regulasi emosi pada remaja yang memiliki saudara …

40
REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA KANDUNG BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNAGRAHITA) OLEH MIRANDA FARAH AMBARWATY 80 2014 191 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 24-Jan-2022

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI

SAUDARA KANDUNG BERKEBUTUHAN KHUSUS

(TUNAGRAHITA)

OLEH

MIRANDA FARAH AMBARWATY

80 2014 191

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

Page 2: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …
Page 3: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …
Page 4: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang

bertandatangan dibawah ini:

Nama : Miranda Farah Ambarwaty

Nim : 80 2014 191

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Univesitas Kristen Satya Wacana

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

UKSW hak bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas

karya ilmiah saya yang berjudul:

REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA

KANDUNG BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNAGRAHITA)

Dengan hak bebas royalty non-exclusive ini, UKSW berhak menyimpan

mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,

merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal : 21 Agustus 2018

Yang menyatakan:

Miranda Farah Ambarwaty

Mengetahui,

Pembimbing

M. Erna Setianingrum, MA.,Psi.

Page 5: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan ini:

Nama : Miranda Farah Ambarwaty

Nim : 80 2014 191

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Univesitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA

KANDUNG BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNAGRAHITA)

Yang dibimbing adalah:

M. Erna Setianingrum, MA.,Psi.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan

atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam

bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah

sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber

aslinya.

Salatiga, 21 Agustus 2018

Yang memberi pernyataan

Miranda Farah Ambarwaty

Page 6: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

LEMBAR PENGESAHAN

REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA

KANDUNG BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNAGRAHITA)

Oleh

Miranda Farah Ambarwaty

802014191

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui Pada Tanggal : 21 Agustus 2018

Oleh:

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

Pembimbing

M. Erna Setianingrum, MA.,Psi.

Diketahui oleh,

Kaprogdi

Ratriana Y.E.Kusumiati, M.si.,Psi.

Disahkan oleh,

Dekan

Berta Esti Ari P, S.Psi., MA.

Page 7: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI

SAUDARA KANDUNG BERKEBUTUHAN KHUSUS

(TUNAGRAHITA)

Miranda Farah Ambarwaty

M. Erna Setianingrum

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

Page 8: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

i

ABSTRAK

Dalam sebuah keluarga, kehadiran anak berkebutuhan khusus (tunagrahita) tentu

akan memengaruhi kehidupan seluruh anggota keluarga lainnya terutama orang

tua dan saudara kandungnya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui bagaimana regulasi emosi remaja yang memiliki saudara kandung

berkebutuhan khusus (tunagrahita). Penulis menggunakan metode penelitian

kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara yang mana

dilakukan kepada subjek dan significant other. Subjek penelitian yaitu tiga orang

remaja perempuan berusia 17 dan 18 tahun yang memiliki saudara kandung

tunagrahita. Emosi yang paling sering muncul pada situasi yang dialami remaja

dengan saudara kandung berkebutuhan khusus (tunagrahita) adalah khawatir,

marah, sedih, sebal, dan cemburu. Strategi regulasi emosi yang digunakan oleh

ketiga subjek adalah situation selection, situation modification, attention

deployment, dan cognitive change. Selain itu, mereka juga mendapatkan

dukungan sosial dari orangtua maupun lingkungan sekitar untuk membantu proses

regulasi emosi.

Kata kunci : regulasi emosi, remaja, saudara kandung, tunagrahita.

Page 9: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

ii

ABSTRACT

In a family, have a disability child (mental retardation) will be influence the other

persons in the family, especially the parent and sibling. The purpose of this

research is to knowing how to emotional regulation of adolescent who have

sibling with mental retardation. In this research using qualitative methods with

the case study approach. The technique of collecting data in this research is using

methods observation and interview conducted to a subject and significant other.

The subjects in this research is three teenagers are seventeen and eighteen years

old who have sibling with mental retardation. The emotions of the most often

appear is afraid, angry, sad, hate, and jealous. The strategy of emotional

regulation used by the subjects is situation selection, situation modification,

attention deployment, and cognitive change. In addition, they are also get social

support from the parent although environment to help of the emotional regulation

process.

Keyword : emotional regulation, adolescent, sibling, mental retardation.

Page 10: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

1

PENDAHULUAN

Setiap orangtua pasti sangat mendambakan hadirnya seorang anak dalam

pernikahannya, namun tidak semua anak terlahir ke dunia dalam kondisi yang

sempurna, beberapa lahir dengan keterbatasan fisik maupun psikis. Salah satu

anak yang terlahir dengan keterbatasan yaitu anak tunagrahita. Anak tunagrahita

merupakan anak berkebutuhan khusus yang memiliki karakteristik adanya

gangguan dalam bentuk fisik, intelektual dan kemampuan adaptasi sosial yang

secara signifikan berada dibawah rata-rata, yang telah tampak sejak kecil.

Tunagrahita dengan kata lain disebut retardasi mental (mental retardation) secara

bahasa berasal kata “tuna” berarti merugi dan “grahita” berarti pikiran (Ismail,

2012).

Annual Report to Congress menyebutkan bahwa 1,92% anak usia sekolah

penyandang tunagrahita yaitu dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan

40% atau 3:2. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, dari 222 juta penduduk

Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat. Sedangkan

populasi anak tunagrahita menempati angka paling besar dibanding dengan

jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi tunagrahita di Indonesia saat

ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa. Anak

tunagrahita ini memperoleh pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa (SLB)

Negeri dan SLB swasta (Noor & Megah dalam Astuti, 2013).

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kesejahteraan Sosial

Departemen Sosial RI Tahun 2007, jumlah penyandang cacat adalah 2.364.000

Page 11: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

2

jiwa termasuk penyandang cacat mental. Sedangkan menurut asumsi SoIna

(Spesial Olympics Indonesia) bahwa jumlah penyandang cacat tunagrahita adalah

3% dari jumlah penduduk Indonesia atau sebesar 6 juta jiwa. Kondisi ini

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, seiring dengan meningkatnya

pertumbuhan penduduk dan berbagai faktor lainnya yang memicu peningkatan

jumlah penyandang cacat mental (Sufahriani, 2008).

Pengertian tentang anak tunagrahita yang dikemukakan para ahli pada

prinsipnya sama, yaitu anak tunagrahita adalah anak yang mengalami

keterbelakangan mental. Santrock (2012) menyatakan mental retardation atau

tunagrahita adalah keadaan kemampuan mental yang terbatas, IQ yang rendah

dibawah 70 dan mempunyai kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan

sehari-hari. Supartini, Purwandari dan Suharmini (2009) mengatakan karakteristik

yang menonjol pada anak tunagrahita pada fungsi kognitifnya, yakni pada

kemampuan akademik. Mereka dapat mengalami ketinggalan kelas 2 atau 5

tingkat dibanding dengan anak-anak normal lainnya, terutama pada kemampuan

bahasa (membaca dan language art).

