rencana pengembangbiakan ulat sutra

48
RENCANA DADAKAN BUDIDAYA ULAT SUTRA di DESA TROSO, KEC. CANGAAN, KAB. JEPARA

Upload: aprodita-yogapratama

Post on 01-Jul-2015

1.064 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

RENCANA DADAKAN BUDIDAYA ULAT SUTRA

di DESA TROSO, KEC. CANGAAN, KAB. JEPARA

By:AY

Page 2: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sektor kehutanan dinilai cukup strategis dalam pertumbuhan produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor terhadap PDB menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, selain menghasilkan devisa negara, sektor ini diharapkan mempu menyediakan lapangan dan kesempatan kerja dan pengadaan bahan baku bagi usaha agroindustri.

Salah satu komoditas yang cukup penting dalam menyumbang perolehan devisa negara adalah pengembangan ulat sutera dengan perkebunan murbeinya. Sutera alam merupakan salah satu komoditi untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri maupun untuk pengembangan export, baik berupa kokon, benang maupun barang jadi. Pada dasarnya persuteraan merupakan suatu rentetan kegiatan berupa penanaman murbei (Morus sp), pemeliharaan ulat, pemintalan benang, usaha perajinan dan penenunan yang mengunakan bahan benang sutera. Untuk memperoleh hasil yang maksimal kegiatan tersebut perlu ditunjang oleh pengadaan sarana yang cukup, teknik yang memadai dan pemasaran yang terjamin, sehingga keterlibatan pemerintah, swasta maupun petani sangat diharapkan. Tabel 1 menunjukan keadaan terakhir persuteraan alam di Indonesia.

Tabel 1. Keadaan Persuteraan Alam di Indonesia (Posisi Bulan Maret 1999)

Kegiatan SatuanPropinsi

JumlahSumbar Jabar Jateng DIY Jatim Sulsel Lain

                    Tanaman murbei Ha 813 1.875 634 120 532 4.019 73 8.066

Penyerapan bibit/telur Boks 612 2.814 2.125 200 2.942 13.491 76 22.260

Produksi kokon Kg 4.500 6.840 46.750 691 65.668 265.600 700 390.749

                    Kokon import kering Kg - - - - - - - -

Produksi rawsilk Ton 0,5 8,2 6,4 0,8 8,3 46,2 - 70,4

Rawsilk import Ton - - - - - - 65,3 65,3

Pembibitan Unit - - 1 - - 3 - 4

Kebun bibit murbei Ha 20 20 - - - 38 - 78

Pemintalan                   �- Otomatis Buah - 1 - - - - - 1

�- Semi otomatis Buah - - 1 - 1 1 1 4

�- Tradisional Buah 30 - - - - 1.250 - 1.280

Unit percontohan Unit 2 8 - - - 59 - 69

Pengusaha                   - BUMN� Buah - - 1 - 1 1 - 3

- BUMS� Buah 2 4 - - - 4 - 10

- Koperasi� Buah - 5 - - - 18 - 23

- Petani sutra� KK 503 1.746 1.250 62 1175 3.582 133 8.451

- Kel. tani prod. kokon� Kel 62 50 5 10 5 140 - 272

Sumber : Departemen Kehutanan RI (1999)

Produksi benang sutera alam dunia mencapai sekitar 83,393 ton pertahui yang dihasilkan oleh negara-negara produsen terbesar yaitu Cina yang diikul oleh India, Jepang,

Page 3: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Korea, dan Brazil, sementara kebutuhan dunia tebih banyak lagi yaitu sekitar 92.743 ton per tahun sehingga masih terdapat kekurangan yang cukup banyak jumlahnya. Hal ini merupakan peluang besar bagi negara seperti Indonesia yang memiliki potensi dalam pengembangan persuteraan alam, lebih lebih produksinya baru mencapai tidak lebih dari 500 ton per tahun, jauh di bawah kebutuhan dalam negeri sendiri yaitu sekitar 2.000 ton per tahun.

Troso adalah nama salah satu desa yang terdapat di kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara. Di Desa inilah tempat komunitas pengrajin tenun ikat troso berada. Sebenarnya Tenun Troso adalah teknik tenun gedok dan kemudian dalamkurun waktu yang cukup panjang, berkembang menjadi tenun ikat.Sebenarnya Tenun Troso adalah teknik tenun gedok dan kemudian dalam kurun waktu yang cukup panjang, berkembang menjadi tenun ikat, Namun masyarakat Kabupaten Jepara & sekitarnya lebih mengenal dengan sebutan “Tenun Troso”.

Keinginan Pemerintah Daerah Jepara untuk mengedepankan kerajinannya selain meubel ukir, diantaranya adalah tenun troso. Salah satu upaya Pemerintah Daerah adalah membantu penyerapan pasar hasil kerajinan tenun troso yang berupa kewajiban kepada jajaran Pemerintah Daerah untuk menggunakan pakaian seragam tenun ikat yang dibuat oleh pengrajin Desa Troso. Seragam tersebut wajib dikenakan pada hari yang telah ditentukan pula. Kewajiban tersebut adalah bentuk keseriusan Pemerintah Daerah Jepara dalam melestarikan dan melindungi asset kekayaan budaya daerah yang berupa pengetahuan tradisional dan upaya Pemerintah Daerah Jepara dalam mewujudkan keinginannya untuk menggali potensi daerah serta mengedepankan industri kerajinan selain meubel ukir, untuk dijadikan produk unggulan daerah Kabupaten Jepara. Dengan kewajiban memakai tenun ikat untuk kalangan pegawai Pemerintah Daerah tersebut, pengrajin mulai bergairah kembali untuk membuat (produksi) tenun ikat yang selama beberapa kurun waktu ini mengalami kelesuan pasar.

Produk tenun ikat yang banyak diproduksi oleh pengrajin adalah kain jok meubel, gorden, pakaian seragam & pakaian adat Kabupaten Jepara serta beberapa jenis motif kain tenun ikat yang bermotifkan etnik dari daerah lain di Indonesia seperti motif tenun dari daerah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Bali dan sebagainya, karena motif dari daerah yang telah disebutkan diatas, pasarnya masih terbuka luas.

Para pengrajin tenun di daerah Troso susah untuk mendapatkan bahan baku Sutera untuk membuat kain Tenun Troso padahal kain Sutera banyak diminati oleh konsumen. Karena masih jarangnya budidaya ulat sutera di Indonesia menyebabkan para pengrajin tenun susah untuk mendapatkan bahan baku Sutera, bahkan mereka terpaksa mengimpor Sutera dari China yang dipatok biaya mahal. Karena hal itu, maka para pengrajin kain Tenun Troso kebanyakan putus asa dan menyerah untuk memproduksi kain yang berbahan Sutera. Hal ini merupakan kendala yang cukup besar untuk berkembangnya kain Tenun Troso.

TUJUAN

Page 4: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Kami team KKN-UGM di desa Troso mempunyai inisiatif untuk ikut andil dalam mengembangkan kain Tenun Troso dengan merencanakan agar para pengrajin tenun dapat memperoleh bahan baku produksi khususnya Sutera lebih mudah dengan harga terjangkau. Kami berharap dengan mudahnya mereka mendapatkan bahan baku Sutera tersebut sehingga dapat memajukan kain Tenun Troso khususnya yang berbahan Sutera agar dapat berkembang lebih maju dan lebih di kenal oleh kalangan luas baik dalam negeri maupun luar negeri.

Kami dengan ijin dan dukungan serta kerjasama dengan masyarakat desa Troso berencana menciptakan lahan budidaya ulat Sutera. Dengan adanya lahan ini diharapkan sangat membantu pengrajin kain Tenun Troso untuk lebih berkarya dan mengembangkan usahanya lebih maju lagi sehingga dapat memberikan keuntungan baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat sekitarnya.

Disamping itu program pengembangan Budidaya Ulat Sutera ini juga mendukung kebijakan pemerintah dalam pengembangan usaha kecil. Kebijakan pengembangan usaha kecil tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga dapat :

1. Meningkatkan kemampuan kelompok usaha skala kecil agar mencapai kelayakan usaha dan aksesibilitas kepada lembaga perbankan dalam kerangka proyek kemitraan usaha kecil terpadu sehingga tercapai stabilitas pasokan (bahan baku) proses produksi dan terjaminnya pemasaran produk.

2. Meningkatkan kemampuan, pemahaman dan keyakinan penilaian perbankan tentang kelayakan usaha sehingga mempermudah minat menyalurkan berbagai jenis kredit bagi kelompok usaha skala kecil terutama disektor usaha ulat sutera, sehingga merupakan alternatif persyaratan jaminan.

