representasi perempuan dalam buku 13 perempuan...gerik, ucapan, suara. dalam bahasa tulis seperti...

75
33 BAB V REPRESENTASI FEMINIS DALAM BUKU 13 PEREMPUAN KARYA YONATHAN RAHARDJO Pada bab ini diuraikan analisis dan pembahasan penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis Sara Mills. Titik perhatian Mills adalah wacana feminisme, yakni bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks, baik dalam cerpen, gambar, foto, maupun media. Fokus perhatian analisis ini adalah menunjukkan bagaimana teks bias gender dalam menampilkan perempuan. Sara Mills lebih melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks, posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir ditengah khalayak. Dalam artian siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. Wacana media bukanlah sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor Selain posisi aktor, Sara Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana posisi pembaca dalam teks. Menurut Mills, teks adalah suatu hasil negosiasi antara penulis dan pembaca, oleh karena itu, pembaca tidak semata sebagai pihak yang menerima teks, tetapi juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam teks. Tabel 5.1. Model Analisis Sara Mills TINGKAT YANG INGIN DILIHAT Posisi Subjek- Objek Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri,ataukah kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh orang atau kelompok lain

Upload: others

Post on 27-Oct-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

33

BAB V

REPRESENTASI FEMINIS DALAM BUKU 13 PEREMPUAN

KARYA YONATHAN RAHARDJO

Pada bab ini diuraikan analisis dan pembahasan penelitian. Penelitian ini

menggunakan analisis wacana kritis Sara Mills. Titik perhatian Mills adalah

wacana feminisme, yakni bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks, baik

dalam cerpen, gambar, foto, maupun media. Fokus perhatian analisis ini adalah

menunjukkan bagaimana teks bias gender dalam menampilkan perempuan. Sara

Mills lebih melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks,

posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir ditengah

khalayak. Dalam artian siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa yang

menjadi objek penceritaan akan diperlakukan dalam teks secara keseluruhan.

Wacana media bukanlah sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor

Selain posisi aktor, Sara Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana posisi

pembaca dalam teks. Menurut Mills, teks adalah suatu hasil negosiasi antara

penulis dan pembaca, oleh karena itu, pembaca tidak semata sebagai pihak yang

menerima teks, tetapi juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat

dalam teks.

Tabel 5.1.

Model Analisis Sara Mills

TINGKAT YANG INGIN DILIHAT

Posisi Subjek-

Objek

Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa

peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai

pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi objek

yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan

kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk

menampilkan dirinya sendiri,ataukah kehadirannya,

gagasannya ditampilkan oleh orang atau kelompok

lain

Page 2: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

34

Posisi Penulis-

Pembaca

Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks.

Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam

teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah

pembaca mengidentifikasi dirinya.

Sumber: Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. hlm 211

Melalui analisis posisi subjek objek dan posisi pembaca berusaha dilihat

bagaimana pengarang menghadirkan kembali gambaran perempuan dalam

karyanya, sehingga bisa diketahui bagaimana representasi feminis dalam 13

Perempuan karya Yonathan Rahardjo.

Untuk mengetahui bagaimana representasi feminis, peneliti akan

mekolaborasinya teknik analisis dari Sara Mills yaitu posisi subjek objek dan

posisi pembaca dengan teori representasi dari John Fiske.

Tabel 5.2.

Tahap Representasi Menurut John Fiske

Pertama Realitas

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerak-gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya.

Kedua Representasi

Elemen-elemen di atas ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, kalimat, proposisi, foto dan sebagainya. Elemen-elemen tersebut ditransmisikan ke dalam kode representasional yang memasukan di antaranya bagaimana objek digambarkan: karakter, narasi, setting, dialog, dan sebagainya

Ketiga Ideologi

Semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan kode-kode ideologi seperti individualisme, liberalisme, sosialisme, patriaki, ras, kelas, materialism, kapitalisme dan sebagainya

Sumber: Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. hlm 115

Page 3: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

35

5.1. CERPEN 1

5.1.1. Sinopsis Cerpen 1: Cerita Perempuan

Cerita pertama dalam kumpulan cerpen ini berkisah tentang seorang

perempuan yang menerima tamu lelaki di rumahnya. Tamu lelakinya aktif

menanyakan cerita pribadi perempuan itu. Dan dengan terbuka tokoh perempuan

ini menceritakan kisahnya kepada tamu lelaki tersebut.

Pertama, perempuan bercerita kisah pribadinya yang dimuat di tabloid

wanita. Setelah beritanya dipublikasi, lelaki yang diceritakan dalam tabloid

tersebut mencarinya karena malu namanya dicemarkan, tetapi juga tetap menaruh

iba pada perempuan ini. Melalui peristiwa ini, tokoh perempuan dalam cerpen ini

mengalami perubahan sikap dan perilaku. Bila dulu ia penurut dan lemah, kini dia

adalah perempuan yang mandiri dan tegar. Merasa tertarik dengan kisah hidup

perempuan, lelaki menyarankan agar kisah tersebut ditulis. Dan perempuan

meminta tamu lelaki ini untuk menulis kisah hidupnya. Oleh karena itu,

perempuan kembali menceritakan dengan lengkap cerita kedua. Yaitu mengenai

perselingkuhan perempuan ini dengan suami sahabatnya. Merasa sangat bersalah,

perempuan ini bertobat hingga naik haji. Setiap kali permasalahan terjadi selalu

membawa perubahan pada perempuan ini.

Tamu lelaki yang diminta menuliskan cerita perempuan tersebut, di akhir

cerita justru membunuh perempuan itu dan dirinya sendiri. Kisah kematian

mereka berdua kemudian terpublikasi di koran-koran.

5.1.2. Interpretasi Cerpen ”Cerita Perempuan”

Dalam cerpen ini, pengarang menunjukan sosok perempuan yang ingin

menampilkan eksistensinya dalam lingkungan sosial. Akan tetapi ada beberapa

hal yang harus dialami oleh perempuan saat ia ingin mengekspresikan dirinya. Hal

pertama yang peneliti temukan adalah, soal ambiguitas dalam diri tokoh

"Supaya bila ada orang yang bertanya tentang kasusku itu, aku tidak perlu banyak bicara lagi. Langsung kutunjukan tabloid itu biar dibaca, sehingga mudah menjelaskan permasalahanku."

Page 4: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

36

perempuan. Perempuan ingin tampil, tapi juga dia ingin bersembunyi. Perempuan

tersebut ingin orang lain tahu bagaimana cerita dirinya, namun dia justru

menyembunyikan identitasnya untuk tidak diungkap oleh media massa. Tidak

hanya identitas diri perempuan itu, tetapi juga identitas orang yang terlibat.

Kedua, masalah utama ‘Cerita Perempuan’ terletak pada tabloid wanita

yang mempublikasikan ceritanya. Tabloid ini menuliskan kisah perempuan secara

vulgar, sehingga lelaki yang terlibat tersebut merasa bahwa itu dia. Kemudian

lelaki itu menelpon wartawan dan diberitahu bahwa orang dalam cerpen itu dia,

sementara tokoh utamanya adalah perempuan itu. Media massa yang seharusnya

netral dalam menuliskan suatu kisah, justru melebih-lebihkannya. Tidak hanya itu,

perempuan ini menghendaki agar tokoh dalam kisah tersebut disembunyikan

identitasnya. Namun yang terjadi adalah media membongkar identitas narasumber

kepada lelaki yang terlibat dalam cerita itu. Dalam hal ini perempuan tentu tidak

mendapat haknya sebagai narasumber yang harus dijaga identitasnya oleh pihak

media massa. Hal ini sesuai dengan kode etik jurnalistik pasal 7 :

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

Penafsiran

b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. 1

Sementara itu, bukannya menyalahkan media, tamu laki-laki itu seolah

menyalahkan perempuan atas perbuatannya. Bagi tamu laki-laki itu, perempuan

hendaknya berhati-hati ketika dia menceritakan kisah pribadinya ke orang lain,

1 PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 http://mediakonservasi.org/2008/dir_upload/files/Peraturan_Dewan_Pers_No_6_tentang_Kode_Etik_Jurnalistik,_2008.pdf diakses pada 1 Mei 2012 pukul 16.25 WIB

Page 5: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

37

apalagi itu melibatkan orang lain, bahkan hingga dimuat di media massa. Hal

tersebut dapat mencemarkan nama orang yang terlibat.

Perempuan cenderung disalahkan manakala ia menceritakan kisah

pribadinya kepada orang lain bahkan hingga mempublikasikannya di media

massa. Meskipun perempuan telah menyembunyikan orang yang terlibat, namun

tetap ditampilkan bahwa hal tersebut tidak semestinya dilakukan oleh tokoh

perempuan. Meski demikian, dapat diketahui pula bahwa perempuan dalam tokoh

ini diberikan kesempatan untuk mengutarakan perasaan dan pendapatnya.

Cerita pendek ini mengisahkan cerita perempuan ini. Apa yang dialami

dan seperti apa cerita dari perempuan tersebut, ditandakan dengan dialog antara

perempuan dan tokoh laki-laki. Tokoh perempuan secara aktif menceritakan

bagaimana masalah pribadinya kepada tokoh laki-laki ini. Sementara tokoh laki-

laki meskipun awalnya cenderung pasif, namun dia-lah yang membuat dialog

diantara keduanya kian hidup melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya.

Tokoh lelaki juga dapat dikatakan yang menentukan alur cerita dan juga memberi

penilaian atas apa yang telah dilakukan perempuan.

Cerpen “Cerita Perempuan” menempatkan tokoh lelaki, sebagai subjek

pencerita. Di awal cerpen, tokoh lelaki lebih banyak terdiam dan mendengarkan

saat perempuan bercerita. Dalam diam tanpa ucap, lelaki ini merespon dengan

ekspresi non verbalnya.

Lelaki “Kok kamu begitu? Menceritakan kehidupan pribadi kalian pada orang bahkan mempublikasikannya?” Perempuan: “Itu kan kenyataan hidupku sendiri.” Lelaki: “Kisahmu melibatkan orang lain. Dengan mempublikasikan lalu membuatnya tahu dan bertanya pada penulisnya, berarti ada indikasi kamu mencemarkan nama baiknya.” Perempuan: “Tidak. Aku menyembunyikan namanya” Lelaki: “Tapi orang kan bisa menerka”

"Aku di Lembaga Peduli Lingkungan paling lama hanya dua minggu. Di sana aku sangat suka memetik daun labu, sampai lima kilo, untuk ku makan hanya dengan cabai dan garam. Pulang-pulang kulitku gosong terbakar matahari.” Si lelaki tersenyum mendengar uraian si perempuan, sambil membayangkan suasana yang sama juga ia rasakan ketika ia bergabung dengan lembaga itu, bahkan lebih lama

Page 6: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

38

Melalui responnya yang diam dan hanya tersenyum mendengar uraian si

perempuan, dapat diketahui pada bagian ini ingin dikatakan bahwa pengalaman

perempuan ini secara kuantitas ditampilkan masih kurang dibanding lelaki di

cerita ini pun yang memiliki pengalaman sama yang lebih lama. Hanya dengan

diam dan tersenyum, lelaki ini memberikan penilaian atas apa yang dilakukan

perempuan, yang ternyata tidak lebih banyak dari pengalamannya. Namun pada

bagian selanjutnya, teks memberikan bukti lebih kuat bagaimana lelaki yang

semula lebih banyak diam ini ternyata adalah pencerita.

Dari cuplikan dialog diatas dapat diketahui, lelaki, tamu dari perempuan

tampil sebagai teman bercerita yang aktif bertanya dan memberi tanggapan.

Tokoh perempuan digiring untuk terus menceritakan kisah hidupnya. Walaupun

perempuan ini menceritakan kisah hidupnya kepada lelaki, tidak lantas perempuan

ini menjadi subjek pencerita. Bagaimana cerita ini bergulir ditentukan oleh kontrol

tokoh lelaki dalam bertanya dan memberikan penilaian atas apa yang dilakukan

perempuan. Hal ini terwujud pada saat lelaki menunjukan ketidaksetujuannya saat

perempuan mempublikasikan ceritanya ke media massa. Perempuan telah

menyembunyikan orang yang terlibat, namun tetap ditampilkan bahwa hal

tersebut tidak semestinya dilakukan oleh tokoh perempuan. Pengarang lebih

menonjolkan pandangan tamu lelaki ini dalam penceritaan. Lelaki ini tampil

sebagai subjek pencerita, yang menentukan bagaimana cerita ini bergulir dan juga

memberikan penilaian atas apa yang dilakukan oleh perempuan.

"Kok kamu begitu? Menceritakan kehidupan pribadi kalian pada orang bahkan mempublikasikannya?" “Itu kan kenyataan hidupku sendiri.” "Kisahmu melibatkan orang lain. Dengan mempublikasikan lalu membuatnya tahu dan bertanya pada penulisnya, berarti ada indikasi kamu mencemarkan nama baiknya." "Tidak. Aku menyembunyikan namanya." “Tapi kan orang bisa menerka.” “Itu kan kisah hidupku sendiri. Dokumen pribadiku, walau menyangkut dia.” “Kamu publikasikan juga cerita yang menyangkut laki-laki itu. Kekeliruanmu, sebelumnya kamu tidak memberitahu dia.” “Setelah ia menghubungiku, ia berkata, seandainya sebelumnya aku memberitahu, tentu ada yang bisa ia lakukan untuk menolong problemaku. “Nah...”

Page 7: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

39

Selain itu, melalui pembacaan dominan, pembaca digiring untuk

mengidentifikasikan dirinya seperti tokoh lelaki hingga pembaca pun sepakat

dengan pandangan tokoh laki-laki. Hal ini menguntungkan bagi lelaki. Jika

demikian yang terjadi, pandangan tokoh laki-laki yang tampil tersebut kian

melanggengkan ideologi patriakhi. Meski memang harus diakui gambaran

perempuan dalam tokoh ini positif, perempuan yang dengan berani menghadapi

masalah-masalah tersebut, karena kemudian dia menyadari bahwa di balik

masalah tersebut menciptakan perubahan positif pada dirinya. Berbeda dengan

karakter lelaki ini, sebagai lelaki dia adalah seorang yang tidak berani mengambil

resiko atas apa yang menjadi keputusannya, sehingga akhirnya dia memutuskan

mengakhiri hidup supaya akibat-akibat yang terjadi atas hubungannya dengan

perempuan ini tidak lagi ia tanggung.

5.1.3. Ideologi Patriakhi

Pemosisian aktor-aktor dalam cerita menghasilkan satu pemahaman

ideologi apa yang diangkat oleh pengarang dalam cerpennya ini. Penempatan

tokoh laki-laki sebagai pencerita dan juga posisi pembaca sebagai tokoh laki-laki

menjadikan narasi ini menguntungkan bagi laki-laki, karena pandangannya yang

tampil. Akhirnya dapat diketahui bahwa ideologi yang nampak dalam cerpen ini

masih ideologi patriakhi.

Gambaran perempuan yang mengalami ketidakadilan dan tekanan batin

dari lingkungan sosialnya kian meneguhkan ideologi patriakhi yang hendak

disampaikan pengarang. Perempuan dalam cerpen ini mengalami dua hal masalah.

Pertama, sebagai perempuan dan juga manusia, dia tidak mendapatkan haknya

sebagai narasumber, media menghilangkan hak ini dengan melebih-lebihkan

cerita dirinya dan membongkar identitas dirinya. Kedua, ketika perempuan ini

ingin menceritakan kisah hidupnya melalui media massa, ia justru disalahkan,

karena dianggap mencemarkan nama baik orang lain yang terlibat. Masalah lain

yang tampil dalam cerpen ini adalah mengenai perselingkuhan perempuan dengan

suami temannya. Dia merasa begitu menyesal, karena dia melakukannya dengan

suami orang, tidak dengan sesama lajang.

Page 8: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

40

Mengenai perselingkuhan ini, penyesalan yang terjadi pun tidak datang

dari mulut orang lain, tapi lahir dari pemikiran perempuan sendiri. Penyesalan

yang dialami perempuan ini masih dipengaruhi oleh stereotipe gender yang

berkembang dalam masyarakat. Dalam masyarakat patriakhi, hal ini wajar terjadi

pada perempuan. Dan tidak terjadi dengan lelaki. Menurut Suryakusuma (dalam

Sastriyani, 2009: 484), laki-laki dianggap dominan dorongan seksualnya,

perempuan lebih pasif dan reseptif sehingga laki-laki dianggap poligam, sedang

perempuan dianggap monogram. Oleh karena itu penyelewengan yang dilakukan

oleh laki-laki dianggap sebagai hal yang wajar, tetapi kalau yang menyeleweng

perempuan, dianggap hal yang tidak wajar dan merupakan aib. Hal ini

mengakibatkan perempuan memiliki perasaan yang bersalah yang berlebihan

karena melakukan penyelewengan. Selain itu, hal utama yang disesalkan oleh

tokoh perempuan ini adalah soal keperawanan. Keperawaanan sangat diagung-

agungkan dalam masyarakat patriakhi. Menurut Kweldju (dalam Sastriyani ,

2009: 480) Pandangan masyarakat tentang kesucian atau keperawanan merupakan

sesuatu yang normatif. Bahkan terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa harta

yang paling berharga bagi perempuan yang belum menikah adalah keperawannan.

Kehilangan keperawanan adalah kehilangan kehormatan. Keperawanan

selanjutnya menjadi ideologi yang memuat kepentingan laki-laki dan

mencerminkan dominasi laki-laki atas perempuan. Oleh karena kuatnya dominasi

tersebut, ideologi ini telah disosialisasikan dan diinternalisasikan dari generasi ke

generasi, bukan hanya oleh kaum laki-laki tetapi juga kaum perempuan sendiri.

Keperawanan merupakan persembahan seorang perempuan kepada suami (laki-

laki) yang telah disahkan oleh lembaga perkawinan. Perempuan harus menjaga

keperawanannya yang cuma satu dan tidak boleh diberikan pada laki-laki sebelum

menikah. Ideologi ini bahkan terinternalisasi dalam diri perempuan sendiri.

Sehingga bentuk tekanan itu tidak hanya datang dari lingkungan, tapi dari

perempuan sendiri.

Tampilan-tampilan pandangan patriakhi memang nampak dalam cerita ini.

Akan tetapi di tengah gambaran stereotipe gender, ada gambaran yang berbeda

dari perempuan. Di balik masalah yang dialami perempuan dalam cerpen ini, dia

Page 9: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

41

dianggap melakukan kesalahan, dan dia juga mengalami penyesalan, akan tetapi

perempuan dalam cerpen ini bukanlah seorang perempuan yang lemah dan tidak

berpendidikan. Perempuan yang bekerja di lembaga peduli lingkungan ini,

ditampilkan sebagai seorang memiliki pendapatnya sendiri. Contohnya, ketika dia

mempublikasikan cerita di tabloid wanita, dia tahu alasan kenapa melakukannya.

Selain itu, dia juga tidak takut menghadapi masalah-masalah yang

menimpannya, karena dia tahu bahwa masalah yang dihadapinya akan

memberikan perubahan positif bagi kehidupannya. Sehingga dia menjadi mandiri

dan lebih tegar.

Di akhir cerita, tamu lelaki yang datang ke rumahnya tersebut memutuskan

untuk membunuh perempuan dan dirinya sendiri agar bila kisah perempuan ini

dimuat, tidak akan terjadi masalah antara keduanya. Nampak keegoisan tokoh

lelaki, yang mengganggap bahwa kematian adalah solusi atas permasalahan yang

terjadi. Meski tidak ditampilkan perlawanan perempuan atas pembunuhan dirinya,

namun dapat diketahui bahwa karakter lelaki ini adalah seorang yang tidak berani

mengambil resiko atas apa yang menjadi keputusannya, sehingga akhirnya dia

memutuskan mengakhiri hidup supaya akibat-akibat yang terjadi atas

hubungannya dengan perempuan ini tidak lagi ia tanggung. Berbeda dengan

perempuan yang dengan berani menghadapi masalah-masalah tersebut, karena

kemudian dia menyadari bahwa di balik masalah tersebut menciptakan perubahan

positif pada dirinya.

Menjadi sebuah pertanyaan kemudian adalah, apa maksud dari pengarang

dengan menampilkan gambaran perempuan secara positif, namun di sisi lain

"supaya bila ada orang yang bertanya tentang kasusku itu, aku tidak perlu banyak bicara lagi. Langsung kutunjukan tabloid itu biar dibaca, sehingga mudah menjelaskan permasalahanku."

"Semua itu justru membentuk sikapku jadi tegar saat menghadapi masa-masa sulit serupa itu. Sikap tegar ini tidak dimiliki oleh para pelaku yang banyak kutemui pada cerita lain. Mereka wanita yang suka mengalah dan kalah dalam menghadapi problem semacam."

Page 10: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

42

menjadikan tokoh laki-laki sebagai pencerita, yang muncul dengan pandangan

patriakhinya dan penilaian yang cenderung menghakimi perempuan tersebut?