Berikut adalah karakteristik anak tunagrahita yang lebih spesifik

berdasarkan berat ringannya kelainan menurut Desiningrum (2016), yaitu:

1. Mampu didik merupakan istilah pendidikan yang digunakan untuk

mengelompokkan tunagrahita ringan. Mereka masih mempunyai

kemampuan untuk dididik dalam bidang akademik yang sederhana

(dasar) yaitu membaca, menulis, dan berhitung. Anak mampu didik

Page 12: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

3

kemampuan maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun atau

kelas 6 sekolah dasar, apabila mendapatkan layanan dan bimbingan

belajar yang sesuai maka anak mampu didik dapat lulus sekolah

dasar.

2. Mampu latih, anak dengan tunagrahita mampu latih secara fisik

sering memiliki atau disertai dengan kelainan fisik baik sensori

maupun motoris, bahkan hampir semua anak yang memiliki

kelainan dengan tipe klinik masuk pada kelompok mampu latih

sehingga sangat mudah untuk mendeteksi anak mampu latih,

karena penampilan fisiknya (kesan lahiriah) berbeda dengan anak

normal yang sebaya. Kemampuan akademik anak mampu latih

tidak dapat mengikuti pelajaran walaupun secara sederhana seperti

membaca, menulis, dan berhitung.

3. Perlu rawat, anak perlu rawat adalah klasifikasi anak tunagrahita

yang paling berat. Anak perlu rawat memiliki kapasitas intelegensi

di bawah 25 dan sudah tidak mampu dilatih keterampilan apapun.

Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam tingkah laku dan

penyesuaian diri. Semua itu berlangsung atau terjadi pada masa

perkembangannya. Anak tersebut seringkali mengalami penolakan dari orang tua

dan saudara kandungnya terutama yang masih remaja. Istilah saudara kandung

didefinisikan sebagai individu yang memiliki hubungan saudara dari orangtua

biologis yang sama. Dalam penelitian ini penggunaan istilah saudara kandung

diartikan sebagai individu yang memiliki pengalaman dan tumbuh dalam keluarga

Page 13: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

4

yang sama (Wilcox dalam Tias, 2014). Corsini (dalam Tias, 2014) mendefinisikan

saudara kandung sebagai suatu hubungan antara saudara laki-laki atau saudara

perempuan yang terdapat di dalam keluarga inti dan merupakan hubungan yang

terjadi begitu adanya. Kebanyakan saudara kandung anak tunagrahita ini tidak

bisa menerima kenyataan dengan anak yang pola perkembangannya berbeda

dengan anak-anak yang lain (Somantri dalam Astuti, 2013).

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara awal yang dilakukan pada tanggal

28 Januari 2018 dengan seorang remaja yang memiliki saudara kandung yang

mengalami tunagrahita, ia mengatakan bahwa saudaranya yang mengalami

tunagrahita seringkali melakukan hal-hal yang aneh. Terkadang menyembunyikan

benda apapun yang ia suka, mengambil pakaian kakeknya, bergumam, tertawa

sendiri dan tiba-tiba menangis. Hal tersebut seringkali membuat anggota keluarga

termasuk remaja tersebut merasa jengkel. Luapan emosi remaja tersebut terhadap

saudaranya terkadang berlebihan, seperti memukul ataupun membentak hingga

saudaranya tersebut menangis. Namun, terkadang remaja tersebut juga bisa

bersabar dan memberikan nasehat-nasehat ketika saudaranya melakukan hal-hal

yang menurutnya aneh.

Remaja adalah masa dimana seseorang mengalami transisi dari anak-anak

menuju dewasa. Batasan usia remaja menurut Santrock (2012) berawal dari usia

10-13 tahun sampai dengan 20 tahun dan masa remaja dibagi menjadi dua periode

yaitu masa remaja awal antara 10-13 tahun dan masa remaja akhir usia 18-22

tahun. Berbagai peristiwa yang sebelumnya tidak dialami oleh individu terjadi di

tahap perkembangan remaja salah satunya adalah pubertas. Pubertas

Page 14: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

5

mengakibatkan perubahan fisik dan emosi pada remaja (Santrock, 2012). Kondisi

emosi remaja diibaratkan seperti petasan yang dapat meledak kapan pun dimana

pun tanpa diketahui sebelumnya. Tingkatan emosional remaja juga berubah

dengan cepat (Rosenblum & Lewis dalam Santrock, 2012). Individu dengan

kondisi emosi yang tidak stabil memiliki kecenderungan perubahan yang cepat

dan tidak diduga dalam reaksi emosinya (Chaplin, 2001).

Emosi merujuk pada perasaan, pikiran, keadaan biologis, dan psikologis

serta kecenderungan untuk bertindak. Santoso (2008) menjelaskan bahwa emosi

adalah perubahan yang dialami individu yang mencakup reaksi fisiologis,

perasaan, proses kognitif, dan tingkan laku. Chaplin (dalam Safaria dan Saputra,

2009) menyatakan bahwa emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh

situasi tertentu yang berkaitan dengan perilaku bertahan atau menyerah terhadap

sesuatu.

Regulasi emosi merupakan salah satu aspek penting bagi perkembangan

individu. Gross (2007) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah strategi yang

dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat

atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi

dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan

atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain

itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif.

Walden dan Smith (dalam Syarif, 2016) menjelaskan bahwa regulasi

emosi merupakan proses menerima, mempertahankan dan mengendalikan suatu

Page 15: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

6

kejadian, intensitas dan lamanya emosi dirasakan, proses fisiologis yang

berhubungan dengan emosi, ekspresi wajah serta perilaku yang dapat diobservasi.

Thompson (dalam Syarif, 2016) mengatakan bahwa regulasi emosi terdiri dari

proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk mengenal,

memonitor, mengevaluasi dan membatasi respon emosi khususnya intensitas dan

bentuk reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang efektif

meliputi kemampuan secara fleksibel mengelola emosi sesuai dengan tuntutan

lingkungan.

Aspek penting dalam regulasi emosi ialah kapasitas untuk memulihkan

kembali keseimbangan emosi meskipun pada awalnya seseorang kehilangan

kontrol atas emosi yang dirasakannya. Selain itu, seseorang hanya dalam waktu

singkat merasakan emosi yang berlebihan dan dengan cepat menetralkan kembali

pikiran, tingkah laku, respon fisiologis dan dapat menghindari efek negatif akibat

emosi yang berlebihan (Sukhodolsky, Golub & Cromwell dalam Anggreiny,

2014). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi

ialah suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang dapat mengontrol serta

menyesuaikan emosi yang muncul pada tingkat intensitas yang tepat untuk

mencapai suatu tujuan yang meliputi kemampuan mengatur perasaan, reaksi

fisiologis, cara berpikir seseorang, dan respon emosi (ekspresi wajah, tingkah laku

dan nada suara) serta dapat dengan cepat menenangkan diri setelah kehilangan

kontrol atas emosi yang dirasakan.

