respons nahdlatul ulama terhadap isu-isu ijtihad...

77
RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD DAN TAKLID : DALAM ULASAN BERITA NAHDLATOEL OELAMA DI JAWA 1936-1939 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) Oleh : Dodi Mauludi Achmad NIM : 103022027505 PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011 M./1432 H.

Upload: phungquynh

Post on 07-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISUIJTIHAD DAN TAKLID : DALAM ULASAN

BERITA NAHDLATOEL OELAMADI JAWA 1936-1939

SKRIPSIDiajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Humaniora (S. Hum.)

Oleh :Dodi Mauludi Achmad

NIM : 103022027505

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTATAHUN 2011 M./1432 H.

Page 2: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

ii

RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISUIJTIHAD DAN TAKLID : DALAM ULASAN

BERITA NAHDLATOEL OELAMADI JAWA 1936-1939

SKRIPSIDiajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Humaniora (S. Hum.)

Oleh :Dodi Mauludi Achmad

NIM : 103022027505

Pembimbing :

Dr. H. Abd. ChairNIP : 1954 1231 1983 03 1030

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTATAHUN 2011 M./1432 H

Page 3: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

iii

PENGESAHAN PANITIA SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi ini berjudul “RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAPISU-ISU IJTIHAD DAN TAKLID : DALAM ULASAN BERITANAHDLATOEL OELAMA DI JAWA 1936-1939” telah diujikan dalam sidangMunaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta padatanggal 17 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu ( S 1 ) pada Jurusan Sejarah danPeradaban Islam.

Jakarta, 17 Maret 2011Sidang Munaqasyah

Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MANIP. 19591222 199103 1 003

Sekretaris Merangkap Anggota

Sholikatus Sa’diyah, M.Pd19750417 200501 2 007

Anggota

Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MANIP. 19591222 199103 1 003

Nurhasan, S. Ag, MANIP. 19690724 199703 1 001

Pembimbing

Dr. H. Abd. Chair, MANIP : 19541231 198303 1 030

Page 4: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang saya ajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu ( S 1 ) di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan sari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 17 Maret 2011

Penulis

Page 5: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

v

ABSTRAKSI

Ulama merupakan satu-satunya sumber rujukan bertindak dan informasimengenai paham dan wacana keislaman, mereka menjadi sumber rujukan danketaatan baik dalam perilaku sosial maupun politik serta peran media pers sebagaimedia yang tidak hanya menjadi penyalur berita-berita dan kabar-kabar saja,tetapi pers juga memiliki kamampuan untuk menyebarkan ide-ide dan pengaruhbagi masyarakat pembacanya. Selain itu pers juga merupakan suatu mediakomunikasi yang terbuka, sehingga siapa saja bisa membacanya. Aliran informasiyang mengalir melalui media pers, dapat memiliki potensi membangkitkankesadaran kolektif, sehingga penggunaan media pers pada akhirnya dapatdipergunakan oleh berbagai kekuatan politik, sosial dan keagamaan sebagaisarana mengaktualisasikan ide-ide dan kondisi-kondisi yang ingin dicapainya.Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang yang dimulai daripara ulama melalui media yang sedang berkembang yaitu pers. Isu mengenaiijtihad dan taklid dimulai dari kritikan kepada para ulama tradisional yang masihdan menuntut sikap taklid pada ajaran-ajaran hukum salah seorang dari empatimam madzhab fiqih, oleh karena itu gerakan pembaharu menolak taklid danmenganjurakan kembali pada sumber asli, yaitu al-Qu’an dan Hadits, yang harusdi reinterpretasikan melalui penalaran bebas (ijtihad) oleh ulama yang memenuhisyarat. NU dengan BNO-nya merespon atas kritikan tersebut yang memuat artikeldi dalamnya tentang masalah ijtihad dan taklid.

Page 6: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

vi

KATA PENGANTAR

Tiada untaian kata yang terindah yang dapat penulis sampaikan, selain

rasa syukur ke hadirat Allâh SWT, yang telah memberikan kenikmatan tiada batas

kepada para hambaNya di alam fana ini. Salawat dan salam semoga senantiasa

tercurah dan terlimpah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para

sahabat dan pengikutnya yang senantiasa menjalankan sunnah-sunnahnya hingga

akhir zaman.

Karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu syarat untuk

mencapai gelar sarjana Strata Satu (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan diselesaikannya penulisan skripsi ini, tentunya tidak sedikit kesulitan,

hambatan yang penulis hadapi dan rasakan, baik yang menyangkut masalah

pengaturan waktu, pengumpulan data-data, dan lain sebagainya. Akan tetapi,

dengan keteguhan hati dan kemauan untuk berusaha keras serta dorongan dan

bantuan yang datang dari berbagai pihak, kesulitan dan hambatan tersebut sedikit

demi sedikit dapat teratasi dengan baik.

Penulis menyadari dan yakin, bahwa atas rahmat dan karuniaNya serta

dorongan berbagai pihak yang telah berkenan memberikan bantuan, fasilitas,

kemudahan, dan doa restu kepada penulis, skripsi ini selesai. Untuk itu, penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

mereka yang terlibat, dalam hal ini terutama kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, yang dengan ikhlas, tulus, dan sabar memberikan

kasih sayang, perhatian dan doa kepada penulis, sehingga penulis mampu

melanjutkan studi hingga ke tingkat perguruan tinggi. Terima kasih pula

Page 7: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

vii

kepada kakak-kakakku, atas segala dorongan yang diberikan kepada penulis.

Semoga amal perbuatan beliau semua mendapat ganjaran yang setimpal dari

Allâh swt.

2. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, DR. Abd Wahid Hasyim, MA, Drs. H.

M. Ma’ruf Misbah, MA, selaku Ketua dan Sholikatus Sa’diyah, M.Pd,

sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang senantiasa melayani

penulis dalam urusan administrasi dan akademik.

3. DR. Abd Chair, MA, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu

di tengah kesibukannya bagi penulis untuk menyelesailan skripsi ini.

4. Segenap Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah banyak berjasa dalam memberikan motivasi dan bimbingan

berupa ilmu, terutama selama penulis menjalankan studi di kampus UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Pihak Akademik, Pihak Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora,

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan lainnya, yang telah

memberikan pelayanan dan banyak menyediakan serta memberikan referensi

berupa data-data kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai.

Penulis hanya bisa berdoa, semoga amal baik mereka diberikan ganjaran

yang setimpal, karena sesungguhnya Allâh Swt sebaik-baik pemberi balasan.

Ciputat, 17 Maret 2011

Penulis

Page 8: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii

ABSTRAKSI ....................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan.................................................... 9

D. Metode Penulisan ........................................................................ 9

E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 10

F. Sitematika Penulisan ................................................................... 11

BAB II PERKEMBANGAN IJTIHAD DAN TAKLID DI JAWA

ABAD KE-20

A. Pengertian Ijtihad dan Pengertian Taklid ................................... 13

B. Isu Ijtihad Dan Taklid di Masyarakat Jawa ................................ 20

C. Perkembangan Ijtihad dan Taklid pada Organisasi Keagamaan

di Jawa Abad ke-20 .................................................................... 22

BAB III ORGANISASI ISLAM DAN PERS ABAD KE-20 DI JAWA

A. Perkembangan Organisasi Islam Abad ke-20 di Jawa ................ 25

B. Perkembangan Pers Abad ke-20 di Jawa .................................... 31

Page 9: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

ix

C. Hubungan Organisasi Islam dan Pers Abad ke-20 di Jawa......... 37

BAB IV ULASAN TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD DAN TAKLID

DALAM PEMBERITAAN BNO DI JAWA

A. Terbentuknya BNO ..................................................................... 40

B. Diterbitkannya BNO Sebagai Media Sah NU............................. 42

C. Pandangan Kaum Pembaharu Tentang Ijtihad dan Taklid.......... 43

D. Pengertian Ijtihad dan Taklid Menurut NU ................................ 49

E. Ijtihad dan Taklid dalam Ulasan BNO di Jawa........................... 53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 64

DATAR PUSTAKA ............................................................................................ 66

Page 10: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada beberapa organisasi sosial keagamaan yang berdiri pada paruh

pertama abad keduapuluh. Organisasi yang cukup besar antara lain al-Jam’iyah al-

Khairiyah (1905), al-Irsyad (1915), Persyarikatan Ulama, Muhammadiyah dan

Persis serta Nahdlatul Ulama. Al-Jam’iyah al-Khairyah dan al-Irsyad, yang aktif

dalam bidang pendidikan, didirikan oleh orang-orang Arab. Mayoritas anggotanya

pun orang Arab1.

Bila melihat rentetan sejarah peradaban Islam di Indonesia, maka akan

ditemukan beberapa periode perkembangan pemikiran Islam di Indonesia, yaitu

sebagai berikut.

Pertama, periode ketika kepemimpinan ulama sangat dominan di

masyarakat Muslim. Kepemimpinan ulama berlangsung sejak Islam datang di

Indonesia hingga berlangsungnya masa penjajahan. Ulama merupakan satu-

satunya sumber rujukan bertindak dan informasi mengenai paham dan wacana

keIslaman, mereka menjadi sumber rujukan dan ketaatan baik dalam perilaku

sosial maupun politik, hingga penjajahan Belanda makin merata, peran ulama

tidak tergoyahkan, bahkan menjadi simbol perlawanan dalam perang-perang besar

melawan penjajah. Misalnya, Fatahillah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa,

Kiai Maja membantu perang Diponegoro, Imam Bonjol dalam perang Padri.

Periode sekitar tahun 1900 muncul “gerakan pembaharu.”

1 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta, LP3ES, 1996),hal. 84.

Page 11: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

2

Kedua, peran ulama digantikan oleh pemimpin-pemimpin Islam yang

bergerak di bidang organisasi atau kepartaian dalam perpolitikan. Diawali oleh

peran pemimpin organisasi sosial keagamaan seperti Haji Abdul Karim Amirullah

(ayah HAMKA), Zaenul Labai al-Yunusi dan pemimpin-pemimpin organisasi

Sumatera Thawalib, di Sumatera ; Syaikh Ahmad Soorkati dari al-Irsyad, Haji

Adbul Karim dari Persyarekatan Ulama Majalengka, Kiai Haji Ahmad Dahlan

pendiri Muhammadiyah di Yogyakarta, Ahmad Hasan dari Persis, dan organisasi

politik Serikat Islam dengan tokohnya HOS Tjokroaminito, H. Agus Salim,

Muhammad Rum, Syafruddin Prawiranegara, Hamka, dan lain-lain, dalam hal ini

Muhammad Natsir tahun 1936 mengatakan “Islam sesungguhnya bukan hanya

sistem agama saja, tetapi Islam meliputi seluruh aspek kehidupan baik spiritual,

politik, dan intelektual.2

Isu ijtihad dan taklid telah berkembang di Jawa sekitar awal abad ke-20

dan ditandai dengan datangnya para ulama yang membawa pandangan

pembaharu, yang mana Badri yatim mengatakan bahwa katalisator dari gerakan

pembaharu adalah Jamaluddin al-Afghani.3

Martin vab Bruinessen, menjelaskan bahwa isu mengenai ijtihad dan taklid

dimulai dari kritikan kepada para ulama tradisional yang masih dan menuntut

sikap Taklid pada ajaran-ajaran hukum salah seorang dari empat imam madzhab

fiqih ortodoks abad pertengahan, oleh karena itu gerakan pembaharu menolak

taklid dan menganjurkan kembali pada sumber asli, yaitu al-Qu’an dan Hadits,

2 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta : PT RajaGrafindoPersada, 2005), hlm. 307-308

3 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, Cet XV-2003), hal. 257

Page 12: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

3

yang harus direinterpretasikan melalui penalaran bebas (ijtihad) oleh ulama yang

memenuhi syarat.4

Memang benar bahwa perkembangan isu-isu Taklid dan ijtihad diawali

oleh para pelajar yang pulang dari belajarnya di Timur Tengah dan membawa

pandangan-pandangan pembaharuannya, Zaini Muchtarom menjelaskan dalam

buku Islam di Jawa Dalam Perspektif Santri dan Abangan, bahwa setelah warga

Indonesia mulai sadar berorganisasi dan sadar politik, para pemuka agama

membuat suatu organisasi untuk menghimpun ummat Islam, yang salah satunya

itu adalah Serikat Dagang Islam pada 1911, dan Muhammadiyah 1912 dan

lainnya.

Dari organisasi sosial keagamaan yang berdiri itu, isu tentang taklid dan

ijtihad mulai didengungkan sebagai dakwah untuk memurnikan ajaran Islam yang

berpedoman kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, dan hal itu menimbulkan

kegelisahan kepada para masyarakat (pengikut ulama tradisional) karena mereka

mendapatkan kritik-kritik yang seperti Bruinnesen ungkapkan di atas, klimaksnya

pada tahun 1926 terbentuklah organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama untuk

menaungi para pengikut yang masih menjalani praktek taklid.

Dengan demikian gerakan pembaharuan Islam mempunyai tugas

memberantas hal-hal yang bersifat mitos dan tahayul yang sudah mengakar di

masyarakat sebagai perilaku yang tidak rasional. Sesungguhnya dalam gerakan

pembaharuan Islam tersebut selain mengembalikan rel Islam ke jalan yang

sebenarnya juga bernuansa mengedepankan penggunaan akal dalam menyikapi

masalah seperti yang terdapat dalam al-Qur’an.

4 Martin van Bruinessen, NU : Tradisi-Relasi-Pencarian Wacana Baru, (Yogyakarta :LKiS, Cet VII, 2009), hal. 20

Page 13: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

4

Menurut G. F. Pijper,5 salah satu aspek dari gerakan pembaharuan

(reformisme) adalah berpegang teguh kepada dasar Islam tetapi tidak menutupi

bagi masuknya ilmu pengetahuan yang sudah muncul pada masa itu. Dengan kata

lain diperlukan suatu modernisme dalam Islam dengan mengedepankan pemikiran

melalui berbagai sarana dan salah satu sarana terpenting adalah melalui media

pers.

Kalau dilihat dari sudut pandang pada masa itu, pers dapat dianggap telah

membuat revolusi komunikasi, karena telah menggeser atau mengubah pola

komunikasi tradisional (lisan) menjadi tertulis dalam bentuk surat kabar atau

majalah. Di samping itu media cetak menampilkan sistem komunikasi terbuka,

siapa saja bisa membacanya. Sehingga aliran informasi bisa meningkat

intensitasnya, meski saluran itu lebih bersifat satu arah, tetapi lebih mempunyai

potensi membangkitkan kesadaran kolektif.6

Perubahan yang terjadi pada abad ke-19 menjadikan media pers sebagai

salah satu sarana untuk memperkenalkan produk-produk perdagangan dan

industri, serta sejak awal abad ke-20 menemukan bentuknya sebagai media untuk

melaporkan kegiatan lembaga atau organisasi dan juga untuk menyebarkan

aspirasi-aspirasinya, sehingga nantinya banyak organisasi sosial, budaya dan

politik masyarakat Indonesia yang menggunakan pers sebagai media penyalur

aspirasinya.

Kebangkitan organisasi massa Islam yang dipelopori Serekat Islam di

Surakarta pada tahun 1911 juga menggunakan surat kabar sebagai salah satu

5 G. F. Pijper, Beberapa Studi tentang Islam di Inonesia 1900-1942, (Jakarta : UI Press,1985), hal.103.

6 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah PergerakanNasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), hal.113

Page 14: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

5

sarana untuk komunikasi antar anggotanya dan juga menyalurkan aspirasi mereka

baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah kolonial. Surat kabar yang

dimiliki SI adalah Oetoesan Hindia tahun 1913, yang terbit di Surabaya dengan

susunan redaksinya adalah Tjokroaminoto, Abd. Moeis, H. Agus Salim,

Wagnjadisastra dan Soerjopranoto. Surat kabar SI yang lain adalah Sinar Djawa

(Semarang), Pantjaran Warta (Betawi) dan Sarotomo (Surakarta).

Orgnisasi sosial keagamaan lainnya seperti Muhammadiyah yang berdiri

sejak tahun 1912 juga memiliki beberapa majalah, seperti Mingguan Adil

(Surakarta) dan Papadanging Moehammadijah (Surakarta). Sementara di Jawa

Barat, khususnya di daerah Cirebon dan Majalengka terbit pers milik organisasi

Persarekatan Oelama yang didirikan oleh K. H. Abdul Halim di Majalengka

(1913), yaitu majalah bulanan Asj Sjoero (Majalengka, 1934), Soeara

Persjarikatan Oelama (Majalengka dan Cirebon, 1931) dan Soeara Islam

(Cirebon, 1921). Selain itu Sarekat Islam Cabang Cirebon juga memiliki organ

pers, yaitu surat kabar Fadjar (1921) dan Muhammadiyah memiliki organ pers

juga yaitu Soeara Muhammadiyah (1922).

