reformasi pelayanan puskesmas batu 10 kota …repository.umrah.ac.id/428/1/reformasi pelayanan...
TRANSCRIPT
REFORMASI PELAYANAN PUSKESMAS BATU 10 KOTA
TANJUNGPINANG
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
DIAN UTARI
NIM : 120563201040
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2018
1
Reformasi Pelayanan Puskesmas Batu 10 Kota Tanjungpinang
Dian Utari
Department of Public Administration
Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Maritim Raja Ali Haji
Abstract
Penelitian ini menganalisis tentang reformasi pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
Puskesmas Batu 10 Tanjungpinang. Penelitian ini dilakukan dengan mix methods
dengan menggunakan gabungan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data
dikumpulkan dengan menggunakan wawancara, kuesioner, observasi, dan sumber
sekunder. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa strategi Puskesmas Batu 10 masih
terfokus pada perubahan kelembagaan dan procedural dan mengabaikan perubahan
kultur. Hal ini membuat transformasi pelayanan kesehatan di Puskesmas Batu 10 belum
berjalan efektif.
Keywords: Reformasi, Pelayanan Kesehatan, Puskesmas.
INTRODUCTION
Reformasi administrasi telah
banyak berkembang di Indonesia
seiring dengan berjalannya otonomi
daerah. Hal ini tentu saja tidak lepas
dari prinsip otonomi daerah yang dalam
artian daerah diberikan kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan di luar yang menjadi
urusan yang menjadi urusan pemerintah
yang ditetapkan dalam undang-undang.
Daerah memiliki kewenangan
membentuk kebijakan daerah untuk
memberikan pelayanan, peningkatan
peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Singkatnya pelaksanaan
otonomi daerah diserahkan secara
penuh kepada kabupaten/kota melalui
desesntralisasi kewenangan. Sementara
pemerintah provinsi menyeleggarakan
desentraslisasi secara terbatas serta
kewenangan dekonsentrasi yang pada
prinsipnya perpanjangan tangan dari
pemerintah pusat di daerah atau sebagai
“koordinator” penyelenggaraan urusan-
urusan pemerintah pusat di daerah serta
tugas pembantuan pada masing-masing
tingkatan pemerintah. Berdasarkan UU
Pemerintahan Daerah, secara prinsipnya
otonomi daerah dimaksudkan
pemberian kewenangan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya berdasarkan
prakarsa dan aspirasi yang berkembang.
Dalam penelitian ini salah satu bentuk
tanggungjawab pemerintah dalam
membangun daerahnya lebih di
fokuskan kepada pelayanan kesehatan.
Alasan peneliti memilih
penelitian tentang reformasi pelayanan
puskesmas Batu 10 Tanjungpinang
yaitu untuk mengetahui bagaimana
strategi puskesmas dalam pelayanan
sehingga menjadi salah satu puskesmas
terbaik di Kota Tanjungpinang.
Puskesmas Batu 10 ini telah
terakreditasi, dengan begitu layanan
kesehatan yang diberikan puskesmas
2
akan semakin baik. Bila dilihat dari segi
fisik puskesmas tersebut memang telah
memiliki fasilitas yang memadai, selain
itu penerapan program-program seperti
melayani medis, mulai dari poli lansia,
poli balita, poli KB, penyakit menular
dan emergency, poli gigi, poli tumbuh
kembang anak, dan juga ada klinik
merokok bagi warga yang ingin
berhenti merokok. Puskesmas batu 10
tanjungpinang juga memiliki fasilitas
pusat pemberdayaan masyarakat,
perkantoran, dan tempat ibadah. Baru-
baru ini Puskesmas Batu 10 kota
Tanjungpinang ditunjuk menjadi
Puskesmas percontohan pelayanan
publik oleh Kementerian Pemberdayaan
dan Aparatur Negara. Puskesmas Batu
10 juga menempati urutan ke 14 dari 59
role model Puskesmas se-Indonesia.
Pelayanan kesehatan merupakan
salah satu hak mendasar masyarakat
yang penyediaannya wajib
diselenggarakan oleh pemerintah
sebagaimana telah diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H
ayat (1) “setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir batin,bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan” dan
pasal 34 ayat (3) “Negara
bertanggungjawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Salah satu bentuk fasilitas pelayanan
kesehatan untuk masyarakat yang
diselenggarakan oleh pemerintah adalah
puskesmas. Fasilitas pelayanan
kesehatan ini merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat
dalam membina peran serta masyarakat
dalam memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat. Dengan kata lain,
puskesmas mempunyai wewenang dan
tanggungjawab atas pemeliharaan
kesehatan dalam wilayah kerjanya.
Pelayanan kesehatan yang diberikan
puskesmas adalah pelayanan kesehatan
menyeluruh yang meliputi pelayanan
kuratif (pengobatan), preventiv (upaya
pencegahan), promotif (peningkatan
kesehatan) dan rehabilitative
(pemeliharaan kesehatan). Pelayanan
tersebut ditujukan kepada semua
penduduk, tidak membedakan jenis
kelamin dan golongan umur, sejak
dalam kandungan sampai tutup usia.
Dalam hal ini puskesmas dituntut untuk
selalu meningkatkan keprofesionalan
dari para pegawainya serta
meningkatkan fasilitas atau sarana
kesehatannya untuk memberikan
kepuasan kepada masyarakat pengguna
jasa layanan kesehatan semakin
meningkatnya persaingan serta
pelanggan yang semakin selektif dan
berpengetahuan mengharuskan
puskesmas selaku salah satu penyedia
jasa pelayanan kesehatan untuk selalu
meningkatakan kualitas pelayanan,
terlebih dahulu harus diketahui apakah
pelayanan yang diberikan terhadap
pasien atau pelanggan selama ini sesuai
dengan harapan atau belum.
Kualitas pelayanan kesehatan
sangat mempengaruhi pencapaian
keberhasilan puskesmas. Dalam
memberikan pelayanan publik, kualitas
pelayanan menjadi tuntutan utama bagi
puskesmas. Pelayanan dalam era
globalisasi sekarang ini dituntut adanya
peningkatan mutu dari suatu organisasi.
