referensi ta 3

60
Jl. SWK. 104 (Lingkar Utara), Condong Catur, Yogyakarta 55823 Telp. (0274) 486733, 486403, Fax (0274) 486403, e-mail : [email protected] LAPORAN KERJA PRAKTEK PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON MENGGUNAKAN DATA LOG MEKANIK, DAN DATA SEISMIK LAPISAN “NNF” FORMASI TALANG AKAR LAPANGAN “NNF” CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Disusun oleh : NABELLA NURUL FITRI NIM.111 100 034 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2014

Upload: mohammad-fahry-aladjai

Post on 08-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

penting

TRANSCRIPT

Page 1: Referensi Ta 3

Jl. SWK. 104 (Lingkar Utara), Condong Catur, Yogyakarta 55823 Telp. (0274) 486733, 486403, Fax

(0274) 486403, e-mail : [email protected]

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON

MENGGUNAKAN DATA LOG MEKANIK, DAN DATA SEISMIK

LAPISAN “NNF” FORMASI TALANG AKAR LAPANGAN “NNF”

CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

Disusun oleh :

NABELLA NURUL FITRI

NIM.111 100 034

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2014

Page 2: Referensi Ta 3

ii

HALAMAN PENGESAHAN

KERJA PRAKTEK

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN

MENGGUNAKAN DATA LOG MEKANIK DAN DATA SEISMIK

FORMASI BATURAJA LAPANGAN “AIRYN”

CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

Disusun oleh :

Riyanti Dirya

Nim.111 060 071

Tujuan Laporan ini Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

Yogyakarta, 22 Febuari 2010

Menyetujui,

Ketua Jurusan Dosen Pembimbing

Ir.Achmad Rodhi Ir. Teguh Jatmiko.S, MT

NIP.030174650 NIP. 030212010

Page 3: Referensi Ta 3

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

ALLAH SWT yang memberikan izin kepada hambanya untuk

menjalani kerja praktek ini dijalanNYA

Mamah ku dan Almarhum Papah ku yang ku cinta yang memberikan

semangat dan motifasi

Serta kakak – kakak (Endi, Taka, lis, Heny, Danu,Dani)

Dan Arif PS yang selalu memberikan kasih sayangnya

Page 4: Referensi Ta 3

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………….…………………………….i

HALAMAN PENGESAHAN……………………..……………………………………ii

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………..……………………………iii

KATA PENGANTAR…………………………………………………….……………iv

SARI…………………………………………………………………………………….vi

DAFTAR ISI……….…...……………………………………...………………………vii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………....x

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..………….....…xi

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………....1

I.1. Latar Belakang Penelitian……………………………………………………....1

I.2. Maksud dan Tujuan……………………………………………………………..2

I.3. Perumusan Masalah…………………………………………………………..…3

I.4. Waktu dan Lokasi Penelitian…………………………...……………………….3

I.5. Hasil Penelitian………………………...………………………………………..4

I.6. Manfaat Penelitian………………...…………………………………………….4

BAB II. METODOLOGI PENELITIAN…………...…………………………………5

II.1. Tahapan Persiapan…………………………...………………………………..5

II.2. Tahapan Penelitan……………………………………………………………..5

II.2.1. Tahapan Pendahuluan……………………...…………………………..5

II.2.2. Tahapan Analisa dan Interpretasi Data……………………………...…6

Page 5: Referensi Ta 3

viii

II.2.3. Penyusunan laporan……………...……………………………………..8

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA.....…………………………………………………10

III.1. Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara…………......………………10

III.2. Kerangka Tektonik Regional…………………….………………………….11

III.3. Tektonik Cekungan Jawa Barat Utara…………..…………………………..13

III.4. Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara…………….……………………….14

III.5. Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara……………….…………………..19

III.6. Petroleum Sistem Cekungan Jawa Barat Utara…………………..…………20

III.7. Geologi Daerah Pelitian…………………..…………………………………23

III.7.1. Struktur Geologi Daerah Penelitian………..………………………..23

III.7.2. Stratigrafi Daerah Penelitian……………………………………..….24

BAB IV. PENYAJIAN DATA………..………………………………………………26

IV.1. Data Primer…………………………………………………………………26

IV.2. Data Skunder………………………………………….……………………29

BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN………………………………………….30

V.1. Analisa Wireline Log………………………………………………………..30

V.1.1. Interpretasi Litologi…………………………………………..………30

V.1.1.1. Intervretasi Litologi Sumur ARY – 01………………………31

V.1.1.2. Intervretasi Litologi Sumur ARY – 02………………………34

V.1.1.3. Intervretasi Litologi Sumur ARY – 03………………………37

V.1.1.4. Intervretasi Litologi Sumur ARY – 04.….…………………..40

V.1.2. Interpretasi Korelasi……………….…………………………………43

Page 6: Referensi Ta 3

ix

V.1.2.1. Korelasi Struktur…...……………………………………..…43

V.1.2.2. Korelasi Stratigrafi..…………………………………………43

V.2. Analisa Seismik……………………………………………………………….46

V.2.1. Pengikatan data Seismik Dengan Data Sumur (well Seismik Tie)……46

V.2.2. Picking horizon…………………………………………..……………48

V.3. Analisa Peta Bawah Permukaan………………………………………………50

V.3.1. Peta Time Struktur...………………………………………..…………50

V.3.2. Peta Top struktur………………………………………………………50

V.3.3. Peta Isopach Net Sand (Ketebalan)…...………….……………………51

BAB VI. KESIMPULAN……..……………………………………………………….52

DAFTAR FUSTAKA.....................................................................................................53

LAMPIRAN……………………………………………………………………………54

Page 7: Referensi Ta 3

vi

SARI

Lapangan AIRYN terletak pada daerah operasi PT. Pertamina EP Region Jawa di

Cekungan Jawa Barat Utara. Penelitian yang dilakukan di Lapangan AIRYN difokuskan

pada Formasi Ekuivalen Baturaja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola

penyebaran reservoir dengan metode pemetaan bawah permukaan pada Formasi

Ekuivalen Baturaja yang digunakan untuk penentuan zona prospek hidrokarbon.

Formasi Ekuivalen Baturaja adalah salah satu Formasi dalam Cekungan Jawa

Barat Utara yang merupakan penghasil hidrokarbon. Formasi ini tersusun atas litologi

batugamping disisipi shale, Batupasir dan batubara. Data yang digunakan pada

penelitian ini adalah data wireline log dan data seismic.

Berdasarkan penelitian, Formasi ekuivalen Baturaja pada Lapangan AIRYN

yang terdiri dari empat sumur yaitu sumur ARY – 01, ARY – 02, ARY – 03, dan ARY –

04 memiliki litologi penyusun dominan berupa litologi batugamping yang disisipi shale,

Batupasir dan batubara. Batas OWC (Oil watwer contact) pada keempat sumur berada

pada kedalaman 1829 mbpl berdasarkan analisa log mekanik secara kualitatif.

Berdasarkan korelasi sumur dan peta bawah permukaan pada Lapangan AIRYN

diidentifikasi terdapat struktur temuan berupa antiklin dengan puncak pada kedalaman

1777 mbpl yaitu pada sumur ARY – 04. Pada sumur ARY – 02 mempunyai waktu

relative lebih lama yaitu terbentuk pada interpal waktu yaitu 1657.35ms dan semakin

kearah utara waktu yang dibutuhkan semakin cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa

semakin utara top lapisan semakin dangkal atau meninggi, dengan nilai 1627.12ms pada

sumur ARY – 03, berdasarkan peta time structure.

Page 8: Referensi Ta 3

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Penelitian

Sebagai salah satu sumber energy yang tidak terbarukan, minyak bumi

mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga seiring

dengan berjalananya waktu ktuk meningkatkan kebutuhan akan minyak bumi terus

meningkat, hal itu disertai dengan menipisnya cadangangan yang tersedia. Hal ini

mendorong perusahaan-perusahaan minyak meningkatkan usahanya untuk melakukan

penelitian dalam pencarian sumber minyak baru dengan mencari reservoir-reservoir baru

yang potensial.

PT. Pertamina (EP) sebagai salah satu anak perusahaan dari PT. Pertamina

(Persero)yang bergerak dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi selalu

berusaha meningkatkan kegiatannya. Salah satu kegiatan eksplorasi dan eksploitasi

dilakukan di Cekungan Jawa barat Utara. Cekungan ini dinilai prospek terhadap

kandungan hidrokarbon. Hal ini diperkuat dengan data yang didapatkan perusahaan

bersangkutan bahwa pada formasi-formasi yang ada pada daerah Cekungan Jawa Barat

Utara berhasil diproduksi minyak dan gas dari beberapa formasi diantaranya formasi

Parigi (gas), Formasi Cibulakan Atas (gas dan minyak), Formasi Ekuivalen baturaja

(minyak), formasi Ekuivalen Talangakar (gas), Formasi Jatibarang (minyak)(Pertamina

1993, dalam Hapsari, 2004).

Batuan reservoir merupakaan batuan yang prospek terhadap kandungan

hidrokarbon karena sifatnya yang porous dan permeable sehingga dapat menyimpan

hidrokarbon. Sehingga pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi batuan reservoarlah

yang dicari. Dalam menentukan keberadaan batuan reservoir di dalam kegiatan

Page 9: Referensi Ta 3

2

eksplorasi terdapat dua kegiatan penting yaitu penyelidikan geologi permukaan (surface

investigation) dan penyelidikan geologi bawah permukaan (subsurface investigation).

Pada penelitian ini, penulis memfokuskan pada lapangan “AIRYN”, Formasi

Baturaja, karena pada Lapangan ini memiliki sumur-sumur pemboran yang telah

menghasilkan minyak maupun gas dari formasi tersebut. Formasi Baturaja disusun oleh

satuan batugamping dengan sisipan batulanau, serpih dengan sisipan batupasir tipis di

bagian bawah. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan batugamping

mudstone/wackestone sampai packstone. Pada beberapa selang waktu Formasi Baturaja

ini dijumpai indikasi hidrokarbon dengan maksimum gas yang cukup tinggi.