PEMBAHASAN

Page 5: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

PROSPEK PEMASARAN

Industri persuteraan alam merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan karena mempunyai berbagai keunggulan industri antara lain :

Menggunakan bahan baku yang berasal dari sumber daya alam daerah Hasil industrinya merupakan bahan baku industri lain dan merupakan komoditi ekspor

yang menunjang pemasukan devisa negara Banyak menyerap tenaga kerja Memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan sektor lainnya

Permintaan akan produk sutera alam, khususnya kain relatif tidak terpengaruh oleh situasi ekonomi, karena segmentasi pasar berada pada konsumen kelas menengah dan atas. Penggunaan kain sutera tidak terbatas untuk kebutuhan sandang tetapi telah meluas untuk kebutuhan tekstil non sandang seperti dekorasi dan interior hotel-hotel perkantoran dan lain-lain.

Produk sutera lainnya yang mempunyai peluang pasar cukup besar di masa mendatang adalah benang sutera. Pada tahun 1994 kebutuhan benang sutera dunia mencapai 92.743 ton, sedang produksinya baru mencapai 89.393 ton {Capricorn Indonesian Consult, 1996). Indonesia sendiri pada tahun yang sama hanya mampu memproduksi benang sutera mentah rata-rata 144 ton per tahun. Tingkat produksi ini belum mencapai target yang ditetapkan pemerintah dalam Pelita V.

Target dan realisasi produksi benang Indonesia pada Pelita V dapat dilihat pada Tabel 2. Perkembangan ekspor dan impor sutera alam dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 2. Target dan Realisasi Produksi Benang Indonesia

TahunProduksi (Ton)

Target Realisasi1989/1990 200 1101990/1991 300 1401991/1992 400 1351992/1993 500 1611993/1994 600 174

Sumber : Capricorn Indonesia Consult, 1996

Tabel 3. Volume Impor (Kg) Beberapa Produksi Ulat Sutera

Page 6: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

PeriodeVolume Impor (Kg)

Kokon Benang KainBarang

Jadi1989 517.582 32.139 3.940 351990 71.834 72.156 2.400 4281991 71.882 9.690 26.660 2.2091992 436.373 8.900 1.273 2.1311993 229.427 63.338 335 628

Sumber : BPS, 1989-1993 (diolah koperasi Sutera Alam Garut, 1999)

Permintaan untuk ekspor dari tahun ke tahun makin meningkat seiring dengan berkembangnya dunia mode di berbagai manca negara. Berikut tabel volume ekspor dari tahun ke tahun.

Tabel 4. Volume Ekspor (Kg) Beberapa Produksi Ulat Sutera

 

PeriodeVolume Eksport (Kg)

  Kokon Benang Kain

Barang Jadi

1989 1.005 0 5.528 105.496  1990 3.200 180 61.495 142.080  1991 0 5.955 73.511 199.915  1992 0 0 123.293 171.877  1993 0 725 98.525 182.748 

Sumber : BPS, 1989-1993 (diolah koperasi Sutera Alam Garut, 1999)

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA ULAT SUTERA

Pola usaha petani sutera alam terdapat pada daerah sentra pengembangan sutera alam yang potensial. Pola ini pada umumnya masih dalam skala kecil dengan teknologi yang masih sederhana dan tingkat modal rendah. Akan tetapi jumlah petani/pengrajin ini sangat besar dan merupakan mitra usaha yang potensial dalam menggalang usaha bersama. Di tingkat sericulture ini tidak menunjukkan adanya persaingan secara kuantitas antar petani produk kokon, kecuali pada perbaikan-perbaikan kualitas kokon.Di tingkat industri pemintalan benang, juga masih didominasi oleh industri tradisional yang jumlahnya mencapai 1.354 unit. Sedangkan jumlah industri semi mekanik 6 unit dan hanya 1 unit yang menggunakan mesin otomatis yaitu PT Indojado Sutra Pratama. Dengan melihat struktur industri pemintalan, maka kapasitas produksi benang untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik belum tercukupi.

Tabel 5. Jumlah Industri Pemintatan di Beberapa Propinsi

Page 7: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

No PropinsiJumlah Industri Pemintalan

TradisionalSemi

MekanikOtomatis

1 Sulawesi Selatan 1.224 4 02 Jawa Barat 50 0 13 Jawa Tengah 0 1 04 Jawa Timur 0 1 05 Sumatera Barat 30 0 06 Bali 50 0 0

Sumber : Dirjen Reboisasi Dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan, 1995.

Industri pertenunan kain sutera di Indonesia ternyata memiliki unit yang lebih besar, hal ini didukung oleh data volume ekspor kain yang relatif besar. Sedangkan industri tenun secara keseluruhan terdapat 11.383 unit dan hanya 1.976 yang menggunakan Alat Tenun Mesin (ATM), yang lainnya Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Industri Pertenunan di Beberapa Propinsi di Indonesia

No PropinsiJumlah Industri PenenunanATBM ATM Jumlah

1 Sulawesi Selatan 8.676 1.976 10.6522 Jawa Barat 60 0 603 Jawa Tengah 15 0 154 Jawa Timur 100 0 1005 Sumatera Barat 50 0 506 Bali 100 0 1007 Sumatera Utara 50 0 508 NTB 25 0 259 Sulawesi Tenggara 100 0 10010 NTT 50 0 5011 Sumatera Selatan 50 0 50

Sumber : Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Dapartemen Kehutanan, 1995.

Keadaan ekspor impor produksi sutera alam Indonesia datam berat dan nilainya dapat dilihat pada Tabel 7.

Page 8: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Tabel 7. Jumlah Berat dan Nilai Ekspor Impor Produksi Sutera Alam Indonesia

PeriodeBerat (Kg) Nilai (US $)

Ekspor Impor Ekspor Impor1994 391.190 419.247 3.390.186 3.043.9841995 383.490 262.031 3.313.470 3.008.2261996 451.562 212.834 4.898.631 3.090.5351997 645.606 433.319 6.808.686 4.917.181

Sumber : BPS, 1998

PERANAN PASAR DALAM PENETAPAN HARGA

Karena model kelayakan ini terbatas pada produksi kokon ulat sutra maka penetapan harga yang dimaksud adalah terhadap harga produk kokon. Mengingat peluang pasar begitu terbuka dalam hal ini permintaan begitu besar dibandingkan dengan penawaran karena kelangkaan kokon di pasaran, maka peranan pasar tidak begitu besar dalam penetapan harga kokon. Sebagai akibatnya harga kokon sering tidak stabil atau sedang terjadi kenaikan harga.Pada saat model kelayakan ini disusun harga cukup bervariasi yaitu berkisar antara Rp 18.000 - Rp 25.000 per kg kokon basah yaitu tergantung kepada kualitas dan atau jumlah butir kokon per kilogram, yaitu sebagai berikut :1) Rp 25.000/kg dengan jumlah kokon kurang dari 500 butir/kg;2) Rp 23.000/kg dengan jumlah kokon antara 501 - 550 butir/kg;3) Rp 21.000/kg dengan jumlah kokon antara 551 - 600 butir/kg;4) Rp 19.500/kg dengan jumlah kokon antara 601 - 650 butir/kg;5) Rp 18.000/kg dengan jumlah kokon antara 651 - 760 butir/kg;6) Rp 2.500/kg untuk kokon cacat (afkir) jumlahnya antara 5 - 10% dari total berat kokon.

Kualitas kokon dari nomor 1 s/d 5 adalah kokon yang bisa dipintal untuk dijadikan benang sutera, sedangkan kualitas nomor 6 tidak bisa, sehingga dengan demikian tidak dapat dijual. Dari variasi harga tersebut apabila dirata-ratakan adalah Rp 20.000/kg yang masih menunjukkan tendensi adanya kenaikan lagi/terus dengan pertimbangan sebagai berikut :(1) Terjadi pergeseran ATBM tenun katun ke ATBM tenun sutera sehingga bertambah banyak;(2) Bergesemya para petani tanaman murbei (ulat sutera) ke pertanaman kebun coklat terutama di Sulawesi Selatan. Akibatnya para produsen kokon semakin sangat berkurang, sementara industri kecil/pengrajin pemintalan bertambah banyak.

Asumsi Pembiayaan

Page 9: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Analisa keuangan ini diharapkan dapat dijadikan petunjuk bagi pengusaha kecil atau koperasi untuk pengembangan usaha budidaya ulat sutera produksi kokon. Pembiayaan usaha ini mencakup dua biaya pokok yaitu, biaya investasi (tanah, pembuatan Bangunan, bibit murbei, peralatan, bahan-bahan, pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman selama belum menghasilkan) dan biaya produksi atau biaya modal kerja (bibit ulat, pupuk, pestisida, pemeliharaan, tenaga kerja, panen dan pasca panen, tenaga kerja dan pemeliharaan alat dan bangunan).