Terkait peningkatan kualitas pelayanan
publik, ada tiga sasaran yang ingin
dicapai, yaitu : 1) Meningkatnya
kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat (transparan, cepat, tepat,
sederhana, aman, terjangkau, dan
memiliki kepastian); 2) Meningkatnya
jumlah unit pelayanan yang
memperoleh standarisasi pelayanan
internasional; 3) Meningkatnya indeks
kepuasan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik.
Berdasarkan uraian yang
menarik diatas dengan demikian penulis
ingin mengetahui lebih lanjut dengan
mengadakan penelitian yang berjudul
“REFORMASI PELAYANAN
3
PUSKESMAS BATU 10 KOTA
TANJUNGPINANG”.
RESEARCH METHODS
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian mixed methods dengan
jenis metode Sequential Exploratory.
Metode ini pada tahap awal
menggunakan metode kualitatif dan
tahap berikutnya menggunakan metode
kuantitatif. Bobot metode lebih pada
metode tahap pertama yaitu metode
kualitatif dan selanjutnya dilengkapi
dengan metode kuantitatif. Kombinasi
data kedua metode
bersifat connecting (menyambung) hasil
penelitian tahap pertama (hasil
penelitian kualitatif) dan tahap
berikutnya (hasil penelitian kuantitatif).
Penelitian ini merupakan suatu
langkah penelitian dengan
menggabungkan dua bentuk penelitian
yang telah ada sebelumnya yaitu
penelitian kualitatif dan penelitian
kuantitatif. Menurut Sugiono (2011:
404) menyatakan bahwa jenis
penelitian kombinasi (mixed methods)
adalah suatu metode penelitian yang
mengkombinasikan atau
menggabungkan antara metode
kuantitatif dengan metode kualitatif
untuk digunakan secara bersama-sama
dalam suatu kegiatan penelitian,
sehingga diperoleh data yang lebih
komprehensif, valid, reliable dan
obyektif.
Dalam penelitian ini peneliti
menentukan informan dengan teknik
purposive sampling, artinya dengan
memilih nara sumber yang benar
mengetahui kondisi internal dan
eksternal puskesmas batu 10
Tanjungpinang sehingga mereka akan
memeberikan masukan secara tepat
tentang pelayanan di puskesmas Batu
10 Tanjungpinang tersebut. Informan
yang dipilih dalam penelitian ini
berasal dari petugas kesehatan
puskesmas dan pasien. Untuk
respondennya berasal dari masyarakat
(pasien) yang berobat di Puskesmas
Batu 10.
Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data
kualitatif dan kuantitatif. Sedangkan
untuk sumber data yang dikumpulkan
dan digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data skunder.
a. Data Primer
Data primer merupakan data
utama yang dihasilkan dari penelitian
melalui beberapa tehnik pengumpulan
data yang dipakai oleh peneliti, seperti
observasi, wawancara, koesioner dan
dokumentasi yang berupa kata-kata dan
tindakan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang
berupa sumber data tertulis, data
sekunder merupakan data pelengkap
atau pendukung dalam penelitian ini.
Adapun yang menjadi sumber data
sekunder ini bersumber dari literatur
buku, jurnal, dan internet.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu :
1. Penelitian kepustakaan (library
research), Penulis berusaha
mempelajari data dari literatur dan
sumber bacaan yang relevan dengan
penelitian yang penulis lakukan.
2. Penelitian lapangan (field work
research), yaitu penelitian langsung
ke lokasi yang menjadi objek
penelitian.
a. Observasi, adalah cara penulis untuk
mengumpulkan data dengan terjun
dan melihat langsung ke lapangan
terhadap objek yang di teliti.
b. Wawancara, yang merupakan
metode pengumpulan data dengan
cara bertanya langsung pada
informan, dalam hal ini kepada
pegawai puskesmas dan juga pasien,
yang merupakan metode
4
pengumpulan data dengan cara
pengamatan dan pencapaian
terhadap data yang ditemukan.
c. Kuesioner, adalah suatu teknik
pengumpulan data secara tidak
langsung (peneliti tidak pangsung
bertanya jawab dengan responden).
Instrument atau alat pengumpulan
datanya juga disebut angket yang
berisi sejumlah pertanyaan-
pertanyaan yang harus dijawab atau
direspon oleh responden.
Responden mempunyai kebebasan
untuk memberikan jawaban atau
respon sesuai dengan persepsinya.
d. Dokumentasi, adalah suatu cara
untuk memperoleh suatu data atau
informasi mengenai hal-hal atau
variable yang ada kaitannya dengan
penelitian.
Karena dalam penelitian ini
menggunakan mix metodhs yang
menggunakan Karena dalam penelitian
ini menggunakan mix metodhs dan
bobot utama pada eksploratoris
sekuensial adalah pada data kualitatif,
sehingga data yang diperoleh
dilapangan bisa jadi cukup banyak dan
komplek maka perlu dilakukan analisis
data menurut Miles dan Huberman
(dalam Sugiyono, 2010:247).
a. Reduksi data yaitu dengan
merangkum data, memilih data-data,
sesuai dengan indikator dari
penelitian yakni merakum hasil
wawancara dengan memilih data-
data yang diperlukan sesuai urutan
dari pelayanan puskesmas Batu 10
menuju best practice.
b. Setelah data yang direduksi atau
dirangkum berdasarkan kategorinya
maka selanjutnya tahap berikutnya
adalah dengan cara penyajian data
atau bisa dalam bentuk uraian
singkat atau narasi. Penyajian data-
data yang diperoleh disajikan dalam
bentuk narasi dan penjelasan yang
didasarkan dari kutipan-kutipan
wawancara yang diperoleh dari
informan. Kemudian narasi atau
penjelasan yang disajikan tidak akan
lari dari definisi konsep yang di buat
sehingga menghasilkan analisis data
yang dianggap dan merespon
kebutuhan penelitian yang ada yaitu
reformasi pelayanan Puskesmas
Batu 10 Kota Tanjungpinang.
c. Langkah berikutnya adalah
menyimpulkan, namun demikian
menurut Miles dan Huberman
(Dalam Sugiyono, 2010:252),
“Kesimpulan awal dikemukakan
masih bersifat sementara dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti
– bukti yang valid dan konsisten
saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan
kesimpulan yang kredibel.