Tahapan yang sangat penting untuk melakukan eksplorasi minyak dan gas bumi

adalah pemetaan bawah permukaan. Pemetaan bawah permukaan dapat dikatakan

sebagai pekerjaan yang dilaksanakan dengan menggunakan metode khusus untuk

merekam informasi geologi bawah permukaan yang hasil rekamannya berupa data yang

diolah dan ditafsirkan sehingga akan didapatkan gambaran yang lebih jelas tentang

geometri, penyebaran, kedalaman suatu reservoir untuk estimasi cadangan hidrokarbon

maupun hidrokarbon yang dapat diproduksi pada formasi tersebut didukung dengan

data-data penunjang lainnya.

I.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan ilmu

pengetahuan,khususnya bidang geologi yang telah didapat dalam bangku kuliah

kepekerjaan lapangan terutama di industry perminyakan dalam bentuk penelitian ilmiah.

Sedangkan maksud dari pelaksanaannya adalah sebgai sarat untuk memperoleh gelar

sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

Page 10: Referensi Ta 3

3

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui geometri dan variasi litologi penyusun dari Formasi Baturaja pada

Lapangan AIRYN dengan menggunakan data log mekanik secara kualitatif.

2. Mengevaluasi dan menganalisis sumur dari Formasi Baturaja pada Lapangan

AIRYN.

3. Mengetahui zona prospek hidrokarbon dari formasi Baturaja pada Lapangan

AIRYN dengan penyelidikan geologi bawah permukaan

4. Mengetahui pola persebaran reservoir pada Lapangan AIRYN.

5. Memetakan perangkap hidrokarbon yang dinilai prospek.

I.3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah penting untuk dilakukan agar penelitian mempunyai batasan

penelitian yang jelas dan sistematis. Perumusan masalah tersebut adalah:

1. Bagaimana geometri dan variasi litologi penyusun dari Formasi Baturaja pada

Lapangan AIRYN.

2. Bagaimana cara mengevaluasi dan menganalisis sumur dari Formasi Baturaja

pada Lapangan AIRYN.

3. Dengan cara apa mengetahui zona prospek hidrokarbon dari formasi Baturaja

pada Lapangan AIRYN.

4. Bagaimana pola persebaran reservoir pada Lapangan AIRYN.

5. Penentuan area prospek pada formasi Baturaja.

I.4. Waktu dan Lokasi Daerah Penelitian

Waktu pelaksanan Kerja Praktek selama satu bulan terhitung dari tanggal 18

Januari sampai dengan tanggal 18 Febuari 2010. Lokasi penelitian yakni Lapangan

AIRYN pada Cekungan Jawa Barat Utara yang termasuk dalam area Kota Cirebon.

Sementara itu pelaksanaan harian penelitian diadakan di Kantor PT. Pertamina EP

Region Jawa Divisi Geologi dan Geofisika, Klayan, Cirebon.

Page 11: Referensi Ta 3

4

I.5. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang diharapkan sebagaiberikut :

1. Mengetahui jenis litologi dengan analisa kualitatif pada daerah penelitian untuk

mengetahui zona prospek hidrokarbon.

2. Mengetahi pola penyebaran reservoir daerah telitian melalui identifikasi peta

bawah permukaan.

I.6 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :

1. Keilmuan :

_ Memberikan wancana tambahan terhadap data geologi dari hasil-hasil

penelitian sebelumnya pada lapangan AIRYN Formasi Baturaja Cekungan

Jawa Barat Utara dari analisa identifikasi zona prospek.

_ Mengaplikasikan konsep-konsep perminyakan yang sudah didapat dalam

bangku kuliah kedalam dunia perminyakan dalam dunia kerja, berdasarkan

permasalahan-permasalahan yang sudah ada.

2. Perusahaan :

_ Penelitian terhadap penyebaran reservoir pada lapangan AIRYN dengan

penyelidikan bawah permukaan di dalam eksplorasi dan eksploitasi

hidrokarbon didaerah penelitian semoga dapat dijadikan referensi tambahan

bagi perusahaan.

_ Memberikan gambaran zona prospek hidrokarbon

_ Mengaplikasikan ilmu yang di dapat di dalam bangku kuliah dalam kegiatan

eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon.

Page 12: Referensi Ta 3

5

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian yang digunakan terdiri dari beberapa tahapan yang

memiliki fungsi integral antara tahapan yang satu dengan tahapan lainnya. Beberapa

tahapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

II.1. Tahapan Persiapan

Tahapan ini meliputi segala kegiatan yang dilakukan sebelum dimulainya

penelitian meliputi pengajuan proposal ke PT. Pertamina EP Region Jawa serta perijinan

di Kampus maupun di Perusahaan.

II.2. Tahapan Penelitian

Pada tahapan penelitian, kegiatan dibagi menjadi beberapa tahapan kecil

meliputi:

II.2.1. Tahapan Pendahuluan

Sistematika kerja yang dilakukan pada tahapan pendahuluan sebagai berikut :

1. Studi Pustaka

Melakukan studi pustaka dari penulis-penulis terdahulu. Baik itu mengenai

Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara maupun Geologi Daerah

Penelitian. Hal ini perlu dilakukan untuk mengenal dan memahami pola geologi

daerah penelitian dan akan menjadi modal dasar yang harus dimiliki dalam

kegiatan penelitian.

2. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan secara sistematis dengan memperhatikan aspek-

aspek kegunaan dari data itu sendiri. Data yang di gunakan di dalam penelitian

meliputi :

Page 13: Referensi Ta 3

6

a. Data log sumur yang terdiri dari 4 sumur, yaitu : ARY – 01, ARY – 02,

ARY – 03, dan ARY – 04 dari Lapangan AIRYN. Yang terdiri dari log GR,

log spontaneous Potensial, log Caliper, log Resistivity, log Density, log

Neutron, log sonic. Data log tersebut digunakan untuk analisa litologi secara

kualitatif, dan korelasi struktur maupun stratigrafi guna penentuan zona

prospek tentunya di dukung dengan data yang lain.

b. Data seismic lapangan AIRYN, digunakan untuk menelusuri marker yang

diperoleh dari data log sehingga diketahui gambaran penyebaran zona

prospek baik secara lateral atau vertical. Selain itu data sesmik juga untuk

mengetahui struktur geologi, pola stratigrafi dan konfigurasi bawah

permukaan daerah telitian. Adapun pengumpulan data seismik ini berupa

basemap, dan line seismic baik berupa inline maupun crossline.

II.2.2. Tahapan Analisa dan Interpretasi data

Tahapan analisis data meliputi :

a. Interpretasi Litologi

Data yang digunakan dalam interpretasi litologi meliputi data log untuk

melakukan evaluasi data log yang dihasilkan dari logging pada waktu

pemboran. Hasil logging direkam pada suatu log dasar yang disebut

completion log. Data-data dari hasil completion log di evaluasi dan dianalisa,

dimana pada tahap awal menentukan top lapisan yang akan dievaluasi yang

dilanjutkan dengan melakukan korelasi pada sumur-sumur lainnya

b. Interpretasi Seismik

Data seismik merupakan data yang mendukung interpretasi sehingga

diperlukan dalam pengolahan lebih lanjut.

Page 14: Referensi Ta 3

7

Picking Horison

Picking Horison ini akan menghasilkan struktur lapisan yang dapat

digunakan dalam menginterpretasi fase pembentukan, struktur, dan

pola penyebaran lapisan.

Pembuatan Peta Struktur Waktu dari Seismik

Peta dalam satuan time diperlukan dalam penentuan pola struktur,

pola penyebaran, maupun geometri reservoir.

c. Korelasi Sumur

Korelasi yang dilakukan meliputi dua, yaitu korelasi stratigrafi yang dibuat

berdasarkan pada salah satu komponen sikuen stratigrafi yang hadir di semua

sumur daerah telitian. Korelasi yang kedua adalah korelasi struktur yang

dibuat berdasarkan pada TVDSS (True Vertical Depth Sub Sea), dimana

datum yang digunakan adalah kedalaman yang sama pada setiap sumur

berdasarkan pembacaan dari kolom TVDSS pada data log. Pada korelasi

sikuen stratigrafi merupakan korelasi unit-unit stratigrafi berdasarkan

kesamaan aspek waktu pengendapan (isochore). Sedangkan untuk korelasi

struktur merupakan penghubungan lapisan atau endapan yang didasarkan

pada datum TVDSS yang diambil, yang akan memberikan informasi keadaan

geologi bawah permukaan yang ada pada saat sekarang (recent).

d. Pemetaan Bawah Permukaan

Dari interpretasi dan analisis log maupun seismik, akan dilihat penyebaran

maupun pelamparan lapisan yang digambarkan pada peta bawah permukaan.

Tahapan selanjutnya adalah tabulasi data pembuatan peta, meliputi peta

kontur top struktur, peta kontur time struktur, peta gross sand (ketebalan

kotor).

Page 15: Referensi Ta 3

8

e. Sintesa hasil analisis:

Dengan mengkopilasikan hasil analisis yang didapat dari semua data maka

akan dapat diinterpretasikan mana zona yang prospek hidrokarbon sebagai

zona yang layak untuk di produksi.

II.2.3. Penyusunan Laporan

Tahapan akhir dari penelitian adalah penyajian data serta hasil analisa dan

interpretasi yang dituangkan kedalam bentuk tulisan dan gambar. Tulisan dan gambar

tersebut di intergrasikan kedalam bentuk laporan.

Page 16: Referensi Ta 3

9

Gambar 2.1 Diagram Alir Tahap Penelitian

Page 17: Referensi Ta 3

10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara

Cekungan Jawa Barat berbatasan langsung dengan Cekungan Jawa Timur,

dimana antara Cekungan Jawa Barat dan Jawa Timur dipisahkan oleh Punggungan

Karimun Jawa sejak Kala Eosen hingga sekarang. Peneliti terdahulu banyak

melakukan studi di Cekungan Jawa Barat, terutama sejak diketemukannya beberapa

lapangan minyak di beberapa sub cekungannya. Akibat letaknya yang berada pada

pola busur penunjaman dari waktu ke waktu ternyata cekungan Jawa Barat telah

mengalami beberapa kali fase sedimentasi dan tektonik.

