referat sirosis hepatis

59
BAB I PENDAHULUAN Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 – 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. 1 Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi nodularis parenkim hati. 1,2,3 Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat 1

Upload: putri-nisrina

Post on 12-Jan-2016

47 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

r

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT SIROSIS HEPATIS

BAB I

PENDAHULUAN

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 – 1,8 kg atau kurang

lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas

abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. 1

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis

hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan

pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler.

Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular

dan regenerasi nodularis parenkim hati. 1,2,3

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum

adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan

tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis

kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klnis. Hal ini hanya dapat

dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. 1,4

Prevalensi sirosis hati sulit untuk dinilai karena stadium awalnya bersifat asimtomatis.

Namun, sirosis tercatat sebagai penyakit kematian ke-14 tersering pada dewasa di dunia,

dengan angka kematian sekitar 1,04 juta jiwa per tahun. Sirosis juga menjadi indikasi utama

untuk 5.00 kasus transplantasi hepar per tahun di negara maju.2

Tujuan

1

Page 2: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Tujuan dari penulisan referat ini yaitu untuk mengetahui secara lebih mendalam

mengenai penyakit Sirosis Hepatis.

Manfaat

Manfaat dari penulisan referat ini; pembaca diharapkan dapat mengetahui dan

memahami secara mendalam mengenai penyakit Coronary Artery Disease.

2

Page 3: REFERAT SIROSIS HEPATIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI HEPAR

Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-,1,8 kg atau

kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran

kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang

sangat kompleks5. Hepar menempati daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari

hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian

superior dan bagian inferior hepar mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hepar

secara anatomis terdiri dari lobus kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri

yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh ligamentum

falsiforme6. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura

segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen

medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar7. Pada daerah

antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan dapat ditemukan

lobus kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan

ligamentum venosum pada permukaan posterior6. Permukaan hepar diliputi oleh

peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat

langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum

membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang

disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ ; bagian

paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang

vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada

3

Page 4: REFERAT SIROSIS HEPATIS

hepar tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus

hepatika5.

Gambar 1. Anatomi hepar

(dikutip dari kepustakaan 8)

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui

vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari

aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar

membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar

sebagai vena hepatica. Vena hepatica mengembalikan darah dari hepar ke vena kava

inferior. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,

mengantarkan 20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen

hanya 70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang berasal

dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati oleh

4

Page 5: REFERAT SIROSIS HEPATIS

sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus yang berjalan

di antara lobulus hepar disebut vena interlobular7.

Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran

cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri

dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil

membentuk kapiler di antara sel-sel hepar yang membentik lamina hepatika. Jaringan

kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masing-masing

lobulus, yang menyuplai vena hepatika. Pembuluh-prmbuluh ini menbawa darah dari

kapiler portal dan darah yang mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar

oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga

ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah

dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang berdekatan, dan banyak

arterior kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga jarak

ke septum interlobularis7.

Gambar 2 . Pembuluh darah pada hepar

(dikutip dari kepustakaan 8)

5

Page 6: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar,

sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang

bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel

Kuppfer dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang5.

Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen

vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri

hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan

oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting

kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan

langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak

pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat

permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan

penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya5.

Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari

hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam

dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting dalam

sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang

memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah

sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hepar.

Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan

fibrosis di hepar.5

6

Page 7: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Gambar 3 . Histologi hepar

(dikutip dari kepustakaan 9)

2. Fisiologi Hepar

Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu

bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat volume darah

berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah.

Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju

metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem

metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang

diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain.6

Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh hepar adalah10 :

Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi

sebagai berikut :

o Menyimpan glikogen dalam jumlah besar

o Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa

o Glukoneogenesis

7

Page 8: REFERAT SIROSIS HEPATIS

o Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme

karbohidrat

Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal.

Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil kelebihan glukosa dari

darah, menyimpannya, dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila

konsentrasi glukosa darah rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.

Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara

lain :

o Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energy bagi fungsi tubuh yang lain

o Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein

o Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat

Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen

kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu yang

kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein

dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar

dan ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk

membran, struktur intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk

fungsi sel.

Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein

adalah sebagai berikut :

o Deaminasi asam amino

o Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh

o Pembentukan protein plasma

o Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino

8

Page 9: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk

membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain yang

penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto yang mempunyai

komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang akan dibentuk. Kemudian suatu

radikal amino ditransfer melalui beberapa tahap transaminasi dari asam amino yang

tersedia ke asam keto untuk menggantikan oksigen keto.

Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai kecenderungan

tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama diketahui sebagai sumber vitamin

tertentu yang baik pada pengobatan pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan

dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 juga

disimpan secara normal

Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung sejumlah besar

protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik dalam

jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam

cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan

disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan.

Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler yang rendah. Kira-kira

1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hepar setiap menit, dan tambahan

300 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari arteri hepatika dengan total rata-rata 1350

ml/menit. Jumlah ini sekitar 27 persen dari sisa jantung. Rata-rata tekanan di dalam vena

porta yang mengalir ke dalam hepar adalah sekitar 9 mmHg dan rata-rata tekanan di dalam

vena hepatika yang mengalir dari hepar ke vena cava normalnya hampir tepat 0 mmHg. Hal

ini menunjukkan bahwa tahanan aliran darah melalui sinusoid hepar normalnya sangat rendah

namun memiliki aliran darah yang tinggi. Namun, jika sel-sel parenkim hepar hancur, sel-sel

9

Page 10: REFERAT SIROSIS HEPATIS

tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa yang akhirnya akan berkontraksi di sekeliling

pembuluh darah, sehingga sangat menghambat darah porta melalui hepar. Proses penyakit ini

disebut sirosis hepatis, Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh suatu gumpalan

besar yang berkembang di dalam vena porta atau cabang utamanya. Bila sistem porta tiba-

tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui system aliran darah porta hepar

ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi portal. 10

3. Definisi Sirosis Hepatis

Sirosis didefinisikan secara histopatologi dan mempunyai bermacam-macam

penyebab, gambaran klinis dan komplikasi. Pada sirosis hepatis terdapat

perkembangan fibrosis hati sampai suatu saat ada gangguan arsitektur jaringan hati

yang ditandai dengan regenerasi nodular yang bersifat difus dan dikelilingi oleh septa-

septa fibrosis. Peubahan (distorsi) struktur tersebut dapat mengakibatkan peningkatan

aliran darah portal, disfungsi sintesis hepatosit, penurunan fungsi hati, serta

meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler (KHS). 2,3,4

4. Etiologi

Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat mengakibatkan sirosis hati.2,3

Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronik

Penyakit Infeksi

BruselosisEkinokokusSkistosomiasis

10

Page 11: REFERAT SIROSIS HEPATIS

ToksoplasmosisHepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)

Di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia

terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia

menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus

hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk

kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di

Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya. 1

5. Epidemiologi

11

Penyakit Keturunan dan Metabolik

Defisiensi α1-antitripsinSindrom FanconiGalaktosemiaPenyakit GaucherPenyakit simpanan glikogenHemokromatosisIntoleransi fluktosa herediterTirosinemia herediterPenyakit Wilson

Obat dan Toksin

AlkoholAmiodaronArsenikObstruksi bilierPenyakit perlemakan hati non alkoholikSirosis bilier primerKolangitis sklerosis primer

Penyebab Lain atau Tidak Terbukti

Penyakit usus inflamasi kronikFibrosis kistikPintas jejunoilealSarkoidosis

Page 12: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan

pada waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsy. Keseluruhan

insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya

sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil

penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis non

alkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi

0,3 %. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di

Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa

pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati

berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu

1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai

pasien sirosis hati sebanyak 819 (4 %) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit

Dalam.2

6. Klasifikasi

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar

nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau

campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan

etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan.1

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan

morfologis menjadi: 1) alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis),

3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolic, keturunan, dan terkait obat.1

7. Patofisiologi

12

Page 13: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Sirosis hati kini dikenal sebagai proses yang dinamis dan pada kondisi tertentu

bersifat reversible. Transisi dari penyakit hati kronis menjadi sirosis melibatkan

proses yang kompleks antara reaksi inflamasi, aktivasi sel Stelata (penghasil kolagen),

angiogenesis, dan oklulsi pembuluh darah yang berdampak pada perluasan lesi

parenkim hati.2

Patogenesis utama dari proses fibrosis dan sirosis hati ialah aktivasi sel Stelata

(disebut juga sel Ito atau sel perisinusoidal). Sel Stelata normalnya bersifat “diam”

dan berperan dalam penyimpanan retinoid (vitamin A). Namun, adanya stimulus jejas

dan reaksi inflamasi akan mengaktivasi sel Stelata sehingga sel tersebut berproliferasi,

memproduksi matriks ekstraseluler (kolagen tipe I dan III, proteoglikan sulfat dan

glikoprotein), serta menjadi sel miofibroblas yang mampu berkontraksi.2

Sirosis alkoholik berperan sekitar 40% kematian karena sirosis. Riwayat

penggunaan alkohol berlebihan sering disangkal pasien. Bentuk yang berat (hepatitis,

sirosis) berkaitan dengan minum alkohol 160 g/hari selama 10-20 tahun; wanita lebih

rentan daripada pria dan berkembang lebih lanjut penyakit hati walaupun dengan

penggunaan alkohol yang lebih sedikit. Hepatitis B dan C mungkin sebagai penyerta

dalam perkembangan penyakit hati. Malnutrisi mungkin ikut berperan dalam

perkembangan sirosis.4

Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh

pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan

sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular.

Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati

utama akibat induksi alkohol adalah 1). Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis

alkoholik, dan 3). Sirosis alkoholik.1

13

Page 14: REFERAT SIROSIS HEPATIS

1) Perlemakan hati alkoholik

Steatosis atau perlemakan hati alkoholik, hepatosit teregang oleh vakuola

lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke

membrane sel.1

2) Hepatitis alkoholik

Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat

masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang

terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan

kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti

jarring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis.

Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada

yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun

demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan

kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol (nodular)

menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.1

Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan

mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme

asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia

relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi

(missal daerah perisentral); 2). Infiltrasi/aktivitas neutrophil, terjadi pelepasan

chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera

jaringan dapat terjadi dari neutrophil dan hepatosit yang melepaskan

intermediet oksigen reaktif, protease, dan sitokin; 3). Formasi acetaldehyde-

protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit yang

14

Page 15: REFERAT SIROSIS HEPATIS

tersensitisasi serta antibody spesifik yang menyerang hepatosit pembawa

antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari

metabolisme etanol, disebut system yang mengoksidasi enzim mikrosomal.1

Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain

faktor nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid

kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik

utama pada fibrosis alkoholik.1

3) Sirosis Hati Pasca Nekrosis

Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur,

dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat

dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik.

Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat

memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.1

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan

adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata

mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler

dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses

keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus

menerus (missal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata

akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka

fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal

akan diganti oleh jaringan ikat.1

15

Page 16: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Sirosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain frekuensinya sangat

kecil sehingga tidak dibicarakan disini.

8. Manifestasi Klinis

Sirosis hati merupakan kondisi histopatologis yang bersifat asimtomatis pada

stadium awal. Secara klinis, sirosis dapat dibedakan menjadi sirosis kompensata

(gejala klinis belum ada atau minimal) dan sirosis dekompensata (gejala dan tanda

klinis jelas).2

Gejala umum anoreksia, mual, muntah, diare, nyeri kuadran kanan atas

samar-samar, lelah, lemah, demam, icterus, amenorea, impotensia, infertilitas.4

1) Sirosis kompensata

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada

waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan

penyakit lain. Sirosis kompensata hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan

fungsi hati. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan

lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan

menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada

membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Tanda khas (stigmata) sirosis juga

seringkali belum tampak pada tahap ini. Sebenarnya sekitar 40% kasus sirosis

kompensata telah mengalami varises esophagus, namun belum menunjukkan

tanda-tanda perdarahan.1,2

2) Sirosis dekompensata

16

Page 17: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol

terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi

hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin

disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,

gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, asites

dan edema perifer, muntah darah dan/atau melena (akibat perdarahan varises

esophagus), jaundice, ensefalopati (baik tanda dan gejala minimal hingga

perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi,

sampai koma).1,2

Asites merupakan tanda dekompensata yang paling sering ditemukan

(sekitar 80%). Selain itu, terdapat beberapa stigmata sirosis lainnya yang dapat

diidentifikasi, antara lain:

a. Tanda gangguan endokrin:

i. Spider angioma. Gambaran seperti laba-laba di kulit, terutama

daerah leher, bahu, dan dada;

ii. Eritema palmaris pada tenar dan hipotenar;

iii. Atrofi testis. Sering disertai penurunan libido dan impotensi;

iv. Ginekomastia;

v. Alopesia pada dada dan aksila;

vi. Hiperpigmentasi kulit, diduga akibat peningkatan kadar

melanocyte-stimulating hormone (MSH);

b. Kuku Muchrche. Gambaran pita putih horizontal yang memisahkan warna

kuku normal;

c. Kontraktur Dupuytren. Penebalan fasia pada palmar (terutama sirosis

alkoholik);

17

Page 18: REFERAT SIROSIS HEPATIS

d. Fetor hepatikum. Bau napas khas akibat penumpukan metionin (gagal

dimetabolisme), atau akibat peningkatan konsentrasi dimetisulfida akibat

pirau portosistemik yang berat;

e. Atrofi otot;

f. Petekie dan ekimosis bila terjadi trombositopenia koagulopati berat.

g. Splenomegali;

h. Pemeriksaan palpasi hati sangat bervariasi, mulai dari tidak ditemukan

pembesaran hati, lobus kiri hati yang dapat teraba lunak (khas sirosis), atau

teraba nodul dengan konsistensi keras.2

9. Temuan Klinis

Temuan klinis sirosis meliputi, spider angio maspiderangiomata (atau spider

teleangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa venavena kecil. Tanda

ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak

diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosterone

bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan

ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.1

Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak

tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.

Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis

rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.1

Perubahan kuku-kuku Murche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan

warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat

18

Page 19: REFERAT SIROSIS HEPATIS

hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hypoalbuminemia yang

lain seperti sindrom neftorik.1

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi

suatu periostitis proliferatif kronik menimbulkan nyeri.1

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur

fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan

dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi

refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.1

Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula

mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedione. Selain itu,

ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga lakilaki

mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada perempuan menstruasi

cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.1

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini

menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.1

Hepatomegali – ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau

mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.1

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non

alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.1

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta

dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.1

19

Page 20: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan

peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.1

Ikterus-pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila

konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tidak terlihat. Warna urin gelap seperti air

teh.1

Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari

tangan, dorsofleksi tangan.1

Tanda-tanda lain yang menyertai di antaranya :

Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar

Batu pada vesika felea akibat hemolysis

Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat

sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.

Diabetes mellitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat

resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pancreas.1

10. Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Secara garis

besar, komplikasi sirosis hati terjadi akibat: (1) Hipertensi portal dan kondisi

hiperdinamis, serta (2) insufisiensi hati. Selain itu, sirosis hati (bersama dengan

etiologinya) dapat menimbulkan perubahan materi genetik pada hepatosit sehingga

berpotensi menjadi karsinoma hepatoseluler (KHS). Kualitas hidup pasien sirosis

diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.1,2

20

Page 21: REFERAT SIROSIS HEPATIS

a. Hipertensi porta dan kondisi hiperdinamik

Hipertensi porta didefinisikan sebagai peningkatan gradient tekanan vena

hepatic >5 mmHg. Hipertensi porta terjadi akibat peningkatan resistensi

terhadap aliran darah porta dan peningkatan aliran masuk ke vena porta.

Peningkatan resistensi tersebut disebabkan oleh perubahan struktur parenkim

hati (deposisi jaringan fibrosis dan regenerasi nodular), serta mekanisme

vasokontriksi pembuluh darah sinusoid hati (utamanya akibat defisiensi nitrit

oksida).2

Adanya hipertensi porta akan berdampak pada:

- Pembesaran limpa dan sekuestrasi trombosit (pada tahap lanjut dapat

menjadi hipersplenisme);

- Terjadi aliran darah balik dan terbentuk pirau (shunt) dari sistem porta

ke pembuluh darah sistemik (portosistemik). Aliran portosistemik akan

menurunkan kemampuan metabolisme hati (first-pass effect), fungsi

retikuloendotelial, dan mengakibatkan hiperamonemia. Kendati demikian,

kolateral portosistemik tetap tidak adekuat dalam mengurangi tekanan

vena porta. Sebaliknya, justru akan meningkatkan produksi NO sehingga

terjadi vasodilatasi splanikus dan peningkatan aliran darah ekstrahepatik

(sementara kadar NO intrahepatic tetap rendah).

- Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, akibat vasodilatasi

splanknikus dan vasodilatasi sistemik. Pada tahap lanjut kondisi ini

mengakibatkan komplikasi pada jantung, paru, dan renal.2

Secara klinis, hipertensi porta dan pembentukan kolateral

portosistemik akan mengakibatkan komplikasi berikut:

21

Page 22: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Varises gastro-esofagus dan perdarahan varises tersebut;

Asites. Selain hipertensi porta, risiko kejadian asites juga semakin

meningkat akibat hipoalbuminemia. Asites adalah komplikasi yang

paling umum dari SH. Sekitar 60% pasien dengan SH terkompensasi

akan menjadi asites dalam jangka waktu 10 tahun sejak awal mula

perjalanan penyakit. Asites menurut jumlahnya dibagi menjadi tiga

tingkatan/grade. Grade I (minimal) ialah asites dalam jumlah sangat

kecil yang hanya dapat terdeteksi melalui USG. Grade II (moderate)

ialah asites yang terlihat sebagai distensi abdomen yang tampak

simetris. Grade III (large) ialah asites dalam jumlah besar hingga

menimbulkan distensi abdomen yang sangat nyata (EASL, 2011). 2,3

Hiponatremia. Hiponatremia umum ditemui pada pasien dengan SH

dekompensata dan berkaitan dengan terjadinya kelainan pada ekskresi

cairan sekunder terhadap hipersekresi vasopressin akibat terjadinya

disproporsi retensi air dibandingkan dengan retensi garam. Secara

umum, pada kasus SH, kadar natrium diperhitungkan sebagai

hiponatremia yang perlu diberikan terapi adalah pada konsentrasi

dibawah 130 mmol/L (Verbalis et al, 2007). Kadar natrium pada kasus

SH merupakan marker yang cukup penting untuk menentukan

prognosis. Hiponatremia pada kasus SH berkaitan dengan

meningkatnya angka morbiditas, terutama berkaitan dengan

komplikasi neurologis dan menurunnya angka survival pasca

transplantasi (Biggins et al, 2005).3

Sindrom hepatorenal, akibat vasokontriksi arterirenalis sebagai respon

terhadap vasodilatasi sistemik (mekanisme arterial underfilling);

22

Page 23: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Peritonitis bakterialis spontan, yaitu infeksi cairan asites akibat migrasi

bakteri lumen usus ke nodus limfe mesenterika dan lokasi ekstra-usus

lainnya. Diduga terjadi karena gangguan sistem imunitas lokal dan

sistemik.

