relasi sosial pelaku haji dalam masyarakat …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/bab i,v.pdf · ibu dr....

107
RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT SASAK DI KELURAHAN LOYOK LOMBOK TIMUR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Oleh : MUH. SYA’RANI NIM: 04541570 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009

Upload: vuongmien

Post on 22-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT SASAK DI KELURAHAN LOYOK

LOMBOK TIMUR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Oleh :

MUH. SYA’RANI NIM: 04541570

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2009

Page 2: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

ii

Page 3: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

iii

Page 4: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

iv

Page 5: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

v

MOTTO

≅è% ¨β Î) ’ÎA Ÿξ|¹ ’Å5Ý¡ èΣuρ y“$ u‹ øt xΧ uρ †ÎA$ yϑ tΒ uρ ¬! Éb> u‘ t⎦⎫ ÏΗs>≈ yèø9$# ∩⊇∉⊄∪

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku

dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”

Page 6: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Kedua orang tuaku yang telah melimpahkan

kasih sayangnya serta kakak-kakaku, adikku

dan keluarga besarku yang aku cintai

Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta

Khususnya kepada Prodi Sosiologi Agama

Page 7: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

vii

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الرحمن الرخي

Segala puji bagi Allah, Subhanahu wa ta’ala, yang telah mengajari

manusia dengan perantaraan kalam (QS Al-‘Alaq : 2). Shalawat dan salam

semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad, keluarga,

sahabat, dan ummatnya hingga akhir zaman, amin.

Sebagai salah satu syarat guna melengkapi Gelar Sarjana Sosiologi Agama

pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

akhirnya penyusunan skripsi ini telah penulis selesaikan.

Tentunya dengan bantuan dan doa dari banyak pihak, pada kesempatan ini,

penuh syukur kepada Allah SWT, penulis ucapkan terima kasih yang setulusnya

kepada:

1. Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta.

2. Bapak Moh.Soehadha, S.Sos.,M.Hum., selaku Ketua Prodi Sosiologi

Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sekaligus

dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

memberikan bimbingan sehingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Drs H. Chumaidi Syarif Romas M.Si selaku pembimbing akademik

yang telah memberikan kritik dan saran.

4. Bapak-ibu dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

5. Segenap komunitas Sasak di desa Loyok

Page 8: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

viii

6. Sahabat-sahabatku (Nursim, Hamjadid, Dedi Supiandi, Doni Hendriawan,

L. Armin) serta alumni MAK di Jogja yang telah banyak memberikan

motivasi dan menjadi teman berbagi dalam berbagai kondisi.

7. Dendi Sutarto dan teman-teman seperjuangan di Jurusan Sosiologi

Agama, Ushuluddin angkatan 2004 yang selalu memberikan motivasi

untuk menyelesaikan skripsi.

8. Komunitas sanggar TJIBAN (Tohari koboy, Evang, Rizal Mistikus, Habib

Al-Athos, Suprayetno, Sandy, Sopyan)

9. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komfak- Uhuluddin terima kasih atas

wadah juangnya.

Semoga amal shalih semuanya mendapat ridho dari Allah SWT, amin.

Yogyakarta, 1 Januari 2009 Penulis

Muh. Sya’rani NIM.04541570

Page 9: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

ix

ABSTRAK

Fokus penelitian ini adalah relasi sosial pelaku haji dengan masyarakat Sasak di kelurahan Loyok Lombok Timur, yang dalam realitasnya terjadi diprensisi sosial antara orang-orang yang berpredikat sebagi haji dan yang bukan berstatus sebagi haji. Analisis dilakukan dengan mengkaji pola hubungan sosial dan faktor apa saja yang mempengaruhi pola hubungan sosial pelaku haji dalam masyarakat Sasak.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. adapun instrumen pengumpulan data menggunakan tekhnik observasi, wawancara (interview) dan dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis melalui tiga subproses analisis yaitu reduksi data, display data dan verifikasi data. Sehinga dapat menghasilkan paparan data yang selektif dan komprehensif untuk mempertegas, membuat fokus dan membuat hal yang tidak penting dan melakukan verifikasi data, dan pada tahap ini peneliti melakukan intrpretasi terhadap data sehingga memiliki makna.

Setelah data dikumpulkan, maka data tersebut dianalisis dengan mengikuti teori David Berry tentang peranan dalam hubungan sosial dan teori James C. Scott mengenai hubungan patron-klien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang berstatus haji yang diposisikan sebagai patron dan para pekerjanya dan pengikutnya adalah sebagai kliennya, dalam hubungan sosialnya telah merepresentasikan bahwa orang yang berstatus sebagi haji adalah orang yang kaya dan terhormat layaknya seorang raja. Adapun faktor yang mempengaruhi pola hubungan sosial antara pelaku haji dengan masyarakat Sasak yaitu faktor sosial politik, sejarah orang yang berstatus sebagai haji, sistem kepercayaan lokal dan terutama faktor sosial ekonomi, pola hubungan dengan beberapa faktor ini dalam komunitas masyarakat Sasak telah menimbulkan adanya garis-garis demarkasi antara orang-orang yang berstatus sebagi haji dengan masyarakat biasa, selain itu terjadi dikotomi antara orang-orang yang bersetatus sebagai haji dengan orang yang tidak berstatus sebagai haji dalam kehidupan sosial komunitas masyarakat lokal Sasak khususnya di desa Loyok Kabupaten Lombok Timur ini.

Page 10: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................ ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iv

MOTTO .......................................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

ABSTRAK ...................................................................................................... ix

DAFTAR ISI................................................................................................... x

BAB. I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 6

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 8

E. Kerangka Teoritik ...................................................................... 11

F. Metode Penelitian ...................................................................... 16

G. Sistematika Pembahasan ............................................................ 20

BAB. II POTRET KOMUNITAS SASAK DI DESA LOYOK KAB.

LOMBOK TIMUR ........................................................................ 22

A. Letak dan Aksesibilitas .............................................................. 22

B. Sosial Ekonomi .......................................................................... 26

Page 11: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

xi

C. Tradisi ........................................................................................ 29

D. Pendidikan.................................................................................. 32

E. Keberagamaan............................................................................ 34

BAB.III POLA HUBUNGAN SOSIAL PELAKU HAJI DENGAN

MASYARAKAT SASAK .............................................................. 40

A. Dimensi Haji Terhadap Tradisi Lokal Masyarakat Sasak.......... 40

1. Fase Persiapan...................................................................... 41

2. Fase Pertengahan.................................................................. 44

3. Fase Paska haji ..................................................................... 46

B. Status Haji Dalam Pandangan Masyarakat Suku Sasak............. 48

C. Pola Hubungan Sosial Patron Klien Pelaku Haji Dalam

Masyarakat Sasak....................................................................... 53

1. Hubungan Sosial Pelaku Haji dalam Masayarakat Sasak .... 53

2. Hubungan Patron Klien Masyarakat Sasak Dengan Pelaku

Haji....................................................................................... 59

BAB.IV FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN SOSIAL

HAJI DALAM MASYARAKAT SASAK.................................... 66

A. Faktor Ekonomi.......................................................................... 67

B. Faktor Kepercayaan Lokal ......................................................... 70

C. Faktor Sosial Politik................................................................... 74

D. Faktor Sejarah ............................................................................ 77

BAB.V PENUTUP....................................................................................... 82

A. Kesimpulan ................................................................................ 82

Page 12: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

xii

B. Saran........................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 89

CURRICULUM VITAE

PEDOMAN WAWANCARA

DAFTAR IMFORMAN

PETA DESA LOYOK

PETA KAB. LOMBOK TIMUR

SURAT IZIN FAKULTAS

SURAT IZIN BAPEDA YOGYAKARTA

SURAT IZIN PROVINSI NTB

SURAT IZIN KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Page 13: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lombok adalah pulau yang didominasi oleh masyarakat suku Sasak yang

merupakan suku asli yang ada di Lombok, ketika Islam pertama kali

diperkenalkan di Lombok pada abad ke- 16 dan 171 dimana saat itu hanya

beberapa dari masyarakat Sasak yang masuk Islam dan masih jauh dari Islam

ideal dalam praktek-praktek keagamaan mereka, akan tetapi setelah melewati

beberapa fase mayoritas masyarakat Sasak memeluk ajaran Islam, walaupun di

dalam masyarakat suku Sasak tersebut mayoritas telah memeluk agama Islam,

akan tetapi disetiap praktek-praktek agamanya masih dipengaruhi oleh budaya dan

agama yang sudah ada jauh sebelum datangnya Islam. Sebelum kedatangan Islam

di pulau Lombok orang-orang sasak telah mempunyai kepercayaan atau agama

yang terdiri dari Animisme, Dinamisme, Budhisme, Bodaisme dan Hiduisme.2

Kemudian agama-agama sebelum Islam inilah yang sangat berpengaruh dalam

pembentukan tradisi-tradisi maupun budaya masyarakat Sasak, oleh karena itu

pengaruh agama-agama ini masih ada dalam masyarakat Sasak walaupun mereka

mayoritas telah memeluk Islam.

1 Jhon Ryan Bartholomew, Alif Lam Mim Kearifan Masyarakat Sasak. terj. Imron Rosydi

(Yogyakarata: PT. Tiara Wacana, 2001), hlm. 93. 2 Ahmad Abd. Syakur, Islam Dan Kebudayaan Akulturasi Nilai-nilai Islam Dalam

Budaya Sasak, (Yogyakarta: Adab Press 2006), hlm. 21

Page 14: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2

Ketika islamisasi atau proses penyebaran Islam di Lombok ini, Leeman

menunjukkan bahwa ajaran Islam yang pada mulanya dibawa oleh para penyebar

agama Islam dari Jawa, memang telah mengalami akulturasi mistisisme dan

sufisme. Lebih dari itu, para penyebar Islam tersebut cukup toleran terhadap orang

Sasak menyangkut nenek moyang dan animisme mereka.,3 Hal ini sangat

mempengaruhi keberadaaan Islam di Lombok yang dipeluk oleh masyarakat

Sasak secara umum sampai saat ini, di mana dalam masyarakat sasak terjadi

akulturasi antara nilai-nilai Islam dan adat istiadat Sasak. Kemudian ini tampak

dalam upacara yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Sasak seperti upacara

perkawinan dan kehamilan, upacara khitanan, upacara kematian,4 selain itu juga

fenomena haji dalam masyarakat Sasak terbilang cukup unik, secara umum

masyarakat Sasak selain melaksanakan ibadah haji seperti yang telah ditentukan

oleh agama Islam, ada suatu tradisi-tradisi yang memang biasa dilakukan oleh

masyarakat Sasak itu sendiri dan hal semacam ini menjadi sebuah sistem sosial

dalam masyarakat Sasak yang merupakan suatu pola interaksi sosial yang terdiri

dari komponen-komponen sosial yang teratur dan melembaga (institutionalized).5

Secara teologis haji adalah salah satu dari lima rukun Islam yang

merupakan perwujudan dan sikap kesolehan seorang dalam memeluk agama

Islam terhadap tuhanya. Haji secara bahasa artinya adalah menuju tempat yang

3 Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu Telu Versus Waktu Lima, (Yogyakarta: LKiS. 2000),

hlm. 287-288. 4 Ahmad Abd. Syakur, Op. cit., hlm. 243. 5 J. Dwi Nawoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, (Jakarta:

Kencana. 2004), hlm. 125.

Page 15: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

3

mulia, dan secara terminologinya, syariah adalah menuju al-bait Allah (Ka’bah)

untuk menunaikan perbuatan yang diwajibkan.6 Haji merupakan sebuah perintah

yang harus dipatuhi oleh setiap orang Islam apabila ia telah merasa mampu baik

secara finansial maupun secara fisik; hal ini berdasrkan pada Al-Qur’an, Sunnah

dan ijmak, difirmankan Allah dari salah satu ayat Al-Qur’an yang artinya:

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang

yang sanggup mengadakan perjalanan Baitullah. Barang siapa yang mengingkari

(kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan

sesuatu) dari semesta alam.7

Di dalam masyarakat Islam Sasak dalam pelaksanaannya haji tidak

hanya dilaksanakan oleh seorang yang menunaikan haji dengan ketentuan-

ketentuan agama saja, akan teatapi di dalam masyarakat tersebut ada suatu

kebiasaan-kebiasaan yang menjadi sebuah tradisi dan yang tersistem dalam

masyarakat. Apabila seorang yang menunaikan ibadah haji pelaksanaanan haji

terdiri menggunakan pakaian ihram di Mekah, tinggal di Arafah, bermalam di

Masy’ar8 dan lain sebagainya, lain halnya dengan pelaksanaan-pelaksanaan yang

dilakukan di tempat asalanya baik sebelum berangkat maupun sepulang dari haji

tersebut oleh orang yang berhaji, keluarga dan masyarakat yang ada dalam

masyarakat setempat.

6 Mutawakil Ramli, Mari Memabrurkan Haji (Kajian Dari Berbagai Kajian Islam), terj.

Azuma Gibran, (Bekasi: Gugus Press. 2002), hlm. 11. 7 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Al-Qur’n dan

Terjemahanya, (Bandung: CV. Penerbit J-Art. 2004), hlm. 63. 8 Murtadha Muthahhari, Pengantar Ilmu-ilmu Islam. terj. Ibrahim Husain (dkk.), (Jakarta:

Pustaka Zahra. 2003), hlm. 71.

Page 16: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

4

Kalau melihat dari sisi pelaksanan haji yang begitu banyak, baik

pelaksanan secara tradisi di daerah tempat tinggal mereka maupun pelaksanan-

pelaksanan di Mekah dan Madinah, selain itu pula untuk pergi haji uang yang

dikeluarkan sesorang yang ingin melakukanya tidak sedikit, akan tetapi walaupun

demikian di Lombok (pulau tempat tinggal mayoritas suku Sasak) orang-orang

yang ingin menunaikan ibadah haji selalu meningkat padahal Lombok masih

tercatat sebagai pulau yang terbelakang dan masyarakatnya yang rata-rata bisa

dikategorikan sebagai orang miskin, ironinya lagi dalam beberapa tahun belakang

ini di Lombok terungkap kasus kemiskinan busung lapar.

Terungkapnya kasus seperti busung lapar dan Lombok masih

dikategorikan sebagai daerah yang terbelakang, bukan berarti hasrat masyarakat

Sasak di sana untuk menunaikan haji menurun bahkan terhitung setiap tahunnya

orang-orang yang berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji semakin

meningkat, bahkan banyak dari mereka terpaksa untuk membatalkan keinginanya

untuk menunaikan ibadah haji karena telah melebihi kuota pemberangkatan haji

yang telah ditentukan oleh pihak penyelenggara haji di daerah setempat.

Haji dalam masyarakat Sasak tidak hanya dijadikan sebagai suatu

aktualisasi kepatuhan seseorang terhadap tuhannya saja, akan tetapi dalam hal ini

di masyarakat Sasak haji mempunyai pengaruh-pengaruh dan makna-makna

tersendiri, apabila kita melihat fenomena Tuan Guru yang termasuk sebagai kelas

tertinggi dalam stratifikasi sosial masyarakat Sasak tidak ada satupun dari mereka

yang belum melakukan haji, dan sebagian besar dari mereka lebih memilih

menggunakan status Tuan Guru hajinya dibandingkan dengan status

Page 17: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

5

kebangsawanan mereka seperti di Keruak Lombok Timur dikenal almarhum

T.G.H. Moh. Mutawalli dan T.G.H. Moh.Qosim di Sepit Keruak. Meskipun

keduanya tidak menggunakan gelar kebangsawanan namun kenyataan

mengatakan bahwa mereka sebenarnya termasuk kelompok bangsawan juga.9

Dengan demikian terlihat bahwa haji mempunyai makna dan pengaruh

di dalam masyarakat Sasak, di mana haji di sini akan mempengaruhi banyak hal

dalam dimensi sosial dan perubahan dalam masyarakat. Karena secara pribadi

orang yang berhaji dalam masyarkat akan mempengaruhi status seseorang yang

sebelumnya merupakan masyarkat biasa kemudian sepulangnya dari haji ia akan

mempunyai status yang berbeda dan perlakuan yang berbeda pula dalam

masyarakatnya.

Di dalam masyarakat Sasak sendiri labelisasi seseorang sebagai haji

merupakan hal yang sangat istimewa bagi mereka karena perlakuan masyarakat

umum terhadap para penyandang setatus haji berbeda dengan masyarakat biasa,

sehingga tidak heran apabila kita melihat fenomena haji dalam masyarakat Sasak

dimana antusias masyarakatnya sangat tinggi untuk melaksanakan ibadah haji,

walaupun di Lombok masih tercatat sebagai pulau yang terbelakang dan

masyarakatnya yang rata-rata bisa dikategorikan sebagai masyarakat yang miskin

di Indonesia.

Terlepas dari itu semua yang jelas sudah pasti bahwa para pelaku haji

secara finansial status ekonomi orang yang melakukan ibadah haji lebih tinggi

dibandingkan masyarakat biasa pada umumnya, karena apabila dicermati biaya

9 Ahmad Abd. Syakur, Op. cit., hlm. 234.

Page 18: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

6

untuk melakukan ibadah haji bisa dikatakan tidak sedikit, oleh karena itu tidak

semua orang bisa melakukan ibadah yang satu ini dibandingkan dengan ibadah-

ibadah lainya.

Dari hal yang telah diuraikan di atas inilah yang menjadi landasan awal

penulis untuk menelusuri lebih dalam bagaimana fenomena kehidupan para

pelaku agama dalam hal ini yaitu haji dalam hubungan sosialnya dengan

masyarakat lokal Sasak yang ada di Desa Loyok serta faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi pola hubungan sosial para pelaku haji dengan masyarakat lokal

yang ada dalam masyarakat Sasak di Desa Loyok, Sikur, Lombok Timur, NTB.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis dapat

mengambil beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji dan diteliti lebih

mendalam adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pola hubungan sosial pelaku haji dengan masyarakat

Sasak di Desa Loyok Kab. Lombok Timur?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola hubungan sosial

pelaku haji dengan masyarakat Sasak di Desa Loyok Kab. Lombok

Timur?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berangkat dari latar belakang serta rumusan masalah di atas, penelitian

ini mengkaji fenomena haji khususnya hubungan sosial para pelaku haji dengan

Page 19: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

7

masyarakat lokal Sasak di Desa Loyok, Lombok Timur dalam penelitian ini

mempunyai tujuan dan kegunaan, adapun kegunaan dan tujuan penelitian ini

diantaranya yaitu:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pola hubungan sosial pelaku haji

dalam masyarakat suku Sasak yang ada di Desa Loyok Kec. Sikur

Kab. Lombok Timur.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola

hubungan sosial pelaku haji dengan masyarakat lokal Sasak yang

ada di Desa Loyok Kec. Sikur Kab. Lombok Timur.

2. Kegunaan Penelitian

a. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1

dalam bidang Ilmu Sosiolgoi Agama di Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

b. Menambah khazanah keilmuan sosiologi dalam perspektif haji

yang terdapat dalam masyarakat Sasak khususnya di Lombok

Timur

c. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

keilmuan terutama bagi akademisi maupun para praktisi

pendidikan serta tidak menutup kemungkinan sebagai bahan

penelitian lebih lanjut.

Page 20: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

8

D. Tinjauan Pustaka

Pembahasan maupun penelitian yang berhubungan dengan haji dan

masyarakat sasak secara umum memang sudah banyak dilakukan dan tersebar

dalam bentuk buku maupun dalam bentuk karya-karya ilmiah lainnya yang ditulis

tidak hanya oleh para intelektualis dalam negeri, bahkan banyak pula para

intelektualis maupun sarjana asing, akan tetapi belum ada secara spesifik

mengkaji dan meneliti sesuai dengan judul yang akan diteliti oleh penulis. Namun

ada beberapa karya yang membahas tentang haji dan masyarakat Sasak secara

umum yang bisa dijadikan sebagai salah satu acuan, perbandingan dan sekaligus

rujukan untuk membahas persoalan yang penulis susun ini diantaranya sebagai

berikut:

Karya-karya yang menyinggung masalah haji dan sudah dibukukan

terbilang cukup banyak, seperti karyanya Hasbi Ash-Shiddieqy, dimana dalam

bukunya tersebut, oleh Hasbi dijelaskan beberapa pokok tentang seputar persoalan

haji yang mestinya para pelaku haji lakukan seperti, hukum-hukum haji dan

umroh serta syarat-syarat syah dan wajib haji. Selain itu juga dalam buku tersebut

dijelaskan bagaimana prosesi atau sistematika dalam berhaji menurut beberapa

pandangan para ulama.

