resume tugas akhir efek pengekangan ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/digital...2....
TRANSCRIPT
-
RESUME TUGAS AKHIR
EFEK PENGEKANGAN TULANGAN TRANSVERSAL
PADA KOLOM YANG MENERIMA BEBAN AKSIAL
DISUSUN OLEH :
INDRA HERDIMAN YUSUF RATU
D111 07 021
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012
-
1
EFEK PENGEKANGAN TULANGAN TRANSVERSAL PADA KOLOM
YANG MENERIMA BEBAN AKSIAL
ABSTRAK: Kolom merupakan elemen struktur yang menerima gaya aksial dan momen. Kesalahan
perencanaan dan kerusakan akibat gempa atau beban hidup yang bersifat tak terduga menyebabkan
kolom memerlukan peningkatan baik kapasitas aksial maupun lentur. Penelitian ini akan meninjau efek
pengekangan oleh tulangan transversal yang menerima beban aksial terhadap kuat tekan pada
penampang kolom persegi. Adapun data yang akan ditinjau antara lain kuat tekan kolom, defleksi dan
pola retak yang terjadi pada kolom. Analisis dilakukan dengan membuat 3 variasi benda uji untuk
mendapatkan hubungan beban maksimum dengan lendutan yang terjadi pada 3 arah yaitu arah X, Y,
dan Z. Yang pertama adalah kolom yang tidak terkekang oleh tulangan transversal, kolom kedua
terkekang oleh tulangan transversal, dan kolom ketiga terkekang oleh tulangan transversal yang lebih
dirapatkan pada bagian tepi kolom. Dari hasil analisis dalam penelitian ini diperoleh bahwa
pengekangan oleh tulangan transversal tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap penambahan
kekuatan tekan kolom namun dapat mengurangi defleksi yang terjadi yaitu sebesar 23.85% pada arah Z,
30.77% pada arah X dan 31.48% pada arah Y untuk variasi benda uji kedua (N-II) dan untuk variasi
benda uji yang ketiga (N-III) defleksi berkurang sebesar 26.06% pada arah Z, 38.81% pada arah X dan
42.13% pada arah Y. Berdasarkan dari hasil pengamatan pola retak, kolom tanpa pengekangan hanya
terjadi pola retak columnier sedangkan pada kolom dengan adanya pengekangan terjadi pola retak
columnier dan pola retak geser.
Kata kunci : Kolom, pengekangan, tulangan transversal, kuat tekan, defleksi, pola retak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Kolom merupakan elemen vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari
balok. Elemen ini merupakan elemen yang mengalami tekan dan pada umumnya disertai
dengan momen lentur. Kolom merupakan salah satu unsur terpenting dalam peninjauan
keamanan struktur. Jika sistem struktur mempunyai elemen tekan yang horizontal, elemen ini
disebut balok – kolom. Kolom bersengkang merupakan jenis yang paling banyak digunakan
karena murahnya harga pembuatannya. Sekalipun demikian, kolom segiempat maupun
bundar dengan tulangan berbentuk spiral kadang-kadang digunakan juga, terutama apabila
diperlukan daktalitas kolom yang cukup tinggi seperti pada daerah-daerah gempa.
Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya leleh karena tarik, atau terjadinya
kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu kolom dapat pula mengalami keruntuhan
apabila terjadi kehilangan stabilitas lateral, yaitu tekuk. Dalam upaya peningkatan mutu
beton, terutama kuat tekan, kuat geser dan modulus elastisitas pada kolom, maka salah satu
diantaranya yakni menggunakan baja tulangan baik tulangan longitudinal maupun transversal
dalam campuran beton yang biasa kita sebut sebagai beton bertulang. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis efek pengekangan kolom oleh tulangan transversal yang menerima beban
aksial.
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, ST, M.eng.
Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar
Ir. H. Abd. Madjid Akkas, MT.
Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar
Indra Herdiman Yusuf Ratu
Mahasiswa S1 Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar
Email : [email protected]
-
2
1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1. Maksud Penelitian
Adapun maksud dari penelitian ini adalah Mengetahui efek pengekangan oleh tulangan
transversal pada kolom yang menerima beban aksial.
1.2.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Menganalisis efek pengekangan yang terjadi
pada kolom dengan penambahan tulangan transversal.
1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana pengaruh pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom yang menerima
beban aksial?
1.4. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bahan material yang digunakan yaitu agregat halus dan kasar (kerikil) berasal dari sungai bili-bili dan semen yang digunakan yaitu semen portland komposit (PCC)
merk Tonasa.
2. Tulangan yang digunakan adalah tulangan ulir D 11 sebagai tulangan longitudinal dan tulangan polos Ø 8 sebagai tulangan transversal.
3. Bahan tambah yang digunakan adalah retarder (Plastiment RTD-01). 4. Kuat tekan beton yang direncanakan adalah 20 MPa. 5. Beban yang diberikan pada pengujian kolom yaitu beban sentris merata dan
dilakukan hingga kolom mengalami kehancuran untuk mendapatkan beban
maksimum.
6. Kolom yang dianalisis adalah kolom persegi dengan dimensi 12.5 cm x 12.5 cm dengan tinggi 102 cm, dengan model tulangan yang dibentuk sesuai rencana.
7. Pembacaan lendutan dengan “dial gauge” dengan ketelitian 0,01 mm.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beton
Secara umum beton dapat didefenisikan sebagai suatu campuran antara agregat halus,
agregat kasar, air serta semen sebagai bahan pengikatnya baik itu menggunakan bahan
tambah atau tidak yang membentuk suatu massa padat.
2.2. Beton Bertulang
Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja di mana tulangan baja
berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton.
2.3. Bahan Penyusun Beton
2.3.1. Portland Composite Cement (PCC)
Semen Portland Komposit adalah Bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan
bersama-sama terak semen portland dan g ips dengan satu at au lebih baha n
anorgan ik, at au has i l pencampuran antara bubuk semen port land dengan bubuk
bahan anorganik lain (SNI 15-7064-2004).
2.3.2. Agregat
Agregat disebut agregat kasar apabila ukurannya sudah melebihi ¼ in (6 mm). Sifat
agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap
disintegrasi beton, cuaca, dan efek-efek perusak lainnya.
Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari kedua pasir
tersebut. Ukurannya bervariasi antara No. 4 dan No. 100 saringan standar Amerika.
-
3
2.3.3. Air
Di dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama untuk
memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan,
dan yang kedua adalah sebagai pelincir campuran kerikil, pasir dan semen agar memudahkan
percetakan.
2.3.4. Bahan Tambah Retarder
Bahan tambah retarder merupakan bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat
pengerasan beton dan menghambat kenaikan temperatur (McCormac, 2004).
2.4. Baja Tulangan
Baja Tulangan dibedakan menjadi dua jenis yaitu tulangan polos (plain bar) dan
tulangan ulir (deformed bar). Tulangan ulir memiliki daya ikatan yang lebih baik antara beton
dan baja dibandingkan dengan tulangan polos (McCormac, 2004).
2.5. Sifat-sifat Beton
2.5.1. Kuat Tekan
(SNI 03-1974-1990) Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tertentu, yang dihasilkan
oleh mesin tekan.
…. ........................................................................................... (2.1)
2.5.2. Modulus Elastisitas
Berdasarkan SNI 03-2847 2002 pasal 10.5.1, menentapkan rumus nilai modulus
elastisitas beton sebagai berikut :
Untuk beton dengan berat isi berkisar antara 1500 – 2500 kg/cm3, nilai modulus elastisitasnya
yaitu :
…. ................................................................... (2.2)
Untuk beton normal, modulus elastisitasnya yaitu :
Ec = 4700. …. ........................................................................... (2.3)
2.5.3. Kuat Tarik
Berdasarkan SNI 03-2491-2002, nilai kuat tarik belah dapat dihitung dengan rumus :
…. ...................................................................................... (2.4)
2.5.4. Kuat Geser
Menurut SNI 03-2874-2002 kuat geser kolom dapat dihitung dengan persamaan :
Vn = Vc + Vs …. ................................................................................... (2.5)
Kuat geser nominal beton dan kuat geser tulangan geser dapat dihitung sebagai
berikut:
dbcf
Ag
NVc u ..
6
'.
.141
…. .......................................................... (2.6)
s
dfyAvVs
.. ..................................................................................... (2.7)
2.5.5. Susut
Pada dasarnya, ada dua tipe susut yaitu susut plastis dan susut mengering. Susut plastis
terjadi selama beberapa jam pertama setelah penempatan beton segar dalam bekisting
sedangkan susut mengering terjadi setelah beton mencapai pengikatan akhirnya dan sebagian
proses hidrasi kimia yang baik di dalam jeli semen telah terbentuk (Nawy, 2010).
-
4
2.5.6. Rangkak
Rangkak (creep) atau lateral material flow adalah penambahan regangan terhadap
waktu akibat adanya beban yang bekerja.
2.6. Kolom
2.6.1. Jenis-Jenis Kolom
Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan Bentuk dan susunan tulangan mengidentifikasikan tiga tipe kolom yaitu:
1. Kolom persegi atau bujursangkar 2. Kolom bulat yang ditulangi dengan tulangan longitudinal dan tulangan spiral 3. Kolom komposit dimana bentuk-bentuk struktural baja dilingkupi didalam beton.
Jenis Kolom Berdasarkan Letak dan Posisi Beban Aksial Berdasrkan letak beban aksial yang bekerja pada penampang kolom dibedakan menjadi:
1. Kolom dengan posisi beban sentris 2. Kolom dengan posisi beban eksentris
Jenis Kolom Berdasarkan Panjang Kolom Berdasarkan ukuran panjang dan pendeknya, kolom dibedakan atas kolom pendek dan
kolom panjang.
Jenis Kolom Berdasarkan Tulangan Transversal Berdasarkan tulangan transversal, kolom dibedakan menjadi :
1. Kolom dengan pengikat lateral atau sengkang. 2. Kolom dengan tulangan spiral
Jenis Kolom Berdasarkan Kemampuan Menahan Gaya Lateral Berdasarkan kemampuannya dalam menahan gaya lateral maka kolom dibedakan atas
kolom bergoyang dan kolom tidak bergoyang.
