resiliensi pada remaja yang mengalami perceraian …

15
Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 06 Nomer 3 Jilid II Tahun 2018, 384-398 RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANG TUA (Studi Kasus di Kabupaten Nganjuk) Romadhona Setya Mahardhika 13040254060 (PPKn, FISH, UNESA) [email protected] Rr. Nanik Setyowati 0025086704 (PPKn, FISH, UNESA) [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang resiliensi pada remaja yang mengalami perceraian orang tua di Kabupaten Nganjuk. Landasan teori dalam penelitian ini menggunakan Teori Eudemonisme dari Aristoteles. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Kriteria informan di penelitian ini yaitu informan merupakan anak dari keluarga yang sudah bercerai lebih dari lima tahun dan memiliki prestasi akademik dan non akademik. Aktivitas dalam analisis data dalam penelitian ini terbagi ke dalam langkah-langkah yaitu pengumpulan data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan.. Berdasarkan hasil dan analisis data pada penelitian ini menunjukan bahwa perceraian orang tua tidak terlalu berdampak buruk terhadap perkembangan anak karena ada beberapa faktor yang menunjang subjek. Pertama, subjek dapat beradaptasi dengan kondisinya selain itu juga dapat mengaktualisasikan kemampuannya untuk mencapai tujuan hidupnya. Kedua, subjek selain dapat mengembangkan kemampuannya subjek juga memiliki kepedulian terhadap keluarga, teman dekat dan tetangganya selain itu juga aktif dalam kegiatan ekskul atau organisasi remaja di daerahnya. Ketiga, subjek setelah perceraian orang tuanya menjadi lebih semangat belajar atau bekerja untuk membantu dan membahagiakan ibu atau orang tuanya dengan melakukan hal tersebut subjek tidak memerlukan hal lain lagi.. Kata Kunci: Resiliensi, Remaja, Perceraian Orang Tua. Abstract This research aims to describe about resilience in teenagers who are experiencing divorce in Nganjuk Regency. The cornerstone of the theory in the study of Eudemonisme theory of Aristotle. This research uses the qualitative approach with this type of case study research. The criteria of informant in this study i.e. informant is a child of the family who have been divorced more than five years and have to academic and non-academic achievement. Activity in data analysis in this study is divided into measures, namely data collection, data reduction, and the withdrawal of the conclusion.. Based on the results and analysis of the data in the study shows that the divorce of parents not too badly child development because there are several factors that support it. First, the subject can adapt to conditions in addition can also actualize them ability to achieve the purpose of his life. Second, the subject in addition to the ability to develop the subject also has a concern for family, close friends and its neighbors are also active in the activities of organizations or youth exteaculiculer regions. Third, the subject after the divorce of his parents become more zeal or work to assist and appease mother or her parents by doing such a subject does not require anything else again. Key Words: Resilience, Teens, Divorce PENDAHULUAN Banyaknya konflik di rumah tangga membuat banyak pasangan suami istri tidak tahan dengan keadaan yang tidak menyenangkan di dalam hubungan pernikahan. Pasangan suami istri yang tidak kuat dengan kondisi itu memilih untuk mengakhiri rumah tangga mereka. Masyarakat indonesia sendiri banyak memilih Percarian menjadi solusi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dan konflik di dalam hubungan keluarga. Percerain sendiri merupakan sebuah peristiwa perpisahan suami dan istri yang sudah tidak melakukan hak dan kewajiban suami istri lalu suami istri itu sudah tidak tinggal dalam rumah yang sama. Indonesia sendiri hampir setiap tahunnya menyentuh angka yang tidak kecil hampir menyentuh lebih dari 200.000 kasus perceraian. Tabel 1 Data Perceraian di Indonesia (2009-2013) TAHUN PERNIKAHAN PERCERAIAN 2009 2.162.268 Kejadian 216.286 Kejadian

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 06 Nomer 3 Jilid II Tahun 2018, 384-398

RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANG TUA

(Studi Kasus di Kabupaten Nganjuk)

Romadhona Setya Mahardhika

13040254060 (PPKn, FISH, UNESA) [email protected]

Rr. Nanik Setyowati

0025086704 (PPKn, FISH, UNESA) [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang resiliensi pada remaja yang mengalami perceraian

orang tua di Kabupaten Nganjuk. Landasan teori dalam penelitian ini menggunakan Teori Eudemonisme

dari Aristoteles. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.

Kriteria informan di penelitian ini yaitu informan merupakan anak dari keluarga yang sudah bercerai lebih

dari lima tahun dan memiliki prestasi akademik dan non akademik. Aktivitas dalam analisis data dalam

penelitian ini terbagi ke dalam langkah-langkah yaitu pengumpulan data, reduksi data, dan penarikan

kesimpulan.. Berdasarkan hasil dan analisis data pada penelitian ini menunjukan bahwa perceraian orang

tua tidak terlalu berdampak buruk terhadap perkembangan anak karena ada beberapa faktor yang

menunjang subjek. Pertama, subjek dapat beradaptasi dengan kondisinya selain itu juga dapat

mengaktualisasikan kemampuannya untuk mencapai tujuan hidupnya. Kedua, subjek selain dapat

mengembangkan kemampuannya subjek juga memiliki kepedulian terhadap keluarga, teman dekat dan

tetangganya selain itu juga aktif dalam kegiatan ekskul atau organisasi remaja di daerahnya. Ketiga, subjek

setelah perceraian orang tuanya menjadi lebih semangat belajar atau bekerja untuk membantu dan

membahagiakan ibu atau orang tuanya dengan melakukan hal tersebut subjek tidak memerlukan hal lain

lagi..

Kata Kunci: Resiliensi, Remaja, Perceraian Orang Tua.

Abstract

This research aims to describe about resilience in teenagers who are experiencing divorce in Nganjuk

Regency. The cornerstone of the theory in the study of Eudemonisme theory of Aristotle. This research

uses the qualitative approach with this type of case study research. The criteria of informant in this study

i.e. informant is a child of the family who have been divorced more than five years and have to academic

and non-academic achievement. Activity in data analysis in this study is divided into measures, namely

data collection, data reduction, and the withdrawal of the conclusion.. Based on the results and analysis of

the data in the study shows that the divorce of parents not too badly child development because there are

several factors that support it. First, the subject can adapt to conditions in addition can also actualize them

ability to achieve the purpose of his life. Second, the subject in addition to the ability to develop the subject

also has a concern for family, close friends and its neighbors are also active in the activities of

organizations or youth exteaculiculer regions. Third, the subject after the divorce of his parents become

more zeal or work to assist and appease mother or her parents by doing such a subject does not require

anything else again.

Key Words: Resilience, Teens, Divorce

PENDAHULUAN

Banyaknya konflik di rumah tangga membuat banyak

pasangan suami istri tidak tahan dengan keadaan yang

tidak menyenangkan di dalam hubungan pernikahan.

Pasangan suami istri yang tidak kuat dengan kondisi itu

memilih untuk mengakhiri rumah tangga mereka.

Masyarakat indonesia sendiri banyak memilih Percarian

menjadi solusi yang digunakan untuk menyelesaikan

masalah dan konflik di dalam hubungan keluarga.

Percerain sendiri merupakan sebuah peristiwa perpisahan

suami dan istri yang sudah tidak melakukan hak dan

kewajiban suami istri lalu suami istri itu sudah tidak

tinggal dalam rumah yang sama. Indonesia sendiri hampir

setiap tahunnya menyentuh angka yang tidak kecil hampir

menyentuh lebih dari 200.000 kasus perceraian.

Tabel 1

Data Perceraian di Indonesia (2009-2013)

TAHUN PERNIKAHAN PERCERAIAN

2009 2.162.268 Kejadian 216.286 Kejadian

Page 2: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Perceraian Orang Tua

385

TAHUN PERNIKAHAN PERCERAIAN

2010 2.207.364 Kejadian 285.184 Kejadian

2011 2.319.821 Kejadian 258.184 Kejadian

2012 2.291.265 Kejadain 372.577 Kejadian

2013 2.218.130 Kejadian 324.527 Kejadian

(Sumber: http://m.kompasiana.com/pakcah/di-Indonesia-

40-perceraian-setiap-jam-54f354c07455137a2b6c7115)

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang maju

dengan penduduk yang beraneka ragam. Namun, hal ini

tidak sebanding dengan keharmonisan keluarga

masyarakat jawa timur 90.000 pasangan memutuskan

untuk bercerai pada tahun 2015 kejadian tersebut terus

meningkat sampai tahun ini dan tidak menunjukan

penurunan. Beberapa daerah di jawa timur

menyumbangan kasus perceraian yang bervariasi dari

kecil sampai besar di nganjuk memiliki kasus perceraian

yang cukup besar yaitu 2000 kasus setiap tahunnya untuk

kota kecil itu merupakan angka yang cukup besar.

Tabel 2

Angka Perceraian di Nganjuk dari 2012-2016

NO Jenis

Perkara 2012 2013 2014 2015 2016

1 Cerai

Talak 576 693 752 719 632

2 Cerai

Gugat 1611 1629 1685 1655 1646

(sumber: Laporan Tahunan Pengadilan Agama Nganjuk

2014 dan 2016)

Tingginya minat masyarakat untuk melakukan

perceraian berdasarkan beberapa faktor penyebab yaitu

kekerasan verbal, masalah ekonomi atau kekerasan

ekonomi, keterlibatan dalam perjudian, keterlibatan dalam

penyalah gunaan minuman keras, narkoba dan

perselingkuhan atau adanya orang ketiga. Namun,

masyarakat di Indonesia yang menjadi penyebab

tingginya angka perceraian yakni faktor ekonomi dan

perselingkuhan atau orang ketiga tidak terkecuali di

Nganjuk juga.

Perceraian sendiri memliki dampak yang cukup besar

untuk pasangan suami-istri seperti bencana keuangan,

traumatik, perubahan peran dan status, suliitnya

penyesuaian diri dan perkembangan anak. Salah satu

dampak yang paling berat adalah perkembangan anak dari

segi psikologis maupun fisik kebanyakan sang orang tua

tidak memikirkan hal tersebut dan hanya memikirkan

solusi sesaat yakni perceraian. Fase awal dalam suatu

perceraian memang belum merasakan dampak yang

signifikan karena merasa lepas dari konflik besar dalam

hidupnya. Seiring berjalannya waktu suami istri yang

menerima status barunya yaitu duda atau janda harus

beradaptasi dengan kondisi barunya.