Selain itu buku yang ditulis oleh Dr. H. Muslim Nasution. Dalam

bukunya tersebut Ia menjelaskan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam

beberapa aspek yang berkaitan haji dan umroh seperti halnya simbol kesucian

yang dipesankan oleh ibadah Ihrom dapat ditangkap hikmah yaitu kepatuhan,

Page 21: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

9

kerendahan hati, tawadhu dihadapan Allah SWT,10 Selain itu juga ada beberapa

nilai-nilai yang terkandung dalam beberapa aspek ibadah haji seperti makna dan

nilai air zam-zam yang memang bersumber di tanah tempat orang melakukan

ritual haji dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam buku yang ditulis oleh Drs. HMS. Projodikoro, yang

merupakan karyanya setelah ia melakukan ibadah haji dan ditulis dengan latar

belakang pengalaman peribadi yang ditempuhnya dalam menunaikan ibadah haji,

dimana beliau menjelaskan bagaimana perjalanan serta persiapan yang dilakukan

sebelum berangkat ke tanah suci yang diawali dari tanah air sampai kembalinya,

selain itu ia juga dipaparkan olehnya beberapa tanda-tanda dari haji mabrur

diantaranya meningkatnya kelakuan seseorang dalam bidang ibadah, dakwah,

pendidikan dan sosial.11

Selain itu pula ada beberapa hasil penelitian yang mengkaji tentang

masyarakat Sasak seperti hasil penelitian mahasiswa Sosiologi Agama Lalu

Darmawan yang juga menjadi skripsinya dengan judul Sistem Perkawinan

Masyarakat Sasak, di mana dalam penelitianya ini Ia membahas bagaimana

hubungan agama dengan tradisi Merariq dalam pekawinan masyarakat Sasak di

Lombok, dalam skripsinya ini dipaprkan selain hukum-hukum yang memang

sudah ditentukan oleh agama ada enam proses yang dilakukan setiap masyarakat

Sasak dalam tradisi merariq itu sendiri apabila ingin melakukan sebuah

perkawinan di antara yang enam itu yaitu bebait atau memaling, prosesi besejati,

10 Muslim Nasution, Haji dan Umrah Keagungan dan Nilai Amaliahnya , ( Jakarta: Gema

Insani Press, 1999), hlm. 30. 11 HMS. Projodikoro, Pengalaman dan Pengalaman Ibadah Haji, (Yogyakarta:

Sumbangsih, 1978), hlm. 72.

Page 22: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

10

prosesi beselabar, nunas beras mesang, sorong serah dan nyonkol, kemudian yang

terakhir nyunsu.

Kemudian buku yang ditulis oleh Dr. Ahmad Abd. Syakur, M.A yang

juga merupakan disertasi beliau dalam rangka meraih gelar Doktor di UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, dalam bukunya yang berjudul Islam dan Kebudayaan ini

banyak dijelaskan bagaimana keberadaan Islam di Lombok terutama fokus dari

buku ini memaparkan tentang bagaimana akulturasi nilai-nilai Islam dengan

budaya lokal Sasak, dalam buku ini juga diungkapkan bagaimana peran seorang

haji yang berpengaruh di sana yaitu T.G.H (Tuan Guru Haji) sebagai agen

perubahan dan agen akulturasi antara budaya lokal Sasak dengan Islam sekaligus

sebagai pembaharu dikalangan masyarakat sasak karena beliau merupakan

seorang yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di Lombok.

Penelitian lainya yang memebahas tetentang haji yaitu skripsi Fitriana

Rahmawati yang merupakan mahasiswa UIN angkatan 2001 Fakultas Ushuluddin

Prodi Sosisologi Agama, dimana dalam penelitianya ini Fitriana hanya terfokus

pada sejauh mana pengaruh predikat Haji terhadap stratifikasi sosial masyarakat

di kelurahan Bungsri kecamatan Jepara, Jawa Temgah.

Selain itu skripsi yang ditulis oleh Rd. Saiful Mujab, mahasiswa

Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Jogjakarata, mahasiswa

angkatan 2001 ini mengamati tentang sejauh mana pemahaman jamaah haji

Yogyakarta tentang hadis-hadis haji mabrur, dari hasil penelitianya

menyimpulkan bahwa jamaah haji Yogyakarta, memahami bahwa haji mabrur itu

Page 23: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

11

yaitu orang yang memperoleh haji mabrur keperibadianya akan lebih baik

dibanding sebelum menunaikan ibadah haji.

Apabila melihat dari beberapa tinjauan pustaka di atas belum ada

pembahasan secara sepesifik mengenai bagaimana fenomena kehidupan para

pelaku haji yang terdapat dalam masyarakat Sasak di Lombok, di mana karya-

karya yang telah ditulis di atas masih hanya sebatas menjelaskan haji secara

umum, waluapun karya Abd. Syakur telah membahas peran seorang yang telah

haji dalam perubahan masyarakat di lombok namun masih hanya sebatas proses

sejarah dalam pembaharuan di masyarakat Sasak.

E. Kerangka Teoritik

1. Haji dan Hubungan Sosial

Haji merupakan salah satu diantara lima rukun Islam yang wajib

dikerjakan hanya sekali seumur hidup oleh setiap muslim yang mampu

mengerjakannya dan bertempat atau mengambil lokasi-lokasi yang telah

ditentukan oleh Allah SWT melalui firmanya di dalam Al-qur’an dan hadis-hadis

Rasulullah Saw.

Haji menurut bahasa berasal dari bahasa Arab hajja-yahujju-hajjan yang

berarti menuju ke-suatu tempat berulang kali atau menuju kepada sesuatu yang

dibesarkan, sedangkan menurut syara’ ialah mengunjungi Baitullah dengan sifat

yang tertentu, diwaktu yang tertentu pula12, Baitullah yang dimaksud disini adalah

rumah Allah yaitu Ka’bah yang berada di kota Mekkah Arab Saudi. Dalam

12 Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Haji, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 2.

Page 24: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

12

pelaksanaannya ada beberapa hal-hal atau yang harus dikerjakan dan tidak boleh

ditinggalkan agar ibadah hajinya menjadi sah yaitu rukun haji. Menurut pendapat

ulama’ jumhur (kebanyakan ulama) rukun haji ada enam macam yaitu: niat

dengan berihrom, wukuf di Arafah, thawaf ifadhoh dengan mengelilingi Ka’bah

7 kali, sa’i antara bukit Shofa dan Marwah 7 kali, bercukur rambut kepala,

tertib.13

Dalam kehidupan masyarakat agama, terutama umat Islam tentu haji

telah menjadi fenomena yang sangat menarik untuk kita bincangkan. Keunikan

haji sebagai sebuah ibadah telah mengalami berbagai persentuhan dengan

berbagai aspek sosial budaya, sehingga makna haji telah mengalami pergeseran

makna. Kemudian haji secara teologis setidaknya telah memiliki makna ganda, di

sisi lain haji merupakan satu bentuk kesolehan terhadap Tuhan, yang merupakan

bentuk realitas ketuhanan yang bersifat transendensi. Namun di sisi yang lain haji

telah bermakna secara sosial tetapi bukan “kesalehan sosial”, namun ritual haji

telah menjadi satu bentuk modal sosial untuk memperkaya diri dengan

menjadikan haji sebagai penguat status dan peran sosial baik individu ataupun

secara kolektif dalam masyarakat.

Dari fenomena haji ini telah membentuk hubungan sosial melalui proses

konstruksi norma-norma sosial, sistem dan struktur sosial masyarakat. Sehingga

pola hubungan masyarakat antara yang berhaji dengan yang bukan haji membuat

garis demarkasi dan dikotomi sosial, terutama pada peran dan status seseorang

dalam kehidupan masyarakat.

13 Djamaluddin Dimjati, Panduan Ibadah Haji Dan Umrah Lengkap Disertai Rahasia

dan Hikmahnya, (Solo: Era Intermedia, 2006), hlm. 21.

Page 25: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

13

Dalam kehidupan sosial masyarakat itu sendiri ketika melihat hubungan

sosialnya di mana manusia dilihat sebagai pelaku dari peranan-peranan sosial

tertentu yang diembannya, misalkan saja peran seorang sebagai kepala sekolah,

dokter, kepala desa, dan lain sebagainya begitu pula dengan peran yangdimainkan

orang yang telah melakukan ritual haji

Berbicara masalah peranan seperti yang dikutif oleh David Berry. Gross,

Marson dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-

harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan tertentu.

Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh

karenanya peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam

masyarakat.14 Artinya di sini bahwa peranan merupakan suatu yang dimainkan

oleh setiap individu di dalam suatu masyarakat tertentu atas dasar norma-norma

dan nilai yang ada dalam masyarakat tertentu.

Dalam hal harapan ini menurut David Berry, ada dua macam harapan

yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau

kewajiban-kewajiban dari pemegang perana. Kedua, harapan-harapan yang

dimiliki oleh si pemegang peran terhadap “masyarakat” atau terhadap orang-orang

yang berhubungan dengannya dalam menjalankan perananya atau kewajiban-

kewajibanya.15

Kemudian masyarakat itu sendiri dalam menentukan harapan-harapanya

terhadap para pemegang-pemegang peran tersebut di dalam masyarakat tertentu,

14David Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, trj. Paulus Wirutomo, ( Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 106. 15 Ibid., hlm. 107.

Page 26: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

14

dapat dikatakan bahwa harapan-harapan di dalam peranan (role expectation)

adalah berasal dari norma-norma sosial, dan individu berorientasi pada norma-

norma sosial dengan melalui “normative reference groupnya”.16 Di mana

normative reference group ini di definisikan sebagi sebuah “kelompok refrensi”

dari mana individu mengambil norma-norma yang mengatur tingkah lakunya dan

dari “kelompok refrensi” ini pula si individu menemukan “harapan” tentang apa

yang seharusnya ia lakukan sehubungan dengan peran-perannya, hak-hak dan

kewajiban-kewajibanya dalam peranan yang ia pegang.17

Selanjutnya Berry menjelaskan tentang “kedirian” (self) di dalam

masyarakat. Menurut Berry kedirian adalah hasil dari interaksi sosial, tetapi

sekaligus bisa digunakan oleh pemiliknya dan juga orang lain untuk mepengaruhi

interaksi sosial, yang pada giliranya akan mengubah konsepsi individu tentang

dirinya.18 Jadi kedirian yang dimaksud disini adalah suatu produk sosial yang

terjadi akibat proses interaksi sosial antar individu-individu di dalam masyarakat,

oleh karenaya citra diri individu secara keseluruhan adalah penggabungan dari

berbagai kedirian seorang individu di dalam bermacam-macam perananya.19

Selanjutnya James C. Scott yang dikutip oleh Heddy Shri Ahimsa Putra,

mengungkapkan bahwa hubungan yang terjadi dalam masyarakat cendrung

menimbulkan hubungan patron-klien yaitu:

16 Ibid., hlm. 108.

17 Ibid., hlm. 109.

18 Ibid., hlm. 121.

19 Ibid., hlm. 122.

Page 27: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

15

“ a special case of dyadic (two person) ties, involving a largely in strumental friendship in which an individual of higher socio economic status (patron) uses his own influence and resources to provide protection or benefits or both, for a person of a lower status (client) who for his part reciprocates by offering general support assistance, including personal services, to the patron” ( suatu kasus khusus antara dua orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental, dimana seorang yang lebih tinggi kedudukan sosial ekonominya (patron) menggunakan pengaruh dan sumberdaya yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan atau keuntungan atau kedua-duanya kepada orang yang lebih rendah kedudukanya (klien), yang pada giliranya membalas pemberian tersebut dengan memberikan yang umum dan bantuan, termasuk jasa-jasa peribadi, kepada patron)20. Dalam penelitian hubungan sosial haji di masyarakat Sasak ini, dimana

para pemegang peran haji akan di posisikan sebagai seorang patron, sendangkan

klienya adalah masyarakat biasa yang ada di masyarakat Sasak, karena orang yang

berpredikat sebagai haji dalam masyarakat Sasak dipandang sebagai orang yang

strata sosialnya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat biasa.

Teori tentang peranan dan hubungan patron klien yang dikembangkan

oleh David Berry James Scott inilah sebagai landasan teori pokok dan sekaligus

sebagai analisa nantinya dalam membahas tentang bagaimana pola hubungan

antara para pemegang peranan haji (dalam hal ini para pelaku haji) dengan

masyarakat setempat baik itu antar para pemegang peranan haji maupun antara

pemegang peranan haji dengan masyarakat biasa di desa Loyok yang menjadi

lokasi kajian penelitian ini.

20 Heddy Shri Ahimsa Putra, Minawang, Hubungan Patron-klien di Sulawesi Selatan,

(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988), hlm. 2.

Page 28: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

16

F. Metode Penelitian

Metode disisni diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakaukan

dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya

dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta

dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis.21 Jadi, metode

penelitian merupakan suatu cara atau jalan yang di gunakan seorang peneliti

dalam penelitianya oleh karenanya motede yang digunakan untuk sebuah

penelitian juga menentukan hasil dari penelitian tersebut.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif dimana peneliti perlu melibatkan diri dalam kehidupan

subyek dan sebagai peneliti harus mengidentifikasi diri dan bersatu rasa dengan

subyeknya. Sehingga ia dapat mengerti mereka dengan menggunakan kerangka

berpikir mereka sendiri.22

Selain itu juga penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang pada

hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara spesifik dan realis

tentang apa yang sedang terjadi pada suatu saat ditengah-tengah masyarakat.23

21 Mardalis, Metode Penelitian Suatau PendekatanProposal, (Jakarta: Bumi Aksara,

2006), hlm. 24. 22 Arief Furchan, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif, ( Surabaya: Usaha Nasional,

1992), hlm. 26-27. 23 Mardalis, Op. Cit., hlm. 28.

Page 29: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

17

2. Subyek dan Lokasi Penelitian

Suharsimi Arikunto mendefinisikan subjek penelitian adalah subjek yang

dituju untuk diteliti oleh peneliti, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatian atau

sasaran peneliti.24 Selain itu subjek merupakan orang yang memberikan informasi

atau keterangan yang berkaitan dengan persoalan yang akan diteliti artinya tempat

data diperoleh, yaitu masyarakat sasak khususnya masyarakat yang ada di Loyok.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini mengumpulkan data yang berkaitan dengan judul

peneltian yang akan dilaksanakan, penulis menggunakan tekhnik observasi,

wawancara (interview) dan dokumentasi.

a. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian dengan

menggunakan teknik observasi langsung, dimana observasi merupakan suatu studi

yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-

gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat.25

Dalam metode observasi ini, tentunya peneliti akan mengamati secara

langsung gejala-gejala yang terjadi dalam masyarakat Sasak yang itu berkaitan

dengan judul yang diangkat dalam penelitian ini, oleh karenanya dalam penelitian

ini peneliti untuk beberapa bulan berada di lokasi penelitian dan hidup bersama

masyarakat Sasak yang ada di Loyok dengan tujuan memahami bagimana pola

24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta: PT

Rineka Cipta. 2002), hlm. 122. 25 Mardalis, Op. Cit., hlm. 63.

Page 30: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

18

hubungan sosial pelaku haji dalam masyarakat Sasak serta faktor apa saja yang

mempengaruhi pola hubungan tersebut.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara (Interview) merupakan salah satu teknik pokok dalam

penelitian kualitatif, wawancara pada hakikatnya merupakan produk dari

pemahaman situasi lapangan dalam sebuah interaksi yang khas.26 Oleh karnaya

metode wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat dijadikan

bahan penelitian. Dalam hal ini wawancara yang akan dilakukan adalah

wawancara umum dan wawancara mendalam, dimana wawancara umum

dilakukan terhadap informan pangkal atau orang-orang yang dianggap awam

terhadap persoalaan yang dijadikan materi wawancara, namun ia terlibat secara

langsung dengan materi yang kita tanyakan, sedangkan wawancara mendalam

dilakukan untuk menggali data yang berasal seorang informan kunci menyangkut

data pengalaman individu atau hal-hal khusus dan sangat spesifik.27

Dalam wawancara ini sendiri sasaran utama untuk mendapatkan data

yang layak adalah masyarakat Sasak yang ada di Loyok secara umum dan

tentunya orang-orang yang berpredikat sebagai haji.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi dianggap penting untuk membantu penulis

mendapatkan data-yang berkaitan dengan tema yang sudah ditentukan. Di dalam

melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis

26 Moh. Soehadha, Pengantar Metode Penelitian Sosial Kualitatif , Buku Daras, Tidak

Diterbitkan, Yogyakarta, 2004, hlm. 48.

27 Ibid., hlm. 50.

Page 31: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

19

seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan

harian, dan sebagainya.28

4. Pendekatan

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan

sosiologis dimana peneliti menggunakan logika-logika dan teori sosiologi baik

teori klasik maupun modrn untuk menggambarkan fenomena sosial keagamaan

serta pengaruh sutu fenomena terhadap penomena lain.29 Dalam hal ini fenomena

sosial keagamaan yang dimaksud yaitu fenomena haji dalam masyarakat Sasak

khususnya masyarakat Sasak di Desa Loyok Kec. Sikur Kabupaten Lombok

Timur.

5. Metode Analisis Data

Analisis data adalah peroses yang memerlukan usaha untuk secara

formal mengidentifikasi tema-tema dan menyusun hipotsa-hipotesa (gagasan-

gagasan) yang ditampilkan oleh data, serta upaya untuk menunjukan bahwa tema

dan hipotesa tersebut didukung oleh data.30 Menurut Miles & Huberman (1994:

429) batasan proses analisis data mencakup tiga subproses, yaitu reduksi data,

display data, dan verifikasi data. Dalam penelitian kualitatif, proses analisis data

itu pada hakikatnya sudah dipersiapkan pada saat sebelum dilakukan

28 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 135. 29 M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Yeori dan Praktek, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada. 2002), hlm. 100. 30 Arief Furchan, Op. Cit., hlm. 137.

Page 32: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

20

pengumpulan data. Jadi dalam penelitian kualitatif sebenarnya analisis data

dilakukan dalam setiap saat ketika proses penelitian berlangsung dan bersifat

siklus atau melingkar dan interaktif selama peroses pengumpulan data.31

Yang dimaksud dengan ketiga subproses diatas yaitu pertama Reduksi

data, yaitu proses seleksi, pemfokusan, dan abstraksi data dari catatan lapangan

(field note). Kedua Display data, yaitu peneliti melakukan organisasi data,

mengkaitkan hubungan-hubungan tertentu antara data yang satu dengan data

lainnya. Dan yang ketiga Verifikasi data dimana pada tahap ini peneliti telah

mulai melakukan penafsiran (interpretasi) terhadap data sehingga data yang

diorganisasikanya memiliki makna.32

G. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih jelasnya penulisan skripsi ini, maka penulis akan

menguraikan sistematika beberapa bab yang sudah tersusun berdasarkan sub

pembahasannya dalam penulisan sebagai berikut:

Bab I adalah bab pendahuluan. Dalam pendahuluan ini penulis akan

menjelaskan tentang latar belakang masalah yaitu bagaimana latar belakang

tersebut muncul, kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah, setelah itu

dikemukakan tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritik, dan tinjauan

pustaka, dan yang terakhir adalah metode penelitian yang akan digunakan serta

sistematika penulisan.

31 Moh. Soehadha, Op. Cit., hlm. 61. 32 Ibid., hlm. 62.

Page 33: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

21

Bab II berisi gambaran umum lokasi penelitian, yang membahas tentang

letak dan aksesibilitas desa Loyok yang merupakn lokasi penelitian serta kondisi

sosial ekonomi, budaya dan pendidikan serta corak keberagamaan penduduknya.

Selain itu pada bab ini juga dibahas etnisitas di desa Loyok

Bab III dalam bab ini membahas bagimana pola hubungan sosial pelaku

haji dengan masyarakat sasak di desa Loyok Kabupaten Lombok Timur, akan

tetapi dalam bab III ini sekilas diawali dengan pemaparan tentang penjelasan

mengenai tradisi lokal masyarakat dalam pelaksanaan ibadah haji, serta

bagaimana pandangan masyarakat suku Sasak yang ada di desa Loyok terhadap

setatus haji.

Bab IV pada bab ini akan dijelaskan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi pola hubungan sosial pelaku haji dengan masyarakat lokal Sasak

yang ada di desa Loyok Kec. Sikur Kab. Lombok Timur. Dalam bab ini akan

dijelaskan faktor yang mempengaruhinya dari kacamata sosial politik, ekonomi,

budaya dan agama.

Bab V adalah bab terakhir yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran

sekaligus penutup. Dan sebagai pelengkap dari skripsi ini memuat daftar pustaka,

lampiran-lampiran dan curriculum vitae

Page 34: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

22

BAB II

POTRET KOMUNITAS SASAK

DI DESA LOYOK KAB. LOMBOK TIMUR

A. Letak dan Aksesibilitas

Secara administrasi Desa Loyok termasuk dalam wilayah Kecamatan

Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Desa

Loyok merupakan salah satu bagian dari wilayah pemerintahan Kecamatan Sikur

yang membawahi 6 Desa. Desa Loyok sendiri berada di tengah-tengah dari

beberapa Desa yang ada di Kecamatan Sikur. Jarak Desa Loyok dengan pusat

pemerintahan Kecamatan Sikur adalah 4,5 Km sedangkan jarak Desa Loyok

dengan Ibukota Kabupaten Lombok Timur yaitu 20 Km, dan jarak antara Desa

Loyok dengan Ibukota Propinsi NTB adalah 36 Km.