Cekungan Jawa Barat Utara terletak di antara Paparan Sunda di bagian utara,

jalur perlipatan Bogor di selatan, daerah pengangkatan Karimun Jawa di timur dan

Paparan Pulau Seribu di Barat. Cekungan Jawa Barat Utara ini dikenal pula sebagai

Hidrokarbon Province. Cekungan Jawa Barat Utara terdiri dari tiga sub Cekungan

dari Barat ke timur, yaitu sub Cekungan Ciputat, sub Cekungan Pasir Putih dan sub

Cekungan Jatibarang. Masing-masing sub Cekungan tersebut dipisahkan oleh

tinggian. Tinggian Rengasdengklok memisahkan sub Cekungan Ciputat dengan sub

Cekungan Pasir Putih. Tinggian Pamanukan dan Tinggian Kadanghaur memisahkan

sub Cekungan Pasir Putih dengan sub Cekungan Jatibarang. Konfigurasi sub

Cekungan dan tinggian-tinggian ini sangat mempengaruhi penyebaran batuan

sedimen Tersier, baik sebagai batuan induk maupun sebagai batuan reservoar. Sistem

patahan blok terbentuk selama orogenesa Kapur Tengah hingga awal Paleosen dan

diperkirakan mengontrol struktur Tersier di Cekungan Jawa Barat Utara. Adanya

perbedaan pergerakan blok-blok selama masa pengendapan membentuk ketebalan

sedimen yang berbeda-beda. Umumnya patahan-patahan memotong sedimen-

sedimen akhir Miosen(Gambar 3.1).

Page 18: Referensi Ta 3

11

Gambar 3.1. Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara

(Modifikasi Pertamina, 1996)

III.2. Kerangka Tektonik Regional

Pada permulaan Paleogen (Eosen – Oligosen), Cekungan Jawa Barat

mengalami proses tektonik regangan dengan pola sesar berarah utara-selatan yang

berupa sesar-sesar normal, dimana pola sesar tersebut dinamakan sebagai pola Sesar

Sunda (Sunda Fault) yang sesuai dengan sistem sesar naik yang berada di belakang

busur volkanik di Cirkum Pasifik yang disebut sebagai Thrust fold Belt System

(Darman, H. dan Sidi, F.H., 2000).

Oleh Soejono (1989) perkembangan pola sesar naik dibuktikan dengan

berdasarkan pada penyebaran umur endapan turbidit yang makin muda ke arah

utara, sehingga diambil kesimpulan bahwa Cekungan Jawa Barat yang semula

diduga sebagai cekungan yang berkedudukan tetap, ternyata terus berpindah dari

selatan ke arah utara dan akibatnya terjadi perkembangan pola sesar naik yang sesuai

dengan pola sesar yang sering terjadi di back arc basin. Perpindahan Cekungan Jawa

Barat ini juga dikomplikasikan dengan timbulnya deretan jalur magmatis baru pada

Plio–Pleistosen yang ditempati oleh jalur gunungapi aktif di sepanjang Pulau Jawa

sampai sekarang.

Page 19: Referensi Ta 3

12

Cekungan Jawa Barat Utara sangat dipengaruhi oleh adanya sesar bongkah

berarah kurang lebih utara selatan yang sangat berperan sebagai pembentuk arah

cekungan dan pola sedimentasi.

Penurunan daerah cekungan terus berlangsung dengan lautan yang menutupi

seluruh daerah lereng cekungan sebelah selatan melalui jalur-jalur yang terletak di

antara bongkah-bongkah tektonik yang tinggi posisinya dan yang memisahkan

bagian-bagian cekungan yang lebih kecil. Denudasi dan gerak penurunan

berlangsung terus, genang laut Miosen menutupi seluruh Cekungan Sunda dan

mengendapkan sedimen-sedimen klastik yang halus dari Formasi Cibulakan. Dengan

terisinya bagian-bagian cekungan maka terbentuk suatu permukaan endapan yang

datar dengan pengangkatan-pengangkatan lemah di kawasan pinggir dan

menurunnya permukaan laut yang menghasilkan susut laut secara regional dan

pengendapan sedimen klastik yang berbutir lebih kasar serta batugamping dari

Formasi Parigi. Susut laut ini diakhiri oleh suatu genang laut utama pada bagian

akhir Kala Miosen Tengah, yaitu pada saat diendapkannya batulempung asal laut dan

batupasir dari Formasi Cisubuh. Selama genang laut yang kedua ini telah terjadi

hubungan antar daerah Cekungan Sunda dan daerah Cekungan Sumatra Selatan.

Susut laut yang terakhir berlangsung selama Kala Pleistosen sehingga menyebabkan

kondisi marine sebagaimana yang dijumpai dewasa ini.

Sebagai hasil dari gerak-gerak sinambung jaman Tersier melalui sistem sesar

yang berarah utara-selatan di daerah Cekungan Sunda dan Jawa Barat, maka tingkat

pertumbuhan struktur serta kepadatannya adalah sangat tinggi. Struktur-struktur

umumnya berukuran besar dan luas. Gerak yang terbesar melalui sesar selama

Zaman Tersier berlangsung di Kala Oligosen hingga Miosen Awal, dimana telah

terjadi pergeseran vertikal besar sekurang-kurangnya 120 meter sepanjang batas

timur Cekungan Sunda.

Cekungan Jawa Barat Utara telah terbukti sebagai cekungan minyak bumi

yang potensial. Kegiatan eksplorasi secara aktif telah dilakukan di Cekungan Jawa

Barat Utara dimana telah terjadi penemuan-penemuan terutama pada struktur-

struktur antiklin. Lapisan-lapisan utama yang berproduksi adalah batupasir dari

Formasi Talang Akar dan Formasi Cibulakan, selain batugamping dari Formasi

Baturaja dan Formasi Parigi yang juga memproduksi minyak dan gas bumi. Suatu hal

Page 20: Referensi Ta 3

13

yang menarik ialah bahwa di kawasan daratan juga telah diproduksi minyak bumi

dari batuan tuffa volkanik dan breksi dari Formasi Jatibarang.

III.3. Tektonik Cekungan Jawa Barat Utara

Secara tektonik, sejarah Cekungan Jawa Barat Utara tidak terlepas dari

tektonik global Indonesia Bagian Barat dimana tatanan tektoniknya berupa sistem

active margin, antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Sistem ini

dicirikan dengan adanya zona subduksi (penunjaman) dan busur magmatik

(PERTAMINA, 1994). Fase-fase tektonik yang terjadi dalam sejarah geologi

cekungan ini adalah:

Fase I

Pada Zaman Kapur Akhir sampai Tersier Awal, Jawa Barat Utara

dimasukkan dalam cekungan depan busur (fore arc basin) dengan orientasi struktur

dari Ciletuh, Sub Cekungan Bogor, Jatibarang, Cekungan Muria dan Cekungan

Florence Barat. Orientasi ini mengikuti trend Meratus (PERTAMINA, 1994).

Pada awal Tersier, peristiwa tumbukan antara Lempeng Hindia dengan

Lempeng Eurasia mengaktifkan sesar mendatar menganan utama keratin Sunda.

Sesar-sesar ini mengawali pembentukan cekungan-cekungan Tersier di Indonesia

bagian Barat dan membentuk Cekungan Jawa Barat Utara sebagai pull apart basin.

Pada Zaman Paleogen (Eosen - Oligosen) periode paleogen dikenal sebagai

paleogen Extensional Rifting . Tektonik ekstensi ini membentuk sesar-sesar bongkah

(half graben system) sebagai fase pertama rifting (Rifting I; early fill phase)

terbentuk selama fragmentasi dan pergerakan dari kraton sunda. Cekungan yang kaya

akan material volkanik terkonsentrasi sepanjang jalur Sub Cekungan Jatibarang, Sub

Cekungan Cipunegara, Sub Cekungan Ciputat, bagian selatan dan Sub Cekungan

Arjuna. dan endapan lakustrin juga endapan vulkanik dari Formasi Jatibarang

menutup rendahan-rendahan yang ada, disusul oleh pengendapan Formasi Talang

Akar pada zona transisi dan Formasi Baturaja pada lingkungan karbonat. Pola sesar

umum berupa sesar normal yang diakibatkan oleh perkembangan (refting I;early fill

phase)berarah Utara Selatan dikenal sebagai pola Sesar Sunda.

Page 21: Referensi Ta 3

14

Fase II

Pada Awal Neogen (Oligo - Miosen) dan dikenal sebagai Neogen

Compressional Wrencing, ditandai dengan pembentukan sesar-sesar akibat gaya

kompresif dari tumbukan Lempeng Hindia. Sebagian besar pergeseran sesar

merupakan reaktifasi dari sesar normal yang terbentuk pada periode paleogen.

Jalur penunjaman baru terbentuk di selatan Jawa. Jalur vulkanik periode

Miosen Awal pada waktu sekarang ini terletak di lepas Pantai Selatan Jawa. Deretan

gunungapi ini menghasilkan endapan gunungapi bawah laut yang sekarang Jalur ini

dikenal sebagai “old andesitic belt” yang tersebar di sepanjang bagian selatan Pulau

Jawa. Pola tektonik ini dikenal sebagai pola tektonik Jawa yang merubah pola

tektonik sebelumnya menjadi berarah Barat-Timur, hasilnya adalah sesar naik yang

dimulai dari Selatan (Ciletuh ke Utara). Pola sesar ini sesuai dengan sistem sesar

naik belakang busur “thrust fold belt syst” (Soejono Martodjojo, 2003). Pada Miosen

Awal mulai diendapkan Formasi Cibulakan Atas di lingkungan laut dangkal dan

disusul dengan pengendapan Formasi Parigi.

Fase III

Merupakan fase akhir dari sejarah tektonik Cekungan Jawa Barat Utara.

Terjadi pada Plio-Plistosen, saat terjadi kompresi kembali dan membentuk

perangkap-perangkap struktur berupa sesar-sesar naik pada jalur selatan Cekungan

Jawa Barat Utara. Sesar-sesar naik yang terbentuk adalah sesar naik Pasirjadi dan

sesar naik Subang , sedangkan di jalur utara terbentuk sesar turun berupa sesar turun

pamanukan. Akibat adanya perangkap struktur tersebut terjadi kembali proses

migrasi hidrokarbon. Sedimen yang terbentuk adalah Formasi Cisubuh.

III.4. Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara

Stratigrafi umum Jawa Barat bagian utara tersusun berturut-turut dari tua ke

muda adalah sebagai berikut (Pertamina, 1996):

Batuan Dasar

Pada stratigrafi di Cekungan Jawa barat Utara batuan yang paling tua adalah

batuan dasar (basement) yang terdiri dari batuan beku andesitik dan basaltik yang

berumur kapur Tengah-kapur Atas, dan batuan metamorf (marmer dan batu sabak)

Page 22: Referensi Ta 3

15

yang berumur pra trsier (sinclair,et al, 1995). Lingkungan pengendapannya

merupakan suatu permukaan dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk

(Koesoemadinata, 1980).

