referat saraf yusda kris sari wijaya
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Selama minggu atau bulan-bulan pertama perbaikan paska stroke, otak
mengalami perubahan sel yag sangat drastis. Yang dapat dirangsang lebih lanjut
dengan peyediaan lingkungan yang mendukung. Pengembangan lingkungan yang
menunjang fungsi motorik serta somatosensori paska stroke, lingkungan buatan, dan
stimulasi elektrik kortikal dan perifer semuanya dapat meningkatkan kemampuan
motorik. Uniknya, stimulasi dengan berbagai komponen, termasuk auditori, visual,
dan pembauan dapat memperbaiki kemampuan kognitif dan fungsi motorik lebih bak
daripada salah satu komponen tersebut berdiri sendiri. Penelitian tenang fungsi bunyi-
bunyian dapat meningkatkan fungsi kortikal dan memperbaiki memori serta
pembelajaran.
Dalam otak manusia sumber stimulasi bunyi yang paling baik adalah musik.
Mendengarkan musik adalah proses yang kompleks dalam otak, dimana dapat
memicu serangkaian komponen kognitif dan emosional dengan system saraf yang
berbeda. Penelitian dengan gambaran otak menunjukkan bahwa aktivitas neuron saat
mendengarkan musik sangat luas melebihi cortek auditorius, bahkan sampai dengan 2
sisi lobus temporal, frontal, parietal dan sub kortikal yang terkait dengan proses
semantic, konsentrasi, memori pengolah musik dan fungsi motorik. Sedangkan
system limbic dan paralimbik terkait dengan proses emosi. Musik telah terbukti
mempengaruhi penurunan kecemasan, depresi, dan pasien dengan psikosomatik.
Penelitian terbaru mengenai fungsi kognitif dan neuropsikologi mengatakan
bahwa musik berpengaruh pada perbaikan terhadap fungsi kognitif seperti
konsentrasi, perhatian, pembelajaran, komunikasi, dan memori pada orang yang sehat.
Pada rehabilitasi stroke musik digunakan sebagai salah satu bagian dari
fisioterapi dan terapi wicara. Terapi megguakan musik dengan lirik didalamnya dapat
merangsang otak kanan maupun otak kiri dari pada terapi wicara yang hanya
merangsang otak kiri saja.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi :
Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional,termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan1)
Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien
untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak .
II. Fungsi Otak :
1. Lobus Frontalis
Pada bagian lobus ini berfungsi untuk :
- Proses belajar
- Abstraksi
- Alasan
2. Lobus Temporal
Secara umum berfungsi untuk :
- Diskriminasi bunyi
- Perilaku verbal
2
- Bicara
3. Lobus Parietal
Berfungsi untuk :
- Diskriminasi waktu
- Fungsi somatik
- Fungsi motorik
4. Lobus Oksipitalis
Berfungsi untuk :
- Diskriminasi visual
- Diskriminasi beberapa aspek memori
5. Sisitim Limbik
Hal ini akan berpengaruh pada fungsi :
- Perhatian
- Flight of idea
- Memori
- Daya ingat
Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami
gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu :
1. Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
- Kemampuan memecahkan masalah berkurang
- Hilang rasa sosial dan moral
- Impilsif
- Regresi
2. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sebagai berikut:
- Amnesia
- Demensia
3. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala-gejala
yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi
4. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi antara
lain :
- Gangguan daya ingat
- Memori
- Disorientasi
3
RENTANG RESPON KOGNITIF SECARA UMUM :2)
Respon Adaptif ----------------------------------------- Respon Maladaptif
----------------------------------------------------------------------------------
Decisiveness Periodic Tidak mampu membuat
indecisiveness keputusan
Memori baik Pelupa Kerusakan memori
Persepsi akurat Kadang-kadang bingung Kerusakan penilaian
Perhatian terfokus Ragu Disorientasi
Koheren Mispersepsi Mispersepsi
Berfikir logis Pikiran kacau Perhatian tidak fokus
Orientasi penuh Kadang-kadang Sulit memberikan alasan
pikiran tidak jernih yang logis
4
GANGGUAN KOGNITIF
1 .Definisi
Gangguan kognitif dapat menyebabkan gangguan perilaku, antara lain dapat
berupa delirium maupun demensia. Pada kasus refrat ini saya akan membahas lebih
dalam pada gangguan kognitif yaitu delirium.
Delirium adalah suatu kondisi yang dikarakterisasi dengan adanya perubahan
kognitif akut (defisit memori,disorientasi, gangguan berbahasa) dan gangguaan pada
sistem kesadaran manusia. Delirium bukanlah suatu penyakit melainkan suatu
sindrom dengan penyebab multipel yang terdiri atas berbagai macam pasangan gejala
akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium didefinisikan sebagai disfungsi cerebral
yang reversible,akut dan bermanifestasi klinis pada abnormalitas neuropsikiatri.