Dengan demikian bisa kita lihat bahwa pentingnya pers sebagai media

yang tidak hanya menjadi penyalur berita-berita dan kabar-kabar saja, pers juga

memiliki kamampuan untuk menyebarkan ide-ide dan pengaruh bagi masyarakat

pembacanya. Selain itu pers juga merupakan suatu media komunikasi yang

terbuka, sehingga siapa saja bisa membacanya. Aliran informasi yang mengalir

melalui media pers, menurut sejarawan Sartono Kartodirdjo7 dapat memiliki

potensi membangkitkan kesadaran kolektif, sehingga penggunaan media pers

7 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasionaldari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid II, (Jakarta : Gramedia, 1990), hal. 113

Page 15: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

6

pada akhirnya dapat dipergunakan oleh berbagai kekuatan politik, sosial, dan

keagamaan sebagai sarana mengaktualisasikan ide-ide dan kondisi-kondisi yang

ingin dicapainya.

Demikian pula dengan organisasi Nahdlatul Ulama yang lahir pada

tanggal 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926), bermula dari Komite Hijaz yang

didirikan oleh Kyai Wahab Hasbullah sebagai protes terhadap sikap dan tingkah

laku kalangan pembaharu. Kongres-kongres al-Islam selalu didominir oleh

kalangan pembaharu, sehingga keputusan-keputusan yang dihasilkan sering tidak

mencerminkan aspirasi kalangan ulama tradisional. Berdirinya NU memang

dirasakan suatu kebutuhan, sebab selama ini kalangan ulama tradisional tidak

mempunyai suatu organisasi yang teratur untuk membela kehidupan bermazhab

dan kepentingan mereka lainnya. Muhammadiyah yang berdiri sejak 1912,

sekalipun barangkali tidak anti mazhab namun gerakan-gerakannya bercorak

Islam non-mazhab.8

Kelahiran NU merupakan gerakan pengimbang terhadap gerakan kalangan

pembaharu. Hal ini, seperti dikatakan kyai Wahab Hasbullah, sudah dipikirkan

sejak sepuluh tahun sebelumnya.9

Dalam rangka untuk membentengi para pengikut ulama tradisional dari

paham-paham pembaharu yang menolak untuk bertaklid dan bermazhab, maka

dari itu NU menerbitkan majalah yang terbit 2 kali dalam sebulan, yakni pada

tanggal 1 dan tanggal 15 pada setiap bulannya, majalah itu adalah Berita

Nahdlatul Oelama, salah satu isinya banyak menerangkan tentang masalah ijtihad

8 Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal.70

9 Muhamad Umar Burhan, Sejarah Perjuangan Kyai Haji Abdul Wahab, (Bandung :Penerbit Baru, 1970), hal. 12

Page 16: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

7

dan taklid. Pada masa itu banyak majalah-majalah yang mengkritik tentang

masalah ijtihad dan taklid, mereka mengkampanyekan dalam surat-surat kabar

dan majalah-majalah masing-masing organisasi keIslaman pada waktu itu, seperti

Soewara Muhammadijad sejak 1912, Fadjar yaitu surat kabar harian milik

Sarekat Islam sejak 1920, Soeara Persjarikatan Oelama sejak tahun 1929 dan

surat-surat kabar lainnya yang sezaman bahkan sampai sekarang. Pemberitaannya

yang mengkritik praktik mitos dan tahayul kemudian diberikan ulasannya yang

lebih rasional dan masuk akal sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits Rasulullah. 10

Berita Nahdlatul Oelama juga menjelaskan tentang pengertian ijtihad dan

taklid itu lebih rasional, masuk akal, sesuai juga dengan al-Qur’an dan Hadits

Rasulullah, dengan demikian, diterbitkannya Berita Nahdlatul Ulama menjadi

pembenteng bagi pengikut para ulama tradisional.

Berita Nahdlatul Oelama merupakan lembaga dan media yang sah dari

organisasi NU pada masanya. Latar belakang dibentuk dan diterbitkannya Berita

Nadlatul Oelama adalah untuk berdakwah dan menyiarkan Islam yang masih

menganut ijtihad dan taklid. Media-media massa dan majalah-majalah milik

beberapa organisasi sosial politik keagamaan, menerbitkan juga seperti yang telah

ditulis diatas tentang beberapa media massa yang ditebitkan. Paham-paham

pembaharu secara langsung menafikan ijtihad dan taklid, dan menyerukan untuk

kembali kepada ajaran yang sebenarnya yaitu al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan

warga NU yang masih menggunakan ijtihad dan taklid sebagai bahan acuan dan

ajaran menjadikan Berita Nahdlatul Oelama pegangan dan bahan informasi untuk

tidak terpengaruh terhadap paham pembaharu tersebut.

10 Imas Emilia, Laporan Awal Hasil Penelitian :Islam dan Rasionalisme : Kajian AtasArtikel-Artikel KeIslaman Dalam Surat Kabar dan Majalah di Pulau Jawa 1911-1942, (Jakarta :Laporan Awal Penelitian, 2006)

Page 17: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

8

Oleh karenanya penulis memutuskan untuk memilih peristiwa ini sebagai

obyek kajian dengan judul, ”Respons Nahdlatul Ulama terhadap Isu-Isu Ijtihad

dan Taklid dalam Ulasan Berita Nahdlatul Oelama di Jawa 1936-1939”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas di atas, maka perlu

adanya pembatasan dan perumusan masalah agar tidak terjadi kesalahpahaman

dan kesimpangsiuran dalam penggarapan skripsi ini. Penulis akan mengulas

artikel pemberitaan yang terdapat dalam majalah Berita Nahdlatul Ulama yang

terbit di Jawa antara tahun 1936-1939. Penulis ingin menjawab beberapa

pertanyaan sebagai pokok-pokok permasalahan yang menjadi inti dari skripsi ini.

Adapun beberapa permasalahan itu dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana isu tentang ijtihad dan taklid yang berkembang di masyarakat

antara tahun 1936-1939 ?

2. Mengapa banyak bermunculan pikiran ijtihad dan taklid di Jawa pada awal

abad ke-20?

3. Bagaimana NU menjelaskan ijtihad dan taklid dalam ajaran Islam dan

bagaimana menyikapi perdebatan tentang isu-isu ijtihad dan taklid dalam

pemberitaan ?

Page 18: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah :

1. Merekonstruksi suatu gerakan dakwah dan pemikiran yang dilakukan

organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama di pulau Jawa, melalui

pemberitaan.

2. Dengan bercermin dan melakukan refleksi terhadap gambaran

pemberitaan majalah yang menjdi obyek studi pada masa itu, bangsa

Indonesia, khususnya bagi golongan yang mempraktekkan paham-paham

pembaharu dalam Islam yang menyebutkan ajaran ijtihad dan taklid

sebagai ajaran yang mengandung unsus bid’ah dan sesat.

D. Metode Penulisan

Dengan menggunakan majalah sebagai media yang dapat memberikan

pengaruh bagi pembacanya, yang pada akhirnya dipergunakan oleh sebagian

kekuatan sosial, politik dan keagamaan sebagai sarana untuk mengaktualisasikan

ide-ide kondisi-kondisi yang ingin dicapainya.

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

penelitian kepustakaan (library research), dengan menggunakan Berita Nahdlatul

Oelama yang diterbitkan oleh organisasi keagamaan NU dan menggunakan

metode deskriptif-analitis dengan cara mengumpulkan yang paling sesuai dengan

pembahasan skripsi, kemudian dibandingkan antara data yang satu dengan data

yang lain agar dapat memperoleh data yang lebih akurat untuk di jadikan sumber

rujukan penyusunan skripsi. Untuk melengkapi penulisan skripsi, penelusuran

awal, sumber majalah ini penulis dapatkan dalam naskah asli yang dipegang oleh

Page 19: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

10

perpustakaan yang ada di PBNU Jakarta. Selain itu sumber pustaka akan dicari

dari perpustakaan Nasional, perpustakaan Arsip Nasional RI (ANRI) dan

perpustakaan yang terdapat pada intern kampus UIN Jakarta.

Sumber-sumber yang sudah diperoleh akan dianalisa dengan

menggunakan ulasan wacana terutama untuk kategori artikel atau opini, karena

tulisan tersebut lebih bersifat subyektif pandangan dari penulis. Selain itu sumber-

sumber pustaka juga akan dianalisa dan diupayakan membuat eksplanasi dan hasil

interpretasi terhadap sumber-sumber primer maupun sumber sekunder. Pada

bagian akhir ini penulis akan melakukan proses historiografi yaitu penulisan yang

terstuktur sesuai kerangka yang telah dibuat berdasarkan poin permasalahan yang

tersebut di atas.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini menggunkan literatur jenis media pers yakni Berita

Nahdlotul Oelama yaitu majalah yang dikeluarkan resmi oleh Organisasi

keagaman NU, penulis membahas majalah sekitar tahun 1936-1939, tetapi tidak

juga mengenyampingkan media-media pers yang lain.

Setelah itu literatur yang menunjang untuk membahas penelitian ini adalah

literatur yang menjelaskan tentang pentingnya pers dalam menyampaikan opini

masyarakat dan opini suatu organisasi di awal abad ke-20 seperti buku yang di

tulis oleh Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru, di sini

membahas tentang kepentingan media pers dalam menyampaikan aspirasi.

Juga yang menjadi rujukan bahwa perkembangan pers sebagai pembawa

organisasi politik, adalah buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid V yang disusun

Page 20: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

11

oleh Marwati Djoened Poesponegoro, ed, salah satu yang menjelaskan teori

tentang pers pada awal abad ke-20 ini, setelah itu penulis lebih banyak

menggunakan literatur BNO, tetapi artikel yang ada di dalam BNO yang

menjelaskan tentang masalah isu-isu ijtihad dan taklid rupanya sudah dirangkum

menjadisebuah buku, yang berjudul Debat Tentang Ijtihad dan Taklid, buku ini

ditulis oleh pemimpin redaksi BNO sendiri yaitu Machfoezh Shiddiq, yang

diterbitkan oleh HBNO, Surabaya.

Berangkat dari tinjauan pustaka inilah, penulis berinisiatif untuk

menyusun karya akademik yang menyoroti tentang Respons Nahdlatul Ulama

terhadap Isu-Isu Ijtihad dan Taklid dalam Ulasan Berita Nahdlatul Oelama

di Jawa 1936-1939, dengan memperhatikan beberapa kelebihan dan kekurang

dari literarur-literatur di atas.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini maka secara sistematis

pembahasan dalam tulisan ini disusun sebagai berikut:

BAB I : Membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metodologi

Penulisan, Tinjauan Pustaka dan Sitematika Penulisan.

BAB II : Membahas tentang perkembangan Ijtihad dan Taklid di Jawa abad ke-

20, setelah itu pengetian ijtihad, pengertian taklid dan isu tentang

ijtihad dan taklid di Masyarakat Jawa.

BAB III : Membahas organisasi Islam dan pers abad ke-20 di Jawa setelah itu,

perkembangan organisasi Islam abad ke-20 di Jawa, perkembangan

Page 21: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

12

pers abad ke-20 dan hubungan antara organisasi sosia dengan pers

abad ke-20.

BAB IV : Membahas tentang respons dan ulasan terhadap isu-isu Ijtihad dan

Taklid dalam pemberitaan BNO di Jawa, setelah itu terbentuknya

BNO, diterbitkannya BNO sebagai media sah NU, pandangan kaum

pembaharu terhadap ijtihad dan taklid, pengertian ijtihad dan taklid

menurut NU dan ijtihad dan taklid dalam ulasan BNO di Jawa,

BAB V: Sebagai Penutup dalam tulisan ini, yang merupakan jawaban eksplisit

atas apa yang dipersoalkan dalam pembatasan dan perumusan masalah

dan sekaligus menyampaikan beberapa harapan peneliti dengan tulisan

(laporan dalam wujud skripsi ini) tertuang dalam kesimpulan dan saran.

Page 22: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

13

BAB II

PERKEMBANGAN IJTIHAD DAN TAKLID DI JAWA ABAD 20

A. Pengertian Ijtihad dan Taklid

Agama Islam di Indonesia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20

mengalami perkembangan yang sangat pesat, yang di tandai oleh adanya kegiatan

di bidang sosial, seperti terbentuknya organisasi yang bertujuan untuk

memperkuat ukhuwah atau jaringan antar ummat beragama karena, organisasi

Islam yang berdiri pada awal abad ke-20 itu ada hubungannya dengan usaha untuk

menjadikan Indonesia sebagai Negara yang merdeka dan lepas dari segala bentuk

penjajahan.

Sebelumnya, ummat Islam menurut C. Geertz membentuk komunitas

lembaga yang disebut dengan pesantren dan pesantren itu berhasil membentuk

komunitas Muslim serta di luar pesantren ada yang disebut dengan paguyuban

pesantren.11 Setelah mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan

dan kondisi yang masih dalam kekangan penjajahan pihak Belanda, maka ummat

Islam mulai sadar dalam bidang sosial dan politik, oleh karena itu awal abad ke-

20 banyak berdiri organisasi-organisasi sosial dan politik dari kalangan ummat

Islam.

Dengan maksud mendalami agama Islam, banyak santri yang menuntut

ilmu ke Timur Tengah. Setelah pulang dari menuntut ilmu di Timur Tengah para

pelajar itu membawa pengetahuan yang didapat dari sana. Di mana pada wilayah

itu (Timur Tengah) semarak dengan perkembangan ajaran Wahabi yang dibawa

11 Zaini Muchtarom, Islam di Jawa Dalam Perspektif Santri dan Abangan, (Jakarta :Salemba Diniyah, 2002), hal-45

Page 23: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

14

oleh Muhammad ibn Wahab atau disebut dengan Islam reformis atau

pembaharuan dalam Islam yang bersifat intelektual.12

Gerakan pembaharuan mengajarkan solidaritas Pan Islam dan pertahanan

terhadap imperialisme Eropa, dengan kembali kepada Islam dalam suasana yang

secara ilmiah dimodernisasi.13 Hal itu memberi pengaruh besar terhadap

kebangkitan Islam di Indonesia, terbukti pada awal abad ke-20 timbullah

organisasi Islam di Indonesia seperti Sarekat Dagang Islam di Bogor (1909) dan

di Solo (1911) Persyarikatan Ulama di Majalengka (1911), Muhammadiyah di

Yogyakarta (1912), Persatuan Islam di Bandung (1920-an), Nahdlatul Ulama

(1926), Perti (1930).14

Selanjutnya perkembangan itu berubah menjadi perdebatan yang mana

perdebatan itu dilakukan oleh golongan yang menamai dirinya sebagai pembaharu

dengan golongan yang menamai tradisionalis konservatif, di antaranya adalah

mengenai masalah apakah pintu ijthad masih terbuka dan penghilangan apa yang

disebut dengan taklid. Dari peristiwa inilah istilah ijtihad dan taklid mulai timbul

dari perbedaan pandangan para santri yang berpandangan reformis dengan para

santri yang bersifat tradisionalis konservatif.

Pengertian ijtihad menurut imam as-Suyuti adalah usaha seorang faqih

(seorang ahli fiqih) untuk menghasilkan hukum yang bersifat zhanni (persumtif),

dan Muhyiddin Abdusshomad menjelaskan tentang ijtihad adalah mencurahkan

segala upaya (daya pikir) secara maksimal untuk menemukan hukum Islam

tentang sesuatu yang belum jelas di dalam al-Qur’an dan Hadits dengan

12 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), hal. 1-2513 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, Cet XV-

2003), hal. 25714 Ibid, hal. 258 (lebih lanjut baca Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia

1900-1942)

Page 24: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

15

menggunakan dalil-dalil umum (prinsip-prinsip dasar agama) yang ada dalam al-

Qur’an, Hadits, ijma’, qiyas serta dalil yang lain.15

Menurut ulama Ushul Fiqih, pengertian ijtihad adalah mengerahkan

seluruh tenaga dan segenap kemampuannya baik dalam menetapkan hukum-

hukum syara’ maupun untuk mengamalkan dan menerapkannya. Jadi pengertian

Ijtihad mengandung 2 faktor. Pertama adalah khusus untuk menetapkan hukum

dan penjelasnnya atau pengertian ijtihad yang sempurna dan dikhususkan bagi

ulama yang yang bermaksud untuk mengetahui ketentuan hukum-hukum dengan

menggunakan dalil-dalil secara terperinci. Faktor yang kedua adalah ijtihad

khusus untuk menerapkan dan mengamalkan hukum. Seluruh ulama sepakat

bahwa sepanjang masa tidak akan terjadi kekosongan dari mujtahid dalam

kategori ini.

K.H. M Machfoezh Shiddiq (kepala redaksi BNO) menerangkan bahwa

ijtihad artinya menghabiskannya seorang ahli hukum dengan seantero kekuatan

ilmunya, sekiranya tidak dapat menambahi lebih dari yang sudah dia keluarkan di

dalam menentukan hukum-hukum mengambil dari dalil-dalil yang asal (al-Qur’an

dan Hadits, dll)16. Jadi ijtihad adalah mengerahkan segala upaya untuk

mengeluarkan hukum-hukum yang belum termaktup dalam dalil-dalil yang asal,

tetapi cara pngambilannya adalah menyandarkan dalil-dalil asal sebagai landasan

pengambilan hukum oleh seorang mujtahid.

