bab 1 sampai bab 3 (ta ruben)54

59
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Be lakan g Proses per awata n me sin pro duk si tidak mungk in dihindari oleh suat u  perusahaan karena hal ini berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi dari  perusahaan tersebut. Seiring dengan kemajuan teknologi di era globalisasi ini, semakin meningkat pula cara perawatan ( maintenance) yang dapat dilakukan oleh  perusahaan atau pabrik di se luruh du nia ter hadap peralatan-peralatan produksinya gun a pencapai an kondisi per alat an ma upun mesi n yang dal am kea daa n siap  beroperasi tanpa harus sering mengalami kerusakan. Hal ini akan sangat  berpengaruh kepada tinggi r endahnya biaya produksi suatu perusahaan yang harus di kel uar kan . Konsep das arnya ada lah me nja ga at au me mper bai ki peral at an mau pun mes in hingga jika lau dapa t kembali keke adaa n asli nya dengan wakt u yang singkat dan biaya yang murah. P. Perkebunan !usantara """ Kebun #ambutan menggunakan berbagai  peralatan yang mendukung proses dalam menghasilkan minyak sawit ( Crude  Palm Oil ) dari daging buah dan inti sawit (kernel ) dari biji buah, agar diperoleh kualitas dan mutu produk yang tinggi. $uah kelapa sawit setelah dipanen harus segera diangkut ke pabrik untuk segera diolah. Penyimpanan buah terlalu lama dapat me nye babkan kadar asam lema k beb as me nja di ti ngg i. Pengo lah an dilakukan paling lambat % jam setelah dipanen. &i pabrik, tandan buah segar ($S) akan diterima oleh stasiun Penerimaan $uah (loadi ng ramp), pada st asi un ini $S di terima dengan dit imbang dan dise leks i sesuai mut unya sesuai stan dar 'rak si kematangan, sete lah itu $S di bawa ke St asi un St eri li sas i denga n me nggunaka n lor i dan dir ebu s dalam Sterilizer  dengan ua p bert ekanan untuk me mudahkan pr oses pengol ahan selanjutnya sekaligus menekan laju kenaikan asam lemak bebas ($), setelah itu $S yang telah direbus masuk dalam Stasiun Thresing  ( theressing station) untuk memisahkan antara buah sawi t dan tandan kosongnya, set elah itu bero ndol an sawit dikirim ke Stasiun Press. Pada Stasiun Press, buah sawit yang telah lepas *

Upload: sri-meilani

Post on 19-Oct-2015

381 views

Category:

Documents


42 download

DESCRIPTION

laporan TA

TRANSCRIPT

BAB 1

PAGE

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangProses perawatan mesin produksi tidak mungkin dihindari oleh suatu perusahaan karena hal ini berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi dari perusahaan tersebut. Seiring dengan kemajuan teknologi di era globalisasi ini, semakin meningkat pula cara perawatan (maintenance) yang dapat dilakukan oleh perusahaan atau pabrik di seluruh dunia terhadap peralatan-peralatan produksinya guna pencapaian kondisi peralatan maupun mesin yang dalam keadaan siap beroperasi tanpa harus sering mengalami kerusakan. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada tinggi rendahnya biaya produksi suatu perusahaan yang harus dikeluarkan. Konsep dasarnya adalah menjaga atau memperbaiki peralatan maupun mesin hingga jikalau dapat kembali kekeadaan aslinya dengan waktu yang singkat dan biaya yang murah. PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan menggunakan berbagai peralatan yang mendukung proses dalam menghasilkan minyak sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel) dari biji buah, agar diperoleh kualitas dan mutu produk yang tinggi. Buah kelapa sawit setelah dipanen harus segera diangkut ke pabrik untuk segera diolah. Penyimpanan buah terlalu lama dapat menyebabkan kadar asam lemak bebas menjadi tinggi. Pengolahan dilakukan paling lambat 8 jam setelah dipanen.

Di pabrik, tandan buah segar (TBS) akan diterima oleh stasiun Penerimaan Buah (loading ramp), pada stasiun ini TBS diterima dengan ditimbang dan diseleksi sesuai mutunya sesuai standar fraksi kematangan, setelah itu TBS dibawa ke Stasiun Sterilisasi dengan menggunakan lori dan direbus dalam Sterilizer dengan uap bertekanan untuk memudahkan proses pengolahan selanjutnya sekaligus menekan laju kenaikan asam lemak bebas (ALB), setelah itu TBS yang telah direbus masuk dalam Stasiun Thresing (theressing station) untuk memisahkan antara buah sawit dan tandan kosongnya, setelah itu berondolan sawit dikirim ke Stasiun Press. Pada Stasiun Press, buah sawit yang telah lepas dari tandan kosongnnya dimasukkan ke dalam mesin pencacah (digester) untuk melumatkan daging buah sawit sehingga memudahkan proses pengepressan, lalu dipres dengan mesin Screw Press untuk mengeluarkan minyak sawitnya (Crude Palm Oil) dari serabutnya dan dimurnikan di Clarification station. Ampas sisa pengepresan tadi, dikeringkan dengan menggunakan blower untuk memisahkan biji (nut) dengan sabut (fibre). Biji dikeringkan dan dipecahkan di Stasiun Kernel agar inti sawit (kernel) terpisah dari cangkangnya serta proses pengeringan inti sampai menjadi inti produksi dengan standar mutu Kadar Air < 7% dan Kadar Kotoran < 6%. Selanjutnya pada stasiun klarifikasi yaitu tempat untuk proses pemunian minyak sawit dengan metode grafimetris dan sentrifugasi, hingga menjadi minyak produksi dengan mutu kadar air < 0,15 % dan kadar kotoran < 0,02 %.Dari penjelasan proses diatas, suatu proses tidak dapat berlangsung secara maksimal bila proses sebelumnya belum berjalan/selesai. Atas dasar inilah perlunya dilakukan perawatan (maintenance) terhadap setiap peralatan dan mesin yang terdapat di pabrik kelapa sawit ini agar proses produksi dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan.Screw Press berfungsi untuk mengeluarkan minyak dari daging buah dengan cara dipres atau ditekan. PTPN III Kebun Rambutan memiliki 4 buah Press station dengan kapasitas olah masing-masing 10 Ton/jam. Buah sawit yang telah dilumatkan daging buahnya dari mesin Digester dialirkan ke Screw Press melalui Chute. Didalam Screw Press terdapat alat Worm Screw yang berbentuk ulir. Alat ini dibungkus oleh Jaket (Seicher) yang memiliki lubang-lubang kecil 4 mm (32000 lubang) tempat minyak hasil perasan nanti mengalir. Worm Screw menekan daging buah dari sisi buah masuk dengan menggunakan putaran yang berasal dari motor listrik berdaya 22 KW, dan ditahan oleh Cone pada ujung sisinya dengan menggunakan daya tekanan hidrolik (30-40 bar) dan daging buah diperas, sehingga melalui lubang-lubang Seicher minyak dipisahkan dari serabut (Fibre) dan biji (Nut).Alat worm screw press sangat menentukan kualitas hasil pengepresan buah sawit, karena alat inilah yang memisahkan antara minyak sawit dan sabut buah sawit. Karena alat ini bekerja dengan menggunakan tekanan putaran kerja yang tinggi sehingga dapat menyababkan keausan pada ulir-ulirnya, bahkan tak jarang dapat terjadi patah pada ulir tersebut saat beban kerja. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan, karena apabila keausan yang terjadi sudah cukup besar sehingga menyebabkan kerenggangan yang besar pada sisi luar ulir dengan Jacket dan Cone, maka dapat menyebabkan kerugian minyak sawit yang dihasilkan karena kualitas pengepressan sudah berkurang. Hal ini dapat dilihat dari ampas yang dihasilkan setelah pengepressan masih terlihat basah dan mengandung minyak atau tidak terperas sempurna. Setiap pabrikan worm press selalu memberikan lifetime pemakaian worm screw karena alat ini sangat rentan dengan keausan dan kerusakan. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang intensif kepada peralatan ini untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.1.2Perumusan Masalah

Worm screw press yang dipakai pada pabrik kelapa sawit PTPN III Kebun Rambutan mengalami keausan setelah sekian waktu pengoperasiannya dan terkadang tidak sesuai dengan waktu atau lifetime yang direkomendasikan dari pabrik pembuatan worm screw press-nya. Hal inilah yang dipandang penting untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut tentang kasus kegagalan yang terjadi. Dengan dilandasi latar belakang diatas penulis memandang perlu untuk diadakan suatu kajian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab kegagalan pada worm screw press tersebut.1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1. Dapat mengetahui gaya-gaya yang bekerja pada worm press.

2. Menganalisa kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada worm screw press yang dapat mengurangi umur pemakaian (life time).1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk dapat mengetahui penyebab kegagalan atau kerusakan dan keausan pada worm press, dan dapat diaplikasikan pada pabrik kelapa sawit sehingga dapat mengefisienkan biaya perawatan screw press dan juga sebagai bahan kajian penelitian lebih lanjut lainnya.1.5 Batasan Masalah

Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

1. Menghitung gaya-gaya yang bekerja pada worm screw press.2. Menganalisa kasus kegagalan yang terjadi pada worm screw press yang terjadi setelah sekian waktu pengoperasian (berdasarkan data lapangan).1.6 Metodologi Penelitian

Pelaksanaan penelitian tugas akhir ini dengan melalui tahapan sebagai berikut, yaitu :

1. Study Literatur

Study Literatur ini merupakan studi kepustakaan meliputi pengambilan teori-teori serta rumus-rumus dari berbagai sumber bacaan seperti buku, jurnal ilmiah, skripsi/tesis mahasiswa, dan sumber-sumber dari internet yang berkaitan dengan tugas akhir ini.2. Survey Lapangan.

Melakukan survey lapangan langsung untuk melihat spesifikasi screw press pada pabrik kelapa sawit PTPN III Kebun Rambutan yang berkapasitas olah 30 ton TBS/jam.3. Diskusi

Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing mengenai penelitian yang dilakukan.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Sejarah Singkat PKS Rambutan

PKS Rambutan (gambar 2.1) merupakan salah satu Pabrik dari 11 PKS yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara-III, yang terletak di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara, sekitar 85 km kearah Tenggara Kota Medan.

PKS Rambutan dibangun pada tahun 1983 dengan kapasitas olah 30 ton/jam. Dimana sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk, kebun pihak ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah Serdang Bedagai/Deli Serdang dan sekitarnya. Gambar 2.1 Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III.

2.1.1. Profil Pabrik

2.1.1.1. Sumber Bahan Baku dan Realisasi Penerimaan

Sumber bahan baku TBS yang masuk ke PKS Rambutan berasal dari :

a. Kebun Seinduk yang terdiri dari :

Kebun Rambutan.

Kebun Tanah Raja.

Kebun Gunung Pamela.

Kebun Gunung Monako.

Kebun Sarang Giting.

Kebun Silau Dunia.

Kebun Sei Putih.