Dari hasil pengumpulan data-
data dan proses verifikasi data yang
dilakukan maka diperoleh hasil yang
valid dimana tidak di perlukan lagi
pengumpulan data tambahan karena
dinilai sudah cukup sehingga dapat
disimpulkan data yang kemudian dapat
dijelaskan pada penjelasan analisa
berikutnya.
DISCUSSION AND RESULT
A. Strategi Reformasi Pelayanan Di
Puskesmas Batu 10
Puskmas merupakan unit
pelayanan kesehatan yang
bertanggungjwab
menyelenggarakan pembangunan
kesehatan dengan tiga fungsi, yakni
sebagai pusat pembangunan
berwawasan kesehatan, sebagai
pusat pelayanan keluarga dan
masyarakat dan sebagai pusat
pelayanan kesehatan strata pertama,
baik untuk pelayanan kesehatan
perorangan maupun pelayanan
kesehatan masyarakat. sejak
beberapa tahun terakhir, Puskesmas
Batu 10 berupaya memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat
dengan melakukan perubahan-
5
perubahan demi memenuhi
kepuasan masyarakat.
Upaya mereformasi
Puskesmas untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan dilakukan
dengan memperbaiki dua sisi dalam
pelayanan kesehatan, yakni pihak
puskesmas sebagai pemberi layanan
dam masyarakat sebagai pihak
pengguna layanan. Puskesmas
sebagai pihak pemberi layanan
melakukan survey pengaduan untuk
mengetahui keluhan masyarakat
tentang pelayanan dipuskesmas dan
hasil survey ini yang akan dijadikan
dasar untuk membuat perubahan di
Puskesmas.
Puskesmas Batu 10 dalam
menyusun strategi reformasi
pelayanan kesehatan dengan
mencari tahu terlebih dahulu apa
yang dibutuhkan masyarakat dan
juga apa yang diinginkan
masyarakat kepada puskesmas. dari
hasil survey tersebut lalu
dirancanglah strategi yang bisa
memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan-keinginan
masyarakat. contohnya perbaikan
gedung, perbaikan pelayanan, dan
sebagainya.
B. Kepuasan Pasien Pasca Perbaikan
Pelayanan
Dengan adanya perubahan-
perubahan yang dilakukan oleh
Puskesmas Batu 10 tersebut
memberikan dampak yang cukup baik
untuk Puskesmas Batu 10. Adapun
dampak perubahan setelah dilakukan
Puskesmas Batu 10 sebagai berikut:
1. Hasil Kerja Puskesmas
Sistem pelayanan kesehatan di
puskesmas Batu 10 telah menekankan
pada kerjasama tim, berpedoman pada
SPO yang ada serta masih diperlukan
upaya pengembangan dan
penyempurnaan sistem pelayanan yang
telah ada, sehingga tercipta sistem
pelayanan kesehatan yang berkualitas,
efektif, dan efisien. Hasil kinerja
puskesmas Batu 10 secara keseluruhan
setiap program sudah menunjukkan
hasil yang baik, namun untuk
kedepannya perlu ditingkatkan agar
mendapatkan hasil yang lebih maksimal
lagi.
2. Kepuasan Masyarakat
Untuk melihat persepsi
masyarakat terhadap kinerja pelayanan
puskesmas maka dilakukan pengukuran
Indeks Kepuasan Masyarakat pada
puskesmas batu 10. Untuk hasil
surveynya bisa dilihat pada table
berikut:
Dari table dapat dilihat bahwa
dengan nilai IKM 77,67 disimpulkan
bahwa kategorisasi mutu pelayanan “B”
dan kinerja unit pelayanan adalah
BAIK. Jika dilihat dari nilai rata-rata
tertinggal di puskesmas batu 10 adalah
“kepastian biaya pelayanan” dengan
nilai sebesar 3,24 sedangkan unsur
dengan nilai rata-rata terendah adalah
unsur “kecepatan pelayanan” dengan
perolehan sekor 2,98 point.
Untuk melihat bagaimana
kepuasan pasien terhadap kualitas
pelayanan Puskesmas Batu 10, peneliti
melakukan survey dengan
menggunakan lima dimensi kualitas
pelayanan, yaitu dimensi tangibles
(bukti langsung), dimensi empathy
(perhatian), dimensi reliability
(kehandalan), dimensi responsiveness
6
(daya tanggap), dan juga dimensi
assurance (jaminan). Data hasil
penelitian kepuasan pasien mengenai
kualitas pelayanan kesehatan dengan
menggunakan lima dimensi kualitas
pelayanan di Puskesmas Batu 10 bisa
dilihat di table berikut:
Dimensi kehandalan (reliability)
lebih banyak berfokus pada kemampuan
untuk menampilkan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan akurat.
Persentase yang diperoleh dalam
dimensi kehandalan (reliability) sebesar
72,4% yang termasuk dalam kategori
kualitas pelayanan yang cukup baik.
Dimensi daya tanggap
(responsiveness) berfokus pada
kemampuan untuk membantu
konsumen dan meningkatkan kecepatan
pelayanan. Persentase yang diperoleh
dalam dimensi ini sebesar 72,8% yang
termasuk dalam kategori kualitas
pelayanan yang cukup baik.
Dimensi jaminan (assurance)
berfokus pada kompetensi yang dimiliki
sehingga memberikan rasa aman, bebas
dari bahaya, risiko atau keraguan dan
kepastian yang mencakup pengetahuan,
perilaku, dan sifat yang dapat dipercaya.
Persentase yang diperoleh dalam
dimensi jaminan (assurance) sebesar
76,6% yang termasuk dalam kategori
kualitas pelayanan yang baik.