Page 16: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

7

Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam melakukan regulasi

emosi. Menurut Gross (2007) regulasi emosi dapat dilakukan individu dengan

banyak cara, yaitu:

a. Situation Selection ialah suatu cara dimana individu

mendekati/menghindari orang atau situasi yang dapat menimbulkan

emosi yang berlebihan. Contohnya, seseorang yang lebih memilih

nonton dengan temannya daripada belajar pada malam sebelum ujian

untuk menghindari rasa cemas yang berlebihan.

b. Situation Modification ialah suatu cara dimana seseorang mengubah

lingkungan sehingga akan ikut mengurangi pengaruh kuat dari emosi

yang timbul. Contohnya, seseorang yang mengatakan kepada

temannya bahwa ia tidak mau membicarakan kegagalan yang

dialaminya agar tidak bertambah sedih.

c. Attention Deployment ialah suatu cara dimana seseorang mengalihkan

perhatian mereka dari situasi yang tidak menyenangkan untuk

menghindari timbulnya emosi yang berlebihan. Contohnya, seseorang

yang menonton film lucu, mendengar musik atau berolahraga untuk

mengurangi kemarahan atau kesedihannya.

d. Cognitive Change ialah suatu strategi dimana individu mengevaluasi

kembali situasi dengan mengubah cara berpikir menjadi lebih positif

sehingga dapat mengurangi pengaruh kuat dari emosi. Contohnya,

seseorang yang berpikir bahwa kegagalan yang dihadapi sebagai suatu

tantangan daripada suatu ancaman.

Page 17: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

8

Individu yang mampu mengelola emosinya secara efektif, akan lebih

memiliki daya tahan untuk tidak terkena kecemasan dan depresi. Terutama jika

individu mampu mengelola emosi-emosi negatif yang dialaminya seperti perasaan

sedih, marah, benci, kecewa, atau frustasi. (Thompson & Goleman, 2006).

Tanggapan negatif masyarakat tentang anak tunagrahita seperti mengejek dan

menjauhi anak-anak tunagrahita dapat menimbulkan berbagai macam reaksi orang

tua maupun remaja yang memiliki anggota keluarga tunagrahita. Anak tunagrahita

disembunyikan dari masyarakat karena orang tua maupun saudaranya merasa

malu mempunyai anggota keluarga keterbelakangan mental. Penelitian yang

dilakukan oleh Kumar (dalam Rofantina, 2016) menyatakan bahwa ibu yang

memiliki anak retardasi mental dipastikan lebih mudah mengalami stress

psikologis dibandingkan dengan ibu dari anak yang normal. Stress ini diakibatkan

karena banyaknya beban yang ditanggung dari anak retardasi mental baik beban

secara fisik, psikis, dan sosial.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Salamah (2012),

didapatkan hasil bahwa emosi yang dialami subjek remaja 14 tahun yang

memiliki saudara kandung penyandang autis cukup beragam seperti emosi marah,

sedih, cinta, dan harapan dirasakan hampir seluruhnya oleh subjek. Strategi

regulasi emosi yang digunakan oleh subjek adalah acceptance, blaming other, self

blaming, refocus on planning, rumination or focus on thought, putting into

perspective dan catastrophizing.

Mengaplikasikan regulasi emosi dalam kehidupan dapat berdampak baik

dalam kesehatan fisik, keberhasilan akademik, kemudahan dalam membina

Page 18: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

9

hubungan dengan orang lain dan meningkatkan resiliensi (Gottman dalam

Arifprawira, 2015). Regulasi emosi tidak hanya melibatkan pengalamanan afektif,

tetapi juga melibatkan proses kognitif, perilaku, dan fisiologis. Semakin banyak

bukti yang menunjukkan bahwa regulasi emosi merupakan faktor penting pada

kemampuan anak dan remaja untuk mendorong perilaku prososial dan pro-

akademik, Pekrun (dalam Arifprawira, 2015). Berdasarkan uraian diatas, maka

peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana regulasi emosi remaja yang

memiliki saudara kandung tunagrahita.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualiatif dengan pendekatan studi

kasus. Menurut Moleong (2002), penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang

atau perilaku yang diamati. Sedangkan studi kasus adalah studi yang berusaha

memahami isu-isu yang rumit atau objek dan dapat memperluas pengalaman atau

menambah kekuatan terhadap apa yang telah dikenal melalui hasil penelitian yang

lalu (Moleong, 2002).

Adapun kriteria subjek yaitu (1) remaja akhir berusia 17-21 tahun, (2)

memiliki saudara kandung berkebutuhan khusus (tunagrahita). Subjek dalam

penelitian ini yaitu 3 orang remaja berusia 17 tahun dan 18 tahun serta memiliki

saudara kandung berkebutuhan khusus yaitu tunagrahita ringan, beserta orang

terdekatnya (significant other).

Page 19: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

10

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode

observasi langsung, wawancara dan dokumentasi. Menurut Mediadiknas (2008)

observasi langsung adalah observasi yang dilakukan terhadap objek ditempat

kejadian atau tempat berlangsungnya peristiwa yang diteliti. Artinya, dalam

observasi langsung peneliti yang mengadakan observasi turut ambil bagian

bersama subjek ataupun objek yang diobservasi. Penggunaan metode ini untuk

mengetahui upaya regulasi emosi pada remaja yang memiliki saudara kandung

berkebutuhan khusus (tunagrahita) serta untuk memperoleh data yang berkaitan

dengan perilaku anak tunagrahita.

Menurut Banister (dalam Poerwandari, 1998), wawancara merupakan

percakapan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan

tujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang

dipahami individu berkaitan dengan topik yang diteliti. Wawancara yang peneliti

gunakan adalah model wawancara terpimpin yaitu tanya jawab yang terarah untuk

mengumpulkan data-data berdasarkan pedoman wawancara yang sudah disusun

sebelumnya tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pengembangan pertanyaan

sesuai dengan data yang diperlukan.

Metode dokumentasi adalah informasi yang berasal dari catatan penting

baik dari lembaga atau organisasi maupun dari perorangan (Hamidi, 2004).

Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai

dokumen-dokumen yang dianggap penting, seperti gambaran umum anak

tunagrahita dan data penting berkaitan dengan subjek.

Page 20: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

11

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Pada awal persiapan, peneliti menyiapkan beberapa alat dan bahan yang

akan digunakan selama penelitian berlangsung, misalnya interview guide dan

handphone untuk merekam proses wawancara. Peneliti melakukan pendekatan

pada ketiga subjek kurang lebih satu minggu sebelum wawancara berlangsung.

Pendekatan dengan ketiga subjek peneliti lakukan melalui Whatsapp dengan

tujuan agar subjek merasa lebih akrab dengan peneliti sebelum proses wawancara

berlangsung. Pada pertemuan pertama, ketiga subjek bersedia melakukan

wawancara dan merasa tidak keberatan apabila semua pembicaraan peneliti dan

subjek akan direkam. Namun, sebelumnya peneliti telah memberikan informed

consent serta penjelasan bahwa kerahasiaan data pribadi subjek tidak akan

disebarluaskan dan hanya diperuntukkan sebagai referensi penelitian.

Sebelumnya peneliti mendatangi SLB B-C YPCM Boyolali untuk

mendapatkan data calon-calon subjek. Kemudian pihak SLB B-C YPCM Boyolali

mencari data siswa tunagrahita yang memiliki saudara kandung masih remaja.