Pembiayaan dalam usaha tani ulat sutera produksi kokon ini ditentukan berdasarkan informasi berbagai pihak dengan asumsi-asumsi, sebagai berikut :

1. Luas kebun murbei 1 unit terkecil yang dapat dilaksanakan oleh petani adalah 1000 m2 ditambah 100 m2 lahan untuk bangunan pemeliharaan ulat seluas 100 m2 sehingga totalnya menjadi 1100 m2;

2. Harga-harga untuk semua biaya produksi dan penjualan produk dianggap konstan:3. Kapasitas olah 1 unit pabrik pemintalan benang sutera terkecil yang dapat dimiliki

oleh koperasi atau pengusaha menengah ke atas sebagai inti adalah 150 kg kokon per hari atau sama dengan 15 kg benang sutera yang dikerjakan dengan 3 unit alat reeling. Produksi ini diperoleh dari produksi daun murbei dari kebun seluas 75.000 m2 atau dari 75 orang petani masing-masing dengan 1000 m2 kebun tanaman murbei sebagai Plasma dalam suatu proyek kemitraan teroadu. Satu unit usaha ini (plasma) cukup dilaksanakan 1 orang, yaitu 8 hari untuk pemeliharaan kebun dan maksimum 14 hari untuk pemeliharaan ulat sutera setiap bulan.

4. Tanaman murbei baru berproduksi sebanyak 50% (tahun ke 1) setelah umur 6 bulan, sehingga biaya maupun penjualan produksi kokon baru sekitar 50%, sehingga masa tenggang minimal 6 bulan, sedang untuk tahun ke 2 - 5 akan normal;

5. Pemeliharaan ulat sutera rata-rata dilakukan 8 kali(siklus) per tahun, dengan asumsi bahwa musim kemarau selama 4 bulan tidak memelihara ulat. Tiap sikius pemeliharaan, mulai dari ulat sutera kecil (umur 12 hari) sampai menjadi kokon berlangsung satu bulan;

6. Skim kredit yang dapat dipakai untuk pembiayaan usaha ini adalah skim kredit program dengan bunga 16%, PA, Kredit Kepada Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM) dan lainnya, dan kredit usaha kecil (KUK) dengan bunga mencapai 24% per tahun;

7. Kegagalan panen dianggap 5% per periode tanam.

Struktur Biaya

Page 10: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

1. Biaya Investasi untuk 1 unit skala usaha dengan luas kebun murbei 1000 m2 dan lahan untuk pemeliharaan ulat sutra 100 m2 secara terinci terlihat pada Tabel

Rincian Blaya Investasi Untuk 1 Unit Budidaya Ulat Sutera dan Produks! Kokon

No Uraian Jumlah SatuanHarga Satuan

(Rp)Total (Rp)

1 Sewa Lahan (5 tahun) 1.000+100 m2 1.000 1.100.0002 Bibit Murbei 2.000 Batang 150 300.0003 Bangunan 60 m2 75.000 4.500.0004 Rak Ulat + Siripine 20 + 120 Buah 15.000 + 2.500 600.0005 Bagor 70 Lembar 500 35.0006 Sprayer 1 Buah 200.000 200.0007 Ayakan + Sapu Lidi 2 + 2 Buah 2.000 + 4.000 12.0008 Lampu TL 1 Buah 15.000 15.0009 Cangkul 2 Buah 10.000 20.00010 Ember + Keranjang 1 + 2 Buah 5.000 + 2.000 9.00011 Pisau + Sabit 1 + 1 Buah 8.000 + 10.000 18.00012 Pengolahan Tanah dan Tanaman 50 HKP 8.000 400.00013 Pemeliharaan Kebun Sebelum Produksi 60 HKP 8.000 480.00014 Pupuk Kandang 1.500 Kg 125 187.500

Jumlah 7.876.500

2. Biaya modal kerja untuk 1 unit skala usaha dengan luas kebun murbei 1000 m2 dan lahan untuk pemeliharaan ulat sutra 1000 m2 secara terinci terlihat pada Tabel

Rincian Biaya Modal Kerja untuk 1 Unit Usaha Budidaya Ulat Sutera

No UraianJumlah Satuan

Jumlah Nilai

(Rp/Bl)

Jumlah (Rp/Bl)

1 Ulat Kecil (umur 12 hari) 2 Boxes 127,000 1,016,0002 Obat-obatan 2 Set 40,000 320,0003 Tenaga Kerja Pemelihara Ulat (8 bulan) 18 HKP 144,000 1,152,000

4Tenaga Kerja Pemelihara Kebun (12 bulan) 12 HKP 96,000 1,152,000

5 Pupuk Kompos + Urea, TSP dll 1.520 Kg 227,500 667,5006 Listrik 8 Bulan 5,000 40,0007 Pemeliharaan Alat & Bangunan 8 Bulan 50,000 400,000

Jumlah 689,500 4,747,500

 

Page 11: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

ANALISA KELAYAKAN FINANSIAL

Jumlah Kebutuhan Kredit

Jumlah kebutuhan kredit untuk biaya per 1 unit usaha 1000 m2 kebun murbei dan 100 m2 pemeliharaan ulat, adalah sebagai berikut :

Biaya investasi kebun murbei dan pemeliharaan ulat sutera : Rp. 7.897.500Biaya modal kerja kebun murbei dan pemeliharaan ulat sutera : Rp. 689.500Jumlah seluruh biaya : Rp. 8.587.000Modal sendiri berupa investasi penyediaan lahan 1100m2 : Rp. 100.000Jumlah Kredit Investasi

Rp. 6.797.500 + M K 689.500 : Rp.� 7.487.000

Hubungan Antara Bunga Kredit dengan Kriteria Kelayakan Usaha

Hasil panen kokon ulat sutera (kg per periode panen) di bawah ini diperhitungkan menguntungkan setelah melunasi kredit pada tingkat bunga tertentu, yaitu pada :

Hasil konstan kokon : minimum 60 kg/bulanHarga konstan kokon : Rp. 20.000/kgPendapatan : Rp. 20.000 x 60 kg = Rp. 1.200.000/bulan atau Rp. 9.600.000/ tahun (Produksi tahun ke-1 sebesar 50%)Tingkat bunga 16% : Hasil analisa kelayakan usaha, sbb : Nilai IRR = 33,22%; NPV df 16% = Rp. 4.264.910 (positif); Payback period = 3,2 tahun; B/C pada df16% = 1,5 . Arus Kas dan Analisa Rugi laba;Nilai R.O.I. = 30,03%; Profit Margin = 28,14%; Analisa Sensitivitas, apabila harga kokon turun 10%, sbb :Nilai IRR = 22,54%; NPV = Rp. 1.535.382; Payback Period = 4,05 tahun; B/C = 1,18.

Kesimpulan : Usaha ini layak dan menguntungkan petani.

Tingkat bunga 24% : Hasil analisa kelayakan usaha, sbb : Nilai IRR = 33,22%; NPV df 24%= Rp. 1.953.892 (positif); Payback period = 3,72 tahun; B/C pada df16% = 1,23 . Nilai R.O.I. = 27,45; Profit Margin = 26,89%; Analisa Sensitivitas, apabila harga kokon turun 10%, sbb :Nilai IRR = 22,54%; NPV = - Rp. 294.580 (negatif); Payback Period = 4,75 tahun; B/C = 0,97.

Kesimpulan : Usaha masih layak dan menguntungkan petani dengan penurunan harga kokon hingga 8%.

Page 12: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Aspek Sosial

Aspek sosial dari suatu proyek adalah bagaimana pengaruh suatu proyek tertentu terhadap kehidupan sosial masyarakat, sumber daya manusia lokal atau sekitarnya, regional, dan masyarakat umumnya secara nasional. Diharapkan agar keberadaan proyek tertentu dalam hal ini proyek budidaya ulat sutera dapat berpengaruh baik terhadap perkembangan sosial masyarakat sekitarnya.

Tenaga kerja dalam penanaman murbei merupakan faktor yang sangat penting sejajar dengan faktor-faktor penting lainnya. Bahkan tenaga kerjalah yang paling menentukan, terutama dalam skala usaha yang besar. Sedangkan untuk usaha dalam skala kecil, biasanya semua pekerjaan dikenakan secara kelompok atau bisa perorangan. Dalam usaha skala besar, diperlukan dua bentuk tenaga kerja, yaitu tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan biasa yang tidak membutuhkan keahlian. Sedangkan tenaga kerja khusus atau tenaga ahli diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keahlian, seperti survey lokasi, tata cara penanaman dan lain-lain yang menyangkut dalam hal teknik budidaya.

Untuk tenaga kerja biasa hendaknya direkrut atau didahulukan tenaga kerja lokal, karena selain mereka tidak membutuhkan biaya transportasi menuju ke lokasi usaha, juga dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal, berarti usaha yang kita lakukan membawa lapangan kerja bagi penduduk di sekitar lokasi usaha. Sedangkan tenaga kerja ahli akan disediakan oleh perusahaan inti. Bagi tenaga kerja biasa yang belum profesional masih diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.

Dalam usaha ini faktor keamanan harus diperhatikan untuk menghindari gangguan dari tangan-tangan orang-orang yang tidak bertangung jawab, begitu pula keselamatan dan kesehatan kerja. Selama ini belum pernah ada permasalah keamanan di perusahaan-perusahaan ulat sutera.

