referat terapi cairan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena. Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra
bedah, selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi
secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil
apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-
tanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.1,2
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadang-
kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya,
perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya
sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan
atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian
khusus. Puasa pra-bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan
elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.1,3,4 Gejala dari defisit cairan ini belum
dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan
pusing kepala.1,5 Gejala dehidrasi ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap
memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17638 pasien
dengan hasil bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor prediktor
yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah.6
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi dan distribusi cairan tubuh
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi Usia < 1 tahun
cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air
sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan Seseorang persentase jumlah cairan
terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,
sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.5
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,
luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat
menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara
adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.1
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial.5
- Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-
rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi
hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.5
- Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari
cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan
ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan
sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70kg.5
Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 5
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter
pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap
2
ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan
orang dewasa. 5
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan
plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.5
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi
cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.5
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.5
a. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation
dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).5
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di
dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3 -),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO4 3-). Karena
kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai
elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.5
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di
dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar
natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
3
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat
berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan
keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat
bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel.
Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan
terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air
dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial.
Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.7
mEq/l Plasm
a
Interstitial Interselular
Katio
n
Na 142 114 15
K 4 4 150
Ca 5 2,5 2
Mg 3 1,5 27
Anion Cl 103 114 1
HCO3 27 30 10
HPO4 2 2 100
SO4 1 1 20
Asam organik 5 5 0
Protein 16 0 63
Total 154 152 194
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting
di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh
sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat
berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. 7
4
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi
kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 7
3. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan
lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake,
besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh
kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%)
ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.7
4. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan + 10
mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 7
5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat
yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat
penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. 7
b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5
Tekanan Cairan
Perbedaan lokasi antara di interstisial dan pada ruang vaskuler menimbulkan tekanan
cairan yaitu tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik atau osmotik koloid. Tekanan hidrostatik
adalah tekanan yang disebabkan karena volume cairan dalam pembuluh darah akibat kerja
dari organ tubuh. Tekanan onkotik merupakan tekanan yang disebabkan karena plasma
protein. Perbedaan tekanan kedua tersebut mengakibatkan pergerakan cairan. Misalnya
terjadinya filtrasi pada ujung arteri, tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan onkotik
sehingga cairan dalam vaskuler akan keluar menuju interstisial. Sedangkan pada ujung vena
pada kapiler, tekanan onkotik lebih besar sehingga cairan dapat masuk dari ruang interstisial
ke vaskuler. Pada keadaan tertentu, dimana serum protein rendah, tekanan onkotik menjadi
rendah atau kurang maka cairan akan di absorpsi ke ruang vaskuler.8
5
Mekanisme Pengaturan Terhadap Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi sedangkan
mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP. 5,7,8
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih
tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air,
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui
zat terlarut misalnya protein.5,7,8
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan
lebih tinggi disebut hipertonik. 7,8
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.5,7,8
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke
dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar
di dalam sel. 5,7,8
Asupan dan Kehilangan Cairan dan Elektrolit pada Keadaan Normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru,
kulit atau traktus gastrointestinal.9 Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-
rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan
6
kehilangan cairan ratarata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml
kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.9
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari
karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap
hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari,
sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml
per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak
rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius
pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari
tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari
insensible loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-
6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.5
Konsentrasi molar (mol) ialah jumlah zat yang setara dengan berat atom atau berat
molekul zat dalam garam (1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama, yaitu 6,02 x
1023)
- mMol = massa (mg) solute dalam 1 L larutan berat molekul solute =
o massa (mg) dalam 1 L larutan
berat molekul
- Miliosmol (mOsm/kg H20), unit untuk menyatakan tekanan osmotik bila solute
dilarutkan dalam 1 L larutan.
o miliosmol (mOsm/kg H20) = miliosmol (mmol/kg H2O x jumlah partikel)
- Miliekuivalen (mEq/L) menyatakan konsentrasi elektrolit
o mEq/L = mmol x jumlah muatan listrik
Tabel Keseimbangan Cairan Harian Dewasa Sehat
Masukan (ml/24 jam) Keluaran (ml/24 jam)
Tampak Tak tampak Tampak Tak tampak
Minum 1200 Air kemih 1200
Makan - 1000 Tinja - 100
Hasil
oksidasi
- 300 Keringat - 800
1200 1300 Paru 400
Total 1200 1300 Total 1200 1300
7
Dehidrasi
Dehidrasi ialah kekurangan air dalam tubuh yang dapat dikategorikan menjadi
dehidrasi ringan (kurang dari 5%), dehidrasi sedang (5 sampai 10%), dan dehidrasi berat
(lebih dari 10%). Sifat dehidrasi dapat berupa isotonik (kadar Na dan osmolaritas serum
normal), hipotonik atau hiponatremik (kadar Na kurang dari 130mmol/L atau osmolaritas
serum kurang dari 275 mOsm/L), atau dapat juga hipertonik atau hipernatremik (kadar Na
lebih dari 150 mmol/L atau osmolaritas serum lebih dari 295 mOsm/L).
Table Pedoman WHO untuk Menilai Dehidrasi
Klinis Dehidrasi ringan
(5%)
Dehidrasi sedang (5-
10%)
Dehidrasi berat
(>10%)
Keadaan umum Baik, kompos mentis Gelisah, rewel, lesu Letargik, tak sadar
Mata cekung, kering Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Kering Kering sekali
Mulut/lidah kering Lembab Kering Sangat kering,
pecah-pecah
Haus Minum normal Haus Tak bias minum
Turgor Baik Jelek Sangat jelek
Nadi Normal Cepat Cepat sekali
Tekanan darah Normal Turun Turun sekali
Air kemih Normal Kurang, oliguri Kurang sekali
Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan pemberian
cairan perioperatif, yaitu :
1. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama
Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat
(lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan
elektrolit).
8
2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah
elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit
bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada
penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat
hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah
ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan
a. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction
pump).
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan.
Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan
tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah100-10 ml.
Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan
berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita
yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit
berulang- ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih
menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan
penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi)
dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
b. Kehilangan Cairan Lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal.
Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan
dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih
dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat
terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau
infeksi dapat mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan
cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak
dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional
9
cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan
dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya
kadar aldosteron.
Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi
air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.
Ginjal tidak mampu mengekskresikan ³free water´ atau untuk menghasilkan urin
Hipotonis
Penatalaksanaan Terapi
1. Cairan Pra Bedah
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi
untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status cairan
ini didapat dari :
Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing terakhir,
jumlah dan warnya.
Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif dari status
cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit, abdomen, mata dan mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin dan
protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya meningkat
sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius. Dehidrasi pada
fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan lemah.
Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi, terjadi pada
kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit biasanya
menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB atau lebih.
Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada dewasa 2
ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan lebih dari 20 kg. Pada
10
anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1
ml/kg untuk berat badan sisanya. Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan
kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1
ml/kgBB.
2. Cairan Selama Pembedahan
Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan penggantian sisa
defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi. Berdasarkan beratnya
trauma pembedahan dikenal pemberian cairan pada trauma ringan, sedang dan berat. Pada
pembedahan dengan trauma ringan diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan
dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai pengganti akibat trauma pembedahan. Cairan
pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan pada trauma
pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma pembedahan
ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6 ml/kgBB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan perkiraan
jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering
mengalami kesulitan., dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi
yang terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini
cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur
jumlah darah di dalam botol suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan
kain operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100 – 150 ml darah, sedangkan untuk
kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1 gram
dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan
pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara serial.
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan kristaloid
atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada keadaan ini perdarahan
selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi
hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%.
20 – 25% pada individu sehat atau anemia kronis.
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai hematokrit
dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85 ml/kgBB, bayi 80
ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85 ml/kgBB.
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30% dapat
dihitung sebagai berikut :
11
Estimated Blood Volume
Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop – RBVC 30%)
Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3
Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.
Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian cairan akibat
perdarahan adalah sebagai berikut :
Berdasar berat-ringannya perdarahan :
Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 – 15%, cukup diganti dengan
cairan elektrolit.
Perdarahan sedang, perdarahan 10 – 20% EBV, 15 – 30%, dapat diganti dengan
cairan kristaloid dan koloid.
Perdarahan berat, perdarahan 20 – 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan transfusi
darah.
Tabel Kebutuhan Cairan Basal
Berat Badan Rate
10 kg pertama 4 mL/kgBB/jam
10–20 kg berikutnya tambahkan 2 mL/kgBB/jam
setiap kg di atas 20 kg tambahkan 1 mL/kgBB/jam
Klasifikasi Shok Akibat Perdarahan :
12
Intravenous fluid replacement in haemorrhagic shock
Class I (haemorrhage 750 ml (15%)) Class II (haemorrhage 800-1500 ml (15-30%)) Class III (haemorrhage 1500-2000 ml (30-40%)) Class IV (haemorrhage 2000 ml (48%))
2.5 l Ringer-lactate solution or 1.0 L polygelatin 1.0 l polygelatin plus 1.5 L Ringer-lactate solution
1.0. l Ringer-lactate solution plus 0.5 l whole blood or 0.1-1.5 l equal volumes of concentrated red cells and polygelatin 1.0 l Ringer-lactate solution plus 1.0 l polygelatin plus 2.0 l whole blood or 2.0 l equal volumes of concentrated red cells and polygelatin or hestastarch
3. Cairan Paska Bedah
Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :
Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.
Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris).
Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein dan
lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan trace element.
Pemberian kalori sampai 40 – 50 Kcal/kg dengan protein 0,2 – 0,24 N/kg. Nutrisi
parenteral ini penting, karena pada penderita paska bedah yang tidak mendapat nutrisi
sama sekali akan kehilangan protein 75 – 125 gr/hari. Hipoalbuminemia
menyebabkan edema jaringan, infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan
enzym pencernaan yang menyulitkan proses realimentasi.
Macam-macam Cairan yang Dapat Digunakan dalam Terapi Cairan
13
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan
dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan,
tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik,
penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid
akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat
terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus
1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat
mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan
kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya
yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar
bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
14
a) Ringer laktat
Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, luka bakar. Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis.
Kalium yang terdapat di dalam RL pula tidak cukup untuk maintenance sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium. RL juga tidak mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis.
b) Ringer
Komposisinya mendekati fisiologis tetapi bila dibandingkan dengan RL ada beberapa kekurangan, seperti:
Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlh besar dapat menyebabkan asidosis dilusional dan asidosis hiperkloremia.
Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat untuk memperingan asidosis.
Dapat digunakan pada keadaan dehidrasi dengan hiperkloremia, muntah-muntah dan lain-lain.
c) NaCl 0,9% (normal saline)Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama pada kasus:
Kadar Na+ yang rendah Keadaan di mana RL tidak cocok untuk digunakan seperti pada alkalosis,
retensi kalium Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi
Tetapi ia memiliki beberapa kekurangan iaitu: Tidak mengandung HCO3
-
Tidak mengandung K+
Kadar Na+ dan Cl- relatif lebih tinggi sehingga dapat terjadi asidosis hiperkloremia, asidosis delusional dan hipernatremia.
d) Dextrose 5% dan 10%Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake
natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit. Penggunaan perioperatif untuk: Berlangsungnya metabolisme
15
Menyediakan kebutuhan air Mencegah hipoglikemia Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g karbohidrat untuk
mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh Menurunkan level asam lemak bebas dan keton Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200g karbohidrat
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute´ atau
plasma expander´. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul
tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan
untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada
penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a) Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat
dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin
(83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.Prekallikrein activators
(Hageman’s factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma
dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein
plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
b) Koloid Sintesis yaitu:
Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70(Macrodex)
dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostocmesenteroides
B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume
expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu
memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan
(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat
mengurangiplatelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari
16
dapat mengganggucro match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal
ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ± 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml
larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan
sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang).Low molecullar
weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan
volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang
rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat.
Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000
dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada
penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama
dari golonganurea linked gelatin
Terapi Cairan Resusitasi
Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS),
Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada
syok hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10 menit. Larutan plasma ekspander dapat
diberikan pada luka bakar, peningkatan sirkulasi kapiler seperti MCI, syok kardiogenik,
hemoragik atau syok septik. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel, gelafunin, gelafusin),
polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes, ekspafusin)
Jika syok terjadi :
o Berikan segera oksigen
17
o Berikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS
o Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi
Terapi Cairan Rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan
dengan kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan rumus 4:2:1, yaitu :
4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama
2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua
1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat
atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga
mengendung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose,
dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%.
Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu
:
6-8 ml/kg untuk bedah besar misalnya laparotomi
4-6 ml/kg untuk bedah sedang
2-4 ml/kg untuk bedah kecil misalnya debridement,FAM
Terapi Cairan Intraoperatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan. Untuk menggantinya tergantung
besar kecilnya pembedahan, yaitu:
- 6-8 ml/kg untuk bedah besar
- 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
18
- 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
Pada prinsipnya kecepatan pemberian cairan selama pembedahan adalah dapat menjamin
tekanan darah stabil tanpa menggunakan obat vasokonstriktor, dengan produksi urin
mencapai 0,5-1 ml/kgBB/jam.
Pemberian cairan saat operasi berlangsung:
a. pemberian cairan pada jam pertama operasi :
(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% X kebutuhan cairan puasa)
b. pemberian cairan pada jam kedua operasi :
(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% X kebutuhan cairan puasa)
c. pemberian cairan pada jam ketiga operasi :
(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% X kebutuhan cairan puasa)
d. Pemberian cairan pada jam keempat operasi :
(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi)
Gambar 3. Tujuan Terapi Cairan
Terapi Cairan
Resusitasi Rumatan
Penggantian Koloid Kebutuhan normal
defisit harian kristaloid
kristaloid
Mengganti kehilangan Memasok
akut (dehidrasi, syok kebutuhan cairan
hipovolemik)
19
BAB III
KESIMPULAN
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur dalam
batas-batas fisiologis.Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal
yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35
ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Selama pembedahan dapat terjadi kehilangan cairan melalui perdarahan dan kehilangan
cairan lainnya, seperti translokasi internal dan evaporasi.Terapi cairan perioperatif meliputi
pemberian cairan prabedah, selama bedah dan pasca bedah.Cairan yang dapat digunakan
yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik), koloid (memiliki tekanan onkotik) dan darah.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian
J.Anaesh.2003;47(5):380-387.
2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative
dehydrationdoesit improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-93
4. PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on recovery from
anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227
6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:
W.B.saunders company; 1997: 375-393
21
7. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
9. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for
Veterinary Health. 2006. (Diakses tanggal 29Oktober 2011). Tersedia dari:
http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
10. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif FK
Undip: Semarang; 2004: 1-60.
11. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.
12. http://tiyalestarisaid.blogspot.com/2012/05/aanatomi-fisiologi-keseimbangan-
cairan.html
22