Status bukan hanya masalah yang dihadapi jika salah

satu orang yang bercerai memenangkan hak asuh duda

atau janda tersebut harus merawat anaknya. Anak tidak

hanya memerlukan kelembutan ibu saja tapi juga

ketegasan seorang ayah maka dari itu jika memenangkan

hak asuh dari anak harus bisa menjadi ayah dan ibu bagi

anak tersebut. Anak tidak hanya butuh kasih sayang saja

namun anak juga perlu dinafkahi dengan perceraian salah

satu pilar penting yang menyokong keuanangan keluarga

hilang sehingga menambahkan beban ekonomi dari

pasangan yang bercerai.

Perceraian sangat berpengaruh terhadap

perkembangan anak terutama pada anak yang berusia

remaja. Fase remaja merupakan fase peralihan diantara

anak-anak dan dewasa bisa dikatakan ini masa

pertumbuhan dan masa perkembangan fisik dan psikisnya.

Pada masa remaja pemikirian masih belum matang dan

mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dianggap baik

secara subjektif tanpa memikirkan dampak maka dari itu

sangat diperlukan peran orang tua untuk membimbing

anaknya.

Anak pada usia remaja banyak tersandung masalah

terutama anak dari keluarga bercerai. Sering sekali anak

dari keluarga bercerai tidak dapat mengatur peraulan

mereka adan gaya hidupnya akhirnya banyak dari anak-

anak dari keluarga bercerai mengarah ke pergaulan negatif

seperti mengkonsumsi narkoba, minum-minuman keras,

kegiatan kriminal, dan pergaulan bebas.

Anak dari keluarga bercerai tidak semuanya

berkembang ke arah negatif. Beberapa anak dari keluarga

bercerai dapat lepas dari kondisi terburuknya (perceraian

orang tua) dan berkembang ke arah positif seperti contoh

Azka Corbuzier, Andri Rizki putra seorang aktifis LSM

yang bergerak di bidang pendidikan untuk anak tidak

mampu, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

presiden ke 5. Hal itu, menunjukan bahwa anak atau

remaja dari keluarga bercerai dapat berkembang ke arah

positif bukan terjerumus di jurang pergaulan bebas atau

tindak kriminal, dalam mencapai kesusksesan mereka

untuk lepas dari kondisi tersulit ketiga orang tadi dapat

menerapkan resiliensi dalam kehidupannya. Resiliensi

sendiri kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi

terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi

dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan

bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau

trauma yang dialami dalam kehidupannya (Reivich. K &

Shatte. A, 2002;227)..

Resiliensi sendiri sangat penting untuk remaja dari

keluarga yang tidak utuh lagi (bercerai) karena dalam

kondisi keluarga yang bercerai hanya serumah dengan

ayah atau ibu saja memang tidak menyenangkan untuk

Page 3: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 06 Nomer 3 Jilid II Tahun 2018, 384-398

beberapa orang dan itu merupakan masalah yang berat

terutama untuk perkembangan anak maka dari itu proses

adaptasi dengan kondisi keluarga yang tidak utuh lagi

memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena itu

resiliensi sangat diperlukan untuk perkembangan remaja

tersebut.

Penelitian ini ingin mendiskripsikan resiliensi pada

remaja yang mengalami perceraian orang tua. perceraian

sendiri bukan hanya membawa solusi tetapi juga dampak

yang cukup besar bukan hanya maslah ekonomi namun

juga perkembangan fisik dan psikologis anak terutama di

masa remaja.masa remaja merupakan masa-masa anak

untuk menemukan jadi diri mereka dan di masa itu

mereka belum sepenenuhnya sadar dengan kebenaran

pilihan yang mereka ambil. Maka dari itu remaja perlu

punya kemampuan untuk lepas dari kondisi tersulitnya

(perceraian orang tua) dengan punya kemampuan

resiliensi mereka dapat menganalisa kondisi tersebut dan

menjadikan kondisi tersulitnya untuk dapat berprestasi

dan bukan terjerumus ke arah negatif. Penelitian ini

menambahkan refensi pengetahuan bagi guru terutama

guru PPKn apabila menemui kasus yang sama dapat

membantu atau memberikan semangat kepada remaja

tersebut agar dapat berprestasi.

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu,

bagaimana pengaruh resiliensi pada remaja yang

menglami perceraian orang tua di kabupaten nganjuk?.

Tujuan dari penelitian ini yaitu, untuk mendeskripsikan

tentang resiliensi pada remaja yang mengalami perceraian

orang tua di Kabupaten Nganjuk.

Manfaat secara teoritis, hasil penelitian ini akan

memberikan manfaat dalam mengembangkan konsep

psikologi mengenai resiliensi pada remaja yang

mengalami perceraian orang tua. Manfaat praktis dari

penelitian ini yaitu, (a) bagi masyarakat, penelitian ini

dapat menambahkan wawasan kepada masyarakat untuk

mengurangi keinginan bercerai dan tidak memandang

sebelah mata remaja yang mengalami perceraian orang

tua. (b) bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan wawasan baru dalam diri peneliti tentang

resiliensi pada remaja yang mengalami perceraian orang

tua dan mampu membantu remaja yang mengalami

perceraian orang tua untuk keluar dari kondisi tersulitnya

(perceraian orang tua). (c) bagi peneliti selanjutnya,

diharapkan menambahkan faktor-faktor lain yang

berhubungan dengan pencapaian lain yaitu tidak hanya

data dari subjek saja namun dpat ditambahkan dengan

informan kunci (key informan).

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Desain

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

studi kasus. Studi kasus dalam penelitian ini berpijak pada

pendapat Bokdan dan Biklen (dalam Syamsudin,

2009:175) yang mengungkapkan bahwa studi kasus

merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau

satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen

atau suatu peristiwa tertentu.

Fokus penelitian ini adalah untuk menganalisis

pengaruh remaja pada remaja yang mengalami perceraian

orang tua di Kabupaten Nganjuk. Informan dalam

penelitian ini adalah remaja yang mengalami perceraian

orang tua memiliki prestasi akademik maupun non

akademik dan orang tuanya telas bercerai minimal lima

tahun.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

observasi, wawancara mandalam (indepth interview), serta

dokumentasi. Lokasi di dalam penelitian di Kabupaten

Nganjuk.Teknik analisis data yang digunakan mengacu

pada analisis interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan

Huberman, yang terbagi dalam langkah-langkah: (1)

pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data,

(4) penarikan kesimpulan Jika digambarkan ke dalam

bentuk bagan, maka proses analisis data di dalam

penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1

Proses Analisis Data Miles dan Huberman (1984)

(dalam Sugiyono: 2015:92)

.

Untuk pengecekan keabsahan data hasil penelitian

dilakukan melalui triangulasi teknik. Menurut Sugiyono

(2015:127), Triangulasi teknik dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik

yang berbeda. Data yang diperoleh dari teknik wawancara

dapat dicek dengan teknik observasi maupun dokumentasi

agar penelitian dapat diakui kebenarannya. Kemudian bila

dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut

menghasilkan data yang berbeda-beda maka peneliti

melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data yang

bersangkutan atau yang lain sehingga akan dihasikan

kesimpulan yang tepat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang dan Respon Awal Subjek

Resilieni bukan serta merta muncul namun karena ada

kondisi yang membuat keempat subjek memiliki

resiliensi tersebut. Oleh karena itu peniliti merasa perlu

Page 4: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Perceraian Orang Tua

387

mengetahui latar belakang perceraian orang tua subjek

dan respon awal saat mengerti orang tua subjek bercerai.

Data latar belakang dan respon awal subjek diambil dari

proses wawancara dengan empat subjek.

Berdasarkan hasil wawancara dengan AI diketahui

bahwa orang tua AI bercerai karena adanya pihak ketiga

yang menggoda ayah AI. Seperti yang diungkapkan AI:

“Aku sebenere gak ngerti cerainya gara-gara apa

soalnya aku pas itu sek cilik tapi aku pernah seh

ngonangi bapak ibukku sering cekcok tapi gak

sampek moro tangan. Pernah seh aku tanya na

ibukku katanya ibukku seh ibukku gak terima

bapakku ada selingkuhan aslie bapakku udah

minta maaf tapi ya itu ibukku tetep gak mau “

(Wawancara pada Tanggal 2 noveber 2017,

ganung kidul)

Namun dalam perceraian orang tuanya AI

memaparkan bahwa ibu ada kesalah pahaman dan ibu AI

tidak mau memaafkan ayah AI:

“Iyo aku yo pernah takok bapakku awal e

anggapanku mungkin kalau dari ayahku beda

tapi ternyata jawabane ya sama, bapakku yo

cerita neg bapakku iku wes minta maaf tapi

ibukku wes sakit hati hati “ (Wawancara pada

Tanggal 2 noveber 2017, ganung kidul)

Subjek AI mengetahui orang tuanya bercerai pada

saat kelas 2 SD. Namun, subjek AI baru tahu orang

tuanya bercerai saat kelas 4 SD:

“Wes suwi kok neg gak salah pas aku kelas 2 SD

(8th) iku ae ngertiku pas kelas 4 SD“ (Wawancara

pada Tanggal 2 noveber 2017, ganung kidul)”

Menurut subjek AI baru mengetahui kalau orang

tuanya bercerai karena salah satu orang tuanya yaitu

ayahnya sudah mulai jarang pulang:

“Ngertiku seh bapakku sudah gak pernah

keliatan dirumah gk Cuma 1 minggu 2 minggu

tapi hampir 2 bulanan lebih mulai saat iku aku

mulai sadar kalau orangtuaku sudah cerai itupun

ngertiku teko ibuku dan aku tanya masalah

bapakku “ (Wawancara pada Tanggal 2 noveber

2017, ganung kidul)

Namun hal berbeda terjadi oleh subjek VWD yang

menyebabkan perceraian orang tuanya adalah salah satu

orang tuanya yaitu ibunya mencari lelaki lain:

“Pas itu pun aku cari tahu ke ibuku dan ternyata

mereka cerai karena salah satu orangtua ku ada

yang punya simpenan” (Wawancara pada

Tanggal 5 November 2017, Dsn. Tunggul,

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

“Orang tuaku ada yang selingkuh makanya

mereka memutuskan untuk bercerai setelah

itupun ibuku memutuskan untuk cari kerja ke

luar negeri” (Wawancara pada Tanggal 5

November 2017, Dsn. Tunggul, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