Dukungan pemerintah dalam usaha ini sangat diperlukan terutama dalam hal perijinan yang berkaitan dengan usaha budidaya ulat sutera. Pada prinsipnya baik pemerintah daerah sejak dari tingkat desa sampai ke propinsi, maupun pemerintah pusat selalu mendukung usaha-usaha pengembangan ulat sutera ini, karena komoditi ini sangat diperlukan di pasar nasional maupun untuk diekspor ke luar negeri.

Dampak Proyek Terhadap Kehidupan Masyarakat

Aspek ekonomi dari suatu proyek dalam hal ini usaha ulat sutra penghasil kokon adalah mempelajari bagaimana dampak/pengaruh pengembangan usaha produksi utat sutera termasuk penanaman pohon murbei ini bagi perkembangan kehidupan perekonomian masyarakat sekitarnya dan masyarakat luas secara nasional. Dengan bertambahnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan industri yang berkaitan dengan persuteraan, diharapkan peningkatan kegiatan budidaya ulat sutera ini akan mampu membawa peningkatan tingkat hidup masyarakat.

Page 13: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Peningkatan Ekonomi Rakyat

Pengembangan ekonomi kerakyatan sedang mendapat perhatan besar dari pemerintah, karena ekonomi kerakyatan diperkirakan akan menjadi pendorong yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan terjalinnya kerjasama antara petani pemilik lahan dan Perusahaan Inti ini, akan memberikan keuntungan bagi berbagai pihak. Usaha di atas akan membantu pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja baru bagi pencari kerja yang selama ini belum memperoleh tempat, sekaligus untuk mendukung Program Proyek Padat Karya yang dicanangkan Pemerintah.

Melalui pemanfaatan lahan tidur milik petani untuk penanaman murbei dan budidaya ulat sutera, peningkatan kemakmuran petani dan anggota koperasi primer di pedesaan akan menjadi kenyataan.

Dengan kerjasama antara petani pemilik lahan dengan perusahaan inti ini, maka pembentukan saluran distribusi penjualan hasil akan menjadi ampuh dengan menggabungkan fasilitas yang telah ada dan memperbaiki pola berpikir dan manajemen terpadu maka posisi Gerakan Koperasi sebagai Lembaga Ekonomi Masyarakat dapat ditingkatkan sehingga segala program akan menjadi kenyataan.

Adanya budidaya ulat sutera memberi motivasi masyarakat desa untuk mendorong tumbuhnya suasana yang kondusif dan menyenangkan bagi warga desa yang juga akan mampu untuk meningkatkan ketersediaan jasa pelayanan pendidikan, kesehatan dan fasilitas infrastruktur lain yang diperlukan masyarakat desa. Pelaksanaan proyek ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Meningkatkan pendapatan bagi para petani/peternak, karena adanya lapangan kerja atau tambahan modal kerja bagi mereka akan dapat meningkatkan produktivitasnya;

2. Usaha yang di kelola dengan baik oleh kelompok dengan iktikat menjunjung kebersamaan dalam meningkatkan usaha petani atau juga anggota koperasi, maka program pengentasan kemiskinan akan tercapai;

3. Peningkatan usaha petani/anggota koperasi jelas akan meningkatkan pula peluang bagi tenaga kerja di wilayah proyek dan sekitarnya;

4. Dapat meningkatkan pendapatan asli daerah setempat dengan retribusi/pajak daerah;5. Meningkatkan kegiatan perekonomian di pedesaan akan mengurangi tekanan

kemiskinan, pengangguran, ketertinggalan dalam berbagai hal, kesenjangan dan perbedaan tingkat partsipasi dalam pembangunan antara desa dengan kota, antara sektor tradisional dan modern;

6. Pemanfaatan lahan tidur untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar proyek menunjang upaya guna meningkatkan kesejahteraan.

7. Mengimplementasikan Pola Kemitraan Terpadu (PKT) yang dikoordinir oleh Koperasi Primer dengan perusahaan inti sehingga kepastian tingkat keberhasilan usaha petani dapat diperoleh.

Page 14: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Dampak Lingkungan

Pembukaan kawasan dengan luas lahan yang besar, yang dikembangkan dengan peserta plasmanya berasal dari masyarakat setempat, langsung maupun tak langsung akan menimbulkan dampak positif maupun negafif terhadap komponen ekosistem baik fisik, hayat maupun sosial ekonomi.

Secara ekologis dampak dari proyek perkebunan ini akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keterkaitannya dengan ekosistem atau sub-ekosistem lainnya. Perubahan ini akan terus berlanjut pada komponen-komponen lingkungan lainnya, antara lain hama dan penyakit tanaman, air, udara, transportasi dan akhirnya berdampak pula pada komponen sosial, ekonomi, budaya serta komponen kesehatan lingkungan.

Usaha budidaya ulat sutera penghasil kokon untuk areal lahan perkebunan tanaman murbei sampai dengan 100 hektar mungkin tidak perlu melakukan Amdal, namun kaedah-kaedah kelestarian lingkungan harus diperhatikan, terutama dalam hal kaedah konservasi lahan supaya tidak terjadi erosi, begitu pula dalam hal pemupukan agar Liberian pemupukan yang berimbang agar tidak terjadi proses pemiskinan tanah.

Page 15: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

ASPEK PRODUKSI

PEMELIHARAAN ULAT SUTERA KECIL

Sifat dari ulat sutera kecil berbeda dengan sifat ulat sutera besar. Ulat kecil mempunyai daya tahan yang lemah terhadap serangan hama dan penyakit, sehingga pada waktu pemeliharaan dapat menjaga kesehatan dan kebersihan tempat. Pertumbuhan ulat sutera kecil, terutama instar pertama sangat cepat, tetapi tidak tahan terhadap kekuranagan makanan. Kondisi lingkungan juga berbeda, untuk pertumbuhannya ulat sutera kecil membutuhkan temperatur 260 – 280 C dengan kelembaban antara 80% - 90%.

Dalam pelaksanaannya ada langkah-langkah penting yang harus diperhatikan antara lain:

Persiapan PemeliharaanSesuai dengan sifat ulat sutera kecil yang rawan terhadap serangan hama dan

penyakit, agar pemeliharaan dapat berhasil maka pemeliharaan ulat sutera kecil hendaknya dilakukan di ruangan khusus. Dimana tempertatur, kelembaban, cahaya dan aliran udara dapat diatur.Karena pemeliharaan ulat sutera kecil tidak memerlukan ruangan yang terlalu luas, maka sebaiknya pemeliharaan dilakukan secara bersama atau kelompok agar pengelolaannya lebih efisien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan bangunan pemeliharaan ulat sutera kecil antara lain :

Bangunan sedapat mungkin dekat dengan kebun murbei. Hal ini untuk memudahkan pengangkutan dan menghindari kelayuan daun akibat lamanya dipengangkutan.

Lingkungan di sekitar bangunan bersih, supaya tidak mudah penularan hama dan penyakit pada ulat.

Ruangan tempat pemeliharaan ulat bersih dan kering serta terdapat jendela untuk pentilasi udara.

Sediakan tempat pembuangan kotoran ulat yang jauh dari bangunan. Jumlah bibit ulat sutera yang akan dipelihara juga harus disesuaikan dengan kapasitas

ruangan dan peralatan yang ada. Jangan sampai ulat dipelihara terlalu padat, karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan akhirnya akan menurunkan produksi dan kualitas kokon. Demikian pula persiapan daun murbei untuk makan ulat kecil yang masih lemah, diperlukan daun yang lunak dan bergizi tinggi. Untuk keperluan itu, maka pohon murbei harus dipangkas 1 bulan sebelum pemeliharaan.

Page 16: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Peralatan dan BahanPeralatan dan bahan yang diperlukan dalam pemeliharaan ulat kecil adalah sebagai berikut:Tabel Alat dan bahan pemeliharaan ulat sutera

Desinfeksi Salah satu pekerjaan yang penting sebelum pemeliharaan ulat sutera dilakukan adalah

desinfeksi. Pekerjaan ini bertujuan untuk mencegah timbulnya bibit-bibit penyakit yang dapat menyerang ulat sutera. Pada lingkungan yang kotor ulat sutera mudah terjangkit penyakit, karena bibit penyakit tersebar di luar dan di dalam ruang pemeliharaan, baik pada peralatan, sisa makanan ulat, kotoran ulat dan pada ulat yang mati.

Page 17: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Sumber bibit penyakitTindakan pencegahan timbulnya penyakit yang harus dilakukan adalah pembersihan

dan desinfeksi lingkungan, peralatan dan ruangan pemeliharaan. Desinfeksi dapat dilakukan dengan penyemprotan atau mencelupkan peralatan dalam larutan 2% formalin atau kaporit. Keperluan larutan formalin untuk desinfeksi adalah 1 liter per m2, sehingga basahnya cukup merata dan mampu membasahi ruangan selama 6 jam. Semua pintu dan jendela ditutup rapat sekurang-kurangnya selama 24 jam.

Desinfeksi peralatanUntuk desinfeksi peralatan seperti sasag, keranjang, tempat daun dan lain sebagainya

dapat dilakukan dengan cara dicelupkan pada bak yang berisi larutan desinfeksi. Peralatan tersebut dibiarkan terendam larutan formalin selama 30 menit, sesudah itu alat-alat perlu dikeringkan dengan panas matahari.

InkubasiInkubasi telur adalah penyimpanan telur untuk penetasan di dalam ruangan yang

temperatur, kelembaban dan cahayanya dapat diatur agar telur ulat sutera dapat menetas dengan baik dan merata pada waktu yang direncanakan. Kebutuhan temperatur selama inkubasi adalah 250 C dan kelembaban 75% - 80%, dengan pengaturan cahaya 18 jam terang dan 6 jam gelap setiap harinya. Hal ini dilakukan sampai 2 hari menjelang waktu menetas. Adapun cara melakukan inkubasi adalah sebagai berkut :

Telur ulat disebar merata pada kotak penetasan dan ditutup dengan kertas parafin.

Page 18: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Simpan di tempat yang sejuk yang terhindar dari sinar matahari langsung. Atur temperatur dan kelembaban sebagai berikut : temperatur 250 C dan kelembaban

75% - 80%, dengan pengaturan cahaya 18 jam terang dan 6 jam gelap setiap harinya sampai 2 – 3 hari menjelang waktu menetas.

Kurang lebih 2 – 3 hari lagi sebelum telur menetas, dengan ditandai bintik-bintik biru pada 80% telur-telur tersebut, ruangan harus dibuat gelap total, dengan menutup tirai dan lampu ruangan dipadamkan dengan harapan telur dapat menetas secara serempak.

Periksa penetasan pada pukul 05.00 pagi pada hari perkiraan telur akan menetas. Apabila telur baru menetas sekitar 20% maka segera tutup kembali ruang penetasan dan biarkan sampai besok pagi lagi supaya telur menetas secara seragam. Kalau sudah banyak yang menetas maka tutup dibuka dan diberi penerangan yang cukup supaya telur yang belum menetas terangsang untuk cepat menetas

ruang penetasan telur ulat sutera

Telur yang baru menetas

Page 19: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Penanganan ulat yang baru menetas Langkah pertama dalam pemeliharaan ulat yang baru menetas adalah persiapan peralatan dan bahan-bahan. Pemeliharaan ulat kecil yang baru menetas meliputi pekerjaan sebagai berikut :

Kotak penetasan yang berisi ulat yang baru menetas diletakkan di atas sasag yang telah diberi alas kertas parafin.

Sebelum ulat kecil diberi makan, dilakukan terlebih dahulu desinfeksi dengan cara menaburkan campuran kapur dengan kaporit 5% ke tubuh ulat sutera.

Langkah berikutnya pemberian makan dengan daun murbei muda yang dirajang halus dan diberikan secara merata.

Selanjutnya kotak penetasan ditutup kertas parafin atau kertas minyak dan letakkan pada rak pemeliharaan dengan teratur.

4 jam kemudian tutup dibuka, ulat yang menempel pada daun murbei di dalam kotak penetasan dipindahkan ke sasag.

Ulat diberi makan dengan rajangan daun murbei dan ditutup kembali dengan kertas parafin.

Page 20: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Pengambilan dan Penyimpanan daun murbei Daun untuk ulat kecil adalah daun yang diambil dari kebun murbei yang telah dipangkas 1 bulan sebelumnya. Pengambilan daun sebaiknya dilakukan pagi hari atau sore hari untuk menghindari kelayuan dan diambil sesuai dengan kebutuhan saja. Untuk masing-masing instar diperlukan daun yang berbeda-beda. Untuk instar I diperlukan daun ke 4 – 5 dihitung dari pucuk terpanjang, instar II daun ke 5 – 6 sedangkan untuk instar III diambil dari daun ke 7 – 8. pengambilan daun dari kebun dilakukan dengan cara memetik atau mewiwil sesuai dengan instar ulat kecil.

Pengambilan daun untuk ulat kecilDaun murbei yang diambil dari kebun, sebelum diberikan pada ulat kecil harus disimpan di tempat yang bersih dan terlindung. Penyimpanan dapat menggunakan keranjang atau di lantai. Susun daun pada posisi tegak dan tidak terlalu rapat kemudian tutup dengan kain supaya daun tidak cepat layu. Untuk menjaga supaya daun tetap segar, maka jaga kelembaban tetap tinggi dengan menciprati lantai dengan air dan jangan membasahi daun dengan menyiram.

Pemberian makanDaun murbei , sebelum diberikan sebagai pakan terlebih dahulu harus dirajang untuk memudahkan ulat makan. Ukuran rajangan berbeda untuk maing-masing instar. Ukuran rajangan untuk instar I adalah 0,5 cm – 1 cm, instar II berukuran 1 – 2 cm, sedangkan untuk instar III ukuran rajangan 2 – 3 cm.

Page 21: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Ukuran rajangan daun murbei

Sedang merajang daun murbeiBerikan rajangan daun murbei secara merata dalam jumlah yang cukup. Untuk menghindari daun murbei cepat kering, maka sasag tepat ulat ditutup kertas setelah pemberian makan. Berikan pakan 3 – 4 kali sehari yaitu pagi, siang, sore dan malam hari.

Petunjuk pemeliharaan 1 box ulat sutera kecil (25000 ekor)

Page 22: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Pemberian makan terakhir pada tiap instar harus dilakukan setelah 90% dari ulat itu istirahat.

Desinfeksi tubuh ulat suteraPada waktu ulat tidur dan ganti kulit, ditaburkan di atasnya campuran kapur dan

formalin 0,5%, dan biarkan tidak ditutup agar kondisi sekitar ulat kering. Hindari dari goncangan, tiupan angin dan suara yang keras. Selesai ganti kulit pada instar berikutnya lakukan desinfeksi seperti pada waktu ulat tidur.

Desinfeksi tubuh ulat

Page 23: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Pembersihan dan perluasan tempatDaun-daun yang tidak dimakan ulat kalau dibiarkan akan terus menumpuk, akibatnya

akan mengganggu pada pertumbuhan ulat sutera. Agar kotoran ulat dan sisa daun tidak menjadi sumber penyakit maka perlu dibersihkan. Pada instar I, tempat ulat dibersihkan satu kali pada saat ulat bangun tidur, sedangkan instar II dan instar III dibersihkan sebelum ulat tidur.

Memasang jaring

Pembersihan dilakukan dengan cara memasang jaring pada sasag tempat pemeliharaan ulat. Selanjutnya di atas jaring diberi daun murbei yang baru. Setelah semua ulat naik ke atas jaraing untuk makan, jaring diangkat dan dipindahkan ke tempat lain. Kotoran ulat dan sisa daun yang tertinggal dibersihkan lalu dibuang ke tempat yang jauh.

Perluasan tempat ulatSesuai dengan perkembangan ulat, tempat ulatpun harus selalu diperluas. Perluasan

harus dilakukan dengan hati-hati dan pada waktu yang tepat. Perluasan ulat jangan dilakukan sekaligus untuk menghindari banyaknya ulat yang hilang. Apabila ulat tidak dapat diperluas pada satu tempat, maka pindahkan ulat pada tempat yang lain.

Pemeliharaan Ulat Besar

Page 24: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Pemeliharaan ulat besar dilaksanakan pada instar IV dan instar V. Kedua instar ini secara fisiologi sangat berbeda satu sama lainnya. Instar IV lebih dekat pada ulat sutera kecil, maka pemeliharaan dititik beratkan pada menjaga lingkungan yang bebas penyakit, suhu dan kelembaban yang sesuai, pemberian pakan yang cukup dan bergizi.Pada instar V merupakan fase terpenting pemeliharaan ulat sutera, karena pada fase ini pertumbuhan kelenjar sutera berjalan cepat. Keperluan daun murbei untuk pakan hampir 90% dihabiskan pada instar V, sehingga daun murbei harus dimanfaatkan seefisien mungkin.

Ruang pemeliharaan ulat suteraPemeliharaan ulat sutera besar dapat dilakukan di bangunan khusus, yang tata letak

ruangannya diatur sedemikian rupa. Bangunan pemeliharaan pada dasarnya harus mempunyai 3 ruangan yang masing-masing berbeda kegunaannya. Ruang tersebut adalah ruang pemeliharaan, ruang penyimpanan daun murbei, dan ruang penyimpanan peralatan pengokonan. Dimana ruang penyimpanan daun harus terlindung dari angin dan panas matahari serta terpisah dari ruang penyimpanan peralatan pengokonan.