Setelah itu, pihak SLB B-C YPCM Boyolali mempertemukan peneliti dengan

orang tua siswa yang saat itu sedang menunggu anaknya di sekolah. Peneliti

melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada orang tua siswa tunagrahita yang

memiliki saudara kandung remaja dan meminta nomor Whatsapp anaknya yang

masih remaja tersebut. Kemudian, peneliti membangun rapport kepada subjek

melalui Whatsapp dan mengatur jadwal yang tepat untuk bertemu. Wawancara

dengan subjek I dilakukan pada tanggal 7 April 2018 di rumah subjek dan pada

hari yang sama peneliti melakukan wawancara pada ibu subjek. Wawancara

Page 21: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

12

dengan subjek II dilakukan pada tanggal 12 April 2018 di Ini Baru Rajanya Steak

Boyolali, sebelumnya peneliti telah melakukan wawancara dengan ibu subjek II

yang sedang menunggu adik subjek bersekolah pada tanggal 5 April 2018 di SLB

B-C YPCM Boyolali. Wawancara dengan subjek III dilakukan pada tanggal 29

April 2018 di Rocket Chicken Boyolali dan pada tanggal 26 April peneliti

melakukan wawancara pada ibu subjek III di SLB B-C YPCM Boyolali saat ia

sedang menunggu adik subjek bersekolah.

B. Data Diri Subjek

Subjek I Subjek II Subjek III

Nama / Inisial SLS ACS LSS

Umur 18 tahun 17 tahun 17 tahun

Asal Boyolali Boyolali Boyolali

Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Perempuan

Pendidikan SMA SMA SMA

Urutan

Kelahiran

1 dari 2

bersaudara

1 dari 2

bersaudara

1 dari 2

bersaudara

Tabel 1.1 Data Diri Subjek

a. Gambaran Umum Subjek I

Subjek merupakan anak pertama dari dua bersaudara, ia memiliki

seorang adik perempuan berusia 8 tahun yang saat ini bersekolah di SLB

B-C YPCM Boyolali. Subjek tinggal bersama kedua orang tuanya dan

adiknya. Subjek akan selalu menceritakan semua masalah yang di

alaminya kepada ibunya, karena ayah subjek lebih banyak memberikan

perhatiannya kepada adiknya yang berkebutuhan khusus. Kedua orang tua

Page 22: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

13

subjek merupakan sosok yang bertanggung jawab dan penuh kesabaran

terutama dalam hal merawat subjek dan adiknya. Ayah subjek bekerja

sebagai sopir dan ibu subjek bekerja sebagai karyawan di salah satu dealer

motor di Boyolali. Mereka bekerja dari pagi hingga sore mulai dari hari

Senin sampai Sabtu, sehingga waktu untuk berkumpul bersama keluarga

hanya pada malam hari dan saat hari libur saja. Subjek dan adiknya pun

bersekolah dari hari Senin sampai Jumat, maka pada hari Sabtu merupakan

hari dimana subjek harus menjaga adiknya seharian penuh. Subjek

termasuk individu yang rajin beribadah. Ia berharap keluarganya lebih bisa

meningkatkan kegiatan beribadah bersama, seperti shalat berjamaah,

membaca Al-Quran, dan menghadiri pengajian bersama-sama, karena

subjek merasa orang tuanya terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga

seringkali melupakan ibadah bersama. Subjek juga berharap agar

keluarganya lebih harmonis lagi terutama dalam menghadapi adiknya yang

berkebutuhan khusus agar tidak ada lagi keributan dalam keluarganya.

- Observasi Subjek I

Dari awal sampai akhir wawancara berlangsung subjek tidak

beranjak kemana-mana dan hanya duduk tenang di sofa rumahnya. Subjek

juga mendengarkan peneliti dengan baik dan tidak bermain HP. Subjek

terlihat fokus dalam menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan yang

diberikan, ia selalu menanyakan kembali pertanyaan yang membuat ia

bingung. Sesekali ia nampak menyandarkan bahannya di sandaran sofa

dan tangannya menggosok-gosokkan bagian lututnya.

Page 23: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

14

b). Gambaran Umum Subjek II

Subjek adalah anak pertama dari dua bersaudara. Subjek tinggal

bersama ayah, ibu, dan adiknya. Ayah dan ibu subjek bekerja sebagai

buruh pabrik, sehingga waktu mereka di rumah tidak terlalu banyak. Adik

subjek seorang laki-laki berusia 9 tahun dan bersekolah di SLB B-C

YPCM Boyolali. Walaupun orang tua subjek jarang berkumpul dirumah

namun setiap malam mereka terbiasa menonton TV dan bercerita bersama.

Subjek mengaku lebih dekat dengan ibunya, apabila ia sedang mengalami

suatu permasalahan ia selalu menceritakan hal tersebut kepada ibunya. Hal

tersebut dilakukan karena ayah subjek lebih banyak kesibukan di luar

rumah. Menurut subjek, ibunya merupakan sosok yang mandiri dan

bertanggung jawab, begitu juga dengan ayahnya. Hubungan subjek dengan

adiknya terbilang akur walaupun seringkali bertengkar karena masalah-

masalah kecil, seperti memperebutkan remote TV dan sebagainya.

Walaupun sering bertengkar kecil dengan adiknya namun subjek selalu

membantu orang tuanya dalam merawat adiknya tersebut seperti,

menyuapkan makanan dan memandikannya. Subjek juga rajin membantu

orang tuanya membersihkan rumah.

- Observasi Subjek II

Pada saat pertama kali bertemu subjek terlihat gugup, dia selalu

menundukkan kepalanya dan memainkan HP nya. Selama wawancara

berlangsung juga subjek masih terlihat gugup dan ia hanya menjawab

pertanyaan seadanya saja. Namun, ketika sudah memasuki pertanyaan

Page 24: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

15

mengenai saudaranya, subjek sempat menangis dan diam sejenak. Setelah

itu, subjek dapat menjawab lagi pertanyaan yang diberikan.

c). Gambaran Umum Subjek III

Subjek merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adik subjek

saat ini bersekolah di SLB B-C YPCM Boyolali karena mengalami

perkembangan yang kurang sesuai dengan usianya. Subjek mengaku

bahwa ia lebih dekat dengan ayahnya, karena ibu subjek lebih banyak

menghabiskan waktunya untuk mengurus adiknya yang berkebutuhan

khusus. Menurut subjek, ayahnya adalah sosok yang penuh tanggung

jawab dan tidak pernah lelah untuk mendengarkan keluh kesan anaknya,

begitu juga dengan ibunya yang selalu sabar dalam merawat anak-

anaknya. Ayah subjek seorang pegawai swasta dan ibunya seorang ibu

rumah tangga. Orang tua subjek memberikan kebebasan kepada subjek

untuk berkegiatan di luar rumah tanpa harus menjaga adiknya. Hal ini

membuat hubungan subjek dengan adiknya menjadi kurang dekat.

Menurut penilaian subjek mengenai cara didik orang tuanya sangat santai

dan jarang memarahi anak-anaknya, mereka selalu memberikan

pemahaman kepada anak-anaknya tanpa menggunakan kekerasan. Subjek

mengaku belum begitu bisa menerima keadaan adiknya yang berbeda

dengan anak-anak lainnya. Subjek masih merasa malu dan bingung ketika

teman-temannya datang ke rumah dan menanyakan mengenai keadaan

adiknya. Hal ini membuat subjek jarang membantu orang tuanya dalam

Page 25: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

16

menjaga dan merawat adiknya, ia lebih banyak memiliki kegiatan di

sekolah bersama teman-temannya.

