“representasi pelanggaran ham di indonesia...
TRANSCRIPT
“REPRESENTASI PELANGGARAN HAM DI INDONESIA
DALAM PROGRAM DOKUMENTER TELEVISI”
(Analisis Semiotik Sosial Program Melawan Lupa di Metro TV)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Ririn Sefrina
NIM: 1110051100091
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Oktober 2014
Ririn Sefrina
i
ABSTRAK
Ririn Sefrina (1110051100091)
“Representasi Pelanggaran HAM di Indonesia dalam Program Dokumenter
Televisi (Analisis Semiotik Sosial Program Melawan Lupa di Metro TV)”
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki setiap orang sejak ia
dilahirkan. Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, kasus pelanggaran HAM
masih saja terjadi. Tak pelak Indonesia pernah didesak dunia internasional karena
diduga melakukan pembiaran terhadap tragedi Santa Cruz yang memakan banyak
korban dan menjadi latar belakang berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNAS HAM) sebagai tumpuan bagi para korban HAM dalam
menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
Maria Katarina Sumarsih salah satu ibunda dari korban pelanggaran
HAM yang menjadi koodinator aksi kamisan. Dari aksi kamisan ini, Maria
bersama para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM menuntut
pemerintah untuk segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang
terjadi pada masa lampau hingga saat ini. Realita ini yang dibahas dalam program
dokumenter Melawan Lupa di Metro TV episode “Di Bawah Payung Hitam”.
untuk mengetahui representasi dari program ini, maka lebih tepat menggunakan
pendekatan model semiotika sosial oleh M.A.K Halliday.
Dari penelitian ini ingin mengetahui bagaimana medan wacana, pelibat
wacana dan sarana wacana yang merepresentasikan seperti apa pelanggaran Hak
Asasi Manusia pada episode “Di Bawah Payung Hitam”. Melalui observasi video
ditunjang dokumen naskah yang relevan akhirnya realitas dari representasi
pelanggaran HAM dapat ditemukan.
Hasil penelitian menunjukkan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia di Indonesia digambarkan oleh Melawan Lupa melalui video-video aksi
unjuk rasa menuntut keadilan atas pelanggaran HAM dari aksi kamisan, unjuk
rasa penyelesaian kasus pembunuhan Munir, dan video tragedi kerusuhan ’98 dan
tragedi Santa Cruz yang menjadi acuan bukti dari gambaran kekerasan yang
menjadi penyebab terjadinya pelanggaran HAM. Selain itu visualisasi dari gambar
representasi juga menggunakan gambar karikatur dan artikel tulisan pada koran
yang di capture dan menjadi alat representasi bukti yang berhubungan dengan isu
HAM.
Medan wacana yang merujuk pada apa yang terjadi lebih menonjol pada
aksi kamisan yang menggambarkan perjuangan langkah advokasi meneggakkan
HAM. Narasumber dalam hal ini berperan sebagai pelibat wacana pada teks narasi
berfungsi menjelaskan lebih detail apa yang ingin disampaikan oleh media Metro
TV mendukung gambaran pelanggaran HAM yang terjadi. Sarana wacana yaitu
gaya bahasa yang digunakan oleh Metro TV lebih menitik beratkan pada gaya
bahasa deskriptif sebagai gambaran dari medan wacana/ apa yang terjadi pada
gambar. Sedangkan kalimat yang mengandung gaya bahasa hiperbola mendukung
ideologi dari Melawan Lupa menekankan pada urgensi dan pentingnya
penyelesaian atas kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan petunjukNya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam
senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan sahabatnya.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) program Strata 1 Konsentrasi
Jurnalistik jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tentunya dalam proses penulisan skripsi ini peneliti juga membutuhkan
bantuan orang lain untuk itu, izinkanlah saya memberi ucapan terima kasih
kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan,
M.Ag dan Wakil Dekan I bidang Akademik Bapak Dr. Suparto, M.Ed, M.A,
Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Jumroni, M.Si, Wakil
Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. H. Sunandar Ibnu Nur, M.Ag.
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Bapak Kholis Ridho, M.Si dan Sekretaris
Konsentrasi Jurnalistik, Ibu Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A yang telah
membantu mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Rachmat Baihaky,
M.A dan Sekretaris Jurusan KPI Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si yang memberi
support dan dukungan kepada saya.
iii
4. Dosen Pembimbing Skripsi Bapak Dr. Tantan Hermansah, M.Si yang telah
membimbing, mengarahkan, dan memberi semangat.
5. Mas Aji Baskoro yang pada tahun lalu masih menjadi reporter Melawan Lupa
dan ternyata mulai Januari tahun 2014 beralih profesi menjadi tim running text
Metro TV dan kepada Bapak Sulardi selaku produser program dokumenter
Melawan Lupa, terima kasih banyak penulis ucapkan karena ditengah
kesibukan mereka masih menyempatkan untuk membantu peneliti mengenai
konten dari program ini.
6. Kedua orang tua saya, Alm. Papa Amrin bin Djamarin Pakih terima kasih
sudah mengajarkan peneliti menjadi anak yang kuat dan pantang menyerah.
Mamaku yang cantik Sofiatun, terima kasih untuk kesabarannya dan selalu
mengingatkan saat waktu makan telah tiba.
7. Nenekku mbah Umi yang ternyata juga perhatian pada penelitian saya. Om dan
tante favorit Muhammad Nafi dan Wita Rachmawati.
8. Kedua kakakku Eva Deli Sovia dan Nirmala Sari yang telah memberikan
banyak nasehat dan berbagi pengalaman demi masa depan peneliti. Adikku
Rizki Puput Fathonah yang menghibur di kala jenuh melanda.
9. Kedua kakak iparku Mas Riyadi Mahawira dan Kak Gunawan yang juga
memberi beberapa bantuan dan support ketika sedang dalam proses penulisan
skripsi ini.
10. Sahabat seperjuangan Rosalia Nilam, Devi Suhailiah, Megawati Agustini, Fitri
Aningsih, Arsitta Aghniya Mursalati, Nisa Chaerani Hisan dan Irma Voni
Terima kasih untuk kalian yang selalu saling support, setia mendengarkan
iv
cerita suka duka dan menjadi sahabat akrab peneliti selama empat tahun
terakhir.
11. Teman seperjuangan di kelas Jurnalistik C UIN Syarif Hidayatullah Kaka
Silmy Kaafah, Annisa Putri, Widya Mardhotillah, Siti Ufi Nurluthfiah, Meylisa
Agustina, Regita Rafinna, Isye Naysila, Ernawati Kurniawan, Nandri
Prilatama, Andy Syaiful Fahmi, Ali Rahman Mutajali, Achmad Fauzi, Aji
Sasongko, Ambar Putra, Kenwal Lamanda, Fachri Hermansyah, Adriansyah
Pratama dan lainnya.
12. Teman-teman Jurnalistik A dan B UIN Syarif Hidayatullah Angkatan 2010
yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
13. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) kelompok Seruling, Abang Riyan,
Ujang, Rian Zani, Ivan, Rifki, Faisal, Fikki, Hafids, Aini, Ines, Putri, Dias,
Dinar, Fani, Ocha.
14. Sahabat SMA Tito Adiputro, Nurdiani Sabilla, Siti Sofiah, Nylam Megawati,
Isnaini Sakinah, Rizki Irkanti Halallia, Muvida Mario, Yusrina Rahma Dewi
dan Robin Gabriel Cobis yang beberapa masih menjalin kontak dengan
peneliti.
Jakarta, Oktober 2014
Ririn Sefrina
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .........................................................4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................5
D. Metodologi Penelitian .......................................................................6
E. Tinjauan Pustaka ...............................................................................9
F. Sistematika Penulisan .......................................................................10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Semiotika ........................................................................................12
1. Simbol Bahasa...........................................................................16
2. Semiotika Sosial M.A.K Halliday.............................................20
B. Media Visual Televisi .....................................................................25
C. Representasi ....................................................................................26
D. Program Dokumenter .....................................................................27
E. Hak Asasi Manusia ........................................................................28
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Metro TV ..............................................................................35
B. Program Acara Dokumenter Melawan Lupa ..................................37
1. Latar belakang program ............................................................39
2. Testimoni Penonton Program Melawan Lupa ..........................41
3. Struktur Tim Produksi ..............................................................43
vi
BAB IV ANALISIS PENELITIAN
A. Visualisasi Pelanggaran HAM .......................................................44
1. Scene 1 ...................................................................................44
2. Scene 2 ...................................................................................51
3. Scene 3 ...................................................................................55
4. Scene 4 ...................................................................................61
5. Scene 5 ...................................................................................64
6. Scene 6 ...................................................................................67
7. Scene 7 ...................................................................................72
8. Scene 8 .................................................................................. 76
B. Pesan yang Ingin Disampaikan ......................................................80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .....................................................................................83
B. Saran ...............................................................................................86
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................87
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Lampiran Foto Wawancara ............................................................89
B. Lampiran Naskah “Di Bawah Payung Hitam”.................................91
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Model Teori referensial Ogden dan Richard.......................................17
Gambar 2: Langue dan parole semiotika Saussure................................................19
Gambar 3: Tanggapan penonton Melawan Lupa...................................................40
Gambar 4: Bagan struktur kerabat kerja Melawan Lupa.......................................42
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Setiap aktivitas kita menggunakan komunikasi sebagai unsur menyampaikan
pesan agar keinginan kita dapat dimengerti orang lain. Menurut Everet M. Rogers,
komunikasi adalah proses suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima
atau lebih dengan maksud mengubah perilaku.1
Di zaman serba canggih sekarang ini, komunikasi tak hanya dilakukan
secara langsung/face to face namun bisa dengan memanfaatkan media yang ada.
Salah satu penemuan teknologi yang dewasa ini memudahkan kita untuk
memperoleh informasi berasal dari media massa. Menurut Mc Luhan media massa
adalah perpanjangan alat indera kita. Dengan media massa kita memeroleh
informasi tentang benda, orang, atau tempat yang kita tidak alami secara
langsung.2
Bagian dari media massa yang sudah dikenal oleh masyarakat secara
umum adalah televisi. Kehadiran televisi merupakan sesuatu yang membentuk
cara berpikir kita tentang dunia. Ada berbagai macam jenis program televisi yang
mendidik salah satunya program dokumenter. Program dokumenter adalah jenis
program yang membahas sisi sejarah dari sesuatu dapat berupa ulasan mengenai
peristiwa kejadian, biografi seseorang, penjelasan dari sejarah suatu tempat dan
lainnya yang berkenaan dengan sejarah.
1 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.26. 2 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 222.
2
Televisi merangkul berbagai bentuk dokumenter dan
mengembangkannya sampai pada tingkat dimana bentuk-bentuk itu secara
signifikan mencirikan media televisi dan pemahaman kita tentang realismenya.
Modus realis berbagai bentuk dokumenter didasarkan pada pengetahuan
kita mengenai aktualitas materi sumber, dan banyaknya ketika didasarkan sama
gaya presentasinya. Dokumenter dan konvensinya terkait dengan bentuk program
faktual lain, misalnya berita. Bentuk faktual tersebut menjadi bagian penting
dalam programming dan memberi kontribusi keseluruhan pemahaman kita
tentang bentuk nyata yang ditampilkan.3
Banyak pandangan yang sama diambil dari sejarah dari tayangan
dokumenter. Sejarah adalah sebuah pandangan tentang fakta ; ditarik dari
informasi, pengandaian yang dibuat berdasarkan bukti. Dokumenter sejarah
mempergunakan perangkat realis seperti rekonstruksi dramatis tergantung pada
bukti realis dari sebuah kamera yang memfilmkan ilustrasi atau teks atau
menggunakan para ahli yang memberikan kesaksian di depan kamera.4
Metro TV sebuah stasiun televisi swasta yang didirikan oleh PT. Media
Televisi Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari Media Group, pimpinan
Surya Paloh yang juga pemilik surat kabar Media Indonesia.5 Metro TV
merupakan stasiun TV yang memfokuskan diri pada program acaranya pada berita
dan pengetahuan.
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki setiap orang untuk hidup,
berkembang dan mengemukakan pendapat. Kekerasan adalah suatu hal yang
3 Graeme Burton, Talking Television : An Intruduction to the Study of Television, (London: Hodder
Arnold, 2000) hal.211 4 Burton, Talking Television : An Intruduction to the Study of Television hal.215 5 http://id.wikipedia.org/wiki/Metro_Tv/2011/10/18//Diakses 25 April 2013 pkl 21.30
3
berhubungan dengan Hak Asasi Manusia. Salah satunya ada pada pemerintahan
masa orde baru oleh rezim Soeharto. Budaya praktik kekerasan ada di Indonesia
karena penggunaan kekerasan merupakan salah satu cara yang diterima secara
sosial untuk mengatasi konflik. Kekerasan kolektif dan ekstra legal dikategorikan
oleh Freek Colombijn menjadi 4 tingkat : kekerasan oleh negara atau lembaga
negara (termasuk tentara), kekerasan oleh kelompok masyarakat (ditentukan oleh
garis batas antar suku, antar agama, dan garis batas antar desa), kekerasan oleh
kelompok jagoan dan misili.6
Berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia masih belum tuntas. Kasus
hukum HAM dianggap sebelah mata oleh pemerintah. Keluarga korban HAM
menuntut pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus HAM yang dialami oleh
salah satu anggota keluarga/kerabatnya.
Bentuk protes menuntut keadilan dari kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang terjadi di Indonesia oleh komunitas yang tergabung dalam jaringan
solidaritas korban untuk keadilan. Sejak tanggal 18 Januari 2007 setiap hari kamis
mereka melakukan aksi diam di depan istana negara pada sore hari dari pkl 16.00-
17.00 dengan memakai pakaian berwarna hitam, berpayung warna hitam, berdiri
berjajar di sepanjang police line, menggelar spanduk, menyampaikan surat pada
presiden. Itulah cara mereka tetap bertahan memperjuangkan kasus-kasus HAM
berat, baik masa lalu maupun yang terjadi sampai saat ini agar bisa diadili melalui
pengadilan HAM.
6 Colombijn Freek, “Budaya Praktik Kekerasan di Indonesia” dlm buku Konflik Kekerasan Internal,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia; MOST-LIPI, 2004) h.281
4
Dari berbagai aksi kamisan yang mereka lakukan selalu menyampaikan
surat kepada presiden. Namun sayangnya tak pernah ada balasan atau tindakan
nyata sebagai bentuk pengakuan atas Hak Asasi Manusia. Maka, selama surat
mereka tidak ditanggapi dengan aksi nyata presiden, maka aksi kamisan akan
selalu digelar di depan istana negara. Realitas ini dibahas oleh program
dokumenter Melawan Lupa pada episode “Di Bawah Payung Hitam”.
Melawan Lupa adalah program dokumenter sejarah di Metro TV yang
tayang setiap hari selasa pukul 22.05 WIB. Program Melawan Lupa menyajikan
berbagai ulasan sejarah dari berbagai sudut pandang. Dapat berbentuk biografi,
ulasan mengenai isu-isu yang berkembang di masyarakat, dokumentasi suatu
tempat dan berbagai dokumentasi yang diambil dari arsip nasional.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis sangat tertarik untuk membahas
lebih dalam skripsi mengenai program acara yang tayang di Metro TV yang
berjudul “Representasi Pelanggaran HAM di Indonesia dalam Program
Dokumenter Televisi” (Analisis Semiotik Sosial Program Melawan Lupa di
Metro TV)”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada materi isi bahasan yaitu program acara
dokumenter Melawan Lupa episode “Di Bawah Payung Hitam”.
