resume tugas akhir efek pengekangan ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/digital...2....

84
RESUME TUGAS AKHIR EFEK PENGEKANGAN TULANGAN TRANSVERSAL PADA KOLOM YANG MENERIMA BEBAN AKSIAL DISUSUN OLEH : INDRA HERDIMAN YUSUF RATU D111 07 021 JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • RESUME TUGAS AKHIR

    EFEK PENGEKANGAN TULANGAN TRANSVERSAL

    PADA KOLOM YANG MENERIMA BEBAN AKSIAL

    DISUSUN OLEH :

    INDRA HERDIMAN YUSUF RATU

    D111 07 021

    JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    2012

  • 1

    EFEK PENGEKANGAN TULANGAN TRANSVERSAL PADA KOLOM

    YANG MENERIMA BEBAN AKSIAL

    ABSTRAK: Kolom merupakan elemen struktur yang menerima gaya aksial dan momen. Kesalahan

    perencanaan dan kerusakan akibat gempa atau beban hidup yang bersifat tak terduga menyebabkan

    kolom memerlukan peningkatan baik kapasitas aksial maupun lentur. Penelitian ini akan meninjau efek

    pengekangan oleh tulangan transversal yang menerima beban aksial terhadap kuat tekan pada

    penampang kolom persegi. Adapun data yang akan ditinjau antara lain kuat tekan kolom, defleksi dan

    pola retak yang terjadi pada kolom. Analisis dilakukan dengan membuat 3 variasi benda uji untuk

    mendapatkan hubungan beban maksimum dengan lendutan yang terjadi pada 3 arah yaitu arah X, Y,

    dan Z. Yang pertama adalah kolom yang tidak terkekang oleh tulangan transversal, kolom kedua

    terkekang oleh tulangan transversal, dan kolom ketiga terkekang oleh tulangan transversal yang lebih

    dirapatkan pada bagian tepi kolom. Dari hasil analisis dalam penelitian ini diperoleh bahwa

    pengekangan oleh tulangan transversal tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap penambahan

    kekuatan tekan kolom namun dapat mengurangi defleksi yang terjadi yaitu sebesar 23.85% pada arah Z,

    30.77% pada arah X dan 31.48% pada arah Y untuk variasi benda uji kedua (N-II) dan untuk variasi

    benda uji yang ketiga (N-III) defleksi berkurang sebesar 26.06% pada arah Z, 38.81% pada arah X dan

    42.13% pada arah Y. Berdasarkan dari hasil pengamatan pola retak, kolom tanpa pengekangan hanya

    terjadi pola retak columnier sedangkan pada kolom dengan adanya pengekangan terjadi pola retak

    columnier dan pola retak geser.

    Kata kunci : Kolom, pengekangan, tulangan transversal, kuat tekan, defleksi, pola retak.

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar belakang Kolom merupakan elemen vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari

    balok. Elemen ini merupakan elemen yang mengalami tekan dan pada umumnya disertai

    dengan momen lentur. Kolom merupakan salah satu unsur terpenting dalam peninjauan

    keamanan struktur. Jika sistem struktur mempunyai elemen tekan yang horizontal, elemen ini

    disebut balok – kolom. Kolom bersengkang merupakan jenis yang paling banyak digunakan

    karena murahnya harga pembuatannya. Sekalipun demikian, kolom segiempat maupun

    bundar dengan tulangan berbentuk spiral kadang-kadang digunakan juga, terutama apabila

    diperlukan daktalitas kolom yang cukup tinggi seperti pada daerah-daerah gempa.

    Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya leleh karena tarik, atau terjadinya

    kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu kolom dapat pula mengalami keruntuhan

    apabila terjadi kehilangan stabilitas lateral, yaitu tekuk. Dalam upaya peningkatan mutu

    beton, terutama kuat tekan, kuat geser dan modulus elastisitas pada kolom, maka salah satu

    diantaranya yakni menggunakan baja tulangan baik tulangan longitudinal maupun transversal

    dalam campuran beton yang biasa kita sebut sebagai beton bertulang. Penelitian ini bertujuan

    untuk menganalisis efek pengekangan kolom oleh tulangan transversal yang menerima beban

    aksial.

    Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, ST, M.eng.

    Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik

    Universitas Hasanuddin

    Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar

    Ir. H. Abd. Madjid Akkas, MT.

    Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik

    Universitas Hasanuddin

    Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar

    Indra Herdiman Yusuf Ratu

    Mahasiswa S1 Jurusan Sipil Fakultas Teknik

    Universitas Hasanuddin

    Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar

    Email : [email protected]

  • 2

    1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1. Maksud Penelitian

    Adapun maksud dari penelitian ini adalah Mengetahui efek pengekangan oleh tulangan

    transversal pada kolom yang menerima beban aksial.

    1.2.2. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Menganalisis efek pengekangan yang terjadi

    pada kolom dengan penambahan tulangan transversal.

    1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

    Bagaimana pengaruh pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom yang menerima

    beban aksial?

    1.4. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Bahan material yang digunakan yaitu agregat halus dan kasar (kerikil) berasal dari sungai bili-bili dan semen yang digunakan yaitu semen portland komposit (PCC)

    merk Tonasa.

    2. Tulangan yang digunakan adalah tulangan ulir D 11 sebagai tulangan longitudinal dan tulangan polos Ø 8 sebagai tulangan transversal.

    3. Bahan tambah yang digunakan adalah retarder (Plastiment RTD-01). 4. Kuat tekan beton yang direncanakan adalah 20 MPa. 5. Beban yang diberikan pada pengujian kolom yaitu beban sentris merata dan

    dilakukan hingga kolom mengalami kehancuran untuk mendapatkan beban

    maksimum.

    6. Kolom yang dianalisis adalah kolom persegi dengan dimensi 12.5 cm x 12.5 cm dengan tinggi 102 cm, dengan model tulangan yang dibentuk sesuai rencana.

    7. Pembacaan lendutan dengan “dial gauge” dengan ketelitian 0,01 mm.

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Beton

    Secara umum beton dapat didefenisikan sebagai suatu campuran antara agregat halus,

    agregat kasar, air serta semen sebagai bahan pengikatnya baik itu menggunakan bahan

    tambah atau tidak yang membentuk suatu massa padat.

    2.2. Beton Bertulang

    Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja di mana tulangan baja

    berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton.

    2.3. Bahan Penyusun Beton

    2.3.1. Portland Composite Cement (PCC)

    Semen Portland Komposit adalah Bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan

    bersama-sama terak semen portland dan g ips dengan satu at au lebih baha n

    anorgan ik, at au has i l pencampuran antara bubuk semen port land dengan bubuk

    bahan anorganik lain (SNI 15-7064-2004).

    2.3.2. Agregat

    Agregat disebut agregat kasar apabila ukurannya sudah melebihi ¼ in (6 mm). Sifat

    agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap

    disintegrasi beton, cuaca, dan efek-efek perusak lainnya.

    Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari kedua pasir

    tersebut. Ukurannya bervariasi antara No. 4 dan No. 100 saringan standar Amerika.

  • 3

    2.3.3. Air

    Di dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama untuk

    memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan,

    dan yang kedua adalah sebagai pelincir campuran kerikil, pasir dan semen agar memudahkan

    percetakan.

    2.3.4. Bahan Tambah Retarder

    Bahan tambah retarder merupakan bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat

    pengerasan beton dan menghambat kenaikan temperatur (McCormac, 2004).

    2.4. Baja Tulangan

    Baja Tulangan dibedakan menjadi dua jenis yaitu tulangan polos (plain bar) dan

    tulangan ulir (deformed bar). Tulangan ulir memiliki daya ikatan yang lebih baik antara beton

    dan baja dibandingkan dengan tulangan polos (McCormac, 2004).

    2.5. Sifat-sifat Beton

    2.5.1. Kuat Tekan

    (SNI 03-1974-1990) Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas yang

    menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tertentu, yang dihasilkan

    oleh mesin tekan.

    …. ........................................................................................... (2.1)

    2.5.2. Modulus Elastisitas

    Berdasarkan SNI 03-2847 2002 pasal 10.5.1, menentapkan rumus nilai modulus

    elastisitas beton sebagai berikut :

    Untuk beton dengan berat isi berkisar antara 1500 – 2500 kg/cm3, nilai modulus elastisitasnya

    yaitu :

    …. ................................................................... (2.2)

    Untuk beton normal, modulus elastisitasnya yaitu :

    Ec = 4700. …. ........................................................................... (2.3)

    2.5.3. Kuat Tarik

    Berdasarkan SNI 03-2491-2002, nilai kuat tarik belah dapat dihitung dengan rumus :

    …. ...................................................................................... (2.4)

    2.5.4. Kuat Geser

    Menurut SNI 03-2874-2002 kuat geser kolom dapat dihitung dengan persamaan :

    Vn = Vc + Vs …. ................................................................................... (2.5)

    Kuat geser nominal beton dan kuat geser tulangan geser dapat dihitung sebagai

    berikut:

    dbcf

    Ag

    NVc u ..

    6

    '.

    .141

    …. .......................................................... (2.6)

    s

    dfyAvVs

    .. ..................................................................................... (2.7)

    2.5.5. Susut

    Pada dasarnya, ada dua tipe susut yaitu susut plastis dan susut mengering. Susut plastis

    terjadi selama beberapa jam pertama setelah penempatan beton segar dalam bekisting

    sedangkan susut mengering terjadi setelah beton mencapai pengikatan akhirnya dan sebagian

    proses hidrasi kimia yang baik di dalam jeli semen telah terbentuk (Nawy, 2010).

  • 4

    2.5.6. Rangkak

    Rangkak (creep) atau lateral material flow adalah penambahan regangan terhadap

    waktu akibat adanya beban yang bekerja.

    2.6. Kolom

    2.6.1. Jenis-Jenis Kolom

    Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan Bentuk dan susunan tulangan mengidentifikasikan tiga tipe kolom yaitu:

    1. Kolom persegi atau bujursangkar 2. Kolom bulat yang ditulangi dengan tulangan longitudinal dan tulangan spiral 3. Kolom komposit dimana bentuk-bentuk struktural baja dilingkupi didalam beton.

    Jenis Kolom Berdasarkan Letak dan Posisi Beban Aksial Berdasrkan letak beban aksial yang bekerja pada penampang kolom dibedakan menjadi:

    1. Kolom dengan posisi beban sentris 2. Kolom dengan posisi beban eksentris

    Jenis Kolom Berdasarkan Panjang Kolom Berdasarkan ukuran panjang dan pendeknya, kolom dibedakan atas kolom pendek dan

    kolom panjang.

    Jenis Kolom Berdasarkan Tulangan Transversal Berdasarkan tulangan transversal, kolom dibedakan menjadi :

    1. Kolom dengan pengikat lateral atau sengkang. 2. Kolom dengan tulangan spiral

    Jenis Kolom Berdasarkan Kemampuan Menahan Gaya Lateral Berdasarkan kemampuannya dalam menahan gaya lateral maka kolom dibedakan atas

    kolom bergoyang dan kolom tidak bergoyang.

