respon tokoh majelis ulama indonesia terhadap …

97
RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97/PUU-XIV/2016 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN KOLOM AGAMA BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S. H) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh: Ahmad Rezi Al-Parisi 1111045200013 PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA

TERHADAP KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 97/PUU-XIV/2016 TENTANG ADMINISTRASI

KEPENDUDUKAN KOLOM AGAMA

BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Sebagai Salah Satu Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S. H) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

Ahmad Rezi Al-Parisi

1111045200013

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …
Page 3: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …
Page 4: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …
Page 5: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

ABSTRAK

Ahmad Rezi Alparisi, NIM: 1111045200013, (Respon Tokoh Majelis Ulama Indonesia Terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang Administrasi Kependudukan Kolom Agama Bagi Penghayat Kepercayaan), Konsentrasi Siyasah Syari’ah Program Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilakukan pada Respon Majelis Ulama Indonesia terhadap pencantuman kolom agama bagi pengaut kepercayaan. Respon Majelis Ulama Indonesia menanggapi permasalahan ini dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Kolom agama bagi kaum Penghayat Kepercayaan bahwa dipersilahkan mengajukan permohonan untuk di akui indentitas sebagai penghayat kepercayaan, tetapi Agama dan kepercayaan tidak bisa disatukan dan disamakan, karna kepercayaan itu bukan dari sebagian agama melainkan kepercayaan yang dibuat oleh manusia itu sendiri dan agama sudah pasti rangkaian dan ciptaan yang maha kuasa, maka dari itu Majelis Ulama Indonesia tidak melarang apa yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dengan persyaratan bahwa di dalam E-KTP kolom agama tidak bisa disejajarkan dengan aliran kepercayaan harus ada perbedaan diantara keduanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan sumber data primer dan sekunder seperti data/informasi, studi pustaka, dan dokumen.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Keputusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa aliran kepercayaan untuk pengisian kolom agama tetap dilayani publik dan dicatat didalam database. Tindak Lanjut Keputusan Mahkamah Konstitusi pada kenyataannya dalam Putusan tersebut memberikan hak bagi siapa saja yang belum mendapatkan atas haknya untuk kaum penghayat aliran kepercayaan, maka Mahkamah Kosntitusi menindaklanjuti keputusan tersebut dengan adanya rencana pemerintah mengubah UU Adminduk sesuai dengan norma dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Kata kunci : Respon Tokoh MUI, Kolom Agama, Penghayat Kepercayaan

Pembimbing : Hj. Masyrofah. S. Ag.,M.Si,

iv

Page 6: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

حِیْمِ حْمَنِ الرَّ بسِْمِ اللهِ الرَّ

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan

kemampuan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjalankan tugas-tugas

kekhalifahan di bumi dan atas semua yang telah dilimpahkan kepada umat

manusia secara umum dan penulis secara khusus. Shalawat beserta salam tak

luput kepada pembawa risalah-Nya Nabi Muhammad SAW, para keluarga,

sahabat, dan mereka semua yang telah berjuang untuk menegakkan kalimat tauhid

di muka bumi ini dan membimbing umat manusia sehingga dapat menjalani

kehidupan yang lebih baik di dunia dan kebaikan hidup di akhirat.

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT dan Karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adanya bimbingan, kritikan dan masukan

yang sangat berarti diperlukan penulis untuk dapat lebih menyempurnakan dan

memperbaiki agar penyajian skripsi ini lebih sempurna.

Dalam perjalanan penulisan skripsi ini, satu hal yang menjadikan sebuah

kebanggaan bagi penulis adalah mengikuti perkuliahan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Syari'ah dan Hukum. Di dalam

perjalanan ini begitu banyak pengalaman serta pengetahuan baru yang penulis

dapatkan, baik sifatnya menyenangkan maupun yang mengharukan, karena

dengan melewati itu semua maka kepribadian dan kedewasaan dalam bersikap

bisa penulis dapatkan.

Menyelesaikan skripsi ini tentu banyak rintangan dan halangan yang

penulis hadapi. Butuh extra kerja keras untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis

v

Page 7: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

faham bahwa dalam mengerjakan skripsi bukan perkara yang mudah karena butuh

ketelitian dan kemauan yang tinggi. Tetapi bersyukur alhamdulillah, semua itu

bisa diatasi berkat motivasi dan dorongan yang diberikan oleh semua pihak yang

membantu dan memberikan dukungan tiada henti kepada penulis. Semoga Allah

SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu mengasihi dan

menyayangi kalian, dimana kalian berada. Rasa terima kasih ingin penulis

sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA,Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para wakil Dekan yang telah

membimbing penulis dalam menjalani perkuliahan.

2. Ibu Dra. Hj. Maskufa, MA,Ketua Program StudiSiyasah Syar’iahyang telah

memberikan bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi penulis

selama penulis mengikuti perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag,Sekretaris Program StudiSiyasahSyar’iyah yang telah

banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam keperluan

berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata 1 dengan sebaik-

baiknya.

4. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, dosen Penasehat Akademik yang

telah memberikan arahan, bimbingan dan nasehat selama penulis mengikuti

perkuliahan dan dalam proses pembuatan proposal skripsi ini sehingga skripsi

dapat diseminarkan dengan baik.

5. Ibu HJ. Masyrofah, S.Ag,.M.Si, dosen pembimbing yang sangat penulis

vi

Page 8: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

hormati, dengan sangat sabar dan keikhlasan beliau membimbing penulis,

memberikan banyak ilmu dan waktunya kepada penulis sehingga banyak hal

baru yang penulis dapatkan selama bimbingan bersama beliau dan

menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah membimbing penulis dan memberikan ilmunya selama masa

kuliah.

7. Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang membuat penulis mudah untuk mencari bahan dan literatur

selama masa kuliah.

8. Keluarga penulis, teristimewa ayahanda bapak. H. Muhamad Nairin dan

ibunda tercinta HJ. Dede Sindarwati yang senantiasa tiada henti mendoakan

penulis, memberikan limpahan kasih sayang, kesabaran, dukungan serta

motivasi baik moral maupun materil kepada penulis. Tak lupa untuk kakak-

kakak penulis tercinta, Eka Mardiana Aprilia dan Ahmad Jamil, terima kasih

untuk segala doa yang kalian berikan, semoga Allah SWT selalu melimpahkan

kasih sayang-Nya dan keberkahan untuk kalian.

9. Ahmad Fajaruddin yang sama-sama sedang berjuang dalam meraih mimpi dan

juga untuk keluarganya, yang selalu memberikan doa dan dukungannya

selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.

10. Pimpinan Yayasan Pondok Pesantren La Tansa, Kyai H. Drs. Adrian

Mafatihullah Kariem, MA. beserta guru-guru yang berada di Pesantren tidak

lupa ta’dzim dan hormat penulis, terima kasih atas doa dan ilmu yang sangat

vii

Page 9: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

berguna bagi penulis dalam membentuk kepribadian yang lebih baik lagi.

11. Teman-teman seperjuangan HTN angkatan 2011, Andi, Hera, Lisna, Merry,

Tiwa, Arista, Tomi, Uti, Dwi, Anwar, Fajar, Devi, Fifit, Gilang, Mun'im, Rezi

dan Buya.Dan tidak lupa juga untuk teman-teman dari jurusan Pidana Islam

angkatan 2011.

12. Teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) Slapajang Kecamatan Cisoka

Kabupaten Tangerang, kelompok SABIT 142 2014. Untuk Faisal, Fadhlan,

Ipoy, Hakim, Januar, Mas Hans, Mas Tono, Husni, Nafis, Dwi, Anet, Dinda,

Eces, Ifriyansah, Sebulan bersama kalian adalah sesuatu yang sangat

berkesan.Terima kasih semua atas perhatian dan dukungannya. Dan tak lupa

kepada warga kp. Pegadangan Ilir Kronjo khususnya Bapak Lurah Eden, Ibu

Lurah Yuli, Bapak Naya, dan Bapak Guru. Terima kasih untuk segala doa dan

dukungannya.

13. Semua pihak yang sudah membantu, penulis berdo’a semoga kebaikan dan

ketulusan yang telah diberikan oleh berbagai pihak di balas oleh Allah SWT.

Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat untuk para pembaca umumnya

dan penulis khususnya.

Jakarta, 20 April 2018

Penulis

Ahmad Rezi Alparisi

viii

Page 10: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................

LEMBAR PERENYATAAN .................................................................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ............................................................................. iv

ABSTRAK ................................................................................................................ v

KATA PENGFANTAR ............................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 4

C. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 5

E. Studi Naskah Terdahulu ...................................................................... 5

F. Metode Penelitian ............................................................................... 6

G. Sistematika Penelitian .......................................................................... 8

BABIIKONSEP TEORI

A. Pengertian Administrasi Kependudukan ............................................. 10

B. Dasar Hukum Administrasi Kependudukan di Indonesia ................... 16

C. Implementasi Administrasi Kependudukan di Indonesia .................... 31

BABIIIKEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO 97/PUU-XIV/2016

TENTANG PENCANTUMAN KOLOM AGAMA

A. Latar Belakang Judicial Review .......................................................... 33

B. Kewenangan Mahkamah Konstitusi ................................................... 34

C. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon ......................... 35

D. Pertimbanagan Hukum Mahkamah Konstitusi ................................... 42

E. Amar Putusan Mahkamah Konstitusi .................................................. 57

F. Keputusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pencantuman Kolom Agama

Bagi Penganut Aliran Kepercayaan .................................................... 58

ix

Page 11: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

BAB IV RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP

KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97/PUU-

XIV/2016 TENTANG KOLOM AGAMA BAGI PENGHAYAT

KEPERCAYAAN ALIRAN AGAMADI INDONESIA

1. Respon Majelis Ulama Indonesia tentang Pencantuman Kolom Agama

Bagi Penghayat Kepercayaan di Indonesia .......................................... 65

2. Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi no.97/PUU-XIV/2016 70

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ......................................................................................... 74

B. Saran ................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

LAMPIRAN...................................................................................................

x

Page 12: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Respon adalah suatu kegiatan (activity) dari organisme itu bukanlah

semata-mata suatu gerakan yang positif, setiap jenis kegiatan (activity) yang

ditimbulkan oleh suatu perangsang dapat juga disebut respon. Secara umum

respon atau tanggapan dapat diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat

(ditinggal) dari pengamatan tentang subjek, peristiwa atau hubungan-hubungan

yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan-pesan.1

Ahmad subandi mengemukakan respon dengan istilah umpan balik

(feedback) yang memiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan

baik atau tidaknya suatu komunikasi.2 Dengan adanya respon yang disampaikan

dari komunikan kepada komunikator maka akan menetralisir kesalahan penafsiran

dalam sebuah proses komunikasi.

Respon diartikan sebagai tanggapan, reaksi dan jawaban.3 Respon akan

muncul dari penerimaan pesan setelah terjadinya serangkaian komunikasi.

Para ahli dalam menafsirkan respon antara satu dan lainnya berbeda.

Tetapi walaupun para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan tanggapan,

kesemuanya memiliki titik kesamaan. Istilah respon dalam komunikasi adalah

kegiatan komunikasi yang diharapkan mempunyai hasil atau dalam setelah

komunikasi dinamakan efek. Suatu kegiatan komunikasi itu memberikan efek

berupa respon dari komunikasi terhadap pesan yang dilancarkan oleh

komunikator. Menurut Steven M.Chaffe respon dibedakan menjadi tiga bagian:4

a. Kognitif: yang dimaksud dengan respon kognitif adalah respon yang

berkaitan erat dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang

1 Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi: Bandung. Remaja Rosda Karya, 1999, h. 51 2 Ahmad Subandi, Psikologi Sosial¸(Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h. 50 3 Poerdawarminta, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: UT: 1999), h. 43 4 Djalaludin rakhmat, psikologi komunikasi bandung, remaja rosda karya, 1999, h. 188

1

Page 13: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

2

mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan terhadap

yang dipahami oleh khalayak.

b. Afektif: yang dimaksud dengan respon afektif adalah respon yang

berhubungan dengan emosi, sikap, dan menilai seseorang terhadap

sesuatu.

c. Konatif (Psikomotorik): yang dimaksud dengan psikomotorik adalah

respon yang berhubungan dengan perilaku nyata yang meliputi tindakan

atau kebiasaan.

Kemudian saat ini pandangan MUI terhadapat Mahkamah Konstitusi

mengenai mengenai bahwa ketua majelis ulama indonesia (MUI) K.H.Ma’ruf

Amin berpendapat,putusan Mahkamah Konstitusi mengenai mengenai (MK) yang

mengabulkan permohonan uji materi soal aturan pengosongan kolom agama pada

KK dan KTP akan menjadi polemik didalam masyarakat.5

Hal itu diatur dalam pasal 61 Ayat (1) UU Administrasi Kependudukan

menyebutkan, “Kartu Keluarga memuat keterangan mengenai kolom nomor

Kartu Keluarga, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis

kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan,

status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen

imigrasi, nama orangtua.”dan ayat (2) UU a quo berbunyi, “Bagi penduduk yang

agamanya belum diakui sebagai agama, berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap

dilayani dan dicatat dalam database kependudukan”.6, serta pasal 64 Ayat (1)

dan (5) UU No.23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.

Majlis hakim berpendapat bahwa kata “agama” dalam pasal 61 Ayat (1) dan

pasal 64 Ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran

kepercayaan. Artinya, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum

yang sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui oleh pemerintah dalam

5 Berita ini diakses pada hari minggu tanggal 15 bulan april tahun 2018, www.kompas.com

6 Lulu Anjarsari dalam artikel Mahkamah Konstitusi mengenai Indonesia, di akses pada hari minggu tanggal 15 bulan april tahun 2018

Page 14: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

3

memperoleh hak terkait administrasi kependudukan. Oleh karna itu, Respon MUI

terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai mengenai tentang kolom

agama bagi penghayat kepercayaan sudah selayaknya mendapatkan perhatian

yang serius.

Terjadi Pelanggaran Hak, secara faktual keberadaan Pasal 61 ayat (1) dan

ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan pada

faktanya telah menimbulkan ketidakpastian, penafsiran yang berbeda, dan tidak

konsisten dengan norma lainnya dalam undang-undang yang sama seperti dengan

Pasal 58 ayat (2). Hal ini berakibat warga negara penghayat kepercayaan kesulitan

memperoleh KK maupun KTP-el. Dengan dikosongkannya elemen data

kependudukan tentang agama juga telah berdampak pada pemenuhan hak-hak

lainnya, seperti perkawinan dan layanan kependudukan.

Pada saat yang sama, hal demikian merupakan sebuah kerugian hak

konstitusional warga negara yang seharusnya tidak boleh terjadi. “Berdasarkan

uraian di atas, dalil para Pemohon yang menyatakan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal

64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Pasal 28D ayat

(1) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 sepanjang kata “agama” dalam pasal a quo

tidak dimaknai termasuk kepercayaan adalah beralasan menurut hukum”.7

Penegak hukum dalam memproses dan memutuskan harus yakin benar

bahwa keputusan yang akan diambil akan menjadi satu dasar yang kuat untuk

mengembalikan kejelasan dan ketetapan yang berkaitan dengan kolom agama

bagi penghayat kepercayaan.

Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mencoba

meneliti dan menuangkan permasalahan ini dalam skripsi, dengan judul.

“RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP

KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97/PUU-XIV/2016

TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN KOLOM AGAMA BAGI

PENGHAYAT KEPERCAYAAN”.

7 Saldi Isra www.mahkamahkonstitusi.go.id dalam artikel Mahkamah Konstitusi mengenai Indonesia, di akses pada hari minggu tanggal 15 bulan april tahun 2018

Page 15: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

4

B. INDENTIFIKASI MASALAH

Permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat diidentifikasi

permasalahannya sebagai berikut:

1. Respon MUI Terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor

97/PUU-XIV/2016 Tentang Administrasi Kependudukan Kolom Agama

Bagi Penghayat Kepercayaan.

2. Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang

Administrasi Kependudukan Kolom Agama Bagi Penghayat

Kepercayaan.

C. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu adanya

pembatasan yang terjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk

mengefektifkan dan memudahkan pembahasan, maka penulis membatasi

permasalahan dan penulisan skripsi ini pada Nomor 97/PUU-XIV/2016

tentang administrasi kependudukan kolom agama bagi pengahayat

kepercayaan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis

merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

a. Bagimana Landasan Argumentasi Hukum Mahkamah Konstitusi Nomor

97/PUU-XIV/2016 Tentang Administrasi Kependudukan Kolom Agama

Bagi Penghayat Kepercayaan?

b. Bagaimana Respon Tokoh Majelis Ulama Indonesia Terhadap Keputusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang Administrasi

Kependudukan Kolom Agama Bagi Penghayat Kepercayaan?

Page 16: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

5

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui Alasan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor

97/PUU-XIV/2016 Tentang Administrasi Kependudukan Kolom

Agama Bagi Penghayat Kepercayaan.

b. Untuk mengetahui Respon Tokoh Majelis Ulama Indonesia Terhadap

Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang

Administrasi Kependudukan tentang Kolom Agama Bagi Penghayat

Kepercayaan.

2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan

manfaat dan kegunaan bagi pembacanya. Adapun manfaat yang dimaksud

terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Dalam bidang akademik

Dari segi keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadiakan

sumbangan pemikiran untuk pengetahuan mengenai ilmu-ilmu yang

berkaitan dengan Hukum tata negaraan Isam dari segi pandangan ilmu

umum dan ilmu islam.

b. Bagi masyarakat luas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menembah wawasan dan

pengetahuan mengenai Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor

97/PUU-XIV/2016 tentang administrasi kependudukan kolom Agama

bagi penghayat kepercayaan.