Kebun Gunung Parab. Pihak III yang terdiri dari :

PIR

Pembelian TBS pihak III

2.1.1.2. Sumber Daya Manusia

Untuk mendukung kelancaran Pengoperasian, PKS - Rambutan mempunyai Tenaga Kerja sebanyak 223 orang dengan perincian sbb. :

1. Karyawan Pimpinan

= 7 orang.

2. Karyawan Pengolahan.

= 82 orang (2 Shift)

3. Karyawan Laboratorium / Sortasi= 32 orang

4. Karyawan Bengkel

= 40 orang

5. Karyawan Dinas Sipil

= 14 orang

6. Karyawan Administrasi

= 17 orang

7. Karyawan Bagian Umum/Hansip= 23 orang

8. Karyawan Bagian Produksi

= 8orang2.1.1.3. Kegiatan Usaha

PKS Rambutan mengolah Tandan Buah Segar (TBS) buah Sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel.2.1.1.4. Stasiun PengolahanUntuk mengolah TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel, PKS Rambutan memiliki 11 stasiun kerja yang saling terkait, yaitu :

1. Stasiun penerimaan TBS dan pengiriman produksi.

2. Stasiun Loading Ramp.

3. Stasiun Rebusan

4. Stasiun Threshing5. Stasiun Pressing6. Stasiun Klarifikasi

7. Stasiun Kernel

8. Stasiun Water treatment9. Stasiun Power Plant10. Stasiun Boiler

11. Stasiun Fat-fit dan EffluentSkema Diagram Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit dijelaskan pada gambar 2.2. Secara garis besar, skema tersebut menjelaskan seluruh bagian pemrosesan kelapa sawit yang ada di pabrik kelapa sawit mulai dari buah sawit yang masuk hingga menjadi CPO. Untuk pembahasan selanjutnya, kita akan fokus pada stasiun pengepressan (Pressing Station).

2.2. Stasiun Pengempaan (Pressing Station)

Pada stasiun pengempaan terdapat dua unit sistem yang memegang peranan dalam satuan operasi pengolahan kelapa sawit yang terdiri atas mesin digester dan mesin screw press (gambar 2.3)

Gambar 2.3 Stasiun Press

Secara umum, buah kelapa sawit (gambar 2.4) terdiri dari daging buah, cangkang, dan inti. Tebal daging buah dari buah yang cukup baik atau normal berkisar antara 2 hingga 8 mm sesuai dengan ukuran buahnya.

Gambar 2.4 Buah Kelapa Sawit2.2.1 Pengadukan (Digester)

Digester berasal dari kata dasar digest yang berarti mencabik, jadi yang dimaksud dengan mesin digester adalah suatu mesin yang digunakan untuk mencabik sambil mengaduk, dalam hal ini yang diaduk adalah buah sawit yang telah lepas (rontok) dari tandannya setelah melewati stasiun threshing.

Lalu buah sawit yang telah menjadi berondolan tersebut dilumatkan dengan cara disayat-sayat daging buahnya dan diaduk dalam ketel adukan (digester). Buah menjadi hancur akibat adukan pisau-pisau (stirring arm) yang berputar sekitar 25-26 rpm sehingga buah bergesekan dengan pisau digester dan dinding digester. Proses pengadukan dalam digester dibantu oleh uap (steam) yang berasal dari Back Preassure Vessel (BPV) dengan suhu uap sebesar 90 0C. Uap tersebut dimasukkan kedalam digester dengan cara diinjeksikan menggunakan pipa uap. Uap (steam) tersebut bertekanan 3 kg/cm2. Pengadukan dalam digester berlangsung selama 30 menit supaya daging buah sawit tercabik sempurna. Minyak yang mulai keluar dari bottom bearing digester ditampung ditalang minyak untuk selanjutnya di kirim ke vibrating sceen. Setelah sampai pada tingkat terbawah maka buah sawit selanjutnya di kirim oleh expeller arm ke bagian chute untuk selanjutnya diperas minyaknya di mesin pengempa (screw press). Buah yang diperas berupa lumatan buah sawit yang disayat-sayat dimana struktur jaringan buah telah rusak dan membuka sel sel yang mengandung inti minyak, daging buah (pericarp) pecah dan terlepas dari biji (nut), serat-serat buah harus masih jelas kelihatan dan bersifat homogen [Adlin Lubis,1994]

Untuk lebih jelasnya, Gambar 2.5 menjelaskan tentang instalasi Digester dan Screw Press pada Pabrik Kelapa Sawit. Gambar 2.5 Instalasi Digester dan Screw Press pada Pabrik Kelapa Sawit

Tujuan utama dari proses pengadukan adalah untuk mempersiapkan daging buah untuk di-press, sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :

a. Pengadukan harus menghasilkan cincangan yang baik sehingga daging buah terlepas seluruhnya dari bijinya dan tidak boleh ada lagi terdapat buah yang utuh, dimana daging buah masih melekat pada bijinya.

b. Pengadukan harus menghasilkan massa yang sama rata, dan biji-biji tidak boleh terpisah dari daging buah dan turun ke bagian bawah ketel.

c. Daging buah tidak boleh teremas terlalu lumat menjadi bubur, harus tampak struktur serabut dari daging buah.

Penelitian terhadap syarat-syarat diatas adalah penting sekali, sebagian besar diperoleh dari penglihatan dan pengamatan minyak yang keluar dari bejana pengadukan. Untuk mencapai hasil pengadukan yang baik maka pengadukan harus dilakukan pada digester yang berisi 75 persen saja. Jika digester hanya terisi 75 persen, maka tekanan yang ditimbulkan oleh beban berat isian itu sendiri mempertinggi gaya-gaya gesekan yang diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal. Jangka waktu pengadukan yang dialami oleh digester sebelum dikempa atau di-press juga merupakan faktor yang cukup penting untuk dapat memenuhi syarat-syarat pengadukan yang baik. Semakin banyak isian suatu digester maka semakin lama buah teraduk sebelum masuk ke screw press. Jadi gabungan kedua faktor diatas dapat disimpulkan bahwa isian digester dan jangka waktu pengadukan harus diusahakan sejauh mungkin untuk dipenuhi secara simultan.2.2.2 Pengempaan (Presser)

Pengempaan bertujuan untuk mengambil minyak dari adukan hasil output digester, dimana buah-buah yang telah diaduk secara bertahap dengan bantuan pisau-pisau stirring arm di digester dimasukkan ke dalam feed screw conveyor dan mendorongnya masuk ke dalam mesin pengempa (twin screw press), seperti dijelaskan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Model Screw Press yang Digunakan pada Pengolahan Kelapa Sawit

Oleh karena adanya tekanan screw yang ditahan oleh cone, massa tersebut diperas sehingga melalui lubang-lubang press cage minyak dipisahkan dari serabut dan biji. Hasil yang keluar dari proses berupa ampas dan biji yang selanjutnya masuk ke Cake Bake Conveyor dan minyak kasar yang masih mengandung kotoran seperti pasir, serat-serat dan air yang selanjutnya akan melewati tahap klarifikasi berupa Sand Trap Tank untuk memisahkan pasir dari minyak kasar yang berasal dari screw press dan Vibrating Screen untuk memisahkan serat-serat dari minyak kasar tersebut dan selanjutnya dikirim ke Crude Oil Tank sebagai tangki penampungan minyak kasar.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengempaan ini antara lain:

a. Ampas kempa (press cake) harus merata keluar di sekitar konus

b. Tekanan hidrolik pada kumulator dijaga 30-40 bar.c. Bila screw press harus berhenti pada waktu yang lama, screw press harus dikosongkan.

d. Tekanan kempa yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kadar inti pecah bertambah dan kerugian inti bertambah.

e. Tekanan kempa yang terlalu rendah akan mengakibatkan cake basah, kerugian (looses) pada ampas dan biji bertambah, pemisahan ampas dan biji tidak sempurna, bahan bakar ampas basah sehingga pembakaran dalam dapur boiler pun menjadi tidak sempurna.

2.3 Sistem Manajemen Pemeliharaan Pabrik

Sistem pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam atau untuk memperbaikinya sampai suatu kondisi yang diterima (Corder A.S, 1992).

2.3.1 Jenis-jenis Manajemen Pemeliharaan Pabrik

2.3.1.1 Pemeliharaan Rutin (Preventive Maintenance)

Prinsip dari sistem perawatan ini adalah melakukan perawatan pada selang waktu yang ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang diuraikan, dan dimaksudkan untuk mengurangi bagian-bagian lain tidak memenuhi kondisi yang bisa diterima (Corder A.S, 1992).

Seperti dalam industri motor masih dikenal istilah servis istilah ini meliputi semua pemeriksaan dan penyetelan yang tercakup dalam buku petunjuk pemeliharaan, terutama pelumasan, pengisian kembali, pemeriksaan minor dan sebagainya. Dalam setiap kejadian pemeliharaan korektif biasanya memerlukan keadaan berhenti, sedangkan pemeliharaan rutin (preventive maintenance) dapat dilakukan pada waktu berhenti maupun waktu berjalan (Corder A.S, 1992)2.3.1.2 Pemeliharaan Setelah Rusak (Breakdown Maintenance)

Pemeliharaan setelah rusak (Breakdown) merupakan pemeliharaan yang dilakukan terhadap peralatan setelah peralatan mengalami kerusakan sehinggga terjadi kegagalan yang menghasilkan ketidaktersediaan suatu alat (Corder A.S, 1992).

Pada mulanya semua industri menggunakan sistem ini. Jika industri memakai sistem ini maka kerusakan mesin akan berulang dan frekuensi kerusakannya sama setiap tahunnya. Industri yang menggunakan sistem ini dianjurkan menyiapkan cadangan mesin (stand by machine) bagi mesin-mesin yang vital. Sifat lain dari sistem ini adalah data dan file informasi, dimana data dan file informasi perbaikan mesin/peralatan harus tetap dijaga. Pada sistem ini untuk pembongkaran tahunan tidak ada karena pada saat dilakukan penyetelan dan perbaikan, unit-unit cadanganlah yang dipakai. Sistem Breakdown Maintenance ini sudah banyak ditinggalkan oleh industri-industri karena sudah ketinggalan zaman karena tidak sistematik secara keseluruhannya dan banyak mengeluarkan biaya.

2.3.1.3 Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance)

Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suati kondisi yang bisa diterima (Corder A.S, 1992).

Misalnya sebuah mesin telah beroperasi berjam-jam dan meskipun telah dilakukan pemeliharaan pencegahan secara teratur tetapi akan datang masanya karena keausan atau retak, maka mesin tersebut harus mengalami overhaul. 2.3.1.4 Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)

Pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan yang perlu segera dilakukan untuk mencegah akibat yang serius (Corder A.S, 1992).

Misalnya sebuah mesin sedang beroperasi namun tiba-tiba mesin tersebut mati. Berapa kalipun dihidupkan ternyata tidak mau hidup lagi. Ketika tutup mesin dibuka ternyata air radiator mesin habis, setelah diperiksa didapat kerusakan di bagian pipa radiator, dan ada juga bagian mesin yang retak. Akibat kerusakan tersebut maka diperlukan adanya reparasi atau penggantian unit yang mengakibatkan operasi mesin harus terhenti untuk beberapa saat.

2.3.2. Maksud dan Tujuan Manajemen Pemeliharaan Pabrik

Adapun maksud pemeliharaan adalah untuk meningkatkan efektivitas serta porsi keuntungan bagi perusahaan (Suharto, 1991). Hal ini bisa dimungkinkan karena dengan dilakukannya perawatan maka dapat ditekan ongkos produksi disamping dapat pula ditingkatkan kapasitas produksi suatu mesin.

Adapun tujuan utama dilakukannya pemeliharaan adalah :

Untuk memperpanjang usia kegunaan asset. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut

(Corder A.S, 1992).2.4. Corrective MaintenanceReparasi mesin setelah mengalami kerusakan bukanlah kebijaksanaan pemeliharaan yang paling baik. Biaya pemeliharaan terbesar biasanya bukan biaya reparasi, bahkan bila hal itu dilakukan dengan kerja lembur. Lebih sering unsur biaya pokok adalah biaya berhenti untuk reparasi. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada mesin walaupun reparasi dilakukan secara cepat akan menghentikan operasi, para karyawan dan mesin menganggur, produksi terganggu bahkan dapat menghentikan jalannya produksi (Ali Mashar, 2008).Pemeliharaan Corrective adalah peningkatan perbaikan kemampuan peralatan mesin kedepan karena kegagalan atau pengurangan kemampuan mesin selama pemeliharaan preventive dikerjakan atau sebaliknya, demi perbaikan mesin dan optimal dalam penggunaannya. Pemeliharaan corrective terdiri dari beberapa bagian seperti :1. Perbaikan karena rusak.

Bagian ini fokus dengan perbaikan pada bagian kerusakan peralatan supaya kembali kepada kondisi operasionalnya.2. Overhaul.Bagian ini fokus dengan perbaikan atau memulihkan kembali (restoring) peralatan ke keadaan yang semula yang dapat dipergunakan (complete serviceable) untuk seluruh peralatan di pabrik tersebut.3. Salvage:

Bagian ini fokus dengan pembuangan dari material yang tidak dapat diperbaiki dan pemanfaatan material yang masih bisa dipakai dari peralatan yang tidak dapat diperbaiki pada overhaul, perbaikan karena rusak dan rebuild programs.4. Servicing:

Tipe bagian pemeliharaan korektif ini mungkin dibutuhkan karena adanya tindakan pemeliharaan korektif, seperti pengelasan, dan lainnya.5. Rebuild:

Bagian ini fokus dengan pemulihkan kembali (restoring) peralatan ke keadaan yang standard sedekat mungkin ke keadaan aslinya berkenaan dengan keadaan fisik, daya guna dan perpanjangan masa pakai (B. S. Dhillon, 2006).

Gambar 2.7 menjelaskan tentang grafik pola kerusakan alat atau mesin pada umumnya.

Gambar 2.7 Grafik Pola Kerusakan Alat pada UmumnyaDari gambar 2.7 grafik diatas dapat dilihat bahwa suatu peralataan baru mempunyai suatu kemungkinan kegagalan atau kerusakan yang tinggi yang disebabkan instalasi awal proses operasi. Pada awal periode, kemungkinan terjadinya kerusakan dari peralatan tersebut menjadi tinggi. Setelah peralatan berjalan dengan normal, maka tingkat kerusakan akan stabil dan meningkat kembali seiring berjalannya waktu. Pemeliharaan corrective bertujuan untuk memperbaiki kondisi peralatan ketika rusak, supaya dapat kembali normal ataupun lebih maningkat kinerjanya.Menurut R. Keith Mobley dalam bukunya yang berjudul Maintenance Fundamentals Edisi kedua, tahun 2004, bahwa pemeliharaan atau maintenance dapat digolongkan menjadi tiga tipe bagian besar pemeliharaan, seperti yang dijelaskan pada gambar 2.8 dibawah ini.

Sumber : R. Keith Mobley 2004Gambar 2.8Struktur dari Maintenance.

Pada gambar 2.8 diatas dapat kita lihat bagaimana pembagian pemeliharaan yang cukup lengkap. Pada pembagian sistem pemeliharaan corrective terdapat 1 bagian utama sistem pemeliharaan yang terdiri dari Breakdowns Maintenance, Emergency Maintenance, Remedial Maintenance, Repairs Maintenance dan Rebuilds Maintenance.

Pada pembagian bagian sistem corrective Maintenance terdapat salah satu bagian yang membahas mengenai Remedial (untuk perbaikan kedepan). Kita akan fokus dalam hal ini karena tujuan utama dari skripsi ini adalah perbaikan dalam mesin screw press.

Masalah utama yang dijumpai pada mesin screw press adalah terjadinya keausan pada ulir screw press akibat torsi dan tekanan kerja dari konus yang menekan buah sawit setelah sekian waktu pemakaian. Terkadang masa pakai yang direkomendasikan oleh pabrik pembuatan screw press tersebut tidak sesuai dengan kondisi aktualnya, sehingga menimbulkan kerugian biaya dan waktu. Mekanisme keausan yang disebabkan gesekan sering juga disebut dengan istilah tribology.

2.4.1 Mekanisme Tribology

Tribology ini adalah salah satu cabang ilmu dalam bidang engineering yang fokus membahas tentang tiga bagian penting fenomena dalam permesinan yang sangat erat hubungannya satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah gesekan (friction), keausan (wear) dan pelumasan (lubrication) (Gwidon W. Stachowiak and Andrew W. Batchelor). Ketiga bagian ini pasti terjadi pada permesinan dan amatlah penting untuk dibahas. Jadi dapat disimpulkan topik pembahasan pada bagian remedial ini adalah memperhitungkan terjadinya gesekan dalam setiap komponen permesinan yang dapat menyebabkan keausan yang melibatkan pelumasan, baik itu pelumasan kering dan basah supaya kedepannya dapat diambil suatu tindakan pencegahan atau pengurangan keausan tersebut.

Aus terjadi karena adanya kontak gesek antara dua permukaan benda dan menyebabkan adanya perpindahan material dan adanya pengurangan dimensi pada benda tersebut. Defenisi keausan menurut standard Jerman (DIN 50 320) bahwa keausan di defenisikan sebagai kehilangan material secara bertahap dari permukaan benda yang bersentuhan (Theo Mang and Wilfried Dresel, 2007). Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme sebenarnya sangat sulit diprediksi secara teori atau perumusannya, karena banyak faktor dilapangan yang menyebabkan kekeliruan dalam memprediksi keausan tersebut (K. C. Ludema, 1996).Keausan sendiri terbagi dalam bebrapa jenis keausan, seperti keausan abrasif, adesif, korosif, keausan fatik, kimia, erosi dan lain-lain. Keausan yang terjadi pada pembahasan skripsi ini adalan keusan jenis abrasif. Abrasif dan kontak lelah (fatigue cantact) adalah hal yang paling penting dalam perhitungan keausan pada permesinan. Bisa diperkirakan bahwa total keausan yang terjadi pada elemen-elemen mesin dapat kisarkan antara 80-90% adalah keausan abrasif dan dalam 8% adalan keausan lelah (wear fatigue). Kontribusi dari jenis keausan yang lain sangatlah kecil. Sebagian besar pengamatan keausan dilakukan secara tidak langsung. Salah satunya adalah dengan menimbang berat spesimen atau benda kerja. Ini adalah cara yang termudah untuk dapat mendeteksi keausan. Dari menimbang berat benda kerja yang akan dianalisa, kita dapat mengetahui berapa total material yang telah aus dari selisih berat awal benda kerja sebelum operasi dengan berat benda kerja setelah operasi, tetapi distribusi kedalaman keausan yang terjadi pada permukaan kontak tidak dapat diketahui (Alfred Zmitrowicz, 2006).Mempresdiksi keausan yang terjadi pada permesinan cukuplah sulit. Setiap rumus pada literatur yang dapat mengitung laju keausan hanya sebatas estimasi atau pendekatan saja. Pada tahun 1950-an J. F. Archard menemukan suatu hukum yang dapat memprediksi terjadinya keausan pada material yang saling bergesekan, dan dia menamai hukum itu dengan dirinya sendiri, yaitu hukum keausan Archard (Archard wear law).

Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan (wear law) bahwa persamaan volume keausan dapat diperoleh dengan (Gwidon W. Stachowiak and Andrew W. Batchelor):V = K Ar L = K L

(2.1)

Dimana : V= Volume keausan (m3)

L= Jarak lintas meluncur (m)

W= Beban (N)

K= Koefisien keausan

H= Kekerasan material (Pascal, N/m2)

Ar= Area kontak (m2)2.5 . Proses Maintenance di PKS Rambutan

Dalam melaksanakan pemeliharaan Pabrik Kelapa Sawit PKS Rambutan mengacu ke prosedur / instruksi kerja (IK) PTP Nusantara III, adapun system pelaksanaan pemeliharaan dilaksanakan secara Corrective, Preventive dan Predictive Maintenance dengan alur proses dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Skema Alur Proses Kegiatan PemeliharaanUntuk pekerjaan corrective maintenance mengacu ke IK 3.02-02 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Teknik, dimana setiap pelaksanaan breakdown maintenance yang harus mengacu pada Work Order yang diminta pengguna alat. Untuk pekerjaan preventive mengacu ke IK 3.02 02/08 mengenai Pemeliharaan / Perawatan Mesin dan Instalasi PKS dan IK 3.02 02/09 mengenai Pemeliharaan / Perawatan Mesin dan Instalasi Listrik. Sedangkan untuk pekerjaan Predictive Maintenance mengacu ke IK 3.02 00/06 mengenai Pelaksanaan Predictive Maintenance.

Dalam pelaksanaan pekerjaan corrective dan preventive maintenance yang dilaksanakan secara TS (menggunakan tenaga sendiri) spare part yang digunakan berasal dari gudang, system pengadaan terdiri dari 3 kategori, yaitu :

Pengadaan local (OPL) oleh managemen unit langsung. Pengadaan di tingkat Distrik Manager, melalui DPBB kewenangan DM Pengadaan di tingkat Kantor Direksi, melalui DPBB kewenangan Kandir (Kantor Direksi)

Ketiga jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistem keagenan atas barang/bahan yang akan diadakan, untuk barang keagenan harus diadakan dengan kewenangan Kandir, serta berdasarkan nilai pengajuan, untuk nilai pengajuan < Rp. 50 jt dapat diadakan secara OPL, sedangkan yang nilai pengajuannya antara Rp. 50 jt s/d Rp. 200 jt menjadi kewenangan DM sedangkan yang nilai pengajuannya lebih dari Rp. 200 jt menjadi kewenangan Kandir.

Untuk pekerjaan corrective maintenance dan preventive maintenance yang dilaksanakan oleh tenaga pemborong (TP) atau outsourcing, pelaksanaanya berdasarkan P4T (Pengajuan Permintaan Pekerjaan Pemeliharaan / Teknik) yang terdiri dari 2 kategori :

P4T di tingkat Distrik Manager. P4T di tingkat Kantor Direksi.

Kedua jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistem keagenan atas peralatan yang akan diperbaiki, serta berdasarkan nilai pengajuan, untuk nilai pengajuan < Rp. 250 jt menjadi kewenangan DM sedangkan yang nilai pengajuannya lebih dari Rp. 250 jt menjadi kewenangan Kandir.