Ensefalopati hepatikum, terjadi akibat hiperamonemia.

Komplikasi lainnya: sindrom hepatopulmonal, hipertensi

portopulmonal, dan kardiomiopati.2

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan,

yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra

abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri

abdomen.1

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,

peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati

lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi

glomerulus.

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh

sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan

perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan

meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk

menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi

hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hiperinsomnia), selanjutnya dapat

timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.

23

Page 24: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi

portopulmonal. 1

b. Insufisiensi hati

Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi

hati antara lain:

- Gangguan fungsi sintesis: hypoalbuminemia dan malnutrisi, defisiensi

vitamin K dan kolagulopati (penurunan faktor koagulasi yang

membutuhkan vitamin K, yaitu faktor II, VII, IX, dan X), serta gangguan

endokrin ((kadar estrogen darah meningkat, hiperparatiroidisme);

- Gangguan fungsi eksresi: kolestasis dan ikterus, hiperamonemia dan

ensefalopati;

- Gangguan fungsi metabolisme: gangguan homeostasis glukosa (dapat

menjadi diabetes mellitus), malabsorpsi vitamin D dan kalsium.2

Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti asites, ensefalopati, varises esofagus

menandai terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang asimtomatik menjadi

SH dekompensasi.3

11. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

Parameter hematologi: hemoglobin, leukosit, hitung trombosit, waktu

protombin (INR);

24

Page 25: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Biokimia serum: bilirubin, transaminase (ALT dan AST), alkalin

fosfatase, γglutamyl transpeptidase ( γ GT), albumin dan globulin,

immunoglobulin, ferritin serum dan saturasi transferrin;

Apabila ditemukan asites: kadar elektrolit (natrium, kalium, bikarbonat,

klorida), ureum dan kreatinin, serta urinalisis (urin tamping 24 jam);

Deteksi/pemantauan etiologi: penanda serologi hepatitis B dan C, profil

lipid dan glukosa, penanda autoimun, dan sebagainya.2

Gambaran Laboratoris

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada

waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi

keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma

glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin.1

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT)

dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)

meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila

transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.1

Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sclerosis primer dan

sirosis bilier primer.1

Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali

fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik

kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa

menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.1

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa

meningkat pada sirosis yang lanjut.1

25

Page 26: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya mneurun sesuai

dengan perburukan sirosis.1

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari

pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya

menginduksi produksi immunoglobulin.1

Waktu protombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintetis hati,

sehingga pada sirosis memanjang.1

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan eksresi air bebas.1

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia

normokrom, normositer, hipokrom mikrositer (karena kehilangan darah) atau

hipokrom makrositer (karena defisiensi folat), anemia hemolitik (sindrom Ziete).

Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali

kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme

(pansitopenia).1,4

2) Biopsi hati dan pemeriksaan histopatologis, merupakan baku emas untuk

diagnosis dan klasifikasi derajat sirosis.2

3) Pemeriksaan radiologi (non-invasif), bertujuan untuk:

a. Deteksi nodul hati atau tanda hipertensi porta: USG hati, CT-scan/MRI;

b. Penilaian kekakuan jaringan hati (derajat fibrosis): transien elastografi

(Fibroscan), MR elastrografi.2

26

Page 27: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk

konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin

digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namum

sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG

meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa.

Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada

peningkatan eksogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk

melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta,

serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.1

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin

digunakan karena biayanya relatif mahal.1

Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam

mendiagnosis sirosis selain biayanya mahal. 1

4) Pemeriksaan esofago-gastroduodenoskopi (EGD), baik untuk deteksi varises

esofagus.

5) Beberapa prediktor sirosis telah dikembangkan dengan menggunakan metode

indirek, antara lain:

a. Umumnya rasio AST/ALT >1. Namun, rasio sebaliknya tidak mengekslusi

kejadian sirosis.

b. Skor APRI (indeks rasia AST/trombosit). Dapat digunakan untuk etiologi

hepatitis B kronis dan hepatitis C.

Rumus APRI = AST (IU/L) / Hitung trombosit (109/L) x 100

Nilai APRI: 1,0 memiliki sensitivitas 76% dan spesifisitas 72% dalam

mendeteksi sirosis.

27

Page 28: REFERAT SIROSIS HEPATIS

c. Skor FIB4. Dapat digunakan untuk etiologi hepatitis B kronis, hepatitis C,

dan NAFLD/NASH

Rumus FIB4 = Usia (tahun) X AST (IU/L) / Hitung trombosit (109/L x √ (ALT

(IU/L))

Pada NAFLD/NASH: Skor FIB4 <1,30 = Sirosis METAVIR F0-F1;

Skor FIB4 >2,67= Sirosis METAVIR F3-F4.