Ideologi patriakhi muncul dipengaruhi oleh diri lelaki dari pengarang itu

sendiri. Dalam wawancara dengan pengarang, dirinya mengaku untuk berusaha

untuk mendalami perannya sebagai perempuan, akan tetapi diri kelelakiannya

bagaimanapun tetap akan mempengaruhi bagaimana dia memilih fakta dan

menuliskan fakta tersebut sehingga menghadirkan kembali realitas itu dalam

wujud cerita pendek ‘Cerita Perempuan’. Karena patut digarisbawahi pemikiran

dari Eriyanto (2001: 116,118) bahwa realitas yang sama dapat menciptakan

‘realitas’ yang berbeda kalau ia didefinisikan dan dipahami dengan cara yang

berbeda. Dengan memilih fakta tertenu dan membuang fakta yang lain, realitas

hadir dengan cara ‘bentukan’ tertentu kepada khalayak.

Di tengah tampilnya ideologi patriakhi, pengarang menunjukan bahwa

dirinya bukanlah seseorang yang kolot. Pengarang berusaha menjadi seorang

pribadi yang lebih egaliter, memandang perempuan sebagai sesamanya yang

sederejat (dapat diketahui melalui hasil wawancara dengan pengarang, yang

tersaji pada Bab 4). Itulah mengapa pengarang menampilkan gambaran yang

positif tentang perempuan berbeda dengan banyak narasi lain cenderung yang

menampilkan perempuan penurut, pasif dan lemah.

Tabel 5.1.3.

Representasi Feminis Cerpen ‘Cerita Perempuan’

Pertama Realitas

Cerita perempuan yang mempublikasikan kisahnya di

koran dan identitasnya dibongkar oleh pihak media.

Selain itu, perempuan ini juga bercerita mengenai

penyesalannya telah berselingkuh dengan suami

temannya.

Page 11: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

43

Kedua Representasi

Melalui dialog antara perempuan dan tamu laki-laki,

dapat diketahui bagaimana karakter tokoh tersebut. Hal

tersebut juga menunjukan bagaimana posisi subjek objek

dan posisi pembacanya. Dalam cerpen ini, tamu laki-laki

adalah subjek pencerita, sementara perempuan adalah

objeknya. Untuk posisi pembaca, pembaca digiring untuk

mengidentifikasikan dirinya seperti tokoh lelaki hingga

pembaca pun sepakat dengan pandangan tokoh laki-laki.

Ketiga Ideologi

Kisah perempuan yang ditandakan melalui penceritaan

tokoh laki-laki pembaca digiring untuk menjadikan

pandangan tokoh laki-laki yang tampil. Hal ini tentu kian

melanggengkan ideologi patriakhi.

5.2. CERPEN 2

5.2.1. Sinopsis Cerpen 2: Tanya Tukang Cuci

Atin dan ibunya adalah tukang cuci sebuah keluarga dan anak-anak kos

yang tinggal di tempat keluarga itu. Diantara semua anak kos, hanya satu anak

kos, lelaki pegawai perusahaan yang tidak menyerahkan pakaian untuk dicuci dan

setrika oleh Atin dan Ibunya. Hal ini membuat Atin bertanya keheranan perihal

satu anak kos ini, ’kenapa untuk ongkos cuci yang tidak seberapa, murah, anak

kos ini enggan berbagi dengan Atin’.

Masalah memuncak ketika pemilik kos memberitahukan bahwa

pembayaran mencuci sebenarnya belum bisa diberikan. Hal ini membuat ibu Atin

tertegun. Membayangkan beratnya membayar kebutuhan pokok sehari-hari.

Namun ternyata hal itu adalah kejutan dari Bapak Kos, karena pembayaran

Rp.200.000 tetap bisa dibayarkan kepada Atin dan Ibunya, berkat satu anak kos

tersebut, yang membayar tepat waktu. Anak kos yang semula cukup membuat

Atin jengkel, kemudian tampil sebagai penyelamat bagi Atin dan Ibunya.

Page 12: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

44

Bulan berikutnya hal itu terjadi lagi, Atin dan Ibunya sangat berterima

kasih pada anak kost itu. Atin tidak lagi peduli siapa anak kos itu dan apa

pekerjaannya, meski pakaian anak kos tersebut tetap kucal dan tidak disetrika.

5.2.2. Interpretasi Cerpen ”Tanya Tukang Cuci”

Cerpen ini bercerita mengenai perjuangan seorang anak dan ibu yang

bekerja sebagai tukang cuci demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam lika-

liku perjuangannya bekerja, Atin, sebagai tokoh utama tampil sebagai seorang

perempuan muda yang berprasangka terhadap anak kost yang tidak menyerahkan

pakaiannya. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya alasan dari anak kos,

mengapa ia seperti itu.

Cerpen “Tanya Tukang Cuci” menempatkan Atin sebagai subjek

pencerita. Sebagai tokoh utama, selain mendominasi narasi cerpen, Atin jugalah

Sikap ‘diam’ dari orang lain bagi perempuan dimaknai manakala

seseorang tersinggung dengan perbuatannya atau tidak mempercayainya lagi. Dan

jika seseorang bersikap diam, perempuan pun cenderung beranggapan buruk

terhadap orang itu. Karena bagi perempuan, komunikasi adalah untuk menjalin

hubungan. Lain halnya dengan laki-laki, bentukan budaya membuat mereka susah

untuk berkomunikasi. Laki-laki hanya akan bicara seperlunya dan dengan terus

terang (Pease, 2005:142). Atas dasar ini pula, Atin digambarkan sebagai seorang

yang suka berprasangka, sementara anak kos ditampilkan sebagai sosok laki-laki

yang hanya akan bicara seperlunya. Kuatnya penggambaran tokoh laki-laki ini

tentu mendapat pengaruh dari kelelakian pengarang cerpen ini di tengah stereotipe

gender yang berkembang di masyarakat ia tinggal, yakni di Jawa, tepatnya Jawa

Timur.

“Aneh, ada orang sepelit pegawai kos ini. Uang yang tidak seberapa, mengapa ia enggan berbagi dengan kami, mempercayakan pakaiannya untuk kami cuci. Bukankah kini adiknya tidak numpang di kamarnya lagi, sehingga uangnya bisa digunakan untuk membayar cucian? Bukankah dengan mempercayakan pakaiannya kami cuci, berarti ia menghemat waktu, menambah nilai penampilannya, sekaligus membantu meringankan kebutuhan hidup kami yang kekurangan?”

Page 13: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

45

mendefinisi bagaimana karakter lelaki, anak kos yang tidak turut menyerahkan

baju untuk dicucikan. Mulai dari prasangka Atin mengenai sosok anak kos

tersebut hingga jawaban atas tanya itu, semua dipaparkan oleh Atin.

Sementara anak kos, menjadi topik pembicaraan dari cerita pendek ini

maka disebut dia adalah objek pencerita. Sebagai objek pencerita, karakter dari

tokoh anak kos ini secara keseluruhan dipaparkan oleh Atin. Pada awal cerita

gambaran karakternya adalah hanya dugaan dari Atin, di akhir cerita Atin juga

yang memberikan penjelasan sebenarnya atas dugaan terhadap anak kos itu.

Anak kos ini sendiri tidak menjelaskan bagaimana dirinya, sekedar melalui

tanda non verbal, tertawa. Yang mana tanda non verbal ini pun tidak lagi menjadi

perhatian Atin karena dugaan-dugaan Atin telah terjawab melalui tindakan yang

dilakukan oleh anak laki-laki ini.

Sebagai pencerita, Atin tidak hanya mendefinisikan sosok anak kos yang

membuatnya penasaran. Perempuan muda ini pun juga memberikan pemikiran

kritisnya melalui kisahnya sebagai pencuci pakaian.

“Apakah sebetulnya yang ada dalam benaknya, setiap bangun pagi melihat kami berdua bahu membahu mencuci dan menyetrika pakaian-pakaian ini? Apakah perasaannya tidak tersentuh melihat perempuan seperti ibuku menghidupi kami berdua dengan menjadi tukang cuci baju, dan jelas, aku yang masih sekolah harus membantu? Juga di sisinya, selain berbagi rezeki, ia juga mendapatkan keuntungan dengan pakaian yang bersih dan rapi. Ah dasar pelit!” Bulan berikutnya, hal itu terjadi lagi. Anak kos yang kuanggap pelit itulah kata bapak kos, yang menyelamatkan pembayaran ongkos mencuci bulanan kami. Bagi kami jelas sudah, anak kos ini tidak turut menyerahkan pakaiannya untuk kami cuci, agar ia dapat membayar uang kos kamar secara tepat waktu.”

Lelaki itu hanya tertawa. Pakaiannya tetap kucal tak tersetrika, sedangkan pakaian kotornya menggunung di depan kamarnya. Aku tak lagi mempersoalkan. Aku juga tak lagi mempermasalahkan siapa dia dan apa pekerjaannya.

Terhadap anak-anak kos yang lain aku semakin bertanya-tanya, sebetulnya apakah pekerjaan masing-masing mereka. Mereka, anak-anak kos yang pembayaran uang kos dan cucian selalu terlambat, namun tetap saja pakaian mereka licin dan rapi. Kami yang mencuci dan melicinkan pakaian mereka. Berarti, anak-anak kos ini setiap hari menikmati hasil kerja keras kami membanting tulang dan memeras keringat secara semena-mena. Satu hal yang tidak dilakukan mas tadi.

Page 14: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

46

Kasus yang diangkat penulis begitu ringan, namun menjadi menarik untuk

dikritisi karena masalah cuci pakaian kemudian dikaitkan dengan citra dan status

diri seseorang. Melalui pemikiran kritis tersebut, pekerjaan rumah tangga tampil

sebagai pekerjaan yang bukan sembarangan.

Di saat Atin dan Ibunya terancam tidak mendapatkan upah, satu anak kos

yang tidak menyerahkan pakaian tersebut tampil sebagai pahlawan yang

menyelamatkan upah kerja Atin dan ibunya. Perubahan karakter tokoh lelaki,

anak kost ini kemudian juga mematahkan prasangka Atin akan laki-laki ini. Inilah

inti yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Dominasi Atin dalam narasi cerpen ini, menempatkan pembaca sebagai

diri Atin. Pembaca diajak untuk menyelesaikan alur cerita melalui tanya tukang

cuci.

Pembaca yang diposisikan sebagai Atin, akhirnya turut menjadi tokoh Atin

yang mengubah pandangannya terhadap anak kost itu. Hingga di akhir cerita

pesan dari cerita ini dapat ditangkap oleh pembaca, bahwa hendaknya kita tidak

cepat-cepat menaruh prasangka terhadap sikap seseorang. Selain itu, pembaca

juga turut dibuat mengagumi anak kos, dengan sikap pahlawannya.

5.2.3. Heroisme Laki-Laki

‘Tanya Tukang Cuci’ menampilkan perjuangan perempuan dalam bekerja,

memenuhi kebutuhannya. Perempuan sebagai pencari nafkah utama bagi

“Lelaki itu hanya tertawa. Pakaiannya tetap kucal tak tersetrika, sedangkan pakaian kotornya menggunung di depan kamarnya. Aku tak lagi mempersoalkan. Aku juga tak lagi mempermasalahkan siapa dia dan apa pekerjaannya” “Terhadap anak-anak kos yang lain aku semakin bertanya-tanya, sebetulnya apakah pekerjaan masing-masing mereka. Mereka, anak-anak kos yang pembayaran uang kos dan cucian selalu terlambat, namun tetap saja pakaian mereka licin dan rapi. Kami yang mencuci dan melicinkan pakaian merea. Berarti, anak-anak kos ini setiap hari menikmati hasil kerja keras kami membanting tulang dan memeras keringat secara semena-mena. Satu hal yang tidak dilakukan mas tadi.”

Page 15: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

47

keluarganya. Bahkan Atin, gadis ini sudah berjuang sejak mudanya demi

membantu keluarganya.

Tidak hanya upah yang kecil, Atin dan Ibunya harus menderita karena

upahnya terlambat dibayarkan. Penderitaan yang dialami mereka ditampilkan

melalui penceritaan yang dilakukan oleh Atin. Sebagai subjek cerita, Atin

memaparkan apa yang dirasakan dan dialaminya sebagai tukang cuci. Persoalan

yang dihadapi oleh Atin dan Ibunya memang terbilang telah banyak dialami para

perempuan. Ideologi gender mempunyai pengaruh langsung atas jenis dan nilai

pekerjaan yang dilakukan perempuan. Kaum perempuan diposisikan sebagai

pekerja utama sektor domestik dan laki-laki di sektor publik. Sekalipun

perempuan memasuki industri publik, ia cenderung untuk melakukan pekerjaan

perempuan seperti merawat, memasak, mencuci atau menjahit. Alat produksi yang

dimiliki oleh perempuan miskin pada umumnya hanya tenaga. (Ridjal,1993:161).

Majikan mempunyai monopoli terhadap alat produksi. Karena itu, pekerja harus

memilih antara diekspolitasi atau tidak mempunyai pekerjaan sama sekali. Agar

perempuan terbebas dari penderitaan ini, perempuan pun harus bergerak dan

berjuang untuk memiliki kapital/modal, inilah solusi yang ditawarkan. Ini adalah

poin dari perjuangan feminis marxis.

Di tengah pengaruh stereotipe gender masih kuat, pengarang menunjukan

perjuangan seorang ibu, sebagai pencari nafkah utama bagi keluarganya.

Perjuangan perempuan juga semakin nyata melalui penceritaan yang dilakukan

oleh tokoh yang bersangkutan.

Penyebab dari penderitaan itu sendiri adalah karena bapak kos dan anak-

anak kos yang terlambar membayar kost. Diskriminasi gender dilakukan oleh para

laki-laki, tetapi disatu sisi penyelamatnya juga laki-laki, yaitu anak kos yang tidak

menyerahkan pakaian.

Apakah perasaannya tidak tersentuh melihat perempuan seperti ibuku menghidupi kami berdua dengan menjadi tukang cuci baju, dan jelas, aku yang masih sekolah harus membantu? Juga di sisinya, selain berbagi rezeki, ia juga mendapatkan keuntungan dengan pakaian yang bersih dan rapi.

Page 16: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

48

Diantara tokoh-tokoh laki-laki tersebut, pengarang cenderung untuk pro

dengan anak laki-laki yang tidak menyerahkan pakaian. Penggambaran anak laki-

laki di awal cerita sengaja dibuat penuh penasaran melalui tanya tukang cuci,

Atin. Sehingga di akhir cerita, terasa kejutannya. Hal ini seperti apa yang

dikatakan oleh Soe Tjen Marching, seorang komponis dan Doktor Studi

Perempuan-Perempuan Indonesia Monash University, Australia bahwa heroisme

laki-laki masih kuat dalam beberapa tulisan, termasuk cerpen kedua ini. 2 Di satu

sisi lelaki ditampilkan tidak bisa membantu bahkan yang menyebabkan

penderitaan, namun ada lelaki lain yang memahami perjuangan perempuan dan

membantu perjuangan perempuan itu.

Tabel 5.2.3.

Pengarang ingin menunjukan bahwa ada

laki-laki yang peduli terhadap perempuan sebagai sesamanya yang sederajat.

Unsur heroisme yang tampil ini menyebabkan cerita pendek ini bias. Walaupun

menunjukan isu-isu yang menjadi fokus feminis Marxis, buah perjuangan dari

perempuan ini bukan dari dirinya sendiri, tapi atas pertolongan anak kos. Hal ini

dilakukan pengarang guna memperbaiki citra laki-laki yang biasa di-cap sebagai

penyebab penderitaan perempuan.

Representasi Feminis dalam cerpen ‘Tanya Tukang Cuci’

Pertama Realitas

Penderitaan yang dialami perempuan tukang cuci karena

upah kerja yang terlambat dibayarkan.

Kedua Representasi

Penceritaan tunggal yang dilakukan oleh Atin

menjadikan dirinya sebagai subjek pencerita.

Penempatan Atin sebagai pencerita dan pembaca sebagai

Atin, menjadikan realitas teks ini hadir sebagaimana

2 Dalam endorsement buku 13 Perempuan karya Yonathan Rahardjo

Bulan berikutnya, hal itu terjadi lagi. Anak kos yang kuanggap pelit itulah kata bapak kos, yang menyelamatkan pembayaran ongkos mencuci bulanan kami. Bagi kami jelas sudah, anak kos ini tidak turut menyerahkan pakaiannya untuk kami cuci, agar ia dapat membayar uang kos kamar secara tepat waktu.”

Page 17: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

49

adanya. Karena pesan dari cerpen ini disampaikan oleh

tokoh yang bersangkutan, yaitu Atin.

Ketiga Ideologi

Kisah perempuan yang ditandakan melalui penceritaan

perempuan ini sendiri. Penderitaan dan perjuangan yang

dialami keluar dari tokoh yang bersangkutan yaitu

perempuan. Namun, adanya unsur heroisme di akhir

cerita yang ditunjukan oleh tindakan anak kos,

menjadikan teks ini bias. Meski begitu, dapat diketahui

bahwa ideolog pengarang adalah memperbaiki citra laki-

laki yang biasa di-cap sebagai penyebab penderitaan

perempuan

5.3. CERPEN 3

5.3.1. Sinopsis Cerpen 3: ”Masuknya Lelaki Itu”

Kisah seorang TKW yang sedang melakukan perjalanan dari Cilacap

menuju Jakarta dengan menggunakan bis umum. Dia bersama seorang temannya

hanya mendapat tempat cadangan di belakang bangku yang wajarnya tempat itu

adalah tempat barang.

Perempuan TKW ini pun harus berbagi tempat dan berdesak-desakan

dengan seorang teman perempuannya dan seorang penumpang lelaki. Lelaki itu

mengajak berkenalan, menanyakan banyak hal pribadi tentang perempuan ini,

bahkan memeluk hingga berlaku lebih dari itu. Sementara perempuan ini hanya

cenderung diam dan pasif, menjawab dengan singkat ketika ditanya.

Setibanya di Jakarta, perempun lalu menuju rumah kakaknya untuk

meminta kunci rumah penampung TKW. Meskipun telah bebas dari rumah

penampungan TKW, perempuan ini tidak tahu kenapa harus kembali ke tempat

itu. Tidak seperti kehadiran lelaki yang dengan mudah masuk dalam tubuh dan

hidupnya. Hingga di Jakarta pun, lelaki ini terus mengikut i perempuan menuju

rumah kakak tokoh perempuan.

Page 18: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

50

Di rumah itu, Suami kakaknya tanpa curiga--sama dengan sikap

perempuan-- memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan lelaki mengenai

kehidupan pribadi mereka. Lelaki ini mengorek banyak informasi kehidupan

perempuan. Tidak ada ketakutan akan celaka dalam diri perempuan saat

menceritakan kehidupannya pada lelaki itu. Lelaki ini pulang mendapatkan

sesuatu, tanpa perempuan tahu siapakah lelaki itu sebenarnya.

5.3.2. Interpretasi Cerpen ”Masuknya Lelaki Itu”

Cerpen ‘Masuknya Lelaki Itu’ mengangkat sebuah realitas perempuan

TKW yang dilemma menghadapi lelaki yang dijumpainya di dalam bis. Dilemma

karena ia sendiri berhasil melarikan diri dari rumah penampungan TKW, tetapi

saat berhadapan dengan lelaki itu dan diperlakukan tidak senonoh, perempuan ini

tidak melakukan perlawanan. Bahkan perempuan ini pun begitu percaya dengan

nalurinya bahwa laki-laki adalah seorang yang baik.

Pada waktu mengalami perlakuan tidak senonoh dari lelaki itu, perempuan

ini justru hanya diam, dan berharap perbuatan itu tidak diketahui penumpang lain.

Hal ini bisa disebabkan karena dua hal. Pertama, karena munculnya rasa

ketertarikan perempuan ini pada lelaki tersebut. Sehingga dia tidak berani, dan

cenderung menjaga jarak, supaya tidak terlalu jauh mencinta. Sebaliknya, bila

perempuan ini tidak tertarik, merasa tidak nyaman dia akan teriak di bis dan

banyak orang akan memergoki lelaki tersebut. Namun rasa ketertarikan ini tidak

digambarkan cukup gamblang oleh pengarang dalam cerpen ini. Hal ini karena

pengarangnya adalah laki-laki, meskipun ia adalah pengarang adalah seorang

“Lelaki itu mulai mengajak berkenalan dengan bertanya tujuan kami. Aku merasa ia lelaki yang baik. Pada saat bis berhenti di persinggahan rumah makan, ia menawari kami untuk bersama minum, aku tidak menolak, karena percaya pada naluriku. Aku sendiri lebih banyak diam, jaga jarak hati dan lebih banyak pasif. Namun selanjutnya, di atas tempat duduk darurat yang membuat kami seperti pindang itu, kubiarkan lelaki yang berbaring bersama di antara dua perempuan (aku dan temanku), memelukku saat bis melaju melalui kota demi kota. Bahkan ku biarkan ia berlaku lebih dari itu, sambil sesekali memperhatikan sesama penumpang bis, jangan-jangan mereka memperhatikan gerak-gerik polah kami.”