Untuk mencapai Desa Loyok sangat mudah selain jarak Desa Loyok

dengan pusat kota tidak terlalu jauh akses jalan yang mendukung dengan jalan

yang sudah di aspal sehingga memudahkan pengguna alat teransportasi menuju

kesana, selain itu juga transportasi umum untuk menuju Desa Loyok terbilang

mudah ditemukan seperti angkutan umum tradisional (becak) maupun angkutan

umum moderen seperti ojek atau angkot, berdasarkan data yang ada bahwa jalan

yang terdapat di Desa Loyok sepanjang 37 Km dengan perincian 6 Km jalan

Negara, 5 Km jalan propinsi, 7 Km jalan kabupaten, dan 19 Km jalan Desa.

Desa Loyok yang memiliki luas wilayah 695 Km2 terletak diketinggian

antara 600-800 M di atas permukaan laut, sehingga daerah ini beriklim teropis

Page 35: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

23

dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan curah hujan

1000-3300 MM/tahun. Sedangkan keadaan tanah di Desa Loyok sebagian besar

dataran dengan suhu udara rata-rata 15°C – 25°C, sehingga dengan mudah

tumbuh bermacam tanaman pertanian dan perkebunan. Lahan yang ada di desa

Loyok terdiri dari lahan untuk pemukiman, lahan pertanian dan perkebunan,

petokoan, dan lain sebaginya. Loyok sendiri memiliki 9 Dusun yaitu: Dusun

Loyok, Dusun Dasan Tinggi, Dusun Rungkang, Dusun Gerami, Dusun

Mangkling, Dusun Ajan, Dusun Wengkang, Dusun Lelupi, dan Dusun Serengat.

Adapun batas-batas wilayah Desa Loyok adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Kotaraja, Kecamatan Sikur.

Sebelah Barat : Desa Peringga Jurang dan Desa Montong Betok,

Kecamatan Terara.

Sebelah Timur : Desa Danger, Kecamatan Masbagik.

Sebelah Selatan : Desa Sikur dan Desa Montong Betok, Kecamatan

Sikur.

Apabila kita melintas di Desa Loyok kita pasti akan menemukan toko-

toko kerajinan anyaman bambu halus dan gerabah, karena masyarakat Loyok

sendiri khususnya masyarakat Loyok yang ada di Dusun Loyok dan Rungkang

memiliki keahliaan seni dibidang anyaman bambu halus dan tanah liat (gerabah),

hal inilah yang menjadikan Desa Loyok sebagai salah satu dari beberapa obyek

wisata yang ada di kabupaten Lombok Timur, dimana toko-toko kerajinan tangan

ini berada di dua dusun berbeda yaitu toko-toko kerajinan anyaman bambu berada

di Dusun Loyok, sedangkan toko-toko gerabah berada di Dusun Rungkang, dan

Page 36: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

24

hal inilah yang membuat desa Loyok lebih dikenal oleh kalangan masyarakat baik

masyarakat lokal maupun mancanegara.

Sarana dan prasarana umum yang telah ada di desa Loyok diantaranya 1

Puskesmas pembantu dengan 2 tenaga pelayanan kesehat yaitu 1 orang dokter dan

1 orang bidan desa, dimana adanya Puskesmas desa ini sebagai puskesmas

pembantu sangat diraskan manfaat pelayananya oleh masyarakat Desa Loyok

untuk berobat konsultasi kesehatan dan sebagainya, selain itu pula sarana

pendidikan di desa Loyok sendiri, terdapat 16 buah sarana pendidikan formal dari

Sekolah Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Lanjutan Atas baik yang bersetatus

Negeri maupun Swasta, selain itu beberapa pendidikan non formal seperti taman

pendidikan Al-Qur’an (TPA).

Loyok sebagai sebuah desa yang pendduduknya 100% memeluk ajaran

Islam tantu memiliki sarana dan prasarana peribadatan yaitu masjid dan musolla

yang dijadikan sebagai temapat peribadatan umum oleh masyarakat setempat,

selain itu keberadaan Masjid dan Musolla sebagi tempat ibadah telah menjadi

sebuah simbol dalam agama Islam, kendati sama-sama menjadi tempat

peribadatan umat Islam tetapi keduanya antara masjid dan musolla memiliki

perbedaan, dalam masyarakat Loyok khususnya memberi nama Masjid apabila

tempat peribadatan tersebut dipakai sehari-hari dan tempat jum’atan sedangkan

musolla hanya digunakan untuk peribadatan sehari-hari tapi bukan dipergunakan

untuk solat Juma’tan.

Di desa Loyok ini sendiri terdapat 66 sarana peribadatan yaitu Masjid

sebanyak 11 buah dan Musolla 55 buah terletak di sembilan dusun yang berbeda

seperti tabel di bawah ini:

Page 37: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

25

Tabel 2.1

Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Loyok

Bentuk Sarana peribadatan No Lokasi (Dusun)

Masjid Musolla Jumlah

1 Loyok 1 9 10

2 Dasan Tinggi 1 8 9

3 Rungkang 1 3 4

4 Gerami 1 10 11

5 Mangkling 2 3 5

6 Ajan 3 6 9

7 Wengkang 1 4 5

8 Lelupi - 4 4

9 Serengat 1 6 7

Jumlah 11 55 66

Sumber: Data monografi Desa Loyok, 2006

Sarana-sarana peribadatan seperti yang disebutkan pada tabel di atas

selain digunakan sebagai tempat beribadah Masjid dan Musolla ini juga dijadikan

sebagai tempat pendidikan Al-Qur’an yaitu TPA.

Secara historisnya sebagai suatu desa pada awalnya Loyok merupakan

bagian dari desa Kotaraja, yang dulunya Loyok masih bersetatus sebagai Kotaraja

Selatan, di mana desa Kotaraja memiliki tiga bagian desa yaitu Kotaraja Pusat,

Kotaraja Selatan yang sekarang menjadi desa Loyok dan Kotaraja Utara yang

sekarang menjadi desa Tetebatu. Kemudian pada tanggal 15 Nopember 1961

Loyok memisahkan diri dari Kotararaja dan menjadi sebuah desa yaitu Desa

Loyok dengan 9 dusun, pada saat itu Lurah Desa yang pertama dikepalai oleh

Page 38: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

26

H.Khairuddin melalui pemilihan lurah desa33, samapi saat ini kepala pemerintahan

Desa Loyok telah mengalami empat periode kepemimpinan, pada priode pertama

di kepalai oleh H. Khairuddin; kemudian pada periode kedua Loyok di pimpin

oleh H. Lalu Udin, kemudian dilanjutkan oleh H. Lalu Darmawan, dan saat ini

Kepala Desa di pegang oleh Lalu Hadirin.

Dalam sistem pemerintahan suatu desa, untuk menjalankan roda

pemerintahanya, seorang Kepala Desa dibantu oleh beberapa kepala-kepala

urusan dan masing-masing kepala dusun. Begitupula halnya di desa Loyok sendiri

secara struktural pemerintahan desa, seorang kepala desa dibantu oleh sembilan

kepala dusun yang ada di sembilan dusun yang bebrbeda, selain itu seorang

kepala desa Loyok dibantu oleh sekertaris desa dan beberapa kepala urrusun

masing-masing yaitu urusan umum, urusan keuangan, urusan kesra, urusan

pemerintahan dan pembangunan.

B. Sosial Ekonomi

Berdasarkan data monografi Desa Loyok, jumlah penduduk yang

bertempat tinggal di Loyok adalah 12.087 orang, di antaranya 5.650 orang laki-

laki dan peremuan berjumlah 6.437 orang, dengan 3.780 kepala keluarga yang

tersebar di sembilan dusun berbeda yang ada di Desa Loyok, berikut ini tabel data

penduduk yangada di Desa Loyok:

33 Wawancara dengan Bapak Humaidi, seorang Sekertaris Desa dalam struktur pemeritahan

Desa Loyok, 4 Juni 2008.

Page 39: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

27

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk di Desa Loyok

Jenis Kelami No Tempat (Dusun)

Laki Wanita

Kepala

Keluarga (KK)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Loyok

Dasan Tinggi

Rungkang

Gerami

Mangkling

Ajan

Wengkang

Lelupi

Serengat

979

776

785

339

797

994

316

334

330

1.084

886

872

421

851

1.195

405

359

364

631

566

503

239

521

648

231

207

234

Jumlah 5.650 6.437 3.780

Sumber: Data monografi Desa Loyok, 2006

Masyarakat yang berada di Desa Loyok ini merupakan masyarak yang

sebagian besar adalah petani dan pengerajin anyaman babu halus dan gerabah,

karena Loyok sendiri merupakan salah satu tujuan wisata yang ada di Propinsi

Nusa Tenggara Barat, dijadikannya Loyok sebagai salah satu tempat wisata di

NTB merupakan salah satu aset yang penting bagi masyarakat desa Loyok sendiri

untuk mencari keuntungan dari kegiatan seni keterampilan anyaman bambu halus

dan gerabah, dimana keterampilan anyaman bambu dan gerabah yang mereka bisa

merupakan keterampilan secara turun temurun yang memang telah ada sejak

zaman nenek moyang mereka.

Pada awalnya kegiatan kerajinan gerabah dan anyaman bambu halus ini

masih bersifat sambilan saja, maksudnya adalah hanya untuk memenuhi

Page 40: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

28

kebutuhan sendiri, bukan sebagai barang dagangan, lalu kemudian usaha

kerajinan khususnya anyaman bambu halus dijadikan sebagai usha oleh penduduk

yang di pelopori oleh H. Ahmad pada tahun 1975, menurut pengakuanya modal

pertama kali pada waktu itu diperkirakan sebesar Rp. 15.000,00 saja34, dan smapai

saat ini keterampilan masyarakat Loyok ini di jadikan sebagai suatu usha dan

salah satu mata pencaharian mereka.

Selain petani dan industri kerajinan yang menjadi mata pencaharian

masyarakat setempat ada beberapa pekerjaan-pekerjaan yang dijadikan

masyarakat setempat sebagai mata pencaharianya seperti sebagai Pegawai Negeri

Sipil (PNS), tenaga pengajar, pembuatan batu bata, pedagang, selain itu adanya

sungai yang membentang di desa Loyok dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat

sebagi mata pencahariannya yaitu sebagai penggali pasir, ada pula warga Desa

Loyok tidak lama ini mulai mengembangkan budidaya air tawar dengan sistem

keramba. Jenis ikan karper yang dibudidayakan penduduk setempat menyesaki

kokok (sungai) Maronggek. Di sungai Maronggek sendiri saat ini terdapat sekitar

60 buah keramba milik warga. Para pemilik keramba berada dalam satu wadah

yang diberi nama Mele Sugeh, Pendak Derek (Ingin Kaya, bosan miskin,).

‘’Ketua kelompok yakni Lalu Hadirin, Kepala Desa Loyok sendiri,”

Beragamnya jenis pekerjaan yang ada di Desa Loyok justru tidak serta

merta menghilangkan masyarakat yang mencari kerja di luar daerah bahkan ke

luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan Arab Saudi yang dijadikan sebagai

pilihan tempat mengadu nasibnya. Selain itu bahkan tidak sedikit di antara

34 Wawancara dengan Bapak H. Ahmad, Pengusaha Kerajinan Anyaman Bambu halus, 12

Juni 2008.

Page 41: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

29

penduduknya pindah dan menetap di pulau Sumbawa yang masih berada dalam

tutorial propensi NTB, dimana mereka ada yang berstatus sebagai imigrasi

melalui program pemerintah dan ada juga yang menjadi imigrasi karena inisiatif

mereka sendiri.

C. Tradisi

Kebudayaan merupakan sebagai perangkat gagasan, aturan-aturan,

keyakinan-keyakinan yang dimiliki bersama,35 oleh karenanya di setiap daerah

yang mempunyai penduduk sudah pasti mempunyai keyakinan dan tatacara

sehingga tata cara tersebut bisa menjadi suatu kebudayaan masyarakat yang secara

tidak langsung dijadikan sebagai hukum yang tidak tertulis. Begitu pula halnya

dengan masyarakat yang ada di desa Loyok mempunyai kebudayaan atau adat

istiadat tersendiri, dimana budaya yang berlaku di Desa Loyok adalah budaya

“Lombok/Sasak” yang samapai saat ini masih menjadi pegangan masyarakat Desa

Loyok36, adapun budaya atau adat Sasak yang sering dilakukan oleh masyarakat

Desa Loyok diantaranya yaitu upacara Perkawinan Sorong Serah Aji Kerama,

dimana adat perkawinan pada masyarakat Lombok ini dikaitkan apabila seorang

pemuda (terune) dapat memperoleh seorang istri berdasarkan adat dengan dua

cara yaitu: pertama dengan soloh (meminang kepada keluarga si gadis); kedua

dengan cara merariq (melarikan si gadis), setelah salah satu cara sudah dilakukan,

maka keluarga pria akan melakukan tata cara perkawinan sesuai adat Sasak pada

35 Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer, (Jakarta: Kencana. 2006), hlm. 23 36 Wawancara Dengan Amaq. Rohaini. (Tokoh Adat Desa Loyok).

Page 42: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

30

umumnya37. Adapun prosesi dalam perkawinan (merariq) ini, menurut hasil

penelitian L. Darmawan ada enam tahap yang dilakukan dalam tradisi perkawinan

masyarakat Sasak diantaranya yaitu bebait atau memaling, prosesi besejati,

prosesi beselabar, nunas beras mesang, sorong serah dan nyonkol, kemudian

yang terakhir nyunsu38.

Selain upacara perkawinan (Merarik) adapula upacara-upacara lainnya

seperti Mbesok Tian, Ngurisang, khitanan, rangkaian upacara kematian dan lain

sebaginya, upacara-upacara ini dilakukan masyarakat Desa Loyok dengan budaya

atau adat istiadat Sasak.

Adapun kesenian-kesenian yang berkembang dalam masyarakat di Desa

Loyok ini diantaranya yaitu kesenian “Gendang Beleq” disebut Gendang Beleq

karena salah satu alatnya adalah gendang beleq (gendang besar).Menurut cerita,

gendang beleq ini dulu dimainkan kalau ada pesta-pesta kerajaan, sedang kalau

ada perang berfungsi sebagai komandan perang,39 sedangkan saat ini gendang

beleq ini kerap kali digunakan masyarakat pada saat upacara sunatan, pernikahan

dan upacara-upacara lainya.

Selain itu ada kesenian musik tradisional yang ada di Desa Loyok seperti

Kecimol atau biasa disebut Esot-esot, Gamelan dan kesenian tari Jangger sebagai

tontonan yang biasanya dipentaskan pada acara perkawinan, sunatan, ulang tahun

dan Iain-lain. Adapun kesenian-kesenian musik tradisional ini yang keberadaanya

37 http://lomboktimur.go.id/?pilih=hal&id=27, Diakses 28 Juli 2008

38 Lalu Darmawan, “Sistem Perkawinan Masyarakat Sasak”, Skripsi, Fakultas Ushuluddin

UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2006, hlm. 64. 39 http://lomboktimur.go.id/index.php?pilih=hal&id=22. Diakses 28 Juli 2008

Page 43: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

31

sampai saat ini dan masih digeluti oleh masyarakat Loyok sebanyak 4 kelompok

yang berada di beberapa Dusun berbeda di Desa Loyok, tabel berikut ini adalah

data kesenian musik tradisional yang ada di Desa Loyok.

Tabel 2.4

Jumlah Kesenian Musik Tradisional di Desa Loyok

NO Lokasi (Dusun) Jumlah (Kelompok

1 Rungkang 1

2 Mangkling 1

3 Wengkang 1

4 Lelupi 1

Jumlah 4

Sumber: Data monografi Desa Loyok, 2006

Sampai saat ini keempat kesenian yang ada di Desa Loyok ini masih

sering diundang untuk pentas pada upacara-upacara masyarakat baik dari

masyarakat dari dalam desa sendiri maupun desa-desa yang ada di Lombok.

Ada pula permainan tradisional yang sampai saat ini sering di lakukan

dan dipertontonkan dalam masyarakat Desa Loyok antara lain Peresian dan

Begasingan dimana peresian ini merupakan suatu permainan yang menggunakan

senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca

yang dihaluskan, sedangkan periai terbuat dari kulit lembu atau kerbau, setiap

pemain atau pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang. Sedangkan

Begasingan merupakan suatu permainan yang biasanya dilaksanakan pada tempat

atau lokasi yang kosong dimana saja bisa dilaksanakan atau diadakan tidak seperti

permainan yang lain. Begasingan sendiri merupakan suatu permainan yang umum

Page 44: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

32

di Indonesia yaitu permainan gangsing, akan tetapi permainan ini mempunyai ciri

khas tersendiri dalam masyarakat suku Sasak dimana Begasingan ini berasal dari

dua suku kata yatu Gang dan Sing yang artinya Gang adalah lokasi lahan atau

lorong, Sing adalah Suara40.

D. Pendidikan

Untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan, masyarakat yang berada

di desa Loyok ini belajar di tempat sarana pendidikan baik sarana pendidikan

formal maupun nonformal, dimana sarana pendidikan nonformal ini yaitu Taman

pendidikan Al-qur’an (TPA) kemudian adanya kelompok pengrajin anyaman

bambu halus dan gerabah yang bertempat di rumah-rumah penduduk ataupun di

toko-toko kerajinan, adanya pendidikan kerajinan ini merupakan upaya untuk

regenerasi para pengrajin yang ada di Desa Loyok mengingat keterampilan yang

terdapat disana merupakan keterampilan turun temurun dari nenek moyang yang

telah ada sebelum mereka.

Sedangkan pendidikan formal di Desa Loyok terdapat 16 buah sarana

pendidikan formal dari Sekolah Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Lanjutan

Atas baik yang berstatus Negeri maupun Swasta, untuk lebih jelasnya berikut ini

adalah tabel data sarana pendidikan yang ada di Desa Loyok:

40 http://www.lomboktimur.go.id/index.php?pilih=hal&id=33, Diakses 28 Juli 2008

Page 45: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

33

Tabel 2.5

Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Loyok

No TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH

1 TK 3 buah

2 Sekolah Dasar/ MI 8 buah

3 SMP/ MTs 3 buah

4 SMA/ MA 1 buah

Jumlah 15 buah

Sumber: Data monografi Desa Loyok, 2006

Dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa sarana pendidikan formal baik

yang berstatus Negeri ataupun Swasta yang ada di Desa Loyok sudah cukup

memenuhi, sehingga sebagian besar masyarakat yang ada di Desa Loyok pernah

menempuh pendidikan formal, selain itu pula di Desa Loyok saat ini sudah ada

SMK keterampilan yang tahun 2008 ini mulai menerima Siwa dan Siswi baru.

Adapula sarana pendidikan yang belum disebutkan jumlahnya, padahal

sarana pendidikan tersebut sudah ada dan terselenggara sejak lama, sarana

pendiikan tersebut yaitu Taman Bacaan Al-Qur’an (TPA) yang digunakan sebagai

tempat memperdalam ilmu agama selain di sekolah-sekolah formal bagi anak-

anak yang berusia 15 tahun ke bawah, dimana TPA-TPA ini berada di Masjid,

Musolla dan rumah tempat tinggal guru ngaji.

Adanya sarana-sarana pendidikan formal maupun nonformal yang

terbilang cukup memadai di Desa Loyok ini, bukan berarti menghilangkan

keinginan masyarakatnya untuk sekolah atau menuntut ilmu ke luar desa maupun

Page 46: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

34

ke luar daerah mereka seperti pondok pesantren, SMP maupun SMA umum dan

sekolah kejuruan.

E. Keberagamaan.

Agama dalam pandangan Durkheim yaitu sebagai seperangkat

keyakinan dan praktek-praktek yang berkaitan dengan yang sakral, yang

menciptakan ikatan sosial antar individu41. Sedangkan di dalam suatu wilayah

atau kelompok masyarakat dimana jalan yang ditempuh secara keagamaan itu

sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi dan politik yang beroperasi

dalam ikatan-ikatan geografis, politis, sosial dan nasional42.

Secara keseluruhan masyarakat yang ada di Desa Loyok adalah

masyarakat yang notabene pemeluk agama Islam 100 % dari 12.087 penduduk

yang ada, oleh karenanya di Desa Loyok sarana peribadatan untuk para pemeluk

ajaran Islam sudah cukup memadai yaitu terdapat 66 sarana peribadatan di

antaranya Masjid sebanyak 11 buah dan Musolla sebanyak 55 buah, sedangkan

tempat peribadatan agama selain Islam tidak ada seperti sarana peribadatan seperti

Gereja Vihara dan sebagainya, seperti yang terdapat dalam table data sarana

peribadatan dibawah ini.