2. Rumusan Masalah
Sebagai penjelasan mengenai masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
5
a. Bagaimana gambaran visualisasi pelanggaran HAM di Indonesia
dalam program dokumenter Melawan Lupa episode “Di Bawah
Payung Hitam” pada level medan wacana, pelibat wacana, dan sarana
wacana ditampilkan oleh Metro TV?
b. Pesan apa yang ingin disampaikan kepada penonton program Melawan
Lupa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui analisis semiotika sosial M.A.K Halliday pada
tayangan program dokumenter Melawan Lupa episode “Di Bawah Payung
Hitam” di Metro TV.
b. Mengetahui pesan apa yang ingin disampaikan pada penonton program
dokumenter Melawan Lupa.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini ditinjau dari dua aspek yaitu
segi akademis dan praktis sebagai berikut :
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam kajian
media terutama dunia pertelevisian yang berhubungan dengan jurnalistik
terkait program dokumenter Melawan Lupa di Metro TV.
b. Manfaat Praktis
Diharapkan dari penelitian ini dapat diambil manfaat untuk
menambah pengetahuan mengenai pengemasan produk program acara
kategori dokumenter televisi berdasarkan kerja jurnalistik terkhusus
6
mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah dan masyarakat pada
umumnya.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma dalam skripsi ini adalah konstruktivis. Data adalah
sesuatu yang menjadi perasaan dan keinginan pihak yang diteliti untuk
menyatakannya dengan penafsiran atau konstruksi makna.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data
akan dideskripsikan secara sistematis dan akurat dalam objek penelitian.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini analisis
semiotika sosial M.A.K Halliday. Peneliti berusaha menemukan
bagaimana gambaran visualisasi per-scene dalam video program
dokumenter Melawan Lupa episode “Di Bawah Payung Hitam”
merepresentasikan makna pelanggaran HAM melalui tiga level makna
yaitu medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah program acara Melawan Lupa di Metro
TV. Sedangkan objek yang diteliti adalah video program.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kantor redaksi Melawan Lupa di gedung
Metro TV. Peneliti meminta izin untuk observasi dan wawancara dengan
reporter dan produser program Melawan Lupa. Selain itu, juga dilakukan
7
di kediaman penulis yaitu komplek walikota, Sukapura Jakarta Utara.
Waktu penelitian dilakukan selama 7 bulan.
6. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Non Partisipan
Peneliti mengobservasi dengan mengamati video acara program
Melawan Lupa dan mencatat hal-hal yang penting untuk ditulis dalam
skripsi. Observasi adalah cara melakukan penelitian dengan
memperoleh data untuk diamati serta mencatat dari hasil observasi.
b. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah cara mengumpulkan data dengan tatap
muka secara langsung dengan informan.7 Peneliti melakukan teknik
wawancara indepth interview dengan mengajukan beberapa
pertanyaan pada produser program dan reporter yang terlibat dalam
pembuatan video program dokumenter Melawan Lupa di gedung
Metro TV secara langsung. Sesi wawancara dilakukan dua kali pada
tanggal 2 Mei 2014 pkl 13.30 wawancara dengan produser program
bapak Sulardi yang berlangsung selama 30 menit dan 11 Mei 2014
dimulai pkl 11.30 dengan reporter mas Aji Baskoro berlangsung
selama 40 menit.
c. Dokumentasi
Peneliti meminta izin untuk mengcopy video serta dokumen naskah
terkait program dokumenter Melawan Lupa untuk dijadikan acuan
dalam penulisan skripsi.
7 Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public
Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2007) h. 98.
8
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan dengan mengamati video program
Melawan Lupa, mengklasifikasi scene-scene yang ingin diinterpretasikan
sesuai dengan rumusan masalah penelitian kemudian penulis
menganalisis data dengan menggunakan model semiotika sosial M.A.K
Halliday dengan meruntun level teks seperti apa peristiwa diperlakukan;
siapa sumber yang dikutip atau orang-orang yang dilibatkan beserta
atribut sosial mereka dalam teks itu, dan simbol-simbol atau gaya bahasa
apa yang digunakan berdasarkan model analisis seperti berikut ini :
1. Medan wacana/field of discourse
Medan wacana menunjuk hal apa yang terjadi. Menampilkan pada
apa yang diangkat oleh media sebagai wacana. Peristiwa yang
diangkat oleh media untuk dibahas sebagai konteksnya.
2. Pelibat wacana/tenor of discourse
Pelibat wacana merujuk pada hubungan antar personal, siapa saja
yang terkibat dalam teks, sifat-sifat orang itu, kedudukan dan
peranan mereka. Dalam program disebut sebagai narasumber yang
memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dibahas oleh media.
3. Sarana wacana/mode of discourse
Sarana wacana merupakan bagian tertentu yang diperankan bahasa
dalam proses interaktif. Hal ini merujuk pada bagaimana media
massa menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan
medan/situasi dan pelibat/orang-orang yang dikutip.8
8 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Semiotik, dan Analisis Framing,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.148.
9
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi, peneliti telah meninjau skripsi
diantaranya :
1) Hasil penelitian mahasiswi KPI konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif
Hidayatullah berjudul “Analisis Produksi Program Face2face With Desi
Anwar di Metro TV”9 (Adelline Tri Putri Marcelline). Persamaan dari skripsi
peneliti dengan skripsi ini adalah pada media yang diteliti. Perbedaannya
terletak pada teori, metode dan program yang diteliti.
2) Skripsi berjudul “Konstruksi Masyarakat Jakarta dalam Program Suara
Jakarta JakTV (semiotika sosial)”10 yang ditulis oleh mahasiswi IISIP Jakarta
Tahun 2008 (Indah Angriani) NRP : 2004110150. Persamaan yang ada pada
skripsi peneliti terletak pada metode semiotika sosial dan media televisi.
Sedangkan perbedaan dengan skripsi peneliti pada objek yang diteliti.
3) Skripsi berjudul “Representasi Budaya Betawi dan Religiusitas Islam Dalam
Bens Radio (Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday Program Acara Nasi
Ulam (Nasihat Ulama dan Batavian)”11 karya Mahasiswi Jurnalistik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta bernama Syifa Fauziah Nim : 108051100040.
Persamaan dengan skripsi peneliti terletak pada metode semiotika sosial.
Sedangkan perbedaannya ada pada subjek dan objek yang diteliti.
9 Adelline Tri Putri Marcelline, “Analisis Produksi Program Face2face With Desi Anwar di Metro
TV,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011). 10 Indah Angriani, “Konstruksi Masyarakat Jakarta dalam Program Suara Jakarta JakTV (semiotika
sosial),” (Skripsi S1 Instititut Ilmu Sosial Ilmu Politik, 2008). 11 Syifa Fauziah, “Representasi Budaya Betawi dan Religiusitas Islam Dalam Bens Radio (Analisis
Semiotika Sosial M.A.K Halliday Program Acara Nasi Ulam (Nasihat Ulama dan Batavian),” (Skripsi S1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012).
10
F. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini lebih sistematis penulis berpedoman pada
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi), karya
Hamid Nasuhi, dkk, terbitan CeQda, yang dirangkum di dalam buku
Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta 2008-2009.
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini peneliti membahas tentang latar
belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA
KONSEPTUAL
Pada Bab II ini membahas teori semiotika, bahasa
dalam semiotika, model semiotika sosial M.A.K Halliday
dan representasi pada televisi.
BAB III : GAMBARAN PROFIL PERUSAHAAN METRO TV
DAN PROGRAM MELAWAN LUPA
Bab ini penulis membagi menjadi dua sub bab,
yakni mengenai stasiun televisi Metro TV, dan program
dokumenter Melawan Lupa. Pada sub bab pertama, akan
diulas mengenai sejarah berdiri dan Visi, Misi Metro TV.
Pada sub bab selanjutnya, akan dijabarkan mengenai latar
11
belakang dari program dokumenter Melawan Lupa, struktur
redaksional, tanggapan penotnton program Melawan Lupa
dan perkembangannya hingga saat ini.
BAB IV : ANALISIS PENELITIAN
Bab ini berisi temuan data yang meliputi visualisasi
pelanggaran HAM menggunakan analisis teori semiotik
sosial dan representasi pelanggaran HAM, pesan yang ingin
disampaikan pada penonton dari program acara Melawan
Lupa episode “Di Bawah Payung Hitam”.
BAB V : PENUTUP
BAB V yang merupakan bagian penutup berisi
kesimpulan yang dilakukan penulis, sekaligus jawaban
pertanyaan yang diajukan dalam perumusah masalah. Serta
menyampaikan saran dan lampiran-lampiran yang terkait
dengan penulisan.
12
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Semiotika
Semiotika secara etimologis berasal dari Yunani dengan sebutan
semeion yang berarti tanda. Secara terminologis, semiotika didefinisikan ilmu
yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda.1
Istilah semiotik muncul akhir abad 19 dari konsep tentang tanda
Charles Sanders Pierce. Pierce yang juga pelopor ide triad of meaning
mendefinisikan semiotik (semiosis) sebagai hubungan diantara tanda, benda,
dan arti sebagai berikut :
Icon
Signs Index
Symbols
Keterangan :
Icon = tanda yang bisa menggambarkan ciri utama sesuatu (benda).
Index = tanda yang hadir secara asosiatif akibat terdapatnya hubungan
ciri acuan yang sifatnya tetap (arti).
Symbol = hubungan asosiatif dengan gagasan atau referensi atau dunia
acuan biasa disebut sebagai (tanda)2.
Untuk memperjelas lebih lanjut mengenai Semiotika Pierce dapat dilihat
dalam tabel berikut3 :
1Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wavana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 95. 2 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), h. 158 3 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 34
13
TANDA IKON INDEKS SIMBOL
Ditandai
dengan:
Contoh :
Proses
Persamaan
(kesamaan)
Gambar-gambar
Patung-patung
Tokoh besar
Foto Reagan
Dapat dilihat
Hubungan sebab-
akibat
Asap-api
Gejala-penyakit
Bercak
merah/campak
Dapat
diperkirakan
Konvensi
Kata-kata
Isyarat
Harus dipelajari
Tanda tersebut merepresentasikan benda atau yang ditunjuk
didalam pikiran si penafsir. Hubungan diantara tiga hal tersebut : benda
(yang dituju), manusia sebagai penafsir, dan tanda. Penjelasan mengenai
konsep tanda Pierce ( dikutip dari buku Alex Sobur (2009) sebagai berikut :
Bagi Pierce (Pateda, 2001:44) tanda “is something which stands to
somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang
digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground. Konsekuensinya,
tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan
triadik ground, object, dan interpretant. Pierce mengadakan klasifikasi
tanda yang dikaitkan dengan ground dibagi menjadi qualisign, lesign
dan legisign.
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Misalnya
suaranya keras yang menandakan orang itu sedang marah. Sinsign
adalah eksistensi aktual benda/peristiwa yang ada pada tanda,
misalnya kata kabur atau keruh pada air sungai keruh menandakan
bahwa sedang hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang
dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang
menandakan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama
mengendarai di jalan.
Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda atas icon
(ikon), index (index), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang
hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab
akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Simbol
adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda
dengan petandanya.
14
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen)
menjadi tiga yaitu rheme adalah tanda yang memungkinkan orang
menafsirkan berdasarkan pilihan. Dicent sign atau Decisign adalah
tanda sesuai kenyataan. Argument adalah tanda yang langsung
memberikan alasan tentang sesuatu.4
Ferdinand De Saussure memiliki istilah lain semiotika yaitu
semiologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di
tengah masyarakat. Tanda dalam kajian semiotik dapat diartikan secara luas.
Saussure melakukan pembedaan atas komponen tanda yang dikenal dengan
trikotomis. Menurut Saussure, tanda selalu mempunyai tiga wajah yaitu
tanda itu sendiri (sign), aspek material dari tanda yang berfungsi
menandakan/yang dihasilkan oleh aspek material (signifier) dan aspek
mental atau konseptual yang ditunjuk oleh aspek material (signified).5
Pemikiran Saussure sebuah tanda terdiri dari penanda dan petanda.
Penanda mengacu pada petanda selanjutnya mengacu pada referensi atau
realitas. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer atau
diadakan karena sebenarnya tidak ada keterkaitan logis. Kajian Saussure
tidak melihat bahasa dari sejarah perkembangan dan artikulasinya namun
lebih kepada kajian strurtur yang menopang bahasa itu.
Semiologi menurut Roland Barthes hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan memaknai hal-hal.6 Roland Barthes mengembangkan studi
Saussure mengenai tanda di masyarakat yang disebut semiologi yang
menurutnya, semiologi tidak berurusan dengan isi melainkan pada bentuk
4 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 41-42. 5 Sobur, Analisis Teks Media, h. 95 6 Sobur, Analisis Teks Media, h. 15.
15
yang membuat suara, imaji, gerak yang berfungsi sebagai tanda.7 Selain
penanda dan petanda, kajian Barthes kental dengan kata “mitologi” nya.
Mitologi adalah refleksi versi modern dari tema, plot dan karakter mitos.
Mitologi berasal dari gabungan mythos (pemikiran mitos yang benar) dan
logos (pemikiran ilmiah). Mitologi juga merupakan suatu pembentukan
gaya hidup dan tren sosial.8
Menurut Stephen W. Little John, semiotika adalah teori tentang
bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi,
perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri.9
Sisi lain dari semiotika didefinisikan Umberto Eco yaitu sebagai
disiplin ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang digunakan untuk
mendustai, mengelabui atau mengecoh.10 Ahli semiotika kelahiran Rusia,
Roman Jakobson memiliki konsep penting semiotika sebagai “tanda
termotivasi” yaitu kecenderungan untuk membuat tanda-tanda
merepresentasikan dunia melalui simulasi.11
Bahasa dalam Semiotika
Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi. Bahasa
menurut Roland Barthes adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan
asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.12
Menurut Levi-Strauss bahasa merupakan suatu kondisi budaya
yang berlaku dalam dua hal yaitu kondisi budaya secara diakronis karena
7 Sri Iswidayati. “Roland Barthes dan Mithologi” Journal.unnes.ac.id, 28 Agustus 2014: h. 6. 8 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori
Komunikasi (Yogyakarta : Jalasutra, 2010), h. 214-216. 9 Stephen W. Little John dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2011),
h. 53. 10 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 18. 11 Danesi, Pesan,Tanda, dan Makna, h. 14. 12 Semiotika Komunikasi, h. 63.
16
melalui bahasa kita mengenal budaya kita sendiri akan tetapi, dari titik
pandang teoritis, bahasa adalah kondisi budaya karena pembentukannya dari
jenis yang sama dengan bahan pembentuk budaya sebagai suatu
keseluruhan. Dari sudut pandang ini, bahasa sebagai landasan bagi
hubungan antara ciri suatu bangsa dan pikiran yang terjadi dalam budaya
dimana bahasa itu diucapkan.13
Saussure memberi definisi tanda kebahasaan menyatukan sebuah
konsep dan suatu citra suara yang muncul dari sebuah kata yang diucapkan
merupakan penanda/signifier dan konsepnya adalah petanda/signified.14
1. Simbol Bahasa
Konsep makna dalam ilmu semantik mengenai bahasa dapat
dibedakan menjadi empat teori makna yaitu : teori referensial,
mentalisme/konseptual, teori formalisme dan teori kontekstual.