E. STUDI NASKAH TERDAHULU

Untuk mengetahui Kajian terdahulu yang telah ditulis oleh yang

lainnya, maka penulis mencoba menganalisis beberapa skripsi terdahulu

sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan dalam proses penulisan

Page 17: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

6

ini.dan hal ini penulis menemukan kajian terdahulu yang menjadi acuan,

antara lain:

1. Skripsi berjudul: Analisis Yuridis Dalam Pencantuman Agama

Dalam E-KTP (KTP ELEKTRONIK), yang ditulis oleh Anisah

Mundari, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanudin

Makassar tahun 2016, Dalam skripsinya membahas mengenai

Pencantuman Agama didalam E-KTP.

2. Skripsi berjudul: Konstruksi pemberitaan penghapusan kolom

Agama di KTP pada SKH Republika, yang ditulis oleh shofi

afdhila, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas

Negeri sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015, Dalam skripsinya

membahas mengenai Penghapusan Kolom Agama di KTP pada SKH

Republika.

3. Skripsi berjudul: Agama Sebagai Indeks Kewarganegaraan, yang

ditulis oleh Hanung Sito Rohmawati, Mahasiswa Fakultas Studi

Agama dan Resolusi Konflik Universitas UIN Sunan Kalijaga tahun

2015, Dalam skripsinya membahas mengenai Agama Sebagai Indeks

Kewarganegaraan.

F. METODE PENELITAN

1. Sumber Data

Dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode riset kepustakaan (library

research), yaitu suatu teknik dengan cara menuliskan data-data yang ada

kaitannya dengan maslah yang akan diteliti, serta menuliskan menggunakan

referensi dari buku-buku yang mempunyai relefansi dengan pembahasan dan

permasalahannya yang terdiri dari dua sumber, yaitu:

a. Sumber data primer

Kajian kepustakaan (library research), yaitu dengan cara meneliti dan

mengkaji literature-literatur seperti buku, jurnal ilmiyah, majalah. Dan penelitian

Page 18: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

7

Lapangan (field research) dalam hal ini peneliti menggunakan metode wawancara

dan observasi yang didapat dari berbagai narasumber yang berkaitan dengan

penelitian yang akan dilakukan. Demi mendapat data yang akurat.

b. Sumber Data Skunder

Adalah sumber data yang diperoleh dari komentar/pendapat Tokoh

Majelis Ulama Indonesia terkait pencantuman kolom agama bagi penganut aliran

kepercayaan.

2. Metode Pengumpulan Data

Menurut Sumardi Suryabrata, kualitas data ditentukan oleh kualitas alat

pengukurnya.8Berpijak dari keterangan tersebut, dalam penyusunan skripsi ini

penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan murni, maka penulis

menggunakan tekhnik yang diperoleh dariperpustakaan dan dikumpulkan dari

buku-buku tersebut yaitu hasil membaca dan mencatat dari berbagai buku ilmiah

yang berkaitan dengan tema yang penulis angkat.

3. Metode Analisi Data

Analisis data adalah proses penyusunan data agar data tersebut dapat

ditafsirkan.9Dalam hal ini peneliti menggunakan data kualitatif. Sebagaimana

pendekatannya digunakan metode deskriptif, yaitu sebagai prosedur pemecah

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek atau obyek

penelitian.

Untuk membahas permasalahan yang ada, penulis menggukana

pendekatan deskriptif-analitik, yang mana data-data yang diperoleh dijabarkan

dan dihubungkan satusama lain yang kemudian dianalisis oleh penulis guna

mendapatkan gambaran mengenai permasalahan yang akan dibahas.

8 Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998), h.84

9 H. Dadang Rahmat, Metode Penelitian Agama, (Bandung:CV. Pustaka Setia ,2000), h.102

Page 19: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

8

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif

analisis. Pendekatan ini memberikan pemecahan masalah dengan cara

mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan, menganalisa,

mengevaluasi, dan menginterpretasikan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu:

a. Sumber Primer,

Yaitu berupa kitab fiqih, kitab KUHP, dokumen-dokumen, dan

buku-buku yang menyangkut materi kajian tetang Respon MUI

Terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-

XIV/2016 tentang administrasi kependudukan Kolom Agama

Bagi Peghayat Kepercayaan.

b. Sumber Sekunder,

Yaitu memberikan penjelasan dan menguatkan data primer

yang menyangkut karya tulis berupa koran, majalah, jurnal,

wawancara (interview), maupun data dari internet (website)

dan video.

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Isam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian awal Skripsi, bagian isi

skripsi, dan bagian akhir skripsi yang terbagi dari dalam lima bab. Masing-masing

bab terbagi dari uraian sub-sub bab. Sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bagian awal skripsi terdiri dari halaman judul, persetujuan pembingbing,

lembaran pengesahan penguji, lembaran pernyataan, abstrak, kata pengantar,

daftar isi. Bagian isi skripsi terdiri dari:

Page 20: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

9

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini meliputi latar belakang

masalah, indentifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitiaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA.

Dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai dasar

pembahasa selanjutnya yaitu identitas agama menurut pandangan islam, agama

menurut Respon MUI terhadap Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016

tentang administrasi kependudukan Kolom Agama Bagi penghayat Kepercayaan,

penghapusan kolom agama dalam KTP, republika dan islam yang meliputi

definisi dari masing-masing variabel.

BAB III KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR

97/PUU-XIV/2016 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

KOLOM AGAMA BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN. Dalam bab ini

diuraikan tentang Respon MUI terhadap Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-

XIV/2016 tentang administrasi kependudukan kolom agama bagi penghayat

kepercayaan, kebijakan pengosongan kolom agama, Aliran kepercayaan di

indonesia, polemik kolom agama di KTP

BAB IV HASIL PENELITIAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil

penelitian dan pembahasan yang terdiri dari dua pembahasan, Analisis Keputusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 tentang administrasi

kependudukan Kolom Agama dan Respon Tokoh Majelis Ulama Indonesia

terhadap keputusan tersebut.

BAB V PENUTUP. Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran.

Disampaikan beberapa pokok-pokok temuan penelitian yang dihasilkan dan serta

diakhiri, dilengkapi dengan daftar pustaka

Page 21: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

BAB II

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

A. Pengertian Adiministrasi Kependudukan

Administrasi Kependudukan adalah Rangkaian kegiatan penataan dan

penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftran

penduduk, pencatatan sipil, pengelola informasi administrasi kependudukan serta

pendayagunaan hasilnya untuk publik dan pembangunan sektor lain.

Menyediakan pelayanan publik yang baik adalah tugas negara melalui

pemerintah. Pemenuhan kebutuhan publik diartikan sebagai pemenuhan hak-hak

sipil warga negara. Tugas dan kewajiban ini dilakukan melalui aparat

pemerintahan dari tingkat paling atas sampai paling bawah seperti RW dan RT.

Berdasarkan data dapartemen kebudayaan dan pariwisata, saat ini terdapat

1.515 organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,245

diantaranya memiliki kepengurusan di tingkat Nasional dengan jumlah pemeluk

sekitar 10 juta orang. Akibat politik Pembatasan ‘enam agama yang diakui’

negara, penghayat kepercayaan mengalami tindakan diskriminatif dalam

pelayanan publik, khususnya pelayanan administrasi kependudukan.

UU No. 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan (Adminduk)

dan Peraturan Pemerintahan No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No.

23/2006 menjamin hak seorang/kelompok penganut Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan hak-hak administrasi

kependudukan seperti pencantuman Kepercayaan dalam KTP, akta kelahiran,

perkawinan dan dokumen kematian yang dijamin dalam UU No. 23/2006 tentang

Administrasi Kependudukan (Adminduk).1

1Fulthoni, Renata Arianigtyas, Siti Aminah, Uli Parulian Sihombing, Data Katalog dalam terbitan (KDT) Buku saku untuk Kebebasan Beragama Memahami Kebijakan Aministrasi Kependududkan, (Jakarta,ILRC,Oktober 2009)

10

Page 22: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

11

Menurut para ahli definisi kependudukan terkait pengertian administrasi

kependudukan:

a. Arthur Grager Administrasi adalah fungsi tata penyelenggaraan

terhadap komunikasi dan pelayanan warkat suatu organisasi.

b. George Terry Administrasi adalah perencanaan, pengendalian, dan

pengorganisasian pekerjaan perkantoran, serta penggerakan mereka

yang melaksanakannya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

c. Sondang P.siagian Administrasi adalah keseluruahan proses kerjasama

antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu

untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan sebelumnya.

d. William Leffingwell dan Edwin Robinson Administrasi adalah cabang

ilmu manajamen yang berkenaan dengan pelakssaaan pekerjaan itu

harus dilakukan

Administrasi diartikan sebagai arahan, pemerintahan, kegiatan

implementasi, kegiatan pengarahan, penciptaan prinsip-prinsip implementasi

kebijakan publik, kegiatan melakukan analisis, menyeimbangkan dan

mempresentasikan keputusan, pertimbangan-pertimbangan kebijakan, sebagai

pekerjaan individual dan kelompok dalam menghasilkan barang dan jasa publik,

dan sebagai arena bidang kerja akademik dan teoritik3. Pengertian Publik adalah

sejumlah manusia yang memiliki kesamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan

tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.2

Kependudukan terkait pengertian administrasi kependudukan

Kependudukan adalah hal yang berkaitan dengan jumlah, pertumbuhan,

persebaran, mobilitas, penyebaran kualitas, kondisi kesejahteraan, yang

menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan3

2Pasolong,Harbani.(2011).TeoriAdministrasi Publik. Cetakan ketiga.Bandung:CV. Alfabeta.

3UU No. 23 Tahun 2006, Tentang Admnistrasi Kependudukan,diakses pada tanggal 13 april 2018 dariwww.hukumnoline.com

Page 23: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

12

1. Pengertian Kartu Keluarga Dan Kartu Tanda Penduduk

Kartu Keluarga (KK) adalah kartu identitas keluarga yang memuat data

tentang susunan, hubungan dan jumlah anggota keluarga.

Kebijakan enam agama yang diakui negara, telah menyebabkan

warganegara yang tidak menganut salah satunya, terpaksa menerima pengisian

kolom agama yang tidak sesuai dengan keyakinannya. Sedangkan bagi mereka

yang menolak identitas dari enam agama yang diakui, menyebabkannya tidak

memiliki identitas.Pasal 64 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk

menyatakan:

“keterangan tentang agama bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai

agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi

penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam

database kependudukan”.

Kartu tanda penduduk (KTP) adalah nama resmi kartu indentitas

seseorang di indonesia yang diperoleh setelah seseorang berusia di atas 17 tahun.

KTP berlaku selama lima tahun dan tanggal berakhirnya disesuaikan dengan

tanggal dan bulan kelahiran yang bersangkutan. KTP berisi informasi mengenai

sang pemilik kartu, meliputi nama lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK),

alamat, tampat dan tanggal lahir, agama, golongan darah, kewarganegaraan, foto,

tanda tangan atau cap jempol. Setiap penduduk yaitu warga negara indonesia

(WNI) dan Orang Asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17

(tujuh belas) tahun atau telah menikah wajib memiliki (KTP).4

2. Persyaratan Pembuatan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk

Adapun Persyaratan Untuk membuat kartu keluarga harus melengkapi

syarat-syarat berikut:

1. Surat Pengantar dari Pengurus RT/RW

2. Kartu keluarga Lama

4Fulthoni, Renata Arianigtyas, Siti Aminah, Uli Parulian Sihombing, Data Katalog dalam terbitan (KDT) Buku saku untuk Kebebasan Beragama Memahami Kebijakan Aministrasi Kependududkan, (Jakarta,ILRC,Oktober 2009)

Page 24: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

13

3. Surat Nikah atau Akta Cerai bagi yang membuat KK karena

perkawinan/penceraian

4. Surat keterangan Lahir/Akta kelahiran

5. Surat Pengangkatan Anak

6. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Tetap bagi WNA

7. Surat Keterangan Pelaporan Pendatang Baru (SKPPB) bagi pendatang

8. Surat Keterangan pindah bagi penduduk yang pindah antar kelurahan

Adapaun Persyaratan Untuk membuat Kartu Tanda Penduduk Harus

Melengkapi Syarat-syarat berikut:

1. Surat Pengantar dari RT/RW

2. Foto Copy Kartu Keluarga

3. Pas Foto terbaru berukuran 2 x 3 cm sebanyak 3 lembar

4. SKPPB bagi pendatang baru dari luar DKI jakarta

5. Foto Copy Akta Kelahiran

6. SKPPT bagi WNA

7. Bukti Pembayaran Keterlambatan Pembuatan KTP

Kemudian Untuk memperpanjang Kartu Tanda Penduduk yang sudah

habis masa berlakunya harus melengkapi Syarat-syarat berikut:

1. KTP lama yang sudah habis masa berlakunya

2. Foto Copy Kartu Keluarga

3. Pas foto 2 x 3 cm sebanyak 3 lembar

4. Surat keterangan lapor kehilangan KTP dari Kepolisian bagi yang

Kehilangan KTP

5. Bukti Pembayaran Keterlambatan Perpanjang KTP

3. Dokumen Administrasi

Proses pendaftaran pembuatan Kartu Tanda Penduduk pada Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil memerlukan beberapa dokumen administrasi

Page 25: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

14

sebagai persyaratan dalam pembuatan KTP baru maupun perpanjang KTP yang

lama.

Pelayanan publik meruapakan pemberian layanan keperluan orang atau

masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan

aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Dengan demikian pelayanan

publik adalah pemenuhan kegiatan dan kebutuhan masyrakat oleh penyelnggara

negara.

Pelayanan publik sebenarnya memiliki kisaran yang sangat luas, yaitu

mencakup pelayanan untuk memenuhi kebutuhan barang publik, kebutuhan dan

hak dasar, kewajiban pemerintah, dan komitmen nasional.5

1. Faktor Pendukung

Berhasil tidaknya implentasi kebijakan tidak hanya disebabkan oleh faktor

yang berasal dari organisasi atau badan penyelenggara. Adapun fakor Pendukung

diantara lain:6

a. Kesigapan Sumber Daya Manusia

Salah satu keunggulan dalam pelayanan pembuatan administrasi

kependudukan ialah ketepatan waktu dan keakurasian data yang tepat.

b. Peralatan Pendukung yang Bagus

Pemerintah mensysupport dengan peratalatan pendukung dan hardware

yang memadai.

2. Faktor Penghambat

Setiap implementasi kebijakan tentunya mengandung resiko kegagalan,

Hogwood dan Gunn telah membagi pengertian kegagalan kebijakan (policy

failure) dalam dua kategori, yaitu:

5 Dwiyanto, Agus, Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif, (yogyakarta gadja mada, 2010) h.22

6Jurnal Administrasi Public, diakses pada tanggal 13 april 2018 dari (JAV), Vol, 1, No, 5, h. 962-971

Page 26: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

15

Non- implementation (tidak bisa terimplementasikan), artinya bahwa suatu

kebijaksanaan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-

pihak yang terlibat didalam pelaksanaanya tidak ingin bekerja sama.

Unsuccessful implementation (implementasi tidak berhasil), artinya

manakala suatu kebiijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana,

namun mengingat kondisi eksternal yang ternyata tidak menguntungkan, maka

kebijakan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang

dikehendaki.7

Adapun Faktor penghambat diantara lain yaitu:

a. Lokasi tidak Terpusat Dari Kota

Jauhnya lokasi kantor menakibatkan sidikit kenyamanan masyarakat yang ini

mengurus administrasi kependudukannya.

b. Terbatasnya Jumlah Loket Pelayanan

Kapasitas loket pelayanan sedikit mengakibatkan penumpukan antrian.

c. Kurangnya Sosialisai Pada Masyarakat

Alur pengurusan surat kependudukan Menjadi satu dengan Kantor lainnya

sehingga membuat masyarakat menjadi bingung kebanyakan belum terbiasa

dengan sistem yang baru, hal ini juga dikarnakan minimnya sosialisasi bagi

masyarakat.

4. Tujuan Administrasi Kependudukan

Pertama, Tertib Databasee Kependudukan meliputi terbangunya

database kependudukan yang akurat di tingkat Kabupaten/Kota.

Provinsi dan Pusat: database kependudukan Kabupaten/Kota tersambung

(online) dengan Provinsi dan Pusat dengan menggunakan Sistem Informasi

7Wahan, slichin abdul, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, malang (2008), H.61-62

Page 27: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

16

Administrasi Kependudukan (SIAK): database kependudukan Depdagri dan

daerah tersambung (online) dengan instansi pengguna.

Kedua, Tertib Penerbitan NIK meliputi NIK diterbitkan setelah

penduduk mengisi biodata penduduk per keluarga dengan menggunakan SIAK:

tidak adanya NIK ganda: pemberian NIK kepada semua penduduk harus selesai

akhir tahun.

Ketiga, Tertib Dokumen Kependudukan (KK, KTP, Akta Pencatatan

Sipil) meliputi prosesnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku: tidak adanya

dokumen kependudukan ganda dan palsu.

Manfaat penerapan KTP berbasis NIK yang dilengkapi dengan sidik jari

dan chip (e-KTP) adalah indentifikasi jatidiri, data dalam e-KTP serta mencegah

terjadinya pemalsuan dokumen maupun dokumen ganda dengan pengamanan data

yang dapat diandalkan.

Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007

tentang Pelaksaan Undang-Undang No.23 Tahun 2006, NIK terdiri dari 16 (enam

belas) digit terdiri atas 6: (enam) digit pertama merupakan kode wilayah provinsi,

kabupaten/kota dan kecamatan tempat tinggal pada saat mendaftarkan 6 (enam)

digit kedua adalah tanggal, bulan, dan tahun kelahiran dan khusus untuk

perempuan tanggal lahirnya ditambah 40: dan 4 (empat) digit terakhir merupakan

nomor urut penerbitan NIK yang diproses secara otomatis dengan SIAK (Sistem

Informasi Administrasi Kependudukan).8

B. Dasar Hukum Administrasi Kependudukan Di Indonesia

Dasar Hukum Administrasi Kependudukan terdiri dari lima buah, yaitu:

1. UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

8Ditjen Dukcapil Kemendagri, Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementrian Dalam Negri Republik Indonesia.artikel diakses pada tanggal 13 april 2018 dariwww.dukcapil.kemendagri.go.id

Page 28: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

17

2. PP No. 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006

Tentang Administrasi Kependudukan.

3. Pepres No. 25 Tahun 2008 Tentang Tata Cara dan Persyaratan

Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

4. Pepres No. 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan KTP berbasis NIK

Secara Nasional.

5. Perpres No. 35 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Perpres No. 26

Tahun 2009.

Subtansi Administrasi Kependudukan adalah berupa pencatatan sipil dan

pendaftaran kependudukan. Pencatatan Sipil berupa Pencatatan Kelahiran, lahir

mati, Perkawinan, Pembatalan Perkawinan, Perceraian, Kematian, Pengangkatan

Pengesahan dan Pengakuan Anak, Perubahan Nama dan Perubahan Status

Kewarganegaraan. Manfaat yang diperoleh pemerintahan adalah dalam hal

Perumusan Kebijakan,Perencanaan Pembangunan, Kebutuhan Sektor

Pembangunan Lain, Pemilu dan Pilkada, Penyusunan Perkembangan

Kependudukan: Peyusunan Proyeksi Pembangunan, Verifikasi jati diri penduduk

dan dokumen Kependudukan.9.

Undang-Undang Tentang Administrasi Kependudukan No. 23 Tahun 2006

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:10

1. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan

penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui

Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi

9Ditjen Dukcapil Kemendagri, Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementrian Dalam Negri Republik Indonesia.artikel diakses pada tanggal 13 april 2018 dariwww.dukcapil.kemendagri.go.id

10Undang-Undang Republik Indonesia, No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Ketentuan Umum, Bab 1, Pasal (1),artikel diakses pada tanggal 13 april 2018 dariwww.Hukumonline.com

Page 29: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

18

Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan

pembangunan sektor lain.

2. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat

tinggal di Indonesia.

3. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-

orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga

Negara Indonesia.

4. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.

5. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan

dalam negeri.

6. Penyelenggara adalah Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang dalam urusan

Administrasi Kependudukan.

7. Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang

bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan

Administrasi Kependudukan.

8. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh

Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti

autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan

Pencatatan Sipil.

9. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang

terstruktur sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan

Sipil.

10. Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata Penduduk, pencatatan atas

pelaporan Peristiwa Kependudukan dan pendataan Penduduk rentan

Administrasi Kependudukan serta penerbitan Dokumen Kependudukan

berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan.

11. Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami Penduduk yang harus

dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu

Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan

Page 30: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

19

lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas

menjadi tinggal tetap.

12. Nomor Induk Kependudukan, selanjutnya disingkat NIK, adalah nomor

identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada

seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.

13. Kartu Keluarga, selanjutnya disingkat KK, adalah kartu identitas keluarga

yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga,

serta identitas anggota keluarga.

14. Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP, adalah identitas resmi

Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang

berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

15. Pencatatan Sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting yang dialami oleh

seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana.

16. Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan Peristiwa

Penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelaksana yang

pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

17. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi

kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak,

pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status

kewarganegaraan.

18. Izin Tinggal Terbatas adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing

untuk tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka

waktu yang terbatas sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

19. Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing

untuk tinggal menetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai

dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

20. Petugas Registrasi adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas dan

tanggung jawab memberikan pelayanan pelaporan Peristiwa Kependudukan

dan Peristiwa Penting serta pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan di

desa/kelurahan.

Page 31: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

20

21. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, selanjutnya disingkat SIAK,

adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi

kependudukan di tingkat Penyelenggara dan Instansi Pelaksana sebagai satu

kesatuan.

22. Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan

dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

23. Kantor Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KUAKec, adalah

satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk pada

tingkat kecamatan bagi Penduduk yang beragama Islam.

24. Unit Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana, selanjutnya disingkat UPTD

Instansi Pelaksana, adalah satuan kerja di tingkatkecamatan yang

melaksanakan pelayanan Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan

akta.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi

Kependudukan.

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:11

1. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan

penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui

Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi

Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan

pembangunan sektor lain.

2. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat

tinggal di Indonesia.

11Presiden Republik Indonesia, Peraturan pemerintah (PP), Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Ketentuan Umum, Bab 1, Pasal (1)

Page 32: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

21

3. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-

orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga

Negara Indonesia.

4. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.

5. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan

dalam negeri.

6. Penyelenggara adalah Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang dalam urusan

Administrasi Kependudukan.

7. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang bidang tugasnya meliputi

Administrasi Kependudukan.

8. Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang

bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan

Administrasi Kependudukan.

9. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh

Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti

autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan

Pencatatan Sipil.

10. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang

terstruktur sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan

Sipil.

11. Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata Penduduk, pencatatan atas

pelaporan Peristiwa Kependudukan dan pendataan Penduduk rentan

Administrasi Kependudukan serta penerbitan Dokumen Kependudukan

berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan.

12. Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami Penduduk yang harus

dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu

Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan

lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas

menjadi tinggal tetap.

Page 33: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

22

13. Nomor Induk Kependudukan, selanjutnya disingkat NIK, adalah nomor

identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada

seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.

14. Kartu Keluarga, selanjutnya disingkat KK, adalah kartu identitas keluarga

yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga,

serta identitas anggota keluarga.

15. Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP, adalah identitas resmi

Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang

berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

16. Pencatatan Sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting yang dialami oleh

seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana.

17. Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan Peristiwa

Penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelaksana yang

pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

18. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan

pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur yang ajarannya

bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.

19. Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selanjutnya disebut

Penghayat Kepercayaan adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini

nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

20. Surat Perkawinan Penghayat Kepercayaan adalah bukti terjadinya perkawinan

Penghayat Kepercayaan yang dibuat, ditandatangani dan disahkan oleh

Pemuka Penghayat Kepercayaan.

21. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi

kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak,

Page 34: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

23

pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status

kewarganegaraan.

22. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, selanjutnya disingkat SIAK,

adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi Administrasi

Kependudukan di tingkat Penyelenggara dan Instansi Pelaksana sebagai satu

kesatuan.

23. Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan

dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

24. Unit Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana, selanjutnya disingkat UPTD

Instansi Pelaksana, adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang

melaksanakan pelayanan Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan

akta.

25. Petugas Rahasia Khusus adalah Petugas Reserse dan Petugas Intelijen yang

melakukan tugas khusus di luar daerah domisilinya.

26. Dokumen Identitas Lainnya adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh

Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Badan Hukum

Publik dan Badan Hukum Privat yang terkait dengan identitas penduduk,

selain Dokumen Kependudukan.

27. Penduduk Pelintas Batas adalah penduduk yang bertempat tinggal secara

turun temurun di wilayah kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan

negara tetangga yang melakukan lintas batas antar negara karena kegiatan

ekonomi, sosial dan budaya.

28. Daerah Perbatasan adalah daerah batas wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan daerah batas wilayah negara tetangga yang disepakati bersama

berdasarkan perjanjian lintas batas (crossing border agreement) antara

Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negara tetangga, berdasarkan

Peraturan Perundang-undangan.

Page 35: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

24

29. Database adalah kumpulan berbagai jenis data kependudukan yang tersimpan

secara sistematik, terstruktur dan saling berhubungan dengan menggunakan

perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data.

30. Data Center adalah tempat/ruang penyimpanan perangkat database pada

Penyelenggara Pusat yang menghimpun data kependudukan dari

penyelenggara provinsi, penyelenggara kabupaten/kota dan Instansi

Pelaksana

31. Hak Akses adalah hak yang diberikan oleh Menteri kepada petugas yang ada

pada Penyelenggara dan Instansi Pelaksana untuk dapat mengakses database

kependudukan sesuai dengan izin yang diberikan.

32. Pengguna Data Pribadi Penduduk adalah instansi pemerintah dan swasta yang

membutuhkan informasi data sesuai dengan bidangnya.

Peraturan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan

Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :12

1. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan

penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui

Pendaftaran Penduduk,Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi

Kependudukanserta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan

pembangunan sektor lain.

2. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat

tinggal di Indonesia.

12Peraturan Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 2008, Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, Bab !, Ketentuan Umum, Pasal (1), (2), (3), artikel diakses pada tanggal 13 april 2018 dariwww.bpkp.go.id

Page 36: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

25

3. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-

orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga

Negara Indonesia.

4. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.

5. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan

dalam negeri.

6. Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang

bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan

Administrasi Kependudukan.

7. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi

Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang

dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

8. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang

terstruktur sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan

Sipil.

9. Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata Penduduk, pencatatan atas

pelaporan Peristiwa Kependudukan dan pendataan Penduduk rentan

Administrasi Kependudukan serta penerbitan Dokumen Kependudukan berupa

kartu identitas atau surat keterangan kependudukan.

10.Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami Penduduk yang harus

dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu

Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan

lainnya meliputi pindah datang, perubaha n alamat, serta status tinggal terbatas

menjadi tinggal tetap.

11.Nomor Induk Kependudukan, selanjutnya disingkat NIK, adalah nomor

identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada

seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.

Page 37: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

26

12.Kartu Keluarga, selanjutnya disingkat KK, adalah kartu identitas keluarga yang

memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta

identitas anggota keluarga.

13.Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP, adalah identitas resmi

Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang

berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

14.Pencatatan Sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting yang dialami oleh

seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana.

15.Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan Peristiwa

Penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelaksana yang

pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.

16.Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi

kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak,

pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status

kewarganegaraan.

17.Izin Tinggal Terbatas adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing

untuk tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka

waktu yang terbatas sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

18.Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing

untuk tinggal menetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai

dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

19.Petugas Registrasi adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas dan tanggung

jawab memberikan pelayanan pelaporan Peristiwa Kependudukan dan

Peristiwa Penting serta pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan di

desa/kelurahan.

20.Kantor Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KUAKec, adalah

satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk pada

tingkat kecamatan bagi Penduduk yang beragama Islam.

Page 38: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

27

21.Unit Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana, selanjutnya disingkat UPTD

Instansi Pelaksana, adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang

melaksanakan pelayanan Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan

akta.

22.Pejabat Konsuler adalah Pejabat yang melakukan fungsi kekonsuleran di

Perwakilan Republik Indonesia yang ditunjuk selaku Pejabat Pencatatan

Sipil.

23.Perwakilan Republik Indonesia adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia,

Konsulat Jenderal Republik Indonesia dan Konsulat Republik Indonesia.

24.Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan.

25. Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten

dan daerah kota.

26.Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal- usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati

dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

27.Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang selanjutnya disingkat RT dan RW

atau sebutan lain adalah lembaga masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat,

diakui dan dibina oleh pemerintah untuk memelihara dan melestarikan nilai-

nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan kegotongroyongan

dan kekeluargaan serta untuk membantu meningkatkan kelancaran tugas

pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan di kelurahan.

Pasal 2

Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil bertujuan untuk memberikan

keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk, perlindungan

Page 39: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

28

status hak sipil penduduk, dan mendapatkan data yang mutakhir, benar dan

lengkap.

Pasal 3

(1) Pendaftaran penduduk dilakukan pada Instansi Pelaksana yang daerah

tugasnya meliputi domisili atau tempat tinggal penduduk.

(2) Pencatatan sipil dilakukan pada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi

Pelaksana yang daerah tugasnya meliputi tempat terjadinya Peristiwa

Penting.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun2009Tentang

Penerapan Kartu Tanda Penduduk BerbasisiNomorInduk Kependudukan

Secara Nasional

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden Ini Yang Di Maksud: 13

1. Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP adalah identitas resmi

Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang

berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Nomor Induk Kependudukan, selanjutnya disingkat NIK adalah nomor

identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada

seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.

3. KTP berbasis NIK adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP

Nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas

resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana.

4. Penduduk wajib KTP adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang

memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau

telah kawin atau pernah kawin secara sah.

13 Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2009, Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional, Bab 1, Ketentuan Hukum, Pasal (1), (6), (10)

Page 40: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

29

5. Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang

bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan

Administrasi Kependudukan.

6. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah Negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

7. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan

dalam negeri.

8. Kode keamanan adalah alat identifikasi jati diri yang menunjukan identitas diri

penduduk secara tepat dan akurat sebagai autentikasi diri yang memastikan

dokumen kependudukan sebagai milik orang tersebut.

9. Rekaman elektronik adalah alat penyimpan data elektronik penduduk yang

dapat dibaca secara elektronik dengan alat pembaca dan sebagai pengaman

data kependudukan.

Pasal 6

(1) Blangko KTP berbasis NIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)

memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi jati

diri dalam pelayanan publik.

(2) Penggantian KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

Pada saat Peraturan Presiden ini ditetapkan, KTP yang belum berbasis NIK

tetap berlaku dan harus disesuaikan dengan Peraturan Presiden ini paling

lambat akhir tahun 2011.

Page 41: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

30

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang

Penerapan Kartu Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara

Nasional

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang

Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara

Nasional, diubah sebagai berikut:14

1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 6

(1) KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai

alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk.

(2) Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata,

tanda tangan, pas photo, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan.

(3) Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam database

kependudukan.

(4) Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis

NIK, dengan ketentuan:

a. untuk Warga Negara Indonesia, dilakukan di Kecamatan; dan

b. untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap, dilakukan di Instansi

Pelaksana.

14Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 35 Tahun 2010, Tentang Perubahan Atas Peraturan Preiden Nomor 26 Tahun 2009, Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional, Bab 1, Ketentuan Hukum, Pasal (1), (6), (10)

Page 42: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

31

(5) Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri

dan jari telunjuk tangan kanan penduduk yang bersangkutan.

(6) Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur

dengan Peraturan Menteri

2. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10

Pada saat Peraturan Presiden ini ditetapkan, KTP yang belum berbasis NIK tetap

berlaku dan harus disesuaikan dengan Peraturan Presiden ini paling lambat akhir

tahun 2012.

C. Implementasi Hukum Administrasi Kependudukan di Indonesia

Kependudukan sebenarnya adalah yang utama dan dari segala persoalan

pembangunan. Mulai dari kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral

maupun lintas sektor yang terarah dan terkait dengan penduduk, atau kata lainnya

penduduk harus menjadi subyek sekaligus objek pembangunan. suatu administrasi

kependudukan karena administrasi kependudukan lahir memerlukan suatu proses

yang cukup lama. Maka inilah yang menjadi fokus penting dalam perumusan

implementasi sampai kepada proses evaluasinya.

Implementasi merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat

dipahami sebagai suatu proses, sebagai suatu keluaran (output) maupun sebagai

suatu dampak (outcame). Misalnya, implementasi dikonseptualisasikan sebagai

suatu proses, atau serangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar

keputusan -keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan.

Page 43: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

32

Implementasi juga bisa diartikan dalam konteks keluaran atau sejauh mana

tujuan-tujuan yang telah direncanakan mendapat dukungan seperti tingkat

pengeluaran belanja bagi suatu program. Akhirnya, pada tingkat abstaksi yang

paling tinggi, dampak implementasi mempunyai makna bahwa telah ada

perubahan yang bisa diukur dalam masalah yang luas yang dikaitkan dengan

program, undang-undang publik, dan keputusan yudisial. Singkatnya, imlementasi

sebagai suatu konsep semua kegiatan ini. Sekalipun implementasi merupakan

fenomena kompleks,konsep itu bisa dipahami sebagai suatu proses, suatu

keluaran, dan suatu dampak.Implementasi juga melibatkan sejumlah aktor,

organisasi, dan teknik-teknik pengendalian.

Hukum administrasi negara adalah seperangkat peraturan yang

memungkinkan administrasi negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga

melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara, dan melindungi

administrasi negara itu sendiri. HAN sebagai menguji hubungan hukum istimewa

yang diadakanakan memungkinkan para pejabat (ambtsdrager) administrasi

nagara melakukan tugas mereka yang khusus lebih lanjut, HAN adalah hukum

yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara.Bagian lain

diatur oleh Hukum Tata Negara (hukum negara dalam arti sempit),Hukum Privat,

dan sebagainya.15

15Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik :Teori dan Proses. Yogyakarta :MedPress

( Anggota IKAPI ).

Page 44: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

BAB III

KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97/PUU-XIV/2016

DAN RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONEISA

A. Latar Belakang Judicial Review

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan Permohonan Uji materi terkait

aturan pengosongan kolom agama pada kartu (KK) dan kartu tanda penduduk

(KTP) bagi penganut aliran kepercayaan. Kini, mereka memiliki kedudukan

hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang resmi dalam memperoleh

hak-hak administrasi kependudukan.

