makalah kelainan telur by aryani

Upload: semy-simbala

Post on 11-Jul-2015

410 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Proses normal. Akan

Pertumbuhan

janin

dari

minggu

ke

minggu

mengalami

perkembangan. Perubahan-perubahan yang terjadi diharapkan dalam keadaan tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi penyimpangan-

penyimpangan seperti pertumbuhan janin yang terhambat dan kelainan-kelainan pada janin lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan janin diantaranya : faktor genetic, faktor lingkungan dan factor nutrisi. Pada pembasahan dalam makalah ini akan dibahas tentang kelainan telur diantaranya kelainan plasenta, air ketuban, cacat dan gangguan janin. Kiranya pembahasan dalam makalah ini dapat memberikan nilai manfaat yang besar bagi para pembaca.

1

BAB II KELAINAN TELUR

2.1. Kelainan Plasenta (Plasenta Previa) Pengertian Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus (rahim) sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir pada kehamilan 28 minggu atau lebih. Plasenta atau ari-ari, baru terbentuk pada minggu keempat kehamilan. Lalu tumbuh dan berkembang bersama janin dan akan lepas saat bayi dilahirkan. Jadi, plasenta merupakan bagian dari konsepsi atau bagian dari sel telur yang dibuahi sperma. Sel telur yang dibuahi sperma itu kelak akan berkembang menjadi janin, air ketuban, selaput ketuban, dan plasenta. Plasenta berbatasan dan berhubungan dengan selaput ketuban. Di dalam selaput terdapat kantong amnion (ketuban), di mana di dalamnya terdapat bayi berada. Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal 2,5 cm, berat rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insersio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 10 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Etiologi/Penyebab Beberapa faktor dan etiologi dari plasenta previa tidak diketahui. Tetapi diduga hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi endometrium yang mungkin disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma operasi/infeksi. (Mochtar, 1998). Perdarahan berhubungan

2

dengan adanya perkembangan segmen bawah uterus pada trimester ketiga. Plasenta yang melekat pada area ini akan rusak akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim. Kemudian perdarahan akan terjadi akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim untuk berkonstruksi secara adekuat. Faktor risiko plasenta previa termasuk : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Riwayat plasenta previa sebelumnya. Riwayat seksio sesarea. Riwayat aborsi. Kehamilan ganda. Umur ibu yang telah lanjut, wanita lebih dari 35 tahun. Multiparitas. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit permukaan bagi penempatan plasenta. Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya. Misalnya dari indung telur setelah kehamilan sebelumnya atau endometriosis. Adanya trauma selama kehamilan. Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisiologi dimulai dari usia kehamilan 30 minggu segmen bawah uterus akan terbentuk dan mulai melebar serta menipis. 11. Mendapat tindakan Kuretase. Perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus yang menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada pada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai. Diagnosa Untuk mendiagnosis perdarahan diakibatkan oleh plasenta previa diperlukan anamnesis dan pemeriksaan obstetrik. Dapat juga dilakukan Patofisiologi

3

pemeriksaaan hematokrit. Pemeriksaan bagian luar terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Pemeriksaan inspekulo bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks atau vagina seperti erosro porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri polipus serviks uteri, varises vulva dan trauma. Komplikasi kematian premature Plasenta akreta. Pada kondisi ini, plasenta implantasi terlalu dalam dan kuat pada dinding uterin, yang menyebabkan sulitnya plasenta terlepas secara spontan plasenta saat melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat dan perlu operasi histerektomi. Keadaan ini jarang, tetapi sangat khas mempengaruhi wanita dengan plasenta previa atau wanita dengan sesar sebelumnya atau operasi uterus lainnya. Penatalaksanaan a. Terapi ekspektatif (pasif) Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik. Syarat-syarat terapi ekspektatif : Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti Belum ada tanda-tanda in partu Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam Janin masih hidup Lahir premature. Plasenta previa dapat menyebabkan lahir Perdarahan massif, dapat menyebabkan shock bahkan

batas normal) 1. Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis

4

2. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin 3. Berikan tokolitik bila ada kontraksi : MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam Nifedipin 3x20 mg/hari Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan

paru janin 4. Uji pematangan paru janin dengan test kocok dari hasil amniosentesis 5. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat 6. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam). b. Terapi aktif (tindakan segera) Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa. Seksio sesarea : Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Tujuan seksio sesarea : Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan

5

karena adanya vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada Persiapan darah serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.

pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan masuk-keluar. Melahirkan pervaginam : Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : Amniotomi dan akselerasi : Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin Versi Braxton Hicks : Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup. Traksi dengan Cunam Willet : Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikejakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan tidak aktif. Pemeriksaan Pemeriksaan luar Inspeksi : Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah beku dan sebagainya

6

Palpasi rendah -

Kalau telah bwrdarah banyak maka ibu kelihatan anemis Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih Sering dijupai kesalahan letak janin Bagian terbawah janin belum turun , apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul

segmen

Bila cukup pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan pada bawah rahim terutama pada ibu yang kurus. Pemeriksaan dalam sangat berbahaya sehingga kontraindikasi untuk dilakukan kecuali fasilitas operasi segera tersedia.

Pemeriksaan dengan Alat : eksernum Pemeriksaan USG 1. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai 100 % identifikasi plasenta previa 2. Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95%, MRI dapat digunakan untuk membantu identifikasi plasenta akreta, inkreta, dan plasenta perkreta . 2.2. Kelainan Air Ketuban Polihidramnion = Hidramnion Pengertian Suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter. Etiologi Polihidramnion sering terkait dengan kelainan janin : Anensepali Pemeriksaan inspekulo, adanya darah dari ostium uteri

7

-

Spina bifida Atresia oesophaguis Omphalocele Hipoplasia pulmonal Hidrop fetalis Kembar monosigotik (hemangioma) Diabetes Melitus Penyakit jantung Preeklampsia

Polihidramnion sering berkaitan dengan kelainan ibu:

Perkembangan polihidramnion berlangsung secara gradual dan umumnya terjadi pada trimesteri III Diagnosis 1) Anamnesis a). b). c). d). e). f). 2) Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat Nyeri perut karena tegangnya uterus mual dan muntah Oedema pada tungkai, vulva dan dinding perut Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok,

terdapat keluhan-keluhan

berkerigat dingin, sesak. Inspeksi a). mendatar b). 3) Palpasi Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah membawa kandungannya Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus

8

a). b). c). d). e). 4) 5)

Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada Fundus uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya Bagian janin sukar dikenali Kalau pada letak kepala, kepala janin dapat diraba maka Karena bebasnya janin bergerak dan tidak terfiksir maka

dinding perut, vulva dan tungkai

balotement jelas sekali dapat terjadi kesalahan-kesalahan letak janin Auskultasi Rontgen foto abdomen a). b). 6) Nampak bayangan terselubung kabut, karena banyaknya Foto rongtgen pada hidramnion bberguna untuk disgnostik cairan kadang bayangan janin tidak jelas dan untuk menentukan etiologi Pemeriksaan dalam Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun diluar his Penatalaksanaan Dilakukan pemeriksaan ultrasonografi secara teliti antara lain untuk melihat penyebab dari keadaan tersebut. Dilakukan pemeriksaan OGTT untuk menyingkirkan kemungkinan diabetes gestasional. Bila etiologi tidak jelas, pemberian indomethacin dapat memberi manfaat bagi 50% kasus. Pemeriksaan USG janin dilihat secara seksama untuk melihat adanya kelainan ginjal janin. Meskipun sangat jarang, kehamilan monokorionik yang mengalami komplikasi sindroma twin tranfusin , terjadi polihidramnion pada kantung resipien dan harus dilakukan amniosentesis berulang untuk mempertahankan kehamilan. Terapi DJJ sukar didengar dan jika terdengar hanya sekali

9

Terapi hidramnion dibagi menjadi 3 fase: 1) Waktu hamil a). b). 2) Hidramnion ringan, jarang diberi terapi klinis cukup Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan harus diobservasi dan berikan terapi simpotomatis dirawat di rumah sakit dan bedrest Waktu partus a). b). c). Bila tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, menunggu transvaginal melalui servik bila sudah ada pembukaan masukan jari tangan ke dalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan 3) Post partum a). b). c). Periksa Hb Pasang infus Pemberian antibiotik

Oligohidramnion Pengertian Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu kurang dari liter. Etiologi Sebab pasti belum diketahui dengan jelas. Primer karena pertumbuhan amnion yang kurang baik Sekunder ketuban pecah dini Patofisiologis Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan : 1) (ROM) Ruptur membran amnion / Rupture of amniotic membranes

10

2) 3) 4) pasti

Gangguan congenital dari jaringan fungsional ginjal atau Keadaankeadaan yang mencegah pembentukan urin atau masuknya urin ke kantung amnion Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic dysplasia, dan atresia uretra Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga

obstructive uropathy antara lain :

menyebabkan penurunan perfusi renal : Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi redistribusi cardiac output fetal Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan kebocoran aliran darah dari ginjal ke organ-organ vital lain Anuria dan oliguria Postterm gestation : Penurunan efisiensi fungsi plasenta, namun belum diketahui secara Penurunan aliran darah ginjal fetus dan penurunan produksi urin fetus Diagnosis Diagnosa dapat dilakukan dengan USG Komplikasi - Congenital malformations - Pulmonary hypoplasia - Fetal compression syndrome - Amniotic band syndrome Abnormal fetal growth or IUGR Decreased fetal blood volume, renal blood flow, and, subsequently, fetal urine output - Fetal morbidity Penatalaksanaan Tindakan Konservatif :