Pada hepatitis C: Skor FIB4 <1,45 = Sirosis

METAVIR F0-F1 ; Skor FIB4 >3,21 = Sirosis METAVIR F3-F4

d. Indeks Forns. Dapat digunakan untuk etiologi hepatitis B kronis dan hepatitis

C.

Indeks Forns =

7,8111 – {3,131 x 1n[ γ GT (IU/L)]}+{3,467 x 1n[usia]}-{0,14 x [kadar

kolesterol (mg/dl)]}

Keterangan: 1n, logaritma natural; γ GT, gamma-glutamyl transpeptidase.

Tabel 2. Skor METAVIR untuk Penilaian Fibrosis dan Inflamasi

Skor Fibrosis Skor Aktivitas

F0 = tidak ada fibrosis A0 = tidak ada aktivitas

F1 = Fibrosis porta tanpa septa A1 = aktivitas ringan

F2 = Fibrosis porta dengan septa A2 = Aktivitas sedang

F3 = Banyak septa, namun belum terjadi sirosis A3 = Aktivitas berat

F4 = Sirosis

Skor Indeks Forns <4,25: nilai prediksi negatif 96% untuk ekslusi

fibrosis METAVIR F2-F4.

28

Page 29: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Skor Indeks Forns >6,9: nilai prediksi positif 66% untuk fibrosis

METAVIR F2-F4.2

12. Diagnosis dan Penilaian Derajat Sirosis

Diagnosis klinis SH dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri

tahun 1973, yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema palmaris, spider

nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema,

splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik.3

Dasar diagnosis tergantung pada keadaan klinik. Serum: HBsAg, anti-HB, anti

HCV, anti-HDV, Fe, total iron-binding capacity, ferritin, antimitochondrial antibody

(AMA), smooth-muscle antibody (SMA), anti-liver/kidney microsomal (anti-LKM),

ANA, seruloplasmin, α1 antitripsin (dan pi typing); Doppler ultrasound abdomen, CT

atau MRI (mungkin tampak sirosis hati, splenomegali, kolateral-kolateral, thrombosis

vena). Baku emas diagnosis sirosis hati ialah biopsi hati (per kutan, transjugular, atau

terbuka) dengan pemeriksaan histopatologis. Deteksi sirosis harus dipertimbangkan

untuk setiap etiologi penyakit hati kronis. Diagnosis juga harus menyertakan: (1)

etiologi penyakit, dan (2) grading/staging histopatologis untuk menilai derajat nekro-

inflamasi dan fibrosis (misalnya dengan skor METAVIR).2,4

Secara klinis, sirosis dapat dibedakan menjadi beberapa derajat kategori

berdasarkan kriteria Child Turcotte Pugh bertujuan untuk menilai prognosis (angka

kesintasan) pasien. Adapun system skor MELD (Model for End-Stage Liver Disease),

yang digunakan untuk menentukan prognosis pada pasien yang akan menjalani

pemasangan TIPS.1

29

Page 30: REFERAT SIROSIS HEPATIS

13. Penatalaksanaan

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan

mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah

kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma

hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-

3000 kkal/hari.2

Pengobatan Sirosis Kompensata :

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk

mengurangi progeresi kerusakan hati dan untuk mencegah perkembangan menjadi

sirosis dekompensata. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di

antaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati

dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa

menghambat kolagenik.1,2

1. Terapi medikamentosa

a. Terapi sesuai etiologi: hepatitis B kronis, hepatitis C, NASH, sirosis alkoholik,

autoimun, dan sebagainya.

Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.

Pada hemakromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi

menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah

terjadinya sirosis.

30

Page 31: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudine (analog nukleosida)

merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg

secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudine setelah 9-12

bulan menimbulkan mutase YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa

diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan,

namun ternyata juga banyak yang kambuh.1

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan

terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga

kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.1

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih

mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,

menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan

merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifitas dari sel stelata.

Kolkisin memilik efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun

belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan

vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga

sedang dalam penelitian.1

b. Bila perlu, terapi defisiensi besi. Dapat diberikan tambahan zink sulfat 2x200

mg PO untuk memperbaiki nafsu makan dan keram otot.

c. Bila perlu, dapat diberikan antiprutitus: kolestiramin, antihistamin,

antihistamin, atau agen topical;

d. Suplementasi vitamin D (atau analognya) pada pasien berisiko tinggi

osteoporosis.

31

Page 32: REFERAT SIROSIS HEPATIS

2. Terapi non-medikamentosa

a. Diet seimbang 35-4 kkal/KgBB ideal dengan protein 1,2-1,5 g/KgBB/hari;

b. Aktivitas fisik untuk mencegah inaktivitas dan atrofi otot, sesuaikan toleransi

pasien;

c. Stop konsumdi alkohol dan merokok;

d. Pembatasan obat-obatan hepatotoksik dan nefrotoksik: OAINS, isoniazid,

asam valproat, eritromisin, amoksisilin/klavulanat, golongan aminoglikosida

(bersifat nefrotoksik pada sirosis), ketokonazol, klorpromazin, dan ezetimibe.1

3. Surveilans komplikasi sirosis

a. Monitor kadar albumin, bilirubin, INR, serta penilaian fungsi kardiovaskular

dan ginjal.

b. Deteksi varises dengan esofago-gastroduodenoskopi (EGD):

Bila tidak ditemukan varises: Ulangi EGD setiap 2 tahun;

Bila ditemukan varises kecil: Ulangi EGD setiap 1 tahun;

Bila ditemukan varises besar: penyekat-β nonselektif (propanolol),

prosedur ligase varises (pada kasus intoleran).

c. Deteksi retensi cairan dan pemantauan fungsi ginjal.

d. Deteksi ensefalopati (atau ensefalopati minimal/subklinis): tes psikometri dan

neuropsikologis terhadap atensi dan fungsi psikomotrik setiap 6 bulan.

e. Deteksi karsinoma hepatoseluler: pemeriksaan α-fetoprotein dan USG hati

setiap 6 bulan.

f. Vaksinasi hepatitis B dan hepatitis A, bila perlu.1

Pengobatan Sirosis Dekompensata :

32

Page 33: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Terapi ditujukan untuk mengatasi kegawatdaruratan dan mengembalikan ke

kondisi kompensata.2

1. Tatalaksana spesifik sesuai komplikasi yang ditemukan. Berikut pilihan terapi

yang dapat diberikan untuk masing-masing komplikasi :

- Asites, tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2

gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan

diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg

sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5

kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.

Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan

furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah

dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis

dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan

dilindungi dengan pemberian albumin.

- Ensefalopati hepatik, meminimalisasi faktor pencetus, pemberian laktulosa

dengan/tanpa rifakmisin membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.

Suplementasi asam amino rantai bercabang dan diet rendah asam amino lisin,

metionin, dan triptofan. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus

penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari,

terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.1,2

- Hipertensi porta dan varises esofagus, sebelum berdarah dan sesudah berdarah

bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa

diberikan preparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan

skleroterapi atau ligase endoskopi. Selain itu diberikan terpai endoskopik,

pemasangan TIPS maupun prosedur bedah. 1,2

33

Page 34: REFERAT SIROSIS HEPATIS

- Peritonitis bakterial spontan; kultur dan pemberian antibiotic spectrum luas

seperti sefotaksim intravena, amoksilin, dana tau aminoglikosida.

- Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, tatalaksana

untuk mengatur keseimbangan garam dan air (elektrolit) dan asam basa.

Penggunaan agen vasopressor dan albumin.

- Koagulopati dan gangguan hematologi: pertimbangkan transfuse pada kondisi

gawat darurat.

2. Pada kebanyakan kasus, dekompensasi terjadi akibat adanya faktor pencetus,

seperti sepsis, hipotensi, atau penggunaan obat-obatan tertentu. Identifikasi dan

tatalaksana faktor pencetus tersebut dapat membantu mengembalikan ke kondisi

kompensata.2

3. Pertimbangkan transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata

atau karsinoma hepatoseluler. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada

beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. Jika tidak memungkinkan

maka dilakukan pengobatan paliatif untuk mengurangi gejala dan mengurangi

morbiditas.2,3

Transplantasi hati dikontraindikasikan pada kondisi berikut:

Aktif menggunakan obat-obatan terlarang, misalnya metadon;

AIDS. Infeksi HIV saja bukan kontraindikasi;

Keganasan ekstrahepatik;

Sepsis tidak terkendali;

Gagal organ ekstrahepatik (jantung, paru);

34

Page 35: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Trombosis splanikum yang meluar ke vena mesenterika superior. 1,2

14. Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.1

Klasifikasi Child Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan

menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya

asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan

C. Klasifikasi Child Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka

kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C

berturut-turut 100, 80, dan 45%.1

Tabel 3. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati

Derajat Kerusakan Minimal Sedang Berat

Bil serum (mu.

Mold/dl)

<35 35 >50

Alb. Serum (gr/dl) >35 30-55 <30

Asites nihil Mudah dikontrol sukar

PSE/ensefalopati nihil minimal berat/koma

Nutrisi sempurna baik kurang/kurus

PT <4 4-6 >6

Keterangan:Skor 5-6 = Child A [angka kesintasan 1 tahun pertama = 100% angka kesintasan 2 tahun pertama = 85%Skor 7-9 = Child B [angka kesintasan 1 tahun pertama = 81% angka kesintasan 2 tahun pertama = 57%Skor 10-15 = Child C [angka kesintasan 1 tahun pertama = 45% angka kesintasan 2 tahun pertama = 35%

Penilaian program yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease

(MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.

Tabel 4. Skor Model of End-Stage Liver Disease (MELD)

35

Page 36: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Rumus {,957 X 1n[kreatinin (mg/dL)] + 1,12 X 1n[INR(mg/dL)] + 0,643} X 10

Keterangan: 1n, logaritma natural; INR, international normalized ratio

Interpretasi Prediksi mortalitas dalam 3 bulan sebagai berikut:

Skor MELD ≥40: mortalitas 71,3%

Skor MELD 30-39: mortalitas 52,6%

Skor MELD 20-29: mortalitas 19,6%

Skor MELD 10-19: mortalitas 6,0%

Skor MELD ≤9: mortalitas 1,9%

Umumnya, mortalitas hanya terjadi setelah pasien mengalami fase

dekompensasi. Untuk sirosis kompeten saja, angka kesintasan selam 10 tahun

diperkirakan sekitar 90%, namun terjadinya dekompensata dalam 10 tahun tersebut

meningkat 50%. Sementara itu, angka kejadian KHS dilaporkan konstan 3% per tahun

dan berkorelasi dengan prognosis yang buruk pada setiap stadium KHS. 2

Tabel 5. Prognosis Sirosis Hati Berdasarkan Kondisi Klinis

Stadium Kompensasi Mortalitas 1 Tahun

Stadium 1 Terkompensasi, tanpa varises esofagus 1% per tahun

Stadium 2 Kompensasi, dengan varises esofagus 3-4 %

Stadium 3 Dekompensasi dengan asites 20%

Stadium 4 Dekompensasi dengan perdarahan gastrointestinal 57%

Stadium 5 Infeksi dan gagal ginjal 67%

BAB III

KESIMPULAN

36

Page 37: REFERAT SIROSIS HEPATIS

Sirosis merupakan stadium akhir fibrotik hati akibat penyakit hati kronik

difus yang ditandai dengan adanya perubahan arsitektur hati yang membentuk jaringan

ikat dan gambaran nodul.

Penyakit ini dapat disebabkan berbagai etiologi. Infeksi virus hepaittis B dan C

merupakan penyebab yang s e r i ng d i I ndones i a , s edangkan a lkoho l

me rupakan penyebab terbanyak di daerah Barat. Seiring meningkatnya

obesitas, diabetes mellitus,penyakit jantung koroner, maka non alkoholik

steatohepatitis juga menjadi etiologi sirosis yang penting.

Pengobatan penyakit ini didasarkan pada etiologi dan gejala klinis yang tampak

serta ada tidaknya komplikasi yang timbul. Prognosis penyakit ini baik jika diobati pada

stadium dini (kompensata), namun jika telah lanjut, akan sulit untuk bertahan hinggalebih

dari 5 tahun, karena sirosis bersifat irreversibel. Terapi pasien sirosis dapat diberikan

mulai dari medikamentosa hingga transplantasi hepar.

Umumnya menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium

terhadap sirosis hepatis tersebut. Namun penemuan sirosis hati yang masih terkompensasi

mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat

sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan sirosis hati.

DAFTAR PUSTAKA

37

Page 38: REFERAT SIROSIS HEPATIS

1. Nurdjanah S. Sirosis Hati diambil dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 5.

Aru W sudoyo dkk. 2009. Jakarta : FK UI. Halaman : 668-673.

2. Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta : FK UI. Halaman :

693 – 697.

3. W, Emiliana. Sirosis Hepatis Child Pugh Class C Dengan Komplikasi Asites Grade III dan

Hiponatremia. Medula. 2013. Volume 1 Nomor 5.

4. Fauci, dkk. 2009. Harrison Manual Kedokteran Jilid Dua. Halaman : 264-272.

5. Amiruddin Rifai. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran UI; 2006. Halaman: 6 - 415.

6. Faiz O, Moffat D. The liver, gall-bladder, biliary tree. In : Anatomy at a glance. USA:

Blackwell Publishing Company; 2002. Page : 5 – 44.

7. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan

Pankreas. Dalam : Sylvia A.Price et.al, eds. Patofisiologi. Edisi 6.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2006. Hal.472-5.

8. Netter FH. Surface and bed of liver. In : Atlas of Human Anatomy. 4 th Edition. USA :

Saunders Elsevier; 2006. Page : 287.

9. Douglas Eder. Histology. In : Laboratory Atlas of Anatomy and Physiology. 4 th

Edition. USA : McGraw-Hill Science; 2001. Page : 35

10. Hall & Guyton. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2004. hal. 902-6.

38

Page 39: REFERAT SIROSIS HEPATIS

39