Perjuangan penghayat aliran kepercayaan untuk memperoleh pengakuan

negara mengalami pasang surut. Pada era Orde Lama, mereka terwadahi dalam

badan Koordinasi Kebatinan Indonesia (BKKI), Pergolakan politik pada 1965

merubah nasib para penganut aliran kepercayaan, Pemerintahan Orde Baru

mencurigai sebagai bagian dari komunisme, Setelah suhu politik mereda, mereka

mendapatkan angin segar setelah pemerintah menerbitkan TAP MPR tentang

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada 1973, Namun situasi kembali

memburuk pada periode kedua Orde Baru. Melalui TAP MPR tentang GBHN

Tahun 1978 bahwa pemerintah mengharuskan adanya kolom agama dalam KTP

dan dokumen kependudukan lainya, Kemudian pengakuan negara kembali hadir

pasca reformasi dengan masuknya klausul- klausul hak asasi manusia (HAM)

dalam instrumen legal negara, Namun diskriminasi masih terjadi. Pasal 61

Undang Undang Nomor. 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 Undang Undang Nomor. 24

Tahun 2013 tentang admnistrasi kependudukan menyebutkan, identitas

kepercayaan tidak dicatatkan dalam kolom agama, hanya saja tercatat dalam data

kependudukan.1

Kedua pasal tersebut mendorong sejumlah pemohon untuk mengajukan

penguji undang-undang (judicial review).

1KataData News and research, Tentang Jalan Panjang Pengakuan Bagi penganut aliran Kepercayaan, Jurnal ini di akses pada hari selasa tanggal 17 bulan April 2018 www.Katadata.co.id

33

Page 45: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

34

B. Kewenangan Mahkamah Konstitusi

1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan:

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan

badan peradilan yang di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi”;---------------------------------------------------------------------------

2. Bahwa selanjutnya Pasal 24C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945

menyatakan: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji

undang- undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga

negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran

partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum”;--

------------------------------------------------------------------------------------------

3. Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Mahkamah Konstitusi mempunyai

hak atau kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang (UU)

terhadap UUD yang juga didasarkan pada Pasal 10 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011

tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang menyatakan: “Mahkamah

Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk: (a) menguji undang- undang (UU)

terhadap UUD RI tahun 1945”;---------------------------------------------------

4. Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai lembaga pelindung konstitusi (the

guardian of constitution). Apabila terdapat undang-undang yang berisi atau

terbentuk bertentangan dengan konstitusi (inconstitutional), maka

Mahkamah Konstitusi dapat menganulirnya dengan membatalkan

keberadaan UU tersebut secara menyeluruh ataupun per pasalnya;-----------

5. Bahwa sebagai pelindung konstitusi, Mahkamah Konstitusi juga berhak

memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal yang ada di

Page 46: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

35

undang-undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai konstitusi. Tafsir

Mahkamah Konstitusi terhadap konstitusionalitas pasal-pasal dari undang-

undang tersebut merupakan tafsir satu-satunya (the sole interpreter of

constitution) yang memiliki kekuatan hukum. Sehingga terhadap pasal-

pasal yang memiliki makna ambigu, tidak jelas, dan/atau multitafsir dapat

pula dimintakan penafsirannya kepada Mahkamah Konstitusi;---------------

6. Bahwa berdasarkan hal-hal di atas, maka jelas bahwa Mahkamah

Konstitusi Republik Indonesia berwenang untuk memeriksa dan mengadili

permohonan pengujian ini. Bahwa oleh karena objek permohonan

pengujian ini adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006

tentang Administrasi Kependudukan (UU Administrasi Kependudukan)

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945).2 Maka berdasarkan itu, Mahkamah Konstitusi berwenang

untuk memeriksa dan mengadili permohonan a quo;--------------------------

C. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon

1. Bahwa pengakuan hak setiap warga negara Indonesia untuk mengajukan

permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 merupakan

satu indikator perkembangan ketatanegaraan yang positif yang

merefleksikan adanya kemajuan bagi penguatan prinsip-prinsip negara

hukum;---------------------------------------------------------------------------------

2. Bahwa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, berfungsi antara lain

sebagai “guardian” dari “constitutional rights” setiap warga negara

Republik Indonesia. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan

badan yudisial yang bertugas menjaga hak asasi manusia sebagai hak

konstitusional dan hak hukum setiap warga negara. Dengan kesadaran

inilah Para Pemohon kemudian memutuskan untuk mengajukan

2 Kepaniteraan dan Sekretariat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, diakses pada hari senin bulan april tanggal 16 tahun 2018, www.mahkamahkonstitusi.go.id

Page 47: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

36

permohonan pengujian Pasal 61 ayat (1); Pasal 61 ayat (2); Pasal 64 ayat

(1); dan Pasal 64 ayat (5) UU Administrasi Kependudukan yang

bertentangan dengan semangat dan jiwa serta pasal-pasal yang dimuat

dalam UUD 1945;--------------------------------------------------------------------

3. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan, “Pemohon adalah pihak

yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan

oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan

masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur

dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d)

lembaga negara”;---------------------------------------------------------------------

4. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan

putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang hadir berikutnya, Mahkamah

Konstitusi telah menentukan 5 syarat mengenai kerugian

konstitusionalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU

Mahkamah Konstitusi, yakni sebagai berikut: -----------------------------------

----------------------------

a. harus ada hak dan/atau kewenangan konstitutional Pemohon yang

diberikan oleh UUD 1945; hak dan/atau kewenangan

konstitusional tersebut dianggap telah dirugikan oleh berlakunya

undang-undang yang dimohonkan pengujian;

b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut bersifat

spesifik dan aktual, setidak-tidaknya bersifat potensial yang

menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;

c. ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak

dan/atau kewenangan konstitusional dengan undang-undang yang

dimohonkan pengujian; dan

d. ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan,

maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang

didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

Page 48: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

37

5. Bahwa Pemohon I, warga negara Republik Indonesia penganut

kepercayaan dari Komunitas Marapu di Sumba Timur, Pulau Sumba.

Pemohon I merupakan salah satu dari 21.000 orang penganut kepercayaan

Komunitas Marapu di Sumba Timur dan sebanyak 40 ribu orang di Pulau

Sumba yang terlanggar hak atas layanan kependudukannya; -----------------

6. Kepercayaan Komunitas Marapu meyakini adanya kekuasaan Yang Maha

Tinggi (yang dalam termin agama-agama modern disebut Tuhan atau

Allah). Wujud tertinggi ini terlalu agung, sakral dan transenden, sehingga

bagi penganut Marapu, menyebut namanya saja harus mematuhi berbagai

ritual yang sarat mantra spiritual, misalnya DAPPA NUMA NGARA,

DAPPA TEKKI TAMO – dalam bahasa daerah/suku Wewewa (Yang

tidak boleh disebut namanya, dan tidak boleh disebut nama aliasnya).

Ungkapan sakral lain untuk menyebut Wujud Tertinggi adalah: A

KANGA WOLLA LIMMA, A BOKKA WOLLA WA’I – dalam bahasa

daerah/suku Wewewa (Dia yang menciptakan dan Dia yang menjadikan);

AMA A MAGHOLO, INA A MARAWI – dalam bahasa daerah/suku

Wewewa (Bapa yang membuat/mengukir, Ibu yang menenun/menjadikan;

AMA PADEWAMA, INA PAURRAMA – dalam bahasa daerah/suku

Wewewa (Tanpa Bapa kami tak bertuan, tanpa Ibu kami tak bertuan atau

Bapa yang melindungi kami dan Ibu yang menjaga kami).Mantra-mantra

ini biasanya dinyanyikan oleh RATO (imam Marapu) pada malam-malam

tertentu, misalnya pada malam saat upacara saiso (upacara khusus

berdialog dengan Marapu dengan wujud tertentu). Aliran ini meyakini

bahwa segala aspek kehidupan saling berkaitan dan merupakan satu

kesatuan yang utuh (bukti P-3);

7. Bahwa dengan identitasnya sebagai penganut kepercayaan, perkawinan

antar pemeluk kepercayaan dari Komunitas Marapu yang dilakukan secara

adat tidak diakui negara Akibatnya, anak-anak mereka sulit mendapatkan

Akta Kelahiran. Demikian pula dengan persoalan KTP elektronik, untuk

mendapatkan KTP elektronik dengan mudah, sebagian penganutnya

Page 49: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

38

terpaksa berbohong menuliskan agama di luar kepercayaannya pada KTP

elektronik (bukti P-4); --

8. Peristiwa yang dialami Pemohon I merupakan buah dari keberadaan pasal-

pasal UU Adminstrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa agama

yang kolom agama di KK maupun KTP elektronik bagi penganut

kepercayaan tidak diisi. Dengan tidak diisinya kolom agama bagi penganut

kepercayaan di KTP elektronik dan di KK, Pemohon I bersama komunitas

Marapu lainnya dicap kolot, kafir dan sesat, dan berimbas pada

pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional, serta

pelanggaran dalam pelayanan administrasi kependudukan;--------------------

9. Pemohon II merupakan penganut kepercayaan Parmalim di Sumatera

Utara. Pusat Parmalim sendiri terletak di Kabupaten Toba Samosir, namun

penganutnya menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Kota Medan dan

Deli Serdang. Berdasarkan penelusuran Tim Aliansi Sumut Bersatu pada

Maret- April 2015, penganut Parmalim di Kabupaten Deli Serdang

terdapat di kecamatan Sunggal Desa Mulia Rejo (92 Jiwa), dan di Kota

Medan mereka tersebar di kecamatan Medan Denai, Medan Amplas,

Medan Kota dan Medan Sunggal (total 373 Jiwa). Penganut kepercayaan

Parmalim mengalami berbagai permasalahan dan eksklusi dari aspek

pemenuhan hak-hak dasar dan kebijakan publik, yakni banyaknya

ketidakcocokan antara identitas agama yang dituliskan di Kartu Keluarga

dan KTP elektronik. Selain itu, pihak kepala lingkungan yang bertugas

mengurus KK dan KTP elektronik sering memaksa kelompok Parmalim

untuk memilih agama yang ‘diakui’ agar proses pembuatan KTP

elektronik dikatakan lebih “mudah”. Hal ini sebagaimana dialami

Pemohon II(bukti P-5); ----------------------------------------------------------

10. Kerugian konstitusional yang dialami para penganut Parmalim, yakni ada

yang disyaratkan berpindah agama terlebih dahulu jika mau diterima pada

pekerjaan yang dilamarnya. Temuan lain dari Aliansi Sumut Bersatu juga

yakni, seorang guru (Bharlin School) penganut Parmalim terpaksa harus

Page 50: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

39

mengundurkan dirikarena pihak sekolah tidak mengizinkan dirinya untuk

mengikuti ibadah di hari Sabtu (bukti P-11); -----------------------------------

11. Bahwa keberadaan Pasal 64 ayat (1) juncto ayat (5) UU Administrasi

Kependudukan yang mengosongkan kolom agama bagi penghayat

kepercayaan, telah merugikan Pemohon II dan para penghayat

kepercayaan Parmalim. Karena dengan tidak diisinya kepercayaan di

kolom agama KTP elektronik, berimbas pada pelanggaran dalam

pemenuhan hak-hak kependudukan yang seharusnya bisa dinikmati

Pemohon II, Bahkan. dengan tidak dicantumkannya agama kepercayaan di

dalam KTP elektronik Pemohon II, telah terjadi diskriminasi yang dialami

oleh pemohon dalam berbagai bentuk, seperti: kesulitan mengakses

pekerjaan, tidak dapat mengakses hak atas jaminan sosial, kesulitan

mengakses dokumen kependudukan seperti KTPelektronik, KK, Akte

Nikah, dan akte lahir;

12. Pemohon III merupakan penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di

Medan, Sumatera Utara. Jumlah penganut Ugamo Bangsa Batak di Kota

Medan tersebar di Kecamatan Medan Helvetia, Medan Denai, Medan

Belawan dengan total 40 Jiwa. Dengan adanya Pasal 61 ayat (1) juncto

ayat (2) dan Pasal 64 ayat (1) juncto ayat (5) UU Administrasi

Kependudukan yang menyatakan bahwa kolom agama di KK dan KTP

elektronik untuk kepercayaan dikosongkan, Pemohon III secara tidak

langsung telah mengalami diskriminasi (bukti P-6);--

13. Bahwa anak dari Pemohon III yang juga merupakan penganut Ugamo

Bangso Batak di Medan Sumatera Utara, bernama Dessy Purba, telah

terlanggar haknya untuk bekerja. Hal ini berawal ketika Dessy ditolak

melamar pekerjaan, meskipun nilai dan prestasinya bagus. Penolakan

tersebut karena kolom agama di KTPelektroniknya bertanda strip. Calon

pemberi kerja menganggap bahwa strip identik dengan ateis atau kafir.

Walaupun memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan dan memiliki nilai

bagus di ijazahnya, Dessy tidak diterima sebagai pekerja. Dessy juga

Page 51: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

40

kesulitan ketika hendak menerima upah dari perusahaan tempat ia bekerja,

karena pihak perusahaan dan pihak bank mempersoalkan kolom agama

yang dikosongkan dan meminta klarifikasi kepada Pemerintah setempat

dan Pengurus Kepercayaan Ugamo Bangso Batak; ---------------------------

14. Bahwa selain itu, Pemohon III juga ternyata tidak bisa mengakses modal

usaha dari lembaga keuangan. Tanda strip pada KTPelektronik Pemohon

III menyebabkan mereka tidak bisa mengakses modal usaha dari lembaga

keuangan, seperti bank ataupun koperasi. Pada akhirnya, untuk

menyelamatkan kehidupan anak-anaknya di masa mendatang, Pemohon III

pun terpaksa merubah kolom agama di KTP elektronik dan Kartu

Keluarganya dengan agama Kristen (bukti P-12);------------------------------

15. Bahwa Pemohon IV merupakan penganut kepercayaan Sapto Darmo.

Salah satu kelompok penghayat atau dalam bahasa pemerintah disebut

sebagai “aliran kepercayaan” yang penganutnya pernah mencapai ratusan

ribu di Indonesia, terutama di Jawa. Namun sejak 1965, karena tekanan

politik penganut kepercayaan ini merosot cepat dan hanya dipraktikkan

secara diam- diam (bukti P-7); ---------------------------------------------------

16. Bagi Pemohon IV, keberadaan Pasal 61 ayat (1) juncto ayat (2) dan Pasal

64 ayat (1) juncto ayat (5) UU Administrasi Kependudukan telah

memberikan dampak bagi Pemohon IV. Sebagai penghayat kepercayaan,

karena di kolom elektronik kolom agamanya kosong (bukti P-8),

Pemohon IV dan penganutSapto Darmo lainnya mendapat stigma sesat

dari masyarakat umum. Akibat kolom agama yang kosong pula

pemakaman keluarga dari Pemohon IV ditolak di pemakaman umum

manapun di Kabupaten Brebes. Hal ini telah dialami keluarga Pemohon

IV, dan jelas berpotensi juga terjadi kepada Pemohon IV; --

17. Selanjutnya, dampak lanjutan dari kekosongan kolom Agama di KTP

elektronik yakni anak dari Pemohon IV juga kesulitan untuk mengakses

pendidikan dan masuk sekolah tingkat dasar, karena diketahui menganut

Page 52: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

41

Kepercayaan Sapto Darmo dan ketika telah sekolah anak dari Pemohon IV

dipaksa harus mengikuti mata pelajaran dan ajaran pendidikan Agama

Islam yang mana hal itu bertentangan dengan keyakinan dan

kepercayaannya sebagai Penghayat Kepercayaan Sapto Darmo; -------------

18. Bahwa keberadaan Pasal 61 ayat (1) juncto ayat (2) dan Pasal 64 ayat (1)

juncto ayat (5) UU Administrasi Kependudukan yang memerintahkan agar

penganut kepercayaan atau bagi penganut agama yang belum diakui untuk

mengosongkan kolom agama di Kartu Keluarga dan Kartu Tanda

Penduduk elektronik merupakan bentuk keengganan negara mengakui

keberadaan para penganut kepercayaan serta penganut agama lain yang

bukan mayoritas di Indonesia. Ketidakmauan negara untuk mengakui ini

merupakan tindakan diskriminasi secara langsung, yang dalam kasus ini

setidaknya dialami oleh Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, dan

Pemohon IV; -----------------------------------------------------------------------

19. Bahwa dengan demikian, keberadaan UU Administrasi Kependudukan

secara faktual atau setidak-tidaknya potensial merugikan hak-hak

konstitusional para Pemohon. Kehadiran undang-undang a quo dengan

cara langsung maupun tidak langsung telah merugikan para Pemohon dan

penganut kepercayaan lainnya di Indonesia yang selama ini mengalami

diskriminasi; -------------------------------------------------------------------------

20. Bahwa dengan demikian para Pemohon telah memenuhi kualitas maupun

kapasitas sebagai Pemohon Pengujian Undang-Undang terhadap UUD

1945 sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 huruf c UU UU MK,

maupun sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi yang memberikan

penjelasan mengenai syarat-syarat untuk menjadi Pemohon Pengujian

Undang-Undang terhadap UUD 1945. Sehingga, jelas pula keseluruhan

para Pemohon memiliki hak dan kepentingan hukum mewakili

Page 53: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

42

kepentingan publik untuk mengajukan permohonan pengujian UU

Administrasi Kependudukan terhadap UUD 1945;--3

D. Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi

Kewenangan Mahkamah Konstitusi

[3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD

1945), Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), dan Pasal

29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomorn48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5076), Mahkamah berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang

terhadap UUD 1945;4

[3.2] Menimbang bahwa oleh karena permohonan para Pemohon adalah

pengujian konstitusionalitas Undang-Undang in casu Pasal 61 ayat (1) dan

ayat (2)serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah

diubah dengan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik

3Kepaniteraan dan Sekretariat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di akses pada hari selasa tanggal 17 bulan april tahun 2018, www.mahkamahkonstitusi.go.id

4Kepaniteraan dan Sekretariat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di akses pada hari selasa tanggal 17 bulan maret tahun 2018, www.mahkamahkonstitusi.go.id

Page 54: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

43

Indonesia Nomor 5475, selanjutnya disebut UU Administrasi

Kependudukan) terhadap UUD 1945 maka Mahkamah berwenang

mengadili permohonan para Pemohon;

Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon

[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta

Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-

Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak

dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945

dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok

orang (Yang mempunyai kepentingan sama);

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat;

d. lembaga negara;

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap

UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 ayat(1) UU MK;

b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan

oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang

yang dimohonkan pengujian;

[3.4] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September

2007, serta putusan- putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian

hak dan/atau kewenangankonstitusional sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:

Page 55: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

44

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang

diberikan oleh UUD 1945;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon

dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang

dimohonkan pengujian;

c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus)

dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran

yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian

dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan

maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan

atau tidak lagi terjadi;

[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut pada

paragraf [3.3] dan paragraf [3.4] di atas, selanjutnya Mahkamah akan

mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum (legal standing) para

Pemohon sebagai berikut:

1. Bahwa para Pemohon mendalilkan sebagai perseorangan warga negara

Indonesia penganut kepercayaan;

2. Bahwa Pemohon I merupakan salah satu dari 21.000 orang penganut

kepercayaan Komunitas Marapu di Sumba Timur dan sebanyak 40 ribu

orang di Pulau Sumba yang terlanggar hak atas layanan kependudukannya.