Delirium sering salah diintrepretasikan dengan demensia, depresi, mania,
schizophrenia akut, atau akibat usia tua, hal ini dapat terjadi karena gejala dan tanda
dari delirium juga muncul pada demensia, depresi, mania, psikosis dll. Kata
“delirium” berasal dari bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah
dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan
sebagai delirium tremens, kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy
Wernicke.3)
II. 2. Patofisiologi
Berdasarkan pada bangkitan, terdapat 3 tipe delirium.3)
1. Delirium hiperaktif : didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi
antara lain; alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamide atau LSD.
2. Delirium hipoaktif : didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic
encephalopathy dan hipercapnia.
3. Delirium campuran : pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari
mengantuk tapi pada malam hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. delirium
menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan fisiologik.
Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic
encephalopathy dan pada pasien dengan putus alcohol. Hipotesis utama yaitu
5
gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan abnormalitas dari multipel
neurotransmiter.3)
a. Asetilkolin
data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu
dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya
delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa obat
antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung, pada
pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala
ini. Pada pasien post operatif delirium serum antikolinergik juga
meningkat.
b. Dopamine
Pada otak, hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan
dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari
dopaminergik, pengobatan simptomatis muncul pada pemberian obat
antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat dopamine.
c. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan
encephalopati hepatikum.
GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan hepatic
encephalopati,peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan.
Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic
encephalopati,yang menyebabkan peningkatan pada asam amino
glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini merupakan precursor
GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat juga
ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepine
dan alkohol.
d. Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1
dan interleukin-6,dapat menyebabkan delirium. Mengikuti setelah
terjadinya infeksi yang luas dan paparan toksik,bahan pirogen endogen
seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia,
yang sering dihubungkan dengan delirium,terdapat hubungan respon
otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.
6
e. Mekanisme reaksi stress
Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya
delirium.
f. Mekanisme struktural
Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung
hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih
penting daripada anatomi yang lainnya. Formatio reticularis dan
jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur
tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis
mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat
pada delirium.
Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan
delirium,mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro toksik
dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.
II. 3. DIAGNOSTIK
Kriteria diagnostik untuk delirium :4)
a. Gangguan kesadaran
Penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar ,dengan penurunan
kemampuan untuk fokus,mempertahankan atau mengganti perhatian.
b. Perubahan kognitif ( defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa )
c. Gangguan perkembangan dalam periode waktu yang singkat
d. Bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan
laboratorium yang mengindikasikan bahwa gangguan disebabkan oleh
konsekuensi fisiologik langsung atau akibat kondisi medis yang umum.
II. 4. Onset/ level fluktuasi dari kesadaran
Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien,perubahan fluktuatif
pada kognitif termasuk memori,berbahasa dan organisasi.4)
A. Gangguan atensi
Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan.
Mereka mudah melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan
instruksi dan pertanyaan untuk diulang berkali-kali. Metode untuk
7
mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan menyuruh pasien
menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.
B. Gangguan memori dan disorientasi
Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien delirium.
Disorientasi waktu,tempat dan situasi juga sering didapatkan pada
delirium.
C. Agitasi
Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari
disorientasi dan kebingungan yang mereka alami. Sebagai contoh;
pasien yang disorientasi menggangap mereka dirumah meskipun ada
dirumah sakit,sehingga staff rumah sakit dianggap sebagai orang asing
yang menerobos kerumahnya.
D. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar/withdrawal.
Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan withdrawal.
Mereka dapat terlihat depresi,penurunan nafsu makan,penurunan
motivasi dan gangguan pola tidur.
E. Gangguan tidur.
Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi bangun
pada waktu malam hari. Pola ini digabungkan dengan
disorientasi,kebingungan dapat menimbulkan situasi yang berbahaya
pada pasien yang resikonya dapat jatuh dari tempat tidur,menarik
kateter atau iv dan pipa nasogastric.
F. Emosi yang labil
Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti
gelisah,sedih,menangis dan kadang kadang gembira yang berlebih.
Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika seseorang mengalami
delirium.
G. Gangguan persepsi
Terjadi halusinasi visual dan auditori
H. Tanda tanda neurologis
Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain : tremor gait,
asterixis mioklonus,paratonia dari otot terutama leher,sulit untuk
menulis dan membaca dan gangguan visual.
