resitasi 1_pertumbuhan ekonomi_kel 2
DESCRIPTION
analisis pertumbuhan ekonomiTRANSCRIPT
MATA KULIAH PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
“Analisis Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Pertumbuhan Sektor dan
Subsektor Pertanian Nasional’’
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
AGRIBISNIS B 2012
Ardelia Defani 150610120040
Novrian Rachmat 150610120046
Nur Annisa Rizkita K 150610120053
Gianti Mega Lestari 150610120063
Tika Rahmadhani 150610120078
Anwar Mujaddid 150610120077
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan penulisan makalah
berjudul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Pertumbuhan Sektor dan
Subsektor Pertanian Nasional ”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulisharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk semua pihak dan
mendapat ridhoAllah SWT bagi pengembangan pertanian di masa sekarang dan masa yang
akan datang.
Jatinangor, Maret 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iii
I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 3
1.3 Tujuan Makalah.................................................................................. 3
II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4
2.1 Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi.......................................... 4
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi............................................................. 4
2.1.2 Pembangunan Ekonomi............................................................ 5
2.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan
Pembangunan Ekonomi...........................................................
7
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ............................................................. 18
2.3 Ciri – Ciri Proses Pertumbuhan Ekonomi........................................... 17
2.4 Indikator Pembangunan Ekonomi..........................………………..... 17
III PEMBAHASAN
3.1 Analisis Pertumbuhan Ekonomi Nasional...................................... 16
3.2 Analisis Pertumbuhan Sektor dan Subsektor Pertanian
Nasional............................................................................................
24
3.3 Analisis Kontribusi Sektor dan Subsektor Pertanian Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Nasional
28
IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 36
3.2 Saran.................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 37
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah pertumbuhan ekonomi sering digunakan untuk menyatakan perkembangan
ekonomi, kesejahteraan ekonomi, kemajuan ekonomim dan perubahan fundamental ekonomi
jangka panjang suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi atau economic growth adalah
pertambahan pendapatan nasional agregatif atau pertambahan output dalam periode tertentu,
misal satu tahun. Atau dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan
kapasitas produksi barang dan jasa secara fisik dalam kurun waktu tertentu.
Dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya, pertumbuhan ekonomi menunjukkan
peningkatan secara fisik terhadap produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu Negara.
Peningkatan ini dapat dilihat dari bertambahnya produksi barang industry, berkembangnya
infrastruktur, bertambahnya jumlah sekolah, bertambahnya produksi barang modal dan
bertambahnya sektor jasa.
Setiap Negara akan selalu berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal
untuk membawa bangsanya kepada kehidupan yang lebih baik. Setiap pemerintahan akan
mengukur keberhasilan perekonomian Negaranya dengan berbagai metode atau indicator
yang paling representative terhadap perubahan perekonominya. Hal ini tentunya untuk
mengetahui unjuk kerja elemen pemerintahan dan semua pihak yang berkepentingan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara umum
yaitu:
Faktor produksi, yaitu harus mampu memanfaatkan tenaga kerja yang ada dan
penggunaan bahan baku industri dalam negeri semaksimal mungkin.
Faktor investasi, yaitu dengan membuat kebijakan investasi yang tidak rumit dan
berpihak pada pasar.
Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran, harus surplus sehingga
mampu meningkatkan cadangan devisa dan menstabilkan nilai rupiah.
Faktor kebijakan moneter dan inflasi, yaitu kebijakan terhadap nilai tukar rupiah dan
tingkat suku bunga ini juga harus di antisipatif dan diterima pasar.
4
Faktor keuangan negara, yaitu berupa kebijakan fiskal yang konstruktif dan mampu
membiayai pengeluaran pemerintah.
Sektor pertanian cukup strategis sebagai pemacu pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB). Dalam sepuluh tahun terakhir peranan sektor ini terhadap PDB
menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, yaitu rata-rata 4% per tahun. Sejalan dengan
itu, maka dirasakan perlunya secara konsisten melakukan pergeseran paradigma
pembangunan ekonomi dan sektor pertanian yaitu dari orientasi produksi ke pendapatan,
dari sentralistik ke desentralisasi, dari swasembada pangan ke ketahanan pangan, dari
pendekatan komoditi ke pendekatan agribisnis, dari dominasi pemerintah ke swasta, dari
pertanian konvensional ke pertanian modern berkelanjutan.
Agroindustri sebagai subsistem pertanian mempunyai potensi sebagai pendorong
pertumbuhan kawasan ekonomi, karena memiliki peluang pasar yang lebih luas dan nilai
tambah (value added) yang besar. Disamping itu pengembangan agroindustri dapat
menjadi "pintu masuk" (entry point) proses transformasistruktur ekonomi dari pertanian
ke industri. Kegiatan pertanian menghasilkan produk-produk yang sangat strategis bagi
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, pakaian dan perumahan. Pemenuhan
kebutuhan seperti pangan apabila mengandalkan dari negara lain atau impor tentu akan
sangat riskan, karena dapat menimbulkan masalah yang rumit dan biaya mahal
dikemudian hari (Habibie,Nono dan Wardani,1995).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia?
2. Apa saja teori yang menjelaskan pertumbuhan ekonomi?
3. Bagaimana ciri-ciri pertumbuhan ekonomi?
4. Sebutkan indikator yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1) Untuk memenuhi tugas mata kuliah pembangunan pertanian berkelanjutan
2) Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia
3) Dapat menjelaskan teori pertumbuhan ekonomi
4) Untuk mengetahui ciri-ciri pertumbuhan ekonomi
5
5) Dapat menjelaskan indikator yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan kemampuan
dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan
ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang
pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan
sejauh mana aktivitas perekomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada
suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses
penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada
gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki
oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan
masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.
Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan
yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data
Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value)
dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu
perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi,
kedua istilah ini mempunyai arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya memang menerangkan
mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Tetapi biasanya, istilah ini digunakan dalam
konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang
menggambarkan tingkat perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi
pertambahan pendapatan nasional riil. Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan
dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan perkataan lain, dalam
mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah
perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi,
misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006:423)
7
2.1.2 Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi merupakan dua sisi kehidupan ekonomi yang
erat hubungannya dan saling mempengaruhi. Pembangunan ekonomi mendorong
pertumbuhan ekonomi, sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar proses
pembangunan ekonomi. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi. Menurut Paul Strecten konsep pertumbuhan fisik harus disertai
dengan perubahan cara berpikir sehingga ia menyimpulkan perlunya pembangunan ekonomi
yang meliputi hal berikut :
- Pertumbuhan yang merupakan realitas fisik yang berwujud dalam bentuk produksi
dan pendapatan
- Perubahan dalam cara berpikir yang tampak dalam perubahan kelembagaan social,
administrasi,sikap dan budaya.
Menurut Simon Kuznects, berdasarkan pengamatannya di Negara-negara maju, ia
menyimpulkan bahwa setiap proses pembangunan ekonomi akan terdapat tiga tanda, yaitu :
- Produksi, baik jumlah maupun jenisnya terus menerus bertambah.
- Teknologi yang terus menerus berkembang
- Agar perkembangan ekonomi itu menjadi unsure yang tidak lepas dari pertumbuhan
teknologi,dibutuhkan penyesuaian kelembagaan ideology dan sikap hidup.
Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo menyatakan pembangunan ekonomi ialah usaha
memperbesar pendapatan per kapita dan menaikan produktivitas perkapita dengan jalan
menambah peralatan modal danmenambah keahlian. Pembangunan mengandung arti
perubahan structural sebab bermaksud untuk memperluas dasar ekonomi dan memperluas
lapangan kehidupan serta mengandung kehendak merubah cara hidup, cara berpikir, cara
menghadapi persoalan untuk menempuh jalan-jalan baru yang dapat membawa kemajuan
atau mengandung kesadaran untuk mengubah keadaan, baik dalam menaikan tingkat
kehidupan, maupun dalam arti menempuh cara kehidupan yang baru. Dalam definisi tersebut
disebutkan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan dalampendapatan
total dan pendapatan per kapita dengan menghitung adanya pertambahan penduduk disertai
adanya perubahan fundamental (perumbahan mendasar) dalam struktur ekonomi Negara yang
bersangkutan.