Dengan identitasnya sebagai penganut kepercayaan, menurut Pemohon I

perkawinan antar pemeluk kepercayaan dari Komunitas Marapu yang

dilakukan secara adat tidak diakui negara. Akibatnya, anak-anak

Komunitas Marapu sulit mendapatkan Akta Kelahiran. Demikian pula

dengan persoalan Kartu Tanda Penduduk Elektoronik (KTP-el), untuk

mendapatkan KTP-el dengan mudah, sebagian penganutnya terpaksa

berbohong menuliskan agama di luar kepercayaannya pada KTP-el;

Page 56: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

45

3. Bahwa Pemohon II merupakan penganut kepercayaan Parmalim di

Sumatera Utara yang pernah terpaksa memilih agama yang diakui agar

dipermudah dalam proses pembuatan KTP-el;

4. Bahwa Pemohon III merupakan penganut kepercayaan Ugamo Bangsa

Batak di Medan, Sumatera Utara. Pemohon III mendalilkan anaknya yang

juga merupakan penganut Ugamo Bangso Batak telah ditolak melamar

pekerjaan, meskipun nilai dan prestasinya bagus dikarenakan kolom

agama di KTP-el bertanda strip. Demikian juga ketika sudah bekerja yang

bersangkutan kesulitan menerima upah karena pihak perusahaan dan pihak

bank mempersoalkan kolom agama yang dikosongkan. Selain itu, agar

dapat mengakses modal usaha dari bank atau koperasi Pemohon III

terpaksa merubah kolom agama di KTP-el dan Kartu Keluarga (KK)

dengan agama Kristen;

5. Bahwa Pemohon IV merupakan penganut kepercayaan Sapto Darmo yang

bersama dengan penganut Sapto Darmo lainnya mendapat stigma sesat

dari masyarakat dikarenakan dikosongkannya kolom agama pada KTP-el.

Selain itu menurut Pemohon IV akibat dikosongkannya kolom agama pada

KTP-el pemakaman keluarganya ditolak di pemakaman umum manapun di

Kabupaten Brebes. Demikian juga dengan anaknya yang kesulitan untuk

mengakses pendidikan dan masuk sekolah tingkat dasar, karena diketahui

menganut Kepercayaan Sapto Darmo dan ketika telah sekolah anak

tersebut dipaksa harus mengikuti mata pelajaran dan ajaran pendidikan

Agama Islam yang sebenarnya bertentangan dengan keyakinan dan

kepercayaannya sebagai Penghayat Kepercayaan Sapto Darmo;

6. Bahwa dengan demikian para Pemohon menilai keberadaan UU

Administrasi Kependudukan secara faktual atau setidak-tidaknya potensial

merugikan hak- hak konstitusional para Pemohon. Kehadiran UU

Administrasi Kependudukan dengan cara langsung maupun tidak langsung

telah merugikan para pemohon dan penganut kepercayaan lainnya di

Indonesia karena diperlakukan secara diskriminatif;

Page 57: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

46

[3.6] Menimbang bahwa dengan mendasarkan pada Pasal 51 ayat (1) UU MK,

dan putusan-putusan Mahkamah mengenai kedudukan hukum, serta dalil

para Pemohon yang merasa dirugikan karena berlakunya Pasal 61 ayat (1)

dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi

Kependudukan yang salah satunya menimbulkan diskriminasi, maka

menurut Mahkamah, para Pemohon mempunyai hak konstitusional yang

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian.

Kerugian tersebut bersifat spesifik dan aktual serta terdapat hubungan

sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dengan

berlakunya norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian, sehingga

terdapat kemungkinan apabila permohonan dikabulkan maka kerugian

konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan terjadi. Dengan demikian,

menurut Mahkamah para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal

standing) untuk mengajukan permohonan a quo;

[3.7] Menimbang bahwa karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a

quo dan para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan

permohonan a quo maka selanjutnya Mahkamah mempertimbangkan

pokok permohonan.

Pokok Permohonan

[3.8] Menimbang bahwa para Pemohon mendalilkan Pasal 61 ayat (1) dan

ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi

Kependudukan yang masing-masing menyatakan sebagai berikut.

Pasal 61

(1) KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala

keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir,

tanggal Iahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status

hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama

orang tua.

Page 58: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

47

(2) Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat

kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database

Kependudukan.

Pasal 64

(1) KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data

penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau

perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat,

pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal

dikeluarkan KTP-el, dan tandatangan pemilik KTP-el.

(5) Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama

berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi

penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat

dalam database kependudukan.

bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat

(1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, dengan alasan-alasan yang pada

pokoknya sebagai berikut:

1) Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5)

UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan prinsip

negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

UUD 1945 karena hak asasi manusia dan/atau hak konstitusional

para Pemohon untuk mendapatkan KK dan KTP-el pontensial

dihilangkan oleh ketentuan pasal-pasal dimaksud, meskipun

dalamketentuan a quo dinyatakan tetap dilayani dan dicatatkan

dalam database kependudukan;

Page 59: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

48

2) Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5)

UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan kepastian

hukum dan perlakuan yang sama di hadapan hukum yang dijamin

Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena antara norma yang satu

dengan yang lain dinilai saling bertentangan dan melahirkan

penafsiran yang berbeda. Berdasarkan pasal- pasal tersebut, bagi

penganut kepercayaan/penghayat atau bagi penganut agama yang

belum diakui sebagai agama, kolom agama dikosongkan,

sementara sesuai Pasal 58 ayat (2) UU Administrasi

Kependudukan “agama/kepercayaan” adalah bagian dari data

perseorangan yang harus dicatat dalam database kependudukan.

Pada saat yang sama pasal-pasal tersebut juga menyebabkan

terdapatnya perbedaan dalam hal pengurusan KK dan KTP-el

antara penghayat kepercayaan dengan warga negara lainnya. Di

mana pengurusan KK dan KTP-el antara penghayat kepercayaan

dengan warga negara pada umumnya terdapat perlakuan yang

berbeda;

3) Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5)

UU Administrasi Kependudukan melanggar jaminan kesamaan

warga negara di hadapan hukum sebagaimana dijamin oleh Pasal

27 ayat (1) UUD 1945 karena adanya perlakuan yang tidak sama di

hadapan hukum antarwarga negara, yaitu antara warga negara

penganut/penghayat kepercayaan dan warga negara penganut

agama yang diakui menurut peraturan perundang- undangan dalam

mengakses pelayanan publik. Perlakuan yang tidak sama dimaksud

telah menimbulkan pertentangan dengan asas persamaan warga

negara di hadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin

dalam UUD 1945;

4) Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5)

UU Administrasi Kependudukan melanggar hak warga negara

Page 60: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

49

untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif sebagaimana dijamin

oleh Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 karena pasal-pasal a quo

merupakan ketentuan yang diskriminatif terhadap para penghayat

kepercayaan atau bagi penganut agama yang belum diakui oleh

negara. Dengan tidak diisinya kolom agama bagi para penghayat

kepercayaan, maka hal demikian itu merupakan pengecualian yang

didasarkan pada pembedaan atas dasar agama atau keyakinan yang

mengakibatkan pengurangan, penyimpangan atau penghapusan

pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan Hak Asasi Manusia

(HAM) dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual

maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial,

budaya dan aspek kehidupan lainnya.

5) Berdasarkan seluruh argumentasi di atas, para Pemohon

berkesimpulan bahwa Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64

ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan bertentangan

dengan:

a) prinsip negara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

(3) UUD 1945;

b) hak atas kepastian hukum dan perlakuan yang sama di

hadapan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat

(1) UUD 1945;

c) hak atas jaminan kesamaan warga negara di hadapan hukum,

sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945; dan

d) hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif

atas dasar apa pun, sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat

(2) UUD 1945,

[3.10] Menimbang bahwa Presiden telah memberikan keterangan dalam

persidangan pada tanggal 6 Desember 2016 (sebagaimana

selengkapnya dimuat dalam bagian Duduk Perkara).

Page 61: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

50

[3.11] Menimbang bahwa DPR menyampaikan keterangan tertulis yang

diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 17 April 2017

(sebagaimana selengkapnya dimuat dalam bagian Duduk Perkara).

[3.12] Menimbang bahwa Pihak Terkait Majelis Luhur Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) telah

memberikan keterangan dalam persidangan pada tanggal 6

Desember 2016 (sebagaimana selengkapnya dimuat dalam bagian

Duduk Perkara).

[3.13] Menimbang bahwa setelah memeriksa dengan saksama

permohonan para Pemohon, bukti tulisan/surat, keterangan ahli

dan saksi yang diajukan para Pemohon, dan kesimpulan para

Pemohon serta keterangan Presiden, keterangan DPR, dan

keterangan Pihak Terkait Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI), Mahkamah

mempertimbangkan sebagai berikut:

[3.13.1] Bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut mengenai

pengujian konstitusionalitas Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta

Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan

terkait dengan pengosongan kolom agama dalam KK dan KTP-el,

Mahkamah akan menegaskan terlebih dahulu pendiriannya

mengenai keberadaan hak beragama termasuk hak untuk menganut

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan hak

mendapatkan layanan publik, sebagai berikut:

Bahwa hak untuk menganut agama atau kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa merupakan hak konstitusional (constitutional

rights) warga negara, bukan pemberian negara. Dalam gagasan negara

demokrasi yang berdasar atashukum atau negara hukum yang demokratis,

yang juga dianut oleh UUD 1945, negara hadir atau dibentuk justru untuk

melindungi (yang di dalamnya juga berarti menghormati dan menjamin

Page 62: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

51

pemenuhan) hak-hak tersebut. Dalam hal ini, Alinea Keempat Pembukaan

UUD 1945 antara lain menyatakan, “Kemudian daripada itu untuk

membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia..., maka

disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-

Undang Dasar Negara Indonesia.”.

Pernyataan mendasar/elementer yang secara eksplisit tertuang di

dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 bukan hanya sekadar

menjelaskan bahwa Pemerintah Negara Indonesia yang dibentuk dengan

UUD 1945 adalah kelanjutan dari Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia,

yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, melainkan sekaligus

memuat amanat atau perintah bahwa Pemerintah Negara Indonesia yang

dibentuk salah satu tugasnya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia.

Tugas “melindugi segenap bangsa Indonesia” ini bukan hanya berarti

melindungi raga dan jiwa warga negara Indonesia, termasuk tatkala berada

di luar yurisdiksi Indonesia, tetapi juga melindungi hak-hak warga negara

itu, lebih-lebih hak yang merupakan hak asasinya. Amanat ini kemudian

dituangkan secara lebih tegas dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 yang

menyatakan, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak

asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.

Hak dasar untuk menganut agama, yang di dalamnya mencakup hak untuk

menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, adalah bagian

dari hak asasi manusia dalam kelompok hak-hak sipil dan politik. Artinya,

hak untuk menganut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa merupakan salah satu hak dalam kelompok hak-hak sipil dan politik

yang diturunkan dari atau bersumber pada konsepsi hak-hak alamiah

(natural rights). Sebagai hak asasi yang bersumber pada hak alamiah, hak

ini melekat pada setiap orang karena ia adalah manusia, bukan pemberian

negara. Dalam konteks Indonesia, pernyataan ini, bukan lagi sekadar

sesuatu yang bernilai doktriner melainkan telah menjadi norma dalam

Page 63: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

52

hukum dasar (konstitusi) dan oleh karena itu mengikat seluruh cabang

kekuasaan negara dan warga negara, sebab hal itu dituangkan secara

normatif dalam Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 29 ayat (2)

UUD 1945.

Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang

bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih

pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali”. Selanjutnya dalam Pasal

28E ayat (2) ditegaskan pula, “Setiap orang berhak atas kebebasan

meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai

dengan hati nuraninya”. Adapun Pasal 29 ayat (2) UUD 1945

menegaskan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Bahwa pemahaman demikian juga dapat dibaca ketika

Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) dirumuskan dalam perubahan UUD

1945. Beranjak dari dinamika perumusan norma Pasal 28E ayat (1)

dan ayat (2) tersebut dalam proses perubahan UUD 1945,

pembahasan dan perdebatan dalam Rapat Komisi A Sidang

Tahunan MPR Tahun 2000 berangkat dari usulan BP MPR terkait

hak beragama dimuat dalam draf Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2)

dengan dua alternatif yaitu5 :

ayat (1)

alternatif pertama, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat

menurut kepercayaan agamanya masing-masing.

alternatif dua, setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing

dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

5(Naskah Komprehensif, Buku VIII, h.. 304),

Page 64: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

53

[3.13.2] Bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [3.13.1] di atas, selanjutnya

Mahkamah akan mempertimbangkan dalil-dalil para Pemohon mengenai

konstitusionalitas Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1)

dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan, sebagai berikut.

[3.13.2.1] Bahwa terhadap dalil para Pemohon yang menyatakan Pasal 6 ayat (1)

dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU

AdministrasiKependudukan tidak mencerminkan jaminan perlindungan

oleh negara terhadap hak atau kemerdekaan warga negara penganut

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya

bertentangan dengan prinsip atau gagasan negara hukum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Mahkamah berpendapat

sebagai berikut:

Bahwa keberadaan Pasal 61 dan Pasal 64 UU Administrasi

Kependudukan bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi

kependudukan dengan terbangunnya database kependudukan secara

nasional serta keabsahan dan kebenaran atas dokumen kependudukan

yang diterbitkan. KTP-el merupakan bagian dari upaya mempercepat

serta mendukung akurasi terbangunnya database kependudukan secara

nasional. Upaya untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan

melalui pembangunan database kependudukan sesuai dengan Undang-

Undang a quo merupakan langkah yang sangat tepat untuk kemajuan

hidup berbangsa dan bernegara. Sebab, perencanaan dan pelaksanaan

program- program pemerintah akan berjalan baik apabila berangkat dari

data kependudukan yang tertib dan benar. Terlebih lagi jika merujuk

pada Pasal 61 dan Pasal 64 yang berada di bawah sub-Bab “Dokumen

Kependudukan” di mana dokumen kependudukan merupakan dokumen

yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang

mencakup pengaturan atas sejumlah hak warga negara yang di dalamnya

termasuk hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Oleh karena

itu, upaya melakukan tertib administrasi kependudukan sama sekali tidak

Page 65: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

54

boleh mengurangi hak-hak warga negara dimaksud termasuk hak atas

kebebasan beragama dan berkeyakinan. Database kependudukan yang

disusun haruslah dalam kerangka menghormati, melindungi, dan

memenuhi hak-hak dimaksud sehingga database kependudukan akan

tersusun secara lebih akurat, karena tidak akan ada warga negara yang

terdata dalam database kependudukan yang elemen data kependudukan

di dalamnya tidak diisi atau diisi secara tidak sesuai dengan apa

sebenarnya agama atau keyakinan yang dianutnya.

[3.13.2.2] Bahwa terhadap dalil para Pemohon yang menyatakan Pasal 61 ayat (1)

dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi

Kependudukan bertentangan dengan kepastian hukum dan perlakuan

yang sama di hadapan hukum sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat

(1) UUD 1945 serta melanggar jaminan kesamaan warga negara di

hadapan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

1945, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

Bahwa dengan tidak dianutnya pengertian terminologi “agama” dalam

Pasal 61 ayat (1) dan dalam Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi

Kependudukan termasuk kepercayaan, maka dengan sendirinya norma

Undang-Undang a quo tidak memberikan pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

di hadapan hukum bagi warga negara penganut kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa dengan warga negara yang oleh Undang-Undang a

quo disebut menganut “agama yang diakui sebagai agama sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan”. Dengan pendirianpembentuk

undang-undang bahwa yang dimaksud “agama” adalah agama dalam

pengertian yang diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan maka bagi penganut kepercayaan sudah pasti tidak

mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil, lebih-lebih perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pengakuan

tidak mungkin didapat karena kepercayaan tidak dimasukkan ke dalam

Page 66: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

55

pengertian agama. Demikian pula halnya dengan kepastian hukum. Sebab

kepastian hukum itu didapat oleh penganut kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa adalah kepastian bahwa mereka bukan penganut agama

yang diakui sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Hal

ini sekaligus tidak memungkinkan bagi mereka menikmati perlakuan yang

sama di hadapan hukum secara adil sebab secara konseptual dalam

konstruksi UU Administrasi Kependudukan mereka sudah tidak

dimasukkan ke dalam pengertian agama.