Dimensi perhatian (empathy)
berfokus pada sifat dan kemampuan
untuk memberikan perhatian penuh
kepada pasien, kemudian melakukan
kontak dan komunikasi yang baik.
Persentase terendah untuk kualitas
pelayanan kesehatan adalah dari
dimensi perhatian (empathy) sebesar
65,7% yang termasuk dalam kategori
kualitas pelayanan yang cukup baik.
Dimensi bukti langsung
(tangibles) berfokus pada penampilan
fisik dari fasilitas, peralatan dan sarana.
Persentase tertinggi untuk kualitas
pelayanan kesehatan adalah dari
dimensi bukti langsung (tangibles)
sebesar 76,6% yang termasuk dalam
kategori baik.
Persentase rata-rata akhir yang
diperoleh untuk mengetahui kualitas
pelayanan kesehatan di Puskesmas Batu
10 Tanjungpinang dari perspektif pasien
adalah 79,1%. Persentase tersebut
berada pada rentang 72,14% - 100%,
sehingga kualitas pelayanan kesehatan
di Puskesmas Batu 10 termasuk dalam
kategori kualitas pelayanan yang baik
berdasarkan rentang kategori kualitas
pelayanan kesehatan.
C. Kondisi Pelayanan Sebelum dan
Sesudah Perbaikan
1. Situasi Sebelum Perbaikan Kualitas
Pelayanan
Sebelum menjadi puskesmas
yang terakreditasi madya, puskesmas
Batu 10 pada awal dibangunnya
merupakan puskesmas yang berbentuk
setengah permanen dan hanya memiliki
beberapa pegawai saja. Selain itu, bila
dilihat dari fasilitas dan infrastruktur
puskesmas Batu 10 masih banyak
kekurangan seperti bangunan 1 lantai
yang sempit, bergabungnya tempat
pengambilan kartu, ruang tunggu, dan
juga ruang pendaftaran tentu saja
membuat para pengunjung menjadi
tidak nyaman.
Untuk memberikan pelayanan
yang maksimal, Puskesmas Batu 10
mulai melakukan perbaikan gedung
puskesmas sehingga bisa menampung
lebih banyak pengunjung. Sehingga
pada tahun 2015 Puskesmas Batu 10
mulai melakukan perbaikan gedung
yang mengharuskan Puskesmas Batu 10
untuk sementara waktu menetap
disebuah bangunan ruko dua lantai. Hal
ini dilatar belakangi dengan
7
PEMENKES No.75 tahun 2014 pasal
11 ayat 1 poin (c) yang mengharuskan
puskesmas menyediakan fungsi,
keamanan, kenyamanan, perlindungan
keselamatan dan kesehatan serta
kemudahan dalam memberikan
pelayanan bagi semua orang termasuk
yang berkebutuhan khusus, anak-anak
dan lanjut usia”. Dengan demikian,
puskesmas melakukan perubahan-
perubahan seperti perbaikan SDM,
sarana dan prasaran.
Dilakukannya perbaikan –
perbaikan ini bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dan harapan
pengunjung puskesmas Batu 10
sehingga mereka merasa nyaman dan
puas akan pelayanan yang diberikan.
2. Situasi Setelah Perbaikan Kualitas
Pelayanan
Sebagai upaya atau tindak lanjut
dari adanya ketidak puasan pasien yang
berkunjung, Puskesmas Batu 10
berusaha melakukan perbaikan-
perbaikan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan antara lain sebagai berikut:
a) Penambahan Sarana dan Prasarana
Salah satu strategi perbaikan
kualitas pelayanan yang dilakukan
Puskesmas Batu 10 adalah dengan
memperbaiki sarana dan prasarana
seperti bangunan/gedung. Sesuai
dengan PEMENKES No.75 tahun 2014
pasal 11 ayat 1 yang berbunyi
“Bangunan puskesmas harus memenuhi
persyaratan yang meliputi: (a).
persyaratan administrative, persyaratan
keselamatan dan kesehatan kerja, serta
persyaratan teknis bangunan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; (b). bersifat permanen dan
terpisah dengan bangunan lain; dan (c).
menyediakan fungsi, keamanan,
kenyamanan, perlindungan keselamatan
dan kesehatan serta kemudahan dalam
memberikan pelayanan bagi semua
orang termasuk yang berkebutuhan
khusus, anak-anak dan lanjut usia”.
Perbaikan gedung yang
dilakukan puskesmas ini tentu bukan
tanpa alasan, hal ini dikarenakan jumlah
penduduk yang semakin meningkat
sehingga jumlah pasien yang datang ke
puskesmas Batu 10 juga semakin
melunjak. Sehingga puskesmas
menyarankan untuk melakukan
pembangunan ulang melalui dinas
kesehatan.
Setelah adanya perubahan,
Puskesmas Batu 10 kini memiliki ruang
tunggu yang luas dan nyaman,
menambahkan fasilitas bermain untuk
anak-anak agar saat berobat ke
puskesmas merasa nyaman dan tidak
rewel, tersedianya perpustakaan mini
yang berisikan buku-buku tentang
kesehatan dan sebagainya yang bisa
dibaca oleh masyarakat (pasien), dan
juga tersedianya kotak saran yang
digunakan untuk menampung semua
kritikan dan masukan oleh masyarakat
(pasien).
a) Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia
Selain perbaikan gedung,
puskesmas Batu 10 juga selalu
melakukan perbaikan kualitas
pelayanan salah satunya pelayanan yang
dilakukan oleh tenaga medis. Sesuai
dengan PEMENKES No.75 Tahun 2014
pasal 16 ayat (2) yang berbunyi “Jenis
dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga
non kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dihitung berdasarkan
analisis beban kerja, dengan
mempertimbangkan jumlah pelayanan
yang diselenggarakan, jumlah penduduk
dan persebarannya, karakteristik
wilayah kerja, luas wilayah kerja,
ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama lainnya di
wilayah kerja, dan pembagian waktu
kerja”.