Kegiatan pemeliharaan preventive dapat dipermudah dan berjalan secara efektif dengan menggunakan sistem komputer. Setiap pabrik pasti membutuhkan sparepart, equipment, tool, material dan consumable dalam proses operasinya. Semua ini dapat di jadwalkan secara komputerisasi, dan ini akan membantu sistem pemeliharaan preventive dalam mengantur workorder, biaya, pembelian dan penjadwalan kegiatan pemeliharaan. Pabrik kelapa sawit Kebun Rambutan PTPN III dalam hal ini sedang akan menggunakan sistem komputerisasi (CMMS) lagi dalam membantu proses pemeliharaannya. BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN3.1. Dasar Pemilihan Mekanisme

Dari mekanisme-mekanisme pemeras yang ada, mekanisme pemeras yaitu screw press merupakan mekanisme yang paling efektif. Hal ini dikarenakan pada screw press memiliki keuntungan baik dari segi teknik maupun dari segi non teknik.3.1.1. Keuntungan dari Segi Teknik:

a. Memiliki gaya tekan yang besar untuk memeras buah kelapa sawit.

b. Memiliki konstruksi yang kokoh dan kuat. Dengan demikian proses produksi dapat berlangsung secara optimal dengan umur pemakaian yang panjang.

c. Pengoperasian mesin yang mudah sehingga tidak memerlukan tenaga yang ahli.

d. Memiliki prinsip kerja yang sederhana sehingga perawatan dapat dilakukan dengan mudah.

e. Produktifitas yang tinggi, sebab proses produksi berlangsung secara kontinu.

3.1.2. Keuntungan dari Segi Non Teknik:

a. Mesin ini dapat memeras serta menghasilkan minyak yang telah terpisah dengan ampasnya.

b. Prinsip kerja yang sederhana, produksi secara kontinu dan effesiensi kerja yang tinggi.3.2. Cara Kerja Mesin Screw PressPada mesin ini worm screw press memiliki peranan utama yang mendorong dan menekan kelapa sawit supaya terjadi pemerasan. Buah sawit yang telah dihancurkan pada digester diperas akibat gaya tekan yang ditimbulkan antara screw, casing (press cage), dan cone. Gambar 3.1 menjelaskan sistem kerja screw press ketika terisi buah sawit (keadaan bekerja) serta katika screw pres sedang kosong (tidak bekerja).Screw press mendapatkan tenaga putaran dari motor listrik berdaya 22 KW (29,5 Hp; 380 V, 1450 rpm) yang direduksi melalui gearbox hingga mencapai 9-11 rpm dan disalurkan memalui 2 buah worm screw press. Press cage atau casing memiliki lubang penyaringan sebanyak 32.000 buah diseluruh sisinya. Cone mendapatkan daya tekan dari pompa hidrolik sebesar 30-40 bar. Tekanan Konus yang terlalu besar mengakibatkan presentasi biji pecah menjadi tinggi, tetapi bila tekanan konus terlalu kecil maka presentasi kadar minyak pada ampas buah sawit juga menjadi besar. Maka diperlukan suatu sistem pengaturan yang baik pada pengaturan tekanan hidrolik konus. Minyak kasar sawit (CPO) dan air mulai keluar saat pengepressan berlangsung melalui 32.000 lubang pada press cage (casing) dan terpisah dari ampasnya yaitu fibre dan nut (gambar 3.2). Pada pengoperasiaannya, kedalam mesin pengempa ini dimasukkan air panas supaya mempermudah pengeluaran minyak dari daging buah sawit. Mesin ini beroperasi pada putaran rendah, yaitu 9-11 rpm (tergantung kebutuhan). Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu yang cukup dalam pengeluaran minyak dari kelapa sawit yang telah dihancurkan hingga tuntas.z

Gambar 3.2 Press Cage, Cone dan Ampas3.3. Bagian Sistem Screw Press yang Mendapat Perawatan Rutin

Berisi tentang bagian-bagian pada mesin srew press yang akan dilakukan perawatan rutin, meliputi

1. Digester2. Motor listrik

3. Gear Box

4. Kopling Flens Kaku

5. Gear Pentransfer Putaran Worm6. Poros Gear Box

7. Saringan (Chute)

8. Worm Screw Press9. Penahan (Cone)3.4. Pengambilan Data dan Pengukuran

Sebagai dasar perhitungan analisa gaya gaya yang bekerja pada worm screw press terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan, sebagaimana yang terjadi pada proses pengolahan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah:

a.Air dimasukkan dengan temperatur 90C yang berguna untuk mengencerkan larutan minyak dan agar lubang-lubang saringan tidak tersumbat.

b.Kadar air tidak lebih dari 20% terhadap buah sehingga tidak sulit diproses di stasiun minyak.

c.Tekanan dipertahankan antara 30-40 bar karena apabila tekanan yang diberikan saat pengempaan (pressing) terlalu kecil, maka angka kehilangan minyak (oil losses) lebih tinggi dan sebaliknya jika tekanan pengempaan terlalu besar menyebabkan persentase biji pecah menjadi tinggi.

d. Buah yang masuk ke dalam screw press telah mengalami proses terdahulu (telah dijelaskan pada Bab 2, point 2.2) sehingga massa buah dari 100% TBS menjadi 66% yang berbentuk brondolan, seperti yang dijelaskan pada gambar 3.3 berikut.

(Sumber : Data sesuai dengan buku operasi proses pengolahan kelapa sawit yang terdapat di PKS)Gambar 3.3. Material balance pengolahan kelapa sawitData-data dari hasil survei mesin screw press pada Pabrik Kelapa Sawit PTPN 3 Kebun Rambutan ditabulasikan pada tabel 3.1 dan gambar worm screw press pada gambar 3.4.Tabel 3.1 Spesifikasi mesin Screw PressNoUraianKeterangan

1Kapasitas (Q)10 Ton Buah Sawit/Jam

2Type Continous Double Screw press

3Tekanan Konus (cone) (P)30 40 Bar

4Clearance25 mm

5Putaran Poros (n)9-11 rpm

6Siklus InputKontiniu

7.Berat Worm Screw (W)100 kg = 981 N

8Jumlah Ulir4,5

Gambar 3.4 Worm Screw Press pada PKS PTPN 3 Kebun Rambutan3.5. Bahan Baku (Raw Material)

Bahan baku yang diolah dalam mesin screw press adalah buah kelapa sawit yang telah diaduk dan dihancurkan daging buahnya dalam ketel adukan (digester). Keadaan awal buah sawit adalah berkumpul dalam satu tandan. Buah kelapa sawit ini termasuk jenis tumbuhan monokotil. Bagian-bagian utama (gambar 3.5) yang terdapat pada buah kelapa sawit adalah sebagai berikut.

1. Lapisan bagian luar (epicarpium) yang disebut sebagai kulit luar.2. Lapisan tengah (mesocarpium) yang disebut daging buah yang mengandung minyak.3. Lapisan dalam (endocarpium) yang disebut inti, berada dalam biji dan mengandung minyak. Diantara mesocarpium dengan endocarpium terdapat cangkang (shell) yang keras.

Gambar 3.5. Bagian utama buah kelapa sawitMassa jenis buah sawit pada suhu 900C, = 641 kg/m3 (Naibaho,P. 1998). 3.6. Laju Aliran Volume (Kapasitas)Dalam menentukan kapasitas screw press yang digunakan terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, antara lain:1. Sebelum kelapa sawit masuk ke dalam digester dan screw press, massa awal buah kelapa sawit telah berkurang. Kondisi ini disebabkan karena pada proses penebahan pada mesin thresser buah sawit telah terpisah dari tandannya. Tandan kosong tersebut dipindahkan melalui belt conveyor ke lokasi penampungan tandan kosong.

2. Untuk memperoleh hasil pressan yang baik, yaitu minyak sawit yang keluar semuanya, maka perlu diperhatikan bahwa screw press harus dalam keadaan selalu terisi penuh. Kondisi ini dibutuhkan untuk memperoleh efisiensi yang lebih baik dari penekanan yang dilakukan, sebab jika banyak ruang kosong pada saat penekanan, maka penekanan yang terjadi tidak maksimal.

Dengan memperhatikan kondisi diatas, maka kapasitas screw press yang dapat diperoleh berdasarkan data berikut:

1. Kapasitas olah satu buah mesin screw press 10 Ton Buah Sawit/Jam2. Rasio fruitlet terhadap TBS sebesar 66 persen

Maka fruitlet yang diolah diperoleh dihitung sebagai berikut:

Q = x 10 Ton Buah Sawit/Jam(3.1)Q = 6600 Kg/JamHarga volume aliran () dapat diperoleh bilamana dihubungkan dengan massa jenis bubur buah kelapa sawit yang besarnya = 641 kg/m3. Dengan demikian, volume aliran kelapa sawit adalah sebagai berikut :

(3.2)

3.7. Analisa Gaya pada Screw Press3.7.1Gaya Torsi

Screw Press berguna untuk memindahkan buah hasil pencabikan (digest) ke arah keluar (outlet). Dengan adanya penyempitan yang diakibatkan konus, maka akan terjadi pemerasan pada buah tersebut sehingga minyak keluar dari daging buah sawit. Gambar 3.6 menerangkan ukuran screw.

Gambar 3.6 Peristilahan screw press

Daerah paling kritis yang sering menjadi area keausan terjadi pada ujung screw (dari survei, gambar 3.7). Diasumsikan titk kritis tersebut terjadi pada jarak maksimal 10 mm dari sisi terluar screw. Maka dk adalah:

dk = 291 - (10 x 2) = 271mm.

Gambar 3.7 Daerah paling kritis yang sering menjadi area keausan

Pada gambar 3.8 dibawah ini, dapat dilihat gayagaya yang bekerja pada screw. Gaya maksimum yang bekerja terletak pada bagian seksi penyumbatan (plug section) yang terletak pada ujung worm screw press. Dimana jarak antara screw (Pitch) ialah p =185 mm.

Gambar 3.8 Gaya-gaya yang bekerja pada worm screw press.

Dari gambar 3.8 dapat dilakukan perhitungan untuk menentukan torsi (T) yang bekerja pada seksi penyumbatan (plug section) dibentuk hipotenusa helix yang dilinierkan pada bidang datar (dapat dilihat pada gambar 3.9). Dari suatu segitiga sikusiku yang alasnya merupakan pitch screw dan tingginya sama dengan keliling dari lingkaran diameter ratarata screw tersebut.

Gambar 3.9 Ilustrasi pembebanan pada Screw Press

Gambar (3.9) menunjukkan kondisi pembebanan rata-rata pada jarak r dari sumbu poros. Gaya F merupakan penjumlahan gaya aksial berupa gaya tekan yang terjadi pada screw. P adalah gaya yang bekerja untuk memindahkan beban (material kelapa sawit). Gaya N adalah gaya normal, sebagai akibat dari gaya tekan material terhadap screw. Gaya N adalah gaya gesek yang terjadi pada permukaan kontak material kelapa sawit dan permukaan screw. Gaya normal dihitung dengan mempertimbangkan faktor pembebanan yang mengindikasikan jumlah total permukaan kontak screw dengan material.