- Observasi Subjek III

Pada awal pertemuan, peneliti memperkenalkan dirinya dan subjek

menanggapi dengan senyuman. Subjek menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang diberikan dengan nada yang tegas dan tenang. Ketika peneliti sedang

berbicara terkadang subjek mendengarkan sambil bermain HP. Kemudian

saat wawancara berlangsung, subjek sempat menerima telepon dan

mengangkatnya dengan wajah cemas dan wawancara dihentikan sejenak,

lalu ketika wawancara dilanjutkan subjek tampak tenang kembali.

C. Triangulasi Subjek

a) Subjek I

Triangulasi subjek I peneliti lakukan pada ibu subjek yang

bernama LSK. Menurut LSK, subjek merupakan anak yang penurut dan

patuh kepada kedua orang tua. Hal ini dibuktikan dengan perilaku subjek

yang seringkali melaksanakan perintah orang tuanya. Dalam menghadapi

adiknya, subjek termasuk individu yang sabar karena pada saat ia sedang

lelah pulang dari sekolah dan diminta untuk menjaga adiknya, subjek tetap

mau melakukan hal tersebut. Bagi LSK, subjek sangat dapat diandalkan

dalam hal apapun, nilai-nilai di sekolahnya juga tidak mengecewakan,

subjek juga lebih sering berada di rumah bersama adiknya dibandingkan

bermain keluar rumah bersama teman-temannya. LSK sangat bangga

Page 26: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

17

kepada subjek karena di usianya yang masih terbilang remaja, ia bisa

bersikap dewasa dalam menghadapi permasalahan.

b) Subjek II

Triangulasi subjek II peneliti lakukan pada ibu subjek yang

bernama NJ. NJ mengatakan bahwa subjek sudah bisa memahami keadaan

adiknya seutuhnya. Menurut NJ, subjek merupakan individu yang bisa

diandalkan dalam menjaga adiknya yang berkebutuhan khusus karena

kondisi kedua orang tuanya yang bekerja sebagai buruh pabrik dan lebih

banyak menghabiskan waktu di tempat kerja. Tanpa harus diberi arahan

subjek sudah paham hal-hal apa yang akan dilakukan, seperti memandikan

adiknya, menyuapkan makanan pada adiknya dan mengajak adiknya

bermain. Selain itu, di usianya yang masih remaja subjek juga rajin

membantu orang tua dalam membersihkan rumah seperti, menyapu,

mengepel, mencuci piring, dan sebagainya. NJ merasa bangga kepada

subjek karena dapat meringankan bebannya sebagai orang tua. NJ juga

mengatakan bahwa apapun yang dialami subjek selalu diceritakan kepada

NJ, hal tersebut membuat NJ merasa aman karena walaupun NJ sibuk

bekerja namun pergaulan subjek dapat terkontrol.

c) Subjek III

Triangulasi subjek III peneliti lakukan pada ibu subjek yang

bernama KD. Menurut KD, subjek merupakan individu yang baik dan

sayang kepada orang tua serta adiknya. Orang tua subjek tidak mau terlalu

mengekang anak-anaknya sehingga membuat subjek bebas melakukan hal-

Page 27: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

18

hal yang ia sukai tetapi masih dalam pengawasan orang tua. KD juga

mengatakan bahwa ia tidak mau membebani subjek untuk merawat

adiknya karena KD merasa hal tersebut adalah tanggung jawab penuh KD

dan suaminya sebagai orang tua. KD memberikan kebebasan kepada

subjek agar subjek dapat fokus dengan pendidikannya, terbukti dengan

nilai-nilai subjek di sekolahnya yang cukup bagus. Namun, menurut KD

sifat subjek masih kekanak-kanakan karena setiap kali permintaannya

tidak bisa dituruti subjek seringkali marah kepada orang tuanya. Hal

tersebut dinilai KD sebagai wujud dari sikap subjek yang mencari

perhatian dari kedua orang tuanya yang banyak memberikan perhatian

kepada adiknya yang berkebutuhan khusus.

HASIL

Berdasarkan hasil analisis data subjek, muncul beberapa aspek yang

memengaruhi regulasi emosi sebagai berikut : pemilihan situasi (situation

selection), perubahan situasi (situation modification), penyebaran perhatian

(attention deployment), perubahan kognitif (cognitive change), dan dukungan

sosial.

Pemilihan Situasi (Situation Selection)

Situation Selection merupakan suatu tindakan yang diambil untuk

mendekati atau menghindari orang, tempat atau situasi tertentu dari

dampak emosional seseorang. Situation selection dapat dilakukan oleh diri

sendiri maupun orang lain. Dalam mengelola emosi, subjek SLS dan ACS

memilih untuk mendekati orang atau situasi yang dapat menimbulkan

Page 28: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

19

emosi yaitu adiknya. Pada saat peneliti memberikan pertanyaan mengenai

apakah subjek akan meninggalkan adiknya ketika ia merasa kesal karena

perilaku adiknya, kemudian ketiga mereka menjawab :

“Enggak pernah.. karena aku harus jagain S.” (SLS, 529)

“Iya biasane emang kaya gitu kok aku sebel sama F (adik subjek)

juga tak jagain” (ACS, 348)

Berbeda dengan kedua subjek lainnya, untuk mengurangi dampak

emosionalnya subjek LSS memilih menghindar dari orang atau situasi

tertentu.

“Tergantung mood sih mbak, kalau aku sebel banget ya paling A

(adik subjek) tak pasrahin ke Mama terus aku ke kamar main HP

atau nonton film gitu.” (LSS, 190-195)

Subjek SLS dan ACS memilih untuk tetap menjaga adiknya

dikarenakan faktor orang tua yang sibuk bekerja sehingga mengharuskan

mereka untuk tetap menjaga adiknya dalam keadaan apapun. Namun,

berbeda dengan subjek LSS yang memilih menghindari situasi tersebut

karena ia diberikan kebebasan oleh kedua orang tuanya untuk tidak ikut

serta dalam menjaga adiknya.

Perubahan Situasi (Situation Modification)

Perubahan situasi adalah usaha untuk memodifikasi satu keadaan

secara langsung untuk mendatangkan suatu keadaan baru. Modifikasi

situasi yang dimaksud di sini dapat dilakukan dengan memodifikasi

lingkungan fisik eksternal maupun internal. Dalam memodifikasi

lingkungannya, subjek SLS dan LSS mengubah lingkungannya dengan

Page 29: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

20

cara memilih untuk bersenang-senang dengan teman-temannya dan tidak

mengingat masalah yang membuat mereka sedih sehingga dapat

mengurangi pengaruh kuat dari emosi yang timbul.

“Ya enggak ya.. ya gimana ya emm ya pengennya kaya bebas dulu

gitu lho nggak mau inget (masalah sama adik) sing di rumah gitu.”