Adanya pembangunan baru
tentu saja akan meningkatkan jumlah
kunjungan pasien, sehingga puskesmas
membutuhkan tenanga medis tambahan.
8
Dengan begitu pelayanan puskesmas
menjadi lebih praktis dan efisien
sehingga pasien merasa puas atas
pelayanan yang diberikan.
Bila dilihat dari jumlah pasien
yang berkunjung ke Puskesmas Batu 10
meningkat dan jumlah sumber daya
manusia (petugas) yang tidak
berimbang, dikhawatirkan dapat
menimbulkan beban kerja yang tinggi
dan berpengaruh terhadap kualitas
pelayanan kesehatan. Untuk
mengoptimalkan keterbatasan jumlah
tenaga kerja, Puskesmas batu 10
dibantu dengan petugas Intership dan
juga tenaga suka rela.
Dengan adanya dokter
internship dan juga tenaga suka rela
tentu sangat membantu untuk
mengoptimalkan jumlah sumber daya
manusia di Puskesmas Batu 10 sehingga
pelayanan yang diberikan lebih efektif
dan efisien.
Kualitas pelayanan Puskesmas
Batu 10 akan sangat ditentukan oleh
kemampuan pegawai dalam melayani
masyarakat yang berobat di Puskesmas
Batu 10. Untuk itu keberadaan SDM
yang berkualitas akan sangat
menentukan dalam mewujudkan
pelayanan yang berkualitas sesuai
dengan harapan masyarakat yang
menggunakan jasa puskesmas Batu 10.
Walaupun tingkat pendidikan pegawai
rata-rata sudah berpendidikan tingkat
atas, namun keterampilan dan keahlian
masih perlu diupayakan karea tingkat
pendidikan belum dapat menjamin
profesionalisme pegawai.
Untuk menciptakan tenaga
medis yang terampil dan profesional,
maka pihak Puskesmas Batu 10 telah
berupaya mengikutsertakan pegawainya
dalam berbagai pelatihan yang sesuai
dengan kompetensi.
Dengan adanya pendidikan dan
pelatihan bagi para tenaga medis yang
diadakan di Puskesmas Batu 10, Dinas
Kesehatan Kota Tanjungpinang atau
bekerja sama dengan instansi lainnya
yang dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan pegawai dalam
memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang berobat di
Puskesmas Batu 10, sehingga sumber
daya manusia yang berkualitas dapat
terpenuhi dalam mencukupi kebutuhan
pelayanan sehingga dapat mewujudkan
suatu pelayanan yang berkualitas,
selanjutnya kepuasan para masyarakat
yang berobat akan pelayanan yang
diberikan Puskesmas batu 10 terwujud.
b) Perbaikan Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan kesehatan di
Puskesmas batu 10 ditentukan oleh
berbagai faktor dan perspektif
penggunanya (pasien/masyarakat).
Sebagian besar informan mengatakan
bahwa Puskesmas Batu 10 telah
memiliki pelayanan kesehatan yang
baik dari pada sebelumnya. Penilaian
terhadap suatu pelayanan yang
berkualitas dilakukan oleh para pegawai
terutama pegawai yang berhubungan
langsung dengan pasien atau
masyarakat, dalam hal ini adalah tenaga
medis, paramedic, dan tenaga lainnya.
Degan demikian pasien dapat melihat
dan merasakan secara langsung,
bagaimana kualitas pelayanan/kinerja
pegawai di Puskesmas batu 10. Berikut
ini adalah pembahasan dari masing-
masing indikator penentu kualitas
pelayanan:
1) Reliability (kehandalan)
Kehandalan terutama dari tenaga
medis, paramedis, dan administrasi
yaitu tentang kemampuan dalam
memberikan pelayanan yang
memuaskan dan terpercaya kepada
pasien. Kehandalan pegawai akan
membawa kepercayaan penerima
layanan terhadap pelayanan berkaitan
dalam menangani masalah secara cepat
dan tepat kepada pasien. Dari hasil
wawancara yang peneliti lakukan,
Puskesmas Batu 10 telah memiliki
prosedur pelayanan yang mudah di
9
pahami oleh masyarakat, dan untuk
proses pendaftaran sampai dengan
pemeriksaan cukup memakan waktu
apabila jumlah kunjungan pasien
banyak. Mengenai lama atau tidaknya
proses pelayanan tersebut tergantung
dari banyak tidaknya kunjungan
masyarakat (pasien) yang sedang
berobat di Puskesmas Batu 10, sebab
jumlah pasien yang berobat dalam
sehari sekitar 100-150 orang dengan
kriteria berbeda-beda.
2) Responsiveness (daya tanggap)
Responsiveness meliputi sikap
tanggap dari pegawai untuk membantu
pasien yang mengalami kesulitan serta
kesiapan dari petugas untuk
memberikan pelayanan dengan segera
kepada pasien. Petugas harus siap
dalam membantu pasien yang
mengalami kesulitan, memberikan
respon danperhatian terhadap keluhan
yang disampaikan oleh pasien serta
memberikan informasi yang jelas
mengenai suatu pelayanan di puskesmas
Batu 10.
daya tanggap yang cukup baik
dan telah sesuai dengan harapan dari
pasien yaitu setiap ada pasien yang
memerlukan bantuan/informasi ataupun
keluhan kemudian petugas puskesmas
langsung menanggapinya. Hal ini
dirasakan pasien dari cara petugas
memperlakukan mereka dengan baik
dan sabar setiap ada kesulitan dan
keluhan. Keadaan ini menunjukkan
kesiapan dari petugas dalam
memberikan pelayanan yang cukup
memuaskan pasien.
3) Assurance (jaminan)
Jaminan berhubungan dengan
pengetahuan, kesopanan dan sifat
petugas yang dapat dipercaya oleh
pelanggan (pasien). Berdasarkan riset,
dimensi ini meliputi faktor keramahan,
kompetensi, kredibilitas dan keamanan.
Dalam dimensi ini, Puskesmas
Batu 10 masih belum maksimal dalam
memberikan jaminan kepada pasien.