Selama proses wawancara dengan VWD juga

mengungapkan bahwa orang tuanya bercerai saat kelas

2 SD:

“Sudah mas sudah lama banget sejak aku kelas 3

SD (9th). oh itu bukan ayah kandung mas itu ayah

tiriku ayah kandungku ada di jogja” (Wawancara

pada Tanggal 5 November 2017, Dsn. Tunggul,

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

“Itu udah cerainya mas kalau cekcok e itu pas

aku kelas 2 SD dan kelas 3 itu sidangnya

perceraian orangtuaku tahuku pun pas Kelas 4

SD soalnya aku kepo kenapa kok ayahku gak

pernah pulang kenapa eh ternyata orang tuaku

sudah gak bareng lagi” (Wawancara pada

Tanggal 5 November 2017, Dsn. Tunggul,

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Namun hal berbeda diungkapkan oleh SF dimana

perceraian karena ayahnya tidak memiliki pekerjaan

namun suka menghambur-hamburkan uang minum-

minuman keras dan jarang pulang kalau pulang pun di

rumah suka marah-marah:

“Kalau dulu seh gak tahu mas kan masih kecil

tapi setelah aku SD kelas 6 aku di beri tahu

nenek dan ibuk kalau cerainya mereka itu gara-

gara bapak itu suka minum-minum dan jarang

pulang bapakpun juga gak punya pekerjaan jadi

ibuk mutusin minta cerai”

Subjek SI juga menceritakan bahwa perceraian

orang tuanya terjadi saat umur 9 tahun pada saat dia

menginjak SD kelas 5:

“Sudah lama mas sejak kecil pas aku umur 9th

jadi gak begitu ingat itu kapan”(Wawancara pada

Tanggal 20 Desember 2017, Ds.Wates,

Kec.Tanjung Anom)

“Aku ngertinya kelas 5 SD awal mas saat

bapakku sama ibukku sering cekcok sih mas dan

awal mlai cekcok itu bapak 3 hari pulang malam-

malam terus dan kalau ditanya sama ibuk pasti

marah-marah” (Wawancara pada Tanggal 20

Desember 2017, Ds.Wates, Kec.Tanjung Anom)

Namun Hal berdeda juga dialami oleh DI orang tuanya

bercerai karena orang ketiga namun ayah dari DI dipaksa

menikahi perempuan di kalimantan:

“Ayahku kan kerjanya di kalimantan mas dan

gak pulang lama gitu eh pulang-pulang ayahku

cerita dia dipaksa nikah sama orang sama kalau

tidak mau nikahi akan dibunuh mas”

(Wawancara pada Tanggal 20 November 2017,

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Selama prosses wawancara dengaan subjek SF juga

menjelaskan bahwa orang tuanya bercerai saat umur 9

tahun:

“Percerainya itu sejak aku SD (9th) mas aku tahu

orang tuaku cerai ya itu ayahku udah tidak

pulang lama tahuku ya kerja eh pulang-pulang

mohon ijin nikah lagi” (Wawancara pada

Tanggal, 20 November 2017, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

Page 5: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 06 Nomer 3 Jilid II Tahun 2018, 384-398

Berdasarkan wawancara dengan empat subjek dapat

disimpulkan ada berbagai masalah yang mempengaruhi

orang tua subjek bercerai. Keempat subjek menunjukan

adanya orang ketiga dan ada juga yang bercerai karena

ayah subjek sering minum-minuman keras dan tidak

bekerja hal itu bisa mengakibatkan kesenggangan dalam

hubungan rumah tangga

Melihat hal-hal yang diungkapkan oleh empat subjek

dapat dilihat bahwa masing-masing memiliki alasan yang

berbeda walaupun ada beberapa yang alasannya hampir

sama. Sebuah pernikahan memang tidak terlepas dari

masalah yang terjadi, ada pasangan yang mampu

melewati hal tersebut namun ada juga pasangan yang

tidak mampu melewatinya sehingga memutuskan untuk

menempuh perceraian sebagai solusi dari permasalahan

rumah tangganya.

Aspek Regulasi emosi (Emotion regulation)

Setiap diri individu memiliki cara yang berbeda dalam

mengungkapkan emosi yang dirasakannya, termasuk

empat subjek peneletian ini. Subjek AI saat ada suatu

masalah sering memendam perasaannya dan cenderung

membiarkan masalah tersebut.

“Iyo pasti pernah don aku iku tipe orang sing

santai aja sih don jadi aku neg marah iku ya

ngomong tapi ya gak sampek misuh-misuh sama

ngamuk aku kalau kebacut seh cenderung tak

biarne buang-buang tenaga kalau terlalu

maksa”(Wawancara pada Tanggal 6 November

2017, Jln mastrip, Nganjuk)

Hal itu juga berbanding lurus dengan keadaan AI saat

subjek bersedih atau frustasi Subjek AI akan cenderung

menutup diri:

“Kalau aku seh neg frustasi ngunu lebih sering

tak pendam soalnya aku gak pengen ibu atau

orang-orang di dekatku dan aku anak cowok juga

isin lah kalau ada yang tau Cuma aku kalau

kenapa-kenapa lebih sering cerita na pacarku

sih” (Wawancara pada Tanggal 6 November

2017, Jln mastrip, Nganjuk)

Namun hal berbeda diungkapkan oleh VWD apabila

ada suatu masalah subjek akan cenderung

mengungkapkan amarahnya karena VWD merasa dengan

subjek marah orang yang ada masalah dengannya akan

cepat tahu apa salahnya:

“Kalau aku seh digoda orang itu langsung tak

marahi mas disitu soale sih kalau menuruku biar

dia cepet sadar gak begitu aja kalau aku diemin

malah kasihan dia diulangi lagi” (Wawancara

pada Tanggal, 12 November 2017, Dsn.

Tunggul, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Hal ini juga berbanding lurus dengan kondisi VWD

saat dilanda masalah dan akhirnya membuat subjek

untuk tidak masuk sekolah karena masalah pasangan.

VWD cenderung mengungkapkan perasaanya secara

berlebihan. VWD mulai mau masuk sekolah karena

dimarahai oleh saudaranya.

“Aku kalau ada masalah yang bikin nangis gitu

biasanya langsung cerita temen sama Mbak Ning

mas kalau langsung ke ibuk itu jarang mas aku

pernah itu pas SMP kalau gak salah pernah

nangis dan hampir gak mau sekolah gara-gara

pacarku selingkuh” (Wawancara pada Tanggal,

12 November 2017, Dsn. Tunggul, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

“Iya mas aku mau masuk sekolah gara-gara

dimarahi dan disemangati Mbak Ning

“(Wawancara pada Tanggal 12 November 2017,

Dsn. Tunggul, Ds. Klagen, Kec. Rejoso)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh DI menurutnya

dengan memperlihatkan amarahnya akan memberikan

efek jerah kepada temannya supaya tidak diulangi lagi:

“Kalau orang itu gangguin aku langsung aku

marahi mas soalnya biar dia ngerti mas kalau

keterlaluan ya tetep aku marahi soalnya selain

biar dia ngerti aku juga berharap masih bisa

temenan sama dia tapi kalau keterlaluan ya

nggak aku gubris lagi” (Wawancara pada

Tanggal 3 Desember 2017, Ds. Klagen, Kec.

Rejoso)

“Ya kalau marah-marah sih sering mas kalau

sampai ninggalin teman itu belum sih mas dan

jangan sampai aku juga gak tega ninggalin teman

kadang kalau temen itu deket banget sama aku

kadang aku yang ngalah meskipun aku gak

salah”(Wawancara pada Tanggal 3 Desember

2017, Ds. Klagen, Kec. Rejoso)

Namun, Subjek DI menunjukan perbedaan sikap saat

ada masalah yang membuatnya bersedih. Di bercerita

saat sedih subjek akan diam dan mencoba menyelesaikan

masalahnya sendiri apabila tidak bisa subjek akan curhat

ke Allah SWT.

“kalau lagi sedih atau galau aku nyendiri gitu

mas sama berusaha menyelesaikan masalahku

sendiri apabila gak bisa menyelesaikannya aku

akan curhat ke Allah SWT karena aku gak mau

menambah beban fikiran ibuku” (Wawancara

pada Tanggal 3 Desember 2017, Ds. Klagen,

Kec. Rejoso)

Subjek SF memiliki regulasi emosi yang cukup bagus

karena SF tidak langsung marah-marah tapi lebih

mendiamkan teman yang bermasalah dengannya. Namun,

subjek SF juga memiliki sikap pendendam terhadap

orang lain:

“Kalau aku sih gampang-gampang marah mas

tapi aku kalau marah gitu orang yang aku marahi

itu aku diemin atau aku jutekin mas apalagi kalau

keterlaluan aku bener-bener gak mau ajak omong

dia mas.”(Wawancara pada Tanggal 28

Desember 2017, Ds. Wates, Kec. Tanjung

Anom)

“iya kalau dia minta maaf aku sih maafin mas

tapi kalau dia gak sadar dan gak mau minta maaf

Page 6: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Perceraian Orang Tua

389

aku gak bakal minta maaf sama dia pas SMP

kelas 1 itu aku pernah gak ngomong sama

temenku satu kelas gara-gara aku ngobrol sama

pacarnya kan pacarnya itu temen kecilku Cuma

pas awal SMP itu kita jarang ngobrol dan pas

pulang gak sengaja barengan mas eh besoknya

dilabrak aku mas dihina-hina juga langsung deh

aku udah gak tahan lagi aku bales dia akhirnya

sampai dipanggil guru gara-gara itu dan sampai

sekarang gak mau aku hubungan lagi sama anak

itu.”(Wawancara pada Tanggal 28 Desember

2017, Ds.Wates, Kec.Tanjung Anom)

Selama proses wawancara SF juga menceritakan

bahwa saat ada masalah tidak cerita ibunya takut

menambah beban fikiran:

“Aku kalau sedih tentang masalah apa-apa itu

larinya ketemenku jarang ke ibuk takut

menambah beban fikiran” (Wawancara pada

Tanggal 28 Desember 2017 Ds.Wates,

Kec.Tanjung Anom)

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa

subjek AI dan SF lebih tenang dan cenderung memendam

masalahnya, sedang VWD,DI lebih sulit mengontrol

emosinya dan suka marah-marah apabila diganggu

namun kedua subjek ini ada rasa tidak ingin kehilangan

teman, meskipun suka marah-marah namun setelah

beberapa jam keuda subjek itu mau minta maaf kepada

temannya.

Gambar 2

Bentuk Regulasi Emosi Subjek

Gambar 2 menunjukan subjek dapat mengontrol

emosinya saat merawat anak dari tetangga subjek

meskipun anak dari tetangganya nakal subjek tetap sabar

dalam merawat anak tentangganya itu. Subjek SF juga

merasa senang merawa anak tetangganya karena subjek

anak tunggal dan tidak memiliki adik Observasi yang

telah dilakukan 1 januari 2018 sampai dengan 10 januari

2018.

Ketiga subjek yang lain juga menunjukan memiliki

regulasi emosi yang bagus meskipun ada yang belum

dapat mengatur emosinya hal ini diperkuat dengan

observasi yang sudah dilakukan oleh penliti pada tanggal

9 sampai 11 November 2017 di rumahnya AI Jalan Wilis

1 No.3 Desa Kartoharjo Kabupaten Nganjuk. Selama di

rumah AI menunjukan sikap yang sabar dan juga patuh

kepada orang tuanya. Selama proses mengakrabkan diri

atau membuat rasa percaya subjek terhadap penliti, AI

menunjukan sikap yang bersahabat. Namun, saat ada

masalah subjek AI cenderung tertupup dan

menyelesaikan masalahnya sendiri. Subjek AI sering

menyendiri meskipun orangnya yang bersahabat terhadap

orang lain.

Setelah dilakukannya wawancara peneliti juga

melakukan observasi pada tanggal 12 sampai 15

november 2017 di rumah subjek Dusun pokak Desa

Klagen Kecamatan Rejoso. Selama proses wawancara

penliti melihat subjek VWD pernah marah-marah kepada

ibu dan teman-temannya hal itu pun karena hal yang

sepele namun itu pun jarang namun meskipun perilaku

VWD yang seperti itu subjek VWD merupakan anak

yang patuh kepada orang tua dan Mbak Ning saudara

ibunya. Beberapa tetangganya juga bercerita tentang

VWD pernah tidak masuk sekolah karena alasan yang

kurang jelas yaitu diputuskan pacarnya. Tetangganya

juga sedikit bercerita yang VWD sering marah-marah dan

berbicara dengan orang tuanya kadang teriak-teriak.

Salah satu tetangga VWD juga menegaskan bahwa

subjek merupakan orang yang tertutup terhadap orang

lain dan sering marah-marah juga namun meskipun

begitu subjek orang yang bertanggung jawab.

Beberapa hal yang diungkapkan subjek sejalan

dengan observasi peneliti yang dilakukan pada tanggal 1

sampai 10 desember 2017 di Gang Manggis, Desa

Klagen, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk. Subjek

DI belum dapat mengontrol emosinya dan orang yang

tertutup apabila ada suatu masalah. selama proses

pengamatan DI memang orang yang bersahabat namun

terkadang memang amarahnya mudah tersulut. Selama

observasi DI juga merupakan remaja yang religius.

Aspek Pengendalian Impuls (Impulse control)

Pengendalian impuls merupakan kemampuan individu

untuk mengendalikan keinginan, dorongan, atau tekanan

yang muncul dari dalam diri individu. empat subjek

penelitian ini memiliki kemampuan mengendalikan

impuls dalam diri yang berbeda.

Selama proses wawancara dengan AI subjek juga

memaparkan usaha subjek untuk berkerja demi

membantu ibunya membiayai biaya kuliahnya dan untuk

tambahan uang saku:

“Iyo don selain untuk tambahan uang saku iku di

buat untuk membantu ibuku dan alhamdulilah iso

untuk bayar kos sama setengah dari uang

kuliahku soale aku ngerasa bayar kuliahku gede

makanya aku kudu ngiwangi ibukku meskipun

tanpa sepengatahuan ibukku.” (Wawancara pada

Page 7: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 06 Nomer 3 Jilid II Tahun 2018, 384-398

Tanggal, 6 November 2017, Jln mastrip,

Nganjuk)

AI juga menceritakan bahwa subjek memiliki sifat

orang yang suka menabung dan dalam membeli barang

lebih suka melihat kebutuhannya dahulu

“Kalau aku seh bisa dibilang nggak seh aku tipe

orang sing seneng nabung dan kalau tuku barang

mesti saya pertimbangkan lebih dahulu.”

(Wawancara pada Tanggal, 6 November 2017,

Jln mastrip, Nganjuk)

AI juga menceritakan bahwa subjek tidak merasa

tertekan dengan keadaan orang tuanya yang bercerai

karena orang tuanya bercerai sejak kecil jadi tidak

paham dengan dengan kondisi orang tuanya dan kondisi

orang tuanya yang cukup baik jadi tidak menimbulkan

dampak:

“Iseh don sakki ae seg nemoni meskipun orang

tuaku cerai tapi aku seg sering ketemu karo

bapakku” (Wawancara pada Tanggal 2

November 2017, Desa Ganung Kidul,

Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk)

“Jujur ae yo aku biasa ae soale ayah sama ibuk

ke aku gak pernah putus komunikasi. Jadi aku

santai aja Cuma ibuku pernah sih ngomongi

jangan sampai kayak ibu sama bapak e”

Wawancara pada Tanggal 2 November 2017,

Desa Ganung Kidul, Kecamatan Nganjuk,

Kabupaten Nganjuk)

Namun hal berbeda diungkapkan oleh VWD. Subjek

VWD berpendapat bahwa belanja boleh saja namun

menabung juga perlu tapi VWD lebih suka menghambur-

hamburkan uang namun kalau dekat dengan ulang tahun

ibunya dan adik ibunya (Mbak Ning) subjek akan mulai

menabung.

“Kalau aku sih seneng belanja tapi ya ada sih

yang aku tabung mas jadi 50 % belanja 50% aku

tabung mas soalnya aku sendiri itu pengen

sedikit menabung untuk masa depanku dan juga

bisa lah sekali-sekali bisa beli barang

sendiri”(Wawancara pada Tanggal 12 November

2017, Dsn. Tunggul, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

“Kalau itu sih jarang mas lebih sering aku

habisin buat belanja tapi kalau deket ultah ibuk

atau Mbak Ning aku mulai nabung”(Wawancara

pada Tanggal 12 November 2017, Dsn. Tunggul,

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

VWB juga pernah sedih dan mengalami masa sulit

terutama saat subjek masuk SMP (sekolah Menengan

Pertama) teman-temannya mulai mencemoh subjek tapi

karena support teman dan keluarga membuatnya

bertahan.

“Kalau dulu sih membuat beban fikiran mas

terutama saat aku SMP mas kan cowok-cowok

itu suka menghina terutama nama orang tua dan

mereka ngerti orangtuaku cerai menjadi-jadi dah

ngecenya. tapi untuk sekarang aku sudah terbiasa

dengan kondisi itu. Teman- teman, adik ibu saya

dan nenek saya selalu mensupport saya akhirnya

saya bisa menerima masalah tersebut dan

menjadikannya sebagi penyemangat saya

“(Wawancara pada Tanggal 12 November 2017,

Dsn. Tunggul, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Namun hal berbeda ditunjukan oleh DI. Subjek

mengungkapkan bahwa bisa mengontrol rasa inginnya

terhadap sesuatu hal dan cenderung tidak menggebu-gebu

dalam menginginkan sesuatu.

“Kalau aku sejak SMP itu sabar mas kalau ada

uang ya beli kalau gak ada ya nggak beli mas

soale aku juga tahu kondisi orangtuaku yang

masih berkekurangan ditambah lagi orang tua

cerai jadi pertimbangannya tambah banyak.”

(Wawancara pada Tanggal, 3 Desember 2017,

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Selama proses wawancara DI juga menyinggung

bahwa subjek pernah mengalami masa sulit saat SMP

karena sering dihina temannya. DI bisa mengatur

amarahnya untuk tidak membalas temannya dan juga

karena di semengati oleh keluarga hal itu memebuat

subjek lepas dari rasa mindernya setelah perceraian orang

tuanya:

“Kalau aku ya agak malu mas apalagi kalau

orang-orang mengerti aku cerainya orang tuaku

karena masalah orang ketiga mas.” (Wawancara

pada Tanggal, 20 November 2017, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

“Ada mas dan aku paling malas kalau yang tahu

itu teman-temanku cowok kan saat SD dan SMP

itu pasti saling menghina nama orang tua nah itu

paling males aku kalau bahas-bahas orang tuaku

cerai untung aja dulu itu aku gak kepancing

kalau kepancing udah aku pukuli

mas”(Wawancara pada Tanggal, 20 November

2017, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

“Sampai sekarang sih mulai terbiasa dan mulai

gak malu karena ibuk,kakak sama keluargaku

selalu memberi semangat mas jadi aku sudah gak

minder” (Wawancara pada Tanggal 20

November 2017, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Subjek SF selama proses wawancara juga dapat

dikategorikan orang yang dapat menahan dan menabung

apabila ingin mendapatkan barang atau sesuatu hal.

“Kalau aku mungkin aku tabung mas soalnya

aku gak begitu suka belanja yang berlebihan jadi

ya seperlunya aja sih. Aku aja kalau dapat uang

saku kalau lebih aku tabung aku gak pengen

hura-hura mas soalnya pengen bisa beli barang

dari tabungan sendiri” (Wawancara pada

Tanggal, 28 Desember 2017, Ds.Wates,

Kec.Tanjung Anom)

Subjek SF juga menunjukan sikap labil yang suka

marah-marah dan sedikit bisa mengontrol emosinya

namun subjek juga punya sifat pendendam. Subjek SF

saat bersedih takut cerita ibunya karena tidak ingin

membebani liburnya.

“Kalau aku sih gampang-gampang marah mas

tapi aku kalau marah gitu orang yang aku marah

Page 8: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Perceraian Orang Tua

391

i itu aku diemin atau aku jutekin mas apalagi

kalau keterlaluan aku bener-bener gak mau ajak

omong dia mas.”(Wawancara pada Tanggal 28

Desember 2017, Ds.Wates, Kec.Tanjung Anom)

“iya kalau dia minta maaf aku sih maafin mas

tapi kalau dia gak sadar dan gak mau minta maaf

aku gak bakal minta maaf sama dia pas SMP

kelas 1 itu aku pernah gak ngomong sama

temenku satu kelas gara-gara aku ngobrol sama

pacarnya kan pacarnya itu temen kecilku Cuma

pas awal SMP itu kita jarang ngobrol dan pas

pulang gak sengaja barengan mas eh besoknya

dilabrak aku mas dihina-hina juga langsung deh

aku udah gak tahan lagi aku bales dia akhirnya

sampai dipanggil guru gara-gara itu dan sampai

sekarang gak mau aku hubungan lagi sama anak

itu.”(Wawancara pada Tanggal 28 Desember

2017, Ds.Wates, Kec.Tanjung Anom)

“Aku kalau sedih tentang masalah apa-apa itu

larinya ketemenku jarang ke ibuk takut

menambah beban fikiran”(Wawancara pada

Tanggal 28 Desember 2017, Ds.Wates,

Kec.Tanjung Anom)

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan

bahwa dua subjek penelitian belum bisa mengendalikan

impuls yaitu VWD. Namun, ada tiga subjek penelitian

dapat mengendalikan impuls yaitu AI, SF dan DI

Keempat subjek memiliki aspek pengendalian impuls

dan dapat menahan rasa ingin yang tidak perlu hal ini

ditunjukan oleh selama Observasi yang dilakukan pada

tanggal 12 sampai 15 november menemukan kelebihan

subjek AI dalam menahan nafsu subjek untuk membeli

suatu barang dan menyisihkan uang hasil kerja

sampingannya untuk membelikan handphone kepada

ibunya.

Subjek VWD merupakan pribadi yang kurang dapat

menahan emosinya namun meskipun subjek memiliki

emosi yang tidak dapat dikontrol subjek masih memiliki

sifat peduli dan juga saya terhadap ibunya. subjek VWD

meskipun boros masih menunjukan sifat menahan rasa

inginnya untuk menunjukan rasa sayangnya kepada

ibunya dengan memberikan suatu kado saat ulang tahun

ibunya hal ini diketahui penliti pada tanggal 13 november

2017 di rumahnya Dusun Pokak, Desa Klagen,

Kecamataan Rejoso, kabupaten Nganjuk.

Subjek DI merupakan pribadi yang tidak bisa diam

jadi sering melakukan kegiatan akademik maupun non

akademik banyak yang ikuti namun lebih sering ikut

baris berbaris sejak SMP subjek juga menunjukan

prestasi yang bagus namun saat SMK belum ada prestasi.

Hal ini diketahui penliti pada tanggal 9 november 2017 di

rumah DI Desa Klagen Kecaman Rejoso Kabupaten

Nganjuk.

Selama proses observasi tanggal 1 sampai 10 januari

2018 subjek SF menunjukan bahwa jarang sekali

meminta uang ibunya untuk membeli barang tapi apabila

beli barang subjek mengambil tabungannya dari uang

saku yang sedikit-sedikit kumpulkan untuk membeli

barang yang subjek inginkan seperti contoh pada tanggal

8 januari 2018 subjek membeli kerudung baru tanpa

meminta uang dari ibunya lagi.

Optimisme (Optimism)

Memiliki sifat optimisme menjadi salah satu aspek

resiliensi yang harus dimiliki oleh individu yang resilien.

Empat subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat

optimisme yang berbeda. AI sudah tidak lagi fokus ke

dunia olahraga namun AI sekarang belajar lebih tekun

agar bisa dilirik perusahaan yang besar.

“Mbiyen seh pengen kerjo na perpajakan tapi gak

klebu malah klebune na UM jurusan akutansi

tapi yo alhamdulilah liane bingung kuliah aku

wes keterima na UM karo doane mari kuliah iso

kerjo na BUMN atau BUMD tapi iki tetep sinau

terus cek IPKku apik dan dilirik perusahaan

gede” (Wawancara pada Tanggal, 6 November

2017 Jln mastrip, Nganjuk)

Subjek AI merupakan pribadi yang menyiapkan masa

dengan masa dengannya dengan baik selain kuliah

Subjek juga sering ikut kerja free line dan sekarang

sedang mencoba pekerjaan tetap di salah satu distro di

salah satu mall selain untuk menambah uang jajan subjek

juga memanfatkannya untuk menambahkan pengalaman

kerja hal itu menujukan optimiste subjek AI untuk

kesuksesannya di masa mendatang hal ini didapatkan

penliti saat melihat keseharian subjek AI pada tanggal 9

samapai 13 november 2017.

Begitu juga dengan subjek VWD memiliki

optimiisme yang besar subjek memaparkan ingin menjadi

salah satu lulusan terbaik dikampusnya.

“Amin mas semoga bisa tercapai aku pasti

berjuang untuk hal itu mas aku pengen jadi

lulusan terbaik kampusku aku akan terus belajar

supaya IPKku terus meningkat semoga bisa

coumlode dan bisa banggain buat keluarga”

(Wawancara pada Tanggal, 12 November 2017

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Selama proses obsevasi pada tanggal 12 sampai 17

november 2017 subjek VWD menunjukan keseriusannya

saat kuliah ibunya mengatakan subjek memiliki IPK yang

baik. VWD merupakan individu yang tekun dalam

belajar hampir setiap sore dan setelah sholat subuh

menyempatkan untuk membaca.

Begitu juga DI selama proses wawancara subjek

memaparkan ingin menjadi kontraktor bangunan karena

ingin membangunkan rumah yang bagus untuk ibunya

namun dalam untuk sekarang masih belum ada usaha lain

untuk mencapi cita-citanya karena subjek fokus dengan

sekolahnya meskipun DI memiliki pretasi non akedemik

sekolah tetap menjadi fokus utamanya.

Page 9: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 06 Nomer 3 Jilid II Tahun 2018, 384-398

“Iya soalnya banyak orang nganggep anak dari

orang cerai itu pergaulannya gak jelas dan masa

depan suram padahal nggak luw mas aku aja ada

prestasi mas dan pergaulanku juga baik makanya

itu aku gak pengen dianggap gitu dan aku pasti

nunjukin kalau aku bisa berprestaasi meskipun

dari orang tua yang cerai” (Wawancara pada

Tanggal, 3 November 2017, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

“Cita-citaku pengen banget jadi kontraktor mas

biar bisa buatkan ibukku rumah yang bagus mas.

Semoga saja bisa tercapai mas. Aku berharap

meskipun aku dari keluarga yang kurang mampu

dan ditinggal bapak aku berharap bisa mencapi

impiankuu maka dari itu aku selalu belajar

dengan rajin.” (Wawancara pada Tanggal, 3

November 2017, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

“Enggak mas fokus sekolah dulu aja mau coba

online shop bingung mau jual apa dan

saingannya banyak” (Wawancara pada Tanggal,

3 November 2017, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Subjek DI merupakan subjek yang senang

menyibukkan diri dengan kegiatan yang menunjang masa

depannya dari kegiatan osis, volly, mengajar ngaji,

bermain gitar dan belajar subjek mengaturnya dengan

baik sering ibunya menyuruhnya untuk menambah waktu

istirahanya namun tidak digubrisnya beberapa

tetangganya bercerita hal itu dilakukan untuk

membiasakan subjek dengan kegiatan yang padat namun

meskipun kegiatannya padat dan mampu berprestasi. Hali

ini didapatkan penliti dengan mengamati kegiatan sehari-

hari subjek DI dari tanggal 1 sampai 10 november 2017

Subjek penlitian yang terakhir atau yang ke empat

yaitu SF memiliki rasa optimisme yang kuat subjek

bercita-cita ingin jadi seorang penerjemah karena ingin

membawa orangtunya keliling dunia.

“Aku dari dulu pengen jadi penerjemah mas biar

bisa bawa ibu keliling dunia” (Wawancara pada

Tanggal, 28 Desember 2017, Ds.Wates,

Kec.Tanjung Anom)

“Yakin mas aku optimis pasti bisa mas aku

pengen buktiiin kalau aku dari orang gak punya

bisa lebih baik kedepannya” (Wawancara pada

Tanggal, 28 Desember 2017, Ds.Wates,

Kec.Tanjung Anom)

Observasi yang dilakukan pada tanggal 11 sampai 15

januari 2018 di rumah subjek Desa Wates Kecamatan

Tanjung Anom Kabupaten Nganjuk menemukan bahwa

subjek menunjukan bahwa anak dari keluarga dari orang

tua bercerai tidak jatuh ke arah negatif dan dapat

berprestasi hal ini ditunjukan dengan keseharian subjek

yang banyak menghabiskan waktu dirumah dan sering

bermain dengan teman-temannya disamping itu dalam

bidang akademik nilainya tergolong bagus.

Hasil diatas menunjukan bahwa keempat subjek telah

memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai dalam

kehidupannya serta memiliki modal yang cukup untuk

menggapai impiannya. AI, VWD, DI Dan SF memiliki

optimisme yang tinggi meskpun AI dan DI memiliki

prestasi di bidang non akademik meraka tetap membekali

diri keempat subjek dengan kemampuan di bidang

akademik.

Analisis Penyebab Masalah (Casual analys)

Kemampuan menganalisis penyebab masalah merupakan

sebuah kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi

penyebab-penyebab masalah yang terjadi. Subjek AI

menganalisis bahwa penyebab percerian dari orang

tuanya karena salah paham dan ibuknya sudah tidakk

dapat memaafkan ayahnya.

“tapi aku pernah seh ngonangi bapak ibukku

sering cekcok tapi gak sampek moro tangan.

Pernah seh aku tanya na ibukku katanya ibukku

seh ibukku gak terima bapakku ada selingkuhan

aslie bapakku udah minta maaf tapi ya itu ibukku

tetep gak mau” (Wawancara pada Tanggal, 2

November 2017, Ganung kidul, Nganjuk)

“Iyo aku yo pernah takok bapakku awal e

anggapanku mungkin kalau dari ayahku beda

tapi ternyata jawabane ya sama, bapakku yo

cerita neg bapakku iku wes minta maaf tapi

ibukku wes sakit hati” (Wawancara pada

Tanggal, 2 November 2017, Ganung kidul,

Nganjuk)

Sementara itu subjek VWD menceritakan perceraian

orang tuanya disebabkan oleh ibunya atau salah satu

orang tuanya berselingkuh karena ayahnya tidak memberi

nafkah kepada ibunya.

“Ibukku cerita mas kalau ibukku cari pria lain

karena bapak gak bisa menafkahi keluarga dan

pengangguran mas” (Wawancara pada Tanggal,

5 November 2017, Dsn. Tunggul, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

“Iya mas makanya aku kaget banget tapi saat ibu

cerita baru paham aku dan menerima pilihan

ibukku” (Wawancara pada Tanggal, 5 November

2017, Dsn. Tunggul, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

DI juga memaparkan perceraian orang tuanya

dikarenakan bapaknya selingkuh karena digoda wanita

lain dan juga dipaksa untuk menikahi wanita tersebut.

“Kalau itu sih karena ayahku digoda ceweknya

itu mas awalnya seh ayahku nolak tapi lama-

lama suka mas dan posisinya ayahku jauh dari

rumah mas dan ceweknya juga lebih muda”

(Wawancara pada Tanggal, 20 November 2017,

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

“Ayahku kan kerjanya di kalimantan mas dan

gak pulang lama gitu eh pulang-pulang ayahku

cerita dia dipaksa nikah sama orang sama kalau

tidak mau nikahi akan dibunuh mas”

(Wawancara pada Tanggal, 20 November 2017,

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Namun, hal berbeda diungkapkan olef subjek SF

bahwa perceraian orang tuanya karena ayahnya suka

Page 10: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Perceraian Orang Tua

393

minum-minuman keras dan menghambur-hamburkan

uang lalu saat diingatkan oleh ibunya ayahnya cenderung

marah-marah. Ayahnya juga pengangguran maka dari itu

ibunya memutuskan untuk meminta cerai.

“Kalau dulu seh gak tahu mas kan masih kecil

tapi setelah aku SD kelas 6 aku di beri tahu

nenek dan ibuk kalau cerainya mereka itu gara-

gara bapak itu suka minum-minum dan jarang

pulang bapakpun juga gak punya pekerjaan jadi

ibuk mutusin minta cerai” (Wawancara pada

Tanggal, 20 Desember 2017, Ds.Wates,

Kec.Tanjung Anom)

Setelah dilakukannya observasi dari 11 november

2017 sampai 01 januari 2018 keempat subjek sudah

terbiasa dengan keadaan keluarga yang tidak utuh lagi

keempat subjek tidak merpemasalahkannya juga

menerima keadaan tersebut hal ini ditunjukan dengan

keempat subjek tidak terjerumus ke pergaulan bebas dan

dapat berprestasi

Empati (Empathy)

Empati merupakan kemampuan individu membaca tanda-

tanda psikologis atau emosi orang lain. Individu yang

resilien akan mampu membaca keadaan psikologis orang-

orang disekitarnya. Subjek AI memiliki sifat empati yang

cukup tinggi terutama kepada keluargaya.

“Iyo don sakne ibuk bapak e kerjo jadi aku sing

jogo” (Wawancara pada Tanggal, 6 November

2017,Jln.mastrip, Nganjuk)

“Dua-duane dhon kemaren ibuk e ngubungi

ibukku kalau anak e sakit dan aku saat jenguk

kasihan kalau pagi gak ada yang nemeni orang

tuane juga habis jatah cutinya jadi aku aja sing

jaga kalau pagi” (Wawancara pada Tanggal, 6

November 2017,Jln.mastrip, Nganjuk)

“Yo nek iku jelas banget selain aku anak tunggal

aku yo laki-laki jadi harus lebih merasa

bertanggung jawab” (Wawancara pada Tanggal,

6 November 2017,Jln.mastrip, Nganjuk)

Namun subjek AI juga memaparkan apabila dengan

lingkunannya memiliki sifat empati namum jika tetangga

tersebut memintanya.

“Hampir sama don tapi kalau sama tetangga

kalau dimintai tolong baru aku bantu kalau gak

ya peduli sewajarnya saja” (Wawancara pada

Tanggal, 6 November 2017,Jln.mastrip,

Nganjuk)

Sementara Subjek VWD sendiri memiliki empati

yang bagus pula namun empati VWD cenderung pilih-

pilih karena hanya peduli dengan keluarga dekat dan

sahabat atau teman dekatnya saja.

“Ya peduli sama keluarga yang deket dan sama

sahabat aja mas kalau sama saudara yang jauh

atau sama tetangga peduli tapi ya sebatas jenguk

aja sih mas. Pernah Mbak Ning sakit mas yang

jagain aku tapi gantian juga sama keluarga.

Pernah juga sahabatku sakit saat SMP dulu aku

sering banget kesana 2 hari sekali mas. Kalau

sama keluarga jauh atau sama tetangga ya

nengok sewajarnya kalau mungkin gak dipaksa

ibuk atau aayah tiriku aku jarang mau nengok”

(Sumber Data, 12 November 2017, Dsn.

Tunggul, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

“Males aja mas aku jarang mau kalau di suruh

jenguk tetangga atau keluarga jauh soalnya gak

begitu deket dengan tetangga sama keluarga

jauhku maksudnya jauh itu yang gak tinggal di

ngajuk mas” (Sumber Data, 12 November 2017,

Dsn. Tunggul, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Subjek DI sendiri memaparkan bahwa subjek

memiliki sikap empati dengan membantu orang lain

karena subjek DI beranggapan dengan melakukan hal

tersebut sebagai balas budi.

“Kalau aku sih iya mas aku pernah sampai

ngerawat tetanggaku gara-gara anaknya tidak

bisa pulang untuk ngerawat” (Wawancara pada

Tanggal,3 Desember 2017, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

“Nggak mas aku selalu diajari ibukku untuk

selalu bantu orang lain terutama orang terdekat

kita” (Wawancara pada Tanggal,3 Desember

2017, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

“Kalau aku sih nggak mas soalnya kakek pernah

sakit lama di rumah sakit mas jadi sudah

terbiasa. Selama ini yang menjaga aku itu teman

sama tetanggaku mas karena saat ayahku kerja di

kalimantan ibuk juga cari kerja biar bisa

memenuhi kebutuhan sehari-hari, kebutuhanku

sama kebutuhan kakakku juga.” (Wawancara

pada Tanggal,3 Desember 2017, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

“Niatku sendiri mas karena aku merasa balas

budi juga karena mereka merawatku sejak kecil

hal itupun jadi terbiasa jadi kalau ada tetanggaku

yang teriak-teriak aku merasa ingin tahu ada apa

dan mungkin ada yang bisa kubantu pernah saat

SMP dulu aku bantu tetanggaku yang sakit asma

pas denger ada orang-orang teriak aku langsung

ke rumah tetanggaku untung aja gak telat

ketahuan kalau asmanya kumat kalau gak

mungkin udah gak tahu kaya gimana nasibnya”

(Wawancara pada Tanggal,3 Desember 2017,

Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

“Kalau sama temen ya sama mas kebawa

kebiasaan dirumah mas” (Wawancara pada

Tanggal,3 Desember 2017, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

Subjek SF mengungkapkan bahwa memiliki rasa

empati yang besar kepada keluarga dan juga

lingkungannya meskipun subjek cuek apabila dihina soal

keluarganya.

“Kalau itu pernah sih mas saat aku SD kelas 6

dulu kan ada tetanggaku yang teriak-teriak mas

minta tolong saat itu sepi di daerahku pada di

sawah semua aku ke rumah tetanggaku eh

ternyata nenek tetangga sebelahku terpleset di

Page 11: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 06 Nomer 3 Jilid II Tahun 2018, 384-398

kamar mandi kasihan mas gak ada yang nemeni

aku langsung bantu jalan terus aku bantu ke

kamarnya lalu aku ke sawah buat beri tahu

keluarga mbahnya mas” (Wawancara pada

Tanggal, 28 Desember 2017, Ds.Wates,

Kec.Tanjung Anom)

“Ya kalau keluarga sama mas terutama sama

ibuk dan nenekku mas pernah itu ibuk sakit gara-

gara tipes aku yang jagain mas sampai aku gak

masuk sekolah seminggu karena gak tega buat

ninggal ibuk mas” (Wawancara pada Tanggal, 20

Desember 2017, Ds.Wates, Kec.Tanjung Anom)

Berdasarkan pemaparan di atas ketiga Subjek di atas

memiliki rasa empati yang cukup yaitu AI, DI dan SF,

namun,salah satu Subjek memiliki empati yang kurang

yaitu VWD. Subjek VWD menunjukan sikap empati

yang berbeda dengan subjek lain karena subjek VWD

cenderung memilih-milih dan cenderung tidak mau

membantu orang lain kecuali terpaksa atau keinginannya

sendiri.meskipun subjek VWD tertutup dan tidak peduli

ke orang lain subjek VWD merupakan orang yang

penyanyang meskipun ke orang tertentu.

Gambar 3

Bentuk Empati Subjek

Gambar 3 menunjukan Subjek SF peduli dengan

lingkungan sekitar terkadang subjek suka mengajari

teman ataupun anak kecil di desanya tentang pelajaran

sekolah anak-anak di sekitarnya. subjek juga terlihat

senang meskipun banyak yang meminta bantuannya. Hal

ini ditemukan pada tanggal 14 sampai 20 januari 2018 di

rumah subjek Desas Wates Kecamatan Tanjung Anom

Kabupaten Nganjuk

Ketiga subjek memiliki empati yang tinggi seperti

subjek AI mmerupakan pribadi yang tertutup dengan

orang sekitar. Namun meskipun begitu kepedulian subjek

terhadap teman, keluarga dan pacarnya bisa dikatakan

sangan peduli pada suatu ketika ada temannya sedang

adaa masalah subjek rela menyepatkan waktu datang

keruamahnya meskipun itu hanya menggunakan sarung

dan pakaian seadanya hal itu terjadi pada hari jum’at

siang tanggal 10 november 2017.

Subjek VWD merupakan individu yang peduli

teerhadp keluarganya meskipun subjek merupakan

pribadi yang bisa dikatakan cerewet dan kadang tidak

peduli namun saat berkumpul dengan keluarga kecilnya.

Subjek VWD sangat manja dan sayang terhadap ibunya

juga suka menyuapi ibunya saat makan hal itu diketahui

pada saat berkunjung di rumahnya pada hari selasa 13

november 2017

Subjek DI merupakan guru ngaji di salah satu TPQ.

Subjek beranggapan dengan cara tersebut subjek daapat

membantu orang di sekelilingnya. subjek juga ingin

menularkan sedikit kemampuanya selain bidang olahraga

setiap sore di mushola dekat dengan rumahnya. Hal itu

diketahui setal observasi yang dilakukan pada tanggal 7

november 2017.

Efikasi Diri (Self efficacy)

Individu yang resilien mampu yakin terhadap dirinya

sendiri bahwa subjek dapat menyelesaikan permasalahan

yang terjadi dalam kehidupannya dan yakin bisa sukses

dalam kehidupan. Subjek AI apabila ada masalah akan

menyelasikannya sendiri dan cenderung cuek. Subjek AI

beranggapan bahwa sebagai laki-laki dapat

menyelesaikan masalahnya sendiri.

“Kalau aku seh lagi ada masalah sama orang

lihat dulu duduk masalahnya kalau emang aku

salah aku langsung ngajak omong dia dan aku

selesaikan dengan baik-baik gak perlu sampai

gebuk menggebuk tapi kalau dia yang salah ya

aku biarin kalau minta maaf ya silahkan kalau

tidak ya nggak masaalah kecuali memang

masalahnya sudah tidak wajar baru pakai

kekerasan” (Wawancara pada Tanggal, 6

November 2017,Jln.mastrip, Nganjuk)

Subjek AI dalam menyelesaikan sangat dewasa dan

mempertimbangkan dalam mengambil keputusan tersebut

hal ini ditunjukan dalam kesehariannya. Subjek

menunjukan sikap yang baik dalam kesehariannya tidak

menunjukan dampak negatif dari perceraian orang tuanya

selain itu subjek juga mampu mengembangkan

kemapuannya sehingga dapat berprestasi di bidang basket

meskipun sekarang tidak ditekuni lagi, hal ini diketahui

penliti dengan mengamati keseharian AI tanggal 15

sampai 20 november 2017 di rumah subjek.

Ketika VWD ada suatu masalah subjek tidak dapat

menyelesaikannya sendiri tapi lebih sering cerita ke

teman atau Mbak Ning saudaranya dari pada ke ibunya

“Seperti yang aku ceritain tadi mas aku lebih

suka kalau ada masalah langsung aku omongin

mas gak suka aku pendem-pendem mas kadang

aku suka ceplas ceplos gitu tapi kalau ada

masalah gede banget ya larinya ketemen atau

Mbak Ning gak pernah langsung ke ibuk”

(Sumber Data, 12 November 2017, Dsn.

Tunggul, Ds.Klagen, Kec.Rejoso)

Observasi yang dilakukan pada tanggal 20 sampai 26

februari 2018 di sumah subjek menemukan bahwa subjek

VWD lebih dekat dengan tantenya atau Mbak Ning.

VWD sendiri lebih sering berbicara empat mata dengan

Mbak Ning dari pada ibunya juga sering menanyakan

langkah yang akan di ambil kepada Mbak Ning bukan ke

ibunya dan subjek kurang memiliki rasa kemandirian dan

rasa percaya diri.

Page 12: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Perceraian Orang Tua

395

Subjek DI juga memaparkan apabila ada suatu

masalah subjek akan mencoba menyelasaikan sendiri

sama curhat ke allah dengan sholat kalau sudah gak ada

solusi baru cerita ke temannya.

“Kalau aku ada masalah aku selesaikan sendiri

mas kalau gak gitu curhat ke allah baru kalau

udah buntu banget cerita ke teman sama keluarga

mas aku gak pingin menambah beban fikiran di

ibukku mas udah terlalu banyak masalah ibukku

mas makanya aku gak pingin menambahkan

beban fikiran lagi di ibukku mas” (Wawancara

pada Tanggal,3 Desember 2017, Ds.Klagen,

Kec.Rejoso)

DI merupakan individu yang lebih senang

menyelesaikan masalahnya masalahnya sendiri tanpa

menerima bantuan orang lain. Subjek DI juga individu

yang religius subjek setiap sore meluangkan waktu untuk

mengajar ngaji di desanya kepeduliannya terhadap orang

lain. Hal ini diketahui penliti pada tanggal 25 janurai

2018

SF menceritakan kalau ada masalah cerita ke

temennya karena subjek kurang berani menyelesikan

maslah sendiri.

“Aku tipe orang kalau ada masalah cerita ke

temenku karena aku malu dan gak pingin

menambahkan beben orang tuaku. Cerita ke

temen juga biar enak nyelesainnya dan lebih

aman kemaren aku ada masalah sama temen

sekelasku gara-gara tugas kelompok aku gak

bantu lalu aku cerita temenku giaman

nyelesaiinnya temenku nyaranin buat minta maaf

dan aku takut buat maaf sendiri jadi besok aku

ditemenin minta maaf ketenku mas kalau bawa

ibukku bisa ngamuk-ngamuk juga mas.”

(Wawancara pada Tanggal, 20 Desember 2017,

Ds.Wates, Kec.Tanjung Anom)

Subjek SF dalam kesehariannya merupakan individu

yang baik dan riang apapbila ada suatu masalah subjek

akan menyelesaikannya sendiri tapi kalau memang tidak

mampu menyelesaikannya subjek mau meminta saran ke

orang lain seperti contoh pada tanggal 18 januari 2018

subjek dimarahi temannya karena lupa membayar uang

kas kelas subjek menyelesaikannya sendiri tidak meminta

bantua ibunya atau temannya. Hal ini diketahui penliti

saat mengamati kegiata SF 15 sampai 20 januari 2018.

Berdasarkan pemaparan di atas keempat subjek memiliki

cara yang cukup efektif untuk menyelesaikan

permasalahan di hidupnya.

Aspek Menemukan jalan keluar dari permasalahan

(Reaching out)

Menemukan jalan keluar dari permasalahan

merupakan kemampuan meningkatkan hal positif dalam

diri. Menemukan jalan keluar dari permasalahan dapat

dilihat dari tiga hal yaitu mampu menganalisis risiko dari

suatu masalah, memahami dirinya dengan baik, dan

mampu menemukan makna serta tujuan hidup. Selama

proses pengambilan data Subjek AI menceritakan bahwa

subjek memiliki tujuan hidup terutama untuk

membahagiakan ibunya. Subjek AI juga menceritakan

perceraian orang tua membuatnya menghargai wanita dan

takut untuk melukai wanita subjek juga sedang menjalin

hubungan spesial hampir 6 tahun.

“Aku pengen banget bahagiane ibukku iso

mencukupi semua kebutuhan beliau don aku

pengen tuone ibukku wes kari duduk manis gak

perlu kerja maneh tapi yang palinng deket itu aku

pengen cepet lulus S1 dan gak menjadi beban

dari ibukku” (Wawancara pada Tanggal, 6

November 2017, Jln mastrip, Nganjuk)

“Gini don jadi ibukku pernah ngomongi jangan

sampai kedepane cerai kayak orang tuanya

ngunu dan sampai sekarang aku selalu

memegang petuah ibuku tentang masalah itu

makanya aku sangat menghargai wanita dan

paling gak tegaan sama cewek aku pun sekarang

aja pacaran sejak SMP sampai sakki gak ganti.”

(Wawancara pada Tanggal, 2 November 2017,

Ganung kidul, Nganjuk)

VWD juga memaparkan subjek ingin membanggakan

orang tua dan keluarganya. VWD juga ingin

membahagiakan orang tuanya dengan cepat lulus dan

juga menjadi lulusan terbaik di jurusannya.

“Oh itu ya kalau aku sih Cuma bisa memberi

nilai IPK yang bagus mas sama cepet lulus S1

masa. belum bisa beliin mereka apa-apa Cuma

aku berjanji pasti besok bisa mencukupi

kebutuhan mereka”

“Amin mas semoga bisa tercapai aku pasti

berjuang untuk hal itu mas aku pengen jadi

lulusan terbaik kampusku aku akan terus belajar

supaya IPKku terus meningkat semoga bisa

coumlode dan bisa banggain buat keluarga”

“Kalau aku seh sama kayak yang tadi mas

pengen lulus S1 terus ceri kerja biar bisa bantu

ibuk dan nyenengin keluarga mas”

Subjek Di juga memiliki tujuan hidup subjk

mengatakan bahwa sejak orang tuanya bercerai subjek

ingin membahagiakan ibu dan keluarganya. DI juga

menceritakan bahwa subjek juga berhati-hati dalam

mencari pasangan karena tidak ingin mengalami hal yang

sama seperti ibunya dan subjek rasakan. DI juga

termotivasi untuk menjadi lebih baik dan termotivasi

untuk berprestasi karena DI beranggapan anak dari orang

tua bercerai bisa berprestasi.

“Membahagiakan ibuk mas. Pokoknya semenjak

perceraian itu prioritas aku cuma

membahagiakan dan membanggakan ibuk sama

keluarga mas”

“Saya lebih berhati-hati dan belajar dari

pengalaman orangtua. Saya juga jadi lebih

termotivasi untuk menjadi orang yang sukses dan

membuktikan bahwa tidak selamanya anak yang

orangtua nya berpisah itu menjadi anak yang

nakal.”

Subjek SF memiliki tujuan hidup yang jelas karena

selama proses wawancara subjek SF menceritakan ingin

Page 13: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 06 Nomer 3 Jilid II Tahun 2018, 384-398

membahagiakan ibunya dan sekolah yang bener supaya

bisa masuk ke SMK yang favorit di daerahnya. Melalui

kejadian itu SF belajar untuk menjadi pribadi yang ikhlas

dan mampu memaafkan ayahnya.

“Untuk saat ini mas aku pengen Sekolah dulu

mas yang bener dan dapat nilai raport yang bagus

biar bisa masuk SMK favorit di nganjuk dengan

begitu ibuk bisa bangga mas sama aku dan gak

malu saaat ketemu keluarga mas”

“Aku belajar untuk ikhlas menerima apa yang

sudah terjadi di keluarga aku dan aku juga

belajar memaafkan ayah. Yang paling utama itu

sih mba belajar ikhlas dan memaafkan.”

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa empat

subjek memiliki menemukan jalan keluar dari

permasalahan yang baik. Hal tersebut karena keempat

subjek sudah memiliki tujuan dalam hidupnya dan

mampu mengambil makna dari perceraian yang terjadi

dianatara kedua orangtuanya. Makna yang diambil

keempat subjek di jadikan motivasi untuk menjadi lebih

baik.

Gambar 4

Bentuk aspek menemukan jalan keluar subjek

(Reaching Out)

Gambar 4 menunjukan AI setelah orang tuanya

bercerai bukan mengarah ke perkambangan yang negatif

namun lebih ke perkembangan yang positif. Subjek AI

menyadari bahwa dengan tidak adanya ayahnya subjek

harus menjaga ibunya dan keluarganya. Subjek AI pun

sekarang bekerja untuk memenuhi kebutuhannya

meskipun mendapat uang saku hal itu lakukan untuk

mengurangi beban orang tuanya. Hal ini diketahui

dengan mengamati keseharian subjek pada tanggal 9

sampai 11 november 2017.

Ketiga subjek yang lain memiliki aspek menemukan

jalan keluar seperti Subjek Setelah dilakukannya

observasi pada tanggal 12-15 november 2017 di rumah

subjek. Subjek VWD menunjukan keseriusan subjek

untuk membuat orang tuanya bangga belajar denga giat

dan tekun demi lulus dengan nilai terbaik subjek juga

sangat menginginkan agar kelak bisa memenuhi semua

kebutuhan orang tuanya. Subjek VWD sekarang

menabung sedikit-sedikit uang sakunya untuk

kebutuhannya di masa mendatang.

Subjek DI mengalami berbagai maslah setelah

perceraian orang tuanya subjek benar-benar merasa

kehilangan dengan perceraian orang tuanya namun hal itu

dijadikan pelajaran dalam hidupnya, membahgiakan

ibunya merupakan prioritas DI setiap hari d menyibukan

diri untuk bekal di masa depannya. Subjek DI juga

merasa bahwa anak dari keluarga bercerai bisa sama atau

lebih dari anak yang keluarganya utuh ditunjukan dengan

prestasi DI. Hal ini diketahui penliti dengan mengamati

keseharian DI dari tanggal 1 sampai 10 november 2017.

Subjek SF merupakan individu yang yang peduli

dengan lingkungannya subjek juga sangat menyayangi

ibunya selain itu subjek juga tekun dalam belajar selain

itu subjek SF individu yang responsif jadi setiap pagi

selalu membersihkan rumah tanpa diingatkan ibunya

peristiwa perceraian orang tuanya menjadikannya lebih

mengerti tentang kondisi keluarganya dan menjadi lebih

bertanggung jawab dengan keluarga dan juga dirinya

sendiri. Hal ini diketahui saat mengamati keseharian

subjek spada tanggal 1 sampai 10 november 2018.

Berdasarkan pada hasil wawancara dengan 4 (empat)

subjek dalam penelitian, maka secara ringkas hasil

penelitian dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3

Hasil Penelitian No. Nama Subjek Resiliensi

1 Apris Inmas

(Apris Inmas)

AI bisa dibilang subjek yang resilien

karena hampir memenuhi semua aspek

resiliensi namun yang paling menonjol

adalah regulasi emosi, pengendalian

impuls dan efikasi diri

2 Vika Wahyu

Destyani (VWD)

VWD dapat dikatakan mendekati resilien

karena memenuhi beberapa aspek

resiliensi yang paling menonjol adalah

aspek optimisme dan efikasi diri

3 Diah Dwi Istari

(DI)

DI merupakan subjek yang dapat dibilang

resilien karena selain memiliki tujuan

hidup yang jelas dia juga memenuhi

beberapa aspek resiliensi yang menonjol

yaitu pengendalian impuls, empati dan

efikasi diri yang bagus

4 Selda Febrianti

(SF)

Subjek SF tergolong resilien, karena selain

memiliki tujuan hidup yakni

membahagikan ibu dan keluarganya dia

juga dapat diketagorikan hampir memiliki

semua aspek resiliensi namun yang paling

menonjol adalah regulasi emosi dan

Pengendalian impuls.

Pembahasan

Analisis Hidup yang Mencari Nikmat

Hidup yang mencari nikmat merupakan suatu usaha

manusia untuk mencapai tujuan hidupnya untuk

mencapai kenikmatan atau kebahagian hidup namun bagi

manusia untuk mencapai tujuan hidupnya maka perlu

Page 14: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Perceraian Orang Tua

397

adanya peningkatan kemampuan atau potensi diri. Maka

dari itu manusia perlu mengembangkan dirinya untuk

mencapai kebahagian. Keempat subjek penelitian dapat

mengembangkan kemampuannya meskipun berada dalam

kondisi yang sulit (perceraian orang tua) bagi remaja lain

pada umumnya. keempat subjek tidak hanya dikucilkan

karena perceraian orang tuanya. Keempat subjek pernah

dihina oleh temannya. Banyak dari teman-teman dari

subjek beranggapan bahwa anak dari orang tua yang

bercerai pergaulannya tidak jelas atau mengarah ke

pergaulan bebas.

Keempat subjek penelitian menganggap bahwa

penceraian orang tuanya bukan sebagai pembatas dalam

mencapai cita-cita atau prestasi. Keempat subjek

memiliki berbagai cara untuk menyelesaikan masalah

perceraian kedua orang tuanya menerima pilihan orang

tuanya untuk bercerai dan tidak berhubungan dengan

salah satu orang tuanya atau tetap berhubungan dengan

kedua orang tuanya merupakan cara yang keempat subjek

ambil. Subjek penelitian menunjukan dapat

mengendalikan keinginan, dorongan, atau tekanan yang

muncul dari dalam dirinya untuk mencapai kehidupan

yang lebih baik meskipun ada dari beberapa subjek

belum dapat mengontrol emosinya dalam menyelesaikan

suatu masalah keempat subjek dapat mempertanggung

jawabkan setiap sikap dan tingkah lakunya. subjek

penelitian memiliki cara tersendiri dalam melewati masa

tersulitnya keempat subjek semakin dekat kepada

keluarga dan semakin dekat dengan tuhan atau Allah

SWT.

Analisis Hidup “Praktis atau Politis”

Manusia merupakan makhluk sosial hidup yang

bahagia merupakan Hidup yang etis yang terwujud

melalui partisipasi dalam kehidupan masyarakat (suseno,

1997:34-35). Manusia sendiri merupakan makhluk sosial

yang tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain. Keempat

subjek merupakan pribadi yang tidak menutup diri

dengan masyarakat selain sering bercengkrama dengan

saudara dan tetangganya subjek juga menunjukan

kepekaan dengan orang lain tidak menutup mata untuk

orang lain yang sedang ada kesulitan. Beberapa subjek

selain bermasyarakat dengan baik juga aktif dalam

kegiatan komunitas di sekolah seperti ekstra kulikuler ada

juga yang fokus dengan sekolahnya saja.

subjek penelitian memiliki cara yang berbeda dalam

mengekspresikan kepekaannya terhadap lingkungannya.

Ada yang responsif apabila teman, keluarga, saudaranya

dan tetangganya yang membutuhkan bantuan ada juga

yang hanya peduli terhadap orang terdekat saja apabila

meminta bantuan. Kepedulian terhadap lingkungan

merupakan aspek penting dalam mencapai kebahagian

meskipun keempat subjek memiliki cara yang berbeda-

beda dan kepekaan terhadap lingkungan juga berbeda

namun keempat subjek masih menunjukan kepedulian

terhadap orang lain beberapa subjek juga berpendapat

bahwa dalam menyelesaikan masalah lebih sering

bercerita ke teman dekat, sabahabat dan pacarnya dari

pada bercerita ke orang tuanya karena keempat subjek

berasusmsi bahwa tidak ingin menambahkan beban

fikiran ke orang tuanya.

Analisis hidup kontemplatif

Hidup merupakan memandang sesuatu hal secara

mendalam, bukan tentang pemikiran. namun merupakan

kegiatan manusia yang paling luhur. (suseno, 1997:33).

Perceraian orang tua menjadi hal yang berat untuk dilalui

remaja pada umumnya tapi tidak semua remaja terpuruk

dengan kondisi tersebut yang membuat keempat subjek

mengambil jalan yang salah. Keempat subjek dalam

penelitian ini adalah salah satunya meskipun memiliki

latar belakang orang tua sudah bercerai keempat subjek

lebih bersemangat untuk membahagiakan ibunya dan rasa

tidak ingin dipandang sebelah menjadi hal yang lebih

penting dari pada meratapi masalah tersebut. Seperti

contoh salah satu subjek meresa dengan percerain orang

tuanya membuat subjek ingin membahagiakan ibunya

dan tidak ingin melukai perasaan wanita subjek juga

ingin bisa memenuhi setiap kebutuhan ibunya. Subjek

peneliatan yang lain juga merasakan bahwa rasa untuk

membahagiakan ibunya atau orang tuanya menjadi hal

yang penting dalam mencapai mimpi-mimpinyya dengan

memenuhi hal itu keempat subjek beranggapan bahwa

tidak memerlukan hal lain.

Subjek penelitian ini selain memiliki pola hidup yang

bahagia juga memiliki aspek-aspek resilien dalam

melewati permasalahan hidupnya. Dua subjek dapat

digolongkan sangat baik dalam konsep resilinsi karena

memenuhi semua aspek dalam resiliensi sedangkan dua

subjek yang lain dapat digolongkan baik karena ada dua

atau tiga aspek yang belum memenuhi konsep resiliensi.

Namun, subjek ada yang tidak menguasai beberapa aspek

namun keempat subjek mencapai aspek Reaching out

atau dapat keluar dari masalah tersebut.

PENUTUP

Simpulan

Resiliensi merupakan hal yang diperlukan untuk

mengukur seberapa besar remaja dari korban perceraian

untuk mencapi tujuan hidup jangka pendek dan tujuan

hidup yang sejati.. Berdasarkan hasil dan analisis data

pada penelitian ini menunjukan bahwa perceraian orang

tua tidak terlalu berdampak buruk terhadap perkembangan

anak karena ada beberapa faktor yang menunjangnya.

Pertama, subjek dapat beradaptasi dengan kondisinya

selain itu juga dapat mengaktualisasikan kemampuannya

untuk mencapai tujuan hidupnya. Kedua, subjek selain

dapat mengembangkan kemampuannya subjek juga

memiliki kepedulian terhadap keluarga, teman dekat dan

tetangganya selain itu juga aktif dalam kegiatan ekstra

kulkuler di sekolahnya atau organisasi remaja di

daerahnya. Ketiga, subjek setelah perceraian orang tuanya

menjadi lebih semangat belajar atau bekerja untuk

membantu dan membahagiakan ibu atau orang tuanya

Page 15: RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN …

Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 06 Nomer 3 Jilid II Tahun 2018, 384-398

dengan melakukan hal tersebut subjek tidak memerlukan

hal lain lagi.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka

peneliti memiliki saran untuk orang tua, subjek

penelitian, dan peneliti lain. Pertama Bagi orang tua

yang telah berceraian diharapharapkan untuk menjaga

hubungannya dengan anaknya karena dengan tingginya

kualitas orang tua dan anak akan memiliki kontribusi

pada anaknya dalam mencapai kehidupan yang lebih

baik. Kedua, Bagi Subjek Penelitian yaitu Berkaitan

dengan pengaruh resiliensi pada remaja diharapkan

remaja yang memiliki latar belakang orang tua yang

bercerai dapat mengembangkan kemampuan resiliensi

yang berguna dalam mengembangkan kemampuan dan

kemandirian.

Bagi penelitian lain diharapkan menambahkan faktor-

faktor lain yang berhubungan dengan pencapaian lain

yaitu tidak hanya data dari subjek saja namun dapat

menambahkan data dari orang tua maupun key informan

lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes Dariyo. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa

Mud. Jakarta: PT.Grasindo.

Anonim, Tentang Angka Perceraian Di Kabupaten

Nganjuk (http://www.pa-nganjuk.go.id/) diakses

tanggal 20 februari

Anonim, Tentang Angka Perceraian Di Jawa Timur

(http://www.malangtimes.com/baca/11155/20160320/

204425/angka-perceraian-di-jawa-timur-tertinggi-se-

indonesia/) diakses tanggal 15 Februari 2017

Anonim, Tentang Dampak Perceraian Terhadap anak.

(http://m.detik.com/news/berita/2973274/anak-yang-

orangtuanya-bercerai-rawan-jadi-korban-

penelantaran-hingga-kekerasan) Diakases pada 18

februari 2017

Bertans.K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta:

PT. Kanisius

Creswell, John W. 2013. Research Design: Pendekatan

Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Emery, E. R. (1999). Marriage, Divorce, and Children

adjustment. 2nd edition. New York: Prentice Hall

International.

Reivich, K & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7

Skills for Overcoming Life’s Inevitable Obstacles.

New York: Random House, Inc.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan:

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta