rencana sambungan baja

12
aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-1 BAB V SAMBUNGAN 5.1. Pendahuluan Bab ini membahas topik yang berkaitan dengan perencanaan konstruksi sambungan (connection) pada portal baja, menggunakan alat sambung baut/paku keling, dan las. Topik bahasan ini menggambarkan detail sambungan pada portal baja yang merupakan acuan pelaksanaan di lapangan. Topik bahasan ini bertujuan agar mahasiswa dapat merancang detail sambungan pada bangunan portal baja. 5.2. Penyajian Dalam perencanaan portal bangunan baja, konstruksi sambungan dibutuhkan untuk menyatukan elemen-elemen struktur, seperti : sambungan kolom-balok, balok-balok. Selain itu sambungan dibutuhkan pula untuk memenuhi keterbatasan ukuran dari elemen-elemen baja, seperti : sambungan gelagar. 5.2.1. Sambungan Gelagar Perancangan sambungan gelagar dapat dilakukan dengan dua konsep desain, yaitu : 1. Sambungan dirancang sekuat profil gelagar tarik. Keuntungan sambungan ini dapat diletakkan dimana saja pada bentang balok. Sedangkan kerugiannya, sambungan ini tidak ekonomis (mahal). 2. Sambungan dirancang sekuat gaya yang bekerja dititik sambungan (momen dan gaya lintang/geser). Keuntungan sambungan ini ekonomis. Sedangkan kerugiannya, sambungan ini tidak dapat dipasang dimana saja, tetapi dipasang dititik ”M+D” yang kita rencanakan untuk perhitungan tersebut.

Upload: zelcys

Post on 05-Dec-2014

519 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

rencana sambungn bja

TRANSCRIPT

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-1

BAB V SAMBUNGAN

5.1. Pendahuluan

Bab ini membahas topik yang berkaitan dengan perencanaan konstruksi

sambungan (connection) pada portal baja, menggunakan alat sambung baut/paku

keling, dan las. Topik bahasan ini menggambarkan detail sambungan pada portal

baja yang merupakan acuan pelaksanaan di lapangan. Topik bahasan ini bertujuan

agar mahasiswa dapat merancang detail sambungan pada bangunan portal baja.

5.2. Penyajian

Dalam perencanaan portal bangunan baja, konstruksi sambungan

dibutuhkan untuk menyatukan elemen-elemen struktur, seperti : sambungan

kolom-balok, balok-balok. Selain itu sambungan dibutuhkan pula untuk

memenuhi keterbatasan ukuran dari elemen-elemen baja, seperti : sambungan

gelagar.

5.2.1. Sambungan Gelagar

Perancangan sambungan gelagar dapat dilakukan dengan dua konsep

desain, yaitu :

1. Sambungan dirancang sekuat profil gelagar tarik.

Keuntungan sambungan ini dapat diletakkan dimana saja pada bentang

balok. Sedangkan kerugiannya, sambungan ini tidak ekonomis (mahal).

2. Sambungan dirancang sekuat gaya yang bekerja dititik sambungan (momen

dan gaya lintang/geser). Keuntungan sambungan ini ekonomis. Sedangkan

kerugiannya, sambungan ini tidak dapat dipasang dimana saja, tetapi

dipasang dititik ”M+D” yang kita rencanakan untuk perhitungan tersebut.

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-2

Gambar 5.2-1 Detail Sambungan Gelagar

Prinsip-prinsip perancangan sambungan gelagar ini diuraikan sebagai

berikut :

- Menggunakan pelat penyambung sayap (flens) atas dan bawah.

- Menggunakan pelat penyambung badan (web) setangkup kiri-kanan.

- Tebal pelat penyambungan flens ≥ tebal flens (tf).

- Tebal pelat penyambung web masing-masing ≥ 0,7 x tebal badan (tw) .

- Gaya lintang ”D” di tempat sambungan diterima oleh pelat penyambung

badan yang telah diperlemah oleh lubang baut/paku keling.

- Momen lentur ”M” menimbulkan tegangan pada pelat penyambungan web.

- Gaya yang diterima oleh pelat penyambung flens diperoleh dengan

mengalikan luas netto tampang pelat penyambung flens dengan σ3.

- Momen yang dipikul oleh pelat penyambung web diperoleh dengan

mengalikan σ2 dengan Wnetto dari kedua pelat penyambung web

(M1 = σ2 x Wn ). Selain itu pelat penyambung web juga dibebani oleh

momen akibat gaya lintang ”D”, yaitu : M2 = ½ D x jarak antara pusat berat

kelompok baut/paku kiri-kanan sambungan. Jika pusat berat kelompok

baut/paku kiri ialah z2 dan pusat berat kelompok baut/paku kanan ialah z1,

maka M2 = ½ D x z1 . z2 .

- Gaya lintang ”D” menimbulkan momen pada pelat penyambung web

sebesar D x z1 z2. dan momen ini dibagi rata sama besar pada kelompok

baut/paku bagian kiri dan kanan, masing-masing sebesar

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-3

M2 = ½ D x z1 .z2. Jadi momen total yang dipikul satu kelompok baut/paku

bagian kiri saja atau bagian kanan saja dari sambungan, yaitu :

M t > M1 + M2 = σ2 Wn + ½ D x z1 z2.

Selain memikul momen M kelompok paku/baut bagian kiri saja atau bagian

kanan saja, juga memeikul gaya D yang dibagi rata sama besar pada

masing-masing baut/paku dalam kelompok.

5.2.2. Sambungan Balok dengan Kolom

A. Sambungan Momen

Sambungan momen (rigid connection) merupakan salah satu sambungan

yang dapat digunakan pada sambungan balok dengan kolom. Sambungan momen

ini banyak macamnya, diantaranya yang sering dipakai ialah sambungan momen

dengan menggunakan :

1. T connection ialah sambungan yang menggunakan profil T.

2. End plate connection ialah akhir dari balok diberi end-plate yang disambung

dengan las antara ujung balok dengan end-plate.

a. T connection

Gambar 5.2-2 Detail Sambungan T

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-4

Prinsip-prinsip perancangan sambungan T connection ini diuraikan

sebagai berikut :

� Gaya reaksi R dipikul oleh baut/paku keling yang menghubungkan baja L

dengan badan balok, dan baja L dengan flange.

� Momen M dipikul oleh baut/paku keling yang menghubungkan sayap baja T

dengan flange kolom. Dalam hal ini, momen diubah dulu menjadi gaya

aksial P pada flange atas dan bawah dari balok, sehingga :

M = P . h atau h

MP =

Baut/paku keling yang menghubungkan profil T dengan flange kolom bagian

atas harus memikul gaya aksial tarik P ini.

� Gaya P sebagai gaya geser pula untuk sambungan antara badan profil T

dengan sayap balok.

Gambar 5.2-3 Gaya Tarik Profil T

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-5

� Jika flange cukup tebal (kaku), maka tidak akan terjadi perubahan bentuk

dari profil T seperti gambar 5.2-3a, sehingga baut/paku keling menerima

gaya tarik aksial sebesar F.

� Jika flange tidak kaku (tipis), maka profil T akan mengalami perubahan

bentuk dari flange-nya, menjadi lengkung seperti gambar 5.2-3b. Ujung-

ujung flange akan menekan sehingga terjadi prying force Q .Jadi pada

baut/paku keling tidak hanya terjadi gaya F saja, melainkan ada tambahan

gaya Q, sehingga baut/paku keling menerima gaya tarik aksial F+Q.

Besarnya gaya tarik Q dapat dihitung dengan rumus (menurut AISC) :

F

Aba30

t.W1

b4

a

b4

a3

Aba30t.W

21

Q

b2

4b

2

4

+

+

−= (5.2-1)

dimana : Ab = luas tampang baut b = jarak antara baut/paku keling ke ikatan badan profil T

a = jarak antara baut/paku keling dengan ujung flange, jika a 1,25 b , maka besarnya a diambil =1,25 b

W = panjang flange diukur ⊥ bidang gambar. t = tebal flange dari profil T, kecuali bila t lebih tebal dari pelat

penghubungnya yang lebih tipis dan tidak kaku, maka T diambil tebal yang terkecil.