8
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pertumbuhan ekonomi ukuran
keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif , yaitu adanya kenaikkan dalam standar kehidupan
dan kesejahteraan umum masyarakat,sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat
kualitatif , bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan
dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sector perekonomian seperti dalam
lembaga, pengetahuan dan teknik. Dari pngertian tersebut terkandung empat unsur penting
pembangunan ekonomi.
a) Pembangunan ekonomi mengandung suatu proses perubahan yang terus menerus
b) Pembangunan ekonomi mengakibatkan perubahan social
c) Pembangunan ekonomi berupaya meningkatkan GNP per kapita
d) Pembangunan ekonomi berlangsung dalam jangka waktu yang panjang
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa perbedaan pembangunan dengan
pertumbuhan ekonomi sebagai berikut :
Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan Ekonomi
1. Kenaikan jumlah hasil produksi barang
dan jasa
1. Kenaikan kualitas hasil produksi
barang dan jasa
2. Kenaikan jumlah GNP dari tahun ke
tahun dan tidak memperhatikan apakah
presentase kenaikan lebih besar atau
kecil dari presentase kenaikan jumlah
penduduk
2. Kenaikan jumlah GNP dari tahun ke
tahun lebih besar presentase kenaikan
jumlah penduduk
3. Kenaikan GNP tidak disertai perubahan
struktur ekonomi dan perkembangan
IPTEK
3. Kenaikab GNP disertai perubahan
struktur ekonomi dan perkembangan
IPTEK
4. Kenaikan GNP tidak disertai
peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan apemertaan distribusi pendapatan
4. Kenaikan GNP disertai peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan
apemertaan distribusi pendapatan
5. Peningkatan pendapatan nasinaol dan
apendapatan per kapita
5. Peningkatan kemakmuran
9
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Pembanguan Ekonomi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu
Negara padahakikatnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor ekonomi dan faktor
non-ekonomi.
a. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi mencakup sumber-sumber ekonomi dalam arti luas.
1) Sumber Daya Alam (Natural Resources). Sumber daya alam meliputi tanah dan
kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca,hasil hutan, tambang dan
hasil laut.
2) Sumber Daya Manusia (Human Resources).
Sumber daya manusia sangat menentukan keberhasilan pembangunan melalui jumlah
pendudukdan kualitas penduduk. Jumlah pendudukan yang besar merupakan pasar
potensial untuk memesarkan hasil-hasil produksi dan kualitas penduduk tinggi
memungkinkan tingginya produktivitas.
3) Sumber Daya Modal (Capital Resources).
Dengan memiliki modal, sumber-sumber ekonomi yang potensial dapat diubah
menjadi sumber daya ekonomi riil. Pembentukan modal dan investasi ditunjukan untuk
menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal
sangat peenting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena
barang-barang modal selain memperlancar proses pembangunan juga meningkatkan
produktivitas.
4) Keahlian (Expertise) atau Kewirausahaan (Entrepreneur) dan teknologi.
Faktor keempat ini merupakan faktor yang paling menentukan dibandingkan dengan
tiga faktor diatas. Dengan memiliki entrepreneur yang memiliki kemampuan
mengkoordinasi faktor produksi,pengetahuan dan teknologi serta mngkombinasikan
faktor-faktor produksi sangat membantu usaha peningkatan produksi. Pengusaan
teknologi mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sebab dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat diciptakan cara-cara baru dalam melipat gandakan hasil
produksi.
b. Faktor Nonekonomi
10
Faktor nonekonomi mencakup :
1) Kondisi social kultur atau social budaya yang hidup di masyarakat;
2) Keadaan politik
3) Sistem yang berkembang dan berlaku.
4) Kriteria Pengukuran Keberhasilan Pembangunan Ekonomi :
a) Pendapatan Nasional
Tingkat pendapatan nasional yang tinggi menandakan kapasitas produksi nasional
yang tinggi. Hal ini berarti jumlah barang dan jasa yang dihasilkan besar dan tingkat
kesempatan kerja tinggi. Dengan demikian pembangunan ekonomi dapat dianggap
berhasil.
b) Pendapatan Per Kapita
Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat juga diukur dengan pendapatan per kapita.
Tinggi-rendahnya pendapatan per kapita dapat menggambarkan sejauh mana kemampuan
pendudukuntuk mengkonsumsi barang-barang hasil produksi. Pendapatan per kapita
memberikan petunjuk mengenai kemampuan yang dicapai oleh sebuah Negara dalam
memenuhi kebutuhan warganya.
c) Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan yang merata juga merupakan ukuran yang penting, jika hanya
sebagian kecil penduduk yang berpenghasilan tinggi, sedangkan yang lainnya
berpendapatan rendah, keberhasilan pembangunan belumlah sempurna. Distribusi
pendapatan yang timpang atau tidak merata juga tidak bermanfaat bila ditinjau dari
kemungkinan investasi karena penduduk berpenghasilan tinggi biasanya konsumtif.
d) Peranan Sektor Industri dan Jasa
Pada umumnya semakin besar kontribusi sector industri dan jasa, maka akan semakin
majusuatu Negara. Atas dasar hal tersebut dapat dikatakan bahwa besarnya proporsi
kontribusi sektor industri dan jasa merupakan salah satu indikasi yang penting bagi
tingkat kemajuan ekonomi.
e) Kesempatan Kerja
Apabila suatu Negara mampu mempertahankan tingkat kesempatan kerja yang tinggi
(fullemployment) berarti masyarakat mampu mempercepat laju perkembangan
ekonominya. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya investasi, meningkatnya lapangan
kerja baru, dan berkurangnya pengangguran.
11
f) Stabilitas Ekonomi
Tingkat perekonomian yang stabil meliputi stabilitas tingkat pendapatan dan
kesempatan kerja serta tingkat harga mempengaruhi pasar produk dalam negeri. Suatu
Negara dikatakan berhasil di dalam perkembangan ekonominya apabila mampu menjaga
stabilitas ekonominya.
g) Neraca Pembayaran Luar Negeri
Pada umumnya setiap Negara menginginkan agar neraca pembayaran seimbang sebab
jika neraca pembayaran mengalami defisit berpengaruh terhadap kredibilitas Negara
tersebut. Apabila Negara pembayaran mengalami surplus. Kondisi ini jauh lebih baik
dibandingkan kondisi seimbang karena berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi Negara
tersebut.
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: (Sadono Sukirno,
2006:243-270).
1. Teori Pertumbuhan Klasik
Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill.
Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jumlah
penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang
digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk
terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta
teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara pendapatan
perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.
Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan
pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih
yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan
mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan
produksi marginal.
Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah
penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk terus
12
meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan
penurunan nilai pertumbuhan ekonomi.
2. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F. Harrod (1984)
di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka menggunakan proses
perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap
mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori
Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-
Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan
pada asumsi :
a) Perekonomian Bersifat Tertutup
b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.
c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale).
d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat
pertumbuhan penduduk.
Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai
pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud di
sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki
proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan
produksi (Capital Output Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I).
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan
menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi
dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan
sebagai berikut :
Dimana :
13
g = K + ng = K + n
g = Growth (tingkat pertumbuhan output)
K = Capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur
tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu
merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan
permintaan barang.
3. Teori Pertumbuhan Noe-Klasik
Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W.
Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi
kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.
Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan
teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi
yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan
demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow-Swan
kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini
berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.
Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat
menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau
mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu, akumulasi modal,
bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari
peningkatan skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam
model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.
Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu
diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa
tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh
adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan, termasuk perpindahan orang, barang, dan
modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya
14
penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang
baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari
paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap
(steady growth ), diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan
pengusaha diinvestasikan kembali.
4. Teori Schumpeter
Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan mengatakan
bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (enterpreneurship) dalam
masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani mengambil risiko membuka usaha baru,
maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan
usaha, tersedia lapangan kerja tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah
setiap tahunnya.
Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut,
maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan
mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut selanjutnya juga akan
mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi sehingga
produksi agregat akan bertambah.
Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian
semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini
disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan
demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya tercapai
tingkat keadaan tidak berkembang (stationary state). Namun keadaan tidak berkembang yang
dimaksud di sini berbeda dengan pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan
tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam
pandangan klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada
kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.
5. Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi
Teori ini dimunculkan oleh Prof. W.W. Rostow yang memberikan lima tahap dalam
pertumbuhan ekonomi. Analisis ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi
akan tercapai sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental dalam corak
15
kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat
dan negara.