Teori referensial atau korespondensi dikemukakan oleh Ogden dan
Richards. Menurut Ogden dan Richard, makna adalah hubungan antara
reference (pikiran/referensi) dan referent/acuan dinyatakan lewat simbol
bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase/kalimat. Teori ini menjelaskan
bahwa reference (makna, sense atau content) ditempatkan dalam hubungan
kausal dengan simbol (bentuk bahasa/penamaan) dan referen sedangkan antara
simbol dan referen terdapat hubungan buntung.15
Ogden dan Richards mempergunakan pengertian simbol sebagai
rujukan terhadap alam nyata bukan sebuah simbol. Oleh karena itu, mereka
13 Semiotika Komunikasi,h. 289. 14 Semiotika Komunikasi, h. 47 15 J.D. Parera, Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga, 2004), h.46.
18
2. Reference
Istilah reference menunjukkan bahwa pikiran adalah satu reference ke
suatu objek atau satu referent.
3. Referent
Referent dipergunakan untuk menunjukkan apakah suatu reference benar
atau tidak.
Teori Mentalisme oleh Ferdinand De Saussure yang membahas ilmu
bahasa secara sinkronis dan membedakan analisis bahasa la parole, la langue.
Ia menghubungkan bentuk bahasa lahiriah/la parole dengan konsep atau citra
mental penuturnya/la langue.17
Lebih lanjut, dua konsep kajian sinkronik itu yaitu langue dan parole.
Langue (language) adalah sistem bahasa/bahasa sebagai sistem bentuk.
Parole adalah realitas penggunaan bahasa/ pengungkapan bahasa secara nyata
yang melibatkan pemilihan dan pengkombinasian kata-kata dan kode yang
tersedia untuk menyatakan makna tertentu.
Bahasa dalam kerangka struktural sinkronik adalah sebuah sistem
dimana subjek harus menggunakan bahasa berdasarkan tanda-tanda yang
telah tersedia serta dengan seperangkat aturan yang telah disepakati
bersama.18 Berikut gambar uraian langue dan parole semiotika Saussure
dikutip dari buku sosiolinguistik Abdul Chaer dan Leonie Agustina19 :
17 Parera, Teori Semantik, h. 170. 18 Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: kode, gaya dan matinya makna, (Bandung:
Matahari, 2012), h. 152-153. 19 Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2004), h. 32.
19
Peraturan pelaksanaan tepat bagi Peraturan untuk menyusun
Menggunakan
Keterangan :
Bahasa dari segi sistematika pemakaian bahasa merupakan peraturan
pelaksanaan tepat bagi tindakan dalam berbahasa menggunakan bangun
bahasa lalu menjadi bahasa ujaran. Sedangkan, pada penggunaan bahasa
secara pragmatik digunakan didasari pada peraturan untuk menyusun bangun
bahasa sehingga menjadi bahasa ujaran.
Teori pemakaian dari makna/formalisme dikembangkan oleh filsuf
Jerman Wittgenstein yang berpendapat bahwa kata tidak mungkin dipakai dan
bermakna untuk semua konteks karena konteks selalu berubah dari waktu ke
Bahasa
Sistematika Pemakaian
Bahasa Pragmatik Bahasa
Tindakan Bahasa Bangun Bahasa
Ujaran Bahasa
20
waktu. Bahasa merupakan satu bentuk permainan yang diadakan dalam
beberapa konteks dengan berbagai tujuan.
Teori bahasa secara kontekstual dikemukakan oleh J.R. Firth yang
merujuk konteks situasi dalam analisis makna. Makna sebuah kata terikat
pada lingkungan kultural dan ekologis. Teori ini menyebut bahwa sebuah
kata tidak mempunyai makna jika terlepas dari konteks. Konteks situasi
disini, merupakan bidang hubungan : hubungan antara orang-orang yang
berperan dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ucapkan, dan hal-hal lain
yang berhubungan.
Teori Firth dikenal dengan nama fonologi prosodi yang merupakan
teknik untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Firth menganggap kalimat
mengandung empat tataran makna yaitu tataran makna fonetis, leksikal,
situasional, dan gramatikal.20
2. Semiotika Sosial M.A.K Halliday
Semantik sosial/yang biasa disebut teori semiotik sosial adalah
perpaduan dasar dua ideologi yaitu sosial dan linguistik/bahasa. Istilah
Semiotika diambil dari konsep tentang tanda sebagai batasan sudut pandang
yang digunakan untuk mengkaji bahasa dan istilah sosial dimaksudkan untuk
mengemukakan dua hal secara bersamaan sebagai sistem sosial (kebudayaan)
dan struktur sosial.21
20 Djoko Kenjono, Dasar-dasar Linguistik Umum (Jakarta: Mathias Diederich, 1990), h.140. 21 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks : Aspek-aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotik Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 4-5.
21
Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem
tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang
kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat. Pokok pandangan
Halliday yang pertama adalah bahasa sebagai semiotika sosial. Hal ini berarti
bahwa bentuk-bentuk bahasa mengodekan (encode) representasi dunia yang
dikonstruksikan secara sosial. Halliday memberi tekanan pada keberadaan
konteks sosial bahasa, yakni fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa
dan bagaimana perkembangannya.
Model semiotika sosial M.A.K Halliday merupakan metode yang
sangat tepat jika dipergunakan untuk memperdalam makna pesan dari bahasa
yang disampaikan oleh media sehingga tidak terjadi perbedaan makna yang
diproduksi melalui tayangan dengan makna yang diproduksi dari pemikiran
penonton. Sehingga terjadi persamaan makna dan terhindar dari polisemik
simbol bahasa.
Dalam semiotika sosial masalah yang diulas untuk didalami meliputi
tiga jenis. Yang pertama, masalah makna meliputi bagaimana orang
memahami makna, memahami pesan dan informasi yang dikandung dalam
struktur pesan. Kedua, adalah masalah tindakan meliputi bagaimana
memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Dan yang terakhir yaitu masalah
bagaimana gambaran suatu bentuk pola pembicaraan masuk akal dan dapat
dimengerti. Persoalan bagaimana perlakuan tertentu atas fakta dapat diamati
dalam analisis semiotika sosial M.A.K Halliday.22
22 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 148.
22
Fungsi bahasa menurut Halliday yaitu : Personal/pribadi, dilihat dari
sudut penutur bahasa berfungsi personal atau pribadi. Maksudnya, penutur
menyatakan sikap atas apa yang dituturkan bukan hanya menuturkan emosi
lewat bahasa, tapi juga memperlihatkan emosi sewaktu menyampaikan
tuturannya.
Instrumental, dari segi pendengar/lawan bicara bahasa berfungsi
mengatur tingkah laku pendengar. Disini, bahasa tidak hanya membuat
pendengar melakukan sesuatu tetapi melakukan kegiatan sesuai dengan yang
dimau oleh pembicara dengan menggunakan kalimat yang menyatakan
perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan.
Interactional, dari segi kontak antara penutur dan pendengar, bahasa
berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan, atau
solidaritas sosial. Ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap
oleh karena itu ungkapan tidak dapat diterjemahkan secara harfiah.
Representational, dilihat dari segi topik ujaran, bahasa berfungsi
sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling
penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Bahasa digunakan untuk
menyampaikan sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan atau bisa juga
disebut menggambarkan realitas yang sesungguhnya.
Imaginatif, jika dilihat dari segi pesan yang akan disampaikan, bahasa
dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan baik
yang sebenarnya, maupun imajinasi/khayalan.23
23 Chaer dan Agustina, Sosiolingustik Perkenalan Awal, h. 15-16.
23
Heuristic melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, mempelajari seluk beluk lingkungan. Fungsi heuristik sering
disampaikan dalam bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban. Rasa ingin
tahu merupakan metode heuristik untuk memperoleh representasi realitas dari
orang lain.
Regulatory, dari fungsi regulasi bahasa bertindak mengawasi dan
mengendalikan berbagai peristiwa. Fungsi ini sering kali mengendalikan dan
mengatur orang lain.24
Model semiotika sosial M.A.K Halliday fokus pada tiga hal yang
menjadi pusat penafsiran teks secara kontekstual menjelaskan hubungan antara
teks dan konteks situasi yaitu sebagai berikut :
a. Medan Wacana
Medan wacana adalah perihal sesuatu/ hal apa yang terjadi. Ini menunjuk pada
apa yang diangkat oleh media sebagai wacana. Peristiwa apa yang diangkat
oleh media untuk dibahas sebagai konteksnya.
b. Pelibat Wacana
Pelibat wacana merujuk pada hubungan antar personal, siapa saja yang terlibat
dalam teks, sifat-sifat orang itu, kedudukan dan peranan mereka.
c. Sarana Wacana
Sarana wacana merupakan bagian tertentu yang diperankan bahasa dalam
proses interaktif. Hal ini merujuk pada bagaimana media massa menggunakan
gaya bahasa untuk menggambarkan medan/situasi dan pelibat/orang-orang
yang dikutip.25
24 Sobur, Semiotika Komunikasi h. 301-302. 25 Sobur, Analisis Teks Media, h.148.
24
Dalam bukunya yang berjudul Language as social semiotic, Halliday
menjelaskan bahwa untuk mengetahui bagaimana teks berhubungan dengan
situasi kita harus bisa menunjukkan dan menentukan aspek apa dari
„peraturan‟ konteks situasi dalam setiap jenis opsi semantik. Dengan kata lain,
di setiap komponen makna, faktor situasi apa yang aktif?
We shall be able to show something of how the text is related to the
situation if we can specify what aspects of the context of situation
„rule‟ each of these kinds of semantic option. In other words, for
each component of meaning, what are the situational factors by
which it is activated?26
Meliputi beberapa bentuk konstruksi teori yang berhubungan
dengan situasi simultan dengan teks, sistem bahasa, dan sistem sosial. Untuk
tujuan ini interpretasi situasi sebagai struktur semiotik misalnya makna yang
merubah sistem sosial. Situasi terdiri dari :
Aksi sosial berhubungan dengan apa yang akan terjadi dan sudah
dapat dikenal arti dalam sistem sosial. Struktur peran berhubungan dengan
kelompok sosial mengartikan hubungan peserta, kedua atribut permanen dari
pelibat dan peran struktur yang spesifik terhadap situasi, termasuk peran
pembicara, yang masuk kedalam menjadi pertukaran makna lisan. Organisasi
simbol yaitu status keterangan yang menandakan pada teks dalam situasi
fungsinya menghubungkan aksi sosial dan struktur peran termasuk saluran
media dan sarana retorik.
Gambaran dari struktur semiotik dari situasi (medan, pelibat,sarana)
wacana adalah sebagai berikut27 :
26 M.A.K Halliday, Language as social semiotic the social interpretation of language and meaning
(New York: Athenaeum Press, 1978), h. 142. 27 Halliday, Language as sosial semiotic, h. 143.
25
Struktur semiotik dari situasi Fungsi komponen dari semantik
Medan wacana (tipe aksi sosial)
Pelibat wacana (struktur peran)
Sarana wacana (organisasi simbol)
Berdasarkan Pengalaman
Antar perseorangan
Tekstual
B. Media Visual Televisi
Secara umum media mencakup sarana komunikasi seperti pers, media
penyiaran/broadcasting dan sinema.28 Televisi merupakan bagian dari media
penyiaran. Kehadiran televisi di tengah masyarakat membawa kita pada satu
bentuk nyata dari apa yang terjadi di luar sana. Dari televisi, kita memeroleh
informasi. Televisi menurut Stuart Hall adalah sebagai wadah sekaligus
pencipta. Dalam bukunya yang berjudul “Pesan, Tanda dan Makna”, Marcel
Danesi mendefinisikan televisi sebagai satu macam tanda yang disebut teks
sosial. Saat pertama kali hadir dalam skema sosial, televisi langsung menjadi
media yang menyampaikan teks sosial dan melalui TV, orang menangkap
informasi mengenai hidup.29
Televisi juga membawa gagasan tentang dunia yang disebut dengan
ideologi. Beragam program televisi pada praktiknya merepresentasikan
ideologi. Gagasan/ideologi juga mempengaruhi bagaimana suatu acara
program televisi dibuat.30 Pada dasarnya, layar televisi kental dengan
penghadiran suatu gambar yang disebut dengan visualisasi.
28 Graeme Burton, Media dan Budaya Populer (Yogyakarta: Jalasutra, 2012), h. 9. 29 Danesi, Pesan Tanda dan Makna, h. 394 & 351. 30 Graeme Burton, Membincangkan Televisi Sebuah Pengantar Kajian Televisi (Yogyakarta :
Jalasutra, 2011), h. 26
26
Karena merupakan media visual, televisi menampilkan ikon, gambar
orang dan kelompok yang terlihat seperti hidup sekalipun ikon atau gambar itu
hanyalah konstruk atau bangunan elektronis.31
C. Representasi
Representasi merupakan penggunaan tanda (gambar, bunyi) untuk
menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau mereproduksi sesuatu yang
dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu.32
Istilah representasi mengacu pada penggambaran kelompok-kelompok dan
institusi sosial. Penggambaran tidak hanya berkenaan dengan tampilan fisik
dan deskripsi namun juga terkait dengan makna/nilai dibalik tampilan fisik.
Dalam buku media dan budaya populer, Graeme Burton menyebut
bahasa, kode atau sarana komunikasi apapun dapat menjadi sarana dalam
representasi.33
Representasi menurut Stuart Hall adalah suatu proses produksi dan
pertukaran makna antara manusia atau antar budaya yang menggunakan
gambar, simbol dan bahasa. Media paling sering digunakan dalam produksi
dan pertukaran makna adalah bahasa melalui pengalaman-pengalaman yang
ada dalam masyarakat.
Dalam bukunya yang berjudul Culture, Media, Language
menyebutkan bahwa semiotika tidak hanya sebatas alat
pemahaman/pembongkaran kode dibalik objek kebudayaan (proses decoding)
tetapi juga sebagai pendekatan dalam mengkonstruksi tanda dan makna
(proses encoding). Menurutnya, objek/teks kebudayaan (TV, Film dan
31 Burton, Sebuah Pengantar Kajian Televisi, h. 31. 32 Pesan Tanda dan Makna, h. 24. 33 Burton, Media dan Budaya Populer, h. 139.
27
sebagainya) mengandung pesan-pesan/encoded massage yang membentuk
wacana bermakna.34
Menurut Hall, tidak ada jaminan bahwa makna yang diproduksi akan
sama dengan makna yang dikonsumsi oleh enkoder (penonton). Karena pesan-
pesan yang diproduksi sebagai sistem tanda dengan berbagai komponen
bersifat polisemik/banyak makna.35
D. Program Dokumenter
Sebuah industri televisi perlu mengkategorikan produknya untuk
kepentingan pemasaran, baik kepada audiens maupun para pembeli program
potensial.36 Salah satu produksi televisi yang diklasifikasi menurut genre
adalah program dokumenter yang membawa gambaran nyata tentang kejadian
dari pelaku asli, tempat kejadian dan pendapat narasumber tetapi tidak dialami
oleh pemirsa, di sisi lain materi dokumen ini diedit dan dibentuk dengan
modus presentasi tertentu. Ideologi program siaran dokumenter sama dengan
kategori berita dimana memunculkan dan menelaah isu, membuat agenda.
