referat trauma kepala.doc

51
REFERAT GAMBARAN RADIOLOGI TRAUMA KEPALA Dosen Pembimbing : Dr. Pherena Amalia Rohani Siregar, Sp.Rad Disusun Oleh : Elfrida Pakpahan ( 0861050083 ) 0

Upload: elfrida-pakpahan

Post on 11-Nov-2015

34 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI

TRAUMA KEPALA

Dosen Pembimbing :

Dr. Pherena Amalia Rohani Siregar, Sp.Rad

Disusun Oleh :

Elfrida Pakpahan

( 0861050083 )KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

PERIODE 8 OKTOBER 3 NOVEMBER 2012

KATA PENGANTARPuji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNYA saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Gambaran Radiologi Trauma Kepala. Tugas referat ini saya buat dengan tujuan selain sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Radiologi serta bertujuan agar para dokter muda mengetahui dan memahami tentang gambaran radiologi trauma kepala dan penerapannya.

Saya ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan referat ini, khususnya Dr. Pherena Amalia Rohani Siregar, Sp.Rad yang telah berkenan membimbing dan menguji referat ini. Akhir kata saya mohon kritik dan saran yang membangun demi kemajuan kita bersama, khususnya mengenai referat ini.Jakarta, Oktober 2012

PenulisBAB I

PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGTrauma kepala adalah ruda paksa tumpu latau tajam pada kepala/wajah yang berakibat disfungsi serebral sementara, satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah, disamping penanganan pertama yang belum benar - benar, serta rujukan yang terlambat. Di Indonesia kejadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah sakit , 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang dan 10 % termasuk cedera kepala berat.Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita. Sebagai tindakan selanjutnya yang penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi masa yang memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan CT Scan kepala. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif. Prognosis pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat. Adapun pembagian trauma kapitis adalah : Simple head injury, Commutio cerebri, Contusioncerebri, Laceratiocerebri, Basiscraniifracture. Simple head injury dan Commutio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala ringan, sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepalaberat.Pada penderita korban cedera kepala, yang harus diperhatikan adalah pernafasan, peredaran darah dan kesadaran, sedangkan tindakan resusitasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. DEFINISI TRAUMA KEPALATrauma kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.B. ANATOMI1. Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :

a. Skin atau kulit

b. Connective Tissue atau jaringan penyambung

c. Aponeurosis atau galea aponeurotika

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

e. PerikraniumJaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal). Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.

2. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior, fosa media, dan fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruang bagian bawah batang otak dan serebelum.3. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu : duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.

Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub araknoid. 4. Otak

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.

Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat.

Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.5. Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramenmonro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV.

Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.6. Tentorium

Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial (terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

Gb. Anatomi Otak ManusiaC. FISIOLOGIMekanisme fisiologis yang berperan antara lain :

1. Tekanan Intra Kranial

Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal.Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial.

2. Hipotesa Monro-Kellie

Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (bila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003).

D. PATOFISIOLOGI TRAUMA KEPALAPada trauma kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala (Gennarelli, 1996 dalam Israr dkk, 2009).Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio countercoup. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup ( Mardjono dan Sidharta, 2008 ).Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak.E. KLASIFIKASI TRAUMA KEPALATrauma kepala dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Fraktur kalvaria dan Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.

1. Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.2. Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera kepala berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera kepala dengan nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera kepala sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera kepala ringan.3. Morfologi

a. Fraktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup berat.Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut :1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :a. Linierb. Diastasec. Comminuted d. Depressed2. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :a. Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )b. Basis cranii ( dasar tengkorak )3. Keadaan luka, dibedakan atas :a. Terbuka b. Tertutup

b. Lesi Intra Kranial

Otak juga dapat mengalami perdarahan dan terdapat perbedaan posisi yang terkena perdarahan pada kasus trauma kepala tersebut, diantaranya :

1. Cedera otak difus

Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan mungkin mengalami amnesia retro/anterograd.Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera setelah trauma. Selama ini dikenal istilah Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan pada akson dan terlihat pada manifestasi klinisnya.2. Perdarahan EpiduralHematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.3. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.4. Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dapat, dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intra serebral yang membutuhkan tindakan operasi.Untuk menyatakan suatu diagnosa pada kasus-kasus diatas, ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk memastikannya. Salah satunya adalah dengan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi pada kasus trauma kepala tersebut adalah Foto Polos Kepala, CT-Scan Kepala dan MRI. Berikut adalah penjelasan mengenai pemeriksaan radiologi tersebut dan beberapa kasus trauma kepala yang berkaitan dengan hal itu.FOTO POLOS KEPALAFoto polos kepala dengan berbagai posisiseperti AP, lateral berguna untukmelihat adanya fraktur tengkorak, tapi tidak menunjukkan jaringan lunak di dalam kepala. Indikasi Foto Polos Kepala Tidak semua penderita dengan cidera kepaladiindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaanyang sekarang makin ditinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus (tembak/tajam), adanya corpus alineum, deformitas kepala (dariinspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique.CT SCAN CT adalah pencitraan darurat metode pilihan untuk cedera kepala. CT lebih informatifdaripadarontgentengkorakstandardanmemberikansensitivitas untukmendeteksi darah intrakranial. Secara umum, semua pasien dengan cedera kepala harus memilikiCT, kecualibagimerekayang diklasifikasikan sebagairisikorendah (misalnya, tanpa gegar otak, tanpa kelainan neurologis pada pemeriksaan, dan tanpabukti atau kecurigaan dari patah tengkorak, alkohol atau keracunan obat, atau moderat-risiko kriteria lain). Kemungkinan mendeteksi intra serebral hemoragik oleh CT padapasien ini hanya1 dalam10.000. MRI lebih baik untuk mendeteksi cedera halusotak, terutama untuk lesi fokal, tetapi pada umumnya tidak digunakan untuk evaluasi darurat kecuali dengan cepat dan mudah tersedia gambar CTharusdinilaiuntukbukti adanya hematomaepiduralatau subdural, subarachnoid atau intraventricular, memar parenkim dan perdarahan, edema otak, dan memar berhubungan dengan diffuse axonal injury.Pasien dengan trauma kepala memerlukan penegakkan diagnosa sedini mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan untuk menghasilkan prognosa yang tepat, akurat dan sistematis. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa tindakan operasi pada trauma kepala berat dalam rentang waktu 4 jam pertama setelah kejadian, dapat menyelamatkan + 60 70 %. Bila lebih 4 jam tingkat kematian melebihi sekitar 90%. Hal ini dapat dapat dilakukan setelah adanya penegakan diagnosa trauma kepala dengan pemeriksaan klinis awal yang ditunjang dengan diagnosa imajing (khususnya CT-Scan Kepala).

Pemeriksaan CT Scan sangat mutlak pada kasus trauma kepala untuk menentukan adanya kelainan intracranial terutama pada cedera kepala berat.Beberapa indikasi perlunya tindakan pemeriksaan CT Scan pada kasus trauma adalah :

a. Menurut New Orland :* Sakit kepala.* Muntah.* Umur > 60 tahun.* Adanya intoksikasi alkohol.* Amnesia retrograde.* Kejang.* Adanya cedera di area clavicula ke superior.b. Menurut The Cranadian CT Head :* GCS ( Glasgow Coma Score ) < 15 setelah 2 jam kejadian.* Adanya dugaan open / depressed fracture.* Muntah muntah ( > 2 kali ).* Umur > 65 tahun.* Bukti fisik adanya fraktur di basal skull.Pada saat ini CT -Scan telah menjadi modalitas utama dalam menunjang diagnosa trauma kepala terutama pada kasus cyto yang sebelumnya sulit terdeteksi pada foto Foto Town atau Occipitomental ( plain foto skull ). Pada kasus trauma kepala pada umumnya pasiennya merupakan pasien yang tidak sadar atau tidak kooperatif, dengan kondisi yang demikian sulit untuk mendapatkan posisi scanning ideal yang kita inginkan, sedangkan bila dilakukan tindakan anestesi sering dihadapkan pada resiko yang harus dihadapi.Dengan demikian Radiografer dipaksa untuk melakukan berbagai cara untuk mengatasinya dalam melakukan pemeriksaan CT-Scan mulai dari persiapan pasien, prosedur, posisi, protokol, post prosessing dan pencetakan film.Prosedur pemeriksaan CT SCAN Kepala pada trauma kepala :Pada pemeriksaan CT Scan kepala tidak ada persiapan khusus. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh radiographer adalah :* Pastikan di ruangan ada emergency kit.* Identitas pasien secara lengkap.* Universal precaution ( minimal unsteril glove pada saat memindahkan dan mengatur posisi pasien pada kasus trauma dengan luka terbuka ).* Pastikan tidak ada benda-benda yang menyebabkan artefact pada gambar.* Jangan pernah melepas alat fiksasi leher collar bila telah terpasang.* Bila pasien anak-anak sebaiknya ada anggota keluarga yang mendampingi dengan memperhatikan proteksi radiasi ( Berikan apron ).* Lakukan fiksasi kepala pasien dan organ lainnya secara maximal.Gambaran CT Scan KepalaTanda-tanda vital yang diperhatikan oleh radiografer dalam post prosessing adalah :- Focal hyper / hypodens.Ukurlah area tersebut dengan automatic volume dapat dihitung secara kasar dengan mengukur Panjang x Lebar x tebal ( slice awal akhir tampaknya lesi ) dibagi 2- Mid line shift, tanda adanya mass effect. ( Bila dijumpai ukurlah dengan membuat garis membagi 2 hemispher cerebrum dan garis shift pada ujung anterior septum pellucidum). Atur WW dan WL (Bone : W = + 1500 , L = + 200 , Brain : W = + 80, L = + 35, Subdural / intermediate : W = + 200, L = + 50 ).- Udara di calvarium ( menunjukkan kemungkinan adanya fraktur ).- Oedem ( batas sulci / gyri cortical tidak jelas ). Pergerakan pada pasien ( bila diperlukan sebaiknya harus di scan ulang pada slice tertentu ). Print dengan scout / refrensi image ( 15 20 ) dalam 1 lembar, sebaiknya disertakan dengan kondisi tulang terutama bila jelas jelas ada fraktur.

Cara membaca CT-Scan :

1. Midline shift (ada/tidak ada? Membaca pada potongan axial yangberisi ventrikellateral dan ventrikel III. Bila ada berapa mm? bila lebih dari 5mm ( indikasi operasi)2. Sulcus gyrus (mengabur/tidak?)3. Sisterna Ambiens (mengabur/tidak?)4. Sistem ventrikel (apakah ada penyempitan / pergeseran)5. Massa hiperdens / hipodens (bila ada pada region mana? Berapa cc? cari potonganaxial yang massa hiperdens paling besar, panjang x lebar bagi 2 kalikan denganjumlah slice yang ada massa)6. Bone defect(ada/tidak ada? Fraktur linear/depressed, diastase, kommunitif)7. Soft Tissue edema/subgaleal hematom (ada/tidak? Pada regio mana?)

Gb. CT scan kepala normal

MRIMagnetic Resonancy Imaging ( MRI ) suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak. Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut tepat, kualitas gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti. Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat diagnostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran MRI, antara lain : a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik, ; b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaannya ; c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya ; d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat. Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morfologik (lokasi, ukuran, bentuk, perluasan dan lainnya dari keadaan patologis. Tujuan tersebut dapat diperoleh dengan menilai salah satu atau kombinasi gambar penampang tubuh aksial, sagital, koronal atau oblik tergantung pada letak organ dan kemungkinan patologinya. Adapun jenis pemeriksaan MRI sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya : 1. Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada : kelenjar pituitary, lubang telinga dalam , rongga mata , sinus ; 2. Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke / infark, gambaran fungsi otak, pendarahan, infeksi; tumor, kelainan bawaan, kelainan pembuluh darah seperti aneurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi; 3. Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses Degenerasi (HNP), tumor, infeksi, trauma, kelainan bawaan. 4. Pemeriksaan Musculoskeletal untuk organ : lutut, bahu , siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki , kaki , untuk mendeteksi robekan tulang rawan, tendon, ligamen, tumor, infeksi/abses dan lain lain;5. Pemeriksaan Abdomen untuk melihat hati,ginjal,kantong dan saluran empedu, pakreas, limpa, organ ginekologis, prostat, buli-buli 6. Pemeriksaan Thorax untuk melihat : paru paru, jantungKelebihan MRI Dibandingkan dengan CT - Scan

Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan yaitu :

1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal.

2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.

3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT Scan.

4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa merubah posisi pasien.

5.MRI tidak menggunakan radiasi pengion.

Prosedur Pemeriksaan MRIPersiapan pemeriksaan umum :

1. Sebaiknya jangan makan kenyang sebelum pemeriksaan.2. Jangan memakai perhiasan atau bahan make up dengan kadar logam tinggi.3. Semua bahan logam, kartu kredit, kartu telepon dan lain-lain yang sejenis supaya dilepas sebelum masuk ke dalam ruang pemeriksaan.4. Sebelum masuk ke ruang pemeriksaan penderita melakukan pengosongan buli terlebih dahulu.Persiapan pemeriksaan khusus :

1. Tidak dapat dilakukan pada penderita yang memakai alat pacu jantung, protese dengan kandungan logam, operasi klips ataupun alat-alat lainnya yang berada di dalam tubuh yang mengandung logam.

2. Kehamilan dalam trimester I.

3. Penderita dengan alat batu ventilator tidak dapat masuk ke dalam ruang MRI.4. Selama dalam pemeriksaan pasien harus dalam keadaan diam atau bergerak sedikit mungkin.

Gb MRI Otak Normal

Gambaran Foto Polos Kepala, CT Scan kepala normal, dan MRI sudah dijelaskan di atas beserta dengan cara pembacaannya. Berikut akan dijelaskan gambaran radiologis dari beberapa kasus Trauma Kepala dan keterangannya.1. Lesi IntrakranialLesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis(Bernath, 2009)a. Hematoma Epidural Hematoma Epidural adalah akumulasi darah di ruang antara duramater dan tulang tengkorak.Gejala klinis : penurunan kesadaran, penglihatan kabur, susah bicara, nyeri kepala hebat, keluar cairan dari hidung atau telinga, Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala, mual, pupil anisokor.Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteriameningea media.Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedera intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma.

Gb Gambaran CT-ScanEpidural HematomaPemeriksaan MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.

Gb MRI Hematoma Epiduralb. Hematom SubduralHematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagi menjadi akut dan kronis.1) Subdural Hematoma AkutDikatakan akut bila kurang dari beberapa hari atau dalam 24 sampai 48 jam setelah trauma. Gejala klinis dari subdural hematoma akut tergantung dari ukuran hematoma dan derajat kerusakan otak. Gejala neurologis yang sering muncul adalah penurunan kesadaran, dilatasi pupil ipsilateral hematom, hemiparesis kontralateral, dan papil edema.Pada foto polos kepala, tidak dapat didiagnosa pasti sebagai subdural hematom. Dengan proyeksi AP lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film, bertujuan untuk mencari adanya fraktur tulang pada daerah frontoparietotemporal.Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan sabit ) dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom. Batas medial hematom seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga menunjukan adanya hematom subdural. Menekan dan mengkompresi otak (Bernath, 2009).Pada MRI, konfigurasi SDH berbentuk kresentris ( bulan sabit ). Gb . MRI Otak pada SDH akut Gb. CT Scan pada SDH akut

2) Subdural Hematoma KronisPada CT Scan terlihat adanya komplek perlekatan, transudasi, kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam- macam perubahan, oleh karenanya tidak ada pola tertentu. Pada CT Scan akan tampak area hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens, berbentuk bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi pada prinsipnya, gambaran hematom subdural akut adalah hiperdens, yang semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga terjadi isodens, bahkan akhirnya menjadi hipodens (Ghazali, 2007). Gb CT - Scan pada SDH kronis Gb MRI pada SDH kronis

c. Perdarahan Subarakhnoid

Pada CT-Scan,perdarahan subarachnoid (SAH) terlihat mengisi ruangan subarachnoid yang biasanya terlihat gelap dan terisi CSS di sekitar otak. Rongga subarachnoid yang biasanya hitam mungkin tampak putih di perdarahan akut. Temuan ini paling jelas terlihat dalam rongga subarachnoid yang besar.Ketika CT-Scan dilakukan beberapa hari atau minggu setelah perdarahan awal, temuan akan tampak lebih halus. Gambaran putih darah dan bekuan cenderung menurun dan tampak sebagai abu-abu. Sebagai tambahan dalam mendeteksi SAH, CT-Scan berguna untuk melokalisir sumber perdarahan. Hal ini sangat penting dalam kasus- kasus aneurisma intracranial ganda, yang terjadi pada 20% pasien. Lokalisasi SAH pada CT-Scan berkorelasi dengan lokasi dari pecahnya aneurisma. Kehadiran darah dalam celah interhemisfer anterior atau lobus frontal yang berdekatan menunjukkan pecahnya aneurisma arteri anterior. Bekuan fisura Sylvian berkorelasi dengan aneurisma arteri serebral tengah ipsilateral. Jika darah terdapat di fossa posterior, hal ini menunjukkan perdarahan dari aneurisma sirkulasi posterior. Gb. MRI dan CT-Scan Perdarahan Subarakhnoidd. Kontusi dan hematoma intraserebralKontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut. Mayoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup).

Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan (Hafidh, 2007). Gb. CT-Scan dan MRI- Perdarahan intraserebrale. Cedera difusCedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan. Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia. Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan bingung disertai amnesia retrograde dan amnesia antegrad. Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan dimana penderita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedeera aksonal difus dan cedera otak kerena hipoksia secara klinis tidak mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering terjadi bersamaan .

Gb. MRI & CT-Scan pada Cedera Aksonal Difus

AngiografiSelain daripada Foto Polos Kepala, CT-Scan dan MRI, trauma kapitis pada angiografi dapat diperlihatkan terutama pada kasus hematoma subdural dan hematoma epidural. Angiografi adalah tindakan / prosedur diagnostik invasif menggunakan sinar-X untuk menggambarkan pembuluh darah di berbagai organ tubuh termasuk jantung, otak dan ginjal untuk melihat apakah ada penyempitan, pelebaran atau penyumbatan pada pembuluh darah.

Hematoma Subdural

Trauma ini menunjukkan pendesakan arteri dan vena berbentuk konveks sesuai dengan lengkung hemisfer serebri. Sesuai dengan lokalisasi perdarahan, akan tampak pendesakan arteri serebri anterior, arteri serebeli media maupun deep vein. Kadang-kadang ditemukan lesi yang luas, tetapi pendesakan arteri serebri anterior, arteri serebri media dan vena serebri interna sangat sedikit (tidak seimbang), maka harus dilakukan angiografi sisi kontralateral karena kemungkinan adanya hematom subdural di sisi kontralateral tersebut.Hematoma Epidural

Membedakan hematom epidural dan hematom subdural pada angiogram sering sulit. Jika arteri meningea media terdesak kea rah median ( ke dalam ), maka diagnosis hematom epidural bias ditegakkan. Jika hematom epidural masuk ke dalam sinus venosus, maka sinus venosus ini akan terpisah dari tabula interna.

Gb Hematoma Subdural di daerah parietal kiri (atas) dan Hematoma Epidural di daerah temporal kiri

BAB III

KESIMPULAN

Trauma kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent.

Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi. Fraktur kranium dan lesi intrakranial merupakan beberapa contoh dari kasus trauma kepala. Yang merupakan contoh dari kasus lesi intrakranial adalah epidural hematoma, subdural hematoma, perdarahan subarachnoid, kontusio dan hematoma intraserebral, serta cedera difus pada otak.

Untuk menyatakan diagnosis kasus-kasus diatas, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi sangat dibutuhkan. Pemeriksaan radiologi tersebut adalah foto polos kepala, CT-Scan Kepala, MRI, ataupun angiografi.

Gambaran radiologi dari masing-masing kasus tersebut mempunyai ciri khas yang dapat membantu seorang dokter membuat suatu diagnosis pada penderita trauma kepala. Salah satu ciri yang jelas adalah pada kasus hematoma epidural yang pada pemeriksaan CT-Scan kepala memberikan gambaran densitas darah yang homogen (hiperdens) berbentuk bikonfeks dan sering pada daerah temporoparietal. Sedangkan pada kasus hematoma subdural memberikan gambaran hiperdens berbentuk seperti bulan sabit.

Pemeriksaan radiologi tersebut selain membantu untuk menyatakan diagnosis, juga dapat menuntun seorang dokter untuk penatalaksanaan berikutnya yang akan dilakukan terhadap pasien trauma kepala.DAFTAR PUSTAKA1. Rasad S. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta; Balai Penerbit FK UI; 2008. 382-3912. Zee CS. Neuroradiology: A Study Guide. Los Angeles; Mcgraw; 1996. 235-2413. Misra R, Holmes E. A-Z of Emergency Radiology. New York; Cambridge University Press; 2004. 1-204. Bernath D. Head Injury (serial online). Dipublikasikan online: 7 Januari 2009, Diunduh dari: http://e-medicine.com/head.injury.aspx20