Hal ini terbukti dengan observasi yang
peneliti temukan dilapangan, masih
adanya petugas yang sedikit
meninggikan suara saat pasien bertanya
kepada petugas tersebut. Hal ini tentu
saja berlawanan dengan budaya kerja
mereka yang mengharuskan setiap
petugas untuk bersikap ramah dan
sopan pada pasien.
4) Empathy (perhatia)
kriteria ini berkaitan dengan rasa
kepedulian dan perhatian khusus staff
kepada setiap pengguna jasa,
memahami kebutuhan mereka dan
memberikan kemudahan untuk
dihubung setiap saat jika ingin
memperoleh bantuannya.
Perhatian pribadi salah satu
bagian dari upaya untuk menimbulkan
rasa saling percaya antara pasien
dengan petugas sehingga pasien merasa
ada kenyamanan dan kedektan serta
keterbukaan akan membantu terjalinnya
komunikasi diantara keduanya.
Di puskesmas Batu 10, pasien
yang berobat akan ditangani oleh
petugas ataupun dokter yang sesuai
dengan bidangnya sehingga pasien tidak
perlu khawatir dalam mendapatkan
pelayanan dan perhatian dari para
petugas puskesmas Batu 10 meski
belum menyeluruh.
5) Tangibles (bukti langsung)
Dimensi ini penting untuk
organisasi jasa karena suatu pelayanan
jasa tidak bisa dilihat secara nyata maka
pelanggan akan menggunakan alat
indera untuk menilai suatu kualitas
pelayanan. Pihak puskesmas yang
mempunyai derajat keahlian bidang
kesehatan yang memerlukan pelayanan
sehingga dengan adanya bukti nyata
tersebut maka masyarakat dapat menilai
bagaimana kualitas yang diberikan
puskesmas Batu 10 kepada
masyarakat/pasien yang berobat.
10
Puskesmas Batu 10 telah
berusaha memenuhi sarana dan
prasarana penunjang pelayanan yang
dibutuhkan pasien sehingga pasien
merasa puas dengan pelayanan yang
diberikan. Walaupun ada beberapa alat
yang rusak tidak mengurangi kualitas
pelayanan yang diberikan oleh
Puskesmas.
Dari dimensi tangibles (bukti
langsung) memang menunjukkan bahwa
Puskesmas Batu 10 dari penampilan
fisik gedung dan sarana pendukung
lainnya cukup baik, termasuk
penampilan petugas berpakaian rapi dan
ada tanda pengenalnya.
D. Pembahasan
Puskesmas Batu 10 selama
beberapa tahun terakhir telah
melakukan perubahan-perubahan yang
cukup signifikan. Hal ini terbukti
dengan bangunan Puskesmas yang luas,
nyaman dan juga memiliki peratalan-
peralatan medis yang lengkap. Selain
itu, Puskesmas Batu 10 selaku
penyelenggara pelayanan terus
memperbaiki kualitas petugas kesehatan
dengan cara melakukan pelatihan-
pelatihan untuk memberikan pelayanan
prima bagi masyarakat.
Dalam memberikan pelayanan
kesehatan, Puskesmas Batu 10 selalu
berpedoman pada Standart Oprasting
Procedure (SOP) pelayanan kesehatan
dan juga mengacu pada Standart
Puskesmas yang telah ditetapkan oleh
KEMENKES RI. Hal ini terbukti dari
lengkapnya dokumen-dokumen yang
dimiliki oleh Puskesmas Batu 10.
Sejauh ini pelayanan Puskesmas
Batu 10 sudah cukup berjalan dengan
baik. Hal ini bisa dilihat dari minat
masyarakat dalam menggunakan
layanan kesehatan di Puskesmas Batu
10 semakin meningkat dikarenakan
menaruh kepercayaan besar terhadap
kualitas pelayanan yang ada di
Puskesmas Batu 10. Terbukti dengan
jumlah kunjungan pasien yang terus
meningkat dari tahun ke tahun, derajat
kesehatan masyarakat khususnya untuk
wilayah kerja Puskesmas Batu 10 yang
semakin membaik serta hasil survey
IKM Puskesmas Batu 10 tahun 2016
dengan nilai 77,67 yang tergolong
dalam kategori baik untuk kinerja unit
pelayanan.
Terlepas dari hasil IKM yang
cukup memuaskan, pelayanan pada
Puskesmas Batu 10 juga tidak luput dari
beberapa kendala. Jika melihat dari
daftar nilai IKM tahun 2016 dari tiap
unsur yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa unsur kecepatan
pelayanan menduduki nilai terendah
dari 15 unsur lainnya. Hal ini
dikarenakan perbaikan dari jumlah
tenaga Puskesmas masih belum
maksimal, baik dari segi medis maupun
non-medis. Oleh karena itu diharapkan
adanya penambahan jumlah petugas
Puskesmas sesuai dengan jumlah pasien
yang berkunjung sehingga
perbandingan jumlah petugas dengan
pasien seimbang.
Keberhasilan sebuah pelayanan
bisa dilihat dari kepuasan pelanggan.