41 Bryan S Turner. Agama dan Teori Sosial. ter. Inyak Ridwan Muzir, (Yogyakarata:

IRCiSoD. 2003), hlm. 20 42 Max Weber. Studi Komperhensif Sosiologi Kebudayaan. ter.Abdul Qodir Shaleh,

(Yogyakarata: IRCiSoD), 2002. hlm. 9

Page 47: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

35

Tabel 2.6

Data Sarana Peribadatan di Desa Loyok

No Nama Tempat Ibadah Jumlah

1 Masjid 11

2 Musholla 55

3 Gereja -

4 Vihara -

Jumlah 66

Sumber: Data monografi Desa Loyok, 2006

Apabila melihat sejarah Islam yang pernah ada di Desa Loyok dan

menjadi keyakinan masyarakat di sana, memiliki dua Varian Islam Sasak, sama

halnya dengan masyarakat-masyarakat suku Sasak terdahulu yang ada di Lombok,

kedua varian Islam Sasak itu adalah varian Islam wetu telu dan varian Islam waktu

lima, di mana varian Islam wetu telu ini secara nama baru muncul pada tanggal 19

Juli 1956, yang merupakan singkretisme antara Hindu, Buddha dan Islam,

walaupun ajaran ini sudah masuk ke Lombok yaitu sekitar abad keenam belas

masehi,43 sedangkan varian Islam waktu lima merupakan istialh yang muncul

sebagai perbandingan dari lahirnya istilah Islam wetu telu, di mana Islam waktu

lima adalah varian yang menjalankan agama sesuai Al-Qur’an dan Hadis Nabi

43 Ahmad Abd. Syakur, Islam Dan Kebudayaan Akulturasi Nilai-nilai Islam Dalam Budaya

Sasak, (Yogyakarta: Adab Press 2006), hlm. 120. Selain itu Syakur juga menambahkan bahwa varian islam wetu telu hanya menerapkan tiga dari rukun islam yang lima dimana kewajiban zakat dan ibadah haji tidak ada, oleh karenaya dikatakn juga lahirnya islam wetu telu karena identik dengan hal-hal yang tiga, selain iyu ada beberapa pendapat tentang lahirnya islam wetu telu yang dipaprkan dalam bukunya.

Page 48: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

36

terutama dalam masalah aqidah, syariah, mu’amalah dan akhlak.44 Karena secara

Akidah dan syariah kedua varian Islam sasak ini berbeda.

Perbedaan varian Islam wetu telu dan varian Islam waktu lima ini, secara

akidah kalangan islam wetu telu selain percaya kepada Allah SWT, mereka juga

mempercayai peranan roh para leluhur dan mahluk-mahlik halus sementara

kalangan Islam waktu lima hanya percaya pada Allah SWT. Sedangkan secara

syariah varian Islam waktu lima mengerjakan rukun Islam yang lima, syahadat,

sholat, puasa, zakat dan haji. Sementara varian Islam wetu telu hanya menerapkan

tiga dari rukun Islam yang lima, bagi mereka tidak ada kewajiban zakat dan

ibadah haji.45

Walaupun dalam sejarahnya kedua varian Islam Sasak ini pernah ada

dan menjadi keyakinan masyarakat Desa Loyok, saat ini seperti yang dikatakan

beberapa responden bahwa varian Islam Sasak saat ini hanya varian Islam Sasak

waktu lima, dimana varian Islam Sasak wetu telu sudah lama mati dan tidak

berkembang lagi di Desa Loyok.

Secara varian Islam Sasak masyarakat di Desa Loyok saat ini bervarian

Islam waktu lima, akan tetapi persamaan varian Islam Sasak ini di kalangan

masyarakat bukan berarti mereka memiliki persamaan organisasi keagamaan

tempat mereka bernaung, dimana dalam masyarakat Desa Loyok terdapat 2

organisasi Islam yaitu Pertama: organisasi Islam Nahdatul Wathan (NW) adalah

organisasi keagamaan Islam yang memiliki kegiatan utama dalam bidang

44 Ibid. hlm. 135 45 Ibid. hlm. 117-118

Page 49: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

37

pendidikan, sosial dan dakwah islamiyah. Organisasi ini didirikan oleh

TGKH.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pada tanggal 1 Maret 1953

bertepatan dengan 15 Jumadil Akhir 1372 Hijriyah46. Kedua: organisasi YATOPA

(Yayasan Tohir Padil), organisasi Yatopa ini didirikan oleh TGH. Tohir Padil di

Bodak Lombok Tengah, pada awalnya organisasi Yatopa ini merupakan sebuah

yayasan penyelenggara ibadah haji yang sebelumnya adalah bagian dari organisasi

Nahdatul Wathan (NW).47

Sebenarnya organisasi-organisasi yang terdapat di Desa Loyok dan

keberadaanya masih ada dan memeiliki kegiatan tersendiri oleh masing-masing

kelompok, sepengetahwan penulis berdasrkan informan diantara beberapa

organisasi yang keberadaanya sampai saat ini dintaranya organisasi Hizbullah,

organisasi Satgas Hamzanwadi, organisasi Jama’ah solat janazah dan organisasi

Amphibi.

Akan tetapi organisasi-organisasi yang ada di Desa Loyok ini apabila

dilihat dari sejarahnya terbentuknya organisasi tersebut sebagian besar merupakan

organisasi yang tumbuh dari organisasi Nahdatul Wathan (NW) atau organisasi-

organisasi tersebut merupakan embrio dari organisasi Nahdatul Wathan (NW)

yang merupakan organisasi paling berpengaruh dikalangan masyarakat Loyok dan

diprovensi NTB pada umumnya.

Kegiatan-kegiatan keagamaan yang rutin dilakukan oleh masyarakat

desa Loyok yaitu pengajian atau ceramah oleh kiai yang mereka sebut dengan

46 http://www.nw.or.id/tgbc/pages/nahdlatul-wathan-nw.php. Diakses 27 Juli 2008. 47 Wawancara dengan H.L. Ikramullah, Pengurus YATOPA wilayah Desa Loyok, 15 Juni

2008.

Page 50: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

38

sebutan Tuan Guru yang biasa dilakukan pada hari-hari besar Islam dan rutin satu

kali dalam dua minggu di setiap hari jum’at. Kegiatan lainya adalah membaca

Hiziban48 secara bersamaan oleh orang-orang NW di musolla-musolla yang oleh

mereka dianggap sebagi musolla organisasi NW.

Corak keberagamaan masyarakat Desa Loyok masih bersipat tradisional

dimana dalam praktek keagamaan mereka adanya percampuran antara agama dan

budaya setempat, dimana dalam interaksi Islam dan berbagai budaya lokal tentu

terdapat kemungkinan Islam mewarnai, mengubah, mengolah, dan

memperbaharui budaya lokal, namun ada kemungkinan, Islam yang justru

diwarnai oleh budaya lokal.49 hal semavcam ini kerap kali terjadi dalam peraktek

yang dilakukan apabila ada upacara-upacara keagamaan seperti kematian,

perkawinan dan sebagainya.

Masyarakat Desa Loyok yang notabenenya adalah pemeluk ajaran islam

yang di dukung dengan sarana peribadatan yang cukup memadai bukan berarti

penduduk masyarakat di Desa Loyok menutup diri dari orang-orang asing, bahkan

mereka sangat menghormati para pelancong atau wisatawan lokal maupun asing

yang datang ke tempat mereka walaupun mereka berbeda secara agama ataupun

budaya, akan tetapi dalam urusan-urusan agama mereka sanagat tertutup untuk

menerima ajaran-ajaran agama yang baru di luar agama Islam bahkan hanya untuk

menerima ajaran-ajaraan Islam yang dikarenakan perbedaan paham atau mazhab

48 Hiziban merupakan sebuah bacaan yang berisikan ayat-ayat Al-Qur’an dan Doa-doa,

yang mana Hizib ini merupakan karya yang di tulis oleh pendiri Nahdatul Wathan (NW) TGKH.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

49 Simuh. Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa. (Yogyakarta: Teraju. 2003). hlm. 8

Page 51: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

39

saja mereka sulit untuk menerimanaya, hal ini bisa dilihat dari organisasi-

organisasi keagamaan yang ada terdapat di Desa Loyok, walaupun organisasi-

organisasi yang ada beragam akan tetapi bersumber pada satu organisasi dan

paham atau ajaran-ajaran keagamaan yang sama.

Sulitnya masyarakat Loyok untuk menerima paham atau ajaran-ajaran

baru dan dikembankan dalam masyarakat Loyok, ini dikarenakan oleh

kefanatikan mereka terhadap suatu ajaran atau paham sangat tinggi, selain itu

indikasi kuat yang mempengaruhinya yaitu karisma TGKH. Muhammad

Zainuddin Abdul Madjid, yang merupakan tokoh pembeharu Islam dan juga

pendiri NW.

Page 52: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

40

BAB III

POLA HUBUNGAN SOSIAL

PELAKU HAJI DENGAN MASYARAKAT SASAK

A. Dimensi Haji Terhadap Tradisi Lokal Sasak

Dalam pandangan Emile Durkheim agama adalah suatu sistem kesatuan

dari keyakinan dan praktek-praktek yang bersifat relatif terhadap hal-hal yang

sacred, yakni segala sesuatu yang dihindari atau dilarang dan keyakinan-

keyakinan dan praktek-praktek yang mengajarkan moral yang tinggi ke dalam

suatu komunitas.50 Dalam hal ini haji merupakan sebuah praktek agama yang

diyakini oleh pemeluk agama Islam, dalam masyarakat suku Sasak sendiri dalam

menjalankan ibadah agama memiliki dua aspek ritual yaitu yang bersifat ritual

yang bersifat teologis yaitu ketentuan ritual-ritual yang telah ditentukan oleh

syariat Islam dan aspek ritual yang bersifat tradisi atau adat istiadat yang biasanya

dilakukan oleh komunitas masyarakat suku Sasak khususnya yang ada di Desa

Loyok.

Masyarakat desa Loyok sendiri bisa dikatakan masyarakat yang masih

memegang adat dan tradisis-tradisi Sasak secara umum tak terkecuali tradisi-

tradisi ketika ada penduduk yang melaksanakan ibadah haji.

Tradisi-tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan masyarakat yang

ada di desa Loyok dalam pelaksanaan ibadah haji dilaksanakan sejak sebelum

50 Roland Robertson (ed). Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi. ter. Ahmad

Fedyani Saifuddin. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1988). hlm. 41

Page 53: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

41

keberangkatan hingga paska keberangkatan pelaku haji. Dalam tradisi-tradisi ini

peneliti membaginya menjadi tiga fase tradisi yang sering dilakukan oleh

masyarakat suku sasak di desa Loyok khususnya fase tradisi yang pertama yaitu

fase persiapan yaitu sebelum pelaku haji berangkat ke tanah suci, kemudian yang

kedu fase pertengahan diman ketika pelaku haji sedang berada di tanah suci

Mekah, dan yang ketiga yaitu fase paska haji yaitu dimana ketika pelaku haji

pulang dari ibadah hajinya, untuk lebih jelasnya dibawah ini akan dijelaskan

ketiga fase dari tradisi-tradisi yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Sasak

pada umumnya dalam pelaksanaan ibadah haji.

1. Fase persiapan

Tradisi pada fase persiapan ini diman sebelum pelaku haji berangkat

ketanah suci untuk melakukan ibadah hajinya. Tradisi yang biasanya dilakukan di

masyarakat Loyok apabila ada yang melaksanakan haji dimulai sejak tiga bulan

sebelum keberangkatan pelaku haji yang bersangkutan

Biasanya tiga bulan sebelum berangkat haji mulai rutin mengadakan zikir, baca yasi, berzanji. Yang dua bulan dilakukan hanya setiap malam jum’at saja dan satu bulan sebelum keberangkatan baru dilakukan secara rutin setiap malamnya, dan biasanya satu bulan sebelum berangkat sudah secara serius mempelajari bagaimana tatacara dalam pelaksanaan haji serta do’a-do’anya51. Tradisi zikir dan doa bersama yang dilakukan masyarakat desa Loyok

merupakan suatu bentuk atau pola dari manifestasi doa dan zikir yang memiliki

fadilah dan keutamaan-keutamaan melalui aktifitas doa dan zikir, dimana dalam

ajaran agama Islam zikir merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah

51 Wawancara dengan H. Zainal seorang pengusaha gerabah di dusun Rungkang desa

Loyok, 20 Juni 2008.

Page 54: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

42

SWT, sarana berdoa merupakan sarana membebaskan diri dari segala macam

bentuk dosa, secara normative zikir dapat pula dipakai sebagai salah satu indikator

utama dalam dimensi keimanan seorang muslim52.

Zikir dan doa bersama inilah yang menjadi tradisi yang selalu dilakukan

penduduk masyarakat didesa Loyok apabila ada diantara mereka yang

menunaikan ibadah haji, dimana zikir dan doa bersama ini dilakukan tiga bulan

sebelum pelaku haji berangkat ke tanah suci Mekah yang dilakukan di rumah

pelaku haji yang bersangkutan, dari tiga bulan sebelum keberangkatan pelaku haji

dua bulanya terlebih dahulu dilakukan hanya setiap malam jum’at dan kemudian

satu bulan sebelum keberangkatan baru dilakukan zikir dan do’a bersama secara

rutin setiap malamnya sampai saat pelaku haji yang bersangkutan selesai

melakukan ibadah haji dan tiba di rumah sendiri dan tampil dalam masyarakat

dengan predikat sebagai seorang haji.

Kemudian menjelang keberangkatan pelaku haji ke tanah suci Mekah,

sekitar satu minggu sebelum keberangkatanya, pelaku haji mengadakan suatu

kegiatan yang disebutnya begawe (acara makan bersama) yang di hadiri oleh

keluarga kerabat dan masyarakat sekitar tempat tinggal yang bersangkutan,

dengan tujuan untuk meminta maaf dan doa secara formalitas.

Kira-kira satu minggu sebelum berangkat calon jamaah haji megadakan kegiatan begawe untuk meminta maaf kepada semua yang hadir dan mohon doa restu serta saling mendoakan yang akan berangkat dan yang belum serta menyantuni anak yatim. Selain itu membuat pelang pemberitaan bahwasanya ada yang haji serta mencantumkan nama calon haji dan menghiasi rumahnya. Kemudian melakukan ziarah ke makam-makam para wali, dan juga leluhur. Calon

52 Akhmad Yusuf khoiruddin, Konflik Antar Pemuka Agama Tentang Tradisi Tahlilan

(Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2005), hlm. 28.

Page 55: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

43

jamaah haji juga mulai memisahkan diri tidur dari istri supaya konsen terhadap ibadah hajinya.53 Selain mengadakan begawe pelaku haji sebelum keberangkatanya ke

tanah suci, di depan rumahnya harus ada semacam pelangisasi, yang mana pelang

ini merupakan suatu simbol sosial sebagai sebuah isyarat atau pemberitahuan

bahwa ada yang melakukan ibadah haji ke tanah suci mekah dengan

mencantumkan nama pelaku haji yang bersangkutan, jadi secara otomatis pelang

disini berpungsi untuk memberitahukan bahwa si A lagi sedang melakukan ibadah

haji.

Sebelum keberangkatanya pelaku haji juga pergi berziarah yang

ditemani keluarga dan kerabat ke beberapa makam para wali dan juga leluhur

seperti makam raja selaparang yang terletak didesa Selaparang Kecamatan Swela

Kabupaten Lombok Timur, dimana oleh masyarakat Lombok Makam Raja

Selaparang ini dikramatkan dan selalu dikunjungi oleh para penziarah pada hari –

hari tertentu54.

Selanjutnya pada hari pemberangkatan yaitu hari terakhir pelku haji

berada di rumah sebelum memiliki predikat sebagai seorang haji, dimana saat

53 Wawancara dengan H. Zainal seorang pengusaha gerabah di dusun Rungkang desa

Loyok, 20 Juni 2008. 54 http://ntb.go.id/pusparagam/pariwisatamakamselaparang.php, Diakses 15 Agustus

2008. Selaparang adalah kerajaan Islam tertua di Lombok sekitar permulaan abad ke –15. Beberapa ahli sejarah menyuebutkan bahwa sebelumnya kerajaan Hindu yang didirikan oleh Ratu Mas Pahit para masa kerajaan Majapahit di Jawa, salah seorang keturunan Prabu Brawijaya yang kemudian ditaklukan oleh pasukan Majapahit, dibawah pimpinan Senopati Nala. Tentang siapa nama raja selaparang ini ada beberapa yang disebut masyarakat dulan, cerita tradisi yaitu Raden Mas Pakenak Dewa kerajaan Mas Pakel, Raden Prakasa dan Batara Selaparang . Jadi sejak jaman Hindu yang kemudian beralih ke jaman Islam, Kerajaan Selaparang tersebut menurut hasil penelitian ahli sejarah ada hubunganya dengan Bali, Jawa Sumbawa, Makasar (Goa) dan Banjarmasin, hal ini nampak di bentuk bangunan fisik yang berwujud berbagi asal daerah dan agama inilah yang merupakan ciri khas makam selaparang yang tidak akan dijumpai ditempat lain.

Page 56: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

44

pemberangkatan ada rangkaian acara terlebih dahulu yang dilakukan calaon

jamaah haji eserta keluarga dan masyarakat di desa Loyok ini. Pada saat

pemberangkatan

Di dalam rumah oleh pemuka agama dan pemuka masyarakat beserta keluarga dilepas secara resmi, kemudian berangkat ke masjid setempat bersama jamaah yang lainya, di masjid terlebih dahulu calon jamaah haji melakukan solat sunat musafir, dan di masjid berkumpul masyarakat untuk pelepasan terakhir secara umum55. Pelepasan atau perpisahan calon haji dengan masyarakat desa Loyok

pada umumnya dilaksanakan di Masjid terdekat dari kediaman calon jamaah haji,

hal ini dilakukan karena masyarakat yang ada di desa Loyok ini beranggapan

bahwa untuk pergi haji harus berangkat dari tempat yang suci untuk menuju

tempat yang suci, dalam Islam sendiri Mekah dan Masjid merupakan dua tempat

yang dianggap suci oleh umat Islam. Oleh karenanya ibadah haji dalam

masyarakat desa Loyok dan masyarakat suku Sasak pada umumnya sangat

disakralkan dengan rangkaian ritus-ritus yang sudah tersistem dalam masyarakat

setempat.

2. Fase pertengahan

Tradisi pada fase pertengahan ini yaitu tradisi-tradisi sewaktu pelaku haji

berada di mekah untuk menjalankan ibadah hajinya, pihak kelurga yang berada

dirumah tetap secara rutin untuk melaksanakan doa dan zikir bersama dengan

55 Wawancara dengan H. Zainal seoramng pengusaha gerabah di dusun Rungkang desa

Loyok, 20 Juni 2008.

Page 57: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

45

tujuan untuk mendoakan pelaku haji yang sedang melaksanakan ibadahnya oleh

masyarakat di rumah pelaku haji yang bersangkutan tersebut setiap malamnya.

Pada tanggal sembilan Zulhijjah tepatnya pada hari raya Idul adha atau

hari raya qurban ada suatu kebiasaan yang selalu dilakukan di masyarakat Loyok

ini

Pada hari wukup tanggal 9 Zulhijjah, habis solat hari raya Qurban masyarakat berkumpul di rumah yang sedang melakukan haji untuk berzikir mendoakan jamaah haji tersebut. Kemudian satu minggu sebelum orang yang haji pulang dari tanah suci, kelurga menggantikan pelang yang semula selamat jalan menjadi selamat datang, serta mencantumkan nama si pelaku haji dengan menambahkan gelar haji56. Pada hari wukup tanggal sembilan zulhijjah ini, dimana waktu wukup

adalah sejak tergelincirnya matahari pada tanggal 9 Zulhijjah sampai terbit pajar

tanggal 10 Zulhijjah. Ketika wukup terus menerus membaca tahmid, tasbih dan

tahlil, serta berdoa dan bertaubat57. Kalau pada hari tanggal 9 Zulhijjah ini pelaku

haji menjalankan rukun haji tepatnya Wukup di Aropah dengan serangkaian

ritual, maka masyarakat yang berada di kampung halamnya turut serta dalam

ritual ini yaitu dengan mengadakan doa dan zikir bersama untuk mendoakan

pelaku haji yang sedang melaksanakan rukun haji Wukup, hal ini dilakukan

karena mereka menganggap rukun haji yang satu ini agak berat untuk

dilaksanakan pelaku haji tanah suci dibanding rukun haji yang lainya. Dan secara

normatif mereka menganggap bahwa doa dan zikir bersama yang dilakukan untuk

mendoakan pelaku haji yang sedang beribadah bisa membantu dan mempermudah

56 Wawancara dengan Bapak H. Ahmad, Pengusaha Kerajinan Anyaman Bambu halus, 12 Juni 2008.

57 Istimawan Dipohusodo, Pergi Haji Sesuai Sunah Rasul, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar

1997), hlm. 174.

Page 58: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

46

si pelaku haji yang bersangkutan dalam melaksanakan ibadah hajinya khususnya

pada hari Wukup tanggal 9 Zulhijjah ini.