2.6.2. Batas Kelangsingan Kolom
Dalam hal perilaku deformasi kolom akibat menahan beban horizontal, kolom
dibedakan menjadi dua macam yaitu kolom tidak dapat bergoyang dan kolom dapat
bergoyang. SNI 03–2847–2002 memberikan suatu batasan yang tegas, yaitu kolom
dimasukkan dalam jenis kolom pendek jika dipenuhi syarat berikut:
1. Untuk kolom yang tidak dapat bergoyang (Pasal 12.12.2)
…............................................................. (2.8)
2. Untuk kolom yang dapat bergoyang (Pasal 12.13.2)
…................................................................................ (2.9)
…. ............................................................................... (2.10)
Jika persyaratan – persyaratan diatas tidak dipenuhi maka kolom tersebut
termasuk jenis kolom panjang.
2.6.3. Faktor Panjang Efektif Kolom Faktor panjang efektif kolom (k) ini sangat dipengaruhi oleh derajat hambatan pada
ujung – ujung kolom ( : Derajat hambatan ini dirumuskan sebagai berikut (Pasal 12.11.6
SNI 03-2847-2002):
................................................................................ (2.11)
Jika ujung kolom berupa jepit, maka nilai = 0
Jika ujung kolom berupa sendi, maka nilai = 10
Jika ujung kolom bebas, maka nilai =
Sehingga nilai faktor panjang efektif untuk kolom yang tidak dapat bergoyang selalu
1 dan diambil nilai terkecil dari dua persamaan berikut:
-
5
k = 0,7 + 0,05 . ( + ) dengan k ……………………….. (2.12)
k = 0,85 + 0,05 . dengan k ……………………….. (2.13)
dan = derajat hambatan pada ujung atas dan ujung bawah kolom
= derajat hambatan yang terkecil
Adapun nilai faktor panjang efektif untuk kolom tidak dapat bergoyang bisa lebih dari
1, tergantung hasil hitungan. Pada keadaan ini ditinjau 2 hal, yaitu :
1. Jika kedua ujung kolom terjepit maka nilai k dihitung sebagai berikut:
k = jika < 2……………………….. (2.14)
k = 0,9. jika 2……………………….. (2.15)
dengan adalah nilai rata – rata dari A dan B 2. Jika satu ujung kolom terjepit dan ujung lainnya sendi atau bebas maka nilai k
dihitung sebagai berikut :
k = 2,0 + 0,3 ……………………………………..………….. (2.16)
dengan adalah derajat hambatan pada ujung terjepit.
2.6.4. Beban Tekuk atau Beban Kapasitas Pc Pada kolom panjang, perlu dipertimbangkan bahaya tertekuknya batang kolom. Besar
beban tekuk atau beban kapasitas tekan Pc ini menurut Euler dihitung dengan rumus berikut:
Pc = ….…………………………………..………….. (2.17) 2.6.5. Pengekangan Kolom
Kolom beton murni dapat mendukung beban yang sangat kecil, tetapi kapasiatas daya
dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal.
Peningkatan kekuatan yang lebih besar lagi akan terjadi dengan memberikan kekangan lateral
terhadap tulangan lomgitudinal ini (McCormac, 2004 ).
2.6.6. Kapasitas Beban Aksial Kolom Terkekang Kapasitas beban konsentris maksimum dari kolom dapat diperoleh dengan
menambahkan sumbangan beton sebesar (Ag – Ast).0,85 f’c dansumbangan baja sebesar
Ast.fy. harga sebesar 0,85 f’c sebagai pengganti f’c sebagai pengganti f’c digunakan dalam
perhitungan karena diketahi bahwa kekuatan maksimum yang dapat dicapai suatu struktur
pada kenyataannya mendekati 0,85 fc. Sehingga diperoleh kapasitas beban aksial kolom
sebesar:
P0 = 0,85 . f’c . (Ag – Ast) + Ast . fy …. ....................................... (2.18)
Akan tetapi sangatlah tidak mungkin untuk mencapai eksentrisitas nol didalam struktur
secara aktual. Eksentisitas – eksentrisitas dapat dengan mudah terjadi karena faktor-faktor
seperti ketidakakuratan dalam tata letak kolom dan pembebanan yang tidak simetris. Oleh
karena itu sebuah eksentrisitas minimum sebesar 10% dari tinggi kolom dalam arah tegak
lurus terhadap sumbu lenturnya dianggap sebagi sebuah asumsi yang dapat diterima untuk
reduksi beban kolom yang bersengkang. Namun ACI telah menetapkan sebuah reduksi
sebesar 20% untuk kolom yang bersengkang. Sehingga kapasitas beban aksial nominal
maksimum kolom bersengkang tidak boleh lebih besar dari:
Pn(maks) = 0,8 .( 0,85 . f’c . (Ag – Ast) + Ast . fy) ……………………..……(2.19)
2.6.7. Ragam Kegagalan Material Pada Kolom Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik, penampang kolom
dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan, yaitu:
1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik 2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan
Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang
tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan. Apabila Pn adalah beban aksial dan
Pnb adalah beban aksial pada kondisi balanced, maka:
-
6
Pn < Pnb : Keruntuhan tarik
Pn = Pnb : Keruntuhan balanced
Pn > Pnb : Keruntuhan tekan
2.6.8. Pembatasan Untuk Tulangan Kolom Ketentuan pembatasan tulangan komponen struktur tekan Berdasarkan SNI 03-2847-
2002 adalah sebagai berikut:
1. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non-komposit tidak boleh kurang dari 0.01 ataupun lebih dari 0.08 kali luas bruto penampang Ag.
2. Jumlah minimum batang tulangan longitudinal pada komponen struktur tekan adalah 4 untuk batang tulangan di dalam sengkang pengikat segiempat atau
lingkaran, 3 untuk tulangan di dalam sengkang pengikat segitiga, dan 6 untuk
batang tulangan yang dilingkupi oleh spiral.
3. Spasi maksimum sengkang ikat yang dipasang pada rentang l0 dari muka
hubungan balok-kolom adalah s0. Spasi s0 tersebut tidak boleh melebihi:
a) delapan kali diameter tulangan longitudinal terkecil b) 24 kali diameter sengkang ikat c) setengah dimensi penampang terkecil komponen struktur d) 300 mm
4. Panjang l0 tidak boleh kurang daripada nilai terbesar seperenam tinggi bersih
kolom dan dimensi terbesar penampang kolom.
2.7. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pengekangan kolom akibat beban
aksial, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tavio dan P.D.S. Pamenia dalam
Dinamika Teknik Sipil, volume 9, nomor 2, juli 2009 dengan menggunakan elemen struktural
kolom derngan penampang 500 x 500 dengan tinggi 8 meter, f’c = 30 MPa, dan fy = 400 MPa
serta konfigurasi pengekangan diperlihatkan pada gambar berikut:
Secara teori, dengan menggunakan rumus Euler beban yang dapat diterima oleh
kolom adalah 413.11 Ton sedangkan dalam penelitian didapatkan beban maksimum 271.11
Ton untuk kolom tanpa sengkang dan 324.04 Ton untuk untuk kolom bersengkang (K1). Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan 34.37% untuk kolom tanpa sengkang dan 21.56%
untuk kolom bersengkang antara teori dengan hasil penelitian.
-
7
BAB III
METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 Bagan Alir Penelitian
Gambar 3.1. Bagan alir penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar.
3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian berlangsung selama ± 4 (empat) bulan mulai bulan September sampai
dengan bulan Desember 2011.
3.3. Penulangan Kolom Penelitian yang diusulkan bersifat kuantitatif dan berbentuk penelitian eksperimental.
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran perilaku dan karakteristik
kolom.
-
8
Adapun jenis dari kolom yang akan diuji adalah kolom tanpa sengkang dan kolom
sengkang persegi dengan dimensi kolom 12.5 x 12.5 x 102 cm.
Gambar 3.2 Gambar penulangan kolom
Di bawah ini merupakan jenis atau variasi dari kolom yang akan diuji. Adapun variasi
penulangan kolom yang akan diuji mengacu pada ketentuan SNI 03-2487-2002.
Tabel 3.1 Variasi benda uji
3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1. Pengujian Karakteristik Agregat
Pemeriksaan karakterisrik agregat yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI)
3.4.2. Penentuan Komposisi Mix Design Penentuan komposisi mix design dengan metode mix design DOE (Department Of
Environment).
3.4.3. Pembuatan benda uji Dalam penelitian ini proses pencampuran dilakukan dengan concrete mixer (mesin
pengaduk beton).
Jenis
Keterangan
Gambar
Benda
Uji
B x H
(cm)
Tinggi (H)
(cm)
Tebal
Selimut
(cm)
Jumlah
Benda Uji
Normal I
(N-I)
Kolom tanpa
Sengkang
12.5 x
12.5
102
1.5
2
Normal II
(N-II)
Kolom
bersengkang
dengan jarak
sengkang
20 cm
12.5 x
12.5
102
1.5
2
Normal III
(N-III)
Kolom
bersengkang
dengan jarak sengkang lebih
dirapatkan pada
bagian tepi
12.5 x 12.5
102
1.5
2
-
9
3.4.4. Pengujian Beton Pengujian ini terdiri dari :
- Pengujian kuat tekan
(N/mm2) ……………………………………………...……(3.3)
- Pengujian kuat tarik belah
…………………………………...…………...……(3.4)
- Pengujian lentur - Pengujian elastisitas beton
…………………………………………………....……(3.5)
3.4.5. Pengujian Material Baja Pengujian ini meliputi pengujian kuat tarik baja tulangan polos Ø 8 mm dan tulangan
baja D 11 mm yang akan dipakai sebagai tulangan kolom. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tegangan leleh baja tulangan.
Pada pengujian tarik besi diperoleh nilai tegangan leleh dari tulangan tersebut dengan
menggunakan rumus:
fy = ………………………………….……(3.6)
3.4.6. Bentuk Penataan dan Pengujian Kolom Pada pengujian kolom beton bertulang ini untuk mengetahui kemampuan kolom
dalam memikul beban dan efek pengekangan kolom yang menerima beban aksial.
Pembacaan dial gauge untuk pengujian kolom dilaksanakan setiap pembebanan 1 Ton.
Pengujian benda uji dilakukan dengan menggunakan Loading Frame. Benda uji
kemudian ditata sedemikian rupa, sehingga posisi dial, kolom, dan lokasi beban dipasang
sesuai dengan bentuk pengujian seperti pada Gambar 3.5.