Semakin baik sebuah pelayanan maka
semakin baik pula kualitas yang
diberikan hal ini tentu saja akan
memberikan kepuasan lebih pada
masyarakat selaku pengguna jasa
pelayanan. Kualitas pelayanan
kesehatan ditinjau dari aspek
keterjangkauan berkaitan dengan
tersedianya sarana dan prasarana
penunjang pelayanan, kelancaran
program-program Puskesmas. Kondisi
fisik bangunan yang luas, peralatan
medis yang lengkap dan penggunaan
teknologi informasi sudah tersedia
untuk melakukan pelayanan prima. Dari
hasil temuan penulis melalui wawancara
dan penyebaran kuesioner, kualitas
pelayanan Puskesmas ditinjau dari
dimensi responsiveness (cepat tanggap),
reliability (kehandalan), assurance
(jaminan), empathy (perhatian), dan
11
tangibles (bukti langsung), penilaian
masyarakat terhadap kualitas pelayanan
Puskesmas Batu 10 masih dalam
kategori baik dengan perolehan skor
sebesar 79,1%. Hasil dari penilaian dari
5 dimensi yang paling terendah yaitu
dimensi empathy (perhatian) yang
mendapatkan skor sebesar 65,7%. Hal
ini dikarenakan kurang perhatiannya
petugas kepada pasien selaku pengguna
jasa. Dari hasil observasi penulis sendiri
juga menemukan fenomena dimana
salah satu petugas puskesmas yang
menjawab pertanyaan pasien dengan
nada yang sedikit tinggi. Tentu saja
tidak sesuai dengan budaya kerja yang
dianut Puskesmas Batu 10 yaitu A SIX
(6 A) yang salah satu aspeknya
merupakan attitude (sikap) seperti
kesopanan, ramah, penuh perhatian,
bersahabat, dan juga memberikan
sapaan yang harus dimiliki dan
ditonjolkan petugas agar tidak
terjadinya pelayanan setengah hati.
Diharapkan Puskesmas Batu 10 untuk
kedepannya tidak hanya terfokus pada
perbaikan struktur dan prosedur saja,
tetapi juga memperhatikan aspek sikap
dan perilaku sehingga pelayanan yang
diberikan berjalan maksimal dan
kepuasan pelanggan terpenuhi.
Temuan penelitian ini sejalan
dengan pendapat Caiden (1991) yang
menyatakan untuk meningkatkan
kinerja birokrasi mencakup tiga aspek,
yaitu aspek kelembagaan, aspek
mekanisme dan prosedur, dan juga
aspek sikap atau prilaku. Sehingga
reformasi administrasi adalah juga
harus dapat mencakup ketiga aspek
tersebut yang yang harus dijalankan
secara terencana dan menyentuh aspek-
aspek yang mendasar atau substansial.
Jadi membahas mengenai kultur
administrasi akan banyak berkaitan
dengan perilaku aparatur birokrasi
dimana perilaku-perilaku tertentu
tersebut telah menjadi sesuatu yang
dianggap benar melalui suatu proses
internalisasi nilai-nilai dan anggapan-
anggapan yang telah diyakini
kebenarnya. Sebagai misal, perilaku
birokrat sebagai “manusia ekonomis”,
akan cenderung memaksimalkan
anggaran untuk departemennya sendiri
dan kurang memperhatikan departemen-
depar-temen lainnya.
Selain peningkatan kualitas
pelayanan melalui pelayanan prima,
pelayanan yang berkualitas juga dapat
dilakukan dengan konsep “layanan
sepenuh hati”. Layanan sepenuh hati
yang digagas oleh Patricia Patton
(Novitasari,dkk:2014) dimaksudkan
bahwa pelayanan tersebut merupakan
layanan yang berasal dari diri sendiri
yang mencerminkan emosi, watak,
keyakinan, nilai, sudut pandang, dan
perasaan. Oleh karena itu, petugas
pelayanan dituntut untuk memberikan
layanan kepada pelanggan dengan
sepenuh hati. Layanan seperti ini
tercermin dari kesungguhan petugas
untuk melayani. Kesugguhan yang
dimaksud adalah, petugas pelayanan
menjadikan kepuasan pelanggan
sebagai tujuan utamanya.
Sesuai dengan peran ilmu
administrasi public, caiden (199)
menyarankan kepada semua
administrator untuk bersikap proaktif
dalam menghasilkan upaya-upaya
peningkatan kinerja dan melakukan
reformasi tidak harus menunggu sampai
terjadi kegagalan atau ketidakpuasan.
Sebaliknya para administrator itu harus
mau mencari dan mengikuti saran-saran
dari para idealis yang memprakarsai
reformasi hingga mampu mencapai
kesempurnaan administrasi sebagai
suatu visi.
CONCLUSION
Berdasarkan pembahasan yang
telah penulis lakukan mengenai
reformasi pelayanan Puskesmas Batu 10
Kota Tanjungpinang, maka penulis
dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
12
1. Reformasi pelayanan kesehatan
yang dilakukan Puskesmas Batu 10
termasuk dalam reformasi yang
dilakukan pada aspek kelembagaan
dan aspek prosedur pelayanan saja,
dan kurang memperhatikan aspek
kultur untuk memberikan pelayanan
yang maksimal pada masyarakat.
Perubahan-perubahan yang telah
dilakukan puskesmas bisa dilihat
dengan kelembagaan yang lebih
terstruktur, perbaikan pada sarana
dan prasarana yang membuat
masyarakat lebih nyaman dan juga
memberikan pelatihan-pelatihan
pada petugas puskesmas. Namun
dalam pelaksanaannya masih
ditemukan petugas kesehatan yang
memperlakukan masyarakat (pasien)
dengan perlakuan yang terkesan
membentak. Padahal prinsip utama
pelayanan yang baik adalah
mengutamakan masyarakat dalam
hal ini pasien.
2. Kondisi pelayanan setelah adanya
perbaikan yang dilakukan
Puskesmas mendapatkan respon
positif bagi masyarakat, hal ini bisa
dilihat dari IKM yang mendapatkan
nilai sebesar 77,67 yang termasuk
dalam kategori mutu pelayanan “B”
dan kinerja unit pelayanan adalah
BAIK. Namun dalam penilaian IKM
tersebut, Puskesmas Batu 10
mendapatkan nilai terendah pada
unsur “kecepatan pelayanan”
dengan perolehan skor sebesar 2,98
point yang berarti Puskesmas Batu
10 masih belum efektif dalam
memberikan pelayanan. Bila dilihat
dari dimensi kualitas pelayanan:
a) reliability (kehandalan)
berdasarkan hasil penelitian
cukup baik; ditunjukan dengan
adanya kejelasan alur pelayanan
yang harus ditempuh pasien
sudah di tempel/dipasang di
tempat yang strategis serta
prosedur/syarat yang mudah
tidak terkesan berbelit-belit
sehingga efisien.