Kemudian pada saat pelaku haji hendak pulang dari ibadah hajinya,

mereka disambuat seolah seperti seorang raja diantaranya sambutan ini dilakukan

dengan simbol, yaitu sebuah pelang yang terpampang besar di depan rumahnya

dengan tulisan selamat datang dan mencantumkan nama pelaku haji yang

bersangkutan dengan menambahkan gelar haji di belakang nama pelaku haji yang

bersangkutan, adapun apabila pelaku haji ini melakukan pergantian nama di tanah

suci maka soialisasi pergantian namanya ini dimulai pada waktu ini.

3. Fase paska haji

Tradisi-tradisi dalam fase ini, yaitu sepulang pelaku haji dari Mekah dan

telah berpredikat sebagai haji. Dimana pada saat ini pihak keluarga menjemput

dan meyediakan tempat untuk pelaku haji tersebut di rumahnya untuk

mengadakan kumpul bersama beberapa masyarakat setempat pada hari itu

Sesampai di rumah jamaah haji berkumpul bersama masyarakat untuk menceritakan perjalanan dan sewaktu melaksanakan ibadah haji di tanah suci yang diahiri dengan doa bersama yang harus dipimpin oleh jamaah haji. Lalu satu minggu kemudian jamaah haji ini mengumpulkan masyarakat untuk mengadakan tasyukuran-dan 40 hari setelah kedatanga dari tanah suci ia harus pisah tidur dengan istri karena berkeyakinan kembalinya dari makah ada 40 malaikat yang mendampinginya yang setiap harinya berkurang satu persatu58. Dari fase tradisi ini diman pelaku haji yang sudah berpredikat sebagi haji

menceritakan selintas perjalananya dalam pelaksanaan ibadah hajinya di tanah

58 Wawancara dengan Bapak H. Ahmad, Pengusaha Kerajinan Anyaman Bambu halus, 12

Juni 2008.

Page 59: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

47

suci, hal ini sebenarnya tidak hanya bercerita pengalaman pelaku haji saja akan

tetapi bisa menjadikan sebagai slah satu motifasi masyarakat biasa untuk

melakukan haji selanjutnya.

Yang unik dalam tradisi pada fase ini yaitu tradisi pisah tidur selama 40

hari setelah pulang dari ibadah hajinya, karena masyarakat di desa Loyok ini

berkeyakinan bahwa sepulang dari ibadah hajinya pelaku haji yang bersangkutan

di temani atau didampingi oleh 40 orang malaikat yang mana setiap harinya satu

persatu dari ke 40 malaikat tersebut berkurang hingga 40 hari setelah si pelaku

haji balik dari ibadah hajinya di tanah suci.

Apabila dilihat tradisi-tradisi dalam masyarakat suku Sasak di Desa

Loyok ini bisa dikatakan merupakan suatu tradisi yang cukup panjang dan secara

ekonomis juga memakan biaya yang tidak sedikit karena setiap kali mengadakan

doa dan zikir bersama harus menyauguhkan makanan dan minuman yang mana

hal ini harus dilakukan sejak tiga bulan sebelum pelaku haji berangkat untuk

ibadah hajinya dan tidak sedikit masyarakat yang hadir dalam tradisi ini. Selain

itu pada saat tradisi pesta atau yang disebut mereka yaitu begawe paling tidak

harus mengorbankan seekor sapi.

Oleh karenaya seorang yang ingi melakukan ibadah haji di dalam

masyarakat suku Sasak khususnya di desa Loyok ini harus memiliki uang yang

cukup banyak karena uang yang dikelurakanya tidak hanya untuk ongkos dan

bekal dalam menunaikan ibadah haji akan tetapi harus juga menyiapkan dana

untuk berbagi tradisi-tradisi lokal yang sudah biasa dilakukanya dan tradisi-tradisi

Page 60: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

48

ini sampai saat ini masih berlaku dan dilakukan apabila ada yang ingin melakukan

ibadah haji ke tanah suci.

B. Status Haji Dalam Pandangan Masyarakat Suku Sasak

Haji merupakan salah satu diantara lima rukun Islam yang wajib

dikerjakan hanya sekali seumur hidup oleh setiap muslim yang mampu

mengerjakanya. Haji menurut bahasa berasal dari bahasa Arab hajja-yahujju-

hajjan yangberarti menuju kesuatu tempat berulang kali atau menuju kepada

sesuatu yang dibesarkan, sedangkan. menurut syara’ ialah mengunjungi Baitullah

dengan sifat yang tertentu, diwaktu yang tertentu pula59, Baitullah yang dimaksud

disini adalah rumah Allah yaitu Ka’bah yang berada di kota Mekkah Arab Saudi.

Dalam Islam ibadah haji merupakan bentuk dari manifestasi ketakwaan

seorang muslim terhadap tuhanya dengan melaksanakan enam rukun yang telah

ditentukan oleh ulama’ jumhur60 yang memiliki keutamaan-keutamaan dan

fadilah-fadilah serta hikmah-hikmah tertentu. Sedangkan dalam masyarakat haji

justru memiliki keistimewaan dalam masyarakat tertentu dengan berpredikat haji

bagi pelaku ibadah yang satu ini, karena hanya orang-orang yang mampu secara

ekonomi dan fisik yang bisa melaksanakan ibadah haji, oleh karenaya dalam

pandangan Weber bahwa kelas-kelas yang secara ekonomis tidak mampu, seperti

59 Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Haji, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm.

2. 60 Djamaluddin Dimjati, Panduan Ibadah Haji Dan Umrah Lengkap. Disertai Rahasia

Dan Hikmahnya, (Solo: Era Intermedia, 2006), hlm. 21. Keenam rukun islam tersebut yaitu: Niat dengan berihrom, Wukuf di Arafah, Thawaf Ifadhoh dengan mengelilingi ka’bah 7 kali, Sa’i antara bukit Shofa dan Marwah 7 kali, Bercukur rambut kepala, Tertib

Page 61: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

49

para budak dan buruh harian, tidak akan pernah bertindak sebagai pembawa panji-

panji agama tertentu.61

Di dalam masyarakat haji tidak hanya sekedar ibadah antara individu

dengan tuhanya saja, akan tetapi haji telah memiliki makna sosial yang tinggi,

salah satunya dengan fenomena setatus haji bagi para pelakunya, yang mana

setatus sebagai haji selalu di pegang oleh si pelaku haji baik secara formal

maupun non formal, oleh karenanya di dalam masyarakat setatus haji mempunyai

pandangan yang berbeda dengan masyarakat biasanya.

Dalam masyarkat suku Sasak khususnya desa Loyok kabupaten Lombok

Timur ini, masyarakatnya memandang para pelaku haji atau yang sudah memiliki

predikat sebagi haji yaitu sebagai orang yang kaya bila diukur dari kelompok

masyarakat lokal Sasak.

Orang yang pernah melakukan haji adalah orang yang banyak uangnya, karena kalau mau haji harus mempunyai uang selain untuk ongkos pergi haji orangnya juga perlu mempersiapkan uang untuk mengadakan begawe (pesta), dan sikir (zikir, membaca yasinan dan berzanji) dari sebelum berangkat hingga pulang.62

Ini artinya bahwa bagi orang yang ingin melakukan ibadah haji harus

mempersiapkan uang yang tidak sedikit karena orang yang melakukan haji tidak

hanya mempersiapkan uang untuk ongkos pergi menunaikan ibadah haji saja akan

tetapi harus mempersiapkan uang untuk prosesi serangkaian tradisi-tradisi lokal

yang biasanya dilakukan oleh masyarakat suku Sasak apabila ada yang melakukan

61 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm.

157.

62 Wawancara dengan Ibu Nurhasanah, Seorang tenaga pengajar swasta di MTS Loyok, 25 Juni 2008

Page 62: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

50

ibadah haji, persepsi masyarakat bahwa orang yang memiliki setatus haji adalah

orang yang kaya sangat beralasan karena dalam sosial masyarakat desa Loyok

orang berpredikat sebagai haji didominasi oleh para pengusaha dan pemilik lahan

dan ternak, seperti yang dikatakan oleh H. Ahmad bahwa orang yang haji di desa

Loyok selain menabung pada bank-bank formal mereka juga menabung melalui

aset tanah dan ternak.

Selain persepsi masyarakat bahwa orang yang berpredikat haji adalah

orang-orang yang secara finansial memiliki harta yang banyak, masyarakat desa

Loyok juga menganggap orang yang bersetatus haji adalah orang yang taat

beragama

Orang yang haji di masyarakat merupakan orang yang taat beribadah dan orang yang haji di sini adalah orang yang dihormati, misalkan apabila kita mau berbicara denganya orang yang sudah haji biasa menggunakan omongan yang lebih sopan dan halus.63

Dalam masyarakat desa Loyok ini bahwa orang yang bersetatus sebagai

haji secara agama merupakan orang yang taat beribadah, yang dimaksud taat

dalam ibadah bukan hanya sekedar karena orang yang berpredikat haji ini

melaksanakan ibadah haji saja, tetapi juga inflikasi dari ibadah hajinya tersebut

terhadap ibadah-ibadah lainya seperti solat dan sebagainya, oleh karenaya dalam

hal ini orang yang berpredikat sebagi haji di dalam masyarakat harus terlihat

sebagai orang yang selalu membawa panji-panji agama Islam dan oleh masyarakat

diharapkan sebagai panutan bagi penduduk lainya yang ada dalam masyarkat desa

Loyok.

63 Wawancara dengan Ibu Rusnah, Seorang guru kerajinan di SMP 2 Sikur dan SMA 1

Sikur, 25 Juni 2008

Page 63: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

51

Selain dipandang secara ekonomi sebagai seorang yang kaya dan

dipandang juga sebagai orang yang secara agama adalah orang yang takwa dalam

masyarakat desa Loyok, para pelaku haji atau yang bersetatus sebagai haji juga

dipandang sebagai seorang yang terhormat dalam masyarakat, oleh karenaya

apabila masyarakat suku Sasak secara umum berintraksi dengan orang yang

bersetatus haji menggunakan bahasa yang lebih sopan atau bahasa Sasak yang

halus, walaupun sebelum orang yang bersetatus haji melakukan ibadah hajinya

dalam masyarakat dipandang kurang terhormat, maka setelah hajinya otomatis

akan lebih dihormati oleh masyarakat sekitar.

Apbila dianalisis secara sosiologis pandangan-pandangan masyarakat

bahwa orang yang haji adalah orang yang secara ekonomi memiliki harta yang

banyak, dan dalam masyarakat pelaku haji dipandang sebagi orang yang

terhormat dan seorang yang taat dalam agamanya atau bertakwa, maka orang yang

berpredikat atau bersetatus sebagi haji layak digolongkan sebagai orang yang

menempati kelas sosial atas dalam stratifikasi sosial masyarakat desa Loyok. hal

ini bisa diukur dari ukuran kekayaanya dan kehormatanya seorang yang

berpredikat sebagi haji, karena seperti yang disebutkan oleh Soerjono Soekanto

bahwa ukuran atau kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan

anggota-anggota masyarakat kedalam suatu lapisan adalah: Ukuran kekayaan,

ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan dan ukuran ilmu pengetahuan.64

64 Soerjono Soekanto, Sosiaologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2005), hlm. 237-238. dalam hal ini Soekanto juga menambahkan bahwa orang bisa berada pada kelas tertatas apabila dia termasuk dalam beberapa kreteria tersebut, akan tetapi ukuran yang disebutkan diatas tidak bersifat limitative, karena masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan.

Page 64: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

52

Apabila dianalisis dengan ukuran-ukuran yang telah disebutkan oleh

Soerjono soekanto di atas bahwasanya para pelaku haji di Desa Loyok berada

dalam lapisan atas dalam stratifikasi sosial masyarakat, karena para pelaku haji di

Loyok dipandang sebagai orang yang kaya dan terhormat oleh masyarakat

setempat di Desa Loyok.

Dari pemafaran diatas juga bisa disimpulkan bahwa ibadah haji dengan

serangkaian (tahapan) ritus yang diatur sedemikian rupa, dalam realitas sosialnya

menjadi sebuah simbol-simbol sosial yang memiliki makna dalam masyarakat,

dimana dalam masyarakat Sasak yang ada di desa Loyok khususnya bahwa haji

merupakan simbol kekayaan dan sekaligus bisa menjadi ukuran kekayaan

seseorang, selain itu haji juga menjadi simbol ketakwaan seseorang terhadap

tuhanya dan haji merupakan sebagi simbol bahwa orangnya adalah orang yang

terhormat.

Haji sebagi suatu simbol dalam masyarakat Sasak, diman simbol adalah

objek sosial yang dipakai untuk merepresentasikan (atau menggantikan) apapun

yang disetujui orang yang akan mereka representasikan65. Oleh karenanya secara

tidak langsung oleh masyarakat akan menafsirkan bahwa orang yang berpredikat

sebagai haji adalah orang yang kaya, bertakwa dan terhormat dalam masyarakat

Sasak, dan untuk mengetahui apakah orang itu haji atau bukan, dalam masyarakat

Sasak orang yang berpredikat haji selalu mengenakan peci putih di kepalanya dan

sebaliknya orang yang bukan bersetatus haji dalam msayarakat Sasak Loyok ini

65 George Ritzer dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Moderen, terj. Alimandan

(Jakarta: Kencan, 2003), hlm. 292.

Page 65: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

53

mersa malu untuk mengenakan peci putih karena peci putih dalam masyarakat

Sasak merupakn simbol bagi yang berpredikat sebagi haji.

C. Pola Hubungan Sosial Patron Klien Pelaku Haji Dalam Masyarakat

Sasak.

1. Hubungan Sosial Pelaku Haji Dalam Masyarakat Sasak

Pengertian hubungan sosial dipergunakan untuk menggambarkan suatu

keadaan dalam mana dua orang atau lebih terlibat dalam suatu proses perilaku.

proses perilaku tersebut terjadi berdasarkan tingkah laku para pihak yang masing-

masing memperhitungkan perilaku pihak lain dengan cara yang mengandung arti

bagi masing-masing66. Dalam hal ini hubungan sosial yang akan dibahas oleh

peneliti yaitu baigaimana pola hubungan sosial haji antara orang yang berpredikat

sebagai haji dengan masyarakat lokal Sasak di desa Loyok,

Akan tetapi untuk melihat hubungan-hungan antara orang yang

berpredikat haji dengan masyarakat Sasak, baiknya dijelaskan terlebih dahulu

siapa orang yang berpredikat sebagai haji tersebut, maksudnya yaitu bagimana

keadaan hidup para pelaku haji baik secara sosio ekonominya di dalam

masyarakat Sasak ini.

Dalam komunitas masyarakat suku Sasak para pelaku haji atau orang

yang bersetatus sebagai haji secara ekonomi tentu dipandang sebagai orang yang

memiliki harta yang banyak secara umum, orang yang berpredikat sebagai haji

66 Soerjono Soekanto, Max Weber, Konsep-konsep Dasar Dalam Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1985), hlm. 53.

Page 66: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

54

dalam masyarakat Sasak di desa Loyok ini sebagian besar adalah orang yang

memiliki usaha seperti memiliki kios kerajinan atau kios gerabah mengingat di

desa Loyok merupakan salah satau industri kerajinan bambu halus dan gerabah

yang juga menjadi salah satu obyek wisata yang ada di Lombok Timur, seperti

orang yang berpredikat sebagai haji yang pernah diwawancarai oleh penulis

adalah pelaku bisnis yang memiliki kios kerajinan bambu halus dan gerabah

diantaranya yaitu H. Zainal, H. Ahmat (pemilik kios gerabah) dan H.

Abdurahman, H. Ahmad Maliki (pemilik kios kerajinan anyaman bambu). Selain

itu orang yang bersetatus sebagi haji dalam masyarakat adalah pemilik lahan yang

luas atau biasa disebut dengan tuan tanah dan orang-orang yang memiliki usaha

tempat pengolahan tembakau, seperti H. Ikramullah, H. Hasan, H. Masud, H.

Karim dan sebagainya yang merupakan pengusaha tembakau yang ada di desa

Loyok ini.

Selain itu seperti yang dikatakn oleh H. Ahmad bahwa orang-orang yang

berpredikat sebagai haji juga ada yang berpropesi sebagai pengusaha sumil

(tempat pengolahan kayu), ada juga yang berpropesi sebagai pemilik toko

bangunan, dan lain sebagainya. apabila dicermati pemaparan diatas bahwa oarang-

orang yang berpredikat sebagi haji dalam masyarakat di desa Loyok ini

didominasi oleh para pelaku bisnis atau pengusaha seperti pengusaha kerajianan

anyaman bambu halus, gerabah, alat-alat bagunan dan juga pengusaha tembakau,

pemilik sumil dan tetntunya sebagai tuan tanah atau pemilik lahan yang luas

mengingat desa loyok tanahnya sebagaian besar adalah lahan sawah.

Page 67: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

55

Dalam pembahasan pola hubungan sosial haji, orang-orang yang

berpropesi sebagai haji inilah yang diposisikan sebagai patron dan para

pekerjanya dan pengikutnya adalah sebagai kliennya, yang mana dalam hubungan

sosialnya antara patron dan klien ini memiliki harapan-harapan dalam peranannya

sebagai seorang haji (patron) dan Sebagai seorang buruh kerja (klien).

Pola hubungan sosial dalam pembahasan ini lebih kepada hubungan

yang bersifat ekonomi yang antara si patron (pelaku haji) dan klienya (masyarakat

biasa) memiliki harapan-harapan antara keduanya secara ekonomi, seperti harapan

yang dikatakan oleh Nurul Watoni:

Tahun kemarin saya bekerja pada H. Karaim akan tetapi kalo musim tembakau pada tahun ini saya bekerja sama H. Hasan, karena selain rumah saya dekat dengan openya (tempat pengolahan tembakau), secara keluarga saya juga masih memiliki ikatan keluarga denganya, selain itu ditempat H. Hasan saya lebih mendapatkan penghasilan yang lebih banyak67.

Ini menujukkan bahwa dalam hubunganya antara pemegang peranan

masing-masing memiliki harapan-harapan. Harapan ini bukan saja dimiliki oleh

seorang klien akan tetapi oleh pemilik usaha yang juga sebagai patronya, dimana

patron-patron ini berharap supaya banyak orang yang mau bekerja ditempatnya

pada saat musim tembakau tiba, karena Ia membutuhkan para pekerja yang cukup

banyak supaya pekerjaan pengolahan tembakau ini tidak terhambat alias lancar,

dari pernyataan pemuda yang kerap dipanggil Rul, bisa dikatakan bahwa dalam

dua priode musim termbakau ada dua patron yang berbeda, artinya disini bahwa

bilamana salah satu pihak merasa pihak lain tidak memberi seperti yang

67 Wawancara dengan Nurul Wathoni, seorang pekerja buruh di pengolahan tembakau, 3

Juli 2008.

Page 68: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

56

diharapkanya, dia dapat menarik diri dari hubungan tersebut tanpa terkena sanksi

sama sekali68.

Salain itu dalam bidang indiustri kerajinan bambu halus dan gerabah

para pemilik kios kerajinan ini berharap supaya para pengerajin bekerja dan

memasukkan barang kerajinan bambu maupun gerabah di kiosnya karena para

pemilik kios seringkali mendapatkan pesanan yang banyak, untuk itu salah satu

caranya dengan memberikan sedikit bantuan modal untuk membeli bahan baku

kerajinan. Begitu sebaliknya para pengerajin ini dalam pekerjaanya selalu

berusaha bekerja dengan sebaiknya supaya pesanan-pesanan kerajinan diberikan

kepadanya.

Selain itu dalam masyarakat Sasak hubungan sosial haji tidak hanya

sebatas hubungan yang bersifat ekonomi saja, akan tetapi hubungan sosial haji

dalam masyarakat Sasak ini juga bersifat agama atau relijusitas masyarakat

setempat, hal ini menandakan bahwa para pelaku atau orang yang bersetatus

sebagai haji dipandang oleh masyrakat Sasak sebagai orang yang bertakwa, selain

pemaknaan atau presepsi masyarakan terhadap orang yang berpredikat haji

sebagai orang yang bertakwa, bebrapa kali saya selaku peneliti mengikuti acara-

acara keagamaan seperti tahlilan, dimana dalam acara tahlilan sering sekali

pemimpin tahlilan adalah orang yang berpredikat haji.

Bila dilihat dari kesaharianya para pelaku haji atau orang yang

berpredikat sebagi haji dalam interaksinya dengan masyarakat Sasak mereka

selalu memakai peci putih dikepala yang mana hal ini merupakan suatu simbol

68 Heddy Shri Ahimsa Putra, Minawang, Hubungan Patron-klien di Sulawesi Selatan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988), hlm. 3.

Page 69: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

57

untuk mereka dikenal sebagai seorang haji. Hal ini apabila dilihat dari kacamata

politis, merupakan suatu hal atau cara orang-orang yang bersetatus sebagai haji

untuk dikenali oleh masyarakat tentunya sebagai seorang haji dengan

menggunakan simbol peci putih di kepala, karena di dalam masyarakat Sasak

ketika orang lain mengenalnya sebagai haji maka orang yang berhubungan dan

berintraksi denganya akan berhubungan denganya menggunakan tatakrama yang

lebih sopan seperti orang yang berbicara denganya menggunakan pola bahasa

yang halus. Jadi bias dikatakan dalam masyarakat Sasak khususnya di Loyok ini

peci putih dikepala merupakan suatu hal yang sangat urgen dari setatusnya

sebagai seorang haji dalam interaksinya dengan masyarakat.