Setelah pengertian ijtihad secara umum diketahui maka persyaratan apa

saja yang bisa dilakukan oleh seseorang untuk menjadi mujtahid. Syarat pertama

15 K.H. Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU : Akidah-Amaliah-Tradisi, (Surabaya :Khalista, cet II 2008), hal. 37-38

16 Ch. M. Machfoezh Siddiq, Debat Tentang Ijtihad dan Taqlied, (Soerabaia, H.B.N.O,dihimpun dari Majalah BNO terbitan H.B.N.O), hal. 34

Page 25: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

16

yang harus dipunya oleh seorang yang ingin menjadi mujtahid menurut ulama ahli

Ushul Fiqih adalah menguasai bahasa Arab dan dikuatkan lagi oleh imam Ghazali

bahwa seorang mujtahid harus mampu memahami ucapan orang Arab dan

kebisaan-kebisaan yang berlaku dikalangan mreka dengan maksud agar bisa

memahami betul uacapan yang yang dikeluarkan oleh orang Arab.

Kedua adalah mengetahui nasakh dan mansukh dalam al-Qur’an, yang

ketiga mengerti Sunnah (Hadits), yang keempat mengerti letak ijma’ dan khilaf,

kelima mengetahui qiyas dan yang terakhir adalah mengerti maksud-maksud

hukum.17 Setelah syarat-syarat telah ada maka mujtahid dibagi menjadi beberapa

tingkatan berdasarkan dengan kualitas sang mujtahid sendiri.

Tingkatan pertama adalah mujtahid muthlaq, kedua mujtahd muntasib,

ketiga mujtahid muqoyyad, keempat mujtahid madzhab dan kelima adalah

mujtahid murajjih.18 Maka dapat diambil kesimpulan bahwa ijtihad adalah

ketetapan hukum yang diambil oleh seorang yang disebut mujtahid dengan

melihat sang mujtahid itu berada di tingkatan yang ada dalam tingkatan seorang

mujtahid dan ia harus mempunyai syarat-syarat tertentu.

Saifuddin Zuhri menerangkan bahwa yang mendapatkan kewenangan

untuk berijtihad adalah seorang ahli hukum, maka beliau dengan tegas

menjelaskan, jadilah ahli hukum dahulu, baru melakukan pekerjaan ijtihad. Bukan

sebaliknya, berijtihad terlebih dahulu, baru menamakan dirinya ahli hukum.19 A.

Hasan menerangkan bahwa ijtihad adalah proses pemikiran ulang dan penafsiran

17 K.H. Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU….., hal. 41-4218 Ibid, hal. 42-4319 Saifuddin Zuhri, Sejarah Islam dan Perkembangannya di Indonesia, hal. 162

Page 26: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

17

ulang hukum secara independen yang dikenal sebagai ijtihad.20 Menurut Ibrahim

Hosen,21 bahwa ijtihad berbicara hanya dalam masalah hukum taklifiy.

Ijtihad menurut arti bahasa adalah usaha yang optimal dan menanggung

beban berat, tidak disebut ijtihad apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam suatu

pekerjaan. Pengertian ijtihad menurut bahasa ini erat kaitannya dengan pengertian

ijtihad menurut istilah. Berbagai macam pernyataan tentang pengertian ijtihad

secara terminologis dapat ditemukan. Perbedaan ini didasarkan pada pendekatan

yang digunakan. Bagi ulama yang berpikir holistik dan integral, ijtihad diartikan

sebagai segala upaya yang dilakukan oleh mujtahid dalam berbagai bidang ilmu,

termasuk bidang teologi, filsafat, dan tasawuf.

Bagi mereka, ijtihad tidak hanya terbatas dalam bidang fiqih. Di lain

pihak, para ahli usul fiqih berpendapat bahwa ijtihad hanya terbatas dalam bidang

fiqih saja. Namun demikian, mereka yang disebut terakhir ini berbeda pandapat

dalam merumuskan apa yang dimaksudkan dengan ijtihad itu. Perbedaan pendapat

itu, meskipun tidak begitu tajam, namun pada gilirannya akan berpengaruh

terhadap kedudukan dan bidang kajian atau sasaran ijtihad.22

Banyak penjelasan tentang istilah ijtihad, untuk tidak keluar dari tema

judul, maka pembahasan tentang Ijtihad dijelaskan secara umum dengan maksud

tidak terlalu banyak menjelaskan sehingga keluar dari tema yang ditentukan,

tetapi ini menjadi tolok ukur penjelasan untuk menerangkan pada bagian-bagian

berikutnya dalam skripsi ini.

20 A. Hasan, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup, (Bandung : Pustaka, 1984), hal. 10321 Ibrahim Hosen, Ijtihad Dalam Sorotan, (Bandung : Mizan, 1996), hal. 23-2522 Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad majlis Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta : Logos

Publishing House, 1995), hal. 12-13

Page 27: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

18

Sebuah definisi pragmatis, selalu mengadopsi dari istilah asalnya sebelum

kemudian membentuk satu istilah tertentu secara definitif. Secara etimologi,

tercatat dalam kosa kata bahasa Arab, “al-Taklid” digunakan untuk arti

menjadikan ikatan tali pada leher termasuk mengikat tali pada leher hewan qurban

sebagai tebusan dalam ritual ihram.

Secara teminologi yang telah dirumuskan, taklid berfungsi untuk sebuah

pengertian untuk mengambil pendapat orang lain tanpa mengetahui atau

menelusuri dalil (suatu petunjuk untuk dijadikan dasar dalam menjelaskan

sesuatu). Secara umum, taklid dapat diartikan menyamai orang lain dalam

melaksanakan dan meninggalkan sesuatu, seperti mengusap sebagian kepala

mengikuti kepada madzhab syafi’i dan lainnya.

Dalam potret sejarah disebutkan bahwa taklid mulai menampakkan

bentuknya pada permulaan tahun keempat Hijriyah. Imam al-Syaukani dalam

keterangannya menyatakan bahwa sesungguhnya taklid belum pernah terjadi

kecuali setelah habisnya era terbaik. Kemudian terus berlanjut pada era-era

setelahnya. Begitu pula masa-masa kejumudan (stagnasi) yang ditandai dengan

pengultusan terhadap madzahib al-arba’ah mulai terjadi setelah usainya masa

keemasan pendirinya, setelah itu struktur peradaban manusia mulai mengalami

kemerosotan dengan ditandai mulai terbiasa pola hidup sesuai dengan tradisi para

pendahulu dengan bersikap diam terhadap gaya berpikir secara taklid dan tidak

memberi respons protes atau sejenisnya. Sesungguhnya, pengkultusan madzhab

ini dlakukan oleh orang-orang awam yang bertaklid untuk diri mereka sendiri

tanpa ada lisensi imam-imam madzhab.23

23 Team FKI , Esensi Pemikiran Mujtahid, (Kediri : PP. Lirboyo, 2003), hal. 5

Page 28: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

19

Seiring dengan berkembangnya istilah ijtihad, maka seiring pula kata

taklid menjadi isu dari pergolakan atau perdebatan antara yang ingin

menghilangkan taklid seutuhnya dengan yang mempertahankan taklid sebagai

landasan. Pada bagian ini juga akan diterangkan apa itu taklid seobyektif

mungkin, dari pengertian hingga syarat-syarat sebagi muqallid, hingga pengertian

kepada apa yang disebut dengan isu taklid buta.

Pertama adalah pengertian taklid itu sendiri adalah taklid secara bahasa

adalah meletakkan “qiladatun” (kalung) ke leher. Dipakai juga dalam hal

menyerahkan perkara kepada seseorang seakan-akan perkara tersebut diletakkan

di lehernya seperti kalung. Adapun taklid menurut istilah adalah mengikuti

perkataan yang tidak ada hujjahnya. Syaikh Muhammad Sa’id Ramadan al-Buthi

menjelaskan bahwa taklid itu adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa

mengerti dalil yang digunakan atas kesahihan pendapat tersebut, walaupun

mengetahui tentang kesahihan hujjah taklid itu sendiri.24

Dari pengertian di atas maka taklid dalam arti luas bukan berarti mengikuti

tanpa ada dasar, tetapi juga taklid dilakukan kepada orang yang mengetahui dalil.

Taklid ada persamaannya dengan ittiba’, justru ada yang mengatakan bahwa

ittiba’ itu adalah tinggkatan dari pada taklid. Machfoezh Siddiq menerangkan

bahwa ittiba’ itu adalah bagian dari taklid yang paling dasar. Maka menurut beliau

ada beberapa tingkatan dari pada taklid itu sendiri, menurut kapasitas keilmuan

seoarang yang dinamakan muqallid.

Tingkatan yang partama adalah tingkatan tertinggi dari seorang muqallid

yakni adalah al-Muntasib, satu tingkat di bawahnya adalah Ashabul Wuduh,

24 K.H. Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU….., hal. 44

Page 29: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

20

derajat yang di bawahnya adalah Ahlut-Tarjih dan khuffazh. Tingkatan ini diatur

sesuai dengan tingkatan dari pada keilmuan dan pengetahuannya.25

Machfoezh ingin mengemukakan bahwa islilah taklid itu diharuskan untuk

orang yang tidak mempunyai dasar atau tidak mengetahui dasar-dasar tentang

ajaran Islam, tidak menutup juga kepada seseorang yang mengetahui dasar tetapi

tingkat kecerdasannya dan tingkat keilmuan dan pengetahuannya kurang

mumpuni untuk menjadi seorang mujtahid.

Oleh sebab itu taklid oleh golongan tertentu masih dipakai karena, kata

Taklid tersebut bukan pengertian yang negatif tetapi taklid di sini menerangkan

bahwa seseorang yang tidak mengetahui dalil-dalil atau yang mengetahui dalil

tetapi belum termasuk yang bisa melakukan Ijtihad, maka menurut beliau boleh

dan wajib bertaklid kepada imam-imam yang ditaklidi.26

Tetapi ada dari sebagian golongan yang mengartikan taklid itu adalah

mengikuti tanpa mengetahui dalil atau yang sering disebut dengan taklid buta,

yakni mengikuti tanpa mengerti dalil-dalil yang telah ada atau sekedar mengikut

saja, mereka tidak mau bertaklid karena golongan mereka itu menaruh derajat akal

di derajat yang tertinggi, rasional itu berada di derajat yang tertinggi dalam diri

manusia.

B. Isu Ijtihad dan Taklid di Masyarakat Jawa

.Memang benar bahwa perkembangan isu-isu taklid dan ijtidad diawali

oleh para pelajar yang pulang dari belajarnya di Timur Tengah dan membawa

pandangan-pandangan pembaharuannya, Zaini Muchtarom menjelaskan dalam

25 M. Machfoezh Siddiq, Debat Tentang…, hal. 36-3926 Ibid, hal. 40

Page 30: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

21

buku Islam di Jawa Dalam Perspektif Santri dan Abangan, bahwa setelah warga

Indonesia mulai sadar berorganisasi dan sadar politik, para pemuka agama

membuat suatu organisasi untuk menghimpun ummat Islam, yang salah satunya

itu adalah Sarekat Dagang Islam pada 1911, dan Muhammadiyah 1912.

Memang pada awal abad ke-20 isu-isu ini sangat gencar sekali sampai-

sampai pada kongres kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres al-

Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan

sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di

Mekah karena sikapnya yang berbeda, maka dari itu dari hal tersebut terbentuklah

klomite Hijaz dan akhirnya tebentuklah organisasi NU satu tahun setelahnya.

Selain sebagai simbol untuk melawan perlawanan dari Belanda, para

Ulama juga berperan dalam menyebarkan isu-isu ijtihad dan taklid yang terjadi di

masyarakat Jawa, memang isu tentang ijtihad dan taklid berawal dari pandangan

ulama-ulama yang berpaham pembaharu yang mana para ulama tesebut

mengambil pemikiran Jamaludin al-Afghani seperti yang sudah diterangkan di

atas. Para ulama yang bertahan diri terhadap kritikan-kritikan tersebut adalah para

ulama tradisional dan pengikutnya yang memegang dan berpandangan masih

melakukan praktik taklid dan percaya bahwa ijtihad itu bisa dilakukan oleh orang-

orang yang benar-benar mumpuni dalam melakukan ijtihad, dan untuk masa itu

mereka beranggapan bahwa orang yang memang mumpuni dalam melakukan

ijtihad belum tampak adanya.

Dari kronologis itulah isu-isu tentang ijtihad dan taklid mulai tumbuh dan

berkembang di kalangan masyarakat Indonesia terutama di Jawa. Perbedaan yang

terjadi hanyalah dalam masalah keagamaan tentang ijtihad dan taklid saja, tetapi

Page 31: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

22

isu-isu tentang menjadikan Indonesia ini lepas dari penjajahan Belanda adalah hal

yang paling utama, para pemimpin organisasi-organisasi sosial keagamaan sering

terlibat bersama dalam memerdekakan negara Indonesia.

C. Perkembangan Ijtihad dan Taklid Pada Organisasi Keagamaan Di Jawa

Abad Ke-20

Munculnya gerakan pembaharuan Islam di awal abad XX di Timur

Tengah khususnya di Mesir Kairo yang dipelopori oleh Muhammad Rasyid Ridho

(1865 – 1935), Jamaluddin Al-Afghani (18-39-1897) dan Muhammad Abduh

(1849 – 1905). Gerakan ini dikenal dengan Gerakan Modernisme Islam (reformasi

Islam). Gerakan ini mempunyai dua orientasi : pertama, gerakan ini melepaskan

diri dari ortodoksi Mazhab Sunni abad pertengan (XIII – XIX) dan menyerukan

untuk menggali langsung sumber hukum Islam Al Qur’an dan Al Hadist. Menurut

mereka kemunduran umat Islam di dunia saat ini disebabkan terbelenggunya

pemikiran umat Islam yang disebabkan umat Islam taklid pada pemikiran (ijtihad)

para mujtahid abad pertengahan yang membawa dampak terhentinya proses

ijtihad umat Islam.

Tujuan yang kedua, modernisme yang diartikan gerakan umat Islam untuk

keluar dari zaman kebodohan dan kemunduran dengan menselaraskan kebutuhan

dewasa ini akan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan

bangsa barat untuk kemajuan dan mengangkat kembali peradaban Islam yang

luhur. Pengaruh pembaharuan Islam di Indonesia digerakkan oleh organisasi

Muhammadiyah yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1926 oleh K.H. Ahmad

Page 32: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

23

Dahlan.27 Organisasi ini pada awalnya hanya sekitar Yogyakarta dan dasawarsa

kedua organisasi ini mulai mengembangkan pengaruhnya di seluruh Jawa.

Muhammadiyah dikatakan sebagai organisasi yang bersifat reformis

sedangkan NU merupakan organisasi yang bersifat tradisional. Perbedaan sifat

dan orientasi inilah yang menimbulkan pertentangan. Dua kelompok reformis dan

tradisional yang terbentuk itu mempunyai perhatian yang berbeda, walaupun pada

intinya bertujuan sama yaitu memajukan umat. Golongan pembaharu lebih

memperhatikan Islam pada umumnya. Islam berarti kemajuan, Islam adalah

agama universal yang ajarannya telah diungkap para Nabi. Sebaliknya golongan

tradisi lebih banyak menghiraukan masalah agama atau ibadah belaka. Bagi

mereka Islam seakan-akan sama dengan fiqih dan dalam hubungan ini mengakui

taklid dan menolak itjhad bahkan banyak pula yang memperhatikan tasawuf.28

Bagi NU memperlakukan ajaran Islam menurut aliran Ahlussunnah wal

Jama’ah tidak terlepas dari pengakuan terhadap ajaran empat mazhab Islam

(Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) dan peranan bimbingan ulama. Hal ini

ditegaskan oleh Hasyim Asyari (pendiri NU) perumus pengertian Ahlussunnah

wal Jama’ah, seperti yang dirumuskannya dalam Muktamar III (1928), yang

kemudian menjadi Muqodimah Qonun Asasi Nahdlatul Ulama (Pembukaan

Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama) :

Hai para ulama dan pemimpin yang takut pada Alloh dari kalangan Ahlussunah walJama’ah dan pengikut Mazhab Imam empat! Kalian sudah menuntut ilmu agama dariorang-orang yang hidup sebelum kalian, begitu pula generasi sebelumnya denganbersambung sanadnya sampai pada kalian dan kalian harus melihat dari siapa kalianmencari atau menuntut ilmu agama Islam.Berhubung dengan caranya menuntut ilmu pengetahuan sedemikian itu, maka kalianmenjadi pemegang kuncinya, bahkan menjadi pintu-pintu gerbangnya ilmu agama

27 Mengenai Gerakan Modernisme Islam di Indonesia. Lihat Peliar Noer, GerakanModern Islam di Indonesia 1900 – 1942 (Jakarta, LP3ES, 1982).

28 M. Ali Haidar, NU dan Islam di Indonesia : Pendekatan Fiqih Dalam Politik (Jakarta,Gramedia, 1994). Hal : 38.

Page 33: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

24

Islam. Oleh karena itu janganlah memasuki rumah kecuali melalui pintunya. Siapasaja yang memasuki rumah tidak melalui pintunya maka pencurilah namanya.

Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah menjadi lambang, ia merupakan

penegasan kaum tradisional menanggapi gerakan pembaharuan bahwa

mempelajari dan memahami Islam tidak cukup hanya berlandaskan Qur’an dan

Hadist tetapi harus melalui jenjang tertentu, yaitu ulama, mazhab, hadist (sunnah)

dan akhirnya pada sumber ulama Al Qur’an itu sendiri. Oleh sebab itu pengertian

Ahlussunah wal Jama’ah bagi NU adalah “para pengikut tradisi Nabi Muhammad

dan Ijma’ Ulama”.29 NU tidak menentang ijtihad (proses berfikir dialektik) tetapi

memikirkannya dalam konteks bagaimana suatu ijtihad dimengerti oleh umat.