    2.6.2. Batas Kelangsingan Kolom

    Dalam hal perilaku deformasi kolom akibat menahan beban horizontal, kolom

    dibedakan menjadi dua macam yaitu kolom tidak dapat bergoyang dan kolom dapat

    bergoyang. SNI 03–2847–2002 memberikan suatu batasan yang tegas, yaitu kolom

    dimasukkan dalam jenis kolom pendek jika dipenuhi syarat berikut:

    1. Untuk kolom yang tidak dapat bergoyang (Pasal 12.12.2)

    …............................................................. (2.8)

    2. Untuk kolom yang dapat bergoyang (Pasal 12.13.2)

    …................................................................................ (2.9)

    …. ............................................................................... (2.10)

    Jika persyaratan – persyaratan diatas tidak dipenuhi maka kolom tersebut

    termasuk jenis kolom panjang.

    2.6.3. Faktor Panjang Efektif Kolom Faktor panjang efektif kolom (k) ini sangat dipengaruhi oleh derajat hambatan pada

    ujung – ujung kolom ( : Derajat hambatan ini dirumuskan sebagai berikut (Pasal 12.11.6

    SNI 03-2847-2002):

    ................................................................................ (2.11)

    Jika ujung kolom berupa jepit, maka nilai = 0

    Jika ujung kolom berupa sendi, maka nilai = 10

    Jika ujung kolom bebas, maka nilai =

    Sehingga nilai faktor panjang efektif untuk kolom yang tidak dapat bergoyang selalu

    1 dan diambil nilai terkecil dari dua persamaan berikut:

  • 5

    k = 0,7 + 0,05 . ( + ) dengan k ……………………….. (2.12)

    k = 0,85 + 0,05 . dengan k ……………………….. (2.13)

    dan = derajat hambatan pada ujung atas dan ujung bawah kolom

    = derajat hambatan yang terkecil

    Adapun nilai faktor panjang efektif untuk kolom tidak dapat bergoyang bisa lebih dari

    1, tergantung hasil hitungan. Pada keadaan ini ditinjau 2 hal, yaitu :

    1. Jika kedua ujung kolom terjepit maka nilai k dihitung sebagai berikut:

    k = jika < 2……………………….. (2.14)

    k = 0,9. jika 2……………………….. (2.15)

    dengan adalah nilai rata – rata dari A dan B 2. Jika satu ujung kolom terjepit dan ujung lainnya sendi atau bebas maka nilai k

    dihitung sebagai berikut :

    k = 2,0 + 0,3 ……………………………………..………….. (2.16)

    dengan adalah derajat hambatan pada ujung terjepit.

    2.6.4. Beban Tekuk atau Beban Kapasitas Pc Pada kolom panjang, perlu dipertimbangkan bahaya tertekuknya batang kolom. Besar

    beban tekuk atau beban kapasitas tekan Pc ini menurut Euler dihitung dengan rumus berikut:

    Pc = ….…………………………………..………….. (2.17) 2.6.5. Pengekangan Kolom

    Kolom beton murni dapat mendukung beban yang sangat kecil, tetapi kapasiatas daya

    dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal.

    Peningkatan kekuatan yang lebih besar lagi akan terjadi dengan memberikan kekangan lateral

    terhadap tulangan lomgitudinal ini (McCormac, 2004 ).

    2.6.6. Kapasitas Beban Aksial Kolom Terkekang Kapasitas beban konsentris maksimum dari kolom dapat diperoleh dengan

    menambahkan sumbangan beton sebesar (Ag – Ast).0,85 f’c dansumbangan baja sebesar

    Ast.fy. harga sebesar 0,85 f’c sebagai pengganti f’c sebagai pengganti f’c digunakan dalam

    perhitungan karena diketahi bahwa kekuatan maksimum yang dapat dicapai suatu struktur

    pada kenyataannya mendekati 0,85 fc. Sehingga diperoleh kapasitas beban aksial kolom

    sebesar:

    P0 = 0,85 . f’c . (Ag – Ast) + Ast . fy …. ....................................... (2.18)

    Akan tetapi sangatlah tidak mungkin untuk mencapai eksentrisitas nol didalam struktur

    secara aktual. Eksentisitas – eksentrisitas dapat dengan mudah terjadi karena faktor-faktor

    seperti ketidakakuratan dalam tata letak kolom dan pembebanan yang tidak simetris. Oleh

    karena itu sebuah eksentrisitas minimum sebesar 10% dari tinggi kolom dalam arah tegak

    lurus terhadap sumbu lenturnya dianggap sebagi sebuah asumsi yang dapat diterima untuk

    reduksi beban kolom yang bersengkang. Namun ACI telah menetapkan sebuah reduksi

    sebesar 20% untuk kolom yang bersengkang. Sehingga kapasitas beban aksial nominal

    maksimum kolom bersengkang tidak boleh lebih besar dari:

    Pn(maks) = 0,8 .( 0,85 . f’c . (Ag – Ast) + Ast . fy) ……………………..……(2.19)

    2.6.7. Ragam Kegagalan Material Pada Kolom Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik, penampang kolom

    dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan, yaitu:

    1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik 2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan

    Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang

    tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan. Apabila Pn adalah beban aksial dan

    Pnb adalah beban aksial pada kondisi balanced, maka:

  • 6

    Pn < Pnb : Keruntuhan tarik

    Pn = Pnb : Keruntuhan balanced

    Pn > Pnb : Keruntuhan tekan

    2.6.8. Pembatasan Untuk Tulangan Kolom Ketentuan pembatasan tulangan komponen struktur tekan Berdasarkan SNI 03-2847-

    2002 adalah sebagai berikut:

    1. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non-komposit tidak boleh kurang dari 0.01 ataupun lebih dari 0.08 kali luas bruto penampang Ag.

    2. Jumlah minimum batang tulangan longitudinal pada komponen struktur tekan adalah 4 untuk batang tulangan di dalam sengkang pengikat segiempat atau

    lingkaran, 3 untuk tulangan di dalam sengkang pengikat segitiga, dan 6 untuk

    batang tulangan yang dilingkupi oleh spiral.

    3. Spasi maksimum sengkang ikat yang dipasang pada rentang l0 dari muka

    hubungan balok-kolom adalah s0. Spasi s0 tersebut tidak boleh melebihi:

    a) delapan kali diameter tulangan longitudinal terkecil b) 24 kali diameter sengkang ikat c) setengah dimensi penampang terkecil komponen struktur d) 300 mm

    4. Panjang l0 tidak boleh kurang daripada nilai terbesar seperenam tinggi bersih

    kolom dan dimensi terbesar penampang kolom.

    2.7. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pengekangan kolom akibat beban

    aksial, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tavio dan P.D.S. Pamenia dalam

    Dinamika Teknik Sipil, volume 9, nomor 2, juli 2009 dengan menggunakan elemen struktural

    kolom derngan penampang 500 x 500 dengan tinggi 8 meter, f’c = 30 MPa, dan fy = 400 MPa

    serta konfigurasi pengekangan diperlihatkan pada gambar berikut:

    Secara teori, dengan menggunakan rumus Euler beban yang dapat diterima oleh

    kolom adalah 413.11 Ton sedangkan dalam penelitian didapatkan beban maksimum 271.11

    Ton untuk kolom tanpa sengkang dan 324.04 Ton untuk untuk kolom bersengkang (K1). Hal

    ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan 34.37% untuk kolom tanpa sengkang dan 21.56%

    untuk kolom bersengkang antara teori dengan hasil penelitian.

  • 7

    BAB III

    METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

    3.1 Bagan Alir Penelitian

    Gambar 3.1. Bagan alir penelitian

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Sipil, Fakultas

    Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar.

    3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian berlangsung selama ± 4 (empat) bulan mulai bulan September sampai

    dengan bulan Desember 2011.

    3.3. Penulangan Kolom Penelitian yang diusulkan bersifat kuantitatif dan berbentuk penelitian eksperimental.

    Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran perilaku dan karakteristik

    kolom.

  • 8

    Adapun jenis dari kolom yang akan diuji adalah kolom tanpa sengkang dan kolom

    sengkang persegi dengan dimensi kolom 12.5 x 12.5 x 102 cm.

    Gambar 3.2 Gambar penulangan kolom

    Di bawah ini merupakan jenis atau variasi dari kolom yang akan diuji. Adapun variasi

    penulangan kolom yang akan diuji mengacu pada ketentuan SNI 03-2487-2002.

    Tabel 3.1 Variasi benda uji

    3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1. Pengujian Karakteristik Agregat

    Pemeriksaan karakterisrik agregat yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan

    Standar Nasional Indonesia (SNI)

    3.4.2. Penentuan Komposisi Mix Design Penentuan komposisi mix design dengan metode mix design DOE (Department Of

    Environment).

    3.4.3. Pembuatan benda uji Dalam penelitian ini proses pencampuran dilakukan dengan concrete mixer (mesin

    pengaduk beton).

    Jenis

    Keterangan

    Gambar

    Benda

    Uji

    B x H

    (cm)

    Tinggi (H)

    (cm)

    Tebal

    Selimut

    (cm)

    Jumlah

    Benda Uji

    Normal I

    (N-I)

    Kolom tanpa

    Sengkang

    12.5 x

    12.5

    102

    1.5

    2

    Normal II

    (N-II)

    Kolom

    bersengkang

    dengan jarak

    sengkang

    20 cm

    12.5 x

    12.5

    102

    1.5

    2

    Normal III

    (N-III)

    Kolom

    bersengkang

    dengan jarak sengkang lebih

    dirapatkan pada

    bagian tepi

    12.5 x 12.5

    102

    1.5

    2

  • 9

    3.4.4. Pengujian Beton Pengujian ini terdiri dari :

    - Pengujian kuat tekan

    (N/mm2) ……………………………………………...……(3.3)

    - Pengujian kuat tarik belah

    …………………………………...…………...……(3.4)

    - Pengujian lentur - Pengujian elastisitas beton

    …………………………………………………....……(3.5)

    3.4.5. Pengujian Material Baja Pengujian ini meliputi pengujian kuat tarik baja tulangan polos Ø 8 mm dan tulangan

    baja D 11 mm yang akan dipakai sebagai tulangan kolom. Pengujian dilakukan untuk

    mengetahui tegangan leleh baja tulangan.

    Pada pengujian tarik besi diperoleh nilai tegangan leleh dari tulangan tersebut dengan

    menggunakan rumus:

    fy = ………………………………….……(3.6)

    3.4.6. Bentuk Penataan dan Pengujian Kolom Pada pengujian kolom beton bertulang ini untuk mengetahui kemampuan kolom

    dalam memikul beban dan efek pengekangan kolom yang menerima beban aksial.

    Pembacaan dial gauge untuk pengujian kolom dilaksanakan setiap pembebanan 1 Ton.

    Pengujian benda uji dilakukan dengan menggunakan Loading Frame. Benda uji

    kemudian ditata sedemikian rupa, sehingga posisi dial, kolom, dan lokasi beban dipasang

    sesuai dengan bentuk pengujian seperti pada Gambar 3.5.