Namun, berbeda dengan program televisi lain dalam hal bentuk karena
didefinisikan berdasarkan kenyataan/realisme.37
Banyak program yang harus menata ulang materi dari footage
aktualitas yang bersumber dari kehidupan nyata memperkuat poin bahwa
televisi memediasi pengalaman budaya sekaligus menjadi sebuah pengalaman
dalam dirinya sendiri. Dalam dunia pertelevisian di Inggris, sekiranya ada
delapan tingkatan program dokumenter berdasarkan kategori yang dilihat dari
34 Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika, h. 345. 35 S. Arifiannto, “Konstruksi Teori-teori Dalam Perspektif Kajian Budaya dan Media”, h.9. 36 Graeme Burton, Membincangkan Televisi Sebuah Pengantar Kajian Televisi, (Yogyakarta :
Jalasutra, 2011), h.205. 37 Graeme Burton, Membincangkan Televisi Sebuah Pengantar Kajian Televisi, h. 211-212.
28
segi isi atau bentuk yaitu : Current affairs, alam, ilmu pengetahuan, historis,
mainstream, fly-on-the-wall, dramadoc, dan docusoap.38
E. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia yang disingkat HAM adalah hak yang mutlak
dimiliki oleh seseorang sejak ia dilahirkan. HAM merupakan sesuatu yang
melekat pada manusia baik pada aspek fisik maupun eksistensialnya dan tak
terpisahkan dari hakikat kemanusiaan.39
Hak Asasi Manusia berasal dari istilah droits de l’home dalam bahasa
Perancis, human rights dalam bahasa Inggris, menslijke recten dalam bahasa
Belanda dan fitrah dalam bahasa Arab.40 Jika ditelusuri dari sejarah awal
adanya Hak Asasi Manusia muncul pada abad pertengahan di Inggris pada
tahun 1215 melalui Magna Charta, disusul Petition of Rights pada tahun 1628
di Inggris.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dalam akhirnya membuat aturan
yang memuat tentang Hak Asasi Manusia yang tertulis dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang diterima dan diumumkan oleh
Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A
(III).
Dua dekade terakhir, teori asal-usul munculnya Hak Asasi Manusia
menjadi perdebatan hangat. Terdapat dua ideologi mengenai HAM yaitu teori
Universalitas dan teori relativisme budaya. Dalam universalisme, individu
adalah sebuah unit sosial yang memiliki hak-hak yang tidak dapat dipungkiri
38 Membincangkan Televisi Sebuah Pengantar Kajian Televisi., h. 213. 39 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 172-174. 40 Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Yogyakarta : UII Press,
1993), h. 141.
29
dan diarahkan pada pemenuhan kepentingan pribadi. Doktrin ini diterapkan
berbagai negara yang menentang konsep hak dari barat. Sedangkan teori
relativisme budaya bersumber dari gagasan bahwa kebudayaan merupakan
satu-satunya sumber keabsahan hak atau kaidah moral oleh karena itu, Hak
Asasi Manusia perlu dipahami dari konteks kebudayaan masing-masing
negara. Gagasan ini mengemuka pada dasawarsa 1990-an yang diusung oleh
negara-negara berkembang dan negara-negara Islam.41
Di Indonesia perlindungan HAM secara nyata tertuang pada Undang
undang Dasar 1945. Dalam pembukaan Undang-undang Dasar ‟45 terdapat
point-point yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia yang dikutip dari buku
yang ditulis oleh Yusril Ihza Mahendra (1996) sebagai berikut :
“Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan”. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa
merupakan pengakuan HAM kolektif dari satu bangsa untuk hidup bebas dari
penindasan bangsa lain, sedangkan peri kemanusiaan merupakan intisari
rumusan HAM.
Pada alinea kedua pembukaan, Indonesia sebagai negara adil dan
makmur. Kata adil menegaskan prinsip asas legalitas dimana Indonesia
berdasarkan pada hukum, bukan berdasar pada kekuasaan belaka. Yang
dimaksud dengan makmur yang berarti negara berkewajiban menjamin
kesejahteraan rakyat.
41 Eko Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), h. 18-20.
30
Alinea ketiga menyebut hasrat bangsa Indonesia berkehidupan
kebangsaan yang bebas. Hal ini sama dengan alinea pertama yang
menekankan pada HAM secara kolektif. Dari perspektif individu, penegasan
ini sejalan dengan pasal 27 Deklarasi Universal HAM yang berbunyi “Setiap
orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam hidup kebudayaan
masyarakat”. Pada kalimat terakhir alinea ini menyatakan “maka dengan ini
rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya” jika ditafsir secara luas,
berarti bukan saja merdeka secara eksternal namun juga internal.
Alinea keempat “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”. Sudah sangat jelas
rumusan ini menegaskan bahwa negara bertanggungjawab atas kesejahteraan
baik lahir maupun batin, kecerdasan dalam bidang sosial dan pendidikan,
melaksanakan ketertiban dunia yang merupakan konsep universal pengakuan
hak bangsa lain untuk hidup merdeka.
Bagian akhir dari alinea keempat bahwa Indonesia adalah negara yang
berkedaulatan rakyat yang berdasar kepada “Ketuhanan yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal-hal yang
disebut diatas adalah dasar negara Pancasila menitikberatkan atas HAM yang
juga terdapat pada Deklarasi Universal HAM.42
42 Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia : Kompilasi aktual masalah konstitusi
dewan perwakilan dan sistem kepartaian (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), h. 96-98.
31
Di Indonesia, hukum tentang Hak Asasi Manusia mengalami polemik
yang begitu hebat. Sejarah panjang undang-undang Hak Asasi Manusia
bermula dari penyusunan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, terjadi
perdebatan mengenai hak waga negara yang akan dicantumkan pada pasal
Undang-Undang Dasar.
Soekarno dan Supomo berpendapat hak-hak warga negara tidak perlu
dicantumkan dalam pasal konstitusi. Penolakan Soekarno didasari pandangan
mengenai dasar negara dalam istilah bung karno “Philosofische grondslag”
yang tidak berlandaskan paham liberalisme dan kapitalisme. Menurut
Soekarno, jaminan perlindungan itu berasal dari revolusi Perancis yang
menyebabkan lahirnya imperialisme dan peperangan antar manusia. Soekarno
menginginkan Indonesia didasarkan asas gotong royong dan kekeluargaan.
Dasar penolakan Supomo dengan dicantumkannya hak warga negara
dalam Undang-undang berasal dari pandangan mengenai negara integralistik
yang menurutnya cocok dengan masyarakat Indonesia. Maksud paham itu
adalah negara harus bersatu dengan rakyatnya, dalam negara tidak ada
pertentangan antara susunan hukum staat dan susunan individu karena
individu tidak lain adalah suatu bagian dari staat. Maka dari itu hak individu
menjadi tidak relevan dalam paham ini, yang relevan adalah kewajiban asasi
kepada negara.
Bung Hatta sependapat dengan Soekarno mengenai penolakan
terhadap liberalisme dan individualisme namun ia kuatir dengan memberikan
kekuasaan yang luas kepada negara, menyebabkan negara yang ingin didirikan
terjebak dalam otoritarianisme. Begitu juga dengan Yamin yang menyebutkan
32
bahwa aturan dasar tidak berhubungan dengan liberalisme melainkan
keharusan perlindungan kemerdekaan yang harus diakui dalam Undang-
Undang Dasar.
Babak kedua dari rumusan mengenai Hak Asasi Manusia dalam
Undang-Undang ada pada masa reformasi saat presiden BJ. Habibie menjabat.
Berbeda dengan babak sebelumnya, pada masa ini menitik beratkan
perdebatan mengenai basis hukum HAM. Bermuara pada lahirnya TAP MPR
no. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, isinya bukan hanya memuat
Piagam Hak Asasi Manusia tapi juga memuat amanat pada presiden dan
lembaga-lembaga tinggi negara untuk memajukan perlindungan Hak Asasi
Manusia.
Hasil pemilu 1999 merubah kekuatan politik MPR/DPR. Pada sidang
tahunan MPR tahun 2000, perjuangan memasukkan perlindungan hak asasi
manusia ke dalam bab XA yang berisi 10 pasal Hak Asasi Manusia (dari
pasal 28A-28J) pada amandemen kedua UUD 1945 yang ditetapkan pada 18
Agustus 2000. Hak-hak yang tercakup mulai dari kategori hak-hak sipil politik
hingga hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu bab ini juga
mencantumkan pasal tanggung jawab negara terutama pemerintah dalam
perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia.
Pada 23 September 1999 konsensus untuk mengesahkan undang-
undang mengenai HAM telah dicapai. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang hak asasi manusia telah lahir dari turunan ketetapan MPR No.
XVII/MPR/1998 yang cakupan aturannya persis seperti TAP MPR ditambah
dengan pengakuan terhadap hak-hak kelompok seperti anak, perempuan dan
33
masyarakat adat/ indigeneous people. Undang-Undang tersebut dengan
gamblang melihat hak asasi manusia sebagai hak kodrati yang melekat pada
manusia.43
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Definisi pelanggaran Hak Asasi Manusia belum diterima secara pasti
oleh masyarakat secara umum. Namun menurut para ahli telah disepakati
bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah suatu pelanggaran terhadap
kewajiban negara yang lahir dari instrumen-instrumen internasional Hak Asasi
Manusia.
Yang membedakan pelanggaran HAM dengan pelanggaran hukum
biasa dapat dilihat pada definisi oleh International Committee of the Red Cross
yang menyatakan pelanggaran HAM adalah tindakan atau kelalaian oleh
negara terhadap norma yang belum dipidana dalam hukum pidana nasional
tetapi merupakan norma Hak Asasi Manusia yang diakui secara internasional.44
Dua rumusan diatas menegaskan bahwa pihak yang bertanggungjawab
atas adanya pelanggaran HAM adalah negara, bukan individu atau badan
hukum. Dalam hukum internasional yang bersumber dari doktrin kedaulatan
dan persamaan hak antar warga, tanggung jawab negara merupakan prinsip
yang fundamental.
Setiap pelanggaran HAM baik berat maupun tidak melibatkan
tanggung jawab negara dalam upaya penyelesaiannya. Tidak hanya penting
untuk pemulihan bagi para korban HAM namun juga bertujuan agar tidak
43 Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia, h. 238-244. 44 Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia,h. 69.
34
terjadi lagi pada masa mendatang. Sekecil apapun langkah penyelesaian yang
dilakukan, tetap harus dilihat sebagai langkah kongkrit melawan impunitas.45
45 Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia, 70-71.
35
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. METRO TV
Sejarah Metro TV
Metro TV adalah televisi berita 24 jam pertama di Indonesia yang mulai
mengudara pada tanggal 25 November 2000 dengan 12 jam tayang. Sejak 1 April
2001, Metro TV sudah mulai mengudara selama 24 jam. Metro TV merupakan
salah satu anak perusahaan dari Media Group yang dimiliki oleh Surya Paloh.
Surya Paloh merintis usahanya dibidang pers sejak mendirikan surat kabar harian
PRIORITAS.
Pada tahun 1989, Surya Paloh mengambil alih Media Indonesia yang kini
tercatat sebagai surat kabar dengan oplah terbesar setelah Kompas di Indonesia.
Oleh karena kemajuan teknologi, Surya Paloh memutuskan untuk membangun
sebuah televisi berita mengikuti perkembangan teknologi dari media cetak ke
media elektronik. Metro TV bertujuan untuk menyebarkan berita dan informasi ke
seluruh pelosok Indonesia. Selain bermuatan berita, Metro TV juga menayangkan
beragam program informasi mengenai kemajuan teknologi, kesehatan,
pengetahuan umum, seni, budaya, dan lainnya lagi guna mencerdaskan bangsa.
Metro TV terdiri dari 70% berita, yang ditayangkan dalam 3 bahasa yaitu :
Indonesia, Inggris dan Mandarin ditambah lagi dengan 30% program non berita
yang edukatif. Metro TV dapat ditangkap secara teresterial dari 280 kota yang
tersebar di Indonesia yang dipancarkan dari 52 transmisi.
Selain secara teresterial, siaran Metro TV juga dapat ditangkap melalui
televisi kabel diseluruh Indonesia melalui satelit palapa 2 ke seluruh negara-
36
negara ASEAN, termasuk di Hongkong, Cina Selatan, India, Taiwan, Macao,
Papua New Guinea, dan sebagian Australia serta Jepang.
Metro TV juga melakukan kerjasama dengan beberapa televisi asing yaitu
kerjasama dalam pertukaran berita, pengembangan tenaga, dan banyak lagi.
Stasiun tersebut diantaranya adalah CCTV, Channel 7 Australia, dan Voice of
America (VOA). Metro TV memiliki internasional kontributor yang tersebar di
Jepang, Cina, USA, Inggris.
Metro TV memiliki 19 buah mobile satelit untuk menayangkan program
secara live mengenai kejadian-kejadian yang berlangsung. Peralatan tersebut
berupa :
1. 12 buah mobil SNG (Satelite News Gathering)
2. 7 buah mobil ENG (Electronic News Gathering)
Ijin Siaran : No.800/MP/PM/1999
Dikeluarkan pada : Tanggal 25 Oktober 1999
Dikeluarkan Oleh : Menteri Penerangan RI
Visi dan Misi Metro TV
1. Visi
Menjadi stasiun televisi Indonesia yang berbeda dan menjadi nomor
satu dalam program beritanya, menyajikan program hiburan dan gaya
hidup yang berkualitas. Memberikan konsep unik dalam beriklan
untuk mencapai loyalitas dari pemirsa maupun pemasang iklan.
2. Misi
37
a. Untuk membangkitkan dan kemajuan bangsa dan negara melalui
suasana yang demoktratis, agar unggul dalam kompetisi global
dengan menjunjung tinggi moral dan etika.
b. Memberikan nilai tambah di industri pertelevisian dengan
memberikan pandangan baru, mengembangkan penyajian
informasi yang berbeda dan memberikan hiburan yang berkualitas.
c. Dapat mencapai kemajuan yang signifikan dengan membangun
dan menambah aset perusahaan, untuk meningkatkan kualitas dan
kesejahteraan para karyawannya, dan menghasilkan keuntungan
yang signifikan bagi pemegang saham.1
B. Program Melawan Lupa
Program televisi merupakan rangkaian mata acara yang disuguhkan
kepada khalayak atas hasil kerjasama inovatif dan kreatif para insan
broadcasting televisi.2 Sejarah program televisi berkembang mulai dari
kehadirannya pada tahun 1950.
Dalam kurun waktu 24 jam acara televisi mempunyai jadwal
berbeda. Dimulai pada pagi hari, acara TV didominasi oleh berbagai macam
program sarat informasi. Program acara pagi pada hari kerja dan hari libur
akhir pekan (sabtu dan minggu) akan berbeda disesuaikan dengan kebutuhan
sosial biasanya yang bersifat hiburan.
Di siang hari, penonton televisi kebanyakan berasal dari orang yang
tinggal di rumah untuk itu program TV didominasi oleh opera sabun. Sore
1 http://www.metrotvnews.com/aboutus/ 2 Eva Arifin, Broadcasting to be broadcaster, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), h. 21.
38
harinya, program acara TV drama dan bincang-bincang. Pada malam hari,
merupakan waktu tayang utama karena kebanyakan orang ada di rumah untuk
menonton TV diisi dengan program sitkom, petualangan, dokumenter, film
dan sebagainya. Program dokumenter menayangkan peristiwa di kehidupan
nyata yang sering ditunjang dengan penggambaran dramatis atas peristiwa
sehingga pemirsa dapat mempelajari pelajaran moral dan sosial yang tepat.3
Penyiaran televisi dapat memasuki ke dalam unsur imajinasi
ekspresi dan visual layar kaca yang terasa semakin dekat. Hal ini yang dapat
membuat produksi penyiaran broadcasting televisi akan semakin berkibar
disaat produksi tersebut ditayangkan. Kategori keberadaan penonton
mempengaruhi seberapa “laris manis” nya rating suatu program. Dapat dilihat
dari Integrated Service Digital Network yang tersebar merata di seluruh
lapisan masyarakat yang dapat membentuk industri informasi yang cepat dan
instant.