(SLS 436-438)

“Gimana ya mbak.. aku jarang cerita soal kaya gitu soalnya aku

pengen seneng-seneng aja.” (LSS 216-218)

Pada subjek ACS, ia akan berusaha bertahan dalam kondisi yang

dihadapi dengan memodifikasi situasi yang terjadi yaitu dengan

mengerjakan pekerjaan rumah.

“Kadang kalau lagi marah gitu kan kadang kan marahnya gara-

gara sebel sama orang tua atau nggak dibolehin main gitu lho

nanti aku gitu ya ngerjain pekerjaan rumah gitu.” (ACS, 564-568)

Penyebaran Perhatian (Attention Deployment)

Upaya individu dalam mengarahkan perhatiannya secara fokus

pada situasi tertentu untuk memengaruhi emosi mereka. Aspek ini

cenderung mengabaikan hal-hal yang tidak menyenangkan dalam situasi

tertentu dan memilih fokus pada aktivitas yang disukai.

“Apa ya emm.. oh dengerin musik, main HP, nonton film terus apa

lagi ya emm bobok sih terus udah hehe..” (SLS, 669-673)

“Ya nggak ngapa-ngapain, cuma diem gitu. Main HP terus cuma

itu nonton TV gitu. Oh iya aku suka nulis diary juga.” (ACS, 338-

340)

“Ya ngajakin temen mbak kemana gitu tapi kalau temenku nggak

ada yang bisa ya aku di rumah aja main HP buka-buka Instagram,

chatting sama temen-temen. Ya gitu lah.” (LSS 203-206)

Page 30: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

21

Perubahan Kognitif (Cognitive Change)

Perubahan penilaian yang dibuat untuk membuat pertahanan

psikologis dan pembanding sosial dengan yang ada di bawahnya (keadaan

lebih buruk daripada saya). Pada umumnya, hal ini merupakan

transformasi kognisi untuk mengubah pengaruh kuat dari emosi.

Perubahan kognitif mengacu pada mengubah cara kita menilai situasi

dimana kita terlibat di dalamnya untuk mengubah signifikansi

emosionalnya, dengan mengubah bagaimana kita memikirkan tentang

situasinya atau tentang kapasitas kita untuk menangani tuntutan-

tuntutannya.

Ketiga subjek mampu mengubah cara berpikir mereka menjadi

lebih positif untuk mengurangi dampak dari emosi. Terlihat dari perbedaan

cara berpikir mereka pada saat pertama kali mengetahui kondisi adiknya

yang berkebutuhan khusus dan setelah beberapa tahun kemudian.

Dulu : “Kalau dulu ya sempet sebel banget sih.. kan mau main

terus kan nggak di bolehin Ibu terus apa bilang mbok ngancani S

(adik subjek) ora gur main wae, gitu terus kan aku mikire kan

wong nggak pernah main kok masa dibilang main terus gitu.”

(SLS, 503-507)

Sekarang : “Gimana ya.. emm enggak ya kayaknya. Kan setiap

orang pasti punya masalah ya terus mikire kalau Allah udah

ngasih jatahe kaya gini kenapa harus jadi orang lain kan.” (SLS,

647-650)

“Ya dulu kan dulu nggak tau kalau F (adik subjek) kaya gitu nah

aku kan sempet mikir jane ki F ki ngopo ngene ngene gitu tapi

kalau sekarang tuh udah tau kalau F ki ya berkebutuhan khusus

gitu. Sekarang udah bisa terima.” (ACS, 226-230)

Page 31: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

22

Dulu : “Kalau dulu sih jujur ya mbak aku belum begitu bisa terima

keadaan A (adik subjek). Aku masih sering malu kalau teman-

temanku main ke rumah terus liat A kaya gitu. Apalagi kalau

teman yang belum lama kenal. Aku bingung kalau di tanyain harus

jawab apa.” (LSS, 166-172)

Sekarang : “Ya dikit-dikit aku belajar terima mbak. Aku sekarang

lagi berusaha deketin diri lagi sama A (adik subjek), soalnya aku

sempet ngejauh karena sebel liat tingkahnya.” (LSS 340-343)

Kemudian pada subjek ACS dan subjek LSS juga berusaha untuk

mencari jalan keluar dalam rangka menurunkan dampak emosional yang

berlebihan.

“Kadang kalau lagi marah gitu kan kadang kan marahnya gara-

gara sebel sama orang tua atau nggak dibolehin main gitu lho

nanti aku gitu ya ngerjain pekerjaan rumah gitu.” (ACS, 564-568)

“InsyaAllah mbak, aku kalau ada masalah pasti cerita ke papa

jadi dapet solusinya harus gimana.” (LSS, 334-336)

Dukungan Sosial

Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh individu yang sedang

mengalami suatu permasalahan, dengan adanya dukungan sosial dari

orang-orang terdekat maka akan memberikan semangat pada individu

yang sedang mengalami masalah. Dalam hal ini, ketiga subjek sama-sama

mendapatkan dukungan dari orang tua maupun teman-teman terdekat

mereka untuk menghadapi keadaan adiknya yang berkebutuhan khusus.

“Ngasih pengertian kan adiknya beda dari yang lainnya jadinya

harus sabarnya nggak sabarnya cuma harus di lebihke gitu lho

sabarnya.” (SLS, 484-486)

“Ya yang sabar aja gitu kan adikmu kan yo gitu.” (ACS, 437-438)

“Iya mbak. Papa selalu nasehat aku buat selalu sabar, mama juga

kadang suka bilangin aku nggak usah terlalu dipikirin gitu. Kalau

Page 32: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

23

temen-temen paling sahabat deketku aja mbak. Nggak semuanya..”

(LSS, 265-269)

PEMBAHASAN

Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan stress dan tekanan,

karena perubahan fisik dan hormon. Salah satu kebutuhan remaja yang paling

penting namun juga kerap menimbulkan ketegangan adalah kemampuannya

dalam mengelola emosi. Remaja yang dapat mengendalikan emosinya dapat

mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, hal ini dinyatakan oleh Garrison (dalam

Mappiare, 2003) bahwa kebahagiaan seseorang dalam hidup ini bukan karena

tidak adanya bentuk-bentuk emosi dalam dirinya, melainkan kebiasaannya

memahami dan menguasai emosi. Anak yang memiliki saudara kandung

berkebutuhan khusus akan memiliki jenis hubungan yang berbeda dengan mereka

yang tidak memiliki gangguan. Biasanya pada saudara kandung yang tidak

mengalami gangguan (normal) banyak mengalami kesulitan dan merasa emosi

dalam berinteraksi dengan anak yang berkebutuhan khusus tersebut.

Lebih dari itu, saudara sekandungnya mungkin harus bisa mengatasi

perubahan dalam peran, struktur, dan aktivitas keluarga. Saudara kandung tersebut

selalu merasa bersalah dan malu, kehilangan perhatian orang tua, dan adanya

peningkatan beban tanggung jawab kepada orang tua untuk selalu bersedia dan

meluangkan waktunya untuk dapat merawat dan membantu saudaranya yang

berkebutuhan khusus, yang mana mungkin saja bisa mempengaruhi kesejahteraan

atau kesehatan diri mereka sendiri. Terlebih lagi apabila usia mereka masih

remaja, mereka harus bisa menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya.

