksi hidrofilik dan hidrofobik. Jumlah polifenol

yang terikat ke permolekul protein adalah 1,1 (C), 0,9 (EC), 0,9 (ECG) dan 1,3 (EGCG). Molecular

docking menunjukkan peran beberapa residu asam amino dalam kompleksasi polifenol-protein.

βLaktoglobulin mengalami perubahan konformasi dengan adanya polifenol, β-sheet dan α-helix

mengalami peningkatan yang bisa berakibat pada stabilisasi struktur protein (Kanakis et al., 2011).

Sifat Fisikokimia Protein Whey-Polifenol

Protein whey digunakan dalam formulasi makanan karena nilai gizi dan sifat fungsionalnya, seperti

kemampuan foaming, kapasitas emulsi, sifat gel, kelarutan tinggi dan mudah dicerna (Setiowati et al.,

Page 9: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

538

2020). Interaksi protein whey dengan fenol teh hijau menghasilkan stabilitas emulsi berkisar 25,90 –

31,78%, aktifitas emulsi 44,79-46,52 (m2/g) dan foaming berkisar 175-199,67% (Rahayu et al., 2015).

Pembentukan buih dipengaruhi oleh adsorpsi bahan foaming pada interface udara-air dan

kemampuannya menurunkan tegangan permukaan secara cepat (von Staszewski et al., 2014).

Pembentukan nanokompleks βlaktoglobulin dan polifenol teh hijau dapat menurunkan tegangan

permukaan dan elastisitas dilatasi permukaan film dibandingkan hanya βlaktoglobulin (Rodriguez et

al., 2015).

Peran polifenol untuk mencegah pecahnya rongga foam terletak pada interaksi interfacial antara

protein whey dengan polifenol (Rodriguez et al., 2015). Penambahan polifenol ke protein whey dapat

meningkatkan sifat foam dan emulsi, namun film interfacial menjadi mudah rusak. Sifat foam sangat

dikonrol oleh sifat monolayer yang melindungi interface udara-air. Namun, tegangan permukaan tidak

cukup untuk memprediksi sifat foaming, khususnya larutan protein-polifenol yang lebih kompleks

dimana molekul tersebut berinteraksi satu sama lain membentuk karakteristik interfacial yang

kompleks (Rodriguez et al., 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Abd-ElSalam HAH, Al-Ghobashy MA, Al-Shorbagy M, Nassar N, Zaazaa HE, Ibrahim MA.2016.

Correlation of in vivo and in vitro assay results for assessment of free radical scavenging activity of

green tea nutraceuticals. J Food Sci 81:C1707–15.

Aguie-Beghin, V., Sausse, P., Meudec, E., Cheynier, V., and Doullard, R. 2008. Polyphenol–b-casein

complexes at air/water interface and in solution: Effects of polyphenol structure. J. Agric. Food

Chem., 56, 9600–9611.

Al-Hanish, A., D. Stanic-Vucinic, J. Mihailovic, I. Prodic, S. Minic, M. Stojadinovic, M.

Radibratovic, M. Milcic, and T. C. Velickovic, 2016. Noncovalent interactions of bovine a-

lactalbumin with green tea polyphenol, epigalocatechin-3-gallate. Food Hydrocolloids 61: 241-250

Ali, M., Th. Homann, M. Khalil, H-P Kruse, and H. Rawel, 2013. Milk Whey Protein Modification by

Coffee-Specific Phenolics: Effect on Structural and Functional Properties. J. Agric. Food Chem, 61

(28):6911-6920.

Apenten R. K O. and D. Galani, 2000. Protein stability function relations: native β-lactoglobulin

sulphhydryl–disulphide exchange with PDS. J Sci Food Agric 80:447-452

Barbana, C., Perez, M. D., Sanchez, L., Dalgalarrondo, M., Chobert, J. M., and Haertle, T. 2006. Interaction of bovine alpha-lactalbumin with fatty acids as determined by partition equilibrium and fluorescence spectroscopy. International Dairy Journal, 16(1): 18-25.