Formasi Jatibarang

Satuan ini merupakan endapan early synrift, terutama dijumpai di bagian

tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Formasi ini berkembang sangat

baik didaerah Jatibarang. Pada bagian barat cekungan ini (daerah Tambun-

Rengasdengklok), formasi Jatibarang tidak (sangat tipis) dijumpai. Formasi ini terdiri

dari tuff, breksi, aglomerat dan konglomerat alas. Formasi ini diendapkan pada fasies

fluvial / non marine-marine. Umur formasi ini adalah dari kala Eosen Akhir sampai

Oligosen awal. Pada beberapa tempat di formasi ini ditemukan minyak dan gas pada

rekahan-rekahan tuff ( Budiyani,et all, 1991).

Formasi Talangakar

Pada fase synrift berikutnya diendapkan Formasi Talangakar. Pada awalnya

berfasies Fluvio-deltaic sampai fasies marine. Litologi formasi ini diawali oleh

perselingan sedimen batupasir dengan serpih non marine dan diakhiri oleh

perselingan antara batugamping, serpih dan batupasir dalam fasies marine. Ketebalan

formasi ini sangat bervariasi dari beberapa meter di Tinggian Rengasdengklok

sampai 254 m di tinggian Tambun – Tangerang hingga diperkirakan lebih dari 1500

m pada pusat Dalaman Ciputat. Pada akhir sedimentasi, Formasi Talangakar ini

ditandai juga dengan berakhirnya sedimentasi synrift. Formasi ini diperkirakan

berkembang cukup baik di daerah Sukamandi dan sekitamya. Adapun terendapkanya

formasi ini terjadi dari kala Oligosen sampai dengan miosen awal (Arpandi &

Patmosukimo, 1975).

Formasi Baturaja

Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi talangakar (Arpandi &

Patmosukimo, 1975). Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping,

baik yang berupa paparan maupun yang berkembang sebagai reef build-up menandai

fase postrift yang secara regional menutupi seluruh sedimen klastik. Formasi

Talangakar di Cekungan Jawa Barat Utara. Perkembangan batugamping terumbu

Page 23: Referensi Ta 3

16

umumnya dijumpai pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai daerah

dalaman. Formasi ini terbentuk kala Miosen Awal-Miosen Tengah (terutama dari

asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan Formasi ini adalah pada kondisi

laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari cukup ada (terutama dari melimpahnya

foraminifera Spyroclypeus Sp). Pada sub Cekungan Jatibarang diperkirakan Formasi

Baturaja yang tidak berkembang cukup baik. Formasi ini terdiri dari perselingan

antara serpih dengan batupasir dan batugamping. Batugamping pada satuan ini

umumnya merupakan batugamping klastik serta batugamping terumbu yang

berkembang secara setempat-setempat. Batugamping terumbu ini dikenali sebagai

Mid Main Carbonate (MMC).

Formasi Cibulakan

Formasi Cibulakan adalah formasi tertua yang ditembus oleh struktur Subang

dengan ketebalan mencapai ±830 m yang diperkirakan berumur Miosen Awal-

Miosen Tengah. Formasi Cibulakan secara umum terdiri dari batulempung yang

disisipi oleh batupasir dan batugamping. Ketebalan batupasir umumnya tipis

bervariasi dari beberapa sentimeter hingga 1 meter, sedangkan lapisan batugamping

cukup tebal mencapai ketebalan 60 meter. Formasi Cibulakan dibagi menjadi dua

bagian yaitu Formasi Cibulakan bagian bawah yang setara dengan Formasi Talang

Akar serta Baturaja dan Formasi Cibulakan bagian atas yang mengandung

beberapa zona yaitu Z-15, Z-14 dan Z-12. Batupasir dan batugamping pada

formasi Cibulakan di struktur Subang bukan lapisan mengandung

hidrokarbon.

Formasi Parigi

Setelah pengendapan Formasi Cibulakan, fase berikutnya berupa genang

laut (transgresi) dimana diendapkan batugamping Formasi Parigi pada umur

Miosen Akhir-pliosen. Batugamping Formasi Parigi di Struktur Subang

merupakan reservoir penghasil gas, dijumpai berupa batugamping yang terbentuk

pada suatu paparan karbonat dan batugamping dengan struktur tumbuh yang

membentuk sembulan karbonat dimana menghasilkan kualitas reservoir yang

cukup baik. Formasi Parigi terdiri dari batugamping klastik maupun batugamping

Page 24: Referensi Ta 3

17

terumbu. Pengendapan batugamping ini melampar ke seluruh Cekungan Jawa Barat

Utara dan pada umumnya berkembang sebagai batugamping terumbu yang

menumpang secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas. Lingkungan

pengendapan formasi ini adalah laut dangkal-neritik tengah (Arpandi & Patsukimo,

1975). Formasi Parigi pada daerah Jatibarang berkembang cukup baik.

Formasi Cisubuh

Di atas Formasi Parigi diendapkan sedimen klastik serpih, batulempung,

batupasir dan di tempat yang sangat terbatas diendapkan juga batugamping tipis yang

dikenal sebagai Formasi Cisubuh. Ketebalan batupasir umumnya tipis, bervariasi

dari beberapa cm hingga 2 m, dengan tekstur umumnya mengkasar ke atas.

Formasi ini diendapkan pada umur Pliocene-Plistosen. Formasi ini diendapkan

pada lingkungan laut dangkal yang semakin ke atas menjadi lingkungan

litoral-paralik (Arpandi & Patmosukismo,1975). Formasi Cisubuh bukan

merupakan lapisan penghasil hidrokarbon pada struktur Subang. Seri sedimentasi ini

sekaligus mengakhiri proses sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara.

Alluvial

Diatas Formasi Cisubuh diendapkan secara tidak selaras alluvial yang

umumnya berasal dari dari endapan vulkanik muda dengan butiran berukuran pasir,

lempung dengan gravel. Endapan ini berumur pleistosen-Resent.

Page 25: Referensi Ta 3

18

Gambar 3.2. Kolom stratigrafi Cekungan Jawa Barat

(Modifikasi Pertamina, 2009)

Page 26: Referensi Ta 3

19

III.5. Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara

Menurut Mortodjodjo (2003) Periode awal sedimentasi di Cekungan Jawa

Barat Utara dimulai dikala Eosen Tengah-Oligosen Awal (fase Transgresi) yang

menghasilkan sedimentasi vulkanik darat-laut dangkal dari formasi Jatibarang. Pada

saat itu aktifitas vulkanisme meningkat. Hal ini berhubungan dengan interaksi antara

lempeng disebelah selatan pulau Jawa, akibatnya daerah yang masih labil sering

mengalami aktifitas tektonik. Material-material vulkanik dari arah timur mulai

diendapkan.

Priode selanjutnya merupakan fase transgresi yang berlangsung pada kala

Oligosen Akhir-Miosen Awal yang menghasilkan sedimen transgresif transisi-deltaik

hingga laut dangkal yang setara dengan Formasi Talang Akar pada awal permulaan

priode. Daerah cekungan terdiri dari 2 lingkungan yang berbeda yaitu bagian barat

paralic Sedangkan bagian timur merupakan laut dangkal. Selanjutnya aktifitas

vulkanik semakin berkurang sehingga daerah-daerah menjadi agak setabil, tetapi

anak cekungan Ciputat masih aktif. Kemudian air laut menggenangi daratan yang

berlangsung pada kala Miosen awal mulai dari bagian barat laut terus kea rah

Tenggara menggenangi beberapa tinggian kecuali tinggian tanggerang. Dari

tinggian-tinggian ini sedimen-sedimen klastik yang dihasilkan setara dengan Formasi

Talang Akar.

Pada Akhir Miosen Awal daerah cekungan relative stabil, dan daerah

Pamanukan sebelah Barat merupakan platform yang dangkal, dimana karbonat

berkembang dengan baik sehingga membentuk setara dengan Baturaja, sedangkan

bagian Timur merupakan dasar yang lebih dalam.

Pada kala Miosen Tengah yang merupakan fase regresi, Cekungan Jawa

Barat Utara diendapkan sedimen-sedimen laut dangkal dari Formasi Cibulakan Atas.

Sumber sedimen utama dari Formasi Cibulakan Atas diperkirakan berasal dari arah

Utara-Barat laut. Pada Akhir Miosen Tengah kembali menjauhi kawasan yang stabil,

batugamping berkembang dengan baik. Perkembangan yang baik ini dikarenakan

aktivitas tektonik yang sangat lemah dan lingkungan berupa laut dangkal.

Page 27: Referensi Ta 3

20

Kala Miosen Akhir-Pliosen(fase regresi) merupakan fase pembentukan

Formasi Parigi dan Cisubuh. Kondisi daerah cekungan mengalami sedikit perubahan

dimana kondisi laut semakin berkurang masuk kedalam lingkungan paralik.

Pada kala Pleistosen-Aluvium ditandai untuk pengangkatan sumbu utama

jawa. Pengangkatan ini juga diikuti oleh aktivitas vulkanisme yang meningkat dan

juga diikuti pembentukan struktur utama pulau Jawa. Pengangkatan sumbu utama

Jawa tersebut berakhir secara tiba-tiba sehingga mempengaruhi kondisi laut. Butiran-

butiran kasar diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Cisubuh.

III.6. Petroleum Sistem Cekungan Jawa Barat Utara

Petroleum system di cekungan Jawa Barat Utara termasuk dalam petroleum

system yang baik dan lengkap, karena terdapatnya batuan induk sebagai tempat

hidrokarbon terbentuk, batuan reservoir, perangkap stratigrafi maupun struktur

mempunyai jalur migrasi dan batuan tudung. Menurut Pertamina (1994), pada

cekungan Jawa Barat Utara ada beberapa formasi yang potensial sebagai tempat

akumulasi hidrokarbonyakni Formasi talangakar, Formasi Baturaja, Formasi

Cibulakan,dan Formasi Parigi. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk

formasi-formasi lainya yang memiliki ukuran butir kasar. Formasi yang ada Di

Cekungan Jawa Barat Utara dapat menghasilkan hidrokarbon yang memiliki sifat

berbeda, baik dari lingkungan pengendapan maupun porositas batuannya, seperti

pada Formasi Ekuivalen Baturaja, Formasi Ekuivalen talangakar dan Formasi Parigi.