8
II. 5. Gejala delirium
Gejala-gejala utama dari delirium :4)
Kesadaran yang terganggu
Kesulitan untuk mempertahankan atau mengubah perhatian
Disorientasi
Ilusi
Halusinasi
Kesadaran yang berubah fluktuasi
Gejala gejala neurogikal:
Disfasia
Disarthria
Tremor
Asterixis pada encephalopati hepatikum dan uremia
Abnormalitas pada motorik
II. 6. Perbedaan antara delirium dan demensia.2)
Delirium Demensia
Onset Biasanya tiba-tiba Biasanya perlahan
Lama Biasanya singkat/ < 1 bulan biasanya lama dan
progressif.
Paling banyak dijumpai
pada usia > 65 th.
Stressor Racun, infeksi, trauma,
Hipertermia
Hipertensi, hipotensi,
anemia. Racun, defisit
vitamin, tumor atropi
jaringan otak
Perilaku Fluktuasi tingkat kesadaran
- Disorientasi
- Gelisah
- Agitasi
- Ilusi
- Halusinasi
Hilang daya ingat
- Kerusakan penilaian
- Perhatian menurun
- Perilaku sosial tidak sesuai
- Afek labil
- Gelisah
9
- Pikiran tidak teratur
-Gangguan penilaian dan
pengambilan keputusan
- Afek labil
- Agitasi
DELIRIUM MNEMONICS (suatu rangkaian kata yang dapat dipakai untuk
membedakan diagnosis delirium): 4)
“I WATCH DEATH”
Infection : HIV,sepsis,pneumonia
Withdrawal : alcohol, barbiturate, hipnotik-sedatif
Acute metabolic : asidosis,alkalosis,gangguan elektrolit, ga-
Gal hepar, gagal ginjal
Trauma : luka kepala tertutup,heat stroke,postoperative,
Subdural hematoma,abses et causa terbakar
CNS patologis : infeksi,stroke,tumor, metastasis,vaskulitis,
Encephalitis, meningitis,sifilis
Hipoksia : anemia,keracunan gas CO, hipotensi, gagal
pulmoner atau gagal jantung.
Defisiensi : vitamin B12, folat, niacin, thiamine
Endorinopati : hiper/hipoadenokortism,hiper/hipoglikemi,mix-
Udem, hiperparatiroidism.
Acute vaskuler : hipertensif encephalopati,stroke,arrhythmia,
Shock
Toxin atau obat : obat yang diresepkan,pestisida,pelarut ber-
Bahaya
Heavy metals : mangan,air raksa,timah hitam
II. 7.faktor resiko delirium.
Faktor resiko delirium dapat dibagi menjadi 2 yaitu:5)
Pasien dengan karakteristik
Pasien dengan kondisi medis
Pasien dengan kharakteristik antara lain :
Orang tua yang masuk rumah sakit
Sakit stadium terminal
Anak kecil
Gangguan tidur
10
Pasien dengan pengobatan multi drugs
Gangguan sensori (pendengaran atau visual)
Pasien dengan kondisi medis antara lain :
Demensia
Status postoperasi (jantung,transplantasi,panggul)
Luka bakar
Gejala putus terhadap alcohol maupun obat
Malnutrisi
Penyakit hati kronis
Pasien dengan hemodialisis
Penyakit Parkinson
Infeksi HIV
Status post stroke
II. 8. Penyebab /etiologi delirium
Hampir semua penyakit medis,intoksikasi atau medikasi dapat menyebabkan
delirium. Seringkali delirium merupakan multifaktorial dalam etiologinya. Dibawah
ini merupakan multifaktorial etiologi :6)
Penyebab reversible antara lain :
1. Hipoksia
2. Hipoglikemia
3. Hipertermia
4. Antikolinergik delirium
5. Putus alcohol atau sedative
Perubahan structural :
1. Trauma tertutup kepala atau perdarahan cerebral
2. Kecelakaan cerebrovaskular antara lain : infark cerebri, perdarahan
subarachnoid,hipertensif encephalopathy
3. Tumor kepala primer maupun metastase
4. Abses otak
Akibat metabolic
1. Gangguan air dan elektrolit, gangguan asam basa,hipoksia
11
2. Hipoglikemia
3. Gagal ginjal atau gagal hati
4. Defisiensi vitamin terutama Thiamine dan cyanocobalamin
5. Endokrinopati terutama berhubungan dengan tiroid dan paratiroid
Keadaan hipoperfusi :
1. Shock
2. CHF (Congestif heart failure)
3. Cardiac aritmia
4. Anemia
Infeksi :
1. Infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis
2. Ensephalitis
3. Infeksi otak yang berhubungan dengan HIV
4. Septicemia
5. Pneumonia
6. URTI (urinaria tractus infection )
Toksik :8)
1. Intoksikasi substansi illegal : alkohol,heroin,ganja,LSD
2. Delirium yang dipicu oleh obat antara lain :
Antikolinergik(Benadryl,tricyclic antidepressant)
Narkotik (meperidine)
Hipnotik sedative (benzodiazepine)
Histamine-2 bloker (cimetidine)
Kortikosteroid
Antihipertensif ( methyldopa,reserpine)
Antiparkinson (levodopa)
Penyebab lainnya :
1. Lingkungan yang tidak nyaman bagi pasien demensia menjadi pencetus
delirium
2. Retensio urin, gangguan tidur, perubahan lingkungan
II. 9. Tata laksana.6)
Pengobatan terutama pada pasien delirium adalah untuk mengkoreksi
kondisi medis yang menyebabkan gangguan-gangguan utama. Langkah pertama
12
pada tata laksana pasien dengan delirium adalah melakukan pemeriksaan yang
hati hati terhadap riwayat penderita,pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium. Informasi dari pasien tentang riwayat pasien terdahulu maupun
status penderita sekarang sangat membantu para praktisi medis untuk
melakukan tata laksana yang baik untuk mengobati delirium.