Adapun kelima tahapan tersebut adalah:
1) Tahap Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)
Rostow mengartikan bahwa masyarakat tradisional sebagai suatu masyarakat yang:
a) Cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara
hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara
pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang telah berlaku secara
turun-temurun. Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena
ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara
sistematis dan teratur.
b) Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih sangat
terbatas. Oleh sebab itu sebagian besar dari sumber-sumber daya masyarakat
digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Dalam sektor ini struktur
sosialnya sangat bersifat hierarkis, sehingga mobilitas secara vertikal dalam
masyarakat sedikit sekali.
c) Kegiatan politik dan pemerintahan terdapat di daerah-daerah dipegang oleh tuan-
tuan tanah yang berkuasa, dan kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu
dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di berbagai daerah tersebut.
2) Tahap Prasyarat Lepas Landas
Tahap ini adalah tahap sebagai suatu masa transisi pada saat masyarakat mempersiapkan
dirinya ataupun dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai
kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain growth). Pada tahap ini dan sesudahnya
pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Tahap prasyarat lepas landas ini
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Tahap prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-negara Eropa, Asia,
Timur Tengah, dan Afrika yang dilakukan dengan merubah struktur masyarakat
tradisional yang sudah ada.
b) Yang dinamakan Rostow bom free, yaitu prasyarat lepas landas yang dicapai Amerika
Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru, dengan tanpa harus merombak sistem
masyarakat yang tradisional, karena masyarakat negara-negara itu terdiri dari emigran
16
yang telah mempunyai sifat-sifat yang diperlukan oleh masyarakat untuk mencapai
tahap prasyarat lepas landas.
3) Tahap Lepas Landas (Take Off)
Adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat tradisional dan tahap prasyarat untuk
lepas landas telah dilewati. Pada periode ini, beberapa penghalang pertumbuhan dihilangkan
dan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan kemajuan ekonomi diperluas dan dikembangkan,
serta mendominasi masyarakat sehingga menyebabkan efektivitas investasi dan
meningkatnya tabungan masyarakat.
Ciri-ciri tahap lepas landas yaitu:
a) Adanya kenaikan dalam penanaman modal investasi (yang produktif, dari 5% atau
kurang, menjadi 10% dari Produk Nasional Neto). NNP=GNP-D (penyusutan).
b) Adanya perkembangan beberapa sektor industri dengan laju perkembangan yang
tinggi.
c) Adanya atau terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang
akan menciptakan: 1) Kenyataan yang membuat perluasan di sektor modern. 2)
Potensi ekonomi ekstern sehingga menyebabkan petumbuhan terus-menerus
berlangsung.
4) Tahap Gerakaan ke Arah Kedewasaan (The Drive of Maturity)
Gerakan ke arah kedewasaan diartikan sebagai suatu periode ketika masyarakat secara
efektif menerapkan teknologi modern dalam mengolah sebagian besar faktor-faktor produksi
dan kekayaan alamnya.
Ciri-ciri gerakan ke arah kedewasaan adalah:
a) Kematangan teknologi, dimana struktur keahlian tenaga kerja mengalami perubahan.
b) Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan.
c) Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang diciptakan oleh
industrialisasi, karena berlakunya hukum kegunaan batas semakin berkurang.
5) Tahap Masa Konsumsi Tinggi.
Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah-masalah yang berkaitan
dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada masalah produksi.
17
Leading sectors, bergerak ke arah barang-barang konsumsi yang tahan lama serta jasa-jasa.
Pada periode ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat untuk mendapatkan sumber-sumber
daya yang tersedia dan dukungan politis, yaitu:
a) Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara tersebut ke luar negeri dan
kecenderungan ini dapat berakhir pada penaklukan atas negara-negara lain.
b) Menciptakan suatu welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada
pendukungnya dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang
lebih merata melalui sistem perpajakan yang progresif, dalam sistem perpajakan seperti
ini makin besar pendapatan maka makin besar pajaknya.
c) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat di atas konsumsi dasar yang sederhana atas
makanan, pakaian, rumah keluarga secara terpisah dan juga barang-barang konsumsi
tahan lama serta barang-barang mewah.
2.3 Ciri-Ciri Proses Pertumbuhan Ekonomi
Kuznets (Todaro, 2004) juga mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses
pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:
a) Tingkat pertambahan output perkapita dan pertambahan penduduk yang tinggi.
b) Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi, khususnya produktivitas
tenaga kerja
c) Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi
d) Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi
e) Adanya kecenderungan daerah yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk
berusaha menambah bagian-bagian daerah lainnya sebagai daerah pemasaran dan
sumber bahan baku
f) Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga
bagian penduduk dunia.
2.4 Indikator Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan
analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan
ekonomi akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu,
karena pada dasarnya aktifitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor
18
produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Proses ini akan menghasilkan suatu aliran
balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan
ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan
meningkat. Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi
adalah tingkat pertumbuhan produk nasional, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) untuk
tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah provinsi dan
kabupaten/kota (Susanti, 2000: 23).
Salah satu unsur yang penting dan menjadi faktor positif dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja
yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan
penduduk yang lebih besar akan meningkatkan luasnya pasar domestik. Namun kenyataan
yang terjadi pertumbuhan penduduk yang sangat cepat juga akan memberikan efek negatif
terhadap perkembangan ekonomi, sehingga diperlukan sistem perekonomian yang mampu
untuk menyerap dan secara produktif mempekerjakan tambahan tenaga tersebut. (Todaro,
2004: 322).
19
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi
perekonomian suatu Negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik
selama periode tertentu. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah
balas jasa rill terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar dari
pada tahun sebelumnya. Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan
ekonomi adalah tingkat pertumbuhan PDB dan PNB, tetapi dalam praktek angka yang lebih
sering dipakai adalah melalui PDB, karena angka PDB hanya melihat batas wilayah, terbebas
pada negara yang bersangkutan. Sedangkan agar ekonomi semakin berkembang dan tumbuh
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor Sumber Daya Alam, Sumber Daya
Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Budaya, dan sumber Daya Modal. Ekonomi
Indonesia tidak akan maju dan berkembang jika tidak didukung oleh salah satu faktor
tersebut, jadi antara satu dengan yang lainnya berkesinambungan.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2005 dibanding tahun 2004
mencapai 5,70 persen. Pertumbuhan PDB terjadi di hampir semua sektor ekonomi di mana
20
Sumber: Data BPSGambar 3.1. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2004-2014
pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 12,97
persen, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8,59 persen, dan sektor
bangunan 7,34 persen.
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut didorong oleh pertumbuhan konsumsi
rumah tangga sebesar 3,95 persen, konsumsi pemerintah sebesar 8,06 persen, pembentukan
modal tetap bruto sebesar 9,93 persen, kemudian ekspor sebesar 8,60 persen; selain itu
dipengaruhi juga oleh pertumbuhan impor sebesar 12,35 persen. Ditinjau dari sisi
penggunaan, sebagian besar PDB digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga
sebesar 65,41 persen, konsumsi pemerintah 8,24 persen, pembentukan modal tetap bruto atau
investasi fisik 21,97 persen serta ekspor 33,54 persen dan impor sebesar 29,21 persen. PDB
per-kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2005 mencapai Rp 12.450,7 ribu yang
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2004 yang sebesar Rp 10.506,2 ribu.
Kemudian PNB per-kapita tahun 2005 sebesar Rp 12.061,4 ribu yang juga meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (BPS,2005)
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2006 yang diukur dari kenaikan Produk
Domestik Bruto (PDB) menurun sebesar 5,5 persen terhadap tahun 2005. Dibandingkan
dengan 2005, pada tahun 2006 terjadi perubahan peranan pada beberapa sektor ekonomi yaitu
penurunan pada sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik gas dan
air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan, real estat dan jasa
perusahaan. Penurunan yang cukup besar terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran
dari 15,4 persen pada tahun 2005 menjadi 14,9 persen di tahun 2006. Peranan sektor
pertambangan dan penggalian menurun dari 11,1 menjadi 10,6 persen, sektor pertanian
menurun dari 13,1 persen menjadi 12,9 persen, sektor keuangan, real estat dan jasa
perusahaan dari 8,3 persen menjadi 8,1 persen, sektor listrik, gas dan air bersih menurun dari
1,0 persen menjadi 0,9 persen. Akibat adanya inflasi yang cukup tinggi ekonomi menjadi
sulit ditebak selai itu inflasi terbesar selama kurun waktu 2005-2006 terjadi pada saat
kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 menyebabkan distribusi pendapatan makin
renggang dan pendapatan rill masyarakat semakin menurun. Selain itu neraca pembayaran
semakin defisit hal tersebut terbukti dengan makin defisitnya APBN pada waktu itu.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2007 yang diukur dari
kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat sebesar 2,0 persen (q-to-q) dibandingkan
triwulan IV tahun 2006. Pertumbuhan ini terjadi pada sektor pertanian, listrik-gas-air bersih,
perdagangan-hotel-restoran, keuangan-real estat-jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa.