Jadi hubungan sosial anatara orang-orang yang bersetatus sebagai haji

dengan masyarakat lokal Sasak di Loyok ini tidak hanya sebatas hubungan secara

ekonomi dimana orang-orang yang bersetatus sebagai haji diposisikan sebagai

pemilik modal dan usaha, sedangkan secara umum masyarakat biasa hanya

sebagai buruh kerja pada pemilik modal dan usaha tersebut, tetapi juga hubungan

antara kedua belah pihak dalam konteks sosial keagamaan yang orang bersetatus

sebagai haji dipandang oleh masyarakat Sasak sebagai orang yang bertakwa dan

tentu Ia juga sebagi orang yang dihormati dalam masyarakat, yang pada giliranya

orang-orang yang bersetatus harus membawa panji-panji agama dan menjaga

moralitas sebagai suatu harapan-harapan dari masyarakat berdasarkan norma

sosial yang merupakan dasar dari keteraturan sosial69 dalam sistem sosial

masyarakat Sasak di desa Loyok. Oleh karenanya dalam masyarakat Sasak orang

69 David Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, trj. Paulus Wirutomo, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 71

Page 70: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

58

yang besetatus sebagai haji secara umum selalu dianggap sebagai orang yang

bermoral, akan tetapi menurut hemat saya bahwa perbuatan-perbuatan moral

tersebut sangat dipengaruhi oleh sisitem masyarakat Sasak dimana perbutan moral

bukanlah sekedar kewajiban yang tumbuh dari dalam diri melainkan juga

kebaikan ketika diri telah dihadapkan dengan dunia sosial70.

Dari fenomena-fenomena hubungan sosial haji ini antara orang-orang

yang bersetatus sebagai haji dengan masyarakat biasa, bisa disimpulkan bahwa

dalam masyarak Sasak dalam hubungan sosial di komunitas mereka, selalu terjadi

garis-garis demarkasi antara orang-orang yang bersetatus sebagi haji dengan

masyarakat biasa, selain itu dikotomi-dikotomi antara orang-orang yang

bersetatus sebagai haji dengan masyarakat lokal Sasak kerap kali terjadi dalam

kehidupan sosial dalam komunitas mereka.

2. Hubungan patron klien Masyarakat Sasak Dengan Pelaku Haji

James C. Scott yang dikutip oleh Heddy Shri Ahimsa Putra,

mengungkapkan bahwa hubungan yang terjadi dalam masyarakat cendrung

menimbulkan hubungan patron-klien yaitu:

( suatu kasus khusus antara dua orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental, dimana seorang yang lebih tinggi kedudukan sosial ekonominya (patron) menggunakan pengaruh dan sumberdaya yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan atau keuntungan atau kedua-duanya kepada orang yang lebih rendah kedudukanya (klien), yang pada giliranya membalas pemberian tersebut dengan memberikan yang umum dan bantuan, termasuk jasa-jasa peribadi, kepada patron).71

70 Taufik Abdullah dan A.C. Van der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986), hlm. 17.

71 Heddy Shri Ahimsa Putra, Op. Cit., hlm. 2.

Page 71: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

59

Dalam hubungan patron-klien ini terdapat beberapa unsur-unsur tertentu

di dalamnya yaitu: Sesuatu yang diberikan oleh satu pihak dianggap berharga oleh

pihak lain, adanya unsur timbal balik, tidak ada unsur pemaksaan, pihak lebih

rendah (klien) dapat melakukan penawaran, terdapat ketidaksamaan dalam

pertukaran, adanya sifat tatap muka, dan bersifat luwes dan meluas72. Apabila

dianalisis hubungan patron-klien yang terjadi dalam masyarakat Sasak di desa

Loyok dari ketujuh unsur hubungan patron-klien diatas adalah:

1. Sesuatu Yang Diberikan Oleh Satu Pihak Dianggap Berharga Oleh Pihak

Lain

Dalam hubungan sosial haji di masyarakat Sasak ini, seperti diatas jelas

bahwa antara peranan sebagai seorang patron dan klienya saling memberikan jasa,

dimana dalam hal ini si patron memberikan pekerjaan terhadap klienya, begitu

juga sebaliknya klien memberikan jasanya dengan bekerja sebaik mungkin, akan

tetapi tidak hanya sebatas karena si patron memberikan pekerjaan terhadap

klienya saja, tetapi klien juga menganggap bahwa orang yang dijadikan patron

olehnya pernah berjasa terhadapnya seprti yang dikatakan oleh Fadli:

“kalau pak haji Abdurahman menyuruh saya untuk mengerjakan sesuatu, saya malu untuk menolaknya karena saya pernah bekerja di kios kerajinanya dan selain itu apabila saya dan kelurga memerlukan bantuan seringkali Ia memberikan bantuan kepada kami kalau kami membutukan bantuan.”73

72 Ibid., hlm. 2-3. 73 Wawancara dengan M. Fadli, seorang pengerajin anyaman bambu halus di desa Loyok,

26 Juni, 2008.

Page 72: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

60

2. Adanya Unsur Timbal Balik

Unsur timbal balik yang dimaksud disini yaitu dengan adanya pemberian

seperti pemberian jasa seperti diatas, pihak penerima merasa mempunyai

kewajiban untuk membalasnya, dalam masyarakat Sasak di Loyok ini

menujukkan bahwa ketika klien diberikan suatu pekerjaan dan tidak jarang

mereka diberikan hadiah-hadih berupa uang maupun barang, maka secara

otomatis si klien ini berusaha untuk bekerja dengan sebaik-baiknya dengan

harapan supaya patron yang telah memberinya pekerjaan puas atas pekerjaanya.

3. Tidak Ada Unsur Pemaksaan

Tidak adanya unsur pemaksaan ini menujukan bahwa atara kedua

peranan bebas menentukan individu yang mana dijadikan sebagai patron bagi

kelien, sebaliknya si patron juga secara bebas menujug orang untuk dijadikan

sebagai klienya.

Di sinilah pentingnya harapan-harapan terhadap peranan yang di emban

oleh seseorang, karenaya kadang-kadang para ahli sosiologi menggambarkan

peranan-peranan dalam arti apa yang diharapkan dan dituntun oleh masyarakat74,

oleh sebab itu para buruh kerja atau petani tembakau dan pengerajin sebagi klien

yang ada dalam masyarakat Sasak Loyok, bebas untuk memilih patronya, apabila

harapan-harapannya tidak sesuai maka para klien akan mencari patron lainya,

begitu pula sebaliknya patron juga bebas untuk menentukan orang yang dijadikan

sebagai klienya.

74 David Berry, Op. Cit., hlm. 106.

Page 73: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

61

4. Pihak Lebih Rendah (Klien) Dapat Melakukan Penawaran

Unsur yang kempat ini merupakan unsur hubungan patron klien, dimana

hanya klien yang dianggap oleh scott yang dapat melakukan tawaran, akan tetapi

dalam hubungan sosial haji dalam masyarakat Sasak dimana antara kedua pihak

yang memegang peranan masing-masing melakukan tawaran, misalkan dalam

hubungan pekerjaan antara kedua belah pihak melakukan tawaran, atau kontrak

kerja anatara si patron dan klien, hal ini menujukkan adanya kepentingan bersama

antara peranan seorang patron dan klien, dimana patron bertahan hidup dengan

cara mempekerjakan klienya agar usahanya lancar, begitu pula dengan klien

bekerja kepada patronya untuk mendapatkan upah kerja sebagi modal bertahan

hidup.

5. Terdapat Ketidaksamaan Dalam Pertukaran

Sependapat dengan Heddy Shri Ahimsa Putra, konsep ketidaksamaan

dengan ketidak seimbangan, dalam hubungan ini bagi masyarakat yang termasuk

kedalam hubungan sosial haji secara ekonomi ini lebih kepada keseimbangan

dalam pertukaran antara patron dan klienya, karena dalam hubunganya mereka

sebelumnya membuat kesepakat dalam pertukaran, yaitu dengan cara hasil kerja

atau karya pekerja maupun pengerajin dihargai sesuai dengan harga pasar dan

tingkat pekerjaan yang diterima oleh si klien.

Page 74: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

62

6. Adanya Sifat Tatap Muka

Adanya sifat tatap muka antara orang yang berpredikat haji sebagai

patron dan pekerjanya sebagai klienya ini menjadikan hubungan timbal-balik

yang berjalan terus dengan lancar akan menimbulkan rasa simpati (affection)

antara kedua belah pihak, yang selanjutnya membangkitkan rasa saling percaya

dan rasa dekat75.

Dengan adanya rasa saling percaya dan rasa dekat ini seorang buruh

kerja yang menjadi kelien dapat mengharapkan bahwa si patron dapat

membantunya jika mengalami kesulitan seperti bantuan dana untuk biaya berobat,

batuan apabila si klien mengadakan acara yang membutuhkan dana yang tidak

sedikit bagi si kelien, sebaliknya juga si patron juga dapat mengharapkan

dukungan dari klien apabila suatu saat dia memerlukanya, seperti kerap kali si

patron dalam masyarakat Sasak mencalaonkan diri sebagai calon kepala desa,

calon legislative seperti halnya di daerah-daerah lainya di Indonesia yang

menganut sistem demokrasi, harapan si patron yaitu agar klienya mendukunya

untuk memenagkan pemilihan.

7. Bersifat Luwes Dan Meluas

Unsur terakhir hubungan patron-clien yang bersifat luwes dan meluas

menujukkan hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh

kedua belah pihak, dan sekaligus juga merupakan semacam jaminan sosial bagi

75 Heddy Shri Ahimsa Putra, Op. Cit., hlm 4.

Page 75: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

63

mereka. Oleh karena itu relasi inipun dapat memberikan rasa tentram pada para

pelakunya76.

Unsur patron klien yang bersifat luwes dan meluas ini menganggap

baghwa dalam hubungan antara patron dan klienya tidak hanya berhubungan di

dalam satu relasi saja, seperti yang terjadi antara hubungan para pemilik usaha

yang di dominasi oleh orang yang berpredikat sebagai haji dengan para

pekerjanya tidak hanya sebatas hubungan pekerjaan saja, akan tetapi hubungan

terhadap keperluan-keperluan lainya seperti ketika pekerjanya mendapatkan

musibah, mengadakan acara-acara yang membutuhkan bantuan dari patronya

bahkan hubungan yang bersifat politik.

Bila melihat dari fenomena pemeilihan kepala lurah desa Loyok, dimana

orang-orang yang mendukung para calon khususnya calaon-calon yang bersetatus

sebagi haji selain kerabat dan sahabat mereka adalah orang-orang yang menjadi

klien bagi mereka. Seperti yang dikatakan oleh H. Ahmad bahwa orang-orang

yang mendukungnya selain keluarga dan sahabatnya adalah para pengerajin

anyaman bambu yang terdapat dalam masyarakat di desa Loyok kabupaten

Lombok Timur ini.

Jadi dalam hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa unsur terakhir dari

beberapa unsur hubungan patron-klien yang bersifat luwes dan meluas ini yaitu

menurut hemat saya bisa sekaligus dijadikan sebagai imflikasi dari suatu

hubungan ke bebrapa hubungan lainya misalkan hubungan yang bersifat ekonomi

76 Ibid., hlm. 5.

Page 76: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

64

bisa berdampak terhadap hubungan yang bersifat politik dan hubungan-hubungan

sosial lainya.

Dari analisis ketujuh unsur patron klien yang disebutkan oleh Scott

diatas ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan pola hubungan patron klien yang

bersifat ekonomi dalam hubungan sosial haji di masarakat Sasak Loyok, seperti

pihak lebih rendah (klien) dapat melakukan penawaran padahal apa yang terjadi

bahwa antara peranan sebagai patron dan peranna sebagi klien ini, dimana kedua

belah pihak dalam hubunganya melakukan penawaran.

Adanya ketidaksamaan antara unsur-unsur yang telah disebutkan oleh

Scott dengan fakta yang terjadi dalam hubungan sosial antara pelaku haji dengan

masyarakat Sasak yang ada di desa Loyok ini, karena Scott melihat hubungan

patron-klien lebih bersifat ekonomis dan dalam hal ini Ia hanya memandang

ketimpangan-ketimpangan hanya dari sudut patron saja, bahwa seolah-olah

seorang patron selalu memberi lebih banyak daripada si klien, padahal si klien

juga juga bisa merasa bahwa apa yang telah diberikan oleh patronya belum

cukup77,

Selain itu juga, menurut hemat saya apa yang dikemukaan oleh Scott

tentang hubungan patron klien serta unsur-unsurnya ini, lebih tepat digunakan

untuk menganalisis hubungan-hubungan sosial pada masa lampau atau hubungan-

hubungan yang terjadi dalam masyarakat tradisional dan masa kerajaan atau lebih

tepatnya analisis yang bersifat antropologis, akan tetapi hubungan-hubungan

patron klien terus akan terjadi dalam masyarakat dengan unsur-unsur yang

77 Ibid., hlm. 7.

Page 77: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

65

berbeda, dalam artian bahwa hubungan seprti antara tuan atu majikan dengan para

budak atau pekerjanya akan selalu terjadi dalam masyarakat, oleh karenanya

hubungan yang terjadi antara pelaku haji dengan masyarakat Sasak didesa Loyok

ini seperti hubungan yang terjadi antara tuan dengan budaknya atau antara tuan

dengan para pekerjanya.

Page 78: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

66

BAB IV

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

HUBUNGAN SOSIAL HAJI DALAM MASYARAKAT SASAK

Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pola hubungan antara

pelaku haji dengan masyarakat lokal Sasak di desa Loyok dalam penelitian ini

secara garis besar akan dilihat dari dua kategori pendekatan yakni pendekatan

sistem budaya dan pendekatan kondisi sosial, pendekatan yang pertama lebih

melihat dari segi fakta-fakta yang mendahuluinya dalam konteks sistem budaya

masyarakat setempat karena secara sosiologis menuru Emile Durkhim yang paling

menentukan dari fakta sosial haruslah dicari diantara fakta-fakta sosial yang

mendahuluinya78.

Kemudian dalam pendekatan yang kedua dalam melihan faktor-faktor

pembentuk pola hubungan sosial haji ini lebih melihat bagaimana keadaan sosial

saat ini, dan pandangaan-pandangan orang yang terlibat dalam hubungan sosial

haji ini.

Dalam penelitian ini ada empat faktor pembentuk pola hubungan sosial

haji yaitu: pertama faktor ekonomi, kedua faktor kepercayaan lokal , ketiga faktor

sosial politik, yang terakhir adalah faktor sejarah dari orang yang bersetatus haji

itu sendiri

78 Taufik Abdullah dan A.C. Van der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi

Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986), hlm. 2.

Page 79: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

67

A. Faktor Ekonomi

Salah satu faktor diantara beberapa faktor-faktor yang paling dominan

untuk melihat penyebab dari terbentuknya pola hubungan sosial haji dalam

masyarakat komunitas Sasak adalah faktor ekonomi, dalam suatu komunitas-

komunitas masyarakat baik masyarakat industri dan masyarakat paling tradisional

sekalipun, ekonomi sangat berpengaruh besar untuk melihat dominasi atau

pengaruh orang yang satu dengan orang lainya dalam hubungan timbal balik di

dalam masyarakat, karnanya para penganut paham determinisme ekonomi seperti

Karl Marx menganggap sistem ekonomilah yang terpenting dan sistem ekonomi

menentukan sektor masyarakat lainya79. Itu sebebnya dalam penelitian ini juga

masalah ekonomi tidak bisa lepas dalam melihat hubungan sosial antara pelaku

haji dengan masyarakat lokal Sasak di Loyok yang diantaranya dipengaruhi oleh

faktor sosial ekonomi, dan faktor ekonomi inilah yang menimbulkan gejala-gejala

patronase yang terdapat dalam hubungan sosial tersebut.

Untuk melihat faktor ekonomi sebagai suatu pembentuk pola hubungan

sosial anatara orang-orang yang berpredikat sebagai haji dengan masyarakat yang

terdapat dalam komunitas Sasak ini, tentu terlebih dahulu harus dilihat kondisi-

kondisi perekonomian orang-orang yang terlibat dalam hubungan sosial haji ini

baik orang-orang yang bersetatus sebagai haji maupun masyarakat biasa yang

terdapat dalam komunitas Sasak di Loyok ini. Artinya disisni terlebih dahulu

setiap individu dikotak-kotakkan ke dalam dua buah peranan yang berbeda yaitu

sebagai orang yang berstatus sebagai haji (patron) dan peranan masyarakat biasa

79 George Ritzer dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Moderen, terj. Alimandan

(Jakarta: Kencan, 2003), hlm. 170.

Page 80: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

68

(klien), dan pengkotakan secara ekonomi ini akan dilihat dari presepsi-presepsi

masyarakat dan kondisi sosial yang ada di lapangan.

Apbila kita merujuk kepada presepsi-presepsi masyarakat desa Loyok

terhadap orang-orang yang berstatus haji atau memegang peranan sebagai haji

seperti yang telah dikemukakan dan dijelaskan pada bab sebelumnya, dimana

Orang yang pernah melakukan haji adalah orang yang banyak uangnya, karena kalau mau haji harus mempunyai uang selain untuk ongkos pergi haji orangnya juga perlu mempersiapkan uang untuk mengadakan begawe (pesta), dan sikir (zikir, membaca yasinan dan berzanji) dari sebelum berangkat hingga pulang.80 Dan persepsi-persepsi masyarakt ini terhadap orang yang berpredikat

sebagai haji ini juga sekaligus bisa dijadikan sebagai salah satu ukuran-ukuran

untuk melihat peranata seseorang dalam konteks ekonomi suatu masyarakat

tertentu.

Selain persepsi-persepsi masyarakat sekitar yang menganggap bahwa

orang yang telah bersetatus sebagai haji adalah orang kaya, seperti yang dikatakan

oleh Nurul Watoni bahwa pemilik usaha kerajinan bambu, gerabah dan usaha

tembakau didominasi oleh orang yang berpredikat sebagai haji81

Karenaya apabila diperhatikan dari segi bangunan-bangunan yang

terdapat di daerah Loyok ini, akan banyak ditemukan took-toko kerajinan tangan

seperti toko kerajinan tangan bambu dan toko gerabah yang menandakan bahwa

masyarakat Loyok memiliki kesenian yang bisa dikomersialisasikan, selain itu

80 Wawancara dengan Ibu Nurhasanah, Seorang tenaga pengajar swasta di MTS Loyok,

25 Juni 2008 81 Wawancara dengan Nurul Wathoni, seorang pekerja buruh di pengolahan tembakau, 3

Juli 2008.

Page 81: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

69

tidak jarang untuk dilihat suatu bangunan-bangunan tempat pengolahan tembakau,

yang mana kedua sektor usaha kerajinan dan tembakau ini secara tidak langsung

telah menjadi sebuah lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat, diaman

masyarakat setempat memanfaatkanya dengan bekerja sebagai buruh tani dan

sebagai pengerajin anyaman bambu dan tanah liat (gerabah) yang memang

mereka sudah memiliki talenta tersebut secara turun-temurun82.

Dalam konteks sosial ekonomi ini, apabila melihat dari kedua sektor

industri tembakau dan kerajianan tangan masyarakat ini, dimana pemilik modal

dan usaha ini didominasi oleh orang-orang yang bersetatus sebagai haji. Jadi

dalam konteks sosial ekonomi ini orang-orang yang bersetatus sebagai haji

diposisikan sebagai pemilik modal dan usaha, sedangkan secara umum

masyarakat biasa hanya sebagai buruh kerja pada pemilik modal dan usaha yang

pada giliranya secara tidak sadar akan mengikuti langkah atau kemauan dari

majikanya.

Bila dilihat dari hubungan sosial antara orang yang berpredikat sebagai

haji memiliki peranan sebagai pemilik modal (patron) sedangkan masyarakat

biasa sebagai buruh kerjanya (klien) yang memiliki harapan-harapan tidak hanya

sebatas dalam bidang sosial ekonomi saja, inilah yang dimaksud oleh David Berry

setiap individu memiliki peranan masing-masing dan ketika terjadi hubungan

sosisal disana terdapat harapan-harapan dan harapan-harapan tersebut menurut

82 Wawancara dengan Bapak Humaidi, seorang Sekertaris Desa dalam struktur

pemeritahan Desa Loyok, 4 Juni 2008.

Page 82: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

70

Dahrendorf seperti yang dikutif Berry bahwa harapan bagi suatu peranan (role

expectation) berasal dari norma-norma sosial.83

B. Faktor Kepercayaan Lokal

Sebelum datangnya pengaruh-pengaruh atau ajaran asing ke Lombok

Boda merupakan kepercayaan asli orang sasak, orang sasak pada waktu itu yang

menganut kepercayaan ini disebut sebagai Sasak-Boda dimana pemujaan dan

penyembahan roh-roh leluhur dan berbagai dewa lokal lainya merupakan fokus

utama dari praktek keagamaan Sasak-Boda.84 Kemudian baru agama-agama

seperti Hindu, Budha dan termasuk juga Islam menyebarkan ajaranya dan

mempengaruhi masyarakat sasak yang ada di Lombok.