Data-data yang akan diamati/dibaca saat pengujian benda uji adalah:
a) Beban yang diberikan hidraulik jack ,dibaca pada dial load cell b) Lendutan pada kolom dibaca pada dial gauge c) Pola retak kolom
Pengujian ini membahas antara hubungan beban dan lendutan. Dari hasil penelitian
defleksi dibagi menjadi 3 arah (gambar 3.5) yaitu:
1. Pembacaan dial 1 : Arah Z 2. Pembacaan dial 2 : Arah X 3. Pembacaan dial 3 : Arah Y
Gambar 3.1. Set-up pengujian kolom pada loading frame
P
A
-
10
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMABAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat
Tabel 4.1 : Hasil pemeriksaan karakteristik agregat
No. Jenis Pengujian Sat.
Hasil Pengujian Spesifikasi SNI
Ket. Pasir
Batu
Pecah Pasir Batu
Pecah
1. Modulus Kehalusan % 2.69 6.969 2.3 – 3.1 6 – 7.1 Memenuhi
2. Berat Jenis Semu - 2.65 2.77 - - Memenuhi
3. Berat Jenis Kering - 2.53 2.56 - - Memenuhi
4. Berat Jenis Jenuh SSD - 2.58 2.64 1.6 – 3.3 1.6 – 3.3 Memenuhi
5. Water Absorption % 3.63 2.38 2 4 Memenuhi
6. Kadar Air % 3.45 1.32 - - Memenuhi
7. Kadar Lumpur % 2.80 0.3 Max. 5 Max. 1 Memenuhi
8. Kadar Organik No. 1 - < No. 3 - Memenuhi
9. Keausan Agregat % - 37.82 - Max. 40 Memenuhi
10. Berat Volume Lepas Kg/ltr 1.43 1.607 1.4 – 1.9 1.6 – 1.9 Memenuhi
11. Berat Volume Padat Kg/ltr 1.47 1.662 1.4 – 1.9 1.6 – 1.9 Memenuhi
Sumber : Hasil Olahan Data
4.1.2 Pengujian Kuat Tekan Beton Hasil perhitungan kuat tekan rata-rata pada ukur 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.2
dibawah ini :
Tabel 4.2 : Hasil pengujian kuat tekan beton
Kode Umur
(Hari)
Berat
(Kg)
Beban
(kN)
Kuat Tekan
(MPa)
BN-1 3 12220 160 9.05
BN-2 3 12420 180 10.19
BN-3 3 12310 165 9.34
Rata-rata 9.53
BN-1 7 12380 230 13.02
BN-2 7 11950 200 11.32
BN-3 7 12260 210 11.88
Rata-rata 12.07
BN-1 28 12140 350 19.81
BN-2 28 12280 370 20.94
BN-3 28 12420 380 21.50
Rata-rata 20.75
Sumber : Hasil Olahan Data
-
11
4.1.3 Pengujian Kuat Tarik Tulangan Baja Hasil analisa pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3 : Hasil pengujian tarik baja
Dia.
Sampel
fs
(MPa)
fsmax
(MPa) εs
Es
(MPa)
Syarat SNI
fsmax> 1,25 fs
Ø 8 417.37 511.70 0.00235 217744.68 521.71
D 11 492.99 659.87 0.00334 197565.87 616.24
Sumber : Hasil Olahan Data
4.1.4 Pengujian Kuat Tarik Belah Beton
Hasil pengujian kuat tarik belah beton rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.4 dibawah
ini :
Tabel 4.4 : Hasil pengujian kuat tarik belah beton
Kode Umur (Hari)
Berat
(Kg) Beban
(kN) Kuat Tarik
(MPa)
BN-1 3 12260 60 2.67
BN-2 3 12310 70 3.11
BN-3 3 12230 65 2.89
Rata-rata 2.89
BN-1 7 12140 100 4.44
BN-2 7 12110 110 4.89
BN-3 7 12340 110 4.89
Rata-rata 4.74
BN-1 28 12290 210 9.33
BN-2 28 12230 200 8.89
BN-3 28 12310 210 9.33
Rata-rata 9.19
Sumber: Hasil Olahan Data
4.1.5 Pengujian Kuat Lentur Balok 10 x 10 x 40 cm Hasil pengujian kuat lentur balok beton rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.5 dibawah
ini :
Tabel 4.5 : Hasil pengujian kuat lentur beton
Kode Umur (Hari)
Berat
(Kg) Beban
(kN) Kuat Lentur
(MPa)
BN-1 3 9340 5 1.50
BN-2 3 9210 6 1.80
BN-3 3 9340 6 1.80
Rata-rata 1.70
BN-1 7 9320 7 2.10
BN-2 7 9340 8 2.40
BN-3 7 9290 8 2.40
Rata-rata 2.30
BN-1 28 9280 14 4.20
BN-2 28 9240 13 3.90
BN-3 28 9180 14 4.20
Rata-rata 4.10
Sumber: Hasil Olahan Data
-
12
4.1.6 Pengujian Modulus Elastisitas Hasil pengujian modulus elastisitas beton rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.6
dibawah ini :
Tabel 4.6 : Hasil pengujian modulus elastisitas rata-rata
Kode Kuat Tekan
(MPa)
Modulus Elastisitas
(MPa) BN-1 19.806 20649.11
BN-2 20.938 21056.15
BN-3 21.504 21103.50
Rata-rata 20936.26
Sumber: Hasil Olahan Data
4.1.7 Hasil Pengujian Kolom Dari Hasil pengujian kolom didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 4.7 : Data hasil pengujian kolom
P Maks. Teori
(Ton) (Ton) Arah X Arah Y Arah Z
1 10.00 2.81 2.11 6.75
2 9.00 2.90 2.21 5.90
9.50 2.86 2.16 6.33
1 10.00 1.87 1.45 4.73
2 11.00 2.08 1.51 4.91
10.50 1.98 1.48 4.82
1 11.00 1.74 1.23 4.67
2 12.00 1.76 1.27 4.69
11.50 1.75 1.25 4.68Rata-Rata
Benda UjiLendutan saat P Maks. (mm)
N-I
N-II
N-III
Sampel
Rata-Rata
Rata-Rata
20.69
Sumber : Hasil Olahan Data
4.1.8 Pola Retak Kolom
Data hasil pengamatan pola retak kolom beton normal yang dilakukan secara visual
dapat dilihat pada tabel 4.8:
Tabel 4.8 : Data hasil pengamatan pola retak kolom
Tipe Pola Retak Keterangan
N-I sampel 1
Terjadi pola retak columnier
Terjadi tekuk yang besar pada tulangan longitudinal
Keruntuhan terjadi pada ujung bagian bawah kolom
-
13
N-I sampel 2
Terjadi pola retak columnier
Terjadi tekuk yang besar pada tulangan longitudinal
Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom
N-II sampel 1
Terjadi pola retak columnier dan geser
Terjadi tekuk yang kecil pada tulangan longitudinal
Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom
N-II sampel 2
Terjadi pola retak columnier dan geser
Terjadi tekuk yang kecil pada tulangan longitudinal
Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom
N-III sampel 1
Terjadi pola retak columnier dan geser
Terjadi tekuk yang kecil pada tulangan longitudinal
Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom
N-III sampel 2
Terjadi pola retak columnier dan geser
Terjadi tekuk yang kecil pada tulangan longitudinal
Keruntuhan terjadi pada ujung bagian atas kolom
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pemeriksaan Agregat
Berdasarkan karakteristik agregat halus dan agregat kasar pada tabel 4.1, maka dapat
disimpulkan bahwa agregat tersebut memenuhi syarat SNI. Pengaruh absorpsi atau resapan
pasir terhadap komposisi rancangan campuran (Mix Design) disesuaikan pada perhitungan
mix design terhadap koreksi jumlah air.
-
14
4.2.2 Pengujian Kuat Tekan Beton
Gambar 4.1 Grafik perbandingan kuat tekan beton
Grafik di atas memperlihatkan bahwa beton memiliki kuat tekan yang meningkat
seiring bertambahnya hari perawatan dan pengujian. Kekuatan dari beton dipengaruhi oleh
karakteristik beton diantaranya berat jenis dan berat volume. Berat jenis beton menunjukkan
tingkat kepadatan dari material, yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada kekuatan
beton.
4.2.3 Pengujian Kuat Tarik Tulangan Baja
Dari analisis diatas terlihat bahwa diameter tulangan polos 8 mm dan diameter
tulangan ulir 11 mm mencapai tegangan leleh baja f’y> 400 MPa. Tegangan maksimum dari
hasil pengujian dibandingkan dengan ketentuan SNI untuk tegangan maksimum baja > 1,25
f’y, maka tulangan ulir diameter 11 mm memenuhi syarat SNI.10 mm memenuhi syara
4.2.4 Pengujian Kuat Tarik Belah Beton
Gambar 4.2 Grafik perbandingan kuat tarik belah beton
Pengujian kuat tarik belah dilakukan dengan mengambil 3 buah sampel beton normal
yang telah berumur 28 hari. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kuat tarik belah
beton lebih besar seiring bertambahnya hari perawatan dan pengujian, hal ini dipengaruhi
oleh daya lekat pada beton. Daya lekat ini pula dipengaruhi oleh keadaan mekanis agregat
diantaranya kehalusan butir, penyerapan air, soundness, berat jenis, berat volume dan kadar
lumpur.
-
15
4.2.5 Pengujian Kuat Lentur Balok 10 x 10 x 40 cm
Gambar 4.3 Grafik perbandingan kuat lentur beton
Pengujian kuat lentur dilakukan dengan mengambil 3 buah sampel beton normal yang
telah berumur 28 hari. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kuat lentur beton lebih
besar seiring bertambahnya hari perawatan dan pengujian, hal ini dipengaruhi oleh daya lekat
pada beton. Daya lekat ini pula dipengaruhi oleh keadaan mekanis agregat diantaranya
kehalusan butir, penyerapan air, soundness, berat jenis, berat volume dan kadar lumpur.
4.2.6 Pengujian Modulus Elastisitas Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa Modulus Elastisitas berbanding lurus dengan kuat
tekan beton. Modulus Elastisitas dipengaruhi oleh kelembaban beton, nilai modulus dan
proporsi volume agregat serta umur beton.
4.2.7 Pengujian Kolom
Gambar 4.4 : Diagram batang perbandingan beban maksimum kolom
Diagram di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam
hal penerimaan beban maksimum antara kolom tanpa tulangan transversal (N-I) dan kolom
dengan tulangan transversal (N-II dan N-III).