Dengan kata lain para ulama memikirkan bagaimana ajaran Islam dapat dengan

mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh umat. Para ulama berpendapat bahwa Al

Qur’an Hadist disampaikan kepada kaum muslimin dalam bahasa yang tidak

mudah difahami dan penuh simbolisme yang dapat lebih mudah dimengerti

melalui tafsiran-tafsiran yang diberikan oleh para imam dan ulama-ulama terpilih.

29 Einar Marhan Sitompul, NU dan Pancasila (Jakarta, Sinar Harapan, 1989). hal. 70.

Page 34: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

25

BAB III

ORGANISASI ISLAM DAN PERS ABAD ke-20 DI JAWA

A. Perkembangan Organisasi Islam Abad ke-20 di Jawa

Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam merupakan jawaban

yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada masanya.

Kemunduran progresif Kerajaan Turki Usmani yang merupakan pemangku

khalifah Islam, setelah abad ketujuhbelas, telah melahirkan kebangkitan Islam di

kalangan warga Arab di pinggiran imperium itu. Yang terpenting di antaranya

adalah gerakan Wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis (Salafiyah). Gerakan

ini merupakan sarana yang menyiapkan jembatan ke arah pembaharuan Islam

abad ke-20 yang lebih bersifat intelektual.30

Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar

kepada gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Bermula dari pembaharuan

pemikiran dan pendidikan Islam di Minangkabau yang disusul oleh pembaharuan

pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan Islam

semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi sosial dan keagamaan,

seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor (1909) dan Solo (1911),

Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (Persis) di Bandung

(1920-an), Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya (1926) dan Persatuan Tarbiyah

Islamiyah (Perti) di Candung, Bukittinggi (1930) : dan partai-partai politik,

sepersti Sarekat Islam Indonesia (SII) yang merupakan kelanjutan dari SDI,

Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) di Padang Panjang (1932) yang merupakan

30 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), hlm. 25.

Page 35: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

26

kelanjutan dan perluasan dari organisasi Pendidikan Thawalib, dan Partai Islam

Indonesia (PII) pada tahun 1938.31

Organisasi-organisasi sosial keagaman Islam dan organisasi-organisasi

yang didirikan kaum terpelajar baru di atas, menandakan tumbuhnya benih-benih

nasionalisme dalam pengertian modern. Namun kebanyakan anggotanya masing-

masing saling berhadapan sebagai dua belah pihak yang – walaupun dalam

banyak hal dapat bekerjasama - seringkali berbeda pendapat.32

Ada beberapa organisasi Islam yang berdiri pada paroh pertama abad ke-

20 di Jawa. Organisasi yang cukup besar antara lain al-Jam’iyah al-Khairiyah

(1905), Sarekat Dagang Islam (1909),Muhammadiyah (1912), al-Irsyad (1915),

Persyarikatan Ulama (1917) dan Nahdlatul Ulama yang didirikan pada tahun

1926.

Al-Jam’iyah al-Khairiyah yang lebih dikenal dengan nama Jamiat Khair,

didirikan di Jakarta pada tangggal 17 Juli 1905. Ini terbuka untuk setiap Muslim

tanpa asal usul, tetapi mayoritas anggota-anggotanya adalah orang-orang Arab.

Anggota-anggota dan pemimpin-pemimpin organisasi ini umumnya terdiri atas

orang-orang yang berada, yang memungkinkan penggunaan sebagian waktu

mereka kepada perkembangan struktur organisasi tanpa merugikan usaha

pencarian nafkah.

Dua bidang kegiatan sangat diperhatikan oleh organisasi ini. Pertama,

pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar. Kedua, pengiriman

31 Baca Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta : LP3ES,1980).

32 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003),hlm . 257-258.

Page 36: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

27

anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan pelajaran. Bidang kedua ini

terhambat oleh kekurangan biaya juga oleh karena kemunduran Khalifah.

Pentingnya Jamiat Khair terletak pada kenyataan bahwa ialah yang

memulai organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam (dengan

anggaran dasar, daftar anggotanya yang tercatat, rapat-rapat berkala) dan yang

mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang modern (kurikulum, kelas-kelas

dan pemakaian bangku-bangku, papan tulis dan sebagainya). Ide-ide ini

berkumandang di kota-kota lain tetapi organisasi yang tumbuh di Jakarta seakan

membeku, ia cepat merasa puas dengan prestasi yang telah dicapai.

Jamiat Khair tetap merupakan sebuah organisasi kecil. Dimulai kira-kira

dengan 70 orang anggota, organisasi ini berkembang sangat lambat. Pada tahun

1915 tercatat kira-kira hanya 1.000 anggota. Pada tahun ini kemundurannya pun

kelihatan. Ia tidak dapat lagi mengemukakan bahwa ialah satu-satunya organisasi

dalam kalangan masyarakat Arab ataupun organisasi yang mempunyai ide-ide

pambaharuan. Ia tidak dapat menyaingi kegiatan al-Irsyad yang didirikan pada

tahun 1913 oleh anggota-anggota Jamiat Khair yang telah keluar dari organisasi

ini.33

Organisasi Serikat Islam pada awalnya merupakan perkumpulan

pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh R.M. Tirto Adi Suryo pada

tahun 1909 dengan tujuan untuk melindungi hak-hak pedagang pribumi Muslim

dari monopoli dagang yang dilakukan untuk pedagang-pedagang besar Tionghoa.

Kemudian tahun 1911 di kota Solo, Haji Samanhudi mendirikan organisasi

dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Tujuan perkumpulan ini adalah untuk

33 Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta : PT PustakaLP3ES, cet kedelapan 1996), hal. 69-71.

Page 37: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

28

menghimpun para pedagang Islam agar dapat bersaing dengan para pedagang

asing seperti pedagang Tionghoa, India, dan Arab. Mengapa demikian? Karena

pada saat itu pedagang-pedagang tersebut lebih maju usahanya daripada pedagang

Indonesia dan keadaan itu sengaja diciptakan oleh Belanda. Adanya perubahan

sosial menimbulkan kesadaran kaum pribumi. Sebagai ikatan solidaritas dan

lambang kelompok, perlu ada ideologi gerakan.

SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam

dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H.

Samanhudi perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang

berpengaruh dan akhirnya pada tahun 1912 oleh pimpinannya yang baru yaitu

Haji Omar Said Cokroaminoto namanya diubah menjadi Sarekat Islam. Apa

alasan pengubahan nama tersebut? Hal ini dilakukan agar organisasi ini tidak

hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik.

Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tetapi

dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan

menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah

kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga

menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Pada 18 November 1912 M/8 Dzulhijjah 1330 H Persyarikatan

Muhammadiyah didirikan. Sembilan orang pengurus inti yang pertama adalah

Ketua: Ahmad Dahlan, Sekretaris: Abdullah Sirat, Anggota: Ahmad, Abdul

Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih.

Pada 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada

Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu

Page 38: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

29

baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81

tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan

organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari pemerintah Hindia

Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya

kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain

sepersti Srandakan, Wonosari, Imogiri, dan lain-lain tempat telah berdiri cabang

Muhammadiyah.

Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda.

Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan

menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama

lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al

Munir, Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah

(SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam

kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk

mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-

perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah,

yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda,

Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub,

Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri Ta'ruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri,

Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.34

Muhammadiyah agak berbeda dengan Persis yang didirikan pada

permulaan tahun1920-an di Bandung. Hal ini tercermin pada sikap para

pendirinya. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah mendapatkan simpati karena

34 http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Muhammadiyah

Page 39: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

30

pengertian dan toleransinya terhadap gerakan lain yang tumbuh di Masyarakat.

Hal yang pertama dilakukan oleh Dahlan adalah menumbuhkan minat masyarakat

terhadap Islam dan menumbuhkan rasa tanggung jawab serta penuh kebanggaan

sebagai orang Islam.35

Pendiri-pendiri al-Irsyad kebanyakan adalah pedagang, tetapi guru yang

dilihat sebagai tempat menerima fatwa ialah Syaikh Ahmad Soorkatti yang

sebagian besar umurnya dicurahkan bagi penelaahan pengetahuan. Al-Irsyad

sendiri menjuruskan perhatian pada bidang pendidikan, terutama pada masyarakat

Arab, maupun pada permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat Arab,

walaupun orang-orang Indonesia Islam bukan Arab, ada yang menjadi angotanya.

Lambat laun dengan bekerjasama dengan organisasi Islam yang lain, seperti

Muhammadiyah dan Persis, organisasi al-Irsyad meluaskan pusat perhatian

mereka kepada persoalan-persoalan yang lebih luas, yang mencakup persoalan

Islam umumnya di Indonesia. Ia juga turut serta dalam berbagai kongres al-Islam

pada tahun 1920-an dan bergabung pada Majlis Islam A’la Indonesia ketika

federasi ini didirikan pada tahun 1937. Pemuda-pemuda Indonesia asli juga

mempergunakan fasilitas al-Irsyad dalam bidang pendidikan.

Sebenarnya al-Irsyad memperhatikan vasilitas dan energi yang lebih besar

dari Jamiat Khair dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Kegairahan besar di

kalangan pendukung-pendukung al-Irsyad tercermin pada jumlah uang yang di

sumbang oleh mereka kepada organisasi tersebut. Kalangan masyarakat Arab di

kota-kota lain di Jawa segera menyusul inisiatif kawan-kawan mereka di Jakarta

35 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta : LP3ES, 1996),Hal.106-107.

Page 40: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

31

dengan mendirikan cabang-cabang al-Irsyad di Cirebon, Bumiayu, Tegal,

Pekalongan, Surabaya dan lawang.36

Adapun Persarekatan Ulama merupakan organisasi gerakan pembaharuan

yang berdiri di Majalengka, Jawa Barat di sekitar 1917. Organisasi ini bergerak di

bidang pendidikan dan ekonomi. Sekolah yang didirikan oleh organisasi ini selain

memberikan pelajaran agama juga berbagai ilmu pengetahuan umum dan

keterampilan. Pendirinya Abul Halim, sekalipun berpegang teguh kepada mazhab

al-Syafi’i, namun dapat menerima fikiran-fikiran pembaharuan. Bahkan

hubungannya dengan kelompok pembaharu lebih dekat dibandingkan dengan

kelompok tradisional. Tradisi bermazhab tampaknya tidak selalu merupakan

penghambat untuk menerima fikiran-fikiran maju.37

B. Perkembangan Pers Abad ke-20

Perubahan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat di Pulau Jawa pada

awal abad ke-20 merupakan suatu yang panjang akibat kebijakan pemerintah

kolonial Belanda selama abad ke-19. selain itu semakin terbukanya jaringan

komunikasi dengan dunia luar juga mempercepat perubahan-perubahan tesebut.

Hal ini diawali oleh pihak perseorangan dan swasta dari Belanda maupun Negara

Eropa lainnya.38

Hal yang menarik untuk dilihat juga adalah dampak dibukanya jalur

transportasi kereta api yang pada awalnya dibangun oleh pengusaha swasta

36 Baca Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta : LP3ES,1996).

37 Ibid, hal. 84.38 Imas Emilia, Laporan Awal Hasil Penelitian :Islam dan Rasionalisme : Kajian Atas

Artikel-Artikel Keislaman Dalam Surat Kabar dan Majalah di Pulau Jawa 1911-1942, (Jakarta :Laporan Awal Penelitian, 2006), hal. 14.

Page 41: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

32

perkebunan. Sebagai contoh dibukanya jalur kereta api Yogyakarta-Surakarta

menuju Pelabuhan Semarang pada tahun 1870-an. Munculnya jalur kereta api ini

ternyata berdampak sangat besar terhadap mobilitas manusia dan barang dari

pedalaman menuju kota-kota pelabuhan di pesisir pantai, apalagi jalur ini di

perluas yang meliputi seluruh Pulau Jawa pada tahun 1890-an.39 Selain itu kota-

kota di Pulau jawa mulai tumbuh sejalan dengan ramainya kegiatan ekonomi

akibat proses produksi tanaman perkebunan dan industri yang menyertainya.

Kota-kota di Jawa selain tumbuh menjadi pusat birokrasi kolonial juga menjadi

kantor dagang, kantor perusahaan, atau agen-agen perdagangan ekspor-impor.

Dengan demikian terjadi perubahan pada masyarakat di mana dinamika perkotaan

kemudian menggantikan dinamika sejarah yang dahulu berpusat di wilayah

pedesaan.

Salah satu dampak akibat perkembangan ekonomi pada abad ke-19 adalah

munculnya surat kabar-surat kabar yang diterbitkan para pengusaha swasta

Belanda sebagai media periklanan (Advertentie) bagi produk-produk yang

diperdagangkan sehingga tidak heran mulai banyak penerbitan-penerbitan

Belanda yang muncul sejak pertengahan abad ke-19. salah satu contoh pers

Belanda yang bercorak advertentie adalah surat kabar Het Bataviasch Advertantie

Blad pada tahun 1851 dan Java Bode tahun 1852 keduanya didirikan oleh W.

Bruining dan terbit di Batavia.40

Sudah kita ketahui bahwa perubahan yang terjadi pada abad ke-19 media

pers kemudian menjadi salah satu sarana untuk memperkenalkan produk-produk

39 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia baru 1500-1900 : dari EmporiumSampai Imperium I, (Jakarta : Gramedia, 1993), hal. 363-367.

40 Abdurrachman Surjomiharjo,et. Al., Beberapa Segi Perkembangan Pers di Indonesia,(Jakarat : Kompas, 2002), hal. 41

Page 42: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

33

perdagangan dan industri, serta sejak awal abad ke-20 menemukan bentuknya

sebagai media untuk melaporkan kegiatan lembaga atau organisasi dan juga untuk

menyebarkan aspirasi-aspirasinya, sehingga nantinya banyak organisasi sosial,

budaya dan politik masyarakat Indonesia yang menggunakan pers sebagai media

penyalur aspirasinya.

Sebetulnya surat kabar berbahasa Melayu dan berbahasa Jawa sudah terbit

sejak pertengahan abad ke-19, meskipun diterbitkan oleh pengusaha Eropa dan

Belanda. Sebagai contoh surat kabar Bromartani, yang diterbitkan di Surakarta

pada tahun 1855. Koran ini menggunakan bahasa Jawa Kromo (rendah).

Pemimpinnya adalah C. F. Winter, seorang Indo-Belanda yang lahir di Yogjakarta

yang sebelumnya seorang penerjemah bahasa Jawa untuk pemerintah Belanda.41

Kemudian koran yang berbahasa Melayu, yaitu mingguan Slompret Melayoe

diterbitkan sejak 1860 oleh G. c. T. van Drop. Dalam halaman depan Koran

tersebut disebutkan : “Soerat Kabar Bahasa Melajoe Rendah”.42

Selain diterbitkan oleh orang Belanda, surat kabar berbahasa Melayu juga

banyak didirikan oleh pengusaha Cina peranakan ( Tionghoa ) dan orang-orang

Jawa yang kebanyakan adalah anggota organisasi pergerakan politik, sosial dan

Islam sejak 1911-1940-an. Sepersti organisasi Serekat Islam, Perserikatan Ulama,

Muhammadiyah dan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan Islam. Pers Melayu

Tionghoa terbagi atas pers yang diterbitkan untuk kalangan sendiri, untuk

kalangan Bumi P[utra dan yang diterbitkan untuk semua golongan. Menurut Nio

41 Ahmat Adam, Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindoneiaan 1885-1913, (Jakarta : Hastamitra, Pustaka Utan Kayu, 2003), hal 27.

42 Ibid, hal. 38-39.

Page 43: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

34

Joe Lan, seorang penulis waktu itu, melihat bahwa pers Melayu Tionghoa sebagai

cikal bakal pers nasional Indonesia.43

Latar belakang munculnya pers Melayu Tionghoa selain karena

kepentingan ekonomi juga disebabkan banyak warga Tionghoa peranakan yang

tidak bisa berbahasa Belanda.44 Kebanyakan Pers Melayu Tionghoa yang terbit di

Batavia menggunakan bahasa Melayu dialek Betawi. Sementara itu organisasi

pergerakan nasional dan organisasi sosial budaya kaum Bumi Putra juga

mempergunakan bahasa Melayu untuk penerbitannya, selain tentunya bahasa

Jawa yang memang menjadi bahasa utama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Penggunaan bahasa Melayu dalam pers juga menjadi perhatian E. F. E.

Dewes Deker pada tahun 1909, pada waktu itu dia adalah pembantu editor pada

Koran Bataviasch Nieuws Blad di Batavia. Dia menilai bahwa kedudukan pers

berbahasa Melayu lebih penting daripada pers berbahasa Belanda. Hal ini

dikarenakan pers Melayu dapat langsung menarik pembaca mayoritas penduduk

pribumi.45 Beberapa contoh surat kabar Melayu Tionghoa adalah Li Po (1901),

Pewarta Soerabaja (1902), Kabar Perniagaan (1902), Warna Warta (1903), dan

lain-lain.