Petroleum system di Cekungan Jawa Barat utara, dapat dibagi menjadi :

1. Batuan Induk (Source Rock)

Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk, yaitu

lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coal, fluvio deltaic shales (oil dan Gas

prone) dan marine claystone (bacterial gas) (Noble, et all,1997). Studi geokimia dari

minyak mentah yang ditemukan di Pulau Jawa dan Lapangan Lepas Pantai Ardjuna

menunjukkan bahwa fluvio deltaic coals dan serpih dari Formasi Talangakar bagian

atas berperan dalam batuan induk yang utama. Beberapa peran serta dari lacustrine

shales juga ada terutama pada Sub cekungan Jatibarang. Kematangan batuan induk

di Cekungan Jawa Barat Utara ditentukan oleh analisa batas kedalaman minyak dan

Page 28: Referensi Ta 3

21

kematangan batuan induk pada puncak gunung Jatibarang atau dasar/puncak dari

Formasi talangakar atau bagian bawah Formasi Baturaja (Noble, et all,1997).

a. Lacustrine Shales (oil prone)

Lacustrine Shales terbentuk pada suatu priode syn rift dan berkembang

dalam dua macam fasies yang kaya material organic. Fasies pertama adalah fasies

yang berkembang selama initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada Formasi

banuwati dan ekuivalen Formasi Jatibarang sebagai lacustrine clastic dan vulkanik

klastik (Noble, et all, 1997). Fasies kedua adalah fasies yang terbentuk selama akhir

syn rift dan berkembang pada bagian bawah ekuivalen Formasi Talangakar pada

formasi ini batuan induk dicirikan oleh klastika non marin berukuran kasar dan

interbedded antara batupasir dengan lacustrine shales.

b. Fluvio Deltaic Coal & Shales (oil-gas Prone)

Batuan induk ini dihasilkan oleh ekuivalen Formasi Talangakar yang

diendapkan pada post rift sag. Fasies ini dicirikan oleh coal bearing sediment yang

terbentuk pada system fluvial pada Oligosen Akhir. Batuan induk tipe ini

menghasilkan minyak dan gas (Noble, et all.,1997).

c. Marine Lacustrine

Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Cisubuh pada cekungan

laut. Batuan induk ini dicirikan oleh proses methanogenic bacteria yang

menyebabkan degradasi material organic pada lingkungan laut.

2. Batuan Reservoir

Semua formasi dari Jatibarang sampai Parigi merupakan interval dengan sifat

fisik reservoir yang baik, banyak lapangan, mempunyai daerah timbunan cadangan

yang berlipat. Cadangan terbesar mengandung batupasir main atau massive dari

Formasi Talangakar. Minyak di produksi dari rekahan volkanoklastic dari Formasi

Jatibarang. Pada daerah dimana batugamping Baturaja mempunyai porositas yang

baik kemungkinan menghasilkan akumulasi endapan yang agak besar. Timbunan

pasokan sedimen dan laju sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf, diidentifikasi

dari clinoforms yang menunjukan adanya progradasi. Pemasukan sedimen ini

disebabkan oleh perpaduan ketidak stabilan tektonik yang merupakan akibat dari

subsidence yang terus menerus pada daerah foreland dari Lempeng Sunda

Page 29: Referensi Ta 3

22

(Hamilton, 1979 dalam Hapsari, 2004). Pertambahan yang cepat dalam sedimen

klastik dan laju subsidence pada Miosen Awal diinterpretasikan sebagai akibat dari

perhentian deposisi batugamping Baturaja. Anggota main dan massive menjadi dasar

dari sequence transgressive marine yang sangat lambat, kecuali yang berdekatan

dengan dengan akhir dari deposisi Anggota Main. Ketebalan seluruh seimen

bertambah dari 400feet pada daerah yang berdekatan dengan paleoshoreline menjadi

lebih dari 5000feet pada Sub cekungan Ardjuna (Noble, et all., 1997).

3. Tipe Cebakan (Trap)

Tipe cebakan disemua system petroleum Jawa Barat Utara hampir sama, hal

ini disebabkan evolusi tektonik dari semua cekungan sedimen sepanjang batas

selatan dari Keraton Sunda, tipe struktur geologi dan mekanisme cebakan yang

hamper sama. Bentuk utama struktur geologi adalah dome anticlinal yang lebar dan

cebakan dari block sesar yang miring. Pada beberapa daerah dengan reservoir reefal

built-up,perangkap stratigrafi juga berperan. Perangkap stratigrafi yang berkembang

umumnya dikarenakan terbatasnya penyebaran batugamping dan perbedaan fasies.

4. Jalur Migrasi (Migration Patways)

Migrasi hidrokarbon terbagi menjadi tiga, yaitu migrasi primer, sekunder dan

tersier. Migrasi primer adalah perpindahan minyak bumi dari batuan induk dan

masuk kedalam reservoir melalui lapisan penyalur (Koesoemadinata, 1980). Migrasi

sekunder dapat dianggap sebagai pergerakan fluida dalam batuan penyalur menuju

trap. Migrasi tersier adalah pergerakan minyak dan gas bumi setelah pembentukan

akumulasi yang nyata (Hunt, 1979 dalam Hapsari, 2004).

Jalur untuk perpindahan hidrokarbon mungkin terjadi dari jalur keluar yang

lateral dan atau vertical dari cekungan awal. Migrasi lateral mengambil tempat di

dalam unit-unit lapiasan dengan permeabilitas horizontal yang baik, sedangkan

migrasi vertical terjadi ketika migrasi yang utama dan langsung yang tegak menuju

lateral. Jalur migrasi lateral berciri tetap dari unit-unit permeable. Pada Cekungan

Jawa Barat Utara, saluran utama untuk migrasi lateral lebih banyak berupa celah

batupasir yang mempunyai arah utara-selatan dari anggota Main maupun massive

Page 30: Referensi Ta 3

23

(Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran utama untuk migrasi vertical

dengan waktu periode tektonik aktif dan pergerakan sesar (Noble, et all.1997).

Dengan diketahuinya generasi hidrokarbon yang terjadi pada Miosen atas

maka migrasi diharapkan terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pada saat

hidrokarbon terbentuk, yang oleh tektonik intra Miosen telah tersedia jalur migrasi

dan struktur-struktur perangkapnya sehingga hidrokarbon akan langsung mengisinya.

Tahap migrasi yang kedua adalah yang diakibatkan oleh tektonik plio-pleistosen

yang akan memerangkapkan hidrokarbon pada formasi-formasi berumur pliosen

hingga pleistosen, terbukti pada Formasi parigi dan Cisubuh di struktur Pasirjadi dan

Subang.

5. Lapisan Penutup (Seal Rock)

Lapisan penutup atau lapisan tudung merupakan lapisan infpermeabel yang

dapat menghambat atau menutup jalanya hidrokarbon. Lapisan ini juga bias

disetarakan dengan lapisan overburden. Litologi yang sangat baik adalah

batulempung dan batuan evaporit.

Pada cekungan Jawa Barat Utara, hamper setiap Formasi memiliki lapisan

penutup yang efektif. Namun Formasi yang bertindak sebagai lapisan penutup utama

adalah Formasi Cisubuh, karena Formasi ini memiliki litologi impermeable yang

cocok sebagai penghalamg bagi hidrokarbon untuk bermigrasi lebih lanjut.

III.7. Geologi Daerah Penelitian

III.7.1 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Struktur-struktur geologi yang terbentuk pada daerah telitian secara garis

besar merupakan daerah antiklin dimana pada daerah ini juga berkembang struktur-

struktur lain berupa patahan. Tektonik yang berperan terhadap struktur lapangan

AIRYN ini adalah tektonik yang terjadi pada pada Awal Tersier dan Tektonik Plio-

plistosen. Tektonik Awal Tersier menghasilkan half-graben system di Cekungan

Jawa Barat Utara dengan produk pola tinggian dan rendahan yang berorientasi Utara-

Selatan.

Gaya kompresional dari Selatan pada kala plio-pleostosen umumnya tidak

terlalu besar pengaruhnya terhadap konfigurasi strukturnya, akan tetapi cukup untuk

Page 31: Referensi Ta 3

24

membentuk pola antiklin di daerah ini. Sedangkan gaya ekstensional berperan

terhadap pembentukan dan pengaktifan kembali sesar-sesar normal yang berarah

relative Utara-Selatan dan secara umum berperan menjadi media migrasi yang cukup

efektif.

III.7.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

Lapangan AIRYN berada pada Cekungan Jawa Barat Utara, secara umum

daerah telitian berada pada Formasi Ekuivalen Baturaja dan diendapkan secara

selaras di atas Formasi talangakar (Arpandi & Patmosukimo, 1975). Pengendapan

Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping, baik yang berupa paparan maupun

yang berkembang sebagai reef build-up menandai fase postrift yang secara regional

menutupi seluruh sedimen klastik. Stratigrafi daerah penelitian ini sangat

dipengaruhi oleh tatanan tektonik Cekungan Jawa Barat Utara, terutama dipengaruhi

oleh pola penyebaran tinggian dari batuan dasar dan pola perkembangan dari fase

batugamping yang berbeda-beda. Hasil analisa dan intepretasi log menunjukkan

konfigurasi litologi yang membagi stratigrafi daerah telitian menjadi satuan batuan

yang berturut-turut dari tua ke muda sebagai berikut:

Page 32: Referensi Ta 3

25

Gambar 3.3. Kolom stratigrafi daerah telitian

Page 33: Referensi Ta 3

26

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Dalam metode penyajian data sangat memerlukan kemampuan individual yang

disertai teknologi dan informasi yang didukung kelengkapan data, baik frimer maupun

sekunder. Oleh karena itu kesemuanya merupakan kesatuan kerangka dalam penelitian

yang diharapkan maupun hasil yang diinginkan. Interpretasi yang dilakukan berupa

penentuan litologi penyusun reservoir dan jenis fluidanya (kualitatif) dan sifat

petrofisika reservoir (kuantitatif) serta diagenesa yang terjadi pada reservoir di daerah

telitian.