[3.13.2.3] Bahwa terhadap dalil para Pemohon yang menyatakan Pasal 61 ayat (1)

dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi

Kependudukan melanggar hak warga negara untuk tidak diperlakukan

secara diskriminatif sebagaimana dijamin oleh Pasal 28I ayat (2) UUD

1945, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

Bahwa dengan mengacu pada pengertian diskriminasi dalam putusan-

putusan Mahkamah, di antaranya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

070/PUU- II/2004, bertanggal 12 April 2005, Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 024/PUU- III/2005, bertanggal 29 Maret 2006, dan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007, bertanggal 22

Februari 2008, perbedaan pengaturan antar warga negara dalam hal

pencantuman elemen data penduduk, menurut Mahkamah tidak didasarkan

pada alasan yang konstitusional. Pengaturan tersebut telah memperlakukan

secara berbeda terhadap hal yang sama, yakni terhadap warga negara

penghayat kepercayaan dan warga negara penganut agama yang diakui

menurut peraturan perundang-undangan dalam mengakses pelayanan

publik. Lagi pula jika dikaitkan dengan pembatasan terhadap hak dan

kebebasan dengan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28J

ayat (2) UUD 1945, menurut Mahkamah pembatasan demikian tidak

berhubungan dengan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan

bukan pula untuk memenuhi tuntutan yang adil dalam kehidupan

masyarakat yang demokratis. Sebaliknya, pembatasan hak a quo justru

Page 67: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

56

menyebabkan munculnya perlakuan yang tidak adil terhadap warga negara

penghayat kepercayaan sebagaimana yangdidalilkan oleh para Pemohon.

Dengan tidak dipenuhinya alasan pembatasan hak sebagaimana termaktub

dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, maka pembatasan atas dasar

keyakinan yang berimplikasi pada timbulnya perlakukan berbeda antar

warga negara merupakan tindakan diskriminatif. Oleh karena itu, dalil

para Pemohon bahwa ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU

Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD

1945 sepanjang kata “agama” dalam pasal a quo tidak dimaknai termasuk

kepercayaan adalah beralasan menurut hukum.

[3.13.3] Bahwa berdasarkan alasan-alasan hukum sebagaimana diuraikan di atas,

maka kata “agama” sebagaimana dimuat dalam Pasal 61 ayat (1) dan

Pasal64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan harus dinyatakan

bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk

“kepercayaan”;

[3.13.4] Bahwa untuk menjamin hak konstitusional para Pemohon, oleh karena

keberadaan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) UU Administrasi

Kependudukan merupakan kelanjutan dari kata “agama” dalam Pasal 61

ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan yang

menurut Mahkamah harus dimaknai termasuk “kepercayaan”, maka

dengan sendirinya Pasal 61 ayat(2) dan Pasal 64 ayat (5) UU

Administrasi Kependudukan kehilangan relevansinya dan juga turut

tunduk pada argumentasi perihal pertentangan kata “agama” dalam Pasal

61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (4) UU Administrasi Kependudukan di atas,

sehingga dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, dan karenanya tidak

memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian dalil para

Pemohon tentang inkonstitusionalitas Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat

(5) UU Administrasi Kependudukan beralasan menurut hukum;

[3.13.5] Bahwa agar tujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan

dapat terwujud serta mengingat jumlah penghayat kepercayaan dalam

Page 68: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

57

masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam, maka pencantuman

elemen data kependudukan tentang agama bagi penghayat kepercayaan

hanya dengan mencatatkan yang bersangkutan sebagai “penghayat

kepercayaan” tanpa merinci kepercayaan yang dianut di dalam KK

maupun KTP-el, begitu juga dengan penganut agama lain;

[3.14] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di

atas, menurut Mahkamah dalil para Pemohon beralasan menurut hukum;

E. AMAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Mengadili,

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya6;

2. Menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk

“kepercayaan”;

3. Menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana

telahdiubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia

6Kepaniteraan dan Sekretariat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di akses pada hari selasa tanggal 17 april tahun 21018 www.mahkamahkonstitusi.go.id

Page 69: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

58

Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat;

4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya. Demikian diputus dalam Rapat

Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi

yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman,

Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna,

Aswanto, Maria Farida Indrati, dan Manahan M.P Sitompul, masing-

masing sebagai Anggota, pada hari Rabu, tanggal delapan belas, bulan

Oktober, tahun dua ribu tujuh belas, yang diucapkan dalam Sidang Pleno

Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal

tujuh, bulan November, tahun dua ribu tujuh belas, selesai diucapkan

pukul 10.27 WIB, oleh tujuh Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku

Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Saldi Isra, I Dewa Gede

Palguna, Aswanto, Maria Farida Indrati, dan Manahan M.P Sitompul,

masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Syukri Asy’ari

sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon/kuasanya,

Presiden atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang

mewakili dan Pihak Terkait/kuasanya.

F. Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang

Pencantuman Kolom Agama Bagi Penghayat Keprcayaan

Lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016

yang diucapkan dalam sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka secara

umum pada hari Selasa, 7 November 2017 memberikan legitimasi yang

demikian kuat atas eksistensi penghayat kepercayaan. Putusan Mahkamah

Konstitusi yang bersifat final dan binding itu mendorong agar warga

negara yang menganut penghayat kepercayaan itu dapat diberikan

Page 70: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

59

kepastian dalam administrasi kependudukan, termasuk dalam Kartu

Keluarga atau Kartu Tanda Penduduk.

Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2006 tentang Administrasi Kependudukan dinyatakan bahwa penghayat

kepercayaan tidak perlu mengisi dalam kolom agama, meskipun mereka

tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan, itu telah dianulir

oleh putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Dengan dianulirnya kedua

ayat pada dua pasal tersebut, penghayat kepercayaan diberikan ruang yang

sama sebagaimana warga negara lainnya baik dalam administrasi

kependudukan maupun dalam layanan lainnya.

Tentu, hal ini segera memunculkan pertanyaan, di

Kementerian/Lembaga manakah yang “berkewajiban” memberikan

layanan bagi penghayat kepercayaan ini? Untuk membahas jawaban atas

pertanyaan tersebut, dapat dijelaskan beberapa pendekatan, di antaranya

aspek regulasi, kesejarahan, dan respon masyarakat.

Pada aspek regulasi, Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik

Indonesia pada Pasal 28E menempatkan kebebasan beragama dan

penghayat kepercayaan pada posisi yang berbeda. Kebebasan beragama

dijelaskan dalam Pasal 28E ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak

memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan

dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih

tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak

kembali”. Sementara kebebasan dalam memilih penghayat kepercayaan

dinyatakan dalam Pasal 28E ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang berhak

atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,

sesuai dengan hati nuraninya”.

Melihat posisi ini, secara regulatif memang persoalan penghayat

kepercayaan itu berbeda dengan persoalan agama, demikian juga

Page 71: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

60

sebaliknya persoalan agama itu berbeda dengan persoalan penghayat

kepercayaan, sehingga keduanya diatur dalam ayat yang berbeda. Jika

keduanya difahami secara uniform, maka tentu tidak perlu diatur dalam

aturan yang berbeda.

Meski demikian, menurut pengamatan penulis, sejauh ini belum

ada definisi tentang agama dan penghayat kepercayaan versi regulasi atau

aturan perundang-undangan yang berlaku. Sebenarnya, definisi ini sangat

diperlukan guna membedakan mana agama dan mana yang bukan agama.

Kita baru dapat menjelaskan definisi tentang agama dan penghayat

kepercayaan itu lebih didasarkan secara akademis, bukan regulatif. Untuk

agama, biasanya sering didefinisikan dengan sistem kepercayaan yang

meyakini adanya Tuhan, Nabi, dan kitab suci, serta memiliki sistem pola

peribadatannya masing-masing. Sementara penghayat kepercayaan lebih

simple dan sederhana yang tidak selengkap agama.

Ada beberapa unsur pokok dalam agama yang tidak sepenuhnya

dimiliki oleh penghayat kepercayaan, seperti Nabi atau Kitab Suci. Atas

dasar definisi ini, seringkali disimplikasikan bahwa orang yang beragama

sudah tentu orang yang berpenghayat kepercayaan, sementara orang yang

berpenghayat kepercayaan belum tentu orang yang beragama. Intinya,

penghayat kepercayaan itu berbeda dengan agama.

Dalam konteks itu, Kementerian Agama, misalnya, dipastikan tidak

memiliki kewajiban untuk melayani bagi penghayat kepercayaan. Sebab

Kementerian Agama hanya dapat memberikan layanan bagi umat

beragama. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Kementerian Agama yang

diatur dalam Pasal 2 bahwa “Kementerian Agama mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu

Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.” Jika penghayat

kepercayaan dilayani oleh Kementerian Agama maka akan terjadi campur

Page 72: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

61

aduk antara urusan agama dengan urusan di luar agama, sehingga tidak

sesuai lagi dengan khittah berdirinya instusi Kementerian Agama.

Pada aspek sejarah, ketegasan bahwa penghayat kepercayaan

bukanlah agama telah dinyatakan dalam Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV Tahun 1978

tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dalam Tap MPR RI tersebut

terutama Bab IV huruf D tentang Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan

Bidang Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial

Budaya, nomor 1 huruf f dinyatakan bahwa “Kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa tidak merupakan agama. Pembinaan terhadap kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa dilakukan agar tidak mengarah pada

pembentukan agama baru”.

Atas dasar Tap MPR RI ini, Menteri Agama ketika itu Alamsjah

Ratuperwiranegara mengeluarkan sikap bahwa Kementerian Agama tidak

melayani penghayat kepercayaan, sebagaimana tertuang dalam Instruksi

Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tentang Kebijaksanaan mengenai

Aliran Kepercayaan dan Instruksi Menteri Agama Nomor 14 Tahun 1978

tentang Tindak Lanjut Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978.

Kebijakan bahwa Kementerian Agama tidak melakukan layanan

atas penghayat kepercayaan hingga kini tidak ada perubahan. Kementerian

Agama tidak memberikan layanan kepada penghayat kepercayaan,

sebagaimana dapat dilihat baik pada aspek regulasi yang dikeluarkan

maupun unsur struktural-birokrasi di lingkungan Kementerian Agama.

Pada aspek respon masyarakat atas putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 97/PUU-XIV/2016, pendapat Majelis Ulama Indonesia tampaknya

perlu dicermati dengan baik.7Menyebut bahwa putusan Mahkamah

Konstitusi soal penghayat kepercayaan tak mempertimbangkan

7berita (Kompas.com - 15/11/2017, 16:00 WIB), Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, KH Ma'ruf Amin.

Page 73: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

62

kesepakatan di masyarakat. Menurutnya, "Mahkamah Konstitusi membuat

keputusan yang hanya semata-mata berpegang kepada prinsip perundang-

undangan, tanpa dia memperhatikan kesepakatan di dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Itu yang mengandung masalah."

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Zainut Tauhid

Sa'adi, menyampaikan sikap Majelis Ulama Indonesia.

Pertama, Majelis Ulama Indonesia sangat menyesalkan putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor Perkara 97/PPU-XIV/2016 yang dinilai

kurang cermat dan melukai perasaan umat beragama, khususnya umat

Islam Indonesia. Sebab, putusan tersebut berarti telah mensejajarkan

kedudukan agama dengan aliran kepercayaan.

Kedua, Majelis Ulama Indonesia berpandangan bahwa putusan

Mahkamah Konstitusi tersebut menimbulkan konsekuensi hukum yang

berdampak pada tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan serta merusak

terhadap kesepakatan kenegaraan yang selama ini sudah berjalan dengan

baik.

Ketiga, Majelis Ulama Indonesia berpendapat seharusnya

Mahkamah Konstitusi dalam mengambil keputusan yang memiliki

dampak strategis, sensitif dan menyangkut hajat hidup orang banyak,

terlebih dahulu membangun komunikasi serta menyerap aspirasi yang

seluas-luasnya kepada masyarakat dan pemangku kepentingan, sehingga

dapat mengambil keputusan secara obyektif, arif, bijak dan lebih aspiratif.

Keempat, Majelis Ulama Indonesia menghormati perbedaan

agama, keyakinan dan kepercayaan setiap warga negara karena hal

tersebut merupakan implementasi dari hak asasi manusia yang dilindungi

oleh negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kelima, Majelis Ulama Indonesia sepakat bahwa pelaksanaan

pelayanan hak-hak sipil warga negara di dalam hukum dan pemerintahan

Page 74: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

63

tidak boleh ada perbedaan dan diskriminasi, sepanjang hal tersebut sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk itu, Majelis Ulama Indonesia mengusulkan langkah-langkah

solusi sebagai berikut. Pertama, pemerintah dapat melakukan pencantuman

identitas penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada

Kartu Keluarga. Kedua, pemerintah dapat mencetak KTP yang hanya

mencantuMahkamah Konstitusi an kolom aliran kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan jumlah kebutuhan warga penghayat

kepercayaan. Ketiga, adapun urusan yang terkait dengan hak-hak sipil

sebagai warga negara, warga penghayat kepercayaan tetap berada di

bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana yang

selama ini telah berjalan dengan baik.

Atas dasar tiga pertimbangan di atas, yakni regulasi, kesejarahan,

dan respon masyarakat, menurut hemat penulis, pelayanan bagi penghayat

kepercayaan itu tidak menjadi tanggung jawab Kementerian Agama, tetapi

menjadi tanggung jawab Kementerian/Lembaga yang lain.Setidaknya,

dalam hal ini ada 2 (dua) usulan Kementerian/Lembaga yang dapat

memberikan layanan kepada penghayat kepercayaan. Pertama,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Direktorat Jenderal

Kebudayaan, dapat memberikan layanan kepada penghayat kepercayaan

ini. Di samping linier bahwa penghayat kepercayaan lebih dimaknai untuk

revitalisasi atas kebudayaan dan dipastikan adanya fasilitasi layanan

pendidikan, juga hal itu telah berlangsung selama ini.

Di samping itu, dengan ditanganinya oleh Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan, tidak berimplikasi pada penambahan

Kementerian/Lembaga baru yang tentu akan menambahkan beban

birokrasi yang lebih besar. Pada sisi ini, di tingkat Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, perlu diperluas makna dan layanan

kebudayaan terutama untuk memastikan layanan yang cukup bagi

penganut penghayat kepercayaan.

Page 75: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

64

Kedua, LPNK (Lembaga Pemerintah Non-Kementerian) yang

secara khusus menangani layanan hak-hak sipil bagi warga penghayat

kepercayaan. LPNK ini merupakan lembaga pemerintah baru sama sekali

yang memang diamanahi secara khusus untuk penghayat kepercayaan,

sebagai implementasi dari amar putusan Mahkamah Konstitusi. Pada sisi

ini, kehadiran LPNK ini merupakan wujud konkret perhatian pemerintah

atas penghayat kepercayaan. Akan tetapi, pada sisi yang lain, kehadiran

LPNK ini kontraproduktif dengan kebijakan penghematan struktur

birokrasi di era pemerintah saat ini.8

8 Diakses pada tanggal 12 Mei 2018 https://kumparan.com/wendy-suwendy/menempatkan-pelayanan-bagi-penghayat-kepercayaan-1515599481436

Page 76: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

BAB IV

RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA

TERHADAP KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 97/PUU-XIV/2016 TENTANG KOLOM AGAMA

BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN ALIRAN AGAMA

DI INDONESIA

A. ResponTokoh Majelis Ulama Indonesia Tentang Pencantuman Kolom

Agama Bagi Penghayat Kepercayaan di Indonesia.

Dalam bagian agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha

esa bahwa kepercayaan dan agama adalah 2 hal yang berbeda tidak dapat

disatukan dan disamakan, bahwa pembinaan agama terhadap kepercayaan

tuhan yang maha esa dilakukan oleh kementrian pendidikan dan

kebudayaan, sementara agama dibina oleh kementrian agama, jadi sudah

jelas bahwa pada awalnya, agama dan aliran kepercayaan berbeda maka

pembinaannya berbeda juga , agama dibina oleh kementrian agama dan

aliran kepercayaan dibina kementrian pendidikan kebudayaan, karna

agama adalah produk Allah atau tuhan yang maha esa, dan kemudian

aliran kepercayaan adalah produk manusia, atau bagian dari produk

kebudayaan manusia terdahulu, kesepakatan nasional ini yang tidak diikuti

oleh Mahkamah Konstitusi, terbukti dari amar putusannya menyatakan

bahwa kata agama tidak berlaku seandainya tidak dimaknai kepercayaan,

kata kata kepercayaan artinya bahwa kepercayaan itu adalah bagian dari

agama, padahal sudah jelas ada 2 hal yang berbeda, agama dan

kepercayaan tidak bisa disatukan atau disamakan, nah, inilah yang sangat

disesalkan Majelis Ulama Indonesia mengapa Mahkamah Konstitusi tidak

sensitif terhadap masalah tersebut, dulu pada masa orde baru itu sangat

sensitif sekali antara aliran kepercayaan dengan agama pada saat itu sering

65

Page 77: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

66

kali mempunyai kesan mengutuhkan kaum kepercayaan, dan dulu sering

disebut kebatinan, dan itu berasal dari budaya jawa terdahulu dan ini

terkait keberadaan dari asisten pribadi Presiden Soeharto yang bernama

Sujono Humardhani pada saat itu beliau tokoh aliran kebatinan, dan beliau

masuk kedalam GBHN tetapi alhamdulilah dalam tujuan umat islam

kepercayaan itu tidak dipastikan bukan bagian agama dan tidak dapat

disatukan dengan agama, inilah yang dilanggar oleh Mahkamah Konstitusi

hanya dengan mangacu kepada hak asasi manusia yang terdapat di UUD

1945 tidak bisa lebih luas pemikirannya ternyata dalam menangani

masalah tersebut.