Sementara itu pers Melayu yang diterbitkan oleh kaum Bumi Putra adalah

Medan Prijaji, pada tahun 1907 oleh R.M. Tirtoadisurjo. Seorang pedagang

muslim yang sempat mendirikan Serekat Dagang Islam (SDI) pada Tahun 1905.

kemudian dari organisasi Boedi Oetomo (BO) cabang Surakarta membeli sebuah

43 Abdurrachman Soerjomihardjo, et, al., Berbagai Segi Perkembangan Pers diIndonesia, (Jakarta : Kompas, 2002), hal. 42-43.

44 Ibid., hal. 49.45 Marwati Djoened Poesponegoro, eds., Sejarah Nasional Indonesia V, (Jakarta : Balai

Pustaka, 1984), hal. 290.

Page 44: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

35

surat kabar milik Cina peranakan yaitu Darmokondo Pada tahun 1910 seharga f.

50.000. Koran ini menggunakan bahasa Melayu dan Jawa.46

Dewes Dekker telah menilai kedudukan pers berbahasa Melayu lebih

penting daripada pers Belanda. Karena pers itu langsung dapat menarik pembaca-

pembaca pribumi.

Dalam waktu yang singkat pers itu dapat meluas ke segala arah, sungguh

pun kecepatan perkembangan dipengaruhi oleh pers Belanda dan Melayu-

Tionghoa di Indonesia. Pers Belanda itu sendiri telah pula mengalami perjuangan

yang panjang untuk tercapainya kebabasan pers. Perkembangan pers bumiputra

atau yang berbahasa Melayu menimbulkan pemikiran di kalangan pemerintahan

kolonial untuk menerbitkan sendiri surat kabar berbahasa Melayu yang cukup

besar dan dengan sumber-sumber pemberitaan yang baik.

Ciri-ciri pers berbahasa Melayu ialah lingkungan pembacanya yang dituju

atau yang menjadi langganan.

Pertama, surat kabar yang berisi berita atau karangan yang jelas hanya

golongan keturunan Cina, sepersti terjadi dengan surat kabar yang terbit di

Jakarta, Surabaya dan beberapa yang terbit di Semarang.

Kedua, surat kabar berbahasa Melayu, yang dibiayai dan dikerjakan oleh

orang-orang Cina, namun lingkungan pembacanya terutama ialah penduduk

bumiputra. Ketiga, surat kabar yang terutama dibaca oleh kedua golongan itu.

Menurut Dowes Dekker, secara krnologis surat kabar berbahasa Melayu

yang tertua ialah Bintang Soerabaja (1861). Isinya selalu menentang pemerintah

dan berpengaruh di kalangan orang-orang Cina dari partai modern di Jawa Timur.

46 Imas Emilia, Laporan Awal Hasil Penelitian :Islam dan Rasionalisme : Kajian AtasArtikel-Artikel Keislaman Dalam Surat Kabar dan Majalah di Pulau Jawa 1911-1942, (Jakarta :Laporan Awal Penelitian, 2006).

Page 45: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

36

Lain surat kabar di Surabaya yang senada ialah Pewarta Soerabaja (1902),

pembacanya terbanyak ialah golongan Cina. Pemimpin redaksi kedua surat kabar

itu masing-masing ialah Courant dan H. Hommer.

Dalam pada itu salah satu surat kabar yang terpenting ialah Kabar

Perniagaan, yang didirikan oleh persusahaan Cina di Jakarta pada tahun 1902.

redaksinya ialah seorang Indonesia dan seorang Cina, yaitu F. D. J. Pangemanan

dan Gow Peng Liang. Surat kabar itu mungkin sekali pembacanya tersebar luas di

seluruh Jawa dan menyuarakan gerakan-gerakan Cina modern. Di Bogor juga

terbit mingguan Ho Po dibawah pimpinan Tan Tjien Kie.

Pelopor pers nasional ialah Medan Prijaji (waktu itu terbit sebagai

mingguan), yang sesuai dengan namanya merupakan golongan priyayi. Pemimpin

redaksinya ialah R. M. Tirtoadisuryo. Terbit pada tahun 1907 dan sejak tahun

1910 sebagai harian. Surat kabar yang terpenting di Semarang ialah Warna Warta

di bawah pimpnan J. P. H. Pangemanan. Karena seringnya menyerang pemerintah

kolonial Belanda, maka redakturnya beberapa kali diadili karena tulisan-

tulisannya.

Di Bogor sejak tahun 1905 terbit mingguan Tiong Hoa Wie Sin Ho

dibawah pimpinan Tan Soei Bing. Di Surakarta terbit Taman Pewarta (1901)

dengan Thjie Sian Liang dan mingguan Cina-Melayu Ik Po (1904) di bawah

redaksi Tan Soe Djwan. Surat kabar berbahasa Djawa-Melayu Djawi-Hisworo

(1905) dipimpin oleh Dirdjoatmodjo. Semarang memiliki surat kabar Slompret

Melayoe dipimpin oleh A. Appel, dan Taman Pengajar yang dipimpin oleh

seorang guru, Mas Boediardjo. Raden Djojosoediro memimpin Tjahaja Timoer

(1907) di Malang. Sutan Raja nan Gadang memimpin Warta Brita di Padang,

Page 46: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

37

sedangkan di Sibolga dan Boen Sian memimpin Bintang Pasir (1907). Di Menado

J. A. Worotikan memimpin Pewarta Menado, sedangkan di Banjarmasin muncul

Pewarta Borneo dengan seorang Indo-Belanda M. Neys sebagai redaktur.

C. Hubungan Organisasi Islam dan Pers Abad 20

Kebangkitan organisasi massa Islam yang dipelopori Serekat Islam di

Surakarta pada tahun 1911 juga menggunakan surat kabar sebagai salah satu

sarana untuk komunikasi di antara anggotanya dan juga menyalurkan aspirasi

mereka baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah kolonial. Surat

kabar yang dimiliki SI adalah Oetoesan Hindia tahun 1913, yang terbit di

Surabaya dengan susunan redaksinya adalah Tjokroaminoto, Abd. Moeis, H.

Agus Salim, Wagnjadisastra dan Soejopranoto. Surat kabar SI yang lain adalah

Sinar Djawa (Semarang), Pantjaran Warta (Betawi) dan Sarotomo (Surakarta).

Organisasi sosial keagamaan lainnya seperti Muhammadiyah yang berdiri

sejak tahun 1912 juga memiliki beberapa majalah, seperti Mingguan Adil

(Surakarta) dan Papadanging Moehammadijah (Surakarta). Sementara di Jawa

Barat, khususnya di daerah Cirebon dan Majalengka terbit pers milik organisasi

Persjarekatan Oelama yang didirikan oleh K. H. Abdul Halim di Majalengka

(1913), yaitu majalah bulanan Asj Sjoero (Majalengka, 1934), Soeara

Persjarkatan Oelama (Majalengka dan Cirebon, 1931) dan Soeara Islam

(Cirebon, 1921). Selain itu Serekat Islam Cabang Cirebon memiliki organ pers,

yaitu surat kabar Fadjar (1921) dan Muhammadiyah cabang memiliki organ pers

yaitu Soeara Muhammadiyah (1922).

Page 47: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

38

Dengan demikian bisa kita lihat bahwa pentingnya pers sebagai media

yang tidak hanya menjadi penyalur berita-berita dan kabar-kabar saja, tetapi pers

juga memiliki kamampuan untuk menyebarkan ide-ide dan pengaruh bagi

masyarakat pembacanya. Selain itu pers juga merupakan suatu media komunikasi

yang terbuka, sehingga siapa saja bisa membacanya. Aliran informasi yang

mengalir melalui media pers, menurut sejarawan Sartono Kartodirdjo47 dapat

memiliki potensi membangkitkan kesadaran kolektif, sehingga penggunaan media

pers pada akhirnya dapat dipergunakan oleh berbagai kekuatan politik, sosial dan

keagamaan sebagai sarana mengaktualisasikan ide-ide dan kondisi-kondisi yang

ingin dicapainya.

Menurut G. F. Pijpers,48 salah satu aspek dari gerakan pembaharuan

(reformisme) adalah berpegang teguh kepada dasar Islam tetapi tidak menutupi

bagi masuknya ilmu pengetahuan yang sudah muncul pada masa itu. Dengan kata

lain diperlukan suatu modernisme dalam Islam dengan mengedepankan pemikiran

melalui berbagai sarana dan salah satu sarana terpenting adalah melalui media

pers.

Kalau dilihat dari sudut pandang pada masa itu, pers dapat dianggap telah

membuat revolusi komunikasi, karena telah menggeser atau merubah pola

komunikasi tradisional (lisan) menjadi tertulis dalam bentuk surat kabar atau

majalah. Disamping itu media cetak menampilkan sistem komunikasi terbuka,

siapa saja bisa membacanya. Sehingga aliran informasi bisa meningkat

47 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah pergerakan nasionaldari Kolonialisme sampai Nasionalisme, (Jakarta : Jilid II, Gramedia, 1990), hal. 113.

48 G. F. Pijpers, Beberapa Studi Tentang Islam di Inonesia 1900-1942, (Jakarta : UI Press,1985), hal.103.

Page 48: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

39

intensitasnya, meski saluran itu lebih bersifat satu arah, tetapi lebih mempunyai

potensi membangkitkan kesadaran kolektif.49

Perubahan yang terjadi pada abad ke-19 media pers kemudian menjadi

salah satu sarana untuk memperkenalkan produk-produk perdagangan dan

industri, serta sejak awal abad ke-20 menemukan bentuknya sebagai media untuk

melaporkan kegiatan lembaga atau organisasi dan juga untuk menyebarkan

aspirasi-aspirasinya, sehingga nantinya banyak organisasi sosial, budaya dan

politik masyarakat Indonesia yang menggunakan pers sebagai media penyalur

aspirasinya.

Kenyataan media pers yang sangat efektif sebagai penyebarluasan

informasi yang bersifat massal, membuat organisasi-organisasi pergerakan

termasuk di dalamnya, organisasi keislaman yang menggunakan Koran dan

majalah sebagai alat untuk berdakwah dan pencerhan kebudayaan bagi umat

Islam.

49 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah PergerakanNasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), hal.113

Page 49: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

40

BAB IV

RESPONS DAN ULASAN TERHADAP ISU-ISU

IJTIHAD DAN TAKLID DALAM PEMBERITAAN BNO DI JAWA

A. Terbentuknya BNO

Terbentuknya BNO dilatar belakangi karena surat kabar adalah suatu

sarana yang penting untuk menyebarkan missi NU kepada anggota-anggotanya

dan masyarakat pada umumnya pada waktu itu

BNO terbit pada tahun 1936 di Surabaya, salah satu pendirinya adalah

K.H. M. Machfoedz Shiddiq yang pada tahun 1937 dianggkat menjadi ketua

Tanfidziyah NU, sebelum BNO terbit, ada majalah yang di terbitkan oleh NU

yang bernama Swara Nahdlatul Ulama, tetapi majalah ini hanya untuk intern

pengurus NU saja dengan tulisan arab Melayu berbahasa Jawa dan ada yang

bertulisan dan berbahasa Arab.50 BNO terbit sebagian besarnya menggunakan

bahasa Melayu dengan tulisan latin, tetapi ada juga yang menggunakan tulisan

Melayu dengan bahasa Jawa tetapi sedikit terbitannya, pada tahun 1936 BNO

terbit hanya di kawasan Surabaya saja, tetapi pada tahun 1937 mulai

disebarluaskan di sebagian pulau Jawa.51

BNO terbit dua kali dalam sebulan, pada awal bulan dan pertengahan

bulan, di dalam isinya, BNO sering memuat artikel tentang masalah di dalam

negeri dan luar negeri, seperti masalah tentang konflik Palestina, kekuatan tentang

tentara Jerman di Eropa awal abad ke-20, sedangkan di dalam negeri BNO

mengulas tentang masalah ijtihad dan taklid, dan ajaran-ajaran Islam serta

50 Menapak Jejak Mengenal Watak, sekilas Biografi 26 Tokoh Nahdlatul Ulama, (Jakarta: Yayasan saifudin zuhri, 1994), hal. 197-198

51 Ibid. hal. 192

Page 50: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

41

informasi tentang masalah-masalah perekonomian dan juga forum iklan, tetapi

yang menarik adalah kolom tentang pembahasan ijtihad dan taklid, dari awal

diterbitkannya hingga pertengahan tahun 1938, masalah ini dengan secara

kontiniu terus ditulis.52

Setelah tahun 1939, BNO tidak lagi terbit dengan teratur karena telah

masuk tentara Jepang, jadi sempat fakum pada masa-masa pendudukan Jepang.

Setelah pendudukan Jepang berakhir, BNO juga tidak terbit lagi sebagai majalah

yang diterbitkan oleh Organisasi Nahdlatul Ulama.

Pimpinan redaksi BNO dari tahun 1936-1939 adalah K.H. M. Machfoedz

Siddiq (w. 4 Juli 1944), beliau adalah lulusan pesantren Tebuireng, Jombang dan

meneruskan pendidikannya di Mekkah. K.H. MachfoedzSiddiq adalah salah satu

pendiri dan menjadi pimpinan BNO dari tahun 1936-1939, selain menjabat

sebagai pimpinan BNO, pada tahun 1937 beliau diangkat menjadi ketua

Tanfidziah pusat NU, dan menjabat hingga tahun 1940.53

Beliau sengaja menerbitkan BNO dengan menggunakan bahasa latin

Melayu supaya dapat diterima oleh masyarakat luas. Menurut Douwes Dekker,

penggunaan bahasa Melayu dalam pers lebih penting daripada pers berbahasa

Belanda. Hal ini dikarenakan pers Melayu dapat langsung menarik pembaca

mayoritas.54

52 Analisis penulis pada BNO dari tahun 1936-193953 Menapak Jejak Mengenal Watak, sekilas Biografi 26 Tokoh Nahdlatul Ulama, (Jakarta

: Yayasan saifudin zuhri, 1994), hal. 9354 Marwati Djoened Poesponegoro, eds.,Sejarah Nasional Indonesia, Jilid V, (Jakarta :

Balai Pustaka, 1984), hal. 290

Page 51: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

42

B. Diterbitkannya BNO Sebagai Media Sah NU

Kelahiran Nahdlatul Ulama itu merupakan gerakan pengimbang terhadap

gerakan kalangan pembaharu. Dalam rangka untuk membentengi para pengikut

ulama tradisional dari paham-paham pembaharu yang menolak untuk bertaklid

dan bermazhab, maka dari itu Nahdlatul Ulama menerbitkan majalah yang terbit

setiap 2 kali dalam sebulan, yakni pada tanggal 1 dan tanggal 15 pada setiap

bulannya, majalah itu adalah Berita Nahdlatul Oelama, salah satu isinya banyak

menerangkan tentang masalah ijtihad dan taklid. Pada masa itu banyak majalah-

majalah yang mengkritik tentang masalah ijtihad dan taklid, mereka

mengkampanyekan dalam surat-surat kabar dan majalah-majalah masing-masing

organisasi keislaman pada waktu itu, seperti Soewara Muhammadijad sejak 1912,

Fadjar yaitu surat kabar harian milik Serikat Islam sejak 1920, Soeara

Persjarikatan Oelama sejak tahun 1929 dan surat-surat kabar lainnya yang

sezaman bahkan sampai sekarang. Pemberitaannya yang mengkritik praktik mitos

dan tahayul kemudian diberikan ulasannya yang lebih rasional dan masuk akal

sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits Rasulullah. 55

Berita Nahdlatul Oelama juga menjelaskan tentang pengertian ijtihad dan

taklid itu lebih rasional, masuk akal, sesuai juga dengan al-Qur’an dan Hadits

Rasulullah, dengan demikian, diterbitkannya Berita Nahdlatul Ulama menjadi

pembenteng bagi pengikut para ulama tradisional.

Berita Nahdlatul Oelama adalah merupakan lembaga dan media yang sah

dari organisasi Nahdlatul Ulama pada masanya. Latar belakang dibentuk dan

diterbitkannya Berita Nadlatul Oelama adalah untuk berdakwah dan menyiarkan

55 Imas Emilia, Laporan Awal Hasil Penelitian :Islam dan Rasionalisme : Kajian AtasArtikel-Artikel Keislaman Dalam Surat Kabar dan Majalah di Pulau Jawa 1911-1942, (Jakarta,Laporan Awal Penelitian, 2006)

Page 52: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

43

Islam yang masih menganut dengan ijtihad dan taklid. Yang mana media-media

massa dan majalah-majalah milik beberapa organisasi sosial politik keagamaan,

menerbitkan juga seperti yang telah ditulis diatas tentang beberapa media massa

yang ditebitkan. Tentang paham-paham pembaharu yang secara langsung

menafikan ijtihad dan taklid, dan menyerukan untuk kembali kepada ajaran yang

sebenarnya yaitu al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan warga Nahdlatul Ulama yang

masih menggunakan ijtihad dan taklid sebagai bahan acuan dan ajaran menjadikan

Berita Nahdlatul Oelama pegangan dan bahan informasi untuk tidak terpengaruh

terhadap paham pembaharu tersebut.

Dengan demikian bisa kita lihat bahwa pentingnya pers sebagai media

yang tidak hanya menjadi penyalur berita-berita dan kabar-kabar saja, tetapi pers

juga memiliki kamampuan untuk menyebarkan ide-ide dan pengaruh bagi

masyarakat pembacanya. Selain itu pers juga merupakan suatu media komunikasi

yang terbuka, sehingga siapa saja bisa membacanya. Aliran informasi yang

mengalir melalui media pers, menurut sejarawan Sartono Kartodirdjo56 dapat

memiliki potensi membangkitkan kesadaran kolektif, sehingga penggunaan media

pers pada akhirnya dapat dipergunakan oleh berbagai kekuatan politik, sosial dan

keagamaan sebagai sarana mengaktualisasikan ide-ide dan kondisi-kondisi yang

ingin dicapainya.

C. Pandangan Kaum Pembaharu Tentang Ijtihad dan Taklid.

Dengan melihat sejarah pembaharuan Islam di Indonesia maka sudah dua

abad yang lalu gerakan Islam di Indonesia bertujuan untuk menegakkan ajaran

56 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah PergerakanNasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme, Jilid II, (Jakarta : Gramedia, 1990), hal. 113

Page 53: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

44

Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis Rasulullah dengan menghapuskan

khurafat, tahayul, dan hal-hal yang mistis dan mitos. Berserakan juga petunjuk-

petunjuk agama yang memerintahkan umat manusia untuk menggunakan akalnya,

yang antara lain :”gunakanlah pikiranmu wahai orang yang mempunyai akal (Q.S

al-Hasyr:59). Selain itu Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat

11, yang artinya: “…Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara

kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”.

Dalam masalah ijtihad, sesungguhnya bukan hanya golongan pembaharu

yang menganggap pintu Ijtihad tetap terbuka bagi mereka yang mampu. Hanya

saja harus memenuhi beberapa persyaratan yang sangat ketat, sehingga tidak

sembarang orang mampu melakukannya. Adapun mengenai persoalan taklid,

sesungguhnya para anggota dari organisasi Islam sama-sama melakukan taklid.

Bedanya, kalau taklid di kalangan para pembaharu lebih ditujukan kepada

lembaga.57

Seperti di Jawa, yang pertama kali menggerakkan gerakan berpikir maju

tersebut adalah Jami’atul Khair tahun 1905 dan kemudian disusul K.H. Ahmad

Dahlan dengan gerakan Muhammadiyahnya yang didirikan di Yogyakarta tahun

1912, tahun yang sama berdiri Persatuan Umat Islam di Majalengka, tahun 1914

kemudian berdiri al-Islam wal Irsyad di Jakarta dan tahun 1923 berdiri Persatuan

Islam (PERSIS) di Bandung. Dalam memperjuangkan keberadaan Islam,mereka

berpandangan bahwa untuk menghadapi dunia modern dan kemajuan zaman

tidaklah dengan mengedepankan hal-hal yang berbau khufarat, mistik, tahayul,

perdukunan, penipuan dan sebagainya tetapi harus kembali kepada al-Qur’an dan

57 Mahrus Irsyam, Ulama dan Partai Politik, (Jakarta : Yayasan Perkhidmatan, 1984),Hal. 14

Page 54: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

45

Hadits Rasulullah yang sudah teruji kebenarannya sepanjang zaman selama

matahari masih bersinar.58

Gerakan pembaharuan Islam yang dipelopori oleh Muhammadiyah di

Jawa mengecam kehidupan keagamaan tradisi yang sarat dengan praktik

sinkretisme.59 Golongan tradisi lebih banyak menghiraukan soal-soal agama, din

atau ibadah belaka. Banyak pula yang memberikan perhatian pada tasawuf.

Walaupun golongan ini mengaku menjadi pengikut mazhab, umumnya Syafi’i,

mereka umumnya tidak mengikuti ajaran mazhab itu langsung, melainkan ajaran

imam yang datang kemudian. Golongan tersebut lebih banyak mengikui fatwa

yang telah ada dan bukan cara mengambil fatwa itu.

Golongan pembaharu lebih memberikan perhatian pada sifat Islam pada

umumnya. Bagi mereka Islam sesuai dengan tuntutan zaman dan keadaan. Islam

juga berarti kemajuan, agama ini tidak akan menghambat usaha mencari ilmu

pengetahuan, perkembangan sains, kedudukan wanita. Islam ialah agama

universal, yang dasar-dasar ajarannya diungkapkan oleh para nabi, baik yang

dikenal maupun tidak.

Dalam pandangan golongan pembaharu, al-Qur’an dan Hadits dapat

dipahami dan diamalkan sesuai dengan perkembangan kemajuan zaman. Untuk

itu, ijtihad perlu dihidupkan kembali. Menurut mereka, pendapat-pendapat ulama

terdahulu itu merupakan hasil ijtihad yang diperuntukan bagi pemisah problema-

problema sosial keagamaan yang terjadi pada masanya, yang belum tentu cocok

untuk memecahkan problema-problema masa kini, ijtihad perlu dihidupkan

58 L Stodddarrd, Dunia Baru Islam, (terj.), (Jakarta :1966) hal. 309-31059 Imas Emilia, Laporan Awal Hasil Penelitian :Islam dan Rasionalisme : Kajian Atas

Artikel-Artikel Keislaman Dalam Surat Kabar dan Majalah di Pulau Jawa 1911-1942, (Jakarta :Laporan Awal Penelitian, 2006) hal. 22

Page 55: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

46

kembali dengan tetap mempertimbangkan hasil ijtihad ulama terdahulu. Ini

berarti, golongan pembaharu dalam menghidupkan kembali ijtihad, tidak serta

merta meninggalkan begitu saja pendapat-pendapat ulama terdahulu, tetapi

pendapat-pendapat tersebut diseleksi, dan dicari pendapat yang lebih kuat untuk

diterapkan pada masa sekarang.60

Golongan pembaharu menyebarkan ide-ide yang berbeda, tetapi secara

realita, pemikiran keagamaan golongan pembaharu dan tradisional banyak yang

sama. Golongan pembaharu yang berselogan kembali kepada al-Qur’an dan

Hadits, serta merasa perlu menghidupkan kembali “ijtihad”, dalam kenyataannya

tetap mengambil pendapat-pendapat para imam mazhab, maka sebagaimana

dikatakan oleh A. Mukti Ali, bahwa antara golongan pembaharu seperti

Muhammadiyah, persis dan lainnya dengan golongan tradisional seperti NU tidak

terdapat perbedaan yang prinsipil.61

Muhammad Abduh dalam Buku tulisan Harun Nasution yang berjudul

Pembaharuan Dalam Islam, mengatakan bahwa, masuknya berbagai macam

bid’ah ke dalam islam yang membuat umat Islam lupa akan ajaran-ajaran Islam

yang sebenarnya. Bid’ah-bid’ah itulah yang mewujudkan masyarakat Islam yang

jauh menyeleweng dari masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk menolong umat

Islam, paham-paham asing lagi salah itu harus dikeluarkan dari tubuh Islam. Umat

harus kembali ke ajaran-ajaran Islam yang semula, ajaran-ajaran Islam sebagai

terdapat di zaman salaf, yaitu zaman sahabat dan ulama-ulama besar.

Untuk menyesuaikan dasar-dasar dengan situasi modern perlu diadakan

interpretasi baru dan untuk itu perlu pintu ijtihad dibuka. ijtihad menurut

60 Ibid. hal. 1061 A. Mukti Ali, Pelbagai Persoalan Islam di Indonesia Dewasa Ini, (yogyakarta :

Yayasan NIDA, 1971), Hal. 15

Page 56: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

47

pendapatnya bukan hanya boleh, malahan penting dan perlu diadakan. Tetapi

yang di maksudnya bukan tiap-tiap orang boleh mengadakan ijtihad. Hanya

orang-orang yang memenuhi syarat-syarat yang diperlukan yang boleh

mengadakan ijtihad. Yang tidak memenuhi syarat-syaratnya, harus mengikut

pendapat mujtahid yang ia setujui pahamnya. ijtihad ini dijalankan langsung pada

Al-Qur’an dan Hadits, sebagai sumber yang asli dari ajaran-ajaran Islam.

Pendapat-pendapat ulama tidak mengikut. Bahkan ijma’ mereka pun tidak

mempunyai sifat maksum. Lapangan bagi Ijtihad sebenarnya ialah mengenai soal-

soal muamalah yang ayat-ayat dan haditsnya bersifat umum dan jumlahnya sedikit

itu. Hukum-hukum kemasyarakatan inilah yang perlu disesuaikan dengan zaman.

Adapun soal ibadah, karena ini merupakan hubungan manusia dengan tuhan dan

bukan manusia dengan manusia, tak menghendaki perubahan menurut zaman.

Oleh karena itu, ibadah bukanlah lapangan ijtihad sebenarnya untuk zaman

modern ini.

Dengan sendirinya taklid kepada ulama lama tak perlu diperintahkan,

karena Taklid inilah yang membuat umat Islam berada dalam kemunduran dan tak

dapat maju. Muhammad Abduh dengan keras mengkritik ulama-ulama yang

menimbulkan taklid. taklid ini menghambat perkembangan bahasa Arab,

perkembangan susunan masyarakat Islam, syariat, sistem pendidikan dan

sebagainya. Sikap umat Islam yang berpegang teguh pada pendapat ulama klasik,

dipandang Muhammad Abduh berlainan betul dengan sikap umat Islam terdahulu.

Al-Qur’an dan Hadits, katanya, melarang umat Islam bersifat taklid.62

62 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, cet ke-13, 2001). hal. 53-55.

Page 57: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

48

Dalam masalah dunia, golongan pembaharu menuduh golongan taradisi

mengembil sikap yang menghambat kemajuan mereka sendiri dan pada umumnya

kemajuan umat Islam. Mereka terutama pada tahun-tahun permulaan gerakan

pembaharu, berada dalam keadaan jumud (beku) oleh karena mereka merasa puas

dengan cara dan perbuatan tradisional, Hal ini membawa kita pada kebebasan

kemerdekaan akal, suatu masalah yang erat hubungannya dengan masalah ijtihad

dan taklid. Para pembaharu berpendapat bahwa Islam “menghargai akal manusia

dan memperlindunginya daripada tindasan-tindasan”. Tetapi mereka pun melihat

bahwa kemerdekaan akal dapat menumbuhkan pemikiran yang mungkin

membawa pada kesesatan. Oleh sebab itu mereka katakan bahwa kemerdekaan

akal dan pikiran dapat membawa seseorang pada pikiran mulia, tetapi juga pada

kejahatan dan dalam hal ini agama diperlukan untuk mengarahkan kekuatan akal

itu pada jalan lurus.

Pada aspek aqidah yang berkaitan dengan perbuatan manusia.

Muhammadiyah salah satu dari golongan pembaharu berkeyakinan, bahwa

manusia bertanggung jawab penuh atas perbuatanyya, sebab Tuhan telah memberi

kemerdekaan dan tanggung jawab kepada manusia untuk memilih antara

perbuatan baik dan buruk. Dalam pandangan Muhammadiyah, perbuatan manusia

adalah produk manusia itu sendiri. Seperti tercermin dalam keputusan majlis

Tarjih Muhammadiyah, sebagai berikut :

“Dengan demikian maka segala ketentuan adalah dari Allah danusaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik darikuasanya dinamakan hasil usaha sendiri”63

63 Majlis Tarjih Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, (Yogyakarta : PimpinanPusat Muhammadiyah, t.t.) hal. 19

Page 58: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

49

Golongan pembaharu hanya mengikuti Al-Qur’an dan hadits saja sebagai

sumber-sumber dasar pemikiran meeka. Mereka berkeyakinan bahwa bab al-

ijtihad, pintu ijtihad masih dan tetap terbuka, mereka menolak taklid. Ini tidak

berarti bahwa mereka menyalahkan dan menolak para pendiri mazhab dan imam

lain yang mengikutinya, tetapi berpendapat bahwa fatwa dan pendapat para imam

ini, sebagaimana juga pendapat siapa pun, dapat diteliti terus. Dalam pikiran para

pembaharu berlakunya suatu fatwa, pemikiran atau perbuatan hendaklah dinilai

dengan Al-Qur’an dan Hadits.

Ijtihad telah membawa para pembaharu Islam untuk lebih memperhatikan

pendapat dan bukan si empunya pendapat, yaitu orangnya. Oleh karena itu guru

kalangan modern, yang masih disebut kiyai atau syaikh, tidaklah ma’sum dari

kesalahan atau kekhilafan tidak seperti pandangan terhadap guru tradisi oleh

pengikutnya. Guru kalangan modern tidak memonopoli ajaran atau pengetahuan

masyarakat yang juga mempunyai hak seperti dia (guru itu sendiri) untuk

membicarakan dan menilainya.64

D. Pengertian Ijtihad dan Taklid Menurut NU

Masalah utama yang menarik minat Nahdlatul ulama adalah tetap masalah

agama, terutama bila menyangkut pengeluaran fatwa yang didasarkan atas ajaran

mazhab. Dalam kenyataan hanyalah mazhab Syafi’i yang banyak diikuti, walau

ketiga mazhab lain diakui. Masalah pokok dalam hubungan ini ialah apakah bab

ijtihad masih tetap terbuka ataukah sudah tertutup.

64 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam……. ,hal. 323-326

Page 59: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

50

Salah satu tokoh Nahdlatul Ulama yaitu Machfoedz Siddiq, ketua umum

NU, menulis sebuah buku tentang masalah ini yang didasarkannya pada tulisan

seorang ulama bernama Waliy al-Lah al-Dahlawy al-Hindy (meninggal 1766M).

Ia mengakui prinsip pokok bahwa semua hukum Islam harus berdasarkan Al-

Qur’an dan Hadits. Dikatakan bahwa selama abad-abad pertma setelah nabi wafat,

ulama berselisih paham mengenai beberapa masalah tertentu, oleh karena belum

terdapat pengumpulan Hadits dan hukum pada umumnya.

Pandangan-pandangan yang dikemukakan golongan pembaharu khususnya

dalam hal pelembagaan ijtihad bagi seluruh umat Islam yang di ikuti dengan

penghapusan taklid bagi orang Islam, Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa,

benar Islam menganjurkan perkembangan pemikiran agar orang Islam tidak beku

akan tetapi tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk

mengembangkannya, disebabkan karena keterbatasan daya yang dimiliki tidak

sama tetapi berbeda–beda dan juga tidak semua orang dikaruniai Allah

sebagaimana tidak semua orang mempunyai kesempatan menuntut ilmu.65

Dalam masa yang dihadapi kini, yaitu abad keduapuluh, ketika mazhab

telah jelas, Machfoedz Shiddiq berpendapat bahwa hanya keempat pendiri

mazhab yang ada dapat disebut mujtahid benar-benar. Mereka adalah mujtahid

mustsaqil, yaitu mereka yang “melakukan ijtihad, mengetahui/mendapatkan

ketentuan hukum dari dalil yang pokok, yakni al-Qur’an dan Hadits.

Ia menambahkan bahwa tidak perlu dipersoalkan apakah akan

dipergunakan ijtihad atau taklid dalam hal-hal yang menyangkut hukum

mutawatir (yaitu yang masyhur, terkenal di kalangan umat seperti soal

65 K.H. Saifudin Zuhri, Menghidupkan Nilai-Nilai Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalamPraktik, (Jakarta : PP. IPNU, 1976), hal. 16

Page 60: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

51

sembahyang, puasa, dan zakat), tetapi semua hukum yang lain yang disebutnya

ghairu mutawatir (tidak terkenal di kalangan umat) menghendaki analisa,

pemeriksaan, penyelidikan, dan pengusutan dalil-dalilnya dengan kecerdasan

yang lebih dan pengetahuan yang luas. “Dalam soal ghairu mutawatir inilah,

masalah taklid dan ijtihad muncul. Menurut Shiddiq, mereka yang sanggup

melaksanakan ijtihad, yaitu yang memenuhi syarat-syarat untuk itu, “wajib”

melaksanakannya; kalau tidak sanggup melaksanakan Ijtihad, maka “wajiblah ia

taklid”.

Machfoedz Shiddiq berkesimpulan bahwa,”oleh karena mazhab-,mazhab

imam empat itu sudah cukup terkenal segala-galanya, dalil-salilnya juga, maka

bagi orang awam kita yang bertaklid kepadanya tidak usah mengenal dalil

imamnya.” Dan ia sandarkan lagi pembenaran taklid itu pada ayat-ayat Al-

Qur’an.66

Oleh karena itu Nahdlatul Ulama tetap berperinsip bahwa Islam memberi

kemerdekaan berpikir, tetapi di dalam kemerdekaan itu senantiasa berpegang pada

prinsip bahwa kemampuan otak tidak dapat mengalahkan wahyu Ilahi dan Sunnah

rasul sebab terhadap mazhab yang dikemukakan di atas justru diyakininya bahwa

pendiri-pendiri mazhab tersebut adalah orang yang memungkinkan memahami al-

Qur’an dan Sunnah Rasul SAW. Yang diberi gelar dengan mujtahid yaitu :

“orang yang sempurna padanya syarat ijtihad, mempunyaikemampuan mengistimbatkan hukum-hukum amaliyah dan dalil-dalil syar’i. mereka yang dinamakan mufti dan faqih pada masadahulu.”67

Bagi orang awam taklid atau mengikuti ulama mujtahid yang telah

memahami agama secara mendalam hukumnya wajib, sebab tidak semua orang

66 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam………,hal. 252-25467 T.M. Hasbi ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqhi, (Jakarta : Mulia),hal. 185

Page 61: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

52

mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk mempelajari agama secara

mendalam.