IV.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang dianalisis sendiri sehingga menuju arah yang

sesuai dengan judul penelitian. Data tersebut terdiri dari beberapa kelengkapan meliputi:

1. Data Wireline log sumur seperti : log SP, log GR, log resistivity, log density dan

log porosity yang telah terangkum dalam typelog sumur. Data sumur yang

diperoleh pada Lapangan AIRYN sebanyak 4 sumur yaitu : sumur ARY – 01,

ARY – 02, ARY – 03, ARY – 04, beserta peta dasar dari masing-masing sumur.

Log sumur tersebut digunakan untuk korelasi baik korelasi struktur maupun

korelasi stratigrafi yang arah relatifnya yaitu sumur Barat Daya – Timur Laut

yaitu sumur ARY – 03, ARY – 01, ARY – 02, ARY – 04 dengan kedalaman

rata – rata 1770 – 1840 mbpl (Gambar 4.3)

Page 34: Referensi Ta 3

27

ARY - 01

ARY - 02

ARY - 04

ARY - 03

JURUSAN TEKNIK GEOLOGIFAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VERETAN”

YOGYAKARTA2010

PETA LOKASI SUMUR ARYLAPANGAN “AIRYN” FORMASI BATURAJA

CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

U

SKALA

Oleh :

111.060.071RIYANTI DIRYA

KETERANGAN :

ARY - 03 LOKASI & NAMA SUMUR

Meter

0 200 400 800600

Gambar 4.1. Peta Lokasi Sumur Lapangan AIRYN

ARY - 01

ARY - 02

ARY - 04

ARY - 03

JURUSAN TEKNIK GEOLOGIFAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VERETAN” YOGYAKARTA

2010

PETA LOKASI SUMUR ARYLAPANGAN “AIRYN” FORMASI BATURAJA

CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

U

SKALA

Oleh :

111.060.071RIYANTI DIRYA

KETERANGAN :

ARY - 03 LOKASI & NAMA SUMUR

LINTASAN KORELASI SUMUR

Meter

0 200 400 800600

Gambar 4.2. Peta Lokasi Sumur Lapangan AIRYN

Page 35: Referensi Ta 3

28

Gambar 4.3. Contoh Log Sumur Lapangan AIRYN

TYPELOG ARY – 03

Page 36: Referensi Ta 3

29

2. Penampang seismik, data ini digunakan untuk menentukan posisi lapisan pada

seismik, serta untuk mengetahui struktur yang berkembang di daerah telitian.

IV.2. Data Sekunder

1. Peta dasar

Peta lokasi daerah telitian, yang berisi letak lapangan AIRYN di Cekungan Jawa

Barat Utara.

2. Stratigrafi daerah telitian untuk Jawa Barat bagian Utara

Merupakan gambaran stratigrafi daerah telitian dari yang tertua hingga termuda

lengkap dengan sebagai fungsi batuan tersebut dalam petroleum system, umur,

tektonik serta lingkungan pengendapannya dan gambar penampang stratigrafinya

secara vertikal.

3. Paper dari penelitian terdahulu

Diambil bagian – bagian tertentu yang dapat menunjang baik dalam pelaksanaan

maupun pada saat pembuatan laporan.

Page 37: Referensi Ta 3

30

BAB V

ANALISA DAN PEMBAHASAN

V.1. Analisa Wireline Log

Lapangan “AIRYN” terdapat 4 sumur yaitu sumur ARY – 01, ARY – 02, ARY

– 03, ARY – 04. Interpretasi litologi bawah permukaan menggunakan informasi yang

saling mendukung misalnya data seismik dan wireline log. Data log yang digunakan

terdiri dari log GR, log SP, log Resistivity, log Neutron dan log Densitas. Peranan log ini

yaitu untuk menentukan litologi dan fluida hidrokarbon yang terkandung dalam

reservoir secara kualitatif, sifat fisik reservoir, maupun geometri reservoir. Sehingga

dapat bermanfaat dalam menentuakan penyebaran lapisan reservoir.

V.1.1. Interpretasi Litologi

Analisa data log akan menghasilkan interpretasi litologi yang akan mewakili

pada masing – masing sumur. Untuk interpretasi suatu litologi dapat dilihat dari pola –

pola log pada log GR, log SP, log Resistivity, log Neutron, dan log Density. Interpretasi

litologi dilakukan dengan menentukan bentukan pola data wireline log yang mempunyai

karakteristik dan sifat – sifat berbeda.

Berdasarkan nilai dari log GR pada sumur – sumur ARY maka dapat

diinterpretasikan bahwa litologi penyusun Formasi Baturaja pada sumur ARY secara

umum terdiri dari batugamping dengan perselingan batulempung serta batupasir, sisipan

batubara. Tetapi pada Formasi Baturaja litologi penyusun yang dominan adalah

batugamping.

Interpretasi batupasir berdasarkan pola log dapat dicirikan dengan nilai GR

rendah berkisar antara 30 – 40 gAPI dan Resistivitas tinggi, kemudian untuk

menentukan adanya kandungan fluida pada pori batupasir dapat dilihat dengan adanya

Page 38: Referensi Ta 3

31

sparasi antara log Neutron dan Density. Nilai log GR tinggi mengakibatkan batulempung

mempunyai radioaktifitas yang tinggi, porositas yang kecil akan mengakibatkan

resistivitas yang rendah dan tidak menunjukan separasi antara log neutron dan log

densitas. Interpretasi batugamping berdasarkan wireline log akan dicirikan dengan harga

kurva GR sangat rendah berkisar antara 15 – 30 GAPI, resistivitas sangat besar dan

terjadi sparasi positif antara log neutron dan densitas .

Lapisan batugamping mempunyai ciri – ciri kemenerusan yang sama dengan

sumur – sumur lain, hal ini dikarenakan masih memiliki karakteristik yang sama pada

setiap lapisannya. Pada batugamping ini memiliki pola log GR paling rendah dan

mempunyai kenampakan defleksi yang khas yaitu litologi halus, deflaksi yang

ditunjukan tegas, hal ini menandakan bahwa litologi yang terdapat pada lapisan ini

adalah batugamping.

Litologi yang berkembang pada keempat sumur adalah dominan batugamping

dengan sisipan tipis batulempung, batupasir, batubara, hal ini dapat diindikasikan bahwa

adanya variasi pola log GR, Resistivity, neutron dan densitas. Batugamping tersebut

diperkirakan mempunyai potensi sebagai batuan reservoir.

V.1.1.1.Interpretasi Litologi Sumur ARY – 01

Interpretasi lithologi pada sumur ARY – 01 dengan menggunakan data wireline

log. Berdasarkan data log, maka pada sumur ARY – 01 lithologi penyusunnya berupa

batugamping, batupasir, batulempung serta sisipan tipis batubara.

Interpretasi lithologi batugamping pada sumur ARY – 01 yaitu untuk kurva log

SP memperlihatkan defleksi menjauhi shale base line dengan nilainya relative lebih

besar dari batupasir . Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang relative lebih kecil dari

nilai batu pasir berkisar antara 15 – 30 GAPI. Untuk kurva log resistivitas, batugamping

memiliki nilai yang tinggi di banding batupasir maupun batulempung. Serta pada log

porositas yaitu kurva RHOB corak batugamping ditunjukan dengan deflaksi yang tajam

disbanding dengan batupasir sedangkan untuk kurva log NPHI menunjukan nilai yang

Page 39: Referensi Ta 3

32

relative lebih kecil. Batugamping pada sumur ARY – 01 termasuk kedalam batugamping

klastik, dan merupakan litologi yang dominan.

Interpretasi lithologi batulempung berdasarkan pola kurva log SP yang

mendekati shale base line atau tepat pada shale base line atau dengan kata lain nilai

kurva SP untuk batulempung relative tinggi dan nilai hamper sama sehingga dapat

ditarik suatu garis lurus secara vertical yang disebut dengan shale base line. Untuk kurva

GR mempunyai nilai relative besar diatas 60 GAPI, hal ini karena batulempung

memiliki unsur radioaktif yang besar dibanding batupasir dan batugamping. Defleksi

kurva log RHOB mempunyai nilai relative lebih besar sedangkan untuk kurva NPHI

batulempung mempunyai nilai relative lebih kecil. Penyebaran batulempung pada sumur

ARY – 01 relative merata mulai dari top Baturaja sampai bottom.

Interpretasi lithologi batupasir berdasarkan pola kurva log SP memiliki nilai

yang relative besar menjauhi shale base line. Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang

relative lebih besar dibandingkan batugamping antar 30 – 60 gAPI. Sedangkan untuk

kurva log RHOB mempunyai nilai besar sedangkan untuk kurva NPHI batupasir

mempunyai nilai relative lebih kecil.

Interpretasi lithologi batubara berdasarkan pola kurva log GR relative kecil.

Untuk log Resistivitas mempunyai harga yang sangat besar. Untuk nilai kurva log

RHOB relative lebih rendah dibandingkan dengan nilai kurva log NPHI . Akan tetapi,

batubara yang ditemukan pada sumur ARY – 01 pada kedalaman 2305 mdpl sebagai

sisipan.

Untuk pembacaan log resistivitas besar kecilnya nilai tergantung dari kandungan

jenis fluidanya, untuk keempat lithologi diatas, batupasir memiliki resistivitas yang kecil

dikarenakan batupasir sangat besar peranannya menyimpan fluida, karena batupasir

memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat baik. Pada sumur ARY – 01

mempunyai sedikit sisipan batupasirir.

Page 40: Referensi Ta 3

33

Gambar 5.1. Sumur ARY-01 Lapangan AIRYN

TYPELOG ARY - 01

Page 41: Referensi Ta 3

34

V.1.1.2.Interpretasi Litologi Sumur ARY – 02

Interpretasi lithologi pada sumur ARY – 02 dengan menggunakan data wireline

log. Berdasarkan data log, maka pada sumur ARY – 02 lithologi penyusunnya berupa

batugamping, batupasir, batulempung serta sisipan tipis batubara.

Interpretasi lithologi batugamping pada sumur ARY – 02 yaitu untuk kurva log

SP memperlihatkan defleksi menjauhi shale base line dengan nilainya relative lebih

besar dari batupasir . Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang relative lebih kecil dari

nilai batu pasir berkisar antara 15 – 30 GAPI. Untuk kurva log resistivitas, batugamping

memiliki nilai yang tinggi di banding batupasir maupun batulempung. Serta pada log

porositas yaitu kurva RHOB untuk batugamping ditunjukan dengan defleksi yang tajam

disbanding dengan batupasir sedangkan untuk kurva log NPHI menunjukan nilai yang

relative lebih kecil. Batugamping pada sumur ARY – 02 termasuk kedalam batugamping

klastik, dan merupakan litologi yang dominan.