Beara IN, Lesjak MM, Orcˇic´ DZ, Simin NĐ, Cˇ etojevic´-Simin DD, Bozˇin BN, Mimica-

Dukic´NM. 2012. Comparative analysis of phenolic profile, antioxidant, anti-inflammatory and

cytotoxic activity of two closely-related Plantain species: Plantago altissima L. and Plantago

lanceolata L. LWT-Food Sci Technol 47:64−70.

Berton-Carabin C, Genot C, Gaillard C, Guibert D, Ropers MH. 2013. Design of interfacial films to

control lipid oxidation in oil-in-water emulsions. Food Hydrocolloids 33:99−105.

Bohin M.C., J.P. Vincken, H.T.W.M. van der Hijden, H. Gruppen. 2012. Efficacy of food proteins as

carriers for flavonoids. J Agric Food Chem 60: 4136–4143.

Cao, Y. and Y. L. Xiong, 2017. Interaction of Whey Proteins with Phenolic Derivatives Under Neutral

and Acidic pH Conditions. Journal of Food Science 00 (0): 1-11

Page 10: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

539

Carson, M., J. K. Keppler, G. Brackman, D. Dawood, M. Vandrovcova, K. F. El-Sayed, T. Coenye,

K. Schwarz, S. A. Clarke, A. G. Skirtach and T. E.L. Douglas, 2019. Whey Protein Complexes

with Green Tea. Polyphenols: Antimicrobial, Osteoblast-Stimulatory, and Antioxidant Activities.

Cells Tissues Organs. 1-12. DOI: 10.1159/000494732

Courthaudon JL, Dickinson E, Matsumura Y and Williams A, 1991. Influence of emulsi®er on the

competitive adsorption of whey proteins in emulsions. Food Struct 10:109-115.

De Freitas, V., and Mateus, N. 2001. Structural features of procyanidin interactions with salivary

proteins. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 49: 940–945.

Ferruzzi, M. G., 2010. The influence of beverage composition on delivery of phenolic compounds

from coffee and tea. Physiology & Behavior, 100(1): 33-41.

Fox, P.F. and Mcsweeney, P.L.H. 1998. Dairy Chemistry and Biochemistry, 1st ed.; Blackie

Academic & Professional: Landon, UK, pp. 157–158.

Gallo, M., G. Vinci, G. Graziani, C. De Simone, and P. Ferranti. 2013. The interaction of cocoa

polyphenols with milk proteins studied by proteomic techniques. Food Research International 54:

406–415

Harnly JM, Bhagwat S, and Lin LZ. 2007. Profiling methods for the determination of phenolic

compounds in foods and dietary supplements. Anal Bioanal Chem 389:47−61.

Hoffman MAM and Van Mil PJJM, 1997. Heat-induced aggregation of beta-lactoglobulin. Role of the

free thiol group and disulfide bonds. J Agric Food Chem 45:2942-2948.

Jauregi, P., Y. Guo , and J. B. Adeloye, 2021. Whey proteins-polyphenols interactions can be

exploited to reduce astringency or increase solubility and stability of bioactives in foods. Food

Research International 141: 110019

Jia, J.J., Gao, X., Hao, M.H., and Tang, L. 2017. Comparison of binding interaction between _-

lactoglobulin and three common polyphenols using multi-spectroscopy and modeling methods.

Food Chem. 228: 143–151.

Jia Z, Zheng M, Tao F, Chen W, Huang G, and Jiang J. 2016. Effect of covalent modification by (−)-

epigallocatechin-3-gallate on physicochemical and functional properties of whey protein isolate.

LWT-Food Sci Technol 66:305−10.

Kamau, S. M., S. C., Cheison, and W. Chen, 2010. Xiao-Ming Liu, and Rong-Rong Lu. Alpha-

Lactalbumin: Its Production Technologies and Bioactive Peptides. Vol. 9, 2010—Comprehensive

Reviews In Food Science And Food Safety, 9 : 197-211

Kanakis, C. D., Hasni, I., Bourassa, P., Tarantilis, P. A., Polissiou, M. G., and Tajmir-Riahi, H. A.