Gambar 5.2-4 Penampang Kritis Profil T

b = ½ l – a (½δ + ½r) r dapat diambil dari tabel baja

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-6

Momen pada potongan kritis dari flange profil T ialah :

M = Q (a’ + b) - (F + Q) b = Q . a’ - F . b

Kekuatan profil T dapat dihitung dengan persamaan :

a) Bila harga dalam kurung dari rumus priying force Q = (> 0) F, maka :

−≤= σ

W

Mσ (5.2-2)

Dimana : M = Q . a – F . b

b) Bila harga dalam kurung dari rumus prying force Q = (≤ 0) F, maka :

−≤= σ

W

Mσ (5.2-3)

Dimana : M = F . b (tidak ada prying force)

b. End plate connection

Untuk menghubungkan kolom dengan balok, pada ujung balok di beri

end plate, yang selanjutnya antara end plate dengan kolom disambung dengan

baut/paku keling. End plate dihubungkan dengan las kepada ujung balok seperti

diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 5.2-5 Detail End Plate Connection

Hubungan antara kolom dengan balok

Cara mencari besarnya gaya tarik maksimum baut/paku keling yang teratas

sama dengan cara pendekatan. Jadi baut/paku keling yang paling atas menerima

gaya tarik ½ T1 dan gaya geser R/8.

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-7

Gambar 5.2-6 Hubungan Balok-Kolom pada End Plate Connection

Cara lain dapat pula dengan menganggap gaya S dari flange atas dari

balok diterima oleh 4 baut/paku keling (dua baris teratas), sedangkan gaya geser R

diterima oleh baut/paku keling di baris bawahnya (diasumsi seperti T connection).

Mencari tebal End Plate

Gambar 5.2-7 Lentur End Plate Connection

End plate akibat gaya tarik P akan melentur dalam double curvature.

Besarnya momen lentur per baut ialah :

M = F1 x ½ e

Momen tahanan dari bagian pelat untuk satu baut :

dimana :

t = tebal pelat sayap (flange T)

s = (lihat gambar)

6 ts

W 2

=

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-8

→ F1 = ¼ P, yaitu untuk 1 baut/paku keling B. Framed connection dan Seat connection

Selain Rigid connection (moment connection), sambungan antara kolom

dengan balok atau balok dengan balok, masih ada lagi jenis sambungan yang lain,

yaitu :

1. Framed Connection (flexible conection), hanya memikul gaya reaksi saja

tanpa memikul momen.

2. Seat Connection : hanya memikul gaya reaksi saja tanpa memikul momen.

a. Framed connection (flexible connection)

Sambungan kolom-balok :

Gambar 5.2-8) Detail Framed Connection (balok-kolom)

Prinsip-prinsip perancangan sambungan Framed Connection diuraikan

sebagai berikut :

� Baut/Paku yang menghubungkan balok dengan baja L memikul gaya reaksi

dari balok.

� Baut/Paku yang menghubungkan flange kolom dengan baja L juga

memikul gaya reaksi dari balok tadi.

� Tebal minimum baja siku L harus dipilih sedemikian rupa untuk memenuhi

persyaratan berikut :

t ≥ 0,314 d (5.2-4)

σ s

eF 3 t 1

min =

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-9

dimana : t = tebal baja siku. d = diameter baut.

b. Seat connection

Seat connection merupakan tipe sambungan yang hanya memikul reaksi

saja tanpa memikul momen. Terdapat dua macam seat connection, yaitu :

1. Unstiffened Seat connection (tanpa pengaku)

2. Stiffened Seat connection (dengan pengaku)

b.1. Unstiffened seat connection

Gambar 5.2-9 Detail Unstiffened Seat Connection

Prinsip perancangan sambungan unstiffened seat connection diuraikan

sebagai berikut :

� Reaksi balok disini diterima oleh seat angle, diteruskan oleh seat angle pada

kolom melalui baut.