Interpretasi lithologi batulempung berdasarkan pola kurva log SP yang

mendekati shale base line atau tepat pada shale base line atau dengan kata lain nilai

kurva SP untuk batulempung relative tinggi dan nilai hampir sama sehingga dapat

ditarik suatu garis lurus secara vertical yang disebut dengan shale base line. Untuk kurva

GR mempunyai nilai relative besar diatas 60 gAPI, hal ini karena batulempung memiliki

unsur radioaktif yang besar dibanding batupasir dan batugamping. Deflaksi kurva log

RHOB mempunyai nilai relative lebih besar sedangkan untuk kurva NPHI batulempung

mempunyai nilai relative lebih kecil. Penyebaran batulempung pada sumur ARY – 02

relative merata mulai dari top Baturaja sampai bottom.

Interpretasi lithologi batupasir berdasarkan pola kurva log SP memiliki nilai

yang relative besar menjauhi shale base line. Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang

relative lebih besar dibandingkan batugamping antar 30 – 60gAPI. Sedangkan untuk

kurva log RHOB mempunyai nilai besar sedangkan untuk kurva NPHI batupasir

mempunyai nilai relative lebih kecil.

Page 42: Referensi Ta 3

35

Untuk pembacaan log resistivitas besar kecilnya nilai tergantung dari kandungan

jenis fluidanya, untuk keempat lithologi diatas, batupasir memiliki resistivitas yang kecil

dikarenakan batupasir sangat besar peranannya menyimpan fluida, karena batupasir

memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat baik. Pada sumur ARY – 02

mempunyai sedikit sisipan batupasir.

Page 43: Referensi Ta 3

36

Gambar 5.2. Sumur ARY-02 Lapangan AIRYN

Gambar 5.2. Sumur ARY-02 Lapangan AIRYN

TYPELOG ARY- 02

Page 44: Referensi Ta 3

37

V.1.1.3.Interpretasi Litologi Sumur ARY – 03

Interpretasi lithologi pada sumur ARY – 03 dengan menggunakan data wireline

log. Berdasarkan data log, maka pada sumur ARY – 03 lithologi penyusunnya berupa

batugamping, batupasir, batulempung serta sisipan tipis batubara.

Interpretasi lithologi batugamping pada sumur ARY – 03 yaitu untuk kurva log

SP memperlihatkan defleksi menjauhi shale base line dengan nilainya relative lebih

besar dari batupasir . Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang relative lebih kecil dari

nilai batu pasir berkisar antara 15 – 30 gAPI.Untuk kurva log resistivitas, batugamping

memiliki nilai yang tinggi di banding batupasir maupun batulempung. Serta pada log

porositas yaitu kurva RHOB corak batugamping ditunjukan dengan deflEksi yang tajam

dibanding dengan batupasir sedangkan untuk kurva log NPHI menunjukan nilai yang

relative lebih kecil. Batugamping pada sumur ARY – 03 termasuk kedalam batugamping

klastik, dan merupakan litologi yang dominan.

Interpretasi lithologi batulempung berdasarkan pola kurva log SP yang

mendekati shale base line atau tepat pada shale base line atau dengan kata lain nilai

kurva SP untuk batulempung relative tinggi dan nilai hamper sama sehingga dapat

ditarik suatu garis lurus secara vertical yang disebut dengan shale base line. Untuk kurva

GR mempunyai nilai relative besar diatas 60 gAPI, hal ini karena batulempung memiliki

unsur radioaktif yang besar dibanding batupasir dan batugamping. Defleksi kurva log

RHOB mempunyai nilai relative lebih besar sedangkan untuk kurva NPHI batulempung

mempunyai nilai relative lebih kecil. Penyebaran batulempung pada sumur ARY – 03

relative merata mulai dari top Baturaja sampai bottom.

Interpretasi lithologi batupasir berdasarkan pola kurva log SP memiliki nilai

yang relative besar menjauhi shale base line. Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang

relative lebih besar dibandingkan batugamping antar 30 – 60gAPI. Sedangkan untuk

kurva log RHOB mempunyai nilai besar sedangkan untuk kurva NPHI batupasir

mempunyai nilai relative lebih kecil.

Page 45: Referensi Ta 3

38

Untuk pembacaan log resistivitas besar kecilnya nilai tergantung dari kandungan

jenis fluidanya, untuk keempat lithologi diatas, batupasir memiliki resistivitas yang kecil

dikarenakan batupasir sangat besar peranannya menyimpan fluida, karena batupasir

memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat baik. Pada sumur ARY – 03

mempunyai sedikit sisipan batupasir.

Page 46: Referensi Ta 3

39

Gambar 5.3. Sumur ARY-03 Lapangan AIRYN

TYPELOG ARY - 03

Page 47: Referensi Ta 3

40

V.1.1.4.Interpretasi Litologi Sumur ARY – 04

Interpretasi lithologi pada sumur ARY – 04 dengan menggunakan data wireline

log. Berdasarkan data log, maka pada sumur ARY – 04 lithologi penyusunnya berupa

batugamping, batupasir, batulempung serta sisipan tipis batubara.

Interpretasi lithologi batugamping pada sumur ARY – 04 yaitu untuk kurva log

SP memperlihatkan defleksi menjauhi shale base line dengan nilainya relative lebih

besar dari batupasir . Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang relative lebih kecil dari

nilai batu pasir berkisar antara 15 – 30 gAPI. Untuk kurva log resistivitas, batugamping

memiliki nilai yang tinggi di banding batupasir maupun batulempung. Serta pada log

porositas yaitu kurva RHOB untuk batugamping ditunjukan dengan defleksi yang tajam

disbanding dengan batupasir sedangkan untuk kurva log NPHI menunjukan nilai yang

relative lebih kecil. Batugamping pada sumur ARY – 04 termasuk kedalam batugamping

klastik, dan merupakan litologi yang dominan.

Interpretasi lithologi batulempung berdasarkan pola kurva log SP yang

mendekati shale base line atau tepat pada shale base line atau dengan kata lain nilai

kurva SP untuk batulempung relative tinggi dan nilai hamper sama sehingga dapat

ditarik suatu garis lurus secara vertical yang disebut dengan shale base line. Untuk kurva

GR mempunyai nilai relative besar diatas 60 gAPI, hal ini karena batulempung memiliki

unsur radioaktif yang besar dibanding batupasir dan batugamping. Defleksi kurva log

RHOB mempunyai nilai relative lebih besar sedangkan untuk kurva NPHI batulempung

mempunyai nilai relative lebih kecil. Penyebaran batulempung pada sumur ARY – 04

relative merata mulai dari top Baturaja sampai battom.

Interpretasi lithologi batupasir berdasarkan pola kurva log SP memiliki nilai

yang relative besar menjauhi shale base line. Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang

relative lebih besar dibandingkan batugamping antar 30 – 60gAPI. Sedangkan untuk

kurva log RHOB mempunyai nilai besar sedangkan untuk kurva NPHI batupasir

mempunyai nilai relative lebih kecil.

Page 48: Referensi Ta 3

41

Untuk pembacaan log resistivitas besar kecilnya nilai tergantung dari kandungan

jenis fluidanya, untuk keempat lithologi diatas, batupasir memiliki resistivitas yang kecil

dikarenakan batupasir sangat besar peranannya menyimpan fluida, karena batupasir

memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat baik. Pada sumur ARY – 04

mempunyai sedikit sisipan batupasir.

Page 49: Referensi Ta 3

42

Gambar 5.4 Sumur ARY-04 Lapangan AIRYN

TYPELOG ARY - 04

Page 50: Referensi Ta 3

43

V.1.2. Interpretasi Korelasi

Korelasi dapat diartikan sebagai penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau

penghubungan satuan – satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu

(Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Korelasi digunakan untuk menghubungkan antara

titik – titik kesamaan waktu pada data wireline log dengan tujuan untuk mengetahui dan

keperluan rekontruksi geologi bawah permukaan (pembuatan penampang dan peta

bawah permukaan) pada saat sekarang serta paleogeografinya.

V.1.2.1.Korelasi Struktur

Korelasi struktur dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi dan

merekontruksi geologi cekungan pada saat sekarang. Datum yang digunakan dalam

korelasi struktur adalah datum kedalaman di bawah permukaan air laut atau TVDSS

(True Vertical Depth Sub Sea) yang sama pada tiap – tiap sumur. Pada penelitian ini

korelasi struktur dilakukan hanya dengan satu lintasan.

Jalur lintasan korelasi ini memiliki arah relative Utara – Selatan dan melewati 4

sumur yang terdiri atas ARY – 03, ARY – 01, ARY – 02, dan ARY – 04. Datum yang

digunakan dalam korelasi berada pada kedalaman 1770mdpl. Dari kenampakan korelasi

struktur diketahui kondisi pada Lapangan AIRYN, menbentuk struktur antiklin dengan

puncak ketinggian pada log ARY – 04 Hal ini dapat dilihat dari hasil korelasi struktur

pada.

V.1.2.2.Korelasi Stratigrafi

Korelasi stratigrafi dilakukan bertujuan untuk merekonstruksi kondisi geologi

dan mengetahui kondisi paleogeografi cekungan pada masa lampau. Pada korelasi

stratigrafi ini, datum yang digunakan adalah Maxsimum Floodin g Surface (MFS), hal

tersebut dikarenakan Maximum Flooding Surface terdapat pada semua sumur dengan

kedalaman yang dangkal. Pada penelitian ini korelasi stratigrafi dilakukan hanya dengan

satu lintasan.

Page 51: Referensi Ta 3

44

Jalur lintasan memiliki arah relative Selatan - Utara dengan melewati 4 sumur

yang terdiri atas ARY – 03, ARY – 01, ARY – 02, dan ARY – 04. Pada korelasi

stratigrafi ini memperlihatkan penebalan lapisan pada sumur ARY – 04 dan kearah

selatan semakin tipis yang terdapat pada sumur ARY – 03. Dapat dilihat pada hasil

korelasi struktur.