Page 19: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

51

penulis omniscient, penulis serba tahu dan menggunakan sudut pandang orang

pertama ‘aku’, seperti dua cerpen sebelumnya, namun karena dirinya sendiri

bukanlah perempuan, maka urusan romantika mengenai perempuan dalam cerpen

ini pun tidak ditampilkan dengan jelas. Meskipun pengarang menjadi seolah-

seolah seperti tokoh perempuan, namun tidak bisa seratus persen perempuan

karena dirinya adalah laki-laki. Pengarang hanya menjelaskan dengan “jaga jarak

dan lebih banyak pasif. Dia tidak bisa mendeskripsikan perasan perempuan ini

lebih lanjut. Hal kedua, mengapa perempuan TKW membiarkan lelaki itu

menjamah tubuhnya, disebabkan atas dasar stereotipe TKW di masyarakat, yang

mana adalah perempuan tidak berdaya, yang seringkali dengan mudah menjadi

korban pelecehan seksual.

Cerpen ketiga ini menempatkan perempuan sebagai subjek pencerita. Dia

banyak mengutarakan perasaan dan pikirannya, bahkan kegalauan dan dilemma

yang ia alami. Cerpen ini menampilkan curahan hati perempuan ini saat

menghadapi lelaki yang masuk dalam hidupnya. Sementara, laki-laki dalam

cerpen ini diposisikan sebagai objek pencerita. Sebagai objek, dirinya tidak

diberikan tempat untuk menyampaikan pendapatnya mengenai perbuatannya pada

perempuan TKW. Secara keseluruhan, tokoh perempuanlah yang memberikan

komentar atas perbuatan lelaki ini. Hal ini dilakukan oleh pengarang karena cerita

pendek ini ingin berfokus menceritakan kegalauan dan kebingungan yang dialami

oleh perempuan ini.

Penggunaan kata ganti ‘aku’ membuat kesan kedekatan dengan pembaca.

Ditambah pula dominasi narasi oleh tokoh perempuan, membuat pembaca fokus

pada sosok perempuan ini. Pembaca pun diajak untuk kritis terhadap sikap

perempuan melalui pertanyaan refleksi dari tokoh perempuan ini. Dikatakan

“Aku sendiri tidak tahu mengapa aku harus kembali ke tempat itu, sedangkan kunci kebebasan sudah dalam genggaman tanganku. Mengapa aku tidak mencontoh kehadiran lelaki dalam perjalanan panjangku dari Cilacap ke tempat ini? Lelaki itu dengan mudah masuk dalam tubuh dan hidup kami, mengorek informasi tentang kami tanpa takut celaka, meski pada akhir kebersamaan kami, aku tak lagi menunjukkan kedekatan terhadapnya yang pulang dengan tatapan mata lekat kepadaku.”

Page 20: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

52

pertanyaan refleksi karena pertanyaan diatas adalah suatu hal yang menjadi

pergumulan atas dilemma dan kegalauan yang dialami oleh perempuan,

keberaniannya untuk kabur, tidak lantas membuatnya berani pula menghadapi

lelaki itu.

5.3.3. Perempuan TKW

Seperti cerpen sebelumnya, harus tetap diakui bahwa gambaran

perempuan dalam cerpen ini berbeda dengan stereotipe perempuan dalam

masyarakat patriakhi. Perempuan TKW ini adalah sosok yang mandiri dan berani.

Karena masalah perjumpaan dengan lelaki di bis, membuat ia antara dilemma dan

galau. Perempuan ini berani menghadapi hidup tapi tidak berani menghadapi

cinta. Perempuan ini justru lebih banyak pasif dan jaga jarak hati. Kebungkaman

merupakan kekeliruan paling besar di pihak wanita. Pembebasan wanita dari

penindasan laki-laki “hanya mungkin terjadi apabila perempuan berbicara,

menampilkan sudut pandang mereka sendiri mengenai kehidupan perempuan

harus berjuang untuk dirinya sendiri kalau ingin lepas dari penindasan

(Satriyani,2009:518-519). Maka seharusnya pun, perempuan ini berani

mengutarakan yang sebenarnya kepada lelaki itu secara jelas. Kisah perempuan

yang diceritakan oleh perempuan langsung memberi dampak pada penceritaannya

dengan lebih nyata. Penempatan pembaca sebagai tokoh perempuan juga kian

membuat maksud penceritaan ini tersampaikan. Kelemahannya adalah karena

pengarangnya laki-laki, dia tidak bisa sepenuhnya secara lengkap menggambarkan

perasaan perempuan saat berhadapan dengan laki-laki, sehingga menyebabkan

makna ganda.

Dalam cerpen ketiga ini, belum ditunjukan bagaimana perjuangan

perempuan menghadapi masalahnya. Dia, perempuan yang masih dirundung

kebingungan. Bahkan saat kebebasan dari penampungan TKW telah diraihnya, ia

justru kembali ke penampungan itu, menunggu giliran diberangkatkan ke luar

negeri.

“Mengapa aku tidak mencontoh kehadiran lelaki dalam perjalanan panjangku dari Cilacap ke tempat ini? Lelaki itu dengan mudah masuk dalam tubuh dan hidup kami”

Page 21: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

53

Pengarang memaparkan sikap yang tidak jelas dari perempuan ini

sebenarnya untuk menunjukan bahwa perempuan ini belum memiliki kualitas diri

yang tinggi. Sebagai orang yang baru saja bertemu, perbuatan dari lelaki itu tidak

seharusnya dilakukan. Karena itu adalah perbuatan tercela. Bagaimanapun

perbuatan ini harus dihentikan. Di samping itu, bila dia memang berani, hal itu

juga nampak pada aspek lain dalam dirinya.

Kritik pengarang terhadap kualitas diri perempuan yang rendah ditandakan

melalui pertanyaan refleksi dalam cuplikan dialog di atas yang disampaikan

sendiri oleh perempuan. Dengan disampaikan sendiri oleh perempuan,

memberikan kesan bahwa perempuan memang memiliki kesadaran akan hal itu.

Selain itu, kritik pengarang juga ditunjukan melalui penekanan latarbelakang

pekerjaan sebagai TKW. Pekerja TKW seringkali dilabelkan sebagai orang

dengan tingkat pendidikan rendah. Rendahnya tingkat pendidikan memberikan

pengaruh pada kualitas diri seseorang. Dalam hal ini nampak kepedulian

pengarang terhadap kasus-kasus mengenai tenaga kerja wanita. Meskipun tidak

disampaikan dalam teks, tapi secara implisit dapat diketahui bahwa menurut

pengarang, solusi atas penindasan dan penderitaan yang dialami oleh pekerjaan

rumah tangga ini adalah akses pendidikan. Agar tidak hanya tenaga mereka yang

dimanfaatkan, tapi mereka juga memiliki kemampuan intelektual dan spiritual

yang mumpuni.

Tabel 5.3.3.

Representasi Feminis dalam Cerpen ‘Masuknya Lelaki Itu’

Pertama Realitas

Perempuan TKW yang dilemma menghadapi lelaki yang

dijumpainya di dalam bis. Dilemma karena ia sendiri

berhasil melarikan diri dari rumah penampungan TKW,

tetapi saat berhadapan dengan lelaki itu dan diperlakukan

tidak senonoh, perempuan ini tidak melakukan

perlawanan.

Kedua Representasi

Page 22: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

54

Perempuan menjadi pencerita langsung memberi dampak

pada penceritaannya dengan lebih nyata. Penempatan

pembaca sebagai tokoh perempuan juga kian membuat

maksud penceritaan ini tersampaikan.

Ketiga Ideologi

Pengarang memaparkan sikap yang tidak jelas dari

perempuan ini sebenarnya untuk menunjukan bahwa

perempuan ini belum memiliki kualitas diri yang tinggi.

Bukan mengkritik, pengarang justru menunjukan

kepeduliannya terhadap kasus-kasus mengenai tenaga

kerja wanita, khususnya pengembangan SDM Tenaga

kerja.

5.4. CERPEN 4

5.4.1. Sinopsis Cerpen 4: Kekuatanku

‘Kekuatanku’ bercerita mengenai perempuan, seorang single parent

dengan satu anak, bekerja sebagai penjual makanan di depan sebuah kios

pinjaman haji tuan tanah bersaudara. Pak Haji pertama memberikan izin kepada

perempuan ini untuk berdagang lele di kios keluarga mereka. Hal berbeda terjadi

pada Pak Haji yang kedua, dengan mengatasnamakan keluarganya, dia tidak

membolehkan perempuan itu berdagang lele, alasannya karena kios bengkel bila

digunakan perempuan berjualan pecel lele tersebut berisiko terhadap kebakaran.

Tidak hanya karena itu, Pak Haji kedua ini mempersepsi bahwa perempuan ini

adalah seorang lacur, didasarkan pada fakta bahwa perempuan tersebut memiliki

anak tapi tidak bersuami. Dan juga ia bekerja di depan kios tepi jalan pada malam

hari.

Tidak kurang cara, perempuan ini mendapatkan ganti tempatnya, sama-

sama di depan kios bengkel, tapi pemiliknya mengizinkan untuk digunakan

berjualan pecel lele. Warung perempuan ini selalu laris oleh pembeli. Namun

tidak berlangsung lama, tidak diketahui kenapa akhirnya pemiliknya tidak lagi

mengizinkan penggunaan tempat itu. Peristiwa ini membuat perempuan kecewa.

Page 23: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

55

Perempuan terus berjuang untuk tetap mendapatkan penghasilan. Ia pun

pindah kontrakan. Atas bantuan seorang marinir, ia berhasil mendapatkan tempat

berdagang yang baru. Perempuan pun menjadi puas, terlebih pula karena sejak

kepindahannya rumah kontrakannya yang dulu tidak laku, lahan bekas

berjualannya dulu pun kosong. Warung barunya yang kini menciptakan

keramaian.

5.4.2. Interpretasi Cerpen “Kekuatanku”

Pada cerpen ini, pengarang menunjukan perjuangan perempuan melawan

penindasan yang terjadi pada dirinya. Penindasan yang dialami oleh perempuan

dalam cerpen ini adalah dihalangi kesempatan bekerjanya. Dia dihalangi untuk

membuka warungnya karena dirinya yang single parent, dianggap sebagai

pelacur. Atas dasar hal tersebut, secara implisit, Pak Haji ke-2 yang ingin menjaga

nama baiknya dengan tidak memberikan izin kepada perempuan untuk berjual.

Pengarang sengaja tidak menamai kedua haji dalam cerpen ini agar

pembaca kritis terhadap tokoh masyarakat yang diceritakan cerita pendek ini.

Pengarang memperkuat gambaran Pak Haji bersaudara ini melalui perbandingan

perilaku keduanya. Haji yang pertama, memberikan izin kepada perempuan ini

untuk berdagang. Dikatakan bahwa Pak Haji pertama telah mengetahui bagaimana

memperlakukan manusia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Tidak demikian

dengan Pak Haji kedua.

Pengarang mengangkat realitas sosial ini, dengan maksud supaya pembaca

menyoroti perihal kedua tokoh masyarakat ini, bahwa demikianlah tokoh

”Apa lacur, pada suatu hari ia mendatangi rumah kontrakanku dan mengutarakan keberatan saudaranya kalau aku terus berjualan di situ.”

“Pak Haji yang di depanku memang bijak, ia tahu nilai-nilai kemanusiaan,' perasaanku mekar bunga. Begitu berdiri kakiku terasa ringan. "Terima kasih sekali, Pak Haji," aku menyerongkan badan, wajah yang disinari sedikit rasa senang mulai berpijar.”

Page 24: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

56

masyarakat yang ada disekitar kita yang kadang menekan orang lain, tetapi ada

juga yang paham bagaimana memperlakukan orang lain.

Tidak hanya dilarang oleh Pak Haji, perempuan ini pun kembali tidak

diizinkan berdagang oleh pemilik bengkel. Meski putus asa, tapi perempuan ini

tetap memiliki motivasi kuat untuk berusaha. Pengarang menampilkan sosok

perempuan yang tidak kenal menyerah.

Seperti cerpen sebelumnya, tokoh perempuan di cerpen ‘Kekuatanku’

mendominasi penceritaan. Perempuan berlaku sebagai subjek, yang menceritakan

perjuangan hidupnya dalam mendapatkan tempat berjualan. Perempuan diberikan

tempat utama oleh pengarang untuk mengutarakan perasaan serta semangatnya

perjuangannya. Sehingga judul “Kekuatanku” benar-benar nyata tercermin pada

dialog dan narasi yang disampaikan oleh tokoh perempuan ini sendiri.

Sedangkan objek pencerita dalam cerpen ini adalah Pak Haji Kedua.

Penilaian atas tindakannya Pak Haji ini dituturkan oleh tokoh perempuan. Hal ini

semakin ditegaskan oleh subjek pencerita melalui perbandingan sosok Pak haji

bersaudara ini.

Penyebutan “Pak Haji yang di depanku” jelas diketahui bahwa tokoh

perempuan memberikan penekanan bahwa Pak Haji pertama ini berbeda dengan

yang lain, bahkan berbeda dengan saudaranya, yang juga berstatus Pak Haji.

“Aku putus asa dan tak peduli alasannya mengusirku secara halus. Sudahlah aku lebih baik pergi dari tempat itu, cari usaha di tempat lain.”

“Pak Haji yang di depanku memang bijak, ia tahu nilai-nilai kemanusiaan,' perasaanku mekar bunga. Begitu berdiri kakiku terasa ringan. "Terima kasih sekali, Pak Haji," aku menyerongkan badan, wajah yang disinari sedikit rasa senang mulai berpijar.”

Aku dekati pemiliknya melalui seorang marinir yang kukenal dan kuberi upeti… Berhasil! Pemiliknya luluh hati menyerahkan hak guna lahan itu untuk usaha dagangku di malam hari. Terimakasih, Marinir! Peduli setan dengan kau, Haji tuan tanah!

Sudahlah aku lebih baik pergi dari tempat itu, cari usaha di tempat lain.

Page 25: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

57

Selain memberikan komentar mengenai Pak Haji bersaudara, tokoh

perempuan sebagai subjek penceritaan, berkisah sendiri mengenai perjuangan

hidupnya dan keberhasilannya. Hal ini memberikan kesan kuat pada cerita pendek

berjudul “Kekuatanku” karena perempuan ditampilkan oleh dirinya sendiri

sebagai pribadi yang kuat dan gigih berjuang.

Hambatan dan usaha perempuan yang dipaparkan satu per satu dalam

cerita ini membuat pembaca turut merasakan perjuangan hidup perempuan ini.

Pembaca diajak untuk memposisikan dirinya sebagai perempuan dalam tokoh ini.

Sudut pandang orang pertama ‘aku’ membantu penempatan posisi

pembaca sebagai tokoh perempuan. Pengarang melakukan hal ini dalam proses

kreatifnya dalam rangka penghayatan peran sebagai tokoh perempuan. Di sisi lain,

hal ini pun memposisikan pembaca sebagai tokoh perempuan, dengan penindasan

dan kegigihan perempuan ini.

5.4.3. Feminis Sosialis

Kekuatan tak kenal menyerah yang berbalut dendam membuat perempuan

ini gigih memperjuangkan haknya untuk bekerja. Hak untuk mendapatkan

penghasilannya. Karena terdesak kebutuhan, kekuatan perempuan ini pun tumbuh

kembali. Tidak henti-hentinya dia berjuang. Kesemuanya tersebut diceritakan

sendiri dari pihak perempuan menjadikannya realitas yang tampil utuh dan apa

adanya. Lebih jauh, hal tersebut menunjukan ideologi yang digunakan dalam

cerpen ini.

Aku hanya menyimpan satu denda, aku pasti bisa berdagang di seberang trotoar itu. Di seberang jalannya ada lahan kosong, aku harus mendapatkan tempat itu. Aku dekati pemiliknya melalui seorang marinir yang kukenal dan kuberi upeti… Berhasil! Pemiliknya luluh hati menyerahkan hak guna lahan itu untuk usaha dagangku di malam hari. Terimakasih, Marinir! Peduli setan dengan kau, Haji tuan tanah!

Sekarang keramaian malam pindah ke seberang. Rejeki pindah ke warung tendaku yang baru.

Page 26: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

58

Seperti pendapat feminis sosialis, bahwa tidak hanya kapitalisme yang

membuat perempuan menderita, tapi juga patriakhi. Jadi baik kapitalisme dan

patriakhi adalah musuh yang harus dihancurkan. Demikian juga yang terjadi pada

perempuan dalam cerpen ini. Pak Haji kedua menjadi cerminan sosok patriakhi,

yang menghalangi kesempatan bekerja bagi perempuan ini. Hal itu dilakukannya

karena perempuan ini dianggap sebagai perempuan yang tidak baik ‘pelacur’ atau

pekerja malam.

Tampak kepasrahan muncul dalam sikap perempuan ini. Sikap pasrah

perempuan ini bisa disebut kepasrahan positif (adversity quotion), yaitu

kemampuan seseorang untuk menghadapi kesulitan hidup dengan tetap

melakukan hal positif. Sikap pasrah menjadi negatif saat diekspresikan berlebihan

dengan malas berusaha, bekerja dan berpikir. Kemalasan bukan kepasrahan

(Roqib, 2007:178). Dia menunjukan buah dari perjuangannya. Hingga di akhir

cerita dapat diketahui bagaimana perempuan ini berhasil mendapatkan tempat

yang baru.

Bila pada cerpen sebelumnya, ideologi patriakhi masih tampil, dalam cerpen

keempat ini berhasil menampilkan ideologi feminisme sosialis. Kode-kode

representasi yang dilakukan melalui penempatan perempuan sebagai subjek

pencerita dan pembaca yang ditempatkan sebagai tokoh perempuan, berhasil

menyajikan realitas yang utuh dan apa adanya mengenai penindasan dan

perjuangan perempuan. Komunikator dalam hal ini berhasil merepresentasikan

dirinya sebagai feminis sosialis.

Tabel 5.4.3.

Representasi Feminis dalam Cerpen ‘Kekuatanku’

Pertama Realitas

Peristiwa dihalanginya kesempatan bekerja ditandakan

melalui perbedaan pendapat Pak haji bersaudara yang

diterima oleh perempuan tokoh utama dan perjuangan

“Aku putus asa dan tak peduli alasannya mengusirku secara halus. Sudahlah aku lebih baik pergi dari tempat itu, cari usaha di tempat lain.”

Page 27: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

59

perempuan tanpa henti demi mendapat tempat bekerja.

Kedua Representasi

Realitas tersebut digambarkan melalui sudut penceritaan

dari perempuan, sementara Pak Haji kedua sebagai objek

yang diceritakan. Penindasan dan perjuangan yang

dialami perempuan kemudian diceritakan sendiri oleh

dirinya, membuat realitas ini tampil utuh dan apa adanya.

Penempatan pembaca sebagai tokoh perempuan juga

kian membuat maksud penceritaan ini tersampaikan.

Ketiga Ideologi

Kode-kode representasi yang dilakukan melalui

penempatan perempuan sebagai subjek pencerita dan

pembaca yang ditempatkan sebagai tokoh perempuan,

berhasil menyajikan realitas yang utuh dan apa adanya

mengenai penindasan dan perjuangan perempuan.

Ideologi yang muncul adalah feminisme sosialis.

5.5. CERPEN 5

5.5.1. Sinopsis Cerpen 5: “Cermin Peninggalan”

Cermin Peninggalan menceritakan kisah seorang perempuan tua yang akan

menutup usianya. Menjelang kematiannya, dia merindukan kehadiran dan

perjumpaan dengan anak perempuan yang justru satu-satunya, bukan anak

lelakinya yang banyak.

Kedekatan dengan anak perempuannya membuat ibu ini sering mengingat

dan merindukan anak perempuannya yang kini telah merantau dan menjadi

pendeta. Selain karena kedekatan, kebanggaan akan anak perempuannya membuat

kerinduan ibu ini kian bertambah. Bangga karena satu anak perempuan inilah

yang tetap berpegang teguh pada iman yang diajarkan dan diwariskan suaminya.

Bahkan ia satu-satunya anak perempuan yang justru menjadi pemimpin iman,

tidak seperti anak –anak lelakinya.

Page 28: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

60

Di akhir cerita, dikisahkan secara singkat bagaimana kematian perempuan

ini membawanya pada pertemuan dengan suaminya. Kerinduan dan pertemuan

dengan anak perempuannya tidak lagi menjadi masalah, karena ia telah bertemu

dengan suaminya, sosok yang dicerminkan oleh anak perempuannya.

5.5.2. Interpretasi Cerpen “Cermin Peninggalan”

Cerita pendek tersebut di atas ingin mengisahkan perempuan tua yang

rindu bertemu dengan anak perempuan satu-satunya. Kedekatan yang lebih intens

semenjak kecil, membuat perempuan tua ini lebih rindu dengan anak

perempuannya dibanding dengan anak-anak lelakinya.

Sejak kanak-kanak hingga dewasa, anak perempuan ini lebih sering

berinteraksi dengan ibunya, sebagai sesama perempuan. Bisa terjadi demikian

karena dari masa dikandung, dilahirkan dan dirawat, semua dilakukan oleh ibu.