Page 33: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

24

Sebagai seorang yang sedang berkembang, melalui masa remajanya, adanya

tingkat konflik yang tinggi dapat mengurangi keakraban didalam sebuah

hubungan antar saudara kandung, yang mungkin akan berkembang menjadi lebih

baik ataupun menjadi lebih buruk, yang terjadi selama periode remaja awal

sampai remaja akhir.

Di usia remaja, kemampuan untuk mengelola emosi belum berkembang

secara matang. Hal ini membuat remaja yang memiliki saudara kandung

berkebutuhan khusus (tunagrahita) cenderung untuk mengikuti emosinya dalam

berbagai tindakan. Thompson (Kostiuk & Gregory, 2002) menggambarkan

regulasi emosi sebagai kemampuan merespon proses-proses ekstrinsik dan

intrinsik untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi yang

intensif dan menetap untuk mencapai suatu tujuan. Ini berarti apabila seseorang

mampu mengelola emosi-emosinya secara efektif, maka ia akan memiliki daya

tahan yang baik dalam menghadapi masalah. Mengingat labilnya emosi pada saat

remaja, maka salah satu aspek penting dalam perkembangan emosi adalah

kemampuan remaja untuk mengatur emosi.

Ketiga subjek lebih sering meregulasikan emosi mereka dengan

menggunakan strategi regulasi emosi pemilihan situasi (situation selection) dan

penyebaran perhatian (attention deployment). Menurut Gross (2007), strategi

situation selection ini adalah tindakan mendekati atau menghindari orang atau

situasi berdasarkan dampak emosional yang mungkin muncul. Situation selection

ini bisa dilakukan oleh diri sendiri (intrinsik) atau oleh orang lain (ekstrinsik).

Subjek I dan subjek II memiliki kesamaan, dimana keduanya akan tetap

Page 34: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

25

mendekati dan menjaga adiknya yang berkebutuhan khusus walaupun dalam

keadaan emosi dikarenakan situasi yang mengharuskan mereka melakukan hal

tersebut. Berbeda dengan subjek III, ketika mengalami emosi ia akan memilih

untuk menghindari adiknya yang menimbulkan emosi. Attention deployment

merupakan cara bagaimana individu mengarahkan perhatiannya di dalam sebuah

situasi untuk mengatur emosinya. Attention deployment bisa dianggap sebagai

versi internal dari situation selection (Gross, 2007). Biasanya untuk mengalihkan

perhatian dari situasi yang tidak menyenangkan, ketiga subjek memilih fokus

pada aktivitas yang mereka sukai. Seperti kebanyakan remaja pada umumnya,

ketiga subjek akan melakukan aktivitas-aktivitas seperti bermain HP untuk

sekedar chatting dengan teman-temannya atau membuka aplikasi yang mereka

sukai, menonton TV/film dan mendengarkan musik. Attention deployment

memiliki banyak bentuk, seperti distraksi yang melibatkan fisik misalnya

menutupi mata atau telinga, mengarahkan kembali perhatian internal misalnya

melalui pengalihan perhatian atau konsentrasi, dan merespon kembali distraksi

yang sebelumnya telah dilakukan orang lain.

Strategi regulasi emosi yang kedua menurut Gross (2007) yaitu perubahan

situasi (situation modification), merupakan usaha yang secara langsung dilakukan

untuk memodifikasi situasi agar efek emosinya teralihkan. Modifikasi ini

misalnya dapat dilakukan oleh hadirnya individu lain misalnya teman, orangtua

dan tindakan atau intervensi dari individu tersebut. Subjek I dan III mengubah

lingkungannya dengan cara memilih untuk bersenang-senang dengan teman-

temannya dan tidak mengingat masalah yang membuat mereka sedih sehingga

Page 35: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

26

dapat mengurangi pengaruh kuat dari emosi yang timbul. Namun berbeda pada

subjek II, ia akan berusaha bertahan dalam kondisi yang dihadapi dengan

memodifikasi situasi yang terjadi yaitu dengan mengerjakan pekerjaan rumah.

Gross (2007) mengakui bahwa memang ada ketidakjelasan istilah “situasi” dalam

hal ini. Terkadang, sulit dibedakan antara situation selection dan situation

modification. Hal ini dapat terjadi karena usaha untuk memodifikasi situasi bisa

dengan mudah memicu keberadaan sebuah situasi baru.

Perubahan cara seseorang dalam menilai situasi ketika berada dalam

situasi yang bermasalah untuk mengubah signifikansi emosinya, baik dengan cara

mengubah cara berpikir mengenai situasi tersebut atau mengenai kemampuan

untuk mengatur tuntutan-tuntutannya merupakan definisi dari istilah perubahan

kognitif (cognitive change). Salah satu aplikasi umum dari cognitive change

adalah menghubungankan masalah dengan ranah sosial seperti membandingkan

situasi yang dialami sekarang dengan situasi orang yang kurang mampu, dengan

demikian dapat mengubah penilaian dan menurunkan emosi negatif (Gross,

2007). Dalam kasus ini, ketiga subjek mampu mengubah cara berpikir mereka

menjadi lebih positif untuk mengurangi dampak dari emosi. Mereka berpikir

bahwa kondisi adiknya yang berkebutuhan khusus (tunagrahita) merupakan

sebuah cobaan dari Tuhan yang harus diterima. Bagaimanapun kondisi adiknya

saat ini, ketiga subjek berusaha untuk tetap menerima dengan ikhlas.

Dalam menghadapi permasalahan emosi, ketiga subjek dengan adik

kandung yang berkebutuhan khusus (tunagrahita), mereka mendapatkan dukungan

sosial dari orang tua maupun teman-teman dekatnya. Menurut Karren (dalam

Page 36: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

27

Widyasari, 2014) dukungan sosial merupakan sejauh mana kebutuhan sosial dasar

seseorang terpenuhi melalui interaksi dengan orang lain yang bertujuan untuk

membantu menyelesaikan suatu masalah. Hubungan yang terjalin tersebut bagi

penerimanya akan memberi manfaat adanya kesempatan untuk keintiman

bersama, perasaan dihargai, memiliki dukungan informasi dari orang lain dan

memiliki akses ke bantuan secara materi. Ketiga subjek mengaku dengan adanya

dukungan sosial dari orang-orang terdekat membuat mereka lebih tenang dan

mampu mengatur emosinya. Senada dengan yang diungkapkan oleh Kappas

(dalam Widyasari, 2014) berpendapat bahwa regulasi emosi dipengaruhi oleh

proses-proses sosial. Meskipun emosi terjadi dalam diri orang tersebut ternyata

dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seseorang. Emosi dari satu orang dapat

memengaruhi emosi orang lain dan karenanya orang lain berfungsi sebagai sarana

dalam regulasi emosi. Sehingga regulasi emosi ada pada diri seseorang akan

berjalan seiring dengan hubungan sosial yang terjadi dengan orang-orang

disekitar. Dalam sebuah lingkungan sosial, Garnefski (dalam Widyasari, 2014)

mengemukakan bahwa emosi seseorang dapat diatur dengan mencari akses

hubungan dengan seseorang secara interpersonal dan dukungan secara material

sehingga dapat menghasilkan respon perilaku yang tepat. Hal ini dapat dimaknai

bahwa dengan adanya kedekatan emosional dengan orang lain akan menjadi dasar

bagi individu untuk mengatur emosi yang dimiliki sehingga dapat berperilaku

tepat pada sebuah situasi.

Page 37: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

28

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa emosi yang paling sering muncul pada

situasi yang dialami remaja dengan saudara kandung berkebutuhan khusus

(tunagrahita) adalah khawatir, marah, sedih, sebal, dan cemburu. Regulasi emosi

setiap subjek berbeda-beda tergantung pada situasi yang dialami subjek tersebut.

Secara garis besar ketiga subjek menggunakan strategi regulasi emosi pemilihan

situasi (situation selection), perubahan situasi (situation modification),

penyebaran perhatian (attention deployment), dan perubahan kognitif (cognitive

change). Namun, pada kasus ini ketiga subjek cenderung tidak banyak

menggunakan strategi emosi yang terakhir yaitu perubahan respon (response

modulation).

Dukungan dari diri sendiri (internal) maupun orang lain (eksternal) sama-

sama dibutuhkan oleh remaja yang memiliki saudara kandung berkebutuhan

khusus (tunagrahita) untuk melakukan regulasi emosi dengan baik. Dukungan dari

internal dapat diterjemahkan sebagai motivasi dari diri sendiri untuk

meregulasikan emosi mereka sedangkan dukungan dari eksternal dapat berupa

saran atau bantuan yang diberikan oleh orang-orang yang ada di lingkungan

remaja tersebut.

Setelah melakukan regulasi emosi, remaja biasanya akan merasa lebih

tenang, lebih lega, dan menjadi lupa akan rasa sedih yang dialaminya. Perasaan

tersebut biasanya didapatkan setelah remaja melakukan hal-hal yang

Page 38: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

29

menyenangkan menurut mereka dan mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan

permasalahan yang dialami.

SARAN

1. Saran Teoritis

a. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian dibidang

kajian yang sama, disarankan untuk memperdalam teori penelitian

dan menyusun panduan yang lebih terstruktur.

b. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meningkatkan jumlah

subjek penelitian serta menambah waktu wawancara sehingga hasil

yang diperoleh lebih detail dan bervariasi.

2. Saran Praktis

a. Bagi remaja yang memiliki saudara kandung berkebutuhan khusus

(tunagrahita) dapat berupaya melakukan peningkatan diri dengan

mengembangkan sikap jiwa kesabaran, mengelola diri, serta

mampu mengatur emosi sehingga dapat menjalin hubungan sosial

dengan baik.

b. Bagi orang tua, perlu memberikan dukungan sosial untuk anaknya

yang masih remaja maupun anaknya yang berkebutuhan khusus

(tunagrahita) sehingga penyesuaian diri dan perkembangan

emosinya dapat berkembang secara baik dan optimal.

Page 39: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

30

DAFTAR PUSTAKA

Anggreiny, N. (2014). Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) untuk

meningkatkan regulasi emosi pada remaja korban kekerasan seksual.

Tesis (tidak diterbitkan). Magister Psikologi Profesi Kekhususan Klinis

Anak. Universitas Sumatera Utara.

Arifprawira, F. (2014). Hubungan antara persepsi pola asuh orang tua dengan

strategi regulasi emosi pada remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas

Psikologi. Universitas Bina Nusantara Malang.

Astuti, Y.A . (2013). Hubungan antara dukungan sosial dengan coping strategy

pada ibu yang memiliki anak penyandang tunagrahita (studi korelasional

pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti

Kota Bandung). Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultasi Psikologi.

Universitas Pendidikan Indonesia.

Chaplin, C.P. (2001). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Desiningrum R. D. (2016). Psikologi anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta:

Psikosain.

Faridh, R. (2008). Hubungan antara regulasi emosi dengan kecendrungan

kenakalan remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi.

Universitas Islam Indonesia.

Goleman, D. (2006). Emotional intelligence: Kecerdasan emosional, mengapa EI

lebih penting daripada IQ. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama.

Gross, J.J. (2007). Handbook of emotion regulation. New York: The Guilford

Press.

Hamidi. (2004). Metode penelitian kualitatif: Aplikasi praktis pembuatan

proposal dan laporan penelitian. Malang: UMM Press.

Ismail, U.A (2012). Al-Quran dan kesejahteraan sosial, sebuah rintisan

membangun paradigma sosial islam yang berkeadilan dan

berkesejahteraan. Tangerang: Lentera Hati.

Kostiuk, L.M., dan Fouts. G.T. (2002). Understanding of emotions and emotion

regulation in adolescent females with conduct problems : A qualitative

report. https://nsuworks.nova.edu/tqr/vol7/iss1/1/. Diakses tanggal 20

Juli 2018.

Mappiare, A. (2003). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Mediadiknas.go.id. (2008). Metodologi penelitian.

http://www.media.diknas.go.id. Diakses tanggal 1 Agustus 2018.

Moleong, L. J. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Rosda Karya.

Page 40: REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI SAUDARA …

31

Octaviana, A. (2017). Hubungan antara kestabilan emosi dengan pembelian

impulsif pada mahasiswi. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi.

Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengetahuan dan Pendidikan

Psikologi (LPSP3).

Rofantina. (2016). Hubungan antara regulasi emosi dan religiusitas dengan

resiliensi pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB C YPSLB

kerten surakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Kedokteran.

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Safaria, T. & Saputra, E. (2009). Manajemen emosi: sebuah panduan cerdas

bagaimana mengelola emosi positif dalam hidup anda. Jakarta: Bumi

Aksara.

Salamah, A. (2012). Gambaran emosi dan regulasi emosi pada remaja yang

memiliki saudara kandung penyandang autis. Skripsi (tidak diterbitkan).

Fakultas Psikologi. Universitas Gunadarma.

Santoso, S. (2008). Modul 10 kepribadian & emosi. Jakarta: Universitas Mercu

Buana.

Santrock, J.W. (2012). Life-span development : Perkembangan masa hidup.

Jakarta: Erlangga.

Sufahriani. (2008). Subdit PRSPC mental, fisik & mental. Artikel.

Suharmini, T (2009). Psikologi anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta: Kanwa

Publisher.

Syarif, R.F. (2016). Hubungan antara dukungan sosial dengan regulasi emosi pada

penderita diabetes mellitus di komunitas prolanis (Program Penyuluhan

Penyakit Kronis). Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi.

Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Tias, A.R. (2014). Hubungan persaudaraan pada remaja yang saudara kandungnya

penyandang autisme. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi.

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.

Widyasari, D.J. (2014). Hubungan antara regulasi emosi dan dukungan sosial

keluarga dengan kecemasan menghadapi menopause pada wanita di

kecamatan ngawi. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Kedokteran.

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Wulandari, R. (2016). Perbedaan tingkat pengendalian emosi antara remaja yang

tinggal di desa dan yang tinggal di kota. Skripsi (tidak diterbitkan).

Fakultas Psikologi. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.