Untuk menghasilkan suatu produksi yang bersifat imajinatif dan
ekspresif dibutuhkan perpaduan keharmonisan antara bunyi, efek dan tata
gerak yang diproduksi dari sebuah stasiun televisi. Berhasilnya suatu program
televisi merupakan hasil campuran olah suara dan olah tubuh terpadu yang
akhirnya akan membuat sebuah stasiun penyiaran televisi menjadi berbeda
dari stasiun-stasiun lainnya.4
Salah satu program dokumenter televisi adalah Melawan Lupa
yang tayang di Metro TV. Dokumenter Melawan Lupa merupakan program
kategori historis dimana materi diambil dari tayangan dokumentasi video
3 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori
Komunikasi (Yogyakarta : Jalasutra, 2010), h. 351-353. 4 Arifin, Broadcasting to be broadcaster, h. 59.
39
maupun gambar/foto, dan menggunakan para ahli yang memberikan kesaksian
di depan kamera. Sejarah adalah makna yang ditarik dari informasi yang
merupakan pengandaian berdasarkan bukti.
Kehadiran program dengan format dokumenter di Metro TV ada
seiring dengan berdirinya stasiun TV ini pada tahun 2000 dengan nama Metro
File. Sejak tahun 2012, program Metro File berganti nama menjadi Melawan
Lupa.
“Latar belakang diciptakannya program „Melawan Lupa‟ Metro
TV sebagai salah satu alternatif sajian yang bukan hanya mengetengahkan
tontonan semata tapi juga tuntunan dan edukasi. Mengingat selama ini
sejarah selalu dibahasakan sesuai bahasa penguasa dan memarginalkan
kelompok tertentu. Bahkan ada kalanya peristiwa/kejadian itu memang
sengaja diciptakan menjadi samar-samar”.
“Dengan tayangan ini, program „Melawan Lupa‟ ingin mencoba
mendudukan sejarah perjalanan bangsa sesuai dengan fakta, tanpa ada
rekayasa dan menonjolkan peran suatu kelompok tertentu kendati kenyataan
itu terasa pahit/getir. Mencoba mengingatkan kembali kejadian/peristiwa
yang pernah terjadi dan mulai terlupa dalam kolektif ingatan bangsa
Indonesia. Berpegang pada motto bangsa yang besar adalah bangsa yang
mau belajar dari sejarahnya sendiri dan belajar dari pengalaman sejarah itu
agar menjadi lebih arif maka lahirlah program Melawan Lupa”.5
“Konsep program „Melawan Lupa‟ adalah bagaimana suatu
tayangan program sejarah di televisi tidak terlalu ringan jika ditonton oleh
5 Wawancara pribadi dengan Sulardi selaku produser program Melawan Lupa Metro TV Jakarta, 2
Mei 2014 pkl 13.30 WIB.
40
sejarawan namun juga tidak terlalu berat ketika ditonton oleh masyarakat
awam. Naskah yang dibuat sebisa mungkin mudah dipahami, menggunakan
kata-kata yang umum”.6
“Target penonton dari Metro TV sendiri AB 20+ yaitu dengan
tingkat pendidikan SMA keatas dengan umur 20 tahun keatas. Namun seiring
berjalannya program ini ternyata banyak penonton „Melawan Lupa‟ dari
kalangan remaja yang berpendidikan SMA”.7
Perbedaan antara program Melawan Lupa dengan program lain
terletak pada segi format yaitu dokumenter, dan durasi tayang. Biasanya
program news atau yang berunsur berita berdurasi lebih panjang. Program
Melawan Lupa tayang pada hari Selasa pkl 21.30.
Judul tayangan perdana dokumenter video program Melawan Lupa
mengenai operasi komando jihad tahun 1977-1978. Menceritakan keturunan
anggota komando jihad, hubungan dengan DI/TII kelompok Kartosuwiryo
hingga dugaan keterlibatan intelijen dalam komando jihad. Sejak program
dokumenter ini berganti nama menjadi Melawan Lupa, sudah tayang lebih
dari 56 judul video dokumenter yang diantaranya disambut baik oleh beberapa
penonton terutama kaum muda. Berikut tanggapan mereka yang diambil dari
media sosial twitter resmi @mlp_metrotv :
6 Wawancara pribadi dengan Aji Baskoro selaku reporter program Melawan Lupa Metro TV
Jakarta, 11 Mei 2014 pkl 11.30 WIB. 7 Wawancara pribadi dengan Aji Baskoro.
42
KOMPAS pernah memberi judul aksi tentang aksi kamisan sebagai aksi menolak
lupa. Dari sanalah tercipta dengan tema pelanggaran HAM di Indonesia berjudul
Di Bawah Payung Hitam”.8
Alur kerja program dokumenter Melawan Lupa dimulai dengan agenda
rapat produksi yang dihadiri oleh kerabat kerja yang terlibat. Sebulan sebelum
mulai bekerja membuat produksi sudah di list beberapa tema atau topik yang akan
diangkat. Dua minggu sudah ada ide, reporter melakukan riset selama 3 atau 4
hari, kemudian produser membuat budgeting/anggaran yang dibutuhkan untuk
biaya operasional, team yang mengerjakan, PA mengedit selama 2 hari video
disesuaikan dengan naskah yang dibuat. Dalam menentukan tema yang akan
diproduksi, semua pihak kerabat kerja yang terlibat dalam program ini ikut andil
dalam pencarian ide topik yang akan diangkat.
8 Wawancara dengan Aji Baskoro.
43
Kerabat kerja yang bertugas pada program Melawan Lupa :
Produser
Sulardi
Reporter
Aji Baskoro
Production Assistant
Octaviani Resti
Camera Person
M.Irfan & Rohmat
Editor
Rico Airmas
Narator
Hendri Ismaoen
44
BAB IV
ANALISIS
A. Visualisasi Pelanggaran HAM dalam Program Dokumenter di Televisi
Melawan Lupa merupakan program dokumenter yang tayang di Metro
TV. Dalam setiap episode, Melawan Lupa fokus membahas satu topik yang
dikupas secara mendalam dengan deskripsi narasi dan gambar dilengkapi
kutipan wawancara dengan para tokoh yang mengetahui perihal yang sedang
dibahas.
Pada bab ini, analisis data di runtun dengan level makna semiotika
sosial Halliday sesuai teks narasi yang dibagi satu scene dalam beberapa
gambar shot. Untuk melihat bagaimana pelanggaran HAM ditampilkan dalam
gambar, berikut adalah tayangan program dokumenter Melawan Lupa
episode “Di Bawah Payung Hitam”.
Visualisasi Scene 1
Narasi
Sore itu lewat pukul empat///
Gambar
Menit 00:48
Menit 00:51
45
Di seberang istana negara
telah berdiri belasan orang
berpakaian serba hitam//
Setiap hari kamis/ mereka
berdiri disini///
Mencari perhatian rakyat dan
penguasa/ atas berbagai
kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia/ yang belum
terselesaikan///
Menit 00:54
Menit 00:57
Menit 01:00
46
Kasus-kasus pelanggaran
Hak Asasi Manusia/ yang
menjadikan mereka korban///
Menit 01:06
Menit 01:08
Menit 01:13
Menit 01:50
47
Menit : 01:55
Menit 02:08
Menit 02:33
Menit 03:01
48
Tiga level makna model semiotika sosial M.A.K Halliday yang dianalisis sesuai
visualisasi scene diatas adalah sebagai berikut :
1. Medan wacana/field of discourse
Pada scene 1 yang dibahas adalah aksi kamisan atau aksi payung
hitam. Aksi ini dilaksanakan setiap satu kali dalam sepekan pada kamis sore.
Tujuan dari aksi kamisan ini untuk memperjuangkan kasus Hak Asasi
Manusia/HAM berat yang terjadi di masa lampau hingga saat ini terutama
yang sudah diselidiki KOMNAS HAM agar segera dibawa ke pengadilan
HAM. Aksi kamisan dilaksanakan sejak 18 Januari 2007, jika dihitung maka
Sumarsih dan para korban HAM sudah tujuh tahun lamanya menggelar aksi
ini.
2. Pelibat wacana/tenor of discourse
Narasumber yang dikutip pada scene 1 ini adalah :
49
Maria Katarina Sumarsih
Pada menit 01:35 Maria Katarina Sumarsih muncul sebagai narasumber. Ia
merupakan koordinator aksi kamisan. Pada scene ini, Sumarsih berperan untuk
menjelaskan latar belakang dan segala perihal mengenai aksi kamisan yang
digelar di depan Istana Negara sebagai berikut :
“Perjuangan kami ini untuk membawa berbagai kasus pelanggaran
HAM berat terutama yang sudah diselidiki oleh KOMNAS HAM bisa
dibawa atau bisa diselesaikan melalui pengadilan HAM Ad hoc. Sayang,
dari peristiwa itu terjadi saya merasa tidak pernah berhenti untuk
mengadvokasi terhadap penembakan anak saya Wawan. Saya ingin
mewujudkan salah satu agenda reformasi yang diperjuangkan oleh
Wawan dan kawan-kawannya anak-anak mahasiswa gerakan ’98. Saya
ingin mewujudkan agenda reformasi yang ketiga yaitu penegakkan
supremasi hukum. Nah, inilah sejak tanggal 18 Januari 2007 kami
melakukan aksi diam di depan istana presiden setiap hari kamis jam
empat sampai jam lima sore kami memakai pakaian berwarna hitam,
berpayung berwarna hitam, berdiri berjajar di sepanjang police line,
kami menggelar spanduk, kami menyampaikan surat kepada presiden
dan dengan kamisan ini, banyak orang menyebut aksi payung hitam.
Inilah cara kami untuk bertahan tetap memperjuangkan agar kasus-
kasus pelanggaran HAM berat baik masa lalu maupun yang terjadi
sampai hingga saat ini bisa dibawa melalui pengadilan HAM”.1
3. Sarana wacana/mode of discourse
Sarana wacana dalam teks dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Teks Narasi Gaya Bahasa
Sore itu lewat pukul empat///
Di seberang istana negara telah berdiri
belasan orang berpakaian serba hitam//
Setiap hari kamis/ mereka berdiri
disini///
Mencari perhatian rakyat dan
penguasa/ atas berbagai kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia/ yang
Memakai bahasa Indonesia baku
(deskriptif), menjelaskan apa yang
sedang terjadi pada gambar. Gaya
bahasa deskriptif biasanya dipakai
dalam narasi. Dalam dunia
pertelevisian, teks deskriptif sangat
membantu agar apa yang tampak pada
gambar sesuai dengan apa yang
diceritakan oleh narator dan dapat
tersampaikan dengan baik sehingga
1 Dikutip dari Video Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV.
50
belum terselesaikan///
Kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia/ yang menjadikan mereka
korban///
terjadi persamaan makna antara apa
yang disampaikan oleh media dengan
apa yang ditangkap oleh penonton pada
tayangan tersebut.
Menggunakan gaya bahasa hiperbola
yang melebih-lebihkan. Hiperbola
adalah jenis gaya bahasa mengandung
pernyataan yang melebih-lebihkan baik
jumlah, ukuran, atau sifat dengan
maksud memberi penekanan pada suatu
pernyataan atau situasi untuk
memperhebat, meningkatkan kesan dan
pengaruhnya.2 Jenis gaya bahasa
hiperbola dalam tayangan ini
bermaksud menegaskan bahwa kasus
pelanggaran HAM juga merupakan
suatu yang penting demi terciptanya
keadilan bagi rakyat kecil. Karena
selama ini hukum di Indonesia dikenal
tajam kebawah, tumpul keatas.
Representasi dari scene 1 adalah gambaran aksi kamisan yang
menggunakan properti payung hitam dengan berbagai tulisan berwarna putih.
Selain payung hitam, mereka yang tergabung dalam komunitas Jaringan
Solidaritas Korban untuk Keadilan mengenakan tema pakaian berwarna hitam
dan juga menggelar spanduk berwarna hitam.
Aksi ini digelar di depan Istana Negara pada sore hari. Hal ini terlihat
pada menit 00:57 dan 01: 06 dimana banyak kendaraan lewat yang bertepatan
dengan jam pulang kantor. Aksi kamisan ini lebih dikenal oleh masyarakat umum
sebagai aksi payung hitam karena, dalam setiap pelaksanaannya, properti payung
hitam yang selalu dipakai pada saat aksi diam di depan Istana Negara.
2 AS Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), h. 153.
52
Sudah ratusan kali/ Sumarsih
bersama para korban HAM
dan keluarganya menggelar
kamisan///
Jangankan mendapatkan
keadilan.../// Surat untuk
presiden yang mereka kirim
setiap pekan/ belum berbuah
balasan//
Menit 03:17
Menit 03:20
Menit 04:04
1. Medan wacana/field of discourse
Medan wacana pada scene 2 membahas perjuangan Maria Katarina
Sumarsih selaku koordinator aksi kamisan bersama para korban dan keluarga
korban HAM untuk menuntut keadilan dari aksi kamisan ini. Selain
melakukan aksi diam di depan istana negara mereka juga menyampaikan
53
surat kepada presiden. Sudah ratusan kali mereka rutin memberi surat kepada
presiden sangat disayangkan tak pernah mendapat balasan.
2. Pelibat wacana/tenor of discourse
Pelibat wacana sebagai narasumber yang dikutip adalah:
Maria Katarina Sumarsih
Sumarsih sebagai koordinator aksi ini juga merupakan ibunda Wawan,
salah satu mahasiswa yang menjadi korban tragedi Semanggi I yang terjadi pada
bulan november tahun 1998. Ia menjelaskan bagaimana perjuangannya bersama
para korban dan keluarga korban HAM mencari keadilan pada tingkat DPR
sebagai berikut :
“300 kali ke istana, 300 kali diabaikan, negara masih takut dengan
tentara. Stop impuinitas! Karena Indonesia selama ini menjadi negara
impuinitas, yaitu melindungi para pelaku pelanggaran. Undang-
undangnya ada. Kami datang ke lembaga-lembaga terkait ternyata
mereka seperti DPR sendiri pernah menyatakan periode 1999-2004 itu
menyatakan bahwa tragedi Trisakti Semanggi I dan II bukan
pelanggaran HAM berat. Kemudian periode 2004-2009 itu hanya empat
fraksi yang setuju hasil kajian KOMNAS HAM oleh komisi III DPR
dibawa ke sidang paripurna tetapi enam fraksi tidak setuju. Ini
menunjukkan bahwa negara takut. Takut dengan pelaku pelanggaran
HAM”.3
3 Sumber : Dikutip dari Video Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV.
54
Maria Katarina Sumarsih adalah orang yang sangat gigih dalam
memperjuangkan kasus HAM yang menimpa anaknya, Wawan. Ia tak gentar
untuk mencari kejelasan juga keadilan bagi para korban dan keluarga korban
HAM yang menuntut agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat segera
diselesaikan di pengadilan dan pelaku pelanggaran segera diadili. Langkah
mereka dalam menjalani aksi payung hitam ini sebagai bentuk protes agar
Indonesia tidak menjadi negara yang impunitas/melindungi pelaku pelanggaran
HAM.
3. Sarana wacana/mode of discourse
Teks Narasi
Gaya Bahasa
Maria Chatarina Sumarsih/ adalah
ibunda Wawan/.. mahasiswa yang
menjadi korban tragedi semanggi
satu/ november 1998//
Sudah ratusan kali/ Sumarsih
bersama para korban HAM dan
keluarganya menggelar kamisan///
Jangankan mendapatkan
keadilan...///
Surat untuk presiden yang mereka
kirim setiap pekan/ belum berbuah
balasan//
Pada kalimat ini menggunakan
bahasa Indonesia yang baku. Gaya
bahasa yang digunakan adalah
kalimat deskriptif yang menjelaskan
sosok Maria Katarina Sumarsih
sebagai salah satu pejuang HAM.
Kalimat ini menceritakan perjuangan
ibu korban HAM yang mencari
keadilan atas kematian anaknya.
Kalimat ini menggunakan gaya
bahasa ironi. Majas ironi adalah
makna yang menyatakan
bertentangan dengan keadaan
sesungguhnya. Maksud dari gaya
bahasa ini ingin mengemukakan tiga
hal : 1. Makna berlawanan dengan
yang sebenarnya, 2. Ketidaksesuaian
antara suasana dan kenyataan yang
mendasari, 3. Ketidak sesuaian antara
harapan dan kenyataan.4 Maksud dari
kalimat ini adalah para korban HAM
dan keluarganya menggantungkan
4 Sumadiria, Bahasa Jurnalistik Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, h. 155.
55
harapan pada presiden untuk segera
menindak lanjuti keadilan atas kasus
pelanggaran HAM namun sayangnya
tak pernah ada tanggapan positif baik
membalas surat maupun menindak
lanjuti tuntutan mereka.
Representasi dari scene 2 lebih banyak mengambil shot sosok
Maria Katarina Sumarsih sebagai koordinator aksi payung hitam. Narasi pada
scene ini menceritakan perjuangan Sumarsih bersama korban dan para
keluarga korban HAM yang menuntut keadilan dari kasus pelanggaran HAM
yang terjadi. Menit 04:04 memperlihatkan penjaga istana negara sedang
menerima map dari peserta aksi kamisan yang berisi surat untuk presiden.
Scene ini menunjukkan surat yang sampai kepada presiden namun tidak
pernah ada balasan apalagi tindakan nyata dari pemerintah untuk
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Visualisasi Scene 3
Narasi Gambar
Kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia/ terjadi hampir
dalam setiap periode
kepemimpinan di negeri ini//
Menit 04:33
Menit 04:40
56
Dan pengalaman sejarah
menunjukkan/ kasus
pelanggaran HAM/ bukanlah
hal yang cepat
terselesaikan//
Menit 04:45
Menit 05:21
Menit 05:24
Menit 05:26
57
Menit 05:32
Menit 05:58
Menit 06:18
Menit 06:21
58
Menit 06:25
1. Medan wacana/field of discourse
Scene 3 diatas merupakan ideologi produser yang ingin disampaikan
program Melawan Lupa pada penonton mengenai kasus pelanggaran HAM
yang terjadi di Indonesia. Bahwa pelanggaran HAM bukanlah kasus yang
mudah untuk diselesaikan. Dari awal kemerdekaan hingga saat ini walaupun
sudah berganti presiden, kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia masih
saja terjadi.
2. Pelibat wacana/tenor of discourse
Narasumber yang ada pada scene 3 ini merupakan orang-orang yang
kompeten/qualified di bidangnya masing-masing. Kedua narasumber tersebut
adalah sebagai berikut :
59
Andreas Harsono
Pada menit 04:57 Andreas Harsono seorang peneliti HAM menjelaskan
latar belakang terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Keterangan Andreas
adalah sebagai berikut :
“Di Indonesia pergantian perubahan itu hanya terjadi bila terjadi
pergantian kekuasaan besar-besaran. Misal, pada perang dunia kedua,
setelah Jepang kalah, ada kesempatan bagi Soekarno dan kawan-kawan
untuk menyatakan kemerdekaan. Belanda waktu itu kalah, jadi ada
perubahan besar lantas terjadi proklamasi kemerdekaan. Atau tahun ’65
perang dingin, Soekarno terpepet, Soeharto masuk, ada pembunuhan
besar-besaran juga. Atau tahun ’98 ada krisis ekonomi, orang mencari
equilibrarium baru, ingin menaikkan daya tawar mereka terhadap
kekuasaan pusat. Nah, dalam rangka menaikkan daya tawar ini terjadi
sengketa. Dalam sengketa, baik dari sesama masyarakat maupun dari
negara melakukan kekerasan”.5
Haris Azhar
Menit ke 06:08, Haris Azhar koordinator KONTRAS (Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) sebagai narasumber kedua dalam
5 Sumber : Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV.
60
scene ini menjelaskan kejadian-kejadian pelanggaran HAM pada masa lampau.
Keterangannya sebagai berikut :
“Bukan hanya di masa peralihan kekuasaan, di masa Soeharto pun itu
ada banyak kekerasan. Ada banyak represif terhadap mahasiswa,
terhadap petani yang dianggap menghalangi agenda pembangunan.
Nah, di zaman-zaman itu kekerasan dilakukan dengan kasat mata. Orang
gampang dipenjarakan, diintimidasi oleh intel, oleh instrumen-instrumen
negara, tentara dan polisi bahkan sampai dihilangkan. Apakah orang-
orang ini menjadi korban bisa dengan gampang mendapatkan akses
keadilan? Tidak. Apakah mereka ini kasusnya diselesaikan? Tidak,
jarang sekali. Ada sejumlah masalah yang membuat mereka ketika
begitu menjadi korban maka mereka akan menjadi korban selamanya
dan tidak dapat keadilan. Dan itulah tipologi kekerasan negara”.6
3. Sarana wacana/mode of discourse
Teks Narasi Gaya Bahasa
Kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia/ terjadi hampir dalam
setiap periode kepemimpinan di
negeri ini//
Dan pengalaman sejarah
menunjukkan/ kasus pelanggaran
HAM/ bukanlah hal yang cepat
terselesaikan//
Pada dua kalimat ini menggunakan
gaya bahasa inuedo. Inuedo
merupakan jenis gaya bahasa berupa
sindiran dengan mengecilkan
kenyataan yang sebenarnya. Gaya
bahasa ini menyatakan kritik dengan
sugesti tidak langsung (Keraf,
1985:144:2004:144).7
Dari gaya bahasa yang dipergunakan
oleh reporter, terlihat bahwa dari awal
kepemimpinan presiden pertama yaitu
Soekarno hingga saat ini penyelesaian
kasus pelanggaran HAM belum juga
tercapai. Masih banyak pekerjaan
rumah bagi pemerintah untuk mencari
solusi dari permasalahan kasus
pelanggaran HAM.
Beberapa gambar yang diambil pada scene 3 ini merepresentasikan
situasi kejadian pada masa lampau. Menit 05:58 sampai dengan menit 06:25
6 Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV. 7 Sumadiria, Bahasa Jurnalistik Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, h. 157.
61
adalah gambaran situasi penangkapan para terduga anggota PKI untuk
menunjukkan pelanggaran HAM di masa peralihan dari masa Sukarno ke
Suharto.8
Visualisasi Scene 4
Narasi Gambar
Orde baru tengah menghadapi
gempuran kritik dunia
internasional/ ketika
KOMNAS HAM berdiri 7 Juni
1993///
Ketika itu/ peristiwa yang
membuat Indonesia duduk di
kursi panas/ adalah kasus
penembakan aktivis Timor
timur di kompleks
pemakaman Santa Cruz/ Dili/
12 November 1991///
Menit 12:28
Menit 12:35
Menit 12:38
8 Wawancara langsung dengan Aji Baskoro reporter Melawan Lupa, Jakarta, 11 Mei 2014.
62
Menit 13:25
1. Medan wacana/field of discourse
Medan wacana pada Scene 4 menceritakan situasi pada masa jabatan
pemerintahan presiden Soeharto yang pada waktu itu terjadi tragedi Santa
Cruz menjadikan Indonesia dituduh telah melakukan pelanggaran HAM
berat. Hal ini mendesak presiden Soeharto untuk mendirikan suatu lembaga
yang bernama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau yang disingkat
menjadi KOMNAS HAM.
2. Pelibat wacana/tenor of discourse
Todung Mulya Lubis
Pada menit ke 13:08 Todung Mulya Lubis seorang pakar hukum ikut
berperan sebagai narasumber pada scene 4. Ia memberi penjelasan mengenai
peristwa Santa Cruz :
63
“Ada peristiwa Santa Cruz yang menghebohkan. Mana banyak sekali
yang mati ditembak pada waktu itu. Nah, Santa Cruz menjadi duri dalam
daging buat Indonesia pada waktu itu Indonesia dianggap sebagai
negara yang melanggar Hak Asasi Manusia, sangat brutal. Sehingga
kritik yang begitu gencar terhadap Indonesia itu salah satu pendorong
berdirinya KOMNAS HAM”.9
Andreas Harsono
Menit 13:36 Andreas Harsono muncul kembali untuk menceritakan
bagaimana suasana masa orde baru hingga membentuk sebuah komisi yang
menangani permasalahan Hak Asasi Manusia :
“Waktu itu dibentuk tim pencari fakta di kalangan militer itu sendiri
dipimpin oleh Jendral Faisal Tanjung. Hasilnya dikeluarkan sehingga
beberapa panglima tentara diganti ada yang diberhentikan. Namun
pemeriksaan oleh internal militer tidak cukup sehingga presiden
Soeharto pada waktu itu membentuk sebuah komisi Hak Asasi Manusia
karena menurut beliau, perlu untuk menjawab berbagai macam
pertanyaan dari tokoh-tokoh negara lain kepada pak harto”.10
3. Sarana wacana/mode of discourse
Teks Gaya Bahasa
Orde baru tengah menghadapi
gempuran kritik dunia internasional/
ketika KOMNAS HAM berdiri 7
Juni 1993///
Ketika itu/ peristiwa yang membuat
Indonesia duduk di kursi panas/
adalah kasus penembakan aktivis
Kalimat ini menggunakan gaya
bahasa deskriptif sebagai gambaran
dari situasi yang sedang terjadi pada
scene 4.
Kalimat ini menggunakan gaya
bahasa perumpamaan pada kata
“kursi panas”. Gaya bahasa
9 Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV. 10 Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV.
64
Timor timur di kompleks
pemakaman Santa Cruz/ Dili/ 12
November 1991///
perumpamaan membandingkan dua
hal yang berbeda sehingga memiliki
unsur persamaan diantara keduanya.
Dalam bahasa latin disebut simile
yang artinya seperti.11 Kursi panas
yang dimaksud dalam teks narasi
adalah desakan oleh para tokoh
pemimpin dari berbagai negara atas
pelanggaran HAM yang terjadi saat
itu. Indonesia seperti sedang diadili
dan dihakimi dalam suasana sidang
dan menjadi terdakwa yang duduk di
sebuah kursi. Panas menggambarkan
suasana yang terjadi pada saat itu.
Representasi scene 4 pada menit 12:28 sampai 12:38 adalah rekaman
gambar video pada saat konferensi non blok Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-
10 pada bulan September 1992. Gambar ini sebagai ilustrasi hubungan Indonesia
dengan dunia Internasional.12
Visualisasi Scene 5
Narasi Gambar
Namun para pendiri lembaga
ini/ termasuk Baharuddin
Lopa/ berhasil menjadikan
KOMNAS HAM sangat
bergigi di masa itu///
Menit 14:19
11 Sumadiria, Bahasa Jurnalistik Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, h. 147. 12 Wawancara Pribadi dengan Aji Baskoro (Reporter Melawan Lupa), Jakarta, 11 Mei 2014.
65
Bahkan pada awal
pembentukannya/ KOMNAS
HAM menjadi lembaga
penegak hukum yang paling
dipercaya masyarakat///
Menit 14:24
Menit 14:27
Menit 14:53
Menit 14:55
66
1. Medan wacana/field of discourse
Scene ini membahas tentang peranan KOMNAS HAM dari awal
pembentukannya hingga menjadi suatu lembaga pemerintah yang dipercaya
masyarakat dalam menegakkan hukum di Indonesia walaupun pada saat
pelanggaran HAM banyak terjadi, namun kerja keras KOMNAS HAM
terlihat baik di mata masyarakat.
2. Pelibat wacana/tenor of discourse
Penjelasan Todung Mulya Lubis (pakar hukum) sebagai narasumber pada menit
14:36 adalah sebagai berikut :
“KOMNAS HAM pada waktu itu lebih sebagai etalase. Bukan berarti
KOMNAS HAM tidak berjasa. Berjasa karena individu-individu yang
sangat berani seperti Baharuddin Lopa pada waktu itu mampu membuat
KOMNAS HAM diperhitungkan. Jadi, walaupun pada awalnya
KOMNAS HAM itu sebagai etalase tapi dia berhasil menggunakan
kesempatan yang ada untuk memperkuat institusi Hak Asasi Manusia
itu”.13
3. Sarana wacana/mode of discourse
Teks Gaya Bahasa
Tapi para pendiri lembaga ini/
termasuk Baharuddin Lopa/ berhasil
menjadikan KOMNAS HAM sangat
bergigi di masa itu///
Bahkan pada awal pembentukannya/
Menggunakan gaya bahasa
perumpamaan. Kata sangat bergigi
menjadi perumpamaan bahwa pada
masa itu kerja dari lembaga
KOMNAS HAM terlihat baik oleh
13 Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV.
67
KOMNAS HAM menjadi lembaga
penegak hukum yang paling
dipercaya masyarakat///
masyarakat. Kata sangat bergigi
juga menunjukkan kerja keras
KOMNAS HAM sangat terlihat
mencolok dibandingkan dengan
lembaga penegak hukum lainnya.
Representasi gambar pada menit 14:19 hingga 14:27 adalah cuplikan
karikatur terkait dengan isu HAM yang mengemuka pada tahun 90-an pasca
peristiwa Santa Cruz saat presiden Soeharto didesak dunia internasional untuk
membuat KOMNAS HAM.14
Visualisasi Scene 6
Narasi Gambar
Penegakan HAM masih jalan
di tempat///
Menit 15:11
Menit 15:12
14 Wawancara Pribadi dengan Aji Baskoro (Reporter Melawan Lupa), Jakarta, 11 Mei 2014.
68
Keadilan masih menjadi
mimpi yang harus
diperjuangkan oleh para
korban pelanggaran Hak
Asasi Manusia///
Menit 15:13
Menit 15:15
Menit 15:17
Menit 15:19
Menit 15:31
69
Menit 15:32
Menit 15:36
Menit 15:50
70
Menit 15:58
1. Medan wacana/field of discourse
Scene ini membahas pelanggaran HAM yang terjadi pada masa
transisi antara orde baru dan masa reformasi. Ternyata setelah Soeharto
lengser masih terjadi beberapa kasus pelanggaran HAM, salah satunya
pembunuhan aktivis HAM Munir.
2. Pelibat wacana/tenor of discourse
Pada scene ini, Siti Noor Laila sebagai ketua KOMNAS HAM (Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia) menjelaskan pelanggaran yang terjadi di
Indonesia :
“Di Indonesia ternyata demokrasi tidak signifikan terhadap menurunnya
pelanggaran HAM. Jadi, kalau demokrasi ini ke arah yang benar,
mestinya pelanggaran HAM menurun dan kesejahteraan rakyat
meningkat. Artinya, dari sini ada yang harus dievaluasi pada masa
transisi ini. Polanya saja yang berbeda, lakonnya saja yang berbeda.
71
Jadi kalau pada rezim orde baru berdasarkan laporan yang masuk di
KOMNAS HAM pihak yang banyak dilaporkan adalah TNI. Nah, pada
masa transisi sampai sekarang ini pihak yang dilaporkan itu banyak
polisi, yang kedua pemerintah daerah, yang ketiga pemerintah swasta.
Ternyata, polanya adalah dimana kewenangan itu diberikan lebih besar,
maka dia berpotensi terhadap pelanggaran HAM”.15
Haris Azhar adalah seorang koordinator KONTRAS (Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Dalam scene ini ia berpendapat
pada zaman pasca pemerintahan presiden Soeharto juga terdapat banyak
kekerasan dan pelanggaran HAM salah satunya kasus pembunuhan aktivis
Munir. Keterangannya dapat dilihat sebagai berikut :
“Pasca Soeharto pun ada banyak peristiwa. Semanggi I, Semanggi
II, berbagai peristiwa kekerasan Munir dibunuh bahkan di zaman
pasca Soeharto. Ada paradigma yang belum dikoreksi. Hari ini,
masih dihidupkan paradigma bahwa negara harus diperkuat,
masyarakat harus diperlemah, masyarakat harus dikontrol, HAM
sebagai agenda barat”.16
3. Sarana wacana/mode of discourse
Teks Narasi Gaya Bahasa
Penegakan HAM masih jalan di
tempat/
Keadilan masih menjadi mimpi
yang harus diperjuangkan para
korban pelanggaran Hak Asasi
Manusia///
Gaya bahasa yang ada pada kalimat
ini adalah sinisme. Sinisme
merupakan gaya bahasa berupa
sindiran yang berbentuk kesangsian.
Sinisme ialah ironi yang lebih kasar
sifatnya. Biasanya gaya bahasa ini
15 Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV. 16 Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV.
72
dipakai untuk mengkritik
ketimpangan sosial-ekonomi, ketidak
adilan dan sikap diskriminatif lainnya
yang terjadi.17
Melalui kalimat ini, Melawan Lupa
menyampaikan penyelesaian kasus-
kasus pelanggaran HAM belum
menemukan titik temu, berhenti di
tengah perjalanan karena pengadilan
HAM belum juga dilaksanakan.
Represetasi yang ingin disampaikan pada scene 6 ini adalah gambaran
unjuk rasa mahasiswa yang menuntut presiden Soeharto turun. Gambar pada
menit 15:36 menunjukkan mahasiswa ingin Soeharto lengser dan menuntut
reformasi. Mahasiswa yang menjadi korban pelanggaran HAM pada saat itu
harus berjuang menemukan keadilan dari apa yang mereka alami.
Visualisasi Scene 7
Narasi Gambar
Di berbagai belahan dunia/
perjuangan untuk membela
Hak Asasi Manusia tak
berhenti///
Pun di Indonesia/ karena jalan
untuk memenangkan
perjuangan itu/ sebenarnya
ada///
Menit 17:11
Menit 17:14
17 Bahasa Jurnalistik, h. 160.
73
Menit 17:25
Menit 17:44
Menit 17:48
74
Menit 18:08
Menit 18:11
Menit 18:45
1. Medan wacana/field of discourse
Yang dibahas pada scene 7 ini adalah berbagai perjuangan menuntut
penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi salah satunya di
Indonesia. Dari berbagai kasus pelanggaran HAM yang belum selesai salah
satunya adalah pembunuhan aktivis Munir.
75
2. Pelibat wacana/tenor of discourse
Pada menit 17:34 koordinator KONTRAS, Haris Azhar berbicara mengenai
pengadilan HAM.
“Pengadilan HAM tidak pernah digunakan sampai saat ini. Kita
pernah menggunakan Undang-undang ini untuk kasus Timor Leste,
untuk kasus Tanjung Priok, dan kasus Adipura. Dan kita masih
punya banyak rentetan kasus pelanggaran HAM yang sudah
diselidiki oleh KOMNAS HAM tapi tidak ditindak lanjuti oleh
kejaksaan agung. Secara hukum kita punya cara, saya pikir tinggal
ketegasan pemerintah aja”.18
Peneliti HAM, Andreas Harsono menjelaskan mengenai Hak Asasi Manusia
sebagai berikut:
“Hak Asasi Manusia itu bukan monopoli satu negara saja. Hak asasi
manusia adalah produk kemanusiaan kita semua. Dari dunia barat ada
sumbangan dari Aristoteles, Plato, dari Jerman ada Imanuel Khan, dari
kebudayaan Islam ada piagam Madinah, dari timur jauh juga ada
sumbangan dari negara-negara yang sekarang menjadi Tiongkok,
Korea, Jepang dan lain-lain. Itu berjalan selama dua ribu, tiga ribu
18 Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV.
76
tahun terakhir kemudian di deklarasikan pada tahun 1948. Jadi ini
semua perjuangan umat manusia secara keseluruhan sehingga disebut
sebagai Hak Asasi Manusia”.19
3. Sarana wacana/mode of discourse
Teks Narasi Gaya Bahasa
Di berbagai belahan dunia/
perjuangan untuk membela Hak
Asasi Manusia tak berhenti///
Pun di Indonesia/ karena jalan
untuk memenangkan perjuangan
itu/ sebenarnya ada///
Dua kalimat teks narasi disamping
menggunakan gaya bahasa persuasif
yang menunjukkan sikap optimisme
pada penonton tentang perjuangan
membela HAM.
Pada kalimat ini Melawan Lupa
menyampaikan pada penonton bahwa
sebagai bangsa yang berdasarkan asas
demokrasi, jangan pernah takut
memperjuangkan Hak Asasi Manusia
asalkan ada kemauan, pasti ada jalan.
Representasi visual scene 17:11 hingga 18:11 adalah cuplikan gambar
unjuk rasa menuntut penyelesaian kasus pembunuhan aktivis Munir.20 Teks
narasi yang disampaikan oleh narator ingin menyampaikan bahwa sebenarnya
kasus pelanggaran HAM bisa diselesaikan, semua tergantung dari kemauan
kita sebagai bangsa yang mengakui adanya Hak Asasi Manusia. Pandangan
narasumber dalam scene ini ikut memperkuat apa yang dikatakan oleh
narator.
Visualisasi Scene 8
Narasi Gambar
Ketika Hak Asasi
Manusia masih dianggap
Menit 19:00
19 Melawan Lupa Episode “Di Bawah Payung Hitam”, Metro TV. 20 Wawancara Pribadi dengan Aji Baskoro (reporter Melawan Lupa), Jakarta, 11 Mei 2014.
78
Ketika di depan Istana
masih ada payung
hitam...
Berarti masih ada sejarah
yang dilupakan///
Menit 19:14
Menit 19:17
Menit 19:19
Menit 19:25
Menit 19:29
79
1. Medan wacana/field of discourse
Tayangan visualisasi pada scene 8 ini menjadi akhir/penutup dari
episode “Di Bawah Payung Hitam” yaitu kesimpulan dari keseluruhan aksi
perjuangan mencari keadilan untuk para korban dan keluarganya. Maka, pada
scene ini narator berbicara tegas bahwa selama masih ada aksi payung
hitam/aksi kamisan, maka keadilan atas kasus pelanggaran HAM yang sudah
terjadi belum selesai dan sejarah mengenai isu HAM masih dilupakan.
2. Pelibat wacana/tenor of discourse
Pada scene terakhir ini tidak ada narasumber yang memberi
keterangan namun hanya sebagai penutup dari keseluruhan scene yang ada
pada tayangan Melawan Lupa episode “Di Bawah Payung Hitam”.
3. Sarana wacana/mode of discourse
Teks Narasi Gaya Bahasa
Ketika Hak Asasi Manusia masih
dianggap milik sebagian orang
saja/ Sumarsih takkan berhenti
beraksi///
Karena reformasi berdiri di atas
jasad anaknya///
Baginya/ perjuangan untuk
mendapatkan keadilan/ takkan
Kalimat yang membentuk kesatuan
paragraf naskah teks ini
menggunakan gaya bahasa deskriptif
yang hiperbola yaitu jenis gaya
bahasa yang mengandung pernyataan
melebih-lebihkan baik jumlah,
ukuran, sifat atau situasi dengan
maksud memberi penekanan untuk
meningkatkan kesan dan
80
pupus meski bertahun tahun
diabaikan///
Ketika di depan Istana masih ada
payung hitam...Berarti masih ada
sejarah yang dilupakan///
pengaruhnya.21
Pada kalimat ini, Melawan Lupa
menegaskan bahwa perjuangan
Sumarsih akan terus berlanjut hingga
keadilan atas kasus-kasus
pelanggaran HAM berat segera
tercapai.
Representasi dari visual scene 8 memperlihatkan aksi kamisan yang
juga sebagai penutup dari episode “Di Bawah Payung Hitam”. Gambaran
diatas merepresentasikan bahwa aksi payung hitam yang mereka lakukan
sebagai langkah advokasi atas kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi
merupakan suatu pengingat bahwa selama ini isu HAM di Indonesia luput
dari ingatan masyarakat maupun pemerintah.
B. Pesan yang Ingin Disampaikan Kepada Penonton Program Melawan
Lupa
1. Di Indonesia Hak Asasi Manusia masih dianggap sesuatu yang tabu.
Masyarakat pada umumnya masih belum mengetahui apa yang dimaksud
dengan Hak Asasi Manusia dan bagaimana memenuhi hak dan kewajiban
dalam HAM. Hal ini digambarkan oleh Melawan Lupa pada keterangan
narasumber yaitu Haris Azhar sebagai pelibat wacana. Pada pembukaan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pengakuan atas martabat alami dan
hak-hak yang sama tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia
adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia.22
21 Bahasa Jurnalistik, h. 153. 22 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia diakses pada 5 April 2014 dari
http://www.kontras.org.
81
2. Kekerasan dan pembunuhan merupakan dua hal yang erat kaitannya dengan
pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pesan ini digambarkan Melawan Lupa pada
gambar tragedi kerusuhan Santa Cruz, kerusuhan aksi unjuk rasa mahasiswa
’98, dan kata “Dibunuh” pada tulisan yang terdapat pada spanduk yang
dibentangkan ketika unjuk rasa menuntut penyelesaian kasus pembunuhan
Munir sebagai aktivis HAM. Pada pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan
dan keselamatan sebagai individu.23
23 http://www.kontras.org.
82
3. Perjuangan menuntut keadilan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia bukanlah
hal yang mudah. Karena dalam penyelesaiannya masih banyak rintangan
yang harus dihadapi oleh para pejuang HAM. Namun, hingga saat ini
perjuangan itu masih terus berjalan. Hal ini disampaikan Melawan Lupa pada
teks narasi sebagai berikut24 :
“Di berbagai belahan dunia/ perjuangan untuk membela Hak Asasi
Manusia tak berhenti///
Pun di Indonesia/ karena jalan untuk memenangkan perjuangan itu/
sebenarnya ada///”.
Pada pasal 7 dan 8 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia disebutkan25 :
Pasal 7
“Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan
hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan
yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan
Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada
diskriminasi semacam ini”.
Pasal 8
“Setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif dari pengadilan
nasional yang kompeten untuk tindakan-tindakan yang melanggar hak-
hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau
hukum”.
24 Teks Narasi Melawan Lupa episode “Di Bawah Payung Hitam”. 25 DUHAM diakses pada 5 April 2014 dari http://www.kontras.org.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menyimak tayangan program dokumenter Melawan Lupa pada episode
“Di Bawah Payung Hitam” dan menganalisis pada bab IV maka peneliti
merumuskan sesuai dengan model analisis semiotika sosial, kesimpulan dari
tiga level makna yang diteliti pada teks yaitu sebagai berikut :
1) Medan wacana
Pada episode “Di Bawah Payung Hitam”, wacana yang diangkat oleh
program dokumenter Melawan Lupa yaitu mengenai kasus-kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia selama ini masih
belum menemukan titik temu sebagai penyelesaian akhir.
2) Pelibat wacana
Narasumber pada episode “Di Bawah Payung Hitam” pada program
dokumenter Melawan Lupa berperan sebagai pendukung, melengkapi teks
narasi yang dibuat oleh reporter. Sebagai program yang mengangkat
gambaran nyata dari kejadian dan pelaku asli pada program dokumenter,
narasumber berfungsi sebagai tokoh yang memperkuat dari apa yang
dikemas oleh Melawan Lupa. Pada episode ini, narasumber utama adalah
Maria Katarina Sumarsih sebagai pejuang Hak Asasi Manusia dari aksi
payung hitam yang ia gelar setiap kamis di depan istana negara. Bentuk
dokumenter adalah salah satu program yang bersumber dari pengetahuan
sejarah maka pada episode yang mengangkat tentang pelanggaran HAM
84
dimunculkan narasumber lain untuk menjelaskan apa yang mereka ketahui
dari peranan mereka di masyarakat sesuai dengan bidang masing-masing
seperti Haris Azhar sebagai koordinator KONTRAS (Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Todung Mulya Lubis sebagai pakar
hukum, Andreas Harsono sebagai peneliti HAM dan narasumber terakhir
Siti Noor Laila sebagai ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM). Haris Azhar menyampaikan bahwa sebenarnya kasus
pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia bisa diselesaikan, hanya saja
memerlukan ketegasan dari pemerintah dan partisipasi dari pihak-pihak
terkait salah satunya dengan mengadakan pengadilan HAM. Andreas
Harsono mengatakan hak asasi manusia bukan produk satu negara saja,
namun hak asasi manusia merupakan produk kita semua. Maksudnya, hak
asasi manusia merupakan hak dan kewajiban bagi setiap orang untuk saling
memenuhi dan menjaganya. Siti Noor Laila menyimpulkan bahwa ternyata
di Indonesia demokrasi tidak signifikan terhadap menurunnya pelanggaran
HAM.
3) Sarana wacana
Teks narasi pada episode ini, Melawan Lupa menggunakan beberapa gaya
bahasa diantaranya : deskriptif, persuasif, perumpamaan, inuedo, ironi,
sinisme dan hiperbola. Namun, dari keseluruhan isi teks narasi lebih banyak
menggunakan gaya bahasa deskriptif dan hiperbola. Kalimat deskriptif
digunakan untuk menceritakan kejadian atau situasi yang sedang terjadi
pada gambar visual yang terlihat pada layar televisi. Sedangkan gaya bahasa
hiperbola pada teks narasi ini dipergunakan pada kata-kata untuk
85
memberikan efek yang lebih dramatis pada situasi yang ceritakan pada teks
narasi. Dari gaya bahasa hiperbola yang dipakai oleh Melawan Lupa maka
jelaslah maksud dari program ini ingin menunjukkan bahwa pelanggaran
Hak Asasi Manusia merupakan sesuatu yang urgent dan penting untuk
diperhatikan baik oleh masyarakat umum maupun presiden sebagai kepala
negara yang bertanggung jawab atas pemerintahan di Indonesia.
Representasi pelanggaran HAM di Indonesia dari visualisasi gambar
pada episode “Di Bawah Payung Hitam” lebih menonjolkan aksi kamisan sebagai
perjuangan menuntut keadilan atas kasus pelanggaran HAM. Bahasan tentang
pelanggaran Hak Asasi Manusia hanya sedikit digambarkan oleh Melawan Lupa.