Secara psikologi hal ini tentu mempengaruhi kedekatan dengan ibu. Bahkan

sejumlah ahli pun mengatakan bahwa hubungan ibu dan anak perempuan

cenderung memiliki suatu kedekatan khusus, suatu hubungan yang paling dekat

dan paling penting dalam interaksi dengan keluarga. Menurut Psikolog, Lesley

Miles, sang ibu terkadang memiliki kesulitan untuk membedakan apa yang harus

dilakukannya untuk anak laki-laki dan perempuannya. Biasanya hubungan ibu dan

anak perempuan bisa saling mengidentifikasi secara kuat dengan menjadikannya

inspirasi satu sama lain, dan hubungan ini lebih sering diisi dengan ikatan

emosional yang lebih dalam. Proximity dan kesamaan yang terjadi pada keduanya

jelas memperkuat interaksi dan komunikasi bagi keduanya.

Selain karena kedekatan yang telah terjalin lama, kebanggaan pada anak

putrinya ini kian membuat perempuan tua ini begitu merindukan anak perempuan.

Dulu ia dengan tubuhnya yang telah mendewasa masih saja tidur seranjang denganku. ‘Anakku… semenjak kulahirkan, kau tidak pernah jauh dariku. Pasti kau sangat mengenal aku.’

Page 29: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

61

Karena dari beberapa anaknya, hanya dialah satu-satunya yang berpegang

teguh pada imannya dan bahkan menjadi pemimpin sebuah agama. Bila dirunut

dari sejarah agama dunia, perempuan yang menjadi pemimpin agama terjadi

dalam sejarah Kristen. Perempuan memainkan peran kepemimpinan dalam

komunitas Kristiani. Suatu kemajuan yang dialami perempuan. Hal ini pula yang

membuat perempuan tua begitu bangga dan rindu kepada anak perempuannya.

Detail penceritaan cerpen ini disampaikan oleh perempuan tua, maka

subjek pencerita dalam cerpen ini adalah perempuan tua tersebut. Dari awal

penceritaan, perempuan tualah yang menceritakan bagaimana kisah hidup

pribadinya. Hingga akhir cerita semua diceritakan oleh perempuan tua ini.

Beberapa cuplikan berikut menjadi bukti bagaimana perempuan ini menjadi

pencerita.

Sebagai subjek cerita, dia mendapat tempat leluasa untuk menceritakan

kisah tentang anak perempuannya dengan ia mengenang suaminya, kebanggaan

"Anehnya,suamiku,,, aku merasa dekat denganmu bukan karena teringat anak-anak lelaki kita yang begitu banyak. Akan tetapi oleh karena mengingat ia, satu-satunya anak perempuan kita. Tahukah kau, suamiku, mengapa? Mengapa demikian? "Ya betul suamiku… Sebab dialah satu-satunya anak kita yang lebih dari berpegang teguh pada keimanan yang telah kau bimbingkan kepada kami, keluargamu. Keimanan yang kamu pegang hingga kepergianmu meninggalkan kami. Dan kini ia satu-satunya anak perempuan kita, justru telah menjadi pemimpin iman bagi umat.

"Aku adalah perempuan muda, yang suka berjalan kaki menyusuri jalan demi jalan, dari kampung ke kampung, desa ke desa. Dipunggungku keranjang berisi sayu-mayur, kebaya dan kain panjang menutup tubuhku serta kain panjang pengikat panjang. "Hari demi hari begitu… Hingga ia menjadi ayah anak-anakku, hingga anak paling bungsu, anak perempuan kami satu-satunya, yang mengingatkanku padanya, satu-satunya lelaki suamiku yang kini telah menjadi tanah… meninggalkanku sudah begitu lama, ketika anak perempuanku masih bersamaku di rumah peninggalannya ini.

“Aku kadang merasa kosong karenanya suamiku… suamiku. Namun aku tiba-tiba merasa terisi”

Page 30: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

62

pada anak perempuannya serta kerinduannya karena anak perempuannya ini

cerminan.

Sementara objek dalam cerita ini adalah anak perempuan. Gaya bercerita

monolog oleh perempuan tua, tidak memberikan tempat bagi objek untuk

mengidentifikasikan dirinya. Hal-hal mengenai dirinya disampaikan oleh subjek

cerita.

Perempuan tua, yang adalah ibu anak perempuan inilah yang memberikan

gambaran pada pembaca tentang anak perempuannya. Gambaran satu-satunya

anak perempuan yang berbeda dengan saudara-saudaranya.

Dalam pembacaan cerita pendek ini dapat diketahui bahwa Yonathan

Rahardjo sebagai pengarang menempatkan pembacanya sebagai tokoh perempuan

tua ini. Detail penceritaan yang disampaikan oleh perempuan tua ini mengenai

kerinduan dan kebanggaan pada anak perempuannya membawa pembaca untuk

turut merasakan perasaan rindu dan bungah yang dialami perempuan tua ini.

Melalui hal inilah apa yang dimaksud oleh pengarang diharapkan sampai pada

pemahaman pembaca. Yaitu bahwa meskipun hanya seorang anak perempuan dan

satu-satunya terbukti memberikan kebanggaan pada ibunya.

5.5.3. Feminis Liberal

Kebanggan perempuan tua terhadap anak perempuannya memang patut

diapresiasi. Karena apa yang dicapai anak perempuan ini merupakan salah satu

bukti sebuah kebangkitan bagi sejarah gereja dunia. Pada saat sebagian besar

"Ya betul suamiku… Sebab dialah satu-satunya anak kita yang lebih dari berpegang teguh pada keimanan yang telah kau bimbingkan kepada kami, keluargamu. Keimanan yang kamu pegang hingga kepergianmu meninggalkan kami.

“Dan kini ia satu-satunya anak perempuan kita, justru telah menjadi pemimpin iman bagi umat.” “Tidak seperti rata-rata anak-anak lelaki kita, anak perempuan kita memang lain.” “Ya suamiku, aku sungguh rindu padanya. Suamiku. ”Maka biarkan aku memelukmu dan kau memelukku.”

Page 31: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

63

tradisi agama dunia memberikan peran sekunder dan subordinat, sejarah Kristen

memberikan peran kepemimpinan komunitasnya bagi perempuan.

Gelombang tuntutan terhadap penahbisan perempuan Kristen yang

berembus kencang sejak paro pertama abad ke-20, dan mencapai hasilnya ketika

Gereja-Gereja Protestan dan Presbyterian mulai menahbiskan perempuan sejak

1970-an. Luther, sebagai pelopor hal ini menyatakan “tetapi imam-imam itu

merupakan pelayan yang dipilih diantara kira, yang melakukan segala sesuatu aras

nama kita” Dengan menekankan ungkapan “dipilih dari antara kira, Luther

bermaksud mengatakan secara tidak langsung bahwa pandangan hierarkis

tradisional tentang gereja harus ditinggalkan. Semua orang Kristen adalah imam,

semua perempuan adalah imam perempuan, muda atau tua, tuan atau budak,

nyonya atau pembantu, terpelajar atau tidak. Disini tidak ada perbedaan (Urban,

2006:441).

Pandangan Luther pun kian kuat dipengaruh oleh Concordet, seorang

humanis Prancis, menunjukan bahwa perempuan seperti laki-laki adalah makhluk

dengan ketajaman perasaan, akal budi dan moral. Concordet menambahkan

dengan memiliki kualitas-kualitas yang sama, tentu perempuan memiliki hak-hak

yang sama. Tak satu individu pun di antara umat manusia yang mempunyai hak-

hak yang ia miliki sejak awal, semua orang memiliki hak yang sama ; dan

barangsiapa memilih untuk melawan hak-hak orang lain, apapun agama, warna

kulit atau jenis kelaminnya, mulai sekarang telah menyangkali haknya sendiri.

(Urban, 2006: 488).

Sepakat dengan gerakan liberal ini, kaum feminis Kristen pun meneliti

kembali ayat alkitab mereka dan tiba pada kesimpulan bahwa tradisi dan sejarah

telah menumbangkan potensi perempuan dan menggunakan agama untuk

menekan perempuan, mereka menemukan fakta bahwa agamanya menawarkan

kemungkinan pembebasan dan perbaikan dalam posisi perempuan (Mosse, 2007:

85-86). Surat Rasul Paulus menjadi landasan gerakan mereka. Paulus dan penulis

surat Timotius pertama melarang perempuan untuk berbicara dalam gereja.

Namun situasinya lebih kabur daripada yang ditampakkan oleh rujukan-rujukan

alkitabiah ini. Awalnya dalam surat Korintus yang Pertama pasal 11:4-5 Paulus

Page 32: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

64

mengomentari apa yang jelas merupakan praktik dari gereja di Korintus mengenai

perempuan yang berdoa dan bernubuat dalam pelayanan ibadah. Ia tidak

mengkritik perempuan oleh karena praktik ini, tetapi semata-mata karena tidak

memakai kerudung ketika mereka melakukanya. Kemudian dalam surat Galatia,

Paulus mengatakan bahwa di dalam Kristus, “tidak ada orang Yahudi atau orang

Yunani, tida ada hamba orang mereka, tidak ada laki-laki atau perempuan. Paulus

muncul sebagai figur yang sangat penting dalam transisi ini.

Kemajuan yang luar biasa ini memang patut menjadi kebanggaan.

Terutama bagi seorang ibu terhadap anaknya sendiri. Kebanggaan dan kerinduan

ibu terhadap anak perempuan satu-satunya ditandakan dengan menempatkan ibu

sebagai pencerita, tentu hal ini tepat dilakukan. Sehingga realitas yang dihadirkan

kembali pun apa adanya, karena penceritaan dilakukan melalui suara tokoh yang

mengalami. Lebih jauh, hal tersebut memunculkan ideologi dari pengarang, yang

nampakknya pengarang dalam cerpen ini kembali menampilkan gagasan

feminismenya. Ia tampil sebagai seorang pengarang feminis dengan aliran liberal.

Tabel 5.5.3.

Representasi Feminis dalam Cerpen ‘Cermin Peninggalan’

Pertama Realitas

Kebanggaan dan kerinduan ibu terhadap anak perempuan

satu-satunya ditandakan melalui monolog yang dilakukan

ibu. Mulai dari kehidupan masa mudanya, pernikahan

dan kekosongannya, hingga dirinya kembali terisi akibat

kenangannya bersama anak perempuan yang

dirindukannya—semua dipaparkan oleh tokoh ibu.

Kedua Representasi

Realitas yang diceritakan secara monolog oleh ibu,

menjadikan dirinya sebagai pencerita, sedang anak

perempuannya sebagai objek yang diceritakan. Realitas

yang dihadirkan kembali pun apa adanya, karena

penceritaan dilakukan melalui suara tokoh yang

Page 33: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

65

mengalami

Ketiga Ideologi

Hal tersebut memunculkan ideologi dari pengarang, yang

nampaknya pengarang dalam cerpen ini kembali

menampilkan gagasan feminismenya aliran liberal.

5.6. CERPEN 6

5.6.1. Sinopsis Cerpen 6: “Rumah Warisan”

Pada saat kematian ibunya, Ragil, bungsu yang merupakan anak

perempuan satunya-satunya, tidak mendapatkan kesempatan melepaskan ibunya

untuk terakhir kali. Kakak-kakaknya ingin segera memakamkan karena menuruti

adat kebiasaan yang mereka kenal, padahal menurut keimanan, pemakaman

ibunya tidak harus dilangsungkan segera.

Meskipun demikian, Ragil mendapat kesempatan lain yaitu mengalami

pertemuan dengan ibunya melalui mimpi, dalam keadaanya yang pingsan di

pekuburan ibunya. Dalam pertemuan itu, terjadi percakapan antara Ragil dan

Ibunya, terutama mengenai tindakan saudara-saudaranya yang tidak memberikan

kesempatan Ragil untuk melihat ibunya terakhir kali.

Puncak masalah dalam cerpen ini adalah dalam waktu tengah berduka itu,

kakak-kakak Ragil memulai pembicaraan rumah warisan bapak dan ibu. Ragil

yang merasa kesal, memprotes dan coba menghentikan kakaknya untuk tidak

membahas itu. Tapi kakaknya justru kian berceloteh. Bentuk respon Ragil adalah

diam dan dia tidak pernah datang mengunjungi rumah orang tuanya itu.

Sementara kakaknya mendapat cibiran dari masyarakat.

5.6.2. Interpretasi Cerpen “Rumah Warisan”

Cerpen ini nampak seperti sekuel dari cerpen sebelumnya yaitu ‘Cermin

Peninggalan’. Diletakkan pada halaman setelah cerpen ‘Cermin Peninggalan’,

membuat pembaca tetap terjaga pada kasus dan situasi yang hampir sama. Hanya

saja, pada cerpen ‘Rumah Warisan’ ini, pengarang telah menamai anak

Page 34: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

66

perempuan, dengan nama Ragil. ‘Rumah Warisan’ berkisah mengenai kakak

beradik yang baru saja ditinggal mati ibunya memperdebatkan rumah warisan

milik orang tua mereka.

Masa duka dipandang sebagai waktu tidak tepat untuk membahas

pembagian rumah warisan, sebuah ketidaketisan dalam cerpen ini, adalah poin

yang ingin dimaksudkan oleh pengarang. Hal ini disampaikan melalui sosok Ragil

yang menentang kakak-kakaknya. Dapat diketahui bahwa subjek pencerita dalam

cerpen ini adalah Ragil. Sementara objeknya adalah kakak-kakak lelaki Ragil.

Dalam cerpen ini, subjek dan objek diberikan porsi yang sama untuk

menyatakan pandangannya mengenai rumah warisan. Yang menjadi berbeda

adalah pendapat dan pandangan siapa yang menang dalam cerita ini dan siapa

yang dikucilkan

Sebagai subjek, kehadiran dan pendapat Ragil tidak mendapat perhatian

saudara-saudaranya. Ragil dikucilkan dalam diskusi keluarga itu. Pendapat Ragil

yang dikatakan lebih bijaksana, karena ia memahami nilai-nilai sosial dalam

masyarakatnya, sebenarnya bukan hendak memuji Ragil, tapi justru

"Sudah!Sudah! Ngaco, kalian semua! Ngomong tidak berperasaan!" Isak tangis dari Ragil, adik perempuan mereka, menampar setiap mulut sehingga langsung terdiam. "Ragil, aku tahu kamu tidak memikirkan soal duniawi ini, karena kamu memang menjadi pemimpin umat bersama suamimu. Begitu juga aku. Selain berhasil menjalankan ibadah tertinggi dalam agamaku, aku tetap mengimbangi dengan sukses duniawi seperti usahaku jadi jadal sapi yang sukses bersama mbakyumu, istriku! Tapi kakak-kakakmu? Lihat, bisa apa mereka? Mencari nafkah saja dengan membesarkan betis........ "

“Rumah ini adalah rumah Emak dan Bapak, cermin kehadiran beliau berdua. Pasti beliau berdua pun membagi rumah ini bagi kita berenam,” tiba-tiba Tri, anak nomor tiga, berkata dengan suara keras. “Apa maksudmu Tri?” “Kita masih dalam suasana duka” …….. “Karena aku yang paling mampu, maka aku yang akan membeli rumah ini.”

Page 35: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

67

menyindir Ragil untuk tidak terlalu ketat terhadap nilai-nilai tersebut. Hal ini

terbukti dari pendapat kakak-kakaknya.

Tidak hanya dikucilkan, dari awal penceritaan, sebelum perdebatan

mengenai rumah warisan, pengarang memperlihatkan kepada pembaca bagaimana

kakak-kakak Ragil memperlakukan Ragil secara berbeda.

Selain tidak jujur pada Ragil, mereka juga menguburkan ibunya berdasar

atas adat kebiasaan yang mereka anut, bukan iman keyakinan mereka. Tampak

diabaikannya posisi Ragil sebagai pemimpin agama. Dasar dari perlakuan yang

dialami Ragil ini adalah karena dia anak bungsu, perempuan pula.

Walaupun dikucilkan, Ragil bukanlah seorang yang kalah. Objek yang

diceritakan, mereka lelaki kuat dan kakak-kakak yang penuh kuasa, namun di

akhir cerita mereka mengalami kekalahan. Suatu kekalahan besar, bukan kalah

karena harta, tapi kehilangan reputasi baik di mata masyarakat. Hal ini karena

dalam berpikir logis, seringkali mereka mengabaikan nilai-nilai sosial yang

berlaku dalam masyarakat.

"Catur sebentar lagi tiba." "Apa Ragil sudah dalam perjalanan?" tanya anak lelaki ketiga yang paling percaya diri menjadi pemimpin perkabungan. "Sudah. Namun, ia hanya dikabari bahwa Emak dalam kondisi kritis."

"Itu bukan kemauanku, anakku. Saudara-saudaramu yang menginginkan jasad Emakmu ini segera dimakamkan sebelum petang." "Bukankah Emak masih bisa disemayamkan malamnya diiringi doa-doa penghiburan dan baru dimakamkan esok ahrinya, ketika aku sudah pasti tiba?" "Ragil, Emak tak kuasa menahan kakak-kakakmu. Sedang mereka bersiteguh dengan adat kebiasaan yang mereka kenal.

Sejak saat itu, sekembalinya ke kota tempat tinggalnya, Ragil tidak pernah lagi berkunjung ke rumah yang baru saja ditinggalkan emaknya. Sedang kakak-kakaknya, Eko, Tri, Catur tersekat tenggorokannya. Tri yang mengumbar hasrat sebelum waktunya itu, meneguk ludah sendiri wajahnya merah, menanggung cibiran dan sorotan mata menghina dari siapapun yang terhitung keluarga dan para tetangga.

Page 36: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

68

Hasil akhir ini ditampilkan oleh pengarang, agar pembaca menilai sendiri

seperti apa sebenarnya kakak-kakaknya yang laki-laki ini memperlakukan adik

bungsunya, yang adalah perempuan beserta akibat yang diterima. Pengarang

menempatkan pembaca sebagai pihak yang pro dengan Ragil.

Selain itu, cuplikan narasi ini semakin memperkuat pemosisian pembaca

sebagai Ragil. Posisi pengarang sebagai narator memperlihatkan posisinya yang

cenderung mendukung Ragil. Pembaca tidak hanya diajak untuk merasakan

perlakuan yang tidak adil yang dialami Ragil, tetapi pengarang sebagai narrator

juga mengajak pembaca untuk tidak ragu mendukung Ragil lewat apa yang

disampaikan narrator.

5.6.3. Feminis Liberal

Gambaran perempuan ditampilkan kontras dalam cerpen ini. Ragil,

sebagai perempuan pemimpin umat, tidak mendapat tempat dalam keluarganya.

Dia tidak diberi kesempatan oleh saudara-saudaranya untuk mengantarkan

pengkuburan ibunya.

Tidak hanya itu, dalam perdebatan mengenai rumah warisan pun, pendapat

Ragil diabaikan. Posisinya sebagai pendeta, justru dijadikan alasan oleh kakak-

kakaknya untuk menyangkal pendapat Ragil dalam pembicaraan rumah warisan.

Menjadi bungsu dan seorang perempuan memang membuat pendapat Ragil tidak

dihargai dan dikucilkan. Di Asia, perempuan umumnya dilihat sebagai pelengkap

laki-laki dan dihormati sebagai ibu. Perempuan kurang berhak atas warisan dan

kedudukan sangat lemah (Frommel, 2006:19).

Mereka merasa masih melihat kehadiran kedua orangtua terkasih di antara wajah-wajah mereka dalam cermin. Darah yang mengalir dalam tubuh mereka adalah darah orang tua yang sama. Tapi mengapa harus ada perasaan aneh itu?

"Ragil, aku tahu kamu tidak memikirkan soal duniawi ini, karena kamu memang menjadi pemimpin umat bersama suamimu. Begitu juga aku. Selain berhasil menjalankan ibadah tertinggi dalam agamaku, aku tetap mengimbangi dengan sukses duniawi seperti usahaku jadi jadal sapi yang sukses bersama mbakyumu, istriku! Tapi kakak-kakakmu? Lihat, bisa apa mereka? Mencari nafkah saja dengan membesarkan betis........ "

Page 37: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

69

Pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa laki-laki dalam

cerpen ini adalah sosok yang ‘mau gampangnya’ yang selalu mengandalkan

pikiran logis. Berkumpulnya semua keluarga adalah pilihan waktu yang masuk

akal untuk membicarakan rumah warisan, faktanya kedua orang tua pun telah

meninggal, siapa yang akan menempati dan memilikinya. Sementara Ragil

ditampilkan sebagai anak yang sayang orang tuanya. Bagi Ragil persaudaraan

harus tetap dipertahankan tanpa berebut soal warisan. Bahwa di sini kembali

diungkapan bahwa perempuan lebih memakai perasan dan menghayati suatu

kehidupan, menghayati mengenai bagaimana hubungan mereka dengan yang lain.

Walaupun ditemukan stereotip gender bahwa pria cenderung berpikir logis

perempuan menggunakan perasaannya. Akan tetapi dalam cerpen ini ditemukan

hal yang berbeda, sejurus dengan pandangan feminis liberal, pengarang ingin

menunjukan bahwa setiap manusia punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak

secara rasional, begitu pula pada perempuan. Jika perempuan mendapat

pendidikan yang sama maka perempuan juga mampu bersikap seperti lak-laki.