b) Responsiveness (daya tanggap)
berdasarkan hasil penelitian
cukup baik; ditunjukkan dengan
adanya tanggapan yang serius
dari petugas puskesmas Batu 10
dalam memberikan pelayanan
terhadap kesulitan dan keluhan
oleh pasien secara obyektif
tanpa membedakan suku, ras,
dan agama.
c) Assurance (jaminan)
berdasarkan hasil penelitian
baik; ditunjukkan dengan
adanya kecakapan atau
keterampilan pegawai
puskesmas Batu 10 dalam
memberikan pelayanan dan obat
yang diberikan telah sesuai
dengan standart kesehatan serta
lokasi puskesmas batu 10 yang
strategis sehingga masyarakat
yang berobat tidak mengalami
kesulitan.
d) Empathy (perhatian)
berdasarkan hasil peneltian
cukup baik; diberikan dalam
bentuk perhatian terhadap
individu pasien serta terciptanya
komunikasi yang baik antara
pegawai puskesmas batu 10
dengan pasien yang berobat.
Namun masih ada beberapa
keluhan mengenai dimensi ini.
e) Tangibles (bukti langsung)
berdasarkan hasil penelitian
baik; ditunjukkan dengan
adanya kemudahan dalam
pelayanan yang diberikan oleh
puskesmas Batu 10, baik sarana
pelayanan maupun sarana
penunjang pelayanan.
SUGGESTION
Adapun saran yang dapat
diajukan berdasarkan simpulan diatas
adalah sebagai berikut:
13
1. Reformasi pelayanan yang
dilakukan Puskesmas Batu 10
hendaknya tidak hanya terfokus
pada aspek kelembagaan dan
prosedural saja, namun juga
memperhatikan aspek kultur yang
juga merupakan salah satu aspek
terpenting dalam melakukan
pelayanan sehingga untuk
kedepannya pelayanan yang
diberikan lebih maksimal lagi.
2. Kondisi pelayanan puskesmas Batu
10 bila dilihat dari nilai IKM yang
terendah yaitu pada aspek
“kecepatan pelayanan”. Hal ini
dikarenakan jumlah petugas yang
tidak seimbang dengan pengunjung
yang datang berobat ke Puskesmas
Batu 10, sehingga diperlukannya
penambahan petugas pelayanan
sehingga untuk kedepannya
pelayanan yang diberikan lebih
efektif lagi.
3. Bila dilihat dalam dimensi
kehandalan (reliability), perlu
adanya peningkatan dalam
membangun budaya kerja agar tidak
ada lagi kesalahan dalam
memberikan pelayanan kesehatan
sehingga memberikan pelayanan
kesehatan dengan tepat waktu dan
akurat sesuai dengan yang
ditawarkan. Contohnya membentuk
kelompok kerja yang kompak dan
mendapatkan pelatihan secara terus
menerus sesuai dengan
perkembangan teknologi
kedokteran.
4. Bila dilihat dari dimensi daya
tanggap (responsiveness), perlu
ditingkatkan dan diberikan untuk
semua pegawai puskesmas Batu 10,
tidak hanya untuk pegawai yang
berhubungan langsung dengan
pasien sehingga semua pegawai
mempunyai tanggungjawab
bersama.
5. Bila dilihat dari dimensi jaminan
(assurance), perlu adanya
peningkatan dalam bersikap dan
kepribadian pegawai yang lebih
positif sehingga pasien merasa
nyaman dan aman.
6. Bila dilihat dalam dimensi bukti
langsung (tangibles), diharapkan
adanya rehabilisasi dan perluasan
untuk tempat parker, serta tempat
parker dibedakan antara parker
untuk pasien/masyarakat dengan
parker untuk pegawai puskesmas
Batu 10.
7. Bila dilihat dari dimensi perhatian
(empathy). Diharapkan lebih
ditingkatkan lagi secara
berkesinambungan hubungan
pegawai dengan pasien sehingga
dalam jangka selanjutnya kunjungan
masyarakat yang berobat di
puskesmas Batu 10 semakin
bertambah.
8. Bagi Dinas Kesehatan
Tanjungpinang perlu meningkatkan
pelayanan puskesmas dengan
melengkapi sarana dan prasaran
baik dari segi medis dan non-medis,
pengembangan sumber daya
manusia melalui diklat dan
pemberian reward, mengalokasikan
anggaran puskesmas sesuai dengan
kebutuhan, serta komitmen untuk
meningkatkan mutu pelayanan
dengan menerapkan Sistem
Menejemen Mutu (ISO) di
puskesmas.
REFERENCES
Caiden, Gerald E. and Siedentopf,
Heinrich, 1982, Strategies for
Administrative Reform, D.C.Heath
and Company, Canada.
Fathoni, Abdurrahman. 2006.
Metodologi Penelitian dan Teknik
Penyusunan Skripsi. Jakarta : PT.
Rineka Cipta. P.66.
Muninjaya, Gde. 2013. Manajemen
Mutu Pelayanan Kesehatan.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
14
Purwanto, Agus. 2009. Reformasi
Birokrasi, Kepemimpinan dan
Pelayanan Publik: Kajian Tentang
Pelaksanaan Otonomi Daerah Di
Indonesia.Yogyakarta : Gaya
Media, JIAN-UGM, MAP-UGM.
Sedarmayanti, 2013, Reformasi
Administrasi Publik Reformasi
Birokrasi, Dan Kepemimpinan
Masa Depan (Mewujudkan
Pelayanan Prima dan
Kepemerintahan Yang Baik),
Bandung: PT. Refika Aditama.
Singarimbun, Masri. 1987. Metode
Penelitian Survey. Jakarta : Pt.
Pustaka Lp3es.
Sj. Sumarto, Hetifah. 2009. Inovasi,
Partisipasi, dan Good Governance :
20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif
Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Sugiyono, 2000. Metode Penelitian
Administrasi, Bandung: Alfabeta.
-------------. 2005. Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
-------------, 2010, Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan RND,
Bandung: Alfabeta.
Zauhar, Soesilo. 2007. Reformasi
Administrasi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Undang-Undang
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat