refrat akupunktur

4
Berbagai jenis pengobatan komplementer dan alternatif telah digunakan secara luas oleh masyarakat untuk menangani asma pada anak. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Pusat Asma Montreal Children’s Hospital didapatkan data bahwa suplementasi vitamin, homeopati, dan akupunktur merupakan pengobatan komplementer yang paling sering digunakan pada pasien asma. Prevalensi penggunaan ankupunktur sendiri tercatat sekitar 11% dengan penggunaan terbanyak pada kelompok etnis Asia dan anak usia prasekolah. Kemudian, berdasarkan analisis multivariat ditemukan adanya hubungan antara penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif dengan kejadian asma episodik dan kontrol asma yang buruk. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena banyak orangtua yang menggunakan pengobatan alternatif bagi anaknya tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu atau bahkan menggunakannya tanpa disertai pengobatan medis konvensional, sehingga terjadi keterlambatan penanganan medis atas kondisi asma yang diderita (Torres-Llenza et al., 2010). Meta-analisis menunjukkan bahwa hanya sedikit bukti yang mendukung keberhasilan akupunktur dalam terapi asma bronkial. Namun hasil tersebut kemungkinan disebabkan karena beberapa penelitian sebelumnya tidak memiliki kualitas keilmiahan yang cukup serta hanya terfokus pada penggunaan akupunktur saja tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip pengobatan tradisional Cina lainnya yang sesuai (Stockert et al., 2007).

Upload: akbar1992

Post on 05-Sep-2015

224 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

refrat akupunktur

TRANSCRIPT

Berbagai jenis pengobatan komplementer dan alternatif telah digunakan secara luas oleh masyarakat untuk menangani asma pada anak. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Pusat Asma Montreal Childrens Hospital didapatkan data bahwa suplementasi vitamin, homeopati, dan akupunktur merupakan pengobatan komplementer yang paling sering digunakan pada pasien asma. Prevalensi penggunaan ankupunktur sendiri tercatat sekitar 11% dengan penggunaan terbanyak pada kelompok etnis Asia dan anak usia prasekolah. Kemudian, berdasarkan analisis multivariat ditemukan adanya hubungan antara penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif dengan kejadian asma episodik dan kontrol asma yang buruk. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena banyak orangtua yang menggunakan pengobatan alternatif bagi anaknya tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu atau bahkan menggunakannya tanpa disertai pengobatan medis konvensional, sehingga terjadi keterlambatan penanganan medis atas kondisi asma yang diderita (Torres-Llenza et al., 2010).Meta-analisis menunjukkan bahwa hanya sedikit bukti yang mendukung keberhasilan akupunktur dalam terapi asma bronkial. Namun hasil tersebut kemungkinan disebabkan karena beberapa penelitian sebelumnya tidak memiliki kualitas keilmiahan yang cukup serta hanya terfokus pada penggunaan akupunktur saja tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip pengobatan tradisional Cina lainnya yang sesuai (Stockert et al., 2007). Pada terapi asma berdasarkan pengobatan tradisional Cina, diperlukan kombinasi antara akupunktur, penggunaan herbal seperti Jin Zhi yang merupakan hasil pengolahan feses, serta panduan diet dan gaya hidup yang ketat. Selain itu, terapi asma tidak hanya terfokus pada organ paru, namun juga pada usus besar karena berdasarkan teori pengobatan tradisional Cina harus ada keseimbangan antara paru-paru sebagai organ yin dan usus besar sebagai organ yang. Interaksi antara kedua organ tersebut didemonstrasikan melalui penelitian yang terpusat pada flora komensal dalam usus. Penurunan jumlah mikroba dalam usus yang menyebabkan turunnya stimulus bagi T-helper berhubungan dengan peningkatan prevalensi alergi. Reaksi alergi yang timbul bisa berupa hiperreaktivitas bronkus yang dapat mengarah pada penyakit paru kronis. Hal tersebut menunjukkan bahwa mikroba komensal dalam usus besar berperan sebagai faktor esensial dalam pematangan sistem imun untuk berkembang menuju kondisi non-atopik sehingga mengurangi risiko penyakit paru karena alergi (Stockert et al., 2007).Efektifitas pengobatan tradisional Cina dapat digambarkan dalam penelitian yang mengaplikasikan laser akupunktur serta probiotik dalam terapi asma pada anak. Alih-alih jarum, laser dipilih karena lebih aman dan tidak menyakitkan sehingga nyaman bagi anak, dan pemilihan titik akupunkturnya didasarkan pada sistem diagnostik tradisional Cina. Probiotik berupa bakteri Enterococcus faecalis digunakan sebagai pengganti herbal seperti Jin Zhi untuk stimulus pada usus besar. Kemudian keberhasilan terapi diukur menggunakan forced expiratory volume dalam detik pertama (FEV1) dan peak flow variability (PFV). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kombinasi antara akupunktur dan probiotik dapat memperbaiki keadaan hiperreaktivitas bronkus secara signifikan yang ditunjukkan dengan turunnya variabilitas PFV, walaupun nilai FEV1 tidak berubah secara signifikan. Selain itu, dengan penelusuran lebih lanjut didapatkan bahwa pasien yang diterapi menggunakan akupunktur lebih sedikit terkena infeksi saluran pernafasan selama musim dingin (Stockert et al., 2007).

Akupunktur dapat merangsang pelepasan opioid endogen, kortikosteroid, dan hormon adrenokortikotropik yang berpengaruh pada kondisi asma. Kemudian akupunktur juga mempunyai efek imunomodulator yang secara signifikan dapat menurunkan serum sitokin turunan Th2 seperti interleukin (IL)-4, IL-6, dan IL-10, serta secara signifikan meningkatkan IL-8, bersama dengan pengurangan eosinofil darah sebesar 32%. Oleh karena itu akupunktur dapat memperbaiki ketidakseimbangan antara Th1/Th2 yang bertanggung jawab pada inflamasi kronis saluran napas pada asma bronkial (Stockert et al., 2007).

Efek akupunktur tersebut dibantu oleh pemberian probiotik bakteri E. faecalis yang menunjukkan hubungan antara paru dan usus besar. Bakteri gram positif dapat menginduksi pembentukan IL-12 yang memiliki peran kunci dalam keseimbangan Th1/Th2. Kehadiran IL-12 memicu diferensiasi prekursor sel T CD4+ menjadi subkelas Th1 serta menekan hiperaktivitas saluran napas dan eosinofil. Enterococcus faecalis yang digunakan dalam penelitian dapat meningkatkan jumlah IL-12 sebanyak 30% lebih tinggi dibandingkan bakteri Lactobacillus. Kemudian prebiotik juga dapat meningkatkan respon immunoglobulin A spesifik pada mukosa usus sekaligus dengan mukosa nasal maupun bronkial sehingga mengurangi risiko infeksi pada saluran pernapasan (Stockert et al., 2007).