Ragil, sebagai pendeta, ia adalah seorang intelektual dan spiritualis, apa yang

dilakukan perempuan sebenarnya bukan hanya karena dia menggunakan perasaan,

tapi karena kesadarannya akan realita dalam masyarakat, norma yang berlaku

yang harus dipatuhi sehingga tidak membuat keluarga ini dikucilkan oleh

lingkungan sosial. Karena di akhir cerita, ditunjukan akibat atas ketidakpedulian

kakak-kakaknya, yang hanya mengandalkan kelogisan pikiran, tanpa

memerhatikan norma sosial.

"Sudah!Sudah! Ngaco, kalian semua! Ngomong tidak berperasaan!" Isak tangis dari Ragil, adik perempuan mereka, menampar setiap mulut sehingga langsung terdiam.

Sedang kakak-kakaknya, Eko, Tri, Catur dan ponco tersekat tenggorokannya. Tri, yang mengumbar hasrat sebelum waktunya itu, meneguk ludah sendiri. Wajahnya merah menanggung cibiran dan sorotan mata menghinda dari siapapun yang terhitung keluarga dan para tetangga. “Kuburan orang tua masih basah, sudah ribut soal warisan…” celoteh mereka.

Page 38: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

70

Perempuan dalam cerpen ini meskipun tidak mendapat tempat dalam

keluarganya, namun ia tampil sebagai seorang perempuan yang memiliki

kedudukan tinggi sebagai pendeta dan berani berpendapat. Kekesalan terhadap

sikap saudara-saudaranya pun membuatnya bertindak tegas dengan tidak pernah

kembali ke rumah warisan orang tuanya.

Penempatan Ragil sebagai subjek mengandung muatan ideologis tertentu.

Meski ditulis oleh laki-laki, tapi pengarang justru mengangkat realitas ini dengan

sudut penceritaan Ragil. Kelelakian pengarang tidak lantas membuatnya sepakat

atas dominasi kakak-kakak lelaki Ragil. Karena dominasi kakak-kakak itu tidak

menghargai Ragil, sebagai saudara kandungnya. Dan dibalik alasan logis kakak-

kakak memperebutkan rumah warisan, pengarang melihat hal ini adalah

ketidaketisan. Atas alasan itu, maka pengarang menampilkan dampak dari

perbuatan kakak-kakak Ragil.

Tabel 5.6.3

Represetasi Feminis dalam Cerpen ‘Rumah Warisan’

Pertama Realitas

Perdebatan rumah warisan antar saudara ditandakan

melalui dialog antar saudara. Realitas ini menampilkan

sosok Ragil yang tidak dihargai dan dikucilkan oleh

saudaranya yang semua laki-laki. Namun kekalahan

justru terjadi di pihak kakak-kakaknya.

Kedua Representasi

Realitas tersebut digambarkan melalui penempatan Ragil

sebagai subjek pencerita. Dan kakak-kakak Ragil sebagai

objek yang diceritakan

Ketiga Ideologi

Hal tersebut mengandung ideologis tertentu. Kelelakian

pengarang tidak lantas membuatnya sepakat atas

dominasi kakak-kakak lelaki Ragil. Bukan karena Ragil

Page 39: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

71

terlalu berperasaan, tapi kemampuan intelektual dan

spiritual Ragil justru lebih jeli melihat norma sosial di

masyarakat dibanding kakak-kakaknya. Sehingga dapat

diketahui ideologi pengarang mencerminkan pandangan

feminis liberal.

5.7. CERPEN 7

5.7.1. Sinopsis Cerpen 7: “Ingat Pesan Sarni”

Kisah perjuangan Tiyan yang bertahan dari tekanan paman-pamannya

demi memperjuangkan haknya untuk tinggal di rumah warisan kakeknya.

Sepeninggalan ayahnya, Tiyan tidak lagi mendapat tempat dalam silsilah keluarga

ayahnya. Sarni, Bude Tiyan lah yang banyak membantu Tiyan, memberikan

semangat kepada Tiyan dan melakukan pembelaan kepada paman-paman Tiyan

yang bersikap penuh kuasa kepada Tiyan.

Tiyan banyak mendapat tekanan dari paman-pamannya. Paman Patmo

sering membawa istri simpanannya ke rumah Tiyan. Ia menekan Tiyan untuk

tidak melaporkan itu pada Ina, istri Patmo. Namun hal ini kemudian diketahui

oleh Ina, dan yang disalahkan justru Tiyan, karena dituduh menyembunyikan hal

ini. Tekanan yang lain juga datang dari Paman Winar, yang merusak lantai masih

basah dengan memasukan drum minyak tanahnya.

Merasa memiliki hak yang sama atas rumah tersebut, Tiyan yang kesal,

memprotes pamannya. Tetapi ancaman agar Tiyan segera meninggalkan rumah

tersebut kerap datang dari Paman Suko, yang justru sudah punya beberapa rumah

besar. Tiyan tetap diam dan tidak mencipta masalah, karena saudara-saudaranya

tersebut pasti memiliki banyak alasan untuk membuat Tiyan meninggalkan rumah

itu. Tapi Tiyan tidak berhenti berjuang, ia tetap ingat pesan Sarni untuk

memperjuangkan hak yang sama atas rumah itu.

Page 40: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

72

5.7.2. Interpretasi Cerpen “Ingat Pesan Sarni”

Topik yang diangkat dalam cerpen ketujuh ini tidak jauh berbeda dengan

cerpen keenam, masih terkait dengan permasalahan rumah warisan. Yang menjadi

berbeda adalah dalam cerpen ini, adalah tekanan yang dialami Tiyan atas rumah

kakek yang ditempatinya. Kematian ayahnya, membuat posisi Tiyan lemah di

hadapan paman-pamannya, padahal Tiyan pun memiliki hak atas rumah tersebut.

‘Ingat Pesan Sarni’ menyiratkan perjuangan perempuan untuk

mendapatkan haknya atas rumah warisan keluarga besarnya. Salah satu yang

membuat dia bertahan dari tekanan-tekanan pamannya adalah dukungan dan

pesan dari budenya, Sarni.

Dalam cerpen ini dapat diketahui bahwa pengarang adalah

narrator the

third person omniscient, pengarang hadir dalam cerita yang dibuatnya sebagai

pelaku ketiga yang serba tahu. Dalam hal ini pengarang masih mungkin

menyebutkan namanya sendiri, seperti saya atau aku.

Tidak hanya sebagai narrator, pengarang juga menempatkan dirinya

sebagai sosok Tiyan. Kecenderungan pengarang terhadap tokoh Tiyan akhirnya

menempatkan perempuan ini sebagai subjek pencerita sementara paman-paman

Tiyan sebagai objek yang diceritakan. Sebagai subjek cerita, Tiyan menceritakan

Bude Sarni, bagi Tiyan adalah pembela hidupnya. Tiyan yang tinggal di rumah warisan kakeknya, Mbah Karso, mendapat tekanan dari paman-pamannya sejak ayahnya meninggal.

Tiyan yang tidak punya rumah sendiri, menempati rumah warisan kakek itu dengan duka. "Kamu harus membangun kamar mandi sebagai ganti pembayaran kontrak rumah ini," perintah saudara ayahnya lagi.. "Kamu harus membayar pajak atas rumah ini," ujar mereka.

Tiyan bernadzar, "Aku tidak mau Bude meninggal. Bude harus hidup dan sembuh. Meski Bude sakit-sakitan memkai kursi roda, Bude harus hidup dan menjadi orang pertama yang duduk di rumah baruku jika aku punya nanti." Bude Sarni, bagi Tiyan adalah pembela hidupnya. Tiyan yang tinggal di rumah warisan kakeknya, Mbah Karso, mendapat tekanan dari paman-pamannya sejak ayahnya meninggal.

Page 41: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

73

kepada pembaca bagaimana sosok dirinya yang lemah dan tidak berdaya harus

berjuang dan bertahan dari tekanan paman-pamannya.

Agar perjuangan Tiyan dan penindasan yang dialaminya menyentuh

afektif pembaca, di dalam narasi cerita, pengarang, sebagai narrator membawa

pembaca untuk fokus pada sosok Tiyan melalui ditunjukannya gambaran paman-

pamannya yang berkuasa. Pengarang ingin mengajak pembaca bersama-sama

melihat dan juga bersimpati mendukung tokoh Tiyan yang mendapat tekanan dari

paman-pamannya.

Pihak otoriter menekan yang lemah memang kerap tampil dalam teks-teks.

Tema-tema semacam ini memang menjadi suatu hal yang menarik. Pembaca

seolah diajak untuk merefleksikan bagaimana pihak yang berkuasa ini cenderung

menggunakan kekuasaannya dengan semena-mena. Sementara mereka yang

ditindas adalah mereka yang lemah tidak berdaya. Ini terjadi pula dalam cerpen

‘Ingat Pesan Sarni’. Pengarang ingin pembacanya tidak menutup mata terhadap

mereka yang lemah dan kritis terhadap pemilik kekuasaan.

Dengan posisi Tiyan yang lemah karena tidak ada ayah pelindungnya, terhadap Patmo ini pun Tiyan tidak berkuasa menolak kehadiran mereka …… Suami yang berselingkuh itu menekan Tiyan, "Awas kalau kamu laporkan Mbak Ina, kalian harus angkat kaki dari rumah ini!" Tiyan merasa, “Aku tidak mampu menolak kehadiran mereka karena De Patmo-lah yang merasa lebih berhak atas rumah ini daripada aku.” "Jangan macam-macam, kamu. Kulaporkan Lik Suko, nanti kamu diusir! ketus Winar. Selalu disebut-sebut untuk mengusir Tiyan adalah Suko, saudara paman-paman itu dan saudara almarhum ayah Tiyan yang paling kaya, yang punya rumah besar-besar.

“Rumah dan tanah ini akan kuagrariakan. Separuh akan kujual dan separuh akan kuberikan Tiyan!”kata Suko, adik Parto, almarhum ayah Tiyan. “Lha Tiyan, Eyi, Kerti dan Diman bagaimana?” “Biar mereka keluar dari rumah ini,”jawab Suko tanpa perasaan.

Page 42: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

74

Walaupun gambaran perempuan dalam tokoh ini masih seperti stereotip

perempuan yang lemah dan tidak berdaya, namun di akhir cerita, pengarang

menunjukan kepada pembaca tentang kekuatan dari perempuan ini.

Dalam menghadapi tekanan tersebut, pertahanan yang dilakukan Tiyan

adalah mengingat pesan dari bude-nya dengan diam, tidak membuat masalah

namun tetap menjaga apa yang menjadi hak nya. Inilah kekuatan yang pengarang

tampilkan akan sosok perempuan dalam cerpen ini. Karena di tengah

perjuangannya, Bude Sarni kemudian meninggal dunia, tapi Tiyan tetap

bersemangat untuk memperjuangkan haknya.

Akhir dari cerpen ini adalah open ended, hasil perjuangan Tiyan belum

nampak. Yang hadir dalam kesimpulan adalah Tiyan yang tetap bersemangat

untuk berjuang. Berbeda dengan cerpen ke-4 ‘Kekuatanku, yang mana perempuan

berhasil atas perjuangannya, dan juga cerpen ke-6 yang berakhir dengan rusaknya

nama baik dari kakak-kakak Ragil.

5.7.3. Feminis Sosialis

Dalam cerita ini, Tiyan mengalami penindasan tidak hanya karena dominasi

kekuasaan pamannya, tetapi juga karena tidak adanya sosok bapak, yang

mendukungnya. Kehadiran bapaknya menandakan kekuatan patriaki, yang dalam

hal ini tidak lagi dimiliki oleh Tiyan. Ini pula yang semakin membuatnya ditindas

dan tidak dihargai. Tidak hanya mereka yang berkuasa yang memiliki modal,

yang melakukan penindasaan kepada Tiyan.

Dukungan ayahnya sebagai simbol kekuatan patriaki sebenarnya yang

menjadi poin utama penyebab Tiyan ditindas. Seperti apa yang dikatakan oleh

feminis sosialis, kapitalisme bukanlah satu-satunya penyebab utama

keterbelakangan perempuan. Karena perempuan di negara sosialis mandiri dan

Seminggu setelah kepergian Sarni ke alam baka, yang dianggap tradisi sebagai waktu lewatnya masa berkabung 7 hari, pilar-pilar warung yang dibangun Diman, suami Tiyan sudah berisi barang-barang dagangan. Dengan bersemangat Tiyan mengingat pesan almarhumah Sarni untuk menjaga hak asainya yang dalam kepungan ancaman meski oleh darah daging sendiri.

Page 43: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

75

berdaya saing. Namun di negara ini, yang tetap menimbulkan penindasan karena

tetap berada dalam genggaman patriaki. Feminis sosialis melihat keadaan

penindasan perempuan dibentuk dan pertahankan oleh struktur sosial dalam

masyarakat. Agenda dari aliran ini adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem

patriaki. Aliran ini menekankan bahwa feminis seharusnya juga melihat posisi

perempuan dalam keluarga, di tempat kerja, peran reproduksi dan seksual

perempuan serta peran produktif perempuan.

Dalam cerpen ini, perjuangan yang tampak dari penindasaan yang terjadi

adalah Tiyan memahami betul apa yang menjadi haknya. Meskipun ini atas

dukungan dari Bude-nya Sarni. Tapi, apalah artinya dukungan eksternal, tanpa

motivasi yang kuat dari dalam diri sendiri. Perjuangan dari penindasaan ini

sepenuhnya bergantung pada Tiyan. Upaya yang dilakukan Tiyan adalah terus

memperjuangkan haknya kala keadaan tetap menekannya. Penderitaan dan

perjuangan yang dilakukan Tiyan mencerminkan perjuangan dari kaum feminis

sosialis.

Realitas yang dihadirkan kembali melalui penempatan Tiyan sebagai

pencerita dalam cerpen ini menghasilkan realitas yang tampil apa adanya. Dengan

diceritakan langsung oleh korbannya menyajikan fakta yang utuh atau tidak ada

bagian yang dihilangkan. Pengarang dalam cerpen ingin menunjukan

kepeduliannya terhadap mereka yang dihilangkan haknya, terutama perempuan

yang kerap kali dianggap lemah tak berdaya sehingga menjadi korban kekuasaan.

Dengan memaparkan perjuangan dan karakter Tiyan yang tak kenal menyerah

adalah bukti apresiasi pengarang pada pejuang hak tersebut.

Tabel 5.7.3

Representasi Feminis dalam Cerpen ‘Ingat Pesan Sarni’

Pertama Realitas

‘Ingat Pesan Sarni’ menyiratkan perjuangan perempuan

untuk mendapatkan haknya atas rumah warisan keluarga

besarnya. Realitas ini ditandakan melalui dialog dengan

para tokoh dan pemaparan dari Tiyan sendiri sebagai

korban dalam permasalahan rumah warisan.

Page 44: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

76

Kedua Representasi

Realitas tersebut digambarkan melalui penempatan Tiyan

sebagai subjek pencerita. Dan paman-pamannya sebagai

objek yang diceritakan. Realitas memperjuangkan hak

atas rumah warisan yang diceritakan langsung oleh

korbannya, menjadikan realitas tersebut tampil apa

adanya. Artinya, tidak ada bagian yang dihilangkan

dalam proses menghadirkan kembali realitas ini kepada

khalayak.

Ketiga Ideologi

Representasi perjuangan hak atas rumah warisan tersebut

mencerminkan pemikiran feminis sosialis dari

pengarang. Pengarang dalam cerpen ingin menunjukan

kepeduliannya terhadap mereka yang dihilangkan

haknya, terutama perempuan yang kerap kali dianggap

lemah tak berdaya sehingga menjadi korban kekuasaan.

Dengan memaparkan perjuangan dan karakter Tiyan

yang tak kenal menyerah adalah bukti apresiasi

pengarang pada pejuang hak tersebut.

5.8. CERPEN 8

5.8.1. Sinopsis Cerpen 8 “Tetangga Nenek”

Cerita seorang perempuan paruh baya yang digambarkan setia

mendampingi suaminya yang telah lama terbaring sakit. Merawat, melayani dan

mendampingi suaminya menurut perempuan ini adalah wujud kesetiaan dan

pengabdian dia pada suaminya. ”Kalau bukan istri yang setia, tak bakalan aku

melakukan ini semua.”

Cerita kehidupannya bersama suaminya itu, ia ceritakan kepada tamu yang

datang menghantar bingkisan. Perempuan ini menceritakan kepada tamunya

bagaimana dulu suaminya yang gagah perkasa bertugas sebagai tentara, dan

Page 45: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

77

kebanggaannya sebagai istri tentara. Kini barang-barang perabotan hasil jerih

payah suaminya pada masa silam, adalah kenangan yang menemani perempuan

ini merawat suaminya. Karena tidak ada siapapun yang menemani ia merawat

suaminya. Seorang diri perempuan ini menyalin pakaian, mencuci, mengeringkan

dan memakaikan pakaian pada suaminya, menyuapi makanan, bahkan ia rela tidur

di bawah pembaringan suaminya dengan kaki menggantung dan terbenam air

banjir.

Setelah bercerita mengenai suaminya, perempuan ini kemudian ia

menceritakan kenangan tentang nenek dari tamu pengantar bingkisan itu.

Nyatanya, nenek itu telah wafat hampir dua puluh tahun.

5.8.2. Interpretasi Cerpen “Tetangga Nenek”

Cerpen ‘Tetangga Nenek’ menyuratkan sebuah pesan tentang pengorbanan

seorang istri pada suaminya yang sakit. Perempuan ini bercerita banyak tentang

bagaimana suaminya sewaktu masih sehat dan bagaimana ia merawat suaminya

kini. Pengorbanan yang ia lakukan pada suaminya benar-benar membuat

perempuan ini letih dan terkesan dia minta dikasihani.

Kesetiaannya dalam mendampingi suaminya ditampilkan sebagai suatu hal

yang seharusnya patut mendapatkan apresiasi. Jika memang menjadi seorang yang

setia adalah suatu keharusan, kenapa dia justru mengungkapkan hal ini dengan

sebuah penekanan.

"Kalau bukan istri yang setia, tak bakalan aku melakukan ini semua," ucapnya pada tamu pengantar bingkisan yang telah menyebrangi halaman tergenang air tak ubahnya danau.

Perempuan itu yang menyalin pakaian lelaki itu, mencuci, mengeringkan dan memakaikan. Ia membasahi wajah suaminya agar terasa lebih segar. Ia yang menyuapi makanan dan menegukkan ai minum. Perempuan itu juga yang rela tidur di bawah pembaringan suami, meski kadang harus berbaring dengan kaki menggantung dan terbenam air, yang menyulap ranjang mereka laksana perahu dalam rumah.

Page 46: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

78

Perempuan ini memang nampak membutuhkan apresiasi atas pengorbanan

yang dia lakukan pada suaminya. Banyak hal ia lakukan untuk merawat suaminya

dalam waktu yang terbilang lama. Munculnya narasi kenangan kebanggaan pada

suaminya selama masih sehat itu menandakan kerinduannya di tengah

kepenatannya merawat suaminya seorang diri.

Subjek pencerita dalam cerpen ini adalah tamu yang datang mengunjungi

perempuan ini. Meskipun lebih banyak diam dan mendengarkan cerita dari tokoh

istri, tetapi di akhir cerpen dapat diketahui bahwa kesimpulan atas cerita ini

disampaikan melalui tokoh tamu.

Seperti diuraikan sebelumnya, ‘Tetangga Nenek’ dari si tamu, adalah topik

penceritaan ini. Tokoh istri dalam hal ini meskipun bercerita banyak mengenai

dirinya dan suaminya, justru dirinya adalah objek dari penceritaan ini. Dia

bukanlah pencerita. Karena bukan dirinya yang memberikan penjelasan kepada

pembaca mengenai maksud penceritaan, tetapi sang tamulah yang menjelaskan

kepada pembaca perihal tokoh istri yang berusaha mengalihkan permasalahan

hidupnya dengan bercerita tentang nenek dari tamu ini. Tidak hadirnya pendapat

sang istri dalam kesimpulan kemudian berakibat pada tidak lengkapnya informasi

yang didapat oleh pembaca. Teks cerpen ini pun tampil dengan kecenderungan

mendukung pendapat dari tokoh tamu, sebagai subjek pencerita. Penilaian atas

"Dulu Bapak gagah perkasa dan bertugas di berbagai kota sebagai tentara," kenang perempuan itu di sisi sang suami, "Aku selalu mengikuti ke manapun ia pergi. Pindah-pindah dari daerah ke daerah tempatnya bertugas."

"Dua belas tahun kami hidup seperti ini. Dua belas tahun," perkataan perempuan itu meredup. "Setiap hari akulah yang melakukan semua untuknya. Seandainya aku bukan istri yang setia…," ucapnya hendak berlinang air mata.

Aku tidak sanggup berkata apa-apa, memandang sumur belakang rumah yang kondisinya sungguh jauh berbeda dengan yang dikatakan perempuan itu. Lebih-lebih , air banjir telah menelan semua yang tumbuh dan berdiri di tanah, dihadapan kami berdiri memandang ke luar pintu. Dalam kondisi banjir seluruh wilayah kota, tempat lelaki itu tergeletak ditemani istri dan dua kucingnya, makin terpencil. Nenekku sendiri sudah wafat hampir dua puluh tahun lewat…

Page 47: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

79

objek cerita pun ditentukan oleh pencerita. Hal ini akhirnya menjadikan pembaca

memposisikan diri sebagai tamu yang datang berkunjung.

Akibat bosan merawat suaminya, tokoh istri mencari penghiburan dengan

mengalihkan pembicaraan. Kepada tamu yang datang berkunjung ia menceritakan

kenangannya bersama nenek sang tamu. Seperti coba mengalihkan perasaan sedih

dan kesepiaannya. Karena faktanya keadaan yang diceritakan oleh perempuan ini

sangat jauh berbeda, nenek dari tamu pun telah lama meninggal dunia. Hal ini

semakin memperjelas bahwa perempuan ini tidak ingin larut dalam kesedihan dan

kebosanannya. Maksud cerita ini disampaikan bukan oleh dirinya tetapi oleh tamu

yang datang berkunjung, maka pembaca pun hanya mengetahui hal ini dari sisi

sang tamu. Karena pendapat dari perempuan ini tidak hadir dalam cerpen.

Akhirnya hal ini pun menimbulkan kerancuan pada kognisi dalam

pembacaannya. Mengapa demikian? Di awal, perempuan ini panjang lebar

menceritakan kisahnya merawat suami dengan tiba-tiba ia ganti menceritakan

nenek dari tamu ini. Maksud dari peralihan pembicaraan yang dia lakukan, tidak

dia sampaikan oleh pembaca. Narasi yang hadir tidak cukup lengkap memberikan

Aku, tamu perempuan itu, memandang dia dengan heran. Perempuan itu telah bangkit, ia berjalan membelah air, menyisakan dan meninggalkan riak da gelombang kecil dalam rumah. Suaminya ditinggal sendiri di pembaringan atas. Aku terpaksa berdiri basah kaki, berjalan mengikuti… membelah air sedalam lutut kaki. Aku menyusul sampai di belakng perempuan itu, yang sudah berdiri di pintu setengah atas terbuka, memandang keluar, melintas kebun pisang dan pagar beluntas, melihat belakang rumah sebelah, yang dulu merupakan rumah tinggal nenekku, bersama kedua orangtuaku, bersama kakakku, dan aku yang masih kecil. "Lihat Nak.. Kalian sedang main di air sumur nenekmu.."

Aku tidak sanggup berkata apa-apa, memandang sumur belakang rumah yang kondisinya sungguh jauh berbeda dengan yang dikatakan perempuan itu. Lebih-lebih , air banjir telah menelan semua yang tumbuh dan berdiri di tanah, dihadapan kami berdiri memandang ke luar pintu. Dalam kondisi banjir seluruh wilayah kota, tempat lelaki itu tergeletak ditemani istri dan dua kucingnya, makin terpencil. Nenekku sendiri sudah wafat hampir dua puluh tahun lewat…

Page 48: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

80

informasi kepada pembaca. Justru sang tamu yang kemudian menyampaikan hal

tersebut kepada pembaca. Akibatnya, pembaca hanya mendapat informasi dari

satu sisi saja.

5.8.3. Ideologi Familialisme

Cerpen ‘Tetangga Nenek’ mengisahkan cerita perempuan yang merasa

tertekan dan bosan terus menerus merawat suaminya. Penekanan menjadi istri

yang setia menunjukan bahwa perempuan ini membutuhkan apresiasi atas

pekerjaan yang ia lakukan seorang diri. Hal ini wajar sekali, karena pelayanan 24

jam untuk suaminya tentu membuatnya letih dan bosan. Akan tetapi penempatan

tamu sebagai pencerita akhirnya memunculkan ideologi familialisme, yang justru

kian menyudutkan posisi perempuan.

Ideologi familialisme atau kekeluargaan adalah ideologi yang

mengkonstruksi perempuan berperan di rumah tangga sebagai ibu rumah tangga,

istri dan ibu yang baik. Sebagai istri yang baik perempuan harus mendampingi

suami untuk mencapai cita-cita hidup. Ia harus pandai menjaga diri, baik dalam

bersikap maupun bertingkah laku, sehingga akan selalu disayangi suaminya.

Lebih lanjut, Abdullah (1997 dalam Sastriyani, 2009: 482) menyatakan peran

perempuan sebagai istri dan ibu sangat dominan, hal ini tidak saja didefinisikan

oleh laki-laki tetapi juga oleh perempuan. Ideologi familialisme yang direproduksi

dalam berbagai bentuk diskursus telah menjadi kekuatan penting dalam

menyadarkan peran domestik perempuan.

Kesetiaan seharusnya memanglah hal yang harus dilakukan baik oleh istri

maupun suami. Menurut ideologi ini menjadi setia adalah kecenderungan di pihak

istri, karena sangat tabu kalau istri melanggar kesetiaan pernikahan. Istri yang

baik, harus mendampingi suaminya dalam berbagai keadaan. Tidak demikian

dengan lelaki. Menurut Beauvoir, laki-laki dapat menguasai perempuan dengan

menciptakan mitos bahwa perempuan yang dipuja laki-laki adalah perempuan

yang mau mengorbankan dirinya untuk laki-laki. Dalam konteks cerpen ini,

pengarang ingin menyampaikan bahwa tak perlulah perempuan mengasihani diri

Page 49: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

81

sendiri dan memberi penekanan pada kesetiaannya. Karena memang seperti itulah

yang harusnya ia lakukan untuk suaminya.

Pemikiran pengarang ini tentu dipengaruhi secara langsung dengan

kelelakian pengarang. Meski pada cerpen sebelumnya, pengarang telah

menampilkan kepeduliaan pada penderitaan dan perjuangan perempuan. Disadari

ataupun tidak, pemikiran patriaki pengarang akhirnya melahirkan gagasan

familialisme dalam cerpen ini.

Tabel 5.8.3.

Representasi Feminis dalam Cerpen ‘Tetangga Nenek’

Pertama Realitas

Kebosanan dan kepenatan seorang istri dalam merawat

suaminya. Dalam ceritanya kepada tamu, istri tersebut

ingin mendapatkan apresiasi atas kesetiaan dan

pengorbanan yang dilakukannya. Usai bercerita tentang

suaminya, dia lantas beralih pada cerita tentang nenek

dari tamu itu.

Fakta ini diceritakan oleh tokoh istri sendiri namun yang

bertindak sebagai pencerita adalah tamu, realitas dan

penilaian atas apa yang diceritakan istri didefinisikan

oleh tamu.

Kedua Representasi

Realitas tersebut dikonstruksi melalui penempatan tokoh

tamu sebagai pencerita sementara tokoh istri sebagai

objek yang diceritakan. Maksud cerita ini pun

disampaikan bukan oleh diri istri sendiri tetapi oleh

orang lain, yakni tamu yang datang berkunjung. Dalam

hal ini realitas digambarkan tidak sebagaimana mestinya.

Karena bukan pendapat dari istri sendiri yang muncul,

tapi realitas yang diceritakan dan didefinisikan oleh

orang lain.

Page 50: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

82

Ketiga Ideologi

Ketidakhadiran suara dari istri, menjadikan cerpen ini

menampilkan pemikiran yang menguntungkan bagi tamu

sebagai pencerita. Penempatan tamu sebagai pencerita

akhirnya memunculkan ideologi familiasme, yang justru

kian menyudutkan posisi perempuan.

Ideologi ini mengkontruksi perempuan sebagai istri yang

baik, melayani dan setia kepada suami. Dalam konteks

cerpen ini, pengarang ingin menyampaikan bahwa tak

perlulah perempuan mengasihani diri sendiri dan

memberi penekanan pada kesetiaannya. Karena memang

seperti itulah yang harusnya ia lakukan untuk suaminya.

Pemikiran pengarang ini tentu dipengaruhi secara

langsung dengan kelelakian pengarang.

5.9. CERPEN 9

5.9.1. Sinopsis Cerpen 9: “Korban Banjir”

Kisah suami istri yang menjadi korban banjir dan sedang mengungsi di

sebuah rumah ibadat milik umat beragama lain. Di tempat peribadatan itu

berkumpul semua orang dari wilayah sekitar rumah ibadat yang besar tersebut. Di

sana, para istri terlibat di dapur umum, sementara para laki-laki membantu di

posko bencana. Saat bantuan datang, para lelaki segera berkumpul menuju posko

bencana banjir.

Masalah terjadi saat seorang lelaki menanyakan kepada pemimpin rapat,

apakah orang yang beragama lain harus kita bantu atau dibiarkan saja. Hal ini

sontak melukai perasaan tokoh suami. Ia pun segera mendatangi istrinya,

menceritakan kejadian yang terjadi. Istrinya menjadi teman curhat suami. Meski

tidak turut menyaksikan kejadian tersebut, istrinya turut merasakan bagaimana

mereka yang berbeda keyakinan mengalami diskrimasi di tengah bencana banjir.

Page 51: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

83

5.9.2. Interpretasi Cerpen “Korban Banjir”

Cerita pendek ini mengisahkan sepasang suami istri yang sedang menjadi

korban banjir, mengalami diskriminasi agama. Suaminya adalah orang pertama

yang mengalami hal ini, karena kejadian itu terjadi disaat pembagian bahan

pangan di posko, dimana para lelaki berkumpul dan bertugas di tempat itu.

Yang menarik dalam penceritaan ini adalah pengarang memainkan

perannya sebagai sosok istri. Penyebutan kata ganti ‘kami’ untuk kaum wanita

memberikan gambaran yang jelas kecenderungan cerpen ini terhadap tokoh istri.

Dalam cerpen ini yang pertama terlihat bagaimana istri ditempatkan

sebagai subjek. Dari awal pengarang menampilkan narasi yang mengacu pada

sosok istri ini melalui gambaran pembagian tugas di pengungsian banjir. Seperti

yang diuraikan di atas, pengarang menggunakan kata ganti ‘kami’ yang mengacu

pada kaum wanita, menandakan bahwa pencerita dalam cerpen ini adalah

perempuan. Selain itu, bukti lain dapat dilihat pada cuplikan berikut.

Tokoh suami memang yang mengetahui dan mengalami lebih dulu

diskriminasi tersebut. Akan tetapi, bagaimana diskrimasi ditemukan oleh

Dapur umum telah didirikan. Posko bencana banjir berdiri di depan rumah ibadat. Segera kami berbagi tugas. Para laki-laki membantu di posko-posko itu, sedangkan kami kaum wanita terlibat di dapur umum. Sisanya duduk di alas tidur masing-masing bersama anak-anak yang masih kecil.

"Bu… kepalaku pusing," keluhnya "Ini digosok dengan minyak angin, Pak. Lapar ya, Pak ? Kedinginan…?" "Lebih dari itu, bu" "Kenapa?" "Perasaanku yang terluka." "Ada apa?" "Pada saat kondisi banjir seperti ini.. Masih ada diskriminasi." Aku terdiam. Kami berharap, diskriminasi itu hanya sebatas kata tanya tanpa pikiran serius. Sebagai sesama umat manusia, kami korban banjir dari agama lain yang ikut mengungsi di rumah ibadah yang bukan rumah ibadah agama kami, pun butuh penerimaan bukan setengah hati.

Page 52: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

84

suaminya dan mengena pada pasangan suami istri tersebut, diceritakan oleh tokoh

istri kepada pembaca. Bagaimana pembaca mengetahui bahwa hal pembagian

sembako itu ternyata melukai perasaan juga diungkapkan oleh tokoh istri sebagai

pencerita. Apa akibatnya? Teks ini memberikan gambaran yang berbeda

mengenai sosok perempuan. Perempuan dalam cerpen ini tidak lagi tampil sebagai

kanca wingking, tapi sebagai partner suami dan penolong dalam perjuangan

hidup. Dia juga perempuan yang cerdas dan kritis. Melalui suaranya, dia

menyentil nurani pembaca akan diskrimasi agama, agar tidak terjadi lagi

diskriminasi terhadap mereka yang minoritas. Tidak disebutkannya salah satu

agama juga merupakan cara bijak untuk tidak melakukan generalisasi tindak

diskriminasi pada salah satu agama atau penghakiman terhadap agama tertentu.

Dalam pembacaan dominan, pembaca diposisikan sebagai tokoh istri.

Dengan diposisikan sebagai tokoh istri, harapannya pembaca pun menjadi kritis

saat menghadapi masalah sejenis.

5.9.3. Feminis Liberal

Memang masih terdapat dikotomi pekerjaan antara laki-laki dan

perempuan, hal ini digambarkan sebagai cerminan yang terjadi dalam masyarakat

kita saat banjir. Laki-laki berada di posko bantuan, sementara para perempuan

sibuk di dapur umum.

Meski demikian, seperti diungkapkan di atas, tokoh perempuan dalam istri

ini ditampilkan berbeda. Karena dia tampil sebagai teman sekaligus penolong bagi

suaminya. Saat mendengar cerita dari suaminya, ia tidak kian memanas-manasi

permasalahan itu. Perempuan ini justru terdiam. Ibarat minyak yang dipanasi,

perempuan ini tidak memasukan bongkahan es ke dalam api, hingga tidak

menyulut percikan panas. Dirinya berusaha memadamkan api itu melalui

pertanyaan kritis yang diajukan.

Di akhir cerita kita dapat mengetahui bagaimana perempuan ini

mengatasnamakan dirinya dan suaminya menyampaikan pikiran kritisnya

mengenai diskriminasi yang menimpa mereka. Hal ini menunjukan bahwa

perempuan pun memiliki kapasitas untuk berpikir rasional dan kritis, seperti poin

Page 53: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

85

perjuangan dari feminis liberal. Feminis liberal sangat menitikberatkan

perjuangannya pada ide keunikan manusia yang otonom yang mampu membuat

pilihan-pilihan bebas karena rasionalitasnya. Penempatan perempuan sebagai

pencerita kian mencerminkan ideologi feminisme liberal.

Tabel 5.9.3

Representasi Feminis dalam Cerpen ‘Korban Banjir’

Pertama Realitas

Sepasang suami istri yang sedang menjadi korban banjir,

mengalami diskriminasi agama di tempat pengungsian,

yaitu rumah ibadat umat agama lain.

Kedua Representasi

Realitas ini ditandakan melalui penceritaan yang

dilakukan oleh tokoh istri. Sebagai seorang yang tidak

mengalami diskrimasi tersebut, hal ini menghilangkan

gagasan dari tokoh suami sebagai tokoh yang

menyaksikan langsung bagaimana dirinya dikucilkan.

Karakter perempuan yang diam dan tidak memanas-

manasi masalah juga menciptakan realitas diskrimasi

yang berbeda, karena didefinisikan dan ditampilkan

dengan cara yang berbeda.

Ketiga Ideologi

Hal tersebut mengandung ideologis tertentu. Teks ini

memberikan gambaran yang berbeda mengenai sosok

perempuan. Perempuan dalam cerpen ini tidak lagi

tampil sebagai kanca wingking, tapi sebagai partner

suami dan penolong dalam perjuangan hidup. Dia juga

perempuan yang cerdas dan bijak, dengan sikapnya yang

ia tidak kian memanas-manasi permasalahan itu, tetapi

justru terdiam. Pemikiran tentang diskriminasi yang

disampaikan di akhir cerita mencerminkan poin

Page 54: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

86

perjuangan feminis liberal, bahwa perempuan ternyata

juga mampu berpikir rasional dan kritis.

5.10. CERPEN 10

5.10.1. Sinopsis Cerpen 10: “Banjir Bik Sarti”

Cerita pendek ini dengan latar kondisi daerah banjir. Cerpen ini

mengisahkan kekesalan tokoh Ibu terhadap Bik Sarti, seorang pembantu yang

bekerja di rumahnya. Ibu kesal karena sejak hari pertama ia di pengungsian, Bik

Sarti tidak pernah menjenguknya. Padahal sangat mudah bagi Bik Sarti untuk

sekedar mampir dan menegok ibu guna bersilaturahim kala bencana. Apalagi Bik

Sarti telah mendapatkan haknya, pembayaran upah kerjanya. Atas dasar itulah Ibu

menuntut.

Namun hal ini dianggap tidak masuk akal oleh anaknya, karena Bik Sarti

pun juga terkena musibah banjir, sementara Ibunya yang terbaring sakit, tidak

mengerti bagaimana kondisi banjir di daerah itu. Tokoh ibu pun acuh terhadap

pernyataan anaknya. Kekesalannya memuncak, saat ibu kembali ke rumah.

Sesampai di depan rumah, tampak Bik Sarti di seberang rumah Ibu, namun tidak

ada sapaan dari Bik Sarti.

Pada tanggal 5 Januari, Ibu pergi menuju ke rumah Bik Sarti untuk

memberikan upah kerja. Terjadi dialog diantara keduanya. Dan di hari yang sama,

Bik Sarti kembali datang ke rumah untuk melakukan tugasnya sebagai pembantu

rumah tangga. Bik Sarti juga mengajak keluarganya berkunjung ke rumah ibu

untuk mengucapkan selamat tahun baru.

5.10.2. Interpretasi Cerpen Banjir Bik Sarti

Dalam cerpen ini yang menarik adalah konflik terjadi antara perempuan.

Sangat berbeda dengan cerpen-cerpen sebelumnya. Bila pada sebelumnya,

perempuan-perempuan harus menghadapi konflik dengan saudaranya laki-laki

atau majikannya laki-laki. Pada cerpen ini ditemukan hal yang baru. Majikan

perempuan berkonflik dengan pembantu perempuannya.

Page 55: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

87

Masih dengan latar cerita yang sama dengan dua cerpen sebelumnya

‘Tetangga Nenek’ dan ‘Korban Banjir’, yaitu suasana banjir, Banjir Bik Sarti

menyoroti masalah tuntutan ibu kepada pembantu rumah tangganya yang tidak

menjalankan tugasnya pada saat banjir. Ibu sudah melakukan kewajibannya, yaitu

membayar upah tapi Bik Sarti tidak menjalankannya. Hal ini lah yang menjadi

poin utama kekesalan ibu.

Namun perlu diperhatikan pula bahwa penceritaan ini disampaikan oleh

tokoh anak, sebagai pencerita. Hal ini menyebabkan realitas tampil tidak utuh,

karena ada fakta yang hilang. Hanya melalui pendapat anak saja pembaca

mengetahui tuntutan ibu tersebut. Kekesalan ibu terhadap Bik Sarti tidak keluar

dari ibu sendiri, tetapi ditampilkan melalui tokoh anak. Bagaimana konflik ini

dipaparkan adalah melalui tokoh anak. Dia-lah yang menceritakan kepada

pembaca bagaimana kekesalan ibu dianggap sebagai suatu hal yang tidak masuk

akal. Tidak menutup kemungkinan ada kecenderungan untuk melebih-lebihkan

hal ini.

"Ibu, sekarang kan banjir. Semua orang tidak dapat menjalankan kehidupannya secara normal. Tidak ada yang dapat bekerja. Mereka juga butuh pertolongan. Untuk itulah dimana-mana didirikan posko bantuan bencana banjir," aku terus mengingatkan ibu. "Biar! Yang pasti ia tidak menjalankan kewajibannya. Padahal ia sudah mendapatkan haknya. Kubayar!" Bagiku pernyataan ibu ini tidak masuk akal. Satu-satunya tuntutannya yang bisa kuterima adalah mengapa Bik Sarti sama sekali tidak mampir di tempat pengungsian ibu. Padahal, tempat itu sangat strategis dan selalu dilewatinya bila ia dari pengungsiaan menengok rumahnya atau sebaliknya dari rumahnya yang kebanjiran kembali mengungsi di tempat penampungan korban banjir.

Mengetahui kedatangan ibu berjaket hangat di atas dasternya dan berjalan perlahan mebenamkan kaki di genangan air yang masih ada di gang. Bik Sarti hanya memandangnya dan Cuma tertawa. Tanpa menyapa ibu! Betapa dongkol hati ibu. Perilaku Bik Sarti terus menjadi bulan-bulanan omelan ibu begitu sudah di dalam rumah. "Kurang ajar. Tidak tahu adat!"

Bagiku pernyataan ibu ini tidak masuk akal. Satu-satunya tuntutannya yang bisa kuterima adalah mengapa Bik Sarti sama sekali tidak mampir di tempat pengungsian ibu. Padahal, tempat itu sangat strategis dan selalu dilewatinya bila ia dari pengungsiaan menengok rumahnya atau sebaliknya dari rumahnya yang kebanjiran kembali mengungsi di tempat penampungan korban banjir.

Page 56: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

88

Dampak yang terjadi kemudian dapat ditemukan pada bagian anti klimaks,

dimana ibu menemui Bik Sarti lebih dahulu, demi memperbaiki relasi. Dari

cuplikan dialog di bawah, pembaca tidak mendapatkan informasi mengenai alasan

dari perubahan sikap ibu ini. Apakah Ibu masih jengkel ataukah tidak terhadap

Bik Sarti, tidak diketahui dalam teks. Tidak ditunjukan alasan dari perubahan

sikap ibu, selain karena dia memang harus melakukan kewajibannya membayar

upah Bik Sarti setiap bulan. Sehingga kesan yang muncul tentang sosok ibu

adalah seorang yang memiliki kecenderungan ingin dinilai baik dan terhindari dari

tuduhan tidak masuk akal yang dilontarkan si anak sebelumnya.

Tidak mengherankan karena dalam cerpen ini yang bertindak sebagai

pencerita adalah tokoh anak, dirinya melakukan penilaian atas sikap ibunya.

Dominasi tokoh anak kemudian menempatkan pembaca seperti

memerankan tokoh anak. Pembaca diposisikan sebagai tokoh anak, mengikuti

penceritaan yang dilakukan oleh tokoh anak. Sehingga pembaca turut dalam alam

pikiran anak

5.10.3. Perempuan Menindas Perempuan Lain

Realitas kejengkelan majikan perempuan (tokoh ibu), kepada pembantu

perempuannya dikonstruksi melalui penceritaan dari tokoh anak. Hal ini

menyebabkan realitas tampil timpang dan begitu menguntung tokoh anak. Karena

pandangan dari anaknya yang tampil dalam cerpen ini. Penggambaran Ibu dalam

Buktinya, baru saja aku bertemu Bik Sarti bersama anaknya, tepat di depan tempat pengungsian ibu. Aku pun berkata kepadanya, "Ibu mengungsi di sini." Namun yang ditonjolkan oleh Bik Sarti adalah ia sendiri yang sakit-sakitan.

Kulihat dari kejauhan, antara mereka berdua terjadi dialog! Dialog, yang baru pertama kali dilakukan selama banjir melanda kota kami. "Sudah kuberikan uang upah untuknya buat bulan kerja yang telah lewat!" ungkap ibu sekembali di rumah. "Bagus, Ibu. Anggap saja pembayaran penuh satu bulan dengan tujuh hari tanpa kerjanya Bik Sarti itu sebagai bantuan korban banjir!" ujarku sambil mengacungkan dua jempol tangan.

Page 57: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

89

tokoh ini cenderung diburukkan. Bik Sarti yang tidak melakukan tugasnya di kala

banjir padahal sudah dibayar upahnya oleh ibu, dinilai sebagai tuntutan tidak

masuk akal adalah keluar dari mulut anak. Pembaca tidak mendapatkan

kemungkinan-kemungkinan lain atas sikap ibu tersebut karena pembaca turut

dalam alam pemikiran anak.

Dengan kode representasi demikian, pengarang ingin menumbangkan

ideologi patriakhi yang banyak muncul pada teks-teks. Melalui realitas yang

dibangunnya, pengarang menampilkan kenyataan baru bahwa penderitaan yang

dialami perempuan sebenarnya tidak hanya disebabkan oleh sosok patriakhi tetapi

juga oleh perempuan itu sendiri, dalam konteks cerpen ini adalah tokoh ibu.

Tokoh ibu adalah gambaran sosok yang memiliki kekuasaan, yang dengan

alat kekuasaannya tersebut kemudian melakukan tuntutan kepada pembantu

rumah tangganya, Bik Sarti. Merasa telah membayar upah Bik Sarti, lantas

membuat ibu ini dengan mudah menuntut pembantu rumah tangganya. Hal ini

dinilai tidak masuk akal oleh anaknya. Tokoh anak tampil memberikan tanggapan

atas apa yang dilakukan ibunya.

Ibu memang melakukan tuntutan terhadap perempuan lain. Namun yang

menarik adalah perempuan ini pula yang menyelesaikan konflik dengan

perempuan lain. Menurut Jean Baker Miller, bagi banyak perempuan ancaman

rusaknya hubungan-hubungan antar pribadi dianggap bukan saja sebagai

hilangnya keterkaitan tapi sebagai sesuatu yang mendekati lenyap-totalnya diri. Ia

menyebut bahwa hal itu bisa menyebabkan masalah-masalah misalnya depresi

(Wolf, 1997: 402). Perempuan memang cenderung melihat relasi interpersonal

untuk menjalin kerja sama, berbeda dengan lelaki yang memandang hubungan

antar pribadi sebagai sebuah persaingan. Konsep genderis ini kemudian

mempengaruhi ibu untuk menjalin hubungan kembali dengan bik Sarti. Meskipun

perempuan melakukan tuntutan terhadap perempuan lain, pada akhirnya

perempuan itu sendirilah yang menyelesaikan konflik. Bik Sarti pun kembali

bekerja dan bersama keluarganya bersilaturahmi ke rumah majikannya.

Page 58: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

90

Tabel 5.10.3

Representasi Feminis dalam Cerpen ‘Banjir Bik Sarti’

Pertama Realitas

Tuntutan Ibu kepada pembantu rumah tangganya, yang

tidak melakukan kerja saat banjir padahal sudah dibayar

upahnya.

Kedua Representasi

Realitas kejengkelan majikan perempuan (tokoh ibu),

kepada pembantu perempuannya dikonstruksi melalui

penceritaan dari tokoh anak. Hal ini menyebabkan

realitas tampil timpang dan begitu menguntung tokoh

anak.

Ketiga Ideologi

Dengan kode representasi demikian, pengarang ingin

menumbangkan ideologi patriakhi yang banyak muncul

pada teks-teks. Melalui realitas yang dibangunnya,

pengarang menampilkan kenyataan baru bahwa

penderitaan yang dialami perempuan sebenarnya tidak

hanya disebabkan oleh sosok patriakhi tetapi juga oleh

perempuan itu sendiri, dalam konteks cerpen ini adalah

tokoh ibu.

Menariknya, konflik antar perempuan terselesaikan oleh

perempuan itu sendiri, karena konsep genderis yang

mana perempuan melihat relasi interpersonal untuk

menjalin kerja sama, berbeda dengan lelaki yang

memandang hubungan antar pribadi sebagai sebuah

persaingan.

Page 59: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

91

5.11. CERPEN 11

5.11.1. Sinopsis Cerpen 11: “Hubungan Abadi”

Hubungan abadi adalah kisah Ragil yang mengalami pertemuan dengan

arwah ibunya yang telah meninggal dunia. Ketika ia menceritakan ini kepada

suaminya, suaminya menentang bahwa itu bukanlah arwah emak, tapi arwah iblis

yang menyamar jadi Emak. Dalam ajaran agamanya pun hal ini telah dijelaskan.

Ragil yang merasa bahwa pertemuan dengan arwahnya adalah hubungan

yang tampak abadi bagi kedua, justru hal itu berbenturan dengan ajaran imannya.

Ragil pun memutuskan untuk tetap menaikan doa dan menikmati pertemuan

dengan emaknya. Karena hal itulah yang membuatnya sejahtera. Keputusannya ini

tentu dirahasiakan dari suami dan jemaat yang dipimpinnya.

5.11.2. Interpretasi Cerpen Hubungan Abadi

Masih berlatar banjir, ‘Hubungan Abadi’ adalah cerita sekuel dari kisah

‘Cermin Peninggalan’ dan ‘Rumah Warisan’. Dalam cerpen ‘Hubungan Abadi’,

Ragil adalah tokoh utamanya, menceritakan pergumulan tentang pertemuan

emaknya yang bentrok dengan ajaran agamanya.

Hubungan Abadi, dapat dikatakan sebagai cerita ini menarik. Pertemuan

dengan Emaknya, bagaimana pertemuan itu dan bagaimana Ragil harus bergumul

dengan iman dan fakta yang ia alami, dituliskan oleh pengarang dari sudut

pandang Ragil, cerpen ini pun menempatkan Ragil sebagai pencerita dan

suaminya sebagai objek yang diceritakan. Penempatan Ragil sebagai subjek,

menguatkan maksud penceritaan, yang mana memang ingin menampilkan

pergumulan iman Ragil sendiri.

Cerpen ini juga berbicara soal belief, fact, ajaran agama yang menggelitik.

"Tidak mungkin. Emak sudah meninggal. Kamu pasti sangat kehilangan beliau dan sangat merindukannya…." "Tidak, Papi… ini betul-betul wajah Emak." "Ingat, Mi… orang yang sudah meninggal tidak bakalan bisa memunculkan diri lagi. Badannya tidur dan rohnya kembali ke Tuhan Pencipta-Nya."

Page 60: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

92

Dalam ajaran agama Ragil, tidak ada konsep bertemu dengan orang mati,

penampakan yang terjadi biasanya ulah iblis. Tapi pada kenyataannya, Ragil

mengalami perjumpaan dengan sosok emaknya. Dia merasakan persekutuan

dengan emaknya. Hal yang nampak dinikmatinya ini justru berbenturan dengan

ajaran imannya.

Kebenaran adalah kenyataan di pikiran kita. Kenyataan yang ada dalam

pikiran Ragil, adalah dia bisa melihat Emaknya, maka dia menerima itu sebagai

sebuah kebenaran. Sementara kenyataan yang lain adalah ajaran agamanya tidak

berkata seperti itu, maka dia tidak menerima ini sebegai kebenaran, tapi

pengalaman imannya dianggapnya sebagai kebenaran. Di sini dapat diketahui,

bagaimana seorang perempuan bisa menimbulkan sebuah kebenaran dalam

pikirannya sendiri. Di saat kebenaran lain yang dianggap sebagai suatu ajaran, itu

tidak mendukung kebenaran yang dia pegang itu.

Cerpen Hubungan Abadi memberikan gambaran perempuan dengan

kebebasan berpikir dan bertindaknya. Jelas tergambar karena diceritakan dari

sudut pandang Ragil, sebagai pencerita.

Kini ketika hubunganku dengan Emak itu tampak akan abadi dengan kehadiran Emak pada tempat-tempat yang aku jumpa, mengapa harus berbenturan dengan ajaran imanku tentang tidak adanya orang mati rohnya bergentayangan bahkan hanya dalam bayang-bayang?

Dalam teguran suamiku, aku tidak hendak lagi bercerita kepadanya tentang kehadiran Emak. Aku memilih diam dan menikmati persekutuanku dengan Emak pada saat-saat ia hadir.

Namun, bila aku yang masih hidup ini merasa tidak sejahtera karena tidak melayangkan doa bagi Emakku ang sudah mati, apa artinya ajaran ini, lebih-lebih aku menjadi sejahtera bila aku mendoakan Emakku yang sudah mati.

"Tapi…" "Ya… itulah ajaran iman kita. Iblis sangat pandai meniru kita dengan pemunculannya sebagai orang yang kita cintai. Seperti hidupnya Nabi Samuel yang telah mati oleh pertolongan perempuan sihir, menampakan diri pada Raja Saul."

Page 61: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

93

Bagaimana pembaca diposisikan diantara pihak yang terlibat? Dalam

pembacaan dominan atas teks ini pembaca diposisikan sebagai Ragil. Mengikuti

kisah pergulatan iman Ragil dapat diketahui bahwa pembaca diajak untuk turut

merasakannya. Bagaimana pergumulan itu benar-benar dirasakan langsung oleh

pembaca dan maksud penceritaan pengarang juga dapat ditangkap sama oleh

pembaca.

Dalam cerpen ini, pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca

melalui sosok Ragil bahwa terkadang ajaran agama yang kita terima tidak selalu

sesuai untuk semua orang. Dia menyentil agamanya sendiri. Jadi pengarang

sebagai narrator secara implisit, mengatakan bahwa kita memiliki ajaran iman,

tapi mungkin ini tidak bisa terjadi pada setiap orang. Karena demikian fakta yang

terjadi pada Ragil. Pengarang pun di sisi lain mengatakan kadang pemimpin

agama pun bisa menyembunyikan kenyataan. Seperti Ragil, menyembunyikan

kenyataannya, untuk mempertahankan ajaran agamanya, supaya dia tidak

dianggap menyimpang dari agamanya.

5.11.3. Pendeta Perempuan

Dalam A Vindication of the Rights of Women (1972), Mary Wollstonecraft

(dalam Jaggar, 1983: 36) berpendapat bahwa perempuan berpotensi secara penuh

untuk menjadi pribadi yang rasional dan berkemampuan lengkap seperti laki-laki

dalam tanggung jawab moral. Fakta bahwa perempuan tidak selalu menyadari

kemampuannya adalah karena dicabutnya pendidikan dan dibatasi dalam ranah

domestik. Seiring perkembangan zaman, tuntutan feminis liberal ini menunjukan

hasilnya, kesempatan pendidikan bagi perempuan terbuka lebar.

Hak atas kesempatan pendidikan ini salah satunya membuat banyak

perempuan bergerak ke ranah publik. Dalam konteks agama, perjuangan feminis

liberal menampakkan hasilnya. Sejarah agama Kristen mencatat bahwa

perempuan menjadi pemimpin agama. Perempuan memainkan peran

kepemimpinan dalam komunitas Kristiani. Suatu kemajuan yang dialami

perempuan.

Page 62: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

94

Dalam cerpen ini, Ragil adalah cerminan dari sosok peremuan yang

menjadi pemimpin agama. Dirinya telah mengalami kesetaraan secara profesi

dengan suaminya, yang juga menjadi pemimpin agama. Kesamaan profesi

tersebut, membuat keduanya dapat menciptakan diskusi yang hidup mengenai

arwah Emak yang menampakkan diri kepada Ragil.

Meski begitu, tampak juga gambaran perempuan yang menghindari

konflik. Disamping tidak ingin bertengkar dengan suaminya, dia juga menyimpan

hal itu dari jemaatnya, agar tidak dianggap menyimpang dari ajaran agama. Peran

perempuan sebagai peace maker karena tidak mau timbul konflik. Namun mesti

diakui bahwa Ragil adalah gambaran perempuan yang merdeka dalam pikirannya.

Dia dapat menimbulkan kebenaran di dalam pikirannya, di saat kebenaran lain

menyangkalinya. Apa yang dilakukan oleh Ragil mencerminkan perjuangan

feminis liberal, yang mana sangat menitikberatkan perjuangannya pada ide

keunikan manusia yang otonom yang mampu membuat pilihan-pilihan bebas

karena rasionalitasnya (Arivia, 2006:47).

Selain penggambaran Ragil sebagai perempuan yang mandiri dan

berpendidikan, cerpen ini juga menampilkan suatu wacana yang berbeda.

Penempatan Ragil sebagai pencerita juga mengandung ideologi tertentu. Pada

banyak teks, sering kali memarjinalkan gagasan tertentu. Misalnya dalam dunia

kedokteran, ekslusi (bagaimana sesorang atau gagasan dikucilkan dalam

pembicaraan) dilakukan terhadap pengobatan tradisional. Dukun sering

direpresentasikan sebagai tidak ilmiah, tidak berdasar dan penipu. Sebaliknya

dokter dipandang ilmiah, baik dan dapat memprediksi penyakit serta

penyembuhannya. Misrepresentasi ini hasilnya mengucilkan dan memarjinalkan

keberadaan pengobatan lain di luar ilmu kedokteran meskipun sama-sama

bertujuan menyembuhkan penyakit. Serupa dengan cerpen ini, terdapat pergulatan

wacana antara ajaran agama dan pengalaman iman seseorang. Lazimnya, wacana

ajaran agama akan dimenangkan, karena merupakan gagasan mainstream. Tetapi

dengan diceritakan sendiri oleh tokoh yang mengalami, menghindari

misrepresentasi dan menjadikan teks ini memberikan wacana yang berbeda dan

kenyataan baru bagi khalayak.

Page 63: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

95

Akhirnya ideologi feminis liberal benar-benar terepresentasikan dalam

cerpen ini melalui penggambaran Ragil dan penempatannya sebagai subjek

pencerita.

Tabel 5.11.3

Representasi Feminis dalam Cerpen ‘Hubungan Abadi’

Pertama Realitas

Pergumulan Ragil tentang pertemuan emaknya yang

bentrok dengan ajaran agamanya. Perempuan bisa

menimbulkan sebuah kebenaran dalam pikirannya

sendiri. Di saat kebenaran lain yang dianggap sebagai

suatu ajaran, itu tidak mendukung kebenaran yang dia

pegang itu.

Kedua Representasi

Realitas tersebut digambarkan sebagaimana mestinya,

karena diceritakan langsung oleh Ragil, tokoh yang

mengalaminya. Pembaca yang ditempatkan sebagai Ragil

akhirnya pun juga memahami realitas sebagaimana yang

didefinisikan oleh Ragil.

Ketiga Ideologi

Melalui penempatan Ragil sebagai subjek dan

penggambaran Ragil yang bebas dan pribadi yang intelek

menghasilkan sebuah wacana yang terhindar dari

misrepresentasi. Seluruh elemen tersebut

diorganisasikan, hingga dapat diketahui dalam cerpen ini

pengarang menampilkan ideologi feminisnya, dengan

aliran liberal.

Page 64: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

96

5.12. CERPEN 12

5.12.1. Sinopsis Cerpen 12: “Anak Walikota”

Kisah mengenai seorang perempuan belia yang bekerja sebagai penyanyi

dangdut di sebuah kafe. Kelemahan finansial membuat ia memutuskan bekerja

membantu meringankan beban hidup keluarganya.

Suatu hari dia bersama seorang tamu kafe berbincang mengenai banyak

hal. Dengan jujur dan terbuka, perempuan ini menceritakan kehidupan pribadinya,

keluarganya dan teman-temannya kepada tamu lelaki tersebut. Ia pun

menceritakan perjumpaannya dengan seorang anak walikota. Kepada tamu ini, dia

mengatakan ketidakberaniannya untuk bercerita jujur saat bertemu anak walikota.

Berbeda dengan apa yang dilakukannya pada tamu lelakinya.

Panjang lebar ia berkisah kepada tamu lelakinya. Ternyata tamu lelaki

tersebut adalah anak walikota yang sedang menyamar dan menyatakan

kesediaannya menjadi body guard bagi perempuan itu.

5.12.2. Interpretasi Cerpen “Anak Walikota”

Cerpen kedua belas ini ingin bercerita tentang rasa ketertarikan seorang

perempuan muda, penyanyi dangdut terhadap anak walikota. Jumpa pertama

membekaskan sebuah perasaan pada anak walikota itu.

Dalam pembacaan cerita pendek ‘Anak Walikota’, dapat diketahui bahwa

penceritanya adalah tokoh perempuan sendiri. Bagaimana pertemuannya dengan

lelaki anak walikota itu, bagaimana anak walikota tertarik pada dirinya dan

bagaimana harapan perempuan pada anak walikota ini, semua disampaikan oleh

tokoh perempuan ini.

"Obrolan kami tiga gadis membicarakan banyak hal, namun rupanya si anak walikota tertarik pada si gadis menor. Aku!! Hihihi… Aku ditanya kerjaku apa,, kegiatanku sehari-hari apa." Si anak walikota dengan mobil Baby Benz sampai rumah, dan masuk rumah megah. Ia istirahat di kelam malam membayangkan aku yang berpakaian seksi, bukan membayangkan dua temanku yang berpakaian sekolah.

Page 65: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

97

Lelaki, anak walikota ini kehadirannya ditampilkan oleh suara dari tokoh

perempuan. Hal ini semakin memperkuat kesan tentang ketertarikan perempuan

ini pada lelaki. Sementara tidak diketahui bagaimana sebenarnya perasaan lelaki

itu terhadap perempuan. Ketertarikan lelaki dan saat dia membayangkan

perempuan ini tidak dilontarkan dari lelaki ini sendiri, tapi disampaikan oleh

tokoh perempuan.

Terdapat perbedaan saat perempuan ini menghadapi tamu lelaki dan anak

walikota. Kepada tamu lelaki, dengan terbuka dia menceritakan hidup dan dirinya.

Sementara kepada anak walikota dia tidak berani. Rasa gengsi dan sikap ‘jaga

image’ membuat perempuan ini tidak berani menceritakan dirinya secara jujur.

Ketertarikannya pada lelaki ini membuat ia berbohong. Karena dia tahu bahwa

ada satu halangan yang mencolok ketika dia menjalin hubungan dengan lelaki ini,

yaitu kesenjangan ekonomi. Maka di cuplikan berikut, pencerita memaparkan

harapannya agar dirinya dan lelaki--anak walikota, ini dalam meniadakan

halangan pada hubungan khusus yang mereka ingin jalinan.

Pada akhirnya, rasa ketertarikan perempuan ini pun berujung. Anak

Walikota itu yang dinantikan ternyata telah bersama dia, menemani bercerita.

Sebagai yang diceritakan, lelaki ini tidak banyak berkomentar atas apa yang

dipaparkan perempuan dalam cerita ini. Dia hanya lebih banyak diam, mendengar

dan menanggapi agar perempuan ini melanjutkan ceritanya.

"Mmmm… Aku tidak berani mengungkapkan kondisi yang sebenarnya. Aku mengaku datang dari keluarga kaya. Tinggal di Taman Pesona dan ayahku dokter. Ibuku juga dokter. Aku berpakaian menor, ku bilang memang karena kesukaanku mencoba mode-mode pakaian terbaru dalam keseharian selepas sekolah bersama teman-teman."

…… Angan anak walikota bertemu dengan anganku anak penarik becak, yang masih sebagai gadis berpakaian seksi di mattanya. Kami masing-masing tidur disaksikan cahaya rembulan yang mampu menerobos atap-atap rumah kami. Sebagaimana angan anak walikota dan anganku anak penarik becak mampu menyaput rintangan dan penghalang. ……

Page 66: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

98

Lelaki, anak walikota itu ternyata memberi kejutan pada perempuan muda

ini. Dia pun sengaja mencari perempuan ini. Perempuan dalam cerpen ini adalah

pihak yang beruntung. Bila dalam penceritaan dia merasa bahwa rasa ketertarikan

dan rindu bertemu dengan lelaki hanya untuk dikenang. Di akhir cerita, lelaki

sebagai yang diceritakan memberikan jawaban atas rasa suka perempuan ini.