Para kaum tradisional bertaklid kepada salah satu mazhab empat yang

telah dimaklumi oleh seluruh ahli ilmu, tentang keahlian dan kemampuan mereka

dalam ilmu Fiqh. Di samping itu telah dimaklumi pula ketinggian akhlak dan

taqwa mereka yang tidak akan menyesatkan umat. Mereka adalah orang yang

takut kepada Allah SWT dan telah meletakkan hukum bersumber Al-Qur’an dan

hadits, ijma’ dan qiyas. Namun, ketika kita boleh bertaklid, bukan kemudian kita

bertaklid kepada sembarang orang yang belum mutawatir kemasyhurannya. Kita

bertaklid kepada ulama yang telah diakui umat, baik akhlak dan sikapnya

Taklid buta atau taklid kepada sembarang orang tentu dilarang oleh

agama. Bagi mereka yang ada kesempatan dan kemampuan tentu wajib mengikuti

seluk beluk dalil yang dipergunakan oleh para fuqoha’. Namun, untuk mencapai

derajat mujtahid barangkali sulit, walaupun kemungkinan selalu ada.68

Ijtihad diperlukan setelah nabi wafat karena permasalahan selalu

berkembang. Sejak abad ke II dan III Hijriyah permasalahan hukum Islam telah

mulai perumusan hukum, di antaranya hasil dari al-Madzahibul-Arba’ah baik

dalam ibadah maupun mu’amalah. Telah diletakkan pula qaidah-qaidah Ushul

fiqh yang mampu memecahkan segala permasalahan yang timbul. Barang, kali

periode saat ini adalah periode pengamalan dalam agama, bukan periode ijtihad.

Walaupun, jika berijtihad itu hanya akan menghasilkan barang yang sudah

berhasil. Contohnya, dalam berwudlu’, bila ada ijtihad, maka tidak akan keluar

dari pendapat mazhab empat atau al-madzhibul arba’ah. Hal ini bukan berarti

68 http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=10594

Page 62: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

53

ijtihad ditutup mutlak. Dalam masalah-masalah yang berkembang baru di abad

teknologi ini seperti: cangkok mata, bayi tabung, dan lain-lain, ijtihad tetap dibuka

dengan berpedoman pada qaidah-qaidah ulama’ yang terdahulu dalam ilmu fiqh.69

Dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratusy Syeikh

Hasyim Asy’ari, istilah "bid’ah" ini disandingkan dengan istilah "sunnah". Seperti

dikutip Hadratusy Syeikh, menurut Syaikh Zaruq dalam kitab ‘Uddatul Murid,

kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang

kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya,

baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw.

yang artinya : ”Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami

(agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut

tertolak”. Nabi juga bersabda,”Setiap perkara baru adalah bid’ah”.

E. Ijtihad dan Taklid dalam Ulasan BNO di Jawa.

Pada awal abad ke-20, perdebatan antara organisasi Islam sangat gencar

dan banyak diperbincangkan pada masyarakat di pulau Jawa. Masalah yang di

perbincangkan adalah masalah tentang furuiyah atau khususnya tenang apakah

pintu ijtihad itu masih tetap terbuka atau tidak dan bolehkah kita bertaklid ?.

Banyak surat kabar dan majalah yang di terbitkan oleh organisasi keagamaan

yang menjelaskan tentang hal itu. Salah satunya adalah BNO yang diterbitkan

oleh organisasi HBNO atau organisasi sosial keagamaan Nahdlatul Ulama pada

saat ini. Pada salah satu artikel di dalamnya dituliskan bahwa :

69 http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=10594

Page 63: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

54

“Soal jang ta’selesai diroending, ta’poeas dikoepas, dan senantiasa hangat soal ,,ijtihad dan taklid”. Pihak jang menjoekai danjang ta’soedi, tiada djemoe-djemoenja menjerang danmempertahankan. Kedoeanja beloem poeas dengan keteranganjang diberikan. Soal jang sesoengguhnja moedah dimengerti olehtiap-tiap kepala jang berotak, menjadi-katjau dan semakin ta’dimengerti orang, bahkan atjapkali peroendingan itoe keloeardari batas menoentoet yang chaq. Mendjadi medan perjoeanganberboeat kemenangan, sebalikja dari mengheningkan mendjadimengeroehkan. Kerisis Doenia Islam jang soedah hebat makin diperhebatkan poela, kasiaaannnnn!!!”70

Kutipan selanjutnya yaitu tentang ada indikasi dari pemerintahan Belanda

untuk memecah belah persatuan Islam di Indonesia dengan cara mengangkat

masalah ijtihad dan taklid :

“oemmat Islam jang koerang pengertian, bingoeng ta’tentoetoedjuannja. Lapangan pemetcah dan pembelah dan roda anginjaverdeel en heerch semakin mendapat boeah jang tjita ladz-dzahrasanja. 71

Jelas bahwa tetulis diatas, umat Islam di buat bingung tentang

permasalahan yang seharusnya mudah di jelaskan.

Pada masa itu, masalah tentang ijtihad dan taklid sangat gencar di

perbincangkan, BNO yang pada dasarnya adalah media pers yang sah yang

diterbitkan oleh organisasi Nahdlatul Ulama menyajikan sebuah wacana

berbentuk artikel, bukan untuk melawan pandangan-pandangan kaum pembaharu

melalui media pers pada saat itu, tetapi hanya menerangkan apa yang di sebut

ijtihad dan taklid itu, dari arti hingga syarat-syarat dan ketentuannya. Sebagai

mana yang terkutip dalam BNO pada tanggal 1 bulan Agustus 1936 yang isinya :

“Sekarang marilah kita terangkan apa jang nama idjtihad,menoeroet kitab2 oeshoel :Idjtihad, ertinja menghabiskannja orang ahli choekoem denganseantero kekoeatannja, sekira ta’ dapat memahami lagi lebih dari

70 Majalah Berita Nahdlatul Oelama, Tahun I, 1 April 1936, Terbit di Surabaya, hal. 1371 Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 15 April 1936, Tebit di Surabaya , hal. 24

Page 64: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

55

jang soedah dia keloearkan, didalam menentoekan choekoem2mengambil dari dalil2nja jang asal (Alqoeran, Alhadits etc).72

Dari keterangan di atas jelaslah bahwa, ijtihad itu masih ada tetapi pribadi

yang bagaimana dahulu yang boleh melakukan ijtihad. Islam menganjurkan

pemikiran agar orang Islam tidak beku, akan tetapi tidak semua orang mempunyai

kemampuan untuk mengembangkannya, disebabkan karena keterbatasan daya

yang dimiliki tidak sama tetapi berbeda-beda dan juga tidak semua orang

dikaruniai Allah akal yang cerdas sebagaimana tidak semua orang mempunyai

kesempatan menuntut ilmu.

Di bawah ini adalah sambungan artikel dari yang di atas yaitu tentang

syarat-syarat :

“Sjarathnja orang jang berchaq ijtihad :Pertama : Mengerti betoel akan seloek beloeknja Alqoer’an,sekalipoen tidak semoeanja, jalah pada bahagian2 jangdiidjtihadi, oempama perichal sembahjang, maka haroeslah iasoengoeh paham dan mengetahoei antero ajat2 jg. berkenaandengan chal sembahjang.Dari Alqoeran ia haroes mengerti betoel perichal jang ‘am,haroes, moethlaq, moeqojjad, moedjmal, moebajjan, nasihk,mansoekh dan sebahagianja dan seteroesnja.Dari chadits ia haroes mengerti betoel perichal chadits jangmoetawatir, achad, moersal, moettashil enz. dan mengetahoeipoela perihal achwalnja Rawi, dari pada mena’dil mentardjichdan mengetahoei poela perihal achwalnja Rawi ; dari padamenta’dil menterdjemah dan seteroesnja.Ketiga : Mengetahoei pendapat2nja shachabat, mana jangsepakat antara mereka dan mana jang khilaf dan bagaimanakhilaf itoe dan mana jang terlebih dekat kepada dalil.Keempat : mengerti betoel perihal qias jang djelas (njata) danjang samar, jang benar dan jang salah. enzKelima : mengerti benar perihal bahasa ‘Arab lengkap dengansegala2nja.73

72 Majalah Berita Nahdlatul Oelama, Tahun I, 1 Agustus 1936, Terbit di Surabaya, hal.19

73 Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 15 Agustus 1936, Terbit di Surabaya, hal.20

Page 65: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

56

Dari keterangan di atas sudah jelas siapa yang boleh melakukan ijtihad

dan siapa yang tidak boleh, bukannya tidak boleh tetapi harus menyesuaikan diri

dengan kemampuan dan kredibilitas yang ada dalam ilmu pengetahuan.

K. H. Saifuddin Zuhri dalam Sejarah Kebangkitan Islam Dan

Perkembangannya Di Indonesia mengatakan, terdapat syarat-syarat yang

dimaksudkan dari tulisan Imam al-Ghazali dalam al-Wasith :

“syarat-syarat berijtihad secara terpercaya sebagaimanadilakukan dahulu oleh imam-imam mujtahidin, bagi seorangcalon piñata hukum Islam, sudah bisa dipastikan bahwa hal itutidak mungkin bisa dijumpai lagi pada masa ini.74

Jadi menurut Zuhri syarat-syarat berijtihad itu adalah :

1. Mengetahui bahasa Arab.

2. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan al-Qur’an.

3. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan al-hadits.

4. Mengetahui segi-segi qiyas dan Ijma’.

5. Pandai menghadapi usaha-usaha berlawanan.

Pada dasarnya BNO sebagai media pers Organisasi Nahdlatul Ulama,

menuliskan artikel tentang Ijtihad dan Taklid.

Pada artikel bulan November tanggal 15 dituliskan :

“… kalimat ijtihad, didalam kalangan kita, ditoejoekan kepadaIjtihad istiqlal (Ijtihad jang berdiri sendiri, bebas dari ikatan atauikoetan sesoeatoe Ijtihad imam2 jang dahoeloe). Adapoenmereka jang bagaimanapoen tinggi pengetahoeannja, tetapi tidakbebas dari mengikoeti imam2 jang dahoeloe, termasoek dalamgolongan Taklid, tetapi sekali lagi kami peringatkan bahwakalimat Taklid itoe loeas artinja dan sekali lagi kami peringatkanbahwa arti Taklid itoe jaitoe djika seseorang jang masih ada

74 Lihat : K. H. Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya diIndonesia, hal. 614

Page 66: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

57

didalam lingkoengan sesoeatoe madzhab adalah ia berTaklidkepada madzhab itoe namaja…”75

Berkaitan dengan taklid, pada artikel sebelumnya diterangkan tentang apa

itu Taklid, Taklid itu dibagi menjadi beberapa bagian dari yang paling mendekati

sampai kepada yang derajat hanya mengikuti saja. Dalam artikelnya disebutkan

“…. Si A. B. C jang tidak koeasa memeriksa sendiri karenamemang tidak mempoenjai alat-alatnja memeriksa, patoetkahdipaksa mesti memeriksa sendiri2 ?. tentoe tidak boekan ? ‘agalkita sendiri (zonder meminta dalil Qoeran dan chaditsnja) soedahmengerti bahwa kewajiban mereka itoe ialah mendjalankanmana-mana jang bisa (koeasaa) dikerjakan, djikalau bisa, haroesmendjadi almoentashib, kalau tidak ja ashchaboelwudjuh, kalautidak ja ahloe’ttardjeh, kalau tidak, ja choeffazh, kalau tidak, jamengijahi, kalau tidak, ja……. Sampai dalam kalangan……noro boenteq (mengikoet) sadja sematjam kita”76

Tetapi ada pernyataan dari majalah Nibras yang terbit di Yogyakarta yang

isinya terkait dengan anjuran agar umat Islam tidak bersifat taklid buta. Hal ini

tergambar dalam sebuah artikel yang dimuat di dalamnya yang berjudul “Igama

jang Disahkan Toehan”, berikut kutipannya :77

“…. Adapoen Igama jang disahkan Toehan ijalah igamaIslam…madjoenja igama Islam di moeka boemi ini tidakdidjalanken dengan sendirinja sadja boeat mentjaripemangkoenja ataoe pemeloeknja…ketahoeilah bahwaperatoeranja igama kita Islam moedah mengerdjakannja setaberhikmah semoea, tetapi kita heran sebabnja kebanjakanpemangkoenja Islam soeka berbantah-bantah sehingga sampaimeadakan Partij Moeda dan Partaij Koena, Partaij Kjai ini danKjai itoe…apakah sebab mereka berbantah? Sebab kebanjakenmereka itoe tidak naoe meloeaskan pemandangannja, di dalamperatoeran Islam jang beralasan hadis-hadis Rosoelillah malahmereka soeka Taklid boeta saja kepada oelama-oelama jang

75 Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 15 November 1936, Terbit di Surabaya, hal.20

76 Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 15 September 1936, Terbit di Surabaya, hal.16

77 Imas Emilia, Laporan Awal Hasil Penelitian :Islam dan Rasionalisme : Kajian AtasArtikel-Artikel Keislaman Dalam Surat Kabar dan Majalah di Pulau Jawa 1911-1942, (Jakarta:Laporan Awal Penelitian, 2006), hal. 24

Page 67: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

58

meerka soekai dengan tanpa memikirkan soeatupoen peratoeranitoe, padahal kita orang Islam ini disoeroeh oleh Toehan boeatmeloeasken pemandangan di dalam peratoeran beralasan kepadaKitaboelloh dan Soennah Rosoel. Sebagai penoetoep kitaberseroe, lenjapkenlah sifat Taklid boeta dan toentoetlah ‘ilmoekedoenjaan dan keakhiratan dan bersihkan hati daripada sifatjang ditjela serta ichlas kepada Allah…” 78

Artikel di atas menegaskan bahwa sebenar-benarnya Islam adalah agama

yang menolak taklid buta yang membawa umat kearah kemunduran dan membuka

pintu ijtihad seluas-luasnya dengan tetap berlandaskan al-Qur’an dan Hadits.

Chairul Anam melukiskan bahwa, K. H. Achmad Siddiq menambahkan

bahwa :

“persoalan taklid tidak lepas dari tingkat kecerdasan manusi.Derajat kecerdasan manusia memang berbeda-beda, dari yangkelewat dungu sampai yang terlalu pintar. Karena perbedaan itu,maka berlakulah proses pertaklidan dalam pemahaman ajareanIslam.79

Diterangkan lagi di dalam BNO pada tanggal 1 Juli 1937 tentang mokallid

yaitu :

"….Moeqallid (pengikoet) ini, bertingkat2 soesoenannja,menoeroet keadaan dirinja masing2. ada jang moedjtahidmoentasib, ada jang moendjtahid mahdzab, ada jang ashchaboelwoedjoeh, ada jang moendjtahid fatwa, ada jang ahlittadjich,itoelah tingkatan jang tinggi2, hampir mendekati imam jangampoenja madzhab sendiri, kemoedian tingkatan itoe semakintoeroen, menoeroet sedikit banjak ‘ilmoenja, dan tjerdas atautoempoelnja (bebal) ‘akalnja, sampai kepada tingkatan tahoedalil, ialah taklid kelas orang seperti penoelis ini.Terang soedah bahwa tingkatan taklid itoe banjak, dari jangpaling atas (tinggi) menghampiri deradjat imamnja, sampaikepada tingkatan tidak kenal dalil imamnja, menoeroet tingkatanloeas dan tidaknja pengetahoean (‘ilmoenja), dan tjerdas ataubebalnja ‘akalnja. Maka hilang poela sangka2 bahwa arti Taklid

78 Majalah Nibras, terbit di Yogyakarta, dalam Didik Pradjoko, “Kenyataan yangTersembunyi : Dakwah Islamdalam Pers di Keresidenan Surakarta dan Yogyakarta 1916-1961,Kongrea NAsional Sejarah 1996: Studi Kompearatif dan Dinamika Regional, Depdikbud, 1997,hal. 4443-444

79. Chairul Anam, Pertumbuhan dan perkembangan NU, (Jatayu : cet I, 1985), hal. 165

Page 68: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

59

itoe terkoeroeng didalam batas :,,Ikoet seorang imam dengantidak mengenal dalilnja” :”80

Sudah banyak keterangan yang ditulis di dalam BNO tentang masalah di

atas, yaitu tentang tingkatan taklid sampai dengan kepada mengikuti atau

mukallid, di bawah ini adalah lanjutan dari kutipan di atas tentang keadaan pada

waktu itu yang banyak yang menfonis bahwa taklid itu adalah mengikuti seorang

ulama dengan tidak mengenal dalilnya kutipannya sebagai berikut :

“…Akan tetapi pengertian toean~demikianlah setengah pembatjakita berkata~sebagai itoe tidak pernah kita dengar, sebab didalamkitab2 oeshoel jang kita kenal tidak ada pengertian sematjamitoe, tetapi semoeanja mengertikan bahwa taklid itoe ialahmengikoetnja seseorang pada seorang ‘oelama’ dengan tidakmengenal dalilnja.Djikalau toean kenal kitab2 ‘oelama ahli choekoem~dijawabsaja~dari jang ketjil sampai jang terbesar. Semoeanja menjatakanbahwa dirinja bertalid pada imam Sjafi’ie, adalah toeanmenjangka, bahwa mereka tidak kenal dalil imamnja ??? Sepertiimam Nawawi, pen Sjarach Shachih Moeslim, pen Sjarach kitabMoehadzab dan lain-lainnja itoe tidak kenal dalil ???Djikalau toean mengatakan bahwa mereka tidak kenal dalil,itoelah soeatoe kedoengoean jang tidak ada bandingannja danmoekabarah semata-mata. Djikalau toean katakan mereka kenaldalil bahkan lebih kenal, tahoelah toean akan loeasnja arti kataTaklid itoe. Oelangi keterangan2 diatas.”81

Keterangan diatas jelas menyatakan bahwa dengan bahasa sedikit keras

menuliskan tentang para ulama yang mengikuti 4 mazhab itu tidak mengenal dalil

dan hanya mengikuti saja atau berTaklid buta mungkin bahasanya.

