referat tetanus

19
BAB I PENDAHULUAN Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan  berat. Dan pada tahun 1890, ditemukan toksin yang dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dar i tanah ana erob yang men gandung bakter i. lmuni sasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. 1 Secara keseluruh an, tingka t kemat ian penderita tetan us sekitar 4!. "linis tetan us bergan tung terhadap pernah atau tidak nya sese orang mendapatka n vaksin tetan us toksoid pada #aktu selama hidup mereka. $ang pernah mendapat kan vaksi n klinisnya tidak begitu berat berbeda dengan yang tidak cukup divaksinasi atau tidak divaksinasi sama sekali. %ngka kematian di %merika Serikat &! bagi mereka yang telah menerima 1'( dosis toksoid tetanus, dibandingkan dengan 1! bagi mereka yang tidak divaksinasi. %ngka kematian di %merika Serikat adalah 18! (001'(008 dan 11! tahun 199 '199), tin gkat kemati an sebesar 91! dil apor kan pada tahun 194). %ngka ke ma ti an yang te rt in ggi ba gi orang'or ang be rusia &0 *40!+ dibandingkan dengan mereka yang berusia (0 sampai 9 tahun *8!+ ( . %ngka kej adi an tet anu s ti nggi di negara-negara ber kembang, teruta ma dis eba bka n kontaminasi tali pusat, infeksi pada telinga, luka tusuk pada anak usia sekolah, sirkumsisi pada laki- laki, kehamilan dengan abortus. Di negara mau kasus tetanus arang ditemui. "arena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran . Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula. Oleh karena itu, kasus tetanus akan dibahas lebih lanjut pada referat ini baik dari klinis penyakit hingga penatalaksaannya. ( BAB II 1

Upload: rahman-wahyudin

Post on 15-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

BAB I

PENDAHULUANTetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Dan pada tahun 1890, ditemukan toksin yang dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus.1Secara keseluruhan, tingkat kematian penderita tetanus sekitar 45%. Klinis tetanus bergantung terhadap pernah atau tidaknya seseorang mendapatkan vaksin tetanus toksoid pada waktu selama hidup mereka. Yang pernah mendapatkan vaksin klinisnya tidak begitu berat berbeda dengan yang tidak cukup divaksinasi atau tidak divaksinasi sama sekali. Angka kematian di Amerika Serikat 6% bagi mereka yang telah menerima 1-2 dosis toksoid tetanus, dibandingkan dengan 15% bagi mereka yang tidak divaksinasi. Angka kematian di Amerika Serikat adalah 18% 2001-2008 dan 11% tahun 1995-1997, tingkat kematian sebesar 91% dilaporkan pada tahun 1947. Angka kematian yang tertinggi bagi orang-orang berusia 60 (40%) dibandingkan dengan mereka yang berusia 20 sampai 59 tahun (8%)2.Angka kejadian tetanus tinggi di negara-negara berkembang, terutama disebabkan kontaminasi tali pusat, infeksi pada telinga, luka tusuk pada anak usia sekolah, sirkumsisi pada laki-laki, kehamilan dengan abortus. Di negara maju kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula. Oleh karena itu, kasus tetanus akan dibahas lebih lanjut pada referat ini baik dari klinis penyakit hingga penatalaksaannya.2BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini merupakan basil gram positif anaerob, bersifat nonencapsulated dan berbentuk spora, yang tahan panas, pengeringan dan desinfektan.1 Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme global, kejang, dan paralisis pernapasan. Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (tetanus neonatorum).32.2. Karakteristik Clostridium tetaniClostridium tetani termasuk dalam bakteri gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Bakteri ini dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanolysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik4.Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptik. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 17o C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasi glukosa2.

Gambar 1. Clostridium tetani132.3. Epidemiologi

Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat kejadian tetanus yang dilaporkan telah menurun secara substansial sejak pertengahan 1940 karena meluasnya penggunaan imunisasi terhadap tetanus (lihat grafik di bawah). Selain itu sanitasi lingkungan yang bersih2.

Gambar 2. Penurunan kasus tetanus di Amerika Serikat karena ada program imunisasi nasional13Namun berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir- akhir ini dengan adanaya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian menurun secara drastis4.

2.4. Klasifikasi

Secara klinis, tetanus dibedakan atas6 : a. Tetanus lokal Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi. Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi tetanus umum, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.b. Tetanus umumMerupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasme otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus yakni spasme otot-otot muka. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh.c. Tetanus sefalik Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala, wajah atau otitis media, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. Banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus sefalik dicirikan oleh lumpuhnya saraf kranial VII paling sering terlibat. Tetanus Ophthalmoplegic ialah tetanus yang berkembang setelah menembus luka mata dan luka dalam dengan kelumpuhan dari saraf kranial III dan adanya ptosis. Selain itu bisa juga kelumpuhan dari N. IV, IX, X, XI, dapat sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan.Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas7 :Grade I: ringana. Masa inkubasi lebih dari 14 hari.

b. Periode onset > 6 hari

c. Ttrismus positif tapi tidak berat

d. Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak adae. Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.Grade II: sedang

a. Masa inkubasi 10-14 hari

b. Periode onset 3 hari atau kurang

c. Trismus dan disfagi ada

d. Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak adaGrade III: berat

a. Masa inkubasi < 10 hari

b. Period of onset < 3 hari

c. Trismus dan disfagia beratd. Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia.

2.5. EtiologiClostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas, antiseptic, dan jaringan tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan mengenai luka. Clostridium tetani merupakan kuman gram positif, menghasilkan eksotoksin yang neurotoksik4.2.6. Patogenesis dan PatofisiologiTetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam tubuh yang mengalami cedera atau luka (masa inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril5. Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif bila dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta saraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya menyebar ke Sistem Saraf Pusat (SSP). Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol atau eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan Gamma Aminobutyric Acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik terhadap rangsangan sensoris. Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada extremitas, otot-otot pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan antagonis. Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari sistem saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari otot leher5.

Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pernapasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spasme laring, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperfleksi, hiperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola dengan teliti5.Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari susunan saraf pusat, dengan cara5 : a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

b. Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.

Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urin5.Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas4.Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu6:

a. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat

b. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi5. 2.7 Manifestasi klinisMasa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang5.

Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu7 :a. Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.b. Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.c. Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.

Gambar 3. Spasme otot akibat masuknya toksin dari kuman Clostridium tetani132.8 Diagnosis banding

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, dapat dinilai dari pemeriksaan fisik, tes laboratorium (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase dapat meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi yang lengkap atau tidak lengkap, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal6.

a. Meningitis bakterial

Pada penyakit ini trismus tidak ada da kesadaran penderita biasanya menurun. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan cairan serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan glukosa menurun.

b. Poliomyelitis

Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus. Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukan lekositosis. Virus polio diisolasi dari tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibody meningkat.

c. Rabies

Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan, kejang bersifat klonik.d. Tetani

Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium dan fosfat dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot ialah karpopedal spasme dan biasanya diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai trismus.

Gambar 4. Diagnosis banding tetanus72.9 Penatalaksanaan

A. Umum Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut8:

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah penyuntikan ATS dan pemberian antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahaya dan tindakan terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Khusus (Obat- obatan)10 1. Antibiotika Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit/ kgBB/ 12 jam secara IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.Tetrasiklin, eritromisin dan metronidazole dapat diberikan terutama bila penderita alergi penisilin. Dosis yang diberikan :a. Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis

b. Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.c. Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam2. Anti Tetanus Toksin Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk :

a. Toksin bebas dalam darah

b. Toksin bergabung dengan jaringan sarafYang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum pemberian antitoksin harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit dan mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik.Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Berhrmann (1987) dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 u yang diberikan setengah lewat i.v. dan setengahnya i.m. pemberian lewat i.v.diberikan selama 1-2 jam. Di FKUI , ATS diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis i.m, sekali pemberian.

3. Antitoksin lainnya

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius.

4. Tetanus toksoidPemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.5. Antikonvulsan Tabel 1. Jenis Antikonvulsan9 Jenis ObatDosisEfek Samping

DiazepamMeprobamatKlorpromasinFenobarbital0,5 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)300 400 mg/ 4 jam (IM)25 75 mg/ 4 jam (IM)50 100 mg/ 4 jam (IM) Stupor, KomaTidak AdaHipotensiDepresi pernafasan

Obat yang lazim digunakan ialah9 :

a. Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral (sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.

b. Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila ada gangguan saraf otonom.

c. Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.

2.10 Komplikasi101. Pada saluran pernapasan

Oleh karena spasme dapat terjadi pada otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukar menelan air liur dan makanan dan minuman sehingga sering terjadi pneumonia aspirasi, atelektasis akibat obstruksi oleh secret. Pneumothoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.

2. Pada kardiovaskular

Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.

3. Pada tulang dan otot

Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus menerus terutama pada anak dan orang dewasa.4. Komplikasi yang lain :a. Laserasi lidah akibat kejang

b. Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja

c. Demam yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.d. Kematian yang dapat terjadi akibat komplikasi, yaitu: bronkopneumonia, cardiac arrest, septikemia dan pneumothoraks.

2.11 PrognosisDipengaruhi oleh beberapa faktor11 :

1. Masa inkubasi

Makin panjang masa inkubasinya makin ringan penyakitnya, sebaliknya makin pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi < 7 hari tergolong berat.

2. Umur

Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin buruk.3. Onset

Onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus sampai terjadinya kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosanya dapat buruk.

4. Demam Pada tetanus tidak selalu ada febris. Adanya hiperpireksia prognosanya jelek.

5. Pengobatan

Pengobatan yang terlambat prognosanya buruk.

6. Ada tidaknya komplikasi

7. Frekusensi kejang

Semakin sering prognosanya makin buruk.

2.12 PencegahanPada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif (DPT atau DT). Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster. Selain itu perawatan luka yang benar dan anti tetanus serum untuk profilaksis.12BAB III

KESIMPULAN

Angka kejadian penyakit tetanus sudah mulai berkurang di negara maju, namun berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.

Tetanus adalah penyakit yang gejalanya adalah kekakuan dari otot, terutama otot wajah dan leher. Hal ini disebabkan oleh masuknya spora dari kuman Clostridium tetani yang masuk melalui luka pada tubuh walaupun luka itu kecil. Berat ringannya penyakit ini tergantung dari masa inkubasi, onset, kejang lokal atau umum dan ada atau tidaknya gangguan autonomik karena hal ini yang menyebabkan kematian pada tetanus.Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir- akhir ini dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian menurun secara drastis.

DAFTAR PUSTAKA1. Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2006, hal 474-476.

2. Widiyono. 2008. Penyakit Tropis epidemiology, penularan, pencegahan dan pemberantasan. Edisi I. Jakarta : Erlangga3. Mardjono, mahar. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta Dian Rakyat.hal 323-324.4. Soedarmo, Garna, dkk. 2008. Tetanus. Buku Ajar Infeksi Tropik. Jakarta : EGC5. Farrar, Cook T. Tetanus. Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatry. hal 292-301.6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Penatalaksanaan Tetanus. Health Technology Assesment Indonesian.7. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta. hal 1777-17848. Misbach, Jusuf, dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis & Standar Prosedur Operasional Neurologi. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Sarafn Indonesia (PERDOSSI).9. Philip, Jevon & Beverley. 2008. Pemantauan Pasien Kritis. Edisi II. Jakarta : Erlangga.10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Penatalaksanaan Tetanus. Jakarta.11. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2006. Neurologi. Palembang : FK UNSRI12. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Editor : Harsono. 2007. Buku Ajar Neurologis Klinis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada13. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Tetanus 1