Analisis torsi dilakukan dengan analitik pada sudut helix () sebagai berikut :

(3.3 a)

(3.3 b)

Dengan mengeliminir gaya normal N pada persamaan 3.3a dan 3.3b untuk mendapatkan P, maka :

(3.4 a)

(3.4 b)

Dengan mensubtitusi persamaan (3.4a) dan (3.4b) diperoleh gaya (P) ialah :

(3.5)

Persamaan (3.5) dibagi dengan cos dan dengan mensubtitusi tan = , sehingga diperoleh :

(3.6)

Torsi merupakan hasil kali gaya P dan radius daerah kritis (dm/2) , maka diperoleh persamaan :

(3.7)

Dimana :

T= Torsi yang bekerja pada screw (N.mm)

F= Gaya aksial yang bekerja pada screw (N)

= Koefisien gesek sliding kering antara material dengan screw = 0,49

koefisien gesekan antara Besi Tuang dengan kayu Oak (tabel 3.2)p= Pitch screw (mm)

dm= Harga radius area rata-rata screw = = =199,5 (mm)Tabel 3.2 Koefisien Gesekan MaterialMaterial 1Material 2Coefficient Of Friction

DRYGreasy

StaticSlidingStaticSliding

AluminumAluminum1,05-1,351,40,3

AluminumMild Steel0,610,47

Brake MaterialCast Iron0,4

BrassCast Iron0,3

BrickWood0,6

BronzeCast Iron0,22

BronzeSteel0,16

Cadmium Cadmium0,50,05

Cadmium Mild Steel0,46

Cast IronCast Iron1,10,150,07

Cast IronOak0,490,075

ChromiumChromium0,410,34

Sumber : Dari situs internet, WikipediaGaya aksial yang bekerja pada screw merupakan beban yang diakibatkan oleh adanya hambatan oleh konus sehingga menimbulkan tekanan. Tekanan ini sebesar 30 40 Bar, pada perhitungan diambil tekanan maksimal sebesar 40 Bar ialah :

Perhitungan beban (Wk) yang terjadi pada screw adalah sebagai berikut:

Wk = Pk A (3.8)dimana

A = luas penampang screw tegak lurus terhadap poros

Menurut (Saeful Idad, 2007) mekanisme pengempaan pada worm screw press terbagi atas tiga bagian, yaitu : seksi pengisian (feed scetion ), seksi pemadatan (ram scetion), dan seksi penyumbatan ( plug section). Pada bagian plug section akan mengalami proses penekan yang paling besar oleh karena adanya tahanan lawan yang diberikan oleh konus, dapat dilihat pada gambar 3.10 (a).

(a)

(b)

Gambar 3.10 (a) Pembagian penampang screw , (b) Gaya tekanan yang dialami oleh screw

Dimana luas penampang sebuah screw diperoleh (Ugural, 2003):

A = d b n

(3.9)

A = (291) (40) (1)A = 36549,6 mm2 = 36549,6 10-6 m2dengan tan =

= 17,630

Untuk penampang screw tegak lurus sumbu poros, ialah :

A = (36549,6 10-6 ) cos 17,630 = 0,034833 m2

Beban untuk sebuah screw (tekanan hidrolik dibagi oleh 2 konus, sehinga harga P 4 106/2 = 2 106) maka persamaan (3.8) menjadi :Wk = (2 106) (0,034833)

= 69666 N

Dengan demikian harga torsi (T) dapat diperoleh dari persamaan (3.7) dgn F =Wk:

T =

T= 6380707,916 N.mm

3.7.2 Tegangan pada Screw PressAda dua bentuk tegangan yang terjadi pada screw (gambar 3.11), yaitu tegangan lentur dan tegangan geser. Besarnya masing-masing tegangan akan diperoleh berdasarkan perhitungan berikut.

Gambar 3.11 Geometri dari screw press yang digunakan untuk menentukan tegangan geser dan tegangan lentur yang terjadi pada dasar screw. Tegangan geser nominal dimana torsi bekerja pada dasar screw dapat dihitung dengan: (3.10)

Tegangan aksial pada dasar screw akibat beban F ialah :

=

(3.11)

Tegangan lentur b dapat dihitung dengan menggunakan persamaan beam cantilever yang diproyeksikan dari dasar batang screw (dapat dilihat pada gambar 3.11).

b =

(3.12)

momen inersia dihitung dengan persaman :

I =

(3.13 a)

Dimana luas penampang pada dasar batang screw (A) (Ugural, 2003):

A = Dr b n dA = Dr n dy

Dengan mensubtitusi dA ke persamaan (3.10a) :

I = dy

I = I = I = I =

(3.13 b)

Modulus penampang I/c diperoleh dengan mensubtitusi c = b/2 ke persamaan (3.13 b), sehingga :

(3.14)

Dengan mensubtitusi persamaan (3.14) dan momen yang bekerja pada beam cantilever M = ke persamaan (3.12) sehingga diperoleh tegangan lentur bb = dimana Dr = Dr dr

b =

(3.15)

Tegangan geser yang bekerja pada dasar screw akibat gaya F ialah :

(3.16)

Dari sistem koordinat pada gambar (3.11), dapat dicatat :

x =

y = 0

Dari persamaan persamaan diatas maka dapat diperoleh besar tegangan pada screw, yaitu :

Tegangan geser nominal :

= 26, 95203 N/mm2

Tegangan aksial

- 9,5807 N/mm2

Tegangan lentur bb =

b = 64,515 N/mm2

Tegangan geser yang bekerja pada dasar screw

44,2792 N/mm2

Perhitunganperhitungan diatas dimasukkan dalam bentuk tegangan tiga dimensi seperti terlihat pada sistem koordinat dari gambar (3.11) :

x = 64,515 N/mm2

y = 0

20,1377 N/mm2

z = - 9,5807 N/mm2

3.8. Perhitungan Keausan pada Worm Screw Press.

3.8.1. Laju Volume KeausanKeausan terjadi karena adanya gesekan antara permukaan suatu material. Untuk lebih mempermudah kita mengerti tentang terjadinya gesekan dan keausan pada mesin screw press atau yang biasa disebutkan sebagai mekanisme tribology seperti yang telah dijelaskan pada bab 2, maka mari perhatikan gambar 3.12. Pada gambar 3.12 dijelaskan secara sistematis bagaimana terjadinya gesekan material yang terjadi antara permukaan ulir screw press dengan material lain yang dalam hal ini dimaksudkan dengan buah sawit yang sedang diperas, dan perbesaran permukaan material yang bergesek.Terjadinya gesekan antara kedua permukaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya perpindahan material yang aus (chips) yang terjadi diantara kedua permukaan material yang bergesekan. Bila kita melihat suatu permukaan material dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran tertentu, dapat kita melihat bagaimana keadaan mikrostuktur permukaan material tersebut. Hampir tidak ada permukaan mikrostruktur suatu material yang benar-benar rata setelah proses permesinan berlangsung, walaupun itu telah melewati berbagai proses permesinan untuk perataan permukaan (lapping, honing dan lainnya).Dalam hal ini, keausan terjadi pada permukaan dan diujung sisi worm screw press (gambar 3.7). Untuk mempermudah perhitungan laju keausan maka hanya satu ulir saja yang dihitung, yaitu ulir terluar yang mengalami gaya tekan langsung dari konus.

Gambar 3.12 Mekanisme gesekan dipermukaan ulir dan terjadinya partikel aus.Kekerasan bahan worm screw press yaitu baja tuang (cast steel) adalah berkisar 200-230 BHN (Tabel 3.3), maka diambil harga kekerasan rata-ratanya yaitu 215 BHN (Brinell Hardness Number).Tabel 3.3 Kekerasan bahan Cast Stell

Sumber : Machine Design Databook

1 BHN = 1 kgf/mm2 = 9,8 Mpa.

Maka 215 BHN = 215 x 9,8 = 2107 Mpa.Sedangkan nilai koeffisien keausan K yang diambil untuk abrasive wear pada 2 body, didapat dari gambar 3.13 (Robert. L. Norton, 2006) berikut.

Gambar 3.13 Wear Coefficient KUntuk memprediksi terjadinya aus pada permukaan screw press dapat digunakan persamaan (2.1) hukum keausan Archard, yaitu:V = K L

Dimana : V= Volume keausan (m3)

L= Jarak lintas meluncur dk= .271 = 850,95 mm

= 0,85094 m

W= Beban = P x r2sawit (dgn Dbiji sawit 20 mm)Apermukaan ulir = ()ulir - ()porosApermukaan ulir = (. 0,14552 ) (. 0,0542 ) = 0,057318 m2Luas buah sawit = = . 0,0075 2 = 0,000314 m2 Jumlah sawit di permukaan ulir = = 182 buah Maka total tekanan dari konus yang diterima oleh 1 buah sawit = = 10989,0101 PaW = 10989,0101 x 0,000314 = 3,45055 N

K= Koefisien keausan diambil 10-2 untuk abrasive wear 2 bodyH= Kekerasan material = 2107 Mpa = PascalMaka, volome keausan yang terjadi adalah :

V = K L

= 10-2 x 0,85094

= 1,39355 x10-11 m3Keausan yang terjadi sebesar 1,39355 x10-11 m3 untuk setiap satu buah sawit terhadap permukaan worm screw pada setiap siklus jalan worm screw press sepanjang 0,85094 m. Berdasarkan tabel 3.1 worm screw press berputar 9-11 rpm (diambil 10 rpm). Karena 1 putaran worm screw press sama dengan keliling worm screw press itu sendiri, maka :

1,39355 x10-11 m3 = 1 putaran worm screw press (1 keliling screw)Untuk masa waktu pemakaian 1 hari kerja mesin screw press, dapat dihitung laju keausan yang terjadi pada worm screw press, yaitu sebesar :

1 hari = 24 jam = 1440 menitDalam 1 menit, worm screw press berputar 10 kali (10 rpm), maka:

1440 menit x 10 rotasi = 14400 siklus rotasi/hari.

Maka jumlah prediksi keausan yang terjadi dalam 1 hari sebesar :

14400 siklus/hari x 1,39355 x10-11 m3 = 2,006712 x10-7 m3/hari. 3.8.2. Pengurangan Dimensi pada Worm Screw PressLaju keausan atau kedalaman keausan yang terjadi pada permukaan worm screw press dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Robert. L. Norton, 2006) :

ka = K

(3.17)

Dimana:ka = Kedalaman keausan yang terjadi (m)

Aks = Area kontak sebenarnya (m2)Untuk menghitung laju pengurangan dimensi karena keausan maka terlebih dahulu dihitung luas area kontak sebenarnya (Aks) dari pergesekan kedua material tersebut. Bentuk permukaan ulir screw press berbentuk lingkaran, dengan diambil daerah kritis 30 mm dari sisi terluar ulir. Maka untuk menghitung luasnya permukaan kritis ulir yang bergesek, luas permukaan seluruhnya dikurang luas permukaan daerah keausan non kritis (Dnon kritis = 291 mm 60 mm = 231 mm)Aks = ()ulir - ()non kritis(3.18)Aks = (. 0,14552 ) (. 0,11552 )Aks = 0,0245862 m2

Jumlah buah sawit yang terdapat pada daerah kritis ulir:

Jumlah buah == 78 buah sawit.Beban yang dialami oleh seluruh buah sawit dan ulir screw press adalah :

W = 78 sawit x 3,45055 N = 269,1429 N

Maka prediksi kedalaman keausan yang terjadi pada permukaan worm screw press dapat dihitung dengan rumus (3.17):

ka = K

= 10-2 x

= 4,421055 x 10-8 mPrediksi kedalaman keausan yang dihitung diatas merupakan prediksi kedalaman keausan yang terjadi pada daerah kritis worm screw dalam satu siklus putaran ulir. Dalam satu hari kerja mesin screw press, terdapat 14400 siklus putaran, sama seperti perhitungan sebelumnya. Maka didapat harga prediksi kedalaman keausan dalam 1 hari sebesar :ka = 14400 siklus/hari x 4,421055 x 10-8 m = 6,3663192 x10-4 m/hariBAB 4

ANALISA DAN PEMBAHASAN4.1. Masalah yang Terjadi

Aus dapat terjadi karena adanya gesekan antara dua permukaan benda dan menyebabkan adanya perpindahan material serta pengurangan dimensi pada benda tersebut. Defenisi keausan dan mekanisme keausan telah dijelaskan pada bab 2 dan keausan yang terjadi pada worm screw press telah dijelaskan pada bab 3. Laju pengurangan material yang terjadi pada ulir worm screw press terletak pada bagian sisi screw yang langsung mendapat gaya tekan dari konus (gambar 3.7). Adapun yang menjadi penyebab utama terjadinya keausan pada worm screw press adalah akibat dari tekanan yang terjadi pada permukaan ulir screw tersebut. Laju kenaikan ulir screw (pitch) karena putaran screw menyebabkan buah sawit yang ada di dalam sisi screw terdorong dan dari sisi lainnya tekanan hidrolik dari konus menekan buah sawit yang telah di hacurkan tersebut. Hal ini tentu membuat buah sawit mengalami tekanan yang begitu besar dari dua sisi, sehingga menyebabkan sisi terluar screw dimana buah sawit berada mengalami gaya tekan seperti yang dialami buah sawit akibat tekanan konus. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gesekan antara buah sawit dengan sisi ulir screw (gambar 3.12). Keausan yang terjadi sebesar 6,27 x10-7 m3/hari. Sehingga dalam waktu tertentu maka permukaan/ujung ulir screw press akan habis karena aus.

Keausan yang terjadi ini mendapat perhatian khusus oleh bagian teknik pada pusat bengkel PTPN 3 Kebun Rambutan, karena seperti yang telah dijelaskan pada bab 1 point 1.2 bahwa life time yang direkomendasikan oleh pabrik manufaktur screw press terkadang tidak tercapai karena keausan yang terjadi sudah besar, sehingga waktu saat penggantian worm screw press belum tercapai, tetapi worm screw press harus diganti. Saat survei dilapangan, penulis mendapatkan bahwa worm screw press yang dipakai oleh PTPN 3 kebun rambutan memiliki life time yang direkomendasi pabrik selama 1000 jam pemakaian. Namun dari wawancara dengan mekanik di bengkel reparasi, penulis mendapatkan waktu yang terjadi dilapangan hanya mencapai 800 jam pemakaian, bahkan kurang dari itu. Ini tentu saja dapat menjadi pembahasan masalah yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.4.2. Pemeliharaan Perbaikan (Repair Maintenance) pada Worm Screw Press yang dikejakan oleh Bagian Teknik (Bengkel)

Karena keausan yang terjadi pada worm screw press di pabrik PTPN 3 Kebun Rambutan tidak sesuai dengan rekomendasi waktu pemakaian dari pabrik pembuatannya membuat jadwal pembelian spare part atau worm screw press baru menjadi tidak stabil. Hal ini dapat membuat terganggunya proses produksi pabrik karena kerusakan atau keausan pada worm screw press tidak dapat diperkirakan. Hal ini membuat bagian teknik, terkhusus bengkel reparasi mengerjakan perbaikan sementara terhadap worm screw press yang sudah aus tersebut, menunggu kedatangan worm screw press yang baru. Adapun perbaikan yang dikerjakan oleh karyawan bengkel adalah mengelas (menambah ketebalan/ Rebuild) yang dikerjakan pada permukaan worm screw press yang mengalami keausan paling besar, yaitu pada ulir terluar dengan menggunakan las listrik. Perbaikan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut. Gambar 4.1. Perbaikan yang dikerjakan oleh Mekanik Bengkel Reparasi Penambahan ketebalan worm screw press dengan metode pengelasan listrik ini hanya dikerjakan pada bagian ulir terdepan saja. Karena ulir ini yang mengalami keausan terbesar, tidak pada keseluruhan ulir. Hasil worm screw press setelah mengalami perbaikan penambahan ketebalan oleh bengkel reparasi dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2. Hasil perbaikan worm screw press yang telah dikerjakan oleh Bengkel Reparasi

Penambahan ketebalan worm screw press berkisar 15 mm. Setelah perbaikan penambahan ketebalan dengan pengelasan listrik ini worm screw press sudah dapat digunakan di stasiun pengepressan. Berdasarkan hasil wawancara dengan mekanik bengkel, bahwa worm screw press setelah perbaikan ini dapat bertahan untuk jangka waktu hampir setengah dari masa pakai worm screw press baru dari pabrikan pembuatan screw press atau sekitar 300-400 jam pemakaian.4.3. Corrective Maintenance untuk Masalah Keausan.Setelah diketahui masalah yang terjadi dan penyebab permasalahannya serta perbaikan sementara yang telah dikerjakan pada worm screw press, tentu diharapkan adanya solusi permasalahan atau pemecahan masalah supaya kedepannya masalah tersebut dapat diminimalkan. Baik itu meminimalkan sumber daya bengkelnya dan juga biaya pemeliharaan kedepan. Demi tercapainya kemaksimalan proses produksi pabrik. Hal ini sesuai dengan sistem Corrective Maintenance yang telah dijelaskan pada Bab 2, poin 2.4.Ada banyak studi literatur dari buku teknik metalurgi dan juga penelitian yang telah dikerjakan oleh para ahli untuk dapat mengurangi terjadinya keausan pada permesinan. Penelitian ini dikerjakan karena keausan ini dianggap penting untuk diatasi atau dikurangi, demi kelancaran kerja mesin. Ada banyak cara yang dapat dikerjakan untuk mengurangi terjadinya keausan pada permesinan, seperti merubah sifat permukaan material yang bergesek untuk menambah kekerasan dan ketangguhannya, sehingga dapat mereduksi keausan.

4.3.1. Pengerasan Permukaan Logam (Surface Hardening)Pengerasan permukaan atau dikenal dengan surface hardening, umumnya dilakukan pada material baja karbon rendah. Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk pengerasan pada bagian permukaannya saja, yaitu dengan:

1. Merubah mikro struktur permukaan logam.2. Merubah mikro struktur permukaan logam dan komposisinya.Biasanya pengerasan permukaan dengan merubah mikro strukturnya diterapkan pada material baja dengan kandungan karbonnya medium atau tinggi, sedangkan pengerasan yang melibatkan perubahan mikrio struktur dan komposisi kimianya diterapkan pada material baja karbon rendah. Kedua cara tersebut prosesnya tentu berbeda. Untuk merubah struktur mikro baja karbon, cukup dilakukan dengan pemanasan dan pendinginan. Sedangkan untuk merubah struktur mikro dan komposisi kimianya tidak cukup dengan dilakukan pemanasan dan pendinginan saja, melainkan dengan penambahan unsur lain pada permukaan logam yang akan dikeraskan (Bintang Adjiantoro, 2000).

Proses pengerasan permukaan logam merupakan cara untuk dapat mereduksi keausan. Dengan meningkatkan kekerasan permukaan suatu logam, maka laju keausan yang terjadi dapat berkurang karena permukaan logam yang bergesekan menjadi semakin keras dan permukaan tersebut tidak mudah melepaskan material aus. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat membuat suau permukaan logam menjadi lebih keras, diantaranya adalah dengan metode kromisasi, karburasi, nitridasi, karbunitridasi, nitrokarburasi dan lain-lain.Kekerasan suatu logam sangat bergantung pada temperatur pemanasan, lama penahanan pada temperatur tertentu (holding time), laju pendinginan, komposisi kimia logamnya, kondisi permukaan, ukuran dan berat benda kerja. Kemampuan baja untuk dapat dikeraskan sering disebut dengan hardenability. Kekerasan maksimum baja didapatkan dari pembentukan fase martensit atau fase karbida pada struktur mikro baja tersebut (Fahmi Mubarok, 2008).4.3.1.1. Penelitian Kromisasi

Kromisasi adalah proses penjenuhan lapisan permukaan baja dengan menggunakan Cr (Chromium saturated cases). Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan permukaan yang keras, tahan aus dan tahan terhadap korosi. Proses kromisasi terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Dissosiasi gas dengan pelepasan Cr atomik.

2. Adsorbsi atom-atom Cr pada permukaan baja.

3. Difusi atom Cr kedalam baja.

Kecepatan difusi sangat dipengaruhi oleh temperatur. Jika temperatur dinaikkan, kecepatan difusi Cr meningkat pula. Tetapi bila temperatur terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap struktur mikro baja yang dapat mempunyai sifat kurang baik.Dalam penelitian yang dikerjakan oleh Bintang Adjiantoro tentang proses kromisasi terhadap pelat baja karbon rendah (AISI 1010) didapatkan bahwa suhu pemanasan sebagai fungsi kecepatan reaksi difusi berpengaruh terhadap peningkatan kedalaman lapisan krom dan kekerasannya. Namun pengaruh waktu penahanan terhadap kedalaman lapisan krom relatif kecil bila dibandingkan dengan pengaruh suhu pemanasan.

Penelitian proses kromisasi ini dilakukan dengan menggunakan media campuran dari serbuk Fe-Cr, Al2O3 dan NH4Cl dengan perbandingan berat 60 : 37 : 3 yang dipanaskan pada suhu 800oC, 850oC dan 900oC serta waktu penahanan selama 5, 6 dan 8 jam. Kegunaan bahan-bahan tersebut adalah :

1. AL2O3 berfungsi sebagai penghalus butir dan pencegah pertumbuhan butir pada saat pemanasan.

2. NH4Cl berfungsi sebagai aktivator pembentuk gas Cr-Cl2 dan mengantarkan atom-atom Cr larut padat dipermukaan baja.

Reaksi yang terjadi selama proses kromisasi adalah sebagai berikut:

NH4Cl dipanaskan, dan ketika dipanaskan akan terurai menjadi gas amonia dan gas asam Hidroklorid. Gas ini akan menggantikan udara yang ada selama proses kromisasi dalam kotak reaksi dan bereaksi dengan Cr, membentuk Hidrogen dan Kromium Klorida, sehingga pada permukaan Baja tersebut akan terjadi pertukaran reaksi.Dari pengamatan visual, permukaan benda kerja berubah warna menjadi putih keabu-abuan, hal ini menunjukkan bahwa telah terbentuk lapisan krom. Kedalaman lapisan dan kekerasan permukaan (ketahanan aus) terbesar diperoleh dari waktu pemanasan 8 jam dengan suhu pemanasan 950oC dan didapat kedalaman lapisan pengerasan krom sebesar 1,43 mm dari permukaan spesimen dengan kekerasan telah meningkat menjadi 270 VHN dari spesimen standar tanpa kromisasi sebesar 119 VHN (Vickers Hardness Number). Untuk ketahanan terhadap keausan diuji dengan mengukur kehilangan berat spesimen setelah pengujian. Pengujian keausan menggunakan abrasive paper (ampelas) dengan kekasaran 240 mesh, putaran 470 rpm dan beban 2 kg. Dari pengujian tersebut didapatkan ketahanan aus (kehilangan berat) meningkat menjadi 0,04 gram (untuk spesimen dengan waktu penahanan 5 jam dan suhu pengerjaan 950oC) dari kondisi spesimen standarnya yang memiliki ketahanan aus (kehilangan berat) sebesar 5,20 gram.Berdasarkan foto mikro struktur penampang melintang dari penelitian proses kromisasi pada baja karbon rendah ini didapatkan bahwa kenaikan kekerasan yang terjadi bukan diakibatkan oleh teransformasi fasa, melainkan oleh terbentuknya senyawa Fe2Cr3 dibagian yang dekat dengan permukaan dan terbentuknya senyawa -Fe2Cr5 diantara lapisan permukaan dengan logam induknya (Bintang Adjiantoro, 2000).4.3.1.2. Penelitian KarburasiKarburasi adalah cara pengerasan permukaan dengan memanaskan logam (baja) diatas suhu kritis dalam lingkungan yang mengandung karbon. Atau bisa juga dikatakan dengan penambahan unsur karbon kedalam permukaan logam (baja) yang dikerjakan diatas suhu kritis. Karbon diabsorbsi kedalam logam membentuk larutan padat karbon-besi dan pada lapisan luar jadi memiliki kadar karbon yang tinggi. Bila cukup waktu, atom karbon akan berdifusi ke bagian-bagian sebelah dalam. Tebal lapisan tergantung dari waktu dan suhu yang digunakan.Berdasarkan media yang memberikan karbon, secara umum ada tiga macam metode dalam proses karburasi, yaitu:

3. Karburasi padat (solid carburizing), adalah suatu cara karburasi yang menggunakan bahan karbon berbentuk padat.4. Karburisasi cair (liquid carburizing), adalah suatu cara karburisasi dengan menggunakan bahan karbon berbentuk cair.5. Karburisasi gas (gas carburizing), adalah suatu cara karburisasi dengan menggunakan bahan karbon berbentuk gas.Dengan masuknya atom-atom karbon ke permukaan material maka akan terbentuk larutan padat. Karena atom-atom karbon yang larut mempunyai ukuran (jari-jari) atom yang jauh lebih kecil dari pada ukuran atom besi, maka atom-atom karbon akan masuk ke permukaan baja dan mengisi ruang-ruang kosong di antara atom-atom besi secara interstisi (sisipan), sehingga akan terbentuk larutan padat interstisi karbon dalam besi/baja. Terbentuknya larutan padat interstisi ini akan menyebabkan peningkatan kekerasan dari baja. Selain terbentuknya larutan padat interstisi, atom-atom karbon yang masuk ke permukaan akan berikatan kuat dengan atom-atom permukaan (atom-atom Fe) membentuk fase baru yang disebut fasa karbida besi yang mempunyai sifat yang keras.Dalam penelitian yang dikerjakan oleh Bangun Pribadi dkk tentang proses pengerasan permukaan baja St 40 dengan metode carburizing plasma lucutan pijar, didapatkan bahwa lamanya waktu pendeposisian mempengaruhi kualitas kekerasan yang dihasilkan, karena menambah jumlah atom karbon yang tersisip ke dalam permukaan atom Fe. Pengujian karburasi ini dikerjakan dengan variasi suhu 150oC, 200oC, 250 oC dan 300oC serta variasi waktu penahanan 30, 60, 90, 120, dan 150 menit. Hasil dari proses karburisasi diperoleh peningkatan kekerasan permukaan sebesar 194,51 % yaitu dari 197,54 KHN menjadi 581,78 KHN pada suhu 300oC dan waktu 120 menit. Jika suhu semakin tinggi maka getaran atom-atom subtrat (atom-atom Fe) akan tinggi pula dan membuat jarak atom semakin besar, sehingga atom-atom karbon akan lebih mudah berdifusi di antara celah-celah atom Fe. Banyaknya atom-atom karbon yang terdifusi ke permukaan spesimen menjadikan kerapatan permukaan subtrat meningkat, sehingga kekerasan permukaan spesimen pun meningkat. Pada saat proses carburizing dengan waktu pendeposisian kurang dari 120 menit, atom-atom karbon belum secara maksimal mengisi ruang di antara atom-atom Fe, sehingga pada permukaan subtrat masih banyak terdapat ruang sisipan yang belum terisi oleh atom-atom karbon, akibatnya kekerasan belum maksimal. Pada saat proses carburizing dengan waktu pendeposisian lebih dari 120 menit, atom-atom karbon yang terdeposisi ke dalam permukaan subtrat akan semakin banyak seiring dengan lamanya waktu pendeposisian. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penumpukan atom-atom karbon pada permukaan subtrat sehingga yang terbentuk bukan lagi sebagai ikatan karbida besi, melainkan hanya merupakan tumpukan atom-atom karbon. Jika waktu yang diberikan untuk proses carburizing plasma lucutan pijar semakin lama, maka kekerasan subtrat akan semakin turun. Hal ini berarti bahwa penambahan waktu hanya akan menyebabkan pemborosan waktu dan biaya (Bangun Pribadi dkk, 2008).4.3.1.3. Penelitian NiKaNa