Anamnesa terbaik dari pasien delirium dapat menyingkirkan differensial
diagnose lain terutama hasil laboratorium juga dapat memperjelas etiologi dari
delirium.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain :6)
1. Darah rutin ; untuk mendiagnosa infeksi dan anemia
2. Elektrolit ; untuk mendiagnosa low atau high elektrolit level
3. Glukosa ; untuk mendiagnosa hipoglikemi,ketoasidosis diabetikum,
atau keadaan hiperosmolar non ketotic
4. Test hati dan ginjal ; untuk mendiagnosa gagal ginjal atau hati
5. Analisis urine ; untuk mendiagnosa URTI
6. Test penggunaan pada urin dan darah
7. HIV test
8. Thiamine dan vit B12 level
9. Sedimentasi urine
10. test fungsi tiroid
Test neuroimaging :9)
1. CT Scan kepala
2. MRI berfungsi untuk mendiagnosa dari stroke,perdarahan, dan lesi
structural
Pemeriksaan elektrofisiologi:9)
1. Pada delirium,umumnya perlambatan pada ritme dominan posterior dan
peningkatan aktifitas gelombang lambat pada hasil pencatatan EEG.
2. Pada delirium akibat putus obat/alcohol, didapatkan peningkatan
aktifitas gelombang cepat pada pencatatan.
3. Pada pasien dengan hepatic encephalopati, didapatkan peningkatan
gelombang difuse.
13
4. Pada toksisitas atau gangguan metabolik didapatkan pola gelombang
triphasic, pada epilepsy didapatkan gelombang continuous discharge,
pada lesi fokal didapatkan gelombang delta.
Foto radiologi dada :9)
Digunakan untuk melihat apakah terdapat pneumonia atau CHF ( congestive
heart failure).
Test lainnya antara lain :10)
1. Pungksi lumbal, dilakukan apabila curiga terdapat infeksi susunan saraf
pusat
2. Pulse oximetry, dilakukan untuk mendiagnosa hipoksia sebagai
penyebab delirium
3. ECG ( elektrokardiogram) dilakukan untuk mendiagnosa iskemia dan
arrhythmia sebagai penyebab delirium.
II. 10. Terapi medis5)
Prinsip terapi pada pasien dengan delirium yaitu mengobati gejala gejala
klinis yang timbul (medikasi) dan melakukan intervensi personal dan
lingkungan terhadap pasien agar timbul fungsi kognitif yang optimal.
Medikasi yang dapat diberikan antara lain :
1. Neuroleptik (haloperidol,risperidone,olanzapine)
Haloperidol (haldol)
Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif untuk
delirium.
DOSIS :
Dewasa : gejala ringan ; 0,5-2 mg per oral
Gejala berat ; 3-5 mg per oral
Geriatric ; 0,5- 2 mg per oral
Anak : 3-12 tahun ; 0,05mg/kg bb/hari
6-12 tahun ; 0,15mg/kg bb/hari
Risperidone (risperdal)
Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikit
dibandingkan dengan haldol. Mengikat reseptor dopamineD2 dengan afinitas 20
kali lebih rendah daripada 5-ht2-reseptor.
14
DOSIS :
Dewasa : 0,5-2 mg per oral
Geriatric ; 0,5 mg per oral
2. Short acting sedative ( lorazepam )
Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus obat atau alcohol.
Tidak digunakan benzodiazepine karena dapat mendepresi nafas, terutama pada
pasien dengan usia tua,pasien dengan masalah paru.