Page 52: Referensi Ta 3

45

Gambar 5.5 Korelasi Struktur Sumur Lapangan AIRYN

Gambar 5.6 Korelasi Stratigrafi Sumur Lapangan AIRYN

Page 53: Referensi Ta 3

46

V.2. Analisa Seismik

Data seismik yang dipakai sebagai pengontrol data log sehingga dapat dipakai

sebagai pendukung interpretasi data log. Data seismic menunjukan sebaran struktur

terdapat pada daerah telitian. Dari beberapa line seismic didapat peta struktur waktu.

V.2.1. Pengikatan data Seismik Dengan Data Sumur (well Seismik Tie)

Dalam memadukan data sumur dan data seismik, mutlak harus dilakukan proses

pengikatan terlebih dahulu antara data sumur (data log) dengan data seismic. Hal ini

dilakukan agar frekuaensi yang dipergunakan dalam melakukan interpretasi dan analisa

suatu horizon bisa sama atau benar antara suatu horizon pada data sumur dan horizon

pada suatu horizon seismik.

Untuk melakukan pengikatan tersebut dibuat synthetic seismogram (Gambar

5.7). Dimana synthetic seismogram ini dibuat dengan menggabungkan antara data

sumur yaitu log RHOB (densitas), log DT (keceptan), dan log GR dengan data yang

berasal dari seismic seperti besarnya gelombang yang dipakai dan waktu rambat

gelombang sekali berjalan (one way time) yang di dapat dari data TWT (two way time)

dibagi dua. Kemudian data – data tersebut diproses sehingga mendapatkan seismogrsm

sintetik yang sesuai (Gambar 5.7).

Langkah – langkah dalam pembuatan synthetic seismogram :

1. Data korelasi sumur yang dijadikan acuan. Data yang paling dipercaya adalah

data sumur.

2. Kurva kedalaman dan waktu (Time Depth Curve)

Log sonic menghasilkan data checkshot berupa kecepatan diukur dalam lubang

bor dengan sumber gelombang dipermukaan. Mendapatkan time depth curve

juga kalibrasi antara data kecepatan dan log sonic.

3. Data log densitas (RHOB) dikalikan terhadap data log sonic (DT)yang

merupakan interval velocity yang menunjukan cepat rambat gelombang suara

Page 54: Referensi Ta 3

47

dalam litologi. Perkalian densitas dan sonic menghasilkan Impedansi Akustik

(AI). Perbandingan antara AI antara lapisan menghasilkan reflection coefficient

(RC). Hasil konvollusi (pengkalian) antar RC dan estimasi wavelet menghasilkan

sintetik seismogram yang akan dibandingkan dengan data seismic.

4. Quality control

- Penentuan frekuensi (Banpass, Riecker), pada data seismic. Jenis frekuensi

harus disesuaikan agar maksimal dalam memberikan kesamaan antara data

sumur dan data seismik yang ada.

- Penentuan wavelet (polarisasi, Phase), wavelet (gelombang dari source bumi)

yang digunakan dalam zero, karena zero wavelet yang paling maksimal

memberikan informasi.

5. Generate synthetic seismogram

Merupakan hasil akhir dari pembuatan sintetik seismogram yang berupa proses

penggabungan semuanya ke dalam suatu tampilan (Gambar 5.7) yang isinya

semua parameter – parameter yang digunakan dalam pembuatan seismogram dari

data sumur dan data seismic.

Gambar 5.7. Synthetic Seismogram Sumur ARY-01 Lapangan AIRYN

V.2.2. Picking horizon

Dalam interpretasi data seismik terdapat istilah picking horizon, yaitu mencari

kemenerusan dari suatu lapisan pada penampang seismik. Picking horizon yang

dilakukan pada Lapangan “AIRYN” adalah untuk menentukan top dari lapisan formasi

baturaja. Penentuan lapisan pada lapangan AIRYN Formasi Baturaja dapat dilakukan

dengan menggunakan data seismiK, namun dalam hal ini tetap dikontrol oleh data

Wireline log artinya karena pada data seismic suatu kedalamannya masih berupa waktu,

Page 55: Referensi Ta 3

48

jadi akan sangat sulit menentukan kedalamannya masih dalam waktu, jadi akan sangat

sulit kedalaman yang pasti. Dimana hasil picking tersebut nantinya digunakan untuk

menentukan arah kemenerusan lapisan dari penampang seismic dan untuk pembuatan

peta selanjutnya. Penentuan horizon prospek tersebut didasarkan pada interpretasi data

log.

Struktur geologi seperti sesar dapat diidentifikasi pada penampang seismic

melalui kenampakan diskontinuitas horizon atau meloncatnya kelangsungan refleksi

horizon secara tiba – tiba, perubahan kemiringan horizon seismic secara tiba – tiba,

penebalan atau penipisan diantara dua horizon, rusaknya data di daerah (zona) yang

tersesarkan.

Gambar 5.8. Identifikasi Formasi Batu Raja Berdasarkan seismic ILN 1123 Lapangan AIRYN

Page 56: Referensi Ta 3

49

V.3. Analisa Peta Bawah Permukaan

V.3.1. Peta Time Struktur

Peta ini menggambarkan struktur dengan satuan waktu dimana peta ini

menggambarkan penyebaran struktur yang ada pada daerah telitian.

Pada sumur ARY – 02 mempunyai waktu relative lebih lama yaitu terbentuk

pada interpal waktu yaitu 1657.35ms dan semakin kearah utara waktu yang dibutuhkan

semakin cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin utara top lapisan semakin

dangkal atau meninggi, dengan nilai 1627.12ms pada sumur ARY - 03. Dengan kata lain

menunjukan suatu bentukan antiklin (Lampiran 1.1).

V.3.2. Peta Top struktur

Peta top struktur dibuat untuk mengetahui gambaran struktur bawah permukaan

pada saat sekarang. Data yang digunakan untuk membuat peta top struktur bawah

permukaan pada saat sekarang ini adalah dari data log. Dari data log keempat sumur

yang telah dikorelasi, didapat nilai top lapisan Formasi Baturaja masing – masing sumur,

untuk kemudian dipetakan dalam basemap. Pada peta top juga dipetakan batas OWC (oil

water contact) yang didapat pada data log secara kualitatif, karena penentuan batasnya

tidak menggunakan perhitungan lebih lanjut. Data OWC didapat dari keempat sumur

dilihat dari separasi antara log neutron dan log densitas. Sparasi tersebut diindikasikan

mengandung fluida yaitu hidrokarbon. Penapsiran jenis fluida tersebut selain dari log

porositas juga dikontrol oleh log yang lain yaitu log resistivitas, batas OWC memiliki

resistivitas yang cukup tinggi. Dari peta top terlihat batas OWC terletak pada kedalaman

1829 mbpl. Berdasarkan peta top yang telah dibuat, diindikasikan menunjukan suatu

bentukan antiklin dengan puncak pada kedalaman 1774 mbpl yaitu pada sumur ARY –

04 (lampiran 1.2).

Page 57: Referensi Ta 3

50

V.3.3. Peta Isopach Net (Ketebalan)

Peta Isopach Net dibuat berdasarkan dari data top sampai battom horizon

Formasi baturaja yang sudah dikurangi oleh sisipan shale dan batupasir pada wireline

log, dalam hal ini yang dipetakan yaitu Formasi Baturaja. Data ketebalan diperoleh dari

selisih antara kedalaman battom dan top horizon pada Formasi baturaja dari keempat

sumur yang sama, dalam hal ini satuan yang dipakai adalah mbpl. Setelah data ketebalan

didapat langkah selanjutnya yaitu pengkonturan pada basemap (secara manual). Peta

Isopach net untuk mengetahui tebal tipisnya suatu lapisan Formasi baturaja. Pada daerah

telitian, lapisan formasi yang memiliki ketebalan relative tebal pada sumur ARY – 04

dengan tebal 70 m sedangkan lapisan yang relative tipis adalah pada sumur ARY – 01

dengan tebal 40 m. Dari peta isopach net semakin kearah Utara lapisan semakin tebal

hal ini dipengaruhi oleh paktor sedimentasi (Lampiran 1.3).

Page 58: Referensi Ta 3

52

BAB VI

KESIMPULAN

Setelah melakukan interpretasi dan analisa data pada lapangan “AIRYN”

Formasi Baturaja, Cekungan Jawa Barat Utara dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan pada data log sumur ARY – 01, ARY – 02, ARY – 03, dan ARY –

04 litologi yang berkembang pada daerah telitian adalah dominan batugamping

dengan perselingan tipis shale, batu pasir dan batubara.

2. Berdasarkan litologi yang berkembang Formasi Baturaja merupakan salah satu

batuan reservoir yang baik.

3. Dari hasil korelasi log Lapangan AIRYN diidentifikasi terdapat pola struktur

antiklin.

4. Dari pemetaan bawah permukaan diperoleh gambaran geometri dan struktur

antiklin di Lapangan AIRYN sebanyak satu struktur temuan.

5. Penentuan secara kualitatif pada data log, zona prosfek pada top structure map

terletak pada kedalaman 1829 mbpl, dimana terdapat suatu batas kontak antara

hidrokarbon dengan air (OWC).

6. Dari data seismic yang dikontrol dengan data log mekanik dapat

diinterpretasikan penyebaran zona prospek pada Formasi Baturaja melalui

picking Horizon dan pemetaan bawah permukaan (Sub surface mapping).

Page 59: Referensi Ta 3

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1. Peta Time Structure……………….……..………………………………54

Lampiran 1.2. Peta Top Structure………………….……………………………………55

Lampiran Peta 1.3. Peta Isopach Net Sand……...………………………………………56

Page 60: Referensi Ta 3

53

DAFTAR PUSTAKA

Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Revisi Edisi ke 8,

Schlumberger Oilfield Services, Jakarta, Indonesia.

Koesoemadinata. R.P., 1980, Geologi MInyak dan Gas Bumi, Edisi kedua. Jilid 1 dan

2, Penerbit ITB Bandung.

Rohaeni., 2005, Laporan Kerja Praktek di Pertamina EP Region Jawa, Jurusan Teknik

Geologi, UPN “Veteran” Yogyakarta.

Sudarmono, Yan, 2002, Interpretasi Data Log Open Hole, PT Elnusa Geosains. Jakarta.

Sukmono, Sigit., 1999, Intrpretasi Seismik Refleksi, Jurusan Teknik Geofisika, ITB,

Bandung

Widada, S., 2000, Geologi Minyak dan Gas Bumi, Jurusan Teknologi UPN “Veteran”

Yogyakarta.