republik indonesia kementerian hukum hak...

260
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SURAT PENDAF"TARAN CIPTAAN MenteriHukumdanHakAsasiManusiaRepubliklndonesia,berdasarkanUndangUndang t"-". ls i.r,"" 2002 tentans Hak cipta yairu u;dans undang tenrang perlindungan ciplaan di il;;; ;;;;."s.,"truan, seni aan sastra (tidak meli;dunsl hak kekaraan intelektual lainnval' ;;;;;; ;i;;";;."skan bahwa hal-hal tersebut di bawah ini telah terdanar dalam Daftar umum Ciptaan: L Nomor dan tanggal Permohonan IL Pencipta Nama Kewarganegaraan IIL Pemegang Hak Cipta Nama Ke$.arganegaraan IV. Jenis CiPtaan V. Judul CiPtaan Vl. Tanggal dan temPat diumumkan untuk Pertama kali di wilayah Indonesia atau di tuar wilayah VIL Jangka waktu PerlindLrngan VIIL Nomor Penda{taran C16201400009, 24 Jn]j 2074 1. Dr. drh. I WAYAN SUARDANA, M.St.; 2. drh. IDA BAGUS NGUR3II SWACITA' M'P' Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jalan P.B. Sudirman Denpasar, Bali. Indonesia D". dih. I WAYA SUARDANA' M.St. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jalan P.B Sudirman Denpasar, Bali. Indonesia Buku I{IGIENE MAI(A}IAN: KA",IAN TEORI DAN PRINSIP DASAR Februari 2009, di Denpasar Berlaku selama hnlup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (Iima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. 073216 PendaftaranCiptaandalamDaftarUmumCiptaantidal<-me-ngandungaltisebagai Densesalan atas isi, arti, maksud, aLau bentuk dari Ciptaan yang didaftar, Direktorat Jenderai [;:';:;;;;;;;i.;; ;";J;ii;';" ciprda,r ridak berranssunB jawab atas isi drri maksud atau o"""iJ al', ciiil"" lang r.raafrar' tPa'sa Sodan Penr"lalan Pasal J6 Undans undans Nomor 1q Tahun 2002 Tentang Hak CiPta) a.n, MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL I{EKq.YAAN INTELEKTUAL u.b. DIREKTUR HAK CIPTA, DESAIN INDUSTRI, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TER?ADU' DAN RAHASIA DAGANG HKt,2-01-000002651 NtP. 19551 I29 198203200 1 S,H,, M,H,

Upload: others

Post on 11-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

SURAT PENDAF"TARAN CIPTAAN

MenteriHukumdanHakAsasiManusiaRepubliklndonesia,berdasarkanUndangUndangt"-". ls i.r,"" 2002 tentans Hak cipta yairu u;dans undang tenrang perlindungan ciplaan di

il;;; ;;;;."s.,"truan, seni aan sastra (tidak meli;dunsl hak kekaraan intelektual lainnval'

;;;;;; ;i;;";;."skan bahwa hal-hal tersebut di bawah ini telah terdanar dalam Daftar umum

Ciptaan:

L Nomor dan tanggal Permohonan

IL PenciptaNama

Kewarganegaraan

IIL Pemegang Hak CiptaNama

Ke$.arganegaraan

IV. Jenis CiPtaan

V. Judul CiPtaan

Vl. Tanggal dan temPat diumumkanuntuk Pertama kali di wilayahIndonesia atau di tuar wilayah

VIL Jangka waktu PerlindLrngan

VIIL Nomor Penda{taran

C16201400009, 24 Jn]j 2074

1. Dr. drh. I WAYAN SUARDANA, M.St.;2. drh. IDA BAGUS NGUR3II SWACITA' M'P'Fakultas Kedokteran HewanUniversitas Udayana, Jalan P.B. SudirmanDenpasar, Bali.Indonesia

D". dih. I WAYA SUARDANA' M.St.Fakultas Kedokteran HewanUniversitas Udayana, Jalan P.B SudirmanDenpasar, Bali.Indonesia

Buku

I{IGIENE MAI(A}IAN: KA",IAN TEORI DANPRINSIP DASAR

Februari 2009, di Denpasar

Berlaku selama hnlup Pencipta dan terus berlangsunghingga 50 (Iima puluh) tahun setelah Pencipta

meninggal dunia.

073216

PendaftaranCiptaandalamDaftarUmumCiptaantidal<-me-ngandungaltisebagaiDensesalan atas isi, arti, maksud, aLau bentuk dari Ciptaan yang didaftar, Direktorat Jenderai

[;:';:;;;;;;;i.;; ;";J;ii;';" ciprda,r ridak berranssunB jawab atas isi drri maksud atau

o"""iJ al', ciiil"" lang r.raafrar' tPa'sa Sodan Penr"lalan Pasal J6 Undans undans Nomor 1q

Tahun 2002 Tentang Hak CiPta)

a.n, MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA

DIREKTUR JENDERAL I{EKq.YAAN INTELEKTUALu.b.

DIREKTUR HAK CIPTA, DESAIN INDUSTRI,

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TER?ADU' DAN RAHASIA DAGANG

HKt,2-01-000002651

NtP. 19551 I29 198203200 1

S,H,, M,H,

Page 2: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan
Page 3: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan
Page 4: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

i

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang

Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat-Nya lah penyusunan Buku Higiene Makanan ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan buku ini dimaksudkan sebagai materi dasar bagi mahasiswa yang

mengambil mata kuliah Higiene Makanan sehingga dapat dijadikan pegangan pokok

mengingat belum adanya buku ajar standar Higiene Makanan yang tersedia di pasaran.

Buku ajar ini disusun dengan mengkompilasi beberapa materi dari buku-buku lainnya,

serta dalam kesempatan ini, kami selaku penyusun belum berkesempatan untuk

menambah kepustakaan yang diperlukan mengingat keterbatasan waktu yang kami

miliki.

Atas terselesainya buku ini, penulis mengucapakan terimakasih sebesar-besarnya

kepada Kepala UPT. Penerbit Universitas Udayana (Bapak Prof.Ir.D.K.Harya Putra,

MSc., PhD.) atas segala bantuan dan motivasinnya serta sekaligus sebagai penyunting.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu dosen staf Lab. Kesmavet

FKH Unud atas kepercayaan dan dorongan morilnya dari awal sampai selesainya

penulisan buku ajar ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu segala masukan dan koreksi akan penulis terima dengan senang

hati.

Denpasar, 5 Oktober 2008

Penulis

Page 5: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

ii

DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA ………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...

DAFTAR TABEL …………………………………………………………………...

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………….

BAB I. EKOLOGI KERUSAKAN PANGAN OLEH MIKROORGANISME ....

1.1 Pendahuluan ..........................................……………………………………

1.1.1 Faktor Intrinsik pada Kerusakan Bahan Pangan ..................................

1.1.2 Faktor Pengolahan ...............................................................................

1.1.3 Faktor Ekstrinsik ..................................................................................

1.1.4 Pengaruh Implisit Sehubungan dengan Kerusakan ............................

1.2 Bentuk Kerusakan Bahan Pangan oleh Mikoorganisme …………..............

1.2.1 Berjamur ..............................................................................................

1.2.2 Pembusukan .........................................................................................

1.2.3 Berlendir ..............................................................................................

1.2.4 Perubahan Warna ..................................................................................

1.2.5 Berlendir Kental seperti Tali (ropiness) ...............................................

1.2.6 Kerusakan Fermentatif .........................................................................

1.2.7 Pembusukan Bahan Berprotein ...........................................................

1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan dan Pertumbuhan Mikroorganisme

1.3.3 Suplai Zat Gizi .....................................................................................

1.3.2 Waktu ..................................................................................................

1.3.3 Suhu .....................................................................................................

1.3.4 Nilai pH ...............................................................................................

1.3.5 Aktivitas Air (water activity) ..............................................................

1.3.6 Ketersediaan Oksigen ……………………………………………….

1.3.7 Faktor-faktor Kimia …………………………………………………

1.3.8 Radiasi .................................................................................................

BAB II. DAGING DAN SEL OTOT PENYUSUNNYA …………………………

2.1 Struktur Fibrus Otot Rangka .........…………………………………….......

2.2 Komposisi dan Nilai Nutrisi Daging ............................................................

2.2.1 Nutrisi Protein .....................................................................................

2.2.2 Nutrisi Lemak dan Kalori .....................................................................

2.2.3 Kolesterol .............................................................................................

2.2.4 Nutrisi Karbohidrat ..............................................................................

2.2.5 Nutrisi Mineral .....................................................................................

2.2.6 Nutrisi Vitamin .....................................................................................

2.2.7 Nutrisi Daging Olahan dan Produk Daging Proses ..............................

2.3 Protein Otot ...................................................................................................

2.3.1 Protein Miofibril ..................................................................................

2.3.2 Protein Sarkoplasmik ...........................................................................

2.3.3 Protein Stromal ....................................................................................

BAB III. SIFAT FISIK DAN PARAMETER KUALITAS DAGING ..................

3.1 Parameter Spesifik Kualitas Daging .............................................................

i

ii

vi

vii

1

1

2

7

8

8

12

12

12

12

12

12

13

13

13

14

14

17

19

19

20

20

21

22

22

25

26

27

27

28

28

29

29

30

30

31

33

36

36

Page 6: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

iii

3.1.1 Warna Daging .......................................................................................

3.1.2 Daya Ikat Air / DIA (Water Holding Capacity) ...................................

3.1.3 pH Daging ……………………………………………………………

3.1.4 Susut Masak ………………………………………………………….

3.1.5 Keempukan dan Tekstur …………………………………………….

3.1.6 Flavor dan Aroma ……………………………………………………

3.1.7 Bau dan Rasa Daging ………………………………………………..

BAB IV. PENANGANAN, PENGIRIMAN, DAN PEMOTONGAN TERNAK

TERHADAP KUALITAS DAGING…………………………………………

4.1 Stres dan Rasa Sakit pada Binatang ………………………..………………

4.2 Efek Stres dan Luka terhadap Kualitas dan Produk Sampingan …………...

4.2.1 Kualitas Daging ………………………………………………………

4.2.2 Kerusakan pada Daging ………………………………………………

4.2.3 Kualitas Lapisan Kulit dan Kulit …………………………………….

4.3 Transportasi Hewan ………………………………………………………..

4.4 Pengoperasian Transportasi ………………………………………………..

4.5 Pemotongan Hewan ………………………………………………………..

4.6 Menjaga Stándar Perlakuan terhadap Hewan ………………………………

BAB V. PEMERIKSAAN KESEHATAN ANTE-MORTEM DAN POST-

MORTEM ………………………………………………….............................

5.1 Proses Konversi Otot Menjadi Daging …………………………………….

5.1.1 Perubahan Berat ...................................................................................

5.1.2 Berhentinya Sirkulasi Darah ke Daging ...............................................

5.1.3 Penurunan pH Daging Pasca Pemotongan ...........................................

5.1.4 Perubahan Suhu ...................................................................................

5.1.5 Rigor Mortis ........................................................................................

5.2 Pemeriksaan Kesehatan Ante-Mortem …………………………………….

5.2.1 Pengertian, Maksud dan Tujuan Pemeriksaan Ante-Mortem ……….

5.2.2 Pelaksana, Tempat dan Peralatan …………………………………….

5.2.3 Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Ante-Mortem …………………….

5.2.4 Keputusan Akhir dari Pemeriksaan Ante-Mortem ………………..

5.3 Pemeriksaan Kesehatan Post-Mortem ……………………………………..

5.3.1 Pengertian dan Tujuan Pemeriksaan Post-Mortem ………………….

5.3.2 Tujuan Pemeriksaan Post-Mortem ......................................................

5.3.3 Pelaksana, Tempat dan Peralatan ........................................................

5.3.4 Prosedur Pemeriksaan Post-Mortem ...................................................

5.3.5 Keputusan Akhir Pemeriksaan Post-Mortem ......................................

BAB VI. RUMAH PEMOTONGAN HEWAN ……………………………………

6.1 Definisi ……………………………………………………………………..

6.2 Persyaratan Umum Pendirian RPH ………………………………………..

6.3 Kriteria Dasar ………………………………………………………………

6.4 Good Manufacturing Practice (GMP) pada RPH ………………………….

6.5 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) pada RPH ……………

6.6 Nomor Kontrol Veteriner (NKV) …………………………………………..

6.7 Surat Keputusan Mentri Pertanian No. 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang

Syarat-syarat RPH dan Usaha Pemotongan Hewan ………………………..

6.8 Surat Keputusan Mentri Pertanian No. 557/Kpts/TN.520/9/1987 tentang

Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan Unggas

6.9 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006

tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan

37

39

42

42

43

43

44

45

45

45

46

47

49

49

54

55

65

70

70

70

70

71

73

73

74

74

75

76

77

78

78

78

79

80

86

89

89

91

92

98

99

100

101

106

114

Page 7: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

iv

BAB VII. PENANGANAN KARKAS DAN TEKNOLOGI PENGAWETAN

DAGING .............................................................................................................

7.1 Pelayuan ........................................................................................................

7.2 Penyimpanan dan Preservasi ........................................................................

7.2.1 Teknologi Tradisional Pengawetan Daging ...……………………….

7.2.2 Teknologi Modern Pengawetan Daging ...………..…………………

BAB VIII. PERUNDANG UNDANGAN DAN PERATURAN PEMERINTAH

TENTANG PEMOTONGAN TERNAK, KESEHATAN DAGING, DAN

PRODUKSI SUSU DALAM NEGERI ……………………………………..

8.1 Staatsblad Nomor 614 tahun 1936 tentang Pemotongan Ternak Besar

Betina Bertanduk ………………………………………………………….

8.2 Undang-undang No.6 tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan Pokok

Peternakan dan Kesehatan Hewan ………………………………………….

8.3 Peraturan daerah Bali No. 5 tahun 1974 tentang Pemotongan ternak Potong

8.4 Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian No.

18/1979 dan No.5/1979 tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan

ternak Sapi / Kerbau Betina Bunting dan atau Sapi / Kerbau Betina Bibit ...

8.5 Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkai I Bali Tanggal 1 Oktober 1980

tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau

Betina Bibit atau Sapi/Kerbau Betina yang Masih Produktif ........................

8.6 Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular ........................................

8.7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 tahun 1983 tentang

Kesehatan Masyarakat Veteriner ..................................................................

8.8 Surat Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan No. 17 tahun 1983

tentang Syarat-syarat, Tata cara Pengawasan dan Pemeriksaan Susu

Produksi Dalam Negeri .................................................................................

8.9 Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 431/Kpts/TN.310/7/1992 tentang

Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya

BAB IX. PENYAKIT YANG DITULARKAN LEWAT MAKANAN ………….

9.1 Beberapa Bakterial Foodborne Disease yang Umum Dijumpai pada Bahan

Makanan …………………………………………………………………...

9.1.1 Ekologi Organisme dalam Makanan ………………………………..

9.1.2 Pengendalian …………………………………………………………

9.2 Penyakit Spesifik yang Ditularkan melalui Susu dan Produk Susu ………

BAB X. KOMPOSISI, KUALITAS, DAN PRODUKSI SUSU ………………….

10.1 Peranan Sapi Perah dalam Produksi Pangan Dunia ...................................

10.2 Peranan Susu dan Produk Susu dalam Menu Manusia ..............................

10.3 Peranan Sapi Perah dalam Produksi Protein Hewani .................................

10.4 Susu .........................................................…………………………………

10.4.1 Standar Susu ...................................................................................

10.4.2 Keadaan Susu .................................................................................

10.4.3 Susunan Susu .................................................................................

10.4.4 Komposisi Susu …………………………………………………..

10.4.5 Kolostrum …………………………………………………………

10.5 Sanitasi Peralatan ...................... ………………………………………….

10.6 Produk Susu ……………………………………………………...............

BAB XI HIGIENE PRODUKSI SUSU……..…................………………………...

11.1 Anatomi Ambing ...………………………….……………………………

11.2 Fisiologi Ambing …………………………………………………………

11.3 Pemerahan Susu ………..…………………………………………………

117

117

117

118

120

133

133

135

136

137

141

141

141

145

151

163

164

172

173

174

178

178

181

184

185

186

187

190

195

195

197

199

203

203

206

208

Page 8: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

v

11.4 Sanitasi ……………………………………………………………………

BAB XII STRUKTUR, KOMPOSISI, DAN NILAI GIZI TELUR ……………

12.1 Sifat-sifat Telur ……………………………………………………………

12.2 Komposisi dan Nilai Gizi Telur …………………………………………..

12.3 Mutu Telur ..........................................................…………………………

12.4 Kontaminasi Telur ......................................................................................

12.5 Kerusakan Telur ..........................................................................................

12.6 Telur Busuk ................................................................................................

12.7 Standar Telur Ayam Konsumsi (SNI 01-3926-1995) ................................

12.8 Pengawetan Telur .......................................................................................

BAB XIII KONSEP JAMINAN MUTU PADA BAHAN PRODUK ASAL

HEWAN DENGAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) …..

13.1 Pendahuluan ………………………………………………………………

13.2 Bahaya pada Produk Pangan ……………………………………………..

13.3 Aplikasi Prinsip HACCP …………………………………………………

13.3.1 Latar Belakang Penerapan Sistem HACCP ………………………..

13.3.2 Konsep HACCP …………………………………………………….

13.3.3 Pengertian HACCP …………………………………………………

13.3.4 Aplikasi Pelaksanaan HACCP ……………………………………..

RUJUKAN ………………………………………………………………………….

213

216

216

221

221

223

224

225

226

228

232

232

233

234

234

236

236

237

249

Page 9: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

vi

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Beberapa Jenis Mikroorganisme Spesifik yang Dapat Merusak Makanan ....... 1

2. Aktivitas Air (aw), Kadar Air, dan Kerusakan Beberapa Bahan Pangan oleh

Mikroorganisme .................................................................................................

3

3. Pertumbuhan Logaritmis dari Mikroorganisme dengan Waktu Berkembang

Biak 10 Menit ………………………………………………………………

15

4. Pengelompokan Mikroorganisme Berdasarkan Reaksi Pertumbuhannya

terhadap Suhu …………………………………………………………………

18

5. Komposisi Kimiawi Relatif Otot Rangka Mamalia (persen berat daging

segar) ..................................................................................................................

26

6. Perkiraan Luas Lantai untuk Transportasi Berbagai Jenis Hewan ................... 52

7. Jarak Maksimum untuk Trekking …………………………………………….. 54

8. Tegangan dan Waktu yang Dianjurkan untuk Pemingsanan Listrik ................. 60

9. Batas Akhir pH yang Dapat Dicapai oleh Berbagai Jenis Ternak ..................... 71

10 Keputusan Akhir Hasil Pemeriksaan Ante-Mortem ………………………….. 78

11 Keputusan Akhir Hasil Pemeriksaan Post-Mortem …………………………... 87

12 Persentase Penyembelihan Ternak di ASEAN ................................................ 92

13 Lamanya Waktu yang Dibutuhkan Bagi Bakteri Pembentuk Lendir untuk

Tumbuh pada Permukaan Daging Basah ……………………………………..

122

14 Masa Simpan Daging Beku (bulan) .................................................................. 125

15 Beberapa Jenis Bakteri Penyebab Foodborne Disease dan Bahan Makanan

Asal Hewan sebagai Makanan Perantara ...........................................................

171

16 Kandungan Kholesterol dalam Setiap 100 gram Bahan Pangan ....................... 180

17 Komposisi Susu dari Beberapa Spesies Hewan ................................................. 181

18 Produksi dan Konsumsi Susu di Indonesia 1969-1993 ..................................... 182

19 Penyesuaian Berat Jenis Air Susu dari t x 76 pada 27 ½0C

27 ½0C 27 ½0C

191

20 Penyesuaian Kadar Lemak Susu (1,23 K.L) ...................................................... 193

21 Kandungan Kimia Susu Kolostrum Dengan Waktu Pemerahan ....................... 196

22 Komposisi Butter (%) ……………………………………………………….. 200

23 Komposisi Ketiga Komponen Utama Telur ………………………………….. 218

24 Komposisi Telur Ayam Ras dan Bebek ……………………………………… 221

25 Kriteria Mutu Telur Berdasarkan Ukuran Berat ................................................ 221

26 Standar Mutu Telur menurut USDA-AS ……………………………………... 223

27 Persyaratan Mutu Telur menurut SNI 01-3926-1995 ........................................ 223

28 Prosedur Kerja HACCP ..................................................................................... 238

Page 10: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Fase-fase Pertumbuhan Mikroorganisme …………………………………….. 15

2. Penampang Lintang Otot Rangka ..................................................................... 23

3. Serabut (sel) otot ............................................................................................... 23

4. Otot Skeletal atau Otot Kerangka Sampai dengan Struktur Miofibril .............. 25

5. Skema Perubahan Warna .................................................................................. 39

6. Pengaruh pH terhadap Jumlah Air Mobilisasi di Dalam daging yang

Disebabkan oleh Distribusi Grup Bermuatan pada Miofilamen dan Ukuran

Ruang diantara Miofilamen ..............................................................................

41

7. Daging PSE, Daging Bagus dan Daging DFD .................................................. 47

8. Memar Akut pada Daging Sapi ………………………………………………. 48

9 Penempatan Senapan yang Benar untuk Pemingsanan Hewan yang Berbeda

Seperti Kuda, Sapi, Kambing, Domba dan Babi ……………………………..

57

10 Pemakaian Captive Pistol/Captive Bolt Pistol (CBP) ……………………….. 58

11 Kurva Penurunan pH Setelah Proses Penyembelihan dan Pengaruhnya

terhadap Warna Daging ……………………………………………………….

74

12 Pemeriksaan Limfoglandula pada Karkas yang Diperiksa …………………… 85

13 Sumber Penularan Hewan (animal reservoir) bagi Organisme Salmonella ..... 164

14 Sumber Penularan Manusia (human reservoir) bagi Organisme

Staphylococcus ..................................................................................................

165

15 Sumber Penularan Manusia dan Hewan bagi Organisme C.perfringens ......... 167

16 Potongan Melintang Ambing ………………………………………………… 204

17 Terjadinya Pelepasan Susu atau “Milk let down” …………………………….. 207

18 Rangsangan Waktu akan Diperah, Sapi dalam Situasi Tenang, Hormon

Oksitosin Menyebabkan Susu Keluar dari Alveoli …………………………...

208

19 Rangsangan Waktu akan Diperah, Sapi dalam Keadaan Takut karena

Diperlakukan Kasar atau Takut Nyalak Anjing, Hormon Adrenalin Menahan

Keluarnya Susu ……………………………………………………………….

208

20 Struktur Telur dan Bagian-bagiannya ............................................................... 217

21 Potongan Melintang dari Sebuah Kerabang Telur ............................................ 219

22 Bagan alir proses produksi daging di RPH ....................................................... 237

23 Diagram Alir Produksi Susu Skim Bubuk ……………………………………. 243

24 Diagram Alir Produksi Keju Lunak Matang …………………………………. 245

Page 11: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

1

BAB I

EKOLOGI KERUSAKAN PANGAN OLEH MIKROORGANISME

Oleh

I Wayan Suardana

1.1 Pendahuluan

Bahan pangan jarang sekali dijumpai dalam keadaan steril, sekalipun ada beberapa

bahan pangan yang dapat membatasi pertumbuhan beberapa jenis mikroorganisme.

Hampir semua bahan pangan dicemari oleh berbagai mikroorganisme terutama dari

lingkungan sekitarnya seperti udara, air, tanah, debu, kotoran, ataupun bahan organik

yang telah busuk. Walaupun demikian, berdasarkan pengalaman nampak bahwa hanya

sebagian saja dari berbagai pencemar di atas yang berperan sebagai pencemar mikroba

awal, yang akan berkembang pada bahan pangan sampai jumlah tertentu. Dengan kata

lain, populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan, pada umumnya

bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari

penyimpanannya. Sebagai contoh air susu segar biasanya dirusak oleh bakteri asam laktat,

produk biji-bijian/serealia kebanyakan dirusak oleh kapang, dan sari buah terutama

dirusak oleh khamir. Contoh-contoh lain dari pencemaran yang khas pada masing-masing

produk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa Jenis Mikroorganisme Spesifik yang Dapat Merusak Makanan (Mossel,

1971 dalam Buckle et al., 1987)

Jenis Produk Bahan Pangan Jenis mikroorganisme yang paling berperan saat

pembusukan terjadi dalam kondisi standar dari

penyimpanan

Produk Susu

Daging Segar

Ayam

Sosis, ham, dan sebagainya

Ikan, Udang Kerang

Telur

Sayur-sayuran

Buah-buahan dan sari buah

Biji-bijian serelia

Roti

Streptococcus, Lactobacillus, Microbacterium

Gram positif berbentuk tongkat *Bacillus

Gram negatif berbentuk tongkat *Micrococcus, Clados-

porium, Thanidium

Gram positif berbentuk tongkat *Micrococcus

Micrococcus, Lactobacillus, Streptococcus,

Debaryomyces, Penicillium

Gram positif berbentuk tongkat *Micrococcus

Pseudomonas, Cladosporium, Penicillium, Sporotrichum

Gram positif berbentuk tongkat * Lactobacillus, Bacillus

Acetobacter, Lactobacillus, Saccharomyces, Toarupsis,

Botrytis

Aspergillus, Fusarium, Monilia, Penicillium, Rhizopus

Bacillus, Aspergillus, Endomyces, Neurospore, Rhizopus

*sebagai contoh jenis-jenis Achromobacter dan Pseudomonas

Page 12: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

2

Berbagai faktor biasanya bergabung menentukan spesies yang paling banyak

berkembang di dalam atau pada suatu bahan pangan tertentu. Faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat bersifat fisik, kimia, atau

biologis. Mossel (1971 dalam Buckle et al., 1987) telah membagi faktor tersebut sebagai

berikut:

1. Intrinsik – sifat-sifat dari bahan pangan itu sendiri,

2. Pengolahan – perubahan dari mikroflora awal sebagai akibat dari cara pengolahan

bahan pangan,

3. Ekstrinsik – kondisi lingkungan dari penanganan dan penyimpanan bahan pangan,

dan

4. Implisit dari sifat-sifat organisme itu sendiri. Kelompok-kelompok yang berbeda

ini tidak tegas batasannya sehingga dapat terjadi tumpang tindih, dan satu faktor

dapat mempengaruhi yang lainnya.

1.1.1 Faktor-faktor Intrinsik pada Kerusakan Bahan Pangan

Aktivitas Air (water activity) suatu bahan pangan

Kebutuhan akan air untuk pertumbuhan mikroorganisme dan ungkapan tentang

hubungannya diberi istilah water activity (aw). Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan

pangan dan jenis-jenis organisme khusus yang umumnya terdapat dalam bahan pangan

tersaji pada Tabel 2. Bahan pangan dengan kadar air tinggi (nilai aw : 0,95-0,99) umumnya

dapat ditumbuhi oleh semua mikroorganisme, tetapi karena bakteri dapat tumbuh lebih

cepat daripada kapang dan khamir, maka kerusakan akibat bakteri lebih banyak dijumpai.

Oleh karena khamir dan kapang dapat tumbuh pada nilai aktivitas air lebih rendah

daripada bakteri, maka bahan-bahan pangan yang lebih kering cenderung untuk

mengalami kerusakan akibat organisme tersebut. Sebagai contoh, buah-buahan kering,

serelia (biji-bijian) biasanya rusak oleh kapang. Sehubungan dengan hal tersebut, bahan

pangan dengan kadar gula tinggi seperti selai, manisan, madu dan sirup seringkali dirusak

oleh jenis khamir seperti Saccharomyces rouxii dan Schizosaccharomyces octosporus, dan

bahan pangan kadar garam tinggi seperti daging asin dirusak oleh khamir jenis

Debaryomyces dan bakteri tipe nalofilik.

Page 13: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

3

Tabel 2 Aktivitas Air (aw), Kadar Air, dan Kerusakan Beberapa Bahan Pangan oleh

Mikroorganisme (Mossel, 1975 dalam Buckle et al., 1987)

Kisaran nilai aw

Organisme yang terhambat

oleh nilai terendah dari

kisaran nilai aw

Contoh-contoh bahan pangan

dengan nilai aw tersebut

1,00 – 0,95

Gram negatif berbentuk batang,

spora bakteri dan beberapa jenis

khamir

Bahan pangan yang berkadar 40%

(w /w) sukrosa atau 7% (w /w) NaCl

seperti sosis masak, remah roti

0,95 – 0,91 Kebanyakan cocci, lactobacilli,

sel vegetatif dari Bacillacea;

beberapa kapang

Bahan pangan yang berkadar 55%

(w /w) sukrosa atau 12% (w /w) NaCl

seperti ham kering, keju medium

0,91 – 0,87 Kebanyakan khamir Bahan pangan yang berkadar 65%

(w /w) sukrosa (jenuh); bahan pangan

dengan kadar NaCl 15% seperti

salami, keju “tua”

0,87 – 0,80 Kebanyakan jamur

Staphylococcus aureus

Tepung, beras, kacang-kacangan dan

sebagainya yang berkadar air 15-

17%, kue buah-buahan (fruit cake),

susu kental manis (±0,83)

0,80 – 0,75 Kebanyakan bakteri halofilik Bahan pangan yang berkadar 26%

(w /w) NaCl (jenuh) seperti salami

Hongaria “tua” (old genuine

hungarian salami), marzipan yang

berkadar air 15-17%, selai dan

marmalade

0,75 – 0,65 Jamur xerofilik Kue gandum (rolled oats) yang

berkadar air 10%

0,65 – 0,60 Ragi Osmofilik Buah-buahan kering yang berkadar

air 15-20%, toffes dan karamel yang

berkadar air 8%

0,50)

0,40)

0,30)

0,20)

Kisaran nilai aw di mana

mikroorganisme tidak dapat

tumbuh secara subur

Mie (noodle) dan sebagainya yang

berkadar air 12%, rempah-rempah

(spices) yang berkadar air 10%, kue

marie (biskuit), tepung roti (bread

crust) dan sebagainya yang berkadar

air 3-5%. Susu bubuk (whole milk

powder) yang berkadar air 2-3%,

sayuran yang dikeringkan yang

berkadar air kira-kira 5%. Conflakes

yang berkadar air kira-kira 5%.

Kelembaban yang ada pada makanan

pencuci mulut (desert)

Nilai pH dari bahan pangan

Pada umumnya, nilai pH bahan pangan berkisar antara 3,0 sampai 8,0. Karena

kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0-8,0, maka hanya jenis-jenis

mikroorganisme tertentu saja yang ditemukan pada bahan pangan yang mempunyai nilai

Page 14: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

4

pH rendah. Bakteri yang tidak tahan asam seperti kebanyakan proteolik, Gram negatif

berbentuk batang, tidak dapat tumbuh pada bahan yang bersifat asam seperti buah-buahan,

asinan atau minuman berkarbon (limun) atau produk-produk fermentasi yang asam seperti

yoghurt, keju, dan sauerkraut. Bakteri yang tahan asam dari golongan Lactobacillus dan

Streptococcus sangat penting perannya dalam fermentasi produk diatas. Khamir lebih

tahan terhadap asam daripada bakteri, dan sangat erat hubungannya dengan kerusakan

buah-buahan, sari buah, dan minuman ringan (carbonated beverages). Hal yang juga

penting perannya adalah kekuatan buffer dari bahan pangan. Kapasitas buffer yang rendah

dari beberapa sayuran seperti kubis atau gherkins memungkinkan untuk mengubahnya

menjadi sauerkraut atau pikel dengan fermentasi. Jika tidak demikian keadaannya, maka

hasil awal pembentukan asam oleh jenis-jenis Lactobacillus dan Streptococcus tidak akan

cukup untuk menurunkan nilai pH sampai pada keadaan di mana pertumbuhan proteolitik

Gram negatif berbentuk batang terhenti seluruhnya.

Potensial Redoks yang terjadi dalam bahan pangan

Potensial Redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu indeks dari tingkat

oksidasinya. Potensial redoks ini berhubungan dengan :

1. Komposisi kimiawi dari bahan pangan (konsentrasi dari zat-zat pereduksi seperti

kelompok sulfhidril dalam protein, asam askorbat, gula pereduksi, oksidasi,

tingkatan kation, dan sebagainya.

2. Tekanan parsial oksigen yang terjadi selama penyimpanan.

Kapasitas buffer dari redoks juga sangat penting. Kapasitas buffer membatasi

pengaruh perubahan dari tekanan parsial oksigen di luar. Bahan pangan dengan potensial

redoks yang tinggi akan membantu pertumbuhan dari jenis-jenis mikroorganisme yang

lebih bersifat aerobik. Dengan adanya dugaan bahwa pengaruhnya kecil terhadap

komposisi bahan pangan, permukaan bahan pangan tersebut akan membantu pertumbuhan

spesies Gram negatif berbentuk batang yang bersifat aerobik seperti Pseudomonas pada

permukaan ikan dan daging. Keadaan lingkungan di bagian bawah permukaan bahan

pangan atau bahan-bahan pangan yang mengandung asam askorbat atau protein yang

bersifat sulfhidril cukup tinggi akan membantu perkembangan mikroorganisme anaerobik

atau fakultatif anaerobik seperti jenis-jenis dari Enterobacteriaceae atau Clostridium

species. Kemasan bahan pangan secara vakum juga akan membantu perkembangan

mikroorganisme anaerobik dan fakultatif anaerobik, walaupun karbondioksida yang

Page 15: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

5

dibebaskan oleh pertumbuhan awal mikroorganisme dalam bahan pangan tersebut dapat

mempunyai pengaruh tertentu pada perkembangan spesies.

Zat Gizi dari bahan pangan

Komposisi kimiawi dari bahan pangan dapat ikut menentukan mikroorganisme mana

yang dominan di dalamnya, karena hal ini berkaitan dengan jumlah zat-zat gizi yang

penting dan tersedia untuk perkembangan mikroorganisme. Umumnya, bahan pangan

mempunyai cukup zat gizi untuk membantu pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme.

Kandungan karbohidrat dari bahan pangan

Dalam kerusakan bahan pangan dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi

seperti kentang dan biji-bijian, hanya sejumlah kecil mikroorganisme yang dijumpai

berperanan dalam kontaminasi awal. Hal ini disebabkan karena di samping diperlukannya

tingkat kemampuan dari mikroorganisme untuk tetap ada (exist) dengan kondisi suplai

nitrogen dan garam yang minimum, untuk perkembangannya mikroorganisme juga harus

mempunyai kemampuan menghasilkan enzim amilolitik yang berperan dalam memecah

karbohidrat menjadi monosakarida yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk

metabolisme. Pada kerusakan (rotting) berbagai sayuran, hanya mikroorganisme yang

cukup menghasilkan enzim pemecah pectin dan selulosa yang akan berkembang terlebih

dahulu. Bahan-bahan pangan yang mengandung karbohidrat dengan berat molekul rendah

yakni monosakarida dan disakarida seperti glukosa, fruktosa dan sukrosa, secara alamiah

bersifat kurang selektif membatasi pertumbuhan mikroorganisme, karena sebagian besar

mikroorganisme dapat menggunakan jenis gula tersebut untuk pertumbuhannya.

Kandungan lemak dari bahan pangan

Adanya lemak dalam bahan pangan memberikan kesempatan bagi jenis

mikroorganisme lipolitik untuk tumbuh secara dominan. Akibat dari kerusakan lemak

tersebut akan menghasilkan zat yang disebut asam lemak bebas dan keton yang

mempunyai bau dan rasa yang khas yang seringkali disebut sebagai tengik (rancid).

Ketengikan pada susu secara dominan disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan

Pseudomonas fragii dan Pseudomonas fluorescens serta khamir dari jenis Candida

lipolytica. Jenis mikroorganisme ini merusak lemak susu dan membebaskan asam mudah

menguap (volatil) seperti asam-asam kaproat dan butirat. Candida lipolytica dapat tumbuh

di permukaan mentega.

Page 16: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

6

Kandungan Protein dari bahan pangan

Kemampuan memecah molekul protein dalam bahan pangan terbatas hanya pada

beberapa spesies mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim proteolitik

ekstraseluler. Akan tetapi, jenis mikroorganisme tersebut tidak selalu merupakan

mikroorganisme yang dominan pada bahan pangan berprotein tinggi seperti daging dan

ikan. Pada umumnya, spesies proteolitik ini yang pertama-tama berperan, kemudian

dikalahkan oleh spesies lain yang tumbuh pada produk saat proteinnya telah terdegradasi.

Jadi tahapan terakhir dari kerusakan bahan pangan berprotein menjadi cukup kompleks,

karena berbagai spesies mikroorganisme akan menggunakan produk hasil degradasi (asam

amino) yang berbeda.

Kandungan vitamin dari bahan pangan

Beberapa mikroorganisme tidak dapat tumbuh dalam keadaan optimal, kecuali bila

disediakan satu atau lebih vitamin dari kelompok vitamin B kompleks dalam jumlah yang

cukup. Bahan pangan pada umumnya cukup bergizi dan tidak nampak secara jelas adanya

mikroorganisme spesifik sehubungan dengan tersedianya vitamin. Akan tetapi, cukup

menarik apa yang terjadi pada produk buah-buahan, yang secara keseluruhan cenderung

kekurangan vitamin B dan mudah rusak terutama oleh khamir dan kapang yang dapat

mensintesis vitamin tersebut.

Bahan antimikroba yang terdapat secara alami dari bahan pangan

Bahan antimikroba dapat diperoleh secara alami pada beberapa bahan pangan

seperti : minyak esensial dan tannin pada bahan pangan asal tumbuhan, serta lysozyme

dan avidin dalam telur. Bahan antimikroba tersebut mempunyai kerja spesifik sehingga

bahan pangan yang mengandung zat-zat ini masih tetap dapat rusak bila terserang oleh

mikroorganisme yang tahan terhadap antimikroba yang tersedia. Beberapa zat antimikoba

ini terbentuk saat penyimpanan bahan pangan. Sebagai contoh proses autooksidasi lemak

dapat mencegah pertumbuhan spora Bacillus, dan sirup gula pekat yang telah mengalami

reaksi pencoklatan (browning) selama penyimpanan tidak mudah untuk difermentasikan.

Struktur biologis bahan pangan

Struktur biologis dari bahan pangan, berperanan dalam menghambat pertumbuhan

mikroorganisme seperti lapisan kulit / membran dan kulit / kerabang dari telur, testa dari

Page 17: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

7

biji-bijian, dan kutikula dari bagian tanaman, dapat mencegah masuknya

mikroorganisme ke dalam bahan pangan tersebut.

1.1.2 Faktor Pengolahan

Mikrorganisme spesifik yang terdapat dalam bahan pangan dapat diubah secara

drastis oleh metode pengolahan yang digunakan. Sesungguhnya bahan pangan dengan

sengaja diolah untuk mengurangi kerusakan, dan sekaligus mengurangi perkembangan

dari spesies mikroorganisme patogenik.

Pemanasan

Apabila panas digunakan untuk mengolah suatu bahan pangan, maka kemampuan

tahan panas mikroorganisme mempunyai peranan penting dalam menentukan tipe

mikroorganisme mana yang akhirnya banyak terdapat. Perlakuan pasteurisasi dengan

panas yang ringan (76°C/30 menit) masih memungkinkan perkembangan jenis

mikroorganisme thermodurik seperti Micrococcus dan Streptococcus, disamping juga

bakteri pembentuk spora dari jenis Bacillus dan Clostridium tetap hidup. Sedangkan pada

pemanasan yang sedikit tinggi (80°C/1 menit) umumnya hanya memungkinkan

mikroorganisme pembentuk spora yang bertahan hidup. Oleh karena itu, pengalengan

bahan pangan yang kurang sempurna umumnya dirusak oleh spesies Bacillus dan

Clostridium. Spora khamir dan kapang tidak begitu tahan panas. Perlu ditekankan bahwa

bahan pangan yang telah dimasak atau diolah dengan pemanasan apabila tercemari

kembali akan mudah rusak. Seringkali organisme tumbuh lebih baik pada bahan pangan

yang telah dimasak, dibandingkan pada bahan pangan mentah karena zat-zat gizi tersedia

lebih baik dan tekanan persaingan dari mikroorganisme lainnya telah dikurangi.

Faktor Pengolahan Lainnya

Pengeringan dan pembekuan bahan pangan dapat mengakibatkan kerusakan pada

kontaminan yang terdapat di dalamnya. Akan tetapi, beberapa spesies mikroorganisme

yang tahan terhadap tekanan tersebut akan tetap hidup. Walaupun mikroorganisme ini

umumnya tidak berperanan selama bahan pangan dipertahankan dalam keadaan kering

atau beku, mereka akan tumbuh dan menyebabkan kerusakan apabila bahan pangan

tersebut direhidrasi atau dicairkan (thawing).

Bahan pangan yang diawetkan dengan garam cenderung untuk dircemari oleh

bakteri halofilik dan khamir, sedangkan bahan pangan dengan kadar gula tinggi umumnya

dircemari oleh jenis-jenis osmofilik khususnya khamir. Bahan pangan yang diawetkan

dengan menggunakan bahan-bahan kimia pengawet seperti sulfurdioksida, benzoat dan

Page 18: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

8

sorbat akan mengalami kerusakan oleh pertumbuhan organisme yang tahan terhadap

bahan kimia tersebut.

1.1.3 Faktor Ekstrinsik

Kondisi penyimpanan produk bahan pangan akan mempengaruhi spesies

mikroorganisme yang mungkin akan berkembang dan menyebabkan kerusakan. Yang

pertama harus diperhatikan di sini adalah suhu. Bahan pangan yang disimpan pada suhu

almari es akan dirusak oleh spesies dari kelompok psikrofilik dan psikotrofik. Sebagai

contoh, pada daging yang disimpan pada suhu almari es, organisme psikrofilik dan

psikrotrofik seperti Pseudomonas dan Proteus, akan menurunkan keasaman produk

melalui reaksi proteolisis, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi bakteri pembentuk

spora dan spesies Lactobacillus mulai banyak tumbuh dan menghasilkan asam sebagai

hasil dari metabolisme karbohidrat yang tersedia. Dalam keadaan suhu beku (di bawah

-15°C) pertumbuhan mikroorganisme akan terhenti dan kebanyakan mikroorganisme

mulai mati secara perlahan.

Apabila bahan pangan disimpan pada suhu yang cukup panas (50°C - 55°C) untuk

waktu yang cukup lama, maka mikroorganisme thermotrofik dan thermofilik akan

berkembang secara selektif.

Aktivitas air (water activity) dan potensial redoks dari bahan pangan telah dibahas

di bagian depan. Sifat-sifat tersebut dapat sedikit dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan.

Aktivitas air dari bahan pangan dapat meningkat pada keadaan penyimpanan yang lembab.

Biji-bijian kering yang diimpor ke daerah-daerah beriklim lebih lembab akan menyerap air

dan dapat segera berjamur. Bahan pangan yang didinginkan apabila diletakkan di udara

yang lembab akan menimbulkan kondensasi air pada permukaan, sehingga memungkinkan

tumbuh dan menyebarnya bakteri motil (bergerak). Permukaan bahan pangan yang

berhubungan dengan udara akan memungkinkan perkembangan jenis mikroorganisme

oksidatif, sedangkan pengemasan bahan pangan secara vakum akan memungkinkan

terjadinya pertumbuhan jenis mikroorganisme anaerobik atau fakultatif anaerobik.

1.1.4 Pengaruh Implisit Sehubungan dengan Kerusakan.

Sampai seberapa jauh sifat-sifat bahan pangan, kondisi pengolahan, dan

penyimpanan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan, sangat

tergantung pada keadaan dan sifat-sifat yang dimiliki mikroorganisme. Beberapa keadaan

dan sifat-sifat yang dimiliki mikroorganisme diuraikan sebagai berikut.

Page 19: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

9

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan mikroorganisme merupakan suatu faktor implisit di saat laju

pertumbuhan telah mencapai titik optimum. Adanya hambatan laju pertumbuhan karena

lingkungan yang tidak optimal (sub-optimal) ditetapkan sebagai pengaruh ekstrinsik atau

intrinsik. Jadi walaupun pertumbuhan mikroorganisme dalam keadaan optimal,

adakalanya beberapa mikroorganisme dapat tumbuh lebih cepat dari lainnya. Tiga

parameter yang menandai laju pertumbuhan suatu mikroorganisme adalah :

1. lamanya fase lag,

2. laju pertumbuhan eksponensial, dan

3. produksi masa sel total.

Lama atau singkatnya fase lag atau sering disebut sebagai fase adapatasi akan sangat

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dari mikroorganisme. Semakin singkat fase lag,

maka semakin cepat laju pertumbuhan dari mikroorganisme. Demikian juga halnya

dengan laju pertumbuhan eksponensial. Meningkatnya laju pertumbuhan eksponensial

memiliki korelasi yang linier dengan laju pertumbuhan dari mikroorganisme. Disamping

itu banyak sedikitnya produksi masa sel total juga memiliki korelasi yang linier dengan

laju pertumbuhan mikroorganisme.

Secara umum bakteri tumbuh lebih cepat daripada khamir, walaupun khamir

cenderung untuk membentuk masa sel yang lebih besar. Pada bahan pangan bergizi,

bakteri yang tidak bersifat selektif secara alami akan tumbuh lebih banyak daripada

khamir, karena pertumbuhan awalnya yang lebih cepat. Spesies Pseudomonas dan

Bacillus tumbuh lebih cepat daripada spesies Lactobacillus dan Streptococcus, dan

keadaan ini kebanyakan disebabkan karena kedua kelompok terakhir ini membutuhkan

lebih banyak zat gizi sebagai suatu sifat genetik yang dimiliki organisme tersebut.

Kemampuan dari spesies tertentu untuk tumbuh pada suhu rendah atau tinggi atau

dalam bahan kadar gula atau kadar garam yang tinggi juga merupakan faktor genetik.

Organisme seperti tersebut di atas telah diberi suatu pelengkap metabolik tertentu yang

memungkinkan untuk tumbuh dalam keadaan luar biasa.

Simbiosis

Simbiosis di antara kelompok mikroorganisme terjadi apabila pertumbuhan dari

suatu organisme menyebabkan perubahan keadaan yang memungkinkan organisme yang

lainnya tumbuh. Sejumlah faktor berkaitan dengan simbiosis seperti berikut ini:

Page 20: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

10

Tersedianya Zat-zat Gizi

Pertumbuhan dari satu spesies dalam suatu produk akan menghasilkan zat

gizi yang memungkinkan spesies lainnya untuk tumbuh. Sebagai contoh, produksi

enzim amilase oleh salah satu mikroorganisme mengakibatkan terjadinya hidrolisis

karbohidrat menjadi glukosa yang merupakan zat gizi yang sangat dibutuhkan bagi

beberapa spesies lainnya. Pertumbuhan khamir pada bahan pangan kadang-kadang

menghasilkan tambahan kadar vitamin B yang dikandungnya, sehingga

memungkinkan pertumbuhan spesies bakteri Lactobacillus yang sangat

membutuhkan zat gizi tersebut.

Perubahan Nilai pH

Beberapa mikroorganisme, khususnya khamir dan kapang dapat memecah

asam secara alami yang ada dalam bahan pangan atau yang ditambahkan. Oleh

karena itu, terjadi kenaikan pH yang cukup, sehingga memungkinkan tumbuhnya

spesies bakteri pembusuk yang sebelumnya terhambat pertumbuhannya.

Potensial Redoks

Pertumbuhan mikroorganisme umumnya dapat menyebabkan turunnya

potensial redoks dalam bahan pangan, sehingga memungkinkan beberapa spesies

anaerobik seperti Clostridium untuk tumbuh walaupun bahan pangan disimpan

secara aerobik.

Penghilang zat Antimikroba

Beberapa zat antimikroba yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat

dihilangkan oleh jenis mikroorganisme lainnya melalui suatu proses simbiosis.

Pemecahan (dekomposisi) dari hidrogen peroksida yang dibentuk oleh organisme

katalase negatif, oksidasi dari asam asetat oleh jenis Acetobacter, pemecahan asam

benzoat dan derivatnya oleh kapang atau bakteri, pemecahan asam sorbat oleh

beberapa kapang, asimilasi nitrit oleh khamir, dan reduksi peroksida lemak oleh

berbagai bakteri, kesemuanya itu dapat memberi kesempatan bagi mikroorganisme

yang awalnya mengalami penghambatan pertumbuhan untuk tumbuh dan

berkembang secara sempurna. Contoh lainnya yakni Streptococcus tertentu

sebagai penghasil antibiotika nisin, sedang beberapa anggota dari kelompok

Lactobacillus dan Bacillus dapat menghasilkan suatu zat yang dapat merusak

antibiotika ini. Sebagai akibatnya, jenis mikroorganisme yang sebelumnya

mengalami penghambatan pertumbuhan akhirnya malahan dapat mengambil

bagian dalam proses perusakan.

Page 21: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

11

Kerusakan Struktur Biologis

Kulit buah-buahan melindungi masuknya mikroorganisme seperti khamir

yang dapat tumbuh subur kedalam lingkungan asam dari daging buah. Apabila

kapang pembusuk menyerang buah-buahan, maka yang dirusaknya adalah struktur

bagian luar dan dengan demikian memungkinkan masuknya khamir. Disimilasi

asam buah oleh khamir dapat mengakibatkan kenaikan pH, sehingga

memungkinkan spesies bakteri yang tidak tahan asam untuk masuk dan ikut

bersama-sama dalam proses pembusukan.

Antagonisme

Berlawanan dengan simbiosis, pertumbuhan dari suatu jenis mikroorganisme

tertentu dalam bahan pangan dapat menghasilkan berbagai zat atau mengubah keadaan

sedemikian rupa sehingga spesies mikroorganisme lainnya terhambat atau terhenti

pertumbuhannya.

Penggunaan Zat Gizi

Perbedaan dalam laju pertumbuhan mikroorganisme memungkinkan suatu

organisme menghabiskan zat gizi yang penting dalam substrat dan merugikan jenis

lainnya. Sebagai contoh, Micrococcus spp dapat menghambat perkembangan jenis

Staphylococcus.

Nilai pH

Telah diketahui bahwa pengasaman kubis, mentimum, sosis daging, dan susu oleh

bakteri asam laktat dapat menekan pertumbuhan bakteri Gram negatif berbentuk batang

yang semula banyak terdapat.

Pembentukan Zat Antimikroba

Banyak jenis mikroorganisme membentuk metabolit yang bertindak sebagai zat

antimikroba. Zat-zat majemuk seperti karbondioksida, hidrogen peroksida, etanol, asam-

asam format, asetat, propionat, butirat dan laktat yang dihasilkan oleh berbagai jenis

mikroorganisme sangat menghambat pertumbuhan organisme pembusuk lainnya. Di

samping menurunkan pH, asam-asam tersebut mempunyai kegiatan khusus sebagai anti

bakteri dan jumlahnya tergantung pada macam asam, pH, dan kapasitas buffer dari bahan

pangan. Antibiotika seperti nisin, dapat juga disintesis oleh beberapa jenis

mikroorganisme dalam bahan pangan.

Potensial Redoks

Perkembangan yang subur dari jenis mikroorganisme anaerobik dan fakultatif

anaerobik dalam bahan pangan, kadang-kadang menurunkan potensial redoks yang cukup

Page 22: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

12

untuk menghambat pertumbuhan jenis mikroorganisme aerobik seperti spesies

Micrococcus dan Pseudomonas.

Bakteriofag

Bakteriofag ditemukan juga dalam bahan pangan walaupun informasi tentang hal

ini relatif jarang. Proses lisis dari kultur starter pada keju oleh bakteriofag merupakan hal

cukup penting dalam industri susu. Besar kecilnya pengaruh bakteriofag terhadap

pembusukan belum dipahami.

1.2 Bentuk Kerusakan Bahan Pangan oleh Mikroorganisme.

Dalam pertumbuhannya, mikroorganisme dapat mengakibatkan berbagai

perubahan fisik dan kimiawi dari suatu bahan pangan. Apabila perubahan tersebut tidak

diinginkan atau tidak dapat diterima oleh para konsumen, maka bahan pangan tersebut

dikatakan mengalami kerusakan. Perlu ditekankan bahwa ada kalanya mutu bahan pangan

yang dinyatakan tak dapat diterima, namun oleh konsumen lainnya dapat diterima,

sehingga definisi dari kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme menjadi sangat

subyektif. Beberapa bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme dapat diuraikan

sebagai berikut ini :

1.2.1 Berjamur

Kapang bersifat aerobik dan paling banyak atau terutama tumbuh pada bagian luar

permukaan dari bahan pangan yang cemar. Bahan pangan mungkin menjadi lekat dan

berbulu sebagai akibat dari produksi miselium dan spora kapang.

1.2.2 Pembusukan

Pada umumnya pembusukan diartikan sebagai perubahan dari produk dengan

tekstur yang masih cukup baik seperti buah-buahan dan sayuran.

1.2.3 Berlendir

Pertumbuhan bakteri pada permukaan yang basah seperti sayuran, daging dan ikan

dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang, yang ditandai dengan

pembentukan lendir.

1.2.4 Perubahan Warna

Beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni yang berwarna atau berpigmen

yang dapat memberi warna pada bahan pangan yang cemar. Sebagai contoh koloni

spesies Serratia marcescens akan memberi warna merah; spesies Rhodotorulla – merah,

Pseudomonas fluerescens – hijau dengan flourescence, spesies Aspergillus niger – hitam,

dan Species Penicillium – hijau.

Page 23: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

13

1.2.5 Berlendir Kental Seperti Tali (ropiness)

Lendir kental (rope) yang berbentuk tali dalam bahan pangan umumnya

disebabkan oleh berbagai spesies mikroorganisme seperti Leuconostoc mesenteroides,

Leuconostoc dextranicum, Bacillus subtilis, dan Lactobacillus plantarum. Pada beberapa

bahan pangan, pembentukan lendir dikaitkan dengan pembentukan bahan kapsul oleh

mikroorganisme, sedangkan pada beberapa bahan pangan lainnya disebabkan oleh

terjadinya hidrolisis dari karbohidrat dan protein untuk menghasilkan bahan yang bersifat

lekat yang tidak berbentuk kapsul. Lendir tali ini dapat mencemari bahan-bahan pangan

seperti minuman ringan, anggur, cuka, susu, dan roti.

1.2.6 Kerusakan Fermentatif

Beberapa tipe organisme terutama khamir, spesies Bacillus dan Clostridium serta

beberapa bakteri asam laktat dapat memfermentasi karbohidrat; khamir dapat mengubah

gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Bakteri dapat mengubah gula menjadi asam

laktat atau campuran asam laktat, asetat, proponat dan butirat, bersama-sama dengan

hidrogen dan karbondioksida. Perubahan flavor dan pembentukan gas akhirnya terjadi

dalam bahan pangan.

1.2.7 Pembusukan Bahan Berprotein (putrefraction)

Dekomposisi anaerobik dari protein menjadi peptida atau asam-asam amino

mengakibatkan bau busuk pada bahan pangan karena terbentuknya hidrogen sulfida,

amonia, methyl sulfida, amina, dan senyawa-senyawa bau lainnya. Bahan pangan yang

tercemari secara demikian adalah yang diolah dan dikemas kurang sempurna sehingga

terbentuk kondisi anaerobik seperti pada proses pengalengan daging dan sayuran yang

diolah secara kurang sempurna.

1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan dan Pertumbuhan Mikroorganisme

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang

penting dalam ekosistem pangan. Suatu pengetahuan dan pengertian tentang faktor yang

mempengaruhi kemampuan tersebut sangat penting untuk mengendalikan hubungan antara

mikroorganisme, makanan, dan manusia. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH, dan

tersedianya oksigen.

Page 24: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

14

1.3.1 Suplai Zat Gizi

Seperti halnya makhluk lain, mikroorganisme juga membutuhkan suplai makanan

yang akan menjadi sumber energi dan menyediakan unsur-unsur kimia dasar untuk

pertumbuhan sel. Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, oksigen, sulfur,

fosfor, magnesium, zat besi, dan sejumlah kecil logam lainnya. Karbon dan sumber energi

untuk hampir semua mikroorganisme yang berhubungan dengan bahan pangan dapat

diperoleh dari jenis gula karbohidrat sederhana seperti glukosa. Tergantung dari

spesiesnya, kebutuhan akan nitrogen dapat diperoleh dari sumber-sumber anorganik

seperti (NH4)2SO4 atau NaNO3 atau sumber-sumber organik seperti asam amino dan

protein. Beberapa mikroorganisme seperti spesies Lactobacillus sangat membutuhkan zat

gizi dan perlu ditambahkan beberapa vitamin pada media pertumbuhannya. Molekul

kompleks dari zat organik seperti polisakarida, lemak, dan protein harus dipecah terlebih

dahulu menjadi unit yang lebih sederhana sebelum zat tersebut masuk ke dalam sel dan

siap dipergunakan. Pemecahan awal ini dapat terjadi akibat ekskresi enzim ekstraseluler.

1.3.2 Waktu

Bila suatu sel mikroorganisme diinokulasi pada media nutrien segar, pertumbuhan

yang terlihat mula-mula adalah suatu peningkatan ukuran, volume, dan berat sel. Ketika

ukurannya telah mencapai kira-kira dua kali dari besar sel normal, selanjutnya sel tersebut

akan membelah dan menghasilkan dua sel. Sel-sel tersebut kemudian tumbuh dan

membelah diri menghasilkan empat sel. Selama kondisi memungkinkan, pertumbuhan dan

pembelahan sel berlangsung terus sampai sejumlah besar populasi sel terbentuk. Jika

jumlah sel dan sel yang terbentuk seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3 terjadi, maka

sejumlah besar sel dapat terbentuk dalam waktu yang sangat singkat.

Waktu antara masing-masing pembelahan sel berbeda-beda tergantung dari spesies

dan kondisi lingkungannya, tetapi untuk kebanyakan bakteri waktu ini berkisar antara

10-60 menit. Tipe pertumbuhan yang cepat ini disebut pertumbuhan logaritmis atau

eksponensial karena bila log jumlah sel digambarkan terhadap waktu dalam grafik akan

menunjukkan garis lurus. Akan tetapi, pada kenyataannya tipe pertumbuhan eksponensial

ini tidak langsung terjadi pada saat sel dipindahkan ke media nutrien segar dan tidak

terjadi secara terus menerus. Biasanya hal ini hanya terjadi dalam satu fase yang singkat

dari pertumbuhan populasi mikroorganisme. Dikenal empat fase pertumbuhan selama

pertumbuhan populasi mikroorganisme yaitu fase lambat (lag phase), fase pertumbuhan

Page 25: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

15

logaritmik (log phase), fase tetap (statitonary phase) dan fase penurunan / kematian

(death phase) seperti terlihat pada Gambar 1.

Tabel 3 Pertumbuhan Logaritmis dari Mikroorganisme dengan Waktu Berkembang Biak

10 Menit

Waktu pertumbuhan

(menit) Jumlah sel Log10 jumlah sel

Jumlah pembelahan

sel

0 1 0,0000

10 2 0,3010 1

20 4 0,6021 2

30 8 0,9031 3

40 16 1,2041 4

50 32 1,5051 5

60 64 1,8062 6

120 4096 3,6123 12

180 262144 5,4186 18

Sumber : Buckle dkk., (1987)

Fase tetap/stasioner

Log Jumlah Sel Fase menurun/kematian

Hidup

Fase logaritmik

Fase lambat/adaptasi Waktu

Gambar 1. Fase-fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Sumber : Buckle dkk., (1987)

Fase lambat/ fase adaptasi (lag phase) :

Pada awal inokulasi sel ke dalam media nutrien segar, biasanya pada suatu periode

waktu tertentu belum terjadi pembelahan sel. Fase lambat ini dapat terjadi antara beberapa

menit sampai beberapa jam tergantung pada spesies, umur dari sel inokulum, dan

lingkungannya. Waktu pada fase lambat dibutuhkan untuk kegiatan metabolisme dalam

rangka persiapan dan penyesuaian diri dengan kondisi pertumbuhan dalam lingkungan

yang baru.

Page 26: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

16

Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh beberapa faktor.

1. Medium dan lingkungan pertumbuhan.

Sel yang ditempatkan dalam medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti

medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin tidak memerlukan waktu adaptasi.

Akan tetapi jika nutrien yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru sangat

berbeda dengan keadaan sebelumnya, maka akan diperlukan waktu penyesuaian

untuk mensistesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk proses metabolisme

2. Jumlah inokulum.

Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi.

Fasae adaptasi mungkin berjalan lambat karena beberapa sebab, misalnya :

(1) kultur dipindahkan dari medium yang kaya akan nutrien ke medium yang

kandungan nutriennya terbatas, (2) mutan yang baru terbentuk menyesuaikan diri

dengan lingkungannya, dan (3) kultur dipindahkan dari fase statis ke medium baru

dengan komposisi sama seperti sebelumnya.

Fase logaritmik (log phase) :

Setelah beradaptasi terhadap kondisi baru, sel tersebut akan tumbuh dan

membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dibantu oleh kondisi

lingkungan yang sesuai.

Pada fase ini, sel jasad renik membelah dengan cepat dan konstan, sehingga

pertumbuhannya mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini, kecepatan pertumbuhan

sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien,

juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Pada fase ini, sel

membutuhkan energi lebih banyak jika dibandingkan dengan pada fase lainnya. Selain itu,

sel pada saat ini paling sensitif terhadap keadaan lingkungan.

Fase tetap (stationary phase) :

Populasi mikroorganisme jarang dapat tetap tumbuh secara eksponensial dengan

kecepatan tinggi untuk jangka waktu yang lama. Sebab-sebabnya akan menjadi jelas jika

dipikirkan akibat dari pertumbuhan eksponensial. Setelah 48 jam, pertumbuhan

eksponensial satu sel bakteri dengan waktu lipat 20 menit akan menghasilkan turunan

sebesar 2,2 x 1031 g. Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya dibatasi oleh

habisnya bahan gizi yang tersedia atau penimbunan zat racun sebagai hasil akhir

metabolisme. Akibatnya, kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya

Page 27: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

17

terhenti. Pada titik ini, dikatakan sebagai akhir fase tetap (stationary phase). Komposisi sel

pada fase ini berbeda jika dibandingkan dengan sel-sel pada saat fase eksponensial dan

umumnya lebih tahan terhadap perubahan-perubahan kondisi fisik seperti panas, dingin,

dan radiasi maupun terhadap bahan-bahan kimia.

Pada fase ini, jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama

dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap

membelah meskipun zat nutrisi sudah mulai habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel

kemungkinan mempunyai komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase

logaritmik. Pada fase ini, sel menjadi lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas,

dingin, radiasi, dan bahan kimia.

Fase menurun (decline or death phase) :

Sel yang berada dalam fase tetap akhirnya akan mati bila tidak dipindahkan ke

media segar lainnya. Sebagaimana pertumbuhan, kematian sel juga dapat terjadi secara

eksponensial dan karenanya dalam bentuk logaritmis, fase menurun atau kematian ini

merupakan penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah sel yang hidup

terhadap waktu. Kecepatan kematian berbeda-beda tergantung dari spesies

mikroorganisme dan lingkungannya.

Penurunan populasi mikroorganisme pada fase ini dapat disebabkan karena : (1)

nutrien dalam medium sudah habis, dan (2) energi cadangan dalam sel habis. Jumlah sel

yang mati semakin lama semakin banyak, dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh

kondisi gizi, lingkungan, dan jenis jasad renik.

1.3.3 Suhu

Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi

kehidupan dan pertumbuhan organisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroorganisme

dengan dua cara yang berlawanan.

1) Apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat.

Sebaliknya apabila suhu turun, kecepatan metabolisme juga turun dan

pertumbuhan diperlambat.

2) Apabila suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin terhenti, komponen

sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati.

Berdasarkan hal di atas, beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi setiap organisme

dapat digolongkan sebagai berikut ini.

Page 28: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

18

1) Suhu minimum, di bawah suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi.

2) Suhu optimum, adalah suhu di mana pertumbuhan paling cepat.

3) Suhu maksimum, di atas suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tak mungkin

terjadi.

Suhu optimum selalu lebih mendekati maksimum daripada minimum. Berdasarkan

hubungan antara suhu tersebut di atas, mikroorganisme dapat digolongkan menjadi

kelompok psikrofil, psikrotrof, mesofil, thermofil, dan thermotrof. Nilai suhu sehubungan

dengan kelompok ini seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengelompokan Mikroorganisme Berdasarkan Reaksi Pertumbuhannya terhadap

Suhu

Kelompok Suhu pertumbuhan

minimum (°C)

Suhu pertumbuhan

optimum (°C)

Suhu pertumbuhan

maksimum (°C)

Psikrofil -15 10 20

Psikrotrof -5 25 35

Mesofil 5 sampai 10 30 sampai 37 45

Thermofil 40 45 sampai 55 60 sampai 80

Thermotrof 15 42 sampai 46 50

Sumber : Buckle dkk., (1987)

Sehubungan dengan pengaruh suhu terhadap ketahanan hidup mikroorganisme,

pemanasan atau kenaikan suhu bersifat jauh lebih merusak daripada pendinginan.

Berdasarkan hal ini, mikroorganisme dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu:

1) Yang peka terhadap panas, di mana hampir semua sel rusak apabila dipanaskan

60°C selama 10-20 menit,

2) Yang tahan terhadap panas, di mana dibutuhkan suhu 100°C selama 10 menit

untuk mematikan sel, dan

3) thermodurik, di mana dibutuhkan suhu lebih dari 60°C selama 10-20 menit tetapi

kurang dari 100°C selama 10 menit untuk mematikan sel.

Bakteri pembentuk spora jenis Clostridium dan Bacillus termasuk kelompok yang

tahan terhadap panas. Kebanyakan mikroorganisme tahan terhadap suhu rendah sampai

suhu pembekuan, walaupun pertumbuhan dan pembelahannya mungkin terhambat. Bakteri

dapat tahan hidup untuk jangka waktu yang cukup lama pada suhu pendinginan ± 5°C.

Pada suhu pembekuan, kerusakan sel terjadi, tetapi tidak secepat seperti pada suhu tinggi.

Pada kenyataannya, jika sel tetap tahan pada awal suhu pembekuan, sel ini tetap dapat

hidup untuk jangka waktu cukup lama pada keadaan beku. Ini adalah suatu kehidupan

yang tertunda karena fungsi sel terhenti dan bila media sekitarnya dicairkan kembali,

Page 29: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

19

metabolisme akan berlangsung lagi. Pembekuan biasanya digunakan sebagai cara

pengawetan dan mempertahankan mkroorganisme. Kematian sel selanjutnya sebagai

akibat dari pembekuan tergantung pada sifat alami dari spesies mikroorganisme, kecepatan

pembekuan, suhu pembekuan, dan faktor-faktor lingkungan lainnya.

1.3.4 Nilai pH

Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH di mana pertumbuhan masih

memungkinkan dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum. Kebanyakan

mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran ph 6,0 – 8,0 dan nilai pH di luar kisaran 2,0

sampai 10,0 biasanya bersifat merusak. Beberapa mikroorganisme dalam bahan pangan

tertentu seperti khamir dan bakteri asam laktat tumbuh dengan baik pada kisaran nilai pH

3,0 – 6,0 dan sering disebut sebagai mikroorganisme asidofil.

Makanan yang mempunyai pH rendah (di bawah 4,5) biasanya tidak dapat

ditumbuhi oleh bakteri, tetapi dapat menjadi rusak oleh oleh pertumbuhan khamir dan

kapang. Oleh karena itu, makanan yang mempunyai pH rendah relatif lebih tahan selama

penyimpanan jika dibandingkan dengan makanan yang mempunyai pH netral atau

mendekati netral.

Penggolongan makanan berdasarkan pH nya dapat dikatagorikan sebagai berikut :

1. makanan berasam rendah, yaitu makanan yang mempunyai pH di atas 5,3 seperti

daging, ikan, dan susu,

2. makanan berasam sedang, yaitu makanan yang mempunyai pH 5,3 sampai di atas

4,5, misalnya bayam, asparagus, bit, dan waluh kuning,

3. makanan asam, yaitu makanan yang mempunyai pH 4,5 sampai diatas 3,7

misalnya tomat, pear, dan nenas, dan

4. makanan berasam tinggi, yaitu makanan yang yang mempunyai pH 3,7 atau

kurang, misalnya buah beries dan acar-acaran.

1.3.5 Aktivitas Air (water activity)

Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air berperan dalam

reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat gizi atau bahan limbah ke

dalam dan ke luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air dalam bentuk cair dan apabila

air tersebut mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara kimiawi dalam

larutan gula atau garam, maka air tersebut tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme.

Jumlah air yang terdapat dalam bahan pangan atau larutan dikenal sebagai aktivitas air

Page 30: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

20

(water activity = aw). Air murni mempunya nilai aw = 1,0. Jenis mikroorganisme yang

berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Bakteri

umumnya tumbuh dan berkembang biak hanya dalam media dengan nilai aw tinggi (0,91),

khamir membutuhkan nilai aw lebih rendah (0,87 – 0,91) kapang lebih rendah lagi (0,80 –

0,87).

Larutan gula dan garam yang pekat dapat mengakibatkan penghambatan tekanan

osmotik pada sel mikroorganisme dengan menyerap ke luar air yang ada di dalam sel,

sehingga menyebabkan sel menjadi kekurangan air dan akhirnya mati. Beberapa jenis

mikroorganisme dapat menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut di atas yaitu adanya

tekanan osmotik eksternal yang tinggi dan dalam beberapa hal keadaan yang semacam itu

yang diinginkan. Beberapa jenis bakteri, khamir dan kapang dapat tahan dan tumbuh pada

larutan gula yang sangat pekat dan umumnya dikenal sebagai organisme osmofilik.

Keadaan yang sama terjadi pada beberapa jenis mikroorganisme yang tahan dalam

lingkungan berkadar garam cukup tinggi yang disebut halofil atau organisme halofilik.

Jenis mikrooragnisme yang tahan dengan tekanan osmotik ini dapat berperan secara nyata

dalam pembusukan bahan pangan.

1.3.6 Ketersediaan Oksigen.

Tidak seperti bentuk kehidupan lainnya, mikroorganisme berbeda nyata dalam

kebutuhan akan oksigen guna metabolismenya. Beberapa kelompok dapat dibedakan

sebagai :

1) organisme aerobik – di mana tersedianya oksigen dan penggunaannya dibutuhkan

untuk pertumbuhan,

2) organisme anaerobik – tidak dapat tumbuh dengan adanya oksigen dan bahkan

oksigen ini dapat merupakan racun bagi organisme tersebut,

3) organisme anaerobik fakultatif – di mana oksigen akan digunakan apabila tersedia,

kalau tidak tersedia, organisme tetap dapat tumbuh dalam keadaan anaerobik, dan

4) organisme mikroaerofilik (microaerophilic organism) – yaitu mikroorganisme

yang lebih dapat tumbuh pada kadar oksigen yang lebih rendah daripada kadar

oksigen dalam atmosfer.

1.3.7 Faktor Kimia

Telah diketahui bahwa beberapa zat kimia dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme atau membunuh mikroorganisme yang telah ada. Bahan kimia yang

Page 31: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

21

bersifat bakteriostatik atau fungisitik adalah bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk

menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (fungi), sedang bakterisidal dan fungisidal

adalah bahan-bahan kimia yang dapat membunuh bakteri atau kapang. Berbagai logam,

asam, halogen, alkohol, fenol, deterjen, dan antibiotika mempunyai efek antimikroba yang

dipergunakan dalam industri pengolahan bahan pangan dalam desinfeksi dan sanitasi alat-

alat pengolahan dan ruangan pabrik atau kadang-kadang sebagai bahan yang ditambahkan

dalam bahan pangan sebagai zat pengawet. Kerja dari bahan kimia antimikroba ini dapat

bersifat khas yaitu hanya efektif pada jenis-jenis mikroorganisme tertentu. Sebagai contoh,

antibiotika jenis penisilin dan tetrasiklin hanya dapat membunuh bakteri, tetapi tidak

membunuh khamir atau kapang. Beberapa bahan yang bersifat spektrum luas seperti

hipoklorit dapat mematikan lebih banyak jenis mikroorganisme. Efektivitas dari setiap

bahan antimikroba ini tergantung pada jumlah yang digunakan, waktu penggunaan, dan

faktor lingkungan lainnya seperti pH.

1.3.8 Radiasi

Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang tertentu dan radiasi ionisasi seperti

sinar X dan sinar gamma dapat dengan mudah terserap oleh sel mikroorganisme. Sinar-

sinar tersebut dapat menggangu metabolisme sel dan umumnya dapat cepat mematikan.

Page 32: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

22

BAB II

DAGING DAN SEL OTOT PENYUSUNNYA

Oleh

I Wayan Suardana

Secara umum daging yang membentuk tubuh ternak tersusun oleh tiga tipe

jaringan, yaitu jaringan otot, jaringan ikat fibrous, dan jaringan lemak. Ketiga tipe

jaringan tersebut tersusun oleh sel-sel di dalam matriks yang mengandung serabut. Otot

dan jaringan ikat merupakan komponen utama dari karkas ternak pedaging, sehingga otot

dan jaringan ikat merupakan penyusun sekaligus penentu kualitas daging. Karena

pentingnya informasi tentang otot dan jaringan ikat sebagai komponen utama dan penentu

kualitas daging, maka struktur fibrus, komposisi protein dan sifat-sifat otot, khususnya

otot rangka, perlu diuraikan secukupnya.

2.1 Struktur Fibrus Otot Rangka

Serabut otot rangka berinti banyak dan merupakan jumlah sel terbesar dalam

tubuh, panjangnya sekitar 4 cm dengan diameter 10-140 mikron. Ketebalannya bervariasi

dan ada hubungan antara tipe otot (tipe kerja) dengan ketebalannya. Secara umum diakui

bahwa kekuatan suatu otot tidak tergantung pada panjangnya serat serat otot yang

bersangkutan, akan tetapi tergantung pada jumlah total serat serat yang ada di dalam otot

tersebut. Otot bertambah besar akibat latihan dan hal ini disebabkan oleh terjadinya

penebalan masing masing serat otot (hipertrofi) dan bukan karena bertambah banyaknya

serat serat (hiperplasia).

Otot tersusun dari banyak ikatan serabut otot yang lazim disebut fasikuli. Fasikuli

ini terdiri dari serabut-serabut otot, sedangkan serabut otot tersusun dari dari banyak fibril

dan disebut miofibril (Gambar 2). Lebih lanjut miofibril tersusun dari banyak filamen dan

disebut miofilamen. Ada dua tipe miofilamen yaitu filamen tebal (protein miosin) dan tipis

(protein aktin). Jadi berdasarkan urutan ukurannya (dari ukuran terbesar sampai ukuran

terkecil), otot tersusun dari fasikuli, serabut otot, miofibril dan miofilamen (filamen tebal

dan filamen tipis) (Gambar 2; 3; dan 4).

Jaringan otot dibungkus oleh selapis jaringan ikat agak padat disebut epimisium,

yang dengan mata biasa tampak sebagai suatu selubung putih. Di dalam epimisium

terdapat serat serat otot, yang tersusun dalam berkas atau fasikulus. Masing masing berkas

atau fasikulus dikelilingi oleh suatu selubung tipis jaringan ikat, yaitu perimisium.

Page 33: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

23

Selanjutnya di dalam fasikulus, setiap serat otot sebagai komponen penyusun fasikulus

dibungkus oleh jaringan ikat jarang yang disebut endomisium (Gambar 2 dan 3).

Gambar 2. Penampang Lintang Otot Rangka (Forrest et al., 1975 dalam Soeparno, 2005)

Gambar 3. Serabut (sel) otot (Forrest et al., 1975 dalam Soeparno, 2005)

Page 34: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

24

Perbedaan utama serabut otot di antara spesies adalah dalam hal panjang serabut

dan jumlah serabut per otot. Setiap serabut dikelilingi oleh plasmalema setebal 7,5-10 nm

yang disebut sarkolema, yang mempunyai komposisi lemak kira-kira 60% protein, 20%

fosfolipida, dan 20% kolesterol. Sarkolema bersifat elastis, dan memegang peranan

penting pada kontraksi atau pemendekan otot, relaksasi dan peregangan otot.

Sitoplasma yang terdapat di dalam serabut otot disebut dengan sarkoplasma.

Sarkoplasma merupakan substansi koloidal intraseluler dengan komposisi utama berupa

air 75-80%. Komponen sarkoplasma lainnya adalah lipid, granula glikogen dalam jumlah

yang bervariasi, non-protein nitrogen, dan komponen anorganik.

Miofibril. Miofibril adalah organela serabut otot berbentuk silindris, panjang dan

tipis dengan diameter 1-2 μm. Sumbu panjangnya paralel dengan sumbu panjang serabut

otot. Suatu serabut otot yang mempunyai diameter 50 μm, mengandung 1000 sampai

lebih dari 2000 miofibril. Miofibril terdiri dari segmen-segmen yang disebut sarkomer.

Panjang sarkomer saat istirahat kira-kira 2,5 μm. Di dalam sarkomer terdapat 2 macam

miofilemen, yaitu filamen tebal (filemen miosin) dengan diameter 10-12 μm atau lebih,

dan filamen tipis (filamen aktin) dengan diameter kira-kira 5-7 μm. Bagian jalur yang

kabur dari miofibril pada sinar polaris atau isotropik disebut ban I, sedangkan bagian yang

jelas, tebal dan lebih luas atau bagian anisotropik disebut ban A. Susunan ban I dan A

pada fibril-fibril yang paralel longitudinal di dalam serabut otot, menyebabkan serabut otot

rangka tampak bergaris-garis melintang. Ban I dan ban A, masing-masing terbagi menjadi

2 seksi oleh jalur-jalur tipis. Setiap ban I terbagi menjadi 2 seksi oleh suatu jalur tipis

gelap yang disebut jalur Z. Unit miofibril di antara 2 jalur Z yang berdekatan inilah yang

disebut sarkomer (Gambar 4). Sarkomer meliputi ban A dan kedua seksi dari ban I yang

letaknya pada setiap sisi dari ban A. Sarkomer merupakan unit yang berulang dari

miofibril dan unit basis kejadian kontraksi dan relaksasi.

Di bagian tengah dari setiap ban A, terdapat suatu wilayah yang agak kurang tebal

daripada bagian A lainnya, yang disebut sebagai wilayah H. Bagian tengah wilayah H,

dibagi menjadi 2 seksi oleh suatu jalur tebal, yang disebut jalur M. Wilayah yang relatif

kurang tebal di dalam wilayah H pada kedua sisi dari jalur M disebut pseudo wilayah H.

Page 35: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

25

Gambar 4. Otot Skeletal atau Otot Kerangka Sampai dengan Struktur Miofibril (Bloom

dan Fawsett, 1969; Forrest et al., 1975 dalam Soeparno, 2005)

2.2 Komposisi dan Nilai Nutrisi Daging

Komposisi kimia daging bervariasi di antara spesies, bangsa, atau individu ternak.

Komposisi kimia daging dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungannya. Nilai nutrisi

daging berhubungan dengan kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin

yang terdapat dalam daging tersebut. Komposisi kimia daging (otot rangka) disajikan pada

Tabel 5

Page 36: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

26

Tabel 5. Komposisi Kimiawi Relatif Otot Rangka Mamalia (persen berat daging segar)

Komponen Persen

1 Air (65-8%) 75,0

Protein (16-22%) 18,5

a. Protein Miofibrilar 11,5

i. Protein kontrakil miosin aktin 5,5

ii. Protein pengatur tropomiosin troponin (kompleks): C.I.T a, b, y, dan eu-protein 0,4

iii. Protein sitoskeletal konektin (titin), nebulin, C-protein, miomesin (M-protein), desmin (skeleting). Filsmin,

vimentin sinemin, Z-protein, 1-protein, F-protein, Kreatin kinase 6,0

b. Protein sarkoplasmik enzim-enzim yang larut dalam sarkoplasmik dan mitokondrial 5,5

mioglobin 0,3

hemoglobin 0,1

sitokrom dan flavoprotein 0,1

c. Protein stromal (jaringan ikat dan organela) 3,0

kolagen dan retikulin 1,5

elastin 0,1

protein tidak larut lain 1,4

3 Lipid (kisaran 1-5-13% 3,0

Lipid netral (0,5-1,5%) 1,0

Fosfolipid 1,0

serebrosid 0,5

kolesterol 0,5

4 Substansi non-protein nitrogen

kreatin dan kreatin fosfat

nukleotida termasuk adenosin trifosfat (ATP) dan adenosin difosdat (ADP)

Substansi non-protein nitrogen termasuk kreatin, urea

Inosin monosofat (IMP), Nikotinamida ademin dinukleotida (NAD)

Nikotiamida adenin dinukleotida fosfat (NADP) 0,1

5 Karbohidrat dan Substansi non nitrogen (0,5-1,5%) 1,0

glikoen (0,5-1,3%) 0,8

glukosa 0,1

0,1

6 Konstituen organik 0,3

Potasium 0,2

Total fosforus (fosforus fosfat dan fosforus anorganik) 0,2

Sulfur (termasuk sulfat) 0,2

Klorin 0,1

Sodium 0,1

Lain-lain (termasuk Mg, Ca, Fe, Co, Cu, Zn, Ni, Mn) 0,1

7 Vitamin-vitamin yang larut dalam air, lemak dalam jumlah sangat sedikti

Intermediat dan produk-produk metabolisme sel termasuk heksosa dan triosa fosfat, asam laktat,

asam sitrat, asam fumarat. Asam sukinat dan sam asetoasett

Sumber : Forrest et al. (1975); Lawrie (1979): Judge et al. (1989) dalam Soeparno (2005).

2.2.1 Nutrisi Protein

Daging mentah mengandung protein sekitar 19-23%, tergantung kepada kadar

lemaknya. Kandungan protein dan lemak mempunyai hubungan negatif di antara kedua

konstituent tersebut. Setiap 100 g daging masak kandungan proteinnya berkisar antara

Page 37: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

27

25-30% atau setara dengan 45-55% dari kebutuhan protein tubuh per hari yang dianjurkan

oleh NRC (1998).

Daging asal jaringan otot rangka, merupakan protein berkualitas tinggi dan

merupakan protein yang memiliki karakteristik : (1) mengandung semua asam amino

esensial, (2) nilai biologisnya tinggi dalam memacu pertumbuhan, (3) mudah tercerna, dan

(4) mudah terserap.

Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh

dalam jumlah yang cukup memadai. Orang dewasa membutuhkan 9 macam asam amino

esensial, yaitu : asam amino valin, triptopan, treonin, metionin, leusin, isoleusin, lisin dan

histidin (NRC, 1988). Protein daging dapat dicerna sampai sekitar 95-100% sedang

protein nabati hanya sekitar 65-75%.

2.2.2 Nutrisi Lemak dan Kalori

Kadar lemak dari daging bervariasi, tergantung kepada jumlah lemak eksternal

dan lemak intramuskular yang dikandungnya. Ditinjau dari segi nutrisi, komponen lemak

daging yang penting adalah : trigliserida, fosfolipida, kolesterol, dan vitamin yang terlarut

dalam lemak. Nilai kalori daging tergantung kepada asam-asam lemak dalam trigliserida

yang besar dan fosfolipida (NRC, 1998).

Trigliserida mengandung asam-asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Ternak

ruminansia mengandung asam lemak jenuh yang lebih tinggi ketimbang ternak non

runinansia. Asam lemak jenuh dalam daging contohnya asam palmitat dan stearat.

Konsumsi lemak jenuh yang relatif tinggi merupakan faktor kontribusi terhadap

munculnya penyakit jantung (Judge et al., 1989)

2.2.3 Kolesterol

Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang bila terkandung dalam darah

dengan jumlah yang tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Kadar kolesterol

dalam daging tidak berhubungan dengan kadar kolesterol dalam darah pada individu yang

normal. Kolesterol sebenarnya disintesis oleh tubuh pada kadar 600-1500 mg per hari.

Namun apabila sejumlah kolesterol telah dikonsumsi (berasal dari luar tubuh),

mengakibatkan jumlah kolesterol yang disentesis oleh tubuh akan menurun. Sekalipun

demikian, direkomendasikan untuk mengkonsumsi kolesterol tidak lebih dari 300 mg per

hari. Diketahui bahwa daging sapi mengandung 81-106 mg/100 g daging, daging babi

(bacon), hanya 58 mg /100 g masak oven atau 85mg /100 g daging masak goreng.

Page 38: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

28

Daging domba bagian paha depan mengandung kolesterol sekitar 119-124

mg/100g, bagian bahu 96mg/100g, shank depan 102-106 mg/100g, paha bagian belakang

78-100mg/100g dan daging rusuk 83-92 mg/100g. Untuk daging domba masak

diperkirakan kandungan kolesterolnya berkisar antara 152-182 mg/100g untuk daging

bahu, sedangkan loin 148-192 mg/10g, rusuk 128-142 mg/100g dan sirloin 153-186

mg/100g. Daging ayam mengandung 75-89 mg/100 g pada bagian dada, 90-94 mg/100g

untuk paha berkulit, dan 85-93 mg/10g untuk paha tanpa kulit. Daging itik mengandung

kolesterol 84-89 mg/100g dan daging kalkun 69-89 mg/100g. Daging ikan mengandung

kolesterol 42-81 mg/100g, kepiting 100-150 mg/100g dan udang 177-195 mg/100g (NRC,

1988).

Konsumsi kalori yang tinggi sering dihubungkan dengan kegemukan, sedangkan

faktor kegemukan, stress, dan ketidakaktifan dapat berkaitan dengan penyakit jantung.

Setiap 100g daging masak hanya mengandung sekitar 15-230 kalori atau sekitar 8-12%

dari 2000 kalori dalam makanan.

Daging mengandung sejumlah besar asam lemak esensial bagi manusia, yakni

asam lemak linoleat, arakidonat, dan mungkin lenolenat, dan kebutuhan akan asam lemak

esensial relatif sangat sedikit yang sudah dapat dipenuhi oleh lemak intramuskular

(marbling)

2.2.4 Nutrisi Karbohidrat

Daging mengandung karbohidrat dalam jumlah sedikit (kurang dari 1%) yang

biasanya hanya berbentuk glikogen dan asam laktat yang disimpan dalam hati. Dalam

daging proses, biasanya ditambahkan sumber karbohidrat dari luar seperti gula, sehingga

kadar karbohidrat dari daging proses menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan

daging segar.

2.2.5 Nutrisi Mineral

Daging merupakan sumber yang baik akan mineral kecuali Ca, karena Ca

umumnya hanya terdapat dalam jumlah yang rendah. Daging biasanya mengandung

mineral tanpa lemak, karena kebanyakan mineral hanya berasosiasi dengan air dan protein

daging. Setiap 100 g daging sapi, babi, domba, dan veal masing-masing mengandung

sekitar 0,8; 1,2; 1,2; dan 1,0 mg Ca dan 171; 175; 147; dan 193 mg P. Kadar Ca untuk

daging sapi dan ayam secara relatif lebih rendah jika dibandingkan daging domba, babi

Page 39: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

29

dan veal. Daging ayam merah gelap mengandung sodium yang lebih rendah dibandingkan

daging sapi, domba, dan babi.

Daging mengandung zat besi yang sangat baik untuk memelihara kesehatan, untuk

sintesis hemoglobin, mioglobin, dan enzim tertentu. Tubuh hanya menyimpan zat besi

dalam jumlah sedikit, sehingga suplai melalui makanan harus berlangsung terus. Zat besi

mudah terserap oleh tubuh, sehingga makan (daging) akan menyediakan zat besi yang

relatif banyak terserap, seperti zat besi heme mengandung kira-kira 40-60% dari zat besi

dari daging.

Ginjal, hati, dan limpa mengandung zat besi lebih tinggi jika dibandingkan dengan

otot atau daging segar. Mineral ini akan ikut hilang bersama ”drip” pada daging yang

dimasak, dan secara kuantitatif mineral ini terikat bersama protein daging. Selain itu,

daging juga mengandung mikroelemen seperti Al, Co, Cu, Mn, dan Zn. Daging

mengandung Zn dalam jumlah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Zn dari

tanaman. Bila makanan dari tanaman yang digunakan sebagai pengganti daging, maka

penimbunan pitat dalam level tinggi dapat mengikat Zn dalam jumlah yang lebih tinggi

dan menurunkan availabilitasnya untuk penyerapan oleh sel-sel usus kecil. Zn merupakan

komponen esensial bagi pertumbuhan, penyembuhan luka, imunitas, rasa, dan sintesis

DNA.

2.2.6 Nutrisi Vitamin

Secara umum daging mengandung vitamin B kompleks, tiamin, vitamin B6 dan

vit B12 dalam jumlah relatif tinggi. Jika dibandingkan dengan jenis daging lainnya, daging

babi lebih banyak mengandung tiamin, daging ayam lebih banyak mengandung niasin dan

B6, serta daging sapi lebih banyak mengandung vitamin B6 dan B12.

Kontribusi daging merah (daging sapi, domba, babi, dan veal), daging unggas,

dan ikan mengandung vitamin A dan C yang tinggi. Selama proses pemanasan/pemasakan,

daging dapat akan kehilangan vitamin B kompleks, hilang bersama ”drip”, dan sebagian

tiamin juga dapat mengalami kerusakan.

2.2.7 Nutrisi Daging Organ dan Produk Daging Proses.

Daging organ seperti otak, jantung, ginjal, hati, paru-paru, limpa, timus, dan lidah

mengandung protein dalam proporsi yang berbeda, meskipun dalam spesies yang sama

atau berbeda. Hati mengandung zat besi dalam jumlah besar, juga vitamin A dan vitamin

B kompleks terutama niasin dan riboflavin.

Page 40: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

30

Produk daging proses biasanya mengandung protein dan air yang lebih sedikit dan

lemak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daging segar; juga kadar kalorinya lebih

tinggi. Produk daging dapat mengandung protein dan mineral yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan daging segar, karena adanya penambahan bumbu dan garam. Produk

daging yang dibungkus dengan bahan yang kedap air/uap selanjutnya dibekukan pada

suhu yang rendah (-16oC) akan mempunyai komposisi kimia dan nilai energi yang secara

relatif stabil pada saat thawing. Kerusakan yang sering terjadi hanyalah kerusakan sel yang

pada saat thawing akan dilepaskan sejumlah kandungan sel bersama drip.

Produk ternak dapat menyediakan kalsium, zat besi, magnesium, dan fosfor dalam

diet masing-masing sebesar 60,7%, 42,0%, dan 36,8%, sedangkan daging merah (sapi,

babi, domba dan veal), unggas, dan ikan mengandung mineral tersebut masing-masing

sebesar 7,5%, 34,5%, 17,4% dan 29,0%.

Absorpsi dan pemanfaatan kalsium dipengaruhi oleh ketersediaan vitamin D.

Vitamin D akan memberi fasilitas perpindahan kalsium ke dalam sel-sel mukosal

duodenum dan meningkatkan absorpsi kalsium.

2.3 Protein Otot

Protein otot yang berjumlah antara 16%-23% atas dasar solubilitasnya dapat

dibagi ke dalam tiga kategori utama, yaitu protein miofibril, protein sarkoplasmik, dan

protein stromal.

2.3.1 Protein Miofibril

Sebagian besar serabut otot mengandung lebih dari 50% protein miofibril.

Miofibril mengandung 55-60% miosin dan kira-kira 20% aktin. Protein miofibril lainnya

dalam jumlah kecil, disebut protein pengatur, karena fungsinya mengatur kompleks

adenosin terifosfat (ATP)- aktin-miosin. Berdasarkan urutan konsentrasi yang makin

menurun, protein pengatur terdiri dari tropomiosin, troponin, dua M-protein, alfa-aktinin,

C-protein dan beta-aktinin.

Miosin adalah protein filemen tebal yang dominan dan proporsi asam amino basik

dan asidiknya tinggi. Miosin mempunyai pH isoelektrik kira-kira 5,4, mengandung asam

amino prolin prolin yang lebih rendah, dan lebih fibrus daripada aktin. Struktur molekul

misin berbentuk seperti batang korek api dengan bagian tebal di salah satu ujung. Bagian

tebal ini disebut kepala miosin yang berjumlah dua buah, dan bagian yang seperti batang

panjang disebut ekor miosin. Bagian antara kepala dengan ekor disebut leher miosin.

Enzim proteolitik, misalnya tripsin mampu memecah myosin di bagian dekat lehernya

Page 41: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

31

menjadi dua fraksi dengan BM yang berbeda, yaitu meromiosin ringan dan meromiosin

berat. Enzim tanaman seperti papain (enzim yang diperoleh dari buah pepaya), mampu

memecah meromiosin berat menjadi dua subsfraksi, yaitu meromiosin berat subfraksi 1

yang tersusun dari dua kepala molekul miosin yang aktif dan tetap mengikatkan diri pada

aktin serta mampu menghidrolisis ATP, serta meromiosin berat subfraksi 2 dengan pH

isoelektrik sekitar 5,4.

Aktin adalah protein globular, dan berjumlah kira-kira 20% dari protein miofibril.

Molekul globular aktin (G-aktin) dan bagian fibrous aktin disebut (F-aktin). Dua untaian

F-aktin yang mengikat monomer-monomer G-aktin membentuk lilitan superheliks.

Superheliks ini merupakan ciri-ciri filamen aktin. Filamen aktin secara keseluruhan

mempunyai diameter kira-kira 6-8 nm dan mempunyai pH isoelektrik sekitar 4,7.

Tropomiosin berjumlah kira-kira 5% dari protein miofibril dan mengandung

asam-asam amino yang bersifat asam dan basa dalam jumlah yang relatif tinggi.

Tropomiosin mempunyai pH isoelektrik 5,1 dan larut dalam air serta larutan garam.

Troponin adalah protein globular pada lekukan filamen aktin, dan berjumlah kira-

kira 5% dari protein miofibril. Sebuah molekul troponin dapat ditemukan pada setiap 7-8

miolekul G-aktin. Peranan troponin adalah menerima ion Ca yang sensitif terhadap

kompleks aktomiosin-tropomiosin. Troponin mampu meningkatkan daya ikat aktin-

tropomiosin. Troponin mengandung protein dan asam amino aromatik.

Protein miofibril lainnya seperti alfa aktinin, beta aktinin, gama aktinin, euaktinin,

titin, fimentin dan sinemin pada umumnya belum dapat diketahui secara pasti.

2.3.2 Protein Sarkoplasmik

Protein sarkoplasmik terutama terdiri dari enzim-enzim yang berhubungan dengan

glikolisis (73%), kreatin kinase (9%), mioglobin yang meningkat sesuai dengan umur

ternak, dan hemoglobin dalam jumlah yang relatif sedikit. Enzim-enzim yang berasosiasi

dengan glikolisis dan kreatin kinase dapat menjadi aktif dalam situasi anaerobik (tanpa

oksigen), dan berfungsi sebagai penyedia energi untuk kontraksi otot. Enzim-enzim

glikolitik terutama terdapat pada area ban I. Tiga protein filamen tipis yaitu F-aktin,

tropomiosin, dan troponin dapat mengikat enzim-enzim glikolitik.

Mioglobin.

Warna merah otot terutama disebabkan oleh adanya kandungan mioglobin

(80-90%) dari total pigmen otot. Hemoglobin (pigmen darah) juga ikut menentukan warna

daging. Struktur kedua pigmen itu juga serupa. Akan tetapi, molekul mioglobin lebih kecil

Page 42: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

32

dari pada molekul hemoglobin. Mioglobin merupakan tempat penyimpanan oksigen

dalam otot. Oksigen dalam peredaran darah diikat oleh mioglobin untuk metabolisme

aerobik. Mioglobin terdiri dari suatu porsi protein globular (globin) dan porsi non-protein

yang disebut cincin heme. Warna daging sebagian tergantung pada status oksidasi Fe di

dalam cincin heme.

Konsentrasi mioglobin dalam jaringan bervariasi, tergantung dari fungsi dan

aktivitas fisik otot, jumlah suplai darah, ketersediaan oksigen serta umur, jenis kelamin,

dan spesies. Otot jantung, walau mengandung sedikit pigmen, tetapi mioglobinnya relatif

lebih tinggi jika dibandingkan dengan jaringan lain. Hal ini karena jantung memerlukan

oksigen yang relatif tinggi. Sebaliknya, otot sayap unggas mengandung mioglobin relatif

lebih rendah jika dibandingkan dengan otot rangka lainnya. Hal ini karena otot sayap

unggas memiliki efisiensi yang tinggi terhadap suplai oksigen dari darah.

Mioglobin meningkat dengan meningkatnya umur. Misalnya veal mengandung 1-

3 mg mioglobin/g jaringan segar, oto beef 4-10 mg/g, dan 16-20 mg/g pada beef yang

lebih tua. Perbedaan mioglobin diantara spesies tampak nyata. Misalnya, warna merah

muda ringan pada daging babi (pork) dibanding dengan warna merah terang pada daging

sapi (beef). Diketahui bahwa ternak jantan mempunyai otot yang mengandung lebih

banyak mioglobin jika dibanding dengan ternak betina dan jantan kastrasi pada umur yang

sama. Di samping itu, tampak nyata terlihat adanya perbedaan antara otot dada dan otot

paha pada ayam, yakni warna keputihan pada otot dada dan merah gelap pada otot paha.

Pada umumnya, daging beef dan domba lebih banyak mengandung mioglobin dari

pada daging babi, veal, ikan, atau unggas. Pada dasarnya, otot yang berwarna merah gelap

secara relatif mengandung proporsi serabut-serabut merah yang kaya dan tinggi akan

mioglobin.

Status kimia mioglobin.

Kemampuan pigmen mioglobin berikatan dengan molekul lain termasuk oksigen,

tergantung pada status kimia Fe yang terdapat dalam cincin heme. Bila Fe dalam bentuk

Fe-dioksida, status ini tidak dapat berikatan dengan molekul lain termasuk oksigen.

Namun bila Fe dalam bentuk Fe-direduksi, status ini akan dapat dengan mudah berikatan

dengan molekul air daging atau dengan oksigen. Jadi, untuk memelihara kemampuan

pigmen untuk bereaksi, maka jaringan otot harus berstatus pada kondisi reduksi, karena

molekul oksigen akan bereaksi dengan Fe-reduksi dari mioglobin yang menghasilkan

warna merah segar pada daging. Reduksi akan berlangsung secara alamiah karena adanya

aktivitas enzim yang menggunakan semua sisa oksigen dalam otot setelah proses

Page 43: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

33

kematian. Oleh karena pigmen bagian dalam daging mempunyai bentuk reduksi dan hanya

bereaksi dengan air daging, maka pigmen ini berwarna ungu dan disebut deoksimioglobin.

Pigmen daging dapat mengalami perubahan akibat dari reaksi oksigen pada saat

pemotongan, penggilingan, atau kontak dengan udara. Pada saat kandungan oksigen

terbatas misalnya pada pengepakan vakum atau semipermiabel, posisi Fe dari pigmen

daging akan teroksidasi dan menyebabkan warna daging menjadi coklat yang kurang

disukai. Warna coklat ini disebut metmyoglobin (status ion Fe dalam wujud fero karena

oksidasi). Bila daging segar dibiarkan terus berkontak dengan udara, maka pigmen

reduksi akan bereaksi dengan molekul oksigen membentuk pigmen yang relatif stabil yang

dikenal dengan istilah oksimioglobin dan berwarna merah terang. Oksimioglobin akan

terbentuk dalam waktu 30-45 menit setelah daging berkontak dengan udara.

Perkembangan warna merah oksimioglobin ini disebut ”bloom”. Warna ini berasal dari

deoksimioglobin (ungu) yang dioksigenasi (ditambah molekul oksigen), dan warna ini

merupakan warna yang disukai konsumen.

Stabilitas oksimioglobin (merah terang) tergantung kepada dua hal yaitu:

(1) kontinyuitas suplai oksigen, karena enzim-enzim yang terlibat dalam proses

metabolisme oksidatif menggunakan oksigen yang tersedia dengan cepat, dan

(2) aktivitas enzim otot, yang masing-masing berbeda sesuai dengan aktivitas enzim

otonya, sehingga pengaturan jumlah oksigen yang tersedia di bagian luar otot juga berbeda

dengan bagian dalam otot. Jika pH dan suhu jaringan meningkat, maka enzim menjadi

lebih efektif dan mengakibatkan kandungan oksigen menjadi turun. Warna merah terang

daging dapat dipertahankan selama jangka waktu yang semaksimal mungkin dengan cara

mempertahankan temperatur daging di sekitar titik beku untuk meminimalkan laju

aktivitas dan penggunaan oksigen.

2.3.3 Protein Stromal

Jaringan ikat berfungsi sebagai penghubung dan pengikat bagian-bagian tubuh

secara bersama-sama. Jaringan ikat ini tersebar luas pada tubuh dan berbagai komponen

tulang, organ, pembuluh darah, limfe, tendon, jaringan saraf, dan otot serta

menghubungkan kulit dengan tubuh. Jaringan ikat juga berfungsi sebagai penghubung

antara agensia-agensia infektif. Dalam jaringan ikat tertentu, terdapat sel-sel lemak yang

tersimpan, dan disebut sebagai jaringan adipose.

Jaringan ikat tersusun dari substansi dasar (massa yang tak berstruktur), sel, dan

serabut ekstraselular, seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Jaringan ikat mengandung dua

Page 44: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

34

macam sel, yakni sel tetap (fibroblast, mesencim dan sel adipose), dan sel pengembara

(berhubungan dengan reaksi terhadap luka dan cedera seperti eosionafil, sel plasma, sel

mast, sel limfe, dan makrophag bebas).

Substansi Dasar. Substansi dasar adalah cairan viskous yang mengandung

glikoprotein (karbohidrat yang mengandung protein), yang sifatnya mudah larut dan

proteoglikan atau glikosaminoglikan. Substansi dasar mengandung substrat dan hasil akhir

metabolisme jaringan ikat, termasuk prekursor kolagen dan elastin, berupa tropokolagen

dan tropoelastin. Glikosaminoglikan antara lain adalah asam hialuronat (substansi viskous)

dan kondroitin sulfat, yang fungsinya sebagai lubrikan/substansi pelekat interselular, dan

bahan struktural dari kartilago dan tulang serta sebagai penghalang agensia-agensia

infeksius.

Serabut Ekstraselular. Serabut ekstraselular yang mempunyai struktur padat

disebut jaringan ikat padat, dan yang membentuk struktur longgar disebut jaringan ikat

longgar, serabut ini meliputi kolagen, elastin, dan retikulin.

Kolagen mempunyai pengaruh yang besar terhadap keempukan dengan jumlah

sekitar 20%-25% dari total protein tubuh mamalia Kolagen merupakan protein struktural

utama jaringan ikat dan merupakan komponen utama tendo dan ligamentum. Tulang dan

kartilago juga mengandung kolagen dan menyebar ke semua jaringan tubuh/organ,

termasuk otot. Distribusinya tidak sama untuk semua otot skeletal dengan jumlah yang

tergantung dari aktivitas fisik. Kolagen merupakan glikoprotein yang mengandung gula,

termasuk glukosa dan galaktosa yang mengandung glisin dalam jumlah yang relatif besar,

kira-kira 1/3 dari total asam amino. Asam amino hidroksiprolin dapat dipergunakan untuk

menentukan jumlah kolagen jaringan karena hidroksiprolin merupakan komponen kolagen

yang secara relatif adalah konstan (13-14%) dan tidak terdapat dalam jumlah yang berarti

pada jaringan tubuh ternak lain.

Molekul tropokolagen adalah unit struktural fibril kolagen yang dibentuk oleh

persatuan molekul-molekul tropokolagen yang saling tumpang tindih pada hampir setiap

14 panjang yang menunjukkan tampaknya striasi. Jarak antara striasi sekitar 67 nm dalam

kondisi memendek. Serabut kolagen tersusun dan fibril-fibril kolagen yang dipersatukan

dan setiap struktur utama rantai polipeptida mempunyai rangkaian asam amino yang

berulang-glisin-prolin-hidroksiprolin-(satu asam amino yang lain).

Pembentukan kolagen memerlukan asam askorbat untuk hidroksilasi prolin dan

lisin setelah benang-benang polipeptida terbentuk. Serabut kolagen tidak larut dan

mempunyai kekuatan tarik yang tinggi yang disebabkan oleh ikatan silang intermolekular.

Page 45: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

35

Pada ternak muda, jumlah ikatan silang intermolekular hanya sedikit dan mudah putus.

Ikatan silang meningkat sesuai dengan bertambahnya umur dan ikatan yang mudah putus

digantikan menjadi ikatan yang stabil, sehingga kolagen biasanya mudah larut pada ternak

muda dan sebaliknya untuk ternak yang lebih tua.

Elastin dalam tubuh berjumlah lebih sedikit jika dibandingkan dengan kolagen.

Elastin sukar larut karena mengandung asam-asam amino nonpolar dalam jumlah yang

tinggi (lebih dari 90%). Elastin sangat tahan terhadap enzim digestif dan panas, serta asam

dan basa yang ekstrim. Elastin dapat didegradasi oleh enzim proteolitik tanaman.

Elastin terbentuk dari molekul prekursor yang mudah larut. Tropoelastin yang

disekresikan oleh fibroblast setelah disintesis oleh ribosom.

Retikulin. Retikulin dapat dibedakan dari kolagen dengan reaksi warna. Retikulin

akan nampak berwarna hitam dengan larutan perak amonia, sedangkan kolagen nampak

berwarna coklat. Retikulin berbeda dengan kolagen dalam hal morfologis dan biokemis,

dan tersusun dari serabut-serabut halus yang membentuk anyaman rapi di sekitar sel,

struktur syaraf, dan pembuluh darah epitel.

Page 46: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

36

BAB III

SIFAT FISIK DAN PARAMETER KUALITAS DAGING

Oleh

I Wayan Suardana

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging

antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan

termasuk bahan aditif (hormon, antibiotika, dan mineral), dan stres. Faktor setelah

pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain metode pelayuan, stimulasi

listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim

pengempuk daging, hormon dan antibiotika, lemak intramuskular atau marbling, metode

penyimpanan dan preservasi, macam otot daging, dan lokasi otot pada suatu otot daging.

Pada dasarnya, kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak dan

bersifat relatif terhadap suatu kondisi pemasaran. Faktor yang menentukan nilai karkas

meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan, dan kualitas daging dari karkas yang

bersangkutan.

Faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi warna, keempukan dan

tekstur, flavor dan aroma termasuk bau dan cita rasa serta juiciness dari daging. Di

samping itu, lemak intramuskular, susut masak (cooking loss) yaitu berat sampel daging

yang hilang selama pemasakan atau pemanasan, retensi cairan, dan pH daging ikut

menentukan kualitas daging (Soeparno, 2005). Dalam pengujian kualitas daging,

digunakan sampel dengan memperhatikan macam otot, dan penyiapan sampel. Uji fisik

obyektif daging meliputi : uji daya putus Warner-Bratzler (WB) adesi, kekuatan tarik,

kompresi, dan teknik penyiapan sampel. Faktor daya putus WB dipengaruhi oleh

pelayuan, pemasakan, umur, dan bangsa ternak. Nilai WB adalah indeks kealotan

miofibril. Adhesi adalah indeks kekuatan jaringan ikat, kekuatan tarik, identitas

keempukan/kealotan daging. Faktor kekuatan tarik antara lain meliputi pelayuan, pH dan

pemasakan. Kompresi merupakan indikasi keempukan daging. Susut masak berhubungan

dengan keempukan daging.

3.1 Parameter Spesifik Kualitas Daging.

Parameter spesifik kualitas daging meliputi warna, daya ikat air oleh protein

daging, pH, susut masak, keempukan dan tekstur daging, flavor dan aroma.

Page 47: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

37

3.1.1 Warna Daging.

Warna daging tampak merupakan kombinasi pengamatan panjang gelombang radiasi

cahaya yang memberikan hasil pengamatan warna seperti kuning, hijau, biru atau merah

dengan intensitas cahaya (chroma) dan refleksi (value)

Faktor yang menentukan warna daging

a. Pigmen daging

Pigmen daging merupakan faktor terpenting dalam pembentukan warna daging.

Secara garis besarnya, ada 2 pigmen daging yang terpenting (meskipun ada

pigmen-pigmen lain dan enzim sitokrom yang sedikit peranannya) yaitu :

1. hemoglobin (pigmen darah), dan

2. mioglobin (pigmen jaringan).

Kondisi mioglobin sangat menentukan warna daging. Dalam hal ini 80-90% dari

seluruh pigmen daging ditentukan oleh mioglobin (pada hewan yang dipotong

secara sempurna dimana darahnya keluar dengan tuntas).

Mioglobin terdiri atas 2 bagian :

a. bagian yang berprotein dan berbentuk seperti gelembung disebut globin, dan

b. bagian yang bukan protein disebut cincin heme / heme ring.

Banyaknya mioglobin sangat tergantung pada :

a. Spesies hewan/ternak. Sebagai contoh otot marmut lebih banyak kandungan

mioglobinnya jika dibandingkan dengan otot kelinci. Beberapa ternak

memberikan karakteristik khusus warna, seperti :

- daging sapi : merah ceri, terang

- daging ikan : putih abu-abu sampai merah gelap

- kuda : merah gelap

- lamb dan mutton : merah terang sampai merah bata

- pork : pink kelabu

- poultry : putih abu-abu sampai merah

- veal : merah muda kecoklatan

b. Umur: hewan yang baru lahir mioglobinnya lebih sedikit jika dibandingkan

dengan yang tua.

c. Jenis kelamin: sapi jantan pigmen ototnya lebih banyak jika dibandingkan

dengan sapi betina.

d. Aktivitas fisik: hewan yang digembalakan mioglobinnya lebih banyak jika

dibandingkan dengan hewan yang dikandangkan.

Page 48: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

38

e. Makanan / pakan: hewan yang cukup mendapat pakan yang mengandung zat

besi akan lebih banyak mioglobinnya jika dibandingkan dengan hewan yang

mendapat pakan dengan kandungan zat besinya rendah.

c. Jenis molekul mioglobin dan keadaan fisik serta kimiawi komponen yang ada

pada daging

Warna daging dapat berubah akibat bereaksinya pigmen dengan beberapa

bahan. Dalam hal ini, kemampuan pigmen daging untuk mengikat molekul lain

tergantung pada status kimiawi ion besi yang terdapat pada cincin heme. Fe dapat

dalam bentuk reduksi atau oksidasi. Dalam bentuk fero, Fe dapat bereaksi dengan

gas seperti oksigen dan nitrit oksida.

Jika ion ferro (Fe 2+) dioksidasi menjadi ion ferri (Fe 3+), maka ion besi ini

akan sulit untuk mengikat molekul lain, termasuk molekul oksigen. Jika ion ferro

(Fe 2+) direduksi, maka ion ini akan mudah sekali bersatu dengan air seperti yang

terjadi pada daging yang belum disayat atau jika bersatu dengan oksigen akan

terlihat seperti daging yang sudah berhubungan dengan udara dalam beberapa saat.

Jika oksigen yang tersedia terbatas jumlahnya atau kemampuannya

mengikat oksigen hilang (karena globin rusak), maka akan terjadi oksidasi ion

ferro menjadi ion ferri sehingga warna daging menjadi coklat (dikenal dengan

istilah met mioglobin).

Jika oksigen yang tersedia cukup (karena cukup berhubungan dengan

udara), maka ion ferro akan berikatan langsung dengan oksigen sehingga terjadi

senyawa oksimioglobin yang sangat penting perannya dalam membentuk warna

merah daging yang disukai konsumen. Pigmen ini umumnya terdapat pada bagian

permukaan daging yang biasanya terbentuk 30-45 menit setelah daging diangin-

anginkan.

Selama daging tidak dimasak, pigmen oksimioglobin masih bisa terdapat

pada bagian dalam daging. Hal ini terjadi karena enzim sitokrom pada daging

masih berfungsi sehingga dapat bereaksi dengan oksigen yang berasal dari

permukaan daging. Pada daging yang dimasak, pigmen yang berperan adalah

globin haemikhromogen yang memberi aspek merah cerah. Secara alami

temperatur pemanasan mempengaruhi tingkat perubahan pigmen, sehingga daging

sapi yang dimasak sampai temperatur 60-700C berwarna merah muda dan pada

temperatur 70-800C akan tampak berwarna coklat kehijauan.

Page 49: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

39

Denaturasi globin dan reduksi inti hematin terjadi jika mioglobin dibuka,

secara serentak terhadap H2S dan oksigen sehingga terbentuk sulfmioglobin yang

berwarna hijau atau bereaksi dengan H2O atau asam askorbat atau bahan-bahan

pereduksi lainnya yang akhirnya membentuk kholeglobin yang memberi warna

hijau. Hal ini juga terjadi karena terjadinya pertumbuhan mikroorganisme tertentu.

Daging yang berisi senyawa oksimioglobin lebih stabil (tidak mudah

teroksidasi) jika dibandingkan dengan daging yang dalam bentuk tereduksi. Oleh

karenanya, jika kita ingin mendapatkan daging yang disenangi konsumen

(berwarna ungu atau merah), maka perlu diberikan perlakuan yang cukup dengan

cara mengangin-anginkan daging atau membungkusnya dengan bahan yang kedap

udara (vakum).

Skema perubahan warna daging tersaji pada Gambar 5.

Oksigenasi ( + O2)

Oksidasi (-O2)

Produksi Produksi Oksidasi

Oksidasi

Oksidasi

Gambar 5. Skema Perubahan Warna Daging (Arka, 1994)

3.1.2 Daya Ikat Air / DIA (Water Holding Capacity).

Daya ikat Air (WHC) adalah kemampuan daging untuk mempertahankan

kandungan air selama mengalami perlakuan dari luar seperti pemotongan, pemanasan,

penggilingan dan pengolahan. Pemahaman tentang WHC ini sangat penting sebab

Myoglobin (Fe 2+)

Merah Keunguan

Oksimyoglobin (Fe 2+)

Merah Cerah

Metmyoglobin (Fe 3+)

Coklat tua

Chelomyoglobin

Hijau

Sulfmyoglobin

Hijau

Porfirin Kuning

Coklat, tak berwarna

Page 50: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

40

sebagian besar sifat fisik daging seperti: warna, tekstur, kesegaran, sari minyak, dan

keempukan sangat dipengaruhi oleh WHC.

Air daging yang menetas dari daging segar (yang tidak dibekukan) disebut

“weep”, sedangkan air daging yang keluar dari daging yang dibekukan disebut “drip” dan

yang keluar dari daging yang dimasak disebut “shrink” .

Bila daging diberi perlakuan mekanis, misalnya ditekan di antara dua lempengan

kaca atau dilakukan sentrifugasi, maka komponen air bebas akan terpisah dari massa

daging, sedangkan komponen air yang masih tertinggal adalah air terikat erat dan air tidak

bergerak. Komponen air yang terikat erat dan air tak bergerak ini akan menentukan

besarnya daya ikat air daging (water holding capacity) tersebut.

Daya ikat air oleh protein daging (WHC) dapat ditentukan dengan beberapa cara,

antara lain dengan metode Hamm (1972), yaitu dengan membebani atau mengepres 0,3 g

sampel daging dengan beban 35 kg pada suatu kertas saring di antara 2 plat kaca selama 5

menit.

Daya ikat air oleh protein daging dapat juga ditentukan dengan menggunakan

modifikasi Akroyd pada kecepatan tinggi. Cara kerjanya yaitu: sampel daging mentah atau

masak seberat 1,5 – 2,5 g disentrifugasi pada kecepatan 100.000 x G (36.000 rpm) selama

60 menit menggunakan alat sentrifugasi yang dapat dioperasikan pada temperatur 00C.

Kenyataan jus daging (KJ) atau yang disebut expressed juice dari daging mentah

atau daging masak adalah berat yang hilang setelah sentrifugasi, dan dinyatakan sebagai

persentase berat awal sampel daging mentah. Total jus daging yang hilang (TJH) yang

umumnya dinyatakan sebagai persentase, yaitu jumlah KJ dan persentase cairan daging

yang hilang selama pemasakan, dan disingkat dengan istilah susut masak (Sm). Daya ikat

air oleh protein daging (DIA) adalah fraksi total kadar air daging (KA) yang tinggal

setelah dikurangi dengan total jus (TJ). Jadi rumus umum dari DIA dapat disajikan sebagai

berikut:

DIA = (TJ/KA)KA

TJH)(KA

Keterangan : DIA = daya ikat air

KA = kadar air total

TJH = total jus hilang

TJ = total jus

Apabila tanpa drip atau susut masak maka,

DIA = 1 – (KJ/KA)

Page 51: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

41

Koreksi terhadap kadar lemak dapat dibuat, sehingga total kadar air dan total jus yang

hilang dinyatakan berdasarkan bebas lemak. DIA dapat pula dinyatakan sebagai persentase

kenyataan jus (KJ) daging, yaitu :

DIA = 100 – berat residu daging setelah sentrifugasi x 100

Berat sampel daging awal

Keterangan : KA = kadar air total

TJH = total jus hilang

KJ = kenyataan jus setelah sentrifugasi (persentase berat awal sampel

daging)

DIA dipengaruhi oleh pH. DIA menurun dari pH tinggi sekitar 7-10 sampai pada

pH titik isoelektrik protein daging 5,0-5,1. Pada pH isoelektrik ini, protein daging tidak

bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif) dan solubilitasnya

minimal. Bila pH di atas titik isoelektrik, sejumlah muatan positif akan dibebaskan dan

berakibat terjadinya surplus muatan negatif. Sebagai akibatnya akan terjadi penolakan

dari miofilamen, sehingga terbentuk banyak ruang untuk molekul air, yang berakibat pada

meningkatnya DIA. Demikian pula, bila pH di bawah titik isoelektrik protein daging,

karena akses muatan positif, akan terjadi penolakan miofilamen dan terbentuk ruang yang

banyak bagi molekul air. Gambaran pengaruh pH terhadap DIA / WHC dari daging tersaji

pada Gambar 6.

Meningkatkan

WHC

4,5 5,0 5,5 6,0

pH

+ + + - _ -

+ + _ -

+ + _ - _

A B C

Penolakan Penolakan

(repulsi) (repulsi) Keterangan : A = ekses muatan positif pada miofilamen

B = balans muatan positif dan negatif

C = ekses muatan negatif pada miofilamen

WHC = Water holding capacity

Gambar 6. Pengaruh pH terhadap Jumlah Air Mobilisasi di Dalam daging yang

Disebabkan oleh Distribusi Grup Bermuatan pada Miofilamen dan Ukuran

Ruang di antara Miofilamen (Wismer Pedersen, 1971 dalam Soeparno, 2005)

Page 52: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

42

Penurunan pH yang cepat, misalnya karena pemecahan ATP yang cepat, akan

meningkatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan DIA protein. Temperatur tinggi juga

mempercepat penurunan pH otot postmortem, dan meningkatkan penurunan DIA karena

meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan air ke ruang

ekstraseluler. Pelayuan akan menyebabkan DIA meningkat (air-protein) karena terjadinya

perubahan hubungan air-protein, yaitu terjadinya peningkatan absorpsi ion K+ dan

pembebasan Ca++ atau melemahnya miofibril karena perubahan struktur jalur Z dan

band I. Pemasakan akan menyebabkan perubahan DIA karena adanya solubilitas protein

daging. Temperatur tinggi meningkatkan denaturasi protein, sehingga DIA menurun.

Di samping faktor pH, pelayuan dan pemasakan atau pemanasan, DIA daging juga

dipengaruhi oleh faktor yang menyebabkan perbedaan DIA di antara otot, misalnya

spesies, umur, dan fungsi otot, serta pakan, transportasi, temperatur, kelembaban,

penyimpanan dan preservasi, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum dan sesudah

pemotongan, dan lemak intramuskular.

3.1.3 pH Daging.

pH awal diukur pada awal pengukuran setelah pemotongan sampai 45 menit dan

pH akhir (ultimat) kira-kira setelah 24 jam; pH normal daging adalah 5,4 – 5,8. Faktor

yang berpengaruh terhadap pH daging di antaranya: stress sebelum pemotongan, injeksi

hormon/obat-obatan, spesies, individu ternak dan macam otot, stimulasi listrik, aktivitas

enzim, dan terjadinya glikolisis.

3.1.4 Susut Masak.

Susut masak menggambarkan jus daging dan merupakan fungsi antara temperatur

dengan lama waktu pemanasan. Faktor yang berpengaruh terhadap susut masak di

antaranya : (1) nilai pH, (2) panjang sarkomer serabut otot, (3) panjang potongan serabut

otot, (4) status kontraksi miofibril, (5) ukuran dan berat sampel, (6) penampang melintang

daging; susut masak lebih besar pada panjang serabut yang lebih kecil atau pendek, (7)

pemanasan, (8) bangsa yang berkaitan dengan lemak daging, (9) umur yang berhubungan

dengan DIA dan lemak, dan (10) konsumsi pakan-energi. Susut masak berkisar antara 1,5

– 54,5%.

Page 53: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

43

3.1.5 Keempukan dan Tekstur.

Keempukan dan tekstur merupakan faktor yang penting terhadap kualitas daging.

Ada dua faktor yang penting, yaitu antemortem (genetik, fisiologis, umur, manajemen,

jenis kelamin, dan stres) sedang faktor postmortem adalah chilling, refrigerasi, pelayuan,

pembekuan lama dan suhu penyimpanan, termasuk pemasakan dan pengempukan.

Penentu keempukan daging meliputi 3 komponen yaitu : (a) status miofibril dan

status kontraksi, (b) kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silang, serta (c) daya ikat

air dan jus daging. Tekstur meliputi ikatan serabut otot kasar dan lembut, ditentukan oleh

jumlah serabut, ukuran dan jumlah perimisium, pengaruh umur dan bangsa ternak.

Kesan keempukan dan tekstur meliputi 3 aspek: (a) kemudahan awal penetrasi gigi

ke dalam daging, (b) mudahnya daging dikunyah dan fragmentasi, (c) jumlah residu yang

tertinggal setelah mengunyah. Keempukan dapat ditentukan secara obyektif dan subyektif.

Secara subyektif diantaranya : (1) komplek terhadap panel cita rasa (2) uji panel cita rasa,

dan (3) kesan jus daging yang merupakan indikasi komponen serabut otot dan jaringan

ikat. Secara obyektif adalah dengan cara mekanik: kompresi terhadap indikasi kealotan

jaringan ikat, daya putus Warner Bratzler WB (indikasi kealotan miofibrilar), adhesi

(indeks kekuatan jaringan ikat), dan susut masak (sensitivitas terhadap perubahan jus

daging).

Pengaruh spesies terhadap keempukan berbeda-beda karena adanya pengaruh

tekstur kasar atau halus, otot besar atau kecil. Umur juga berpengaruh terhadap

keempukan. Analisis hidroksiprolin dapat digunakan untuk menentukan kadar kolagen,

yang bervariasi diantara otot. Pelayuan juga mempengaruhi keempukan. Pemasakan

meningkatkan keempukan, tetapi dapat juga menurunkan keempukan, tergantung dari

waktu dan temperatur. Lama pemasakan berpengaruh terhadap konsistensi kolagen, begitu

juga halnya temperatur juga berpengaruh terhadap konsistensi miofibril. Bila temperatur

diatas 65oC-80oC akan terjadi konversi kolagen menjadi gelatin yang dapat meningkatkan

keempukan. pH juga berpengaruh terhadap keempukan. Pada pH yang tinggi akan

mengakibatkan keempukan meningkat dan jus meningkat pula.

3.1.6 Flavor dan Aroma.

Flavor dan aroma adalah sensasi kompleks saling terkait. Flavor melibatkan bau

dan rasa, tekstur, temperatur, dan pH. Sensasi rasa yang dominan adalah pahit, manis,

asam, dan asin. Ternak yang lebih tua mempunyai flavor lebih kuat. Flavor berkembang

selama pemasakan.

Page 54: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

44

Faktor yang mempengaruhi flavor dan aroma di antaranya: (a) umur, tipe pakan,

spesies, jenis kelamin, lemak, bangsa, lama/waktu dan kondisi penyimpanan, lama dan

temperatur pemasakan (b) ransiditas

3.1.7 Bau dan Rasa Daging.

Bau dan rasa daging tergantung dari adanya prekursor yang terlarut dalam air dan

lemak, serta pembebasan senyawa volatil dengan senyawa flavor yang spesifik.

Page 55: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

45

BAB IV

PENANGANAN, PENGIRIMAN, DAN PEMOTONGAN TERNAK

TERHADAP KUALITAS DAGING

Oleh

I Wayan Suarana

4.1 Stres dan Rasa Sakit pada Binatang

Hasil penelitian menunjukan bahwa, binatang berdarah panas (termasuk hewan

ternak) dapat merasakan sakit dan memiliki emosi atau rasa takut. Pada khususnya hewan

mamalia, termasuk ternak dalam kelompok ini, memiliki struktur otak yang membuat

mereka merasakan rasa takut dan penderitaan atas rasa sakit, dan merasakan rasa sakit

seperti halnya manusia. Rasa takut dan sakit adalah penyebab utama stres pada hewan

ternak dan stres ini akan mempengaruhi kualitas daging tersebut.

Bila hewan diperlakukan pada situasi yang tidak biasanya atau pada keadaan yang

disebabkan oleh kesengajaan manusia, adalah tanggung jawab moral manusia untuk

memastikan penanganan terhadap hewan tersebut dengan sebaik-baiknya, sehingga

tersebut tidak menderita secara berlebihan. Jadi hewan tidak mengalami penanganan yang

kasar atau mendapatkan stres dan luka-luka.

Penanganan ternak secara efisien, tepat dan benar, dengan memakai teknik dan

fasilitas yang dianjurkan, dan pengambilan langkah-langkah yang dapat mengurangi rasa

sakit pada hewan dan dihindarkannya kecelakaan yang dapat mengakibatkan luka, akan

mengurangi stres pada ternak dan menjaga kualitas pada daging dan produk

sampingannya.

4.2 Efek Stres dan Luka terhadap Kualitas Daging dan Produk Sampingan

Stres adalah kondisi yang mengancam integritas ternak, dan dapat disebabkan oleh

faktor lingkungan sebelum pemotongan (stres prepemotongan) yang berinteraksi dengan

faktor biologis yaitu kemudahan terkena stres atau resisten terhadap stres. Faktor stres

sebelum pemotongan seperti nutrisi, iklim atau temperatur dingin dan fluktuasi

temperatur, kelembaban, ketakutan, terluka, kelelahan atau gerakan berlebiha, stimulasi

listrik, injeksi adrenalin, dan pemuasaan dapat mengubah metabolisme postmortem.

Respon jaringan terhadap stres tergantung pada kemampuan ternak mengatasi stres dan

mekanisme mempertahankan homeostasis. Respon terhadap stres berbeda di antara

spesies, dan di antara individu ternak pada spesies yang sama.

Page 56: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

46

4.2.1 Kualitas Daging

Energi yang dibutuhkan untuk aktivitas otot pada hewan / ternak hidup didapat dari

gula (glikogen) yang terdapat pada otot. Pada binatang yang sehat dan cukup istirahatnya,

kandungan glikogen pada ototnya sangat tinggi. Sesudah hewan dipotong atau dijagal,

kandungan glikogen dalam otot berubah menjadi asam laktat .

Asam laktat dibutuhkan dalam pembentukan daging, dalam hal ini daging menjadi

lezat dan empuk, sehingga kualitas daging menjadi baik dan memiliki warna yang baik

juga. Bilamana hewan stres sebelum dan selama penjagalan, maka jumlah glikogen dalam

otot akan berkurang sehingga tingkat asam laktat yang berkembang pada daging menjadi

berkurang sesudah penjagalan. Hal ini akan mengurangi kualitas daging.

Daging Pucat Lembek dan Berair (Pale Soft Exudative (PSE) Meat)

PSE pada babi disebabkan oleh stres singkat beberapa saat sebelum penjagalan,

sebagai contoh selama penurunan/bongkar muat, penangkapan, pengurungan, dan proses

pemingsanan.

Dalam hal ini, hewan mengalami kegelisahan dan ketakutan yang tinggi yang

disebabkan oleh penanganan yang kurang baik, perkelahian pada pengurungan, dan teknik

pemingsanan yang buruk. Semuanya itu dapat mengakibatkan proses biokimia khususnya

pada glikogen otot terjadi penurunan secara drastis dan daging menjadi sangat pucat

(Gambar 7), sebagai akibat dari rendahnya tingkat keasaman daging (tingkat keasaman

5,4 – 5,6 sesudah penjagalan) dan aroma yang buruk. Membiarkan babi-babi beristirahat

selama satu jam sebelum dijagal dan penanganan yang baik akan sangat mengurangi risiko

PSE.

Daging Gelap Keras dan Kering (Dark Firm and Dry (DFD) Meat)

Kondisi ini dapat ditemui pada daging sapi atau biri-biri dan kadang-kadang pada

daging babi dan burung unta sesaat sesudah penjagalan. Daging tampak lebih gelap dan

kering dari batas normal dan memiliki tekstur yang lebih keras. Glikogen otot banyak

hilang pada saat penangkapan, pengiriman dan saat sebelum dijagal. Sebagai akibatnya,

pada saat sesudah hewan dipotong, terdapat sedikit produksi asam laktat, yang

menyebabkan kondisi DFD pada daging (Gambar 7)

Page 57: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

47

Daging pucat Daging Bagus Daging gelap keras

Lembek berair dan kering

(PSE) daging (DFD) daging

Gambar 7. Perbedaan Warna dan Teksur Daging PSE, Daging Bagus, dan Daging DFD

(Gradin, 2001)

Daging DFD ini berkualitas tidak baik karena memiliki rasa yang berkurang dan

berwarna gelap. Daging DFD tidak dapat diterima oleh para konsumen dan memiliki daya

tahan yang tidak lama untuk disimpan, karena memiliki tingkat keasaman (pH) tidak

normal yaitu berkisar antara 6,4 – 6,8. DFD pada daging bersumber dari ternak yang

mengalami stres, terluka, atau berpenyakit sebelum disembelih.

4.2.2 Kerusakan pada Daging

Sangatlah penting bagi ternak untuk bebas dari stres dan luka, mulai dari proses

penangkapan hingga pemotongan, sehingga tidak terjadi kehilangan glikogen pada otot

ternak secara sia-sia. Disamping itu, sangatlah penting bagi ternak untuk dapat

beristirahat selama 24 jam sebelum penjagalan. Hal ini berguna untuk mengembalikan

cadangan glikogen otot dalam tubuh ternak. Sangatlah penting adanya tingkat glikogen

yang setinggi-tingginya pada otot ternak yang dipotong. Glikogen dikatakan memberi

tingkat keasaman (pH) yang ideal (diukur sesudah 24 jam sesudah penjagalan), pada

level 6,2 atau lebih rendah. Tingkat keasaman yang lebih tinggi dari 6,2, mengindikasikan

bahwa ternak telah mengalami stres, terluka, atau terjangkit penyakit sebelum dipotong.

Asam laktat pada otot dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri yang telah

mengkontaminasi daging selama proses pemotongan, dan pada saat pengirisan daging.

Bakteri ini menyebabkan rusaknya daging pada saat penyimpanan, khususnya di daerah-

daerah yang bersuhu hangat, dan daging mulai berbau, berubah warna, anyir, dan kotor.

Inilah yang disebut sebagai kerusakan daging. Bila agen yang mengkontaminasi bahan

makanan ini adalah jenis agen yang beracun, maka konsuman daging bisa menderita sakit,

yang mengakibatkan perawatan medis yang mahal dan hilangnya jam kerja. Oleh karena

itu, daging dari ternak yang menderita stres atau luka-luka selama penangkapan,

Page 58: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

48

pengiriman, dan pemotongan, tampaknya memiliki daya tahan yang lebih singkat yang

disebabkan oleh kerusakan tersebut. Hal ini mungkin menjadi penyebab utama dari

pemborosan daging selama proses produksi.

Memar atau Luka

Memar

Memar adalah hilangnya darah dari saluran darah yang rusak, masuk ke dalam

serat otot. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya hentakan fisik dari tongkat atau batu,

tanduk binatang, gesekan besi, atau binatang terjatuh dan dapat terjadi setiap saat selama

proses penangkapan, pengiriman, pengurungan, atau pemingsanan. Memar dapat beragam

ukurannya dari yang ringan (diameter sekitar 10 cm) sampai dengan tingkat parah hingga

lumpuh, kerusakan daging atau bisa juga kerusakan semua bagian tubuh hewan

(Gambar 8).

Gambar 8. Memar Akut pada Daging Sapi (Gradin, 2001)

Daging yang memar tidaklah baik untuk bahan makanan karena:

- tidak dapat diterima oleh para konsumen,

- tidak dapat dipakai untuk pemrosesan atau pabrik, dan

- cepat rusak, karena daging yang berdarah adalah tempat yang baik

untuk berkembangnya bakteria.

Memar adalah penyabab umum penyia-nyiaan daging dan dapat secara

drastis dikurangi dengan mengikuti teknik-teknik yang benar dalam penangkapan,

pengiriman, dan pemotongan ternak.

Page 59: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

49

Luka luka

Luka-luka seperti tersobek, perdarahan pada otot, dan patah tulang, yang terjadi

selama proses penangkapan, pengiriman, dan pengurungan, sangatlah mengurangi nilai

daging karena bagian-bagian yang terluka atau dalam kasus-kasus terburuk, daging secara

keseluruhan tidak dapat dipakai dan harus disingkirkan. Bilamana infeksi bakteri terjadi

pada luka-luka tersebut, ini menyebabkan timbulnya bisul bernanah dan septikemia

sehingga daging secara keseluruhan harus disingkirkan.

4.2.3 Kualitas Lapisan Kulit dan Kulit

Lapisan kulit dan kulit memiliki nilai tertinggi dari setiap produk hewan ternak,

selain bagian dagingnya, khususnya untuk kulit sapi dan burung onta. Bahan kulit yang

berguna hanyalah didapat dari kulit yang tidak rusak dan diproses dengan baik.

Penanganan yang baik pada bahan ini sangatlah penting untuk mendapatkan komoditas

yang bernilai tinggi. Penanganan yang ceroboh terhadap lapisan kulit dan kulit ini dapat

merugikan perusahaan yang menanganinya.

Kulit dari ternak potong dapat rusak karena penanganan yang buruk terhadap

ternak ini seperti dalam hal berikut ini.

1. Sebelum pemotongan

- pengecapan yang buruk,

- luka karena tanduk, pecut, tongkat, pagar berduri,

- fasilitas penangkaran yang tidak sesuai, dan

- kendaraan pengiriman yang dirancang dan dibuat dengan

buruk.

2. Selama Pemotongan

- karena binatang panik sehingga melukai dirinya sendiri,

- pemukulan atau mendorong binatang secara paksa, dan

- menyeret binatang.

Pertimbangan atas penanganan hewan yang manusiawi selama

perjalanan/pengiriman dan penangkaran akan meningkatkan kualitas daging dan produk

sampingannya.

4.3 Transportasi Hewan

Kebutuhan akan transportasi hewan/ternak menjadi sangat penting, dalam

perdagangan perternakan. Hewan-hewan ini perlu dipindahkan untuk sejumlah alasan

Page 60: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

50

seperti penjualan, penjagalan, pengumpulan, pemindahan ke padang rumput, atau

pemindahan ke pemilikan. Metode pemindahan umumnya dengan berjalan kaki, dengan

kendaraan bermotor, dengan kereta api, dengan kapal laut dan udara. Umumnya di

negara-negara berkembang, kebanyakan ternak itu dipindahkan dengan berjalan kaki, atau

dengan kereta api.

Pengiriman hewan tak dapat dipungkiri mengakibatkan hewan / ternak menjadi

sangat stres, sehingga berisiko terjadinya luka, dan membuat penderitaan pada hewan

tersebut, sekaligus juga berdampak terhadap kerugian produksi.

Efek transportasi termasuk :

a. stres : mengakibatkan DFD pada daging sapi dan PSE pada daging

sapi;

b. memar : barangkali paling buruk dan terbanyak menyia-nyiakan produksi

dalam industri daging;

c. terinjak : terjadi bila hewan terjatuh di atas lantai licin penuh sesak;

d. mati lemas : biasanya terjadi sesudah ternak terinjak-injak;

e. serangan jantung : biasanya terjadi pada babi yang terlalu banyak makan sebelum

dimuat dan dikirim;

f. struk karena panas : babi sangat peka terhadap temperatur dan kelembaban;

g. terbakar matahari : terik matahari sangat mempengaruhi fisiologis babi;

h. bengkak : pengekangan hewan atau mengikat kaki tanpa dibolik-balik;

i. keracunan : binatang bisa mati karena makan tumbuhan beracun selama

perjalanan;

j. serangan hewan lain : hewan yang tak dijaga dalam perjalanannya dapat diserang

hewan lain;

k. dehidrasi : hewan yang melakukan perjalanan jauh tanpa air minum yang

cukup, dapat kehilangan berat badan dan mungkin mati;

l. kelelahan : dapat terjadi karena beberapa penyebab seperti hewan hamil tua,

atau kondisi lemah;

m. luka-luka : patah tulang, kena tanduk dan lain-lain ;

n. perkelahian : terjadi bila kendaraan penuh sesak dimuati babi atau dapat

terjadi antara hewan bertanduk.

Page 61: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

51

Metode Pengiriman

Sapi

Metode yang paling tepat memindahkan sapi adalah dengan berjalan kaki, atau

dengan kendaraan bermotor, atau melalui kereta api. Memindahkan hewan dengan

berjalan kaki atau yang disebut sebagai "trekking" hanya cocok bilamana tidak ada

infrastruktur seperti jalan atau rel kereta api, atau bilamana jarak dari peternakan dan

tujuannya dekat. Metode ini lambat dan berisiko terhadap keselamatan hewan, dan nilai

dari hewan tersebut. Transportasi dengan kendaraan jauh lebih baik dan merupakan

metode pilihan paling utama dan paling aman.

Domba/Kambing

Di antara hewan pangan, domba/kambing paling mudah dikirim dan biasa dikirim

baik melalui jalan kaki, kereta, atau kendaraan. Truk dengan kendaraan susun dua juga

sesuai untuk hewan ini.

Babi

Babi paling sulit dikirim, dan metode pengiriman yang paling baik adalah dengan

kendaraan atau kereta untuk situasi khusus.

Unggas

Ayam dan unggas lain seperti kalkun atau bebek, paling baik dikirim dengan

kendaraan. Kelompok-kelompok unggas harus dipilah-pilah dalam keranjang plastik yang

bisa disusun.

Burung Onta

Kulit dan daging Burung onta pada khususnya sangat berharga, sehingga

pengiriman dengan kendaraan adalah cara yang paling cocok.

Jenis Kendaraan

Setiap kendaraan yang dipakai untuk mengirim hewan potong haruslah berventilasi

yang baik, memiliki lantai anti licin dengan selokan air yang baik dan peneduh terhadap

sinar matahari dan hujan, khususnya untuk babi.

Ventilasi

Kendaraan pengangkut harus tidak tertutup penuh, kekurangan ventilasi membuat

hewan stres bahkan mati lemas, khususnya bila udara panas. Sirkulasi udara yang buruk

dapat membuat terkumpulnya gas kendaraan sehingga dapat terjadi keracunan. Kendaraan

dengan ventilasi yang baik sangat penting untuk perputaran udara.

Page 62: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

52

Lantai

Lantai anti-licin pada semua kendaraan penting untuk menghindari jatuhnya

hewan. Jeruji silang yang terbuat dari kayu atau besi sangat cocok untuk digunakan.

Lantai yang rusak bisa mematahkan kaki hewan atau luka yang lainnya.

Luas Lantai

Hewan membutuhkan luas lantai yang memadai, sehingga bisa berdiri dengan

nyaman tanpa perlu berdesak-desakan. Kelebihan muatan dapat mengakibatkan luka-luka

ataupun kematian hewan. Perkiraan luas lantai yang di perlukan oleh seekor hewan dalam

transportasi tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Perkiraan Luas Lantai untuk Transportasi Berbagai Jenis Hewan (Gradin, 2001)

Jenis Hewan Luas Lantai / Hewan (M2)

Sapi Dewasa 1.0 - 1.4*

Sapi Muda 0.3

Babi Kecil

Sedang

Besar

0.3

0.4

0.8

Domba/Kambing 0.4

Burung Onta 0.8

* 50 - 60 cm panjang kendaraan per ekor diangkut menyilang

Ukuran harus dibuat sesuai dengan jenis hewan dan ukuran tubuh. Bila luas lantai

terlalu luas untuk sejumlah hewan, maka harus dipasang pemisah agar hewan tidak

terpental.

Sisi/pagar

Sisi kendaraan harus cukup tinggi untuk menjaga hewan khususnya babi, agar

tidak melompat ke luar, sehingga dapat melukai dirinya sendiri. Pada sisi bagian dalam

kendaraan, harus diberi pelapis seperti dengan memanfaatkan ban tua, sehingga dapat

mengurangi kejadian memar pada sapi dan burung onta. Juga tidak ada celah yang

membuat kaki ternak keluar atau patah. Pintu masuk yang sempit juga bisa membuat

memar pada pinggang hewan.

Atap

Atap tidaklah penting bagi kendaraan pengangkut untuk hewan yang tidak terjemur

sinar matahari selama berjam-jam dalam perjalanan. Kendaraan untuk babi harus beratap,

kecuali jika babi tersebut dikirim pagi-pagi sekali atau pada malam hari. Unggas harus

dilindungi dari sengatan matahari dan hujan. Pengiriman dengan sangkar atau kurungan

akan melindungi hewan dari luka-luka. Ukuran sangkar harus cukup besar sehingga

hewan bisa duduk dan memutarkan kepalanya.

Page 63: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

53

Tindakan Pencegahan sebelum Menaikkan ke Kendaraan Pengangkut

Berikut ini sejumlah prosedur sederhana yang dapat diterapkan sebelum menaikkan

hewan ke dalam kendaraan, untuk mengurangi risiko luka dan stres pada hewan.

1. Kumpulkan sesaat sapi-sapi atau babi-babi supaya satu dengan yang lainnya dapat

berkenalan. Hal ini akan lebih baik bila dibandingkan langsung diberangkatkan

dengan hewan lain yang mereka belum kenal. Sapi harus dikumpulkan dan

didiamkan dalam kandang secara bersama-sama paling tidak selama 24 jam

sebelum diangkut. Hewan yang menjadi korban atau masih liar selama

pengumpulan tersebut, harus disingkirkan pada saat itu. Perkelahian di antara babi

yang tidak mengenal satu dengan yang lain adalah lumrah. Campur babi-babi yang

berasal dari kandang yang berbeda sebelum dinaikkan ke dalam kendaraan, atau

lulurkan babi tersebut dengan kotoran atau cairan dari kandang yang sama sehingga

mereka berbau sama.

2. Kebanyakan hewan dapat diberi makan dan minum sebelum dikirim. Ini adalah efek

penenang. Akan tetapi, babi jangan diberi makan sebelum dikirim karena makanan

yang dimakan akan meragi / terfermentasi dan gas yang terbentuk akan

menyebabkan tekanan pada jantung sehingga dapat menimbulkan serangan jantung

dan berakhir dengan kematian.

3. Jangan mencampur hewan yang bertanduk dan tak bertanduk pada kendaraan yang

sama, karena hal ini bisa menyebabkan terjadinya memar atau luka. Spesies hewan

yang berbeda juga tidak boleh dicampur. Domba, kambing, dan sapi muda di bawah

6 bulan dapat dicampur. Babi tidak boleh dikirim dengan hewan jenis lain bila tidak

dipisahkan dengan penyekat. Kerbau tidak boleh dibawa bersama-sama dengan

ternak lain kalau tidak dipisahkan dengan penyekat yang kokoh.

4. Hewan yang berpenyakit, terluka, kurus, atau hamil tua tidak boleh dikirim.

Demikian juga halnya dengan hewan yang tidak sehat.

5. Kendaraan juga harus dilengkapi dengan lerengan yang dapat dilepas untuk

membantu menurunkan hewan dalam situasi yang tak diharapkan, seperti kerusakan

kendaraan yang terlalu lama di mana hewan tersebut harus diturunkan.

Page 64: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

54

4.4 Pengoperasian Transportasi

Beberapa faktor harus dipertimbangkan selama perjalanan agar hewan-hewan itu

tidak menderita, terluka, atau mati.

Trekking

Hanya sapi, domba, dan kambing yang bisa berjalan kaki dengan lancar, dalam hal ini

ada juga beberapa risiko. Perjalanan itu harus direncanakan, dengan memperhatikan jarak

yang ditempuh, waktu untuk merumput, minum, dan beristirahat pada malam hari. Hewan

harus dijalankan pada situasi sejuk sepanjang hari, dan bilamana ternak diberangkatkan

dengan menggunakan kereta api, maka ternak harus diistirahatkan sejenak sebelum

dinaikkan ke dalam kereta. Jarak maksimum yang bisa ditempuh pada setiap hewan

tergantung dari beberapa faktor seperti cuaca, situasi badan, umur, dan lain-lain. Akan

tetapi, jarak yang tercantum pada Tabel 7 tidak boleh dilebihi untuk trekking.

Tabel 7. Jarak Maksimum untuk Trekking (Gradin, 2001)

Jenis Hewan Satu Hari Perjalanan lebih dari sehari

Hari Pertama Hari Selanjutnya

Sapi 30 km 24 km 22 km

Domba 24 km 24 km 16 km

Kambing 24 km 24 km 16 km

Waktu

Lingkungan dengan temperatur tinggi akan meningkatkan risiko stres terhadap

panas dan tingkat kematian selama perjalanan. Sangatlah penting untuk mengirim hewan

pada pagi atau sore yang sejuk atau bahkan bisa pada malam hari. Khususnya untuk babi,

kombinasi kelembaban dan suhu yang panas bisa mematikan babi dalam perjalanan.

Membasahi babi dengan air selama perjalanan akan sangat membantu mendinginkan

tubuh ternak.

Lama Perjalanan

Perjalanan ternak harus diusahakan singkat dan langsung, tanpa ada

pemberhentian. Jika kendaraan berhenti, babi cenderung untuk berkelahi. Sapi dan

domba/kambing tidak boleh melakukan perjalanan lebih dari 36 jam. Apabila lebih, maka

ternak tersebut harus diturunkan sesudah 24 jam untuk diberi makan dan minum. Babi

harus diberi kesempatan minum yang lebih sering selama perjalanan yang lama,

khususnya pada kondisi panas dan lembab.

Page 65: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

55

Cara Menyetir

Kendaraan harus disetir dengan baik. Tikungan harus dilampaui dengan hati-hati

dan tenang. Harus ada petugas kedua yang mengawasi hewan bilamana ada hewan yang

sakit sehingga kendaraan dapat dihentikan untuk merawatnya.

Kedinginan

Angin bertiup pada hewan basah atau hewan dalam perjalanan musim dingin akan

mengakibatkan hewan menderita kedinginan (Wind Chill) yang mengakibatkan temperatur

badan hewan akan menurun dengan drastis sehingga hewan menjadi stres dan kematian.

4.5. Pemotongan Hewan

Salah satu kewajiban dalam melakukan perubahan dari hewan ternak menjadi

bahan makanan dan bahan sampingan lainnya adalah memotong atau menjagal hewan itu

dengan cara yang manusiawi serta memproses daging yang didapatkan dengan cara yang

higienis dan efisien.

Menyiapkan Hewan untuk Dipotong

Pada saat pemotongan, hewan harus berada pada kondisi sehat dan secara psikologi

normal. Hewan jagalan sebelumnya harus telah beristirahat dengan baik. Hewan ini harus

diistirahatkan, sebaiknya selama satu malam, khususnya bila mereka telah menempuh

perjalanan jauh. Akan tetapi, babi dan unggas biasanya langsung dipotong pada saat

mereka tiba karena jarak perjalanannya yang singkat, dan hal ini bisa membuat ternak

menjadi stres. Hewan harus diberi cukup air selama diistirahatkan di tempat penampungan

sementara, dan jika diperlukan dapat pula diberikan makan. Penampungan ternak

dimaksudkan untuk menampung hewan yang terluka atau menjadi korban hewan lain

untuk identifikasi lebih lanjut. Disamping itu, untuk hewan yang sakit dapat dikarantina

terlebih dahulu.

Apabila siap untuk dijagal, hewan sebaiknya digiring menuju area pemingsanan

dengan tenang dan tanpa kehebohan dan keributan. Penggiringan dapat dibantu dengan

menggunakan tongkat kanvas, kertas, atau plastik yang digulung, dan dapat pula

digunakan penjolok untuk hewan-hewan yang susah untuk dijinakkan. Hewan tidak boleh

dipukul atau dipelintir ekornya. Hewan-hewan itu harus digiring dalam barisan ke dalam

area pemingsanan sebelum dipingsankan.

Page 66: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

56

Kandang Penahanan

Sangat penting kalau hewan yang akan dijagal dikurung dalam pilah-pilah atau

kotak penahanan khusus sebelum dipingsankan atau dipotong. Hal ini untuk menjaga

stabilitas atau gerak hewan sehingga saat pemingsanan dapat dilaksanakan dengan baik

dan benar.

Metode Pengumpulan

Baik sekali kalau hewan dibuat pingsan terlebih dahulu sebelum mereka dijagal

untuk mengurangi rasa sakit, rasa ketidaknyamanan, dan stres. Kebanyakan negara maju

dan negara berkembang memiliki aturan penjagalan, dengan perkecualian cara penjagalan

keagamaan seperti “Kosher atau Halal”. Untuk situasi-situasi tertentu, pemotongan

tradisional dapat mengecualikan pemingsanan sebelum penjagalan. Dalam metode

pemotongan apapun, hewan harus dibuat tidak sadar dalam waktu yang cukup, sehingga

hasil darah yang keluar dan kekurangan oksigen pada otak (cerebral anoxia) dapat

membuat hewan menjadi mati. Dengan kata lain, kematian harus terjadi sebelum hewan

sadarkan diri dari pingsannya. Ada tiga cara untuk melaksanakan proses pemingsanan

yaitu: pemingsanan dengan cara pemukulan (percussian), pemingsanan dengan listrik atau

elektronik (electrical), dan pemingsanan dengan gas. Dua cara pertama umumnya

dipakai di negara-negara berkembang.

Pemingsanan Hewan

Pemingsanan dengan pemukulan

Metode ini dilaksanakan dengan hentakan fisik pada otak hewan.

Captive Bolt

Metode ini bekerja seperti pinsip senapan yang menembakkan peluru kosong. Alat

ini mementalkan semacam baut pendek (dari batang besi) dari laras bedil. Tembakan baut

itu menghentakkan tulang otak, dan akan membuat hewan menjadi pingsan karena

rusaknya susunan saraf otak atau terjadinya memar pada otak. Cara penembakan baut ini

mungkin merupakan alat pemingsanan yang paling serbaguna karena bisa dan cocok

dipakai untuk sapi, babi, domba, dan kambing, di samping juga bisa digunakan untuk

kuda, dan onta, serta dapat dipakai di seluruh belahan dunia (walaupun pemingsan listrik

lebih baik dari pistol baut, untuk memingsankan babi dan domba). Biaya untuk

pemakaiannya sangat minim. Hal ini membuat alat ini sebagai suatu pilihan, khususnya di

negara-negara berkembang.

Page 67: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

57

Ada dua jenis senapan ini. Satu memiliki pegangan dan pelatuk, dan satu lagi dengan laras

yang langsung digenggam yang ditempelkan ke tulang otak dan akan langsung meletuskan

pelurunya. Bila dipakai, alat tembak ini diletakkan pada titik yang tepat pada kepala

hewan (Gambar 9). Perawatan alat yang buruk, dapat membuat pemingsanan yang buruk

karena senapan yang digunakan harus dibersihkan dan diperbaiki secara berkala, sesuai

dengan instruksi pabriknya.

Gambar 9. Penempatan Senapan yang Benar untuk Pemingsanan Hewan yang Berbeda

Seperti Kuda, Sapi, Kambing, Domba dan Babi (Gradin, 2001)

Page 68: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

58

Keterangan :

A. Bagian bawah dikeluarkan dari bagian utama CBP untuk memasukkan pelurunya.

B. CBP pada posisi menembak (peluru paku dikeluarkan melalui pelatuk)

C. CBP dengan baut yang dikeluarkan sesudah penembakan (cincin karet

menghentikan hentakan dan baut sebagian keluar).

Gambar 10. Pemakaian Captive Pistol/Captive Bolt Pistol (CBP) (Gradin, 2001)

Untuk pemingsanan yang efisien, sangatlah penting bagi pemakai untuk dilatih

dengan baik dalam pemakaian bedil pemingsanan ini. Bilamana pemakai tak terlatih,

ketepatan pemingsanan akan berkurang; rotasi dua penembak sangat disarankan. Untuk

pemingsanan babi yang lebih besar, dibutuhkan peluru yang lebih kuat karena rongga

sinus pada tulang kepalanya juga lebih besar. Kerbau besar memiliki ujung bertulang

pada kepala depannya, dan membuat penembakan menjadi lebih susah. Namun,

penembakan seperti ini tidak sesuai untuk memingsankan burung onta, karena terlalu

kecilnya otak untuk cara ini.

Page 69: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

59

Tembakan Senapan

Dalam situasi di mana hewan terlalu bringas untuk ditangani dengan cara-cara

umum, seperti misalnya bila hewan tidak mau masuk ke rumah jagal atau digiring ke

kurungan penjagalan, maka pemakaian tembakan dengan peluru bermoncong bulat sangat

efektif. Peluru berkaliber 22 sudah cukup untuk memingsankan hewan.

Pemingsanan Elektronik

Metode pemingsanan ini sangat cocok untuk babi, domba atau kambing, unggas,

dan burung onta (pemakaian untuk sapi atau hewan yang lebih besar masih dalam tahap

pengembangan, tetapi bilamana tidak dipakai dengan tepat hal ini bisa menyebabkan

perdarahan yang luar biasa pada otot dan struktur tulang belakang). Pemingsanan

elektronik menyebabkan “shok elektroplektik” atau epilektik pada otak. Situasi ini harus

berlangsung dalam waktu yang cukup, untuk memotong hewan sehingga hewan akan mati

akibat dari cerebral anoxia. Aliran listrik voltase rendah dipasang dengan menerapkan dua

elektroda, yang ditempatkan di kedua sisi otak dengan alat cepitan. Karena otak hewan

berukuran kecil, elektroda-elektroda ini harus secara tepat dan kuat dipasangkan di kedua

sisi dari kepala hewan.

Cara lain adalah dengan menempatkan satu elektroda di bawah rahang, dan yang

satu lagi pada sisi leher di belakang telinga. Tipe pemingsanan kepala cara ini sangat baik

dan hewan menjadi pingsan dengan cepat. Hewan harus dipotong sesegera mungkin

sesudah pemingsanan ini. Alat ini tidak boleh dipasang pada daerah-daerah sensitif seperti

mata, bagian dalam telinga atau rektum.

Burung onta sebaiknya hanya dipingsankan dengan cara elektronik saja. Jepitan

ditaruh pada kedua sisi kepala, di bawah dan di belakang mata atau di atas dan di bawah

kepala. Unggas dapat dipingsankan dengan cara elektronik dengan suatu alat yang

dioperasikan secara manual atau dengan memakai mandi air. Dalam hal ini unggas diseret

melewati air yang dialiri listrik bertegangan rendah.

Kekuatan tegangan listrik adalah kombinasi antara ampere dan voltase yang sesuai

dengan jenis hewannya. Alat ini dilengkapi dengan meteran yang mengukur tegangan

listrik agar benar. Petunjuk tegangan listrik / waktu untuk hewan-hewan yang berbeda

tercantum dalam Tabel 8 berikut ini.

Page 70: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

60

Tabel 8. Tegangan dan Waktu yang Dianjurkan untuk Pemingsanan Listrik.

Jenis Hewan M/Amps Amps Volts Waktu (detik)

Babi min. 125 min. 1,25 mak. 123 mak. 10 (hingga

EPS*)

Domba/Kambing 100-125 1,0-1,25 75-125 mak. 10 (hingga

EPS*)

Unggas 1.5-2 kg broiler 200 2,0 50-70 5

Kalkun 200 2,0 90 10

Burung Onta 150-200 1,5-2,0 90 10-15

* EPS adalah shok elektroplektik (Gradin, 2001)

Untuk domba, kambing, babi, dan burung onta, selama proses ini kaki menghentak

ke belakang, kepala lunglai dan mata tertutup. Sesudah 10 detik atau lebih, otot-otot mulai

melemas yang diikuti dengan gerak-gerak seperti mengayuh. Elektroda harus dihentikan

pada saat ini karena proses pemingsanan telah selesai.

Cara alternatif lain yang dipakai untuk memingsankan unggas adalah, dengan

memakai voltase tinggi (300-500 volts) yang menyebabkan perhentian jantung dengan

seketika.

Berbagai elektroda harus dalam kondisi baik dan tidak rusak, dan dibersihkan

setiap hari. Pemakai harus mahir untuk menguasai posisi yang tepat dan cara pemakaian

yang baik dari elektroda. Pengaliran aliran listrik ke otak dapat dibantu dengan memotong

rambut di atas bagian yang akan dikenai elektroda, atau dengan cara membasahi elektroda

itu. Jika semua bagian muka atau badan dari ternak dibasahi, maka aliran listrik akan

konslet pada otak.

Kesalahan operator dalam memasang alat di kepala hewan tidak akan membuat

hewan itu pingsan, tetapi mengakibatkan terjadinya shok yang gagal atau “The Nighmore

State or Leduc” atau “saat mimpi buruk Leduc”. Hewan menjadi lumpuh dan tak bisa

berbunyi tetapi belum pingsan. Sesederhana apapun dari alat pemingsanan harus ada

transpormer atau sirkuit listrik lainnya yang mencantumkan minimum amper dan voltase

yang disarankan.

Biasanya pemingsanan listrik untuk sapi dan spesies hewan besar lainnya dapat

mengakibatkan perdarahan yang berlebihan, atau kerusakan tulang belakang karena

pengembangan otot yang berlebihan. New Zealand dan beberapa negara lain telah

mengembangkan berbagai metode modern untuk memingsankan sapi untuk mengatasi

masalah ini, khususnya untuk ekspor daging sapi ke berbagai negara muslim atau

pendirian rumah penjagalan di negara-negara muslim di mana metode ini dapat diterima.

Page 71: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

61

Tehnik New Zealand ini disebut sebagai 'The Ranguiry System1 atau Wairoa Process2 dan

pemingsanan dilakukan hanya pada daerah kepala saja.

1. The Ranguiry System adalah pemingsanan listrik yang telah dimodifikasi, yang

diterapkan pada penjagalan sapi cara Barat. Pemingsanan cara ini dilakukan pada

otak sehingga jantung berhenti berdenyut. Namun cara ini tidak dapat diterima

sebagai cara halal bagi Muslim.

2. The Wairoa Process adalah teknik yang dikembangkan di New Zealand, yang

melibatkan pemingsanan listrik pada kepala saja. Teknik ini tidak membuat hewan

sakit sekalipun pemotongan ditunda. Jantung masih tetap berdenyut. Sistem ini

manusiawi, aman untuk petugas dan umumnya dapat diterima sebagai cara halal

bagi kalangan Muslim.

Pemingsanan dengan gas karbon dioksida

Pemakaian karbon dioksida (CO2) dapat dikatakan cara baru dalam pemingsanan

dan cocok untuk ternak babi dan unggas. Akan tetapi, cara ini hanya dapat dipakai pada

perusahaan besar karena perlengkapan yang dipakai cukup mahal. Pada dasarnya, hewan

dipingsankan dengan memakai beberapa konsentrasi CO2. Konsentrasi CO2 untuk

memingsankan babi paling tidak 80% selama 45 detik dan 65% untuk unggas selama 15

detik. Namun, penerimaan cara ini dari sudut kemanusiaan masih dipertanyakan. Pada

saat ini gas argon sedang diuji penggunaannya untuk tujuan pemingsanan. Diperkirakan

gas argon memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan gas CO2, tetapi

harganya lebih mahal.

Cara Memingsankan Hewan yang Salah

Pada banyak negara berkembang, pemingsanan hewan besar (sapi, kerbau) masih

dilaksanakan dengan memakai pisau yang lancip dan tajam, yang kadang - kadang disebut

sebagai “puntilla” atau “Spanish pike” atau belati. Pisau dipakai untuk menusuk urat saraf

tulang belakang (spinal cord) melalui daerah (foramen magnum) di antara tulang otak dan

posisi leher tulang belakang. Pada saat ditusukkan, pisau akan mengenai urat saraf tulang

belakang (spinal cord) melalui daerah foramen magnum di antara tulang otak dan posisi

leher tulang belakang, sehingga hewan menjadi pingsan. Hewan tetap tak bergerak yang

memudahkan bagi pemotong, tetapi hewan tetap hidup hingga darah habis keluar. Cara ini

tidak diterima karena alasan tidak manusiawi.

Page 72: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

62

Cara tak manusiawi yang sama terhadap pemingsanan hewan ini dilaksanakan

dengan menusuk tendon Achilles, yang membuat hewan tak sadarkan diri. Cara ini sering

dilihat pada rumah jagal onta. Pada penjagalan onta, sering terlihat adanya pengikatan kaki

onta dengan kabel. Hal ini membuat hewan menjadi menderita dalam posisi duduk dan

hewan dibiarkan dalam posisi ini selama berjam-jam sebelum dipotong.

Cara salah juga dilaksanakan dalam pemakaian cara listrik pada penjagalan. Jepitan

listrik tentu saja dapat dibuat oleh bengkel-bengkel lokal di negara-negara berkembang,

tetapi pemasangan parameter sangat perlu untuk pemingsanan yang efisien dan

manusiawi. Jepitan listrik tanpa parameter, memakai aliran listrik langsung tidak hanya

menyebabkan penderitaan yang luar biasa, akan tetapi dapat juga menurunkan kualitas

daging yang dihasilkan.

Sangat tidak dapat diterima cara-cara dengan memakai kabel listrik yang dipasang

ke tungkai kaki dan leher binatang, dan membuat hewan mendapat shok listrik dengan

menyambungkannya ke aliran listrik utama. Hal yang sama juga tak baik kalau pemakai

penembak listrik yang langsung dipasang ke sumber listrik dengan memakai voltase tinggi

untuk "memingsankan" sapi.

Satu cara menyiksa yang dipakai untuk memingsankan babi di beberapa negara

Asia, adalah babi-babi pada saat dipindahkan dari peternakan ke rumah jagal, dipaksa

masuk ke dalam kurungan yang terbuat dari besi. Keranjang besi ini hanya memuat satu

ekor babi, sehjingga babi sama sekali tidak bisa bergerak. Keranjang-keranjang itu

ditumpuk-tumpuk. Babi-babi didiamkan di dalam keranjang tanpa air dan ventilasi,

sampai akhirnya di jagal tanpa proses pemingsanan di dalam masing-masing keranjang

tersebut.

Pemotongan Ritual atau Religius (Halal dan Kosher)

Kebanyakan negara maju dan negara berkembang membutuhkan hukum yang

mengatur pemingsanan hewan sebelum dipotong. Hal ini dibutuhkan untuk menghindari

penderitaan hewan selama pemotongan. Akan tetapi, perkecualian berlaku untuk

pemotongan cara Yahudi (Kosher) dan Muslim (Halal), di mana pemingsanan biasanya

tidak diijinkan, dan binatang langsung ditusuk dengan memakai pisau tajam pada

tenggorokannya dan memotong urat-urat darahnya. Hal ini menyebabkan kehilangan

darah yang tiba-tiba dan sangat banyak, yang diiringi dengan kehilangan kesadaran dan

kematian. Namun, banyak autoritas menganggap pemotongan cara ini tidak memuaskan,

karena hewan tidak pingsan dan mengalami penderitaan selama proses pemotongan.

Page 73: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

63

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sampai hal ini dapat diterima.

1. Hewan yang akan dipotong dengan cara Kosher atau Halal harus benar-benar

dikekang khususnya pada bagian kepala dan leher sebelum pemotongan

kerongkongannya. Pisau yang dipakai memotong leher dan urat darah harus

setajam silet dan tanpa gerigi-gerigi dan kerusakan. Hal ini untuk memastikan

potongan yang tepat dan halus pada leher di samping rahang sehingga terjadi

pemuncratan darah yang cepat dan banyak. Pengeluaran darah yang buruk

menyebabkan pingsan yang lambat sehingga akan mengurangi kualitas daging.

2. Hewan tidak boleh dibelenggu dan dibasahi sebelum pemotongan. Hal ini

membuat hewan merasa tidak nyaman dan stres. Kurungan hewan harus nyaman

untuk hewan.

3. Keahlian petugas sangatlah penting dalam pelaksanaan pemotongan yang sesuai

dengan agama, dan pemerintah harus mengeluarkan surat ijin untuk penjagal.

Tehnik yang buruk mengakibatkan penderitaan dan kekejaman terhadap hewan.

Untungnya, banyak autoritas Muslim menerima beberapa bentuk jenis

pemingsanan sebelum hewan dijagal. Banyak autoritas Muslim menerima pemingsanan

dengan listrik untuk sapi, domba dan unggas, di mana daging disiapkan untuk komunitas

Muslim, karena binatang yang dipingsankan dapat hidup lagi bila pemotongan tidak

dilaksanakan. Pemingsanan dengan listrik juga menjadi pilihan pada negara-negara

pengekspor daging ke negara-negara Muslim. Hal yang sama terjadi pada negara-negara

dengan minoritas Muslim dengan regulasi-regulasi kesejahteran hewan yang diijinkan

memakai cara-cara pemotongan halal, tetapi dengan kombinasi pemingsanan listrik.

Pemotongan

Pemotongan adalah salah satu bagian dari proses penjagalan di mana saluran darah

utama pada laher dipotong, yang membuat darah mengalir dari tubuh hewan sehingga

hewan menjadi mati. Pisau pemotong harus selalu diasah. Pisau tumpul akan

memperpanjang proses ini sebagai akibat ujung-ujung saluran darah tidak terpotong

dengan baik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penggumpalan darah yang dini dan

menyumbat saluran-saluran darah, sehingga menyebabkan terjadinya pelambatan

pendarahan dan memperpanjang masa menuju kematian. Proses pemotongan harus

dilakukan secara cepat dan tepat. Pada unggas, domba dan kambing, dan burung onta,

leher dipotong di sebelah rahang.

Page 74: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

64

Cara standar untuk memotong sapi adalah dengan menusuk kulit di antara dada dan

geraham dengan potongan membujur sepanjang 30 cm. Selanjutnya, dengan alasan

higienis, pisau bersih harus dipakai dan dimasukkan dengan kemiringan 45° untuk

mencapai vena jugularis dan arteri carotis. Pada babi, tusukan membujur dibuat ke dalam

dada untuk mencapai urat-urat darah paling dalam.

Untuk semua tusukan, vena jugularis dan arteri carotis harus benar-benar

tertembus. Jika semua pembuluh darah tidak terpotong, pengeluaran darah mungkin belum

berakhir, yang menyebabkan penggumpalan darah dalam jaringan tubuh, sehingga dapat

mengakibatkan kerusakan pada daging secara cepat.

Waktu yang sesingkat mungkin dibutuhkan antara proses pemingsanan dan

pemotongan karena dua alasan berikut ini.

a. Kelambatan dalam pemotongan bisa mengakibatkan hewan sadar kembali,

khususnya bila hewan dipingsankan dengan cara elektrik. Sebagai contoh: unggas

yang dipingsankan dengan listrik akan sadarkan diri dalam waktu 1-3 menit.

Umumnya pemotongan unggas harus dilaksanakan dalam waktu 15 detik sesudah

pemingsanan. Untuk hewan lain interval antara pemingsanan dan pemotongan

harus dibuat sesingkat mungkin, biasanya dalam waktu di bawah satu menit.

b. Kelambatan dalam pemotongan akan mengakibatkan bertambahnya tekanan darah

sehingga jaringan darah akan rusak akibatnya terjadilah perdarahan yang meluas

(haemorrhagie) pada otot. Darah yang berlebihan pada jaringan tubuh ini akan

meningkatkan kerusakan pada daging.

Menentukan Tingkat Kepingsanan padaPenjagalan

Adalah penting untuk mengetahui bila seekor binatang telah tak sadar sesudah

proses pemingsanan, karena pemotongan dan pengirisan tidak boleh dimulai sebelum

proses pemingsanan telah benar-benar terjadi. Bila sapi, domba, kambing, dan babi

dipingsankan dengan captive bolt/senapan, hewan itu akan pingsan secara langsung.

Hewan tetap bernafas seperti biasa. Tidak akan ada reflek kedipan bila matanya disentuh.

Tanda-tanda belum pingsan harus diperhatikan sebelum proses pemotongan, biasanya

pada saat tubuh hewan digantung pada rel pemotongan.

Pada hewan domba, kambing, babi, dan burung onta yang dipingsankan secara

elektrik, serangan "Grand Mal" dapat menyebabkan pingsan yang cepat. Serangan tiba-

tiba “Grand Mal” adalah suatu tingkat epilepsi yang berat, yang ditunjukkan oleh adanya

gangguan paroxysmal pada aktivitas elektrik dari otak. Hal ini mengakibatkan penderitaan

Page 75: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

65

penyakit sawan yang kadang-kadang datang atau dikenal sebagai “periodic convulsion”

atau “epileptic fit”. Hal ini menyebabkan kekejangan urat-uat yang berakhir sampai 30

detik. Hewan tidak boleh dikatakan pingsan selama 30 detik ini. Hewan tidak

mengeluarkan suara, seperti mengembek. Bersuara pertanda bahwa hewan tersebut masih

merasakan sakit. Tidaklah normal kalau hewan masih menendang-nendang sesudah proses

pemingsanan. Bila hewan memiliki gerakan refleks menendang, kepalanya mengangguk-

nganguk atau bila hewan berusaha menggerak-gerakkan kepalanya, hal ini masih dapat

dipakai sebagai ukuran bahwa hewan masih sadar. Hewan yang menunjukkan gerakan-

gerakan ini harus dipingsankan ulang.

Petugas yang menilai tingkat kepingsanan ini harus berkonsentrasi dengan melihat

ke kepala hewan. Hembusan napas dapat diijinkan, ini adalah tanda-tanda kematian otak.

Bilamana lidah menjulur ke luar, lembek dan lunglai, hewan itu memang benar-benar

pingsan.

Kepala unggas yang telah dipingsankan dengan listrik harus lunglai sesudah

pemingsanan. Unggas yang belum benar-benar pingsan akan menunjukkan gerakan-

gerakan, refleks, dan menaikkan kepalanya.

4.6 Menjaga Standar Perlakuan terhadap Hewan

Orang–orang yang menangani beratus–ratus penjagalan hewan, akan menjadi tidak

peka terhadap penderitaan, dan memiliki kecenderungan menjadi kasar terhadap

pekerjaannya, maka mereka harus selalu dimonitor. Para manajer harus menjaga standar

tinggi dalam pengoperasian terhadap perlakuan binatang.

Lima Titik Kontrol Utama

Sangat dianjurkan untuk memakai sistem dengan tipe HACCP untuk mengukur

dan memonitor efesiensi dan pelaksanaan petugas penanganan hewan dan

pemotongannya. HACCP atau Hazard Analysis and Critial Control Points adalah suatu

sistem yang secara mendasar dipakai pada berbagai perusahaan yang berkaitan dengan

hewan potong untuk memastikan keamanan bahan makanan. Dengan melaksanakan sistem

ini dengan Critical Control Points (CCPs) pada proses ini, berbagai tahap penting yang

dilaksanakan oleh petugas yang menangani dan memotong hewan dapat dimonitor untuk

meyakinkan bahwa hal ini dilaksanakan dengan baik, yang menuju perbaikan yang pasti

pada kualitas perlakuan terhadap binatang dan pengoperasiannya. Sistem penilaian yang

obyektif terhadap standar yang telah diterima dan juga antara penilai dapat juga dibuat.

Page 76: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

66

Lima kontrol utama dalam menangani dan pemotongan hewan secara singkat

dijelaskan di sini.

Titik kontrol yang dianjurkan dalam pengawasan dan evaluasi adalah sebagai

berikut ini.

1. Kebersihan pemingsanan – persentase pingsannya hewan pada usaha yang

pertama (kebersihan dinilai sesuai kreteria)

a. pemingsanan captive bolt / senapan – penembakan yang benar.

b. pemingsanan jepitan listrik – penempatan yang benar.

2. Tingkat pingsan pada rel pemotongan – persentase binatang yang masih pingsan

sebelum dan sesudah pemotongan (memakai kriteria sama seperti nomor 1)

3. Suara – persentase sapi atau babi yang mengeluarkan suara selama proses

pemingsanan. Hal ini misalnya akibat dari tembakan yang meleset, pemakaian

jepitan listrik yang berlebihan, tekanan yang berlebihan, pemingsanan yang tak

berhasil, dan lain sebagainya. Skor suara untuk domba tidak dipakai karena domba

biasanya berbunyi pada pemingsanan dilakukan.

4. Terpeleset dan terjatuh – persentase hewan yang terpeleset atau terjatuh selama

penggiringan atau pemingsanan. Tempat–tempat tertentu harus dipilih untuk

penelitian.

5. Jepitan listrik – persentase hewan yang membutuhkan pecutan dengan penghalau

listrik

Pengawasan dan audit terhadap CCPs ini harus dilaksanakan secara berkala.

Penilaian Objektif terhadap Pelaksanaan Standar pada Titik Kontrol Utama

1a. Captive Bolt / Senapan – ketepatan pemingsanan

(skor setiap hari minimum 20 ekor atau 20 % pada perusahaan besar)

- luar biasa : 99 – 100% langsung pingsan dengan satu tembakan.

- dapat diterima : 95 – 98%

- tak dapat diterima : 90 – 94%

- masalah serius : kurang dari 90%

Langkah : jika ketepatan satu tembakan berada di bawah 95%, tindakan langsung

harus dilaksanakan untuk meningkatkan persentase.

1b. Pemingsanan Elektrik – ketepatan penempatan jepitan.

(skor semua babi, domba, atau burung onta atau minimum 100 ekor pada perusahaan

besar)

Page 77: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

67

- luar biasa : 99,5 – 100% pemasangan jepitan listrik yang benar.

- dapat diterima : 99,4 – 99%

- tak dapat diterima : 98 – 95%

- masalah serius : kurang dari 95%

2. Titik Pingsan Sesudah Pemingsanan

(skor minimum 20 hewan atau 20% pada perusahaan besar)

- bila hewan dibasahi/direndam langsung sesudah pemingsanan,

perhatikan saat–saat sesudah pembasahan (kecuali kalau memang benar

– benar terlihat hewan masih sadar)

- jika hewan ditaruh di atas lantai, tunggu 15–30 detik sebelum

mengevaluasi untuk membiarkan kejangan berhenti (khususnya pada

pemingsanan elektrik)

- setiap hewan yang menunjukkan bahwa mereka masih sadar, harus

segera dipingsankan lagi.

- luar biasa : sapi ( kurang dari 1 per 1000 atau 0,01%)

babi (kurang dari 1 per 200 atau 0,05%)

- dapat diterima : sapi (kurang dari 1 per 500 atau 0,2%)

Babi (kurang dari 1 per 1000 atau 0,1%)

3a. Kreteria untuk Sapi yang Bersuara

Dalam kandang atau areal penampungan, kotak pemingsanan atau krangkeng –

krangkeng. Penghitungan skor diambil minimum dari 20 hewan atau 20% pada

perusahaan besar. Skor setiap hewan yang mengeluarkan suara dikatagorikan sebagai YA

dan yang tidak mengeluarkan suara sebagai TIDAK

- luar biasa : 0,05% atau kurang dari sapi YA

- dapat diterima : 3% atau kurang YA-nya

- tak dapat diterima : 4 – 10% YA

- masalah serius : lebih dari 10% YA

3b. Kreteria untuk Babi yang Bersuara

Dalam krangkeng, tempat pemingsanan, atau selama pemingsanan. Penghitungan

skor diambil dari minimum 20 ekor babi atau 10% pada perusahaan besar. Skor setiap

hewan yang mengeluarkan suara dikatagorikan sebagai YA dan TIDAK untuk yang tidak

mengeluarkan suara.

Page 78: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

68

- luar biasa : 0% untuk babi YA

- dapat diterima : 1% atau kurang untuk babi YA untuk yang

dikrangkeng, 0% karena salah menempatkan

jepitan

- tidak dapat diterima : 2% atau lebih YA dalam kurungan atau kandang

Catatan : Jangan memakai skor ini untuk domba.

4. Terpeleset atau Terjatuh dalam Area Pemingsanan

Termasuk pintu masuk kurungan, area kandang pengumpulan dan area penurunan

hewan. Penghitungan skor diambil dari minimum 20 ekor hewan atau 10% pada

perusahaan besar. Skor YA menunjukkan sejumlah hewan yang terpeleset / terjatuh dalam

area pemingsanan, dan TIDAK untuk hewan yang tidak terpeleset / terjatuh.

- luar biasa : tidak ada yang terpeleset atau terjatuh

- tidak dapat diterima : 1% jatuh (atau badan menyentuh lantai)

- masalah serius : apabila 5% terjatuh atau 15% terpeleset

5. Pelaksanaan Pecutan Listrik

Jika pecutan membuat hewan bersuara, aliran listrik berarti terlalu kuat.

Penghitungan skor untuk pelaksanaan pecutan listrik diambil minimal dari 20 ekor hewan

atau 10% pada perusahaan besar. Skor YA untuk yang bersuara dan TIDAK untuk yang

tidak bersuara selama pelasanaan pemecutan dengan listrik.

a. Kriteria Skor Pecutan Listrik untuk Sapi

Area pengumpulan

ke kandang

Pintu masuk ke

krangkeng

pemingsanan

Jumlah % babi

yang dipecut

Luar biasa Tidak ada YA 5% - kurang 5% - kurang

Dapat diterima Tidak ada YA 10% - kurang 10% - kurang

Tak dapat diterima - 20% - kurang 20% - kurang

Masalah serius - - 50% - kurang

Page 79: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

69

b. Kriteria Skor Pecutan Listrik untuk Babi

Area pengumpulan ke

kandang

Pintu masuk ke

krangkeng

Jumlah % babi

yang dipecut

Luar biasa Tidak ada YA 10% - kurang 10% - kurang

Dapat diterima Tidak ada YA 15% - kurang 15% - kurang

Tak dapat diterima - - 25% - kurang

Masalah serius - - 50% - kurang

Page 80: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

70

BAB V

PEMERIKSAAN KESEHATAN ANTE- MORTEM DAN POST-MORTEM

Oleh

I Wayan Suardana

5.1 Proses Konversi Otot menjadi Daging

Sewaktu hewan-ternak masih hidup, otot berfungsi sebagai alat gerak fisiologis.

Setelah pemotongan, terjadi konversi otot menjadi daging. Variasi mutu daging banyak

disebabkan oleh perubahan yang terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah

pemotongan. Proses ini disebut proses konversi otot menjadi daging. Beberapa proses

yang dapat terjadi pada proses konversi otot menjadi daging adalah sebagai berikut ini.

5.1.1 Perubahan Berat

Setelah proses penyembelihan, otot tidak langsung menjadi daging, dan fungsi

otot tidak langsung berhenti tetapi masih terjadi beberapa perubahan fisik dan kimia

selama beberapa jam sampai beberapa hari.

Tubuh hewan mempunyai kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan

fisiologis internal. Daya tubuh ini disebut homeostatis. Dengan sistem homeostasis, suatu

organisme dapat mempertahankan hidupnya di bawah kondisi yang bermacam-macam

seperti temperatur yang ekstrim, kekurangan oksigen, dan trauma. Pada proses perubahan

otot menjadi daging, konsep homeostasis memegang peranan yang sangat penting karena

banyak reaksi dan perubahan yang terjadi selama proses perubahan tersebut merupakan

hasil langsung dari homeostasis.

Kehilangan kadar air merupakan perubahan yang penting yang disebabkan oleh

keadaan kelaparan atau kelelahan dalam periode sebelum penyembelihan. Kekurangan

kadar air akan mempengaruhi berat karkas yang dihasilkan. Jika selama pengangkutan

dilakukan pemuasaan terhadap ternak, maka babi akan memperlihatkan penurunan berat

yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kambing dan sapi. Penurunan berat ini

disebabkan karena adanya pengurangan lemak dan jaringan otot untuk menghasilkan

energi serta kehilangan daya mengikat air dalam jaringan otot.

5.1.2 Berhentinya Sirkulasi Darah ke Daging

Dengan berhentinya sirkulasi darah ke daging, maka pemberian oksigen juga

berhenti. Alur aerobik melalui siklus sitrat dan sistem sitokrom juga berhenti berfungsi.

Page 81: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

71

Metabolisme energi berubah menjadi alur anaerobik, sehingga akan terjadi mekanisme

alur anaerobik dalam usaha otot untuk homeostasis.

Melalui alur anaerobik, otot memperoleh energi yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan alur aerobik. Namun demikian, energi yang diperoleh oleh otot masih cukup untuk

mempertahankan struktur dan suhu sel daging untuk beberapa saat misalnya dalam alur

anaerobik; glikogen hanya menghasilkan 3 molekul ATP, jauh lebih rendah dari jalur

aerobik yang menghasilkan 34 molekul ATP.

5.1.3 Penurunan pH Daging Pascapemotongan

Kadar glikogen dalam otot akan mempengaruhi pH akhir otot setelah proses

penyembelihan. Glikogen akan terurai menjadi asam laktat melalui proses biokimia, dan

hal itu menentukan pH otot. Otot dalam keadaan hidup mempunyai nilai pH antara 7,2 –

7,4. Jika hewan diistirahatkan dengan baik dan tidak menderita tekanan saat

penyembelihan, maka kadar glikogen dalam otot cukup tinggi, sehingga jumlah asam

laktat yang terbentuk menjadi besar dan akan terjadi perubahan nilai pH otot yang besar

pula, mungkin mencapai 1,8 unit pH selama proses glikolisis. Sebaliknya, jika ternak

mengalami perubahan perlakuan kasar sebelum penyembelihan, maka jumlah asam laktat

yang terbentuk sedikit dan perubahan pH otot akan kecil sekali mungkin hanya 0,2 unit

pH. Untuk masing-masing jenis ternak dan jenis otot, terdapat batas pH akhir yang dapat

dicapai setelah reaksi pengubahan glikogen menjadi asam laktat terhenti seperti tersaji

pada Tabel 9

Tabel 9. Batas Akhir pH yang Dapat Dicapai oleh Berbagai Jenis Ternak.

No. Jenis Ternak pH Akhir

Terendah Tertinggi

1. Sapi 5,1 6,2

2. Domba 5,4 6,7

3. Babi 5,3 6,9

(Forest et al., 1975 dalam Soeparno, 1989)

Proses glikolisis berlangsung dalam sarkoplasma, sedangkan siklus asam

trikarboksilat dan rantai sitokrom terjadi dalam mitokondria. Dari hasil degradasi molekul

glukosa menjadi CO2 dan H2O akan dihasilkan 37 molekul ATP. Jika di dalam otot cukup

tersedia oksigen dan otot bekerja secara lambat, maka energi yang tersedia melalaui proses

metabolisme aerob akan mencukupi. Akan tetapi, jika otot berkontraksi secara cepat, maka

ketersediaan oksigen untuk menunjang sintesis ATP melalui metabolisme aerob tidak

akan mencukupi, sehingga penyediaan energi akan dialihkan ke metabolisme anaerob.

Page 82: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

72

Proses ini hanya dapat berlangsung dalam waktu yang sangat singkat. Pada metabolisme

anaerob, ion hidrogen yang dibebaskan melalui proses glikolisis tidak dapat diikat oleh

oksigen sehingga akan terjadi akumulasi ion hidrogen dalam otot. Ion hidrogen ini

kemudian akan digunakan untuk mengubah asam piruvat menjadi asam laktat. Asam laktat

akan disimpan dalam daging, dan konsentrasinya meningkat karena proses metabolisme.

Proses ini berlangsung terus menjadi penimbunan asam laktat sampai seluruh simpanan

glikogen dalam otot habis atau glikolisis anaerob berhenti. Adanya penimbunan asam

laktat menyebabkan pH otot menurun. Penurunan pH daging dapat mengakibatkan

kerusakan struktur protein daging. Jika penurunan pH mencapai titik isoelektris, maka

daya mengikat protein daging menjadi berkurang dan cenderung untuk kehilangan

kemampuan untuk menahan air (water holding capacity / WHC). Akibatnya, air akan

keluar bersama-sama dengan bahan yang terlarut di dalamnya seperti protein, vitamin,

mineral dan zat warna daging. Titik WHC minimum yang merupakan titik isoelektris dari

protein sarkoplasma adalah 5,4 - 5,5 di mana akan terjadi denaturasi protein sebagai

akibat dibebaskannya enzim cathepsin yang terdapat dalam lisozim.

pH akhir daging yang dicapai mempunyai beberapa pengaruh yang berarti terhadap

mutu daging. Jika pH rendah atau berkisar antara 5,1 - 6,1, hal itu akan menyebabkan

daging mempunyai struktur terbuka yang sangat dikehendaki dalam proses pengasinan

daging, warna merah muda yang cerah yang disukai konsumen, flavor yang lebih baik,

serta stabilitas yang lebih baik terhadap kerusakan yang disebabkan oleh

mikroorganisme.

pH tinggi yang berkisar antara 6,2 – 7,2 akan menyebabkan daging mempunyai

struktur yang tertutup, daging berwarna merah ungu tua, mempunyai rasa yang kurang

enak, dan keadaan yang lebih memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme.

Ilustrasi yang lebih jelas tentang pengaruh penurunan pH daging terhadap warna daging

tersaji pada Gambar 11.

Page 83: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

73

7,0 Warna Daging gelap

6,5

6,0

5,5 normal

5,0 pucat

1 2 3 4 5 6 24

Gambar 11. Kurva Penurunan pH Setelah Proses Penyembelihan dan Pengaruhnya

terhadap Warna Daging (Forest et al., 1975 dalam Soeparno, 1989)

5.1.4 Perubahan Suhu

Perubahan lain yang terjadi setelah proses pengeluaran darah adalah terjadinya

kenaikan suhu daging. Hal ini disebabkan karena suhu tubuh bagian dalam tidak dapat lagi

dikeluarkan melalui sirkulasi darah. Besarnya kenaikan suhu tergantung dari kecepatan

metabolisme dan lamanya produksi panas yang berlangsung sesaat sebelum hewan

disembelih. Ukuran otot dan banyaknya perlemakan dalam otot akan sangat

mempengaruhi kecepatan kenaikan suhu dan pengeluaran panas dari daging. Kenaikan

suhu akan berpengaruh terhadap penurunan pH daging dan menyebabkan terjadinya

denaturasi protein daging. Denaturasi protein yang terjadi secara enzimatis (enzim

cathepsin) dan menurunnya daya ikat air karena adanya denaturasi protein akan

menyebabkan terjadinya perubahan konsistensi.

5.1.5 Rigor Mortis

Perubahan paling dramastis yang terjadi saat konversi otot menjadi daging adalah

terjadinya rigor mortis. Rigor mortis yang berarti kaku karena kematian, terjadi 6-12 jam

post mortem adalah suatu keadaan kekakuan otot karena terjadinya pembentukan ikatan

yang permanen antara miofilamen aktin dan miofilamen miosin menjadi ikatan

aktomiosin, sebagai akibat habisnya pesediaan energi (Kreatin fosfat / dan Adenosin fosfat

/ ATP). Pada keadaan ini, otot tersebut tidak mungkin relaksasi kembali seperti sedia kala,

karena tak ada pemberian energi lagi untuk memecahkan ikatan aktomiosin tersebut.

Sewaktu ternak hidup, kontraksi dan relaksasi otot dapat terjadi timbal balik, karena reaksi

aktin dengan miosin (aktomiosin) adalah reversibel (bolak-balik) karena tersedianya ATP

Page 84: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

74

otot. Bila daging dikonsumsi dalam keadaan bersifat rigor mortis, maka daging tersebut

akan terasa alot.

Kekakuan daging akibat proses rigor mortis dapat berangsur angsur menjadi

lembek karena terjadinya degradasi fisik serat daging. Degradasi tersebut terjadi pada

garis Z dari serat otot. Untuk mengurangi intensitas kekakuan rigor mortis, karkas ataupun

daging dapat digantung atau diberi pemberat sehingga serat daging secara pasif menjadi

meregang.

Kecepatan dan intensitas terjadinya rigor mortis dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti :

1. Kadar glikogen otot pada saat penyembelihan. Bila kadar glikogen rendah rigor

mortis cenderung lebih cepat, dan pH daging menjadi lebih tinggi.

2. Suhu karkas. Hal ini disebabkan karena suhu yang relatif tinggi akan

mempercepat hilangnya kreatin fosfat dan adenosin trifosfat dari otot, sehingga

suhu lingkungan karkas yang tinggi akan mempercepat terjadinya rigor mortis.

Suhu terbaik pada saat rigor mortis adalah antara 15-160C. Suhu di bawah 150C

menyebabkan serat otot mengkerut (cold shortening).

5.2 Pemeriksaan Kesehatan Ante-Mortem

Daging yang beredar di masyarakat hendaknya daging yang sehat dan berkualitas

baik. Untuk pengadaan daging yang sehat dan berkualitas, diperlukan serangkaian

pemeriksaan dan pengawasan, mulai dari penyediaan ternak potong yang sehat melalui

pemeriksaan hewan sebelum disembelih (pemeriksaan ante-mortem), tukang potong yang

memenuhi syarat kesehatan dan memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar

pemotongan ternak, pemeriksaan setelah hewan dipotong (pemeriksaan post-mortem),

penyediaan alat angkutan daging yang memadai, dan tersedianya kios daging yang

memenuhi syarat kesehatan untuk pendistribusian daging kepada konsumen.

5.2.1 Pengertian, Maksud, dan Tujuan Pemeriksaan Ante-Mortem

Pemeriksaan kesehatan ante-mortem adalah pemeriksaan ternak dan unggas potong

sebelum disembelih. Adapun maksud pemeriksaan ante-mortem adalah agar teknak yang

akan disembelih hanyalah ternak sehat, normal, dan memenuhi syarat. Sebaliknya, ternak

yang sakit hendaknya ditolak untuk dipotong. Tujuan dari pemeriksaan ante mortem

adalah agar daging yang akan dikonsumsi masyarakat adalah daging yang benar-benar

Page 85: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

75

sehat dan bermutu. Khusus untuk pemotongan ternak sapi, selain kondisinya harus sehat

dan normal, juga harus memenuhi tertentu.

Dipenuhinya syarat di sini dimaksudkan agar ternak sapi yang akan dipotong tidak

melanggar peraturan yang telah ditentukan pemerintah. Peraturan yang mengatur tentang

pemotongan ternak antara lain sebagai berikut ini. 1) Staatsblad Nomor 614 tahun 1936

tentang Pemotongan Ternak Besar Betina Bertanduk. Inti dari peraturan ini adalah ternak

besar betina bertanduk, yaitu sapi dan kerbau betina dilarang dipotong. Peraturan lainnya

adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian Nomor 18/1979 dan Nomor

05/Ins/Um/3/1979 tentang Pelarangan Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau Betina Bunting

dan atau Sapi/Kerbau Betina Bibit, dan Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali

tanggal 1 Oktober 1980 tentang Pelarangan dan Pencegahan Pemotongan Ternak

Sapi/Kerbau Betina Bunting dan atau Sapi/Kerbau Betina Bibit (Arka dkk., 1983).

Menurut Direktorat Kesmavet (2005), tujuan dari pemeriksaan ante-mortem adalah :

1. mencegah pemotongan hewan yang secara nyata menunjukkan gejala klinis

penyakit hewan menular dan zoonosis atau tanda-tanda yang menyimpang,

2. mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya untuk keperluan pemeriksaan

post-mortem dan penelusuran penyakit di daerah asal ternak,

3. mencegah kontaminasi dari hewan atau bagian dari hewan yang menderita

penyakit kepada petugas, peralatan RPH dan lingkungan,

4. menentukan status hewan dapat dipotong, ditunda atau tidak boleh dipotong,

dan

5. mencegah pemotongan ternak betina bertanduk produktif.

5.2.2 Pelaksana, Tempat, dan Peralatan

Pelaksana pemeriksaan ante-mortem adalah 1) dokter hewan berwenang yang

ditunjuk, dan 2) paramedis yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan yang

berwenang.

Pemeriksaan ante-mortem dilakukan di kandang penampungan hewan siap

potong. Syarat kandang penampungan harus bersih, kering, terang (intensitas cahaya

minimum 540 luks), serta terhindar dari panas matahari dan hujan. Peralatan yang

dibutuhkan dalam pemeriksaan ante-mortem adalah : 1) jas laboratorium yang bersih, 2)

sepatu bot, dan 3) stempel/cap “S”

Untuk dapat melakukan pemeriksaan kesehatan ternak ante-mortem, maka

diperlukan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang harus dimiliki selain kandang tempat

Page 86: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

76

pengumpulan ternak adalah kandang jepit (fiksasi). Kandang untuk pengumpulan ternak

harus cukup terang agar pemeriksa dapat bergerak dengan leluasa di antara ternak untuk

mengadakan pengamatan dengan seksama terhadap ternak dalam keadaan diam/istirahat

atau dalam keadaan bergerak. Kandang jepit diperlukan untuk pemeriksaan kesehatan

seekor ternak dengan lebih seksama, misalnya, untuk eksplorasi rektal yang bertujuan

untuk mendiagnosis kebuntingan, mengukur suhu tubuh, pemasangan identifikasi ternak

yang meragukan kesehatannya, dan untuk memperkirakan umur ternak betina yang akan

dipotong.

5.2.3 Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Ante-Mortem

Adapun prosedur pemeriksaan kesehatan ante-mortem adalah sebagai berikut ini.

Pemeriksaan ante-mortem dilakukan maksimum 24 jam sebelum hewan

disembelih. Jika melebihi waktu tersebut, maka dilakukan pemeriksaan ante-

mortem ulang.

Hewan harus diistirahatkan minimum 12 jam sebelum penyembelihan.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati gejala klinis dan patognomonis.

a) Pengamatan (inspeksi) dengan cermat dan seksama terhadap sikap dan

kondisi (status gizi, sistem pernafasan, sistem pencernaan, dan lain-

lain) hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari

segala arah. Amati ternak tersebut dalam keadaan bergerak. Ternak

dibangunkan, dan diperhatikan pada waktu bergerak. Ternak lumpuh

atau patah kaki, bergerak kaku dan lain-lain dipindahkan ke kandang

khusus untuk mendapat pemeriksaan yang lebih teliti.

b) Pengamatan dengan cermat dan seksama terhadap lubang-lubang

kumlah (telinga, hidung, mulut, dan anus) serta kelenjar getah bening

(limfoglandula superficial) pada ternak, apakah ada pembengkakan

atau tidak. Demikian pula, catat jika ada kotoran pada mata, keluar

cairan pada mata (lacrimasi), dan leleran pada hidung.

c) Apabila dicurigai atau diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, hewan

dipisahkan dan atau diberi tanda. Seluruh ternak yang abnormal dari

hasil pengamatan ini, dipisahkan segera ke kandang penampungan lain

Page 87: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

77

yang dilengkapi dengan kandang jepit untuk pemeriksaan ternak secara

individual dengan lebih seksama.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan berikut ini.

a) Pemeriksaan status gizi dan keaktifan hewan, dengan melihat penampilan

(performance) tubuh secara keseluruhan. Hewan dengan status gizi jelek

ditandai dengan kekurusan (cachexia), yakni ditunjukkan dengan

pertulangan yang menonjol.

b) Pemeriksaan kulit dan keadaan bulu dilakukan dengan melihat kondisi

kulit secara umum. Untuk pemeriksaan keadaan bulu, dilakukan dengan

melihat kekusaman dan kebersihan bulu terutama pada bagian belakang

ternak.

c) Pemeriksaan selaput lendir. Dilihat seluruh selaput lendir yang ada, yaitu

konjungtiva, mulut, hidung, prepusium atau vulva dan rectum terhadap

warna dan kebasahan/kelembaban.

d) Pemeriksaan mata dan telinga. Dilihat adanya kelainan pada mata dan

telinga.

Amati gejala-gejala penyakit zoonosis dan penyakit menular lainnya. Ternak

yang menderita penyakit, tidak boleh disembelih, karena dagingnya tidak

layak untuk dikonsumsi dan dapat membahayakan kesehatan konsumen (Meat

Borne Diseases).

5.2.4 Keputusan Akhir dari Pemeriksaan Ante-Mortem

Konklusi akhir dari pemeriksaan kesehatan ante-mortem dapat dibedakan menjadi

tiga.

Kelompok pertama adalah ternak yang dapat dipotong reguler, yaitu kelompok

ternak yang sehat, normal, dan memenuhi syarat (tidak melanggar peraturan

pemotongan).

Kelompok kedua adalah ternak yang ditolak untuk dipotong, yaitu kelompok

ternak yang menderita penyakit, abnormal, dan melanggar peraturan pemotongan.

Contoh untuk kelompok ini adalah ternak sakit, ternak cacat, ternak betina

produktif, bibit, ternak bunting dan pedet yang umurnya terlalu muda.

Kelompok ketiaga adalah ternak yang menderita kelainan lokal seperti patah

kaki/fraktur, luka, memar, abses, neoplasma/tumor, dan kondisi kesehatan ternak

Page 88: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

78

tersebut meragukan (suspected). Ternak kelompok ketiga ini dipisahkan dari

pemotongan reguler. Penyembelihannya dilakukan setelah pemotongan reguler

selesai dilakukan. Pertimbangan kondisi ante-mortem dikaitkan dengan penemuan

post-mortem untuk memberikan kesimpulan akhir terhadap disposisi daging dan

organ-organ tubuhnya.

Menurut Direktorat Kesmavet (2005), keputusan pemeriksaan ante-mortem

dikelompokkan menjadi hewan boleh dipotong, ditunda, atau tidak boleh dipotong.

Terhadap hewan yang boleh dipotong segera diberikan stempel/cap “S” di daerah pinggul.

Tabel 10. Keputusan Akhir Hasil Pemeriksaan Ante-Mortem

Hasil Pemeriksaan Keputusan

* Hewan normal/sehat

* Hewan dengan kelainan terlokasi, seperti tumor pada

mata, pneumonia, dll.

1. Diijinkan untuk

dipotong

* Hewan lumpuh/ambruk karena kecelakaan, tetapi

tidak menunjukkan gejala penyakit

2. Harus segera dipotong

* Hewan menderita atau menunjukkan gejala sakit,

seperti pada Lampiran 1

3. Dipotong dengan

pengawasan dokter

hewan

* Hewan penderita gejala sakit yang belum dapat

ditentukan penyakitnya (menunggu hasil

laboratorium)

3. Ditunda pemotongannya

* Hewan penderita menunjukkan gejala penyakit

akut, seperti ánthrax, tetanus, malleus, dll.

5. Dilarang dipotong

Sumber: Direktorat Kesmavet (2005)

5.3 Pemeriksaan Kesehatan Post-Mortem

5.3.1 Pengertian dan Tujuan Pemeriksaan Post-Mortem

Yang dimaksud dengan pemeriksaan kesehatan post-mortem adalah pemeriksaan

kesehatan ternak setelah disembelih.

5.3.2 Tujuan pemeriksaan post-mortem adalah :

1) memberikan jaminan bahwa karkas, daging, dan jeroan yang dihasilkan aman

dan layak dikonsumsi,

2) mencegah beredarnya bagian/jaringan abnormal yang berasal dari pemotongan

hewan sakit, misalnya pada kasus cacing hati, cysticercosis, tuberculosis,

brucellosis, coryza ganggraenosa bovum, haemorrhagic septicemic, piroplasmosis,

Page 89: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

79

surra, arthritis, hernia, fracture, abcess, actinomycosis, actinobacillosis, mastitis,

septichaemia, cachexia, hydrops, oedema, dan ephitelimia, dan

3) memberikan informasi untuk penelusuran penyakit di daerah asal ternak.

5.3.3 Pelaksana, Tempat, dan Peralatan

Petugas yang dapat melakukan pemeriksaan post-mortem adalah 1) dokter hewan

berwenang yang ditunjuk, dan 2) Keurmaster/juru uji daging yang ditunjuk dan di bawah

pengawasan dokter hewan berwenang. Untuk melakukan pemeriksaan post-mortem

diperlukan:

a) jas laboratorium putih yang bersih, apron, dan sepatu bot,

b) penerangan yang cukup (intensitas cahaya pada tempat pemeriksaan

minimum 540 luks) atau pemeriksa dapat mengidentifikasi/melihat

perubahan warna pada organ misalnya pucat atau kemerahan,

c) meja porselin/stainless steel,

d) pengait kepala dan jeroan,

e) pisau yang tajam dan pengasah pisau,

f) sarana air bersih dan saniter atau air panas (>820C) untuk menyucihamakan

pisau,

g) tempat penampung bagian-bagian atau organ yang diafkir, dan

h) plastik spesimen untuk pengambilan sampel organ yang dicurigai. Semua

peralatan harus dibersihkan dan disucihamakan sebelum dan sesudah

digunakan untuk pemeriksaan.

Pemeriksaan kesehatan post-mortem di bagi dua, yaitu :

1) pemeriksaan rutin, dan

2) pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan rutin dilaksanakan dengan intensitas normal setiap hari meliputi

pemeriksaan kesehatan kepala ternak, dan kelenjar getah bening (limfoglandula) yang

terdapat di dalamnya, pemeriksaan limfoglandula praescapularis, limfoglandula

praefemoralis, limfoglandula visceralis, pemeriksaan organ-organ tubuh, pemeriksaan

permukaan karkas, pleura, dan potongan-potongan karkas. Lebih lanjut pemeriksaan

khusus adalah pemeriksaan yang lebih seksama terhadap karkas dan organ-organ tubuh

dari ternak yang lebih dicurigai pada pemeriksaan ante-mortem. Ternak-ternak yang

Page 90: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

80

mendapat pemeriksaan khusus ini termasuk kelompok ternak yang dipotong darurat

(emergency slaughter), baik karena mengalami kelainan lokal atau karena kondisi

kesehatannya meragukan, sehingga perlu mendapat pemeriksaan yang lebih teliti setelah

disembelih.

5.3.4 Prosedur Pemeriksaan Post-Mortem

Pemeriksaan post-mortem dilaksanakan segera sesudah selesai penyembelihan

sampai dengan proses pembelahan karkas.

Menurut Arka dkk. (1985), pemeriksaan kesehatan kepala ternak meliputi

pemeriksaan pada permukaan luarnya, apakah ada kelainan (pembengkakan, abses) atau

luka-luka. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan terhadap indikator penyakit dan

abnormalitas yang mungkin ditemukan. Indikator penyakit yang terdapat pada kepala

ternak meliputi pemeriksaan limfoglandula mandibularis yang terletak pada pipi bagian

bawah dekat kelenjar liur, limfoglandula parotis yang terletak di atas otot pipi (musculus

masetter) dan limfoglandula supra/retropharyngealis yang terletak di bagian atas

(superior) faring. Untuk memastikan apakah bagian kepala ternak ini tidak mengalami

penyakit infeksi, maka semua limfoglandula tersebut harus sehat, tidak mengalami

pembengkakan/hipertrofi atau pengecilan/rudimenter, peradangan, perdarahan, atau

pernanahan. Kadang-kadang bagian kepala ternak menderita infestasi parasit. Untuk

memastikan ada tidaknya infestasi parasit pada bagian kepala ternak, biasanya dilihat

pada bagian mata terhadap ada tidaknya cacing mata (Thelazia sp). Adanya cysticercus

pada bagian kepala ternak dapat diperiksa secara teliti pada otot pipi, dan otot pangkal

lidah. Otot pipi diiris bagian luar dan bagian dalamnya sejajar dengan tulang rahang

bawah (os mandibula). Permukaan lidah diperiksa, apakah terdapat peradangan, abses dan

lain-lain. Konsistensi jeringan masa lidah dipalpasi, apakah terdapat pengerasan,

pembengkakan, dan lain-lain. Jika bagian kepala terinfestasi oleh cacing gelembung /

cysticercus maka akan terlihat adanya benjolan-benjolan kecil sebesar biji jagung/beras

pada otot pipi dan otot lidah yang dikenal dengan istilah “beberasan” (Arka dkk., 1985).

Menurut Dirkesmavet (2005), tahapan pemeriksaan post-mortem adalah sebagai

berikut ini.

(1) Pemeriksaan kepala dan lidah

a. Kepala yang sudah dipisahkan dari badan hewan digantung dengan kait

pada hidung dengan bagian rahang bawah menghadap ke arah

Page 91: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

81

pemeriksa. Seluruh bagian kepala termasuk lubang hidung dan telinga

diinspeksi dan dipalpasi.

b. Lidah dikeluarkan dengan cara menyayat dengan bentuk huruf V dari

dagu sejajar ke kedua siku mandibula. Lidah ditarik dan dilakukan

penyayatan pada pangkal kedua sisi lidah kemudian ditarik ke bawah

sehingga bagian pangkal lidah terlihat jelas.

c. Lidah kemudian diinspeksi, dipalpasi, dan dikerok pada permukaannya

untuk melihat kerapuhan papila lidah dan jika diperlukan dilakukan

penyayatan di bagian bawah lidah untuk melihat adanya Cysticercus

bovis dan Actinobacillosis. Perhatikan selaput lendir dan palatum

(langit-langit) dan bibir.

d. Limfoglandula retropharyngealis, tonsil, limfoglandula parotideus,

limfoglandula submaxil-laris, dan limfoglandula mandibularis

diinspeksi, dipalpasi dan jika perlu disayat melintang. Dilihat apakah

limfoglandula normal (konsistensi kenyal, ukuran normal, lokasi tidak

terfiksir dan apabila disayat warna putih dikelingi zona coklat/hitam)

atau terdapat kelainan.

e. Penyayatan otot masetter internus dan masetter externus sejajar tulang

rahang untuk memeriksa adanya kista Cysticercus dan Actinomycosis

pada tulang mandibula.

(2) Pemeriksaan Trachea dan Paru-paru

Pemeriksaan trachea dilakukan dengan inspeksi dan insisi pada bagian

pertemuan cincin tulang rawan, untuk melihat kemungkinan kelainan pada

mukosa, lumen, peradangan, buih, dan infestasi cacing. Paru-paru harus

digantungkan pada kait, kemudian dilakukan inspeksi dengan mengamati

seluruh permukaan paru-paru dan kemungkinan adanya perubahan warna.

Selanjutnya, dilakukan palpasi dan insisi pada kedua lobus paru-paru untuk

mendeteksi kemungkinan adanya sarang-sarang tuberculosis, cacing, tumor

atau abses dan pemeriksaan limfoglandula mediastinalis cranialis,

limfoglandula mediastinalis caudatus serta limfoglandula bifurcatio trachealis

dextra/sinistra (limfoglandula bronchialis). Paru-paru yang sehat akan

memperlihatkan warna merah terang (merah muda), konsistensi lunak dan

terdapat suara krepitasi pada saat dipalpasi.

Page 92: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

82

Menurut Arka dkk. (1985), organ paru-paru yang sehat pada

pemeriksaan secara langsung/inspeksi terlihat berwarna merah muda / pink,

bentuknya terdiri atas banyak lobus (multilobularis). Pada waktu dipalpasi,

yaitu dipegang dan diremas-remas, konsistensinya terasa seperti spon atau

bunga karang karena pada bagian alveoli banyak terdapat udara. Untuk

memastikan apakah paru-paru tersebut benar-benar sehat, maka dilakukan

irisan pada limfoglandula bronchialis yang terletak pada bagian bronchus kiri

dan kanan dari paru-paru, dan limfoglandula mediastinalis yang terdapat

ditengah-tengah memanjang antara lobus kiri dan kanan dari paru-paru,

bentuknya pipih. Jika kedua limfoglandula ini tidak menunjukkan adanya

perubahan (tidak membesar/mengecil, meradang, berdarah, bernanah), maka

ini menunjukkan bahwa paru-paru tersebut sehat/tidak mengalami infeksi.

Irisan juga perlu dilakukan dari dasar paru-paru sampai bagian ujungnya (apex)

untuk melihat kemungkinan adanya aspirasi, misalnya darah atau sisa makanan

yang masuk ke dalam paru-paru pada saat penyembelihan.

(3) Pemeriksaan Jantung

Dilakukan inspeksi dan palpasi untuk mengamati kemungkinan adanya

peradangan selaput jantung (pericarditis). Selanjutnya, dilakukan penyayatan

pericardium untuk melihat adanya cairan pericardium. Berikutnya, dilakukan

insisi otot jantung (myocardium) sejajar dengan sulcus coronarius (antara

ventrikel kanan dan ventrikel kiri) untuk melihat degenerasi, peradangan, dan

infestasi cacing (Echinococcus dan Cysticercus).

Menurut Arka dkk. (1985), pemeriksaan jantung dapat dilakukan dengan

pengamatan langsung, yaitu melihat warna dan bentuk dari jantung tersebut.

Jantung yang sehat berwarna coklat sampai sawo matang, pada bagian apex-

nya meruncing. Pada waktu dipegang dan diremas-remas, konsistensi jantung

terasa sangat kenyal/liat karena otot jantung selalu berkontraksi sehingga

mengalami hipertrofi (ukuran selnya bertambah besar) dan hiperplasia (jumlah

selnya bertambah banyak). Untuk memastikan apakah jantung tersebut benar-

benar sehat, maka dilakukan irisan dari dari dasar sampai ke ujung jantung

dengan arah tegak lurus terhadap bidang pemisah atrium dan ventrikel.

Bekuan darah yang ada pada jantung dikeluarkan karena merupakan media

yang baik untuk perkembangbiakan mikroba yang dapat memperpendek masa

Page 93: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

83

simpan jantung. Diperiksa bidang sayatan pada otot jantung (myocardium)

apakah ada perdarahan berupa ptechiae atau echimosae, atau kelainan-kelainan

misalnya ditemukanya cacing jenis Cysticercosis, Echinococcosis, atau jenis

lainnya. Myocardium yang lembek, biasanya akibat ternak menderita sepsis.

(4) Pemeriksaan Alat pencernaan dan Esofagus

Usus dan lambung segera dikeluarkan setelah dilakukan pengulitan.

Pemeriksaan dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya pembengkakan

lgl.mesenterica. Usus disayat untuk melihat lumen dan mukosa usus terhadap

kemungkinan perdarahan dan infestasi cacing. Pemeriksaan esofagus dilakukan

dengan inspeksi, palpasi, dan insisi untuk melihat kemungkinan adanya

Cysticercus dan Sarcosporidia pada lumen esofagus.

Menurut Arka dkk. (1985), lambung dan usus yang sehat, secara inspeksi

terlihat selaput serosanya licin mengkilap. Limfoglandula mesentericus diamati

dan disayat untuk melihat adanya penyakit atau penyimpangan-penyimpangan

lainnya. Limfoglandula ini terletak pada lemak mesenterium sepanjang curvatura

minor usus, merupakan rantai bersambung dari abomasum sampai caecum.

Penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi pada saluran pencernaan

dapat berupa bintik TBC, gastritis, enteritis, dan lain-lainnya.

(5) Pemeriksaan Hati

Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi pada seluruh lobus

hati untuk melihat warna, ukuran, konsistensi, dan kelainan yang terjadi. Jika

perlu dilakukan penyayatan. Pemeriksaan kesehatan hati yang sehat dengan

pengamatan langsung terlihat permukaannya rata, licin, mengkilat, tepi-tepinya

tipis dan tajam, parenkimnya berwarna merah coklat sawo matang. Hati terdiri

atas 5 (lima) lobus (multi lobularis) yang berwarna coklat sampai sawo matang.

Hati dipalpasi untuk mengetahui konsistensi dan untuk mengetahui keadaan

abnormal yang terdapat pada bagian luar dan bagian dalam hati. Hati yang sehat

konsistensinya padat elastis. Sebagai indikator terjadinya infeksi pada hati adalah

limfoglandula portalis (jumlahnya 3-5 buah) terletak pada bagian dorsal hati,

melekat pada jaringan lemak di sekitar pembuluh darah (vena porta).

Limfoglandula portalis disayat satu-persatu untuk mengetahui kemungkinan

Page 94: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

84

adanya kelainan / infeksi pada hati. Demikian pula, pembuluh empedu besar

disayat untuk memeriksa kemungkinan adanya infestasi cacing hati.

(6) Pemeriksaan Limpa

Pemeriksaan limpa dilakukan dengan inspeksi dan palpasi pada seluruh

permukaan limpa untuk melihat warna, ukuran limpa, dan konsistensi. Jika perlu

dilakukan insisi. Dalam pemeriksaan, kemungkinan perubahan yang ditemukan

antara lain adalah adanya pembengkakan, kerapuhan, adanya kista hidatid, dan

anthrax.

Menurut Arka dkk. (1985), limpa yang sehat (normal) berbentuk pipih, tipis

dan memanjang. Bila dipalpasi, konsistensinya terasa lembut elastis. Tepi limpa

tipis dan tajam, warnanya abu-abu kebiruan atau kadang-kadang sawo matang.

Parenkimnya berwarna merah tua dengan konsistensi lembut elastis.

Penyimpangan yang mungkin terjadi pada limpa antara lain limpa

membesar/membengkak, kinsistensinya keras, tepi-tepinya tumpul, warnanya

berubah, dan usapan pada parenkimnya rapuh. Irisan pada limpa dibuat ditengah-

tengah secara memanjang; pada limpa yang sehat, bidang irisannya terlihat kering.

(7) Pemeriksaan Ambing dan Karkas

Pemeriksaan ambing dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk

melihat adanya pembengkakan, lepuh-lepuh pada puting dan kulit ambing.

Kemungkinan penyakit yang dapat ditemukan antara lain mastitis dan cacar.

Pemeriksaan karkas dilakukan dengan inspeksi dan palpasi pada seluruh

permukaan bagian luar dan dalam karkas serta limfoglandula untuk mengetahui

kondisi karkas (cachexia), hemoragi, memar, fracture, ikterus (terutama dapat

dilihat pada tendo dan mukosa), oedema, kista cacing dan pembengkakan

limfoglandula. Jika perlu, dilakukan penyayatan pada musculus intercostalis dan

diafragma untuk melihat kemungkinan adanya Cysticercus.

Limfoglandula yang diperiksa pada karkas antara lain seperti terlihat pada gambar

12 berikut ini:

Page 95: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

85

Keterangan :

1. Limfoglandula Prescapularis

superior (terletak diantara

dada, leher dan kaki depan),

2. Limfoglandula

Supramammaria (terletak

disekitar ambing),

3. Limfoglandula Axillaris

propius (terletak diketiak

antara kaki depan dan dada),

4. Limfoglandula Popliteus

(terletak di atas otot

gastrocnemius, antara otot-otot

daging biceps femoris dan

semitendonosus (disekitar paha

bagian belakang), dan

5. Limfoglandula Ischiadicus

(terletak disekitar daerah

pinggul).

Gambar 12. Pemeriksaan Limfoglandula pada Karkas yang Diperiksa (Gradin,

2001).

Menurut Arka dkk. (1985), pemeriksaan kesehatan karkas dilakukan

dengan mengamati bagian permukaannya, apakah terdapat lecet-lecet, luka-luka

dan kelainan lainnya. Demikian pula, pemeriksaan dilakukan pada rongga dada

dan rongga perut. Dalam keadaan sehat, selaput serosa rongga dada dan rongga

perut terlihat licin dan mengkilat. Bagian-bagian karkas yang mencurigakan dapat

dipalpasi untuk mengetahi konsistensinya. Indikator adanya infeksi kuman

(penyakit) pada karkas yaitu adanya pembengkakan pada limfoglandula-

limfoglandula seperti: 1) limfoglandula praescapularis yang terletak sedikit di

atas persendian pundak, agak tertanam ke dalam bantalan lemak, serta tertutup oleh

otot brachicephalicus (berbentuk lonjong dan berukuran besar), 2) limfoglandula

praefemoralis terletak sekitar 12-15 cm di atas patella (tempurung lutut);

berbentuk lonjong, memanjang serta pipih, 3) limfoglandula inguinalis

Page 96: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

86

superficiales yang terletak di leher skrotum di sebelah penis, di depan cincin

inguinal. Limfoglandula ini tertanam di dalam lemak skrotum pada ternak jantan

yang dikastrasi (dikebiri). Pemeriksaan dilakukan terhadap kemungkinan karkas

terinfestasi oleh parasit (cacing gelembung/Cysticercosis); dapat dibuktikan

dengan mengiris pada otot antar iga (intercostae) dan otot diafragma.

(8) Pemeriksaan Ginjal

Pemeriksaan ginjal dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk

mengetahui adanya pembengkakan, oedema, dan peradangan. Jika perlu

dilakukan penyayatan. Kemungknan yang ditemukan antara lain nefritis, tumor,

kista, dan calculi renalis.

Menurut Arka dkk. (1985), secara inspeksi, ginjal yang sehat terlihat

berwarna coklat, bentuknya menyerupai kacang. Jika dipalpasi, konsistensinya

terasa kenyal. Ginjal yang sehat selaputnya mudah dikupas (tidak lengket). Irisan

pada ginjal dilakukan di tengah-tengah secara memanjang, dan diperiksa bidang

irisan ginjal, yaitu pada bagian kortek dan medulanya. Pada bagian medula,

kemungkinan terdapat batu ginjal, cacing, atau timbunan lemak. Indikator adanya

penyakit pada ginjal dapat dilihat pada limfoglandula renalis. Limfoglandula ini di

iris untuk melihat apakah ada peradangan atau kelainan lainnya.

5.3.5 Keputusan Akhir Pemeriksaan Post-Mortem

Keputusan akhir pemeriksaan post-mortem pada karkas dan bagian-

bagiannya didasarkan atas hasil seluruh pengamatan (inspeksi), palpasi, dan

pengirisan, membaui, tanda-tanda ante-mortem, dan pemeriksaan laboratorium bila

diperlukan. Bila tidak ditemukan adanya kelainan pada karkas dan jeroannya yang

disebabkan oleh penyakit atau ketidaknormalan lainnya, berarti bahwa karkas

tersebut lulus uji dan dianggap layak untuk dikonsumsi dan diberi cap.

Formula tinta yang digunakan untuk stempel/cap pada daging yang dinyatakan

lulus pemeriksaan adalah :

alkohol absolut ………………….. 50 cc

Gliserin ………………………… 250 cc

Kristal violet ……………………...50 cc

Akuades ad ……………………1.000 cc

Page 97: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

87

Pada kelainan yang dianggap lokal, karkas diijinkan untuk dikonsumsi bila

kelainan tersebut telah dihilangkan.

Tabel 11. Keputusan Akhir Hasil Pemeriksaan Post-Mortem

Hasil Pemeriksaan Keputusan

* Daging dari hewan yang tidak menderita penyakit

* Daging dari hewan potong yang menderita

penyakit bersifat lokal, setelah bagian yang tidak

layak dibuang

Baik untuk dikonsumsi

manusia

* Daging dari hewan potong yang menderita

penyakit akut, seperti anthrax, malleus, rabies,

tetanus, radang paha, blue tangue akut, dll

Ditolak untuk dikonsumsi

manusia

* Daging yang warna, bau, dan konsistensinya

tidak normal, seperti kasus septichaemia, cachexia,

hydrops dan oedema.

Dapat dikonsumsi manusia

setelah bagian yang tidak layak

dikonsumsi dibuang

*Daging dari hewan yang menderita trichinellosis,

cysticercosis, babesiosis, surra, sarcosporidiosis,

brucellosis, tuberculosis dan ingus jahat.

Dapat dikonsumsi manusia

setelah mendapat perlakukan

pemanasan yang cukup

sebelum diedarkan

Sumber: Direktorat Kesmavet (2005)

Menurut Arka dkk. (1985), konklusi / kesimpulan akhir dari hasil

pemeriksaan post-mortem, dapat digolongkan atas :

1. karkas dan organ-organ tubuh yang sehat dapat diteruskan ke pasaran umum

untuk dikonsumsi masyarakat,

2. karkas dan organ-organ tubuh yang mencurigakan ditahan untuk pemeriksaan

final yang lebih seksama,

3. bagian-bagian sakit dan abnormal yang bersifat secara lokal hendaknya

disayat dan disingkirkan (afkir), sedangkan selebihnya dapat diteruskan ke

pasaran umum,

4. karkas dan organ-organ tubuh sakit dan abnormal yang bersifat umum /

keseluruhan, maka karkas dan organ-organ tubuh tersebut hendaknya

disingkirkan (afkir) semuanya, dan

5. karkas ataupun organ-organ tubuh yang sehat, dapat diteruskan ke pasaran

umum dan diberi cap “Baik”.

Untuk memperoleh daging yang sehat dan bermutu baik, maka semua proses

sebelum pemotongan sampai rantai pemasarannya harus mendapatkan pengawasan dan

pemeriksaan yang ketat. Proses tersebut adalah sebagai berikut ini:

Page 98: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

88

1) Pemeriksaan kesehatan ternak sebelum disembelih (Ante-mortem)

Ternak yang akan disembelih harus benar-benar sehat, normal dan memenuhi syarat

(tidak melanggar peraturan pemotongan).

2) Tenaga personal Rumah potong harus memeriksakan kesehatannya secara berkala, dan

harus memiliki keterampilan dalam memotong ternak.

3) Pemotongan ternak harus mengikuti prinsip-prinsip seperti :

a. ternak harus diistirahatkan sebelum dipotong,

b. ternak harus dipuasakan sebelum dipotong,

c. pemotongan humanis (animal welfare),

d. penorehan leher sesingkat mungkin,

e. pengeluaran darah semaksimal mungkin,

f. pekerjaan dilakukan sebersih mungkin, dan

g. pengerjaan daging harus terpisah dari pengerjaan bagian-bagian kotor.

4) Daging yang dihasilkan dari Rumah Pemotongan Hewan harus diangkut dengan

menggunakan alat angkutan daging khusus (idealnya berupa bus tertutup yang

dilengkapi dinding aluminium, kait penggantung karkas, dan pendingin ruangan).

5) Daging tersebut hendaknya dijual di kios-kios daging khusus yang memenuhi syarat

kebersihan dan kesehatan.

Lampiran 1.

Hewan yang berdasarkan pemeriksaan ante-mortem, disembelih di bawah

pengawasan dokter hewan pada kasus penyakit :

1) Coryza gangraenosa bovum

2) Haemorrhagic septicemia

3) Piroplasmosis

4) Surra

5) Arthritis

6) Hernis

7) Fractura 13) Septicemia

8) Abses 14) Cachexia

9) Epithelimia 15) Hydrops

10) Actinomycosis 16) Oedema

11) Actinobacillosis 17) Brucellosis

12) Mastitis 18) Tubercullosis

Page 99: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

89

BAB VI

RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

Oleh

I.B.N.Swacita

6.1 Definisi

Beberapa istilah yang sering dijumpai terkait dengan ikhwal pemotongan hewan

untuk dikonsumsi dagingnya dan sering mengelirukan apabila tidak dipahami secara baik

dan benar, maka beberapa istilah penting tersebut seyogianya perlu disajikan secara

sistematis sehingga akan memudahkan dalam pemahamannya. Istilah-istilah tersebut

diantaranya:

1. Rumah Pemotongan Hewan (RPH)/ABATTOIR: Bangunan atau kompleks

bangunan yang dibuat menurut bagan tertentu, tempat penduduk di suatu kota atau

suatu daerah diharuskan untuk menyembelih ternaknya (sapi, kerbau, babi,

kambing/domba, dan kuda) dan mempersiapkan dagingnya menurut aturan tertentu

yang mengacu pada Codex Allimentarius Commission (CAC) dan Surat Keputusan

Menteri Pertanian RI No. 555/KPTS/TN.240/9/1986.

2. Rumah Pemotongan Unggas (RPU): Bangunan atau kompleks bangunan yang

dibuat menurut bagan tertentu, tempat penduduk di suatu kota atau suatu daerah

diharuskan untuk menyembelih ternaknya (ayam, itik, dan kalkun) dan

mempersiapkan dagingnya menurut aturan tertentu yang mengacu pada Codex

Allimentarius Commission (CAC) dan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI

No. 557/KPTS/ TN.520/9/1987.

3. Tempat Penjualan Daging (TPD): Bangunan atau kompleks bangunan yang

dibuat menurut bagan tertentu untuk memproses produk ternak yang selanjutnya

dikemas menurut aturan tertentu.

4. RPH Darurat/Desa: Suatu RPH yang peralatan dan bangunannya amat minim,

terutama ditujukan untuk pemisahan bahan asal ternak yang dianggap bersih dan

tidak bersih, yang selanjutnya dipasarkan dalam keadaan masih segar atau segera

setelah selesai disembelih.

5. Pengawas RPH: Dokter Hewan sebagai Kepala Dinas Peternakan setempat, atau

petugas lain yang mewakilinya, yang diberi kewenangan untuk mengawasi segala

aspek dari pengadaan daging sehat dan utuh di dalam atau di luar RPH yang

berada di dalam wilayah kekuasaannya.

Page 100: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

90

6. Penanggung jawab RPH: Dokter Hewan atau petugas lain yang mewakilinya,

yang diberi kewenangan untuk bertanggung jawab terhadap segala aspek untuk

pengadaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) di dalam RPH yang

dibawahkannya.

7. Pimpinan RPH: Seseorang yang bertanggung jawab secara teknis dan

organisatoris, dalam pengadaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH)

di dalam RPH yang dipimpinnya.

8. Pajak Pemotongan: Pungutan uang dari pemotongan/ penyembelihan ternak

tanpa disertai imbalan jasa.

9. Retribusi Pemotongan: Pungutan uang dari pemotongan/ penyembelihan

ternak disertai imbalan jasa.

10. Ternak Potong: Sapi, kerbau, kuda, domba/kambing, dan babi, yang jika

dipotong/disembelih pemiliknya diharuskan membayar pajak pemotongan.

11. Pemotongan Darurat: Penyembelihan ternak akibat kecelakaan, sehingga

keadaannya mengkhawatirkan, sakit dan akan mati, serta dikhawatirkan akan

menimbulkan bahaya penularan kepada hewan lain atau manusia.

12. Penyembelih Ternak/ Jagal/ Kaum: Mereka yang menjalankan pekerjaan

memotong/menyembelih ternak dengan persyaratan yang telah ditetapkan menurut

agama dan memiliki sertifikat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

13. Nomor Kontrol Veteriner (NKV): Nomor registrasi yang diterbitkan oleh

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan untuk RPH/RPU/TPD yang telah

memenuhi persyaratan.

14. Pengikatan (Casting): Cara merobohkan ternak yang akan disembelih.

15. Pemingsanan (Stunning): Pemingsanan ternak secara fisik (dirusak otak

besarnya), kimiawi (dialiri gas CO2), elektrik (dialiri listrik) sebelum ternak

tersebut disembelih, asal tidak mati. Pemingsanan (masih dalam keadaan hidup)

sesuai Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Fatwa MUI) tanggal 23 Oktober 1976.

16. Pemotongan Halal (Halal Slaughter): Penyembelihan ternak (kecuali babi)

menurut Syari’at Islam.

17. Pemanasan (Scalding): Suatu cara penanganan ternak yang telah disembelih

dengan dimasukkan ke dalam air panas (55-600C) supaya memudahkan

pengerokan rambut (babi) atau pencabutan bulu (ayam).

18. Effluent : Sisa hasil penyembelihan yang tidak digunakan lagi (limbah).

Page 101: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

91

19. Karkas: Ternak sembelihan yang telah dikurangi kepala, darah, kulit, isi visceral,

isi thorak, metacarpal, dan metatarsal.

20. Pemisahan Karkas (Splitting): Pembagian karkas menjadi dua bagian yang sama

yaitu bagian kiri dan kanan.

21. Organ (Offal): Bagian organ yang terpisah dari karkas (jantung, hati, limpa, ginjal,

dan paru-paru).

22. Pendinginan (Chilling): Cara penyimpanan karkas atau hasil produk ternak pada

temperatur dingin yaitu 0-50 C.

23. Pembekuan (Frozen): Cara penyimpanan karkas atau hasil produk ternak pada

temperatur dingin yaitu - 180 C.

6.2 Persyaratan Umum Pendirian RPH

Secara garis besar, ada tiga persyaratan umum yang harus dipenuhi jika akan

mendirikan RPH.

1. Organisasi

Dalam hal ini pendirian RPH harus memenuhi persyaratan organisasi yaitu:

Pemerintah Pusat, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Produksi

Peternakan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Peternakan

Propinsi/Kabupaten/Kota dan Instansi Pemerintah terkait lainnya. Di samping itu,

juga harus ada unsur pengawas, penanggungjawab, pimpinan, dan staf yang

berkaitan dengan kepentingan atau kebutuhan RPH.

2. Sosial

Pendirian RPH hendaknya juga mempertimbangkan adat kebiasaan di wilayah di

mana RPH didirikan serta kesukaannya, agama khususnya dalam hal cara

penyembelihan serta penanganan makanan yang tentunya tidak sama dari satu

daerah ke daerah lainnya.

3. Teknis

Pendirian RPH hendaknya dapat menciptakan suatu metode yang efektif untuk

penyimpanan daging, transportasi, logistik, dan lain-lainnya, serta memenuhi

beberapa persyaratan teknis yang lain seperti: area pendirian, persediaan air,

pembuangan limbah, dan lain-lain.

Page 102: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

92

Aspek Kebudayaan dan Keagamaan

Ada beberapa negara yang memperhatikan faktor keagamaan dan kebudayaan

untuk mendirikan suatu RPH/RPU. Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan

dalam pendiriannya adalah sebagai berikut ini.

1. Penganut agama Islam (Moslem) tidak mengkonsumsi daging babi. Di

Indonesia 90 persen penduduknya memeluk Agama Islam.

2. Hukum Islam menghendaki cara penyembelihan ternak dilakukan secara

‘halal’. Yang perlu diperhatikan dalam penyembelihan adalah arah kiblat

dan penanganan hewan sebelum disembelih, dan harus diucapkan doa tertentu

terlebih dahulu.

3. Hukum Islam menghendaki agar ruang pemotongan babi harus benar-

benar terpisah dari ruang penyembelihan sapi, kambing, dan domba yang

dagingnya dikonsumsi oleh umat Islam.

4. Di daerah dengan penduduk padat seperti Cina, dikehendaki lebih banyak

pemotongan babi daripada sapi, kambing, atau domba.

5. Ada kesepakatan bahwa di daerah yang mayoritas penduduknya beragama

Islam, maka harus dibuatkan ruang penyembelihan sapi secara terpisah dari

ruang pemotongan babi.

Dari data statistik dikemukakan bahwa di beberapa negara ASEAN, jumlah

penyembelihan masing-masing ternak bervariasi (Tabel 12).

Tabel 12. Persentase Penyembelihan Ternak di ASEAN :

NEGARA SAPI (%) BABI (%) KAMBING/DOMBA (%)

Indonesia

Malaysia

Filipina

Singapura

Thailand

77

20

44

1

29

12

79

55

95

71

11

1

1

4

-

6.3 Kriteria Dasar

Aturan untuk mendirikan Rumah Pemotongan Hewan (RPH)/ Rumah Pemotongan

Unggas (RPU)/ Tempat Penjualan Daging (TPD) harus tetap memperhatikan kriteria dasar

yang telah ditetapkan. Ada beberapa hal yang sangat penting diperhatikan.

Page 103: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

93

1. Hindari kontak bahan bersih dengan bahan kotor.

2. Jaga semua permukaan, peralatan, dan lingkungan tetap bersih.

3. Terapkan Good Manufacturing Practice (GMP), Sanitation Standard Operating

Procedures (SSOP), dan Nomor Kontrol Veteriner (NKV).

4. Pisahkan jalur penanganan daging dengan daerah lain.

5. Pisahkan ruang pemotongan babi dengan sapi.

6. Persediaan air panas, air berkhlorin (20 ppm) dan es mencukupi.

7. Pembersihan karkas yang tidak boleh di lantai.

8. Harus dimilikiany kelengkapan persyaratan RPH/RPU/TPD yang memadai.

9. Bangunan dan ruangan mudah dibersihkan dan didesinfektan.

10. Letak bangunan seyogianya:

a. dekat aliran sungai,

b. di pinggiran kota,

c. jauh dari pemukiman penduduk dan wilayah industri,

d. mudah mendapatkan air dan jauh dari air tanah,

e. persyaratan konstruksi, kemiringan tanah, luas area, fondasi, dan

kondisi tanah,

f. penanganan limbah yang baik,

g. lalu-lintas ternak dan daging berbeda,

h. tegangan listrik yang mencukupi, dan

i. memperhatikan Tata Ruang dan Tata Wilayah.

11.Konstruksi bangunan hendaknya:

a. mempertimbangkan sisi agama, budaya, ekonomi dan iklim,

b. tahan jangka panjang, dan

c. bahannya kuat, kokoh, dan berstandar higienis, sehingga biaya

pemeliharaannya menjadi murah.

12. Bangunanya seyogianya memenuhi persyaratan berikut ini:

a. Fasilitas jalan yang memadai.

b. Lokasi bongkar ternak, kandang peristirahatan, jauh dari tempat daging.

c. Ruang pemotongan sapi dengan babi terpisah.

d. Bahan bangunan higienis.

e. Diperhatikan lokasi bangunan.

f. Dibuat bangunan yang seefektif dan seefisien mungkin.

Page 104: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

94

g. Dibatasi secara jelas antara ruang pemotongan, pencucian, pembersihan,

pelayuan, dan sebagainya.

h. Ada jalan satu arah yang baik, antara ternak hidup dengan daging.

i. Fasilitas sederhana yang harus dipenuhi adalah air, listrik, dan drainase.

j. Hubungan antarruang harus sama-sama terbuka.

k. Dipergunakan tenaga kerja yang cukup dan memadai.

l. Dinding ruang penyembelihan, pencucian, pelayuan, dan ruang lainnya

harus dilapisi porselen dengan warna terang agar selalu kelihatan bersih.

m. Lantai ruang penyembelihan, pencucian, dan pelayuan tidak boleh licin

dan pori-pori lantai tidak boleh terlalu besar.

n. Fasilitas yang ada senantiasa dibersihkan.

o. Tersedia tenaga Dokter Hewan dan/atau tenaga ahli lainnya.

13. Dinding ruangan memenuhi ketentuan berikut ini:

a. Dinding bagian luar dilengkapi dengan pertahanan untuk mencegah

masuknya orang-orang yang tidak bertanggung jawab di samping juga

untuk menghindari adanya amukan ternak.

b. Dinding bagian luar harus dilindungi agar terhindar dari sinar matahari, hujan,

angin kencang, debu, dan kotoran yang berasal dari dalam ruang

penyembelihan.

c. Dinding bagian dalam secara operasional harus dipisahkan antara bagian

yang bersih dengan bagian yang kotor.

d. Tergantung dari struktur dan desainnya, maka dinding dapat dibuat untuk

menyanggah atap atau dapat digunakan untuk menyimpan alat-alat. Jika

material yang tersedia terbatas dan tidak memenuhi persyaratan, maka

sebaiknya dinding tidak perlu dibuat.

e. Permukaan dinding sebelah dalam sebaiknya :

- awet atau tahan lama, misal porselen warna putih,

- cukup halus dan setinggi 1,8 meter, sehingga mudah dibersihkan.

- tidak menyerap air atau cairan,

- tahan karat,

- tahan tumbukan sehingga perlu pelindung,

- tidak mudah terkelupas (retak),

- tertutup pada daerah sambungan,

- terdapat parit dengan diameter 25 milimeter sehingga mudah dibersihkan, dan

Page 105: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

95

- berwarna terang, agar mudah dibersihkan serta dapat memantulkan

cahaya.

14. Lantai memenuhi syarat berikut:

a. tahan atau tidak mudah pecah,

b. agak miring dan disertai dengan adanya parit untuk memudahkan

drainase,

c. tidak mudah dipengaruhi kelembaban,

d. datar, halus, tetapi tidak licin terutama pada daerah kerja atau pada

daerah yang sering dilalui orang,

e. tahan terhadap tumbukan,

f. tidak dibuat secara bertingkat-tingkat,

g. pori-pori lantai jangan terlalu besar,

h. cepat meresapkan air sehingga mudah kering, dan

i. pertemuan antara lantai dengan dinding tidak boleh tegak lurus

(membentuk sudut 90 0), melainkan dibuat agak melengkung.

15. Atap:

a. Atap yang dibuat harus dapat melindungi RPH/RPU/TPD terhadap

panas, hujan, debu, embun, atau serangga yang akan mengkontaminasi

daging.

b. Bentuk desainnya mudah dibersihkan, sederhana, dan tidak mudah ber

karat.

c. Atap yang ideal dibuat dari baja yang disangga oleh dinding, atau

tiang-tiang yang terbuat dari baja pula. Atap dari baja dapat dicat untuk

menghindari karat.

d. Atap dari beton banyak memerlukan biaya, tetapi mudah dalam

perawatan, dan tahan lama.

16. Ventilasi

a. Ventilasi yang cukup perlu dibuat agar tidak terjadi hambatan aliran

udara dan kelembaban.

b. Atap yang tinggi, jendela yang besar, atau atap yang berventilasi

merupakan hal yang baik.

c. Ventilasi yang baik dapat membantu mempercepat permukaan daging

menjadi kering.

Page 106: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

96

17. Pintu dan kosen hendaknya:

a. dilapisi dengan lapisan yang mudah dicuci, tidak berlubang-lubang, dan

b. lebar pintu minimal 1,5 meter.

18. Tiang hendaknya:

a. diberi lapisan, tidak berlubang-lubang, dan mudah dicuci, dan

b. bahan tiang dari kayu, besi atau beton.

19. Jendela hendaknya:

a. jika dibuka, minimal 1,2 meter dengan tinggi 2 meter dari lantai, dan

b. diberi kawat kasa agar aktivitas pemotongan hewan terlindung dari

serangga.

20. Drainase hendaknya:

a. dibuat yang agak miring agar cairan lancar mengalir dan tidak

mengumpul, dan

b. bak kontrol tidak dibuat untuk menghindari pengumpulan sedimen

sehingga memerlukan pembersihan.

21. Pengendalian terhadap insekta

Pengendalian terhadap insekta untuk daerah tropis sulit dilakukan, sehingga

diperlukan penanganan khusus.

22. Pengendalian terhadap rodensia dan kutu

Bangunan harus dibuat sedemikian rupa untuk menghindari rodensia dan kutu. Jika

tidak memungkinkan, maka terpaksa dilaksanakan operasi pembasmian.

23. Penerangan

a. Penerangan dapat berasal dari cahaya matahari atau lampu.

b. Sistem penerangan harus dapat menjangkau keseluruhan, tahan air,

mudah dibersihkan, tidak berkarat, mudah dirawat, dan terlindungi

dengan kaca lebar agar pecahan lampu tidak jatuh ke atas produk

ternak.

24. Kandang peristirahatan

a. Ternak sebelum disembelih harus diistirahatkan terlebih dahulu

minimal 12 jam, dipuasakan tanpa diberi pakan hanya minum saja.

b. Lokasinya dekat ruang penyembelihan.

c. Ukurannya tergantung kepada jenis dan jumlah ternak.

d. Untuk sapi, kambing, dan domba dierlukan tempat yang sederhana,

sedangkan untuk babi diperlukan tempat yang kuat.

Page 107: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

97

e. Disediakan kandang isolasi (karantina) untuk ternak yang sakit.

f. Dijaga kebersihannya, atap dan bangunannya sederhana.

g. Lantainya agak miring, tidak licin, tahan asam, mudah dibersihkan,

keras, drainase baik, dan dibuatkan parit di sekitarnya.

25. Ruang pelayuan hendaknya:

a. berdampingan dengan ruang penyembelihan,

b. diperlukan untuk menyimpan karkas selama minimal 6 jam pada suhu

0-50C,

c. jarak antara karkas dengan lantai 1 meter dengan karkas digantung

agar cairan karkas menetes,

d. jika suhu tidak bisa 50C, maka pendinginan dapat diganti dengan kipas

angin agar ruangan sejuk,

e. harus tertutup dan dilengkapi alat pembersih, dan

f. dinding ruangan dilapisi porselen dan lantai tidak boleh licin.

26. Ruang pencucian isi perut hendaknya:

a. lokasi berdampingan dengan ruang penyembelihan,

b. suplai air harus banyak,

c. lantai tidak licin, dinding dilapisi porselen, dan

d. kotoran yang ada di ruangan ini tidak boleh mencemari ruangan lain.

27. Ruang pengulitan:

a. digunakan untuk menyimpan kulit basah dan kering, dan

b. lokasinya harus jauh dari RPH untuk menghindari cacing dan lalat.

28. Fasilitas pekerja:

a. disediakan tempat beristirahat,

b. toilet pekerja tersedia, dipisahkan antara pekerja untuk daerah bersih dan

kotor,

c. perbandingan antara jumlah pekerja dengan jumlah toilet adalah 20 : 1,

d. fasilitas bacaan dan jika memungkinkan disediakan radio, TV, dan

e. pekerja diberikan kesempatan untuk mengambil hak cuti, memperoleh

tunjangan asuransi pekerja dan asuransi kesehatan.

29. Suplai air

a. Ada 3 macam jenis air yang dibutuhkan, yaitu: air yang mengandung

chlorin 20 ppm, air dingin (es), dan air panas, serta

b. kebutuhan air 10 liter/kg berat badan/ekor.

Page 108: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

98

Dengan demikian, ada beberapa persyaratan dasar yang harus diperhatikan dan harus ada

di lingkungan RPH/RPU/TPD, yaitu :

1. area pembongkaran ternak,

2. kandang peristirahatan,

3. ruang pembagian karkas dan pengemasan daging,

4. ruang pelayuan,

5. ruang pendingin/pembeku,

6. ruang pencucian isi lambung,

7. ruang pengulitan,

8. fasilitas bagi pekerja,

9. ruang perkantoran,

10. sarana transportasi,

11. suplai air yang cukup,

12. suplai energi,

13. pembuangan limbah,

14. dinding, lantai, atap, ventilasi, pintu, jendela, tiang, penerangan dan sistem

drainase ruang yang sesuai dengan stándar pendirian RPH/RPU/TPD,

15. pelaksanaan pest control,

16. penyediaan peralatan yang memadai,

17. perhatian terhadap higiene karyawan dan perusahaan,

18. Dimilikinya laboratorium yang lengkap, dan

19. pengawasan Kesmavet.

6.4 Good Manufacturing Practice (GMP) pada RPH

Rumah pemotongan hewan harus melakukan kegiatan yang berkaitan dengan

keamanan pangan dengan baik. Persyaratan yang ditetapkan dalam GMP mencakup

beberapa hal.

1. Locker karyawan

Berdasarkan atas SNI, locker karyawan harus memperhatikan luas ruangan, yang

disesuaikan dengan jumlah karyawan, ventilasi, dan penerangan cukup baik,

serta terletak di bagian arah masuk pegawai atau pengunjung.

2. Toilet karyawan

Berdasarkan atas SNI, persyaratan toilet antara lain:

Page 109: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

99

a. pintu tidak mengarah ke ruang produksi,

b. dibangun minimal masing-masing di daerah kotor dan daerah bersih,

c. saluran pembuangan dari kamar mandi dibuat khusus ke arah septic

tank dan tidak menjadi satu dengan saluran pembuangan limbah, dan

d. dinding bagian dalam dan lantai harus terbuat dari bahan yang kedap air,

tidak mudah berkarat, mudah dirawat dan dibersihkan.

3. Personil

Kelengkapan personil atau pekerja harus dilengkapi dengan pakaian bersih

dengan memakai topi pelindung kepala dan rambut, memakai sepatu boot, kaos

tangan, dan penutup mulut. Pekerja tidak diperbolehkan menggunakan perhiasan

berupa cincin, kalung, gelang, anting, dan dilarang berkuku panjang.

4. Dapur

Dapur hanya diperuntukkan untuk memasak air panas guna keperluan scalding

babi (proses dehairing-pengerokan rambut) atau unggas (proses defeathering-

pencabutan bulu), bukan untuk keperluan lainnya (minuman).

5. Ruang produksi

Persyaratan RPH/RPU seyogianya dilengkapi dengan ruang penyembelihan,

pemrosesan, pendingin, pembeku, pembagian karkas, laboratorium, dan sistem

saluran pembuangan limbah cair yang memadai.

6.5 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) pada RPH

Di dalam kelayakan dasar, SSOP sangat memegang peranan penting dalam

menentukan keberhasilan suatu RPH/RPU/TPD dalam menjalankan usahanya. Ada 8

(delapan) persyaratan yang harus diperhatikan dalam menjalankan SSOP.

1. Keamanan pangan.

Keamanan pangan menyangkut bahan penolong (air, es) yang berhubungan

langsung dengan pangan, atau permukaan peralatan yang digunakan langsung

untuk pangan, atau digunakan pada pembuatan es.

2. Sanitasi.

Sanitasi menyangkut kondisi dan kebersihan permukaan peralatan yang dipakai

langsung untuk pangan termasuk perlengkapan pengolahan, sarung tangan, dan

pakaian kerja.

Page 110: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

100

3. Kontaminasi silang.

Pencegahan kontaminasi silang dari barang yang tidak saniter terhadap

produk, bahan kemasan produk, dan permukaan peralatan yang berhubungan

langsung untuk pangan, termasuk didalamnya perlengkapan pengolahan, sarung

tangan, dan pakaian kerja serta dari bahan baku.

4. Sanitasi karyawan.

Hal ini menyangkut membiasakan karyawan untuk selalu menjaga kebersihan

toilet, dan menyuci- hamakan tangan setelah menggunakan toilet.

5. Sumber kontaminasi.

Hendaknya dilakukan pencegahan pangan, bahan kemasan, dan permukaan

peralatan yang dipakai langsung untuk pangan dari pencemaran yang

disebabkan oleh pelumas, bahan bakar, pestisida, bahan pembersih, bahan

penyucihama, kondensasi, dan bahan kontaminasi kimiawi, fisik, dan biologik.

6. Bahan beracun.

Agar diperhatikan sistem pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan

beracun dengan benar.

7. Kesehatan karyawan.

Kendalikan kondisi kesehatan karyawan yang dapat mengakibatkan

kontaminasi mikroba pada pangan, bahan kemasan pangan, dan permukaan

peralatan yang dipakai langsung untuk pangan.

8. Pengawasan binatang pengganggu.

Hindari unit pengolahan pangan dari infestasi binatang pengganggu (tikus,

lalat, anjing, kucing, kecoak, dan lain-lain).

6.6 Nomor Kontrol Veteriner (NKV)

NKV merupakan registrasi RPH/TPH/RPU/TPD atau usaha lain dalam bidang

pengumpulan, penampungan, penyimpanan, dan pengawetan bahan asal ternak, yang

diterbitkan oleh instansi yang bertanggungjawab dalam bidang Kesmavet.

Tujuannya adalah untuk memberikan jaminan dan perlindungan kepada masyarakat

(produsen dan konsumen), serta terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi. Di

samping itu, dapat dipermudah dan diperlancar pengawasan serta ditingkatkan daya guna,

hasil guna, serta produktivitas dalam mencapai mutu sesuai standar.

Nomor Kontrol Veteriner merupakan sertifikasi kelayakan usaha dengan dasar

penilaian telah dipenuhinya persyaratan teknis meliputi GMP dan SSOP. Di samping itu,

Page 111: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

101

NKV merupakan persyaratan dasar (prerequisite) untuk dapat diterapkannya sistem

jaminan keamanan pangan dan mutu HACCP. Kepentingannya adalah untuk memfasilitasi

perdagangan produk hewani yang memerlukan pengakuan berupa pemberian NKV.

Permohonan NKV untuk klasifikasi ekspor diajukan lewat Direktorat Jenderal Bina

Produksi Peternakan. Untuk tingkat domestik, diajukan lewat Bupati/Walikota/pejabat

berwenang. Masa berlaku NKV selama 2 (dua) tahun, yang pelaporannya dilakukan oleh

Dokter Hewan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota/pejabat

berwenang.

Standar Prosedur Operasi

Dalam menjalankan kegiatan operasional yang diharapkan dapat menjamin keamanan

pangan, maka RPH/TPH/RPU/TPD wajib memiliki NKV yang mengacu pada SK

Dirjen Peternakan No. 254/1995 dan No. 144/1996. Bagi industri pangan, dapat diacu

pada Peraturan Menteri Kesehatan No, 712/1986. Di samping itu, harus dijalankan

program persyaratan dasar berupa SSOP, dan menjalankan GMP bagi industri pangan jika

ingin mengajukan sertifikasi HACCP.

6.7 Surat Keputusan Menteri Pertanian NO. 555/Kpts/TN.240/9/1986 Tentang

Syarat-Syarat RPH dan Usaha Pemotongan Hewan

6.7.1 Ketentuan Umum

a. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks

bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong

hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas.

b.Usaha Pemotongan Hewan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perorangan

atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan hewan selain unggas di RPH

milik sendiri atau milik pihak lain, atau menjual jasa pemotongan hewan.

c.Daging adalah bagian-bagian hewan yang disembelih atau dibunuh dan lazim

dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada

pendinginan.

Rumah Pemotongan Hewan merupakan unit/sarana pelayanan masyarakat dalam

penyediaan daging sehat yang berfungsi sebagai berikut :

a. tempat dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar,

Page 112: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

102

b. tempat dilaksanakannya pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante-mortem) dan

pemeriksaan daging (post-mortem) untuk mencegah penularan penyakit hewan ke

manusia,

c. tempat untuk mendeteksi dan memonitor penyakit hewan yang ditemukan pada

pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem guna pencegahan dan pemberantasan

penyakit hewan menular di daerah asal hewan, dan

d. melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan hewan besar betina bertanduk

yang masih produktif.

6.7.2 Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan

Rumah Pemotongan Hewan yang digunakan untuk memotong hewan guna

memenuhi kebutuhan lokal di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Lokasinya di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran

lingkungan misalnya di bagian pinggir kota yang tidak padat penduduknya,

dekat aliran sungai atau di bagian terendah dari kota.

b. Lokasinya di tempat yang mudah dicapai dengan kendaraan atau dekat dengan

jalan raya.

c. Kompleks pemotongan hewan terdiri atas:

1. bangunan utama RPH;

2. kandang tempat hewan diistirahatkan dan pemeriksaan ante-mortem;

3. laboratorium sederhana yang dapat digunakan untuk pemeriksaan kuman

dengan pewarnaan cepat, parasit, pH, pemeriksaan permulaan pembusukan

dan kesempurnaan pengeluaran darah;

4. tempat untuk memperlakukan hewan atau karkas yang ditolak berupa

tempat pembakar atau tempat penguburan;

5. tempat untuk mengisolasi hewan yang ditunda pemotongannya;

6. bak pengendap pada saluran buangan cairan yang menuju ke

sungai/selokan;

7. tempat penampungan sementara buangan padat sebelum diangkut;

8. ruang administrasi, tempat penyimpanan alat, kamar mandi, dan WC; dan

9. halaman yang dapat dipergunakan sebagai tempat parkir kendaraan.

d. Kompleks RPH harus dipagar untuk memudahkan penjagaan dan keamanan

serta mencegah terlihatnya proses pemotongan hewan dari luar.

Page 113: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

103

e. Bangunan utama RPH tersebut harus memiliki ruangan yang dapat digunakan

sebagai :

1a. tempat penyembelihan hewan, tempat pengulitan, tempat pengeluaran

jeroan dan rongga perut dan dada, tempat pembagian karkas, tempat

pemeriksaan daging;

b. tempat pembersihan dan pencucian jerohan yang terpisah dari kegiatan di

atas dengan persediaan air yang cukup;

2. berdinding dalam yang kedap air, terbuat dari semen, porselin atau bahan

yang sejenis setinggi 2 meter sehingga mudah dibersihkan;

3. berlantai kedap air, landai ke arah saluran pembuangan agar air mudah

mengalir, tidak licin dan sedikit kasar;

4. sudut pertemuan antardinding dan dinding dengan lantai berbentuk

lengkung; dan

5. berventilasi yang cukup untuk menjamin pertukaran udara.

f. Rumah Pemotongan Hewan harus dilengkapi dengan :

1. alat-alat yang dipergunakan untuk persiapan sampai dengan penyelesaian proses

pemotongan termasuk alat pengerek dan penggantung karkas pada waktu

pengulitan serta pakaian khusus untuk tukang sembelih dan pekerja lainnya;

2. peralatan yang lengkap untuk petugas pemeriksa daging;

3. persediaan air bersih yang cukup;

4. penerangan yang cukup; dan

5. alat pemelihara kebesihan.

g. Khusus untuk RPH babi harus ada persediaan air hangat untuk perontokan bulu.

h. Pada RPH, harus dipekerjakan atau ditunjuk seorang yang mempunyai pengetahuan

di bidang kesehatan masyarakat veteriner yang bertanggungjawab terhadap

dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur yang berlaku dalam pemotongan hewan serta

penanganan daging.

i. Bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan/pembersihan alat untuk

babi harus terpisah dengan jarak yang cukup atau dengan pagar tembok setinggi

paling sedikit 3 meter atau terpisah total dengan dinding tembok dan terletak di

tempat yang lebih rendah daripada yang untuk hewan lainnya.

Rumah Pemotongan Hewan yang digunakan untuk memotong hewan guna memenuhi

kebutuhan akan daging antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu

Page 114: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

104

Propinsi Daerah Tingkat I harus memenuhi semua syarat yang telah disebutkan di atas,

dan syarat lain sebagai berikut ini.

a. Kompleks RPH dilengkapi dengan :

1. kandang istirahat berlantai semen;

2. laboratorium yang juga dapat dipergunakan untuk identifikasi kuman dengan

pemupukan;

3. tempat pemotongan darurat yang dilengkapi dengan ruang penahan daging;

dan

4. instalasi pengolah limbah yang berupa saringan untuk memisahkan

limbah/buangan padat secara fisik.

b. Tersedia tempat pelayuan dengan dinding bagian dalamnya dilapisi bahan

kedap air setinggi 2 meter dan dilengkapi dengan exhauster.

c. Rumah pemotongan Hewan harus dilengkapi juga dengan timbangan untuk karkas

serta rel-rel pengangkut karkas.

Rumah Pemotongan Hewan yang digunakan untuk memotong hewan guna memenuhi

kebutuhan daging antarpropinsi Daerah Tingkat I harus memenuhi semua syarat yang

telah disebutkan di atas, dan syarat lain sebagai berikut ini.

a. Kompleks RPH dilengkapi juga dengan :

1. laboratorium yang bisa digunakan untuk pemeriksaan residu antibiotika;

2. instalasi pengolah limbah dengan perlakuan secara fisik dan biologis (filtrasi,

aerasi, digesti anaerobik, dan sedimentasi);

3. tempat parkir kendaraan angkutan daging;

4.kandang istirahat berlantai semen dengan jarak minimal 50 meter dari bangunan

utama; dan

5. tempat untuk memperlakukan karkas/bahan yang ditolak berupa incenerator

dengan pembakar bertekanan yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan

(dengan cerobong asap).

b. Terdapat ruang khusus dalam bangunan utama untuk tempat pencucian jeroan dan

tempat khusus untuk perebusan jeroan.

c. Terdapat ruang pelayuan dengan dinding yang seluruh bagian dalamnya dilapisi

porselin atau bahan lain yang sejenis dan dilengkapi dengan temperatur 180C.

d. Terdapat ruang pelepasan daging dari tulang dengan temperatur 180C.

e. Dinding bagian dalam dari bangunan utama RPH tertutup penuh dengan porselin.

f. Tersedia air panas untuk mencuci pisau dan alat penanganan lain.

Page 115: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

105

g. Tersedia ruang untuk ganti pakaian karyawan.

h. Tersedianya kendaraan angkutan daging tanpa atau dengan alat pendingin yang

disesuaikan dengan jarak angkut.

Rumah Pemotongan Hewan yang digunakan untuk memotong hewan guna memenuhi

kebutuhan ekspor harus memenuhi syarat-syarat seperti yang telah disebutkan di atas serta

syarat-syarat lain sebagai berikut ini:

a. Tersedia ruang pendingin yang dilengkapi dengan pintu pengamanan dari bahan

tidak berkarat serta pengatur suhu.

b. Tersedia ruang pelepasan daging dari tulang dengan temperatur 100C.

c. Tersedia ruang pembungkusan, pewadahan, dan penandaan produk akhir.

d. Tersedia laboratorium yang juga dapat digunakan untuk pemeriksaan hormon.

e. Tersedia ruangan untuk ganti pakaian, locker, ruang istirahat karyawan, serta

kantin.

f. Tersedia kendaraan angkutan daging khusus yang harus dilengkapi dengan alat

pendingin atau pengatur suhu.

6.7.3 Usaha Pemotongan Hewan

Menurut luasan peredaran daging yang dihasilkannya, usaha pemotongan hewan

terdiri atas :

a. Usaha Pemotongan Hewan kelas A, yaitu usaha pemotongan hewan untuk

penyediaan daging kebutuhan ekspor,

b. Usaha Pemotongan Hewan kelas B, yaitu usaha pemotongan hewan untuk

penyediaan daging kebutuhan antarPropinsi Daerah Tingkat I,

c. Usaha Pemotongan Hewan kelas C, yaitu usaha pemotongan hewan untuk

penyediaan daging kebutuhan antarKabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di

dalam satu Propinsi Daerah Tingkat I, dan

d. Usaha Pemotongan Hewan kelas D, yaitu usaha pemotongan hewan untuk

penyediaan daging kebutuhan di dalam wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah

Tingkat II yang bersangkutan.

2. Menurut jenis kegiatannya, usaha pemotongan hewan terdiri atas 3 kategori:

a. Usaha pemotongan hewan kategori I, yaitu usaha pemotongan hewan yang berupa

kegiatan melaksanakan pemotongan hewan milik sendiri di RPH milik sendiri;

Page 116: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

106

b. Usaha pemotongan hewan kategori II, yaitu usaha pemotongan hewan yang berupa

kegiatan menjual jasa pemotongan hewan atau melaksanakan pemotongan hewan

pada RPH milik orang lain; dan

c. Usaha pemotongan hewan kategori III, yaitu usaha pemotongan hewan yang

berupa kegiatan melaksanakan pemotongan hewan pada RPH milik orang lain.

Usaha pemotongan hewan dapat dilaksanakan pada perorangan warga negara Indonesia

atau badan yang didirikan menurut hukum Indonesia.

Setiap orang yang melaksanakan usaha pemotongan hewan harus memperoleh izin usaha

dari :

a. Direktur Jenderal Peternakan, sepanjang mengenai usaha pemotongan hewan kelas

A dan kelas B;

b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sepanjang mengenai usaha pemotongan hewan

kelas C; dan

c. Bupati / Walikotamadya, sepanjang mengenai usaha pemotongan hewan kelas D.

Izin usaha pemotongan hewan tidak dapat dipindah-pindahkan kepada orang lain/badan

lain tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin.

6.8 Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 557 / Kpts / TN.520 / 9 / 1987 Tentang

Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan Unggas

6.8.1 Ketentuan Umum

a. Rumah Pemotongan Unggas (RPU) adalah suatu bangunan atau kompleks

bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat

memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum.

b. Tempat Pemotongan Unggas (TPU) adalah suatu tempat/bangunan dengan

desain dan syarat tertentu oleh yang berwenang ditunjuk sebagai tempat untuk

memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum terbatas dalam suatu

wilayah kecamatan atau pasar tertentu dengan kapasitas pemotongan

maksimum 500 ekor per hari.

c. Usaha Pemotongan Unggas (UPU) adalah kegiatan yang dilakukan oleh

perorangan atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan unggas di

Page 117: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

107

RPU/TPU milik sendiri atau milik pihak lain, atau menjual jasa pemotongan

unggas.

d. Unggas adalah setiap jenis burung yang dimanfaatkan untuk pangan, termasuk,

ayam, bebek, burung dara, kalkun, angsa, burung puyuh, dan belibis.

e. Karkas unggas adalah bagian tubuh unggas setelah dilakukan penyembelihan,

pembuluan, dan pengeluaran jeroan, baik disertakan atau tidak kepala dan

leher, dan atau kaki mulai dari tarsus dan paru-paru dan/ atau ginjal.

f. Daging unggas adalah bagian dari unggas yang disembelih atau dibunuh dan

lazim dimakan manusia, termasuk kulit kecuali yang telah diawetkan dengan

cara lain dari pendinginan.

g. Giblet atau bahan lain yang bermanfaat adalah hati setelah kantong empedu

dilepas, jantung, rempela, dan bagian-bagian lainnya yang menurut kebiasaan

dimakan di suatu daerah setelah mengalami proses pembersihan dan

pencucian.

Rumah Pemotongan Unggas/Tempat Pemotongan Unggas yang merupakan unit/sarana

pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging unggas sehat berfungsi sebagai :

a. tempat dilaksanakannya pemotongan unggas secara benar,

b. tempat dilaksanakannya pemeriksaan unggas sebelum dipotong (ante-mortem) dan

pemeriksaan daging unggas (post-mortem) untuk mencegah penularan penyakit

unggas ke manusia, dan

c. tempat untuk mendeteksi dan memonitor penyakit unggas yang ditemukan pada

pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem guna pencegahan dan pemberantasan

penyakit unggas menular di daerah asal unggas,

6.8.2 Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas

Rumah Pemotongan Unggas yang digunakan untuk memotong unggas guna

memenuhi kebutuhan lokal di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang

bersangkutan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ini:

a. Lokasinya di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran

lingkungan, misalnya di bagian pinggir kota yang tidak padat penduduknya,

dekat aliran sungai, atau di bagian terendah dari kota,

b. Lokasinya di tempat yang mudah dicapai dengan kendaraan atau dekat dengan

jalan raya,

Page 118: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

108

c. Kompleks rumah pemotongan unggas terdiri atas:

1. bangunan utama RPU;

2. tempat penampungan unggas sebelum dipotong yang sekaligus berfungsi

sebagai tempat pemeriksaan ante-mortem;

3. laboratorium sederhana yang dapat digunakan untuk pemeriksaan kuman

dengan pewarnaan cepat, parasit, pH, pemeriksaan permulaan pembusukan

dan kesempurnaan pengeluaran darah;

4. tempat penanganan usus yang terpisah dari bangunan utama;

5. tempat untuk memperlakukan unggas atau karkas unggas yang ditolak

untuk dipotong atau diedarkan berupa tempat pembakaran atau

penguburan;

6. tempat untuk mengisolasi unggas yang ditunda pemotongannya;

7. bak pengendap pada saluran pembuangan cairan yang menuju ke

sungai/selokan;

8. tempat penampungan sementara buangan padat sebelum diangkut;

9. ruang administrasi, tempat penyimpanan alat, kamar mandi, dan WC; dan

10. halaman yang dapat dipergunakan sebagai tempat parkir kendaraan.

d. Kompleks RPU harus dipagar untuk agar proses pemotongan tidak terlihat dari

luar;

e. Bangunan utama RPU harus :

1. memiliki tempat penyembelihan unggas yang terpisah dari tempat lain

dengan sekat, tempat pencelupan dan pembuluan, tempat pengeluaran

jerohan dari rongga perut dan dada yang merupakan tempat pemeriksaan

kesehatan daging unggas, tempat penanganan jeroan yang terpisah dengan

sekat atau berjarak paling sedikit 10 meter dari tempat penanganan karkas,

tempat pengemasan, dan tempat pencucian peralatan,

2. dilengkapi dengan peralatan yang terbuat dari bahan yang tidak berkarat

yang terdiri atas alat penggantung untuk pemotongan, alat pencelupan

(Scalding tank), alat pencabut bulu, alat penggantung unggas yang sudah

dibului untuk pemeriksaan kesehatan, meja untuk penanganan jeroan, alat

pencucian karkas, alat pencucian giblet, bak pendingin karkas, dan bak

pendingin giblet;

Page 119: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

109

3. berdinding dalam yang licin dan kedap air terbuat dari semen berlapis

porselin atau bahan sejenis berwarna terang setinggi 2 meter, sudut

pertemuan antardinding dan dinding dengan lantai berbentuk lengkung.

4. berlantai kedap air, landai ke arah saluran pembuangan agar air mudah

mengalir, tidak licin dan sedikit kasar;

5. mempunyai pintu-pintu dan ventilasi yang diatur sedemikian rupa untuk

menjamin pertukaran udara dan mencegah kemungkinan pencemaran dari

luar;

6. mempunyai persediaan air bersih dan penerangan yang cukup;

7. mempunyai persediaan air panas yang cukup untuk pencelupan dan

mencuci peralatan, dan

8. mempunyai tata ruang dan tata letak peralatan yang sesuai dengan tahapan

proses pemotongan sehingga dapat menjamin higiene.

f. memperkerjakan atau menunjuk seseorang yang mempunyai pengetahuan di

bidang kesmavet yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat

dan prosedur yang berlaku dalam pemotongan unggas serta penanganan daging

unggas;

g. mempekerjakan tukang sembelih khusus yang terampil.

Rumah Pemotongan Unggas yang digunakan untuk memotong unggas guna

memenuhi kebutuhan antarKabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam suatu

Propinsi Daerah Tingkat I harus memenuhi semua syarat-syarat sebagai berikut.

a. Kompleks RPU dilengkapi dengan:

1. tempat penampungan unggas dan tempat pemeriksaan kesehatan ante-

mortem berlantai semen;

2. laboratorium yang juga dapat digunakan untuk identifikasi kuman dengan

pemupukan;

3. tempat pemotongan darurat yang terletak terpisah dari bangunan utama;

dan

4. instalasi pengolah limbah yang berupa saringan untuk memisahkan

limbah/buangan padat secara fisik;

b. Bangunan utama RPU harus dilengkapi dengan :

1. peralatan pemotongan unggas yang terbuat dari bahan tahan karat; dan

2. bak pendingin atau ruang pendingin karkas dan giblet.

Page 120: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

110

Rumah Pemotongan Unggas yang digunakan untuk memotong unggas guna memenuhi

kebutuhan daging unggas antarPropinsi Daerah Tingkat I harus memenuhi semua syarat

yang telah disebutkan di atas, dan syarat lain sebagai berikut.

a. Kompleks RPU dilengkapi dengan :

1. laboratorium yang juga dapat digunakan untuk pemeriksaan residu antibiotika,

2. instalasi pengolah limbah dengan perlakuan secara fisik dan biologis (filtrasi,

aerasi, digesti anaerobis, dan sedimentasi),

3. tempat parkir kendaraan pengangkut daging unggas,

4. tempat untuk memperlakukan karkas/bagian karkas/bagian lainnya yang

ditolak berupa incenerator dengan pembakar bertekanan yang memenuhi

syarat kesehatan lingkungan (dengan cerobong asap), dan

5. ruangan khusus untuk ganti pakaian bagi para karyawan.

b. Dinding bagian dalam dari bangunan utama RPU seluruhnya berlapis porselin atau

bahan lain yang sejenis.

c. Diperkerjakan atau ditunjuk dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap

dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur yang berlaku dalam pemotongan unggas dan

pemeriksaan unggas/daging unggas serta penanganan daging unggas.

Rumah Pemotongan Unggas yang digunakan untuk memotong unggas guna memenuhi

kebutuhan ekspor harus memenuhi syarat-syarat seperti yang telah disebutkan di atas serta

syarat-syarat lain sebagai berikut.

a. Kompleks RPU harus dilengkapi dengan :

1. laboratorium yang juga dapat digunakan untuk pemeriksaan hormon, dan

2. ruang khusus untuk ganti pakaian, locker, ruang istirahat/ruang makan untuk

para karyawan.

b. Bangunan utama RPH harus dilengkapi dengan :

1. ruang pendingin karkas (pendingin kering),

2. alat penyedot udara untuk pengemasan,

3. alat pembeku cepat, dan

4. ruang pendingin (cold storage) yang dilengkapi dengan pintu pengaman yang terbuat

dari bahan yang tidak berkarat dan alat pengatur suhu.

c. Tersedia kendaraan pengangkut daging unggas dengan alat pendingin.

Page 121: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

111

6.8.3 Syarat-syarat Tempat Pemotongan Unggas (TPU)

Tempat Pemotongan Unggas yang melakukan kegiatan pelayanan pemotongan

unggas untuk memenuhi kebutuhan lokal di suatu pasar tertentu harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut ini.

a. Lokasinya di suatu tempat dalam lingkungan pasar yang terpisah dari tempat berdagang

yang lain serta mudah dicapai dengan kendaraan dan mempunyai jalan khusus untuk

membawa unggas hidup.

b. Kompleks tempat pemotongan unggas terdiri atas :

1. bangunan utama pemotongan unggas;

2. tempat penampungan unggas sebelum dipotong yang berfungsi pula untuk

pemeriksaan ante-mortem;

3. tempat pembuangan kotoran yang khusus dan tertutup (septic tank) sehingga tidak

mengganggu lingkungan serta tempat pembuangan sementara buangan padat

sebelum diangkut; dan

4. tempat penyimpanan alat, kamar mandi, dan WC.

c. Kompleks tempat pemotongan unggas harus diberi pagar pembatas.

d. Bangunan utama tempat pemotongan unggas harus :

1. memiliki tempat penyembelihan, tempat pencelupan, dan tempat pembuluan, tempat

pengeluaran jeroan dan tempat penanganan karkas, tempat pengemasan dan tempat

pencucian peralatan;

2. dilengkapi dengan alat penggantung untuk pemotongan, alat pencelupan, meja untuk

pengeluaran jeroan, dan wadah untuk mencuci karkas dan jeroan;

3. berdinding tembok setinggi 1,5 meter dengan dinding dalam yang licin dan kedap

air, terbuat dari semen, berlapis porselin atau bahan sejenis, berwarna terang, sudut

pertemuan antardinding dan dinding dengan lantai berbentuk lengkung;

4. berlantai kedap air, landai ke arah saluran pembuangan agar air mudah mengalir,

tidak licin dan sedikit kasar;

5. dipasang kawat kasa antara dinding dan atap untuk mencegah hewan (kucing, tikus)

masuk;

6. mempunyai pintu dan ventilasi yang diatur sedemikian rupa untuk menjamin

pertukaran udara dan mencegah kemungkinan pencemaran dari luar;

7. mempunyai persediaan air bersih dan penerangan yang cukup; dan

8. mempunyai persediaan air panas yang cukup.

Page 122: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

112

Tempat Pemotongan Unggas yang melakukan kegiatan pelayanan pemotongan

unggas untuk memenuhi kebutuhan suatu kecamatan tertentu harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut ini.

a. Lokasinya di suatu tempat yang sejauh mungkin tidak mengganggu lingkungan

pemukiman dan mudah dicapai dengan kendaraan atau dekat dengan jalan raya.

b. Kompleks tempat pemotongan unggas terdiri atas:

1. bangunan utama pemotongan unggas;

2. tempat penampungan unggas yang berfungsi pula untuk melakukan pemeriksaan

ante-mortem;

3. tempat pembuangan kotoran yang khusus dan tertutup (septic tank) sehingga tidak

mengganggu lingkungan serta tempat pembuangan sementara buangan padat

sebelum diangkut; dan

4. ruang administrasi, tempat penyimpanan alat, kamar mandi, dan WC.

c. Kompleks tempat pemotongan unggas harus dipagar.

d. Bangunan utama tempat pemotongan unggas harus :

1. memiliki tempat penyembelihan, tempat pencelupan dan pembuluan, tempat

pengeluaran jeroan yang merupakan tempat pemeriksaan kesehatan daging unggas,

tempat penanganan jeroan, tempat penanganan karkas, tempat pengemasan, dan

tempat pencucian peralatan;

2. dilengkapi dengan alat penggantung untuk pemotongan, alat pencelupan, alat

pencabut bulu, meja untuk mengeluarkan jeroan, wadah untuk penanganan karkas

dan jeroan;

3. berdinding tembok setinggi 1,5 meter dengan dinding dalam yang licin dan kedap

air, terbuat dari semen, berlapis porselin atau bahan sejenis, berwarna terang, sudut

pertemuan antardinding dan dinding dengan lantai berbentuk lengkung;

4. berlantai kedap air, landai ke arah saluran pembuangan agar air mudah mengalir,

tidak licin dan sedikit kasar;

5. dipasang kawat kasa antara dinding dan atap untuk mencegah hewan (kucing, tikus)

masuk;

6. mempunyai pintu dan ventilasi yang diatur sedemikian rupa untuk menjamin

pertukaran udara dan mencegah kemungkinan pencemaran dari luar;

7. mempunyai persediaan air bersih dan penerangan yang cukup;

8. mempunyai persediaan air panas yang cukup.

e. Dipekerjakan tukang sembelih khusus.

Page 123: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

113

6.8.4 Usaha Pemotongan Unggas

Menurut luasan peredaran daging yang dihasilkannya, usaha pemotongan unggas

terdiri atas :

a. Usaha Pemotongan Unggas kelas A, yaitu usaha pemotongan unggas untuk penyediaan

daging unggas kebutuhan ekspor.

b. Usaha Pemotongan Unggas kelas B, yaitu usaha pemotongan unggas untuk penyediaan

daging unggas kebutuhan antarPropinsi Daerah Tingkat I.

c. Usaha Pemotongan Unggas kelas C, yaitu usaha pemotongan unggas untuk penyediaan

daging unggas kebutuhan antarKabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di dalam

satu Propinsi Daerah Tingkat I.

d. Usaha Pemotongan Unggas kelas A, yaitu usaha pemotongan unggas untuk penyediaan

daging unggas kebutuhan di dalam wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II

yang bersangkutan.

Menurut jenis kegiatannya, usaha pemotongan unggas terdiri atas 3 kategori :

a. Usaha pemotongan unggas kategori I, yaitu usaha pemotongan unggas yang

berupa kegiatan melaksanakan pemotongan unggas milik sendiri di RPU/TPU

milik sendiri.

b. Usaha pemotongan unggas kategori II, yaitu usaha pemotongan unggas yang

berupa kegiatan menjual jasa pemotongan unggas atau melaksanakan pemotongan

unggas milik orang lain.

c. Usaha pemotongan unggas kategori III, yaitu usaha pemotongan unggas yang

berupa kegiatan melaksanakan pemotongan unggas pada RPU/TPU milik pihak

lain.

Usaha pemotongan unggas dapat dilaksanakan oleh perorangan warga negara Indonesia

atau badan yang didirikan menurut hukum Indonesia.

Setiap orang yang melaksanakan usaha pemotongan unggas harus memperoleh izin usaha

dari :

a. Direktur jenderal Peternakan, sepanjang mengenai usaha pemotongan unggas kelas

A dan kelas B.

b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sepanjang mengenai usaha pemotongan

unggas kelas C.

c. Bupati atau Walikotamadya, sepanjang mengenai usaha pemotongan unggas kelas

D

Page 124: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

114

Izin usaha pemotongan unggas tidak dapat dipindah-pindahkan kepada orang lain/badan

lain tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin.

6.9 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 tentang

Baku Mutu Air Limbah bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan

Beberapa hal penting yang perlu diketahui dari Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kegiatan

Rumah Pemotongan Hewan adalah:

6.9.1 Ketentuan Umum

a. Air limbah RPH adalah sisa dari suatu usaha dan/ atau kegiatan RPH yang

berwujud cair.

b. Baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH adalah ukuran batas atau kadar

maksimum unsur pencemar dan/atau jumlah pencemar yang ditenggang

keberadaannya dalam air limbah kegiatan RPH yang akan dibuang atau dilepas

ke media lingkungan.

Baku mutu air limbah dalam Peraturan Menteri ini berlaku untuk kegiatan RPH: sapi,

kerbau, babi, kuda, kambing, dan/ atau domba. Baku mutu ini ditetapkan dengan tujuan

untuk:

a. menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan

b. menurunkan beban pencemaran lingkungan melalui upaya pengendalian

pencemaran dari kegiatan RPH.

6.9.2 Baku Mutu Air Limbah

Baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH sebagaimana tercantum dalam lampiran

A dan lampiran B Peraturan Meteri ini, berlaku dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Bagi RPH yang beroperasi sebelum diberlakukannya Peraturan Menteri ini,

berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam lampiran A

Peraturan Menteri ini dan wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana

tercantum dalam Lampiran B Peraturan Menteri ini selambat-lambatnya

tanggal 1 Januari 2011;

b. Bagi RPH yang beroperasi setelah diberlakukannya Peraturan Menteri ini,

berlaku baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran B

Peraturan Menteri ini.

Page 125: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

115

Lampiran A

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor : 02 Tahun 2006

Tanggal : 20 April 2006

Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan

Parameter Satuan Kadar Maksimum

BOD mg/l 150

COD mg/l 400

TSS mg/l 300

Minyak dan Lemak mg/l 25

pH - 6 - 9

Volume air limbah maksimum untuk sapi, kerbau, dan kuda : 2,0 m3/ekor/hari

Volume air limbah maksimum untuk kambing dan domba : 0,2 m3/ekor/hari

Volume air limbah maksimum untuk babi : 0,9 m3/ekor/hari

Menteri Negara

Lingkungan Hidup,

Ttd

Ir Rachmat Witoelar

Page 126: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

116

Lampiran B

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor : 02 Tahun 2006

Tanggal : 20 April 2006

Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan

Parameter Satuan Kadar Maksimum

BOD mg/l 100

COD mg/l 200

TSS mg/l 100

Minyak dan Lemak mg/l 15

NH3-N mg/l 25

pH - 6 - 9

Volume air limbah maksimum untuk sapi, kerbau, dan kuda : 1,5 m3/ekor/hari

Volume air limbah maksimum untuk kambing dan domba : 0,15 m3/ekor/hari

Volume air limbah maksimum untuk babi : 0, 65 m3/ekor/hari

Menteri Negara

Lingkungan Hidup,

Ttd

Ir Rachmat Witoelar

Page 127: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

117

BAB VII

PENANGANAN KARKAS DAN TEKNOLOGI PENGAWETAN DAGING

Oleh

I Wayan Suardana

7.1 Pelayuan

Pelayuan adalah penanganan karkas dan daging segar sebelum mengalami

kerusakan mikrobial dengan cara penggantungan dan penyimpanan dalam waktu dan suhu

tertentu, di atas titik beku daging. Pelayuan sering disebut dengan istilah aging,

conditioning dan hanging. Chilling (-4oC – 1 oC) dapat dilakukan selama 24 jam pelayuan.

Karkas sapi perlu pelayuan, kambing, domba, dan babi tidak perlu karena proses rigor

mortis berlangsung relatif cepat.

Pelayuan menyebabkan terjadinya peningkatan keempukan. Pelayuan merupakan

bentuk fungsi dari temperatur. Batas mikrobia 105 CFU/cm2 akan menghasilkan karkas

atau daging layu yang baik. Selama 24-26 jam pertama, dominan terjadi proses glikolisis

postmortem, dan denaturasi proteolisis terjadi sebelum tercapainya pH akhir dari daging.

Enzim proteolitik menjadi aktif sehingga daya ikat air oleh protein (WHC) akan

meningkat. Di samping itu, warna merah daging dapat berubah menjadi coklat.

Penurunan pH dan proses glikolisis otot dapat berhubungan dengan asam laktat

yang terbentuk. pH akhir tercapai akibat glikogen otot habis atau pH cukup rendah sampai

glikolisis terhenti, dan pH normal daging setelah proses glikolisis adalah 5,3 – 5,9.

Faktor pH, faktor intrinsik (spesies, tipe otot, glikogen, dan variasi ternak) dan

faktor ekstrinsik termasuk temperatur lingkungan, bahan aditif, dan stres, akan

mempengaruhi pH daging. Efek penurunan pH yang cepat dan ekstensif adalah warna

daging menjadi pucat, daya ikat air dari protein daging yang rendah dan permukaan

daging terlihat lembab dan basah (drip). Nilai pH yang tinggi menyebabkan daging

berwarna gelap, permukaan daging terlihat kering dan cairan daging terikat sangat kuat.

7.2 Penyimpanan dan Preservasi

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme di dalam daging

seperti: temperatur, kadar air/ kelembaban, oksigen, tingkat keasaman dan kebasaan (pH),

dan kandungan gizi daging. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan

mikroorganisme termasuk mikroorganisme perusak atau pembusuk karena: (1) daging

mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), (2) daging kaya akan zat-zat yang

Page 128: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

118

mengandung nitrogen dengan kompleksitasnya yang berbeda, (3) daging mengandung

sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasi, (4) daging kaya akan mineral dan

kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, dan (5) daging mempunyai pH

yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme, yaitu pH 5,3 – 6,5.

Sebagaimana bahan mentah hasil penen lainnya, daging kalau dibiarkan begitu saja

lama kelamaan akan mengalami perubahan akibat pengaruh-pengaruh fisiologik, mekanik,

fisik, kimiawi atau mikrobiologik. Pengolahan daging bertujuan untuk menambah

keragaman pangan, sedangkan pengawetan daging bertujuan untuk memperpanjang

masa simpan bahan pangan tersebut. Dalam pengawetan daging, perubahan yang

sifatnya merusak atau merugikan akan dihambat, dicegah, dihindari, atau dihentikan

sehingga daya guna bahan pangan tersebut dapat dipertahankan.

Dalam pengolahan dan pengawetan daging, perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

1. pengaruh metode pengolahan dan pengawetan terhadap mutu produk,

2. adanya bahaya kesehatan baik bagi pengolah maupun konsumen,

3. kemungkinan salah penerapan dari metode pengolahan dan pengawetan,

4. masalah distribusi dan pemasaran, serta

5. evaluasi teknis dan ekonomis dari metode pengolahan dan pengawetan yang

dipergunakan.

Proses pengawetan daging pada prinsipnya adalah usaha-usaha untuk menghambat

atau membunuh mikroorganisme daging, tanpa terlalu banyak merugikan atau

menurunkan kualitas komoditas tersebut. Pada dasarnya, prinsip pengawetan daging dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

A. pengaturan suhu;

B. pengaturan kadar air; dan

C. penggunaan bahan-bahan pembunuh mikroba.

7.2.1 Teknologi Tradisional Pengawetan Daging

Berbagai teknologi tradisional pengewetan daging adalah: pembuatan dendeng,

urutan (sosis), abon, buntilan (bebontot), kerupuk, dll.

a. Pembuatan Dendeng

Bahan baku pembuatan dendeng adalah daging sapi, kerbau, babi, kuda, kambing,

dan penyu. Di samping daging, organ tubuh sering pula diawetkan dan diolah menjadi

Page 129: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

119

dendeng seperti paru-paru, hati, ginjal, dan jantung. Daging unggas dapat juga diolah

menjadi dendeng.

Bumbu-bumbu yang dicampur dan digunakan dalam pembuatan dendeng adalah

garam dapur, bawang putih, jahe, laos, ketumbar, merica, sereh, dan sedikit gula enau atau

gula kelapa. Bumbu-bumbuan tersebut berfungsi untuk menambah cita rasa, di samping

juga sebagai bahan pengawet. Penambahan gula kelapa dan garam pada bahan dendeng

berperan sebagai humektan, yaitu dapat menurunkan kadar air dan aktivitas air produk,

serta memberi rasa bersama-sama dengan bumbu yang lain. Dendeng dapat digolongkan

sebagai bahan pangan setengah lembab (intermediate moisture food) karena mempunyai

kadar air 25 persen. Dendeng yang baik tahan 4-6 bulan.

b. Urutan (Sosis)

Bahan baku pembuatan urutan atau sosis adalah daging dan lemak babi ataupun

sapi, dan usus babi sebagai selongsong. Perbandingan antara daging dan lemak dalam

pembuatan sosis adalah 1:1 atau 1:2 atau 2:1 tergantung dari permintaan konsumen.

Bumbu-bumbu yang digunakan berupa ketumbar, merica, jahe, kencur, kunir, kemiri,

bawang putih, cabe, dan garam dapur. Penggaraman yang dilihat dalam pembuatan sosis,

merupakan pengawetan daging dengan cara pengurangan mikroorganisme. Apabila garam

yang ada dalam sosis cukup, maka sistem air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

mikroorganisme menjadi tidak tersedia. Kandungan nitrat pada produk ini akan tereduksi

oleh fermentasi bakteri menjadi nitrit dan selanjutnya berubah menjadi oksida nitrit di

mana hasil oksidasi ini akan mampu menghambat pertumbuhan, bahkan menghentikan

pertumbuhan Clostridium. Proses penjemuran urutan (sosis) memakan waktu 4-7 hari,

sehingga material menjadi lebih kering akibat terjadinya penguapan air. Adanya hasil

fermentasi mikroorganisme pada sosis oleh mikroorganisme Lactobacillus, Pediococcus

atau campuran Micrococcus / Lactobacillus akan dapat menurunkan pH sosis dari 5,8 –

6,2 menjadi 4,8 – 5,3. Urutan yang baik tahan 6-10 minggu.

c. Buntilan / Bebontot

Bahan baku buntilan / bebontot adalah daging sapi atau daging babi. Bumbunya

terdiri atas ketumbar, merica, jahe, kencur, kunir, kemiri, bawang putih, cabe, dan garam

dapur. Bebontot dijemur selama 6-7 hari. Buntilan dapat tahan selama 4-6 minggu.

Page 130: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

120

d. Abon.

Bahan baku abon adalah daging sapi, kerbau, babi, ataupun ayam. Bumbu yang

digunakan terdiri atas bawang merah, bawang putih, garam, dan gula. Karena abon ini

sangat garing, maka mempunyai daya simpan lama yaitu 6-7 bulan. Produk abon

harganya mahal, sehingga dalam perdagangan sering dipalsukan. Bahan pencampur untuk

memalsukan biasanya berupa bahan-bahan yang mempunyai serat menyerupai daging

seperti buah sukun. Kerusakan abon sebagian besar ditandai dengan adanya ketengikan.

Keadaan ini sebagai akibat vitamin yang larut dalam lemak mengalami destruksi di

samping juga sebagai akibat dari proses oksidasi asam lemak tak jenuh oleh oksigen.

Pengurangan kadar oksigen dalam unit pengemasan akan mengurangi proses oksidasi

lemak, sehingga abon menjadi lebih awet.

e. Kerupuk

Bahan kerupuk biasanya berupa kulit babi, sapi, ayam, kerbau, dan kini sering juga

digunakan bahan dari cakar ayam. Kulit babi, sapi, ayam, dan kerbau terlebih dahulu

direbus, yang disertai dengan campuran bahan pemekar seperti kapur, dan natrium

bikarbonat. Garam dapur biasanya dicampur secara merata setelah proses perebusan.

Kerupuk karena keadaannya sangat garing, mempunyai daya simpan yang lama, yaitu

antara 6-9 bulan.

7.2.2 Tekonologi Modern Pengawetan Daging

a. Pendinginan (Refrigerasi)

Metode pendinginan biasanya diterapkan mulai dari karkas sesaat setelah selesai

penyembelihan. Makin cepat karkas tersebut didinginkan akan semakin baik, karena

semakin cepat pula penghambatan perkembangbiakan mikrofloranya. Diharapkan suhu

internal karkas dengan cepat mencapai 1-20C. Hal ini dapat terlaksana dengan membuat

sirkulasi udara yang cepat di ruang pendingin, pada kelembaban atmosfer antara 88%-92%

untuk menghindari susut bobot yang berlebihan. Setelah suhu internal mencapai 1-20C,

maka suhu ruangan pendingin mulai dinaikkan menjadi 1-20C, agar karkas tidak

membeku. Pada keadaan ini, karkas tetap baik sampai 20-25 hari.

Cara-cara pendinginan karkas ini sangat diperlukan pada rantai pengiriman karkas

untuk jarak yang jauh. Dengan menambahkan gas karbon dioksida 10% dari atmosfer

ruangan pendingin, maka daya simpan karkas dapat bertahan menjadi 40-50 hari.

Page 131: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

121

Adanya lemak dalam karkas akan menurunkan efisiensi pengeluaran panas dari

bagian dalam karkas. Karkas sapi yang berat dengan lemak yang tinggi akan memerlukan

waktu kira-kira 48-72 jam untuk mencapai temperatur internal 50C atau lebih rendah.

Namun karkas yang lebih ringan seperti kerkas babi dan domba cukup memerlukan waktu

24–36 jam. Pada umumnya, makin besar ukuran karkas dan lemak eksternal (lemak

penutup), maka semakin lama waktu yang diperlukan untuk pendinginan pada temperatur

dan kecepatan udara pendingin tertentu.

Faktor kelembaban relatif dalam ruang pendingin juga mempengaruhi

pengkerutan karkas selama proses pendinginan. Kelembaban relatif ini sebaiknya dijaga

tetap tinggi (88-92%), untuk mencegah pengkerutan karkas yang berlebihan yang

disebabkan oleh hilangnya cairan karkas selama proses pendinginan.

Pemendekan/ pengkerutan otot biasanya terjadi karena proses pendinginan yang

terlalu cepat (lebih rendah dari 150C sampai 190C), sementara otot masih dalam kondisi

prerigor. Keadaan ini dapat dihindarkan dengan cara pendinginan secara cepat pada suhu

150C dan dipertahankan pada temperatur tersebut sampai tercapainya kondisi rigor mortis,

selanjutnya temperatur baru diturunkan secepat mungkin.

Jarak yang cukup di antara karkas di dalam ruang pendinginan sangat diperlukan,

agar udara dapat bersirkulasi sebaik-baiknya ke seluruh bagian permukaan karkas,

sehingga pengeluaran panas dari karkas dapat berjalan dengan cepat. Setelah pendinginan

(biasanya 12-24 jam), karkas sapi selanjutnya dipindahkan dari ruang pendingin ke dalam

ruang pendingin lainnya yang bertemperatur 00C sampai 30C, untuk pemasaran atau proses

selanjutnya.

Metode pendinginan juga dapat diterapkan pada daging yang telah direcah, atau

yang telah dipisahkan dari tulangnya. Dengan ukuran 0,5 kg – 3 kg, daging recahan ini

biasanya terlebih dahulu dibungkus dengan plastik. Daya simpan daging recahan pada

suhu dingin ini sekitar 24-72 jam. Setelah dibeli konsumen sebelum langsung dimasak,

daging recahan inipun tetap memerlukan pendinginan di rumah tangga. Pendinginan di

rumah tangga biasanya menggunakan almari es.

Apabila permukaan daging menjadi kering karena penguapan air, maka konsentrasi

garam di permukaan daging akan meningkat, sehingga terjadi proses oksidasi dari pigmen

daging (mioglobin) menjadi metmioglobin yang berwarna coklat dan gelap, karena adanya

perubahan optik dalam otot daging. Jika permukaan daging menjadi lembab, maka

berbagai jenis kapang (moulds) akan tumbuh, dan hal ini akan mempengaruhi lemak

sehingga akan terjadi ketengikan atau kerusakan bau daging. Bila permukaan menjadi

Page 132: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

122

lebih lembab lagi, maka bakteri akan tumbuh dalam jumlah yang cukup banyak sehingga

dapat menghilangkan bau khas daging dan timbul kelompok koloni yang terlihat sebagai

lendir. Di samping karena pengaruh kadar air ini, perubahan ini dapat juga merupakan

suatu fungsi waktu dan suhu seperti yang digambarkan dalam Tabel berikut 13.

Tabel 13. Lamanya Waktu yang Dibutuhkan Bagi Bakteri Pembentuk Lendir untuk

Tumbuh pada Permukaan Daging Basah (Buckle et al., 1987)

Suhu (0C) Waktu (hari)

0

1

3

5

10

16

10

7

4

3

2

1

Penyimpanan daging dingin sebaiknya dibatasi dalam waktu yang relatif singkat,

karena adanya kerusakan daging yang meningkat sesuai dengan lama dan waktu

penyimpanan. Faktor yang mempengaruhi lama simpan daging dingin (refrigerasi) antara

lain: jumlah mikroba awal, temperatur dan kelembaban selama penyimpanan, ada

tidaknya pelindung (misalnya lemak atau kulit), daging spesies ternak dalam ruang

pendingin, dan tipe produk yang disimpan.

b. Pembekuan

Laju pembekuan ada dua macam, yaitu pembekuan lambat, dan pembekuan cepat.

Waktu yang diperlukan untuk melewati temperatur 00C sampai (-50C) biasanya

digunakan sebagai petunjuk kecepatan pembekuan. Beberapa metode pembekuan daging

yang dapat digunakan diantaranya : (1) udara diam, (2) pembekuan plat, (3) pembekuan

cepat, (4) pencelupan ke dalam cairan atau pemercikan cairan pembeku, dan (5)

pembekuan kriogenik.

Metode udara diam, menggunakan udara sebagai medium transfer panas serta

tergantung pada konveksi, sehingga daging membeku secara lambat. Temperatur

pembekuan bervariasi antara –100C sampai –300C.

Pembekuan plat menggunakan logam sebagai medium yang mentransferkan panas.

Daging yang dibekukan berkontak langsung dengan plat pembeku. Temperatur pembeku

berkisar antara –200C sampai –300C. Kecepatan pembekuan tergantung pada konduksi

transfer panas, dan pembekuan berjalan lebih cepat daripada metode udara diam.

Page 133: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

123

Pembekuan cepat menggunakan medium udara dingin dalam ruang atau sarana lain

seperti terowongan yang dilengkapi dengan kipas untuk menggerakkan udara dingin

secara cepat. Pembekuan berlangsung lebih cepat daripada metode udara diam atau

pembekuan plat. Temperatur di dalam ruang pembeku berkisar antara -200C sampai -400C.

Pembekuan daging biasanya dilakukan dengan cepat pada suhu rendah yaitu

setidak-tidaknya –180C atau –230C, yang mana pada suhu tersebut mikroorganisme tidak

dapat tumbuh. Suhu kritis bagi daging adalah dalam mencapai tingkat 00C – (-50C), dan

hal ini harus dilalui secara cepat, sehingga kristal es yang terbentuk adalah kecil, dengan

harapan kristal es yang terbentuk tidak merusak tekstur daging. Bila suhu pada titik kritis

ini turun secara lambat, maka kristal-kristal es yang terbentuk menjadi berukuran besar,

sehingga pada waktu daging beku tersebut dilelehkan, tekstur daging akan rusak.

Pembekuan dengan cepat juga dapat mempertahankan warna daging tetap baik,

dibandingkan dengan pembekuan lambat. Daging beku dalam keadaan penyimpanan yang

baik tahan sampai 12 bulan.

Pembekuan dengan pencelupan dalam cairan dan percikan cairan pembeku

digunakan terutama untuk membekukan daging unggas. Metode ini juga digunakan untuk

membekukan daging merah dan ikan. Karena transfer panas lebih cepat, temperatur

pembeku bisa lebih tinggi daripada metode pembekuan cepat. Medium yang dipergunakan

harus tidak toksik, tidak mahal, mempunyai viskositas rendah, titik beku rendah, dan

konduktivitas panas yang tinggi. Bahan yang dipergunakan antara lain: larutan garam

sodium khlorida, gliserol, atau glikol (misalnya propilen glikol).

Pembekuan kriogenik dapat menggunakan salah satu sistem, yaitu pencelupan

langsung, pemercikan (penyemburan) cairan, atau sirkulasi uap agensia kriogenik.

Agensia kriogenik yang sering digunakan adalah nitrogen cair atau uap (temperatur

-1950C), dan karbon dioksida yang disimpan sebagai cairan tekanan tinggi, atau sebagai

uap atau salju (es kering) dengan temperatur -980C. Di samping itu, nitrus oksida cair

(temperatur -780C) juga dapat digunakan sebagai pembeku.

Metode pembekuan yang akan digunakan tergantung pada beberapa hal yaitu :

1. mutu produk dan tingkat pembekuan yang diinginkan,

2. tipe dan bentuk produk, pengemasan, dll,

3. fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan, dan

4. biaya pembekuan dengan teknik alternatif.

Dalam proses pembekuan daging, perlu diperhatikan adanya pengawasan sebelum

penyembelihan, higiene pabrik yang cukup baik, dan pendinginan pendahuluan sampai

Page 134: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

124

sekitar 150C untuk mengurangi gejala “Pengerutan dingin atau pengerutan kejang dan

thaw rigor”.

Pembekuan daging harus memperhatikan kemungkinan adanya “drip” atau

pengeluaran cairan daging saat daging beku dicairkan kembali. Protein, peptida, asam

amino, asam laktat, purin, vit B kompleks dan berbagai garam yang terdapat dalam cairan

daging dapat keluar selama daging beku dicairkan. Banyaknya drip ini ditentukan oleh 2

faktor yaitu: ukuran dan bentuk potongan daging yang dibekukan (khususnya

perbandingan antara permukaan potongan dengan volumenya). Faktor kedua adalah

kemampuan menahan air (WHC = water holding capacity) dari protein daging. Oleh

karena itu, makin cepat tingkat pembekuan, makin sedikit kerugian yang disebabkan

karena keluarnya drip saat pencairan daging. Dengan demikian, maka pembekuan

sebaiknya dilakukan dengan “blast freezer” pada suhu –400C dengan kecepatan udara 2

m/detik.

Dalam proses pembekuan blast freezing ini, daging perlu dikemas terlebih dahulu

untuk menghindari kejadian yang dikenal sebagai “freezer burn” atau “terbakar beku “

yaitu timbulnya bercak-bercak putih atau berwarna batu amber yang terlihat di permukaan

daging beku. Bercak-bercak ini disebabkan oleh sublimasi kristal-kristal es di permukaan

daging tersebut.

Akhir-akhir ini sejalan dengan tujuan penggunaan daging dalam industri

pengolahan, yang mana kemampuan menahan air dari protein daging merupakan

persyaratan utama, maka dikembangkan teknik “hot boning” dan pembekuan sebelum

proses rigor. Daging yang bersih dari lemak dan potongan-potongan yang lain diambil

langsung dari karkas yang masih hangat dalam jangka waktu satu jam sesudah proses

penyembelihan sebelum terjadinya kekejangan otot. Pada keadaan seperti itu, pH otot

masih tinggi. pH yang masih tinggi bertujuan untuk mendapatkan kemampuan menahan

air yang tinggi dan daya emulsi yang baik. pH mempunyai pengaruh terhadap drip. Pada

pH yang lebih rendah, drip menjadi meningkat. Pada pH akhir daging yang tinggi, drip

hampir tidak terjadi karena daya ikat air daging meningkat, meskipun laju pembekuan

berlangsung lambat. Bila daging prerigor dibekukan, dan ATP masih cukup banyak

tersedia maka, pada saat penyegaran kembali (proses thawing), dapat terjadinya kekakuan

daging. Kekakuan terjadi karena meningkatnya aktivitas ATPase aktomiosin pada saat

penyegaran kembali yang menyebabkan pemecahan ATP yang sangat cepat, sehingga

menyebabkan pemendekan atau kekakuan otot dan berdampak terhadap eksudasi drip

yang semakin besar.

Page 135: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

125

Syarat untuk memperkecil kekakuan dan eksudasi adalah dengan memperlambat

pemecahan ATP yang masih tersedia sebelum pembekuan, misalnya dengan injeksi Mg-

sulfat pada dosis yang menyebabkan relaksasi.

Gas yang mengalami kondensasi seperti nitrogen cair juga banyak digunakan

dalam proses pembekuan cepat yang dikenal sebagai teknik “ cryogenic”. Suhu nitrogen

cair ini adalah –1950C. Pembekuan cryogenic ini mengakibatkan pembentukan kristal es

dalam daging berukuran sangat kecil, sehingga daging tidak atau sangat sedikit yang

mengalami kerusakan. Oleh karena itu, daging beku yang dihasilkan akan mempunyai

sifat seperti daging segar kecuali warnanya yang agak pucat sebagai akibat pantulan

cahaya yang mengenai kristal es yang berukuran kecil yang tersebar merata pada daging.

Lama waktu penyimpanan berpengaruh terhadap kualitas daging beku. Pada suhu

-180C, daging beku mulai menunjukkan perubahan kualitas terutama flavor daging setelah

penyimpanan selama 4-6 bulan. Pengaruh berbagai temperatur penyimpanan terhadap

masa simpan dari berbagai jenis daging seperti tersaji pada Tabel 14.

Tabel 14. Masa Simpan Daging Beku (bulan)

Daging Temperatur penyimpanan

-120C -180C -230C -280C

Sapi

Domba muda

Anak sapi

Babi

4

5

3

2

6

6

4

4

12

12

8

8

> 12

> 12

12

10

Sumber : Bratzler et al., 1977 dalam Soeparno, 2005).

Pada umumnya, daging dari ternak ruminansia lebih tahan terhadap perkembangan

ransiditas oksidatif, karena sebagian besar lemaknya terdiri atas asam lemak jenuh,

dibandingkan dengan daging babi yang lebih banyak mengandung asam lemak tidak

jenuh. Otooksidasi lemak tergantung pada ada tidaknya oksigen dan kontak daging dengan

oksigen. Otooksidasi lemak dapat menyebabkan penyimpangan flavor dan dalam kondisi

ekstrim dapat menurunkan nilai gizi daging

Metode Penyegaran Kembali Daging Beku

Penyegaran kembali daging beku disebut thawing. Thawing dapat dilakukan

dengan cara (1) udara dingin, misalnya di dalam alat pendingin atau refrigerator, (2) air

hangat, (3) air pada temperatur kamar, (4) pemanasan/ pemasakan langsung tanpa

penyegaran kembali, dan (5) udara terbuka. Selama penyegaran kecuali pemanasan

langsung, daging atau produk daging tidak dikeluarkan dari pembungkus untuk

memperkecil kontaminasi mikroorganisme dan dehidrasi. Metode yang direkomendasikan

Page 136: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

126

adalah penyegaran pada temperatur refrigerasi. Proses penyegaran pada temperatur

refrigerasi berlangsung lambat, sedangkan penyegaran daging beku pada temperatur

kamar atau dengan menggunakan air hangat akan berlangsung lebih cepat, tetapi bisa juga

meningkatkan kesempatan pertumbuhan mikroorganisme terutama setelah temperatur

daging mencapai 00C. Jadi, daging atau produk daging beku sebaiknya jangan disegarkan

sebelum siap untuk dimasak atau diuji lebih lanjut.

c. Pengeringan

Asal mula pengeringan daging untuk pengawetan telah diketahui 500 tahun yang

lalu di Mesir dalam pembuatan mummi. Pengurangan kadar air pada daging dapat

menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan atau membunuh mikrofloranya.

Jumlah panas yang dipergunakan pada preservasi daging atau daging proses ada

dua macam, yaitu: pemanasan sedang atau moderat, yaitu pemanasan pada temperatur

580C sampai 750C, dan pemanasan pada temperatur tinggi, biasanya lebih tinggi daripada

1000C. Perlakuan dengan pemanasan moderat dikenal dengan istilah pasteurisasi.

Pasteurisasi memperpanjang masa simpan daging, tetapi masih memerlukan refrigerasi.

Pemanasan di atas 1000C dikenal dengan istilah sterilisasi. Namun sterilisasi dapat

mengakibatkan terjadinya kerusakan pada tiamin (vit. B1) dan asam askorbat (vit. C)

sehingga nilai nutrisi daging lebih rendah daripada daging segar.

Resistensi dan ketahanan sel dan spora mikroorganisme terhadap panas berbeda

diantara mikroorganisme. Resistensi panas dari mikroorganisme pada umumnya

dinyatakan sebagai “waktu kematian termal” atau lazim disebut “thermal death time

(TDT)”, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membunuh sejumlah sel dan spora tertentu

pada kondisi spesifik tertentu (temperatur, jumlah dan tipe mikroorganisme, serta

karakteristik medium pemanasan). TDT pada temperatur 1210C telah digunakan sebagai

referens sterilitas dan dinyatakan sebagai Fo (F = Fahrenheit). Untuk Clostridium

botulinum, nilai Fo nya 2,45 – 2,8 menit. Untuk proses pemanasan yang mempunyai Fo =

5, pengaruh lethal terhadap populasi bakteri yang terjadi pada temperatur 1210C adalah

dalam waktu 5 menit.

Pemanasan pada temperatur tinggi dalam waktu yang singkat akan mengurangi

kerusakan organoleptik dan kualitas nutrisi daging jika dibandingkan dengan pemanasan

pada temperatur yang lebih rendah dalam waktu yang lebih lama.

Pada teknologi modern pengawetan daging, pengeringan dapat dilakukan dengan

udara panas dan pengeringan lewat pembekuan (freeze-dried).

Page 137: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

127

A. Pengeringan daging dengan udara panas

Daging giling yang telah dimasak dikeringkan dengan menggunakan aliran udara

panas bersuhu sekitar 700C. Dengan cara ini, kadar air daging kering menjadi

5,6% dan kadar lemak 24,4%. Daging kering ini mempunyai daya simpan antara

8-10 bulan.

B. Pengeringan lewat pembekuan (freeze drying)

Daging dibekukan secara perlahan, lalu dialihkan ke dalam ruangan hampa udara

sehingga terjadi penguapan kadar air. Dengan cara ini, kadar air daging dapat

lebih rendah dari 2%. Daging kering yang dihasilkan dengan cara ini sangat

stabil, ringan, baik untuk bahan pangan militer. Daya tahannya cukup panjang

bisa sampai 12 bulan.

d. Curing dan Pengasapan

Curing

Curing adalah cara prosesing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti

garam NaCl, Na-nitrit dan/ atau Na-nitrat, gula (dektrosa atau sukrosa atau pati hidrolisis),

serta bumbu-bumbu. Maksud curing adalah untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma,

tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama

prosesing, serta memperpanjang masa simpan produk daging. Produk daging yang

diproses dengan curing disebut daging cured meat (daging peram).

Garam merupakan konstituen campurann bahan curing yang paling penting.

Garam pada konsentrasi yang cukup berfungsi sebagai: (1) pengawet dan (2) penambah

aroma dan cita rasa. Sejumlah bakteri akan terhambat pertumbuhannya pada konsentarsi

garam 2%. Bakteri yang mampu tumbuh pada medium yang mengandung garam disebut

bakteri halofilik (bakteri yang menyukai garam) seperti Micrococcus dan species Bacillus.

Penetrasi larutan garam ke dalam daging selama curing dipengaruhi oleh faktor: (1)

konsentrasi garam dalam larutan, dan lamanya waktu kontak dengan daging, (2) struktur

mikroskopis daging, dan (3) temperatur. Peningkatan temperatur akan meningkatkan

penetrasi larutan garam.

Nitrit dan nitrat sebagai garam sodium atau potassium yang digunakan dalam

cured meat bertujuan untuk: (1) mengembangkan warna daging menjadi merah muda

terang, dan stabil, (2) mempercepat proses curing, (3) sebagai preservatif mikrobial yang

Page 138: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

128

mempunyai pengaruh bakteriostatik, dan (4) sebagai agensia yang mampu memperbaiki

flavor dan sebagai antioksidan.

Reaksi yang terjadi selama perkembangan warna daging proses hingga tercapainya

warna yang stabil adalah sebagai berikut ini:

(1) Nitrat organisme nitrit

pereduksi nitrat

(2) Nitrit kondisi menguntungkan NO + H2O

tanpa sinar dan udara (nitrit oksida)

(3) NO + Mb kondisi NOMMb (Nitrit Oksida Metmioglobin)

menguntungkan

(4) NOMMb kondisi NOMb (Nitrit Oksida Mioglobin, merah)

menguntungkan

(5) NOMb + panas +asap NO-hemokromogen (nitrosil-

hemokromogen), warna merah

jambon, stabil

Kadar nitrit yang diizinkan pada produk akhir daging proses adalah 200 ppm dan

maksimal 500 ppm. Nitrit bersifat toksik bila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan.

Dosis nitrit yang lebih dari 15–20 mg/kg berat badan bisa menyebabkan kematian. Produk

cured meat biasanya mengandung nitrit 20–40 kali lebih rendah daripada dosis lethal ini,

sehingga masalah toksisitas nitrit dapat diabaikan bila penambahannya sesuai dengan

standar.

Bahan baku daging yang sering digunakan dalam pembuatan kuring adalah daging

babi, sapi, kalkun., ayam, dan itik. Komponen kuring lainnya berupa garam dapur, natrium

nitrit, gula, kadang-kadang ditambah bumbu-bumbuan. Ion nitrit (NO2-) akan bereduksi

menjadi ion nitrit oksida (NO-) yang akan bereakasi dengan pigmen mioglobin daging

menjadi nitromioglobin yang berwarna merah cerah yang stabil. Ion nitrit juga bereaksi

dengan serat daging yang akan memberikan citarasa yang khas.

Setelah proses kuring, maka daging diasapi. Asap kayu mengandung unsur-unsur

pengawet yaitu: asam format, asam asetat, fenol, aseton, aldehid, kreosot, guaiakol, dan

yang lainnya. Komponen formaldehid dari pengasapan dapat menghambat

perkembangbiakan mikroba, komponen fenol bersifat antioksidan yang menghambat

proses ketengikan. Lebih lanjut, pengasapan akan memberikan citarasa khas, serta

membuat warna permukaan daging menjadi coklat kemerahan, yang merupakan warna

Page 139: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

129

yang disenangi konsumen. Flavor yang diperoleh selain dari asap, juga tergantung pada

keadaan asap yang dihasilkan. Asap yang sama akan memberi aroma yang berbeda pada

jenis daging yang berbeda. Di samping sebagai akibat komponen asap, maka pengawetan

daging asap juga disebabkan oleh pengeringan permukaan yang menguapkan air kira-kira

3% dari daging yang diasap.

Hasil kuring dan pengasapan yang bisa dilihat di pasaran ialah ham, bacon, lidah

asap, ayam/kalkun/itik asap, frankfurter, sosis, bologna, dan lain-lainnya. Produk ini stabil

dalam penyimpanan karena memiliki aktivitas air/ water activity (aw) yang rendah. Daya

simpan produk ini berkisar antara 3-6 bulan.

e. Pengalengan

Urutan pekerjaan dalam proses pengalengan yaitu :

1. pemilihan bahan dan penyiapan awal,

2. pemanasan awal (blanching),

3. pengisian kaleng,

4. pengeluaran udara (exhausting,)

5. penyegelan kaleng,

6. sterilisasi komersial,

7. pendinginan kaleng,

8. pencucian kaleng,

9. pemberian label, dan

10. pengepakan .

1. Pemilihan Bahan dan Penyiapan Awal

Daging dipilih yang sesuai untuk dikalengkan. Penyiapan awal meliputi penetelan,

penggilingan, penambahan bahan kuring, bumbu, dan tepung, di samping juga pencucian

kaleng yang akan dipergunakan sebagai wadah dalam proses lebih lanjut.

2. Pemanasan awal (blanching)

Dilakukan pemanasan daging dengan suhu 80-900C selama 15 menit sebelum atau

sesudah dimasukkan ke dalam kaleng (tetapi kaleng belum ditutup). Dengan demikian,

daging menjadi susut karena terjadi penguapan dan pemampatan volume.

Page 140: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

130

3. Pengisian Kaleng

Pengisian kaleng jangan terlalu penuh dan juga jangan terlalu kurang. Pengisian

yang terbaik bila di atas permukaan bahan pangan masih tersisa ruangan 0,75-1 cm.

Ruangan ini disebut ruangan kepala (head space), sebagai penyangga untuk proses

pembuatan vacum pada pekerjaan berikutnya.

4. Pengeluaran Udara (exhausting)

Tindakan ini dimaksudkan agar tekanan udara dalam kaleng mendekati hampa

udara (vacum). Hal ini diperlukan agar pada waktu proses sterilisasi komersial tekanan

dalam kaleng tidak berlebihan, untuk menghindari pecahnya kaleng. Di samping itu, O2

dalam kaleng akan habis, sehingga dapat dihindarkan terjadinya oksidasi bahan pangan

dan oksidasi pada permukaan dalam dari kaleng.

Pengeluaran udara dapat dilakukan dengan cara pengisian daging panas

(hot filling) ke dalam kaleng. Uap air akan mengusir/mendorong udara dari ruang kepala

(head space) ke luar. Cara kedua dengan menggunakan alat penghampa udara, untuk

menyedot atmosfer pada head space. Cara ketiga yaitu dengan injeksi uap panas ke dalam

kaleng sehingga uap ini akan dapat mengusir udara dari dalam isi kaleng.

5. Penyegelan Kaleng

Dalam kondisi mendekati hampa udara, kaleng ditutup dan disegel secara

permanen dengan alat penutup kaleng (can closer) sehingga terjadi lipatan ganda antara

tutup dengan badan kaleng (double seaming)

6. Sterilisasi Komersial

Sterilisasi komersial adalah pemanasan akhir dari kaleng yang sudah terisi dan

sudah disegel. Intensitas sterilisasi komersial diatur agar mampu membunuh spora

Clostridium botulinum tanpa merusak bahan pangan isi kaleng tersebut. Sterilisasi

komersial biasanya dilakukan dalam autoklaf dengan suhu 115 – 1210C, selama 30-76

menit tergantung dari besar kecilnya kaleng.

7. Pendinginan Kaleng

Pendinginan kaleng dilakukan dengan cara semprotan air, sehingga tekanan dalam

kaleng yang tinggi akibat pemanasan dapat diturunkan. Air pendingin sedapat mungkin

Page 141: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

131

steril, untuk menghindarkan kontaminasi serta perembesan mikroba sewaktu kaleng masih

mengembang.

8. Pencucian Kaleng

Kaleng yang penuh lemak dan kotoran yang lain perlu dicuci dengan air detergen.

Setelah itu kaleng dikeringkan.

9. Pemberian Label

Pemberian label dimaksudkan sebagai identitas produk, identitas produsen dan

memberikan daya tarik kepada konsumen.

10. Pengepakan

Untuk persiapan distribusi, kaleng dibungkus dengan bahan pengepakan berupa

karton papan.

Di samping urutan tersebut, pengawasan mutu (quality control) hasil pengalengan

perlu dilaksanakan oleh produsen dan instansi pengawas. Pengambilan sampel untuk

pengawasan mutu oleh produsen dapat dilakukan setelah selesainya pencucian.

Selanjutnya, pengawasan mutu oleh instansi pengawas dilakukan setelah pemasangan

label.

f. Radiasi Ion

Metode preservasi daging dengan radiasi pada umumnya menggunakan radiasi

mengion terhadap produk. Radiasi mengion adalah radiasi yang mempunyai energi dan

cukup untuk melepaskan elektron dari atom, serta menghasilkan ion. Tipe radiasi mengion

yang banyak digunakan adalah sinar katoda energi tinggi (elektron berkecepatan tinggi

yang dihasilkan oleh generator elektron), atau sinar X yang dihasilkan oleh elektron yang

mengenai target logam berat, dan sinar gamma dari sumber radioaktif seperti Co60 .

Radiasi mengion dapat membunuh mikroorganisme pada dan dalam daging,

sehingga disebut sebagai sterilisasi dingin. Jumlah energi radiasi yang diabsorpsi oleh

produk daging yang sedang diiradiasi dinyatakan dengan unit rad (satu juta rad = satu

mega rad, kira-kira sama dengan 2 kalori).

Radiasi mengion menyebabkan perubahan kimia, fisik, dan organoleptik daging,

termasuk diskolorasi. Misalnya, dosis 5 Mrad dapat menyebabkan protein daging

kehilangan daya ikat airnya. Iradiasi bisa menyebabkan mioglobin daging sapi

dikonversikan menjadi metmioglobin. Radiasi mengion juga menyebabkan perubahan

lemak, yaitu ransiditas oksidatif. Iradiasi dapat mengubah tekstur daging menjadi lebih

Page 142: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

132

empuk. Selama penyimpanan, enzim dalam daging dapat mengubah flavor dan tekstur,

sehingga iradiasi daging untuk penyimpanan lama harus dipanaskan agar enzim menjadi

tidak aktif, misalnya pada temperatur 710C.

Jenis radiasi ion untuk pengewetan bahan pangan adalah sinar katoda energi tinggi

atau sinar X lembut dari generator, dan sinar gamma dari unsur radioaktif (mempunyai

Co60). Radiasi yang digunakan hendaknya tak lebih dari 9 µeV agar tidak timbul radioaktif

dari unsur-unsur tertentu dalam daging.

Sinar katoda dan sinar-X digunakan untuk membunuh mikroba pada permukaan,

sedangkan sinar gamma untuk perlakuan yang menembus jaringan. Radiasi ion sangat

efektif membunuh bakteri, daging tak mengalami perubahan kimia, dan dapat

diaplikasikan sekalipun daging telah dibungkus dengan kertas, plastik, maupun logam.

Dosis untuk sterilisasi daging diperlukan 4,5 µ rad. Dengan dosis ini, maka

seluruh mikroba termasuk spora C. botulinum akan terbunuh. Komoditi yang biasa

diberikan radiasi ion adalah daging sapi, dan daging babi segar, ham, bacon, dan karkas

ayam.

Page 143: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

133

BAB VIII

PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG

PEMOTONGAN TERNAK, KESEHATAN DAGING, DAN PRODUKSI SUSU

DALAM NEGERI

Oleh

I.B.N.Swacita

Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah tentang pemotongan ternak,

kesehatan daging, dan produksi susu dalam negeri merupakan landasan hukum bagi

pelaksana kegiatan tersebut dalam kehidupan masyarakat, disamping juga merupakan

pedoman. Semua penduduk harus taat dan tunduk terhadap semua pasal yang tertera dalam

peraturan tersebut. Pelanggaran terhadap hal-hal yang dilarang dalam peraturan tersebut

diberikan sanksi-sanksi hukuman yang setimpal. Perundang-undangan dan peraturan

pemerintah yang mengatur hal tersebut di atas adalah:

1. Staatsblad Nomor 614 tahun 1936 tentang Pemotongan Ternak Besar Betina

Bertanduk;

2. Undang-undang Nomor 6 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Peternakan dan Kesehatan Hewan;

3. Peraturan Daerah Bali Nomor 5 tahun 1974 tentang Pemotongan Ternak Potong;

4. Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian Nomor 18/1979

dan Nomor 5/1979 tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan Ternak

Sapi/Kerbau Betina Bunting dan atau Sapi/Kerbau Betina Bibit;

5. Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkai I Bali Tanggal 1 Oktober 1980 tentang

Pencegahan dan Larangan Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau Betina Bibit atau

Sapi/Kerbau Betina yang Masih Produktif;

6. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular yang dikeluarkan oleh Direktur

Kesehatan Hewan, Departemen Pertanian;

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1983 tentang Kesehatan

Masyarakat Veteriner;

8. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan Nomor 17 tahun 1983 tentang

Syarat-syarat, Tata Cara Pengawasan dan Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi

Dalam Negeri; dan

9. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang

Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya.

Page 144: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

134

8.1 Staatsblad Nomor 614 tahun 1936 tentang Pemotongan Ternak Besar Betina

Bertanduk

Yang dimaksud dengan ternak besar betina bertanduk adalah sapi dan kerbau.

Pengertian menyembelih adalah tindakan mematikan hewan, tindakan selanjutnya pada

hewan yang telah dimatikan, serta tindakan lainnya yang nyata-nyata dapat dipandang

sebagai persiapan yang langsung berhubungan dengan usaha mematikan hewan.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan daging adalah hewan yang telah disembelih atau

bagian-bagiannya, kecuali tanduk, kuku, dan kulit.

Menurut undang-undang ini, dilarang menyembelih atau menyuruh menyembelih

ternak besar betina bertanduk, yaitu sapi dan kerbau. Larangan tersebut tidak berlaku

apabila ternak besar betina bertanduk telah diafkir oleh petugas Dinas Peternakan dengan

memberi tanda cap bakar huruf “S” (slaughter/sembelih) pada salah satu paha sapi/kerbau

betina tersebut karena alasan-alasan berikut ini.

1. Ternak sapi/kerbau betina tersebut memiliki sifat-sifat ras yang tidak sesuai

(menyimpang) dengan jurusan peternakan di tempat tersebut.

2. Ternak sapi/kerbau betina tersebut cacat atau memiliki bentuk sedemikian rupa

sehingga dikhawatirkan akan menjadi cacat.

3. Ternak sapi/kerbau betina tersebut majir (mandul) atau kemungkinan akan majir;

4. Ternak sapi/kerbau betina tersebut warna bulunya menyimpang.

5. Ternak sapi/kerbau betina tersebut telah berumur lebih dari 8 tahun berdasarkan

jumlah gigi geliginya.

6. Ternak sapi/kerbau betina tersebut sudah beranak/melahirkan sekurang-kurangnya

5 kali. dan

7. Ternak sapi/kerbau betina tersebut memiliki eksteriur jelek.

Undang-undang ini juga menyebutkan bahwa ternak sapi/kerbau betina dapat

dipotong terpaksa (Noodslacht) karena:

1. mengamuk, sehingga merupakan bahaya langsung bagi keamanan orang dan

barang;

2. ditimpa oleh kecelakaan yang berat;

3. karena terserang penyakit, jiwanya terancam; dan

4. berdasarkan suatu peraturan tentang pencegahan dan pemberantasan penyakit

hewan menular.

Page 145: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

135

Hal-hal tersebut di atas dimaksudkan untuk melindungi populasi ternak sapi/kerbau

agar jumlah populasinya tidak semakin menurun. Namun, ditinjau dari aspek kesehatan,

daging yang berasal dari pemotongan ternak sapi/kerbau betina ini dapat diteruskan

kepada masyarakat konsumen apabila masih memenuhi syarat-syarat higiene daging.

8.2 Undang-undang Nomor 6 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Peternakan dan Kesehatan Hewan

Undang-undang ini dapat pula disebut Undang-undang Pokok Kehewanan, yang

terdiri atas 4 Bab dan 27 pasal. Pada Bab I mengenai Ketentuan Umum, dijelaskan arti

dari beberapa istilah sebagai berikut ini.

1. Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik dipelihara maupun yang

hidup secara liar.

2. Hewan piara ialah hewan yang cara hidupnya untuk sebagian ditentukan oleh

manusia untuk maksud tertentu.

3. Ternak adalah hewan piara yang kehidupannya, yakni mengenai tempat,

perkembangbiakannya, serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta

dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan, dan jasa yang berguna bagi

kepentingan hidup manusia.

4. Peternak adalah orang, atau badan hukum, dan/ atau buruh peternakan, yang mata

pencahariannya sebagian atau seluruhnya bersumber kepada peternakan.

5. Peternakan adalah pengusahaan ternak.

6. Penyakit hewan menular adalah penyakit hewan yang membahayakan karena

secara cepat dapat menjalar dari hewan kepada hewan atau kepada manusia dan

disebabkan oleh virus, bakteri. cacing, protozoa, dan parasit.

7. Anthropozoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia

dan sebaliknya.

8. Kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan

hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan, yang secara langsung atau tidak

langsung mempengaruhi kesehatan manusia.

9. Kesejahteraan hewan adalah usaha manusia memelihara hewan, yang meliputi

pemeliharaan lestari hidupnya hewan dengan pemeliharaan dan perlindungan yang

wajar.

Page 146: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

136

Perombakan dan pembangunan di bidang peternakan dan kesehatan hewan

memiliki tujuan utama menambah produksi untuk meningkatkan taraf hidup peternak

Indonesia dan untuk dapat memenuhi keperluan bahan makanan yang berasal dari ternak

bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil, merata, dan cukup. Untuk mencapai tujuan di

atas, maka pemerintah mengadakan perombakan dan pembangunan di bidang usaha :

1. peningkatan hasil perkembangbiakan ternak;

2. perbaikan mutu ternak;

3. perbaikan situasi makanan ternak;

4. perbaikan pengolahan bahan-bahan yang berasal dari ternak baik untuk keperluan

konsumsi maupun industri, dan keperluan lainnya;

5. perwilayahan ternak dan usaha penyaluran ternak, dan bahan-bahan yang berasal

dari ternak; serta

6. pemeliharaan kesehatan hewan.

8.3 Peraturan Daerah Bali Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemotongan Ternak

Potong

Peraturan ini pada dasarnya serupa dengan peraturan daerah lain di Indonesia

tentang pemotongan ternak potong, hanya terdapat sedikit variasi yang disesuaikan dengan

situasi dan kondisi setempat. Perda Bali No.5 tahun 1974 terdiri atas 13 Bab dan 47 pasal.

Dalam ketentuan umum, dijelaskan beberapa definisi sebagai berikut ini.

Jagal adalah mereka yang menjalankan pekerjaan memotong ternak potong,

mengerjakan daging, dan menjual daging.

Ternak potong adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, dan babi.

Daging adalah ternak potong yang telah disembelih atau bagian-bagiannya

kecuali tanduk, kuku, dan kulit (kecuali kulit babi).

Rumah Potong Umum dan Rumah Potong Swasta diusahakan oleh pemerintah

daerah Tingkat II setelah mendapat pertimbangan dari dokter hewan. Daerah

pemotongannya sampai dengan radius 5 kilometer. Tata tertib pemakaian rumah potong

ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II dengan pertimbangan teknis dokter

hewan.

Juru daging dan petugas teknis lainnya yang ditunjuk bertanggung jawab atas

pekerjaan sehari-hari Rumah Potong Umum :

1. diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah atas pertimbangan dokter hewan;

Page 147: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

137

2. bertanggung jawab secara teknis kepada dokter hewan, secara operatif

administratif kepada kepala daerah; dan

3. wajib menjaga kebersihan dan ketertiban rumah potong.

Ternak potong yang akan disembelih harus dibawa ke Rumah Potong Umum

sehari sebelumnya, dan diperiksa oleh juru daging. Pemeriksaan meliputi biaya potong,

kesehatan hewan, dan kegunaannya. Ternak yang baik untuk dipotong diberi cap “P”.

Pemerintah melarang pemotongan hewan yang telah ditolak atau membawa hewan

tersebut keluar dari Rumah Potong Umum dan juga menunjuk dokter hewan/pegawai

teknis untuk menentukan apakah seekor ternak boleh dipotong atau tidak. Dokter

hewan/petugas teknis memberi surat ‘KIR’ untuk memotong ternak yang telah diberi cap

‘P’ yang hanya berlaku 2x24 jam. Juru daging/petugas teknis bertugas mencatat banyak,

macam, dan jenis kelamin ternak yang akan dipotong. Pemeriksaan ante-mortem

dilakukan setiap hari mulai matahari terbit sampai terbenam.

Setelah disembelih, ternak potong tersebut diperiksa lagi (pemeriksaan post-

mortem). Adapun perlakuan terhadap ternak yang telah dipotong meliputi:

1. digantung pada alat-alat yang disediakan menurut petunjuk dokter hewan;

2. dibelah memanjang, tetapi kedua bagiannya masih bergandengan; dan

3. organ-organ tubuh rongga dada, rongga perut dan pinggul, kecuali ginjal

dikeluarkan.

Pekerjaan membersihkan daging dan lain-lain dilarang dilakukan di ruang lain dari

ruang yang telah disediakan. Juru daging mempunyai tugas memeriksa ternak potong dan

daging serta dapat menentukan kondisi ternak potong apakah baik atau tidak. Jika

menemukan perubahan, juru daging minta kepada dokter hewan untuk melakukan

pemeriksaan selanjutnya.

8.4 Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian Nomor 18/1979

dan Nomor 5/1979 tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan Ternak

Sapi/Kerbau Betina Bunting dan atau Sapi/Kerbau Betina Bibit

Inti materi Instruksi Bersama ini merupakan penegasan hal-hal yang terkandung

dalam Staatblad Nomor 614 tahun 1936. Penegasan ini dianggap penting karena terjadi

kecenderungan penurunan populasi ternak sapi/kerbau akhir-akhir ini. Di samping itu,

terdapat fakta bahwa para jagal cenderung untuk memotong sapi/kerbau betina karena

Page 148: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

138

harga belinya lebih murah, sedangkan harga jual dagingnya tidak berbeda dengan ternak

jantan.

Instruksi Bersama Mendagri dan Mentan ini mengintruksikan kepada Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia untuk:

1. mencegah atau melarang pemotongan sapi/kerbau betina bibit yang masih

produktif;

2. merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan yang diperlukan untuk mengatasi

akibat pencegahan dan atau pelarangan pemotongan sapi/kerbau tersebut pada

amar pertama;

3. memperhatikan dan mengindahkan petunjuk teknis pelaksanaan seperti terlampir

dalam Instruksi Bersama ini;

4. melaksanakan Instruksi ini dengan penuh tanggung jawab serta melaporkan kepada

Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian berkenaan dengan pelaksanaan

Instruksi Bersama ini;

5. pelaksanaan Instruksi Bersama ini supaya dikoordinasikan dengan Instruksi

instansi yang ada kaitannya dengan masalah ini; dan

6. Instruksi bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Petunjuk teknis Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian

adalah seperti berikut ini.

1. Tempat Pemotongan :

Pemotongan hewan betina ternak besar harus di rumah potong Pemerintah

Daerah setempat yang ditunjuk/diizinkan oleh pemerintah Daerah setempat, yang

memenuhi syarat teknis.

Pemotongan di luar rumah potong hanya dapat dibenarkan bila keadaannya tidak

memungkinkan dengan syarat harus dapat izin/izin sementara pemerintah dengan

pengertian tempat darurat/sementara tersebut mudah diawasi petugas teknis dan

jangkauannya seluas mungkin (misalnya satu tempat pemotongan darurat dapat

dijangkau beberapa desa).

Dapat dikecualikan apabila pemotongan harus dilakukan secara terpaksa

(pemotongan darurat) misalnya karena kecelakaan sehingga tidak

memungkinkan hewan tersebut dibawa ke rumah potong dan dalam hal hewan

tersebut membahayakan untuk umum, apabila tidak dibunuh/dipotong di tempat.

Page 149: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

139

Rumah potong untuk hewan-hewan betina tersebut supaya dibatasi jumlahnya

misalnya bilamana dalam kota ada 3 rumah potong, maka hanya satu rumah

potong saja yang diperkenankan menampung pemotongan hewan betina

(maksudnya untuk memudahan pengawasan dan membatasi jumlah tenaga ahli).

2. Syarat Pemotongan

Pada dasarnya semua hewan betina ternak besar dilarang dipotong, kecuali dalam

artikel Staatblad No.614 tahun 1936.

Yang berwenang memberikan perkecualian tersebut adalah dokter hewan

pemerintah yang khusus ditunjuk untuk itu atau tenaga ahli yang ditunjuk

pemerintah yang dianggap cakap untuk melakukan tugas tersebut (termasuk

bidan ternak).

Dokter hewan/tenaga ahli yang ditunjuk tersebut harus dikukuhkan dengan S.K.

Gubernur.

Dokter hewan/tenaga ahli yang ditunjuk tersebut harus melakukan pemeriksaan

terhadap semua hewan yang akan dipotong atau yang diusulkan dipotong

sebelum dipotong.

Pemeriksaan oleh dokter hewan/tenaga ahli harus dilakukan di halaman rumah

potong yang bersangkutan, selambat-lambatnya satu hari dan paling cepat 3 hari

sebelum hewan-hewan tersebut dipotong.

Hasil pemeriksaan dokter hewan /tenaga ahli tersebut di atas berdasarkan

keahlian yang diyakininya dengan mengingat sumpah jabatan memutuskan

hewan-hewan tersebut tidak dapat dipotong (dalam keadaan bunting) dan/ atau

masih baik untuk diternakkan atau dipotong (sesuai dengan artikel Staatblad

No.614 tahun 1936).

Dokter hewan/tenaga ahli tersebut memberikan tanda/keterangan yang jelas

terhadap hewan-hewan betina yang boleh dipotong sebagai berikut :

a. diberi tanda/kode pada hewan betina tersebut sedemikian rupa sehingga

jelas tidak dapat dikelirukan dengan yang lain (misalnya cap dan lain-lain)

tetapi tidak membahayakan/mengganggu hewan tersebut maupun

manusia.

b. di samping tanda, juga diberi keterangan yang jelas secara tertulis yang

menyatakan bahwa hewan betina tersebut (lengkap dengan identitasnya)

sedemikian rupa sehingga tidak keliru/tertukar boleh dipotong.

Dokter hewan/tenaga ahli tersebut setiap selesai pemeriksaan harus

Page 150: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

140

membuat berita acara pemeriksaannya terutama hewan betina yang boleh

dipotong. Berita acara dikirim kepada Inspektur Kepala Dinas Peternakan

setiap 7 (tujuh) hari sekali.

3. Pengawasan

Waktu pelaksanaan pemotongan (di rumah potong) diatur sedemikian rupa

sehingga teratur dan tepat waktunya.

Setiap waktu pemotongan harus dihadiri oleh pengawas pemotongan (polisi atau

petugas khusus yang ditunjuk) sebaiknya petugas ini mendapat insentif dari

biaya pemotongan.

4. Sanksi

Barang siapa sengaja melanggar ketentuan-ketentuan tersebut atau

mengabaikan/lalai, baik pedagang pemilik ternak maupun petugas pemerintah

yang berwenang akan dikenain sanksi hukuman berdasarkan peraturan-peraturan

yang berlaku (Staatblad No.614 tahun 1936, Peraturan Daerah, tindakan

administratif, dan lain-lain).

5. Lain-lain

Tindakan preventif lainnya yang perlu diatur dalam usaha pelarangan

pemotongan hewan-hewan betina yang masih baik diternakkan adalah sebagai

berikut ini:

a. Surat keterangan atau izin yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan setempat

atau pejabat lain yang ditunjuk (berwenang), mengenai lalu lintas ternak

besar betina antardaerah (desa, kecamatan, kotamadya maupun propinsi)

tidak boleh dicantumkan kata-kata untuk dipotong, disembelih, atau kata-kata

lain yang maksudnya sama dengan surat keterangan atau izin tersebut,

kecuali ada izin yang diberikan oleh dokter hewan/tenaga ahli.

b. Ketentuan di atas berlaku juga untuk hewan-hewan betina ternak besar yang

diantarpulaukan maupun untuk diekspor.

c. Pengecualian dari ketentuan-ketentuan di atas, yang menyangkut pemotongan

hewan betina ternak besar hanya dapat diberikan oleh Inspektur Kepala Dinas

Peternakan Daerah Tingkat I yang bersangkutan apabila sangat diperlukan

(misalnya untuk penelitian/pendidikan, latihan untuk keamanan umum, dan

lain-lain).

Page 151: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

141

8.5. Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkai I Bali Tanggal 1 Oktober 1980

tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau Betina

Bibit atau Sapi/Kerbau Betina yang Masih Produktif

Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tinggkat I Bali ini mempertegas lagi Staatblad

Nomor 614 tahun 1936 dan Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Pertanian tahun 1979 di atas. Khusus untuk daerah propinsi Bali, para jagal cenderung

untuk memotong ternak betina produktif atau sedang bunting. Hal ini dapat menghambat

laju pertambahan populasi ternak sehingga perlu mendapat penanganan yang seksama.

8.6 Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular

Pedoman ini dikeluarkan oleh Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal

Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta yang merupakan hasil lokakarya penyusunan

pedoman pengendalian penyakit hewan menular tahun 1976 di Cisarua, Bogor dan tahun

1977 di Jakarta. Isi pedoman ini memuat Pendahuluan (pengenalan penyakit hewan

menular di Indonesia), Etiologi (penyebab, sifat alami dan kimiawi, sifat hayati, dan

kekebalan), Epizootiologi (kejadian di Indonesia, hewan rentan, dan cara penularan),

Pengenalan penyakit (gejala klinik, kelainan pascamati, pengambilan dan pengiriman

bahan pemeriksaan, diagnosis, dan diagnosis banding), Tindakan (administratif,

pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan), dan Perlakuan pemotongan hewan dan

daging. Pedoman ini dimaksudkan sebagai bagian dari peraturan pelaksanaan yang

bersumber dari Undang-undang Nomor 6 tahun 1967. Khusus bagi higiene daging, bab

tentang perlakuan pemotongan hewan dan daging merupakan pedoman yang sangat

berharga.

8.7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1983 tentang

Kesehatan Masyarakat Veteriner

Peraturan Pemerintah ini terdiri atas 8 Bab dan 30 pasal. Bab I mengatur Ketentuan

Umum yang berisi beberapa istilah sebagai berikut ini.

Daging adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih atau dibunuh dan

lazim dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada

pendinginan.

Usaha pemotongan hewan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

perorangan dan/atau badan yang melaksanakan pemotongan hewan di RPH milik

sendiri atau milik pihak ketiga atau menjual jasa pemotongan hewan.

Page 152: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

142

Zoonosis adalah penyakit yang dapat berjangkit dari hewan kepada manusia atau

sebaliknya.

Pada Bab II diatur ikhwal Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner (pasal 2-15)

sebagai berikut.

Setiap hewan potong yang akan dipotong harus sehat dan telah diperiksa

kesehatannya oleh petugas pemeriksa yang berwenang.

Pemotongan hewan potong harus dilaksanakan di RPH atau tempat pemotongan

hewan lainnya yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

Perkecualiannya adalah pemotongan hewan untuk keperluan keluarga, upacara

adat, dan keagamaan.

Penyembelihan hewan secara darurat dapat dilakukan setelah mendapat izin dari

Bupati/Walikota/petugas yang ditunjuk.

Syarat-syarat RPH, pekerja, pelaksanaan pemotongan, dan cara pemeriksaan

kesehatan dan pemotongan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang

ditetapkan oleh Menteri.

Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan antarpropinsi dan

ekspor harus memperoleh surat izin usaha pemotongan hewan dari

Menteri/pejabat yang ditunjuknya.

Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan

antarkabupaten/kotamadya Daerah Tingkat II harus memperoleh surat izin usaha

pemotongan hewan dari Bupati/Walikota.

Daging hewan yang telah selesai dipotong harus segera diperiksa kesehatannya

oleh petugas pemeriksa yang berwenang.

Daging yang lulus dalam pemeriksaan, baru dapat diedarkan setelah terlebih

dahulu dibubuhi cap/stempel oleh petugas pemeriksa yang berwenang.

Diberlakukan larangan mengedarkan daging yang tidak berasal dari RPH.

Setiap orang atau badan dilarang menjual daging yang tidak sehat.

Setiap perusahaan susu harus memenuhi persyaratan tentang kesehatan sapi

perah, dan lain-lain.

Persyaratan usaha peternakan susu rakyat diatur tersendiri oleh Menteri.

Syarat-syarat tenaga kerja yang mengani produksi susu harus sehat, berpakaian

bersih dan lain-lain.

Diberlakukan larangan mengedarkan susu yang tidak memenuhi syarat.

Page 153: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

143

Usaha peternakan babi harus memenuhi ketentuan masyarakat veteriner, seperti

kesehatan lingkungan, perkandangan, dan lain-lain.

Usaha peternakan unggas harus memenuhi ketentuan masyarakat veteriner,

seperti kesehatan lingkungan, perkandangan, dan lain-lain.

Diberlakukan larangan mengedarkan telur yang tidak memenuhi persyaratan.

Setiap usaha/kegiatan pengawetan bahan makanan asal hewan harus memenuhi

syarat-syarat kesehatan.

Ditetapkan batas maksimum kandungan residu, bahan hayati, antibiotika, dan

obat lainnya di dalam bahan makanan asal hewan.

Setiap usaha pengumpulan, penampungan, penyimpanan, dan pengawetan bahan

makanan asal hewan harus memenuhi ketentuan kesmavet yang ditetapkan oleh

Menteri.

Pelaksanaan pengawasan Kesmavet atas pemotongan hewan dan lain-lain

dilakukan oleh Bupati/Walikota Daerah Tingkat II (dokter hewan pemerintah).

Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan Kesmavet antardaerah

Tingkat II dilakukan oleh Gubernur.

Bab III mengatur ikhwal Pengujian (pasal 16-20) sebagai berikut.

Dalam rangka pengawasan daging, telur, bahan makanan asal hewan yang

diawetkan, dan bahan asal hewan, bila dipandang perlu dapat dilakukan

pengujian.

Dalam rangka pengawasan terhadap kesehatan susu, pengujiannya dapat

dilakukan setiap waktu.

Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya menetapkan petunjuk teknis

pengujian.

Pengujian daging, susu, dan telur serta bahan asal hewan lainnya dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Tingkat II.

Pemerintah Daerah Tingkat II mengatur lebih lanjut pelaksanaan pengujian

bahan makanan asal hewan dan bahan asal hewan yang beredar di daerah

kewenangannya masing-masing.

Dalam melakukan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah harus

mengindahkan petunjuk teknis pengujian yang dikeluarkan oleh Menteri.

Menteri mengatur pengujian bahan makanan yang berasal dari hewan, yang

diawetkan.

Page 154: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

144

Pengujian dilakukan di laboratorium yang merupakan kelengkapan Dinas

Peternakan Daerah Tingkat II setempat.

Jika pengujian tidak bisa dilakukan di lab, Menteri menunjuk lembaga atau lab

yang berwenang melakukan pengujian.

Pada Bab IV diatur ikhwal Pemberantasan Rabies (pasal 21-25) sebagai berikut.

Menteri menetapkan daerah-daerah tertentu di dalam wilayah Negara

Republik Indonesia sebagai daerah bebas rabies.

Untuk mempertahankan daerah bebas rabies, setiap orang atau badan

hukum dilarang memasukkan anjing, kucing, kera, dan satwa liar lainnya

yang diduga dapat menularkan rabies.

Menteri dapat memberikan pengecualian hanya untuk kepentingan umum,

ketertiban umum, dan pertahanan-keamanan.

Menteri mengatur syarat-syarat dan tata cara:

a. pemasukan anjing, kucing, kera, dan satwa liar lainnya yang diduga

dapat menularkan rabies dari wilayah Negara Republik Indonesia,

b. pengeluaran anjing, kucing, kera, dan satwa liar lainnya yang diduga

dapat menularkan rabies dari wilayah Negara Republik Indonesia ke

luar negeri, dan

c. pemasukan dan pengeluaran anjing, kucing, kera, dan satwa liar

lainnya yang diduga dapat menularkan rabies antardaerah di dalam

wilayah Negara Republik Indonesia.

Pencegahan dan pemberantasan rabies pada anjing, kucing, kera , dan satwa

liar lainnya yang diduga dapat menularkan rabies diatur lebih lanjut oleh

Menteri.

Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan rabies diselenggarakan dengan

bekerjasama dengan instansi lain.

Pencegahan dan pemberantasan rabies pada anjing di bawah kewenangan

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dilakukan oleh Departemen

Pertahanan dan Keamanan.

Page 155: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

145

Pada Bab V diatur ikhwal Pengawasan dan Pengendalian Zoonosis lainnya (pasal 26-27)

sebagai berikut.

Menteri menetapkan jenis-jenis zoonosis yang harus diadakan pencegahan

dan pemberantasan.

Pencegahan dan pemberantasan zoonosis merupakan kewajiban pemerintah

dan dilaksanakan bersama antara Instansi-instansi yang langsung atau tidak

langsung berkepentingan dengan kesejahteraan dan kepentingan umum.

Menteri menetapkan petunjuk-petunjuk pelaksanaan pemberantasan

zoonosis.

Bab VI mengatur ikhwal Ketentuan Pidana sebagai berikut.

Barang siapa melanggar ketentuan dari peraturan pemerintah ini dipidana

dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda

setinggi-tingginya Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

8.8. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan Nomor 17 tahun 1983 tentang

Syarat-syarat, Tata Cara Pengawasan, dan Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi

Dalam Negeri

1. Ketentuan Umum

Dalam surat keputusan ini, ditentukan difinisi sebagai berikut ini:

a. Susu adalah susu sapi meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi,

dan susu sterilisasi.

b. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat yang

diperoleh dengan cara pemerahan yang benar tanpa mengurangi atau

menambah sesuatu komponen.

c. Susu segar adalah susu nurni yang tidak mengalami proses pemasakan.

d. Susu pasteurisasi adalah susu murni yang telah mengalami proses

pasteurisasi secara sempurna.

e. Susu sterilisasi adalah susu murni yang telah mengalami proses sterilisasi

secara sempurna.

Page 156: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

146

f. Contoh susu adalah susu dalam jumlah kecil yang diambil untuk

pemeriksaan dari persediaan susu yang dapat dianggap mewakili

keseluruhannya.

g. Laboratorium adalah lab pengujian susu Dinas Peternakan di wilayah

tersebut atau lab lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Peternakan.

h. Usaha peternakan sapi perah adalah usaha peternakan sapi perah rakyat

maupun perusahaan peternakan sapi perah.

i. Pengumpul susu adalah orang yang ditunjuk oleh dan/ atau unit usaha dari

penampungan susu, yang melaksanakan pekerjaan mengumpulkan dan/

atau menerima susu murni dari peternak untuk dibawa secepat mungkin ke

penampungan susu.

j. Penampung susu adalah badan usaha atau badan hukum/koperasi yang

bergerak dalam usaha penampungan susu murni yang diterima dari

pengumpul susu atau langsung dari usaha peternakan sapi perah.

k. Kamar susu adalah tempat/ruangan khusus untuk penanganan susu dan

penyimpanan susu yang dibuat dengan desain tertentu.

l. Waktu henti obat adalah waktu yang dihitung sejak saat penghentian obat

sampai saat hasil produksi ternak dapat dipergunakan untuk konsumsi

manusia.

Bab II mengatur Syarat-syarat Kesehatan Sapi Perah dan Kualitas Susu yang

diproduksikan sebagai berikut.

Setiap sapi perah harus diamati dan diuji kesehatannya oleh dokter hewan

atau petugas berwenang minimal sekali setahun dan dalam waktu tertentu

bila dianggap perlu.

Setiap sapi perah harus mendapat vaksinasi terhadap penyakit yang

ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan serta test terhadap

tuberculosis dan brucellosis.

Sapi perah yang nyata menderita salmonellosis, tuberculosis, brucellosis,

PMK, mastitis, endometritis dengan disertai pengeluaran cairan yang

berulang-ulang, enteritis yang disertai diare hebat, luka-luka pada ambing

dengan disertai nanah/cairan, dilarang dimanfaatkan susunya untuk

konsumsi manusia.

Page 157: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

147

Sapi perah yang sedang dalam pengobatan dengan antibiotika, hormon, dan

farmasetik lainnya, dilarang dimanfaatkan susunya untuk konsumsi

manusia sampai selesai waktu henti obat dari obat yang bersangkutan.

Setiap usaha peternakan sapi perah harus memiliki kandang yang

memenuhi persyaratan.

Kandang untuk usaha peternakan sapi perah rakyat harus:

a. bersifat permanen/semi permanen berlantai beton atau kayu yang

tidak licin. Lantai miring ke arah saluran pembuangan sehingga

mudah dibersihkan,

b. lantai kandang mempunyai ukuran 2 x 2,5 m persegi untuk setiap

ekor sapi dewasa, tidak termasuk jalur jalan dan selokan, dan

c. ventilasi dan pertukaran udara di dalam kandang harus menjamin

bahwa udara segar dapat masuk leluasa ke dalam kandang, dan

sebaliknya udara kotor harus dapat keluar dari kandang.

Kandang untuk perusahaan peternakan sapi perah harus memenuhi syarat-

syarat teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Limbah atau air buangan dari kandang harus ditampung pada tempat

khusus.

Setiap usaha peternakan sapi perah harus menghindarkan sejauh mungkin

timbulnya gangguan /pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya berupa

bau, serangga, tikus, dan lain-lain.

Setiap usaha peternakan sapi perah harus memiliki sumber air bersih yang

layak digunakan sebagi air minum.

Alat yang dipergunakan untuk mewadahi, menampung, dan mengangkut

susu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. kedap air;

b. terbuat dari bahan-bahan yang tidak berkarat;

c. tidak mengelupas bagian-bagiannya, tidak bereaksi dengan

susu, dan tidak berubah warna, bau, dan rasa susu, dan

d. mudah dibersihkan dan dihapushamakan.

Setiap pekerja pada usaha peternakan sapi perah, pengumpul, dan

penampung susu yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan sapi

Page 158: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

148

perah dan penanganan susu harus berbadan sehat dan bebas dari penyakit

menular yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter.

Surat keterangan dokter tersebut diperbaharui setiap tahun.

Susu murni yang beredar harus memenuhi persyaratan kualitas sebagai

berikut :

a. warna, bau, rasa, dan kekentalan : tidak ada perubahan

b. berat jenis (pada suhu 27,5oC)

sekurang-kurangnya : 1,0280

c. kadar lemak sekurang-kurangnya : 2,8%

d. kadar bahan kering tanpa lemak

sekurang-kurangnya : 8,0%

e. derajat asam : 4,5 -7,0oSH

f. uji alkohol 70% : negatif

g. uji didih : negatif

h. katalase setinggi-tingginya : 3 cc

i. titik beku : (-0,52oC) – (-0,56oC)

j. angka refraksi : 34,0%

k. kadar protein sekurang-kurangnya : 2,7%

l. angka reduktase : 2 – 5 jam

m. jumlah kuman yang dapat dibiak-

kan tiap cc setinggi-tingginya : 3 juta

Susu tidak diperbolehkan mengandung kuman patogen dan benda asing

yang dapat mengotori susu.

Susu pasteurisasi harus memenuhi persyaratan kualitas sebagai berikut

a. uji storch : negatif

b. uji fosfatase : negatif

c. jumlah kuman yang dapat dibiakkan tiap cc : 25.000

d. kuman bentuk coli yang dapat dibiakkan

tidak boleh ditemukan dalam jumlah 1 cc susu

Susu sterilisasi harus memenuhi persyaratan kualitas sebagai berikut :

a. uji storch : negatif

b. uji fosfatase : negatif

Page 159: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

149

c.Setelah disimpan selama 5 hari pada suhu 31oC dalam

pembungkus aslinya, tidak tampak adanya pembusukan.

Susu yang berasal dari sapi perah dapat dimanfaatkan untuk ransum

makanan ternak dengan menambahkan sisa dapur, makanan penguat,

tepung satu zat warna segera setelah pemerahan.

Ransum makanan ternak harus dimasak.

Bab III mengatur Tata Cara Pengawasan dan Pengujian Kualitas Air Susu sebagai berikut.

Susu yang beredar diawasi dan diuji kualitasnya oleh Dinas Peternakan.

Pengawasan kualitas susu oleh Dinas Peternakan meliputi :

a. pemeriksaan terhadap kesehatan sapi, kandang sapi, tempat

pemerahan, cara pemerahan, kebersihan, kamar susu, dan

peralatan yang digunakan, jenis dan kekuatan desinfektan, dll;

yang berhubungan dengan kesehatan sapi perah dan kualitas

susu,

b. pengambilan contoh susu, dan

c. penahanan, penyitaan, pemusnahan terhadap susu yang tidak

memenuhi syarat, susu dipalsukan dan susu yang beredar tanpa

izin setelah berkonsultasi dengan instansi yang berwenang.

Dalam melaksanakan pengawasan kualitas susu, petugas Disnak yang

ditunjuk oleh kepala Disnak Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II

setempat mempunyai wewenang:

a. sewaktu-waktu memasuki tempat usaha peternakan sapi

perah, penampungan susu, dan pengumpul susu;

b. melakukan tindakan seperti di atas; dan

c. sewaktu-waktu menghentikan kendaraan pengedar/penjual susu/

pengangkut susu.

Contoh susu yang akan diuji kualitasnya dapat diambil dari usaha

peternakan sapi perah, pengumpul susu, penanampung susu,

pengedar/penjual susu, kendaraan pengangkut susu, dan pabrik pengolahan

susu.

Tata cara pengambilan dan pengiriman contoh susu untuk pengujian lebih

lanjut sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan.

Page 160: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

150

Pengujian kualitas susu dilakukan di lab terhadap keadaan dan susunan

susu serta kemungkinan adanya pemalsuan.

Pengujian terhadap keadaan air susu meliputi :

a. warna, bau, rasa, kekentalan dilaksanakan secara organoleptis,

b. kebersihan dengan metode saringan menggunakan kertas saring,

c. keasaman dilakukan dengan uji didih, uji alkohol, titrasi,

d. uji katalase dengan biru metilen atau resazum,

e. uji katalase dilakukan dengan H2O2,

f. uji sedimentasi dengan tabung Tramsdorf,

g. uji kuman secara pemupukan dengan metode Koch,

h. pemanasan/pasteurisasi/sterilisasi dengan uji fosfatase dan storch, dan

i. uji antibiotika/pestisida/hormon dan farmasetik lainnya menurut

metode bagi masing-masing pengujian.

Pengujian terhadap susunan air susu meliputi :

a. berat jenis dengan laktodensimeter,

b. kadar lemak dengan metode Gerber,

c. kadar protein dengan metode Kjeldahl,

d. kadar bahan kering tanpa lemak diperhitungkan berdasarkan BJ dan

kadar lemak menurut rumus Fleischmann, dan

e. angka refraksi dengan refraktometer.

f. titik beku dengan kryoskop

Pengujian terhadap kemungkinan adanya pemalsuan dengan penambahan

atau pengurangan komponen susu atau zat lain dilaksanakan menurut

metode bagi masing-masing pengujian pemalsuan komponen susu atau zat

lain.

Bab IV mengatur ikhwal Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Kualitas susu sebagai berikut.

Setiap hasil pengujian kualitas susu diberi nilai.

Cara penilaian ditetapkan tersendiri.

Hasil pengujian kualitas susu dimonitor oleh Direktur Jenderal Peternakan.

Hasil pengujian kualitas susu yang dilakukan di lab merupakan patokan

bila ada ketidaksesuaian mengenai hasil pengujian yang dilakukan oleh lab

lain.

Page 161: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

151

8.9 Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang

Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya.

1. Ketentuan Umum

Dalam Surat Keputusan ini ditetapkan hal berikut ini.

a. Hewan potong adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, dan domba

b. Pemotongan hewan potong adalah kegiatan untuk menghasilkan daging yang terdiri

atas pemeriksaan ante-mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan, dan

pemeriksaan post-mortem.

c. Pemeriksaan ante-mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum

disembelih.

d. Penyembelihan hewan potong adalah kegiatan mematikan hewan potong dengan cara

menyembelihnya.

e. Penyelesaian penyembelihan adalah kegiatan lebih lanjut setelah penyembelihan

hewan potong guna memungkinkan pemeriksaan dagingnya.

f. pemeriksaan post-mortem adalah pemeriksaan daging dan bagian-bagiannya setelah

selesai penyelesaian penyembelihan.

g. Daging adalah bagian-bagian dari hewan potong yang disembelih termasuk isi rongga

perut dan dada yang lazim dimakan manusia.

h. Karkas adalah bagian dari hewan potong yang disembelih setelah kepala dan kaki

dipisahkan, dikuliti, serta isi rongga perut dan dada dikeluarkan.

i. Hasil ikutan adalah hasil samping dari pemotongan hewan potong dan hasil ikutannya

yang tidak dimanfaatkan.

j. Limbah adalah buangan dari proses pemotongan hewan potong dan hasil ikutan,

yang tidak dimanfaatkan.

k. Petugas pemeriksa adalah dokter hewan pemerintah yang ditunjuk atau petugas lain

yang berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab dokter hewan dimaksud

untuk melakukan pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem di rumah pemotongan

hewan atau tempat pemotongan hewan.

l. Penanganan daging adalah kegiatan yang meliputi pelayuan, pemotongan bagian-

bagian daging, pelepasan tulang, pemanasan, pembekuan, pendinginan,

pengangkutan, penyimpanan, dan kegiatan lain untuk menyiapkan daging guna

penjualannya.

Page 162: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

152

Bab II membahas Syarat-syarat dan Tata Cara Pemotongan Hewan Potong sebagai

berikut.

1. Setiap hewan potong yang akan disembelih harus memenuhi syarat :

a. disertai surat pemilikan;

b. disertai bukti pembayaran retribusi/pajak potong;

c. memiliki surat izin potong;

d. dilakukan pemeriksaan ante-mortem oleh petugas pemeriksa yang

berwenang paling lama 24 jam sebelum penyembelihan,

e. diistirahatkan paling sedikit 12 jam sebelum penyembelihan dilakukan,

f. penyembelihan dilakukan di RPH atau tempat pemotongan hewan,

g. pelaksanaan pemotongan hewan potong dilakukan di bawah pengawasan

dan menurut petunjuk-petunjuk petugas pemeriksa yang berwenang,

h. tidak dalam keadaan bunting, dan

i. penyembelihannya dilakukan menurut tata cara agama Islam.

2. Dalam hal penyembelihan darurat hewan potong dilakukan di RPH atau

TPH, syarat tersebut di atas tidak perlu dipenuhi.

3. Dalam hal penyembelihan darurat hewan potong untuk keperluan agama

atau adat, syarat tersebut di atas tidak perlu dipenuhi.

4. Penyembelihan darurat dilakukan dalam hal hewan potong yang

bersangkutan.

a. menderita kecelakaan yang membahayakan jiwanya; dan

b. membahayakan keselamatan manusia dan/ atau barang.

5. Penyembelihan darurat dilakukan di ruang penyembelihan darurat yang

disediakan di RPH atau TPH.

6. Jika penyembelihan darurat terpaksa dilakukan di luar RPH/TPH, maka

setelah penyembelihan hewan potong harus dibawa ke RPH/TPH untuk

penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post-mortem.

7. Pemeriksaan ante-mortem dilakukan di tempat yang telah disediakan untuk

itu, kecuali apabila atas pertimbangan petugas pemeriksa yang berwenang,

pemeriksaan tersebut harus dilakukan di dalam kandang, kendaraan

pengangkut, atau alat angkutan lain.

8. Pemeriksaan ante-mortem dilakukan dengan:

a. mengamati dengan seksama hewan potong yang akan disembelih

mengenai :

Page 163: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

153

* sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilhat dari

segala arah;

* lubang kumlah, selaput lendir mulut, mata, dan cermin hidung;

* kulit, kelenjar getah bening submaxillaris, parotidea, prescapula-

ris dan inguinalis;

* ada atau tidak adanya tanda-tanda hewan potong telah disuntik

dengan hormon; dan

* suhu badannya.

b. mengadakan pengujian laboratorik apabila terdapat kecurigaan tentang

adanya penyakit yang tidak dapat diketahui dalam pengamatan.

9. Dari hasil pemeriksaan ante-mortem, petugas pemeriksa yang berwenang

memutuskan dan memberi tanda pada hewan potong yang bersangkutan

bahwa hewan potong tersebut :

a. diizinkan untuk disembelih tanpa syarat;

b. diizinkan untuk disembelih dengan syarat;

c. ditunda untuk disembelih; dan

d. ditolak untuk disembelih.

10. Keputusan seperti di atas hanya berlaku selama 24 jam sejak waktu

pemeriksaan.

11. Hewan potong dinyatakan diizinkan untuk disembelih tanpa syarat apabila

dalam pemeriksaan ante-mortem ternyata bahwa hewan potong tersebut

sehat.

12. Hewan potong dinyatakan diizinkan untuk disembelih dengan syarat

apabila dalam pemeriksaan ante-mortem ternyata bahwa hewan potong

tersebut menderita atau menunjukkan gejala penyakit :

a. Coryza Gangrenosa Bovum;

b. Haemorhagic Septicemia;

c. Piroplasmosis;

d. Surra;

e. Influenza Equorum;

f. Arthritis;

g. Hernia;

h. Fractura;

i. Abses;

Page 164: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

154

j. Epihtelimia;

k. Actinomycosis;

l. Actinobacillosis;

m. Mastitis;

n. Septichemia;

o. Cachexia;

p. Hydrops;

q. Oedema;

r. Brucellosis; dan

s. Tuberculosis.

13. Hewan potong dinyatakan ditunda penyembelihannya dan diisolasi sambil

menunggu hasil pemeriksaan lab, apabila dalam pemeriksaan ante-mortem

ternyata bahwa hewan potong tersebut sedang sakit, yang belum dapat

ditentukan jenis penyakitnya.

14. Hewan potong ditolak untuk disembelih dan kemudian dimusnahkan

menurut ketentuan yang berlaku di RPH/TPH atau tempat lain yang

ditunjuk, apabila dalam pemeriksaan ante-mortem ternyata bahwa hewan

potong tersebut menderita atau meunjukkan gejala penyakit :

a. Ingus Jahat (Malleus);

b. Anemia Contagiosa Equorum;

c. Rabies;

d. Pleuro Pneumonia Contagiosa Bovum;

e. Morbus Maculosus Equorum;

f. Rinderpest;

g. Variola Ovina;

h. Pestis Bovina;

i. Blue Tongue akut;

j. Tetanus;

k. Radang Limpa (Anthrax);

l. Radang Paha (Gangraena Emphisematosa/Black Leg/Boutvuur);

m. Busung gawat (Malignant Oedema/Para Boutvuur/Gangraena);

n. Sacharomycosis (Selakarang);

o. Mycotoxicosis baik akut maupun khronis;

p. Collibacillosis;

Page 165: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

155

q. Apthae Epizootica;

r. Botulismus;

s. Listeriosis; dan

t. Toxoplasmosis akut.

15. Perubahan mengenai jenis penyakit ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Peternakan.

16. Penyembelihan dapat dilakukan dengan pemingsanan atau tanpa

pemingsanan terlebih dahulu.

17. Menyembelih hewan potong dilakukan oleh juru sembelih Islam menurut

tata cara yang sesuai dengan Fatwa MUI antara lain :

a. memutus jalan nafas (hulkum);

b. memutus jalan makanan (mari’);

c. memutus dua urat nadi (wadajain), dan

d. membaca basmallah sebelumnya.

18. Apabila hewan potong sebelum disembelih dipingsankan terlebih dahulu,

maka pemingsanannya dilakukan sesuai dengan Fatwa MUI .

19. Setelah hewan potong yang disembelih tidak bergerak dan darahnya

berhenti mengalir, dilakukan penyelesaian penyembelihan sebagai berikut :

a. kepala sampai batas tulang leher 1 dan kaki mulai dari tarsus/karpus

dipisahkan dari badan;

b. hewan digantung;

c. hewan dikuliti;

d. isi perut dan dada dikeluarkan; dan

e. karkas dibelah memanjang dengan ujung leher masih terpaut.

20. Pemeriksaan post-mortem dilakukan :

a. terhadap daging dan bagian-bagian hewan potong lainnya secara utuh;

b. segera setelah penyelesaian penyembelihan;

c. oleh petugas pemeriksa yang berwenang;

d. di ruang dalam RPH/TPH yang terang dan khusus disediakan untuk itu,

dan

e. dengan menggunakan pisau tajam dan alat-alat lain yang bersih serta

tidak berkarat, yang kemudian harus dibersihkan dan disucihamakan

setelah digunakan.

Page 166: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

156

21.Ketentuan mengenai pemeriksaan post-mortem diberlakukan pula terhadap

daging hewan potong yang penyembelihannya dilakukan secara darurat di

luar RPH/TPH.

22.Ketentuan mengenai pemeriksaan post-mortem tidak berlaku bagi

penyembelihan hewan potong untuk keperluan agama atau adat.

23. Pemeriksaan post-mortem dimulai dengan pemeriksaan sederhana dan

apabila diperlukan dilengkapi dengan pemeriksaan mendalam.

24. Pemeriksaan sederhana meliputi :

a. pemeriksaan organoleptis, yaitu terhadap bau, warna, konsistensi, dan

b. pemeriksaan dengan cara melihat, meraba, dan menyayat.

25. Pemeriksaan sederhana dilakukan dengan urutan sebagai berikut ini:

a. Pemeriksaan kepala dan lidah dialakukan secara lengkap dengan cara

melihat, meraba, menyayat seperlunya otot masseter (otot pengunyah)

serta kelenjar submaxillaris, parotidea, retropharyngealis dan tonsil,

b. Pemeriksaan organ rongga dada dilakukan dengan cara melihat, meraba,

dan menyayat seperlunya :

* oesophagus;

* larynx;

* trachea;

* paru-paru dan kelenjar bronchialis anterior, medialis, dan posterior;

* jantung dengan memperhatikan pericardium, epicardium,

myocardium, endocardium, dan katup jantung;

* diafragma.

c. Pemeriksaan organ rongga perut dilakukan dengan cara melihat, meraba, dan

menyayat seperlunya:

* hati dan limpa;

* ginjal meliputi capsul, cortex, dan medullanya; dan

* usus beserta kelenjar mesenterialis.

d. Pemeriksaan alat genetalia dan ambing dilakukan bila ada penyakit yang

dicurigai.

e. Pemeriksaan karkas dilakukan dengan melihat, meraba, dan menyayat

seperlunya kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/

supramammaria, axillaris, iliaca, dan poplitea.

26. Pemeriksaan mendalam dilakukan:

Page 167: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

157

a. terhadap semua daging dan bagian hewan potong yang disembelih tanpa

pemeriksaan ante-mortem;

b. terhadap semua daging dan bagian hewan potong, kecuali apabila dalam

pemeriksaan sederhana ternyata bahwa penyakit yang dideritanya

merupakan penyakit ringan yang bersifat lokal; dan

c. apabila berdasarkan pemeriksaan sederhana terdapat kelainan yang

menyebabkan perlunya pemeriksaan mendalam.

27. Pemeriksaan secara mendalam berupa penerapan salah satu atau beberapa

tindakan-tindakan sebagai berikut :

a. pengukuran pH daging;

b. uji permulaan pembusukan daging;

c. uji kesempurnaan pengeluaran darah;

d. uji memasak dan memanggang (untuk pejantan);

e. pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi;

f. pemeriksaan residu antibiotika dan hormon; dan

g. pemeriksaan zat warna empedu.

28.Dalam hal dilakukan pemeriksaan mendalam, maka keputusan mengenai

peredaran daging dan hasil ikutan yang berasal dari hewan potong yang

bersangkutan ditunda sampai selesainya pemeriksaan.

29.Petugas pemeriksa mempunyai wewenang untuk mengiris, membuang

seperlunya bagian-bagian daging yang tidak layak untuk dikonsumsi,

mengambil bagian-bagian daging untuk keperluan pemeriksaan mendalam,

menahan daging sepanjang diperlukan dalam rangka pemeriksaan mendalam

serta memerintahkan pemusnahan daging yang dilarang diedarkan dan

dikonsumsi.

30. Berdasarkan hasil pemeriksaan post-mortem, petugas pemeriksa menyatakan

bahwa daging yang bersangkutan :

a. dapat diedarkan untuk dikonsumsi;

b. dapat diedarkan untuk dikonsumsi dengan adanya syarat tertentu sebelum

peredaran;

c. dapat diedarkan untuk dikonsumsi dengan adanya syarat tertentu selama

peredaran; dan

d. dilarang diedarkan dan dikonsumsi.

31. Daging yang sehat dan aman bagi konsumsi manusia, yaitu :

Page 168: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

158

a. daging dari hewan potong yang tidak menderita suatu penyakit; dan

b. daging dari hewan potong yang menderita penyakit arthritis, hernia,

fractura, abces, epithelimia, actinomycosis, actinobacillosis, dan mastitis

serta penyakit lain yang bersifat lokal setelah bagian-bagian yang tidak

layak untuk dikonsumsi manusia dibuang.

32. Daging yang merupakan bagian dari hewan potong yang menderita penyakit

seperti di atas, harus dikenakan perlakuan tertentu.

33. Daging yang dimaksud di atas adalah daging yang warna, bau, dan

konsistensinya tidak normal, septicaemia, cachexia, hydrops, dan oedema,

yang penjualannya dilakukan di RPH/TPH atau tempat penjualan lain yang

ditunjuk di bawah pengawasan petugas pemeriksa yang berwenang setelah

bagian-bagian yang tidak layak dikonsumsi manusia dibuang.

34. Daging sebagaimana dimaksud di atas adalah daging yang berbahaya bagi

konsumsi manusia karena berasal dari hewan potong yang mengandung

penyakit :

a. Ingus Jahat (Malleus);

b. Anemia Contagiosa Equorum;

c. Rabies;

d. Pleuro Pneumonia Contagiosa Bovum;

e. Morbus Maculosus Equorum;

f. Rinderpest;

g. Variola Ovina;

h. Pestis Bovina;

i. Blue Tongue akut;

j. Tetanus;

k. Radang Limpa (Anthrax);

l. Radang Paha (Gangraena Emphisematosa/Black Leg/Boutvuur);

m. Busung gawat (Malignant Oedema/Para Boutvuur/Gangraena);

n. Sacharomycoisis (Selakarang);

o. Mycotoxicosis baik akut maupun khronis;

p. Collibacillosis;

q. Apthae Epizootica;

r. Botulismus;

s. Listeriosis;

Page 169: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

159

t. Toxoplasmosis akut;

u. Tuberculosis yang sifatnya ekstensif;

v. Salmonellosis;

w. Cysticercosis dengan infestasi merata;

x. Trichinellosis dengan infestasi berat; dan

y. mengandung residu pestisida, antibiotika, obat, hormon, atau

bahan kimia lain yang membahayakan manusia.

35. Hasil pemeriksaan post-mortem oleh petugas pemeriksa dinyatakan dengan

memberi tanda atau stempel pada daging yang bersangkutan dengan

menggunakan zat warna yang tidak membahayakan kesehatan manusia serta

dalam bentuk, model, ukuran, dan tulisan sebagaimana ditentukan.

36. Pemberian stempel pada daging dilakukan setelah dikenakan perlakuan seperti

di atas.

37. Pemberian tanda atau stempel pada daging harus sedemikan rupa sehingga

apabila dilakukan pemotongan karkas lebih lanjut, tanda atau stempel tersebut

masih nampak pada bagian karkas atau potongan daging.

Bab III membahas Tata Cara Penanganan Daging sebagai berikut.

1. Daging sebelum diedarkan harus dilayukan selama sekurang-kurangnya 8 jam

dengan cara menggantungkannya di dalam ruang pelayuan yang sejuk, cukup

ventilasi, terpelihara baik, dan higienis.

2. Daging hanya boleh diedarkan setelah mendapat perlakuan seperti di atas di

RPH/TPH atau TPH lain dengan ketentuan pemenuhan persyaratan tetap

menjadi tanggung jawab RPH/TPH yang bersangkutan.

3. Daging hanya boleh diedarkan setelah mendapat perlakuan semestinya.

4. Daging harus ditempatkan di tempat yang khusus, dan dimusnahkan dengan

cara yang sesuai dengan petunjuk petugas pemeriksa.

5. Terhadap daging yang diedarkan, tidak boleh ditambahkan bahan atau zat yang

dapat mengubah warna aslinya.

6. Dalam penanganan daging, harus dicegah kontak antara daging tersebut

dengan lantai dan dijaga agar daging tidak terkontaminasi.

7. Apabila diperlukan membagi karkas menjadi 4 (empat) bagian atau kurang,

maka pembagian tersebut harus dilakukan dalam keadaan tergantung dan

Page 170: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

160

apabila diperlukan pemotongan lebih lanjut harus disediakan meja khusus

untuk itu.

8. Daging dalam bentuk tanpa tulang harus didinginkan sampai suhu 10oC atau

kurang atau dibekukan sampai suhu -15oC dan harus dibungkus atau dikemas

dengan baik.

9. Dalam pemindahan karkas, isi rongga perut, dan dada dari RPH/TPH ke alat

pengangkutan dan dari alat pengangkutan ke tempat penyimpanan atau tempat

penjualan daging, harus dihindarkan adanya kontaminasi.

10. Daging yang sudah dilayukan, dapat diangkut dalam bentuk karkas atau daging

tanpa tulang.

11. Dalam pengangkutan karkas atau bagian karkas harus tetap dalam keadaan

tergantung dan terpisah dari isi rongga perut dan dada serta bagian hewan

potong lainnya.

12. Selama dalam pengangkutan, tidak diperkenankan seorang pun berada di ruang

daging dari kendaraan pengangkut daging.

13. Setiap pengangkutan daging untuk tujuan Daerah Tingkat II, Daerah Tingkat I

atau negara lain harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan dan Asal

daging yang dikeluarkan oleh petugas pemeriksa yang berwenang.

14. Dalam hal pengangkutan antarpulau dan ekspor, harus dipenuhi persyaratan

karantina hewan yang berlaku.

15. Ruang daging dari kendaran pengangkut daging tidak boleh digunakan untuk

tujuan lain daripada pengangkutan daging.

16. Ruang daging harus memenuhi syarat sebagi berikut:

a. terbuat dari bahan antikarat, berlantai tidak licin, bersudut pertemuan

antardinding melengkung dan mudah dibersihkan,

b. dilengkapi dengan alat gantung dan lampu penerangan yang cukup; dan

c. untuk pengangkutan daging yang memerlukan waktu lebih daripada 2 jam,

harus bersuhu setingi-tingginya 10oC dan untuk pengangkutan daging beku

bersuhu setinggi-tingginya -15oC.

17. Selama dalam perjalanan, ruang daging harus ditutup.

18. Tempat penjualan daging di pasar harus :

a. terpisah dari tempat penjualan komoditi lain;

b. bangunannya permanen dengan lantai kedap air, ventilasi cukup, langit-

langit tidak mudah lepas bagian-bagiannya, dinding tembok yang

Page 171: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

161

permukaannya licin dan berwarna terang atau yang terbuat dari porselin,

mempunyai loket yang bagian atasnya dilengkapi dengan kawat kasa atau

alat lain untuk mencegah masuknya lalat atau serangga lainnya serta

dilengkapi dengan lampu penerangan yang cukup;

c. disediakan meja berlapis porselin putih dan tempat serta alat penggantung

daging yang terbuat dari bahan yang tidak berkarat;

d. selalu tersedia air bersih yang cukup untuk keperluan pembersihan tempat

penjualan dan tempat pencucian tangan; dan

e. selalu dalam keadaan bersih.

19. Daging beku dan daging dingin yang ditawarkan untuk dijual di toko daging

dan pasar swalayan harus ditempatkan dalam:

a. alat pendingin; dan

b. kotak pamer berpendingin dengan suhu yang sesuai dengan suhu daging

yang dilengkapi dengan lampu yang pantulan cahayanya tidak mengubah

warna asli daging.

20. Daging yang dijual dengan dijajakan keliling dari rumah ke rumah, harus

ditempatkan di dalam wadah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. mempunyai tutup;

b. sedapat-dapatnya berwarna putih; dan

c. bagian dalamnya dilapisi dengan bahan yang tidak berkarat.

Bab IV mengatur ikhwal Penanganan Hasil Ikutan dan Limbah sebagai berikut.

1. Hasil ikutan dapat dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi manusia, bahan

baku makanan ternak dan ikan, atau bahan baku industri.

2. Penanganan hasil ikutan dilakukan sesuai dengan sarana pemanfaatannya.

3. Hasil ikutan yang tidak dimanfaatkan merupakan limbah.

Penampungan limbah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Bab V mengatur Ketentuan-ketentuan lain sebagai berikut.

1. Petugas pemotongan hewan dan penanganan daging harus :

a. sehat khususnya tidak mempunyai luka, tidak berpenyakit kulit, dan bebas

dari penyakit menular, yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Dokter

yang diperbaharui setiap tahun;

Page 172: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

162

b. memelihara kebersihan badan khususnya sering melakukan pencucian tangan

dan tidak merokok selama melakukan tugas;

c. memelihara higiene tempat bekerja dan mencegah adanya kontaminasi

terhadap daging, karkas dan bagian-bagian hewan potong lainnya yang

bermanfaat.

2. Selain petugas pemotongan hewan dan penanganan daging tidak seorang pun

diperkenankan berada di dalam ruang pemotongan hewan dan penanganan

daging tanpa seizin Kepala RPH/TPH.

Page 173: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

163

BAB IX

PENYAKIT YANG DITULARKAN LEWAT MAKANAN

Oleh

I Wayan Suardana

Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan lewat makanan, yang berupa

gangguan pada saluran pencernaan makanan dengan gejala umum sakit perut, diare

dan/atau muntah. Agen utama penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan adalah

bakteri (microbial foodborne disease), yang sebetulnya secara alami terdapat di

lingkungan sekitar manusia, dan ditularkan kepada manusia melalui makanan.

Terjadinya penyakit yang ditularkan melalui makanan o1eh bakteri sangat tergantung

pada beberapa faktor, yaitu:

1. terdapatnya agen penyebab penyakit pada saat pengolahan makanan, yang ditularkan

melalui bahan makanan, pekerja, atau hewan,

2. kontaminasi silang melalui tangan, permukaan peralatan memasak, atau pakaian,

3. adanya makanan yang berperan sebagai media perantara,

4. penyimpanan makanan pada suhu ruangan selama lebih dari 2 jam, dan

5. adanya subjek (manusia) yang rentan.

Beberapa bakteri utama penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan ini

adalah: Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium

botulinum, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica, dan E. coli O157:H7.

Penyakit ini dapat terjadi melalui 2 cara sebagai berikut ini.

1. Melalui infeksi, yakni termakannya sel-sel bakteri dalam jumlah yang cukup untuk

dapat menimbulkan penyakit. Contoh: Salmonella, Listeria monocytogenes,Yersinia

enterecolitica, Campylobacter jejuni, dan Escherichia coli O157:H7.

2. Melalui intoksikasi, yakni gejala sakit yang timbul disebabkan oleh toksin yang

dihasilkan oleh bakteri pada makanan yang dikontaminasinya (contohnya

Staphylococcus aureus dan Clostridium botulinum) atau toksin yang diproduksi di

dalam usus induk semang (misalnva Clostridium perfringens).

Page 174: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

164

9.1 Beberapa Bakcerial Foodborne Disease yang Umum Dijumpai pada Bahan

Makanan

1. Salmonellosis

Agen Penyebab

Salmonellosis terjadi akibat infeksi oleh bakteri Salmonella sp. yang terdiri atas

beberapa ratus serotipe. Seluruh serotipe tersebut memiliki potensi yang sama besar

sebagai agen penyebab penyakit. Masa inkubasinya berkisar antara 6-48 jam dengan

gejala sakit berupa sakit perut, diare, rasa mual, kedinginan, demam, dan sakit kepala.

Lamanya sakit dapat berkisar antara 3-5 hari. Bayi, anak-anak, orang sakit, dan orang

tua, lebih rentan terhadap Salmonellosis.

Sumber

Salmonella dapat berasal dari ekskreta manusia maupun hewan, dan air yang

terkontaminasi o1eh limbah. Salmonella sering ditemukan dalam bahan makanan asal

hewan, terutama daging, daging unggas, dan telur, yang belum atau masih setengah

masak, dan disebarkan ke makanan lain melalui kontaminasi silang. Salmonella

enteritidis dilaporkan sering ditemukan pada kulit telur dengan grade A. Selanjutnya,

susu yang tidak dipasteurisasi juga dapat mengandung bakteri Salmonella.

HEWAN

(Daging, jeroan, susu segar,

telur, daging unggas, ekskreta)

Salmonella

Tidak dimasak atau setengah masak

Infeksi

Keracunan makanan

Gambar 13. Sumber Penularan Hewan (animal reservoir) bagi Organisme Salmonella

(Direktorat Bina Kesehatan Hewan, 1995)

Page 175: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

165

Pencegahan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya salmonellosis

adalah: a) seluruh jenis daging, ikan, dan telur haruslah dimasak dengan baik dan

benar, b) hindari adanya kontaminasi antara makanan yang telah dimasak dengan

tetesan cairan (misalnya darah) yang berasal dari bahan mentah, dan c) hindari

meminum susu yang tidak dipasteurisasi.

2. Intoksikasi Staphylococcus

Agen penyebeb penyakit

Intoksikasi Staphylococcus disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh bakteri

Staphylococcus aureus dalam makanan yang dikontaminasinya (Gambar 14)

Manusia

(Hidung, luka di kulit)

Staphylococcus

Tangan

Makanan

Penyimpanan dalam suhu ruangan

mendukung perkembang biakan

Toksin

Keracunan makanan

Gambar 14. Sumber Penularan Manusia (human reservoir) bagi Organisme

Staphylococcus (Direktorat Bina Kesehatan Hewan, 1995)

Gejala intoksikasi Staphylococcus tergantung pada kondisi kesehatan seseorang,

yang meliputi mual, muntah, dan diare. Masa inkubasi berkisar antara 30 menit-8 jam dan

sakit dapat bertahan sekitar 1-2 hari.

Toksin S. Aureus lebih tahan terhadap proses pemasakan, suhu dingin, dan

pembekuan, dibandingkan dengan bentuk sel. Melalui pemasakan secara sempurna, maka

Page 176: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

166

toksin masih aktif dapat dimusnahkan dengan jalan perebusan dalam waktu sedikitnya 30

menit.

Sumber

Habitat utama Staphylococcus adalah selaput membran hidung dan kulit baik

manusia, maupun hewan. Banyak orang memiliki kebiasaan kurang baik yaitu

menyentuh bagian dalam hidungnya. Tanpa disadari tindakan ini dapat memindahkan

bakteri Staphylococcus ke tangan, dan selanjutnya disebarkan lagi ke makanan melalui

penanganan yang tidak benar.

Bakteri ini dapat pula ditemukan pada luka di kulit, melalui luka sayatan atau pori-

pori. Bakteri ini masuk ke bagian dalam kulit, tumbuh, dan berkembang biak. Dalam

kasus ini, bakteri tetap dapat disebarkan walaupun tangan telah dicuci. Jenis makanan

yang ideal sebagai media perantaranya adalah makanan dengan kandungan protein, gula,

dan garam yang tinggi.

Pencegahan

Tindakan pencegahan meliputi: a) mencuci tangan dan mencuci seluruh peralatan

dan perlengkapan memasak setiap kali hendak mempersiapkan atau akan menyajikan

makanan, b) penyimpanan makanan (terutama daging) segera setelah dimasak ke dalam

lemari es dalam wadah tertutup, dan c) orang berpenyakit kulit hendaknya tidak terlibat

dalam proses produksi makanan.

3. Enteritis Clostridium perfringens

Agen penyebab sakit

Penyebab foodborne disease ini adalah bakteri Clostridium perfringens yang

bersifat anaerobik, dapat tumbuh dan berkembang biak dengan sedikit atau tanpa

kehadiran oksigen.

Gejala sakit timbul akibat toksin yang dihasilkan bakteri di dalam usus induk

semang. Masa inkubasinya berkisar antara 9-15 jam dengan gejala meliputi diare dan

sakit perut, yang dapat bertahan selama 1 hari. Gejala sakit akan lebih parah pada

orang lanjut usia dan penderita sakit lambung.

C.perfringens dapat ditemukan dalam bentuk sel vegetatif atau bentuk spora. Relatif

tahan terhadap proses pemanasan dan pengeringan, terutama bentuk spora yang tetap

berada dalam keadaan dorman (tidak aktif) dalam makanan, tanah, dan debu,

sebelum mencapai induk semang atau media perantara yang tepat.

Page 177: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

167

Sumber

Di dalam usus besar manusia atau hewan, organisme ini berada dalam bentuk

spora dan dikeluarkan bersama feses ke tanah, atau ke sistem pembuangan. Melalui air

dan tumbuhan serta serangga, organisme ini mencapai induk semangnya kembali atau

terlibat ke dalam sistem penyediaan pangan (Gambar 15). Karenanya, selain

ditemukan dalam ekskreta manusia maupun hewan, C. perfringens dapat pula dijumpai

pada daging segar termasuk daging ayam, produk makanan yang dikeringkan, tanah,

dan limbah.

Hewan Manusia

Lalat

Ekskreta

Lalat, tanah, debu

Karkas Tangan

Daging mentah

Spora yang bertahan dari pemasakan akan menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak

selama pendinginan dan penyimpanan

Daging dengan kontaminasi berat

Keracunan makanan akibat toksin yang dihasilkan dalam usus induk semang

Gambar 15. Sumber Penularan Manusia dan Hewan bagi Organisme C.perfringens

(Direktorat Bina Kesehatan Hewan, 1995)

Pencegahan

Suhu internal makanan perlu selalu diperhatikan. Bagi makanan yang akan disajikan

panas, maka suhu internal hendaknya dijaga agar suhu minimumnya 60°C, atau suhu

maksimum 5,5°C bagi makanan yang akan disajikan dingin.

Page 178: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

168

4. Campylobacteriosis

Agen Penyebab Penyakit

Campylobacteriosis disebabkan oleh Campylobacter jejuni dengan gejala berupa

demam, sakit kepala, dan pegal linu diikuti dengan diare (kadang-kadang disertai

dengan darah), sakit perut, dan rasa mual. Biasanya gejala timbul sekitar 2-10 hari

setelah infeksi, dan bertahan antara 1-10 hari

Sumber

Dapat ditemukan pada daging segar atau daging setengah masak, daging ayam,

atau kerang. Dapat juga ditemukan pada susu yang tidak dipasteurisasi, air minum

yang tidak diolah, atau hewan peliharaan yang terinfeksi.

Pencegahan

Masak secara sempurna semua jenis daging. Pencucian tangan, peralatan

memasak, dan seluruh permukaan yang menyentuh daging segar, termasuk daging

unggas, hendaknya dilakukan dengan cermat dan seksama. Hindari minum susu yang

tidak dipasteurisasi, atau air mentah.

5. Botulismus

Agen Penyebab Penyakit

Botulismus disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri Clostridium

botulinum dalam makanan yang terkontaminasi

Seperti halnya C. perfringens, C. botulinum juga termasuk ke dalam golongan

bakteri anaerobik, dan dapat ditemukan dalam bentuk vegetatif atau spora. Bentuk

vegetatif dapat menghasilkan toksin sebagai penyebab sakit.

Toksin botulismus menyerang sistem saraf dan dapat bersifat fatal bila penderita

tidak mendapat pertolongan. Masa inkubasi berkisar antara 12-48 jam dengan gejala

berupa penglihatan kabur, kesulitan untuk berbicara, menelan, dan benafas. Kematian

akibat botulismus dapat dihindari dengan pemberian antitoksin. Akan tetapi, efek

samping yang diakibatkannya cukup berat berupa kerusakan saraf yang sulit untuk

diperbaiki kembali.

Sumber

Dapat ditemukan di tanah atau air. Botulismus biasanya selalu diasosiasikan

dengan makanan kaleng yang tidak mengalami proses pemanasan dengan temperatur

yang cukup tinggi untuk dapat menghancurkan spora. Akan tetapi, telah pula

Page 179: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

169

dilaporkan bahwa kejadian botulismus dapat juga diasosiasikan dengan makanan

masak dalam kemasan hampa udara yang disimpan terlalu lama pada suhu ruangan.

Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya botulismus, hindari makanan yang berasal dari: a)

kemasan kaleng yang sudah bocor, menggembung, atau sudah rusak, b) kemasan botol

yang sudah retak, tutupnya yang tidak rapat, atau sudah menggelembung, c) kemasan

yang menyemburkan air pada saat dibuka, dan d) kemasan kaleng yang sudah

mengalami penyimpangan bau dan penampilan. Buang makanan dalam kemasan

industri rumah tangga yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan.

6. Listeriosis

Agen penyebab penyakit

Listeriosis disebabkan oleh Listeria monocytogenes. Kasus ini jarang terjadi,

tetapi bersifat fatal.

Kelompok berisiko tinggi adalah wanita hamil dan anak-anak. Gejala pada orang

dewasa menyerupai gejala influenza, yang terjadi secara tiba-tiba meliputi: demam,

kedinginan, sakit kepala, nyeri punggung, dan kadang-kadang disertai sakit perut dan

diare. Pada bayi, gejala sakit dapat berupa gangguan pernafasan, tidak mau minum,

dan muntah. Komplikasi listeriosis dapat berupa meningitis atau meningoenchepalitis

yang menyebabkan kerusakan pada jaringan di sekitar otak atau tulang belakang, dan

septichemia.

Sumber

Agen penyebab penyakit ini biasanya ditemukan dalam usus manusia dan hewan,

dalam susu dan di lingkungan pengolahan makanan. Listeria. dapat tetap tumbuh

(walaupun lambat) pada suhu lemari es (4-80C).

Pencegahan

Untuk menghindari terjadinya listeriosis, terutama bagi mereka yang termasuk

kelompok berisiko tinggi, hendaknya berhati-hati dalam memilih makanan dalam

kemasan, terutama makanan berlabel "disimpan dalam lemari es". Perhatikan cara

penyimpanan di rumah, sesuaikan dengan petunjuk yang tercantum pada kemasan.

Perlu pula diperhatikan tanggal kadaluwarsa.

Page 180: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

170

7. Hemorrhagic colitis

Agen penyebab penyakit

Hemorrhagic colitis disebabkan oleh Escherichia coli O157:H7.

Gejalanya meliputi kejang perut yang diikuti dengan diare (seringkali bercarnpur

darah), mual, muntah, kadang-kadang demam yang ringan. Komplikasi yang mungkin

terjadi adalah hemolytic uremic syndrome (HUS), infeksi saluran kemih yang dapat

menyebabkan gagal ginjal akut pada anak-anak. Gejala tersebut biasanya muncul 3-4

hari setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi, dan bertahan hingga 10

hari. Seringkali pasien membutuhkan rawat inap di rumah sakit.

Sumber

Beberapa galur Escherchia coli seringkali diasosiasikan dengan air yang telah

terkontaminasi oleh faeces dan sejak lama telah diketahui menjadi penyebab diare

pada anak-anak. Salah satu serotipe bakteri ini, yaitu 0157: H7. Bakteri ini

memproduksi toksin yang dapat menyebabkan hemorrhagic colitis. Daging giling

mentah dan susu yang tidak dipasteurisasi dilaporkan menjadi salah satu sumber

makanan penyebab penyakit tersebut.

Pencegahan

Yang perlu diperhatikan untuk menghindari terjadinya hemorrhagic colitis

adalah:

1) Pemasakan, dan pemanasan makanan dengan seksama,

2) sanitasi yang baik, dan

3) penyimpanan makanan dalam lemari es (suhu maksimum 5,5°C) segera

setelah dimasak hingga makanan tersebut akan dikonsumsi.

8. Yersiniosis

Agen penyebab penyakit

Agen Penyebab yersiniosis adalah Yersinia enterocolitica. Masa inkubasi

adalah 1-7 hari dengan lama sakit antara 1-2 hari. Gejala dapat berupa nyeri perut yang

menyerupai radang apendiks, demam, diare (seringkali bercampur darah),

kadang-kadang disertai muntah.

Page 181: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

171

Sumber

Bakteri ini biasa ditemukan pada babi dan limbahnya, tetapi dapat pula

diisolasi dari hewan lain, baik liar maupun peliharaan, makanan laut, susu,

buah-buahan, dan sayuran. Yersinia dapat tumbuh dengan lambat pada temperatur

lemari es.

Pencegahan

Selalu dimasak atau dipanaskan kembali makanan yang akan dikonsumsi

dengan sempurna dan seksama. Di samping itu, personal hygiene dan sanitasi yang

baik sangat diperlukan untuk menghindari yersiniosis.

Tabel 15 di bawah ini berisi rangkuman dari beberapa Bacterial Foodborne

Disease, yang mencantumkan masa inkubasi, lama sakit, gejala, cara penularan dan jenis

makanan asal hewan sebagai sumber penularan.

Tabel 15.Beberapa Jenis Bakteri Penyebab Foodborne Disease dan Bahan Makanan Asal

Hewan sebagai Makanan Perantara.

Jenis bakteri Masa

inkubasi

Lama

sakit

Gejala Cara

penularan

Jenis

makanan

Salmonella

Staphylococcus

aureus

Clostridium

perfringens

Clostridium

botolinum

6-48 jam

0,5-8 jam

9-15 jam

12-48 jam

3-5 hari

1-2 hari

1 hari

Kematian

dalam 1-8

hari, atau

Sakit perut, diare,

mual, kedinginan,

demam, pusing

Muntah yang hebat,

diare, sakit perut dan

kejang

Nyeri perut, diare,

mual

Pandangan kabur,

kesulitan berbicara,

menelan dan bernafas

Infeksi

Toksin

dalam

Makanan

Toksin

dalam usus

Toksin

dalam

makanan

Daging, daging

ayam dan

produknya,

telur, produk

susu

Daging ham, es

krim, keju

Daging yang

telah dimasak

dan daging

ayam

Susu segar dan

daging ayam

Page 182: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

172

Campylobacter

jejuni

2-10 hari

periode

penyembuhan

lebih dari 6-8

bulan

1-10 hari

Demam, pusing,

nyeri otot, diare, sakit

perut, mual

infeksi

Daging

Sumber : Direktorat Bina Kesehatan Hewan (1995)

9.1.1 Ekologi Organisme dalam Makanan

Bakteri penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan memerlukan suhu dan

zat gizi yang terdapat pada induk semangnya (manusia atau hewan) untuk tumbuh, dan

berkembang biak. Akan tetapi, mereka dapat dipindahkan ke induk semang lainnya secara

langsung atau tidak langsung melalui makanan. Beberapa jenis makanan, dalam bentuk

cair maupun padat, dapat bertindak sebagai media perantara untuk pertumbuhan bakteri

terutama apabila komposisi bahan makanan dan lingkungan sekitarnya mendukung.

Jumlah suatu organisme dalam suatu makanan akan ditentukan oleh 3 (tiga) hal

pokok, yaitu: a) sifat alamiah bahan makanan, b) suhu bahan makanan, dan c) lama

penyimpanan bahan makanan tersebut. Selanjutnya, jumlah atau dosis organisme yang

diperlukan untuk dapat menginfeksi atau menghasilkan toksin yang cukup untuk

menimbulkan gejala sakit tergantung kepada: a) jenis organisme, dan b) kondisi

kesehatan orang yang mengkonsumsi makanan terkontaminasi.

Jenis makanan yang paling sering diasosiasikan dengan kejadian penyakit keracunan

makanan adalah makanan yang berasal dari hewan terutama daging, dan daging unggas,

beserta hasil olahannya.

Kasus penyakit yang ditularkan melalui makanan pada umumnya diawali oleh

kontaminasi yang terjadi pada saat mempersiapkan makanan (daging dan daging unggas),

dan lamanya penyimpanan makanan yang telah dimasak sebelum dikonsumsi.

Beberapa jenis mikroorganisme memiliki ekologi yang khas dan sering diasosiasikan

dengan jenis makanan seperti berikut ini:

Page 183: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

173

1. Clostridium

Kasus enteritis C. perfringens biasanya terjadi setelah mengkonsumsi makanan yang

mengalami pemanasan ulang. Dalam proses pemasakan (misalnya direbus, dikukus, atau

dipanggang), suhu makanan biasanya tidak lebih dari 100°C. Pada suhu ini, masih ada

sebagian spora yang tetap bertahan, dan dengan pemanasan kembali, bentuk spora akan

berubah menjadi bentuk vegetatif. Apabila makanan tersebut mengalami proses

pendinginan lambat (didinginkan pada suhu ruangan) sebelum dikonsumsi, maka pada saat

suhu mencapai suhu ideal untuk berkembang biak (di bawah 50°C), sel vegetatif akan

menjadi aktif dan berkemang biak dengan cepat. Untuk dapat menimbulkan gejala sakit,

diperlukan adanya sel vegetatif dalam jumlah banyak dalam makanan. Gejala sakit timbul

akibat toksin yang dihasilkan Clostridium di usus pada saat pembentukan spora, karena C.

perfringens tidak membentuk spora pada makanan yang dikontaminasinya.

Spesies lain dari genus Costridium adalah C botulinum yang lebih bersifat fatal.

Pembentukan toksin terjadi pada makanan. Beruntunglah bahwa toksin C. botulinum lebih

sensitif terhadap panas.

2. Staphylococcus aureus

Dalam intoksikasi Staphylococcus, keracunan makanan umumnya dihubungkan

dengan daging masak yang dikonsumsi dalam keadaan dingin. Diduga organisme tersebut

berasal dari tangan orang yang terlibat dalam proses produksi, pengirisan, atau penyajian.

3. Salmonella sp

Hampir seluruh serotipe Salmonella yang berhasil mencapai makanan berasal dari

bahan mentah. Daging unggas dan daging pada umumnya sudah terkontaminasi ketika

masih di tempat pemrosesan karkas. Kontaminasi silang yang terjadi antara bahan mentah

dengan makanan yang telah dimasak dapat terjadi melalui tangan, permukaan peralatan

memasak, dan peralatan lainnya serta pakaian pekerja.

9.1.2 Pengendalian

Penyakit yang ditularkan melalui makanan pada umumnya terjadi akibat kesalahan

manusia dalam proses penanganan makanan yang menyebabkan terkontaminasinya

makanan oleh bakteri. Mengingat titik-titik rawan yang memungkinkan terjadinya

kontaminasi adalah a) saat mempersiapkan makanan, dan b) pada periode penyimpanan

Page 184: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

174

makanan sejak setelah dimasak hingga saat dikonsumsi, maka ada beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian.

1. Saat mempersiapkan makanan

a. Pemisahan antara bahan mentah dengan makanan yang telah dimasak yang perlu

diterapkan dalam alur kerja secara umum di industri makanan. Untuk itu, perlu

adanya pembagian area serta pemisahan pekerja dan peralatan yang dibedakan

antara bahan mentah dan makanan yang telah masak.

b. Bagi para pengolah makanan harus selalu mencuci tangan dan peralatan setiap kali

selesai memegang/mengerjakan bahan mentah produk hewani terutama bila

hendak menangani makanan matang.

c. Penanganan produk hewani dalam bentuk segar atau belum dimasak perlu

diperhatikan dengan seksama agar cairan yang berasal dari daging (drip) tidak

mengkontaminasi makanan atau permukaan benda lain di sekitarnya.

2. Periode penyimpanan makanan sejak setelah dimasak hingga saat dikonsumsi.

a. Penanganan makanan setelah dimasak.

Pendinginan makanan secara cepat pada suhu 4-8°C (suhu lemari es) sangat

penting untuk mencegah tumbuh dan berkembang biaknya bakteri kontaminan.

Pemanasan kembali hanya dilakukan apabila makanan akan segera dikonsumsi.

b. Mempertahankan suhu internal makanan

Bagi makanan yang akan disajikan panas, suhu minimum harus tetap 60°C,

sedangkan makanan yang disajikan dalam keadaan dingin, suhu internal tidak

lebih dari 5,5°C.

Untuk mempermudah pengawasan suhu internal, sebaiknya makanan

yang dimasak dalam jumlah besar (terutama daging sapi dan daging kalkun)

dibagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil.

9.2 Penyakit Spesifik yang Ditularkan melalui Susu dan Produk Susu

Susu dapat merupakan sumber penyakit bagi manusia. Sebenarnya tanpa adanya

perlakuan pasteurisasi, banyak penyakit yang ditimbulkan sehubungan dengan konsumsi

susu yang kurang higienis. Secara garis besarnya, penyakit yang dibawa oleh susu dapat

berasal dari dua sumber:

1. langsung dari sapi, karena banyak dari penyakit yang diderita sapi dapat juga

mempengaruhi manusia, dan

Page 185: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

175

2. dengan penularan lewat susu dari lingkungan luar selama pengangkutan sapi

sampai ke tangan konsumen.

Beberapa penyakit yang dapat ditularkan langsung dari sapi adalah sebagai berikut ini.

1. Tuberkulosis

Dari semua penyakit yang ditularkan melalui susu, tuberkulosis adalah yang paling

menonjol. Mycobacterium bovis adalah penyebab penyakit pada sapi dan dapat

dipindahkan ke dalam susu, terutama bila ambingnya kena infeksi. Sampai ditemukannya

prosedur pasteuriasi yang efektif, susu adalah salah satu bahan pangan penyebab utama

tuberkulosis pada populasi sapi.

2. Salmonellosis

Salmonella merupakan komponen mikroorganisme yang sangat sering menjadi

penyebab keracunan makanan. Walaupun bakteri ini dapat dirusak oleh perlakuan

pasteurisasi, ada kalanya bakteri ini dapat berasal dari lingkungan, untuk selanjutnya

mencemari susu. Sumber utama kontaminasi bakteri ini biasanya berasal dari jenis burung

dan binatang pengerat. Cara terbaik untuk memastikan bahwa produk terbebas dari

Salmonella adalah dengan jalan kontrol yang ketat terhadap proses produksi dan higiene

lingkungan.

3. Brucellosis

Brucellosis pada sapi disebabkan karena adanya infeksi oleh Brucella abortus,

sebagai organisme penyebab terjadinya keguguran. Penyakit ini bersifat menular, dan

gejala-gejala infeksinya pada manusia adalah demam yang berselang-seling, banyak

keringat, sakit kepala, dan kesakitan pada seluruh anggota badan.

4. Leptospirosis

Penyakit sapi ini disebabkan oleh bakteri dari jenis Leptospira, dan pada manusia

ditandai dengan influensa, dan gejala-gejala jenis typhoid.

Page 186: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

176

5.Demam Q

Demam Q adalah penyakit radang paru (pneumonia), yang disebabkan oleh

Rickettsia. Organisme penyebabnya adalah Coxiella burnetti yang dapat disebarkan

melalui udara.

6. Staphylococcosis

Walaupun bakteri ini sendiri dapat dirusak oleh perlakuan pemanasan,

Stapylococcus aureus dapat menghasilkan toksin yang bersifat tahan panas, sehingga akan

tetap bertahan dengan perlakuan pasteurisasi, dan menyebabkan terjadinya keracunan. Hal

ini menunjukkan bahwa sekalipun bakteri tidak ditemukan dalam bahan pangan (susu),

tidak berarti bahwa bahan pangan tersebut bebas dari kemungkinan terjadinya keracunan.

Toksin biasanya dihasilkan apabila jumlah mikroorganisme pencemar cukup tinggi, yakni

106CFU/gram. Organisme ini tidak dapat tumbuh dengan baik pada temperatur rendah.

Higiene yang baik serta kontrol suhu, merupakan tindakan yang mesti dilakukan untuk

meminimalkan munculnya bahaya.

6. Listeriosis

Sebagian besar bakteri patogen pada produk susu bersifat mesofilik, sehingga tidak

dapat tumbuh pada temperatur refrigerasi. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan

bakteri Listeria monocytogenes yang dapat tumbuh pada suhu 00C. L. monocytogenes

bersifat peka terhadap panas dan dapat dirusak dengan suhu pasteurisasi. Terajadinya

cemaran pada produk setelah perlakuan panas diduga akibat terjadinya cemaran setelah

pasteurisasi. L.monocytogenes juga dapat tumbuh pada media yang mengandung 10%

NaCl.

7. Organismen lain yang Terdapat di dalam Susu

Dua organisme yang menjadi perhatian akhir-akhir ini di dalam produk susu yaitu:

Bacillus cereus, dan E. coli O157. Walaupun toksin yang dihasilkan oleh B. cereus sudah

diketahui beberapa tahun yang lalu, belakangan ini, organisme ini mengalami peningkatan

yang cukup nyata terutama pada produk susu sebagai akibat dari daya dukung lingkungan

untuk pertumbuhannya. Pada temperatur refrigerasi, B. cereus secara cepat berkembang

jika dibandingkan dengan bakteri gram negatif psychrotrophs lainnya. Apabila bakteri

gram negatif tidak ada, masa simpan dari produk yang didinginkan akan dapat

Page 187: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

177

diperpanjang. Namun itu, akan berdampak terhadap pertumbuhan bakteri B. cereus yang

lebih cepat.

Beberapa strain E. coli telah diketahui berkaitan dengan kejadian wabah keracunan

makanan. Namun, strain E.coli O157 dianggap sebagai bakteri patogen yang sejati. Strain

bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya hemolytic colitis dan hemolytic uremic

syndrome (HUS) terutama pada anak-anak. HUS merupakan penyakit ginjal yang meluas

yang dapat mengawali terjadinya gagal ginjal dan berakhir dengan kematian. Organisme

ini telah dapat diisolasi dari sapi, dan juga pada susu akibat adanya kontaminasi feces.

Organisme ini bersifat tidak tahan panas dan tidak dapat tumbuh pada suhu pasteurisasi.

Beberapa kelompok mikroorganisme lainnya, yang kadang-kadang terkait dengan

kejadian foodborne illness, yaitu Campylobacter spp dan Yersinia enterocolitica.

Campylobacter spp dan Yersinia enterocolitica merupakan dua organisme yang dapat

dirusak oleh suhu pasteurisasi. Namun kehadiran mikroorganiosme ini pada susu

dianggap sebagai akibat dari adanya kontaminasi dari lingkungan.

Page 188: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

178

BAB X

KOMPOSISI, KUALITAS, DAN PRODUKSI SUSU

Oleh

I Wayan Suardana

10.1 Peranan Sapi Perah dalam Produksi Pangan Dunia

Usaha dalam bidang ternak perah berdasarkan pada kemampuan ternak mamalia

itu menghasilkan susu yang mempunyai nilai gizi tinggi bagi manusia. Sapi merupakan

produsen susu yang utama di semua negara. Namun demikian, di beberapa negara di Asia

dan Afrika, kerbau, kambing, dan domba juga merupakan penghasil susu. Telah berabad-

abad orang menternakan dan menyeleksi sapi yang mampu memproduksi susu yang jauh

melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan anak-anaknya, dan kelebihan inilah yang

dimanfaatkan oleh manusia.

Susu sangat penting dalam menu sehari-hari karena adanya tiga komponen penting

susu, yaitu protein, kalsium, dan riboflavin (Vit B2). Yang paling penting adalah

kandungan proteinnya yang kaya akan asam amino essensial, yang mana asam amino ini

biasanya terdapat dalam jumlah yang kurang pada biji-bijian yang biasa digunakan

sebagai bahan makanan pokok manusia. Jumlah konsumsi susu yang disarankan adalah

1 quart (= 0,946 liter) susu per hari, sehingga diasumsikan dapat mencukupi semua

kebutuhan akan protein untuk anak sampai umur 6 tahun. Untuk usia lebih dari 14-20

tahun, jumlah susu tersebut dianggap mampu menyediakan setengah dari kebutuhan

protein harian, sedangkan bagi wanita yang sedang menyusui, dianggap hanya mampu

menyediakan sebanyak 44% dari kebutuhan total proteinnya.

Protein sangat penting bagi semua makluk hidup. Protein adalah senyawa

kompleks yang merupakan rantai asam-asam amino. Ternak hanya mampu mensintesis

protein dari protein atau asam-asam amino yang dikonsumsi dalam pakannya, walaupun

kadang-kadang ternak juga mampu mengubah suatu asam amino menjadi asam amino

lain. Susu dikatakan mempunyai nilai gizi atau nilai biologis yang tinggi karena susu

merupakan bahan makanan yang mampu menyediakan protein dengan asam-asam amino

essensial yang lengkap.

Di dalam alat pencernaan ternak ruminansia, protein dapat disintesis oleh mikrobia

rumen (bakteria dan protozoa). Bahkan mikrobia rumen tersebut, mampu mensintesis

protein dari non protein nitrogen (NPN) yaitu nitrogen yang berasal dari bahan bukan

protein dan karbohidrat.

Page 189: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

179

Susu mengandung empat macam protein, yaitu: kasein, -laktalbumin (alpha-

laktalbumin), -laktoglobulin (beta-laktoglobulin), dan immunoglobulin.

Kasein. Kasein merupakan protein yang paling banyak, dan diperkirakan sekitar

80% dari total protein susu. Di samping itu, yang paling penting adalah kasein hanya

ditemukan dalam susu. Di dalam kasein, terkandung fosfor yang terikat dalam asam-asam

amino dan juga kalsium dalam bentuk garam-garam kalsium yang disebut kalsium-

kaseinat. Kasein dapat dipisahkan dengan menggunakan asam-asam atau enzim rennin.

Kemampuan rennin untuk menggumpalkan kasein ini digunakan sebagai dasar pada

pembuatan keju.

-laktalbumin dan -laktoglobulin. Kandungan -laktalbumin dan -

laktoglobulin berbeda dengan kasein dalam hal kandungan asam-asam aminonya, yang

mengandung sulfur yaitu cystein dan triptophan. -laktalbumin dan laktoglobulin

mudah terkoagulasi oleh pemanasan dan tidak terjadi penjendelaan oleh asam.

Kalsium sangat sulit hanya dicukupi dari makanan tanpa mengkonsumsi susu.

Kebutuhan akan kalsium per hari bagi ibu yang sedang mengandung sebanyak 1,17 gram,

sedangkan bagi anak umur 10-18 tahun bervariasi antara 1,2-1,5 gram per hari. Kalsium

sangat penting bagi orang yang sudah lanjut usia karena kalsium akan dimobilisir dari

tulang-tulang apabila tidak tersedia cukup dalam menu sehari-harinya. Bila kalsium terus

menerus dimobilisir dari tulang, tulang akan menjadi porous. Kondisi ini disebut

osteoporosis yang dapat menyebabkan orang-orang lanjut usia mudah menderita patah

tulang.

Vitamin. Semua vitamin sudah dikenal terkandung di dalam susu, tetapi yang

paling penting, susu merupakan sumber riboflavin (Vit B2) yang baik. Riboflavin dan

vitamin A adalah vitamin yang paling sering ditemukan dalam jumlah yang kurang di

dalam makanan/menu sehari-hari. Satu quart susu sehari telah menyediakan semua

kebutuhan akan riboflavin bagi anak-anak yang sedang tumbuh dan orang dewasa, kecuali

ibu-ibu yang sedang hamil atau menyusui. Di Amerika Serikat, susu yang dijual sebagai

susu segar telah diperkaya dengan vitamin D, sehingga susu tersebut menyediakan vitamin

yang larut dalam lemak (Vit. A, D, E, K) dalam jumlah/imbangan yang serasi. Demikian

juga vitamin yang larut dalam air kecuali vitamin C.

Lemak susu mempunyai beberapa keistimewaan tersendiri sebagai bahan pangan

manusia, karena lemak susu mengandung asam-asam lemak rantai pendek (C2-C4), dan

rantai sedang sampai dengan atom C14 yang cukup tinggi yaitu sekitar 70% dari total

Page 190: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

180

lemak susu. Semakin pendek rantai karbon dalam asam lemak yang menyusun lemak susu,

maka akan semakin mudah atau semakin tinggi daya cerna terhadap lemak tersebut.

Demikian juga, banyaknya kandungan asam lemak tidak jenuh (yang mempunyai ikatan

rangkap) akan mempermudah proses pencernaan terhadap lemak susu. Selain itu

kandungan kolesterol dalam lemak susu relatif sangat sedikit, yaitu sekitar 11 mg setiap

100 gram susu. Hal ini dapat dibandingkan dengan bahan makanan lain seperti yang

disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Kandungan Kholesterol dalam Setiap 100 gram Bahan Pangan.

Keterangan: 0= tidak ada (-) = tidak tereantum angkanya

Sumber: 1. Bagian gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumma (1982), dan

2. Williamson S.R. (1977) dalam Prihadi (1997)

Menurutu surat Keputusan Dirjen Peternakan Nomor: 7Kpts/DJP/Deptan/83 telah

ditetapkan bahwa susu segar harus mempunyai persyaratan kandungan minimal kadar

lemak 2,8%; kadar padatan non-lemak / solid non fat (SNF) = 7,9%, berat jenis susu =

1,028; angka kuman maksimum yang diijinkan = 3 juta/cc susu, dan methylene blue

reductase test (MBRT) = 2-5 jam. Namun demikian, antara Gabungan Koperasi Susu

Indonesia (GKSI) dan Industri Pengolah Susu (IPS) diadakan kesepakatan syarat

minimum susu standar yang diterima IPS adalah: kadar lemak 3,3%, kadar SNF 7,7%,

dan angka kuman 5-10 juta/cc susu.

Page 191: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

181

Agar diketahui secara jelas, komposisi susu dari beberapa spesies disajikan dalam

Tabel 17 berikut ini.

Tabel 17. Komposisi Susu dari Beberapa Spesies Hewan

Spesies Protein

(%)

Lemak

(%)

Laktosa

(%)

Abu

(%)

Bahan

Kering

tanpa

Lemak

(%)

Total

Bahan

Kering

(%)

Air

(%)

Sapi perah 3,2 3,7 4,8 0,72 8,7 12,4 87,6

Kambing perah 3,4 4,0 3,6 0,78 7,8 11,8 88,2

Kerbau perah 3,8 7,4 4,9 0,78 9,5 16,9 83,1

Domba perah 6,7 8,5 4,3 0,96 12,0 20,5 79,5

Unta 3,9 2,9 5,4 0,77 10,1 13,0 87,0

Kuda 2,0 1,2 6,3 0,33 8,6 9,8 90,2

Manusia 1,3 3,3 6,8 0,20 8,3 11,6 88,4

Sumber: Williamson dan Payne (1978 dalam Prihadi 1997)

10.2 Peran Susu dan Produk Susu dalam Menu Manusia

Makanan yang berasal dari ternak termasuk susu menyediakan zat-zat makanan

yang lebih baik dan lebih berimbang jika dibandingkan dengan makanan yang berasal dari

tumbuhan. Susu menyediakan sebagian besar protein hewani yang dikonsumsi manusia.

Di negara-negara berkembang, konsumsi protein hewani hanya 9 gram per kapita

per hari, sedangkan di negara yang telah maju lebih dari 44 gram kapita per hari. FAO

telah mencanangkan program jangka pendek untuk mencapai 15 gram protein hewani per

kapita per hari, dan jangka panjang menjadi 21 gram. Departemen Pertanian Amerika

Serikat dalam Anggaran Pangan Dunia tahun 1970 menggunakan referensi standar

minimal konsumsi protein adalah 60 gram dan 10 gram di antaranya protein hewani.

Penyediaan protein hewani dalam beberapa negara masih jauh di bawah standar minimal

tersebut. Berdasarkan Widyakarya NASLIPI tahun 1970, dinyatakan bahwa kebutuhan

akan protein di Indonesia adalah sebesar 50 gram per kapita per hari, dan 15 gram di

antaranya protein hewani yang terdiri atas 10 gram berasal dari ikan, dan 5 gram berasal

dari ternak. Jumlah konsumsi protein hewani 5 gram asal ternak diharapkan dapat

dipenuhi dari konsumsi daging 8,1 kg, telur 2,2 kg, dan susu 2,2 liter per kapita per tahun.

Gambaran produksi dan konsumsi susu di Indonesia dari tahun ke-tahun seperti tercantum

dalam Tabel 18.

Page 192: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

182

Table 18. Produksi dan Konsumsi Susu di Indonesia 1969-1993.

Pelita Tahun Produksi

dlm.neg

(ton)

Susu

Import

(ton)

Jumlah

Susu

(ton)

Kons. Susu

Liter/Kapita

/Tahun

Rata-rata

Kons.Susu

liter/Kapita

/Tahun

Eksport

(ton)

I 1969 28.900 149.000 177.900 1,46 0,000

1970 29.300 195.500 227.800 1,82 0,000

1771 35.800 181.600 217.400 1,7 1,67 0,000

1972 37.700 188.400 226.100 1,73 0,000

1973 35.000 168.910 203.910 1,64 0,000

II 1974 49.500 200.410 249.910 1,96 0,000

1975 44.500 209.690 254.190 1,95 0,000

1976 49.200 328.620 377.820 2,82 2,81 0,000

1977 52.800 365.200 418.000 3,06 0,000

1978 54.200 540.300 594.500 4,25 0,000

III 1979 58.600 474.200 532.800 3,72 0,000

1980 68.600 594.300 662.900 4,36 0,000

1981 75.100 521.100 638.100 3,98 3,91 0,000

1982 102.100 536.000 518.200 4,17 0,000

1983 124.500 393.700 3,31 0,000

IV 1981 160.600 462.200 622.900 3,9 0,000

1985 188.600 353.100 541.700 3,31 0,000

1986 179.200 392.700 571.900 3,34 3,36 0,000

1987 205.200 452.700 658.200 3,38 0,000

1988 231.800 497.800 729.600 4,20 0,000

V 1989 295.930 365.200 661.130 3,12 0,000

1990 302.400 333.970 621.370 3,44 15.000

1991 315.180 507.740 806.920 4,36 4,2 16.100

1992 306.290 514.360 795.150 5,00 25.500

1993 356.500 611.256 967.756 5,10

Sumber: Buku Statistik DitjenNak (1980 dalam Prihadi 1997)

Namun, karena pencapaian target tersebut di atas sulit dan dirasa penyediaan daging 8,1

kg per kapita per tahun sangat memberatkan perkembangan populasi ternak potong, maka

pada tahun 1983 dalam Widyakarya NASLIPI diadakan perencanaan ulang target

pencapaian gizi masyarakat Indonesia dengan menurunkan target konsumsi protein hewani

asal ternak 4 gram per kapita per hari dan dibebankan masing-masing setara dengan

konsumsi susu 4 kg, telur 4 kg, dan daging 6 kg per kapita per tahun. Di dunia ini,

terdapat lebih dari 3 juta ternak dan sejumlah unggas dengan jumlah yang hampir sama.

Page 193: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

183

Total produksi ternak tersebut sebenarnya mampu menyediakan protein hewani sebesar 20

gram per kapita per hari. Akan tetapi, yang menjadi masalah adalah penyebaran ke daerah-

daerah yang kekurangan. Peningkatan produksi protein hewani dunia diperkirakan naik

terus sampai tahun 1990, tetapi setelah itu menurun kembali apabila populasi penduduk

terus mengalami peningkatan.

Permasalahan dalam Penyediaan Protein Hewani

Beberapa masalah dalam penyediaan protein hewani umumnya terjadi di negara-

negara berkembang dengan tingkat perkembangan penduduknya yang cepat. Di negara-

negara tersebut, tanah pertanian terutama dimanfaatkan untuk produksi biji-bijian guna

kepentingan konsumsi manusia. Produksi ternak sangat tergantung pada tanah yang tidak

ditanam tanaman pangan. Masalah lain negara berkembang tersebut berada di daerah

tropis dan subtropis terutama masalah kondisi iklim dan pakan yang tidak menunjang

produksi ternak. Masalah ketiga adalah pendapatan per kapita yang rendah sehingga daya

belinya juga rendah. Dapat dilihat adanya korelasi yang positif antara pendapatan per

kapita dengan konsumsi protein hewani. Pada umumnya, peningkatan pendapatan

perkapita sebesar dua kali baru dapat meningkatan konsumsi protein hewani sebesar 12

gram per hari.

Walaupun susu merupakan bahan yang memegang peranan penting dalam usaha

penanggulangan kekurangan pangan, dalam hal penggunaan susu masih terdapat faktor

pembatas, yaitu masih cukup besarnya orang dewasa yang mengalami lactose intolerance,

yaitu kekurangan produksi enzim laktase dalam saluran pencernaannya. Orang yang

menderita lactose intolerance tersebut tidak mampu mencerna laktosa dari susu, sehingga

apabila mengkonsumsi susu akan berakibat terjadinya perut kembung dan diare. Apabila

dipaksakan untuk mengkonsumsi susu, malahan akan terjadi kekurangan gizi karena

penyerapan zat-zat gizi dalam usus akan menjadi terganggu. Lactose intolerance tidak

terjadi sejak lahir, tetapi timbul setelah anak-anak menjadi dewasa. Data yang terbatas

menunjukkan bahwa 70% orang Negro dewasa, dan 10-15% orang Caucasra di Amerika

Serikat menderita lactose intolerance. Kira-kira 70% orang Negro di Afrika dan hampir

95% penduduk Asia menderita lactose intolerance. Hal ini terjadi apakah sebagai akibat

dari sifat genetik yang diturunkan atau karena adanya kesenjangan minum susu antara saat

masih bayi dengan setelah dewasa, tidak diketahui dengan pasti. Dalam hampir semua

kasus yang terjadi, lactose intolerance kebanyakan terjadi pada penduduk yang tinggal di

negara/daerah dengan produksi susunya yang kurang. Apabila terbukti bahwa lactose

Page 194: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

184

intolerance tersebut disebabkan karena faktor genetik, maka apakah artinya peningkatan

produksi susu di daerah tersebut ?

10.3 Peran Sapi Perah dalam Produksi Protein Hewani

Ternak ruminansia mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan ternak non-

ruminansia, yaitu dalam hal kemampuannya untuk mencukupi kebutuhan akan energi dan

protein, dari bahan pakan yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan

makanan oleh manusia. Pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia termasuk di antaranya

hasil sisa penggilingan padi, gandum, dedak jagung, dedak padi, urea, sumber nitrogen

non protein (NPN), serta pakan pokoknya berupa hijauan sebangsa rumput dan

leguminosa yang berserat kasar. Diketahui bahwa antara 60-90% dari jumlah protein yang

dibutuhkan oleh ternak ruminansia berasal dari hijauan.

Di banyak negara, khususnya di negara-negara dengan produksi pangan yang

kurang, lahan pertanian yang tidak ditanami tanaman pangan, tetapi biasanya

dimanfaatkan untuk tanaman hijauan makanan ternak. Sebagai contoh, 25% total area di

Amerika Latin dimanfaatkan sebagai padang rumput dan lapangan penggembalaan tetap.

Di Afrika 28%, di Eropa 28%, di Amerika Utara 14%, di Oceania 54% dan di Rusia 17%.

Sapi perah mempunyai efisiensi yang baik dalam mengubah protein pakan menjadi

protein bahan makanan untuk kebutuhan manusia. Pada sapi perah dengan produksi susu

tinggi, konversi dari protein pakan menjadi protein susu dapat mencapai lebih dari 50%,

tetapi pada sapi perah dengan produksi susunya rata-rata sampai rendah, hanya mencapai

30%. Efisiensi konversi protein asal biji-bijian (grain) menjadi protein susu, dapat

ditunjukkan sebagai berikut: pada sapit-sapi di Amerika Serikat yang rata-rata produksi

susunya mencapai 11.649 pound per tahun, angka konversi tersebut mencapai 1:1. Apabila

areal ditambahkan sebagai sumber NPN dalam ransum, maka sapi dapat memproduksi 378

pound protein susu, hanya dari 275 pound protein dalam grain/dalam pakan yang

terkonsentrasi.

Ternak perah juga merupakan sumber daging. Di Amerika Serikat, 11% dari

daging yang dikonsumsi berasal dari sapi afkir, dan pejantan afkir sapi perah, dan sebagai

pembanding adalah jumlah pemotongan steer (sapi jantan muda yang digemukkan) yang

mencapai 15-20% dari total pemotongan sapi.

Page 195: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

185

10.4 Susu

Susu adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi, atau ternak

lain yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak termasuk

kolostrum), dengan tanpa penambahan atau pengurangan suatu komponen.

Susu merupakan bahan makanan yang sangat penting untuk kebutuhan manusia,

karena mengandung zat yang sangat diperlukan oleh tubuh seperti protein, karbohidrat,

lemak, vitamin, dan mineral. Di samping itu, susu juga merupakan bahan pangan yang

dapat diolah menjadi beberapa produk olahan susu seperti: susu kental manis, susu bubuk,

susu skim, mentega, es krim, keju, yoghurt, dan lain-lain. Susu mudah sekali rusak karena

pengaruh lingkungan, terutama oleh pengaruh temperatur ataupun udara sekitarnya,

sehingga diperlukan perhatian khusus untuk penanganan pada waktu pemerahan ataupun

sesudah pemerahan, agar diperoleh susu yang berkualitas baik, memenuhi standar susu

yang telah ditentukan, dan masih layak untuk dikonsumsi.

Untuk mengatasi kerusakan susu sebelum dikonsumsi, atau sebelum diolah oleh

industri pengolahan susu (IPS), perlu diketahui beberapa prinsip di antaranya: apa yang

dimaksud dengan susu, kualitas dan cara penentuan kualitas susu, komposisi susu dan

cara sanitasi peralatan, sehingga dapat ditentukan kualitas susu apakah sesuai dengan

standar dan layak konsumsi.

Jalur pemasaran susu dari peternak sampai ke konsumen pada dasarnya ada dua

jalur, yaitu: 1) langsung dari peternak ke konsumen, dan 2) dari peternak industri

pengolahan susu (IPS). Sebelum sampai ke IPS, pemasaran susu lewat jalur ini biasanya

melalui beberapa jalur antara lain: peternak, pengumpul, kemudian koperasi, dan baru ke

IPS. Pengawasan susu terutama dilakukan oleh Sub Dinas Peternakan setempat, dengan

cara pengambilan sampel di jalan pada loper susu atau pada peternak. Pada saat

pengambilan sampel oleh petugas Dinas Peternakan, petugas biasanya dilengkapi dengan

membawa surat tugas. Sampel yang diuji dipilih oleh petugas dinas, bukan dipilihkan oleh

loper atau peternak. Apabila pengawasan produksi susu dilakukan secara terus menerus,

maka kualitas susu yang beredar akan aman untuk dikonsumsi, dan sesuai dengan standar

yang ada, sehingga sesuai dengan tujuan pengawasan tersebut.

Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas meliputi penilaian terhadap keadaan, dan

susunan susu, kemudian hasil uji kualitas tersebut akan diberitahukan kepada peternak

yang bersangkutan. Apabila hasil uji kurang baik, maka peternak yang bersangkutan akan

diberi peringatan untuk memperbaiki kualitas susu yang diproduksinya.

Page 196: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

186

Perlu diketahui bahwa produk olahan susu ada beberapa macam di antaranya: susu

cair, seperti susu pasteurisasi, susu sterilisasi, susu homogenasi, susu skim atau susu tanpa

lemak, susu mentega, produk susu fermentasi seperti: yoghurt, kefir, serta produk susu

terkonsentrasi seperti susu kental manis. Selanjutnya produk lainnya berupa produk susu

kering meliputi susu bubuk, susu skim bubuk, dry cream, non fat dry cream, dry butter

milk, dan lain-lain, serta produk lainnya seperti mentega, es krim, dan keju.

10.4.1 Standar susu

Susu murni yang dapat beredar di pasaran harus memenuhi standar kualitas dari

Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983 yaitu:

a. warna, bau, rasa, dan kekentalan : tidak ada perubahan

b. berat jenis (pada suhu 27,50C)

sekurang-kurangnya : 1,028

c. kadar lemak sekurang-kurangnya : 2,8%

d. kadar bahan kering tanpa lemak

(BKTL) sekurang-kurangnya : 8,0%

e. derajat asam : 4,5 sampai 70 Soxlet Henkle (SH)

f. uji alkohol 70% : negatif

g. uji didih : negatif

h. titik beku : -0,520 sampai -0,5600C

i. kadar protein sekurang-kurangnya : 2,7%

j. angka reduktase : 2 sampai 5 jam

k. jumlah kuman yang dapat dibiakkan

tiap ml setinggi-tingginya : 3 juta

Sesuai dengan standar tersebut di atas, maka pada bagian ini akan dibicarakan

ikhwal keadaan susu dan susunan susu. Keadaan susu meliputi: 1) warna, bau, dan rasa, 2)

kebersihan, 3) derajat keasaman, 4) uji alkohol, 5) angka reduktase, 6) uji didih, 7) uji titik

beku, dan 8) jumlah bakteri dalam susu. Dibicarakan pula mengenai klasifikasi susu dan

defect susu. Sedangkan susunan susu meliputi: 1) berat jenis, 2) kadar lemak, dan 3) bahan

kering tanpa lemak (BKTL).

Page 197: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

187

10.4.2 Keadaan susu

Warna, bau, dan rasa.

Warna. Susu yang baik berwarna putih sedikit kekuning-kuningan, dan tidak

tembus cahaya. Warna ini tergantung dari bangsa, pakan yang diberikan, lemak dalam

susu, dan bahan padat. Apabila diberikan pakan hijauan segar yang lebih banyak, maka

lemak dalam susu menjadi tinggi, karena kandungan karoten lebih banyak sehingga warna

susu akan lebih kuning. Susu yang berwarna kemerahan tidak normal, kemungkinan

berasal dari sapi yang sakit.

Rasa. Susu yang murni mempunyai rasa sedikit manis atau gurih. Tidak ada rasa

asing misalnya pahit, terlalu manis, dan lain-lain.

Bau. Susu yang baik berbau khas susu segar, sedikit bau sapi, bebas dari bau asing

lainnya seperti berbau obat-obatan. Bau dan rasa ini mudah sekali dipengaruhi dari luar

sehingga defects susu pada bau dan rasa dapat dipengaruhi oleh sapi itu sendiri, pakan,

bau sekeliling, dekomposisi kandungan susu, material asing, dan perubahan reaksi kimia.

Konsistensi. Susu yang baik konsistensinya normal, tidak encer, tetapi juga tidak

pekat, dan tidak ada pemisahan bentuk apapun. Susu yang agak berlendir, bergumpal-

gumpal menunjukan susu sudah rusak.

Kebersihan

Kebersihan susu dapat diamati dengan mata, mikroskop, atau dengan kaca

pembesar. Pengamatan dengan mata untuk mengetahui adanya kotoran atau benda asing

terutama benda mengambang seperti insekta, rumput, dan lain-lain. Uji kebersihan dapat

dilakukan dengan menyaring susu dengan kapas, sehingga akan terlihat endapan yang

tertinggal pada kapas tersebut. Endapan tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop.

Kotoran yang sering terdapat pada susu berupa dedak, ampas kelapa, kotoran kandang,

bulu, pasir, dan lain-lain. Susu yang baik harus tidak mengandung benda-benda asing, baik

yang mengambang, melayang, maupun mengendap. Penentuan kebersihan atau derajat

kebersihan dilihat sebagai: bersih sekali, bersih, sedang, kotor dan kotor sekali dan

biasanya ditentukan dengan angka. Menurut Jogjasche Gewesteleike Melkverodening

(1926), angka kebersihan dibagi menjadi bersih dengan nilai 8, kurang bersih dengan nilai

4, dan kotor dengan nilai 0.

Page 198: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

188

Keasaman susu

Derajat keasaman susu menurut Dirjen Peternakan tahun 1983 adalah sebesar 4,5

sampai 70 Soxlet Henkle (SH). Derajat keasaman adalah angka yang menunjukan jumlah

mililiter larutan NaOH 0,25N yang dibutuhkan untuk menetralkan 100 ml susu dengan 2

ml phenopthaline (pp) sebagai indikator. Susu segar umumnya mempunyai pH sekitar 6,5

sampai 6,7. Nilai pH yang lebih besar dari 6,7 menunjukan adanya kelainan seperti

mastitis pada sapi. Apabila pH di bawah 6,5 kemungkinan susu tersebut susu kolostrum

atau susu yang telah rusak oleh adanya bakteri. Penentuan nilai pH dapat dilakukan

dengan pH meter. Penentuan keasaman dapat ditentukan dengan metode Mans Acid Test,

yaitu dengan menentukan persen keasaman setara asam laktat yang didasarkan oleh

kerusakan mikrobiologis, sehingga menyebabkan susu menjadi asam. Keasaman susu

segar sekitar 0,18 sampai 0,24% dihitung sebagai persen setara asam laktat. Cara

penentuan persen setara asam laktat dalam susu adalah sebagai berikut: 9 ml sampel susu

ditambah 10 tetes phenopthaline kemudian dititrasi dengan 0,1 NaOH dan diamati berapa

ml jumlah NaOH yang digunakan untuk mentitrasi susu sehingga warna menjadi merah

muda. Perhitungannya sebagai berikut (Devide, 1977):

Volume NaOH X N (NaOH) X 90/100

Asam laktat = X 100%

Volume Sampel

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai pH di antaranya pengenceran, dan

pemanasan. Pengenceran dapat sedikit menaikkan nilai pH dan menurunkan keasaman

titrasi. Pemanasan dapat menyebabkan tiga perubahan, yaitu 1) kehilangan CO2 yang

mengakibatkan penurunan keasaman dan menaikkan nilai pH, 2) adanya transfer Ca dan

fosfat ke koloidal, sehingga dapat sedikit menaikkan keasaman dan menurunkan nilai pH,

dan 3) pemanasan yang drastis dapat menghasilkan asam dari degradasi laktosa.

Perubahan nilai pH atau keasaman disebabkan oleh pertambahan asam laktat dan

pengurangan CO2. Hilangnya CO2 3 sampai 4% dalam susu akan menambah nilai pH dari

0,01 sampai 0,001. Susu yang dipanasi akan mengurangi titrasi keasaman jika

dibandingkan dengan yang tidak dipanasi. Pemanasan dilakukan dengan tekanan akan

mengurangi hilangnya CO2 sehingga perubahan asam tidak cepat. Bila susu dipanasi atau

mengalami pasteurisasi, akan terjadi pengurangan angka titrasi keasamannya sebesar

0,01%. Perubahan asam atau terjadinya keasaman disebabkan oleh terbentuknya asam

laktat dari laktosa oleh bakteri pembentuk asam seperti Streptococcus lactis.

Page 199: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

189

Uji alkohol

Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui keadaan susu apakah dalam keadaan baik

atau sudah rusak. Cara penentuan uji alkohol adalah dengan menggunakan alkohol 70%.

Alkohol yang digunakan jumlah yang sama dengan sampel susu (perbandingan 1:1). Bila

menggunakan sampel susu 5 ml maka penambahan alkohol 70% juga sebesar 5 ml.

Keasaman susu akan menyebabkan rusaknya susu. Bila dengan uji alkohol 70% terjadi

penggumpalan susu, berarti uji tersebut positif atau susu telah rusak, sehingga kurang baik

untuk dikonsumsi.

Methylene blue reduction test (MBRT)

Uji reduktase methylene blue digunakan untuk mengukur aktivitas bakteri yang

terdapat di dalam susu, dan dapat pula digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri

dalam susu. Uji reduktase ini berdasarkan atas aktivitas bakteri dalam susu sehingga

menghasilkan senyawa pereduksi yang dapat mengubah warna biru methylene menjadi

putih jernih. Makin lama perubahan warna dari biru menjadi putih jernih berarti aktivitas

bakteri kecil atau jumlah bakteri sedikit dan susu mempunyai mutu yang baik. Uji

reduktase dapat untuk memperkirakan jumlah bakteri dalam susu, sehingga dengan uji

MBRT susu dapat dibagi menjadi empat kategori: 1) mutu susu sangat baik apabila lama

reduktase lebih dari 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri kurang dari 500 ribu/ml, 2)

mutu susu baik apabila lama reduktase 6 sampai 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri 1

sampai 4 juta/ml, 3) mutu susu cukup baik apabila lama reduktase 2 sampai 6 jam dengan

perkiraan jumlah bakteri 4 sampai 20 juta/ml, dan 4) susu bermutu rendah apabila lama

reduktase kurang dari 2 jam dengan perkiraan jumlah bakteri lebih dari 20 juta/ml. Cara

penentuan MBRT adalah sebagai berikut. Susu sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam

tabung reaksi steril dan tertutup, kemudian ditambahi 2 ml larutan methylene blue,

kemudian dicampur baik-baik sampai larut semua. Selanjutnya campuran dimasukkan

dalam pemanas air dengan suhu kurang lebih 360C dan dilakukan pengamatan perubahan

warna dari biru sampai putih dalam setiap jam.

Titik beku susu

Titik beku susu lebih rendah 0,50C jika dibandingkan dengan titik beku air, yaitu

sekitar -0,525 sampai -0,5650C dengan rata-rata -0,5400C. Penentuan titik beku dapat

dipakai untuk menentukan jumlah air yang dipergunakan untuk pengenceran. Apabila ada

penambahan air maka titik beku akan naik. Susu kolostrum mempunyai titik beku sedikit

Page 200: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

190

lebih rendah dari susu biasa, yaitu sekitar -0,570 sampai -0.5800C. Titik beku ditentukan

oleh molekul-molekul yang kecil dan ion-ion dalam larutan. Zat lain yang molekulnya

besar seperti protein tidak berpengaruh terhadap penurunan titik beku.

Uji didih

Uji didih juga digunakan untuk menentukan apakah susu masih dalam keadaan

baik atau tidak. Caranya adalah dengan memanaskan susu sebanyak 5 ml di dalam tabung

reaksi dalam pemanas air yang mendidih selama 10 menit. Selanjutnya, diamati

konsistensinya, apakah ada penggumpalan. Apabila ada penggumpalan, berarti uji didih

positif, susu kurang baik. Susu yang baik dalam uji didih tidak terjadi penggumpalan,

sehingga uji didih negatif. Penggumpalan dapat diamati secara jelas pada dinding tabung

reaksi, yaitu terdapatnya partikel-partikel kasar yang melekat pada dinding.

Jumlah bakteri

Jumlah bakteri dalam susu dapat ditentukan dengan metode Standar Plate Count

Test (PCT). Media pertumbuhan untuk bakteri digunakan Plate Count Agar (PCA) dengan

inkubasi pada susu 370C selama 48 jam. Perhitungannya dengan menghitung koloni yang

tumbuh dalam satuan colony forming unit/ml (cfu/ml). Jumlah bakteri diperkirakan dengan

mengalikan jumlah koloni yang tumbuh dengan pengencernya.

10.4.3 Susunan susu

Berat Jenis dan Bobot Spesifik Susu.

Berat jenis (BJ) adalah berat dibagi volume, sedangkan bobot spesifik adalah berat

jenis suatu zat dibagi dengan berat jenis air pada suhu yang sama. Variasi bobot spesifik

susu berkisar antara 1,027 sampai 1,035 atau dengan rata-rata 1,032. Penentuan BJ

dilakukan dengan alat yang disebut laktodensimeter. Latodensimeter ada dua macam,

yaitu Quevenne dan The New York Board of Health (NBH). Hubungan tersebut adalah

0NBH = 0Q/0,29. (0Q = 1000 S – 1000, di mana S adalah bobot spesifik). Perhitungan

berat jenis adalah:

Skala

(BJ) = 1 + + (27,5-T) x 0,0002

1000

Ketarangan: T = Suhu susu

Page 201: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

191

Cara penentuan BJ, susu dimasukkan ke dalam gelas ukur yang besar, kemudian

laktodensimeter dimasukkan ke dalamnya dengan pelan-pelan, sehingga skala

laktodensimeter dapat terbaca pada batas permukaan susu. Pembacaan skala menunggu

apabila alat tersebut sudah tenang. Apabila laktodensimeter tidak ada skala untuk suhu,

maka perlu diamati atau diketahui terlebih dahulu suhu susu dengan thermometer.

Perhitungan secara sederhana untuk menentukan berat jenis air susu adalah seperti pada

Tabel 19.

Tabel 19. Penyesuaian Berat Jenis Air Susu dari t x 76 pada 27 ½0C

27 ½0C 27 ½0C

Sumber: Anon., (1999).

Kadar lemak

Kadar lemak dapat diuji dengan metode Gerber atau Bobcock, tetapi ada cara

penentuan yang lain seperti dengan metoda Majonnier biasanya untuk penentuan lemak es

krim.

Penentuan kadar lemak susu dengan metode Bobcock

Metode Bobcock pada dasarnya adalah melarutkan bahan padat bukan lemak dan

melepaskan lemak bebas. Apabila ditambahkan asam sulfat ke dalam susu dan dicampur,

maka akan timbul reaksi panas yang dapat mencairkan lemak susu, yang selanjutnya akan

memisah di bagian atas. Asam sulfat juga menyebabkan kenaikan perbedaan antara berat

Page 202: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

192

pada lemak dan larutan, sehingga apabila disentrifus atau dipusingkan akan terpisah

dengan mudah. Setelah disentrifus, lemak akan terletak di bagian atas, sebab berat

jenisnya lebih kecil dari konstituen-konstituen lain dalam susu. Analisis lemak dengan

metoda ini digunakan botol Bobcock dengan skala 0 sampai 8 dengan ketelitian 0,1.

Angka skala tersebut menunjukkan persentase kadar lemak pada waktu dianalisis. Setiap

skala mempunyai volume 0,2 ml. Dalam analisis lemak pada krim, angka skalanya lebih

besar, yaitu antara 0-50.

Cara kerja analisis lemak dengan metode Bobcock adalah sebagai berikut.

Digunakan sampel susu sebanyak 13 g dimasukkan ke dalam tabung Bobcock, kemudian

dipanaskan sehingga suhu mencapai 20 sampai 300C. Selanjutnya ditambahkan H2SO4 dan

dicampur dengan baik sehingga timbul gumpalan-gumpalan di dalam susu, setelah itu

disentrifus selama 5 menit. Setelah itu botol Bobcock dimasukkan kedalam air hangat

dengan suhu 71,10C dan suhu dalam botol Bobcock dijaga supaya tetap sekitar 20 sampai

300C. Cara di atas diulang dengan sentrifus selama 2 menit, kemudian dimasukkan

kembali ke dalam air hangat. Diulang lagi sentrifus selama 1 menit dan dicelupkan

kembali pada air hangat. Sebelum dilakukan pembacaan skala, celupkan terlebih dahulu

pada air hangat kemudian panaskan pada pemanas air dengan suhu lebih kurang 57,20C

sampai 600C, pemanasan ini cukup selama 3 menit.

Penentuan kadar lemak susu dengan metode Gerber

Pada prinsipnya, penentuan kadar lemak susu dengan metode Gerber sama dengan

metode Bobcock. Botol yang digunakan disebut butyrometer. Penentuan kadar lemak susu

dengan metode ini menggunkan dasar penambahan asam sulfat yang akan memisahkan

lemak susu. Jumlah asam sulfat 95% yang digunakan sebesar 10 ml pada 11 ml sampel

susu, kemudian ditambahi 1 ml amil alkohol, dan dikocok supaya bercampur dan akhirnya

disentrifus lebih lebih kurang 10 menit.

Kedua metoda tadi baik metode Bobcock maupun Gerber, digunakan untuk

menentukan kadar lemak susu penuh, sedang untuk penentuan kadar lemak susu skim

dapat digunakan metode tersebut, tapi dengan penggunaan asam sulfat sebanyak 20 ml.

Tabel penyesuaian kadar lemak susu (1,23 KL) adalah seperti yang tersaji pada Tabel 20.

Page 203: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

193

Tabel 20. Penyesuaian Kadar Lemak Susu (1,23 K.L)

Keterangan : K.L = Kadar lemak

1,23 = Konstanta

Sumber: Anon., (1999)

Uji kadar protein

Penentuan kadar protein kasar dapat dilakukan dengan metoda Kjeldahl. Cara

penentuan tersebut dengan mengencerkan 10 ml sampel susu menjadi 100 ml. Susu yang

telah diencerkan diambil 10 ml, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, selanjutnya

ditambahkan CuSO4 dan K2SO4 sebagai katalisator, dan ditambah lagi H2SO4 pekat,

kemudian dilakukan distruksi sehingga warna berubah menjadi hijau bening. Setelah

dingin, diambil 20 ml larutan tersebut ditambah phenolpthaline dan NaOH 40% sebanyak

20 ml untuk seterusnya didestilasi dengan penampung asam boraks 3% sebanyak 20 ml

dengan indikator campuran. Destilasi berlangsung sampai warna penampung berubah

menjadi hijau. Setelah itu, penampung dititrasi dengan HCL 0,1 N, sehingga warna

berubah menjadi ungu atau nila. Perhitungan persen protein dilakukan dengan rumus

Sudarmadji et al., (1984):

100 x 6,38 x 1,4 x ml HCL x 100%

Protein (%) =

20 x berat sampel x1000

Page 204: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

194

Penentuan bahan kering tanpa lemak (BKTL) dilakukan dengan metode Fleischman

Rumus penghitungan bahan kering (BK). 1,23 L + 2,71 ( )

Keterangan: L = Kadar lemak

Rumus perhitungan bahan kering tanpa lemak (BKTL) = BK – Lemak

Klasifikasi Susu

Klasifikasi susu segar didasarkan kepada jumlah bakteri dalam susu dan dibagi

menjadi tiga kelas, yaitu kelas A, kelas B, dan kelas C.

Susu kelas A. Susu kelas A adalah susu dari sapi yang sehat dan tidak dari sapi

yang menderita tuberculosis atau brucellosis dan memenuhi sanitasi yang telah ditentukan,

serta susu yang dihasilkan harus segera disimpan pada suhu dingin. Kandungan bakteri

dalam susu masing-masing peternak tidak boleh lebih dari 100.000/ml. Setelah dicampur

sebelum dipasteurisasi, kandungan bakteri tidak boleh lebih dari 300.000/ml. Apabila

sudah dipasteurisasi, kandungan bakteri tidak boleh lebih dari 20.000/ml.

Susu kelas B. Susu segar yang tidak dapat memenuhi persyaratan kelas A,

dimasukkan ke dalam susu segar kelas B, yaitu pada waktu diangkut sebelum pasteurisasi

kandungan bakteri tidak boleh lebih dari 1.000.000/ml. Setelah mengalami pasteurisasi

kandungan bakteri tidak boleh lebih dari 50.000/ml. Di beberapa tempat tidak boleh

dikonsumsi langsung oleh konsumen, tetapi perlu untuk diproses atau diolah lebih lanjut.

Susu kelas C. susu segar kelas C adalah susu segar yang tidak dapat memenuhi

syarat kelas B. Biasanya kelas ini disebabkan oleh kondisi sanitasi yang kurang baik dan

tidak memenuhi syarat.

Cacat susu

Cacat susu adalah adanya penyimpangan bau dari susu, ataupun penyimpangan

lainnya. Cacat terhadap bau susu dapat berasal dari pakan, karena reaksi kimia, kondisi

sapi itu sendiri, faktor lingkungan, dan pemasakan. Cacat lainnya, misalnya susu asam

yaitu susu segar yang kurang baik atau abnormal, kemungkinan susu tersebut rusak. Akan

tetapi, ada susu asam yang memang diproduksi sebagai susu asam hasil fermentasi susu.

Sebagai contoh, cacat bau susu karena reaksi kimia oksidasi disebut oxidized flavor,

karena ransiditas disebut ransid flavor, serta sunlight flavor disebabkan susu terkena

sinar matahari, sehingga sebaiknya susu dilindungi dari sinar matahari dengan botol

BJ-1 x 100

BJ

Page 205: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

195

berwarna. Lingkungan harus diperhatikan sehingga susu tidak mempunyai bau abnormal

karena susu mudah terpengaruh oleh bau sekeliling.

10.4.4 Komposisi Susu

Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam tiga bentuk, yaitu berbentuk

larutan sejati (misalnya: karbohidrat, garam anorganik dan vitamin), berbentuk larutan

koloidal (misalnya: protein dan enzim), serta yang terakhir berbentuk sebagai emulsi

(misalnya: lemak dan senyawa yang ada hubungannya dengan lemak seperti gliserida).

Lemak yang terdapat sebagai emulsi biasanya berbentuk globulus. Komposisi utama susu

adalah air berkisar antara 87 sampai 88 %. Lemak berkisar antara 3,0 sampai 4,0%,

laktosa berkisar antara 4,9 sampai 5%, protein berkisar antara 3,3 sampai 3,5 %, dan abu

berkisar antara 0,69 sampai 0,7%. Komposisi susu sangat bervariasi disebabkan oleh

berbagai faktor yang dapat mempengaruhi fisiologis sapi. Komposisi susu penting dalam

perdagangan karena penjualan dan pembelian susu selalu didasarkan atas komposisi susu.

Standarisasi diperlukan untuk menghindari peyimpangan dalam perdagangan. Komposisi

susu diperlukan pula dalam penentuan susu sebagai bahan mentah untuk produk susu

olahan.

10.4.5 Kolostrum

Susu pertama yang dihasilkan waktu laktasi hari pertama sampai hari ke-5 adalah

kolostrum. Komposisi susu kolostrum berbeda dengan komposisi susu normal. Pada susu

kolostrum, kandungan globulin lebih tinggi dari susu normal, yaitu dapat mencapai 12

sampai 13 %, sehingga komposisi susu kolostrum adalah air 71,69%, lemak 3,37%, kasein

4,83%, albumin dan globulin 15,85%, laktosa 2,48%, abu 1,78% dan total soloid 28,31%.

Gambaran perubahan kandungan kimia susu kolostrum sesuai dengan waktu pemerahan

seperti tersaji pada Tabel 21.

Page 206: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

196

Tabel 21. Perubahan Kandungan Kimia Susu Kolostrum Sesuai dengan Waktu

Pemerahan

Pemerahan Kasein

(%)

Globulin

(%)

Lemak

(%)

Laktosa

(%)

Abu

(%)

Total Solid

(%)

Jam ke-1

Jam ke-6

Jam ke-12

Jam ke-18

Jam ke-24

Jam ke-36

Jam ke-72

Jam ke-5

Jam ke10

5,00

3,50

3,12

3,00

2,61

2,86

2,77

2,74

2,62

11,07

6,60

2,86

2,14

1,91

1,32

1,10

1.00

0,68

6,55

7,82

4,10

4,00

3,64

3,58

3,52

3,55

3,57

2,90

3,29

3,88

3,75

3,82

3,86

4,41

4,48

4,92

1,32

0,97

0,88

0,85

0,85

0,84

0,84

0,83

0,82

26,74

26,18

14,84

13,74

12,83

12,10

12,64

12,41

12,61

Sumber: Lampert, (1975 dalam Soeparno et al., 2001)

Protein susu

Protein dalam susu akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan, suasana asam

atau oleh adanya enzim protease. Pengumpulan protein atau terjadinya koagulasi

digunakan sebagai dasar pengolahan susu untuk pembuatan keju dan tahu susu.

Pengumpulan protein pada pembuatan keju diperoleh dengan menggunakan rennin

sebagai enzim protease. Pembuatan tahu susu menggunakan enzim protease untuk

pengumpulan protein, dengan menggunakan enzim bromelin dari sari buah nanas atau

dengan menggunakan enzim papain dari buah papaya. Gumpalan protein tersebut disebut

curd.

Whey adalah cairan yang diperoleh dari susu yang telah dipisahkan dari lemak dan

kasein. Protein dalam whey sekitar 0,5 sampai 0,7% adalah laktalbumin, dan kandungan

protein yang lain adalah laktoglobulin.

Lemak susu

Lemak susu sering disebut dengan milk fat dan merupakan penyusun susu yang

penting, karena merupakan penentu kualitas susu dan untuk proses pengolahan

selanjutnya. Kecuali itu, lemak berguna sebagai penentu tekstur, bau, dan rasa. Lemak

susu sebesar 3,0 sampai 4% dalam susu, berbentuk globulus dan merupakan emulsi.

Lemak susu tersusun dari gliserol sebesar 12,5%, dan asam lemak sebesar 85,5%.

Page 207: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

197

Butter fat.

Butter fat adalah lemak yang terdapat dalam mentega, sedang butter oil adalah

lemak dari mentega yang dicairkan dengan cara memanaskan sampai titik leleh atau

melting point.

Skim

Skim adalah susu setelah lemaknya dipisahkan sehingga besarnya kandungan

lemak tinggal 0,1 sampai 0,5%, dan bahan kering tanpa lemak tidak kurang dari 8,0

sampai 9,0%. Susu krim biasanya dikonsumsi untuk konsumen yang membutuhkan kalori

rendah. Pemisahan lemak ini dapat dilakukan dengan cream separator. Susu skim yang

dihasilkan dari pemisahan lemak dengan separator mempunyai komposisi sebagai berikut:

air 90,42%, protein 3,68%, lemak 0,10%, laktosa 5,00%, dan abu 0,80%.

Laktosa

Laktosa adalah gula susu atau karbohidrat utama dalam susu sekitar 4,9 sampai

5%. Laktosa merupakan disakarida, bila terhidrolisis akan terurai menjadi glukosa dan

galaktosa. Enzim laktase dapat menghidrolisis laktosa menjadi galaktosa. Enzim ini sering

disebut juga beta D-galaktosidase. Laktase ada dalam pencernaan mamalia termasuk

manusia. Ada sebagian orang yang tidak dapat menghidrolisis laktosa dalam alat

pencernaannya yang disebabkan oleh tidak adanya enzim laktase pada saluaran

pencernaan dan disebut lactose intolerance. Produk susu fermentasi biasanya kandungan

laktosanya sudah berkurang, sehingga dapat membantu orang yang lactose intolerance.

Mikroba jamur Sacharomyces lactis dapat digunakan untuk memfermentasi laktosa,

sehingga dapat mengurangi kandungan laktosa dalam susu.

Mineral dan vitamin susu

Mineral dalam susu lebih kurang 0,7% mengandung kalium, kalsium, fosfor,

khlorin, tembaga, dan besi. Vitamin yang terkandung dalam susu adalah vitamin A,

vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, asam pantotenat, vitamin C, vitamin D, vitamin E, dan

vitamin K.

10.5 Sanitasi peralatan

Untuk menekan kandungan bakteri dalam hasil olahan susu, semua peralatan yang

digunakan dalam penanganan dan pengolahan susu harus diusahakan tetap bersih dan

Page 208: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

198

dalam keadaan sanitasi yang baik dan kering setelah dipakai. Sanitasi yang baik berarti

bersih dari semua bakteri dan telah dapat dimusnahkan. Untuk dapat memenuhi harapan

tersebut, maka semua peralatan yang digunakan dalam industri susu sebaiknya didesain

dengan baik. Pembersihan dan sanitasi peralatan yang digunakan dilakukan dengan air

panas dan deterjen, atau dapat pula dengan larutan kimia.

Pembersihan dan sanitasi peralatan dengan deterjen dan air panas meliputi

langkah-langkah sebagai berikut : (1) peralatan dicuci dengan air panas 50°C atau lebih

panas lagi, dengan tujuan untuk menghilangkan sisa susu yang melekat atau menempel

pada alat-alat, (2) pembersihan dengan deterjen alkali atau deterjen asam, (3) kemudian

alat-alat tersebut dibersihkan kembali dengan air hangat, dengan tujuan untuk

menghilangkan sisa deterjen pada alat-alat dan dibilas beberapa kali sampai bersih, dan (4)

pengeringan alat-alat supaya tidak mudah untuk tumbuh mikroba yang akan menyebabkan

alat tersebut kurang bersih.

Keberhasilan dari pembersihan dan sanitasi tergantung dari desain alat, kehalusan

permukaan dari alat tersebut, dan jenis residu kotoran yang harus dihilangkan.

Pembersihan dan sanitasi alat dapat dilakukan dengan air panas 77°C selama 5 menit,

untuk merendam alat-alat yang dibersihkan.

Uap.

Uap juga merupakan bahan pembersih dan sanitasi yang baik. Cara ini baik untuk

alat-alat yang tertutup karena dengan mudah dapat memusnahkan bakteri yang tidak

membentuk spora, ragi, dan jamur. Sesudah di bersihkan, alat-alat diusahakan tetap

kering untuk mencegah pertumbuhan bakteri.

Senyawa kimia.

Senyawa kimia dapat dipakai untuk pembersihan dan sanitasi alat-alat terutama

pada pabrik. Senyawa tersebut antara lain senyawa khlorin, senyawa ammonium

kuarterner dan idofor. Dalam industria, sering dipakai cara pembersihan dan sanitasi alat

yang disebut clean in place (CIP), yaitu pembersihan di tempat tanpa membongkar alat-

alat, karena pada industri pada umumnya digunakan peralatan berat. Peralatan biasanya

sudah didesain konstruksinya untuk dapat dibersihkan dengan cara CIP. Pembersihan

dengan air hangat, kemudian dialirkan larutan deterjen panas (71 sampai 77°C), pengaliran

secara kontinyu selama 30 menit. Pengaliran ini untuk menghilangkan residu susu yang

ada pada alat-alat tersebut. Pada cara CIP ini, tangki-tangki yang dipergunakan untuk

pengolahan susu biasanya dilengkapi dengan pengabut (spray nozzle). Penyemprotan

dengan tekanan tinggi akan lebih mudah untuk dibersihkan.

Page 209: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

199

10.6 Produk Susu

Pada bagian ini akan dibahas produk susu olahan di antaranya produks susu cair,

cream, produk susu kental, dan produk susu fermentasi

10.6.1 Produk susu cair

Susu pasteurisasi adalah susu yang telah mengalami pengolahan dengan cara

pasteurisasi. Pasteurisasi adalah pemanasan susu dalam waktu tertentu, dengan tujuan

membunuh semua bakteri patogen.

Pasteurisasi ada 2 macam cara, yaitu 1) low temperature long time ( LTLT) dan 2)

high temperature short time ( HTST). LTLT adalah pasteurisasi dengan menggunakan

suhu pemanasan pada 62,8 sampai 65,6°C selama 30 menit. HTST adalah cara pasteurisasi

dengan suhu pemanasan lebih dari 71.7°C selama beberapa detik; bila suhu pemanasan

72°C lamanya 15 detik. Alat untuk pasteurisasi disebut pasteurizer, ada beberapa macam

pasteurizer yaitu batch pasteurization, vacuum pasteurization.

Susu sterilisasi adalah susu yang telah mengalami sterilsasi. Sterilisasi adalah

pemanasan pada suhu, waktu, dan tekanan tertentu. Pemanasan pada sterilisasi biasanya

pada suhu yang tinggi yaitu 121°C dengan tekanan 15 psi, selama 10 detik atau pada suhu

134°C selama 1 detik. Tujuan sterilisasi adalah membunuh semua bakteri atau mikro

organisme yang tahan terhadap panas.

Homogenized milk adalah susu yang telah mengalami homogenisasi yaitu lemak

susu dipecah menjadi globulus yang lebih kecil. Proses homogenisasi ini bertujuan untuk

menghindari terbentuknya lapisan cream dalam susu, bila susu tersebut disimpan.

Pemecahan globulus ini dengan tekanan dilewatkan pada lubang yang kecil yang dapat

diatur besarnya yaitu 0,001 inch. Dengan homogenisasi ini globulus lemak dapat

berukuran lebih kecil yaitu kurang dari dua micron.

Soft curd milk adalah produk susu dengan penggumpalan dengan suasana asam

atau oleh enzim protease. Pengukuran curd digunakan dengan curd tension.

Skim milk atau susu skim adalah susu yang telah dipisahkan lemaknya. Biasanya

produk susu skim ditambah atau difortifikasi dengan vitamin A, ada pula yang difortifikasi

dengan vitamin A dan D. Susu skim dapat dipergunakan sebagai bahan dasar pembuatan

susu condensed milk dengan mengevaporasikan susu sampai sepertiga bagian.

Whey adalah cairan yang diperoleh dari susu yang telah dipisahkan lemak dan

kaseinnya. Protein dalam whey sekitar 0,5 sampai 0,7% adalah laktalbumin dan

kandungan protein yang lain adalah laktoglobulin.

Page 210: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

200

10.6.2 Cream

Cream adalah bagian yang ada dalam susu dan banyak mengandung lemak susu.

Cream terletak pada lapisan bagian atas susu dan dapat dipisahkan dari skim dengan

separator sentrifugal atau dengan cream separator. Produk susu yang berasal dengan

bahan dasar cream adalah whipping cream, sterilized cream, butter, dan ice cream.

Whipping cream merupakan tahapan pertama pada churning pembuatan butter.

Proses churning dihentikan sebelum emulsi pecah dan globulus lemak terpisah.

Kandungan lemak pada whipping cream tidak kurang dari 30%.

Sterilized cream mengandung 18 sampai 30% lemak, dan mempunyai keasaman

atau acidity yang rendah yaitu 0,14 sampai 0,15 %. Pada proses sterilisasi, diperlukan

stabilizer sebesar 0,10 sampai 0,30 % dapat berupa sodium alginate atau gelatin.

Butter adalah produk susu yang berasal dari cream. Ada dua macam yaitu butter

salted dan butter sweet. Komposisi butter dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Komposisi Butter (%)

Lemak Air Garam

Salted butter

Sweet butter

80,47

81,00

16,54

18,05

2,15

-

Sumber: Lampert, (1975)

Sweet butter adalah butter tanpa asam, sedang salted butter adalah butter dengan

penambahan garam 1,5 sampai 2,0%. Namun dari konsumen ada kalanya penambahan

garam mencapai 3%.

Ice cream merupakan bahan makanan yang berasal dari susu dan merupakan

produk makanan beku, yang mengandung lemak, padatan bukan lemak, bahan penstabil

sebagai contoh gelatin, bahan pengemulsi adalah kuning telur, gula, bahan pembentuk cita

rasa, dan mempunyai tekstur yang halus karena proses whipping stirring selama

pembekuan. Tahapan pembuatan ice cream meliputi tahap pencampuran, tahap

pasteurisasi, tahap homogenisasi, dan tahap pendinginan.

10.6.3 Susu Kental

Susu kental (condensed milk) adalah susu yang telah mengalami evaporasi

sehingga volumenya berkurang menjadi 1/3. Evaporated milk adalah susu yang telah

mengalami evaporasi tanpa penambahan gula, sedang condensed milk adalah susu yang

telah mengalami evaporasi dengan penambahan gula.

Page 211: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

201

10.6.4 Susu Fermentasi

Susu fermentasi adalah produk susu yang telah mengalami fermentasi dengan

inokulasi kultur starter bakteri penghasil asam laktat. Produk susu fermentasi ini sering

disebut juga produk susu asam karena rasanya asam. Produk susu fermentasi antara lain

culture butter milk, acidophilus milk, kefir, kumiss, dan yogurt.

Culture butter milk sering disebut artificial butter milk. Produk susu fermentasi

ini dibuat dengan menggunakan starter penghasil asam laktat sebesar 1%. Keasaman yang

dihasilkan biasanya sekitar 0,7 sampai 0,9%.

Acidophilus milk adalah produk susu dengan kultur starter Lactobacillus

acidophilus sebesar 2 % dan mempunyai keasaman 0,8 sampai 1,0 %

Kefir berasal dari pegunungan caucasia dapat dibuat dari susu kambing, domba

atau sapi. Untuk membuat kefir digunakan butiran kefir (kefir grains) dalam

fermentasinya. Fermentasinya menggunakan mikrobia Saccaromyces kefir, Torula kefir,

Lactobacillus causacisus, Leuconostoc spp dan Lactic acid streptococci serta yeast lebih

kurang 5 sampai 10 %. Keasaman yang dihasilkan sebesar 1%.

Kumiss adalah susu fermentasi yang berasal dari Rusia dan Asia Barat, biasnya

dibuat dari susu kuda. Fermentasinya menggunakan mikroba S. lactis dan L bulgaricus

dan yeast. Kandungan alkohol tergantung dari lama fermentasi, kemungkinan dapat

mencapai 3%. Di daerah Siberia, alkohol dapat mencapai 10 % dan sering disebut

“araka”. Kumiss dapat juga dibuat dari susu sapi dengan penambahan gula; produksi

kumis akan menghasilkan alkohol sekitar 1%.

Yoghurt merupakan produk susu fermentasi dengan menggunakan dua kultur

bakteri, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Penggunaan

starter sebesar 5% dengan perbandingan 1:1 dan dengan inkubasi selama kurang lebih

5jam pada suhu 40 sampai 45°C akan memproduksi yoghurt dengan keasaman 0,85

sampai 0,95% dan nilai pH sekitar 4,5. Penyimpanan yoghurt pada suhu dingin.

Keju adalah salah satu produk susu feremntasi berbentuk padat. Keju dapat

dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan teksturnya, yaitu soft, semisoft, hard,

dan very hard cheese. Sedang berdasarkan ripening, keju dibagi dua yaitu ripening

dengan bakteri, jamur, mikro organisme atau kombinasi ketiga-tiganya dan unripened.

Soft unripened termasuk jenis ini adalah cottage cheese, soft ripened termasuk

jenis ini adalah Camembert. Semisoft, ripened dengan bakteri contohnya Brick, Munster,

dengan bakteri dan mold sebagai contoh Roquefort, Gorgonzola.

Page 212: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

202

Hard, ripened dengan mold sebagai contoh Cheedar, Granuler, Swiss. Very hard

dengan ripening sebagai contoh adalah Parmesan, Romano.

Prinsip pembuatan keju: susu dipasteurisasi kemudian dilakukan penurunan pH

dengan menambahkan starter, seterusnya penggumpalan atau pembentukan curd dengan

enzim rennin. Setelah itu, dilakukan pemisahan curd dari whey. Gumpalan atau curd

ditambahi garam, selanjutnya dapat dibuat dengan unripened atau tanpa pemeraman dan

ripened atau dengan pemeraman. Pada ripening atau pemeraman suhu yang digunakan

maksimum 20°C.

Page 213: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

203

BAB XI

HIGIENE PRODUKSI SUSU

Oleh

I W.Suardana

Mengingat pemerahan susu bukanlah pekerjaan yang enteng, maka dengan

berkembangnya perusahaan-perusahaan besar di negara-negara maju dengan jumlah

pemilikan sapi perah sampai ratusan, sulit diperoleh tenaga pemerah, maka diciptakan

mesin perah modern untuk menghasilkan susu yang terjamin kebersihannya.

Pada awalnya, sapi menghasilkan susu hanya selama menyusui dan hanya cukup

untuk kebutuhan hidup dan pertumbuhan anaknya. Sejak orang mengetahui manfaat susu

sapi bagi kehidupan manusia dan dapat dibuat keju, mentega dan sebagainya, maka

mulailah orang melakukan segala upaya untuk memperbanyak hasil susu melalui seleksi,

pemeliharaan, perawatan ambing, latihan pemerahan yang teratur dan seksama. Pada

mulanya, penambahan produksi susu hanya selama anaknya masih menyusu induknya.

Lama-kelamaan produksi susu dapat diperpanjang waktu pemerahannya hingga jauh

sesudah anaknya disapih.

Sebelum membicarakan pemerahan sapi perah, baik pemerahan dengan tangan

(hand milking) maupun pemerahan dengan mesin (machine milking), terlebih dahulu perlu

dibahas ikhwal anatomi dan fisiologi ambing sapi perah.

11.1 Anatomi Ambing

Ambing sapi terdiri dari atas dua unsur pokok tenunan atau jaringan yaitu: 1)

“tenunan kelenjar” yang menghasilkan susu, dan 2) “tenunan pengikat” yang berfungsi

sebagai kerangka. Tenunan kelenjar susu dan tenunan pengikat disatukan dan terbungkus

oleh kulit yang berfungsi sebagai pelindung. Ambing sapi yang normal terdiri atas 4

kwartir, sedang kambing terdiri dari 2 bagian, dan masing-masing kwartir berfungsi

sendiri-sendiri. Kwartir sebelah kanan dan sebelah kiri dipisahkan oleh membran yang

tebal yang disebut tenunan pengikat atau “septum media” (median suspensory) yang

menjulur ke atas dan bertaut pada dinding perut, sehingga merupakan alat penggantung

bagi ambing. Bagian ambing kanan dan kiri masing-masing dipisahkan menjadi dua oleh

suatu membran yang amat tipis (fine membrane). Dengan demikian, potongan melintang

dari ambing seperti terlihat seperti pada Gambar 16.

Page 214: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

204

Susu yang terbentuk di dalam tiap-tiap kwartir hanya dapat dikeluarkan melalui

puting kwartir. Adakalanya pada kwartir belakang, ada puting tambahan atau extra teat

yang tidak berfungsi, dan dapat dipotong/dihilangkan pada umur 1-3 bulan. Rata-rata

kwartir bagian belakang lebih besar jika dibandingkan dengan kwartir depan, sehingga

kwartir bagian belakang menghasilkan susu lebih banyak daripada kwartir bagian muka.

Kedua kwartir bagian belakang menghasilkan rata-rata 60%, dan kedua bagian depan rata-

rata 40%, dari jumlah susu yang dihasilkan.

Jaringan Pengikat Lateral

Jaringan Pengkat Media

Membran tipis antara kwartir

Gambar 16. Potongan Melintang Ambing. (Gambar dari Caren Carney dalam

Soetarno,1999)

Sistem Tenunan Kelenjar Susu

1. Rongga puting (atau teat cistern =sinus papilaria)

Rongga putting merupakan rongga yang berfungsi sebagai penampung susu paling

akhir, dengan kapasitas tampung 1–1,5 on. Pada ujung bawah rongga putting, terdapat

lubang/saluran atau lebih dikenal dengan istilah streak canal atau teat meatus atau ductus

papilares sepanjang 8–10 mm, yang berakhir pada ujung puting dan dilindungi oleh

sebuah cincin atau urat daging sirkulair (sphincter) untuk menjaga supaya susu tidak

mudah keluar. Pada streak canal, terdapat semacam lemak (like fat) yang dihasilkan oleh

sel-sel pada dinding saluran, yang berfungsi menahan masuknya bakteri ke dalam puting,

dan dapat larut pada waktu pemerahan. Di bagian atas dari rongga puting terdapat

penyempitan yang disebut dengan cricoid fold (anular fold). Adakalanya cricoid fold

Page 215: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

205

sering buntu, sehingga disebut sebagai “kwartir buntu” atau “blind quarter” dan dapat

dibuka dengan tusukan jarum puting.

2. Rongga ambing (gland cistern atau sinus lactiferus).

Rongga ambing merupakan penampungan sebagian dari susu yang dihasilkan

antara dua waktu pemerahan, dan mampu memuat sekitar 0,5 liter susu (tergantung besar

rongga ambing). Pada dinding rongga ambing, terdapat saluran susu besar (mammary

ducts atau mayor ducts).

3. Saluran susu besar.

Saluran susu besar (mammary ducts atau mayor ducts) pada dinding rongga

ambing berjumlah sekitar 10-50 buah atau lebih. Saluran tersebut selain besar, sedikit

pendek dan lebar, juga bercabang banyak menjadi saluran-saluran yang lebih kecil.

Cabang saluran susu ini terus bercabang-cabang lagi, dan bercabang semakin kecil. Pada

setiap masuknya cabang yang lebih kecil ke dalam saluran yang lebih besar, selalu

terdapat penyempitan yang dimaksudkan untuk menahan susu di atas penyempitan sampai

tekanan tertentu. Ujung cabang saluran susu yang paling kecil berakhir pada tenunan

kelenjar susu yang berbentuk bulat-bulat dan disebut dengan alveolus.

4. Alveolus

Alveolus adalah struktur yang terdapat pada ujung cabang saluran susu yang

paling kecil dan berbentuk bulat. Masing-masing alveolus mempunyai lumen di

dalamnya. Tiap-tiap alveolus terdiri dari atas barisan sel-sel epitel yang mengelilingi

lumen, yang membuat dan mengeluarkan susu ke dalam lumen. Apabila sapi sudah

diperah, alveolus itu menjadi kempis. Setelah beberapa saat, sel-sel epitel mulai

membentuk susu lagi, yang dicurahkan ke dalam lumen sehingga lama-kelamaan lumen

menjadi penuh. Di bawah lapisan sel-sel epitel dari alveolus, terdapat pembuluh darah

halus (blood capilaries), dan selapis sel-sel berbentuk panjang-panjang yang disebut

mioepitel. Karena tugas dan sifatnya selaku sel-sel urat daging yang dapat berkontraksi,

maka menurut hipotesis beberapa ahli, sel-sel inilah yang dapat berkontraksi akibat

pengaruh hormon oksitosin, ketika puting diraba pada waktu mencuci ambing beberapa

saat sebelum sapi akan diperah. Kontraksi mioepitel tersebut akan menyebabkan alveolus

dengan saluran-salurannya turut berkontraksi, sehingga mengakibatkan keluarnya susu

dari lumen dan melalui saluran-salurannya masuk ke dalam rongga ambing dan rongga

puting.

Page 216: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

206

Sifat tenunan pengikat

Sekelompok alveolus atau alveoli terbungkus oleh membran yang tipis, berbentuk

lobulus (lobule). Lobulus (jamak lobuli) satu dengan lainnya, juga terbungkus oleh

membran yang tipis. Dari banyak lobulus yang terbungkus oleh membran yang tipis

tersebut, terbentuklah lobus (lobe). Membran tipis yang membungkus “alveoli” dan

”lobuli” dan semua tenunan atau jaringan pengikat yang ada pada tenunan kelenjar susu,

merupakan sistem tenunan pengikat yang berfungsi sebagai “kerangka” dari tenunan

kelenjar susu.

Ambing yang sebagian besar terdiri atas tenunan kelenjar susu, sanggup

menghasilkan susu yang banyak dan sesudah diperah menjadi kempis sekali dan berlipat-

lipat, sehingga rabaannya terasa lemas dan halus. Sebaliknya, ambing yang sebagian

besar terdiri dari tenunan pengikat apabila diraba terasa keras disebut “ambing daging”

(Hard udder). Ambing yang demikian hanya tersusun oleh sebagian kecil tenunan kelenjar

susu dan tersusun oleh sebagian besar jaringan pengikat (fibrosis). Keadaan demikian

sering merupakan akibat adanya mastitis.

Apabila ambing dibelah, maka akan terlihat tenunan kelenjar susu berwarna

kemerah-merahan atau kekuning-kuningan, sedangkan tenunan pengikat berwarna putih.

11.2 Fisiologi Ambing

Produksi susu

Susu dihasilkan oleh sel-sel epitel pada alveolus dari darah yang mengandung

bahan-bahan pembentuk susu (milk precursor) melalui pembuluh darah halus/ pembuluh

darah kapiler. Sapi yang sedang laktasi mengandung 150-220 alveolus. Susu yang

dihasilkan akan ditampung di dalam lumen. Zat-zat yang tidak digunakan (bukan

pembentuk susu) dikembalikan ke jantung melalui dua vena susu: 1) vena pudica externa,

dan 2) vena abdominalis. Menurut C.W. Turner, telah dapat ditentukan bahwa untuk

membentuk 1 (satu) liter susu, dibutuhkan aliran darah sebanyak 300-400 liter ke dalam

ambing. Jadi, seekor sapi yang menghasilkan susu 20 liter sehari, darah yang mengalir

melalui ambing sebanyak 6 – 8 ton sehari semalam.

Pelepasan susu

Adanya pencucian ambing sewaktu sapi akan diperah, rabaan tangan pemerah,

atau kecupan dari mulut pedet, akan menimbulkan rangsangan “saraf parasimpatikus”,

yang menyalurkan rangsangan dari ambing ke otak, sehingga menyebabkan

Page 217: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

207

dikeluarkannya hormon oksitosin dari kelenjar hypophysis pars posterior, untuk

selanjutnya dicurahkan ke dalam aliran darah. Labih jauh, saraf simpatikus akan

mempengaruhi jalannya darah dan volume darah yang mengalir ke ambing. Dengan

demikian, hormon oksitosin yang ikut dalam peredaran darah ke ambing akan

menimbulkan pelepasan susu (“Milk let down”) karena memperbesar kontraksi sel-sel

mioepitel (Gambar 17).

Dengan adanya kontraksi sel-sel mioepitel pada ambing oleh hormon oksitosin,

akan menyebabkan susu yang ada di lumen dilepaskan melalui saluran-saluran susu,

akhirnya susu sampai ke rongga ambing dan rongga puting (Gambar18). Tetapi apabila

saat ini karena sesuatu hal sapi menjadi takut, maka kontraksi sel-sel mioepitel menjadi

terhenti. Hal ini karena pengaruh hormon adrenalin atau hormon epinephrine yang

dihasilkan oleh kelenjar adrenalis seperti tersaji pada Gambar 19.

Kelenjar Adrenalin

Saraf tulang belakang

Otak

Kelenjar Hypophysis

Jantung

Gambar 17. Terjadinya Pelepasan Susu atau “Milk let down” (Foley, 1972 dalam

Soetarno, 1999)

Ketika pemerahan berlangsung dalam suasana tenang, atau tidak terganggu oleh

suara gaduh atau perlakuan kasar, pelepasan susu akan terjadi sangat singkat, yaitu 45-60

detik setelah sapi mendapat rangsangan. Hal itu karena hormon oksitosin telah tiba di

Page 218: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

208

ambing, dan pengaruh hormon tersebut hanya tujuh menit. Biasanya pemerah yang

terampil akan dapat menyelesaikan pemerahan selama tiga sampai lima menit.

Gambar 18. Rangsangan Waktu akan Diperah, Sapi dalam Situasi Tenang, Hormon

Oksitosin Menyebabkan Susu Keluar dari Alveoli (Eustice, 1988 dalam

Soetarno, 1999)

Gambar 19. Rangsangan Waktu akan Diperah, Sapi dalam Keadaan Takut karena

Diperlakukan Kasar atau Takut akan Nyalakan Anjing, Hormon Adrenalin

Menahan Keluarnya Susu (Eustice, 1988 dalam Soetarno, 1999)

11.3 Pemerahan Susu

a. Teknik pemerahan dengan tangan (Hand milking)

1. Persiapan pemerahan

a. Sikap pemerah; harus ditinggalkan masalah di luar tempat pemerahan.

b. Siapkan lingkungan pemerahan yang bebas dari kondisi yang dapat menyebabkan

sapi stres.

Otak

Oksitosin

Oksitosin Jantung

Saraf

Perangsangan

Perangsangan

Adrenalin

Adrenalin

Kel.Adrenal

Otak

Saraf

Page 219: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

209

c. Pemerahan harus dilakukan di tempat bersih, beratap, dan berlantai semen.

d. Sapi dan lantai tempat pemerahan harus dicuci sebelum pemerahan.

e. Ambing dan tangan pemerah harus dicuci sebelum pemerahan.

f. Sebelum memulai pemerahan, semua peralatan penampungan susu seperti ember

dan tempat susu lainnya harus benar-benar bersih dan didesinfeksi.

g. Sapi yang pernah atau sedang menderita mastitis harus diperah paling akhir, hal ini

untuk menghindari penularan pada sapi yang sehat.

h. Apabila sapinya nakal, kakinya diberi tali pengaman dan ekornya diikat.

i. Untuk merangsang turunnya susu, ambing dipalpasi dengan air hangat.

j. Ambing dilap dengan handuk atau kain bersih.

k. Pancaran pertama dan kedua ditampung di strip cup untuk pengujian.

2. Pelaksanaan pemerahan

a. Apabila putingnya silindris, pemerahan dilakukan dengan lima jari.

b. Apabila membutuhkan pelicin, dapat digunakan vaselin putih.

c. Selama diperah, sapi tidak perlu diberi pakan agar sapi tenang.

d. Ember yang digunakan untuk memerah adalah yang bersih.

e. Pemerahan diusahakan sampai apuh.

f. Lama pemerahan diselesaikan dalam waktu 7 menit, karena pengaruh sekresi

oksitosin yang sangat singkat. Apabila peternak menggunakan teknik memerah

yang benar dan terlatih, maka pemerahan dapat berlangsung sekitar 3-5 menit.

3. Penyelesaian pemerahan

a. Setelah selesai pemerahan, ambing dan lantai dicuci dengan air sampai bersih.

b. Dilakukan deeping (pencelupan puting dengan menggunakan biosid 3000 i.u (3,3

ml/liter air); sebaiknya dengan penyemprotan semua sisi puting dengan baik.

c. Susu ditakar dan dicatat.

d. Alat penampung susu harus dibersihkan dengan baik dan dikeringkan dengan

meletakkannya secara tertelungkup.

4. Lain-lain

a. Sapi perah merupakan hewan yang dibentuk oleh kebiasaan. Perubahan-perubahan

yang terjadi dapat membuat hewan menjadi tidak tenang dan mengakibatkan

produksi susu menjadi turun.

b. Pemerahan sebaiknya dilakukan 2 kali sehari dengan interval pemerahan paling

baik 12 jam.

Page 220: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

210

c. Jika sapi takut dan gelisah, sapi akan mengeluarkan hormon adrenalin ke dalam

sirkulasi darah. Hormon ini akan menghalangi hormon oksitosin yang merangsang

pelepasan susu (“Milk let down”). Akibatnya, pemerahan tidak dapat tuntas atau

susunya ditahan (“hold up of milk”). Untuk mencegah keluarnya hormon adrenalin,

maka sapi harus diperlakukan dengan lembut, dan dijauhkan dari gangguan-

gangguan yang ada seperti salakan anjing dan lain-lain.

Penanganan susu

a. Susu harus ditampung di dalam wadah yang benar-benar bersih dan telah

didesinfektan.

b. Jangan mencampur susu hangat dengan susu dingin dalam wadah yang sama, karena

akan berakibat susu menjadi asam.

c. Susu harus cepat didinginkan, karena bakteri akan berlipat ganda dengan cepat.

Sebaiknya susu didinginkan dalam waktu kurang dari 2 jam.

b. Teknik pemerahan dengan mesin (machine milking)

Telah diketahui bahwa pemerahan hendaknya merupakan kebiasaan yang rutin dan

efektif, karena pemerahan yang baik hanya pada waktu hormon oksitosin berperan yaitu

selama 5-7 menit. Untuk mengatasi hambatan tersebut, lalu timbul ide mekanisme

pemerahan dengan menggunakan alat, dan akhirnya terciptalah alat perah sederhana, yang

pertama kalinya dibuat pada tahun 1920.

Selanjutnya, mesin perah pertama diciptakan dan dikeluarkan pada tahun 1950

oleh seorang ibu tani dari Amerika bernama Anna Baldwin, berbentuk pompa

dihubungkan dengan pipa yang berujung pada sebuah mangkok yang berlubang empat

untuk menyedot susu dari keempat puting. Di ujung lain, digantungkan sebuah ember

guna menampung susu hasil pemerahan. Seiring dengan perkembangan teknologi, mesin

perah pertama ini terus dikembangkan sehingga akhirnya tercipta mesin perah modern

seperti yang dijumpai sekarang.

c. Mesin Perah Modern

Metode pemerahan dengan mesin perah modern dewasa ini menggunakan cara

mekanisasi, artinya pemerahan memakai mesin sebagai pengganti tangan. Dalam

peternakan sapi perah, mesin-perah dibedakan :

1. Sistem ember (Bucket System),

2. Sistem pipa (Pipe Line System), dan

3. Sistem bangsal pemerahan (Milking Parlor System).

Page 221: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

211

1. Sistem Ember (Bucket System)

Sistem Ember (bucket system) adalah salah satu pemerahan memakai mesin

sebagai pengganti tangan, yang dapat dipindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

Sistem ini cocok untuk digunakan pada peternak kecil. Susu ditampung di baket yang

terdapat di setiap mesin, setelah susu hasil perahan setiap ekor sapi ditakar terlebih

dahulu kemudian dituang ke tangki pendingin. Pemerahan dengan sistem ini dapat

diterapkan di Indonesia pada peternak sapi perah dengan jumlah sapi induk kurang

dari 10 ekor atau pada peternak sapi perah rakyat yang kandangnya berkelompok.

Pemerahan dengan sistem baket ini perlu dirintis di Indonesia dengan harapan dapat

menekan kandungan kuman dalam susu.

Mesin perah sistem baket ini memiliki bagian-bagian yang terdiri atas: 1) sebuah

motor pembangkit vakum; 2) pipa vakum; 3) selang karet vakum; 4) pulsator; 5)

ember penampung susu; 6) pengatur pulsasi; 7) tabung perah (teat cup) yang terbuat

dari logam tahan karat dan karet inflasi di dalam tabung perah, dan 8) selang susu.

Mesin perah bekerja atas dasar perbedaan tekanan udara yang dibangkitkan oleh

motor pembangkit vacum atau pompa vacum. Perbedaan tekanan udara ini

menyebabkan karet inflasi di dalam tabung perah kembang kempis memijat puting.

Pada waktu udara masuk ke dalam tabung perah yaitu di antara tabung perah dan karet

inflasi, karet inflasi mengempis. Peristiwa ini disebut fase istirahat. Selanjutnya, udara

di antara tabung menjadi hampa udara. Oleh karena itu, dalam tabung dan karet inflasi

pompa tidak ada tekanan, sedangkan di dalam ambing bertekanan, sehingga susu

terdorong keluar/disedot. Peristiwa ini disebut sebagai fase perah. Demikian

seterusnya, fase perah dan fase istirahat berlangsung silih berganti.

Supaya fase istirahat dan fase perah dapat berlangsung bergantian, maka mesin

perah dilengkapi dengan pulsator yang berfungsi mengatur tekanan udara antara

keadaan bertekanan dan hampa udara. Dengan kata lain, pulsator mengatur fase

istirahat dan fase perah. Bila klep atau tombol vacum ditutup, maka udara dari luar

masuk dan berhentilah kegiatan pemerahan, dan karet inflasi kembali ke bentuk

semula.

Proses pemerahan mekanik ini: perah-istirahat – perah – istirahat – perah dan

seterusnya terus berlangsung hingga ambing kosong. Lamanya waktu fase perah dan

fase istirahat tergantung kepada apa yang disebut rasio pulsasi.

Page 222: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

212

Rasio pulsasi adalah perbandingan antara fase perah dan fase istirahat. Untuk

mesin perah sistem baket, rasio pulsasinya 60:40 per satuan waktu. Artinya dalam

satuan waktu, waktu fase pemerahan berlangsung 60 kali sedang fase istirahat 40 kali.

Laju pulsasi atau besar kecilnya pulsasi, diatur oleh tombol pengatur pulsasi yang

terletak di bawah keempat tabung perah. Laju pulsasi disetel sesuai dengan anjuran

pabrik pembuat mesin. Meningkatkan laju pulsasi melebihi anjuran tidak akan

mempercepat pemerahan, bahkan dapat menyebabkan luka-luka yang serius pada

puting dan ambing.

Tekanan pada mesin perah disetel pada saat instalasi mesin perah dipasang.

Tekanan yang terlalu lemah membuat tabung perah tidak dapat menempel pada puting.

Mintalah bantuan teknisi untuk menyetel tekanan vakum dan pemeriksaan secara

berkala.

2. Sistem pipa (Pipe Line System)

Pada sistem ini, pemerah langsung juga berada di dalam kandang di mana sapi

yang diperah tetap terikat ditempatnya. Mesin perah dipindah dari sapi satu ke sapi

berikutnya. Namun, susu hasil pemerahan langsung dialirkan ke dalam tangki

pendingin melalui pipa tanpa berhubungan dengan udara luar.

3. Sistem bangsal pemerahan (Milking Parlor System)

Pemerahan berlangsung di suatu bangsal atau ruang khusus yang telah disiapkan

untuk pemerahan. Di bangsal pemerahan ini, ditempatkan beberapa mesin perah.

Setiap satu mesin melayani seekor sapi. Susu hasil pemerahan langsung ditampung di

tangki pendingin (cooling unit), sesudah melalui tabung pengukur produksi yang

terdapat pada setiap mesin. Sapi yang akan diperah digiring ke bangsal pemerah

melalui suatu tempat (holding area) yang luasnya terbatas dan sapi berdesakan. Di

holding area, sapi dibersihkan dengan sprayer dari segala arah. Selanjutnya, sapi satu

persatu masuk ke bangsal perah (milking parlor).

Sistem bangsal perah (milking parlor system) bentuknya bermacam-macam

antara lain :

a. Sistem sirip ikan tunggal atau ganda (single/double heringbon milking parlor).

b. Sistem sirip ikan berbentuk wajik (heringbone diamond shaped polygon milking

parlor).

c. Sistem komidi putar (rotary milking parlor).

Page 223: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

213

11.4 Sanitasi

Sanitasi dalam usaha peternakan sapi perah dapat diartikan sebagai kebersihan, yang

meliputi hal berikut ini:

A. Sanitasi peralatan pemerah (mesin perah)

Untuk menjaga kelangsungan perusahaan, kualitas susu harus betul-betul dijaga.

Perusahaan yang memasarkan kualitas produksi susu rendah tidak dapat diharapkan untuk

maju atau berhasil. Agar perusahaan dapat menghasilkan susu yang berkualitas, perlu

diperhatikan kebersihan peralatan pemerahan (mesin perah) Peralatan yang harus

diperhatikan kebersihannya meliputi beberapa hal:

1. Bagian-bagian alat pemerah logam:

a. Segera setelah pemerahan, cucilah peralatan dengan air hangat. Jangan biarkan

gumpalan-gumpalan susu mengering di dalam alat tersebut. Apabila pencucian

dengan air hangat dilakukan dengan segera setelah pemerahan, maka 90–95% dari

kotoran pada alat perah dapat dihilangkan.

b. Membongkar peralatan; cucilah bagian-bagian logam dengan menggunakan larutan

yang telah disediakan sesuai dengan anjuran pabrik. Gunakan setiap 1 sampai 1,5%

larutan kaustik soda (soda api) atau biocid yang dicampur dengan air bersuhu

70–80oC. Cuci setiap bagian dengan menggunakan sikat bulu yang kaku dengan

ukuran sesuai, atau dengan menggunakan spon plastik. Jangan menggunakan

logam, sebab dapat menggores permukaan peralatan tersebut.

c. Segera setelah dibersihkan dengan sikat, taruhlah seluruh peralatan tersebut di

tempat yang berisi kira-kira 20 liter air dingin dan larutan asam. Gunakan khlorin

sesuai dengan anjuran pabrik. Noda-noda dan gumpalan-gumpalan susu dapat

dihilangkan dengan menggunakan larutan asam.

d. Gunakan air dari selang untuk menghilangkan larutan khlorin.

e. Tempatkan peralatan tersebut di tempat yang kering dengan posisi terbalik. Bakteri

tidak dapat berkembang biak di tempat yang kering.

f. Sebelum pemerahan berikutnya, sanitasikan bagian dalam peralatan dengan

menggunakan larutan sanitasi khusus (gunakan biosid) atau larutan lain yang

sesuai dengan yang telah dianjurkan.

2. Karet inflasi dan bagian-bagian karet lainnya

Gunakan selalu dua set karet inflasi secara bergantian, di mana seminggu dipakai dan

seminggu berikutnya tidak dipakai. Dengan menggunakan cara ini, kedua set karet

Page 224: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

214

inflasi tersebut dapat dipakai lebih lama jika dibandingkan dengan menggunakan tiga

set karet inflasi yang digunakan secara terus menerus.

Setelah pemerahan, pencucian bagian karet dapat dilakukan dengan mencuci dengan

air, dilanjutkan pencucian dengan deterjen, setelah itu dibilas dengan asam, kemudian

ditempatkan di tempat yang kering.

Selama waktu istirahat, cuci dan rendamlah karet-karet inflasi tersebut di tempat yang

telah disediakan atau dibersihkan dengan air dan asam, kemudian tempatkan di tempat

yang kering (penempatan bagian-bagian karet dalam larutan alkali atau dalam

pembersih karet yang telah disediakan dapat memperpanjang kegunaan bagian-bagian

karet tersebut). Untuk membuat larutan alkali tersebut, gunakan 250 gr soda api dalam

20 kg air. Simpan larutan tersebut dalam kendi dari batu atau ember logam dan

jauhkan dari jangkauan anak-anak. Karet-karet inflasi tersebut harus dibuang setelah

1500 sampai 2000 kali pemerahan. Untuk seratus dua puluh ekor sapi yang

menggunakan 6 unit pemerahan, diharapkan karet inflasinya diganti setiap 40–50 hari.

3. Tangki Susu dan Tangki Penyimpanan Susu

Tangki susu dan penampungan susu sehabis dipakai harus segera dibersihkan.

Anjuran untuk membersihkan tangki susu dan tangki serta peralatan penampungan susu

lainnya sebagai berikut ini:

a. Bersihkan tempat-tempat penampungan susu tersebut dengan air dingin segera

setelah penampung kosong.

b. Sediakan larutan deterjen dalam ember plastik, dan masukkan ke tempat

penampungan susu yang kosong.

c. Gunakan sikat bulu yang kaku untuk menyikat bagian dalam.

Agar karyawan atau peternak dapat melaksanakan semua prosedur di atas, maka

air panas, deterjen, alat-alat pembersih serta sikat, harus disediakan.

B. Sanitasi Sapi

Sapi harus tetap bersih. Setiap hari, rata-rata sapi perah mengeluarkan kotoran

dan air kencing hampir 7 sampai 8% dari berat badannya. Untuk sapi sebesar 550 kg,

dikeluarkan kotoran dan air kencing 38 sampai 45 kg.

Kotoran harus dibersihkan dari kandang sesering mungkin, dan jangan biarkan

sapi berbaring di atas kotoran atau air kencing. Bedding harus tersedia bagi sapi. Sapi

Page 225: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

215

harus dimandikan dan disikat secara berkala untuk menghilangkan kotoran, debu, dan

rambut yang rontok.

Rambut yang panjang dekat ambing harus dicukur, karena rambut panjang di

samping menjadi sumber sedimen debu dan kotoran, kotoran-kotoran itu akan sampai

ke susu.

Cuci puting dengan larutan sanitasi hangat sebelum pemerahan. Ambing yang

bersih akan menghasilkan susu yang bersih pula. Cuci puting dengan larutan sanitasi

hangat, lamanya mencuci tidak lebih dari 1 (satu) menit sebelum pemerahan. Jika sapi

terlalu kotor, larutan itu harus diganti karena bila tidak diganti debu atau kotoran akan

berpindah dari satu sapi ke sapi yang lain.

Keringkan puting secara merata. Gunakan lap yang berbeda bagi tiap sapi dan

pastikan kalau lap tersebut telah dicuci dan didesinfeksi sebelum digunakan.

Pasang mesin perah dengan hati-hati. Pastikah kalau memerah itu tidak

menyedot bedding, kotoran, atau debu di sekitar. Jika waktu pemerahan mesin

tersebut jatuh, bilaslah mesin itu secara menyeluruh sebelum dipasangkan lagi. Ingat,

segumpal kotoran akan menambah 4 milyar bakteri ke dalam susu.

Saring susu melalui saringan atau filter. Susu harus disaring di ruangan yang

tidak terlalu banyak debu. Jika pemerahan dilakukan dengan bersih, filter tetap akan

bersih.

C. Sanitasi Kandang.

Kandang sapi perah merupakan suatu pabrik penghasil makanan/minuman sehat

bagi manusia. Kandang harus disapu dan dibersihkan secara teratur, jangan dibiarkan

kandang pemerahan berdebu dan kotor. Siram lantai kandang secara teratur dan gunakan

desinfektan untuk membunuh kuman dan bakteri. Jangan hanya menyapu lantai waktu

akan memerah. Berikan makanan kering paling sedikit 1 (satu) jam sebelum pemerahan

atau tunggu setelah pemerahan selesai, untuk menghindari banyaknya debu.

Kandang yang bersih menghindarkan susu dari pencemaran oleh kotoran dan bau

(sifat susu mudah menghisap bau dari sekitarnya). Kandang yang bersih membuat sapi

nyaman, dan peternak betah bekerja di kandang. Sapulah lantai kandang dan kotoran

dikumpulkan jauh dari tempat pemerahan/kamar susu. Gunakan sapu lidi/sekop yang

berbeda untuk makanan dan kotoran.

Bersihkan bak/cangkir otomatis. Bak air minum yang kotor merupakan sarang

bibit penyakit. Sapi tidak suka minum air yang kotor dan berbau.

Page 226: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

216

BAB XII

STRUKTUR, KOMPOSISI, DAN NILAI GIZI TELUR

Oleh

Drh. I Wayan Suardana, MSi

Telur merupakan bahan pangan yang sempurna karena mengandung zat gizi yang

lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup. Protein telur mempunyai mutu yang tinggi

karena memiliki susunan asam amino essensial yang lengkap sehingga dijadikan patokan

untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain.

Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2 – 0,4 mm yang berkapur dan berpori-pori.

Kulit telur ayam berwarna putih–kuning sampai coklat, telur bebek berwarna kehijauan,

dan warna kulit telur burung puyuh ditandai dengan adanya bercak-bercak (totol-totol)

dengan warna tertentu. Bagian sebelah dalam kulit telur ditutupi oleh dua lapisan yang

menempel satu dengan yang lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang

tumpul membentuk kantung udara. Kantung udara mempunyai diameter sekitar 5 mm

pada telur segar, dan bertambah besar ukurannya selama penyimpanan. Kantung udara

dapat digunakan untuk menentukan umur telur.

Putih telur atau albumin, merupakan bagian telur yang berbentuk seperti gel,

mengandung air, dan terdiri atas 4 fraksi yang berbeda-beda kekentalannya. Bagian putih

telur yang terletak dekat kuning telur lebih kental, dan membentuk lapisan yang disebut

kalaza (kalazaferous). Lapisan kalazaferous merupakan lapisan tipis tetapi kuat yang

mengelilingi kuning telur. Kalaza ini berbentuk seperti tali yang bergulung dan yang satu

menjulur ke arah ujung tumpul dan yang lain ke arah ujung lancip dari telur. Dengan

adanya kalaza ini, kuning telur pada telur segar berada di tengah-tengah telur. Bila diamati

lebih jauh, kuning telur ternyata terdiri atas lapisan-lapisan gelap dan terang berselang

seling (Winarno, 2002).

12.1 Sifat-sifat Telur

Telur merupakan bahan pangan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang

paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisik terhadap infeksi mikroba.

Mekanisme ini sebenarnya dibuat untuk melindungi embrio unggas sehingga terjamin

pertumbuhannya.

Page 227: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

217

Akan tetapi, bila telur retak atau pecah, perlindungan alamiah ini akan hilang, dan

telur akan menjadi bahan pangan yang mudah rusak seperti bahan pangan hewani lainnya

(Soejoedono, 1997).

12.1.1 Struktur telur

Struktur telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran kulit

telur, putih telur (albumin), kuning telur (yolk), bakal anak ayam (germ spot), dan kantung

udara. Struktur telur dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 20.

A B C D E F

G H I J K L

Keterangan :

A = kantung udara

B = kalaza

C = kuning telur

D =cakram janin (germinal disc) dan lapisan putih dari kuning telur (white

yolk)

E = membran vitelin

F = lapisan musin

G = kulit telur

H = membran kulit telur

I = kutikula

J = lapisan putih telur luar

K = lapisan tebal putih telur

L = lapisan putih telur dalam

Gambar 20. Struktur Telur dan Bagian-bagiannya (Winarno dan Koswara, 2002).

Page 228: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

218

Telur terdiri atas tiga komponen utama, yaitu bagian kulit telur 8 – 11%, putih telur

(albumin) 57 – 65%, dan kuning telur 27 –32%. Komposisi ketiga komponen utama telur

dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Komposisi Ketiga Komponen Utama Telur (Winarno, 2002)

No Bahan Penyusun Kulit (%) Putih telur (%) Kuning telur

(%)

1. Bahan anorganik 95.1 - -

2. Protein 3.3 12.0 17.0

3. Glukosa - 0.4 0.2

4. Lemak - 0.3 32.2

5. Mineral - 0.3 0.3

6. Air 1.6 87.0 46.5

12.1.2 Kaitan struktur telur dengan pertahanan alamiah telur

Struktur telur terkait erat dengan pertahanan alamiah dari telur. Pertahanan alamiah

ini terdiri atas pertahanan fisik berupa: kutikula, kerabang (kulit telur) dan selaputnya,

kekenyalan putih telur, serta pertahanan kimia berupa faktor antimikroba alamiah

(albumin). Keawetan telur dalam hal ini terutama tergantung pada keadaan pembungkus

alamiahnya yaitu kerabang telur (Soejoedono, 1997).

a. Pertahanan fisik

Kutikula

Mulai dari pemebentukannya di oviduct (saluran telur) kerabang telur telah

diselaputi oleh suatu lapisan protein setebal 0,01 mm yang disebut sebagai kutikula.

Penyelaputan ini akan menutupi sebagian besar pori-pori kerabang telur sehingga

mengurangi kemungkinan masuknya bakteri, jamur, maupun virus ke bagian lebih dalam

dari telur. Penggosokan kerabang telur, pencucian dan perubahan suhu, kelembaban, suhu

kamar, dan lain-lainnya merupakan faktor yang mempengaruhi lapisan kutikula, dan

menyebabkan kerabang telur akan lebih peka terhadap penetrasi mikroorganisme.

Kerabang telur (kulit telur).

Untuk keperluan pernafasan embrio, kerabang telur mempunyai lubang-lubang

kecil atau pori-pori (berjumlah antara 7.000 sampai 17.000 per butir), dengan diameter

6-13µ. Sebagian besar dari pori tersebut, tertutup oleh sumbat yang terdiri dari kutikula

(Gambar 21). Bagian inilah yang amat berperan dalam pertahanan telur sebagai barrier

Page 229: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

219

mekanis, karena diameter pori-pori kerabang telur cukup besar untuk melewatkan

mikroorganisme. Oleh sebab itu, kontaminasi telur lebih banyak terjadi setelah pencucian

ataupun perlakuan lain yang merusak kutikula.

Keterangan : A = sumbat kutikula E = kutikula

B = pori-pori kerabang F = matriks spons

C = simpul mamilar G = matriks mamilar

D = inti mamilar H = selaput telur

Gambar 21. Potongan Melintang dari Sebuah Kerabang Telur (Board, 1966 dalam

Soejoedono, 1997).

Selaput telur

Selaput telur terdiri atas 2 lapisan yang saling terjalin, kecuali di bagian ujung telur

berbentuk tumpul untuk menjadi kantung hawa. Lapisan tersebut yaitu: (1) serabut keratin

yang akan berfungsi juga sebagai penyaring mikroorganisme, dan (2) selaput bagian

dalam yang kaya akan lisozym yang berperanan besar dalam mematikan mikroorganisme.

Mekanisme penetrasi bakteri ke dalam selaput telur belum diketahui dengan pasti. Sebagai

pertahanan terhadap infasi mikroorganisme, selaput telur merupakan barrier yang paling

utama.

b. Pertahanan Kimiawi

Bila kutikula, kulit telur, dan membran telur tidak berfungsi dalam pertahanan

terhadap infasi bakteri, maka putih telur akan terkontaminasi. Akan tetapi, untuk

Page 230: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

220

membuat telur itu menjadi busuk, bakteri harus mencapai bagian kuning telur terlebih

dahulu karena komposisi kuning telur amat cocok untuk pertumbuhan bakteri.

Banyak faktor yang mempengaruhi perjalanan bakteri ataupun virus dari selaput

telur sampai ke kuning telur. Pertama-tama adalah kekenyalan yang cukup tinggi dari putih

telur, terutama lapisan tebal dari putih telur, karena kandungan protein yang ada di

dalamnya akan menghambat pergerakan bakteri. Terlebih lagi karena adanya

penggantung telur (kalaza) yang akan menahan kuning telur untuk tetap dalam posisi

sentral, sehingga cukup jauh dari kulit telur sebagai sumber utama kontaminasi.

pH basa

pH dari telur yang baru saja ditelurkan berada di sekitar 7,5 dan pH inilah

sebenarnya merupakan pH yang disenangi oleh sebagian besar mikroorganisme saprofit.

Pada permulaan penyimpanan telur, hilangnya sebagian besar CO2 melalui pori-pori telur

akan menaikkan pH sampai stabil di atas 9,0. Keadaan ini akan tercapai dengan cepat bila

suhu udara di sekitarnya cukup tinggi. Untuk sebagian besar mikroorganisme, pH setinggi

itu tidak baik untuk pertumbuhan ataupun daya tahannya, terlebih lagi bagi

mikroorganisme Pseudomonas fluorescens, Proteus vulgaris, dan Alcaligenes sp, yang

tidak dapat tumbuh pada kondisi tersebut.

Lysozym

Lysozyme atau lisosim adalah suatu protein yang mempunyai kegiatan biologis

bersifat enzymatik, yaitu menghidrolisis ikatan glikosida dinding sel bakteri Gram positif.

Daya kerja lisis ini telah dibuktikan dengan baik secara in vitro. Akan tetapi, beberapa

mikroorganisme pada suatu keadaan tertentu tahan terhadap serangan lisosim, seperti

Staphylococcus aureus atau beberapa spesies pembentuk spora (Clostridium

tyrobutyricum). Umumnya jarang dapat dijumpai adanya bakteri Gram positif dalam telur

karena ketidaktahanan organisme tersebut terhadap lisosim.

Konalbumin

Konalbumin adalah suatu protein yang mempunyai kegiatan biologis bersifat

enzymatik sama seperti halnya dengan lysozym. Konalbumin dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme karena daya khelasi yang dimilikinya terutama terhadap ion

Fe2+. Reaksi ini amat tergantung pada pH dan konsentrasi besi. Aktivitas konalbumin akan

bertambah bila pH > 7,0. Inhibisi ini amat tergantung pada jenis bakteri. Bakteri Gram

Page 231: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

221

negatif kurang terhambat oleh konalbumin jika dibandingkan dengan bakteri Gram

positif.

12.2 Komposisi dan Nilai Gizi Telur

Telur dari berbagai jenis unggas memiliki fungsi yang sama, yaitu menyediakan

kebutuhan hidup bagi mahluk. Oleh sebab itu, komposisi telur berbagai unggas hampir

sama. Perbedaan komposisi kimia antarspesies, terutama terletak pada jumlah dan proporsi

zat-zat yang dikandungnya, yang umumnya dipengaruhi oleh keturunan, makanan, dan

lingkungan.

Pada umumnya, telur mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein,

lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Komposisi telur ayam ras dan bebek dapat

dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Komposisi Telur Ayam Ras dan Bebek

No. Komposisi Telur Ayam Telur Bebek

Putih

telur

Kuning

telur

Telur

utuh

Putih

telur

Kuning

telur

Telur

utuh

1. Air (%) 88.57 48.50 73.70 88.00 47.00 70.60

2. Protein (%) 10.30 16.15 13.00 11.00 17.00 13.10

3. Lemak (g) 0.03 34.65 11.50 0.00 35.00 14.30

4. Karbohidrat (g) 0.65 0.60 0.65 0.80 0.80 0.80

5. Abu (g) 0.55 1.10 0.90 - - 0.95

Sumber: Winarno, (2002)

12.3 Mutu Telur

Pengawasan mutu telur dapat dilakukan terhadap keadaan fisik, kesegaran isi telur,

pemeriksaan kerusakan, dan pengukuran komposisi fisik. Keadaan fisik dari telur

mencakup hal ukuran (berat, panjang, dan lebar), warna (putih, agak kecoklatan, dan

coklat), kondisi kulit telur (tipis dan tebal), rupa (bulat dan lonjong), dan kebersihan kulit

telur. Sebagai contoh, penggolongan mutu telur berdasarkan kriteria ukuran (berat telur)

dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Kriteria Mutu Telur Berdasarkan Ukuran Berat

No. Kriteria Ukuran Syarat (berat/butir (g))

1. Jumbo Lebih dari 65

2. Ekstra 60 - 65

3. Besar 55 - 60

4. Sedang 50 - 55

5. Kecil 45 - 50

6. Sangat kecil Kurang dari 45

Sumber: Winarno, (2002)

Page 232: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

222

Kesegaran isi telur merupakan kondisi di mana bagian kuning telur dan putih telur

yang kental berada dalam keadaan membukit bila telur dipecahkan, dan isinya diletakkan

di atas permukaan datar dan halus seperti kaca. Penetapan kesegaran isi telur dapat

dilakukan dengan metode subyektif (candling), dan cara obyektif (memecahkan telur),

untuk menentukan kondisi telur baru atau lama.

1. Cara Subyektif

Secara subyektif, mutu telur dapat dinilai dengan cara candling; yaitu meletakkan

telur dalam jalur sorotan sinar (matahari atau lampu listrik) yang kuat, sehingga

memungkinkan pemeriksaan kulit telur dan bagian dalam telur. Pada tingkat pengecer,

pemeriksaan telur umumnya dilakukan dengan cara peneropongan dengan sumber cahaya

matahari atau lampu pijar. Dengan cara ini, adanya keretakan kulit telur dapat ditemukan,

juga posisi kuning telur, ukuran, dan posisi kantung udara, bintik-bintik darah, kerusakan

oleh mikroorganisme dan pertumbuhan jamur dapat diamati. Kelemahan cara ini adalah

bahwa hanya dapat diketahui kerusakan yang menonjol saja dan apabila digunakan dalam

jumlah besar, maka cara ini dianggap tidak praktis.

2. Cara Obyektif

Metode pemeriksaan telur secara obyektif dilakukan dengan cara memecahkan

telur dan menumpahkan isinya pada bidang datar dan licin (biasanya kaca), kemudian

dilakukan pengukuran terhadap parameter Indeks Kuning Telur (Yolk Index), Indeks

Putih Telur (Albumine Index), dan Haugh Unit.

Indeks Kuning Telur (IKT) adalah perbandingan tinggi kuning telur dengan garis

tengah kuning telur. Telur segar mempunyai Indeks Kuning Telur 0,33 – 0,50 dengan rata-

rata IKT 0,42. Semakin tua/lama umur telur (sejak ditelurkan unggas), maka Indeks

Kuning Telur semakin menurun. Hal ini karena terjadinya penambahan ukuran kuning

telur sebagai akibat terjadinya perpindahan air dari putih telur ke kuning telur. Standar

untuk Indeks Kuning Telur adalah sebagai berikut : 0,22 = jelek; 0,39 = rata-rata; dan 0.45

= tinggi.

Indeks Putih Telur adalah perbandingan tinggi putih telur (albumin) kental dengan

garis tengahnya. Pengukuran dilakukan setelah kuning telur dipisahkan secara hati-hati.

Telur yang baru mempunyai Indeks Putih Telur antara 0,050–0,174, tetapi biasanya

berkisar antara 0,090 dan 0,120. Indeks Putih Telur dipercepat oleh meningkatnya pH.

Page 233: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

223

Indeks mutu telur yang dianggap terbaik adalah Indeks Haugh atau Haugh Unit,

yang dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

G (3W 0.37 – 100 )

HU = 100 log H - + 1.9

100

Keterangan :

H = tinggi putih telur tebal (mm),

W = berat telur (gram), dan

G = 32

Telur yang baru mempunyai nilai HU = 100, sedangkan telur dengan mutu yang baik

mempunyai HU minimal 72. Telur yang tidak layak dikonsumsi mempunyai HU kurang

dari 30.

Tabel 26. Standar Mutu Telur menurut USDA-AS

No Parameter Kelas

AA A B C

1. Kulit Bersih, utuh,

normal

Bersih, utuh,

normal

Ada noda,

utuh, sedikit

abnormal

Noda cukup,

utuh

2. Kantung

udara

1/8 inci 1/8 – ¼ inci ¼ - 3/8 inci,

bergeser,

tidak

bergelembung

3/8 inci,

bergelombang

atau tidak

3. Kuning telur Batas jelas,

ditengah,

bebas bercak

Batas agak

jelas ditengah,

bebas bercak

Batas jelas Batas hilang

4. Albumen Jernih, kental Jernih, agak

kental

Jernih, agak

encer

Jernih, encer,

berair, bercak

5. Haugh Unit 72 60 - 70 31 - 60 31

Sumber: Winarno, (2002)

12.4 Kontaminasi Telur

Kontaminasi telur dapat terjadi sebelum ditelurkan dan setelah ditelurkan.

a. Sebelum ditelurkan

Sebelum telur ditelurkan, yaitu semasa masih di oviduct (saluran telur),

kontaminasi dapat terjadi meskipun dalam saluran telur ditemukan suatu zat anti-mikroba

untuk mencegah kontaminasi dari kloaka ayam. Namun, beberapa ahli menyatakan bahwa

karena pembuluh darah (vena dan arteri) dapat pecah (rupture), darah yang mengandung

Page 234: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

224

bakteri pada saat bakterimia akan masuk ke telur bila pecahnya pembuluh darah tersebut

terjadi di saluran telur (blood borne organism).

b. Setelah ditelurkan

Kecuali hal-hal yang menyangkut Salmonella, bagi industri telur masih belum jelas

benar dan dirasa tidak penting apakah telur terkontaminasi di oviduct ataukah setelah

ditelurkan. Ini disebabkan karena tidak ada hubungan yang jelas antara kontaminasi

sebelum ditelurkan dan kecepatan terjadinya kebusukan pada telur.

Setelah keluar, telur mendapat kontaminasi pada saat pengeluaran (oviposition),

dari dubur ayam dan dari sarang. Kontaminasi melalui cara inilah yang paling sering

terjadi pada telur setelah dikeluarkan. Pada saat iitu, telur dalam keadaan basah sehingga

melalui cairan tersebut bakteria terserap ke dalam telur. Akan tetapi, peran dari

kontaminasi ini tak penting karena hanya 1% dari telur yang baru dan bersih, yang akan

menjadi busuk.

Jumlah mikroorganisme di kulit telur normal adalah kurang lebih 105. Kecuali

kulit telur kotor benar, tidak ada hubungan antara penampakan (appearance) dari kulit

telur dan kandungan jumlah mikroorganisme. Organisme yang sering dijumpai di kulit

telur lebih kurang 15 genus, dan sumber utama penularannya adalah debu, tanah, dan

feces unggas. Flora yang ada di kulit ini didominasi oleh Gram negatif dan Micrococcus

sp.

12.5 Kerusakan Telur

Sejak dikeluarkan dari kloaka, telur mengalami berbagai perubahan karena

pengaruh waktu, dan kondisi lingkungan, yang akhirnya dapat menyebabkan kerusakan.

Perubahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu perubahan luar dan

perubahan di dalam isi telur.

1. Perubahan Luar

Perubahan luar adalah perubahan yang dapat diamati tanpa memecah telur.

Perubahan tersebut meliputi :

a. Penurunan berat

Penurunan berat disebabkan karena penguapan gas seperti uap air,

karbohidrat, amoniak, nitrogen, dan H2S.

b. Pembesaran kantong udara

Pembesaran kantong udara terjadi karena berkurangnya isi telur akibat

penguapan

Page 235: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

225

c. Timbulnya bercak-bercak pada permukaan kulit telur

Timbulnya bercak-bercak disebabkan karena adanya pertumbuhan

mikroba terutama kapang atau jamur.

2. Perubahan Isi Telur

Perubahan yang terjadi dalam isi telur dapat diamati secara lebih teliti dengan

memecahkan telur dan kemudian dilakukan pengamatan terhadap hal berikut ini:

a. pH

pH putih telur yang masih segar umumnya sekitar 7,6. Seteah telur disimpan di

udara terbuka, maka pH-nya akan naik sebanding dengan lamanya penyimpanan.

Kenaikan pH tersebut dapat mencapai 9.0 – 9.7. Kenaikan pH ini disebabkan karena telur

memproduksi CO2 dari proses respirasinya. Meningkatnya CO2 ini menyebabkan putih

telur menjadi bersifat basa.

b. Perubahan kekentalan putih dan kuning telur

Selama penyimpanan, juga terjadi pengenceran putih telur. Hal ini ada

hubungannya dengan kenaikan pH. Naiknya pH akan menyebabkan serabut protein yang

membentuk jala dalam putih telur yaitu ovomucin akan rusak dan pecah-pecah. Akibatnya,

air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer.

c. Ukuran kuning telur

Air yang terlepas dari protein putih telur akan bergerak menuju ke kuning telur,

sehingga kuning telur menjadi membesar (karena lebih encer)

d. Kerusakan oleh mikroba

Kerusakan oleh mikroba pada mulanya berasal dari luar telur, merambat dari kulit

telur ke putih telur, dan akhirnya ke kuning telur. Kerusakan ini ditandai dengan adanya

penyimpangan warna dan timbulnya bau busuk dari isi telur.

12.6 Telur Busuk

Kebusukan yang terjadi pada telur terutama disebabkan oleh bakteri Gram negatif

dan yang paling banyak adalah dari Alcaligenes, Achromobacter, Pseudomonas, Serratia,

Hafnia, Citrobacter, Proteus, dan Aeromonas. Karena di dalam telur ada faktor intrinsik

yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, maka terjadilah seleksi secara alamiah

sehingga hanya bakteri tertentu yang sering menimbulkan kebusukan telur.

Faktor-faktor lain seperti bangsa ayam, perkandangan, cara penyimpanan telur,

prosedur pemasaran, dan lain-lain tidak menentukan dalam proses kebusukan telur.

Page 236: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

226

Bakteri pembusuk telur ini adalah bakteri Gram negatif, dengan kebutuhan makanan

sederhana dan mudah tumbuh pada suhu rendah. Golongan ini sama dengan bakteria

penyebab “taint” pada telur, hanya berbeda dalam hal sifat-sifat digesti protein,

pembentukan H2S, pemecahan lecithin dan adanya produksi pigmen.

12.7 Standar Telur Ayam Konsumsi (SNI 01-3926-1995)

a. Klasifikasi

1. Berdasarkan Jenisnya

Telur ayam ras

Telur ayam buras (bukan ras)

2. Berdasarkan warna kerabang (kulit telur) dibedakan :

Warna putih

Warna coklat

3. Berdasarkan Berat (telur ayam ras) dibedakan menjadi :

3.1. Telur ekstra besar (jumbo) : berat > 60 gram

3.2. Telur besar : berat 56 – 60 gram

3.3. Telur sedang : berat 51 – 55 gram

3.4. Telur kecil : berat 46 – 50 gram

3.5. Untuk telur ayam buras digolongkan sebagai telur ekstra

kecil

4. Berdasarkan mutu dibedakan menjadi :

Mutu kelas I

Mutu kelas II

Mutu kelas III

c. Persyaratan

Persyaratan mutu telur menurut SNI 01-3926-1995 seperti tersaji

pada Tabel 27 berikut ini.

Page 237: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

227

Tabel 27. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur menurut SNI 01-3926-1995

No

.

Faktor Mutu Tingkatan Mutu

Mutu I Mutu II Mutu III

1. Kerabang (kulit)

a. Keutuhan

b. Bentuk

c. Kelicinan

d. Kebersihan

Utuh

Normal

Licin (halus)

Bersih bebas dari

kotoran yang

menempel maupun

noda

Utuh

Normal

Boleh ada bagian-

bagian yang

kasar

Bersih bebas dari

kotoran yang

menempel, boleh

ada sedikit noda

Utuh

Boleh

abnormal

Boleh kasar

Bersih bebas

dari kotoran

yang

menempel,

boleh ada noda

2. Kantung Udara

(dilihat dengan

peneropongan)

a. Kedalaman

b. Kebebasan bergerak

Kurang dari 0,5 cm

Tetap ditempat

0,5 – 0,9 cm

Bebas bergerak

1 cm atau lebih

Bebas bergerak

dan mungkin

seperti busa

3. Keadaan putih telur

(dilihat dengan

peneropongan)

a.Kebersihan

b. Kekentalan

Bebas dari noda

(darah, daging atau

benda–benda asing

lainnya)

Kental

Bebas dari noda

(darah, daging

atau benda-benda

asing lainnya)

Sedikit encer

Boleh ada

sedikit noda

tetapi tidak

boleh ada

benda

asing lainnya

Encer tetapi

kuning telur

belum

tercampur

dengan putih

telur

4. Keadaan kuning telur

(dilihat dengan

peneropongan)

a. Bentuk

b. Posisi

c. Bayangan batas-

batas

d. Kebersihan

n

Bulat

Ditengah

Tidak jelas

Bersih

Agak gepeng

Ditengah

Agak jelas

Bersih

Gepeng

Agak kepinggir

Jelas

Boleh kurang

bersih

5. Bau Khas Khas Khas

Sumber: Winarno, (2002)

Page 238: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

228

12.8 Pengawetan Telur

Telur memiliki struktur yang unik dan distribusi komponen kimianya tidak sama di

antara bagian-bagian telur, sehingga telur merupakan suatu sistem yang tidak stabil. Telur

segar secara biologi adalah telur yang baru saja ditelurkan, sedang telur segar secara

komersial adalah, berdasarkan pemeriksaan secara candling, isi telurnya masih dalam

keadaan baik, dan masih dapat dikonsumsi.

Telur apabila disimpan akan mengalami perubahan, yaitu berat telur akan

berkurang begitu pula berat jenisnya, rongga udara bertambah lebar, dan timbul bau yang

kurang enak. Untuk memperlambat terjadinya hal-hal tersebut, perlu dilakukan

pengawetan telur.

12.8.1 Metode pengawetan telur

Metode yang banyak dilakukan untuk memperlambat dekomposisi bahan pangan

juga diterapkan pada pengawetan telur. Pengawetan telur dapat dilakukan baik pada telur

utuh maupun hanya terhadap isi telurnya (telur terbuka). Beberapa metode pengawetan

telur dapat dilakukan secara komersial, tetapi ada yang hanya dapat dilaksanakan pada

tingkat rumah tangga.

a. Metode pengawetan telur utuh

Dalam engawetan terhadap telur utuh, perlu diperhatikan bahwa kondisi telur

masih baik (baru), dan telur dalam keadaan bersih atau sudah melalui proses pencucian.

Metode pengawetan telur utuh dapat dilakukan dengan berbagai cara.

1. Pengepakan kering. Pengawetan telur secara pengepakan kering sudah

dilakukan sejak lama. Bahan-bahan yang digunakan antara lain dedak padi, garam, pasir,

dan jerami. Masing-masing bahan tersebut digunakan untuk melapisi sejumlah telur

dalam satu wadah, dengan tujuan untuk mengurangi penguapan air dan keluarnya CO2

dari isi telur.

2. Metode Cina. Cara ini sudah lama dilakukan di negeri Cina. Sebagai contoh,

produk telur yang dinamakan “hulidan“ diawetkan dengan membungkus/melapisi

kerabang telur dengan campuran garam dan tanah liat basah atau abu, kemudian telur-telur

yang sudah terlapisi tersebut disimpan selama satu bulan. Cara ini menyebabkan telur

menjadi asin rasanya. Metode Cina yang lainnya adalah “dsaudan”, yaitu dengan cara telur

dibungkus dengan campuran nasi dan garam yang kemudian disimpan selama enam bulan.

“Pidan” adalah pengawetan telur dengan cara melapisi telur dengan garam, kapur, abu dari

kayu, yang dicampur dengan air teh dan disimpan selama lima bulan. Telur yang

Page 239: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

229

diawetkan dengan cara pidan, yolk akan menjadi berwarna abu-abu kehijauan, sedang

albumen akan berwarna kecoklatan.

3. Pencelupan dalam larutan. Cara ini berguna untuk mengurangi evaporasi air

dari telur. Beberapa larutan dapat digunakan dengan persyaratan larutan tersebut aman dan

tidak beracun. Air kapur dan water glass merupakan bahan yang sudah sering digunakan.

4. Pengawetan dalam suhu rendah. Pengawetan/penyimpanan telur dalam suhu

rendah pada 4°C sampai 10°C dengan kelembaban relatif 80%.

5. Pelapisan kerabang. Metode ini dilakukan dengan cara melapisi kerabang

dengan bahan-bahan yang aman dan tidak beracun serta tidak menimbulkan bau yang

tidak diinginkan. Bahan yang dapat digunakan antara lain minyak mineral, agar-agar,

gelatin, dan parafin.

6. Pemanasan sekilas. Metode ini dilakukan dengan cara mencelupkan telur ke

dalam air mendidih selama lima detik. Dengan cara ini akan terjadi sedikit koagulasi

albumin yang akan membentuk lapisan film yang tipis, di sekeliling albumin, tepat

dibagian bawah selaput kerabang, dan apabila telur dibuka, lapisan tipis ini tidak terlihat.

b. Pengawetan Telur Terbuka

Produk telur dapat dalam bentuk cairan, telur beku, dan telur kering. Industri

pengeringan telur berkembang sejak adanya industri telur beku. Pada tahun 1865, metode

pengeringan telur mulai dikembangkan. Industri pengeringan telur berkembang terus di

Amerika, dan pada tahun 1915 berkembang pula di Cina. Namun, industri telur beku

berkembang setelah adanya perkembangan mesin refrigator, pada tahun 1890. Pada

mulanya telur beku dimulai dengan membekukan telur dalam kemasan yang berisi

albumin dan yolk, tanpa pencampuran yang homogen, sehingga menghasilkan yolk yang

mengalami gelatineus, dan produk ini memiliki kualitas kurang baik.

c. Produk telur beku

Proses pembekuan yolk menyebabkan terjadinya gelatineus (yaitu struktur fisik

yolk menjadi seperti gel) yang bersifat irreversible. Untuk menghambat terjadinya

pembentukan gel, dapat di tambahkan natrium khlorida atau sukrosa sebanyak 10%.

Pasteurisasi dilakukan pada isi telur yang akan diproses untuk pembekuan. Pasteurisasi

dilakukan pada suhu 60°C selama 3,5 menit, sehingga semua partikel isi telur dapat

terpasteurisasi. Persiapan dan proses untuk pembekuan telur sebagai berikut ini:

Page 240: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

230

1. Telur dipilih, hanya yang memenuhi syarat kualitas (termasuk tidak retak

kerabangnya), dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan yang bersuhu

15,6°C (proses prechiling dalam holding room). Dari holding room, telur

dibawa ke ruang candling untuk pemisahan, dan telur yang tidak baik

kualitasnya di keluarkan. Selanjutnya, telur dicuci, dikeringkan, dan

dimasukkan ke dalam ruang pemecahan untuk memastikan isi telur, tergantung

tujuannya, yaitu telur penuh (campuran albumin dan yolk), albumin, atau yolk.

Cairan telur penuh, sebelum diproses, perlu proses pengadukan agar

didapatkan cairan yang homogen (hindari pengocokan supaya telur tidak

berbuih). Membrana vitelina, kalaza, dan partikel-partikel kerabang

dibuang/disaring sebelum proses pengadukan.

2. Pasteurisasi. Isi telur dipasteurisasi pada suhu 60°C selama 3,5 menit.

3. Cairan telur yang sudah melalui pasteurisasi dimasukkan ke dalam ruang

dengan suhu 7,2°C sampai semua partikel telur sama suhunya. Pada semua

penanganan telur, perlu diperhatikan sanitasi yang ketat untuk menghindari

kontaminasi oleh mikroorganisme.

4. Pembekuan telur dilakukan pada suhu -18,0°C sampai -21,0°C. Penurunan

suhu setiap 1,0°C selama setengah jam. Metode pembekuan cepat biasanya

dilakukan pada suhu -23,3°C sampi -28,9°C atau -40,0°C sampai -45,6°C.

Telur sebelum dibekukan dapat dilakukan pengepakan atau dimasukkan ke

dalam wadah dari aluminium.

d. Produk telur kering

Pengawetan telur secara pengeringan adalah dengan mengurangi kadar air telur

sehingga bakteri dan fungi tidak dapat tumbuh. Persiapan untuk proses pengeringan telur

adalah sama dengan pembekuan telur.

Metode persiapan. Pengeringan telur dilakukan setelah evaporasi yaitu dengan

metode spray atau pan drying. Pada proses pengeringan albumin, diperlukan fermentasi

terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengurangi kadar gula albumin sehingga pada proses

pengeringan dapat mengurangi reaksi Maillard yang dapat menyebabkan terjadinya

penyimpangan bau, serta perubahan warna dan menurunnya kelarutan pada produk tepung

telur. Penambahan bahan aditif pada putih telur dapat mempertahankan sifat fungsional

telur, misalnya surfaktan anion dan ester (triethyl sitrat). Fermentasi dilakukan pada suhu

20°C sampai 29,4°C selama 36 sampai 60 jam, sehingga pH albumen akan turun menjadi

Page 241: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

231

6,25. Proses fermentasi menggunakan bakteri Aerobacter aerogenes atau bakteri

Escherichia freundii. Setelah proses fermentasi selesai, cairan telur dibuang ke dalam

pan/nampan dengan ketebalan maksimal 6 mm, dikeringkan dengan suhu 50°C sampai

60°C selama 6 sampai 20 jam. Produk yang diperoleh kadar airnya ± 8%. Pembuatan

tepung telur penuh dan yolk dilakukan secara spray drying. Cairan telur yang telah melalui

proses persiapan dimasukkan ke dalam alat spray dryer, yang bertekanan 3000 lb setiap

inci persegi, cairan telur masuk melalui nozzle, ke dalam chamber di mana ditiupkan udara

panas (dengan blower) dengan suhu 160°C. Produk akhir adalah berupa tepung dengan

kadar air di bawah 5%. Tepung telur dengan proses spray dried sifat kelarutannya lebih

tinggi jika dibandingkan dengan pan dried. Kelarutan dengan spray dried sekitar 90%,

sedangkan dengan proses pan dried sekitar 60%.

Page 242: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

232

BAB XIII

KONSEP JAMINAN MUTU PADA BAHAN PRODUK ASAL HEWAN

DENGAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Oleh :

Drh. I Wayan Suardana, MSi

13.1 Pendahuluan

Globalisasi ekonomi yang berkembang dewasa ini telah memunculkan berbagai isu

jaminan mutu yang terkait dengan pemasaran hasil pertanian termasuk hasil peternakan.

“Pasar Bebas” tahun 2003 baik di kawasan ASEAN, yang selanjutnya diikuti kawasan

yang lebih luas seperti NAFTA, Pasar Tunggal Eropa, dan APEC, telah mendorong

persaingan yang semakin tajam dalam pemasaran komoditas pangan baik harga maupun

mutu.

Dalam mengantisipasi pasar bebas tersebut, negara-negara pengimpor hasil

peternakan, terutama negara maju, cenderung memberlakukan persyaratan mutu dan

lingkungan. Negara tersebut menuntut agar produsen menerapkan sistem manajeman mutu

secara terpadu yang setara dengan yang mereka berlakukan. Dengan lahirnya UU

No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 7/1996 tentang Pangan, maka

tuntutan masyarakat konsumen akan peran pemerintah dalam menyediakan produk pangan

hewani yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) kian meningkat.

Sebagian industri yang bergerak dalam bidang hasil peternakan/ makanan, dalam

upaya keamanan produknya banyak bertumpu pada sistem pengawasan produk akhir (end

product inspection). Cara ini dinilai kurang baik terutama bila kaitannya dengan

pencemaran untuk upaya pencegahan (preventive measure). Tingkat pencemaran dapat

terjadi mulai dari penyiapan vahan baku, saat pengolahan, penambahan flavor, saat

penanganan, penyimpanan, pengangkutan, pemasaran hingga ke konsumen. Atas dasar itu,

maka diperlukan suatu sistem pengawasan dan pencegahan sejak awal untuk menghindari

terjadinya pencemaran yang berlanjut dalam suatu proses produksi, sehingga keamanan

produk dapat dipertanggung jawabkan (quality assurance) bagi konsumen. Penerapan

sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada usaha produk peternakan

secara terpadu memungkinkan untuk mengantisipasi terjadinya bahaya (hazard) yang

mengakibatkan ketidakamanan dan ketidaklayakan mutu produk ternak.

Page 243: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

233

13.2 Bahaya dari Produk Pangan

Beberapa jenis bahan pangan pada dasarnya dapat terkontaminasi oleh

mikroorganisme patogen ataupun mikroorganisme pembusuk, yang dapat mengakibatkan

terjadinya food borne infection ataupun food poisoning (intoxication), ataupun kerusakan

selama masa kadaluwarsa. Berikut ini disajikan faktor-faktor yang perlu diperhatikan

sebagai dasar penilaian bahaya.

1. Karakteristik pengawetan dari produk pangan yaitu kemampuan dari pengawet,

meliputi formulasi untuk pencegahan terhadap pertumbuhan mikroorganisme

kontaminan, dan selanjutnya meminimalkan bahaya dari keracunan pangan atau

kerusakan yang diakibatkan oleh bahan pangan tersebut. Faktor-faktor yang

dianggap relevan meliputi: pH dan water activity (aw). Penilaian dari karakteristik

pengawetan pangan mesti didasarkan atas data analitik yang sesuai, yang meliputi

komponen mikrobiologis. Diketahui bahwa beberapa referensi memberikan nilai

minimal untuk pertumbuhan mikroorganisme pada masing-masing faktor

pengewet. Namun, kadang-kadang dapat diberikan kondisi optimal untuk

pertumbuhan mikroorganisme pada kondisi lainnya. Contohnya Listeria

monocytogenes, dengan pH minimum untuk pertumbuhannya adalah 4,4 dan

temperatur minimumnya yaitu <00C, kuman tersebut akan tumbuh dan

mengakibatkan adanya bahaya keracunan makanan pada keju cottage. Namun, di

sisi lain, terlihat bahwa keju cottage diformulasikan dengan pH 4,8 dan

didistribusikan pada kondisi refrigerator sekitar 5-80C.

2. Keterpaparan berlebihan dari produk pangan pada lingkungan pabrik, atau

penanganan saat operasi secara langsung setelah perlakuan panas. Contohnya

krim akan memberikan pertumbuhan bakteri patogen seperti Listeria

monocytogenes dan Yersinia enterocolitica pada temperatur dingin dan patogen

lainnya pada kondisi krim yang tidak baik. Bagaimana pun krim yang

dipasteurisasi dianggap tidak berbahaya apabila pengemasannya dilakukan secara

aseptik langsung setelah perlakuan panas. Namun, dianggap berbahaya apabila

digunakan sebagai hiasan bagian atas dari hidangan sehari-hari (tidak dikemas).

3. Kondisi distribusi dan penyebaran yang dilalui. Faktor ini merupakan permasalahan

dari masa kadaluwarsa. Umumnya, semakin lama masa kadaluwarsa yang

diperlukan, maka makin banyak critical hygiene dari penanganan dan pendinginan

untuk produk tanpa pengawet .

Page 244: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

234

4.Derajat pemanasan kembali atau pemasakan sebelum konsumsi. Kebanyakan produk

susu diminum dingin sehingga faktor ini jarang mengena. Atas dasar itu, maka

akan diketahui bahwa produk tersebut berisiko, misalnya akan memacu

pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan dapat menjadi kontaminan setelah

pemanasan akhir dalam suatu proses. Apabila produk pangan dianggap berisiko

tinggi, maka produk tersebut akan berkaitan dengan mikroorganisme patogen atau

pembusuk atau keduanya. Karena itu, higiene secara khusus mesti digunakan

dalam produk yang berisiko tinggi tersebut.

13.3 Aplikasi Prinsip HACCP

13.3.1 Latar Belakang Penerapan Sistem HACCP

Pembangunan peternakan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan

sektoral dituntut untuk dapat menyediakan bahan pangan asal hewan yang berkualitas

dan aman bagi masyarakat konsumen. Hal tersebut merupakan dampak dari tuntutan

kualitas hidup dan kehidupan yang semakin meningkat. Untuk pemenuhan kebutuhan

bahan pangan asal hewan, diperlukan suatu sistem pengawasan baik terhadap aspek

kuantitatif/kualitatif maupun syarat-syarat higiene. Kebijakan Sistem Kesehatan Hewan

Nasional (SISKESWANAS) diarahkan antara lain pada pengamanan produk/hasil

peternakan yang dilakukan sejak pra-produksi, proses produksi, pengolahan, penanganan,

penyimpanan, pengangkutan, pemasaran hingga dihidangkan kepada konsumen

(Preharvest Food Safety Program). Dalam pelaksanaannya, sistem pengamanan yang

ditempuh adalah dengan cara pengamatan (surveillance), pemantauan (monitoring), dan

pemeriksaan (inspection) terhadap setiap mata rantai pengadaan bahan pangan asal

hewan. Kegiatan pengawasan dalam rangka pengamanan hasil peternakan dapat

dilaksanakan di Rumah Pemotongan Hewan/Unggas (RPH/RPU), industri pengolahan

bahan pangan asal hewan, tempat penampungan susu/telur, serta pelabuhan impor.

Berbagai langkah pembinaan dan regulasi telah ditetapkan. Namun, masih

diperlukan adanya upaya peningkatan efektivitas peran pengawasan pada mata rantai

pengadaan pangan. Pendekatan melalui konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control

Point) merupakan salah satu alternatif untuk mengevaluasi sistem pengawasan, mulai dari

Page 245: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

235

identifikasi awal sampai ke pemenuhan kepuasan konsumen, yang pada prinsipnya untuk

memberikan jaminan keamanan dan kualitas pangan. Keberhasilan pendekatan konsep ini

di antaranya dapat ditempuh dengan dukungan teknis melalui pelatihan bagi personal yang

berhubungan dengan bahan pangan, dan memerlukan suatu penekanan di dalam

pelaksanaannya di lapangan.

Konsep HACCP ini mempunyai peran cukup penting dalam mengantisipasi

liberalisasi perdagangan, yang dihadapkan pada daya saing harga dan tuntutan kualitas

yang semakin disadari oleh masyarakat konsumen. Dengan telah ditanda tanganinya

perjanjian General Agreement on Tarif and Trade (GATT) oleh negara-negara anggota

World Trade Organization (WTO) yang merupakan suatu forum negosiasi perdagangan

dunia menuju satu pasar global (One Global Market), maka mau tidak mau semua negara

anggota WTO harus memenuhi komitmen seperti yang tercantum dalam GATT tersebut.

Khusus untuk produk pertanian, diperlukan kesepakatan mengenai aplikasi Sanitary dan

Phytosanitary (SPS) yang memang konsisten dengan aturan GATT. Kesepakatan ini

mengatur tindakan perlindungan keamanan pangan (Food Safety) yang perlu dijalankan

oleh masing-masing negara anggota WTO dalam bidang kesehatan hewan dan tumbuhan

(Animal and Plant Health). Bentuk ini diterjemahkan dalam standar yang semakin ketat

melalui dua bentuk standar yaitu ISO 9000 untuk produk non-pangan dengan berbagai

variasinya, dan standar HACCP untuk produk pangan. Mengingat tuntutan pasar akan

mutu dan persyaratan kesehatan yang semakin tinggi, maka untuk dapat merebut pasaran

domestik maupun Internasional, masalah mutu dan kesehatan harus diperhatikan dan

menjadi acuan dalam proses produksi. Untuk maksud tersebut, maka strategi

pembangunan pertanian mesti didasarkan pada pendekatan sistematik secara terpadu dan

berkelanjutan, dengan memperhatikan berbagai sub-sistemnya yang meliputi penyediaan

alat/sarana produksi, proses produksi, penanganan pascapanen, dan penyuluhan/

agroindustri, serta permasaran.

13.3.2 Konsep HACCP

Konsep HACCP pertama kali dikemukakan tahun 1972 di Amerika pada

konferensi nasional tentang "Food Protection". Selanjutnya, konsep ini berkembang dan

Page 246: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

236

dimanfaatkan oleh kalangan industri makanan di Inggris, dan baru tahun 1993, Codex

menetapkan konsep HACCP sebagai "A Food Safety Management Tool". Beberapa negara

Asean telah pula menerapkan konsep HACCP sebagai upaya menunjang program jaminan

mutu (Quality Assurance). Prinsip dasar penerapan konsep ini pada hakikatnya adalah

lebih menekankan pada upaya pencegahan (prevention) dan permeriksaan (inspection) dari

pada hanya pada pemeriksaan produk akhir (end product inspection). Berbagai pihak

mendefinisikan konsep HACCP sebagai suatu metode pendekatan kepada identifikasi dan

penetapan "hazard" serta risiko yang ditimbulkan berkaitan dengan proses produksi,

distribusi, dan penggunaan makanan (oleh konsumen), dengan maksud dapat

ditetapkannya tindakan pengawasannya sehingga diperoleh produk yang aman dan sehat.

13.3.3 Pengertian HACCP

HACCP merupakan suatu pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi "hazard”

dan menetapkan upaya pengawasannya. Pengertian "hazard" sendiri merupakan titik

kerawanan terhadap pencemaran baik yang sifatnya mikrobiologi, kimia, maupun fisik,

yang secara potensial dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Critical Control Point

(CCP) merupakan langkah atau prosedur di mana tindakan pengawasan yang

dilaksanakan dapat mengeliminasi, mencegah, atau memperkecil "hazard" sampai pada

tingkat yang tidak membahayakan. Penerapan konsep ini secara langsung akan

mempermudah upaya pengendalian terhadap adanya cermaran mikroorganisme, kimia,

maupun fisik lainnya pada suatu bahan pangan, serta dapat menghindari

kelemahan-kelemahan pada sistem pengawasan yang sudah ada, dan mengurangi

ketergantungan pada pengujian-pengujian yang sifatnya rutin. Dengan menitikberatkan

pada pengawasan sebagai faktor kunci yang dapat mempengaruhi keamanan dan kualitas

pangan, maka petugas pengawas, produsen, maupun konsumen akan dapat menjamin

tingkat keamanan pangan yang dikehendaki.

13.3.4 Aplikasi Pelaksanaan HACCP

Berbagai contoh aplikasi pelaksanaan program HACCP antara lain sebagai

berikut ini (Gambar 22, 23, dan 24):

Page 247: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

237

A. Aplikasi HACCP di RPH

Keterangan : Kecil kemungkinan terkontaminasi (minor contamination) Besar kemungkinan terkontaminasi (mayor contamination)

CCP1 Merupakan CCP yang efektif

CCP2 Tidak absolut

Gambar 22. Bagan alir proses produksi daging di RPH (Direktorat Bina Kesehatan

Hewan. 1995)

SAPI, KERBAU, DOMBA, KUDA

PELEPASAN KULIT

PENGELUARAN JEROAN

PEMBELAHAN KARKAS

PEMERIKSAAN DAGING/

POST MORTEM

PELAYUAN/PENIRISAN

PETERNAK

PENGANGKUTAN/TRANSPORTASI

ISTIRAHAT

PEMERIKSAAN ANTE MORTEM

PROSES PENYEMBELIHAN

BABI

PENCELUPAN KE DALAM AIR PANAS

PENGEROKAN

PENGELUARAN JEROAN

PEMBELAHAN KARKAS

PEMERIKSAAN DAGING/POST MORTEM

PELAYUAN/PENIRISAN

PELEPASAN TULANG

PENGEPAKAN

PENDINGINAN

(COLD STORAGE)

PENGANGKUTAN

KONSUMEN

PENGANGKUTAN

KONSUMEN

PELEPASAN TULANG

PENGEPAKAN

PENDINGINAN

(COLD STORAGE)

PENGANGKUTAN

KONSUMEN

PENGANGKUTAN

KONSUMEN

CCP2

CCP2

CCP2

CCP2

CCP2

CCP2

2

CCP2

CCP1 CCP1

CCP2

CCP2

CCP2

Page 248: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

238

Tabel 28. Prosedur Kerja HACCP

N

o.

Analisis kerawanan/ Hazard Analisis

Tindak Pengawasan

Prosedur/Langkah-Langkah

Pengawasan dan Pencegahan Tahap Kritis Risiko Potensial yang Terjadi

1.

2.

3.

4.

5.

Peternak *)

Pengangkutan/

transportasi*)

Istirahat*)

Pemeriksaan

ante-mortem

Pemingsanan

Residu Pakan (pestisida)

Residu antibiotika/hormon

Penyakit

Penyebaran penyakit

Stres

Stres setelah menempuh

perjalanan jauh

Petugas kurang terlatih dalam

mendeteksi hewan sakit

Kontaminasi pada kulit

hewan yang akan disembelih

melalui lantai alat

pemingsanan (boks Stuning)

Pemingsanan terhadap hewan

karena pelaksanaan proses

pemingsanan yang tidak

efektif

Sistem Manajemen

beternak yang baik

Hanya hewan sehat yang

dipotong

Hindari mengangkut

hewan dalam jumlah

banyak

Beri istirahat yang cukup

paling sedikit 12 jam

sebelum disembelih

Upayakan petugas

pemeriksa kesehatan

hewan yang terlatih

Hanya hewan sehat yang

dipotong

Petugas harus terlatih

dalam melaksanakan

pemingsanan

Pengawasan lalu lintas hewan

Pengawasan pemberian pakan

Pengawasan waktu henti obat

sebelum dipotong

Pengawasan higiene dan sanitasi

lingkungan di sekitar lokasi

peternakan

Pengawasan kesehatan hewan yang

dimulai dari peternakan dengan

melakukan seleksi hewan yang akan

dipotong

Sesuaikan daya tampung/kapasitas

kendaraan angkut dengan jumlah

ternak

Hewan diistirahatkan pada kandang

yang bersih dan tenang serta diberi

makanan yang cukup

Perlakukan hewan yang akan

dipotong dengan baik

Sebaiknya hewan dicuci sebelum

disembelih (untuk menghindari

kontaminasi pada karkas)

Sesuai dengan SK. Menteri

Pertanian No.

413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang

pemotongan hewan potong, dan

penanganan danging serta hasil

ikutannya dan

SK.Menteri Pertanian

No.295/Kpts/TN.240/5/1986

tentang pemotongan babi dan

penanganan daging babi dan hasil

ikutannya

Pencucian alat pemingsanan (boks

stunning) sebelum dipergunakan

Pemeriksaan terhadap alat

pemingsanan

Page 249: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

239

1 2 3 4 5 6.

7.

8.

Pemotongan halal

Proses penyembelihan

Pelepasan kulit *)

a. Sapi/kerbau/domba/

kuda

Hewan tidak menghadap ke

kiblat

Hewan dalam keadaan mati

(bangkai) disembelih

Kontaminasi saat

penyembelihan

Kontaminasi baik secara fisik

maupun mikrobiologi

Hewan harus

dihadapkan ke kiblat

sebelum disembelih

Petugas harus terlatih

melakukan pengawasan

keadaan hewan sebelum

dan setelah

dipingsankan

Mencegah atau

mengurangi kontaminasi

dengan:

a. Proses penyembelihan

dilakukan secara

higienis

b. Mengikat oesophagus

Mencegah/mengurangi

kontaminasi pada

permukaan karkas

Hewan potong disembelih oleh

juru sembelih Islam menurut tata

cara yang sesuai dengan fatwa

Majelis Ulama Indonesia antara

lain :

Memutus jalan nafas

(hulqum)

Memutus jalan makan

(mari’)

Memutus dua urat nadi

(wadajain)

Membaca Bismillah

sebelumnya

Hewan potong yang disembelih

harus sesuai dengan Fatwa MUI

antara lain :

Apabila hewan yang telah

dipingsankan tidak jadi

disembelih dapat bangun dan

sehat kembali

Apabila disembelih darah

yang keluar harus memancar

sesuai dengan denyut nadi

Kebersihan pekerja atau petugas

penyembelihan termasuk

kebersihan peralatan yang

digunakan

Mencegah kontaminasi silang

Memelihara kebersihan area

penyembelihan

Mencegah kontaminasi dari isi

rumen dengan mengikat

oesophagus sebelum digantung

(untuk penyelesaian proses

selanjutnya)

Kebersihan pekerja atau

petugas

Mencegah kontaminasi silang

antara kulit dengan karkas

melalui peralatan/tangan

Pelepasan kulit dilakukan

dengan cara yang benar

(pengulitan ke arah bawah lebih

kecil kemungkinan terjadinya

kontaminasi daripada

pengulitan ke arah atas

Peningkatan pengawasan

terhadap temperatur

Page 250: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

240

1 2 3 4 5

9.

10

.

11

.

12

.

b. Babi

Pencelupan ke

dalam air panas

Pengeluaran jeroan *)

Pembelahan karkas

Pemeriksaan jeroan

dan karkas (post-

mortem)

Pelayuan

/pemeriksaan

Mikroorganisme yang

berasal dari kulit / isi rumen

dapat mengkontaminasi karkas

melalui luka tusukan di daerah

leher/trachea yang dapat

menembus ke dalam jaringan

yang lebih dalam dan apabila

jantung masih berfungsi dapat

mencapai paru-paru yang

berakibat kerusakan pada

paru-paru

Isi perut

Kemungkinan robeknya

rumen dan usus

Kontaminasi karkas dari alat

(gergaji) dan pekerja/petugas

Kontaminasi karkas dan

jeroan dari alat (pisau) dan

petugas/pekerja

Tempertur atau sirkulasi

udara ruang pelayuan

Waktu pelayuan

Kemungkinan kontaminasi

karena kontak antara

karkas dengan petugas

Temperatur air harus

tetap dipertahankan di

atas 50°C

Mencegah kontaminasi

pada daerah kaki

belakang

Memisahkan langsung

penanganan daerah

kepala

Mencegah kontaminasi

pada karkas

Mencegah kontaminasi

pada karkas dan jeroan

Mencegah/mengurangi

kontaminasi dengan

membatasi petugas

yang ada dalam ruang

pelayuan

Mencegah/mengurangi

kerusakan daging

dengan pengawasan

pengatur suhu/sirkulasi

udara

Kebersihan pekerja/petugas

Oesophagus harus tetap dalam

keadaan terikat

Hindari robeknya rumen

Mencegah kontaminasi dari isi

rumen/perut dengan mengikat

rektum

Mencuci jeroan dengan air

Pencucian alat dan tangan petugas

sebelum pembelahan karkas

Pencucian alat dan tangan

pekerja/petugas sebelum

pemeriksaan post mortem

Sesuai dengan SK Menteri

Pertanian No.

413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang

pemotongan hewan potong dan

penanganan daging serta hasil

ikutannya dan SK Menteri

Pertanian No.

295/Kpts/TN.240/5/1989 tentang

pemotongan babi dan penanganan

daging babi dan hasil ikutanya

Mencegah kontaminasi antara

karkas dengan pekerja atau

petugas

Pengawasan rutin dan teratur

terhadap sirkulasi udara atau

temperatur ruangan

Page 251: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

241

1 2 3 4 5 13

.

14

.

15

.

16

.

17

.

18

.

Pelepasan/tulang

Pengepakan

Pendinginan *)

Pengangkutan *)

Oprasional

pembersihan

Penanggulangan

lalat/insekta

Kontaminasi daging

melalui alat,

pekerja/petugas

Temperatur/sirkulasi udara

ruangan

Kontaminasi daging

melalui alat,

pekerja/petugas

Temperatur/sirkulasi udara

ruangan

Pertumbuhan/perkembang-

biakan bakteri/

mikroorganisme selama proses

pendinginan

Kontaminasi pada karkas

yang diangkut

Lantai

pemotongan/lingkungan

RPH yang kotor

Peralatan yang kotor

Kontaminasi lewat

lalat/insekta

Mencegah/mengurangi

kontaminasi antara daging

dengan pisau dan

pekerja/petugas

Mencegah/ mengurangi

kontaminasi antara daging

dengan pekerja dan

alat/barang lain di ruang

pengepakan

Temperatur ruang

pendingin 0-4°C

Temperatur karkas

harus tetap

dipertahankan

maksimal 4°C setelah

8 jam pendinginan,

jumlah karkas

disesuaikan dengan

kapasitas ruang

pendingin

Total plate count < 10

Total MPN <2400

setelah di dinginkan

Selama pengangkutan

daging, suhu

dipertahankan dan

hindari dari proses

kondensasi

Upayakan lantai

pemotongan/

lingkungan RPH yang

bersih

Upayakan peralatan

pemotongan/

penanganan daging

yang bersih

Pengawasan dan

pencegahan

Kebersihan pekerja/petugas

Mencegah kontaminasi daging

dengan alat (pisau) dan tangan

pekerja

Mencuci pisau dengan air panas

Pengawasan teratur terhadap

sirkulasi udara/temperatur

ruangan

Kebersihan pekerja

Mencegah kontaminasi antara

daging dengan pembungkus

daging

Pengawasan teratur terhadap

temperatur ruangan

Karkas harus segera didinginkan

Karkas diatur sedemikian rupa

sehingga tidak saling

bersinggungan satu sama lain

sehingga kontaminasi antar karkas

dapat dihindari

Kontrol terhadap temperatur

ruang pendingin setiap jam

Penerapan program sanitasi

lingkungan setelah proses

pemotongan. Selama proses

pemotongan, diupayakan

lingkungan yang sebersih

mungkin

Sterilisasi semua peralatan yang

berhubungan dengan proses

pemotongan/penanganan daging

Pengawasan adanya lalat/insekta

pada awal operasional

Page 252: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

242

1 2 3 4 5

19

.

Konsumen

Kontaminasi dan kerusakan

daging selama proses

penyimpanan dan penanganan

di tangan konsumen

Penanganan dan

penyimpanan yang benar

Penerapan pemberantasan

lalat/insekta

Kebersihan penanganan

Daging dipotong sedemikian rupa

sesuai kebutuhan

Hindari pencairan kembali

terhadap daging beku (thawing)

secara berulang-ulang

Catatan : *) Merupakan CCP

Sumber : Direktorat Bina Kesehatan Hewan (1995)

Langkah-langkah pengawasan dan pencegahan tersebut harus senantiasa

dimonitor/dipantau untuk melihat apakah CCP memenuhi persyaratan dan tidak

melampaui batas toleransi yang harus dipenuhi (Critical Limit). Apabila CCP melampaui

batas toleransi yang harus dipenuhi, maka harus dilakukan tindakan koreksi. Hasil

monitoring/pemantauan dan tindakan koreksi harus dicatat dan dikompilasikan sehingga

dapat dievaluasi untuk peningkatan sistem pengawasan. Verifikasi dilaksanakan untuk

meyakinkan bahwa HACCP telah berjalan sebagaimana direncanakan.

B. Aplikasi HACCP pada Produk Susu

Gambar 34 dan 35 di bawah ini merupakan gambar skematik yang melukiskan

analisis HACCP yang ditekankan untuk perusahan susu skim bubuk dan keju lunak

matang. Lebih lanjut, ditekankan bahwa analisis HACCP mesti selalu spesifik terhadap

satu produk dari suatu perusahan dalam unit tersendiri. Analisis menyeluruh akan

menggambarkan semua tingkatan proses produksi dalam suatu perusahan. Dari analisis

tersebut, dapat ditentukan tindakan pencegahan yang ditandai sebagai suatu bahaya

(hazard) yang mesti diwaspadai, sehingga dengan jalan ilustrasi tersebut dianggap dapat

memberikan pengetahuan higiene yang perlu ditekankan dari suatu tahapan proses dalam

suatu proses produksi.

Dari ilustrasi gambar ditekankan bahwa pasteurisasi merupakan kunci dari

Critical Control Point (CCP) pada saat prosessing, sementara higiene pabrik diketahui

sebagai kunci CCP untuk pencegahan kontaminasi produk selama tahap prosesing

selanjutnya.

Page 253: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

243

1. Susu Skim Bubuk

1.

2

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

x : Tempat kontaminasi mayor 0 : alur re- kontaminasi

Gambar 23. Diagram Alir Produksi Susu Skim Bubuk (Early, 1998)

Pada susu skim bubuk, bahaya (hazard) biasanya akibat dari terjadinya

kontaminasi bubuk susu oleh Salmonella, yang dapat hidup dengan baik sewaktu

penyimpanan, kemudian kuman akan mengalami perkembangan yang pesat pada kondisi

tertentu. Sementara itu, bakteri Staphyllococcus aureus diketahui sebagai penyebab

Susu mentah x

Pemisahan Pemisahan x Krim mentah

Pasteurisasi 0 CCP

Penguapan

Tangki penyeimbang 0

bang Pemanasan kembali 0

bang

Pengeringan awal 0

bang

Pengeringan kedua

Penggumpalan 0

bang

Penyimpanan 0

bang Pengepakan 0

bang Kontaminasi

Lingkungan x

CCP

CCP

Page 254: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

244

keracunan makanan pada bubuk susu. Baru-baru ini dilaporkan bahwa bakteri Salmonella

juga menyebabkan terjadinya wabah keracunan.

Semua wabah tersebut diketahui akibat dari faktor umum berupa adanya akumulasi

dari kontaminan debu serta adanya penimbunan bubuk dalam lingkungan pabrik yang

dapat memindahkan kuman kepada produk akhir melalui kesalahan mekanis ataupun

kesalahan lainnya.

Bahaya kedua yang penting adalah penggunaan udara yang terkontaminasi pada

saat tingkat pengeringan kedua, saat pemindahan bubuk ke gudang penyimpanan, atau

selama kegiatan pengisian dan proses pengepakan.

Bahaya selanjutnya dapat berasal dari adanya kontaminasi lingkungan yang

terpusat pada tangki pengering sewaktu proses pemanasan kembali yang tidak cukup

untuk membunuh bakteri Samonella atau kuman patogen lainnya, atau akibat terjadinya

pertumbuhan Staphyllococcus aureus dan toksin yang dihasilkan sebelum proses

pengeringan. Berdasarkan atas asumsi tersebut, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah

bahwa bakteri Salmonella kemungkinan besar ditemukan sewaktu dalam ruang pengering

akibat dari sekumpulan droplet yang tidak dapat dimusnahkan, dan yang kedua yaitu

toksin Staphyllococcus yang bersifat stabil terhadap panas, akan terus bertahan di dalam

produk.

Berdasarkan latar belakang tersebut, pengetahuan mengenai alur rekontaminasi

seperti ditunjukkan dalam Gambar 34, merupakan kunci dalam pengawasan higiene pada

produk susu skim bubuk dan produk susu bubuk lainnya sehingga dapat disimpulkan

sebagai berikut ini:

Habatan higiene untuk mencegah kontaminasi biasanya berasal dari daerah

penanganan bubuk.

Minimalkan timbunan debu dan bubuk susu pada daerah pengering dan daerah

penanganan bubuk lainnya dari pabrik.

Peliharalah kondisi kering dalam daerah pengering dan daerah penanganan bubuk

dengan menggunakan teknik kering bersih (misalnya teknik vakum).

Periksa ruang pengering serta perbaiki dan pelihara secara teratur peralatan untuk

pengering dan peralatan untuk penanganan lainnya.

Gunakan pengering udara bakteriologis untuk proses pengering ke-2/ sekunder dan

selanjutnya untuk pemindahan bubuk dan kegiatan penanganan bubuk termasuk

pengepakan.

Page 255: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

245

Pelihara secara teratur bangunan pabrik untuk mencegah kontaminasi dari sumber

eksternal termasuk air hujan.

Atas dasar uraian di atas, tempat-tempat yang perlu mendapat perhatian pada ruang

pengering mesti dianggap sebagai jalur umum terjadinya kontaminasi produk susu bubuk

oleh kuman Salmonella. Selanjutnya, perlu diingat bahwa kuman Salmonella cenderung

dapat bertahan dalam lingkungan pabrik terutama pada timbunan debu.

2. Keju Lunak Matang

1.

2

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

x : Tempat kontaminasi mayor 0 : alur re- kontaminasi

Gambar 24. Diagram Alir Produksi Keju Lunak Matang (Early, 1998)

Susu mentah x

Pemisahan Pasteurisasi 0 CCP

Penambahan Rennet 0

Penambahan Starter, kapang 0

Fermentasi 0

bang Pengasinan 0

bang

Penusukan 0

bang Pematangan 0

bang Pengepakan 0

bang

Kontaminasi

Lingkungan x

CCP

CCP

Page 256: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

246

Bahaya pada pembuatan keju lunak matang adalah bahwa keju menjadi

terkontaminasi oleh kuman patogen yang dapat tumbuh infektif selama pematangan dan

selama distribusí, ketika pH dari keju jenis ini meningkat dari pH <5,0 menjadi pH 6,0

atau lebih.

Sebagian besar wabah keracunan makanan yang terjadi di USA tahun 1971

dilaporkan berasal dari kuman enteropathogenic serotipe Escherichia coli pada keju

import jenis Brie dan Camembert. Wabah yang lebih baru adalah terjadinya wabah oleh

Listeria monocytogenes yang diawali dengan terjadinya wabah di Los Angeles tahun 1985

dengan jumlah kasus sebanyak 86 kasus yang menewaskan 29 orang. Survei yang lebih

luas terhadap kejadian L. monocytogenes pada keju lunak yakni survei oleh Pini dan

Gilbert (1988) yang menunjukkan bahwa antara tahun 1986/1987 sebanyak 10% keju

lunak yang diimpor ke UK positif Listeria monocytogenes < 102 cfu/g – 105 cfu/g. Perlu

dicatat bahwa penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) yang merupakan dasar

dari analisis HACCP dari suatu perusahan dapat diterima, yang terbukti dengan tidak

ditemukannya mikroorganisme pada keju import.

Pada Gambar 35, terlihat bahwa ada 3 Critical Control Point (CCP) dalam

perusahan keju lunak matang. Yang pertama adalah: pasteurisasi, di mana sebagian besar

produk keju berasal dari susu mentah, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya

bahaya terhadap konsumen. Critical Control Point (CCP) kedua adalah: fermentasi.

Adanya perkembangan asam pada keju merupakan hal yang penting dalam perusahan

keju. Critical Control Point (CCP) ketiga adalah higiene pabrik. Pada Gambar 35,

ditunjukkan bahwa kemungkinan dapat terjadinya rekontaminasi pada semua tingkatan

post-pasteurisasi misalnya: rekontaminasi dari produk akibat dari tingginya derajat

keterpaparan pada saat penanganan dan kontaminasi dari lingkungan selama pembuatan

dan pematangan. Di sisi lain, pH keju akan meningkat kepada tingkat yang mana kuman

patogen termasuk Listeria monocytogenes dapat memperbanyak diri. Munculnya

dominasi Listeria pada keju jenis ini adalah akibat dari keadaan mikroorganisme

psychrotrophic alami serta toleransi terhadap penurunan water activity (aw) dari keju.

Berdasarkan hal itu, maka kuman akan tumbuh baik pada temperatur pematangan yang

biasa digunakan (10-120C), dan kuman akan terus tumbuh ketika pH keju meningkat di

atas 5.

Toleransi terhadap garam menunjukkan bahwa tangki pengasinan diperkirakan

sebagai vektor untuk terjadinya rekontaminasi. Secara alami, kuman psychrotrophic yaitu

Page 257: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

247

L. monocytogenes akan dapat membentuk koloni dan tumbuh pada lingkungan sedikit

basah dan dingin.

Jelasnya bahaya nyata dengan faktor utama yaitu kontaminasi lingkungan oleh L.

monocytogenes dimungkinkan pada daerah prosessing yang basah. Lebih lanjut,

digambarkan hasil survei dari USA di mana hasil isolasi yang menunjukkan hasil positif

L. monocytogenes (dalam %) yaitu :

lantai untuk daerah prosessing 17,9%;

lantai untuk ruang pendingin 27,9%;

lantai tempat masuk 17,2%;

lantai keset dan pencuci kaki 12,0%;

lantai lainnya 26,3%; dan

daerah yang tidak kontak dengan produk 8,1%.

Lebih lanjut, data dibagi atas daerah basah menunjukkan 85,7% positif, sementara daerah

kering 14,3%. Hal ini menggambarkan bahwa tempat basah merupakan tempat selektif

untuk Listeria monocytogenes.

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa kunci untuk meminimalkan

kontaminasi pada keju lunak adalah sebagai berikut ini:

o Buat prosedur pencegahan higiene yang baik, untuk mencegah kontaminasi pada

daerah di mana keju terpapar dan ditangani post-pasteurisasi.

o Jaga daerah di mana keju ditangani dengan sekering mungkin. Di sini meliputi

upaya meminimalkan penggunaan pipa air selama produksi serta penggunaan

ventilasi yang cukup untuk mencegah pengembunan pada permukaan.

o Buat rencana pembersihan pada semua permukaan untuk mencegah adanya

kontaminasi meliputi: permukaan lantai, dinding, langit-langit, dan semua

permukaan luar (tidak kontak dengan produk) serta permukaan peralatan.

o Rencanakan pemantauan dan pemeliharaan semua peralatan untuk mengetahui

bahwa semuanya dalam kondisi baik dan tidak rusak yang dapat merupakan

wahana untuk terjadinya kontaminasi pada produk.

Page 258: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

248

RUJUKAN

Anonimus. 1996. Kumpulan Peraturan perundangan di Bidang Kesehatan Masyarakat

Veterner. Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan,

Departemen Pertanian, Jakarta.

Anonimous, 1999. Workshop on Animal Product and Animal Byproduct Processing. Semi

Project of Quality Improvement in Undergraduate Program. Bogor Agriculture

University. Faculty of Animal Science. Department of Animal Production.

Arka, I.B. 1994. Ilmu Pengetahuan Daging dan Teknologinya. Universitas Udayana.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., and M. Wootton. 1987. Ilmu

Pangan.Terjemahan : Hari Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta.

Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1995. Peningkatan Peranan Pemerintah dalam

Pengawasan Bahan Makanan Asal Hewan Memperkenalkan Konsep HACCP.

Manual Kesmavet. No. 45/1995. ISSN : 0216-4868. Direktorat Bina Kesehatan

Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 1-18

Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1995. Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan

yang Disebabkan oleh Bakteri (Mikrobial Foodborne Disease). Manual Kesmavet.

No. 45/1995. ISSN : 0216-4868. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Direktorat

Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 19-33

Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1995. Pedoman Teknis Sanitasi Lingkungan Rumah

Pemotongan Hewan / Unggas. Manual Kesmavet. No. 45/1995. ISSN : 0216-

4868. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan.

Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 34 – 68

Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1995. Kebijakan Mengenai Keamanan dan Kualitas

Daging Indonesia. Manual Kesmavet. No. 45/1995. ISSN : 0216-4868. Direktorat

Bina Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian.

Jakarta. Hal 94 – 131

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2001 Tugas dan Fungsi Direktorat Kesehatan

Masyarakat Veteriner. Manual Kesmavet. Direktorat Kesehatan Masyarakat

Veteriner. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian.

Jakarta. Hal 33-42

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner.2002. Pedoman Penyembelihan Halal. Manual

Kesmavet. No. 01/2002. ISSN : 0216-4868. Direktorat Kesehatan Masyarakat

Veteriner. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian.

Jakarta. Hal 19-24

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner.2002. Pedoman Seleksi dan Penyembelihan

Hewan Qurban. Manual Kesmavet. No. 01/2002. ISSN : 0216-4868. Direktorat

Kesehatan Masyarakat Veteriner. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.

Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 25-27

Page 259: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

249

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner.2002. Kebijakan Pemerintah dalam

Meningkatkan Produksi Susu di Indonesia. Manual Kesmavet. No. 01/2002. ISSN

: 0216-4868. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Direktorat Jenderal Bina

Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 34 -41

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2002. Peraturan Perundangan Kesmavet Edisi

1. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Direktorat Jenderal Bina Produksi

Peternakan. Departemen Pertanian. 119 hal.

Early,R., 1998. The Tecnology of Diary Products, 2ndEd. Blackie Academic &

Professional.

Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Institut Pertanian Bogor.

Gradin, P.G.C.T. 2001. Petunjuk untuk Penanganan, Pengiriman dan Pemotongan Hewan

yang Manusiawi. (diterjemahkan oleh Marjaya W). Food and Agriculture of The

United Nations Regional Office for Asia and The Pacific. 84 hal.

Gunawan, J., 2002. Teknik Assesmen NKV sebagai Persyaratan Dasar Penerapan HACCP

di Industri Pangan Asal Hewan. dalam Pelatihan Penerapan HACCP pada Industri

Pangan Asal Hewan untuk Dosen Universitas/Perguruan Tinggi. 13-24 Mei 2002.

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Ditjen Bina Produksi Peternakan.

Jakarta.

Ismail, P. dan R. Pambudy. 1992. Peraturan dan Undang-undang Peternakan. UPT

Produksi Media Informasi, Lembaga Sumber Daya Informasi, IPB,

Lukman, D.W., 1999. Materi Kuliah HACCP Program Magister Ilmu Kesmavet. IPB.

Prihadi, S., 1997. Dasar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM.

Soejoedono, R.R., 1997. Mikrobiologi Pangan Asal Hewan. Bahan Kuliah Pascasarjana

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Pascasarjana IPB.

Bogor.

Soeparno, Indratiningsih, Sukarjono triatmojo, dan Rihastuti. 2001. Dasar Teknologi Hasil

Ternak. Jurusan Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan UGM.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press.

Soetarno, T., 1999. Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM.

Winarno, F.G., dan S.Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya.

M-Brio Press. Bogor.

Page 260: REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM HAK MANUSIAerepo.unud.ac.id/id/eprint/827/1/8f813cf58fdd8c233a... · 2020. 7. 21. · Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Buku Ajar Higiene Makanan

250