DOSIS :
Dewasa : 0,5-2 mg per oral/iv/im
3. Vitamin ,thiamine(thiamilate) dan cyanocobalamine
(nascobal,cyomin,crystamine).11)
Seperti telah diungkapkan diatas bahwa defisiensi vitamin b6 dan vitamin b12
dapat menyebabkan delirium maka untuk mencegahnya maka diberikan preparat
vitamin b per oral.
DOSIS :
Dewasa : 100 mg per iv (thiamilate)
100 mcg per oral/hari (nascobal,cyomin,crystamine)
Anak : 50 mg per iv (thiamilate)
10-50 mcg per im/hari (nascobal,cyomin,crystamine)
4. Terapi cairan dan nutrisi.
Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium juga sangat
berguna untuk membina hubungan yang erat terhadap pasien dengan lingkungan
sekitar untuk dapat berinteraksi serta dapat mempermudah pasien untuk
melakukan ADL (activity of daily living) sendirinya tanpa tergantung orang
lain.12)
Intervensi personal yang dapat dilakukan antara lain :13)
a. Kebutuhan Fisiologis
- Prioritas : menjaga keselamatan hidup
- Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan cairan
- Jika pasien sangat gelisah perlu :
15
Pengikatan untuk menjaga terapi, tapi sedapat mungkin harus dipertimbangkan
dan jangan ditinggal sendiri
- Gangguan tidur :
* Kolaborasi pemberian obat tidur
Gosok punggung apabila pasien mengalami sulit tidur
Beri susu hangat
Berbicara lembut
Libatkan keluarga
Temani menjelang tidur
Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur
Hindari tidur diluar jam tidur
Mandi sore dengan air hanngat
Hindari minum yang dapat mencegah tidur seperti : kopi, dll
Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam
- Disorientasi :
Ruangan yang terang
Buat jam, kalender dalam ruangan
Lakukan kunjungan sesering mungkin
Orientasikan pada situasi linkumngan
Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/ kamar
Orientasikan pasien pada barang milik pribadinya ( kamar, tempat tidur,
lemari, photo keluarga, pakaian, sandal ,dll)
Tempatkan alat-alat yang membantu orientasi massa
Ikutkan dalam terapi aktifitas kelompok dengan program orientasi
(orang, tempat, waktu).
b. Halusinasi
- Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri
- Ruangan :
1. Hindari dari benda-benda berbahaya
2. Barang-barang seminimal mungkin
- Perawatan 1 – 1 dengan pengawasan yang ketat
- Orientasikan pada realita
- Dukungan dan peran serta keluarga
16
- Maksimalkan rasa aman
- Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten)
c. Komunikasi
- Pesan jelas
- Sederhana
- Singkat dan beri pilihan terbatas
d. Pendidikan kesehatan
- Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada keadaan
sebelumnya
- Seharusnya perawat harus harus tahu sebelumnya tentang :
Masalah pasien
Stressor
Pengobatan
Rencana perawatan
Usaha pencegahan
Rencana perawatan dirumah
- Penjelasan diulang beberapa kali
- Beri petunjuk lisan dan tertulis
- Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan perawatan dirumah
dengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan
TERAPI MUSIK UNTUK GANGGUAN KOGNITIF PADA STROKE
Ternyata musik dan kesehatan memiliki kaitan erat dimana tidak diragunakan lagi
mendengarkan musik favorit dapat dengan cepat membawa Anda dalam mood yang
baik.
Para ilmuwan saat ini menemukan bahwa musik dapat melakukan lebih terhadap
Anda dari sekedar meningkatkan semangat. Penelitian menunjukkan musik memiliki
berbagai keuntungan kesehatan.
Berikut enam fakta dimana musik dapat membantu kesehatan dan keluarga:
- Menyembuhkan sakit punggung kronis
Musik bekerja pada sistem sarap autonomic yaitu bagian sistem saraf yang
bertanggung jawab mengotrol tekanan darah, denyut jantung dan fungsi otak yang
17
mengotrol perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi
sensitif terhadap musik.
Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah yang membuat
kita menegangkan ratusan otot dalam punggung. Mendengarkan musik secara
teratur membantu tubuh relaks secara fisik dan mental, sehingga membantu
menyembuhkan dan mencegah sakit punggung.
Para ahli yakin setiap jenis musik klasik seperti Mozart atau Beethoven dapat
membantu sakit otot. Musik lambat dan santai juga dapat membantu.
- Meningkatkan olahraga
Para ahli mengatakan mendengarkan musik selama olahraga dapat
memberikan olahraga yang lebih baik dalam beberapa cara, diantaranya
meningkatakan daya tahan, meningkatkan mood dan mengalihkan Anda dari
setiap pengalaman yang tidak nyaman selama olahraga.
Jenis musik terbaik untuk olah raga adalah musik dengan musik tempo tinggi
seperti hip hop atau musik dansa.
- Mencegah kehilangan daya ingat
Bagi banyak orang yang mengalami kehilangan daya ingat dimana berbicara
dengan bahasa menjadi tidak berguna. Musik dapat membantu pasien mengingat
nada atau lagu dan berkomunikasi dengan sejarah mereka. Ini karena bagian otak
yang memproses musik terletak sebelah memori.
Para peneliti menunjukkan bahwa orang dengan kehilangan daya ingat
merespon lebih baik terhadap jenis musik pilihannya.
- Membantu melahirkan
Ibu hamil yang mengalami rasa sakit saat melahirkan , mendengarkan musik
akan sangat membantu. Bentuk ekspresi ini dapat menyembuhkan sakit dalam
tubuh dan membantu otot relaks.
Dokter menganjurkan jenis musik klasik atau musik masa kini tetapi
mendengarkan musik pilihan sendiri juga baik.
- Menyembuhkan depresi
Musik terbukti dapat menurunkan denyut jantung. Ini membantu menenangkan
dan merangsang bagian otak yang terkait ke aktivitas emosi dan tidur. Peneliti dari
Science University of Tokyo menunjukkan bahwa musik membantu menurunkan
tingkat stress dan gelisah.
18
Penelitian menunjukan bahwa jenis musik klasik adalah terbaik dalam
membantu mengatasi depresi.
- Membantu anak sebelum operasi
Mendengarkan musik bagi anak yang tengah menunggu operasi dapat
membantu menyembuhkan ketakutan dan gelisah karena musik membantu
menenangkan ketegangan otot.
Meskipun tidak ada musik khusus, musik-musik yang akrab bagi anak-anak
jelas yang terbaik.
Mendengarkan lagu pop favorit, musik klasik atau jazz ternyata dapat digunakan
sebagai metode mempercepat pemulihan kondisi lumpuh akibat stroke, demikian
menurut kajian penelitian yang dipublikasikan.
Ketika para pasien stroke di Finlandia mendengarkan musik selama dua jam setiap
hari, memori verbal dan rentang perhatian pasien membaik secara signifikan
dibandingkan dengan mereka yang tidak mendapat stimulasi musik atau hanya
mendengarkan cerita yang dibacakan dengan keras, ungkap penelitian tersebut.
Mereka yang terpapar terapi penyakit stroke dengan musik juga mengalami sedikit
penurunan depresi daripada mereka yang tidak mendengarkan musik. Tiga bulan
setelah serangan penyakit stroke, memori verbal meningkat sebanyak 60 persen pada
para pendengar musik, 18 persen pada pendengar buku audio dan 29 persen pada
mereka yang tak mendengar apa-apa, kata Teppo Sarkamo, penyusun utama kajian itu
dan seorang pakar syaraf dari Universitas Helsinki.
Musik dalam beberapa hal dapat menggerakkan lebih banyak lagi mekanisme
umum yang memperbaiki dan memperbaharui jaringan syaraf otak pasca serangan
penyakit stroke, katanya. Pengkajian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahami
secara tepat apa yang sedang berlangsung, namun penemuan ini memperlihatkan
bahwa terapi penyakit stroke dengan musik kemungkinan menawarkan perawatan
tambahan yang mudah dan murah bagi para pasien stroke. Terapi stroke dengan musik
belum tentu berhasil pada semua korban stroke.
Stroke, yang terjadi saat aliran darah ke otak tersumbat, dapat mematikan jaringan
otak dan merupakan salah satu penyebab utama kematian dan cacat tetap. Perawatan
terapi stroke meliputi obat pengencer darah dan daya upaya untuk merendahkan
kolesterol. Musik ternyata berpotensi menyembuhkan stroke. Meski prosesnya baru
sebagian dapat katahui.
19
Di pusat rehabilitasi di AS, para pasien stroke disuruh berbaris sambil
mendengarkan musik mars yang berirama dua dan empat ketukan lewat walkman.
Ternyata, jenis musik ini mampu menstimulasi otak.
Tujuan perawatan ini agar pasien terbiasa dengan irama dan kebutuhan telinga
dalam bisa terpenuhi. Dengan ini, lama-kelamaan mereka dapat bergerak normal lagi
walau tanpa musik. Hasil penyelidikan menunjukkan, kemampuan koordinasi motorik
otak yang terlatih tadi lama-kelamaan akan menunjukkan perbaikan.
Prof. Thaut menganggap musik merupakan komponen penting dalam terapi. Prof.
Thaut yang kelahiran Hamburg dan direktur pusat penelitian musik untuk biomedis
dan rehabilitasi saraf di Colorado State University di Fort Collins meneliti pengaruh
musik terhadap organ alat gerak. Dia melihat para penari langsung menggoyangkan
kaki begitu mendengar musik.
Baru-baru ini, para ilmuwan mulai mengamati mekanisme fisiologis yang
menghubungkan alat pendengar dengan sistem motorik manusia. ''Baru sekarang
dapat dilakukan karena baru kini tersedia teknologi komputer yang menciptakan
irama tertentu, dan juga video yang bisa merekam setiap gerakan para sukarelawan.
Dengan video ini bisa dilihat setiap perubahan gerakan sekecil apa pun,'' ujar Thaut.
Ternyata organ pendengaran pada manusia lebih baik daripada organ penglihatan.
Pada zaman nenek moyang, hanya manusia yang punya pendengaran baik yang bisa
bertahan hidup. Karena dengan mengandalkan pendengaran yang baik itu, mereka
bisa menghindar dari serangan binatang-binatang buas.
Salah satu kemampuan dasar indera pendengaran adalah mendengar irama. Sejak
berupa embrio, manusia sudah mendengar irama, yakni irama detak jantung sang ibu.
Menurut kelompok kerja Michael Thauts pada Fort Collins, otak manusia sangat cepat
menerima ritme dari luar dan mengubahnya menjadi gerakan.
Hal ini terlihat pada para sukarelawan yang gerakannya direkam dengan video.
Otak sangat cepat menerima irama dan segera memerintahkan gerak motorik untuk
bekerja.
Dari sudut pandang medis, Thaut mempertanyakan apakah mekanisme yang
merangsang ini tetap bisa berpengaruh terhadap manusia yang otaknya rusak? Banyak
pasien stroke atau pasien parkinson tidak bisa melangkahkan kakinya atau
mengkoordinasikan langkah mereka. Anehnya, menurut kelompok kerja Prof. Thaut,
20
mereka bisa melangkahkan kaki kembali setelah mendengarkan musik dengan irama
tertentu. Seperti ada suatu kekuatan yang memungkinkan mereka dapat berjalan
kembali. "Mereka tidak perlu belajar lagi jalan,'' ujar Prof. Thaut.
Melodic intonation therapy (MIT)
Definisi
Melodic intonation therapy (MIT) menggunakan melodi dan ritme kusus untuk
membantu pasien aphasia ntuk bicara.
Tujuan
Walaupun MIT ditemukan tahun 1970, terapi ini dianggap sebagai terapi yang baru
dan masih dalam tahap eksperimen. Sedikit sekali penelitian mengenai efektifitas
terapi ini pada pasien yang jumlahnya banyak.
Efektifitas MIT sangat bervariasi sesuai dengan melodi danritme yang dipakai.
Skelompok peneliti dari University Of Texas menemukan bahwa stimulasi musik
dalam otak mempengaruhi beberapa bagian otak. Mereka menemukan kaitan antara
otak kiri dan kanan, bagan kiri mengerti kata-kata dalam lagu, dan bagian kanan
memahami nada yang ada pada musik tersebut.
Penelitian menggunakan positron emission tomography (PET) scans menunjukkan
bahwa area broca (region otak bagian frontal kiri yang mengontrol fungsi bicara dan
pengertian bahasa) aktif kembali dengan pengulangan lagu.
Mendengarkan musik yang disukai mengaktifkan koneksi antara otak subkortikal
dan kortikal, termasuk ventral striatum, nucleus accumbens (NAc), amygdala, insula,
hippocampus, hypothalamus, ventral tegmental area (VTA), anterior cingulate,
orbitofrontal cortex and ventral medial prefrontal cortex (Blood and Zatorre, 2001 ;
Brown et al., 2004 ; Menon and Levitin, 2005 ; Koelsch et al., 2006 ). VTA
memproduksi dopamine dan mempunyai reseptor di locus ceruleus (LC), amygdala,
hippocampus, anterior cingulate and prefrontal cortex (Ashby et al., 1999 ). Respon
dari VTA-NAc terkait dengan supresi nyeri dan stress. (Menon and Levitin, 2005 ),
Saat LC dan hypothalamus dirangsang, sistem dopaminergic mesocorticolimbic
membangkitan fungsi emosi, umpan balik, motivasi, memori, perhatian dan fungsi
luhur (executive) (Ashby et al., 1999 ). Meningkatnya kadar dopamine meningkatkan
21
kewaspadaan, proses informasi, perhatian, dan memori. (Schück et al., 2002 ) dan
juga fugsi kognitif global. (Nagaraja and Jayashree, 2001 ).
Paparan terhadap musik meningkatkan neurogenesis di daerah hipokampus. (Kim
et al., 2006 ), Mengubah respon terhadap reseptor glutamate GluR2 di daerah kortek
auditorius, dan cingula anterior. (Xu et al., 2007 ), meningkatnya brain-derived
neurotrophic factor (BDNF) dihippocampus (Angelucci et al., 2007a ) dan di
hypothalamus (Angelucci et al., 2007b ), serta naiknya kadar tyrosine kinase B
(TrkB), (Chikahisa et al., 2006 ). Perubahan pada transmisi glutamate di daerah peri
infark mempengaruhi mekanisme penyembuhan stroke.
22
BAB III.
KESIMPULAN
Mendengarkan musik dapat mempercepat recovery verbal dan memperbaiki mood
serta mencegah depresi. Terapi musik ini dapat dilakukan saat terapi lain belum dapat
dilakukan sehingga memberikan prognosis yang lebih baik pada pasien stroke.
Gangguan kognitif pada pasien yang mengalami gangguan jiwa, erat
hubungannnya dengan gangguan mental organik. Hal ini terlihat dari gambaran secara
umum perilaku/ gejala yang timbul akan dipengaruhi pada bagian otak yang
mengalami gangguan, misalnya pada lobus oksipitalis, lobus parietalis, lobus
temporalis, lobus frontalis maupun sistim limbik.
Pada delirium gangguan fungsi kognitif harus dapat diidentifikasi dengan
gangguan psikiatri yang lainnya, antara lain dengan demensia ,psikosis, depresi
dikarenakan karena pada delirium dan gangguan psikiatri lainnya terdapat gejala
gejala yang hampir mirip.
Dari intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien , hal utama yang
dilakukan adalah : selalu menerapkan tehnik komunikasi terapeutik. Pendekatan
secara individu dan kelompok, juga keterlibatan keluarga dalam melakukan perawatan
sangat penting untuk mencapai kesembuhan pasien.
Berdasarkan hal diatas masalah dengan gangguan kognitif sangat penting
diketahui apa penyebab terjadinya . Sehingga intervensi yang diberikan tepat dan
sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya pasien diharapkan dapat seoptimal
mungkin untuk memenuhi kebutuhannya dan terhindar dari kecelakaan
yang ,membahayakan keselamatan pasien.
Teknik teknik penatalaksanaan juga diharapkan dapat membantu untuk
mendiagnosis secara tepat dan akurat disamping itu penatalaksanaan yang baik dapat
meliputi hasil antara lain, Pasien dapat mencapai fungsi kognitif yang optimal,
Menjaga keselamatan hidup, pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosial disamping itu
diperlukan juga untuk meliibatkan keluarga dalam menyampaikan pendidikan
kesehatan mental.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. ( Stuart and Sundeen, 1987. Hal.612).
2. Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan
Demensia.St.louis : Mosby year book
3. White S. The neuropathogenesis of delirium. Rev Clin Gerontol. 2002;12:62-
67.
4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-IV-TR). 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric
Association; 2000.
5. American Psychiatric Association. Practice guideline for the treatment of
patients with delirium. Am J Psychiatry. May 1999;156(5 Suppl):1-
20. [Medline]
6. Inouye SK, van Dyck CH, Alessi CA, Balkin S, Siegal AP, Horwitz RI.
Clarifying confusion: the confusion assessment method. A new method for the
detection of delirium. Ann Intern Med 1990;113:941-8.
7. www.aafp.org
8. Alagiakrishnan K, Wiens CA. An approach to drug induced delirium in the
elderly. Postgrad Med J. Jul 2004;80(945):388-93. [Medline].
9. Alsop DC, Fearing MA, Johnson K, Sperling R, Fong TG, Inouye SK. The
role of neuroimaging in elucidating delirium pathophysiology. J Gerontol A
Biol Sci Med Sci. Dec 2006;61(12):1287-93. [Medline].
10. Bergeron N, Dubois MJ, Dumont M, Dial S, Skrobik Y. Intensive Care
Delirium Screening Checklist: evaluation of a new screening tool. Intensive
Care Med. 2001;27:859-864.
11. Day JJ, Bayer AJ, McMahon M. Thiamine status, vitamin supplements and
postoperative confusion. Age Ageing. Jan 1988;17(1):29-34. [Medline].
12. Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing : Concept of
Care ,Philadelphia, 2nd, Davis Company
13. Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (1992). Psychiatric Nursing . California :
Addison Wesley Nursing.
14. www.icudelirium.org
24
15. Teppo Särkämö1, Mari Tervaniemi1, Sari Laitinen2, et al, Music listening
enhances cognitive recovery and mood after middle cerebral artery stroke,
Brain 2008 131(3):866-876; doi:10.1093/brain/awn013, 2008
25