� Mengingat kemampuan baja L pendukung, reaksi balok yang didukung

maksimum ≈ 8 ton.

� Bila reaksi balok yang didukung > 8 ton, dipakai stiffened seat connection

� Baja siku pendukung pada unstiffened seat connection ini harus diperiksa

tegangan geser dan tegangan geser yang terjadi pada penampang

berbahaya/kritis.

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-10

� Penampang berbahaya dari seat angle terletak 10 mm dari permukaan kaki

seat angle yang tegak.

� Gaya reaksi bekerja di tengah-tengah bidang kaki seat angle yang mendatar.

� Cleat angle (baja L pelengkap) berfungsi mencegah bergeraknya bagian atas

dari balok, tetapi cleat angle tidak ikut mendukung gaya reaksi vertikal.

b.2. Stiffened seat connection

Gambar 5.2-10 Detail Unstiffened Seat Connection

Sambungan stiffened seat connection mirip dengan unstiffened seat

connection, bedanya hanya diperkuat dengan pengaku pada seat angle. Prinsip-

prinsip perancangan sambungan stiffened seat connection ini diuraikan sebagai

berikut :

� Seat angle diberi pengaku yang terdiri dari 2 baja siku yang setangkup (┐┌),

yang dipasang rapat pada seat angle.

� Dapat menahan gaya reaksi vertikal yang lebih besar.

� Tegangan tumpu (bearing stress) yang terjadi pada baja pendukung dan

pengaku tidak boleh melebihi tegangan tumpu izin :

b = 1,35 (5.2-5)

5.2.3. Sambungan Balok dengan Balok

Ada beberapa macam sambungan balok dengan balok, antara lain :

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-11

1. Sambungan rata atas.

2. Sambungan rata bawah.

3. Balok yang kecil di tengah-tengah antara flange atas dan bawah dari balok

yang besar.

Pada tipe sambungan ini, baut/paku keling hanya dirancang untuk

menahan gaya reaksi vertikal saja. Gambar detail sambungan balok dengan balok

dapat dilihat pada gambar berikut :

(a) sambungan balok-balok rata atas

(b) sambungan balok-balok rata bawah

(c) sambungan balok-balok di tengah-tengah

Gambar 5.2-11 Detail Sambungan Balok-Balok

aw-as/ts-pskg/mk-struk.baja.gdg/copyright-pnup/2008 V-12

5.3. Penutup

A. Kesimpulan

Sambungan dibutuhkan untuk menyatukan elemen-elemen struktur serta

memenuhi keterbatasan ukuran elemen-elemen/batang profil baja pada bangunan

baja. Kekuatan detail sambungan dirancang berdasarkan jenis dan besaran gaya

yang bekerja. Sebelum perhitungan kekuatan sambungan, terlebih dahulu

dilakukan pemodelan sambungan sesuai dengan gaya-gaya dalam yang terjadi.

Pada sambunngan balok-kolom sambungan dapat dimodelkan sebagai sambungan

kaku (rigid connection), seperti : T connection dan end plate connection dan

dapat pula dimodelkan sebagai sambungan fleksibel (flexible connection) seperti :

framed connection dan seat connection.

B. Soal-Soal Latihan

1. Suatu gelagar baja profil WF 300.200.8.12 harus disambung. Gaya-gaya dalam

pada titik sambungan akibat beban terbagi rata dan berat sendiri gelagar ialah

momen, M = 630 kg-m dan gaya lintang, D = 1000 kg. Jika tebal pelat

penyambung flens, tf = 12 mm, dan pelat badan tw = 10 mm, serta diameter baut

φbaut = 16 mm, rencanakan dan kontrol kekuatan sambungan gelagar.

2. Diketahui sambungan kolom-balok (rigid connection) dari kolom baja profil

WF 400.400.15.15 dan gelagar WF 350.250.8.12 memikul gaya M = 6900 kg-m

, D = 7400 kg, dan aksial tarik, N = 940 kg. Jika digunakan φbaut = 22 mm dan

baja siku L, rencanakan dan kontrol kekuatan sambungan kolom-balok tersebut.