Skema bangunan pemeliharaan ulat besar

Sifat ulat sutera besar berbeda dengan ulat kecil, ulat besar menghendaki suhu dan kelembaban yang lebih rendah. Sehingga suhu perlu diatur pada 23°C – 24°C dan kelembaban 75%.Pembersihan dan desinfeksi ruang dan peralatan

Sebelum pemeliharaan ulat besar, seperti halnya pada pemeliharaan ulat kecil perlu dilakukan pembersihan dan desinfeksi ruang dan peralatan yang akan dipakai. Cara pelaksanaan pembersihan dan desinfeksi sama seperti pada pemeliharaan ulat kecil. Desinfeksi dilakukan paling lambat 2 hari sebelum pemeliharaan ulat besar dimulai. Di samping itu juga harus selalu tersedia larutan desinfeksi untuk kaki dan tangan. Cara disinfeksi sama seperti pada desinfeksi ulat kecil.

Peralatan dan bahanPeralatan dan bahan-bahan yang penting dalam pemeliharaan ulat besar adalah rak

pemeliharaan, gunting stek, golok, sasag, lembaran plastik, ember, jolang, kain blacu, jaring, alat pengokonan, kapur, kaporit dan formalin.

Tanaman murbei untuk ulat besarDaun murbei untuk pakan ulat besar dibutuhkan yang kandungan airnya rendah dan

gizinya tinggi. Untuk mendapatkan daun tersebut tanaman murbei harus dipangkas 3 – 4 bulan sebelum pemeliharaan ulat dan melakukan pemupukan yang cukup. Di samping itu juga harus dilakukan pengendalian hama dan penyakit, cara panen yang benar dan penyimpanan daun murbei yang telah dipanen dengan baik. Kegiatan tersebut dilakukan,

Page 25: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

selain untuk meningkatkan produksi daun murbei juga untuk mempertahankan supaya daun tetap bergizi tinggi.

Tanaman murbei untuk ulat besar

Daun untuk pakan ulat besar diambil bersama batangnya dengan menggunakan gunting atau alat lain yang tajam. Batang dipotong di bagian bawah sebatas daun yang masih hijau segar. Untuk menghindari kelayuan, daun harus diambil pagi hari atau sore hari dan hindari pengambilan daun waktu hujan, karena daun yang basah akan mempengaruhi terhadap kesehatan ulat sutera. Daun yang tidak langsung diberikan pada ulat sutera perlu disimpan di tempat yang teduh dan bersih. Tempat penyimpanan daun harus terpisah dari ruang pemeliharaan maupun ruang penyimpanan peralatan pengokonan. Cara penyimpanannya adalah dengan menyusun daun secara berdiri tidak terlalu rapat, kemudian daun ditutup dengan kain basah.

Pemberian makanUlat besar membutuhkan daun murbei untuk makan yang masih segar dan bergizi.

Daun tersebut diambil dari pohon yang dipangkas 3-4 bulan sebelum pemeliharaan. Daun diberikan dalam bentuk utuh yang masih melekat pada cabang. Pemberian dilakukan secara melintang pada rak pemeliharaan dan cabang diletakkan secara bergantian ujung pangkalnya supaya ulat mendapatkan jatah daun secara merata. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali sehari yaitu pagi, siang, sore dan malam.

Cara pemberian daun

Desinfeksi tubuh ulat suteraDesinfeksi tubuh ulat besar dilakukan dengan menggunakan campuran kapur dan kaporit dengan perbandingan 9 : 1 atau 90% kapur dan 10% kaporit. Campuran desinfeksi tersebut ditaburkan pada tubuh ulat dengan menggunakan ayakan sebanyak 50 – 60 gram per m2 tempat pemeliharaan. Adapun waktu penaburan adalah sebelum makan pertama dan setelah

Page 26: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

ulat tidur.

Desinfeksi tubuh ulat sutera

Pembersihan dan perluasan tempatPakan yang berupa daun murbei serta cabang yang diberikan pada ulat sutera instar

IV dan V jumlahnya sangat banyak, sehingga sisa daun dan cabang, kotoran ulat mudah sekali menumpuk. Kotoran ini kalau dibiarkan menumpuk akan menjadi sumber penyakit bagi ulat sutera yang akan menghambat terhadap pertumbuhan ulat sutera. Agar ulat sehat dan tumbuh baik, maka sisa makanan dan kotoran ulat harus dibersihkan. Adapun cara pembersihan dapat dilakukan sebagai berikut :

Sebelum pemberian makan, pasang 2 utas tali secara memanjang, kemudian di atas tali letakkan cabang daun sebagai pemberian makan.

Setelah ulat naik ke cabang, cabang tersebut digulung dengan tali tadi kemudian sisihkan dari tempat tersebut.- Bersihkan sisa makanan dan kotoran ulat, kemudian gulugan ulat diletakkan kembali sambil memperluas tempat.

Buang ke tempat yang jauh sisa makanan dan kotoran ulat tadi.Pembersihan tempat ulat besar dilakukan 2 kali untuk instar IV yaitu hari ke 2 dan setelah tidur. Sedangkan pada instar V dilakukan setiap 2 hari sekali dan kadang setiap hari tergantung kondisi sisa makan dan kotoran yang ada.Untuk menghindari supaya ulat tidak terlalu rapat, maka setiap waktu dilakukan perluasan tempat.

Adapun waktu dan luas tempat yang diperlukan dapat dilihat pada tabel di bawah.

Petunjuk pemeliharaan 1 box ulat sutera besar

Page 27: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Pemisahan ulat yang seragam

Diakhir instar ke 5 ulat akan membuat kokon untuk tempat berubah bentuk menjadi pupa. Kokon inilah yang dimanfaatkan oleh manusia untuk bahan benang. Sehingga dalam pengokonan harus benar-benar ditangani dengan baik. Akan tetapi dalam mengokonkan kadang mengalami hambatan akibat ulat tidak matang secara bersama. Kalau dibiarkan menunggu untuk matang semua, maka akan banyak ulat yang mengokon di tempat pemeliharaan atau mengokon di ranting murbei sisa pakan. Kalau terjadi demikian kokon yang dihasilkan akan berkualias jelek. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memisahkan ulat yang pertumbuhannya seragam.

Pelaksanaan pemisahan ini dilakukan pada instar 4 dan instar 5. Adapun cara pengelompokannya adalah sebagai berikut :

1. Waktu ulat pada instar 4 bangun tidur kurang lebih 85% - 90% taburi kapur, lalu diberi daun segar beserta cabangnya dengan harapan ulat akan makan daun tersebut.

Page 28: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Bila ulat sudah berada di daun, maka daun diangkat dan tempatkan daun beserta ulatnya di tempat lain, sehingga ini jadi kelompok ulat yang cepat. Ulat yang tinggal dikelompokan tersendiri menjadi kelompok ulat yang lambat.

2. Waktu ulat instar 5 bangun kurang lebih 30% - 40% diberi daun segar beserta cabangnya. Bila ulat sudah berada di daun kemudian angkat cabang dan tempatkan di tempat lain, ini menjadi kelompok ulat yang cepat. Ulat yang tinggal dikelompokan tersendiri menjadi ulat yang lambat.

Setelah ulat terpisah antara yang cepat dan yang lambat, masing-masin diberi makan sesuai dengan keadaannya. Pengokonan

Pengokonan terjadi pada ulat sutera diakhir instar ke-5, yaitu proses membungkus diri dengan serat yang dikeluarkan dari mulutnya, sebelum berubah bentuk menjadi pupa. Kokon inilah yang dimanfaatkan oleh manusia untuk bahan baku benang, sehingga pengokonan harus ditangani dengan benar, baik persiapan alat pengokonan maupun pelaksanaannya, supaya menghasilkan kokon yang berkualitas baik.

Ulat sutera instar ke-5 akan mengokon

Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk pengokonan. Akan tetapi yang terpenting adalah alat tersebut telah dicuci, dibersihkan, dijemur dan didesinfeksi, serta tersedia dalam jumlah yang cukup.

Ulat sutera dewasa naik seriframe untuk mengokon

Pada hari ke 6 atau ke 7 pada instar ke-5, ulat sutera harus diamati dengan cermat. Pada waktu itu ulat sutera sudah waktunya mau mengokon dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Napsu makan berkurang, bahkan berhenti sama sekali. Tubuhnya menjadi tembus cahaya dan berwarna bening. Ulat sutera cenderung berjalan ke tepi dan kepalanya diangkat-angkat seakan-akan

mencari pegangan.

Page 29: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Dari mulutnya mengeluarkan liur. Kalau ulat sutera sudah memperlihatkan tanda-tanda tersebut harus segera

dipindahkan ke tempat pengokonan.

Apabila yang mau mengokon baru 10% atau kurang, maka pengokonan dilakukan dengan cara diambil satu persatu kemudian dipindahkan. Bila ulat sutera yang mau mengokon sudah 75% atau lebih, maka pengumpulan ulat dilakkukan dengan cara mengangkat cabang yang ditempeli ulat lalu menggoyang-goyangkannya di atas sasag penampung yang sudah diberi alas hingga ulat jatuh tertampung. Kemudian pindahkan ke tempat pengokonan.