11

1. Tirah baring. 2. Hidrasi. 3. Perbaikan nutrisi. 4. Pemantauan kesejahteraan janin ( hitung pergerakan janin, NST, Bpp ). 5. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion. 6. Amnion infusion. 7. Induksi dan kelahiran Penatalaksanaan bergantung pada usia kehamilan : - Pre-term : mengevaluasi dan memonitor keadaan fetal dan maternal agar tetap dalam kondisi optimal - Aterm Persalinan - Post-term Persalinan Pemeriksaan Penunjang USG : Beberapa cara penentuan volume cairan amnion berdasarkan pemeriksaan USG : 1. Penilaian subyektif (visual) 2. Penilaian semikuantitatif (pengukuran diameter satu atau lebih kantung amnion) 3. Kombinasi kedua cara tersebut di atas

2.3. Cacat dan Gangguan Janin A. Kelainan Janin Pengertian Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi

12

yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin. Etiologi Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain: 1) Kelainan Genetik dan Khromosom. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakantindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelaminsebagai sindroma turner. 2) Faktor Mekanik : Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga

13

menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot) 3) Faktor infeksi : Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, yang infeksi mungkin toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital

dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia. 4) Faktor Obat : Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak

14

diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi. 5) Faktor umur ibu : Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih. 6) Faktor hormonal : Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal. 7) Faktor radiasi : Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

15

8) Faktor gizi : Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital. 9) Faktor-faktor lain : Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi Diagnosa Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada -pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan-kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause. Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele. Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

16

Penatalaksanaan Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukan kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orangtuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab langkah-langkah penanganan dan prognosisnya. B. Kematian Janin Pengertian Adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth (IUFD), sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah 20 minggu maupun sesudah kehamilan 20 minggu Sebelum 20 minggu : Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion. Sesudah 20 minggu : Biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu dan seterusnya. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim. Etiologi 1. Perdarahan : plasenta previa dan solusio placenta 2. Pre eklamsi dan eklamsi 3. Penyakit-penyakit kelainan darah 4. Penyakit-penyakit infeksi dan penyakit menular 5. Penyakit-penyakit saluran kencing : bakteriuria, peelonefritis, glomerulonefritis dan payah ginjal 6. Penyakit endokrin : diabetes melitus, hipertiroid 7. Malnutrisi dan sebagainya. Diagnosis 1. Anamnesis : Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak

17

bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan. 2. Inspeksi : Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus. 3. Palpasi : Tinggi fundus > rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin. 4. Auskultasi : Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan Deptone akan terdengar DJJ. 5. Reaksi kehamilan : Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan. 6. Rontgen Foto Abdomen : Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin. Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat. 7. Ultrasonografi : Tidak terlihat DJJ dan gerakan-gerakan janin. Komplikasi 1. Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan persalinan cukup bulan. 2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah. 3. Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung > 2 minggu. Penatalaksanaan Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, tidak usah terburu-buru bertindak, sebaiknya diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencapai kepastian diagnosis. Biasanya selama masih menunggu ini, 70-90% akan terjadi persalinan yang spontan.

18

-

Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah didiagnosis, partus belum mulai, maka wanita harus dirawat agar dapat dilakukan induksi partus.

-

Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian estrogen untuk mengurangi efek progesteron atau langsung dengan pemberian oksitoxsin drip, dengan atau tanpa amniotomi.

Penanganan : 1. Periksa TTV 2. Periksa radiologi 3. USG 4. Berikan dukungan mental pada pasien 5. Pilih cara persalinan dengan induksi/ekspektatif. 6. Jika ersalinan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan servik dengan misoprostol. Tepatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina, dapat diulangi sesudah 6 jam. Jika tidak ada respon sesudah 2x 25 mcg isoprostol naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.

19

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan secara umum bahwa kelainan pada perkembangan janin selama kehamilan dapat terjadi pada plasenta, air ketuban, maupun pada perkembangan janin selama proses pertumbuhan. Kelainan-kelainan ini dapat menyebabkan cacat bawaan pada bayi dan lebih dari itu dapat mengakibatkan kematian janin. 3.2. Saran Demikian pembahasan dalam makalah ini. Kami berharap kiranya apa yang sudah dibahas dalam makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita. Kami juga menyadari akan kekurangan dari pembahasan dalam makalah ini. Oleh karena itu disarankan bagi para pembaca kiranya dapat menambah referensi terakit dari sumber lain untuk memperkaya isi dalam pembahasan dalam makalah ini.

20

DAFTAR PUSTAKA

http://www.geoklik.com/pengertian-dan-definisi-plasenta.html http://yienmail.wordpress.com/2008/11/19/epidemiologi-plasenta-previa/ http://fajarini.wordpress.com/2009/10/11/oligohidramnion/ Prof. dr. Saulaeman Sastrawinata. 1981. Offset. Bandung Obstetri Patologi. Penerbit Elstar

21