Bahwa lelaki ini pun menyimpan rasa yang sama, hal itu ditunjukan melalui

kesediaannya menjadi body guard, pelindung bagi perempuan ini. Mengingat

pekerjaan perempuan itu sebagai kafe, bekerja di malam hari dengan pakaian sexy

mengundang perhatian banyak lelaki.

Penceritaan yang dilakukan oleh perempuan ini, menempatkan

pembacanya seolah memperankan tokoh perempuan muda ini. Sehingga apa yang

diterima dalam pembacaan cerpen ini adalah pandangan dari sudut tokoh

perempuan.

Kisah ketertarikan dan harapan perempuan yang diceritakan oleh

perempuan sendiri, memang tepat. Sehingga pembaca yang diposisikan sebagai

tokoh perempuan benar-benar merasakan bagaimana pengalaman yang dialami

perempuan ini.

5.12.3. Perempuan Membaca yang Tersirat

Seperti sebelumnya, pengarang kembali menempatkan perempuan sebagai

pencerita. Dalam cerpen ini pengarang, melalui tokoh perempuannya,

menghadirkan realitas percintaan sesama manusia yang berbeda kelas sosial.

Dalam ‘Anak Walikota’ perbedaan kelas sosial adalah hal yang menjadi

kekhawatiran tokoh perempuan. Dari kekhawatiran tersebut menyebabkan sikap

perempuan muda ini tidak jujur dan tidak terbuka.

"Jadi kita menikmati udara bersih, pada malam atau pagi hari?" aku bertanya lagi. "Pada malam hari." "Mengapa?" "Sebab pada mala harilah kamu bertemu anak walikota itu. Anak walikota itu, sebetulnya, aku, yang kini menjadi body guard-mu," jawab lelaki yang sejak tadi bersamaku. Ia mencopot kumis dari atas bibirnya.

Page 67: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

99

Realitas yang ditandakan melalui cerita dari perempuan tersebut,

memberikan gambaran tentang perempuan dengan kemampuan membaca hal-hal

yang tersirat melalui perilaku orang lain. Penelitian terhadap otak manusia

memperlihatkan bahwa perempuan lebih baik dalam menangkap pesan-pesan

tersirat yang berhubungan dengan kondisi emosional dibanding pria. Kaum

perempuan diyakini mampu menangkap pesan di balik bahasa tubuh dan pesan

tersirat tentang rasa sedih, frustrasi, dan kecewa. Perempuan dilengkapi dengan

keterampilan penginderaan yang lebih peka daripada pria. Hal ini adalah hasil dari

internalisasi yang diperoleh secara turun-menurun, sebagai seseorang yang

mengandung bayi, pelindung tempat tinggal, mereka harus memiliki kemampuan

untuk merasakan perubahan perasaan dan perilaku yang palng lembut sekalipun

dari orang lain. Sebagai pelindung tempat tinggal, perempuan harus

mengamankan keluarga mereka, sehingga dia harus mampu melihat perubahan

sekecil apapun dalam perilaku orang-orang sekira, yang mungkin saja merupakan

tanda-tanda sakit, lapar, terluka, agresi atau perasaan tertekan. Perempuan

memiliki sebuah intuisi yang merupakan kemampuan halus mereka untuk melihat

rinci kecil dan perubahan dari penampilan ataupun perilaku orang lain. Dalam hal

ini perempuan memiliki kepekaan yang luar biasa.

Perempuan mampu membaca apa yang tersirat dari apa yang diucapkan

oleh seseorang. Melalui bahasa tubuh dan intonasi suara, perempuan memiliki

kemampuan membaca apa yang tersirat. (Pease,2005:58 dan 76). Kepekaan

"Obrolan kami tiga gadis membicarakan banyak hal, namun rupanya si anak walikota tertarik pada si gadis menor. Aku!! Hihihi… Aku ditanya kerjaku apa,, kegiatanku sehari-hari apa."

Si anak walikota dengan mobil Baby Benz sampai rumah, dan masuk rumah megah. Ia istirahat di kelam malam membayangkan aku yang berpakaian seksi, bukan membayangkan dua temanku yang berpakaian sekolah.

Page 68: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

100

perempuan lebih peka dari seribu matahari. 3

Penggambaran perempuan yang demikian dan sajian realitas yang

ditandakan melalui penceritaan perempuan dapat diketahui bahwa pengarang

hanya ingin menampilkan gagasan mengenai citra perempuan yang berbeda,

belum sampai ideologi perjuangan gender. Bahwa dengan tidak jujur dan terbuka,

tidak berarti perempuan ini dengan kualitas diri yang buruk. Tapi kemampuan

membaca yang tersirat, menjadikan perempuan berhati-hati dalam bersikap.

Terlebih sikap pada orang yang menarik perhatiannya dengan kesadaran

perbedaan kelas sosial yang mungkin saja menghalangi hubungan keduanya.

Perempuan umumnya memiliki

kepekaan yang lebih tinggi, mereka mampu membaca sinyal, bahasa tubuh, vocal

mau pun bahasa verbal orang lain. Sehingga mereka akan sangat mudah

memahami apa yang dirasakan dan diinginkan orang lain. Demikianlah yang

terjadi pada perempuan di cerpen Anak Walikota ini, dia merekam dan dapat

memaknai sikap dan perlakuan anak walikota terhadap dirinya. Sehingga persepsi

yang muncul adalah anak walikota itu tertarik pada dirinya. Sedangkan laki-laki,

kebanyakan bukanlah pembaca pikiran yang baik. Umumnya laki-laki tidak

mampu membaca segala keinginan perempuan yang memang tidak terbahasakan.

Belum menemukan jawaban, membuat lelaki-anak walikota ini, mencari

perempuan ini. Dengan menyamar dia mencari informasi verbal secara lengkap,

sehingga tahu bagaimana perasaan perempuan ini sesungguhnya.

Tabel 5.12.3

Representasi Feminis dalam Cerpen ‘Anak Walikota’

Pertama Realitas

Ketertarikan seorang perempuan muda, penyanyi dangdut

terhadap anak walikota. Hal tersebut diutarakan kepada tamu

café. Ternyata, tamu tersebut adalah anak walikota yang

menyamar untuk mencari perempuan.

Kedua Representasi

3Ungkapan penyair perempuan dari Aceh, Rosni Idham, dalam Hafidzoh, Siti Muyassarotul. 2012. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/01/25/174795/Berdaya-sejak-dari-Pikiran diakses pada 20 Juni 2012, pukul 23.01 WIB

Page 69: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

101

Kisah ketertarikan dan harapan perempuan pada anak

walikota, yang diceritakan oleh perempuan sendiri,

memang tepat. Dan pembaca yang diposisikan sebagai

tokoh perempuan benar-benar merasakan bagaimana

pengalaman yang dialami perempuan ini.

Ketiga Ideologi

Penggambaran perempuan yang demikian dan sajian

realitas yang ditandakan melalui penceritaan perempuan

dapat diketahui bahwa pengarang hanya ingin

menampilkan gagasan mengenai citra perempuan yang

berbeda, belum sampai ideologi perjuangan gender

5.13. CERPEN 13

5.13.1. Sinopsis Cerpen 13: “Di Balik Gunung”

Kisah yang diangkat dari cerita wayang Kerajaan Kediri. Dalam cerpen ini

diceritakan mengenai kerinduan Galuh Candra Kirana pada seseorang lelaki yang

dicintai, Inu Kertapati. Peperangan yang terjadi menyebabkan ia begitu sulit ia

bertemu dengan Inu Kertapati. Galuh Candra Kirana menanggung akibat dari

peperangan antara Kerajaan Jenggala dimana ayahnya berkuasa melawan kerajaan

Panjalu, kerajaan kekuasaan ayah Inu Kertapati. Keadaan semakin sulit bagi

Galuh Candra Kirana.

Yang bisa ia lakukan adalah dengan banyak pergi ke budur atau biara

untuk menaikan doa. Selain itu, sebagai putri kerajaan ia cukup beruntung

dibanding perempuan-perempuan lain, ia bisa mengunjungi tempat-tempat

penting di Jenggala meski dengan pengawalan ketat. Ia dapat mengenal para

laskar kerajaan.

Diantara tempat-tempat yang dikunjungi, Galuh seringkali merasakan

sesuatu saat berkunjung di lokasi pertahanan sektor tengah. Perasaannya tersebut

berkaitan dengan tempat paling selatan di wilayah Jenggala. Yaitu, di balik

gunung Pawitra, karena di sanalah Inu Kertapati berada. Hasratnya semakin besar

untuk bertemu Inu Kertapati. Ia berdoa agar dapat bertemu dengan Inu Kertapati

Page 70: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

102

bagaimanapun caranya. Doanya semakin tekun ketika keadaan semakin menegang

karena perang.

5.13.2. Interpretasi Cerpen “Di Balik Gunung”

Di Balik Gunung merupakan kisah asmara dan rindu Galuh Candra Kirana

kepada Inu Kertapati. Cerpen ini diceritakan oleh pencerita tunggal Galuh Candra

Kirana. Semua narasi dan dialog adalah dominasi dari pencerita tunggal.

Dalam cerpen ini, pengarang kembali menjadi seorang omnicienst,

pengarang serba tahu. Pengarang benar-benar mendalami peran sebagai Galuh

Candra Kirana. Sebagai pencerita tunggal, Galuh Candra Kirana digambarkan

bersama perasaan galau akan cinta dan rindunya pada Inu Kertapati. Menjadi

pencerita membuat Galuh Candra Kirana memaparkan semua perasaannya itu

secara lengkap oleh dirinya sendiri, tidak diwakili oleh suara orang lain.

Subjek cerita memaparkan secara jelas bagaimana hasratnya untuk

bertemu seorang yang dikasihinya. Inu kertapati sebagai yang diceritakan, tidak

ditemukan mengungkapkan bagaimana dengan dirinya. Hal ini dilakukan oleh

pengarang, karena memang ingin menonjolkan sisi Galuh Candra Kirana.

Gambaran perempuan yang menaruh harapan pada cintanya bahkan di saat perang

melanda.

"Kakanda Inu Kertapati… di mana, Kau, Kanda? Banyak anak sungai di Jenggala, namun ku tahu pasti hanya induk sungai Brantas yang bakal menyatukan kita. Haruskah kususuri sungai induk ini ke arah hulu untuk bertemu denganmu? Atau, kemarilah Kanda, berjalanlah mengikuti alirannya, ke sini, kepadaku," katanya dengan mata berbuah berkaca-kaca.

"Ayolah berenang menyeberangi air bermerah darah pejuang. Di sini aku menanti dengan memegang bunga perdamaian. Akan ku sambut erat jemari tanganmu. Kita berjalan bersisian. Tapak kaki kita menjejak lembut, mengubah pasir bibir kali menjadi bibir lompatan rahasia kita mencipta perdamaian abadi Jenggala dan Panjalu," bisik lembut putri Galuh Candra Kirana dengan perantaraan angin.

Page 71: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

103

Dalam pembacaan dominan, pembaca diposisikan sebagai Galuh Candra

Kirana. Cara seperti ini baik dilakukan karena sesuai dengan maksud penceritaan

yaitu mengisahkan kegalauan hati Galuh Candra Kirana. Disampaikan melalui

dirinya sendiri, membuat pembaca akhirnya mendapatkan ungkapan rasa yang

sesungguhnya yang disampaikan oleh tokoh yang mengalami langsung.

5.13.3. Perempuan yang Tekun dalam Pengharapan

Penempatan Galuh Candra Kirana sebagai pencerita, menampilkan realitas

tentang kerinduan dan harapan Galuh Canda Kirana pada pujaan hatinya, Inu

Kertapati.

Galuh Candra Kirana berusaha untuk bertemu dengan Inu Kertapati. Tapi

karena dirinya perempuan, dia tidak mendapatkan akses itu. Dirinya cukup

beruntung atas statusnya sebagai putri raja, setidaknya dirinya bisa pergi keluar,

'Meski seandainya pun aku rakyat biasa, bukankah seorang gadis sepertiku juga tidak dapat bepergian ke mana suka? Bukankah hanya para lelaki yang bebas pergi ke mana pun ingin?' ' Hanya karena aku putri raja, maka aku dapat berkunjung ke tempat-tempat penting di Jenggala, meski dengan pengawalan ketat balatentara kerajaan,' renungnya dengan kepala menunduk.

"Aku harus turut menanggung akibat peperangan yang tak henti antara kerajaan Jenggala, dimana ayahanda Mapanji Garasakan yang berkuasa, berperang melawan kerajaan Panjalu di mana pamanda Sri Samarawijaya, ayahanda Kakanda Inu berkuasa, sesal Galuh Candra Kirana menundukkan kepala.

Rasanya debar dada Galuh Candra Kirana ada kaitannya dengan tempat itu. Ya, rasanya ada kaitannya dengan tempat paling selatan dari wilayah kerajaan Jenggala. Ya. Karena, di balik Gunung Pawitra itu, "Pastilah Kakanda Inu Kertapati berada,"kata Galuh Candra Kirana lalu mengigit bibir, dengan dada bergetar kencang. Di balik Pawitra, salah satu sisinya adalah wilayah kerajaan Panjalu, di mana Inu Kertapati menjadi putra mahkota. ……….."Tolonglah hamba Sang Hyang Wenang…"lanjutnya, "Pertemukanlah hamba dengannya, apapun caranya, lewat jalan di Pawitra, maupun menyusuri arah berlawanan aliran Brantas menuju tempat kami berada……

Page 72: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

104

berkunjung ke tempat-tempat penting. Kekhususan yang dimiliki Galuh Candra

Kirana sebagai perempuan, tidak membuat dirinya berjuang lebih keras untuk

bertemu dengan Inu Kertapati. Apa yang dilakukan oleh Galuh Candra Kirana

dengan senantiasa berdoa memang hal yang luar biasa. Berdoa memang menjadi

kekuatan setiap umat manusia. Namun, manusia juga tetap perlu bergerak.

Kekuatan doa menjadikan kita bergerak dengan tidak mengandalkan kekuatan

manusia semata. Berdasarkan fakta yang dipaparkan ini, tidak menunjukan

gagasan pengarang mengenai perjuangan seorang perempuan. Hanya terdapat

gambaran pengharapan perempuan akan orang yang dicintainya. Bisa jadi

mungkin hal ini disengaja, karena pengarang hanya ingin mengangkat realitas

mengenai betapa Galuh Candra Kirana menyimpan hasrat rindu dan cintanya.

Mengingat pula ciri khas cerita pendek hanya memaparkan satu pokok masalah.

Tabel 5.13.3

Representasi Feminis dalam Cerpen “Di Balik Gunung”

Pertama Realitas

Di Balik Gunung merupakan kisah asmara dan rindu

Galuh Candra Kirana kepada Inu Kertapati. Cerpen ini

diceritakan oleh pencerita tunggal Galuh Candra Kirana,

dengan dominasi pada semua narasi dan dialognya.

Kedua Representasi

Sebagai pencerita, Galuh Candra Kirana memaparkan

semua perasaannya itu sendiri, tidak diwakili oleh suara

orang lain. Gambaran perempuan yang tampil dalam

cerpen ini adalag perempuanyang menaruh harapan pada

cintanya bahkan di saat perang melanda.

Ketiga Ideologi

Berdasarkan fakta yang dipaparkan ini, tidak

menunjukan gagasan pengarang mengenai perjuangan

seorang perempuan. Hanya terdapat gambaran

pengharapan perempuan akan orang yang dicintainya.

Page 73: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

105

5.14. Ringkasan Representasi Feminis Dalam Cerpen 13 Perempuan Karya

Yonathan Rahardjo

Tabel 5.14.

Ringkasan Ringkasan Representasi Feminis Dalam Cerpen 13 Perempuan Karya

Yonathan Rahardjo

No Judul Cerpen Ideologi Pengarang

1

”Cerita

Perempuan”

Kisah perempuan yang ditandakan melalui penceritaan tokoh

laki-laki menggiring pembaca untuk menjadikan pandangan

tokoh laki-laki yang tampil. Hal ini tentu kian

melanggengkan ideologi patriakhi. Namun pengarang

berusaha menjadi seorang pribadi yang lebih egaliter,

memandang perempuan sebagai sesamanya yang sederajat

dengan menampilkan gambaran perempuan lebih positif.

2

”Tanya

Tukang Cuci”

Kisah perempuan yang ditandakan melalui penceritaan

perempuan ini sendiri. Penderitaan dan perjuangan yang

dialami keluar dari tokoh yang bersangkutan yaitu

perempuan. Namun, adanya unsur heroisme di akhir cerita

yang ditunjukan oleh tindakan anak kos, menjadikan teks ini

bias. Hal ini mencerminkan ideologi pengarang yaitu gagasan

untuk memperbaiki citra laki-laki yang biasa di-cap sebagai

penyebab penderitaan perempuan

3

”Masuknya

Lelaki Itu”

Pengarang memaparkan sikap yang tidak jelas dari

perempuan ini sebenarnya untuk menunjukan bahwa

perempuan ini belum memiliki kualitas diri yang tinggi.

Bukan mengkritik, pengarang justru menunjukan

kepeduliannya terhadap kasus-kasus mengenai tenaga kerja

wanita, khususnya pengembangan SDM Tenaga kerja.

Page 74: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

106

4 ”Kekuatanku”

Kode-kode representasi yang dilakukan melalui penempatan

perempuan sebagai subjek pencerita dan pembaca yang

ditempatkan sebagai tokoh perempuan, berhasil menyajikan

realitas yang utuh dan apa adanya mengenai penindasan dan

perjuangan perempuan. Ideologi yang muncul adalah

feminisme sosialis.

5

”Cermin

Peninggalan”

Kebanggaan ibu yang diceritakan oleh aktornya langsung,

menjadikan realitas tampil apa adanya. Dan memunculkan

ideologi pengarang tetang perjuangan perempuan dengan

aliran liberal.

6

”Rumah

Warisan”

Kelelakian pengarang tidak lantas membuatnya sepakat atas

dominasi kakak-kakak lelaki Ragil. Pengarang justru

menampilkan gagasan kesetaran gender dengan aliran liberal.

7

”Ingat Pesan

Sarni”

Realitas perjuangan hak atas rumah warisan tersebut

menggambarkan pemikiran feminis sosialis dari pengarang.

Pengarang dalam cerpen ingin menunjukan kepeduliannya

terhadap mereka yang dihilangkan haknya, terutama

perempuan yang kerap kali dianggap lemah tak berdaya

sehingga menjadi korban kekuasaan.

8

”Tetangga

Nenek”

Penempatan tamu sebagai pencerita akhirnya memunculkan

ideologi familiasme, yang justru kian menyudutkan posisi

perempuan. Ideologi ini mengkontruksi perempuan sebagai

istri yang baik, melayani dan setia kepada suami. Pemikiran

pengarang ini tentu dipengaruhi secara langsung dengan

kelelakian pengarang.

9

”Korban

Banjir”

Penempatan perempuan sebagai pencerita dan gambaran

perempuan yang berbeda mewakili gagasan pengarang bahwa

perempuan juga dapat berpikir rasional, bahkan perempuan

juga bijak. Gagasan ini merupakan cerminan dari poin

perjuangan kaum feminis liberal.

Page 75: Representasi Perempuan Dalam Buku 13 Perempuan...gerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. Kedua Representasi Elemen-elemen di atas

107

10

”Banjir Bik

Sarti”

Pengarang ingin menumbangkan ideologi patriakhi yang

banyak muncul pada teks-teks. Melalui realitas yang

dibangunnya, pengarang menampilkan kenyataan baru bahwa

penderitaan yang dialami perempuan sebenarnya tidak hanya

disebabkan oleh sosok patriakhi tetapi juga oleh perempuan

itu sendiri, dalam konteks cerpen ini adalah tokoh ibu.

Menariknya, konflik antar perempuan terselesaikan oleh

perempuan itu sendiri

11

”Hubungan

Abadi”

Melalui penempatan Ragil sebagai subjek dan penggambaran

Ragil yang bebas dan pribadi yang intelek menghasilkan

sebuah wacana yang terhindar dari misrepresentasi. Seluruh

elemen tersebut diorganisasikan, hingga dapat diketahui

dalam cerpen ini pengarang menampilkan ideologi

feminisnya, dengan aliran liberal.

12

”Anak

Walikota”

Penggambaran perempuan dan sajian realitas yang ditandakan

melalui penceritaan perempuan dapat diketahui bahwa

pengarang hanya ingin menampilkan gagasan mengenai citra

perempuan yang berbeda, belum sampai ideologi perjuangan

gender

13

”Di Balik

Gunung”

Melalui kode representasional, tidak menunjukan gagasan

pengarang mengenai perjuangan seorang perempuan. Hanya

terdapat gambaran pengharapan perempuan akan orang yang

dicintainya.