resume presentasi mikrobiologi tanah ii

2
 Sofianingtyas RESUME PRESENTASI MIKROBIOLOGI TANAH Hemiselulosa, Lignin, dan Selulosa Hemiselulosa adalah polimer penyusun dinding sel tumbuhan sifatnya hidrofilik, terdiri dari monomer-monomer sakarida namun sebagian besar terdiri dari xilan (oligosakarida) dengan mon omer xilosa. Di alam, hemiselulosa tidak dapat ditemukan d alam  bentuk murni namun selalu bersama dengan lignin dan selulosa sehingga disebut dengan lignoselulosa. Hemiselulosa dapat di degradasi dengan enzim hemiselulase, namun untuk dapat mendegradasi hemiselulosa, perlu mendegradasi lignin terlebih dahulu. Mikrobia yang dapat mendegradasi hemiselulosa adalah kapang dan bakteri. Kapang menghasilkan asam oksalat sehingga dinding lamela tengah yang memiliki kalsium terikat dan pori untuk masuknya hemiselulase dapat terjadi. Kemudian terjadi proses degradasi enzimatik maupun non-enzimatik. Bakteri yang dapt mendegradasi adalah bakteri xilanolitik, memecah hemiselulosa menjadi xilan yang kemudian diubah jadi xilosa. Hemiselulosa berperan sebagai sumber energi untuk hewan ruminantia, karena banyak mengandung unsur C. Hasil metabolisme mikrobia pendegradasi hemiselulosa digunakan sebagai sumber protein bagi hewan ruminantia. Lignin juga merupakan polimer penyusun dinding sel tumbuhan, sifatnya kompleks, hidrofobik dengan monomer penyusun yang beragam. Lignin mampu didegradasi oleh kapang yaitu white-rot fungi, brown-rot fungi, dan  soft-rot fungi. Kemampuan dalam mendegradasi lignin paling besar adalah white-rot fungi. Soft-rot fungi adalah kapang yang mendegradasi lignin di area ekstrim panas maupun dingin. Kapang menghasilkan enzim  pendegradasi lignin yang disebut dengan laccase. Fungsi dari laccase adalah merombak senyawa fenolik sehingga terdegradasi menjadi furfural. Asosiasi antara jamur dengan tumbuhan juga dapat menghasilkan senyawa aromatik yang menghasilkan bau yang khas. Polimer lain penyusun dinding sel tumbuhan adalah selulosa. Untuk melakukan degradasi selulosa perlu enzim yang tepat. Ada 3 macam enzim pemotong selulosa sehingga menjadi susunan gula yang lebih sederhana (oligomer dan monomer gula). Ketiga enzim tersebut adalah endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase, dan β-glukosidase. Ketiga enzim ini memiliki perbedaan dari letak pemotongan polisakarida menjadi monomer- monomer. Enzim endo- β-1,4-glukanase memotong selulosa dari tengah yaitu ikatan glikosidik β-1,4 sehingga didapatkan monomer berupa gula reduksi seperti glukosa. Enzim ekso-β-1,4-glukanase memotong selulosa dari bagian luar sehingga didapatkan monomer  berupa gula non-reduksi. Sedangkan enzim β-glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa.

Upload: sofianingtyas-f-seiei

Post on 21-Jul-2015

289 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Sofianingtyas

RESUME PRESENTASI MIKROBIOLOGI TANAH Hemiselulosa, Lignin, dan Selulosa Hemiselulosa adalah polimer penyusun dinding sel tumbuhan sifatnya hidrofilik, terdiri dari monomer-monomer sakarida namun sebagian besar terdiri dari xilan (oligosakarida) dengan monomer xilosa. Di alam, hemiselulosa tidak dapat ditemukan dalam bentuk murni namun selalu bersama dengan lignin dan selulosa sehingga disebut dengan lignoselulosa. Hemiselulosa dapat di degradasi dengan enzim hemiselulase, namun untuk dapat mendegradasi hemiselulosa, perlu mendegradasi lignin terlebih dahulu. Mikrobia yang dapat mendegradasi hemiselulosa adalah kapang dan bakteri. Kapang menghasilkan asam oksalat sehingga dinding lamela tengah yang memiliki kalsium terikat dan pori untuk masuknya hemiselulase dapat terjadi. Kemudian terjadi proses degradasi enzimatik maupun non-enzimatik. Bakteri yang dapt mendegradasi adalah bakteri xilanolitik, memecah hemiselulosa menjadi xilan yang kemudian diubah jadi xilosa. Hemiselulosa berperan sebagai sumber energi untuk hewan ruminantia, karena banyak mengandung unsur C. Hasil metabolisme mikrobia pendegradasi hemiselulosa digunakan sebagai sumber protein bagi hewan ruminantia. Lignin juga merupakan polimer penyusun dinding sel tumbuhan, sifatnya kompleks, hidrofobik dengan monomer penyusun yang beragam. Lignin mampu didegradasi oleh kapang yaitu white-rot fungi, brown-rot fungi, dan soft-rot fungi. Kemampuan dalam mendegradasi lignin paling besar adalah white-rot fungi. Soft-rot fungi adalah kapang yang mendegradasi lignin di area ekstrim panas maupun dingin. Kapang menghasilkan enzim pendegradasi lignin yang disebut dengan laccase. Fungsi dari laccase adalah merombak senyawa fenolik sehingga terdegradasi menjadi furfural. Asosiasi antara jamur dengan tumbuhan juga dapat menghasilkan senyawa aromatik yang menghasilkan bau yang khas. Polimer lain penyusun dinding sel tumbuhan adalah selulosa. Untuk melakukan degradasi selulosa perlu enzim yang tepat. Ada 3 macam enzim pemotong selulosa sehingga menjadi susunan gula yang lebih sederhana (oligomer dan monomer gula). Ketiga enzim tersebut adalah endo--1,4-glukanase, ekso--1,4-glukanase, dan -glukosidase. Ketiga enzim ini memiliki perbedaan dari letak pemotongan polisakarida menjadi monomermonomer. Enzim endo--1,4-glukanase memotong selulosa dari tengah yaitu ikatan glikosidik -1,4 sehingga didapatkan monomer berupa gula reduksi seperti glukosa. Enzim ekso--1,4-glukanase memotong selulosa dari bagian luar sehingga didapatkan monomer berupa gula non-reduksi. Sedangkan enzim -glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa.

Sofianingtyas

TANNIN Tannin merupakan senyawa polifenolik alami yang merupakan gabungan dari protein dan senyawa organik termasuk alkaloid dan asam amino. Fungsi tanin bagi tumbuhan adalah untuk melindungi tumbuhan dari predator, pestisida serta untuk regulasi pertumbuhan. Tanin dapat digunakan untuk melindungi tanaman dari predator karena menghasilkan rasa pahit sehingga predator tidak akan memakan tumbuhan tersebut. Tannin memiliki sifat tidak dapat berikatan dengan gelatin, alkali, logam berat, agen oksidasi, dan zinc sulfate. Tannin juga dapat mengalami pengendapan pada larutan yang banyak mengandung air. Aplikasi penggunaan tannin dapat dilakukan untuk mengurangi gas metana yang diproduksi oleh hewan ruminansia karena gas tersebut juga termasuk gas rumah kaca, beracun dan dapat membuat korosi pada logam. Untuk hewan ruminansia, gas metana berdampak pada banyaknya energi yang berkurang (ATP) sehingga mempengaruhi kinerja dari hewan ruminansia itu sendiri. Sekitar 6-10% dari total berat kotor pakan yang dimakan oleh ruminansia diubah menjadi metana. Pengaruh tannin terhadap gas metana yang dihasilkan berupa pengendalian bakteri metanogen dan penambahan bakteri selulolitik sehingga didapatkan hasil perombakan berupa asam amino lebih banyak daripada gas metana yang dihasilkan. Pengendalian spesifik tannin adalah pada jumlah populasi protozoa yang berasosiasi dengan bakteri metanogen. Protozoa tersebut bersifat predator terhadap bakteri selulolitik penghasil asam amino. Sehingga dengan adanya tannin yang juga berfungsi sebagai antibiotik dapat mengurangi jumlah protozoa dan menyebabkan penurunan produksi gas metana 0,36kg per 10kg pakan. Penurunan kadar gas metana berdampak langsung terhadap energi yang dihasilkan dari pakan, yang artinya ATP tidak terbuang dalam bentuk gas metana.

Daftar Pustaka: Waghorn, G.C., M.H. Tavendale., D.R. Woodfield. 2002. Methanogenesis from forages fed to sheep. Proc. N. Z. Grassl. Assoc.(64) 167 171 Field, J.A., S. Kortekaas., G. Lettinga. 1989. The tannin theory of methanogenic toxicity. Biol. Wastes (29) 241 262. Kadam, S.S., D.K. Salunkhe., J.K. Chavan. 1990. Dietary tannins: consequences and remedies. Boca Raton. CRC Press. p. 177.