21
Pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor pertanian sebesar 16,8 persen sebagai akibat
faktor musim panen pada triwulan I.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2007 meningkat sebesar 6,3
persen terhadap tahun 2006, terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan
tertinggi di sektor pengangkutan komunikasi 14,4 persen dan terendah di sektor
pertambangan-penggalian 2,0 persen. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2007
mencapai 6,9 persen. Semua komponen PDB penggunaan mengalami pertumbuhan pada
tahun 2007, dengan pertumbuhan
tertinggi pada pembentukan modal tetap bruto sebesar 9,2 persen, diikuti oleh ekspor 8,0
persen, konsumsi rumah tangga 5,0 persen, pengeluaran konsumsi pemerintah 3,9 persen,
serta impor sebesar 8,9 persen. Sumber utama pertumbuhan ekonomi 6,3 persen adalah
ekspor 3,8 persen, diikuti konsumsi rumahtangga 2,9 persen, pembentukan modal tetap bruto
2,0 persen, konsumsi pemerintah 0,3 persen serta impor 3,3 persen.
Sisi lain yang menarik untuk dicermati adalah besarnya sumbangan masing-masing
sektor dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi selama tahun 2007. Walaupun
kenaikan nilai nominalnya relatif kecil, sektor-sektor ekonomi yang nilai nominalnya besar
tetap akan menjadi penyumbang terbesar bagi pertumbuhan. Sektor pengangkutan-
komunikasi, walaupun mengalami pertumbuhan tertinggi 14,4 persen, sektor tersebut hanya
memberikan kontribusi sebesar 1,0 persen terhadap total pertumbuhan. Sebaliknya sektor
perdagangan-hotel-restoran, walaupun tumbuh 8,5 persen tetapi menjadi sumber utama
pertumbuhan ekonomi sebesar 1,4 persen.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2008 meningkat sebesar 6,1
persen terhadap tahun 2007, terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan
tertinggi di sektor pengangkutan dan komunikasi 16,7 persen dan terendah di sektor
pertambangan dan penggalian 0,5 persen. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2008
mencapai 6,5 persen. Selama tahun 2008 semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2009 tercatat 4,6 persen, turun dibanding 2008
yang mencapai 6,1 persen. Kontraksi pertumbuhan ekonomi pada 2009 ini diakibatkan
turunnya ekspor. Pada periode tersebut pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha
pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh 15,5 persen. Sedangkan dari sisi penggunaan,
pertumbuhan tertinggi terjadi pada konsumsi pemerintah, meskipun sektor tersebut bukan
yang memberikan kontribusi tertinggi.
22
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia pada tahun 2009 mencapai US$116,51 miliar
atau turun 14,98 persen dibanding periode yang sama tahun 2008. Negara utama tujuan
ekspor terbesar adalah Jepang diikuti Amerika Serikat dan Cina. Sementara, pada periode
yang sama nilai impor Indonesia mencapai US$96,83 miliar yang berarti mengalami
penurunan sebesar 25,05 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Negara pemasok
barang impor nonmigas terbesar selama tahun 2009 masih ditempati oleh Cina, Jepang dan
Singapura.
Sementara dampak krisis global terhadap inflasi tidak terlihat signifikan. Inflasi pada
tahun 2009 mencapai 2,78 persen atau terjadi kenaikan indeks dari 113,86 pada bulan
Desember 2008 menjadi 117,03 pada bulan Desember 2009. Kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau memberi andil terbesar, yaitu sebesar 1,27 persen. Adapun
komoditas yang dominan menpengaruhi inflasi adalah gula pasir, emas perhiasan dan beras
yang masing-masing memberikan andil terhadap inflasi lebih dari 0,20 persen.
Di sektor rill, produksi padi pada tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 6,64 persen
yang utamanya disebabkan oleh kenaikan jumlah produksi padi sawah sebesar 3,94 juta ton.
Kenaikan produksi tersebut terjadi karena peningkatan luas panen seluas 550,61 ribu hektar
(4,47 persen) dan juga produktivitas sebesar 1,01 kuintal/hektar (2,06 persen). Jika dilihat
menurut wilayah, kenaikan produksi padi tahun 2009 tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar
7,69 persen dan di luar Pulau Jawa sebesar 5,42 persen.
Jumlah wisatawan asing/mancanegara (Wisman) menunjukkan kondisi yang
membaik. Pada tahun 2009, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia mencapai 6.323,7
orang yang berarti meningkat 1,43 persen dibanding jumlah wisman pada tahun sebelumnya.
Namun demikian, rata-rata lama tinggal wisman di Indonesia mengalami penurunan sebesar
10,37 persen dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 8,58 hari menjadi 7,69 hari.
Jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan mengalami penurunan dari
34,96 juta pada tahun 2008 menjadi 32,53 juta pada tahun 2009. Tingkat pengangguran
terbuka juga mengalami penurunan, yaitu dari 8,39 persen pada tahun 2008 menjadi sebesar
7,87 persen pada tahun 2009. Pendapatan perkapita juga mengalami peningkatan selama
periode 2008-2009 sebesar 11,98 persen.
Pada tahun 2010, PDB meningkat sebesar 6,1 persen terhadap tahun 2009, terjadi
pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi 13,5 persen dan terendah di Sektor Pertanian 2,9 persen. Sementara
23
pertumbuhan PDB tanpa migas tahun 2010 mencapai 6,6 persen. Pertumbuhan ekonomi yang
meningkat tersebut didukung oleh peran investasi dan ekspor yang meningkat. Peningkatan
investasi pada tahun 2010 semakin menggembirakan mengingat sifatnya yang menambah
kapasitas perekonomian sebagaimana diindikasikan oleh meningkatnya peran investasi
nonbangunan, khususnya investasi mesin. Sementara itu, perbaikan kinerja ekspor juga
diikuti oleh semakin terdiversifikasinya komoditas dan pasar tujuan ekspor. Hal ini tercermin
pada membaiknya kinerja sektor-sektor yang menghasilkan komoditas yang diperdagangkan
secara internasional (tradable sector), khususnya industri pengolahan. Meskipun demikian,
sektor nontradable masih menjadi sektor penopang utama pertumbuhan ekonomi, terutama
sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Perkembangan yang kondusif di perekonomian global tersebut mendukung kinerja
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2010. Pada tahun laporan, NPI mencatat surplus yang
cukup besar mencapai 30,3 miliar dolar AS, baik yang bersumber dari transaksi berjalan
maupun transaksi modal dan finansial. . Ekspor mencatat pertumbuhan yang tinggi sehingga
mampu mempertahankan surplus transaksi berjalan di tengah impor dan pembayaran transfer
pendapatan yang meningkat tajam. Sementara itu, seiring dengan kuatnya aliran masuk
modal asing, neraca transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang sangat besar dengan
komposisi yang semakin membaik.
Selama tahun 2010, nilai tukar rupiah secara rata-rata menguat 3,8% dibanding
dengan akhir tahun 2009 menjadi Rp 9.081 per dolar AS. Kinerja nilai tukar rupiah tersebut
didukung oleh terjaganya persepsi positif terhadap perekonomian Indonesia sebagaimana
diindikasikan oleh meningkatnya peringkat utang Pemerintah dan indeks risiko yang
membaik. Apresiasi nilai tukar rupiah pada tahun laporan juga cukup moderat dibandingkan
dengan negara-negara kawasan sehingga tidak mengganggu kinerja ekspor secara signifikan.
Hal ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan dalam mengelola arus masuk modal asing
dalam rangka memperkuat daya tahan perekonomian dalam menghadapi pembalikan arus
modal jangka pendek.
Inflasi Indeks Harga Komsumen (IHK) pada tahun 2010 tercatat 6,96%. Komoditas
bahan pokok seperti beras dan aneka bumbu memberi kontribusi kenaikan harga yang sangat
besar sehingga inflasi kelompok volatile food mencapai 17,74%, lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3,95%. Meski pada tahun laporan terdapat
lonjakan inflasi volatile food, inflasi inti tetap terjaga pada level yang cukup rendah, yaitu
4,28%. Hal ini didukung oleh terkendalinya faktor fundamental sebagaimana diindikasikan
24
oleh nilai tukar rupiah yang menguat, ekspektasi inflasi yang terjaga, serta kapasitas
perekonomian yang sejauh ini masih dapat memenuhi peningkatan permintaan. Sementara
itu, kelompok administered prices menunjukkan inflasi yang moderat, yaitu sebesar 5,40%.
Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibandingkan
dengan tahun 2010.Pertumbuhan terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan
tertinggi di Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 10,7 persen dan terendah di Sektor
Pertambangan dan Penggalian 1,4 persen. Sementara PDB (tidak termasuk migas) tahun 2011
tumbuh 6,9 persen.
Di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi global, perekonomian Indonesia tumbuh
menguat. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh meningkat dari 6,2% pada tahun
2010 menjadi 6,5% pada tahun 2011. Tingkat pertumbuhan tersebut merupakan pencapaian
tertinggi pascakrisis tahun 1997. Stabilitas makroekonomi yang terjaga, seperti rendahnya
inflasi, terjaganya volatilitas nilai tukar, serta relatif stabilnya kondisi politik dan keamanan
dalam negeri menyokong tingginya kinerja perekonomian tersebut.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi terutama berasal dari
konsumsi rumah tangga yang masih berdaya tahan dan investasi yang tumbuh cukup tinggi.
Daya beli yang tetap terjaga, sejalan dengan tingkat inflasi yang cukup rendah serta
pendapatan masyarakat yang meningkat menjadi faktor pendorong kuatnya konsumsi rumah
tangga. Secara umum perbaikan penghasilan masyarakat tercermin dari meningkatnya
pendapatan per kapita yang kini telah mencapai 3.543 dolar AS. Dengan kondisi tersebut,
konsumsi rumah tangga mampu tumbuh sebesar 4,7%, lebih tinggi dari rata-ratanya 4,4%.
Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada sektor formal dan
meningkatnya jumlah pekerja berpenghasilan menengah ke atas serta membaiknya nilai tukar
petani. Peningkatan pendapatan juga terjadi pada upah buruh bangunan seiring dengan
meningkatnya aktivitas investasi di sektor konstruksi. Di samping itu, peningkatan upah
minimum provinsi (UMP) juga menjadi faktor pendukung kuatnya konsumsi rumah tangga.
Rata-rata peningkatan UMP riil tahun 2011 di seluruh provinsi sekitar 5,0%, lebih ti nggi dari
tahun lalu yang hanya sebesar 1%.
Kontribusi pertumbuhan konsumsi Pemerintah pada pertumbuhan PDB tahun 2011
mengalami peningkatan. Konsumsi Pemerintah tumbuh sebesar 3,2%, meningkat dari tahun
sebelumnya yang hanya sebesar 0,3%. Hal ini sejalan dengan meningkatnya defi sit
Pemerintah dalam APBN dari 0,6% dari PDB pada 2010 menjadi 1,2% dari PDB pada 2011.
Peningkatan konsumsi Pemerintah berasal dari penyerapan pengeluaran yang lebih baik
25
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pengeluaran belanja Pemerintah terutama ditujukan
untuk belanja pegawai dan transfer ke daerah. Sementara itu, belanja barang baru
terakselerasi pada akhir tahun.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 tumbuh sebesar 6,3 persen dibanding tahun
2011, dimana semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi
pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 9,98 persen, diikuti oleh Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,11 persen, Sektor Konstruksi 7,50 persen, Sektor
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 7,15 persen, Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
6,40 persen, Sektor Industri Pengolahan 5,73 persen, Sektor Jasa-Jasa 5,24 persen, Sektor
Pertanian 3,97 persen, dan Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,49 persen. Pertumbuhan
PDB tanpa migas pada tahun 2012 mencapai 6,81 persen yang berarti lebih tinggi dari
pertumbuhan PDB.
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2000
pada tahun 2012 mencapai Rp2.618,1 triliun, naik Rp153,4 triliun dibandingkan tahun 2011
(Rp2.464,7 triliun). Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2012 naik sebesar
Rp819,1 triliun, yaitu dari Rp7.422,8 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp8.241,9 triliun pada
tahun 2012.
Penghitungan PDB berdasarkan expenditure approach atau pendekatan dari sisi
pengeluaran dilihat dari komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran
konsumsi pemerintah, komponen pembentukan modal atau investasi dan komponen ekspor
neto (ekspor dikurangi impor). Berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2012 tercatat sebesar
Rp8.241,9 triliun, sebagian besar digunakan untuk Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga sebesar Rp4.496,4 triliun. Data ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi
yang meningkat dari tahun sebelumnya ditopang dari peningkatan konsumsi, baik itu
peningkatan konsumsi masyarakat maupun konsumsi pemerintah. Peningkatan konsumsi
maupun daya beli masyarakat lebih banyak didorong dari pertumbuhan kredit konsumsi. Ini
berarti bahwa pendapatan masyarakat belum mampu memenuhi kebutuhan, disini timbul
pertanyaan, apakah pemenuhan kebutuhan dengan cara seperti ini menunjukkan tingkat
kemakmuran masyarakat yang lebih baik? Karena dengan pertumbuhan ekonomi yang
meningkat diasumsikan bahwa tingkat kemakmuran masyarakat juga meningkat. Dari sisi
konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan, namun tingkat hutang negara juga
mengalami peningkatan, ini menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah ditopang dari hutang
luar negeri.
26
Pertumbuhan ekonomi tahun 2013 tumbuh 5,8 persen yang menurun dibandingkan
tahun 2013. Namun demikian, capaian ini tergolong tinggi di tengah usaha mengurangi
defisit transaksi berjalan (DTB). Namun, pertumbuhan ini belum berkualitas karena tidak
ditopang sektor penghasil barang (tradable). Hal ini mengakibatkan minim penyerapan buruh.
Sektor penghasil barang terdiri dari sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian,
serta sektor industri manufaktur.
Bagi Bank Indonesia, kebijakan pengetatan moneter dan pengelolaan nilai tukar
rupiah sudah menunjukkan hasil terlihat dari data sektor ekspor tumbuh 7,4 persen,
sedangkan sektor impor turun 0,6 persen. Hasilnya terlihat pada peningkatan surplus neraca
perdagangan di triwulan IV-2013.
Benar bahwa pertumbuhan ekonomi 5,8 persen termasuk tinggi, bahkan di atas
prediksi sejumlah pihak yang memproyeksikan hanya 5,6 persen. Namun, seyogyanya
pertumbuhan ekonomi tidak sebatas dilihat dari sisi kuantitatif, tetapi juga kualitatifnya.
Alasannya, pertumbuhan ekonomi tidak menciptakan banyak lapangan kerja dan mengurangi
kemiskinan. Ujung-ujungnya, kesenjangan sosial melebar.
Hal itu terjadi karena pertumbuhan ditopang oleh sektor jasa (nontradable) yang rata-
rata tumbuh di atas pertumbuhan PDB itu sendiri. Sementara pertumbuhan rata-rata sektor
tradable di bawah laju PDB. Buktinya, pertumbuhan ekonomi yang 5,8 persen tidak diikuti
oleh penurunan angka kemiskinan.
Tingkat kemiskinan malah cenderung meningkat. Pada bulan Maret 2013, angka
kemiskinan tercatat sebesar 11,37 persen. Akan tetapi pada bulan September 2013 angka
kemiskinan melonjak naik menjadi 11,47 persen. Maka, strategi perekonomian tahun ini
mustinya lebih condong kepada pertumbuhan yang lebih tinggi melalui bauran kebijakan
Perekonomian Indonesia tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto
(PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 10 542,7 triliun dan PDB perkapita mencapai
Rp41,8 juta atau US$3,531.5.Ekonomi Indonesia tahun 2014 tumbuh 5,02 persen melambat
dibanding tahun 2013 sebesar 5,58 persen. Turunnya pertumbuhan ekonomi tahunan ini yang
dipersalahkan adalah masih lemahnya ekspor dan juga investasi, dan secara kuartalan
penurunan disebabkan salah satunya adalah berkurangnya belanja pemerintah pada kuartal
tersebut.
Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan
Komunikasi sebesar 10,02 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) sebesar
27
12,43 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 tumbuh hanya 5,02 persen, dan
melambat selama lima tahun terakhir. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin
menuturkan, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,02 persen terjadi
penurunan pada seluruh komponen, kecuali komponen Lembaga Non-Profit yang Melayani
Rumah Tangga (LNPRT).