Pesan yang ingin disampaikan dari tayangan program dokumenter
Melawan Lupa yaitu Hak Asasi Manusia merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan. Selama ini penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia
tidak pernah tuntas. Maka dapat dikatakan selama ini Indonesia merupakan negara
impuinitas yang melindungi para pelaku pelanggar HAM. Maria Katarina
Sumarsih salah satu pejuang yang tidak pernah lelah menyuarakan dan menuntut
keadilan atas semua kasus HAM berat yang selama ini luput dari perhatian
pemerintah.
Peneliti yang memposisikan diri sebagai penonton program dokumenter
hanya menemui sedikit pemahaman mengenai pelanggaran HAM yang terjadi di
Indonesia. Visualisasi yang ditampilkan mengenai esensi dari pelanggaran HAM
belum tersampaikan. Dari representasi gambar yang disampaikan melalui narasi,
ada beberapa shot gambar yang kurang pas dan tidak sesuai dengan teks narasi
yang dibacakan oleh narator. Maka, teori representasi Stuart Hall yang
86
menyatakan bahwa tidak ada jaminan makna yang diproduksi akan sama dengan
makna yang dikonsumsi oleh enkoder (penonton) adalah benar.
B. Saran
1. Sebaiknya gambar yang ditampilkan pada layar televisi sesuai dengan
naskah yang dibaca oleh narator agar makna pesan oleh produser/penyaji
program Melawan Lupa dapat tersampaikan dengan baik. Dan lebih
memperdalam makna pelanggaran HAM melalui visualisasi gambar.
2. Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki oleh seseorang sejak
dilahirkan. Hak Asasi Manusia melekat pada diri seseorang dan tidak satu
pun orang boleh merampasnya. Pengakuan atas Hak Asasi Manusia secara
universal terdapat pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang
dirumuskan pada tanggal 10 Desember 1948. Hak Asasi Manusia
merupakan sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Selama ini isu HAM
masih dianggap tabu oleh masyarakat maupun pemerintah. Dari sejarah
kita dapat belajar agar pembunuhan dan kekerasan tidak lagi menjadi suatu
cara penyelesaian dari konflik sosial yang terjadi. Sehingga kedepannya
tidak terjadi lagi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia.
3. Film dokumenter yang menampilkan sejarah mengenai suatu peristiwa,
biografi seorang tokoh, maupun sejarah dari suatu tempat seharusnya
menjadi tontonan wajib untuk para mahasiswa. Sebagai lembaga institusi
pendidikan, universitas ikut berperan dalam memfasilitasi mahasiswa/i nya
untuk berkarya agar para mahasiswa tidak hanya menjadi penonton namun
dapat juga membuat suatu karya film dokumenter yang dikemas dengan
menarik.
87
DAFTAR PUSTAKA
Amir Piliang, Yasraf. Semiotika dan Hipersemiotika: kode, gaya dan matinya
makna. Bandung: Matahari, 2012.
Arifiannto, S. “Konstruksi Teori-teori Dalam Perspektif Kajian Budaya dan
Media”, h.9.
Arifin, Eva. Broadcasting to be broadcaster. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010.
Burton, Graeme. Membincangkan Televisi Sebuah Pengantar Kajian Televisi.
Yogyakarta : Jalasutra, 2011.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2004.
Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai
Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta : Jalasutra, 2010.
Freek, Colombijn “budaya praktik kekerasan di Indonesia” dlm buku Konflik
Kekerasan Internal, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia; MOST-LIPI, 2004)
h.281
Halliday, M.A.K dan Hasan, Ruqaiya. Bahasa, Konteks, dan Teks : Aspek-aspek
Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1992.
Halliday, M.A.K. Language as social semiotic the social interpretation of
language and meaning. New York: Athenaeum Press, 1978.
Haris Sumadiria, AS. Bahasa Jurnalistik Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Graeme Burton, Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra, 2012.
Ihza Mahendra, Yusril. Dinamika Tata Negara Indonesia : Kompilasi aktual
masalah konstitusi dewan perwakilan dan sistem kepartaian. Jakarta : Gema
Insani Press, 1996.
Iswidayati, Sri. “Roland Barthes dan Mithologi” http//www. Journal.unnes.ac.id,
28 Agustus 2014
Kenjono, Djoko. Dasar-dasar Linguistik Umum. Jakarta: Mathias Diederich,
1990.
88
Kriyanto, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana, 2007.
Mahmud Marzuki, Peter. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana, 2009.
Mahfud MD, Moh. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta :
UII Press, 1993.
Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Parera, J.D. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga, 2004.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008.
Riyadi, Eko. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009.
W. Little John, Stephen dan A. Foss, Karen. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika, 2011.
90
Tanggal Wawancara : 11 Mei 2014
Bersama Reporter Program Melawan Lupa
Mas Aji Baskoro
91
Naskah Di Bawah Payung Hitam
SEG1
SORE ITU LEWAT PUKUL EMPAT/// DI SEBERANG ISTANA NEGARA TELAH BERDIRI BELASAN ORANG BERPAKAIAN SERBA HITAM// SETIAP HARI KAMIS/ MEREKA BERDIRI DISINI/// MENCARI PERHATIAN RAKYAT DAN PENGUASA/ ATAS BERBAGAI KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA/ YANG BELUM TERSELESAIKAN/// KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA/ YANG MENJADIKAN MEREKA KORBAN///
SOT Sumarsih (Koordinator Aksi Kamisan) Aksi Kamisan kita mulai sejak tanggal 12 Januari 2007, untuk membawa berbagai kasus pelanggaran berat yang telah diselidiki Komnas HAM supaya bisa dibawa ke pengadilan HAM ad hoc...
MARIA CHATARINA SUMARSIH/ ADALAH IBUNDA WAWAN/.. MAHASISWA YANG MENJADI KORBAN TRAGEDI SEMANGGI SATU/ NOVEMBER 1998// SUDAH RATUSAN KALI/ SUMARSIH BERSAMA PARA KORBAN HAM DAN KELUARGANYA MENGGELAR KAMISAN/// JANGANKAN MENDAPATKAN KEADILAN.../// SURAT UNTUK PRESIDEN YANG MEREKA KIRIM SETIAP PEKAN/ BELUM BERBUAH BALASAN//
SOT Sumarsih (Koordinator Aksi Kamisan)
92
tentang aksi Kamisan yang telah lebih dari 300 kali, namun mereka seperti diabaikan, negara seolah-olah masih takut mengungkap berbagai pelanggaran HAM yang pernah terjadi.
ROLL NATSOUND REFLEKSI AKSI KAMISAN
FADE TO BLACK
KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA/ TERJADI HAMPIR DALAM SETIAP PERIODE KEPEMIMPINAN DI NEGERI INI// DAN PENGALAMAN SEJARAH MENUNJUKKAN/ KASUS PELANGGARAN HAM/ BUKANLAH HAL YANG CEPAT TERSELESAIKAN//
GAMBAR MASA ORDE LAMA DARI PASCA G30S HINGGA PENANGKAPAN PARA PELAKU G30S
SOT Andreas Harsono (Peneliti HAM) “Di Indonesia, perubahan itu terjadi hanya terjadi pergantian kekuasaan besar-besaran. Misal dari masa kemerdekaan, ketika setelah proklamasi ada pembunuhan besar-besaran, atau pada masa perang dingin, Sukarno terjepit, Suharto masuk, ada pembunuhan besar-besaran. “Pada perubahan-perubahan seperti inilah, berbagai kelompok masyarakat mencarai equilibrium baru, penyesuaian baru, untuk menaikkan posisi tawar masing-masing. Dan dalam proses inilah kekerasan terjadi, baik yang dilakukan oleh negara maupun sesama masyarakat sipil terjadi.” “Ini adalah hal yang wajar terjadi dalam perjuangan umat manusia”
SOT Haris Azhar (Koordinator KontraS) “Kekerasan negara itu bukan hanya di masa peralihan kekuasaan, dari Sukarno ke Suharto atau ketika Suharto lengser, tapi
93
bahkan di zaman Sukarno pun itu terjadi, di zaman Suharto terjadi” “Apakah orang-orang yang menjadi korban bisa gampang mendapat akses keadilan, tidak. Itulah tipologi kekerasan negara, sekali menjadi korban, mereka harus menjadi korban selamanya. Mereka harus susah payah, puluhan tahun menuntut keadilan.”
KETIDAKADILAN-LAH YANG MELAHIRKAN SOSOK YAP THIAM HIEN///
SEORANG PENGACARA KETURUNAN TIONGHOA/ YANG RELA KELUAR MASUK BUI/ DEMI MEMPERJUANGKAN HAK ASASI MANUSIA//
TEASER YAP THIAM HIENS
SEG 2
NAMA YAP THIAM HIEN MULAI DIKENAL TAHUN 1950-AN/// KETIKA ITU IA MENENTANG PASAL UUD 1945 YANG DIANGGAPNYA DISKRIMINATIF/ KARENA HANYA MEMBERIKAN PELUANG BAGI ORANG INDONESIA ASLI MENJADI PRESIDEN/// Kalo ada soundbyte kiprah awal yap bisa disini PENGACARA KETURUNAN TIONGHOA INI MEMANG TAK PERNAH TAKUT BERSUARA/// PADA AWAL DEKADE 1960-AN/ IA MENGKRITIK PRESIDEN SUKARNO ATAS PERLAKUAN TAK WAJAR/ YANG DIALAMI PARA TAHANAN KASUS P-R-R-I DAN PERMESTA/// YAP JUGA MEMPERJUANGKAN PEMBEBASAN SEJUMLAH TAHANAN POLITIK SEPERTI MOHAMMAD NATSIR DAN
94
SUTAN SYAHRIR///
SOT Andreas Harsono tentang Yap Thiam Hien, seorang pengacara yang berpegang pada prinsip keadilan. Yap adalah salah satu tonggak perjuangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
NAMA YAP THIAM HIEN SEMAKIN MENYEDOT PERHATIAN PUBLIK/ KETIKA MEMBELA SUBANDRIO DALAM MAHKAMAH MILITER LUAR BIASA/ TAHUN 1966// SUBANDRIO ADALAH MANTAN MENTERI LUAR NEGERI PEMERINTAHAN PRESIDEN SUKARNO/ YANG DIDAKWA TERLIBAT GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965/// SEMENTARA YAP DIKENAL SEBAGAI TOKOH ANTI KOMUNIS///
SOT Todung Mulya Lubis tentang Yap yang berpegang pada prinsip, semua orang memiliki hak yang sama di depan hukum, maka tidak ada yang saalh ketika seorang pengacara membela seorang yang disangka terlibat PKI
SOT Andreas Harsono tentang Yap yang anti komunis. Dia membela Subandrio bukan karena ideologinya. Yap justeru membuktikan bahwa perjuangan HAM tidak terbatas pada ideologi
BAGI YAP TIAM HIEN/ PERJUANGAN MEMBELA HAM TAK KENAL USIA/// UMUR YAP 71 TAHUN/ KETIKA MEMBELA PARA KORBAN KASUS TANJUNG PRIOK TAHUN 1984///
PERJUANGAN BERAKHIR/ KETIKA SANG PEJUANG HAM TUTUP USIA TAHUN 1989///
95
BARU 4 TAHUN KEMUDIAN/ SEBUAH LEMBAGA MELIBATKAN BAHARUDIN LOPA/ MEWUJUDKAN CITA CITA YAP/ MEMPERJUANGKAN NASIB PARA KORBAN HAM///
TEASER KOMNAS HAM
SEGMEN 3
FOOTAGES DILI
ORDE BARU TENGAH MENGHADAPI GEMPURAN KRITIK DUNIA INTERNASIONAL/ KETIKA KOMNAS HAM BERDIRI 7 JUNI 1993/// KETIKA ITU/ PERISTIWA YANG MEMBUAT INDONESIA DUDUK DI KURSI PANAS/ ADALAH KASUS PENEMBAKAN AKTIVIS TIMOR TIMUR DI KOMPLEKS PEMAKAMAN SANTA CRUZ/ DILI/ 12 NOVEMBER 1991///
SOT Haris Azhar tentang peristiwa Santa Cruz dan Indonesia yang tidak bisa lepas dari dunia internasional terkait penegakan HAM di awal orde baru.
TAPI PARA PENDIRI LEMBAGA INI/ TERMASUK BAHARUDIN LOPA/ BERHASIL MENJADIKAN KOMNAS HAM SANGAT BERGIGI DI MASA ITU/// BAHKAN PADA AWAL PEMBENTUKANNYA/ KOMNAS HAM MENJADI LEMBAGA PENEGAK HUKUM YANG PALING DIPERCAYA MASYARAKAT///
FOTO FOTO PENDIRI KOMNAS HAM
Graphis: Jajak pendapat Kompas tahun 1998 : Lembaga Pilihan Masyarakat 45,5% Komnas HAM 24,5% LBH 5,5% Kepolisian 4,4% DPR
SOT Todung Mulya Lubis tentang pembentukan Komnas Ham yang awalnya hanya sebagai etalase pemerintah, ada pilihan untuk bergabung atau tidak pada saat itu, dan itu pilihan yang memiliki alasan masing-masing.
96
Pada akhirnya Komnas Ham berjalan seperti kuda liar yang cukup kritis terhadap pemerintah, karena diisi oleh orang-orang pemberani seperti Baharuddin Lopa dkk.
PENEGAKAN HAM MASIH JALAN DI TEMPAT/ KEADILAN MASIH MENJADI MIMPI YANG HARUS DIPERJUANGKAN PARA KORBAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA///
SOT Haris Azhar tentang reformasi dan penegakan HAM. Kasus-kasus lama yang belum terungkap, juga ada kasus-kasus baru yang terjadi di era reformasi, seperti kasus munir misalnya. Kasus Munir adalah contoh telanjang, bahwa pelanggaran HAM tidak hanya terjadi pada rezim otoriter.
SOT Siti Noor Laila tentang kasus-kasus yang sebenarnya telah diselidiki Komnas HAM, namun berhenti proses hukumnya. Ini karena tidak adanya political will.
DI BERBAGAI BELAHAN DUNIA/ PERJUANGAN UNTUK MEMBELA HAK ASASI MANUSIA TAK BERHENTI/// PUN DI INDONESIA/ KARENA JALAN UNTUK MEMENANGKAN PERJUANGAN ITU/ SEBENARNYA ADA///
SOT Haris Azhar tentang solusi kasus pelanggaran HAM, antara konsolidasi dan pengadilan hukum
SOT Siti Noor Laila tentang batasan kasus pelanggaran HAM yang bisa diselesaikan dengan rekonsiliasi dan yang harus diselesaikan lewat jalur hukum
97
SOT Andreas Harsono tentang HAM bukan produk asing, dia dimiliki oleh semua bangsa di dunia, dan setiap bangsa punya sumbangan terhadapnya
KETIKA HAK ASASI MANUSIA MASIH DIANGGAP MILIK SEBAGIAN ORANG SAJA/ SUMARSIH TAKKAN BERHENTI BERAKSI/// KARENA REFORMASI BERDIRI DI ATAS JASAD ANAKNYA///
Sumarsih pegang wawan plus footages
BAGINYA/ PERJUANGAN UNTUK MENDAPATKAN KEADILAN/ TAKKAN PUPUS MESKI BERTAHUN TAHUN DIABAIKAN///
Roll orasi dikit
KETIKA DI DEPAN ISTANA MASIH ADA PAYUNG HITAM..
BERARTI MASIH ADA SEJARAH YANG DILUPAKAN/// END