Masuknya Islam ke Lombok sekitar pada abad ke 16-17, secara

signifikan telah mempengaruhi sosial budaya masarakat Sasak dan menjadi agama

yang dipeluk oleh sebgian besar masyarakat Sasak. Di dalam masyarakat Sasak

yang merupakan mayoritas masyarakatnya pemeluk agama Islam, di Sasak sendiri

terdapat dua varian agama Islam yaitu varian Islam wetu telu dan varian Islam

waktu lima yang mempunyai kesamaan-kesamaan dan perbedaan dalam hal-hal

tertentu. Persamaannya bahwa mereka sama-sama percayai adanya Tuhan Allah

SWT, dan bahwa Muhammad saw adalah Nabi dan Rasul Allah SWT. adapun

83 David Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, trj. Paulus Wirutomo, ( Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 111. 84 Erni Budiwanti. Islam Sasak Wetu Telu Versus Waktu Lima, (Yogyakarta: LKiS, 2000),

hlm. 8

Page 83: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

71

perbedaanya terlihat pada implementasi dari masalah akidah dan syari’ah yang

merupakan dasar fundamental dalam kehidupan beragama.85

Melihat dari sejarahnya kedua varian Islam sasak ini berlomba dalam

memberikan pengaruhnya terhadap masyarakat Sasak yang ada di Lombok akan

tetapi akibat dari pengaruh dan pembahuruan yang dilakukan oleh varian Islam

waktu lima banyak dari masyarakat yang tadinya memeluk varian Islam wetu telu

berpindah ke varian Islam waktu lima, akibatnya Islam wetu telu menjadi varian

Islam yang minorits di dalam masyarakat Sasak. Walaupun demikian hingga saat

ini penganut Islam wetu telu masih bisa kita lihat dibeberapa daerah tertentu di

Lombok seperi di Bayan, Tanjung dan sekitarnya walaupun komunitas mereka

sangat kecil. Penganutnya dapat dikenali dari cara mereka mengaktualisasikan

ajaran-ajaranya.86

Masyarakat Sasak di Loyok ini merupakan masyarakat yang secara

kesuluruhan pemeluk agama Islam, akan tetapi dalam praktek keagamaan mereka

masih dipengaruhi oleh agama-agama yang mendahuluinya, bentuk singkretisem

agama ini bisa dilihat dari tradisi-tradisi keagamaan mereka, seperti ibadah haji

yang dalam prakteknya adanya kombinasi atau percampuran dari ritual-ritual

ibadah yang berdasarkan ajaran agama Islam dan sistem budaya Sasak, seperti

mereka orang-orang yang ingin melakukan ibadah haji sebelumnya berziarah ke

85 Ahmad Abd. Syakur, Islam Dan Kebudayaan Akulturasi Nilai-nilai Islam Dalam

Budaya Sasak, (Yogyakarta: Adab Press 2006), hlm. 177 86 Ibid. hlm. 131

Page 84: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

72

makam-makam yang dianggap mereka sebagi makam leluhur mereka87, hal ini

memiliki kesamaam apabila dilihat dari praktek agama kepercayaan asli orang

Sasak yaitu Sasak-Boda dimana pemujaan dan penyembahan roh-roh leluhur dan

berbagai dewa lokal lainya merupakan fokus utama dari praktek keagamaan

Sasak-Boda. Artinya disini bahwa dalam praktek-praktek keagamaan masyarakat

Sasak saat ini, agama-agama yang telah mendahuluinya telah ikut andil dalam

konstruksi beberapa praktek-praktek keagamaan masyarakat Sasak yaitu agama

Islam.

Adalah varian Islam wetu telu yang menjadi kepercayaan pertama kali

masyarakat Sasak secara varian Islam, lalu kemudian baru muncul varian Islam

waktu lima sebagai varian Islam yang mayoritas sampai saat ini, kedua varian

Islam Sasak ini dalam masyarakat Loyok juga pernah tumbuh dan berkembang

sebagi suatu kepercayaan yang diyakini oleh penduduk yang ada di desa Loyok

walaupun saat ini varian Islam waktu limalah yang masih menjadi keyakinan

masyarakat setempat88. Apabila dilihat dari sejarah kedua varian Islam ini,

feneomena haji apabila ditinjau dari segi varian Isalam Wetu Telu, dimana varian

Islam wetu telu hanya menerapkan tiga dari rukun Islam yang liama, bagi mereka

tidak ada kewajiban zakat dan ibadah haji.89 Rukun haji hanya wajib dilakukan

oleh pemimpin sepiritual mereka saja sedangkan masyarakat biasa tidak wajib

87 Wawancara dengan H.L. Ikramullah, Pengurus YATOPA wilayah Desa Loyok, 15 Juni

2008.

88 Wawancara dengan Bapak Rohaini, seorang tokoh budaya masyarakat desa Loyok, 23 Juni 2008.

89 Ahmad Abd. Syakur. Op. cit. 117-118

Page 85: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

73

untuk melakukan ibadah haji tersebut, yang mana orang yang melakukan ibadah

haji dalam masyarakat varian Islam wetu telu ini adalah orang yang secara agama

terpandang dalam masyarakat Sasak. Hal semacam ini juga ada kesamaan dalam

varian Islam Waktu Lima (yang merupakan varian Islam Sasak yang dianut

masyarakat Sasak Loyok)90, dimana sorang kiyai atau ulama yang mereka kenal

dengan sebutan Tuan Guru adalah orang-orang yang berpredikat sebagi sorang

haji, artinya bahwa tidak mungkin sorang bisa bergelar sebagi seorang Tuan Guru

apabila belum melakukan ibadah haji atau tidak bersetatus sebagi sorang haji, dan

sosok Tuan Guru adalah oranag yang terpandang, disegani dan dihormati oleh

masyarakat Sasak itu sendiri91.

Apabila melihat histori dari kepercayaan yang pernah dianut dan

dipercayai oleh masyarakat Sasaka ini tentu mempengaruhi pola keberagamaan

yang dianut saat ini, dimana Islam sebagai agama yang dianutnya telah

mengalami perselingkuhan dengan budaya masyarakat Sasaka itu sendiri, ini

terlihat dari tradisi masyarakat Sasak khususnya di Loyok dalam praktek-praktek

keagamaan seperti ibadah haji, dimana selain ritual yang memang ditentukan oleh

agama Islam sendiri, terdapat trdisi-tradisi lokal yang rutin dilakukan oleh

masyarakat Sasak yang ada di kelurahan Loyok ini.

Apabila kita melihat tradisi-tradisi dalam pelaksanaan haji masyarakat

Sasak di desa Loyok seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, dimana

apabila ada orang yang ingin melakukan haji mereka harus melakukan berbagai

90 Wawancara dengan Bapak Rohaini, seorang tokoh budaya masyarakat desa Loyok, 23 Juni 2008.

91 Wawancara dengan H. Zainal, sorang pengusaha gerabah di dusun rungkang, 21 Juni

2008.

Page 86: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

74

macam ritul-ritual dalam konteks tradisi masyarakat Sasak, dimana dalam hal ini

calon atau orang yang ingin melakukan haji diperlakukan solah-olah seperti

seorang raja oleh masyarakat setempat mulai dari sebelum keberangkatanya ke

tanah suci sampai saat mereka kembali dari ibadah hajinya dan bersetatus sebagai

seorang yang berpredikat sebagai haji.

Ritual-ritual tradisi dalam masyarakat ini merupakan suatu bentuk

pemaknaan mereka terhadap ibadah haji, bahwa ibadah haji merupakan suatu

perintah agama yang menurut pandangan mereka sangat agung dan mulia,

karenanya secara budaya mereka membentuk ritual-ritual tradisi lokal sebagi

wujud dari pemaknaan mereka terhadap ibadah haji, dan inilah salah satu yang

membedakan ibadah haji dengan ibadah-ibadah lainya seperti solat dalam

masyarakat Sasak.

C. Faktor Sosial Politik

Seorang ilmuan Indonesia Deliar Noer mengemukakan bahwa ilmu

politik memusatkan pada masalah-masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama

atau masyarakat,92 dimana kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu

kelompok lain untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai

dengan keinginan dari pelaku.93 Oleh sebab itu masalah kekuasaan juga ikut andil

sebagai sutu faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola hubungan sosial anatar

pelaku haji dengan masyarakat Sasak Loyok ini.

92 Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, Sebuah Kajian Pendekatan Struktural,

(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 493. 93 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia, 1977), hlm. 10

Page 87: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

75

Secara Politik, dalam masyarakat Sasak para pelaku haji atau orang yang

bersetatus sebagai haji adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan atau

kekuatan (Power) untuk mempengaruhi masyarakat setempat yang ada disana,

baik secara struktural maupun secara kultural, berdasarkan data monografi yang

ada, dimana apabila dilihat dari orang-orang yang pernah menjadi pemimpin atau

kepala desa Loyok sampai saat ini, didominasi oleh orang yang bersetatus sebagai

haji, yaitu tiga dari empat kepala desa yang pernah memimpin desa Loyok sejak

memisahkan diri dari desa Kotaraja adalah orang yang bersetatus sebagai haji94,

selain itu apabila melihat orang-orang yang mencalonkan diri sebagai kepala desa

dua priode seperti yang dikatakn oleh bapak humaidi dimana

calon-calon yang maju dalam pemilihan kepala desa dua priode pemilihan kepala desa priode 2001 dan 2006 yang didominasi oleh orang-orang yang berpredikat sebagai haji yaitu delapan dari dua belas yang pernah mencalonkan diri sebagai kepala desa adalah orang yang berpredikat sebagai haji diantaranya: H. Jaliluddin, H.L. Denun, H.L. Darmawan, H. Ahmad M, H. Ma’sum, H. Bahran, H. Mahsun, dan H. Masud.95 Berdasarkan data diatas bisa disimpulkan bahwa orang-orang yang

berpredikat sebagai haji memiliki suatu kekuatan (power) untuk mempengaruhi

masyarakat Sasak dibandingkan dengan orang-orang lainya dalam sosial

masyarakat setempat. Selain itu secara struktural dalam organisasi-organisasi

keagamaan seperti YATOPA (Yayasan Tohir Padil) dan NW (Nahdatul Wathon)

94 Dokumentasi data monografi Desa Loyok Tahun 2006, diantara kepela desa yaitu

pada priode pertama di kepalai oleh H. Khairuddin; kemudian pada periode kedua Loyok di pimpin oleh H. Lalu Udin, kemudian dilanjutkan oleh H. Lalu Darmawan, dan saat ini Kepala Desa di pegang oleh Lalu Hadirin.

95 Wawancara dengan Bapak Humaidi, seorang Sekertaris Desa dalam struktur pemeritahan Desa Loyok, 4 Juni 2008.

Page 88: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

76

diketuai atau dipimpin oleh seorang yang berpredikat sebagai haji yaitu Yatopa

dipimpin oleh H.L. Ikramullah sedangkan NW sendiri dipimpin oleh H.L.

Darmawan96, dimana kedua organisasi agama Yatopa dan NW ini merupakan

organisasi-organisasi keagamaan yang paling berpengaruh dalam masyarakat

Sasak di desa Loyok, ini menunjukkan bahwa mereka yaitu orang yang bersetatus

sebagai haji ini memiliki kekuasaan dan kekuatan untuk mempengaruhi

masyarakat baik di dataran struktur pemerintahan yang resmi atau ormas-ormas

Islam disana.

Dalam hal kekuasaan (power) menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman

Soemardi yang dikutip oleh Soerjono bahwa adanya kekuasaan cendrung

tergantung hubungan antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan

pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu rela atau terpaksa.97

Dalam masyarakat Sasak kekuasaan inilah salah satu pembentuk pola hubungan

anatara pelaku haji dengan masyarakat setempat yang dalam hubunganya terdapat

gejala-gejala patronase, dimana para pemilik setatus haji yang memiliki

kekuasaan untuk mempengaruhi dan pengikutnya sebagai orang yang menerima

pengaruh tersebut.

Kekuasaan (power) itu sendiri memiliki beberapa unsur pakok yaitu

pertama, rasa takut yang menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan

dan tindakan orang yang ditakuti. Kedua, rasa cinta yang orang-orang lain

96 Wawancara dengan Bapak Humaidi, seorang Sekertaris Desa dalam struktur

pemeritahan Desa Loyok, 4 Juni 2008. 97 Soerjono Soekanto, Sosiaologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2005), hlm. 265.

Page 89: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

77

bertindak sesuai dengan kehendak pihak yang berkuas. Ketiga, kepercayaan yang

timbul sebagai hasil hubungan langsung yang bersifat asosiatif. dan keempat,

pemujaan dimana seorang atau sekelompok orang-orang yang memegang

kekuasaan, mempunyai dasar pemujaan dari orang-oranglain. akibatnya.98

Oleh karenanya apabila dicermati dengan keempat unsur kekuasaan yang

menempatkan orang yang berpredikat haji tadi sebagai pemilik kekuasaan, diman

para pemilik setatus haji dalam masyarakat Sasak yang memiliki kekuasaan untuk

mempengaruhi dan pengikutnya sebagai orang yang menerima pengaruh tersebut

secara tidak langsung oleh para pengikutnya memiliki rasa takut dan rasa cinta

terhadap orang yang berpredikat sebagi haji yang merupakan orang yang berperan

sebagai patron, selain itu adanya rasa percaya masyarakat Sasak di Loyok ini

terhadap orang yang berpredikat sebagai haji ini, dan adanya pemujaan dalam

artian segala tindakan penguasa setidak-tidaknya dianggap benar.

Kepemilikan kekuasaan atau kekuatan untuk mempengaruhi orang lain

oleh orang-orang yang bersetatus sebagi haji yang bisa menimbulkan gejala-gejala

patronase dalam masyarakat Sasak, oleh karenanya hal ini merupakan salah satu

pembentuk pola hubungan sosial orang-orang yang berpredikat sebagi haji dengan

masyarakat lokal Sasak yang ada di desa Loyok.

D. Faktor Sejarah

Untuk melihat faktor yang membentuk hubungan sosial antara pelaku

haji dengan masyarakat dan dalam hubunganya tersebut terdapat gejala patronase

98 Ibid., hlm. 271-272.

Page 90: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

78

seperti yang telah di jelaskan dalam bab sebelumnya, tentu tidak bisa lepas dari

faktor sejarah atau sistem budaya yang telah mendahuluinya dari kondisi sosial

saat ini.

Pendekatan sistem budaya untuk melihat faktor hubungan sosial dan

gejala patron-klien dalam masyarakat Sasak di Loyok ini, yaitu lebih

memperhatikan segi keadaan atau kondisi masyarakat tempat tumbuhnya gejala

patronase, beberapa kondisi misalnya, sperti pemilikan setatus, pelapisan

kekuasaan, serta kekayaan, baru kita akan mengerti jika kita menempatkanya

dalam konteks budaya masyarakat yang bersangkutan99. Artinya disini bahwa

sistem budaya juga turut andil dan berpengaruh bagi tumbuhnya pola hubungan

sosial haji dan gejala patronase antara orang yang berpredikat sebagai haji dengan

masyarakat Sasak di Loyok ini.

Yang dimaksud dengan sejarah dalam konteks hubungan sosial haji

disini, yaitu sejarah dari orang-orang yang bersetatus sebagi haji dalam

masyarakat Sasak, artinya siapa saja pada zaman dahulu orang-orang yang

bersetatus sebagai haji seprti yang diceritakan oleh bapak Rohaini

“waktu saya kecil dulu Raden tuan paling berkuasa disini – orang yang haji disini dulu cuman Raden tuan, dulu kalau kita mau panen padi, harus sebagian ada yang kita berikan pada raden tuan, soalnya dulu orang-orang tidak berani sama Raden tuan apalagi melawan atau menentangnya, bahkan sampai saat ini ada yang secara keturunan terus mengabdi pada Raden tuan dan keturunanya.”100

99 Heddy Shri Ahimsa Putra, Minawang, Hubungan Patron-klien di Sulawesi Selatan,

(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988), hlm. 166-167. 100 Wawancara dengan Bapak Rohaini, seorang tokoh budaya masyarakat desa Loyok, 23

Juni 2008.

Page 91: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

79

Apa yang dituturkan bapak yang berusia 75 Tahun ini merupakan bagian

dari cerita yang cukup panjang pada zaman dahulu yang mana dalam ceritanya

banyak menuturkan bagaimana dominasi seorang Raden pada saat itu, dari apa

yang dituturkan oleh bapak Rohaini ini menunjukkan bahwa orang yang haji

dalam komunitas masyarakat Sasak di Loyok yang dikenalnya adalah seorang

Raden, dimana sosok seorang Raden yang yang diceritakanya ini merupakan

pemilik tahta dan keturunan raja dari kerajaan yang ada di Kotaraja.

Selain dari apa yang dituturkan oleh bapak Rohaini di atas tadi, apabila

kita melihat dari sejarah agama Islam yang dianut masyarakat Sasak itu sendiri,

dimana dalam masyarakat suku Sasak terdapat varian Isalam Wetu Telu yang juga

pernah menjadi agama atau kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Sasak di

Loyok101, dimana varian Isalam Wetu Telu, hanya melaksanakan tiga dari lima

rukun Islam, salah satunya rukun haji hanya dilakukan oleh pemimpin spiritual

mereka saja sedangkan masyarakat biasa tidak wajib untuk melakukan ibadah haji

tersebut, yang mana orang yang melakukan ibadah haji dalam masyarakat varian

Islam wetu telu ini adalah orang yang secara agama terpandang dalam masyarakat

Sasak. Hal semacam ini juga ada kesamaan dalam varian Islam Waktu Lima (yang

merupakan varian Islam Sasak yang dianut masyarakat Sasak Loyok), dimana

sorang kiyai atau ulama yang mereka kenal dengan sebtan Tuan Guru adalah

orang-orang yang berpredikat sebagi sorang haji, artinya bahwa tidak mungkin

sorang bisa bergelar sebagiseorang Tuan Guru apabila belum melakukan ibadah

101 Wawancara dengan Bapak H. Ahmad, Pengusaha Kerajinan Anyaman Bambu halus,

12 Juni 2008.

Page 92: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

80

haji atau tidak bersetatus sebagi sorang haji, dan sosok Tuan Guru adalah oranag

yang terpandang, disegani dan dihormati oleh masyarakat Sasak.

Dari orang-orang yang bersetaus sebagi haji dalam konteks sistem

budaya yang telah disebutkan diatas, di dalam masyarakat Sasak mereka

merupakan orang-orang yang secara stataus sosial berada dalam stratifikasi sosial

di tingkatan atas atau meminjam istilahnya Marx mereka merupakan yang

termasuk dari kelas borjuis yang secara otomatis memiliki kekuasaan-kekuasaan

tetrtentu dibanding dengan masyarakat lainya.dan apabila menegok sejarah

budaya mayarakat Sasak orang-orang yang telah disebutkan diatas merupakan

orang-orang ini sangat berpengaruh, terpandang dan dihormati oleh masyarakat

Sasak, apabila melihat fenomena sejarah dan budaya haji pada zaman dahulu

memiliki hubungan erat dengan kondisi sistem masyarakat Loyok saat ini, dimana

menurut hemat saya bahwa penghormatan masyarakat terdahulu terhadap orang-

orang yang bersetatus haji ini berdampak samapai saat sekarang dalam konteks

pola hubungan sosial antara pelaku haji dengan masyarakat lokal Sasak yang ada

di Loyok, dimana pola hubunganya seperti antara tuan dan abdinya dan terdapat

gejala-gejala patronase.

Inilah beberapa faktor dalam konteks budaya yang mempengaruhi pola

hubungan sosial haji dalam masyarakat Sasak, dimana ibadah haji yang juga

rukun Islam yang kelima ini pada awalnya dilakukan oleh orang-orang yang

terpandang seperti sosok seorang Raden yang dulunya memiliki kekuasaan atas

masyarakat Sasak Loyok, dan juga para kiai-kiai atau ulama yang ada dalam

masyarakat Sasak yang merka kenal dengan sebutan Tuan Guru.

Page 93: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

81

Pengaruh-pengaruh yang telah disebutkan dan dipaparkan diatas yaitu

dari sudut pandang sosial politik, ekonomi, sejarah dan sistim kepercayaan lokal

sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola hubungan sosial

pelaku haji dengan masyarakat sasak didesa Loyok, dimana dalam konteks sosial

politik orang yang berpredikat sebagai haji diposisikan sebagai orang-orang yang

memiliki kekuasaan atau kekuatan (Power) untuk mempengaruhi masyarakat

setempat yang ada disana, baik secara struktural maupun secara kultural. dan

dalam masyarakat Sasak kekuasaan inilah salah satu pembentuk pola hubungan

anatara pelaku haji dengan masyarakat setempat yang dalam hubunganya terdapat

gejala-gejala patronase, dimana para pemilik status haji yang memiliki kekuasaan

untuk mempengaruhi dan pengikutnya sebagai orang yang menerima pengaruh

tersebut.