2011. Milk beta-lactoglobulin complexes with tea polyphenols. Food Chemistry, 127(3), 1046-

1055.

Keppler J.K., D. Martin, V.M. Garamus, K. Schwarz (2015) Differences in binding behavior of (–)-

epigallocatechin gallate to β-lactoglobulin heterodimers (AB) compared to homodimers (A) and

(B). J Mol Recognit 28: 656–666.

Kim, H. S., Quon, M. J., and Kim, J. A., 2014. New insights into the mechanisms of polyphenols

beyond antioxidant properties; lessons from the green tea polyphenol, epigallocatechin 3-gallate.

Redox Biology, 2: 187-195.

Kojima T, Akiyama H, Sasai M, Taniuchi S, Goda Y, Toyoda M, Kobayashi Y. 2000. Antiallergic

effect of apple polyphenol on patients with atopic dermatitis: A pilot study. Allergol Int 49:69−73.

Le Bourvellec, C., and Renard, C. M. G. C. 2012. Interactions between polyphenols and

macromolecules: Quantification methods and mechanisms. Critical Reviews in Food Science and

Nutrition, 52, 213–248.

Page 11: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

540

Li, X., Chen, D., Wang, G. and Lu, Y. 2013. Study of interaction between human serum albumin and

three antioxidants: Ascorbic acid, alpha-tocopherol, and proanthocyanidins. Eur. J. Med. Chem.,

70: 22–36.

Liang, Y., and Xu, Y. 2003. Effect of extraction temperature on cream and extractibility of black tea

[Camellia sinensis (L.) O. Kuntze]. Int. J. Food Sci. Technol., 38, 37–45.

Liang, L., and Subirade, M., 2010. b-Lactoglobulin/folic acid complexes: Formation, characterization,

and biological implication. J. Phys. Chem. B, 114, 6707–6712.

Liu, J., Yong, H., Yao, X., Hu, H., Yun, D., and Xiao, L., 2019. Recent advances in phenolic–protein

conjugates: Synthesis, characterization, biological activities and potential applications. RSC

Advances, 9, 35825–35840.

Ma, C-M. and X-H. Zhao, 2019. Depicting the Non-Covalent Interaction of Whey Proteins with

Galangin or Genistein Using the Multi-Spectroscopic Techniques and Molecular Docking. Foods,

8, 360; doi:10.3390/foods8090360

McKenzie, H. A., and Sawyer, W. H. 1967. Effect of pH on b-lactoglobulins. Nature, 214, 1101–1104.

McClements DJ, Monahan FJ and Kinsella JE, 1993. Disulfide bond formation affects stability of

whey protein isolate emulsions. J Food Sci 58:1036-1039.

Moller RE, Stapelfeld H and Skibsted LH, 1998. Thiol reactivity in pressure-unfolded beta-

lactoglobulin. Antioxidative properties and thermal refolding. J Agric Food Chem 46:425-430.

Mori K, Goto-Yamamoto N, Kitayama M, and Hashizume K. 2007. Loss of anthocyanins in red-wine

grape under high temperature. J Exp Bot 58:1935−45.

Ozdal T, Capanoglu E, and Altay F. 2013. A review on protein–phenolic interactions and associated

changes. Food Res Int 51:954−70.

Qin, B. Y., Bewley, M. C., Creamer, L. K., Baker, H. M., Baker, E. N., and Jameson, G. B. 1998.

Structural basis of the tanford transition of bovine b-lactoglobulin. Biochemistry, 37, 14014–

14023.

Rahayu, P.P., Purwadi, L. E. Radiati and A. Manab, 2015. Physico Chemical Properties of Whey

Protein and Gelatine Biopolymer Using Tea Leaf Extract as Crosslink Materials. 3(3): 224-236

Rahayu, P.P., Dj. Rosyidi, Purwadi, and I. Tohari, 2019. Characteristics of catechin extracted from

cocoa husks using microwave assisted extraction (MAE). BIODIVERSITAS. 20 (12) : 3626-3631

Ranadheera, C., Liyanaarachchi, W., Chandrapala, J., Dissanayake, M., and Vasiljevic, T. 2016.

Utilizing unique properties of caseins and the casein micelle for delivery of sensitive food

ingredients and bioactives. Trends in Food Science & Technology, 57, 178–187.

Rawel HM, Czajka D, Rohn S, and Kroll J. 2002. Interactions of different phenolic acids and

flavonoids with soy proteins. Int J Biol Macromolec 30:137−50.

Rodríguez, S.D., M. von Staszewski, and A. M.R. Pilosof, 2015. Green tea polyphenols-whey proteins

nanoparticles: Bulk, interfacial and foaming behavior. Food Hydrocolloids 50: 108-115

Sahihi, M. and Ghayeb, Y. 2014. An investigation of molecular dynamics simulation and molecular

docking: Interaction of citrus flavonoids and bovine _-lactoglobulin in focus. Comput. Biol. Med.

51: 44–50.

Schneider MD, Esposito D, Lila MA, and Foegeding EA. 2016. Formation of whey protein–

polyphenol meso-structures as a natural means of creating functional particles. Food Funct

7:1306−18.

Schwartz SJ, von Elbe JH, Giusti MM. 2008. Colorants. In: Damodaran S, Parkin KL, Fennema OR,

editors. Fennema’s Food Chemistry. 4th ed. FL: CRC Press (Taylor & Francis Group): Boca

Raton. p 599−619.

Page 12: REVIEW INTERAKSI PROTEIN WHEY DAN POLIFENOL

Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VIII–Webinar:

“Peluang dan Tantangan Pengembangan Peternakan Terkini untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 24-25 Mei 2021, ISBN: 978-602-52203-3-3

541

Setiowati, A. D., Wijaya, W., and Van der Meeren, P., 2020. Whey protein-polysaccharide conjugates

obtained via dry heat treatment to improve the heat stability of whey protein stabilized emulsions.

Trends in Food Science & Technology, 98, 150–161.

Shpigelman A, Israeli G, and Livney YD. 2010. Thermally-induced protein–polyphenol coassemblies:

beta lactoglobulin-based nanocomplexes as protective nanovehicles for EGCG. Food Hydrocoll

24:735−43.

Taylor MJ and Richardson T, 1980. Antioxidant activity of skim milk: effect of heat and resultant

sulfhydryl groups. J Dairy Sci 63:1783-1795.

von Staszewski M., A.M.R. Pilosof and R.J. Jagus, 2011. Influence of green tea polyphenols on the

colloidal stability and gelation of WPC. Food Hydrocolloids. 25 (5):1077-1084

Wang, Y.;Wang, X.Y. 2015. Binding, stability, and antioxidant activity of quercetin with soy protein

isolate particles. Food Chem. 18: 24–29.Wang X, Zhang J, Lei F, Liang C, Yuan F, Gao Y. 2014.

Covalent complexation and functional evaluation of (−)-epigallocatechin gallate and α;-

lactalbumin. Food Chem 150:341−7.

Wu, G., X. Hui, J. Mu, M. A. Brennan, and C. S. Brennan, 2021. Functionalization of whey protein

isolate fortified with blackcurrant concentrate by spray-drying and freeze-drying strategies. Food

Research International 141: 110025

Wu, G., X. Hui, X. Gong, K. N. Tran, L. Stipkovits, M. S. Mohan, M. A. Brennan, and C. S. Brennan,

2021. Functionalization of bovine whey proteins by dietary phenolics from molecular-level

fabrications and mixture-level combinations Gang Wu, Trends in Food Science & Technology 110:

107–119

Zhang, Y., Y. Lu, Y. Yang, S. Li, C. Wang, C. Wang, and T. Zhang, 2021. Comparison of non-

covalent binding interactions between three whey proteins and chlorogenic acid: Spectroscopic

analysis and molecular docking. Food Bioscience 41: 101035

Zhu F, Asada T, Sato A, Koi Y, Nishiwaki H, and Tamura H. 2014. Rosmarinic acid extract for

antioxidant, antiallergic, and α;-glucosidase inhibitory activities, isolated by supramolecular

technique and solvent extraction from Perilla leaves. J Agric Food Chem 62:885−92.