-
16
Gambar 4.5 : Grafik hubungan beban-defleksi arah Z
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa kolom tanpa tulangan transversal (N-I) mengalami
defleksi yang lebih besar dibandingkan dengan kolom dengan tulangan transversal (N-II &
N-III).
Gambar 4.6 : Grafik hubungan beban-defleksi arah X
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa kolom tanpa tulangan transversal (N-I) mengalami
defleksi yang lebih besar dibandingkan dengan kolom dengan tulangan transversal (N-II &
N-III).
-
17
Gambar 4.7 : Grafik hubungan beban-defleksi arah Y
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa kolom tanpa tulangan transversal (N-I) mengalami
defleksi yang lebih besar dibandingkan dengan kolom dengan tulangan transversal (N-II &
N-III).
4.2.8 Pola Retak Kolom
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa pola retak yang terjadi pada kolom tanpa
tulangan transversal (N-I) merupakan pola retak columnier sedangkan pola retak yang terjadi
pada kolom dengan tulangan transversal (N-II dan N-III) merupakan pola retak columnier
dan geser. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tulangan transversal mengakibatkan pola
retak geser terjadi pada kolom.
Ditinjau dari besarnya tekuk pada tulangan longitudinal, kolom dengan tulangan
transversal (N-II dan N-III) memiliki tekuk pada tulangan longitudinal yang lebih kecil
dibandingkan dengan kolom tanpa tulangan transversal (N-I). Hal ini menunjukkan bahwa
tulangan transversal dapat mengurangi tekuk yang terjadi pada tulangan longitudinal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi eksperimental dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan tekan kolom yang menerima beban aksial namun
dengan adanya pengekangan kolom dapat mengurangi defleksi yang terjadi yaitu
sebesar 23.85% untuk variasi benda uji kedua (N-II) dan 26.06% untuk variasi
benda uji yang ketiga (N-III).
2. Pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom memiliki pengaruh terhadap pola retak yaitu pada kolom bersengkang terdapat pola retak columnier dan geser
sedangkan pada kolom tanpa sengkang hanya terjadi pola retak columnier.
3. Pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom dapat mengurangi tekuk yang terjadi pada tulangan longitudinal.
5.2. Saran-saran Studi yang dilakukan terhadap kolom masih memiliki banyak hal yang perlu diteliti
dan dikembangkan agar dapat menghasilkan suatu formula dan metode yang sempurna.
Beberapa saran dapat dilakukan untuk penyempurnaan tersebut, antara lain :
-
18
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan memberikan luas tulangan yang bervariasi pada masing-masing variasi kolom.
2. Perlu penyempurnaan set up pengujian kolom untuk dapat menahan beban merata secara lebih akurat.
3. Perlu dilakukan penambahan kepala pada ujung kolom agar kehancuran tidak terjadi pada perletakan.
DAFTAR PUSTAKA
Akkas, Abdul Madjid, 1996, Rekayasa Bahan / Bahan Bangunan, Jurusan Sipil, Makassar.
Departemen Pekerjaan Umum 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung dengan Standar SK SNI 03-2847-2002, Badan Standarisasi Nasional.
Dipohusodo, Istimawan. 1994, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-
03, Jakarta.
Nawy, Edward. G. 2010, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Refika Aditama.
Bandung.
McCormac, Jack C. 2004, Desain Beton Bertulang, Erlangga. Jakarta.
Murdock, J.L, Brook, M.K. Bahan dan Praktek Beton, Edisi keempat, Terjemahan Ir.
Stephanus Hendarko. Erlangga. Jakarta. 1991.
Setiawan, Agus. 2008, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Erlangga. Jakarta
Sudarsana, K. 2010, Analisis Pengaruh Konfigurasi Tulangan Terhadap Kekuatan dan
Daktalitas Kolom Bertulang. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Volume 14, Nomor 1.
Tavio dan P.D.S. Pamenia, Pengaruh Pengekangan pada Analisis Momen Nominal untuk
Pengamanan Kolom Beton Bertulang Terhadap Kegagalan Getas. Dinamika Teknik
Sipil, Vol. 9, Nomor 2, Hlm 155-162.
Wang Chu-Kia and G. Salmon Charles, 1987, Desain Beton Bertulang Edisi Keempat
(Terjemahan Binsar Hariandja), Erlangga, Jakarta.
-
I - 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan pengerjaan konstruksi beton dewasa ini telah banyak
mengalami perubahan dengan pesat, baik dari penggunaan bahan susunnya
sampai dengan sistem pembuatannya, namun dalam pembangunan dibutuhkan
berbagai pertimbangan terhadap fungsi dan dampak yang akan terjadi dari hasil
pembangunan konstruksi tersebut. Beton sebagai bahan struktur bangunan sudah
dikenal sejak lama dan telah banyak digunakan karena mempunyai banyak
keuntungan/kelebihan dibandingkan dengan bahan bangunan lainnya, karenanya
beton hampir selalu digunakan dalam proyek-proyek sipil terutama dalam
pembangunan gedung, jembatan, jalan dan sebagainya.
Meluasnya penggunaan beton disebabkan oleh sifat–sifat atau karakteristik
dari beton yang memiliki keunggulan dalam menahan kekuatan tekan yang tinggi,
mudah dibentuk sesuai dengan cetakannya, strukturnya sangat kokoh, memiliki
usia layan yang sangat panjang, serta tidak membutuhkan biaya pemeliharaan
yang sangat tinggi.
Selain keunggulan itu, beton juga memiliki kekurangan yaitu lemah
terhadap kuat tarik. Oleh karena itu perlu tulangan untuk menahan gaya tarik
untuk memikul beban–beban yang bekerja pada beton. Adanya tulangan ini sering
kali digunakan untuk memperkuat daerah tarik pada penampang balok.
-
I - 2
Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja di mana
tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton.
Tulangan baja juga dapat menahan gaya tekan sehingga digunakan pada kolom
dan pada berbagai kondisi lain. Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk
untuk hampir semua struktur, besar maupun kecil, antara lain, jembatan,
bendungan, dinding penahan tanah, terowongan, drainase serta fasilitas irigasi,
tangki dan lain sebagainya.
Sistem–sistem beton di atas dibentuk dari berbagai elemen struktur beton
yang bila dipadukan menghasilkan suatu sistem menyeluruh. Secara garis besar,
komponen–komponennya dapat diklasifikasikan atas pelat, balok, kolom, dinding,
dan pondasi.
Kolom merupakan elemen vertikal dari rangka struktural yang memikul
beban dari balok. Elemen ini merupakan elemen yang mengalami tekan dan pada
umumnya disertai dengan momen lentur. Kolom merupakan salah satu unsur
terpenting dalam peninjauan keamanan struktur. Jika sistem struktur mempunyai
elemen tekan yang horizontal, elemen ini disebut balok – kolom.
Kolom bersengkang merupakan jenis yang paling banyak digunakan
karena murahnya harga pembuatannya. Sekalipun demikian, kolom segiempat
maupun bundar dengan tulangan berbentuk spiral kadang-kadang digunakan juga,
terutama apabila diperlukan daktalitas kolom yang cukup tinggi seperti pada
daerah-daerah gempa.
-
I - 3
Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya leleh karena
tarik, atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu kolom dapat
pula mengalami keruntuhan apabila terjadi kehilangan stabilitas lateral, yaitu
tekuk.
Dalam upaya peningkatan mutu beton, terutama kuat tekan, kuat geser dan
modulus elastisitas pada kolom, maka salah satu diantaranya yakni menggunakan
baja tulangan baik tulangan longitudinal maupun transversal dalam campuran
beton yang biasa kita sebut sebagai beton bertulang. Penggunaan baja tulangan
dalam campuran beton atau biasanya disebut beton bertulang, merupakan salah
satu teknologi konstruksi yang dikembangkan untuk peningkatan kualitas beton.
Dalam penelitian ini, kami mencoba meneliti pengaruh penambahan
tulangan transversal pada kolom yang menerima beban aksial beban aksial.
Berdasarkan latar belakang ini, kami mengambil judul “EFEK PENGEKANGAN
TULANGAN TRANSVERSAL PADA KOLOM YANG MENERIMA BEBAN
AKSIAL”.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud Penelitian
Mengetahui efek pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom yang
menerima beban aksial.
1.2.2 Tujuan Penelitian
Menganalisis efek pengekangan yang terjadi pada kolom dengan
penambahan tulangan transversal.
-
I - 4
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
Bagaimana pengaruh pengekangan oleh tulangan transversal pada kolom
yang menerima beban aksial?
1.4 Batasan Masalah
Untuk mencapai maksud dan tujuan penulisan dan menguraikan
rumusan masalah di atas, maka diperlukan batasan-batasan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Bahan material yang digunakan yaitu agregat halus dan kasar (kerikil)
berasal dari sungai bili-bili dan semen yang digunakan yaitu semen
portland komposit (PCC) merk Tonasa.
2. Tulangan yang digunakan adalah tulangan ulir D 11 sebagai tulangan
longitudinal dan tulangan polos Ø 8 sebagai tulangan transversal.
3. Bahan tambah yang digunakan adalah retarder (Plastiment RTD-01).
4. Kuat tekan beton yang disyaratkan adalah 20 MPa.
5. Beban yang diberikan pada pengujian kolom yaitu beban sentris
merata dan dilakukan hingga kolom mengalami kehancuran untuk
mendapatkan beban maksimum.
6. Kolom yang dianalisis adalah kolom persegi dengan dimensi 12.5 cm
x 12.5 cm dengan tinggi 102 cm, dengan model tulangan yang
dibentuk sesuai rencana.
7. Pembacaan lendutan dengan “dial gauge” dengan ketelitian 0,01 mm.
-
I - 5
1.5 Sistematika Penulisan
Gambaran umum mengenai keseluruhan isi tulisan ini, dapat kami
uraikan secara singkat setiap bab yang akan dibahas sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bab ini merupakan penjelasan mengenai latar belakang masalah,
maksud dan tujuan penulisan, rumusan masalah, batasan masalah
dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini merupakan penjelasan mengenai tentang teori dasar dari
beton, material penyusun beton, sifat-sifat beton, kekuatan beton,
baja tulangan, dan tinjauan umum kolom.
Bab III Metodologi dan Pelaksanaan Penelitian
Dalam bab ini disajikan mengenai tinjauan umum penelitian yang
menjelaskan mengenai bagan alir, penulangan dan variasi benda
uji kolom, lokasi dan waktu penelitian, prosedur penelitian,
pengujian eksperimental dan variabel benda uji penelitian.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini merupakan inti dari keseluruhan materi pembahasan di
mana menjelaskan tentang pengujian bahan, pengujian kuat
tekan, kuat lentur, kuat tarik belah, modulus elastisitas beton dan
pengujian kolom.
-
I - 6
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bab terakhir dari tulisan ini yang memberikan
kesimpulan dan saran-saran yang penulis kemukakan sesuai
dengan pembahasan dalam bab ini.
-
II - 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Secara umum beton dapat didefenisikan sebagai suatu campuran antara
agregat halus, agregat kasar, air serta semen sebagai bahan pengikatnya baik itu
menggunakan bahan tambah atau tidak yang membentuk suatu massa padat.
Beton merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan suatu
konstruksi disamping beberapa keuntungan dan kerugian yang dimilikinya.
Proses awal tejadinya beton yaitu proses hidrasi antara semen dan air yang
biasa kita sebut dengan pasta, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus
akan menjadi mortar serta jika ditambahkan lagi dengan agregat kasar akan
menjadi beton. Penambahan material-material lain selain bahan diatas akan
membedakan jenis beton seperti penambahan tulangan baja akan terbentuk beton
bertulang.
2.2 Beton Bertulang
Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja di mana
tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton.
Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur,
besar maupun kecil – bangunan, jembatan, bendungan, dinding penahan tanah,
terowongan, jembatan yang melewati lembah (viaduct), drainase serta fasilitas
irigasi, tangki dan lain sebagainya. Sukses beton bertulang sebagai bahan
-
II - 2
konstruksi yang universal cukup mudah dipahami jika dilihat dari banyaknya
kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan tersebut antara lain (McCormac, 2004):
1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan kebanyakan bahan yang lain.
2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan
air, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang
banyak bersentuhan dengan air.
3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.
4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang
sangat panjang. Dalam kondisi–kondisi normal, struktur beton
bertulang dapat digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan
kemampuannya untuk menahan beban.
6. Beton biasanya merupakan satu–satunya bahan yang ekonomis untuk
pondasi tapak, dinding, basement, tiang tumpuan jembatan, dan
bangunan–bangunan lain semacam itu.
7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak
menjadi bentuk sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom
yang sederhana smpai atap kubah dan cangkang besar.
8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan–bahan lokal yang
murah (pasir, kerikil, air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit
semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari
daerah lain.
-
II - 3
9. Keahlian buruh untuk membangun konstruksi beton bertulang lebih
rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti baja struktur.
Di samping kelebihan–kelebihan beton bertulang sebagai suatu bahan
struktur seperti yang telah disebutkan di atas, beton bertulang juga mempunyai
berbagai kekurangan dan kelemahan. Kelemahan–kelemahan tersebut antara lain
adalah (McCormac, 2004):
1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga
memerlukan tulangan tarik.
2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di
tempatnya sampai beton tersebut mengeras. Selain itu, penopang atau
penyangga sementara mungkin diperlukan untuk menjaga agar
bekisting tetap berada pada tempatnya, misalnya pada kolom,
dinding, atap, dan struktur–struktur sejenis, sampai bagian-bagian
beton ini cukup kuat untuk menahan beratnya sendiri.
3. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan
beton bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada
struktur–struktur bentang panjang di mana berat beban mati beton
yang besar akan sangat mempengaruhi momen lentur.
4. Akibat rendahnya kekuatan per satuan berat, rendahnya kekuatan per
satuan volume akan mengakibatkan beton akan berukuran relatif
lebih besar.
-
II - 4
2.3. Bahan Penyusun Beton
2.3.1 Portland Composite Cement (PCC)
Semen Portland Komposit adalah Bahan pengikat hidrolis hasil
penggilingan bersama-sama terak semen portland dan g ips dengan satu at au
leb ih bahan anorganik, at au has i l pencampuran antara bubuk semen
portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut
antara lain : Terak tanur tinggi (Blast Furnace Slag), Pozolan, Senyawa silikat,
Batu kapur. Dengan kadar total bahan anorganik 6% – 35% dari massa
semen portland komposit(SNI 15-7064-2004).
Tabel 2.1 : Tabel karakteristik semen PCC
HASIL
PENGUJIAN
I PROPERTIS KIMIA
Magnesium Oxida (MgO %) - 0.77
Sulfur Trioxida (SO3)
C3A < 8 (%) maks 4 1.9
C3A > 8 (%) maks 4 -
II PROPERTIS FISIK
Kehalusan dengan alat Blaine (m²/kg) min 28 382
Kekekalan bentuk dengan Autoclave (%) maks 0.8 0.18
Kuat Tekan (kg/cm²)
> 3 hari min 125
> 7 hari min 200
> 28 hari min 250
Waktu pengikatan dengan alat vicat (menit)
> Pengikatan awal min 45 103
> Pengikatan akhir min 375 303
Pengikatan semu
> Penetrasi akhir (%) min 50 64.29
Kandungan udara dalam mortar (%volume) maks 12 11.5
Berat Jenis (gr/cm²) - 3.13
DeskripsiNo. SNI 15-7064-2004
Sumber : PT.Semen Tonasa
-
II - 5
2.3.2 Agregat
Agregat merupakan bagian beton yang terdiri dari 60 sampai 80% dari
volume beton dan harus digradasikan sedemikian rupa agar masa beton
keseluruhan bekerja sebagai suatu benda padat, homogen, kombinasi yang rapat,
dengan yang berukuran yang lebih kecil bekerja sebagai suatu pengisi celah
ronggga-rongga yang terdapat di antara partikel-partikel yang lebih besar (Nawy,
2010).
Agregat Kasar
Agregat disebut agregat kasar apabila ukurannya sudah melebihi ¼ in (6
mm). Sifat agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya
tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca, dan efek-efek perusak lainnya.
Agregat kasar mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik, dan harus
mempunyai ikatan yang baik dengan gel semen (Nawy, 2010).
Agregat Halus
Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari
kedua pasir tersebut. Ukurannya bervariasi antara No. 4 dan No. 100 saringan
standar Amerika. Agregat halus yang baik harus bebas bahan organik, lempung,
partikel yang lebih kecil dari saringan No. 100 atau bahan-bahan lain yang dapat
merusak campuran beton (Nawy, 2010). Agregat halus mempunyai ukuran butir
terbesar 5,0 mm(SK SNI 03-2847-2002).
2.3.3 Air
Di dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama
untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan
-
II - 6
berlangsungnya pengerasan, dan yang kedua adalah sebagai pelincir campuran
kerikil, pasir dan semen agar memudahkan percetakan.
Beton yang padat dan kuat diperoleh dengan menggunakan jumlah air
yang minimal dan memiliki derajat workabilitas yang dibutuhkan untuk
memberikan kepadatan maksimal. Hal tersebut sangat dipengaruhi pada
perbandingan air semen. Beton yang mempunyai factor air/semen minimal dengan
workabilitas yang dibutuhkan untuk pemadatan sempurna tanpa pekerjaan
pemadatan yang berlebihan, merupakan beton yang terbaik (Murdock, 1991).
Syarat air yang dapat digunakan menurut SNI-03-2847-2002 :
1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari
bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan
organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau
tulangan
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton
yang di dalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang
terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan.
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton kecuali
ketentuan berikut terpenuhi:
a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran
beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang
dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus
-
II - 7
mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari
kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.
2.3.4 Bahan Tambah Retarder
Bahan tambah retarder merupakan bahan tambah yang berfungsi untuk
memperlambat pengerasan beton dan menghambat kenaikan temperatur. Bahan
aditif ini terdiri dari berbagai jenis asam atau gula atau turunan-turunan dari gula.
Bahan aditif ini juga memperpanjang waktu plastisitas dari beton dan
memungkinkan pengadukan atau daya lekat yang lebih baik pada penuangan
beton yang dilakukan berulang-ulang (McCormac, 2004).
2.4 Baja Tulangan
Baja Tulangan dibedakan menjadi dua jenis yaitu tulangan polos (plain
bar) dan tulangan ulir (deformed bar). Tulangan ulir memiliki daya ikatan yang
lebih baik antara beton dan baja dibandingkan dengan tulangan polos (McCormac,
2004).
Model pengujian yang yang paling tepat untuk mendapatkan sifat-sifat
mekanik dari material baja adalah dengan melakukan uji kuat tarik. Uji tekan
tidak dapat memberikan data yang akurat karena disebabkan beberapa hal antara
lain adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari
benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi lebih mudah
dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan.
-
II - 8
Gambar 2.1 : Kurva hubungan tegangan regangan (f) vs (ε)
Sumber : Agus Setiawan, 2008
Gambar 2.2 : Bagian kurva tegangan – regangan yang diperbesar
Sumber : Agus Setiawan, 2008
Titik penting dalam kurva tegangan-regangan antara lain adalah:
fp : batas proporsional
fe : batas elastis
fyu’ fy : tegangan leleh atas dan bawah
fu : tegangan putus
-
II - 9
ɛsh : regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening
ɛu : regangan saat tercapainya tegangan putus
Titik-titik penting ini membagi kurva tegangan-regangan menjadi beberapa
daerah sebagai berikut:
1. Daerah linear antara 0 dan fp’ dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke,
kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus
Elastisitas atau Modulus Young, E = f/ɛ
2. Daerah elastis antara 0 dan fepada daerah ini jika beban dihilangkan
maka benda uji tersebut masih bersifat elastis.
3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2-1,5%,
pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan
sebesar fy .Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktalitas dari
material baja tersebut. Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah
plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan.
Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar-
benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis.
4. Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antara ɛsh dan ɛu. Untuk
regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastisitas
maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan
kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah plastis. Daerah
ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain-hardening), yang
berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini
dinamakan modulus penguatan regangan (Eu).
-
II - 10
Dalam perencanaan struktur baja, SNI 03-1729-2002 mengambil beberapa
sifat mekanik dari material baja yang sama yaitu :
Modulus elastisitas, E = 200000 MPa
Modulus Geser, G = 80000 MPa
Angka Poisson = 0,30
Koefisien muai panjang = 12.10
Nilai daktalitas dari berbagai material baja berbeda-beda. Baja mutu tinggi
memiliki nilai daktalitas yang lebih rendah dibandingkan misalnya mutu BJ 37.
Beberapa baja mutu tinggi bahkan memiliki nilai daktalitas mendekati satu, atau
dengan kata lain hampir tidak ada bagian yang mendatar pada kurva tegangan-
regangan. Untuk baja mutu tinggi ini juga tidak menunjukkan nilai tegangan leleh
(fy) yang jelas, sehingga nilai tegangan leleh dari baja mutu tinggi didefenisikan
sebagai besarnya tegangan yang dapat menimbulkan regangan permanen sebesar
0,2 % (Setiawan, 2008).
2.5 Sifat-Sifat Beton
2.5.1 Kuat Tekan
(SNI 03-1974-1990) Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan
luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya
tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan.
Kuat tekan dapat ditulis dengan persamaan :
𝜎 = 𝑃
𝐴…. ............................................................................................. (2.1)
Dimana :
σ= Kuat tekan beton (kg/cm2)
-
II - 11
P = Beban maksimum (kg)
A = Luas penampang yang menerima beban (cm2)
Dalam penelitian ini, kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan
maksimum f’c dengan satuan N/mm2 atau MPa (Mega Pascal). Yang dimaksud
dengan tegangan f’c yang menjadi parameter kuat tekan beton adalah tegangan
maksimum pada saat regangan beton (εb) mencapai 0,002.
Gambar 2.3 : Grafik hubungan tegangan-regangan beton.
Sumber : Istimawan Dipohusodo, 1994
2.5.2 Modulus Elastisitas
Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi
tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik
serta perbandingan antara semen dan agregat. Terdapat beberapa defenisi
mengenai modulus elastisitas (McCormac, 2004):
1. Modulus awal adalah kemiringan diagram tegangan-regangan pada titik
asal dari kurva.
2. Modulus tangen adalah kemiringan dari salah satu tangen (garis singgung)
pada kurva tersebut di titik tertentu di sepanjang kurva, misalnya pada
50% dari kekuatan maksimum beton.
-
II - 12
3. Modulus sekan adalah kemiringan dari suatu garis yang ditarik dari titik
asal kurva ke suatu titik pada kurva tersebut di suatu tempat di antara 25%
sampai 50% dari kekuatan tekan maksimumnya.
4. Modulus semu (apparent modulus) atau modulus jangka panjang
ditentukan dengan menggunakan tegangan dan regangan yang diperoleh
setelah beban diberikan selama beberapa waktu.
Gambar 2.4 :Modulus-modulus tangen dan sekan beton
Sumber : Edward G. Nawy, 2010
Berdasarkan SNI 03-2847 2002 pasal 10.5.1, menentapkan rumus nilai
modulus elastisitas beton sebagai berikut :
Untuk beton dengan berat isi berkisar antara 1500 – 2500 kg/cm3, nilai modulus
elastisitasnya yaitu :
𝐸𝑐 = 0,043 𝑤𝑐1,5 𝑓′𝑐…. ..................................................................... (2.2)
Untuk beton normal, modulus elastisitasnya yaitu :
Ec = 4700. 𝑓′𝑐…................................................................................ (2.3)
-
II - 13
Dimana :
Ec : Modulus Elastisitas beton (MPa)
wc : Berat satuan beton (kg/cm3)
f’c : Kuat tekan beton (MPa)
2.5.3 Kuat Tarik
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya.
Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton
dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton
menerima beban tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga
memungkinkan terjadinya penyaluran. Kuat tarik beton tidak berbanding lurus
dengan kuat tekan ultimatnya f’c. meskipun demikian, kuat tarik ini dapat
diperkirakan berbanding lurus terhadap akar kuadrat dari f’c.
Berdasarkan SNI 03-2491-2002, nilai kuat tarik belah dapat dihitung
dengan rumus :
𝑓𝑐𝑡 = 2𝑃
𝐿𝐷…. ........................................................................................ (2.4)
Dimana :
fct : Kuat tarik belah (MPa)
P : Beban uji maksimum (N)
L : Panjang benda uji (mm)
D : Diameter beban uji (mm)
-
II - 14
2.5.4 Kuat Geser
Menurut SNI 03-2874-2002 kuat geser kolom dapat dihitung dengan
persamaan :
Vn = Vc + Vs…. .................................................................................... (2.5)
Kuat geser nominal beton dan kuat geser tulangan geser dapat dihitung
sebagai berikut :
dbcf
Ag
NVc u ..
6
'.
.141
…. .......................................................... (2.6)
s
dfyAvVs
.. ....................................................................................... (2.7)
di mana :
Vn = kuat geser nominal
Vc = kuat geser beton
Vs = Kuat geser sengkang
Nu = beban aksial
Ag = Luas penampang bruto
f’c = kuat tekan beton
b = lebar daerah tekan beton
d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan
Av = luas tulangan geser
fy = tegangan leleh sengkang
s = spasi sengkang
-
II - 15
2.5.5 Susut
Pada dasarnya, ada dua tipe susut yaitu susut plastis dan susut mengering.
Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama setelah penempatan beton segar
dalam bekisting sedangkan susut mengering terjadi setelah beton mencapai
pengikatan akhirnya dan sebagian proses hidrasi kimia yang baik di dalam jeli
semen telah terbentuk (Nawy, 2010).
Gambar 2.5 :Rasio w/c dan efek kadar agregat terhadap susut
Sumber : Edward G. Nawy, 2010
Beberapa faktor yang mempengaruhi besaran dari susut mengering (Nawy,
2010):
1. Agregat bekerja mengekang susut pasta semen sehingga beton-beton dengan
kadar agregat yang tinggi kurang rentan terhadap susut.
2. Semakin tinggi rasio air/semen atau air/butiran halus, semakin tinggi efak
susut.
-
II - 16
3. Laju maupun besaran total susut menurun dengan peningkatan pada volume
elemen beton.
4. Kelembapan relatif sangat mempengaruhi besaran susut karena laju susut
lebih rendah dalam keadaan kelembapan relatif yang lebih tinggi.
5. Beton bertulang menyusut lebih kecil daripada beton polos; perbedaan
relatifnya adalah sebuah fungsi persentasi tulangan.
6. Penggunaan bahan-bahan campuran dapat mempengaruhi susut yang terjadi
misalnya kalsium klorida yang digunakan untuk mempercepat pengerasan
dan pengikatan beton dapat meningkatkan susut.
7. Tipe semen seperti rapid-hardening cement atau semen mengeras cepat
menyusut sedikit lebih besar daripada tipe-tipe lain.
8. Susut juga terjadi karena adanya karbonisasi.
2.5.6 Rangkak
Rangkak (creep) atau lateral material flow adalah penambahan regangan
terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja. Deformasi awal akibat beban
adalah regangan elastis,sedangkan regangan tambahan akibat beban yang sama
disebut regangan rangkak.
Besar rangkak yang terjadi sangat bergantung pada besarnya tegangan.
Rangkak hampir berbanding lurus terhadap tegangan selama tegangan yang terjadi
tidak lebih besar dari setengah f’c. Beban jangka panjang tidak hanya
menyebabkan rangkak tetapi juga berakibat buruk terhadap tegangan beton. Untuk
beban terpusat yang diterapkan pada suatu spesimen selama satu tahun atau lebih,
terjadi pengurangan tegangan sebesar 15% sampai 25% (McCormac, 2004)
-
II - 17
Gambar 2.6 :Kurva waktu-regangan
Sumber : Edward G. Nawy, 2010
Beberapa hal yang mempengaruhi besar rangkak (McCormac, 2004) :
1. Semakin lama waktu perawatan beton sebelum beban diterapkan, semakin
kecil rangkak yang akan terjadi. Perawatan dengan pengupan, yang akan
mempecepat penguapan juga akan mengurangi rangkak.
2. Beton mutu tinggi mengalami rangkak yang lebih sedikit daripada beton mutu
rendah pada tingkat tegangan yang sama.
3. Rangkak bertambah pada temperatur yang lebih tinggi.
4. Semakin tinggi kelembapan, akan semakin sedikit air pori bebas yang dapat
keluar dari beton. Besar rangkak pada tingkat kelembapan 50% hampir dua
kali lipat besar rangkak pada tingkat kelembapan 100%.
5. Beton dengan persentase pasta air-semen yang paling tinggi memiliki rangkak
yang paling besar.
-
II - 18
6. Penambahan tulangan pada daerah tekan beton akan sangat mengurangi
rangkak karena baja hanya mengalami rangkak yang sangat kecil pada
tegangan normal.
7. Batang beton yang berukuran besar (batang dengan perbandingan antara
volume dan luas permukaan yang besar) akan mengalami rangkak
proporsional yang lebih kecil daripada batang tipis yang ukurannya lebih kecil
dimana air bebas hanya perlu menempuh jarak yang lebih pendek untuk
mengalir keluar.
2.6 Kolom
Pada suatu konstruksi bangunan gedung, kolom berfungsi sebagai
pendukung beban-beban dari struktur diatasnya seperti balok dan pelat lantai,
untuk diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi. Beban dari balok dan pelat ini
berupa beban aksial tekan serta momen lentur. Kolom merupakan komponen
struktur yang paling penting untuk diperhatikan, karena apabila kolom ini
mengalami kegagalan, maka akan berakibat keruntuhan struktur bangunan atas
dari gedung secara keseluruhan.
Kolom merupakan anggota tekan vertikal dari suatu rangka struktural.
Oleh karena itu kegagalan kolom struktural merupakan kepentingan utama dalam
ekonomi demikian juga korban jiwa. Sehingga didalam mendesain kolom
memerlukan suatu kekuatan cadangan yang lebih tinggi dibanding mendesain
struktur lentur.
-
II - 19
2.6.1 Jenis – Jenis Kolom
Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan
Bentuk dan susunan tulangan mengidentifikasikan tiga tipe kolom yaitu:
1. Kolom persegi atau bujursangkar yang ditulangi dengan batang-batang
longitudinal dan pengikat-pengikat lateral.
2. Kolom bulat yang ditulangi dengan tulangan longitudinal dan tulangan
spiral, atau pengikat-pengikat lateral.
3. Kolom komposit dimana bentuk-bentuk struktural baja dilingkupi
didalam beton. Bentuk-bentuk struktural itu dapat ditempatkan didalam
rangka tulangan.
Jenis Kolom Berdasarkan Letak dan Posisi Beban Aksial
Berdasrkan letak beban aksial yang bekerja pada penampang kolom
dibedakan menjadi:
1. Kolom dengan posisi beban sentris, yaitu kolom yang menahan beban
aksial tepat pada sumbu kolom. Pada keadaan ini seluruh permukaan
penampang beton beserta tulangan kolom menahan beban tekan. Akan
tetapi pada kenyataanya tidak ada kolom yang dibebani secara aksial
sempurna.
2. Kolom dengan posisi beban eksentris, yaitu kolom yang menahan
beban aksial bekerja di luar sumbu kolom dengan eksentrisitas sebesar
e. Beban aksial P dan eksentrisitas e ini akan menimbulkan momen
sebesar M = P . e. Oleh karena itu kolom seperti ini didesian sama
dengan kolom yang menerima beban aksial sentris dan momen.
-
II - 20
Jenis Kolom BerdasarkanPanjang Kolom
Berdasrkan ukuran panjang dan pendeknya, kolom dibedakan atas kolom
pendek dan kolom panjang. Jika sebuah kolom gagal yang disebabkan oleh
kegagalan material awal (lelehnya baja tulangan atau hancurnya beton), maka
kolom tersebut diklasifikasikan sebagai kolom pendek. Seiring dengan
bertambahnya panjang kolom, maka kemungkinan kegagalan yang diakibatkan
oleh tekuk juga meningkat. Sehingga jika sebuah kolom gagal akibat tekuk, maka
kolom tersebut diklasifikasikan sebagai kolom panjang atau kolom langsing.
Selain dari dua jenis kolom tersebut SNI 03 – 2847-2002 pasal 3.26 juga
mendefenisikan yang disebut kolom pedestal yaitu jika komponen struktur tekan
tegak yang mempunyai rasio tinggi bebas terhadap dimensi lateralterkecil rata-rata
kurang dari tiga (McCormac, 2004).
Jenis Kolom Berdasarkan Tulangan Transversal
Berdasarkan tulangan transversal, kolom dibedakan menjadi :
1. Kolom dengan pengikat lateral atau sengkang.
Jika kolom dengan sengkang persegi dibebani sampai runtuh, maka
sebagian dari selimut beton akan terkelupas (spalling) kecuali jika
sengkang dipasang sangat rapat, tulangan longitudinal akan menekuk
segera setelah selimut betonnya menghilang. Keruntuhan seperti ini
dapat terjadi secara tiba – tiba.
2. Kolom dengan tulangan spiral
Jika kolom spiral dibebani sampai runtuh, selimut beton juga akan
terkelupas tetapi bagian inti akan terus berdiri. Dan jika spiral
-
II - 21
memiliki jarak yang sangat berdekatan bagian inti akan mampu
menahan tambahan beban yang cukup besar diatas beban yang
menyebabkan terkelupasnya selimut beton (McCormac, 2004).
Jenis Kolom Berdasarkan Kemampuan Menahan Gaya Lateral
Berdasarkan kemampuannya dalam menahan gaya lateral maka kolom
dibedakan atas kolom bergoyang dan kolom tidak bergoyang. Kolom suatu
struktur boleh dianggap tak bergoyang bila perbesaran momen-momenujung
akibat pengaruh orde-dua tidak melebihi 5 % dari momen-momen ujung orde satu
(SNI 03 -2847-2002).
2.6.2 Batas Kelangsingan Kolom
Telah dijelaskan bahwa kolom dibedakan atas kolom pendek dan kolom
panjang. Perbedaan ini ditinjau dari rasio kelangsingan kolom, yaitu nilai
pebandingan ukuran antara pendek atau panjangnya kolom terhadap dimensi
lateralnya.
Dalam hal perilaku deformasi kolomakibat menahan beban horizontal,
kolom dibedakan menjadi dua macam yaitu kolom tidak dapat bergoyang dan
kolom dapat bergoyang. SNI 03–2847–2002 memberikan suatu batasan yang
tegas, yaitu kolom dimasukkan dalam jenis kolom pendek jika dipenuhi syarat
berikut:
1. Untuk kolom yang tidak dapat bergoyang (Pasal 12.12.2)
𝑘 .𝑙𝑢
𝑟≤ 34 − 12
𝑀𝑢1
𝑀𝑢2 …. ............................................................ (2.8)
-
II - 22
2. Untuk kolom yang dapat bergoyang (Pasal 12.13.2)
𝑘 .𝑙𝑢
𝑟≤ 22…. ............................................................................... (2.9)
𝑟 = 𝐼
𝐴…. ................................................................................ (2.10)
Dimana:
k = faktor panjang efektif kolom
lu = panjang bersih kolom
r = jari-jari girasi
Jika persyaratan – persyaratan diatas tidak dipenuhi maka kolom
tersebut termasuk jenis kolom panjang.
2.6.3 Faktor Panjang Efektif Kolom
Faktor panjang efektif kolom (k) ini sangat dipengaruhi oleh derajat
hambatan pada ujung – ujung kolom (𝛹 : Derajat hambatan ini dirumuskan
sebagai berikut (Pasal 12.11.6 SNI 03-2847-2002):
𝛹 = ⅀ 𝐸𝑐 .𝐼𝑘 𝑙𝑘
⅀ 𝐸𝑐 .𝐼𝑏 𝑙𝑏 ................................................................................ (2.11)
Jika ujung kolom berupa jepit, maka nilai 𝛹 = 0
Jika ujung kolom berupa sendi, maka nilai 𝛹 = 10
Jika ujung kolom bebas, maka nilai 𝛹 = ∞
Sehingga nilai faktor panjang efektif untuk kolom yang tidak dapat
bergoyang selalu ≤ 1 dan diambil nilai terkecil dari dua persamaan berikut:
k = 0,7 + 0,05 . (𝛹𝐴 + 𝛹𝐵) dengan k≤ 1……………………….. (2.12)
k = 0,85 + 0,05 . 𝛹 𝑚𝑖𝑛 dengan k≤ 1……………………….. (2.13)
-
II - 23
𝛹𝐴 dan 𝛹𝐵 = derajat hambatan pada ujung atas dan ujung bawah kolom
𝛹𝑚𝑖𝑛 = derajat hambatan yang terkecil
Adapun nilai faktor panjang efektif untuk kolom tidak dapat bergoyang
bisa lebih dari 1, tergantung hasil hitungan. Pada keadaan ini ditinjau 2 hal, yaitu :
1. Jika kedua ujung kolom terjepit maka nilai k dihitung sebagai
berikut:
k = 20−𝛹 m
20 1 + 𝛹𝑚 jika 𝛹𝑚< 2……………………….. (2.14)
k = 0,9. 1 + 𝛹𝑚jika 𝛹𝑚 ≥ 2……………………….. (2.15)
dengan 𝛹𝑚 adalah nilai rata – rata dari 𝛹A dan 𝛹B
2. Jika satu ujung kolom terjepit dan ujung lainnya sendi atau bebas
maka nilai k dihitung sebagai berikut :
k = 2,0 + 0,3 𝛹……………………………………..………….. (2.16)
dengan 𝛹 adalah derajat hambatan pada ujung terjepit.
2.6.4 Beban Tekuk atau Beban Kapasitas Tekan Pc
Pada kolom panjang, perlu dipertimbangkan bahaya tertekuknya batang
kolom. Besar beban tekuk atau beban kapasitas tekan Pc ini menurut Euler
dihitung dengan rumus berikut:
Pc=𝜋2 . 𝐸𝐼
𝑘 .𝑙𝑢 2 ….…………………………………..………….. (2.17)
Pc = beban tekuk Euler Atau beban kapasitas tekan kolom
Lu = panjang bersih kolom.
2.6.5 Pengekangan Kolom
Kolom beton murni dapat mendukung beban yang sangat kecil, tetapi
kapasiatas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan
-
II - 24
tulangan longitudinal. Peningkatan kekuatan yang lebih besar lagi akan terjadi
dengan memberikan kekangan lateral terhadap tulangan lomgitudinal ini. Akibat
beban tekan, kolom cenderung tidak hanya memendek dalam arah memanjang
akan tetapi juga mengembang dalam arah lateral. Sehingga kapasitas kolom
semacam ini akan menigkat tinggi dengan memberikan kekangan lateral dalam
berbentuk sengkang persegi dengan jarak yang berdekatan yang membungkus
sekeliling tulangan lomgitudinal (McCormac, 2004 )
Tulangan lateral diperlukan untuk mencegah terkelupasnya (spalling)
penutup beton atau tekuk lokal (local buckling) dari tulangan
longitudinal.tulangan lateral ini biasa berupa pengikat-pengikat (ties) yang
didistribusikan secara merata sepanjang tinggi kolom dengan jarak yang telah
ditentukan. Tulangan longitudinal yang berspasi lebih dari 6 inci harus didukung
oleh pengikat-pengikat lateral (Nawy, 2010).
Gambar 2.7 : Model tegangan-regangan oleh Razvi dan Saatcioglu (1999)
Sumber : Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol.14, Januari 2010
-
II - 25
2.6.6 Kapasitas Beban Aksial Kolom Terkekang
Tinjau sebuah kolom dengan Luas penampang Ag dengan lebar b dan
tinggi h, ditulangi dengan luas tulangan total Ast pada semua sisi kolom. Luas
penampang netto beton adalah Ag – Ast. Gambar 2.4 menyajikan diagram
tegangan beton dan baja seiring dengan peningkatan beban aksial tekan dari
kolom. Pada saat awal, baik baja maupun beton akan berperilaku secara elastis.
Pada saat regangan sekitar 0,002 sampai 0,003, beton mencapai kekuatan
maksimumnya (f’c). Peningkatan akan lebih jauh jika starin-hardening telah
terjadi pada baja.
Oleh karena itu kapasitas beban konsentris maksimum dari kolom dapat
diperoleh dengan menambahkan sumbangan beton sebesar (Ag – Ast).0,85 f’c
dansumbangan baja sebesar Ast.fy. harga sebesar 0,85 f’c sebagai pengganti f’c
sebagai pengganti f’c digunakan dalam perhitungan karena diketahi bahwa
kekuatan maksimum yang dapat dicapai suatu struktur pada kenyataannya
mendekati 0,85 fc. Sehingga diperoleh kapasitas beban aksial kolom sebesar:
P0 = 0,85 . f’c . (Ag – Ast) + Ast . fy …. .................................................. (2.18)
Akan tetapi sangatlah tidak mungkin untuk mencapai eksentrisitas nol
didalam struktur secara aktual. Eksentisitas – eksentrisitas dapat dengan mudah
terjadi karena faktor-faktor seperti ketidakakuratan dalam tata letak kolom dan
pembebanan yang tidak simetris. Oleh karena itu sebuah eksentrisitas minimum
sebesar 10% dari tinggi kolom dalam arah tegak lurus terhadap sumbu lenturnya
dianggap sebagi sebuah asumsi yang dapat diterima untuk reduksi beban kolom
-
II - 26
yang bersengkang. Namun ACI telah menetapkan sebuah reduksi sebesar 20%
untuk kolom yang bersengkang. Sehingga kapasitas beban aksial nominal
maksimum kolom bersengkang tidak boleh lebih besar dari:
Pn(maks) = 0,8 .( 0,85 . f’c . (Ag – Ast) + Ast . fy) ……………………..……(2.19)
2.6.7 Ragam Kegagalan Material Pada Kolom
Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik,
penampang kolom dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan, yaitu:
1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik
2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan
Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya
tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan. Apabila Pn
adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial pada kondisi balanced, maka:
Pn< Pnb : Keruntuhan tarik
Pn = Pnb : Keruntuhan balanced
Pn > Pnb : Keruntuhan tekan
Jika eksentrisitas semakin kecil, maka ada suatu transisi dari keruntuhan
tarik utama ke keruntuhan tekan utama. Kondisi keruntuhan balanced tercapai
apabila tulangan tarik mengalami regangan lelehnya Ey dan pada saat itu pula
beton mengalami regangan batasnya dan mulai hancur.
Awal keadaan runtuh dalam hal eksentrisitas yang besar terjadi dengan
lelehnya tulangan tulangan baja yang tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan ke
keruntuhan tarik terjadi pada e = eb. Jika e lebih besar daripada eb atau Pn < Pnb,
-
II - 27
maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik yang diawali dengan
lelehnya tulangan tarik.
Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton,
eksentrisitas gaya normal harus lebih kecil daripada eksentrisitas balanced dan
tegangan pada tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu fs < fy.
2.6.8 Pembatasan untuk Tulangan Kolom
Ketentuan pembatasan tulangan komponen struktur tekan Berdasarkan
SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut:
1. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non-komposit
tidak boleh kurang dari 0.01 ataupun lebih dari 0.08 kali luas bruto
penampang Ag.
2. Jumlah minimum batang tulangan longitudinal pada komponen
struktur tekan adalah 4 untuk batang tulangan di dalam sengkang
pengikat segiempat atau lingkaran, 3 untuk tulangan di dalam
sengkang pengikat segitiga, dan 6 untuk batang tulangan yang
dilingkupi oleh spiral.
3. Spasi maksimum sengkang ikat yang dipasang pada rentang l0 dari
muka hubungan balok-kolom adalah s0. Spasi s0 tersebut tidak boleh
melebihi:
a) delapan kali diameter tulangan longitudinal terkecil
b) 24 kali diameter sengkang ikat
-
II - 28
c) setengah dimensi penampang terkecil komponen struktur
d) 300 mm
4. Panjang l0 tidak boleh kurang daripada nilai terbesar seperenam tinggi
bersih kolom dan dimensi terbesar penampang kolom.
2.7 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pengekangan kolom
akibat beban aksial, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tavio
dan P.D.S. Pamenia dalam Dinamika Teknik Sipil, volume 9, nomor 2, juli 2009
dengan menggunakan elemen struktural kolom derngan penampang 500 x 500
dengan tinggi 8 meter, f’c = 30 MPa, dan fy = 400 MPaserta konfigurasi
pengekangan diperlihatkan pada gambar berikut:
Gambar 2.8 : Detail potongan benda uji kolom Tavio
Sumber : Dinamika Teknik Sipil, volume 9, nomor 2, juli 2009
-
II - 29
Secara teori, dengan menggunakan rumus Euler beban yang dapat diterima
oleh kolom adalah 413.11 Ton sedangkan dalam penelitian didapatkan beban
maksimum 271.11 Ton untuk kolom tanpa sengkang dan 324.04 Ton untuk untuk
kolom bersengkang (K1). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan 34.37%
untuk kolom tanpa sengkang dan 21.56% untuk kolom bersengkang antara teori
dengan hasil penelitian.
-
III - 1
BAB III
METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 Bagan Alir Penelitian
Gambar 3.1. Bagan alir penelitian
Ya
Ya
Tidak
Mulai
Persiapan : - Desain Penelitian - Bahan Penelitian - Alat Penelitian - Administrasi Laboratorium
-
Pemeriksaan bahan : - Agregat Kasar - Agregat Halus
- Besi Tulangan (Memenuhi)
-
PerencanaanMix Design
Pencampuran Beton segar
Pengecoran/cetak Kolom beton bertulang bersengkang
dan tidak bersersengkang
Perawatan dan Pengujian Kolom beton bertulang
Kesimpulandan Saran
Selesai
Pengujian
Slump Test (Memenuhi)
Hasil pengujian dan pembahasan
Tidak
-
III - 2
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung selama ± 4 (empat) bulan mulai bulan September
sampai dengan bulan Desember 2011.
3.3 Penulangan Kolom
Penelitian yang diusulkan bersifat kuantitatif dan berbentuk penelitian
eksperimental. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
perilaku dan karakteristik kolom.
Adapun jenis dari kolom yang akan diuji adalah kolom tanpa sengkang
dan kolom sengkang persegi dengan dimensi kolom 12.5 x 12.5 x 102 cm.
Gambar 3.2Gambar penulangan kolom
-
III - 3
Di bawah ini merupakan jenis atau variasi dari kolom yang akan diuji.
Adapun variasi penulangan kolom yang akan diuji mengacu pada ketentuan
SNI 03-2487-2002.
Tabel 3.1 Variasi benda uji
Jenis
Keterangan
Gambar
Benda Uji
B x H
(cm)
Tinggi
(H)
(cm)
Tebal
Selimut
(cm)
Jumlah
Benda Uji
Normal I
(N-I)
Kolom tanpa
Sengkang
12.5 x
12.5
102
1.5
2
Normal II
(N-II)
Kolom bersengkang
dengan jarak
sengkang
20 cm
12.5 x
12.5
102
1.5
2
Normal III
(N-III)
Kolom bersengkang
dengan jarak
sengkang lebih
dirapatkan pada
bagian tepi
12.5 x
12.5
102
1.5
2
-
III - 4
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pengujian Karakteristik Agregat
Pemeriksaan karakterisrik agregat yang dilakukan dalam penelitian ini
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
1. Agregat Halus
Pemeriksaan analisa saringan
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1968-1990.
Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1970-1990.
Hasil Pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pemeriksaan kadar organik
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-2896-1992.
Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pemeriksaan Kadar Lumpur
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-4142-1996.
Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pemeriksaan Kadar Air
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1971-1990.
Hasil pemeriksaaan dapat dilihat pada Lampiran 5.
2. Agregat Kasar
Pemeriksaan analisa saringan
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1968-1990.
Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 6.
-
III - 5
Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1969-1990.
Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pemeriksaan abrasi / keausan
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-2417-1991.
Hasi pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 8.
Pemeriksaan Kadar Lumpur
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-4142-1996.
Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 9.
Pemeriksaan Kadar Air
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pada peraturan SNI 03-1971-1990.
Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada Lampiran 10.
3.4.2 Penentuan Komposisi Mix Design
Penentuan komposisi mix design dengan metode mix design DOE
(Department Of Environment).
1. Penetapan komposisi agregat kasar dan agregat halus
Dalam beton normal penetapan jumlah agregat kasar dan halus ditentukan
dengan cara perhitungan penggabungan agregat.
2. Penetapan kadar air bebas
Penetapan kadar air bebas ini didasarkan pada hasil trial mix dan
pertimbangan dari ukuran maksimum agregat. Seperti pada Gambar 3.3
dibawah ini.
-
III - 6
Gambar 3.3.Kurva air bebas.
Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.
3. Penetapan faktor air semen
Dalam penetapan faktor air semen akan dipengaruhi oleh kondisi agregat.
Untuk mendapatkan nilai kuat yang tinggi diusahakan nilai faktor air semen
sekecil mungkin dengan tetap memperhatikan workability-nya. Semakin kecil
nilai faktor air semen maka semakin susah pengerjaannya dan dapat
menyebabkan beton keropos namun dapat meningkatkan kekuatan beton.
Namun dalam penelitian ini digunakan nilai faktor air semen 0.45 agar dapat
mempermudah pekerjaan.
4. Penetapan kadar semen
Penetapan kadar semen didasarkan pada pertimbangan dari kadar air bebas
dan faktor air semen.
Kadar air semen = ….……(3.1)
(Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.)
Kadar air bebas
Faktor air semen
-
III - 7
5. Penetapan berat jenis spesifikasi gabungan agregat
Berat jenis spesifikasi gabungan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
BJ sp.gab. = a% x BJ.SP.SSD pasir + b% x BJ.sp.SSD kerikil …………(3.2)
(Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.)
Dimana:
a = presentase penggabungan agregat halus terbaik
b = presentase penggabungan agregat kasar terbaik
6. Penentuan berat volume beton
Berat volume beton diperoleh berdasarkan pertimbangan dari kadar air
bebas dan berat jenis spesific gabungan, seperti yang tertera pada grafik
dibawah ini.
Gambar 3.4. Kurva berat volume beton segar.
Sumber: Abd. Madjid Akkas, Rekayasa Bahan, 1996.
-
III - 8
7. Penetapan jumlah agregat kasar dan halus
Penetapan jumlah agregat yang digunakan diperoleh dengan menggunakan
rumus:
- Berat total agregat = Berat volume beton-berat semen-kadar air bebas
- Berat agregat pasir = Berat total agregat x % gab. Pasir
- Berat agregat kasar = berat total agergat-berat agregat halus
8. Penetapan dosis admixture.
Admixture yang digunakan berupa retarder(Plastiment RTD-01). Dosis
yang digunakan berdasar dari petunjuk pembuat produk.
3.4.3 Pembuatan benda uji
Dalam penelitian ini proses pencampuran dilakukan dengan concrete
mixer (mesin pengaduk beton). Proses kerja pencampuran dan pembuatan benda
uji adalah sebagai berikut :
Material pembentuk beton (semen, pasir, kerikil, air) ditimbang sesua