Secara sejarah dalam konteks sosial budaya, dimana ibadah haji yang

juga rukun Islam yang kelima ini pada awalnya dilakukan oleh orang-orang yang

terpandang seperti sosok seorang Raden yang dulunya memiliki kekuasaan atas

masyarakat Sasak Loyok, dan juga para kiai-kiai atau ulama yang ada dalam

masyarakat Sasak yang merka kenal dengan sebutan Tuan Guru, dan tradisi-

tradisi dalam pelaksaanaan ibadah haji yang selalu dilakukan oleh masyarakat

Sasak apabila ada salah satu dari mereka melakukan ibadah haji.

Sedangkan dalam konteks sosial ekonomi dimana orang-orang yang

bersetatus sebagai haji diposisikan sebagai pemilik modal dan usaha, sedangkan

secara umum masyarakat biasa hanya sebagai buruh kerja pada pemilik modal

Page 94: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

82

dan usaha yang pada giliranya secara tidak sadar akan mengikuti langkah atau

kemauan dari majikanya.

Pola hubungan sosial dengan beberapa faktor seperti faktor sosial

politik, sejarah dan tradisi, sistem relijusitas dan terutama faktor sosial ekonomi

dalam komunitas masyarakat Sasak telah menimbulkan adanya garis-garis

demarkasi antara orang-orang yang bersetatus sebagi haji dengan masyarakat

biasa, selain itu terjadi dikotomi antara orang-orang yang bersetatus sebagai haji

dengan orang yang tidak bersetatus sebagai haji dalam kehidupan sosial

komunitas masyarakat lokal Sasak khususnya di desa Loyok kabupaten Lombok

Timur ini.

Adanya garis-garis demarkasi dan diprensiasi sosial dalam konteks

hubungan sosial antara pelaku haji dengan masyarakat Sasak yang antara kedua

belah pihak memiliki harapan-hrapan tertentu, menurut hemat saya karena

disebabkan adanya difrensiasi sosial, dalam beberapa aspek seperti aspek sosial

politik, ekonomi, dan agama.

Page 95: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam masyarakat Sasak khusuya di Loyok yang berpenduduk 12.087

jiwa ini, haji ternyata tidak hanya sekedar ibadah yang diatur oleh agama saja,

akan tetapi ibadah haji sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Sasak

karena terdapat tradisi-tradisi lokal dan telah menjadi bagian dari sistim budaya

yang mereka anut dan selalu dilakukan apabila diantara mereka ada yang

melakukan ibadah yang satu ini. Adapun tradisi lokal dalam ibadah haji dilakukan

dalam tiga tahap atau fase yaitu pertama: fase persiapan yaitu sebelum pelaku haji

berangkat ketanah suci, kemudian yang kedu fase pertengahan diman ketika

pelaku haji sedang berada di tanah suci Mekah, dan yang ketiga yaitu fase paska

haji yaitu dimana ketika pelaku haji pulang dari ibadah hajinya.

Adanya tradisi-tardisi lokal telah menjadikan ibadah haji lebih istimewa

dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainya di dalam masyarakat Sasak, selain itu

presepsi masyarakat terhadap orang yang bersetatus haji sebagi orang yang kaya

dan sebagi seorang yang abid yaitu orang yang banyak ibadahnya atau sebagi ahli

ibadah. Presepsi-presepsi masyarakat ini secara tidak langsung telah

mengkonstruk individu orang yang berstatus sebagi haji untuk membawa panji-

panji Islam dengan simbol-simbol tertentu.

Selain itu dalam masyarakat Sasak orang yang bersetatus sebagai haji

harus mengenakan simbol kehajianya seperti mengenakan peci putih dikepalanya,

Page 96: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

84

akan tetapi peci putih dikepala selain dilihat sebagai suatu simbol untuk

merepresentasikan seorang yang bersetatus haji dalam masyarakat, simbol ini juga

bisa dilihat sebagai suatu cara agar mereka dihormati dalam masyarakat karena

ketika mereka diketahui sebagai seorang haji maka masyarakat akan

menghormatinya dimana dalam masyarakat Sasak nilai seorang haji sangat

dihormati.

Secara ekonomi hubungan sosial antara orang yang berstatus haji dengan

masyarakat setempat dimana orang-orang yang berpropesi sebagai haji inilah

yang diposisikan sebagai patron dan para pekerjanya dan pengikutnya adalah

sebagai kliennya mengingat orang-orang yang berpredikat sebagi haji dalam

masyarakat di desa Loyok ini didominasi oleh para pelaku bisnis atau pengusaha

seperti pengusaha kerajianan anyaman bambu halus, gerabah, alat-alat bagunan

dan juga pengusaha tembakau, pemilik sumil dan tetntunya sebagai tuan tanah

atau pemilik lahan yang luas, yang mana dalam hubungan sosialnya antara patron

dan klien ini memiliki harapan-harapan dalam peranannya sebagai seorang haji

(patron) dan sebagai seorang buruh kerja (klien).

Adapun harapan-harapan dalam hubungan sosial ini tidak datang secara

langsung dari satu hubungan saja seperti rasionalisasi upah yang diberikan

pemilik usaha dengan usaha yang telah dilakukan oleh para pekerjanya, akan

tetapi harapan tersebut bisa berdampak kepada hubungan yang lainya seperti

ketika pemilihan lurah desa Loyok dimana calonya didominasi oleh seorang

pengusaha yang juga berpropesi sebagi haji, pada saat ini seorang pelaku haji

berharap agar orang-orang yang dijadikan sebagi klienya memilihnya, akan tetapi

Page 97: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

85

harapan tersebut tidak hanya datang dari seorang haji melainkan seorang klien

yang mendukungnya supaya dipekerjakan oleh seorang haji tersebut. Hubungan

yang seperti inilah yang dimaksud oleh Scott dalam hubungan patron klien yang

bersipat lues dan meluas.

Akan tetapi apabila hubungan sosial antara pelaku haji dengan

masyarkat Sasak dianalisis dengan teori hubungan patron klien yang

dikembangkan oleh Scott dengan tujuh unsur yang disebutkanya. Dimana ketujuh

dari unsur patron klien yang disebutkan oleh Scott ini ada beberapa unsur yang

tidak sesuai dengan pola hubungan patron klien dalam hubungan sosial haji di

masarakat Sasak Loyok, seperti pihak lebih rendah (klien) dapat melakukan

penawaran, padahal yang terjadi adalah dimana kedua belah pihak dalam

hubunganya melakukan penawaran, selain itu Scott menganggap bahwa adanya

ketidaksamaan dalam pertukaran.

Adanya ketidaksamaan antara unsur-unsur yang telah disebutkan oleh

Scott dengan fakta yang terjadi dalam hubungan sosial antara pelaku haji dengan

masyarakat Sasak yang ada di desa Loyok ini, karena Scott melihat hubungan

patron-klien yang bersifat ekonomis ini Ia hanya memandang ketimpangan-

ketimpangan hanya dari sudut patron saja, bahwa seolah-olah seorang patron

selalu memberi lebih banyak daripada si klien, padahal si klien juga juga bisa

merasa bahwa apa yang ada diberikan oleh patronya belum cukup, selain itu juga

menurut hemat saya apa yang dikemukakan oleh Scott tentang hubungan patron

klien serta unsur-unsurnya ini, lebih tepat digunakan untuk menganalisis

hubungan-hubungan sosial pada masa lampau atau hubungan-hubungan yang

Page 98: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

86

terjadi dalam masyarakat tradisional dan masa kerajaan atau lebih tepatnya

analisis yang bersifat antropologis, akan tetapi hubungan-hubungan patron klien

terus akan terjadi dalam masyarakat dengan unsur-unsur yang berbeda, dalam

artian bahwa hubungan seprti antara tuan atau majikan dengan para budak atau

pekerjanya akan selalu terjadi dalam masyarakat.

Haji yang dipandang mulia oleh masyarakat Sasak bila dilihat dari

hubungan sosial antara orang yang bersetatus sebagai haji dengan masyarakat

telah merepresentasikan bahwa orang yang bersetatus haji adalah orang yang

dihormati layaknya seorang raja.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan-hubungan sosial

antara pelaku pelaku haji dengan masyarakat Sasak yaitu pertama faktor ekonomi,

dimana orang-orang yang bersetatus sebagai haji adalah sebagai pemilik modal

dan usaha, sedangkan secara umum masyarakat biasa hanya sebagai buruh kerja

pada pemilik modal dan usaha yang pada giliranya secara tidak sadar akan

mengikuti langkah atau kemauan dari majikanya.

Kedua faktor kepercayaan lokal, apabila melihat dari varian Islam Wetu

Telu yang merupakan sistem kepercayaan pertama kali dianut khususnya dalam

Islam, dimana Rukun haji hanya wajib dilakukan oleh pemimpin spiritual mereka

saja sedangkan masyarakat biasa tidak wajib untuk melakukan ibadah haji

tersebut, yang mana orang yang melakukan ibadah haji dalam masyarakat varian

Islam wetu telu ini adalah orang yang secara agama terpandang dalam masyarakat

Sasak. Hal semacam ini juga ada kesamaan dalam varian Islam Waktu Lima (yang

merupakan varian Islam Sasak yang dianut masyarakat Sasak Loyok), dimana

Page 99: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

87

sorang kiyai atau ulama yang mereka kenal dengan sebutan Tuan Guru adalah

orang-orang yang berpredikat sebagi sorang haji, artinya bahwa tidak mungkin

sorang bisa bergelar sebagi seorang Tuan Guru apabila belum melakukan ibadah

haji atau tidak bersetatus sebagai sorang haji, dan sosok Tuan Guru adalah oranag

yang terpandang, disegani dan dihormati oleh masyarakat Sasak.

Ketiga faktor sosial politik, dimana dalam konteks sosial politik ini

orang yang berpredikat sebagai haji diposisikan sebagai orang-orang yang

memiliki kekuasaan atau kekuatan (Power) untuk mempengaruhi masyarakat

setempat yang ada disana, baik secara struktural maupun secara kultural.

Dan terakhir yaitu faktor sejarah, secara sejarah ibadah haji yang juga

rukun Islam yang kelima ini pada awalnya dilakukan oleh orang-orang yang

terpandang seperti sosok seorang Raden yang dulunya memiliki kekuasaan atas

masyarakat Sasak Loyok, dan juga para kyai-kyai atau ulama yang ada dalam

masyarakat Sasak yang merka kenal dengan sebutan Tuan Guru, dan tradisi-

tradisi dalam pelaksaanaan ibadah haji yang selalu dilakukan oleh masyarakat

Sasak apabila ada salah satu dari mereka melakukan ibadah haji.

Pola hubungan sosial dengan beberapa faktor seperti faktor sosial

politik, sejarah, sistem kepercayaan lokal dan terutama faktor sosial ekonomi

dalam komunitas masyarakat Sasak telah menimbulkan adanya garis-garis

demarkasi antara orang-orang yang bersetatus sebagi haji dengan masyarakat

biasa, selain itu terjadi dikotomi antara orang-orang yang bersetatus sebagai haji

dengan orang yang tidak bersetatus sebagai haji dalam kehidupan sosial

Page 100: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

88

komunitas masyarakat lokal Sasak khususnya di desa Loyok kabupaten Lombok

Timur ini.

Adanya garis-garis demarkasi dan dikotomi sosial dalam konteks

hubungan sosial antara pelaku haji dengan masyarakat Sasak yang antara kedua

belah pihak memiliki harapan-hrapan tertentu, menurut hemat saya karena

disebabkan adanya difrensiasi sosial, dalam beberapa aspek seperti aspek sosial

politik, ekonomi, dan agama.

B. Saran

Penelitian dengan pendekatan sosiologis fenomenologis ini tentunya

belum bisa memberikan kesimpulan yang menyeluruh dan lebih, akan tetapi

saran-saran yang akan diberikan peneliti sebagai berikut:

1. Bagi orang ingin maupun yang sudah melakukan haji sebaiknya

ibadah haji tidak hanya dipandang dari sesi syariat saja, atau

kewajiban semata, namun sebaiknya ibadah haji yang dilakukan

hendaknya dengan memahami makna dan tujuan dari ibadah haji

sebagi rukun Islam yang ke-Lima.

2. Ibadah haji tidak hanya dilihat sebagi kesalehan individu saja,

namun melainkan juga ibadah yang memiliki dimensi terhadap

kesalehan sosial.

3. Diharapkan bagi orang-orang yang berstatus sebagai haji supaya

bisa lebih berperan terhadap pemberdayaan masyarakat, dalam

Page 101: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

89

artian mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi

perubahan dan pembentukan masyarakat yang Islami.

4. Diharapkan kepada masyarakat Sasak supaya terus menjaga dan

melestarikan tradisi-tradisi suku Sasak yang telah dibangun oleh

pendahulu-pedahulu mereka khususnya tradisi haji, agar tujuan

perubahan menuju moderenitas tampa melupakan dari mana

mereka lahir.

5. Hasil penelitian ini belumlah sempurna dan menyeluruh serta

belum mengungkap segala permasalahan yang ada dalam berbagai

aspek, sehingga tugas peneliti-peneliti berikutnya untuk

mengembangkanya lebih lanjut, terutama kajian mngenai haji

dalam masyarakat Sasak.

Page 102: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

90

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik dan A.C. Van der Leeden. Durkheim dan Pengantar Sosiologi

Moralitas, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986. Abd. Syakur, Ahmad. Islam dan Kebudayaan: Akulturasi Nilai-Nilai Islam Dalam

Budaya Sasak, Yogyakarta: Adab Press, 2006. Ali, M. Sayuthi. Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Yeori dan Praktek.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002 Arikunto, Suharsimi. Prosudur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT

Rineka Cipta. 2002. Berry, David. Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi. trj. Paulus Wirutomo.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003. Budiarjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia, 1977. Budiwanti, Erni. Islam Sasak (Wetu Telu Versus Waktu Lima). Yogyakarta: LKiS.

2000. Darmawan, Lalu. “Sistem Perkawinan Masyarakat Sasak”, Skripsi, Fakultas

Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Al-Qur’n

dan Terjemahanya. Bandung: CV. Penerbit J-Art. 2004.

Dimjati, Djamaluddin. Panduan Ibadah Haji Dan Umrah Lengkap. Disertai Rahasia Dan Hikmahnya, Solo: Era Intermedia, 2006.

Dipohusodo, Istimawan. Pergi Haji Sesuai Sunah Rasul, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar 1997. Durkheim, Emile. Sejarah Agama. trj. Inyak Ridwan Muzir, Yogyakarta;

IRCiSoD. 2003. Furchan, Arief. Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha

Nasional, 1992. http://www.lomboktimur.go.id. Diakses 28 Juli 2008 http://www.nw.or.id. Diakses 27 Juli 2008

Page 103: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

91

http://ntb.go.id/pusparagam/pariwisatamakamselaparang.php. Diakses 15 Agustus 2008.

Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000. Khoiruddin, Akhmad Yusuf . Konflik Antar Pemuka Agama Tentang Tradisi

Tahlilan. Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2005. Maimunah, Siti. “Masuknya Islam Ke Nusantara”. Dalam Munzirin Yusup (ed),

Sejarah Perdaban Islam Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka. 2006. Mardalis, Metode Penelitian Suatau PendekatanProposal. Jakarta: Bumi Aksara,

2006. Muthahhari, Murtadha. Pengantar Ilmu-ilmu Islam. terj. Ibrahim Husain dkk.

Jakarta: Pustaka Zahra. 2003. Nasution, Muslim. Haji dan Umrah (Keagungan dan Nilai Amaliahnya ). Jakarta:

Gema Insani Press. 1999. Nawoko, J. Dwi, Suyanto Bagong. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan.

Jakarta: Kencana. 2004. Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat. ter. Abdul Muis Nahrong.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Putra, Heddy Shri Ahimsa. Minawang, Hubungan Patron-klien di Sulawesi

Selatan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988. Projodikoro, HMS. Pengalaman dan Pengalaman Ibadah Haji. Yogyakarta:

Sumbangsih. 1978. Ramli, Mutawakil. Mari Memabrurkan Haji Kajian Dari Berbagai Kajian Islam.

terj. Azuma Gibran. Bekasi: Gugus Press. 2002. Ritzer, George dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Moderen, terj.

Alimandan, Jakarta: Kencan, 2003. Robertson, Roland (ed). Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi. ter.

Ahmad Fedyani Saifuddin. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1988. Bartholomew, John Ryan. Alif Lam Mim: Kearifan Masyarakat Sasak, Terj.

Imron Rosyidi, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001. Saifuddin, Achmad Fedyani. Antropologi Kontemporer, Jakarta: Kencana. 2006

Page 104: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

92

Ash Shidddieqy, Hasbi. Pedoman Haji. Jakarta: Bulan Bintang. 1994. Simuh. Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa. Yogyakarta: Teraju. 2003. Soehadha, Moh. Pengantar Metode Penelitian Sosial Kualitatif , Buku Daras,

Tidak Diterbitkan,Yogyakarta, 2004. Soekanto, Soerjono. Sosiaologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2005. ---------------, Max Weber, Konsep-konsep Dasar Dalam Sosiologi, Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 1985. Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial, Sebuah Kajian Pendekatan Struktural,

Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008. Turner, Bryan S. Agama dan Teori Sosial. ter. Inyak Ridwan Muzir, Yogyakarata:

IRCiSoD. 2003. Weber, Max. Studi Komperhensif Sosiologi Kebudayaan. ter.Abdul Qodir Shaleh,

Yogyakarata: IRCiSoD. 2002.

Page 105: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

93

CURRICULUM VITAE

Nama lengkap : Muh. Sya’rani NIM : 04541570 Jenis kelamin : Laki-laki Tempat tgl. Lahir : Lombok Timur, 22 Februari 1986 Agama : Islam Kebangsaan : Indonesia Alamat asal : Loyok, Lombok Timur NTB Alamat Jogja : Jln. Timoho Gg. Genjah 19 A, Sapen Yogyakarta Telp./Hp. : 081392332563 Nama orang tua Ayah : H. Ahmad M Ibu : Hj. Hanifahnur Pekerjaan : Wiraswasta Alamat orang tua : Loyok, Lombok Timur NTB Pendidikan :

1. SD Negeri 1 Loyok, Sikur, Lombok Timur, NTB, lulus 1998

2. MTS Nurul Haromain, Narmada, Lombok Barat, NTB, lulus 2001

3. MAKN/ MAN 2 Mataram, Kodya Mataram NTB, lulus 2004

4. Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Sosiologi Agama, masuk 2004

Organisasi : 1. Pengurus HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Kom-

Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2005, 2006, 2007. 2. BEM-J Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga, 2007,

2008. Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, Desember 2009 Yang membuat,

Muh. Sya’rani NIM.04541570

Page 106: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

94

PEDOMAN WAWANCARA

I. Untuk Masyarakat Yang Belum Bersetatus Haji

1. Apa yang anda ketahui tentang haji?

2. Bagaimana cara anda membedakan orang yang sudah melakukan haji dengan

orang yang belum haji ?

3. Bagaimana pandangan anda terhadap orang yang sudah melakukan haji?

4. Bagaimana perlakuan anda terhadap orang yang sudah melakukan ibadah haji?

5. Tradisi seperti apa saja yang dilakukan ketika ada orang yang melakukan haji?

6. Pernahkah anda berpartisipasi dalam tradisi tersebut?

7. Bagaimana hubungan anda dengan orang yang bersetatus sebagai haji?

II. Untuk Masyarakat Yang Belum Bersetatus Haji

1. Apa pekerjaan anda sebelum dan sesudah haji?

2. Apa yang anda rasakan setelah melakukan ibadah haji?

3. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat biasa sebelum anda melakukan

ibadah haji dan sesudah melakukanya

4. Persiapan apa saja yang anda lakukan sebelum melakukan ibadah haji?

5. Bagaimana pembiayaan anda ketika melakukan haji, apakah menabung, jual

tanah dan lain sebagainya?

6. Tradisi seperti apa saja yang dilakukan ketia ada orang yang melakukan haji?

Page 107: RELASI SOSIAL PELAKU HAJI DALAM MASYARAKAT …digilib.uin-suka.ac.id/2561/1/BAB I,V.pdf · Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

95

DAFTAR IMFORMAN

No Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan

1 H. Zainal Laki-laki 42 Pengusaha Gerabah

2 H.L. Ikramullah Laki-laki 58 Pengusaha Tembakau

3 H. Idris Laki-laki 54 Pengusaha Kerajinan bambu

4 Humaidi Laki-laki 41 Sekertaris Desa

5 H. Ahmad M Laki-laki 59 Pengusaha Kerajinan bambu

6 Amq. Rohaeni Laki-laki 76 Petani

7 Nurhasanah Perempuan 34 Guru

8 Rusnah Perempuan 39 Guru

9 Nurul Watoni Laki-laki 20 Wiraswasta

10 M. Fadli Laki-laki 35 Pengerajin