Terjadi penurunan dratis pada konsumsi pemerintah yang tahun lalu tumbuh 6,93
persen pada tahun 2014 hany tumbuh 1,98 persen, dengan kontribusi terhadap PDB sebesar
9,54 persen. Turunnya konsumsi pemerintah yang drastis tersebut disebabkan penyerapan
anggaran yang rendah. Di sisi lain, sebagian besar digunakan untuk membayar bunga utang,
di mana tidak tercatat dalam PDB. Di samping itu ada penghematan, jelang pertengahan
tahun. Kemudian, ada penguranan perjalanan dinas, rapat-rapat dan lainnya.
Selain dari komponen konsumsi pemerintah, perlambatan ekonomi 2014 dipicu
melambatnya Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) atau investasi, yang
tumbuh hanya 4,12 persen. Pertumbuhan investasi pada 2013 tercatat 5,28 persen. Adapun
konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan 5,14 persen. Dipicu dengan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga yang sedikit mengalami perlambatan dibanding tahun lalu yang
sebesar 5,38 persen, disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 18
November 2014. Sementara itu ekspor barang dan jasa tumbuh 1,02 persen. Ini juga jauh dari
tahun lalu yang sebesar 4,17 persen. Dan impornya tumbuh 2,19 persen (minus), naik dari
tahun 2013 yang tumbuhnya 1,86 persen (minus).
3.2. Pertumbuhan Sektor dan Sub sektor Pertanian Nasional
Sektor pertanian memperlihatkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang
menggembirakan. Selama 2005-2009, pertumbuhan PDB pertanian (di luar perikanan dan
kehutanan) memperlihatkan kenaikan setiap tahunnya yaitu rata-rata 3,30%. Meski di awal
periode masih dibawah target, tetapi pertumbuhan PDB pertanian terus meningkat, bahkan di
tahun 2008 berhasil melampaui target yang ditetapkan (Tabel 3.1).
28
Dari besarnya angka tenaga kerja, pertanian masih tetap menjadi sektor andalan mata
pencaharian bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Besarnya angkatan kerja yang bekerja
di sektor pertanian tentu saja memberatkan pertanian primer sehingga diperlukan upaya keras
untuk mendorong perpindahan tenaga kerja pertanian primer ke sektor industri pertanian atau
non pertanian. Jumlah tenaga kerja pertanian (pertanian, perikanan, dan kehutanan) berada
pada kisaran 40% dari angkatan kerja nasional dan cenderung terus meningkat setiap
tahunnya selama periode 2005-2009. Selama tahun 2005-2009, rata-rata NTP mencatat angka
mendekati 100 yang menunjukkan bahwa yang dibelanjakan petani masih lebih besar dari
yang didapatkan. Meskipun NTP belum dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya dari
kesejahteraan petani, namun NTP sampai saat ini masih merupakan salah satu indikator untuk
mengukur kesejahteraan petani.
Realisasi neraca perdagangan pertanian, selama periode 2005-2009, tumbuh sangat
mengesankan. Pada Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa tahun 2005, surplus neraca perdagangan
baru US$ 6.447,51 juta, namun tiga tahun kemudian telah naik tiga kali lipat menjadi US$
17.971,575 juta di tahun 2008. Investasi pertanian salah satunya dapat dilihat dari realisasi
investasi PMDN dan PMA. Investasi pertanian sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2007
cenderung meningkat. Tahun 2008 terjadi krisis keuangan global yang juga dialami oleh
Indonesia sehingga realisasi investasi pertanian baik PMDN maupun PMA menurun. Namun
demikian, melihat realisasi investasi PMDN dan PMA di tahun 2009 (sampai bulan
September) yang sudah melebihi tahun 2008, menunjukkan bahwa daya tarik investasi
pertanian Indonesia sudah membaik kembali. Pada dasarnya investasi pertanian yang
dominan sebenarnya berasal dari petani, namun sangat disayangkan sampai saat ini belum
ada perhitungan yang dapat memperlihatkan investasi petani ini.
Selama tahun 2010 sampai tahun 2012 terlihat terjadi peningkatan PDB Indonesia,
yang diikuti pula peningkatan PDB sektor pertanian. PDB sektor pertanian luas (termasuk
29
Tabel 3.1. Pertumbuhan Produk Domestik (PDB) Pertanian
Sumber: Data BPS
kehutanan dan perikanan) atas dasar harga berlaku tahun 2010 sebesar 985,5 triliun rupiah
meningkat menjadi 1.190,4 triliun rupiah pada tahun 2012.
Kondisi demikian juga terjadi di sektor pertanian sempit, yaitu tahun 2010 sebesar
737,8 triliun rupiah menjadi 880,2 triliun rupiah di tahun 2012. Sementara di sektor industri
pengolahan yaitu tahun 2010 sebesar 1.599,1 triliun rupiah menjadi 1.972,8 triliun rupiah di
tahun 2012, begitu juga di sektor perdagangan tahun 2010 sebesar 882,5 triliun rupiah
menjadi 1.145,6 triliun rupiah pada tahun 2012.
Kontribusi terbesar pada tahun 2012 terjadi pada sektor industri pengolahan sebesar
23,94%, peringkat kedua diduduki oleh sektor pertanian secara luas mencapai 14,44%,
sedangkan peringkat ketiga diduduki oleh sektor perdagangan sebesar 13,90%. Hal ini
dapatdilihat lebih rinci pada (Tabel 3.2)
Pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2012 meningkat dibandingkan tahun 2011, hal
ini dapat dilihat berdasarkan PDB atas harga konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2010 sebesar 6,22%, sementara tahun 2011 meningkat sebesar 6,49%. Pada
tahun 2012 laju pertumbuhan ekonomi meningkat lambat sebesar 6,23%. Seiring dengan
kondisi tersebut, laju pertumbuhan sektor pertanian secara luas tahun 2010 meningkat sebesar
3,01%, kembali meningkat pada tahun 2011 sebesar 3,37%, begitu juga di tahun 2012
meningkat sebesar 3,97% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara pertanian secara
sempit memiliki pertumbuhan yang fluktuatif, yaitu tahun 2010 meningkat sebesar 2,40%,
kemudian tahun 2011 meningkat sebesar 2,31% dan tahun 2012 meningkat sebesar 4,18%.30
Tabel 3.2. PDB sektor pertanian atas harga berlaku dankontribusinya terhadap PDB Indonesia,
tahun 2010 - 2012
Tabel 3.3. PDB sektor pertanian atas harga konstan dan laju pertumbuhan, tahun 2010-2012
tahun 2010 - 2012
Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan pada tahun 2010 mencapai 4,74%,
kemudian meningkat menjadi 6,14% pada tahun 2011 dan tumbuh melambat menjadi 5,73%
pada tahun 2012, demikian juga di sektor perdagangan tahun 2010 mencapai 8,69%,
kemudian pada tahun 2011 meningkat sebesar 9,17% dan tumbuh melambat menjadi 8,11%
pada tahun 2012.
Jika dilihat dari PDB atas dasar harga konstan tahun 2000, PDB sektor pertanian
sempit (tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan dan peternakan) tahun 2010 sampai
dengan tahun 2012 masing-masing sebesar 236,8 triliun rupiah tahun 2010, pada tahun 2011
sebesar 242,3 triliun rupiah dan tahun 2012 meningkat hingga mampu menyumbangkan PDB
Indonesia sebesar 252,4 triliun rupiah. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Pada sub sektor tanaman pangan, RKP tahun 2010, dengan jelas disebutkan bahwa
target laju pertumbuhan untuk subsektor ini sebesar 3,27%, namun di dalam RKP 2011 target
untuk subsektor ini tidak ditetapkan. Laju pertumbuhan tanaman pangan di tahun 2010-2012
menunjukkan laju pertumbuhan yang menurun 1,64%; 1,75%; dan 2,95%. Artinya, subsektor
tanaman pangan mampu mencetak laju pertumbuhan hampir dua kali lipat di tahun 2010. Sub
Pada sektor perkebunan dapat dikatakan sebagai subsektor penghasil devisa bagi negara
karena sebagian besar hasil produk perkebunan diekspor. Angka pertumbuhan yang
dibebankan kepada subsektor perkebunan sebesar 2,97%. Pada tahun 2010-2012, angka laju
pertumbuhan tersebut mampu dicapai bahkan melebihi dari target pertumbuhan, yaitu
masing-masing sebesar 3,41%; 4,47%; dan 5,08%.
31
Sedangkan untuk sub sektor peternakan diberi beban target pertumbuhan sebesar
3,28%. Trend pertumbuhan dari subsektor ini mengalami fluktuasi akan tetapi tren-nya
menunjukkan peningkatan. Target yang ditetapkan ditahun 2010 mampu dilewati oleh
subsektor peternakan dengan menghasilkan pertumbuhan di tahun 2010-2012, masing-
masing sebesar 4,27%; 4,78%; dan 4,82%.
3.3. Kontribusi Sektor dan Subsektor Pertanian terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan pada periode 2004-2012, rata-rata berkontribusi sebesar 14 persen per tahun
terhadap pembentukan PDB total (Gambar 1). Besaran kontribusi ini adalah yang ketiga
terbesar setelah sektor Industri Pengolahan (27%) dan sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran (15%). Berikutnya berturut-turut setelah sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan
dan Perikanan adalah sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 11 persen, sektor Jasa-
Jasa (10%), sektor Bangunan (8%), sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (8%),
sektor Pengangkutan dan Telekomunikasi (6%) dan sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (1%).
Di dalam sektor Pertanian pada periode 2004-2012, sub sektor tanaman pangan adalah
kontributor terbesar terhadap pembentukan PDB sektor Pertanian dengan rata-rata kontribusi
32
Sumber: Data Kementan
Gambar 3.2. Rataan Distribusi Produk Domestik Bruto Per Sektor 2004 – 2012 (%)
sebesar 49 persen. Berturut-turut diikuti oleh kontribusi sub sektor Perkebunan sebesar 16
persen, sub sektor Perikanan (16%), sub sektor Peternakan (13%) dan subsektor Kehutanan
(6%).
Dengan demikian, kontribusi produksi padi yang relatif besar terhadap pembentukan
PDB sub sektor Tanaman Pangan menjadi fokus penting dalam pembangunannya.
Pemerintah, khususnya melalui Kementerian Pertanian, harus terus berupaya meningkatkan
produksi dan nilai tambah produknya.
Selama periode tahun 2004-2005 pertumbuhan PDB sektor pertanian (tanaman
pangan, perkebunan dan peternakan) mengalami penurunan dari 2,82 persen per tahun
menjadi 2,72 persen per tahun. Penurunan pertumbuhan PDB sektor pertanian tersebut akibat
penurunan pertumbuhan PDB sub sektor tanaman pangan dan peternakan. Pertumbuhan PDB
sub sektor tanaman pangan turun dari 2,89 persen per tahun menjadi 2,60 persen per tahun
dan pertumbuhan PDB sub sektor peternakan turun dari 3,35 persen per tahun menjadi 2,13
persen per tahun. Sub sektor dalam sektor pertanian luas yang mengalami kenaikan PDB
adalah sub sektor perkebunan yang tumbuh dari 0,40 persen per tahun menjadi 2,48 persen
per tahun dan sub sektor perikanan dari 5,56 persen per tahun menjadi 5,87 persen per tahun.
Perlu diketahui bahwa kontribusi produksi padi dalam pembentukan PDB sub sektor tanaman
pangan adalah relatif besar. Penurunan PDB sub sektor tanaman pangan dalam kurun waktu
2004-2005 adalah karena produksi padi yang dominan dalam pembentukan PDB sub sektor
33
Gambar 3.3. Rataan Distribusi Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian 2004-2012
Sumber: Data Kementan
bersangkutan mengalami kontraksi, yaitu tumbuh dari 3,74 persen per tahun menjadi -0,06
persen per tahun.
Begitu juga penurunan PDB sub sektor peternakan dalam kurun waktu yang sama diduga
karena produksi unggas yang dominan dalam pembentukan PDB sub sektor bersangkutan
mengalami kontraksi yaitu tumbuh dari 0,05 persen per tahun menjadi -5,08 persen per tahun.
Berbeda dengan periode tahun 2004-2005, selama periode tahun 2005-2008
pertumbuhan PDB sektor pertanian justru meningkat cukup pesat. Peningkatan pertumbuhan
PDB sektor pertanian tersebut merupakan hasil dari peningkatan pertumbuhan PDB sub
sektor tanaman pangan, perkebunan maupun peternakan. Dalam hubungan ini PDB sub
sektor tanaman pangan tumbuh dari 2,60 persen pada tahun 2005 menjadi 6,06 persen pada
tahun 2008. PDB sub sektor perkebunan tumbuh dari 2,48 persen per tahun menjadi 3,67
persen per tahun. Sementara itu PDB sub sektor peternakan tumbuh dari 2,13 persen per
tahun menjadi 3,52 persen per tahun. Peningkatan pertumbuhan PDB sub sektor tanaman
pangan selama periode tahun 2005-2008 merupakan dampak dari pertumbuhan positif
produksi padi. Demikian pula pertumbuhan positif PDB sub sektor peternakan dalam kurun
waktu yang sama diduga juga merupakan dampak dari pertumbuhan positif produksi unggas.
Pada periode 2008-2010, pertumbuhan PDB sektor pertanian mengalami penurunan
yang cukup signifikan. Pertumbuhan PDB sektor pertanian turun dari 4,83 persen pada tahun
2008 menjadi 3,01 persen pada tahun 2010. Sub sektor tanaman pangan menjadi sub sektor
34
Sumber: Data Kementan
Gambar 3.4. Pertumbuhan PDB Total dan PDB Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 2005-2012 (%)
yang paling tinggi penurunan pertumbuhannya yaitu dari 6,06 persen pada tahun 2008
menjadi 1,64 persen pada tahun 2010. Demikian pula dengan sub sektor perkebunan yang
sempat anjlok pertumbuhannya dari sebesar 3,67 persen pada 2008 menjadi 1,73 persen pada
2009, namun kembali tumbuh 3,49 persen pada tahun 2010.
Penurunan pertumbuhan pada periode 2008-2010 merupakan dampak dari krisis
finansial global.Pertumbuhan PDB sektor pertanian mengalami akselerasi pasca krisis. Pada
periode 2010-2012, PDB sektor pertanian luas mengalami pertumbuhan dari 3,01 persen pada
tahun 2010 menjadi 3,97 persen pada tahun 2012. Diperkirakan PDB pertanian akan terus
meningkat melampaui pencapaian tertinggi sepanjang periode 2004-2012 yaitu sebesar 4,83
persen yang digapai pada tahun 2008. Z
NERACA PERDAGANGAN PRODUK PERTANIAN
Secara keseluruhan neraca perdagangan sektor pertanian masih berada pada posisi
surplus. Hal ini karena sumbangan surplus neraca perdagangan sub sektor perkebunan yang
relatif besar, sementara sub sektor lainnya cenderung pada posisi defisit. Laju pertumbuhan
ekspor selama periode 2004-2012 sebesar 18,6 persen/tahun sementara laju perumbuhan
impor 16,8 persen/tahun dan neraca perdagangan tumbuh positif dengan laju 1,1
persen/tahun.
35
Sumber: Data Kementan
Gambar 3.5. Pertumbuhan PDB Pangan, Perkebunan, Pertenakan, Pertanian Sempit (Pangan, Perkebunan, dan peternakan), 2004 – 2012 (%)
Rincian kinerja perdagangan masing-masing sub sektor diuraikan sebagai berikut.
3.3.1. Sub Sektor Tanaman Pangan
Kondisi perdagangan komoditas pangan utama Indonesia sampai saat ini masih dapat
dikatakan bahwa Indonesia menjadi negara net importer, yang selain tercermin pada neraca
perdagangan yang bernilai negatif, juga laju pertumbuhan nilai impor pada periode 2004-
2012 yang secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan nilai ekspornya.
Selama periode 2004-2012 kinerja neraca perdagangan ekspor impor sub sektor tanaman
pangan pada posisi neraca defisit, dalam arti kata nilai impor komoditas sub sektor ini lebih
besar dibandingkan nilai ekspornya. Bukan hanya nilai impor yang jauh lebih besar nilai
ekspornya, namun laju percepatan impor komoditas tanaman pangan juga jauh lebih besar
dibandingkan laju percepatan ekspornya, yaitu masing-masing 13,8 persen/tahun untuk
percepatan impor dan 1,7 persen/tahun untuk percepatan ekspor. Peningkatan nilai impor
pangan secara nyata terjadi pada tahun 2010 ke tahun 201, namun tahun 2012 nilai impor
cenderung menurun. Dengan posisi demikian neraca perdagangan sub sektor tanaman pangan
berada pada posisi defisit dengan nilai defisit tahun 2012 mencapai sekitar US$ 6.156,2 juta.
Komoditas pangan yang menyumbang impor terbesar adalah kedelai diikuti oleh jagung dan
beras. Sebaliknya komoditas penyumbang ekspor terbesar adalah ubi kayu.
36
3.3.2. Sub Sektor Hortikultura
Kinerja perdagangan sub sektor hortikultura tidak berbeda dengan sub sektor tanaman
pangan, yaitu berada pada neraca defisit sepanjang periode 2004-2012 dengan nilai defisit
neraca pada tahun 2012 sekitar US$ 1.311 juta. Kinerja sub sektor hortikultura berada pada
posisi net importer yaitu nilai impor lebih besar dibanding nilai ekspor. Hal ini sejalan
dengan masih sangat kecilnya nilai ekspor Indonesia dibandingkan dengan pangsa pasar
dunia. Pertumbuhan nilai ekspor juga lambat, sementara nilai impor produk hortikultura
tumbuh cepat jauh melebihi pertumbuhan nilai ekspornya.
Kondisi defisit perdagangan terutama terjadi pada kelompok komoditas buah dan
sayur. Sementara pada tanaman obat dan tanaman hias menunjukkan surplus perdagangan,
walaupun dengan nilai yang lebih kecil dari nilai defisit perdagangan buah dan sayur. Laju
peningkatan impor sub sektor hortikultura sepanjang periode tersebut sebesar 22,1
persen/tahun sementara laju pertumbuhan ekspornya hanya sekitar 13,1 persen/tahun. Buah-
buahan manggis dan mangga adalah penyumbang ekspor terbesar sedangkan untuk kelompok
sayuran adalah kol, wortel, tomat dan kentang. Sebaliknya buahbuahan yang dominan
menyedot devisa adalah durian dan jeruk dan kelompok sayuran adalah bawang merah,
bawang putih, kentang (olahan) dan juga wortel.
37
Sumber: Data Kementan
Gambar 3.6. Perkembangan Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Sektor Pertanian, 2004 – 2012 (%)
3.3.3. Sub Sektor Perkebunan
Sub sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian
dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Produksi semua
komoditas perkebunan utama yang diproduksi Indonesia diekspor ke negara-negara
lain, kecuali gula yang selama ini masih diimpor. Dengan posisi demikian selama periode
2004-2012, subsektolr perkebunan memiliki neraca perdagangan surplus dengan nilai surplus
pada tahun 2012 sekitar US$ 30.021.5 juta. Selama periode tersebut eksporbtumbuh dengan
laju 18,1 persen/tahun, sementara impor tumbuh dengan laju yang tidak jauh berbeda yaitu
sebesar 19,0 persen/tahun. Peningkatan nilai ekspor cukup nyata terjadi pada tahun 2009 ke
tahun 2010 dan berlanjut ke tahun 2021. Pada periode 5 tahun kedua (2009-2012), laju
pertumbuhan nilai ekspor sebagian komoditas mengalami percepatan, yaitu kakao, tembakau
38
Sumber: Data Kementan
Gambar 3.7. Perkembangan Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Sektor Hortikultura, 2004 – 2012 (%)
Sumber: Data Kementan
Gambar 3.8. Perkembangan Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Sektor Perkebunan, 2004 – 2012 (%)
dan teh, dan sebagian mengalami perlambatan yaitu kelapa sawit, karet, kopi, kelapa, dan
tebu.
3.3.4. Sub sektor Peternakan
Komoditas peternakan utama Indonesia yang diperdagangkan di pasar internasional
terdiri dari daging (sapi, kambing/domba, babi, ayam), ternak hidup sumber daging (sapi,
kerbau, babi, kambing), hati/jeroan, telur untuk konsumsi, dan susu. Laju pertumbuhan nilai
ekspor sub sektor peternakan sepanjang periode 2004-2012 rata-rata adalah 13,5
persen/tahun, sebaliknya laju pertumbuhan nilai impornya meningkat lebih pesat rata-rata
15,2 persen/tahun. Kondisi ini mencerminkan defisit neraca perdagangan sub sektor
hortikultura dan besaran defisit neraca perdagangan cenderung meningkat selama periode
2009-2012.
Secara keseluruhan perdagangan komoditas peternakan, sumber defisit neraca perdagangan
terbesar adalah impor susu, ternak sapi dan daging sapi, yang jumlahnya sangat besar,
sementara sumber surplus hanya ekspor ternak babi yang jumlahnya sangat kecil.
39
Sumber: Data Kementan
Gambar 3.9. Perkembangan Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Sektor pertenakan, 2004 – 2012 (%) (USD/ 0,00)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ekonomi Indonesia menghadapi permasalahan yang berat karena rendahnya kualitas
pembangunan ekonomi sedang mengalami tren penurunan pertumbuhan ekonomi sejak 2011.
Kabinet Indonesia kerja belum bisa memberikan optimisme kepada masyarakat dan pelaku
pasar, mengingat masalah, tantangan dan ancaman ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia
masih berat disertai dengan kenaikan harga BBM. Sementara itu pertumbuhan investasi
masih menunjukkan tren yang terus menurun. Dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
tersebut membuat tingkat pengangguran menjadi meningkat.
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Secara
singkat kontribusi sektor pertanian tercermin lewat kontribusinya dalam pembentukan PDB
Nasional, penyerapan tenaga kerja, ekspor hasil-hasil pertanian khususnya perkebunan.
Selain itu yang juga penting untuk dicermati adalah peran sektor pertanian dalam menjaga
dan memelihara fungsi lingkungan hidup (multifungsi lahan pertanian).
4.2 Saran
Untuk itu diharapkan otoritas ekonomi mengubah pengelolaan ekonominya, tidak
business as usual agar tren penurunan pertumbuhan ekonomi tidak terus berlangsung.
Apalagi akhir 2015 kita akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN
Economic Community. Dimana keberhasilan Indonesia memanfaatkan pembukaan pasar
yang luas dalam masyarakat ASEAN akan banyak tergantung kepada kualitas pembangunan
ekonomi kita. Kualitas pembangunan ekonomi yang tinggi yang didukung oleh daya saing
internasional yang tinggi, kualitas manusia yang unggul, logistik yang efisien, serta
kelembagaan yang baik akan membuat Indonesia siap menghadapi MEA. Untuk itu kita
berharap agar pemerintah baru serta otoritas ekonomi lainnya mengubah pengelolaan
ekonominya, agar tren penurunan pertumbuhan ekonomi dapat dibalik dan pembangunan
ekonomi berkualitas, sehingga kita siap menghadapi MEA.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Pertumbuhan Ekonomi. Available online at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26531/4/Chapter%20II.pdf (Dikases
04 Maret 2015, pukul 08.45)
Anonim. 2012. Analisis Konvergensi Ekonomi Antar Daerah Di Sumatera Selatan. Available
online at
http://eprints.unsri.ac.id/2838/1/analisis_konvergensi_ekonomi_antar_daerah_di_su
matera_selatan.pdf (Dikases 04 maret 2015, pukul 10.18)
Anonim. 2010. Pertumbuhan Ekonomi. online at
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/01/pertumbuhan-ekonomi-definisi-sumber.html
(Diakses 04 maret 2015, pukul 21.43)
Anonim.2012. Pertumbuhan Ekonomi Anomali. Avaialble online at
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/08/07/07451589/Pertumbuhan.Ekono
mi.Indonesia.Anomali
(Diakses 03 maret 2015, pukul 23.01)
Suryowati, Ety. 2015. Konsumsi Pemerinth Turun Drastis. Avaialble online at
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/02/05/225056926/Konsumsi.Pemerint
ah.Turun.Drastis.PDB.Indonesia.Terendah.Lima.Tahun
(Diakses 04 maret 2015, pukul 20.22)
Surya, Sandi. 2012. Pertumbuhan dan PembangunanEkonomi. Avaialble online at
http://www.academia.edu/7449042/182004126-PEMBANGUNAN-EKONOMI-pdf
(Diakses 04 maret 2015, pukul 10.21)
Kementrian Pertanian. 2013. Kinerja Pembangunan Pertanian Tahun 2004-2012 Kementerian
Pertanian RI. Avaialble online at
http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/AnalisisPDB2013.pdf
(Diakses 04 maret 2015, pukul 9.12)
http://www.macroeconomicdashboard.com/index.php/id/gama-lei-dan-outlook-ekonomi/212-
gama-leading-economic-indicator-dan-economic-outlook-2014-iv
www.bi.go.id
www.bps.go.id
www.bappenas.go.id
www.deptan.go.id
41