Kita boleh bertaklid, bukan kemudian kita bertaklid kepada sembarang orang

yang belum mutawatir kemasyhurannya. Tentu taklid semacam itu justru akan

membawa kesesatan. Mereka bertaklid kepada ulama yang telah diakui umat, baik

akhlak dan sikapnya.

80 Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 1 Juli 1937, Terbit di Surabaya, hal. 2881 Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 1 Agustus 1937, Terbit di Surabaya, hal. 20

Page 69: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

60

Tulisan selanjutnya dengan tegas dan keras menyatakan :

“… Setelah soedah mengerti tentang keterangan diatas, adakahdisana soeatoe soesoenan lebih baik, lebih praktisch, lebihsempoerna dan lebih oetama dari soesoenan diatas ??Bolehkah semoeanja disoeroeh idjtihad semoeanja ?, tentoetidak, sebab ‘akal ketjerdasan dan ‘ilmoe manoesia tidak samabanjak dan tadjamnja.Bolehkah semoeanja disoeroeh ittiba’ dalam arti kata wajibmengenal dalil ????Itoepun tidak boleh djadi, sebab tidak koerang2 orang jangoesahakan mengenal dalil, sedang mengenal choeroef sadjata’tahoe ? Djikalau kita bergaoel dengan oemat Islam sekarang,tahoelah kita, bahwa hamper 99% terdiri dari orang jang ta’kenaldalil, hendak dimengapakankah orang2 itoe ? Isi nerakasemoeakah sebab ta’shach ‘ibadahnja dan moe’amalahnja ??Dapatlah soedah kita ambil kesimpoelannja, bahwa membagiorang dalam doea bagian sadja, jaitoe moedjatahid en moettabi’(idjtihad atau ittiba’ dan arti kata mengenal dalil) tidak moengkinoentoek semoea oemmat Islam !!! Sekali lagi kami katakanatidak moengkin !!!”82

Pada bulan Oktober 1937 dituliskan :

“… Soenggoeh soedah djelas, bahwa soesoenan tingkatanidjtihad dan Taklid dalam arti kata taklid jang loeas tadi darita’kenal dalil sampai moedjtahid moentashib tidak dapat dioebahpoela, dan tidak akan ada djalan selain itoe.Dan djelaslah poela, bahwa menjingkatkan pembahagianmendjadi doea sadja, jaitoe idjtihad atau ittiba’, boekan sadjakeliroe, tetapi tidak moengkin, sebab tingkatan ketjerdasan otakmanoesia dan loeas pitjiknja pengetahoean (‘ilmoe)nja tidakhanja berada di doea tingkatan sadja, ada jang paling doengoe,sederhana, mengerti dan paling mengerti. Ada jang tidak poenja‘ilmoe sama sekali, ada jang sedikit, lebih banjak sedikit, serbatjoekoep, banjak, lebih banjak dan terlaloe banjak benar,betapakah mereka hendak disamakan djoea? Sjaioenmoestachil!!83

Dari keterangan di atas bahwa ittiba’ adalah bagian dari taklid juga tetapi

yang jauh dari pada tinggkatan Mujtahid muntasib yang menghendaki kepada

jajaran mujtahid, karena kecerdasannya dalam bidang ilmu pengetahuan seperti

82 Ibid83 Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 1 Oktober 1937, Terbit di Surabaya, hal. 20

Page 70: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

61

yang diutarakan oleh Zuhri di atas. Yang lebih jelasnya manusia itu ada yang

paling dungu, sederhana, mengerti dan paling mengerti.

Dan pada tahun 1938 sempat fakum dikarenakan ada pendudukan tentara

jepang de Indonesia dan pada tahun 1939 dilanjutkan lagi penerbitan majalah

BNO tersebut, didalam isinya disambung pula tulisan tentang masalah ijtihad dan

taklid.

Pada akhir penjelasan dan juga akhir dari penjelasan yang ditulis pada

BNO yakni, ada keritikan kepada madjalah Islam Raya yang menjelaskan bahwa

penjelasan tentang Sahabat Umar itu juga bertaklid kepada Rasullullah, dari

kritikan itu, BNO dengan keras menuliskan bahwa penjelasan yang dimuat di

Madjalah Islam raya itu terlalu berlebihan karena menjatuhkan derajad nabi

Muhammad kepada derajat Mujtahid, dalam kutipannya dapat dilihat sebagai

berikut :

“….dan sebagai chasil idjtihadnja ia menyalahkan Sdn. ‘OemarIbnoe-Khaththab dan dikatakannja, bahwa beliau djoega taklid!!!Taklid kepada siapa? Kepada Rasoeloellah sh.’aw.??? dus NAbisoedah ditoeroenkan deradjatnja oleh si moedjtahid keparat(madjalah Islam Raya) dari deradjat Rasoel menjadi…. Seorangimam moedjtahid !!!”.84

BNO yang terbit sebelum diganti dengan Swara Nahdlatoel Oelama tidak

menuliskan lagi masalah tentang ijtihad dan taklid. Pada bulan Februari pimpinan

redaksi dari BNO sekaligus ketua Tanfidziayah NU yakni K. H. MachfoedzSiddiq

membuat buku dari masalah ijtihad dan taklid yang diterbitkan di BNO, buku itu

diberi judul “DEBAT TENTANG IDJTIHAD DAN TAKLID” cetakan pertama

dan diterbitkan di Surabaya.

84 Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun IV, 1 dan 15 Januari 1939, Terbit di Surabaya

Page 71: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

62

Dari berbagai uraian di atas dapatlah dipahami bahwa sikap Nahdlatul

Ulama terhadap para golongan pembaharu pada prinsipnya tidak menyetujui

kalau pembaharuan itu diperuntukkan pada dasar-dasar agama, terutama di bidang

aqidah, namun pembaharuan/modernisasi tersebut bukanlah penghalang bagi

umat Islam selama pembaharuan tersebut menyangkut sikap dan pandangan umat,

atau cita-citanya yang dibawa oleh pembaharuan/modernisasi tersebut sanggup

melestarikan identitas ajaran pokok Islam.

Kalau ijtihad sebagai isu sentral dalam golongan pembaharu, maka NU

berpendapat bahwa disamping pintu Ijtihad itu masih terbuka, juga diperlukan

adanya pelembagaan mazhab sebagai konsekuensi dari kondisi umat yang tidak

mungkin lagi dapat mencapai tingkat mujtahid mutlak, sedang dalam kalangan

NU dibawah tingkatan mujtahid mutlak itu seperti mujtahid fatwa dan mujatahid

mazhab, dikategorikan sebagai mukallid.

NU dalam BNO ini adalah salah satu forum untuk merespon pandangan

tentang isu-isu ijtihad dan taklid yang memang pada awal abad ke-20 itu sedang

berkembangnya di masyarakat Indonesia khususnya di wilayah Jawa, karena di

Jawa peran ulama menjadi tokoh penting dalam keberagamaan dan juga sebagai

symbol perlawanan dari pada melawan penjajahan yang dilakukan oleh Belanda.

Seperti yang sudah diterangkan di atas bahwa Ulama adalah tokoh kunci

dalam penyebaran isu-isu tentang ijtihad dan taklid yang menyebar pada

masyarakat Jawa, dan juga perkembangan pers, dengan demikian bisa kita lihat

bahwa pentingnya pers sebagai media yang tidak hanya menjadi penyalur berita-

berita dan kabar-kabar saja, tetapi pers juga memiliki kamampuan untuk

menyebarkan ide-ide dan pengaruh bagi masyarakat pembacanya. Selain itu pers

Page 72: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

63

juga merupakan suatu media komunikasi yang terbuka, sehingga siapa saja bisa

membacanya. Aliran informasi yang mengalir melalui media pers, menurut

sejarawan Sartono Kartodirdjo85 dapat memiliki potensi membangkitkan

kesadaran kolektif, sehingga penggunaan media pers pada akhirnya dapat

dipergunakan oleh berbagai kekuatan politik, sosial dan keagamaan sebagai

sarana mengaktualisasikan ide-ide dan kondisi-kondisi yang ingin dicapainya.

85 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah pergerakan nasionaldari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid II, (Jakarta : Gramedia, 1990), hal. 113.

Page 73: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Isu Ijtihad dan Taqlid telah berkembang di Jawa sekitar awal abad ke-20

dan ditandai dengan datangnya para ulama yang membawa pandangan

pembaharu, bahwa katalisator dari gerakan pembaharu adalah Jamaluddin al-

Afghani. Dan isu mengenai Ijtihad dan Taqlid adalah dimulai dari kritikan kepada

para ulama tradisional yang bertaqlid pada ajaran-ajaran hukum salah seorang dari

empat imam madzhab fiqih abad pertengahan. Oleh karena itu gerakan pembaharu

menolak Taqlid dan menganjurkan kembali pada sumber asli, yaitu al-Qu’an dan

Hadits, yang harus di reinterpretasikan melalui penalaran bebas (Ijtihad) oleh

ulama yang memenuhi syarat.

Memang benar bahwa perkembangan isu-isu Taqlid dan Ijtidad diawali

oleh para pelajar yang pulang dari belajarnya di Timur Tengah dan membawa

pandangan-pandangan pembaharuannya, setelah warga Indonesia mulai sadar

berorganisasi dan sadar politik, para pemuka agama membuat suatu organisasi

untuk menghimpun ummat Islam, yang salah satunya itu adalah SDI pada 1911,

dan Muhammadiyah 1912 dan lainnya.

Peran ulama selain sebagai simbol untuk melawan perlawanan dari

Belanda, para Ulama juga berperan dalam menyebarkan isu-isu Ijtihad dan Taqlid

yang terjadi di masyarakat Jawa, memang isu tentang Ijtihad dan Taqlid berawal

dari pandangan ulama-ulama yang berpaham pembaharu yang mana para ulama

tesebut mengambil pemikiran Jamaludin al-Afghani seperti yang sudah

Page 74: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

65

diterangkan di atas. Para Ulama yang bertahan diri terhadap kritikan-kritikan

tersebut adalah para Ulama tradisional yang memang para Ulama dan pengikutnya

memegang dan berpandangan masih melakukan praktek Taqlid dan percaya

bahwa Ijtihad itu bisa dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar mumpuni

dalam melakukan Ijtihad, dan untuk masa itu mereka beranggapan bahwa orang

yang memang mumpuni dalam melakukan Ijtihad belum tampak adanya.

Setelah itu dalam menyikapi terhadap isu-isu Ijtihad dan Taqlid yang

gencar di dengungkan baik itu dalam dakwah yang nyata atau dengan dakwah

melalui media pers, NU itu serta menjelaskan tentang apa kritikan yang

dilontarkan tentang maslah taqlid dan Ijtihad, melalui dakwah yang nyata atau pun

dengan dakwah melalui media Pers, karena media pers pada awal abad 20 adalah

suatu hal yang sangat penting dalam menyebarkan inspirasi baik itu politik atau

pun itu suatu gagasan dari suatau organisasi.

Akhirnya tetap isu-siu tentang itu sampai sekarang masih sangat nyaring

suarnya, tetapi tidak senyaring pada awal-awal abad ke 20 yang mana memang

para ulama yang mendapatkan ide-ide pembaharuan sangat gencar sekali dalam

menyikapi isu-isu Taqlid dan Ijtihad itu. Dan sekarang isu itu masih tetap ada

tetapi pada dasarnya perbedaan yang terjadi yang muncul dari isu telah membuka

kesadaranbahwa perkembangan dalam pengetahuan Islam sangat pesat dan

berkembang hingga saat ini.

Page 75: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

66

DAFTAR PUSTAKA

Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 15 Agustus 1936, Terbit di Surabaya

Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 15 April 1936, Tebit di Surabaya

Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 15 November 1936, Terbit diSurabaya

Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun I, 15 September 1936, Terbit diSurabaya

Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun II, 1 Agustus 1937, Terbit di Surabaya

Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun II, 1 Juli 1937, Terbit di Surabaya

Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun II, 1 Oktober 1937, Terbit di Surabaya

Majalah Berita Nahdlatul Oelama Tahun IV, 1 Januari 1939, Terbit di Surabaya

Majalah Berita Nahdlatul Oelama, Tahun I, 1 Agustus 1936, Terbit di Surabaya

Majalah Berita Nahdlatul Oelama, Tahun I, 1 April 1936, Terbit di Surabaya

Majalah Nibras, terbit di Yogyakarta, dalam Didik Pradjoko, “Kenyataan yangTersembunyi : Dakwah Islam dalam Pers di Keresidenan Surakarta danYogyakarta 1916-1961, Kongres Nasional Sejarah 1996 : StudiKompearatif dan Dinamika Regional, Depdikbud, 1997

Abdusshomad, K.H. Muhyiddin, Hujjah NU : Akidah-Amaliah-Tradisi, Surabaya: Khalista, 2008, cet II

Adam, Ahmat, Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran keindoneiaan1885-1913, Jakarta, Hastamitra, Pustaka Utan Kayu, 2003

Ali, A. Mukti, Pelbagai Persoalan Islam di Indonesi Dewasa Ini, Yogyakarta,Yayasan NIDA, 1971.

Anam, Chairul, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, Jatayu, 1985, cet I,

ash Shiddieqy, T.M. Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqhi, Jakarta, Mulia

Biro Administrasi Akademik & Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,Pedoman Akademik 2007-2008, Jakarta, Biro Administrasi Akademik &Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatulah, 2007

Burhan, Muhamad Umar, Sejarah Perjuangan Kyai Haji Abdul Wahab, Bandung,Penerbit Baru, 1970

Page 76: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

67

Djamil, Fathurrahman, Metode Ijtihad majlis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta,Logos Publishing House, 1995

Emilia, Imas, Laporan Awal Hasil Penelitian : Islam dan Rasionalisme : KajianAtas Artikel-Artikel Keislaman Dalam Surat Kabar dan Majalah di PulauJawa 1911-1942, Jakarta, Laporan Awal Penelitian, 2006

G. F. Pijper, Beberapa Studi Tentang Islam di Inonesia 1900-1942, Jakarta, UIPress, 1985

Hasan, A., Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup, Bandung, Pustaka, 1984.

Hosen, Ibrahim, Ijtihad Dalam Sorotan, Bandung : Mizan, 1996

Irsyam, Mahrus, Ulama dan Partai Politik, Jakarta, Yayasan Perkhidmatan, 1984

Kartodirdjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah PergerakanNasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2, Jakarta, BalaiPustaka, 1990

________________, Pengantar Sejarah Indonesia baru 1500-1900 : dariEmporium Sampai Imperium I, Jakarta, Gramedia, 1993

Ma’arif, Ahmad Syafi’i, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta, LP3ES, 1985

MajlisTarjih Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, Yogyakarta, PimpinanPusat Muhammadiyah, t.t.

Menapak Jejak Mengenal Watak, Sekilas Biografi 26 Tokoh Nahdlatul Ulama,Jakarta, Yayasan saifudin zuhri, 1994

Muchtarom, Zaini, Islam di Jawa Dalam Perspektif Santri dan Abangan, (Jakarta,Salemba Diniyah, 2002

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1975

Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 Jakarta, PTPustaka LP3ES, 1996, cet kedelapan

Poesponegoro, Marwati Djoened, eds., Sejarah Nasional Indonesi V, Jakarta,Balai Pustaka, 1984

Siddiq, Ch. M. Machfoezh, Debat Tentang Ijtihad dan Taqlied, Soerabaia,H.B.N.O

Soerjomihardjo, Abdurrachman, et, al., Berbagai segi Perskembangan Pers diIndonesia, Jakarta: kompas, 2002.

Stodddarrd, L., Dunia Baru Islam, Jakarta, 1966

Page 77: RESPONS NAHDLATUL ULAMA TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1695/1/102136... · Dan dari sinilah isu-isu tentang ijtihad dan taklid berkembang

68

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta, PTRajaGrafindo Persada :2005

Team FKI , Esensi Pemikiran Mujtahid, Kediri, PP. Lirboyo, 2003

van Bruinessen, Martin, NU : Tradisi-Relasi-Pencarian Wacana Baru,Yogyakarta, LKiS, 2009, Cet VII

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,2003, Cet XV

Zuhri, K.H. Saifudin, Menghidupkan Nilai-Nilai Ahlus Sunnah wal Jama’ahdalam Praktek, Jakarta, PP. IPNU, 1976

Zuhri, Saifuddin, Sejarah Islam dan Perkembangannya di Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Muhuammadiyah

http://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Dagang_Islam.

http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=10594

http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=10594