Sejak tahun 2001 telah ditemukan metode baru untuk mengeraskan permukaan baja, yakni metode NiKaNa. Metode NiKaNa ini terdiri atas gabungan tiga proses metalurgi yaitu Nitridasi, Karbonasi, dan Quenching NaCl (pendinginan mendadak dalam larutan garam dapur), tiga proses yang semula dilakukan secara terpisah. Dengan metode gabungan ini didapatkan baja dengan tingkat kekerasan yang lebih besar. Proses pengerasan ini terjadi karena adanya perubahan fasa atau struktur penyusun atom dari besi baja tersebut. Perubahan fase dilakukan dengan cara memanaskan baja dengan suhu tertentu dan pendinginan dengan kecepatan tertentu pula dengan menambahkan material baru ke dalam baja tersebut. Teknik Nitridasi dilakukan dengan menggunakan gas nitrogen yang disemprotkan langsung pada baja yang sedang membara. Dengan metode tersebut kekosongan pada material akan terisi oleh atom-atom yang bergeser karena penumbukan oleh atom nitrogen maupun oleh atom nitrogen yang menempati letak interstisi. Proses tersebut akan membentuk struktur baru yang mempunyai kekerasan yang lebih baik dibanding material aslinya. Dengan menembakkan atom nitrogen pada material, maka kekosongan yang terdapat pada material akan terisi oleh atom-atom yang bergeser karena penumbukan oleh ion nitrogen maupun oleh ion nitrogen yang menempati letak interstisi. Sehingga akan terbentuk struktur baja baru yang mempunyai kekerasan lebih baik dibandingkan material aslinya. Bila ion-ion nitrogen ditembakkan pada besi (Fe) pada kondisi tertentu ion-ion nitrogen tersebut akan membentuk fase baru yaitu fase Fe-N.Karbonasi adalah proses pendeposisian unsur karbon ke dalam permukaan logam. Pada pendeposisian ini dimaksudkan agar terjadi peningkatkan kekerasan lebih besar dibandingkan sebelum dilakukan proses karbonasi. Pada karbonasi baja karbon rendah ( < 0,3 % C ) akan terjadi peningkatan kekerasan lebih besar dibandingkan dengan karbon medium ( 0,3 %C 0,7 %C ) atau tinggi ( 0,7 %C 1,7 %C ).Kekerasan maksimum suatu logam besi dapat terjadi dengan mendinginkan secara mendadak (Quenching) material yang telah dipanaskan sehingga mengakibatkan perubahan struktur mikro. Kenaikan kekerasan berbeda-beda pada beberapa kandungan karbon. Medium quenching yang digunakan secara umum adalah hidrokarbon (oli bekas). Laju quenching tergantung pada beberapa faktor di antaranya temperatur medium, panas spesifik, panas pada penguapan, konduktivitas termal medium dan viskositas serta agitasi (pergolakan) adalah laju pergerakan atau aliran media pendingin. Kecepatan pendinginan dengan air lebih besar dibandingkan pendinginan dengan oli. Dan pendinginan oleh udara mempunyai kecepatan yang paling kecil. Dalam penelitian yang dikerjakan oleh Susanto dkk tentang proses pengerasan permukaan pada baja karbon rendah (C 0,18 % dan Silikon 3 %) dengan metode NiKaNa didapatkan bahwa metode NiKaNa menyebabkan terjadinya penambahan gugus N-H (yang merupakan kontribusi dari proses nitridasi) sehingga hal ini menjadikan susunan atom pada baja karbon rendah menjadi rapat dan padat. Pengujian metode NiKaNa ini dikerjakan dengan variasi suhu 300oC, 600oC dan 900oC serta variasi waktu pemanasan 15, 30 dan 45 menit. Hasil dari metode NiKaNa diperoleh peningkatan kekerasan permukaan tertinggi sebesar 552 %, yaitu dari 8,7 HRC menjadi 48,0 HRC pada suhu 900oC dan waktu pemanasan 15 menit. Untuk waktu pemanasan 30 menit dan 45 menit pada suhu 900oC ternyata angka kekerasannya jauh menurun bila dibandingkan dengan waktu pemanasan 15 menit, yaitu sebesar 44,3 HRC untuk waktu pemanasan 30 menit dan 22,3 HRC untuk waktu pemanasan 45 menit.Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap treatment awal, tahap treatment NiKaNa dan tahap pengujian sampel. Tahap treatment awal adalah pengampelasan dan pemanasan. Sampel baja dipanaskan dalam Furnace dengan melakukan variasi suhu dan waktu pemanasan. Tahap treatment NiKaNa memiliki 3 bagian secara berurutan yaitu nitridasi, karburasi dan quenching NaCl. Gas nitrogen disemprotkan langsung (nitridasi) pada sampel baja yang telah dipanaskan dengan suhu dan waktu pemanasan yang telah ditentukan, lalu sampel dipanaskan kembali dengan suhu dan waktu pemanasan yang sama dengan awal dan dicelupkan secara cepat ke dalam cairan oli bekas konsentrasi jenuh (karburasi), lalu sampel baja dipanaskan kembali pada suhu dan waktu pemanasan yang sama dengan awal dan dicelupkan mendadak ke dalam larutan garam dapur (NaCl) jenuh (Quenching).Pada proses nitridasi dilakukan pendeposisian atom-atom nitrogen pada baja yang telah mendapat perlakuan panas, yang mengakibatkan peregangan atom-atom material dan mengalami kekosongan, sehingga diisi oleh atom nitrogen tersebut sehingga memunculkan ikatan atom baru yaitu Fe-N. Atom nitrogen yang menyusup menempati letak interstisi (sisipan) maupun secara subtitusi (perpindahan). Dengan masuknya atom nitrogen kedalam substrat mengakibatkan terjadinya perubahan struktur mikro atom yaitu atom-atom penyusun baja menjadi lebih rapat dan padat. Pada proses karbonasi atom-atom karbon mampu berdifusi kedalam material baja, atom karbon sangat mudah menyusup kedalam substrat karena ukuran atom karbon lebih kecil dibandingkan dengan atom Fe. Dengan kadar karbon bertambah maka kekerasannya meningkat. Proses quenching adalah sangat baik pada pengerasan bahan logam. Pada proses pencelupan cepat, suatu bahan logam tidak sempat mengalami difusi dengan atom tetangga sehingga seluruh kekosongan langsung akan terisi oleh media quenching tersebut secara mendadak. Proses ini tentunya menyebabkan kerapatan atom pada permukaan bahan menjadi lebih besar dan tentunya bahan logam menjadi lebih keras. Hal ini terjadi karena proses quenching membuat mikro sturktur permukaan bahan logam jadi memiliki batas butir yang lebih kecil, sehingga mikro sturktur permukaan bahan logam menjadi lebih halus dan padat (Susanto dkk, 2005)4.3.2. Metode Pelapisan PermukaanProses metal spraying merupakan salah satu cara alternatif proses perlindungan permukaan logam dari kerusakan. Proses metal spraying dapat juga digunakan untuk proses perbaikan (repair), misalnya membuat lapisan keras pada permukaan untuk perkakas, mempertebal bagian-bagian permukaan yang telah mengalami keausan dan lain-lain. Sifat-sifat yang diinginkan dari proses metal spraying antara lain adalah ketahanan terhadap keausan, ketahanan terhadap korosi, ketahanan terhadap temperatur tinggi dan lain-lain.Penelitian yang dikerjakan oleh Mochamad Ichwan dan Dikdik Iskandar tentang karateristik keausan abrasif dari lapisan Aluminium-Bronze pada baja St 37 didapatkan bahwa nilai ketahanan keausan abrasif material hasil proses metal spraying kawat Aluminium-Bronze yang mengalami perlakuan panas lebih tinggi bila dibandingkan dengan material tanpa perlakuan panas (Heat Treatment). Perlakuan panas dikerjakan dengan variasi temperatur 550oC, 600 oC dan 650 oC dan waktu penahanan (Holding Time) selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Sebelum proses metal spraying dilakukan, terlebih dahulu dilakukan proses sand blasting pada permukaan baja St 37. Selanjutnya dilakukan pemanasan awal (umumnya 90oC-150oC) pada material dasar tersebut dengan menggunakan alat Flame Gun. Maksud dari pemanasan awal tersebut adalah untuk menghilangkan air dan menjamin permukaan bebas dari kelembaban dan untuk menghilangkan tegangan sisa dan meminimalkan efek pemuaian material pada saat proses metal spraing dilakukan. Setelah dilakukan proses metal spraying dengan kawat Aluminium-Bronze, selanjutnya dilakukan proses perlakuan panas pada 3 kondisi temperatur pemanasan dan 3 kondisi waktu penahanan yang berbeda. Dalam proses metal spraying ikatan yang terjadi antara logam pelapis dengan permukaan logam dasar adalah karena adanya ikatan adhesi dan kohesi yang menyebabkan ikatan saling mengunci secara mekanik dari pertikel yang disemprotkan dengan permukaan logam dasar yang dikasarkan. Semakin tinggi temperatur pemanasan dan semakin lama waktu penahanaanya akan meningkatkan harga kekerasan lapisan Aluminium-Bronze. Kekerasan tertinggi terjadi pada daerah antar permukaan (interface) antara Aluminium-Bronze dengan logam dasar baja St 37, yaitu sebesar 247 VHN dengan temperatur kerja 650oC dengan penahanan waktu selama 3 jam. Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan konsentrasi atom, baik pada material dasar maupun pada logam pelapis akibat terjadinya proses difusi yang semakin jauh, sehingga ikatan antar atomnya akan terbentuk dengan mudah.Untuk ketahanan terhadap keausan abrasif diuji dengan mengikuti standar pengujian ASTM D 3389 Abrasive Resistance. Pengujian keausan menggunakan Test Equipment tipe Taber, Abraden tipe H 10 Calibrade, beban 500 gr, lama pengujian 30 menit dan putaran 5000 rpm. Dari pengujian tersebut didapatkan ketahanan aus tertinggi pada spesimen percobaan meningkat menjadi 0,34 % berat awal (untuk spesimen dengan waktu penahanan 3 jam dan suhu pengerjaan 650oC) dari kondisi spesimen standarnya yang memiliki ketahanan aus sebesar 0,57 % berat awal. Peningkatan ketahanan abrasif juga dikarenakan oleh semakin sedikitnya jumlah rongga (porous) pada lapisan hasil proses metal spraying. Rongga (porous) tersebut terbentuk karena adanya gas yang terjebak pada saat proses metal spraying dilakukan. Melalui proses perlakuan panas dengan temperatur pemanasan yang tinggi dan waktu penahanan yang lama, presentase terjadinya porositas mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena terjadinya difusi volume dari atom-atom yang menuju permukaan rongga gas yang terjebak tersebut dan berdifusi keluar. Sehingga dengan semakin tinggi temperatur pemanasan, maka kecenderungan gas untuk keluar semakin mudah (Mochamad Ichwan dan Dikdik Iskandar, 2000).Proses metal spraying ini dapat dikerjakan dengan dua cara berbeda, yaitu dengan material dalam bentuk serbuk atau kawat. Kedua cara ini memiliki perbedaan prinsip pada model Flame Spray Gun-nya. Namun untuk gas pembakarannya sama. Hal ini dijelaskan pada gambar 4.3 berikut. Gambar 4.3. Contoh Flame Spray Gun model serbuk dan kawat

Sedangkan gambar 4.4 berikut menerangkan pengerjaan proses metal spraying pada sebuah benda kerja.

Gambar 4.4. Proses Metal Spraying.4.4. Redesign atau ModifikasiBeberapa penjelasan tentang proses pengerasan permukaan (Surface Hardening) diatas dapat dijadikan solusi untuk mengurangi keausan yang terjadi pada permukaan worm screw press, sebab proses pengerasan permukaan dikhususkan untuk baja karbon rendah. Bahan worm screw press adalah cast steel dan termasuk baja karbon rendah, karena tergolong carbon steel yang memiliki kandungan karbon sebesar 0,2 % (lihat tabrl 4.1).

Tabel 4.1. Kadar Karbon Cast Steel

Sumber : Machine Design Databook Namun selain metode pengerasan permukaan worm screw press, dapat juga diterapkan metode lain yaitu dengan mendesain ulang (redesign) atau modifikasi. Dengan memodifikasi ketebalan ulir yang mangalami keausan paling besar. Modifikasi yang dikerjakan dengan menambahkan pelat baja karbon rendah yang telah mengalami proses pengerasan permukaan pada sisi ulir tersebut dengan pembautan. Dengan demikian, saat mesin screw press bekerja, pelat yang pelapis ulir yang akan mengalami keausan. Dan apabila keausan pelat sudah besar, maka perbaikan hanya dengan mengganti pelat dengan yang baru, sehingga dapat memperkecil biaya perawatan dan pembelian worm screw press yang baru.

Gambar 3.1 Screw Press pada keadaan operasi dan ketika tidak beroperasi serta layout screw press

CRUDE OIL

(41%)

EVA PORATION

(12%)

FRUITS/Berondolan

(66%)

EMPTY BUNCH/

Tandan Kosong

(22%)

TBS (100%)

Fibre & shell

Plant

Water Treatment

Power Station

Steam to proces

FFB

Nut & Kernel

Oil

Steam & Hot Water

Water

Raw Water

Low Pollutan

High Pullutan

Kernel

CPO

Sumber: Bagian Perencanaan PTPN 3

Crude Oil

Plantation

From

FFB

Clarifier Tank

Recovery

Oil

Kernel

Land Application

Waste to Effluent

Condensat Heater

Waste Water Cooler

to Fat Pit

Condensate

Effluent Treatment Plant

Fat Pit

Tank

Storage

Tank

Hot Water

Water

Hot Water

Steam

Dearator

Anion-Kation

Eksternal

Water Recourses

Oil Station

Oil Purifier

Oil Tank

Sparator

Low Speed

Crude Oil Tank

Sparator

Vibro

CPO

Sparator

Fibre

Turbin

BPV

Sterillizer

Threser

Digester

Press

Kernel Silo

Clay Bath

Ripple Mill

Nut Silo

Nut

Gas

(Fibre & Shell)

Feul

Dust

Kernel Station

Boiler

Press Cage

Ampas dari Screw Press (Nut dan Fibre)

Cone

titik kritis

NOTTEN/BIJI

(12%)

PURE OIL

(22%)

SLUDGE

(19%)

PERICARP/

Ampas Kempa

(13%)

SHELL/(Cangkang) (7%)

KERNEL/(Inti Sawit) (6%)

Equipment-driven

Self-scheduled

Machine-cued

Control limits

When deficient As required

Sumber gambar : R. Keith Mobley 2004

PREVENTIVE

(PM)

IMPROVEMENT

(MI)

Awal Pe- makaian

Pemakaian Normal

Time-Equipment

Periodic

Fixed intervals

Hard time limits

Specific time

CORRECTIVE

(CM)

Alat rusak

Event-driven

Breakdonws Emergency Remedial Repairs Rebuilds

Gambar 2.2 Skematik Diagram Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit

30 Ton

Concentration of deformation at

deep asperity

contact

Partikel aus

Reliability-driven

Modification

Retrofit

Redesign

Change order

X

Titik kritis

MAINTENANCE

Predictive

Statistical analysis

Trends

Vibration monitoring Tribology

Thermography Ultrasonics

Other NDT

19,8 Ton

Waktu

Jumlah Kerusakan

Sliding

Uloaded asperity

Shallow asperity contact

Deep asperity contact

Hard material

Soft material

3

2

1

Tekanan hidrolik konus

30-40 bar

PAGE 57

_1018806889.unknown

_1019386499.unknown

_1020688224.unknown

_1020755464.unknown

_1329242928.unknown

_1020688511.unknown

_1020688823.unknown

_1020688967.unknown

_1020688301.unknown

_1019386599.unknown

_1019470910.unknown

_1020684775.unknown

_1019386619.unknown

_1019386556.unknown

_1018859382.unknown

_1019054880.unknown

_1019056791.unknown

_1019056830.unknown

_1019054864.unknown

_1018859365.unknown

_1017756318.unknown

_1018806155.unknown

_1018806263.unknown

_1017838116.unknown

_1018806091.unknown

_1017838069.unknown

_1016697883.unknown

_1016700335.unknown

_1017756303.unknown

_1016700713.unknown

_1016700048.unknown

_1016642102.unknown

_1016697829.unknown

_1016617450.unknown