    Data-data yang akan diamati/dibaca saat pengujian benda uji adalah:

    a) Beban yang diberikan hidraulik jack ,dibaca pada dial load cell b) Lendutan pada kolom dibaca pada dial gauge c) Pola retak kolom

    Pengujian ini membahas antara hubungan beban dan lendutan. Dari hasil penelitian

    defleksi dibagi menjadi 3 arah (gambar 3.5) yaitu:

    1. Pembacaan dial 1 : Arah Z 2. Pembacaan dial 2 : Arah X 3. Pembacaan dial 3 : Arah Y

    Gambar 3.1. Set-up pengujian kolom pada loading frame

    P

    A

  • 10

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMABAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat

    Tabel 4.1 : Hasil pemeriksaan karakteristik agregat

    No. Jenis Pengujian Sat.

    Hasil Pengujian Spesifikasi SNI

    Ket. Pasir

    Batu

    Pecah Pasir Batu

    Pecah

    1. Modulus Kehalusan % 2.69 6.969 2.3 – 3.1 6 – 7.1 Memenuhi

    2. Berat Jenis Semu - 2.65 2.77 - - Memenuhi

    3. Berat Jenis Kering - 2.53 2.56 - - Memenuhi

    4. Berat Jenis Jenuh SSD - 2.58 2.64 1.6 – 3.3 1.6 – 3.3 Memenuhi

    5. Water Absorption % 3.63 2.38 2 4 Memenuhi

    6. Kadar Air % 3.45 1.32 - - Memenuhi

    7. Kadar Lumpur % 2.80 0.3 Max. 5 Max. 1 Memenuhi

    8. Kadar Organik No. 1 - < No. 3 - Memenuhi

    9. Keausan Agregat % - 37.82 - Max. 40 Memenuhi

    10. Berat Volume Lepas Kg/ltr 1.43 1.607 1.4 – 1.9 1.6 – 1.9 Memenuhi

    11. Berat Volume Padat Kg/ltr 1.47 1.662 1.4 – 1.9 1.6 – 1.9 Memenuhi

    Sumber : Hasil Olahan Data

    4.1.2 Pengujian Kuat Tekan Beton Hasil perhitungan kuat tekan rata-rata pada ukur 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.2

    dibawah ini :

    Tabel 4.2 : Hasil pengujian kuat tekan beton

    Kode Umur

    (Hari)

    Berat

    (Kg)

    Beban

    (kN)

    Kuat Tekan

    (MPa)

    BN-1 3 12220 160 9.05

    BN-2 3 12420 180 10.19

    BN-3 3 12310 165 9.34

    Rata-rata 9.53

    BN-1 7 12380 230 13.02

    BN-2 7 11950 200 11.32

    BN-3 7 12260 210 11.88

    Rata-rata 12.07

    BN-1 28 12140 350 19.81

    BN-2 28 12280 370 20.94

    BN-3 28 12420 380 21.50

    Rata-rata 20.75

    Sumber : Hasil Olahan Data

  • 11

    4.1.3 Pengujian Kuat Tarik Tulangan Baja Hasil analisa pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini :

    Tabel 4.3 : Hasil pengujian tarik baja

    Dia.

    Sampel

    fs

    (MPa)

    fsmax

    (MPa) εs

    Es

    (MPa)

    Syarat SNI

    fsmax> 1,25 fs

    Ø 8 417.37 511.70 0.00235 217744.68 521.71

    D 11 492.99 659.87 0.00334 197565.87 616.24

    Sumber : Hasil Olahan Data

    4.1.4 Pengujian Kuat Tarik Belah Beton

    Hasil pengujian kuat tarik belah beton rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.4 dibawah

    ini :

    Tabel 4.4 : Hasil pengujian kuat tarik belah beton

    Kode Umur (Hari)

    Berat

    (Kg) Beban

    (kN) Kuat Tarik

    (MPa)

    BN-1 3 12260 60 2.67

    BN-2 3 12310 70 3.11

    BN-3 3 12230 65 2.89

    Rata-rata 2.89

    BN-1 7 12140 100 4.44

    BN-2 7 12110 110 4.89

    BN-3 7 12340 110 4.89

    Rata-rata 4.74

    BN-1 28 12290 210 9.33

    BN-2 28 12230 200 8.89

    BN-3 28 12310 210 9.33

    Rata-rata 9.19

    Sumber: Hasil Olahan Data

    4.1.5 Pengujian Kuat Lentur Balok 10 x 10 x 40 cm Hasil pengujian kuat lentur balok beton rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.5 dibawah

    ini :

    Tabel 4.5 : Hasil pengujian kuat lentur beton

    Kode Umur (Hari)

    Berat

    (Kg) Beban

    (kN) Kuat Lentur

    (MPa)

    BN-1 3 9340 5 1.50

    BN-2 3 9210 6 1.80

    BN-3 3 9340 6 1.80

    Rata-rata 1.70

    BN-1 7 9320 7 2.10

    BN-2 7 9340 8 2.40

    BN-3 7 9290 8 2.40

    Rata-rata 2.30

    BN-1 28 9280 14 4.20

    BN-2 28 9240 13 3.90

    BN-3 28 9180 14 4.20

    Rata-rata 4.10

    Sumber: Hasil Olahan Data

  • 12

    4.1.6 Pengujian Modulus Elastisitas Hasil pengujian modulus elastisitas beton rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.6

    dibawah ini :

    Tabel 4.6 : Hasil pengujian modulus elastisitas rata-rata

    Kode Kuat Tekan

    (MPa)

    Modulus Elastisitas

    (MPa) BN-1 19.806 20649.11

    BN-2 20.938 21056.15

    BN-3 21.504 21103.50

    Rata-rata 20936.26

    Sumber: Hasil Olahan Data

    4.1.7 Hasil Pengujian Kolom Dari Hasil pengujian kolom didapatkan data sebagai berikut:

    Tabel 4.7 : Data hasil pengujian kolom

    P Maks. Teori

    (Ton) (Ton) Arah X Arah Y Arah Z

    1 10.00 2.81 2.11 6.75

    2 9.00 2.90 2.21 5.90

    9.50 2.86 2.16 6.33

    1 10.00 1.87 1.45 4.73

    2 11.00 2.08 1.51 4.91

    10.50 1.98 1.48 4.82

    1 11.00 1.74 1.23 4.67

    2 12.00 1.76 1.27 4.69

    11.50 1.75 1.25 4.68Rata-Rata

    Benda UjiLendutan saat P Maks. (mm)

    N-I

    N-II

    N-III

    Sampel

    Rata-Rata

    Rata-Rata

    20.69

    Sumber : Hasil Olahan Data

    4.1.8 Pola Retak Kolom

    Data hasil pengamatan pola retak kolom beton normal yang dilakukan secara visual

    dapat dilihat pada tabel 4.8:

    Tabel 4.8 : Data hasil pengamatan pola retak kolom

    Tipe Pola Retak Keterangan

    N-I sampel 1

    Terjadi pola retak columnier

    Terjadi tekuk yang besar pada tulangan longitudinal

    Keruntuhan terjadi pada ujung bagian bawah kolom

  • 13

    N-I sampel 2

    Terjadi pola retak columnier

    Terjadi tekuk yang besar pada tulangan longitudinal

    Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom

    N-II sampel 1

    Terjadi pola retak columnier dan geser

    Terjadi tekuk yang kecil pada tulangan longitudinal

    Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom

    N-II sampel 2

    Terjadi pola retak columnier dan geser

    Terjadi tekuk yang kecil pada tulangan longitudinal

    Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom

    N-III sampel 1

    Terjadi pola retak columnier dan geser

    Terjadi tekuk yang kecil pada tulangan longitudinal

    Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom

    N-III sampel 2

    Terjadi pola retak columnier dan geser

    Terjadi tekuk yang kecil pada tulangan longitudinal

    Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom

    4.2 Pembahasan 4.2.1 Pemeriksaan Agregat

    Berdasarkan karakteristik agregat halus dan agregat kasar pada tabel 4.1, maka dapat

    disimpulkan bahwa agregat tersebut memenuhi syarat SNI. Pengaruh absorpsi atau resapan

    pasir terhadap komposisi rancangan campuran (Mix Design) disesuaikan pada perhitungan

    mix design terhadap koreksi jumlah air.

  • 14

    4.2.2 Pengujian Kuat Tekan Beton

    Gambar 4.1 Grafik perbandingan kuat tekan beton

    Grafik di atas memperlihatkan bahwa beton memiliki kuat tekan yang meningkat

    seiring bertambahnya hari perawatan dan pengujian. Kekuatan dari beton dipengaruhi oleh

    karakteristik beton diantaranya berat jenis dan berat volume. Berat jenis beton menunjukkan

    tingkat kepadatan dari material, yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada kekuatan

    beton.

    4.2.3 Pengujian Kuat Tarik Tulangan Baja

    Dari analisis diatas terlihat bahwa diameter tulangan polos 8 mm dan diameter

    tulangan ulir 11 mm mencapai tegangan leleh baja f’y> 400 MPa. Tegangan maksimum dari

    hasil pengujian dibandingkan dengan ketentuan SNI untuk tegangan maksimum baja > 1,25

    f’y, maka tulangan ulir diameter 11 mm memenuhi syarat SNI.10 mm memenuhi syara

    4.2.4 Pengujian Kuat Tarik Belah Beton

    Gambar 4.2 Grafik perbandingan kuat tarik belah beton

    Pengujian kuat tarik belah dilakukan dengan mengambil 3 buah sampel beton normal

    yang telah berumur 28 hari. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kuat tarik belah

    beton lebih besar seiring bertambahnya hari perawatan dan pengujian, hal ini dipengaruhi

    oleh daya lekat pada beton. Daya lekat ini pula dipengaruhi oleh keadaan mekanis agregat

    diantaranya kehalusan butir, penyerapan air, soundness, berat jenis, berat volume dan kadar

    lumpur.

  • 15

    4.2.5 Pengujian Kuat Lentur Balok 10 x 10 x 40 cm

    Gambar 4.3 Grafik perbandingan kuat lentur beton

    Pengujian kuat lentur dilakukan dengan mengambil 3 buah sampel beton normal yang

    telah berumur 28 hari. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kuat lentur beton lebih

    besar seiring bertambahnya hari perawatan dan pengujian, hal ini dipengaruhi oleh daya lekat

    pada beton. Daya lekat ini pula dipengaruhi oleh keadaan mekanis agregat diantaranya

    kehalusan butir, penyerapan air, soundness, berat jenis, berat volume dan kadar lumpur.

    4.2.6 Pengujian Modulus Elastisitas Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa Modulus Elastisitas berbanding lurus dengan kuat

    tekan beton. Modulus Elastisitas dipengaruhi oleh kelembaban beton, nilai modulus dan

    proporsi volume agregat serta umur beton.

    4.2.7 Pengujian Kolom

    Gambar 4.4 : Diagram batang perbandingan beban maksimum kolom

    Diagram di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam

    hal penerimaan beban maksimum antara kolom tanpa tulangan transversal (N-I) dan kolom

    dengan tulangan transversal (N-II dan N-III).

  • 16

    Gambar 4.5 : Grafik hubungan beban-defleksi arah Z

    Gambar 4.5 menunjukkan bahwa kolom tanpa tulangan transversal (N-I) mengalami

    defleksi yang lebih besar dibandingkan dengan kolom dengan tulangan transversal (N-II &

    N-III).

    Gambar 4.6 : Grafik hubungan beban-defleksi arah X

    Gambar 4.6 menunjukkan bahwa kolom tanpa tulangan transversal (N-I) mengalami

    defleksi yang lebih besar dibandingkan dengan kolom dengan tulangan transversal (N-II &

    N-III).

  • 17

    Gambar 4.7 : Grafik hubungan beban-defleksi arah Y

    Gambar 4.7 menunjukkan bahwa kolom tanpa tulangan transversal (N-I) mengalami

    defleksi yang lebih besar dibandingkan dengan kolom dengan tulangan transversal (N-II &

    N-III).

    4.2.8 Pola Retak Kolom

    Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa pola retak yang terjadi pada kolom tanpa

    tulangan transversal (N-I) merupakan pola retak columnier sedangkan pola retak yang terjadi

    pada kolom dengan tulangan transversal (N-II dan N-III) merupakan pola retak columnier

    dan geser. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tulangan transversal mengakibatkan pola

    retak geser terjadi pada kolom.

    Ditinjau dari besarnya tekuk pada tulangan longitudinal, kolom dengan tulangan

    transversal (N-II dan N-III) memiliki tekuk pada tulangan longitudinal yang lebih kecil

    dibandingkan dengan kolom tanpa tulangan transversal (N-I). Hal ini menunjukkan bahwa

    tulangan transversal dapat mengurangi tekuk yang terjadi pada tulangan longitudinal.

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi eksperimental dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

    1. Pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan tekan kolom yang menerima beban aksial namun

    dengan adanya pengekangan kolom dapat mengurangi defleksi yang terjadi yaitu

    sebesar 23.85% untuk variasi benda uji kedua (N-II) dan 26.06% untuk variasi

    benda uji yang ketiga (N-III).

    2. Pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom memiliki pengaruh terhadap pola retak yaitu pada kolom bersengkang terdapat pola retak columnier dan geser

    sedangkan pada kolom tanpa sengkang hanya terjadi pola retak columnier.

    3. Pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom dapat mengurangi tekuk yang terjadi pada tulangan longitudinal.

    5.2. Saran-saran Studi yang dilakukan terhadap kolom masih memiliki banyak hal yang perlu diteliti

    dan dikembangkan agar dapat menghasilkan suatu formula dan metode yang sempurna.

    Beberapa saran dapat dilakukan untuk penyempurnaan tersebut, antara lain :

  • 18

    1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan memberikan luas tulangan yang bervariasi pada masing-masing variasi kolom.

    2. Perlu penyempurnaan set up pengujian kolom untuk dapat menahan beban merata secara lebih akurat.

    3. Perlu dilakukan penambahan kepala pada ujung kolom agar kehancuran tidak terjadi pada perletakan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Akkas, Abdul Madjid, 1996, Rekayasa Bahan / Bahan Bangunan, Jurusan Sipil, Makassar.

    Departemen Pekerjaan Umum 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan

    Gedung dengan Standar SK SNI 03-2847-2002, Badan Standarisasi Nasional.

    Dipohusodo, Istimawan. 1994, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-

    03, Jakarta.

    Nawy, Edward. G. 2010, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Refika Aditama.

    Bandung.

    McCormac, Jack C. 2004, Desain Beton Bertulang, Erlangga. Jakarta.

    Murdock, J.L, Brook, M.K. Bahan dan Praktek Beton, Edisi keempat, Terjemahan Ir.

    Stephanus Hendarko. Erlangga. Jakarta. 1991.

    Setiawan, Agus. 2008, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Erlangga. Jakarta

    Sudarsana, K. 2010, Analisis Pengaruh Konfigurasi Tulangan Terhadap Kekuatan dan

    Daktalitas Kolom Bertulang. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Volume 14, Nomor 1.

    Tavio dan P.D.S. Pamenia, Pengaruh Pengekangan pada Analisis Momen Nominal untuk

    Pengamanan Kolom Beton Bertulang Terhadap Kegagalan Getas. Dinamika Teknik

    Sipil, Vol. 9, Nomor 2, Hlm 155-162.

    Wang Chu-Kia and G. Salmon Charles, 1987, Desain Beton Bertulang Edisi Keempat

    (Terjemahan Binsar Hariandja), Erlangga, Jakarta.

  • I - 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Pelaksanaan pengerjaan konstruksi beton dewasa ini telah banyak

    mengalami perubahan dengan pesat, baik dari penggunaan bahan susunnya

    sampai dengan sistem pembuatannya, namun dalam pembangunan dibutuhkan

    berbagai pertimbangan terhadap fungsi dan dampak yang akan terjadi dari hasil

    pembangunan konstruksi tersebut. Beton sebagai bahan struktur bangunan sudah

    dikenal sejak lama dan telah banyak digunakan karena mempunyai banyak

    keuntungan/kelebihan dibandingkan dengan bahan bangunan lainnya, karenanya

    beton hampir selalu digunakan dalam proyek-proyek sipil terutama dalam

    pembangunan gedung, jembatan, jalan dan sebagainya.

    Meluasnya penggunaan beton disebabkan oleh sifat–sifat atau karakteristik

    dari beton yang memiliki keunggulan dalam menahan kekuatan tekan yang tinggi,

    mudah dibentuk sesuai dengan cetakannya, strukturnya sangat kokoh, memiliki

    usia layan yang sangat panjang, serta tidak membutuhkan biaya pemeliharaan

    yang sangat tinggi.

    Selain keunggulan itu, beton juga memiliki kekurangan yaitu lemah

    terhadap kuat tarik. Oleh karena itu perlu tulangan untuk menahan gaya tarik

    untuk memikul beban–beban yang bekerja pada beton. Adanya tulangan ini sering

    kali digunakan untuk memperkuat daerah tarik pada penampang balok.

  • I - 2

    Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja di mana

    tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton.

    Tulangan baja juga dapat menahan gaya tekan sehingga digunakan pada kolom

    dan pada berbagai kondisi lain. Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk

    untuk hampir semua struktur, besar maupun kecil, antara lain, jembatan,

    bendungan, dinding penahan tanah, terowongan, drainase serta fasilitas irigasi,

    tangki dan lain sebagainya.

    Sistem–sistem beton di atas dibentuk dari berbagai elemen struktur beton

    yang bila dipadukan menghasilkan suatu sistem menyeluruh. Secara garis besar,

    komponen–komponennya dapat diklasifikasikan atas pelat, balok, kolom, dinding,

    dan pondasi.

    Kolom merupakan elemen vertikal dari rangka struktural yang memikul

    beban dari balok. Elemen ini merupakan elemen yang mengalami tekan dan pada

    umumnya disertai dengan momen lentur. Kolom merupakan salah satu unsur

    terpenting dalam peninjauan keamanan struktur. Jika sistem struktur mempunyai

    elemen tekan yang horizontal, elemen ini disebut balok – kolom.

    Kolom bersengkang merupakan jenis yang paling banyak digunakan

    karena murahnya harga pembuatannya. Sekalipun demikian, kolom segiempat

    maupun bundar dengan tulangan berbentuk spiral kadang-kadang digunakan juga,

    terutama apabila diperlukan daktalitas kolom yang cukup tinggi seperti pada

    daerah-daerah gempa.

  • I - 3

    Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya leleh karena

    tarik, atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu kolom dapat

    pula mengalami keruntuhan apabila terjadi kehilangan stabilitas lateral, yaitu

    tekuk.

    Dalam upaya peningkatan mutu beton, terutama kuat tekan, kuat geser dan

    modulus elastisitas pada kolom, maka salah satu diantaranya yakni menggunakan

    baja tulangan baik tulangan longitudinal maupun transversal dalam campuran

    beton yang biasa kita sebut sebagai beton bertulang. Penggunaan baja tulangan

    dalam campuran beton atau biasanya disebut beton bertulang, merupakan salah

    satu teknologi konstruksi yang dikembangkan untuk peningkatan kualitas beton.

    Dalam penelitian ini, kami mencoba meneliti pengaruh penambahan

    tulangan transversal pada kolom yang menerima beban aksial beban aksial.

    Berdasarkan latar belakang ini, kami mengambil judul “EFEK PENGEKANGAN

    TULANGAN TRANSVERSAL PADA KOLOM YANG MENERIMA BEBAN

    AKSIAL”.

    1.2 Maksud dan Tujuan

    1.2.1 Maksud Penelitian

    Mengetahui efek pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom yang

    menerima beban aksial.

    1.2.2 Tujuan Penelitian

    Menganalisis efek pengekangan yang terjadi pada kolom dengan

    penambahan tulangan transversal.

  • I - 4

    1.3 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

    berikut :

    Bagaimana pengaruh pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom

    yang menerima beban aksial?

    1.4 Batasan Masalah

    Untuk mencapai maksud dan tujuan penulisan dan menguraikan

    rumusan masalah di atas, maka diperlukan batasan-batasan masalah dalam

    penelitian ini sebagai berikut :

    1. Bahan material yang digunakan yaitu agregat halus dan kasar (kerikil)

    berasal dari sungai bili-bili dan semen yang digunakan yaitu semen

    portland komposit (PCC) merk Tonasa.

    2. Tulangan yang digunakan adalah tulangan ulir D 11 sebagai tulangan

    longitudinal dan tulangan polos Ø 8 sebagai tulangan transversal.

    3. Bahan tambah yang digunakan adalah retarder (Plastiment RTD-01).

    4. Kuat tekan beton yang disyaratkan adalah 20 MPa.

    5. Beban yang diberikan pada pengujian kolom yaitu beban sentris

    merata dan dilakukan hingga kolom mengalami kehancuran untuk

    mendapatkan beban maksimum.

    6. Kolom yang dianalisis adalah kolom persegi dengan dimensi 12.5 cm

    x 12.5 cm dengan tinggi 102 cm, dengan model tulangan yang

    dibentuk sesuai rencana.

    7. Pembacaan lendutan dengan “dial gauge” dengan ketelitian 0,01 mm.

  • I - 5

    1.5 Sistematika Penulisan

    Gambaran umum mengenai keseluruhan isi tulisan ini, dapat kami

    uraikan secara singkat setiap bab yang akan dibahas sebagai berikut :

    Bab I Pendahuluan

    Bab ini merupakan penjelasan mengenai latar belakang masalah,

    maksud dan tujuan penulisan, rumusan masalah, batasan masalah

    dan sistematika penulisan.

    Bab II Tinjauan Pustaka

    Bab ini merupakan penjelasan mengenai tentang teori dasar dari

    beton, material penyusun beton, sifat-sifat beton, kekuatan beton,

    baja tulangan, dan tinjauan umum kolom.

    Bab III Metodologi dan Pelaksanaan Penelitian

    Dalam bab ini disajikan mengenai tinjauan umum penelitian yang

    menjelaskan mengenai bagan alir, penulangan dan variasi benda

    uji kolom, lokasi dan waktu penelitian, prosedur penelitian,

    pengujian eksperimental dan variabel benda uji penelitian.

    Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

    Bab ini merupakan inti dari keseluruhan materi pembahasan di

    mana menjelaskan tentang pengujian bahan, pengujian kuat

    tekan, kuat lentur, kuat tarik belah, modulus elastisitas beton dan

    pengujian kolom.

  • I - 6

    Bab V Kesimpulan dan Saran

    Bab ini merupakan bab terakhir dari tulisan ini yang memberikan

    kesimpulan dan saran-saran yang penulis kemukakan sesuai

    dengan pembahasan dalam bab ini.

  • II - 1

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Beton

    Secara umum beton dapat didefenisikan sebagai suatu campuran antara

    agregat halus, agregat kasar, air serta semen sebagai bahan pengikatnya baik itu

    menggunakan bahan tambah atau tidak yang membentuk suatu massa padat.

    Beton merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan suatu

    konstruksi disamping beberapa keuntungan dan kerugian yang dimilikinya.

    Proses awal tejadinya beton yaitu proses hidrasi antara semen dan air yang

    biasa kita sebut dengan pasta, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus

    akan menjadi mortar serta jika ditambahkan lagi dengan agregat kasar akan

    menjadi beton. Penambahan material-material lain selain bahan diatas akan

    membedakan jenis beton seperti penambahan tulangan baja akan terbentuk beton

    bertulang.

    2.2 Beton Bertulang

    Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja di mana

    tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton.

    Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur,

    besar maupun kecil – bangunan, jembatan, bendungan, dinding penahan tanah,

    terowongan, jembatan yang melewati lembah (viaduct), drainase serta fasilitas

    irigasi, tangki dan lain sebagainya. Sukses beton bertulang sebagai bahan

  • II - 2

    konstruksi yang universal cukup mudah dipahami jika dilihat dari banyaknya

    kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan tersebut antara lain (McCormac, 2004):

    1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan

    dengan kebanyakan bahan yang lain.

    2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan

    air, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang

    banyak bersentuhan dengan air.

    3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.

    4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.

    5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang

    sangat panjang. Dalam kondisi–kondisi normal, struktur beton

    bertulang dapat digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan

    kemampuannya untuk menahan beban.

    6. Beton biasanya merupakan satu–satunya bahan yang ekonomis untuk

    pondasi tapak, dinding, basement, tiang tumpuan jembatan, dan

    bangunan–bangunan lain semacam itu.

    7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak

    menjadi bentuk sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom

    yang sederhana smpai atap kubah dan cangkang besar.

    8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan–bahan lokal yang

    murah (pasir, kerikil, air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit

    semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari

    daerah lain.

  • II - 3

    9. Keahlian buruh untuk membangun konstruksi beton bertulang lebih

    rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti baja struktur.

    Di samping kelebihan–kelebihan beton bertulang sebagai suatu bahan

    struktur seperti yang telah disebutkan di atas, beton bertulang juga mempunyai

    berbagai kekurangan dan kelemahan. Kelemahan–kelemahan tersebut antara lain

    adalah (McCormac, 2004):

    1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga

    memerlukan tulangan tarik.

    2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di

    tempatnya sampai beton tersebut mengeras. Selain itu, penopang atau

    penyangga sementara mungkin diperlukan untuk menjaga agar

    bekisting tetap berada pada tempatnya, misalnya pada kolom,

    dinding, atap, dan struktur–struktur sejenis, sampai bagian-bagian

    beton ini cukup kuat untuk menahan beratnya sendiri.

    3. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan

    beton bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada

    struktur–struktur bentang panjang di mana berat beban mati beton

    yang besar akan sangat mempengaruhi momen lentur.

    4. Akibat rendahnya kekuatan per satuan berat, rendahnya kekuatan per

    satuan volume akan mengakibatkan beton akan berukuran relatif

    lebih besar.

  • II - 4

    2.3. Bahan Penyusun Beton

    2.3.1 Portland Composite Cement (PCC)

    Semen Portland Komposit adalah Bahan pengikat hidrolis hasil

    penggilingan bersama-sama terak semen portland dan g ips dengan satu at au

    leb ih bahan anorganik, at au has i l pencampuran antara bubuk semen

    portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut

    antara lain : Terak tanur tinggi (Blast Furnace Slag), Pozolan, Senyawa silikat,

    Batu kapur. Dengan kadar total bahan anorganik 6% – 35% dari massa

    semen portland komposit(SNI 15-7064-2004).

    Tabel 2.1 : Tabel karakteristik semen PCC

    HASIL

    PENGUJIAN

    I PROPERTIS KIMIA

    Magnesium Oxida (MgO %) - 0.77

    Sulfur Trioxida (SO3)

    C3A < 8 (%) maks 4 1.9

    C3A > 8 (%) maks 4 -

    II PROPERTIS FISIK

    Kehalusan dengan alat Blaine (m²/kg) min 28 382

    Kekekalan bentuk dengan Autoclave (%) maks 0.8 0.18

    Kuat Tekan (kg/cm²)

    > 3 hari min 125

    > 7 hari min 200

    > 28 hari min 250

    Waktu pengikatan dengan alat vicat (menit)

    > Pengikatan awal min 45 103

    > Pengikatan akhir min 375 303

    Pengikatan semu

    > Penetrasi akhir (%) min 50 64.29

    Kandungan udara dalam mortar (%volume) maks 12 11.5

    Berat Jenis (gr/cm²) - 3.13

    DeskripsiNo. SNI 15-7064-2004

    Sumber : PT.Semen Tonasa

  • II - 5

    2.3.2 Agregat

    Agregat merupakan bagian beton yang terdiri dari 60 sampai 80% dari

    volume beton dan harus digradasikan sedemikian rupa agar masa beton

    keseluruhan bekerja sebagai suatu benda padat, homogen, kombinasi yang rapat,

    dengan yang berukuran yang lebih kecil bekerja sebagai suatu pengisi celah

    ronggga-rongga yang terdapat di antara partikel-partikel yang lebih besar (Nawy,

    2010).

    Agregat Kasar

    Agregat disebut agregat kasar apabila ukurannya sudah melebihi ¼ in (6

    mm). Sifat agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya

    tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca, dan efek-efek perusak lainnya.

    Agregat kasar mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik, dan harus

    mempunyai ikatan yang baik dengan gel semen (Nawy, 2010).

    Agregat Halus

    Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari

    kedua pasir tersebut. Ukurannya bervariasi antara No. 4 dan No. 100 saringan

    standar Amerika. Agregat halus yang baik harus bebas bahan organik, lempung,

    partikel yang lebih kecil dari saringan No. 100 atau bahan-bahan lain yang dapat

    merusak campuran beton (Nawy, 2010). Agregat halus mempunyai ukuran butir

    terbesar 5,0 mm(SK SNI 03-2847-2002).

    2.3.3 Air

    Di dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama

    untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan

  • II - 6

    berlangsungnya pengerasan, dan yang kedua adalah sebagai pelincir campuran

    kerikil, pasir dan semen agar memudahkan percetakan.

    Beton yang padat dan kuat diperoleh dengan menggunakan jumlah air

    yang minimal dan memiliki derajat workabilitas yang dibutuhkan untuk

    memberikan kepadatan maksimal. Hal tersebut sangat dipengaruhi pada

    perbandingan air semen. Beton yang mempunyai factor air/semen minimal dengan

    workabilitas yang dibutuhkan untuk pemadatan sempurna tanpa pekerjaan

    pemadatan yang berlebihan, merupakan beton yang terbaik (Murdock, 1991).

    Syarat air yang dapat digunakan menurut SNI-03-2847-2002 :

    1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari

    bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan

    organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau

    tulangan

    2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton

    yang di dalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang

    terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam

    jumlah yang membahayakan.

    3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton kecuali

    ketentuan berikut terpenuhi:

    a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran

    beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

    b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang

    dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus

  • II - 7

    mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari

    kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.

    2.3.4 Bahan Tambah Retarder

    Bahan tambah retarder merupakan bahan tambah yang berfungsi untuk

    memperlambat pengerasan beton dan menghambat kenaikan temperatur. Bahan

    aditif ini terdiri dari berbagai jenis asam atau gula atau turunan-turunan dari gula.

    Bahan aditif ini juga memperpanjang waktu plastisitas dari beton dan

    memungkinkan pengadukan atau daya lekat yang lebih baik pada penuangan

    beton yang dilakukan berulang-ulang (McCormac, 2004).

    2.4 Baja Tulangan

    Baja Tulangan dibedakan menjadi dua jenis yaitu tulangan polos (plain

    bar) dan tulangan ulir (deformed bar). Tulangan ulir memiliki daya ikatan yang

    lebih baik antara beton dan baja dibandingkan dengan tulangan polos (McCormac,

    2004).

    Model pengujian yang yang paling tepat untuk mendapatkan sifat-sifat

    mekanik dari material baja adalah dengan melakukan uji kuat tarik. Uji tekan

    tidak dapat memberikan data yang akurat karena disebabkan beberapa hal antara

    lain adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari

    benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi lebih mudah

    dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan.

  • II - 8

    Gambar 2.1 : Kurva hubungan tegangan regangan (f) vs (ε)

    Sumber : Agus Setiawan, 2008

    Gambar 2.2 : Bagian kurva tegangan – regangan yang diperbesar

    Sumber : Agus Setiawan, 2008

    Titik penting dalam kurva tegangan-regangan antara lain adalah:

    fp : batas proporsional

    fe : batas elastis

    fyu’ fy : tegangan leleh atas dan bawah

    fu : tegangan putus

  • II - 9

    ɛsh : regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening

    ɛu : regangan saat tercapainya tegangan putus

    Titik-titik penting ini membagi kurva tegangan-regangan menjadi beberapa

    daerah sebagai berikut:

    1. Daerah linear antara 0 dan fp’ dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke,

    kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus

    Elastisitas atau Modulus Young, E = f/ɛ

    2. Daerah elastis antara 0 dan fepada daerah ini jika beban dihilangkan

    maka benda uji tersebut masih bersifat elastis.

    3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2-1,5%,

    pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan

    sebesar fy .Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktalitas dari

    material baja tersebut. Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah

    plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan.

    Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar-

    benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis.

    4. Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antara ɛsh dan ɛu. Untuk

    regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastisitas

    maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan

    kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah plastis. Daerah

    ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain-hardening), yang

    berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini

    dinamakan modulus penguatan regangan (Eu).

  • II - 10

    Dalam perencanaan struktur baja, SNI 03-1729-2002 mengambil beberapa

    sifat mekanik dari material baja yang sama yaitu :

    Modulus elastisitas, E = 200000 MPa

    Modulus Geser, G = 80000 MPa

    Angka Poisson = 0,30

    Koefisien muai panjang = 12.10

    Nilai daktalitas dari berbagai material baja berbeda-beda. Baja mutu tinggi

    memiliki nilai daktalitas yang lebih rendah dibandingkan misalnya mutu BJ 37.

    Beberapa baja mutu tinggi bahkan memiliki nilai daktalitas mendekati satu, atau

    dengan kata lain hampir tidak ada bagian yang mendatar pada kurva tegangan-

    regangan. Untuk baja mutu tinggi ini juga tidak menunjukkan nilai tegangan leleh

    (fy) yang jelas, sehingga nilai tegangan leleh dari baja mutu tinggi didefenisikan

    sebagai besarnya tegangan yang dapat menimbulkan regangan permanen sebesar

    0,2 % (Setiawan, 2008).

    2.5 Sifat-Sifat Beton

    2.5.1 Kuat Tekan

    (SNI 03-1974-1990) Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan

    luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya

    tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan.

    Kuat tekan dapat ditulis dengan persamaan :

    𝜎 = 𝑃

    𝐴…. ............................................................................................. (2.1)

    Dimana :

    σ= Kuat tekan beton (kg/cm2)

  • II - 11

    P = Beban maksimum (kg)

    A = Luas penampang yang menerima beban (cm2)

    Dalam penelitian ini, kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan

    maksimum f’c dengan satuan N/mm2 atau MPa (Mega Pascal). Yang dimaksud

    dengan tegangan f’c yang menjadi parameter kuat tekan beton adalah tegangan

    maksimum pada saat regangan beton (εb) mencapai 0,002.

    Gambar 2.3 : Grafik hubungan tegangan-regangan beton.

    Sumber : Istimawan Dipohusodo, 1994

    2.5.2 Modulus Elastisitas

    Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi

    tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik

    serta perbandingan antara semen dan agregat. Terdapat beberapa defenisi

    mengenai modulus elastisitas (McCormac, 2004):

    1. Modulus awal adalah kemiringan diagram tegangan-regangan pada titik

    asal dari kurva.

    2. Modulus tangen adalah kemiringan dari salah satu tangen (garis singgung)

    pada kurva tersebut di titik tertentu di sepanjang kurva, misalnya pada

    50% dari kekuatan maksimum beton.

  • II - 12

    3. Modulus sekan adalah kemiringan dari suatu garis yang ditarik dari titik

    asal kurva ke suatu titik pada kurva tersebut di suatu tempat di antara 25%

    sampai 50% dari kekuatan tekan maksimumnya.

    4. Modulus semu (apparent modulus) atau modulus jangka panjang

    ditentukan dengan menggunakan tegangan dan regangan yang diperoleh

    setelah beban diberikan selama beberapa waktu.

    Gambar 2.4 :Modulus-modulus tangen dan sekan beton

    Sumber : Edward G. Nawy, 2010

    Berdasarkan SNI 03-2847 2002 pasal 10.5.1, menentapkan rumus nilai

    modulus elastisitas beton sebagai berikut :

    Untuk beton dengan berat isi berkisar antara 1500 – 2500 kg/cm3, nilai modulus

    elastisitasnya yaitu :

    𝐸𝑐 = 0,043 𝑤𝑐1,5 𝑓′𝑐…. ..................................................................... (2.2)

    Untuk beton normal, modulus elastisitasnya yaitu :

    Ec = 4700. 𝑓′𝑐…................................................................................ (2.3)

  • II - 13

    Dimana :

    Ec : Modulus Elastisitas beton (MPa)

    wc : Berat satuan beton (kg/cm3)

    f’c : Kuat tekan beton (MPa)

    2.5.3 Kuat Tarik

    Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya.

    Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton

    dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton

    menerima beban tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga

    memungkinkan terjadinya penyaluran. Kuat tarik beton tidak berbanding lurus

    dengan kuat tekan ultimatnya f’c. meskipun demikian, kuat tarik ini dapat

    diperkirakan berbanding lurus terhadap akar kuadrat dari f’c.

    Berdasarkan SNI 03-2491-2002, nilai kuat tarik belah dapat dihitung

    dengan rumus :

    𝑓𝑐𝑡 = 2𝑃

    𝐿𝐷…. ........................................................................................ (2.4)

    Dimana :

    fct : Kuat tarik belah (MPa)

    P : Beban uji maksimum (N)

    L : Panjang benda uji (mm)

    D : Diameter beban uji (mm)

  • II - 14

    2.5.4 Kuat Geser

    Menurut SNI 03-2874-2002 kuat geser kolom dapat dihitung dengan

    persamaan :

    Vn = Vc + Vs…. .................................................................................... (2.5)

    Kuat geser nominal beton dan kuat geser tulangan geser dapat dihitung

    sebagai berikut :

    dbcf

    Ag

    NVc u ..

    6

    '.

    .141

    …. .......................................................... (2.6)

    s

    dfyAvVs

    .. ....................................................................................... (2.7)

    di mana :

    Vn = kuat geser nominal

    Vc = kuat geser beton

    Vs = Kuat geser sengkang

    Nu = beban aksial

    Ag = Luas penampang bruto

    f’c = kuat tekan beton

    b = lebar daerah tekan beton

    d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan

    Av = luas tulangan geser

    fy = tegangan leleh sengkang

    s = spasi sengkang

  • II - 15

    2.5.5 Susut

    Pada dasarnya, ada dua tipe susut yaitu susut plastis dan susut mengering.

    Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama setelah penempatan beton segar

    dalam bekisting sedangkan susut mengering terjadi setelah beton mencapai

    pengikatan akhirnya dan sebagian proses hidrasi kimia yang baik di dalam jeli

    semen telah terbentuk (Nawy, 2010).

    Gambar 2.5 :Rasio w/c dan efek kadar agregat terhadap susut

    Sumber : Edward G. Nawy, 2010

    Beberapa faktor yang mempengaruhi besaran dari susut mengering (Nawy,

    2010):

    1. Agregat bekerja mengekang susut pasta semen sehingga beton-beton dengan

    kadar agregat yang tinggi kurang rentan terhadap susut.

    2. Semakin tinggi rasio air/semen atau air/butiran halus, semakin tinggi efak

    susut.

  • II - 16

    3. Laju maupun besaran total susut menurun dengan peningkatan pada volume

    elemen beton.

    4. Kelembapan relatif sangat mempengaruhi besaran susut karena laju susut

    lebih rendah dalam keadaan kelembapan relatif yang lebih tinggi.

    5. Beton bertulang menyusut lebih kecil daripada beton polos; perbedaan

    relatifnya adalah sebuah fungsi persentasi tulangan.

    6. Penggunaan bahan-bahan campuran dapat mempengaruhi susut yang terjadi

    misalnya kalsium klorida yang digunakan untuk mempercepat pengerasan

    dan pengikatan beton dapat meningkatkan susut.

    7. Tipe semen seperti rapid-hardening cement atau semen mengeras cepat

    menyusut sedikit lebih besar daripada tipe-tipe lain.

    8. Susut juga terjadi karena adanya karbonisasi.

    2.5.6 Rangkak

    Rangkak (creep) atau lateral material flow adalah penambahan regangan

    terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja. Deformasi awal akibat beban

    adalah regangan elastis,sedangkan regangan tambahan akibat beban yang sama

    disebut regangan rangkak.

    Besar rangkak yang terjadi sangat bergantung pada besarnya tegangan.

    Rangkak hampir berbanding lurus terhadap tegangan selama tegangan yang terjadi

    tidak lebih besar dari setengah f’c. Beban jangka panjang tidak hanya

    menyebabkan rangkak tetapi juga berakibat buruk terhadap tegangan beton. Untuk

    beban terpusat yang diterapkan pada suatu spesimen selama satu tahun atau lebih,

    terjadi pengurangan tegangan sebesar 15% sampai 25% (McCormac, 2004)

  • II - 17

    Gambar 2.6 :Kurva waktu-regangan

    Sumber : Edward G. Nawy, 2010

    Beberapa hal yang mempengaruhi besar rangkak (McCormac, 2004) :

    1. Semakin lama waktu perawatan beton sebelum beban diterapkan, semakin

    kecil rangkak yang akan terjadi. Perawatan dengan pengupan, yang akan

    mempecepat penguapan juga akan mengurangi rangkak.

    2. Beton mutu tinggi mengalami rangkak yang lebih sedikit daripada beton mutu

    rendah pada tingkat tegangan yang sama.

    3. Rangkak bertambah pada temperatur yang lebih tinggi.

    4. Semakin tinggi kelembapan, akan semakin sedikit air pori bebas yang dapat

    keluar dari beton. Besar rangkak pada tingkat kelembapan 50% hampir dua

    kali lipat besar rangkak pada tingkat kelembapan 100%.

    5. Beton dengan persentase pasta air-semen yang paling tinggi memiliki rangkak

    yang paling besar.

  • II - 18

    6. Penambahan tulangan pada daerah tekan beton akan sangat mengurangi

    rangkak karena baja hanya mengalami rangkak yang sangat kecil pada

    tegangan normal.

    7. Batang beton yang berukuran besar (batang dengan perbandingan antara

    volume dan luas permukaan yang besar) akan mengalami rangkak

    proporsional yang lebih kecil daripada batang tipis yang ukurannya lebih kecil

    dimana air bebas hanya perlu menempuh jarak yang lebih pendek untuk

    mengalir keluar.

    2.6 Kolom

    Pada suatu konstruksi bangunan gedung, kolom berfungsi sebagai

    pendukung beban-beban dari struktur diatasnya seperti balok dan pelat lantai,

    untuk diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi. Beban dari balok dan pelat ini

    berupa beban aksial tekan serta momen lentur. Kolom merupakan komponen

    struktur yang paling penting untuk diperhatikan, karena apabila kolom ini

    mengalami kegagalan, maka akan berakibat keruntuhan struktur bangunan atas

    dari gedung secara keseluruhan.

    Kolom merupakan anggota tekan vertikal dari suatu rangka struktural.

    Oleh karena itu kegagalan kolom struktural merupakan kepentingan utama dalam

    ekonomi demikian juga korban jiwa. Sehingga didalam mendesain kolom

    memerlukan suatu kekuatan cadangan yang lebih tinggi dibanding mendesain

    struktur lentur.

  • II - 19

    2.6.1 Jenis – Jenis Kolom

    Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan

    Bentuk dan susunan tulangan mengidentifikasikan tiga tipe kolom yaitu:

    1. Kolom persegi atau bujursangkar yang ditulangi dengan batang-batang

    longitudinal dan pengikat-pengikat lateral.

    2. Kolom bulat yang ditulangi dengan tulangan longitudinal dan tulangan

    spiral, atau pengikat-pengikat lateral.

    3. Kolom komposit dimana bentuk-bentuk struktural baja dilingkupi

    didalam beton. Bentuk-bentuk struktural itu dapat ditempatkan didalam

    rangka tulangan.

    Jenis Kolom Berdasarkan Letak dan Posisi Beban Aksial

    Berdasrkan letak beban aksial yang bekerja pada penampang kolom

    dibedakan menjadi:

    1. Kolom dengan posisi beban sentris, yaitu kolom yang menahan beban

    aksial tepat pada sumbu kolom. Pada keadaan ini seluruh permukaan

    penampang beton beserta tulangan kolom menahan beban tekan. Akan

    tetapi pada kenyataanya tidak ada kolom yang dibebani secara aksial

    sempurna.

    2. Kolom dengan posisi beban eksentris, yaitu kolom yang menahan

    beban aksial bekerja di luar sumbu kolom dengan eksentrisitas sebesar

    e. Beban aksial P dan eksentrisitas e ini akan menimbulkan momen

    sebesar M = P . e. Oleh karena itu kolom seperti ini didesian sama

    dengan kolom yang menerima beban aksial sentris dan momen.

  • II - 20

    Jenis Kolom BerdasarkanPanjang Kolom

    Berdasrkan ukuran panjang dan pendeknya, kolom dibedakan atas kolom

    pendek dan kolom panjang. Jika sebuah kolom gagal yang disebabkan oleh

    kegagalan material awal (lelehnya baja tulangan atau hancurnya beton), maka

    kolom tersebut diklasifikasikan sebagai kolom pendek. Seiring dengan

    bertambahnya panjang kolom, maka kemungkinan kegagalan yang diakibatkan

    oleh tekuk juga meningkat. Sehingga jika sebuah kolom gagal akibat tekuk, maka

    kolom tersebut diklasifikasikan sebagai kolom panjang atau kolom langsing.

    Selain dari dua jenis kolom tersebut SNI 03 – 2847-2002 pasal 3.26 juga

    mendefenisikan yang disebut kolom pedestal yaitu jika komponen struktur tekan

    tegak yang mempunyai rasio tinggi bebas terhadap dimensi lateralterkecil rata-rata

    kurang dari tiga (McCormac, 2004).

    Jenis Kolom Berdasarkan Tulangan Transversal

    Berdasarkan tulangan transversal, kolom dibedakan menjadi :

    1. Kolom dengan pengikat lateral atau sengkang.

    Jika kolom dengan sengkang persegi dibebani sampai runtuh, maka

    sebagian dari selimut beton akan terkelupas (spalling) kecuali jika

    sengkang dipasang sangat rapat, tulangan longitudinal akan menekuk

    segera setelah selimut betonnya menghilang. Keruntuhan seperti ini

    dapat terjadi secara tiba – tiba.

    2. Kolom dengan tulangan spiral

    Jika kolom spiral dibebani sampai runtuh, selimut beton juga akan

    terkelupas tetapi bagian inti akan terus berdiri. Dan jika spiral

  • II - 21

    memiliki jarak yang sangat berdekatan bagian inti akan mampu

    menahan tambahan beban yang cukup besar diatas beban yang

    menyebabkan terkelupasnya selimut beton (McCormac, 2004).

    Jenis Kolom Berdasarkan Kemampuan Menahan Gaya Lateral

    Berdasarkan kemampuannya dalam menahan gaya lateral maka kolom

    dibedakan atas kolom bergoyang dan kolom tidak bergoyang. Kolom suatu

    struktur boleh dianggap tak bergoyang bila perbesaran momen-momenujung

    akibat pengaruh orde-dua tidak melebihi 5 % dari momen-momen ujung orde satu

    (SNI 03 -2847-2002).

    2.6.2 Batas Kelangsingan Kolom

    Telah dijelaskan bahwa kolom dibedakan atas kolom pendek dan kolom

    panjang. Perbedaan ini ditinjau dari rasio kelangsingan kolom, yaitu nilai

    pebandingan ukuran antara pendek atau panjangnya kolom terhadap dimensi

    lateralnya.

    Dalam hal perilaku deformasi kolomakibat menahan beban horizontal,

    kolom dibedakan menjadi dua macam yaitu kolom tidak dapat bergoyang dan

    kolom dapat bergoyang. SNI 03–2847–2002 memberikan suatu batasan yang

    tegas, yaitu kolom dimasukkan dalam jenis kolom pendek jika dipenuhi syarat

    berikut:

    1. Untuk kolom yang tidak dapat bergoyang (Pasal 12.12.2)

    𝑘 .𝑙𝑢

    𝑟≤ 34 − 12

    𝑀𝑢1

    𝑀𝑢2 …. ............................................................ (2.8)

  • II - 22

    2. Untuk kolom yang dapat bergoyang (Pasal 12.13.2)

    𝑘 .𝑙𝑢

    𝑟≤ 22…. ............................................................................... (2.9)

    𝑟 = 𝐼

    𝐴…. ................................................................................ (2.10)

    Dimana:

    k = faktor panjang efektif kolom

    lu = panjang bersih kolom

    r = jari-jari girasi

    Jika persyaratan – persyaratan diatas tidak dipenuhi maka kolom

    tersebut termasuk jenis kolom panjang.

    2.6.3 Faktor Panjang Efektif Kolom

    Faktor panjang efektif kolom (k) ini sangat dipengaruhi oleh derajat

    hambatan pada ujung – ujung kolom (𝛹 : Derajat hambatan ini dirumuskan

    sebagai berikut (Pasal 12.11.6 SNI 03-2847-2002):

    𝛹 = ⅀ 𝐸𝑐 .𝐼𝑘 𝑙𝑘

    ⅀ 𝐸𝑐 .𝐼𝑏 𝑙𝑏 ................................................................................ (2.11)

    Jika ujung kolom berupa jepit, maka nilai 𝛹 = 0

    Jika ujung kolom berupa sendi, maka nilai 𝛹 = 10

    Jika ujung kolom bebas, maka nilai 𝛹 = ∞

    Sehingga nilai faktor panjang efektif untuk kolom yang tidak dapat

    bergoyang selalu ≤ 1 dan diambil nilai terkecil dari dua persamaan berikut:

    k = 0,7 + 0,05 . (𝛹𝐴 + 𝛹𝐵) dengan k≤ 1……………………….. (2.12)

    k = 0,85 + 0,05 . 𝛹 𝑚𝑖𝑛 dengan k≤ 1……………………….. (2.13)

  • II - 23

    𝛹𝐴 dan 𝛹𝐵 = derajat hambatan pada ujung atas dan ujung bawah kolom

    𝛹𝑚𝑖𝑛 = derajat hambatan yang terkecil

    Adapun nilai faktor panjang efektif untuk kolom tidak dapat bergoyang

    bisa lebih dari 1, tergantung hasil hitungan. Pada keadaan ini ditinjau 2 hal, yaitu :

    1. Jika kedua ujung kolom terjepit maka nilai k dihitung sebagai

    berikut:

    k = 20−𝛹 m

    20 1 + 𝛹𝑚 jika 𝛹𝑚< 2……………………….. (2.14)

    k = 0,9. 1 + 𝛹𝑚jika 𝛹𝑚 ≥ 2……………………….. (2.15)

    dengan 𝛹𝑚 adalah nilai rata – rata dari 𝛹A dan 𝛹B

    2. Jika satu ujung kolom terjepit dan ujung lainnya sendi atau bebas

    maka nilai k dihitung sebagai berikut :

    k = 2,0 + 0,3 𝛹……………………………………..………….. (2.16)

    dengan 𝛹 adalah derajat hambatan pada ujung terjepit.

    2.6.4 Beban Tekuk atau Beban Kapasitas Tekan Pc

    Pada kolom panjang, perlu dipertimbangkan bahaya tertekuknya batang

    kolom. Besar beban tekuk atau beban kapasitas tekan Pc ini menurut Euler

    dihitung dengan rumus berikut:

    Pc=𝜋2 . 𝐸𝐼

    𝑘 .𝑙𝑢 2 ….…………………………………..………….. (2.17)

    Pc = beban tekuk Euler Atau beban kapasitas tekan kolom

    Lu = panjang bersih kolom.

    2.6.5 Pengekangan Kolom

    Kolom beton murni dapat mendukung beban yang sangat kecil, tetapi

    kapasiatas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan

  • II - 24

    tulangan longitudinal. Peningkatan kekuatan yang lebih besar lagi akan terjadi

    dengan memberikan kekangan lateral terhadap tulangan lomgitudinal ini. Akibat

    beban tekan, kolom cenderung tidak hanya memendek dalam arah memanjang

    akan tetapi juga mengembang dalam arah lateral. Sehingga kapasitas kolom

    semacam ini akan menigkat tinggi dengan memberikan kekangan lateral dalam

    berbentuk sengkang persegi dengan jarak yang berdekatan yang membungkus

    sekeliling tulangan lomgitudinal (McCormac, 2004 )

    Tulangan lateral diperlukan untuk mencegah terkelupasnya (spalling)

    penutup beton atau tekuk lokal (local buckling) dari tulangan

    longitudinal.tulangan lateral ini biasa berupa pengikat-pengikat (ties) yang

    didistribusikan secara merata sepanjang tinggi kolom dengan jarak yang telah

    ditentukan. Tulangan longitudinal yang berspasi lebih dari 6 inci harus didukung

    oleh pengikat-pengikat lateral (Nawy, 2010).

    Gambar 2.7 : Model tegangan-regangan oleh Razvi dan Saatcioglu (1999)

    Sumber : Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol.14, Januari 2010

  • II - 25

    2.6.6 Kapasitas Beban Aksial Kolom Terkekang

    Tinjau sebuah kolom dengan Luas penampang Ag dengan lebar b dan

    tinggi h, ditulangi dengan luas tulangan total Ast pada semua sisi kolom. Luas

    penampang netto beton adalah Ag – Ast. Gambar 2.4 menyajikan diagram

    tegangan beton dan baja seiring dengan peningkatan beban aksial tekan dari

    kolom. Pada saat awal, baik baja maupun beton akan berperilaku secara elastis.

    Pada saat regangan sekitar 0,002 sampai 0,003, beton mencapai kekuatan

    maksimumnya (f’c). Peningkatan akan lebih jauh jika starin-hardening telah

    terjadi pada baja.

    Oleh karena itu kapasitas beban konsentris maksimum dari kolom dapat

    diperoleh dengan menambahkan sumbangan beton sebesar (Ag – Ast).0,85 f’c

    dansumbangan baja sebesar Ast.fy. harga sebesar 0,85 f’c sebagai pengganti f’c

    sebagai pengganti f’c digunakan dalam perhitungan karena diketahi bahwa

    kekuatan maksimum yang dapat dicapai suatu struktur pada kenyataannya

    mendekati 0,85 fc. Sehingga diperoleh kapasitas beban aksial kolom sebesar:

    P0 = 0,85 . f’c . (Ag – Ast) + Ast . fy …. .................................................. (2.18)

    Akan tetapi sangatlah tidak mungkin untuk mencapai eksentrisitas nol

    didalam struktur secara aktual. Eksentisitas – eksentrisitas dapat dengan mudah

    terjadi karena faktor-faktor seperti ketidakakuratan dalam tata letak kolom dan

    pembebanan yang tidak simetris. Oleh karena itu sebuah eksentrisitas minimum

    sebesar 10% dari tinggi kolom dalam arah tegak lurus terhadap sumbu lenturnya

    dianggap sebagi sebuah asumsi yang dapat diterima untuk reduksi beban kolom

  • II - 26

    yang bersengkang. Namun ACI telah menetapkan sebuah reduksi sebesar 20%

    untuk kolom yang bersengkang. Sehingga kapasitas beban aksial nominal

    maksimum kolom bersengkang tidak boleh lebih besar dari:

    Pn(maks) = 0,8 .( 0,85 . f’c . (Ag – Ast) + Ast . fy) ……………………..……(2.19)

    2.6.7 Ragam Kegagalan Material Pada Kolom

    Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik,

    penampang kolom dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan, yaitu:

    1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik

    2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan

    Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya

    tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan. Apabila Pn

    adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial pada kondisi balanced, maka:

    Pn< Pnb : Keruntuhan tarik

    Pn = Pnb : Keruntuhan balanced

    Pn > Pnb : Keruntuhan tekan

    Jika eksentrisitas semakin kecil, maka ada suatu transisi dari keruntuhan

    tarik utama ke keruntuhan tekan utama. Kondisi keruntuhan balanced tercapai

    apabila tulangan tarik mengalami regangan lelehnya Ey dan pada saat itu pula

    beton mengalami regangan batasnya dan mulai hancur.

    Awal keadaan runtuh dalam hal eksentrisitas yang besar terjadi dengan

    lelehnya tulangan tulangan baja yang tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan ke

    keruntuhan tarik terjadi pada e = eb. Jika e lebih besar daripada eb atau Pn < Pnb,

  • II - 27

    maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik yang diawali dengan

    lelehnya tulangan tarik.

    Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton,

    eksentrisitas gaya normal harus lebih kecil daripada eksentrisitas balanced dan

    tegangan pada tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu fs < fy.

    2.6.8 Pembatasan untuk Tulangan Kolom

    Ketentuan pembatasan tulangan komponen struktur tekan Berdasarkan

    SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut:

    1. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non-komposit

    tidak boleh kurang dari 0.01 ataupun lebih dari 0.08 kali luas bruto

    penampang Ag.

    2. Jumlah minimum batang tulangan longitudinal pada komponen

    struktur tekan adalah 4 untuk batang tulangan di dalam sengkang

    pengikat segiempat atau lingkaran, 3 untuk tulangan di dalam

    sengkang pengikat segitiga, dan 6 untuk batang tulangan yang

    dilingkupi oleh spiral.

    3. Spasi maksimum sengkang ikat yang dipasang pada rentang l0 dari

    muka hubungan balok-kolom adalah s0. Spasi s0 tersebut tidak boleh

    melebihi:

    a) delapan kali diameter tulangan longitudinal terkecil

    b) 24 kali diameter sengkang ikat

  • II - 28

    c) setengah dimensi penampang terkecil komponen struktur

    d) 300 mm

    4. Panjang l0 tidak boleh kurang daripada nilai terbesar seperenam tinggi

    bersih kolom dan dimensi terbesar penampang kolom.

    2.7 Penelitian Terdahulu

    Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pengekangan kolom

    akibat beban aksial, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tavio

    dan P.D.S. Pamenia dalam Dinamika Teknik Sipil, volume 9, nomor 2, juli 2009

    dengan menggunakan elemen struktural kolom derngan penampang 500 x 500

    dengan tinggi 8 meter, f’c = 30 MPa, dan fy = 400 MPaserta konfigurasi

    pengekangan diperlihatkan pada gambar berikut:

    Gambar 2.8 : Detail potongan benda uji kolom Tavio

    Sumber : Dinamika Teknik Sipil, volume 9, nomor 2, juli 2009

  • II - 29

    Secara teori, dengan menggunakan rumus Euler beban yang dapat diterima

    oleh kolom adalah 413.11 Ton sedangkan dalam penelitian didapatkan beban

    maksimum 271.11 Ton untuk kolom tanpa sengkang dan 324.04 Ton untuk untuk

    kolom bersengkang (K1). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan 34.37%

    untuk kolom tanpa sengkang dan 21.56% untuk kolom bersengkang antara teori

    dengan hasil penelitian.

  • III - 1

    BAB III

    METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

    3.1 Bagan Alir Penelitian

    Gambar 3.1. Bagan alir penelitian

    Ya

    Ya

    Tidak

    Mulai

    Persiapan : - Desain Penelitian - Bahan Penelitian - Alat Penelitian - Administrasi Laboratorium

    -

    Pemeriksaan bahan : - Agregat Kasar - Agregat Halus

    - Besi Tulangan (Memenuhi)

    -

    PerencanaanMix Design

    Pencampuran Beton segar

    Pengecoran/cetak Kolom beton bertulang bersengkang

    dan tidak bersersengkang

    Perawatan dan Pengujian Kolom beton bertulang

    Kesimpulandan Saran

    Selesai

    Pengujian

    Slump Test (Memenuhi)

    Hasil pengujian dan pembahasan

    Tidak

  • III - 2

    3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

    3.2.1 Lokasi Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Sipil,

    Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar.

    3.2.2 Waktu Penelitian

    Penelitian berlangsung selama ± 4 (empat) bulan mulai bulan September

    sampai dengan bulan Desember 2011.

    3.3 Penulangan Kolom

    Penelitian yang diusulkan bersifat kuantitatif dan berbentuk penelitian

    eksperimental. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

    perilaku dan karakteristik kolom.

    Adapun jenis dari kolom yang akan diuji adalah kolom tanpa sengkang

    dan kolom sengkang persegi dengan dimensi kolom 12.5 x 12.5 x 102 cm.

    Gambar 3.2Gambar penulangan kolom

  • III - 3

    Di bawah ini merupakan jenis atau variasi dari kolom yang akan diuji.

    Adapun variasi penulangan kolom yang akan diuji mengacu pada ketentuan

    SNI 03-2487-2002.

    Tabel 3.1 Variasi benda uji

    Jenis

    Keterangan

    Gambar

    Benda Uji

    B x H

    (cm)

    Tinggi

    (H)

    (cm)

    Tebal

    Selimut

    (cm)

    Jumlah

    Benda Uji

    Normal I

    (N-I)

    Kolom tanpa

    Sengkang

    12.5 x

    12.5

    102

    1.5

    2

    Normal II

    (N-II)

    Kolom bersengkang

    dengan jarak

    sengkang

    20 cm

    12.5 x

    12.5

    102

    1.5

    2

    Normal III

    (N-III)

    Kolom bersengkang

    dengan jarak

    sengkang lebih

    dirapatkan pada

    bagian tepi

    12.5 x

    12.5

    102

    1.5

    2

  • III - 4

    3.4 Prosedur Penelitian

    3.4.1 Pengujian Karakteristik Agregat

    Pemeriksaan karakterisrik agregat yang dilakukan dalam penelitian ini

    berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

    1. Agregat Halus

    Pemeriksaan analisa saringan

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1968-1990.

    Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

    Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1970-1990.

    Hasil Pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 2.

    Pemeriksaan kadar organik

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-2896-1992.

    Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 3.

    Pemeriksaan Kadar Lumpur

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-4142-1996.

    Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

    Pemeriksaan Kadar Air

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1971-1990.

    Hasil pemeriksaaan dapat dilihat pada Lampiran 5.

    2. Agregat Kasar

    Pemeriksaan analisa saringan

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1968-1990.

    Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 6.

  • III - 5

    Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1969-1990.

    Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 7.

    Pemeriksaan abrasi / keausan

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-2417-1991.

    Hasi pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 8.

    Pemeriksaan Kadar Lumpur

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-4142-1996.

    Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 9.

    Pemeriksaan Kadar Air

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1971-1990.

    Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 10.

    3.4.2 Penentuan Komposisi Mix Design

    Penentuan komposisi mix design dengan metode mix design DOE

    (Department Of Environment).

    1. Penetapan komposisi agregat kasar dan agregat halus

    Dalam beton normal penetapan jumlah agregat kasar dan halus ditentukan

    dengan cara perhitungan penggabungan agregat.

    2. Penetapan kadar air bebas

    Penetapan kadar air bebas ini didasarkan pada hasil trial mix dan

    pertimbangan dari ukuran maksimum agregat. Seperti pada Gambar 3.3

    dibawah ini.

  • III - 6

    Gambar 3.3.Kurva air bebas.

    Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.

    3. Penetapan faktor air semen

    Dalam penetapan faktor air semen akan dipengaruhi oleh kondisi agregat.

    Untuk mendapatkan nilai kuat yang tinggi diusahakan nilai faktor air semen

    sekecil mungkin dengan tetap memperhatikan workability-nya. Semakin kecil

    nilai faktor air semen maka semakin susah pengerjaannya dan dapat

    menyebabkan beton keropos namun dapat meningkatkan kekuatan beton.

    Namun dalam penelitian ini digunakan nilai faktor air semen 0.45 agar dapat

    mempermudah pekerjaan.

    4. Penetapan kadar semen

    Penetapan kadar semen didasarkan pada pertimbangan dari kadar air bebas

    dan faktor air semen.

    Kadar air semen = ….……(3.1)

    (Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.)

    Kadar air bebas

    Faktor air semen

  • III - 7

    5. Penetapan berat jenis spesifikasi gabungan agregat

    Berat jenis spesifikasi gabungan dapat dihitung dengan menggunakan

    rumus :

    BJ sp.gab. = a% x BJ.SP.SSD pasir + b% x BJ.sp.SSD kerikil …………(3.2)

    (Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.)

    Dimana:

    a = presentase penggabungan agregat halus terbaik

    b = presentase penggabungan agregat kasar terbaik

    6. Penentuan berat volume beton

    Berat volume beton diperoleh berdasarkan pertimbangan dari kadar air

    bebas dan berat jenis spesific gabungan, seperti yang tertera pada grafik

    dibawah ini.

    Gambar 3.4. Kurva berat volume beton segar.

    Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.

  • III - 8

    7. Penetapan jumlah agregat kasar dan halus

    Penetapan jumlah agregat yang digunakan diperoleh dengan menggunakan

    rumus:

    - Berat total agregat = Berat volume beton-berat semen-kadar air bebas

    - Berat agregat pasir = Berat total agregat x % gab. Pasir

    - Berat agregat kasar = berat total agergat-berat agregat halus

    8. Penetapan dosis admixture.

    Admixture yang digunakan berupa retarder(Plastiment RTD-01). Dosis

    yang digunakan berdasar dari petunjuk pembuat produk.

    3.4.3 Pembuatan benda uji

    Dalam penelitian ini proses pencampuran dilakukan dengan concrete

    mixer (mesin pengaduk beton). Proses kerja pencampuran dan pembuatan benda

    uji adalah sebagai berikut :

    Material pembentuk beton (semen, pasir, kerikil, air) ditimbang sesua