Dan kita pada saat itu memang tidak terlibat dalam proses

pengujian UU tersebut terkadang Majelis Ulama Indonesia terlibat

sebagian pihak terkait untuk membela pasal pasal yang digugat oleh

beberapa kelompok atau pemohon, tetapi memang dalam UU itu Majelis

Ulama Indonesia tidak terlibat sehingga mungkin tidak ada presfektif lain

yang masuk kepada para hakim Mahkamah Konstitusi itu akibatnya para

hakim Mahkamah Konstitusi mengacu kepada pemikiran Mahkamah

Konstitusi tersendiri dan pemikiran pemohon serta para ahli ahlinya dan

kemudian cenderung mendukung argumentasi para pemohon yang ingin

ada makna baru terhadap pasal tersebut, lalu kemudian Majelis Ulama

Indonesia sudah merespon dengan cara membuat pernyataan sikap, pada

awal-awalnya Majelis Ulama Indonesia menolak kepuutusan tersebut,

tetapi dalam perkembanganya kita hidup didalam negara hukum harus taat

dan paham dengan apa saja yang sudah diatur dalam negara dalam pasal 1

ayat 3 UUD 1945 kita harus taat terhadap keputusan Mahkamah

Konstitusi, tetapi bagaimana cara melaksanakannya agar tidak muncul

pemahaman yang keliru kalo agama da kepercayaan itu dijadikan satu,

kemudian dalam rakernas Majelis Ulama Indonesia tahun 2017 dibogor

pada bulan Nopember lalu itu sudah termasuk diputuskan masalah

tersebut.

Page 78: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

67

Mahkamah Konstitusi itu menyatakan bahwa kepercayaan itu

adalah bagian dari agama dan kata agama tidak berlaku apabila tidak

termasuk kepercayaan, seandainya kata kata Amar itu bahwa kata agama

hanya berlaku apabila dimaknai sebagai agama dan kepercayaan. Itu bagus

mnurut Majelis Ulama Indonesia.

Untuk format KTP yang tepat terhadap aliran kepercayaan untuk

memperoleh pemahaman-pemahaman bersama gagasan Majelis Ulama

Inonesia disetujui, karna pada ssaat itu Majelis Ulama Indonesia

mengadakan pertemuan mengundang 3 kementerian

a. Kementriandalamnegri

b. Kementrian agama

c. Kementrianpendidikandankebudayaan

Dari tigakementrianini yang terlibatuntukmembantupembuatan format

dalam KTP untukalirankepercayaantersebut, untukkamendagridia yang

mencetak E-KTP tersebut, dankementrian agama dia yang membina

agama agama,

kemudiankemendikbuddiamembinaaliranalirankeperayaantersebut,

harapankitatentukepadakamendegriterutamauntukAdminduknyasetelahdir

umuskanolehMajelisUlama Indonesiaakhirnyakitasepakati agar

membedakanpersisbagiwarganegaraindonesia yang

beragamadansudahmempunyai E-KTP

makadiatidakperlulagiadaperubahanapaapa, kecualiinginmerubah status

pernikahandia, dan lain-lain.

Adapunbagikaumpenghayatkepercayaansebagaimanaimplementasikeputus

anMahkamahKonstitusidipersilahkanuntukkemendagrimembuat KTP

untukmerekahanyaalirankepercayaansajadengantulisan

“ Kepercayaan : KepercayaanTerhadapKetuhanan Yang MahaEsa “

Dan didalamKtpitutidakadalgi kata agama

digantimenjadiAliranKepercayaan.

Page 79: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

68

ukurdengan agama diantara lain

mencerminkansikapkesopanan, sikap, moral, etika,

hukumekonomidan lain sebagainya.1

1. Respon terhadap warga negara yang tidakberagamaatas hak

memiliki alirankepercayaan

Jadi, kalo kita liat dari sila pertama didalam Pancasila

Negara Republik Indonesia, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,

maka Indonesia adalah negara ketuhanan, dalam negara beragama

berarti penduduk dan warga negarapun harus sama sama beragama

juga dan agama apapun juga asalkan agama, dan adapun aliran

kepercayaan itu adalah bukan sebagai agama tetapi Undang

Undang Dasar kita khususnya hak asasi manusia Bagian hak masih

memposisikan mereka sebagai orang orang yang harus dilindungi

keyakinannya, walaupun kita sebagai beragama islam sedih

melihat aliran kepercayaan nantinya ketika meninggal dunia

akheratnya bagi mereka tidak ada tujuannya bisa dikatakan tidak

jelas, tetapi itulah pilihan hidup silahkan memlihi menurut baiknya

manusia itu sendiri.

2. PerkembangankebijakanPolitikHukumNegaramelindungiprak

tekalirankepercayaansertamengakuinyadalamsisteminformasi

administrasikependudukan

Jadi, pertama kita lihat pada masa orde pada saat itu

membrikan jaminan keberadaan meraka dalam GBHN (Garis

Besar Haluan Negara), dan rumusuannya sudah ada pada tahun

1973 dan 1978, mungkin pada saat tahun 1973 lebih rendah

konsepnya dibandingi 1978 lebih baik, lalu kemudia zaman

reformasi itu tenggelamnya isu sehingga tidak banyak dibicarakan

1Hasil wawancara dengan Bpk. H. Rofiqul Umam Ahmad, SH. MH., Wakil Sekretaris Jendral Bidang Hukum dan Perundang-unadngan Majelis Ulama Indonesia (Hari Jum’at 18 Mei 2018).

Page 80: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

69

orang, dan muncul kembali setelah adanya keputusan Mahkamah

Konstitusi yang saat ini, dan kemudian Majelis Ulama Indonesia

beranggap salah satunya untuk peningkatan eksistensi keberadaan

dari kaum penghayat kepercayaan dan sesuai dengan HAM

silahkan saja melakukan keputusan itu tapi smua keputusan itu

harus didasari logika dan pikiran yang adil sehingga tidak

menimbulkan pemahaman yang rumit.2

3. Implikasihukumdanaspekadministrasinya di E-KTP

Implikasihukumnyamerakamempunyaikedudukanhukum

yang samadenganwarganegara yang lain, dalamhalkolom agama

ini, tentudiamendapatkanpelayananpublik yang

baikdanbeberapaberbagaifasilitasdarinegara, sebagaimana yang

diterimaolehwarganegarapemeluk agama, nah, dalamsistem data

base,

kependudukanberartiselamainiUndangUndangadministrsikependud

ukantahun 2006 itusudahmncantumMahkamahKonstitusian

identitaskepercayaan.

4. Respon terhadap pencatumankolom agama

bagipenganutaliran keprcayaan

Perlu saya jelaskan bahwa kolom agama bagi kaum

penghayat itu tidak ada yang ada kolom kepercayaan bagi kaum

penghayat kepecayaan didalam E-KTP kelak bagi mereka tidak ada

kolom agama, bagi Majelis Ulama Indonesia dipersilahkan kepada

pemerintah khsusnya kemendagri (kementrian dalam negri), untuk

membuatkan E-KTP dengan indentitas (Kolom Kepercayaan),

untuk penghayat aliran kepercayaan, sebagaimana salah satu wujud

2Hasil wawancara dengan Bpk. H. Rofiqul Umam Ahmad, SH. MH., Wakil Sekretaris Jendral Bidang Hukum dan Perundang-unadngan Majelis Ulama Indonesia (Hari Jum’at 18 Mei 2018).

Page 81: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

70

pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi itu sebagai solusi

Majelis Ulama Indonesia dan pemerintah lainya, agar memberikan

nilai positif dan tidak menimbulkan kesalah pahaman terhadap

pemerintah lainya khushunya untuk warga negara yang beragama.

5. Penganut kepercayaan itu sama keduduakanya dengan

pemeluk agama yang diakui di Indonesia, sehingga harus ada

pencantuman kolom agama bagi penghayat kepercaayaan

tertentu

Apabila kedudukan hukumnya sama, tapikan harus sama

warga negara indonesai setidaknya bahwa mereka pemeluk

kepercayaan bukan agama, dan harus di ingat pemeluk agama dan

kepercayaan ada 2 hal yang berbeda, tidak bisa disamakan dan

tidak bisa disatukan, sehingga harus memilih agama atau

kepercayaan tidak bisa 1 orang memilih sekaligus 2 agama dan

kepercayaan itu sendiri. 3

B. Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016

Pada hakikatnya, tindak lanjut terhadap putusan Mahkamah Konstitusi

merupakan upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah agar masyarakat

lebih mudah memahami perubahan norma yang terjadi pasca-putusan

Mahkamah Konstitusi . Hal

initerutamadilakukanuntukmenindaklanjutiputusanMahkamahKonstitusiyang

diputussecarakonstitusionalbersyaratatauinkonstitusionalbersyarat.

Sementarauntuknormaundang- undang yang

diujidandiputuskandicabutataudinyatakantidakberlaku,

tindaklanjutpemerintahterhadapputusanMahkamahKonstitusiberfungsiuntukm

enghindarikekosonganhukum yang terjadipasca-

3Hasil wawancara dengan Bpk. H. Rofiqul Umam Ahmad, SH. MH., Wakil Sekretaris Jendral Bidang Hukum dan Perundang-unadngan Majelis Ulama Indonesia (Hari Jum’at 18 Mei 2018).

Page 82: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

71

putusansertauntukmembenahinormahukum agar sesuaidenganapa yang

ditafsirkanolehMahkamahKonstitusi.

Selain itu, setelah suatu putusan Mahkamah Konstitusi diterbitkan,

pemerintah sebagai salah satu pemangku kepentingan yang memiliki

kewenangan melaksanakan undang-undang juga harus menyesuaikan

aturan-aturan hukum ataupun kebijakan lainnya dalam pengaplikasian norma

undang-undang tersebut agar sejalan dengan kaidah norma yang sudah

diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.4

TerkaitPutusanMahkamahKonstitusiNo. 97/PUU- XIV/2016 ini,

terdapatbeberapaupaya yang

dapatdilakukanolehpemerintahsebagaitindaklanjutputusanMahkamahKonstitu

sitersebut, yaitu:

Pertama,darisegiteknispengaplikasiannorma,

pemerintahharusmelakukanpenyesuaianterhadappendataanpenganutalirankep

ercayaan, mengingatsebelumnyahanyaperlumendata agama-agama yang

diakuiolehnegara. Pasca-

putusanMahkamahKonstitusitentuharusdilakukanpendataanterhadapaliran-

alirankepercayaanterhadapTuhan Yang MahaEsa.Pendataan secara

komprehensif perlu dilakukan untuk menghindari ketidakjelasan suatu aliran

penganut kepercayaan tertentu yang mungkin dapat menimbulkan gejolak

di masyarakat karena dianggap tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI

Tahun 1945.

Kedua,masihterkaitteknispengaplikasiannorma, langkah yang

perludilakukanolehpemerintahsetelahmelakukanpendataanulangyaknimemasu

kkan data tersebutkedalam data base SIAK.

Selanjutnyapemerintahmelakukansosialisasimengenaihalitu, minimal

kepadaseluruhinstansidanpetugas yang berkepentingandalampengurusan KK

4Tindak Lanjut Putusan MK Terkait penganut Kepercayaan.”Majalah Info Hukum. Vol.IX, No.23/I/Puslit/Desember 2017. , diakses 20 Mei 2018.

Page 83: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

72

dan KTP elektronik. Hal iniperludilakukan agar petugas yang bekerja di

lapanganmemahamisecarateknisperubahandanperkembangan yang

terjaditerkaitpengisian data KK dan KTP

elektronikbagiwargapenganutkepercayaanberdasarkanKetuhanan Yang

MahaEsa.

Selain itu, sosialisasi juga berguna untuk memberikan informasi

kepada para penganut kepercayaan yang selama ini data mengenai

agamanya masih kosong, atau bagi warga penganut kepercayaan yang ingin

mengubah data kolom agamanya yang selama ini diisi dengan data agama

yang tidak sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya. Sebagai gambaran

jumlah penganut kepercayaan di Indonesia, berdasarkan data dari Majelis

Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI), saat

ini terdapat 12 juta orang penganut kepercayaan di Indonesia.

Ketiga,melakukanperubahan UUAdminduk. Mengenailangkahini,

pemerintahmelaluiMenteriDalamNegeriTjahjoKumolotelahmenyampaikanba

hwapihaknyaberencanamengajukanusulanperubahankedua UU Adminduk.

LangkahinidianggapperludilakukanuntukmengakomodasiputusanMahkamah

Konstitusitersebut. Rencanapemerintahmengubah UU

AdminduksesuaidengannormadalamUndang-UndangNomor 12Tahun 2011

tentangPembentukanPeraturanPerundang-undangan. DalamPasal 10

ayat(1) huruf d diaturbahwasalahsatumaterimuatan

yangdiaturdenganUndang-

UndangyaknitindaklanjutatasputusanMahkamahKonstitusiyang

dapatdilakukanoleh DPR atauPresiden. DalamPasal 23 ayat (1) hurufb

jugaditentukanbahwajikadipandangurgen, usulanperubahan UU

dapatdimuatdalamdaftarkumulatifterbukaProlegnas.

Usulanperubahan UU sebenarnyamemangmerupakanpilihanhukum

yang paling ideal

untukmenindaklanjutisuatuputusanMahkamahKonstitusi.Namununtukkasusin

Page 84: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

73

i,

yaknisoalsubstansiputusanmengenaiakomodasiterhadappenganutkepercayaan

padakolom agama di KK dan KTP elektronik,

menurutpenulistidakterlaluurgenuntukdilakukankarenasecarasubstansitidakter

lalubanyak yang perludirevisidalam UU Adminduk, khususnyaterkaitkolom

agama/ kepercayaandalam KK dan KTP elektronik.

Tanpamelakukanperubahan UU Adminduk,

pemerintahjugadapatmenindaklanjutiputusanMahkamahKonstitusiinidenganc

aramelakukanpenyesuaianterhadapaturan-

aturanterkaitadministrasikependudukan yang

adadalamberbagaiperaturanpelaksanaan yang

adaselamainidenganmemperhatikankaidahhasilpenafsiranMahkamahKonstitu

siterhadappasala quo.

Page 85: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis penulis, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Keputusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa aliran kepercayaan

untuk pengisian kolom agama tetap dilayani publik dan dicatat didalam

database, Pada Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dinyatakan bahwa

penghayat kepercayaan tidak perlu mengisi dalam kolom agama. Karna

mereka untuk penghayat aliran kepercayaan layak mendapatkan haknya

atas apa saja yang menjadi permasalahan baginya terutama indentitas

kepercayaan dalam kolom agama tersebut.

2. Adapun Respon Tokoh Majelis Ulama Indonesia menanggapi

permasalahan ini dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi tentang

Kolom agama bagi kaum Penghayat Kepercayaan bahwa boleh

mengajukan permohonan untuk di akui indentitas sebagai penghayat

kepercayaan, tetapi Agama dan kepercayaan tidak bisa disatukan dan

disamakan, karna kepercayaan itu bukan dari sebagian agama melainkan

kepercayaan yang dibuat oleh manusia itu sendiri dan agama sudah pasti

rangkaian dan ciptaan yang maha kuasa, maka dari itu Majelis Ulama

74

Page 86: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

75

Indonesia tidak melarang apa yang sudah diputuskan oleh Mahkamah

Konstitusi dengan persyaratan bahwa di dalam E-KTP kolom agama tidak

bisa disejajarkan dengan aliran kepercayaan harus ada perbedaan diantara

keduanya, dan ini sudah menjadi kesepakatan bersama dengan kementrian

lain khususnya Kementerian dalam Negri agar tidak terjadi kesalah

pahaman untuk warga atau penduduk Indonesia yang mana sudah

mempunyai agama masing masing.

B. SARAN

Berdasarkan dari kesimpulan tersebut, maka penulis memberikan saran

sebagai berikut:

1. Bagi kepemerintahan di Indonesia dalam memutuskan segala sesuatu

haruslah berdasarkan hukum yang sudah menjadi ketetapan dan kenyaman

bagi rakyat penduduk warga negara Indonesia, bukan hanya semata mata

memutuskan segala sesuatu berdasarkan kepentingan tersendiri tetapi

dampak yang terjadi bagi masyrakat penduduk warga negara Indonesia

yang harus diperhatikan maka untuk tidak terjadinya keselahan pahaman

dalam memutuskan segala sesuatu haruslah disepakati oleh pemerintah

atau organisai lainya agar terciptanya kesejahteraan dan kenyamanan

bersama khususnya bagi seluruh warga negara indonesia.