Ulat sutera dewasa sudah mengokon

Alat pengokonan yang telah diisi ulat sutera segera tempatkan pada pada tempat yang telah disediakan. Kemudian bersihkan tempat pemeliharaan dari kotoran ulat dan sisa makanan buang ke tempat yang jauh atau membakarnya.

Panen kokonPanen kokon harus dilakukan tepat waktu, yaitu ketika kulit pupa sudah menjadi

keras. Hal ini terjadi setelah 5 atau 6 hari sejak ulat sutera mengokon. Jangan melakukan panen kokon terlalu cepat atau terlalu lambat. Kalau panen terlalu cepat, pupa masih berwarna kuning, kulitnya masih lunak. Apabila pupu ini terkena guncangan waktu panen, pupa akan pecah yang menyebabkan kokon menjadi kotor. Kalau terlalu lambat dikhawatirkan pupu sudah menjadi kupu dan keluar, sehingga kokon menjadi berlubang dan tidak terpakai.Setelah panen dilakukan, kokon harus segera dibersihkan dari serabut serat sutera yang

Page 30: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

menyelimuti kokon. Pembersihan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pembersihan dengan tangan dan pembersihan dengan menggunakan alat.

a. Kokon baik b. Kokon rusak

Tidak selamanya kokon yang dipanen menghasilkan kokon baik semua, pasti akan ditemui kokon yang cacat dan kokon abnormal. Kedua kokon tersebut tidak boleh dicampur, sehingga perlu dilakukan seleksi. Adapun ciri-ciri kokon cacat dan kokon abnormal adalah sebagai berikut :

Kokon berlubang, disebabkan oleh parasit Kokon kotor dalam, disebabkan oleh pupa yang mati. Kokon kotor luar, disebabkan oleh kotoran ulat atau ulat mati di bagian luar. Kokon ganda, yaitu kokon yang dibuat oleh 2 ekor ulat bersama-sama. Kokon berujung tipis, disebabkan oleh jenis ulat. Kokon berkulit tipis, disebabkan kurang pemberian makan. Kokon berserabut, disebakan oleh kelainan ras atau suhu yang terlalu tinggi dan

kelembaban rendah pada pengokonan.

Pengeringan dan penyimpanan kokonPengeringan kokon bertujuan untuk mematikan pupa dan mengurangi kadar air pada

lapisan sutera dan pupa. Stadia pupu mempunyai umur yang pendek yaitu ± 12 hari setelah mengokon, maka sebelum keluar menjadi kupu, pupa harus dimatikan untuk menghindari kerusakan kokon. Bersamaan dengan mematikan pupu juga berlangsung pengeringan kokon yaitu menurunkan kadar air kokon. Kokon segar yang baru dipanen mengandung kadar air sekitar 61% - 64%, setelah dikeringkan kadar airnya turun menjadi 6% - 12%. Dengan demikian memungkinkan untuk menyimpan kokon dalam waktu yang lama pada kondisi suhu dan kelembaban lingkungan yang normal. Ada berbagai cara untuk mengeringkan kokon diantaranya adalah penjemuran, pengukusan, dan pengovenan.

PenjemuranPenjemuran dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari, dengan cara sebagai berikut :

Kokon disebar di atas hamparan seng yang terjemur sinar matahari. Lapisan jemuran kokon jangan terlalu tebal, dan harus sering dibolak-balik. Lama pengeringan adalah 3 hari terus menerus. Untuk memastikan kokon sudah mati, kokon dibuka kemudian pupanya dilihat

apakah sudah mati atau belum.

Page 31: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

PengukusanSedangkan pengeringan dengan pengukusan adalah dengan memanfaatkan panas uap dari air yang mendidih. Cara pengukusan adalah sebagai berikut :

Panci pengukusan diisi air kemudian didihkan. Masukkan kokon setelah air dalam panci mendidih. Lama pengukusan antara 5 – 10 menit. Mengecek kondisi pupa dengan membukanya, apakah kokon sudah mati atau belum. Setelah pupa mati, kokon dianginkan agar uap panasnya hilang.

PengovenanPengeringan dengan pengovenan mempunyai kelebihan dibanding dengan pengeringan yang lain, karena selain mematikan pupu juga dapat menurunkan kadar air sesuai dengan yang diharapkan.Adapun cara pengovenan adalah sebagai berikut :

Panaskan oven sampai mencapai suhu yang diinginkan. Masukkan kokon dengan menyebarkan pada rak-rak sesuai dengan kapasitasnya. Lama pengeringan antara 30 – 60 menit dengan temperatur antara 800 – 950. Setiap 10 menit sekali rak dipindahkan dari rak paling atas ke bawah dan sebaliknya,

dengan maksud agar panas kokon merata. Setelah proses pengeringan selesai, kokon dikeluarkan kemudian dinginkan.

PenyimpananPenyimpanan kokon ini diperlukan apabila kokon tidak langsung dipintal atau dijual.

Lamanya ketahanan kokon untuk disimpan akan tergantung pada cara pengeringan yang dilakukan dan kadar air kokon. Sebelum kokon disimpan kokon ditempatkan pada kantong atau kardus yang telah dilubangi. Tempat penyimpanan kokon harus kering dan terhindar dari gangguan serangga, tikus dan binatang lainnya yang bisa merusak kokon. Dengan kondisi kokon yang baik dan tingkat kekeringan yang optimal kokon akan tahan disimpan selama 3 - 4 bulan.

PENYAKIT DAN HAMA ULAT SUTERA

Penyakit Virus

Penyakit GrasseriePenyakit ini disebabkan oleh patogen Borcelina virus yang menyerang sel-sel larva dengan gejala serangan seperti berikut :

Page 32: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

kulit ulat akan membengkak ulat akan bergerak mengelilingi tempat pemeliharaan kulit ulat mudah terluka ulat akan membentuk kokon yang lembek dan kemudian mati ulat yang mati menjadi lembek dan hitam. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan melakukan desinfeksi ruangan dan alat-alat

pemeliharaan setelah selesai panen. Memisahkan larva yang sakit dengan yang masih sehat, pemberian pakan yang berkualitas dan menjaga kondisi ruang pemeliharaan supaya tetap optimal.

Penyakit Cytoplasmic Polyhedrosis Virus (CPV)Penyebab penyakit ini adalah patogen Smithia virus yang menyerang cytoplasma pada sel sekunder pencernaan. Larva yang sdakit akan kehilangan napsu makan. Kotoran larva yang sudah terserang akan menularkan lagi penyakit pada larva yang lainnya yang sehat.Cara cengendaliannya sama seperti pada penyakit Grasserie.

Penyakit Infectious FlacheriePenyebab penyakit ini adalah patogen Morator virus yang menyerang jaringan usus dengan gejala serangan :

napsu makan berkurang waktu ganti kulit tidak seragam larva muntah dan diare

Cara cengendaliannya sama seperti pada penyakit Grasserie.

Penyakit CendawanPenyakit Aspergillus

Penyakit ini disebabkan oleh patogen Aspergillus oryzae. Spora cendawan ini menempel pada kulit larva kemudian berkembang masuk ke badan sampai masa inkubasi. Larva yang terserang akan mati, yang sebelumnya menjadi lembek dan mengeluarkan cairan pencernaan.

Pencegahannya dengan cara membersihakan alat-alat pengokonan dan menjemurnya. Ruang pemeliharaan ditaburi kapur. Ruangan dan alat-alat pemeliharaan didesinfeksi dengan kaporit. Desinfeksi tubuh ulat. Menjaga kondisi ruangan pemeliharaan dengan pertukaran udara yang baik. Pemberian daun yang kering dan segar.

Penyakit MuscardinePenyebab penyakit ini adalah jamur Beauveria bassiana, Spicariaprasina dan Isaria

farinosa. Cendawan ini hidup parasit pada berbagai serangga dan masuk ke ruangan pemeliharaan. Penyakit ini masuk ke tubuh larva melalui kulit kemudian berkembang dan menyebabkan matinya larva. Lava yang mati akan mengeras dan tidak membusuk. Pengendaliannya sama seperti pada penyakit Aspergillus.

Page 33: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Penyakit Protozoa (Pebrin)Penyakit ini paling berbahaya dibanding penyakit-penyakit lain yang menyerang ulat

sutera. Penyebarannya lebih banyak ditularkan melalui telur, walaupun tidak menutup kemungkinan penyakit ini menular dari serangga yan terinfeksi dari lapangan. Dengan penggunaan telur yang sehat, resiko serangan penyakit ini akan dihindari, asalkan dibarengi dengan pemeliharaan yang benar.

Penyebab penyakait ini adalah patogen Microsparidia jenis Nosema bombycis. Spora dari Microsparidia menjadi parasit pada larva setelah dimakan dan berkembang di seluruh bagian badan larva. Bila patogen ini hidup parasit pada indung telur, maka indung telur tersebut akan terinfeksi. Apabila telur tersebut ditetaskan dan dipelihara oleh petani, maka akan terjadi kegagalan yang fatal.

Kalau kita lihat gejala yang timbul pada larva akibat penyakit ini adalah :

napsu makan hilang warna larva gelap bintik-bintik coklat kehitaman pada tubuh larva larva dewasa berputar-putar tanpa membuat kokon bila serangan lebih lanjut, tubuh larva mengerut, pertumbuhannya terhambat dan

kemudian mati. pengendaliannya dapat dilakukan dengan memelihara ulat sutera dari telur yang sehat,

desinfeksi ruang dan alat pemeliharaan, penggunaan daun murbei yang sehat dan menjaga kebersihan lingkungan.

BakteriJarang sekali ulat sutera mati karena bakteri. Akan tetapi kalau kondisi pemeliharaan sangat buruk, ketahanan ulat sutera terhadap bakteri akan melemah sehingga metabolisme menurun. Tubuh ulat sutera menjadi lunak dan mengeluarkan kotoran yang lembek (diare). Larva yang mati akan membusuk.Pengendaliannya dengan desinfeksi ruang dan alat pemeliharaan, pemberian daun murbei yang sehat dan bersih, dan ventilasi ruangan yang memadai

Kerusakan oleh HamaSemutSemut akan masuk ke ruangan pemeliharaan ulat sutera dan menggigit larva kemudian membuat sarang di sekitar itu. Larva yang digigit akan berdarah dan mati.Pencegahannya dengan menyiram kaki-kaki rak pemeliharaan dengan air sabun atau minyak. Bisa pula dengan memasang tatakan yang diberi air di setiap kaki rak pemeliharaan.

TikusSelama pemeliharaan ulat sutera berlangsung tidak sedikit kerusakan larva yang disebabkan oleh tikus. Tikus selain merusak larva, juga merusak kokon.Cara pengendaliannya menggunakan perangkap, perekat atau racun.

Page 34: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

Binatang kecil lainnyaTidak sedikit ulat sutera yang kita pelihara diganggu dan dimakan oleh cecak, toke dan kadal yang berakibat kerugian yang tidak sedikit.Untuk mencegah hal ini terjadi pasanglah perekat di setiap tiang rak pemeliharaan.

Kendala dan Solusi untuk budidaya di desa Troso

Kita tahu bahwa pertumbuhan ulat Sutera memerlukan kondisi yang idealny berlokasi di dataran tinggi. Melihat Topografi pada desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara merupakan dataran rendah maka dapat dikatakan daerah ini kurang cocok untuk budidaya ulat Sutera karena memiliki suhu rata-rata dan kelembaban udara yang kurang ideal untuk pertumbuhan ulat Sutera.

Berdasarkan pertimbangan yang telah kami lakukan maka kami yakin bahwa budidaya ulat Sutera di daerah ini dapat dilakukan, adapun pertimbangannya adalah sebagai berikut:

1. Tanaman Murbei dapat tumbuh di dataran rendah.2. Lahan perkembangbiakan ulat sutera dilaksanakan di dalam ruangan.

Maka kami simpulkan bahwa perkembangbiakan ulat sutera di daerah ini dapat dilakukan dengan cara mengkondisikan ruangan yang ideal untuk perkembangbiakan ulat sutera

Mekanisme pembuatan lahan perkembangbiakan ulat sutera di Daerah Troso:

1. Membuat bangunan kumbung dengan sistem sirkulasi buka tutup. Pada saat siang hari sirkulasi kumbung ditutup agar kelembapan di dalam kumbung terjaga. Sebaliknya pada malam hari sirkulasi dibuka sehingga suhu ruangan lebih dingin.

Page 35: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

2. Menggunakan bahan atap yang tidak menyerap panas. Atap diusahakan berwarna putih untuk memantulkan panas.

3.

3.

3.

3.

3.

Meletakkan beberapa tong/wadah air di dalam ruangan untuk membantu meningkatkan kelembapan ruangan.

4. Membuat bangunan di tempat yang teduh dekat dengan pepohonan5. Menanam banyak tanaman (perdu) di sekitar rumah kumbung.6. Bangunan kumbung dibuat lebih tinggi minimal 4 meter7. Atap di desain model 2 atap, ini dimaksudkan agar atap bagian bawah tidak

menerima panas berlebihan dari matahari. Desain atap berrongga ini untuk memperlancar sirkulasi udara panas agar dengan mudah berganti dengan udara dingin sehingga kesejukan di dalam ruangan tetap terjaga.

8. Kolam yang berada di samping ruang pembiakan terletak persis dibawah jendela ventilasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelembaban udara yang masuk ke dalam ruang pembiakan.

9. Diperlukan kelengkapan ruangan seperti blower dan Air Conditioner (AC) untuk mengatur kapasitas suhu dan kelembaban ruangan.

KESIMPULAN

Budidaya ulat sutra produksi kokon merupakan salah satu komoditas yang menarik untuk diusahakan oleh masyarakat pedesaan sebagai usaha kecil, baik perorangan maupun berkelompok termasuk melalui koperasi karena pemasaran masih sangat terbuka baik

Desain Atap

Page 36: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

didalam maupun diluar negeri (ekspor) sehingga dapat menjanjikan pendapatan dan kesempatan kerja bagi masyarakat, sementara teknologi dapat dipelajari dan dikuasai.

Model kelayakan program ini dapat dijadikan acuan bagi pengusaha inti dan pengusaha kecil/koperasi dalam melakukan usaha ini yang memberikan tingkat kelayakan finansial, sebagai berikut:

1. Luas lahan kebun tanaman murbei unit terkecil 1.000 m2 ditambah 100 m2 untuk bangunan (60 m2) pemeliharaan ulat total biaya produksi Rp 8.587.500 terdiri dari modal sendiri dalam bentuk penyediaan lahan 1100 m2 seharga Rp 1.100.000 dan dari kredit sebesar Rp 7.487.000 terdiri dari kredit investasi Rp 6.797.500 dan modal kerja Rp 689.500.

2. Skim kredit yang dapat dimanfaatkan adalah kredit program (KKPA, KPKM dll.) tingkat bunga 16% atau kredit usaha kecil (KUK) dengan tingkat bunga 24% per tahun, dengan memperhatikan tingkat kelayakan usaha, sebagai berikut :

Asumsi hasil panen kokon = 60 kg/bulan, harga rata-rata Rp 20.000/kg kokon, sehingga pendapatan petani = Rp 1.200.000/bulan atau Rp 9.600.000/tahun (8 bulan produksi dalam setahun), untuk tahun-1 produksi kokon 50%.

Tingkat bunga 16% : Nilai IRR = 33,22%; NPV df 16% = Rp. 4.264.910; Payback period = 3,2 tahun; B/C Ratio = 1,5; Nilai R.O.I. = 30,03%; Profit Margin = 28,14%.Analisa sensitivitas, apabila harga kokon turun 10% sebagai berikut := Nilai IRR = 22,54%; NPV pada df 16% = Rp 1.535.382; Payback period = 4,05 tahun, B/C = 1,18.Usaha inl layak diblayai dan menguntungkan petani.

Tingkat bunga 24% : Nilai IRR = 33,22%; NPV = Rp 1.953.892; Payback period = 3,72 tahun; B/C 1,23; Nilai R.O.I. = 27,45%; Profit Margin = 26,89%.Analisis sensitivftas, apabila harga kokon turun 10%, menjadi : = Nilai IRR = 22,54%; NPV pada df 24% = - Rp 294.580 (negatif) ; Payback Period = 4,75 tahun, dan B/C = 0,97.

Dengan penurunan harga kokon sebesar 10% menjadikan usaha tidak layak dan tidak menguntungkan petani. Namun Usaha masih layak dan menguntungkan petani dengan penurunan harga kokon hingga 8%.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ticjepara.com/2008/11/tenun-troso.htmlhttp://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=30102&idrb=42601

Page 37: RENCANA PENGEMBANGBIAKAN ULAT SUTRA

http://www.agrisilk.com/Halaman-Depan/ulat-sutera/Semua-Halaman.htmlAnonim.__. Proyek Pengembangan Persuteraan Alam Di Indonesia. Japan International Cooperation Agency.Anonim. 2000. Pedoman Pelaksanaan Pemeliharaan Ulat Sutera Perum Perhutani. Perum Perhutani. Jakarta.Anonim. 2000. Pedoman Pelaksanaan Pembuatan Tanaman dan Pemeliharaan Kebun Murbei Perum Perhutani. Perum Perhutani. Jakarta.Atmosoedarjo, Sukiman dkk. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.Guntoro, Suprio. 1994. Budidaya Ulat Sutera. Kanisius. Yogyakarta.