2. Bagi penghayat kepercayaan dipergunakan dengan sebaik mungkin apa

yang sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan terutama indentitas

kependudukan, dan jangan sampai disalah gunakan apa saja yang sudah

Page 87: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

75

diberi haknya dengan kepercayaanya yang saat ini sudah menjadi

indentitas untuk kalangan aliran kepercayaan.

Page 88: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku Ahmad Subandi, Psikologi Sosial¸(Jakarta: Bulan Bintang, 1982) Cet II. Djalaludin Rakhmat.Psikologi Komunikasi,Bandung, Remaja Rosda Karya, 1999. Dwiyanto, Agus, Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif,

yogyakarta gadja mada (2010).

Fulthoni, Renata Arianigtyas, Siti Aminah, Uli Parulian Sihombing, Data Katalog dalam terbitan (KDT) Buku saku untuk Kebebasan Beragama Memahami Kebijakan Aministrasi Kependududkan, (Jakarta, ILRC,Oktober 2009)

Jurnal Administrasi Public, diakses pada tanggal 13 april 2018 dari (JAV), Vol, 1, No, 5.

Jimly Asshiddiqie, dalam Konstitusi & Konstitusionalisme Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MK, 2006.

“Kompilasi Instrumen Hak Asasi Manusia” (Goran Melander.ed., alih bahasa: Madayuti Petiwi (dkk), edisi revisi, Raoul Wallenberg Institute, (Brill Academic Publishers 2004).

Presiden Republik Indonesia, Peraturan pemerintah (PP), Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Ketentuan Umum, Bab 1.

Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2009, Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional, Bab 1.

Presiden Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 35 Tahun 2010, Tentang Perubahan Atas Peraturan Preiden Nomor 26 Tahun 2009, Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional, Bab 1.

Poerdawarminta, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: UT: 1999) Cet III. Wahan, slichin abdul, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, malang, (2008). Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik :Teori dan Proses. Yogyakarta :MedPress

(Anggota IKAPI).

Page 89: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

B. Sumber Lain Ditjen Dukcapil Kemendagri, Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan

Sipil, Kementrian Dalam Negri Republik Indonesia.artikel diakses pada tanggal 13 april 2018 dariwww.dukcapil.kemendagri.go.id.

Kepaniteraan dan Sekretariat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, diakses pada hari senin bulan april tanggal 16 tahun 2018, www.mahkamahkonstitusi.go.id

Kepaniteraan dan Sekretariat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di akses

pada hari selasa tanggal 17 bulan april tahun 2018.

KataData News and research, Tentang Jalan Panjang Pengakuan Bagi penganut aliran Kepercayaan, Jurnal ini di akses pada hari selasa tanggal 17 bulan April 2018 www.Katadata.co.id.

Lulu Anjarsari dalam artikel Mahkamah Konstitusi, mengenai Indonesia, di akses

pada hari minggu tanggal 15 bulan april tahun 2018.

Peraturan Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 2008, Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, Bab !, Ketentuan Umum, Pasal (1), (2), (3), artikel diakses pada tanggal 13 april 2018 dariwww.bpkp.go.id

UU No. 23 Tahun 2006, Tentang Admnistrasi Kependudukan,diakses pada tanggal

13 april 2018 dari www.hukumnoline.com.

Undang-Undang Republik Indonesia, No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Ketentuan Umum, Bab 1, Pasal (1),artikel diakses pada tanggal 13 april 2018 dariwww.Hukumonline.com.

(Nasional Kompas Jakarta), jurnal ini diakses pada hari minggu tanggal 15 bulan apriltahun 2018, www.kompas.com. Tindak Lanjut Putusan MK Terkait penganut Kepercayaan.”Majalah Info Hukum.

Vol.IX, No.23/I/Puslit/Desember 2017. , diakses 20 Mei 2018.

Saldi Isra www.mahkamahkonstitusi.go.id dalam artikel Mahkamah Konstitusi mengenai Indonesia, di akses pada hari minggu tanggal 15 bulan april tahun 2018.

C. Peraturan Perundang-Undangan

PP No. 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006 Tentang

Administrasi Kependudukan. Pepres No. 25 Tahun 2008 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Penduduk

dan Pencatatan Sipil.

Page 90: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

Pepres No. 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan KTP berbasis NIK Secara Nasional. Perpres No. 35 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Perpres No. 26 Tahun 2009.

UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. D. Narasumber

Bpk. H. Rofiqul Umam Ahmad, SH. MH., Wakil Sekretaris Jendral Bidang Hukum dan Perundang-unadngan Majelis Ulama Indonesia (Hari Jum’at 18 Mei 2018).

Page 91: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

Lampiran 1

HASIL WAWANCARA MUI MAJELIS ULAMA INDONESIA

TENTANG KOLOM AGAMA BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN

Nama :Bpk. H. Rofiqul Umam Ahmad, SH. MH

Umur : 35

Alamat :Jl. Proklamasi No.51 Menteng Jakarta PusatTelp.: (021) 3190 2666

Jabatan :Wakil Sekretaris Jendral Bidang Hukum dan

Perundang-unadngan Majelis Ulama Indonesia

Dalam bagian agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa bahwa kepercayaan dan agama adalah 2 hal yang berbeda tidak dapat disatukan dan disamakan, bahwa pembinaan agama terhadap kepercayaan tuhan yang maha esa dilakukan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan, sementara agama dibina oleh kementrian agama, jadi sudah jelas bahwa pada awalnya, agama dan aliran kepercayaan berbeda maka pembinaannya berbeda juga , agama dibina oleh kementrian agama dan aliran kepercayaan dibina kementrian pendidikan kebudayaan, karna agama adalah produk Allah atau tuhan yang maha esa , dan kemudian aliran kepercayaan adalah produk manusia, atau bagian dari produk kebudayaan manusia terdahulu , kesepakatan nasional ini yang tidak diikuti oleh MK, terbukti dari amar putusannya menyatakan bahwa kata agama tidak berlaku seandainya tidak dimaknai kepercayaan, kata kata kepercayaan artinya bahwa kepercayaan itu adalah bagian dari agama, padahal sudah jelas ada 2 hal yang berbeda, agama dan kepercayaan tidak bisa disatukan atau disamakan, nah, inilah yang sangat disesalkan MUI mengapa MK tidak sensitif terhadap masalah tersebut, dulu pada masa orde baru itu sangat sensitif sekali antara aliran kepercayaan dengan agama pada saat itu sering kali mempunyai kesan mengutuhkan kaum kepercayaan, dan dulu sering disebut kebatinan, dan itu berasal dari budaya jawa terdahulu dan ini terkait keberadaan dari asisten pribadi presiden soeharto yang bernama sujono humardhani pada saat itu beliau tokoh aliran kebatinan, dan beliau masuk kedalam GBHN tetapi alhamdulilah dalam tujuan umat islam kepercayaan itu tidak dipastikan bukan bagian agama dan tidak dapat disatukan dengan agama, inilah yang dilanggar oleh MK hanya dengan mangacu kepada hak asasi manusia yang terdapat di UUD 1945 tidak bisa lebih luas pemikirannya ternyata dalam menangani masalah tersebut,

Page 92: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

Dan kita pada saat itu memang tidak terlibat dalam proses pengujian UU tersebut terkadang MUI terlibat sebagian pihak terkait untuk membela pasal pasal yang digugat oleh beberapa kelompok atau pemohon, tetapi memang dalam UU itu MUI tidak terlibat sehingga mungkin tidak ada presfektif lain yang masuk kepada para hakim MK itu akibatnya para hakim MK mengacu kepada pemikiran MK tersendiri dan pemikiran pemohon serta para ahli ahlinya dan kemudian cenderung mendukung argumentasi para pemohon yang ingin ada makna baru terhadap pasal tersebut, lalu kemudian MUI sudah merespon dengan cara membuat pernyataan sikap, pada awal-awalnya MUI menolak kepuutusan tersebut, tetapi dalam perkembanganya kita hidup didalam negara hukum harus taat dan paham dengan apa saja yang sudah diatur dalam negara dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 kita harus taat terhadap keputusan MK, tetapi bagaimana cara melaksanakannya agar tidak muncul pemahaman yang keliru kalo agama da kepercayaan itu dijadikan satu, kemudian dalam rakernas MUI tahun 2017 dibogor pada bulan NOVEMBER lalu itu sudah termasuk diputuskan masalah tersebut.

- Dalam analisis MUI terhadap Amar putusan MK

MK itu menyatakan bahwa kepercayaan itu adalah bagian dari agama dan kata agama tidak berlaku apabila tidak termasuk kepercayaan, seandainya kata kata Amar itu bahwa kata agama hanya berlaku apabila dimaknai sebagai agama dan kepercayaan. Itu bagus mnurut MUI

- Untuk format KTP yang tepat terhadap aliran kepercayaan untuk memperoleh pemahaman-pemahaman bersama gagasan MUI disetujui, karna pada ssaat itu MUI mengadakan pertemuan mengundang 3 kementerian

- Kementrian dalam negri - Kementrian agama - Kementrian pendidikan dan kebudayaan

Nah 3 kementrian ini yang terlibat untuk membantu pembuatan format dalam KTP untuk aliran kepercayaan tersebut, untuk kamendagri dia yang mencetak E-KTP tersebut, dan kementrian agama dia yang membina agama agama , kemudian kemendikbud dia membina aliran aliran keperayaan tersebut , harapan kita tentu kepada kamendegri terutama untuk Adminduknya setelah dirumuskan oleh MUI akhirnya kita sepakati agar membedakan persis bagi warga negara indonesia yang beragama dan sudah mempunyai E-KTP maka dia tidak perlu lagi ada perubahan apa apa, kecuali ingin merubah status pernikahan dia, dan lain-lain. Adapun bagi kaum penghayat kepercayaan sebagaimana implementasi keputusan MK dipersilahkan untuk kemendagri membuat KTP untuk mereka hanya aliran kepercayaan saja dengan tulisan

Page 93: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

“ KEPERCAYAAN : KEPERCAYAAN TERHADAP KETUHANAN YANG MAHA ESA “

Dan didalam Ktp itu tidak ada lgi kata agama diganti menjadi ALIRAN KEPERCAYAAN.

Inilah kira kira usulan MUI dan kamendagri dan pihak lainya.

1. Apabila kolom agama dihilangkan pada KTP , apa reaksi MUI tentang dampaknya ?

MUI pasti menolak kalo ada rencana , gagasan , wacana, penghilangan kolom agama diKTP atau KK karna agama menjadi salah satu identitas bagi setiap warga indonesia, nah, bebrbda dengan negara barat atau negara lain, yang mana tidak menjadikan agama sebagai identitas , kalo diindonesia bagi umat islam identitas agama itu sangat penting. Prinsipil terutama dalam hal untuk pernikahan, pembagian waris, kematian, kalo tanpa adanya kolom agama maka orang tua pasti akan ragu ragu menikahkan anak gadisnya dengan seorang laki laki ga jelas status agamaya, apa lagi namanya tidak mencerminkan agama, atau dia mengakui bahwa dia agama islam tetapi tidak ada bukti bahwa islam itu secara administratif atau formalistik dibuktikan dengan salah satunya didalam identitas agama itu sendiri, karna ijazah tidak ada , akta kelahiran tidak ada , paspor juga tidak ada, jalan satu satunya adalah KTP yang harus diketahui, perlu diketahui pada zaman dulu itu KTP kita tidak ada kolom agama sejak zaman belanda atau indonesia belum merdeka kira kira pada tahun 1997 barulah kesadaran para para tokoh agama berpendapat dan mengajukan kepada setiap penduduk warga negara indonesia bahwa pentingnya identitas agama terutama perkawinan, akta kelahiran dan lain sebagainya.

2. Apakah menurut bapak dihapuskan saja sekalian dari E-KTP, jadi bukan sekedar dikosongkan kalo sperti itu ?

Menurut saya, Tidak bisa , tetap dalam KTP elektronik bagi kolom agama harus tetap ada kolom agamanya, untuk seterunya dalam sejarah republik indonesia.

3. Sejauh mana hak beragama dijamin dan dilindungi dalam hukum dindonesia ?

Sejak indonesia merdeka tahun 1945, pasal 29 Undang Undang Dasar itu setiap warga indonesia atau penduduk indonesia itu bukan berarti warga negara indonesia dan hal itu dijamin haknya ayat 1 dan 2, dan kemudian dielaborasikan dalam bab hak asasi manusia hasil perubahan Undang Undang Dasar diawal era reformasi, dan kita menjungjung tinggi agama dan menjamin semua warga negara agar bisa menjalankan ajaran agama islam khususnya dan

Page 94: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

umumnya agama lain, bahkan sebagian besar dibantu negara baik isalam maupun kristen.

4. Apa pertimbangan pemerintah memasukan isian kolom agama pada sistem informasi administrasi kependudukan ?

Pertimbangannya adalah bahwa mereka menyadari indentitas agama salah satunya sangatlah penting prinsipil bagi warga indonesia yang beragama , dan ini merupakan turunan elaborasi dari paham bahwa indonesia berdasarkan pada pancasila dimana terdapat pada sila pertama adalah ketuhanan yang maha esa, dan ini kemudian diperkuat lagi dengan pasal 29 ayat 1 negara berdasarkan atas nama ketuhanan yang maha esa, artinya sila pertama itu menjiwai dari sila 4 lainya dan agama menempati posisi yang sangat penting dalam akal pikiran , prilaku untuk warga indonesia, sehingga segala sesuatu kita diukur dengan agama diantara lain mencerminkan sikap kesopanan, sikap, moral , etika, hukum ekonomi dan lain sebagainya.

5. Apakah dinegara pancasila boleh ada orang yang tidak beragama? Dan apakah kepercayaan itu adalah agama ?

Jadi, kalo kita liat dari sila pertama didalam pancasila negara republik indonesia, Yaitu ketuhanan yang maha esa, maka indonesia adalah negara ketuhanan, dalam negara beragama berarti penduduk dan warga negarapun harus sama sama beragama juga dan agama apapun juga asalkan agama , nah, adapun aliran kepercayaan itu adalah bukan sebagai agama tetapi Undang Undang Dasar kita khususnya hak asasi manusia Bagian hak masih memposisikan mereka sebagai orang orang yang harus dilindungi keyakinannya, walaupun kita sebagai beragama islam sedih melihat aliran kepercayaan nantinya ketika meninggal dunia akheratnya bagi mereka tidak ada tujuannya bisa dikatakan tidak jelas, tetapi itulah pilihan hidup silahkan memlihi menurut baiknya manusia itu sendiri.

6. Sejauh mana perkembangan kebijakan politik hukum negara melindungi praktek aliran kepercayaan serta mengakuinya dalam sistem informasi administrasi kependudukan ?

Jadi, pertama kita lihat pada masa orde pada saat itu membrikan jaminan keberadaan meraka dalam GBHN ( Garis Besar Haluan Negara ), dan rumusuannya sudah ada pada tahun 1973 dan 1978, mungkin pada saat tahun 1973 lebih rendah konsepnya dibandingi 1978 lebih baik , lalu kemudia zaman reformasi itu tenggelamnya isu sehingga tidak banyak dibicarakan orang, dan muncul kembali setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang saat ini, dan kemudian MUI beranggap salah satunya untuk peningkatan eksistensi keberadaan dari kaum penghayat kepercayaan dan sesuai dengan HAM silahkan saja melakukan keputusan itu tapi smua keputusan itu harus didasari

Page 95: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …

logika dan pikiran yang adil sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang rumit.

7. Bagaimana implikasi hukum dan aspek administrasinya di E-KTP ?

Implikasi hukumnya meraka mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan warga negara yang lain, dalam hal kolom agama ini, tentu dia mendapatkan pelayanan publik yang baik dan beberapa berbagai fasilitas dari negara, sebagaimana yang diterima oleh warga negara pemeluk agama, nah, dalam sistem data base, kependudukan berarti selama ini Undang Undang administrsi kependudukan tahun 2006 itu sudah mncantummkan identitas kepercayaan.

8. Apabila pencatuman kolom agama bagi penganut keprcayaan sudah terealisai apa respon MUI tentang keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut?

Perlu saya jelaskan bahwa kolom agama bagi kaum penghayat itu tidak ada yang ada kolom kepercayaan bagi kaum penghayat kepecayaan didalam E-KTP kelak bagi mereka tidak ada kolom agama, bagi MUI dipersilahkan kepada pemerintah khsusnya kemendagri (kementrian dalam negri), untuk membuatkan E-KTP dengan indentitas ( KOLOM KEPERCAYAAN ), untuk penghayat aliran kepercayaan, sebagaimana salah satu wujud pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi itu sebagai solusi MUI dan pemerintah lainya, agar memberikan nilai positif dan tidak menimbulkan kesalah pahaman terhadap pemerintah lainya khushunya untuk warga negara yang beragama.

9. Apakah penganut kepercayaan itu sama keduduakanya dengan pemeluk agama yang diakui di indonesia , sehingga harus ada pencantuman kolom agama Bagi penghayat kepercaayaan tertentu ?

Kalo kedudukan hukumnya sama , tapikan harus sama warga negara indonesai setidaknya bahwa mereka pemeluk kepercayaan bukan agama, dan harus di ingat pemeluk agama dan kepercayaan ada 2 hal yang berbeda, tidak bisa disamakan dan tidak bisa disatukan, sehingga harus memilih agama atau kepercayaan tidak bisa 1 orang memilih sekaligus 2 agama dan kepercayaan itu sendiri.

Page 96: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …
Page 97: RESPON TOKOH MAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP …