referat ruptura uteri

34
REFERAT RUPTURA UTERI DISUSUN OLEH : AMELIA SHADRINA NIM : 030.10.025 PEMBIMBING: Dr. R. Pandji S, SpOG i

Upload: amelia-shadrina

Post on 15-Sep-2015

23 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ruptura uteri

TRANSCRIPT

IKHTISAR KASUS

REFERATRUPTURA UTERI

DISUSUN OLEH :AMELIA SHADRINA

NIM : 030.10.025PEMBIMBING:

Dr. R. Pandji S, SpOGKEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGANRUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASIPERIODE 20 APRIL 27 JUNI 2015FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTILEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

RUPTURA UTERI

Telah diterima dan disahkan oleh :

Dr. R. Pandji S, Sp.OGDalam Rangka Memenuhi Tugas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Di Rumah Sakit Daerah Bekasi

Periode 20 April 27 Juni 2015

Pembimbing :

(Dr. R. Pandji S, Sp.OG)KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul RUPTUR UTERI.

Referat ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian ilmu kebidanan dan kandungan di RSUD Bekasi.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. R. Pandji S, Sp.OG selaku pembimbing. Penulis merasa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Mei 2015

PenulisDAFTAR ISI

HALAMANLEMBAR PENGESAHAN ....iKATA PENGANTAR..iiDAFTAR ISI.iii

BAB IPENDAHULUAN2BAB 2TINJAUAN PUSTAKA .10

2.1 Definisi..42.2 Klasifkasi...52.3 Patofisiologi...92.4 Gejala Klinis..102.5 Pemeriksaan Fisik..112.6 Komplikasi.132.7 Penatalaksanaan.132.8 Pencegahan152.9 Prognosis18DAFTAR PUSTAKA ..19BAB I

PENDAHULUAN

Ruptura uteri pada kehamilan, merupakan salah satu dari komplikasi obstetri yang sangat serius. Komplikasi ini berhubungan erat dengan angka kematian dan angka kesakitan dari bayi dan ibu bersalin. Jika pasien dapat selamat, fungsi reproduksinya dapat berakhir dan proses penyembuhannya sering kali memakan waktu yang cukup lama. Angka kejadian ruptura uteri di negara-negara yang sedang berkembang sangat tinggi, bila dibandingkan dengan Negara-negara maju yaitu 1 : 1.250 hingga 1 : 1.2000.1 Hal ini disebabkan karena rumah sakit rumah sakit di Indonesia menampung banyak kasus-kasus darurat dari luar.Ruptura uteri merupakan kejadian yang cukup banyak ditemukan di Indonesia. Frekuensi terjadinya ruptura uteri di rumah sakit-rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju (1:3000). Hal ini mungkin disebabkan banyaknya persalinan tidak aman yang masih banyak terjadi di daerah-daerah terpencil di Indonesia.

Ruptura uteri yang terjadi pada uterus yang tidak mempunyai jaringan parut sebelumnya sangat jarang terjadi, dengan insidens hanya 1 dalam 16.000 persalinan. Sebagai penyebab utama terjadinya ruptura uteri adalah trauma dorongan, yang biasanya dilakukan oleh para dukun saat menolong persalinan. Hal ini sesuai dengan kesimpulan dari Hassel pada penelitian tentang ruptura uteri di daerah Jawa Tengah.Dari beberapa kepustakaan disebutkan bahwa multipara merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya ruptura uteri. Hal ini mungkin disebabkan karena pada multipara dinding uterus sudah lemah, karena persalinan sebelumnya menyebabkan luka-luka kecil sehingga di tengah-tengah miometrium terdapat penambahan jaringan ikat yang mengakibatkan kekuatan dinding uterus menjadi berkurang; akibat selanjutnya pada waktu terjadi regangan saat persalinan berikutnya lebih mudah terjadi ruptura uteri.1

Berdasarkan kepustakaan yang ada beberapa faktor yang merupakan penyebab terjadinya ruptura uteri di antaranya adalah : 1) Ruptur Uteri Spontan 2) Ruptur Uteri traumatik (Jatuh, kecelakaan dan sebagainya), 3) ruptura uteri pada parut uterus.

Sebagai tindakan terapi terdapat 2 pilihan yakni: histerektomi atau histerorafi. Yang lebih banyak dikerjakan adalah histerektomi dibandingkan dengan histerorafi. Alasan dipilih histerektomi adalah adanya kekhawatiran terjadinya ruptura uteri kembali pada kehamilan berikutnya.1Duapuluh persen dari kematian maternal yang berhubungan dengan perdarahan, disebabkan oleh ruptura uteri. Walaupun frekuensi kejadian ruptura uteri yang disebabkan oleh berbagai faktor, tidak mengalami penurunan yang cukup berarti dalam beberapa decade ini, namun etiologi ruptura uteri telah berubah dan outcome penderita kini jauh lebih baik. Lebih dari 90 persen kejadian ruptura uteri berhubungan dengan riwayat persalinan dengan cara seksio caesarea pada kehamilan sebelumnya.2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFINISI 2,4,5

Ruptur uteri adalah peristiwa robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau pada saat persalinan. Lazimnya kita membedakan antara ruptura uteri yang lengkap dan tidak lengkap, tergantung apakah laserasi tersebut berhubungan dengan kavum peritonei (lengkap) atau dipisahkan dari kavum tersebut oleh peritoneum viseralis uterus atau oleh ligamentum kardinale (tidak lengkap). Tentu saja ruptura uteri yang tidak lengkap bisa saja menjadi lengkap.

Kita juga harus membedakan antara ruptura jaringan parut bekas seksio sesarea dan terlepasnya (dehisensi) jaringan parut bekas seksio sesarea. Ruptura paling tidak berarti pelepasan atau pemisahan luka insisi lama di sepanjang uterus dengan robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubungan langsung dengan kavum peritoneum. Pada keadaan ini seluruh atau sebagian janin mengalami ekstrusi ke dalam kavum peritoneum. Disamping itu, biasanya terjadi perdarahan yang masif dari tepi jaringan parut atau dari perluasan robekan yang mencapai bagian uterus yang tadinya tidak apa-apa. Sebaliknya, pada dehisensi jaringan parut bekas seksio sesarea, selaput ketuban tidak pecah dan janin tidak mengalami ekstruksi ke dalam kavum peritoneum. Ciri khas dari dehisensi adalah pemisahan tersebut tidak mengenai seluruh jaringan parut yang sudah ada sebelumnya pada uterus, sehingga peritoneum yang melapisi defek masih utuh dan perdarahan minimal atau tidak ada.2.2 KLASIFIKASI1,2,6,7A. Cedera atau anomali yang terjadi sebelum kehamilan sekarang 1. Riwayat pembedahan yang melibatkan miometrium- Seksio sesarea atau histerektomi- Riwayat reparasi ruptur uteri

- Insisi miomektomi

- Reseksi kornu dalam pada tuba falopii

2. Trauma uterus yang terjadi tanpa sengaja

- Abortus ( kuretase atau sondase - Trauma tajam atau tumpul ( jatuh, kecelakaan

- Ruptur asimptomatik (silent rupture) pada kehamilan sebelumnya 3. Anomali kongenital

Kehamilan di kornu uterus yang tidak berkembang B. Cedera atau kelainan uterus selama kehamilan sekarang 1. Sebelum kelahiran

- Kontraksi persisten, spontan

- Stimulasi persalinan ( oksitosin atau prostaglandin

- Trauma eksternal ( tajam atau tumpul

- Versi luar

- Overdistensi uterus ( Hidramnion, kehamilan multipel 2. Saat kelahiran

- Versi interna

- Persalinan dengan forceps yang sulit

- Ekstraksi bokong

- Anomali janin yang meregangkan bagian bawah

- Penekanan yang berlebih pada uterus selama persalinan

- Pengeluaran plasenta secara manual yang sulit

3. Didapat

- Plasenta akreta, inkreta atau perkreta

- Neoplasia trofoblastik gestasional

- AdenomiosisSelain pembagian diatas ada juga yang membagi rupture uteri menurut ada atau tidaknya jaringan parut.1. Ruptur uteri dengan jaringan parutPaling sering terjadi adalah rupture uteri pada bekas seksio sesarea. Biasanya paling paling sering pada parut seksio sesarea klasik daripada seksio sesarea transperitoneal profunda (SCTPP). Perbandingannya ialah 1 : 4.

2. Ruptur uteri yang tidak mempunyai jaringan parut

Ruptur uteri traumatik

Ruptur uteri yang terjadi pada uterus yang utuh (tanpa parut) yang disebabkan karena trauma, seperti jatuh, kecelakaan dan sebagainya. Hal ini jarang terjadi sebab otot uterus cukup kuat terhadap trauma dari luar. Yang paling sering terjadi adalah ruptur uteri setelah persalinan , hal ini sering ditimbulkan oleh persalinan dengan forceps yang sulit, tindakan ekstraksi bokong dan sebagainya.

Ruptur uteri spontan

Resiko rupture uteri spontan pada persalinan kurang dari 0,0125%.Faktor pokok disini adalah partus tidak maju karena rintangan seperti panggul sempit, hidrosefalus, janin letak lintang dan sebagainya sehingga segmen bawah uterus makin lama makin regang, sehingga suatu saat regangan makin bertanbah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium sehingga terjadi ruptur uteri.

2.2.1 RUPTURA UTERI PADA PARUT UTERUS

Ruptura uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesaria; peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi), dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena kerokan yang terlampau dalam. Diantara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang telah terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptura uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang pada masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptura uteri pada bekas parut seksio sesaria klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesaria profunda umumnya terjadi pada waktu persalinan. Ruptura uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan yang mendadak, melainkan lambat laun jaringan di sekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptura uteri. Di sini biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptura uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligamentum latum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada.

Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteri besar terluka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok; janin dalam uterus meninggal pula.

2.2.2 RUPTURA UTERI TRAUMATIK

Ruptura uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi ialah ruptura uteri yang dinamakan ruptura uteri violeta. Di sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptura uteri. Hal ini misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut. Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melakukan embriotomi. Berhubungan dengan itu, setelah tindakan-tindakan tersebut di atas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar, perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptura uteri. Gejala-gejala ruptura uteri violeta tidak berbeda dengan ruptura uteri spontan.2.2.3 RUPTURA UTERI SPONTAN

Yang dimaksudkan ialah ruptura uteri yang terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok di sini ialah bahwa persalinan tidak maju karena rintangan, misalnya panggul sempit, hidrosefalus, janin dalam letak lintang, dan sebagainya, sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangan. Pada suatu regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium: terjadilah ruptura uteri. Faktor yang merupakan predisposisi terhadap terjadinya ruptura uteri ialah multiparitas; di sini di tengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan. Banyak juga dilaporkan bahwa kebiasaan yang dilakukan oleh dukun-dukun memudahkan terjadinya ruptura uteri. Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun itu biasanya melakukan tekanan keras ke bawah terus menerus pada fundus uteri; hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang regang dan mengakibatkan terjadinya ruptura uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlampau tinggi dan/ayau atas indikasi yang tidak tepat, bisa pula menyebabkan ruptura uteri.

Gejala-gejala

Sebelum terjadi ruptura uteri umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala rupture uteri membakat. Pasien akan gelisah, pernapasan dan nadi menjadi cepat serta dirasakan nyeri terus menerus di perut bawah. Segmen bawah uterus tegang, nyeri pada perabaan dan lingkaran retraksi (Bandl) tinggi sampai mendekati pusat, ligamentum rotundum tegang. Pada saat terjadinya ruptura uteri penderita kesakitan sekali dan merasa seperti ada yang robek dalam perutnya; tidak lama kemudian ia menunjukkan gejala-gejala kolaps dan jatuh dalam syok. Pada waktu robekan terjadi perdarahan; pada ruptura uteri kompleta untuk sebagian mengalir ke rongga perut dan untuk sebagian keluar per vaginam. Sering seluruh atau sebagian janin masuk ke dalam rongga perut. Pada pemeriksaan vaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau teraba tinggi dalam jalan lahir. Pada ruptura uteri inkompleta perdarahan yang biasanya tidak seberapa banyak, berkumpul di bawah peritoneum atau mengalir keluar. Janin umumnya tetap tinggal di uterus. Pada pemeriksaan ditemukan seorang wanita pucat dengan nadi yang cepat dan dengan perdarahan pervaginam. Segera setelah ruptura uteri terjadi dan janin masuk ke dalam rongga perut, ia dapat diraba dengan jelas pada pemeriksaan luar, dan di sampingnya ditemukan uterus sebagai benda sebesar kepala bayi. Lambat laun perut menunjukkan meteorismus kadang-kadang disertai defense muskulaire dan janin lebih sukar diraba. Pada ruptura uteri kompleta kadang-kadang juga pada pemeriksaan vaginal, robekan dapat diraba, demikian pula usus dalam rongga perut melalui robekan.

2.3 MEKANISME TERJADINYA RUPTURA UTERI 8 Mekanisme utama dari ruptura uteri disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus. Sebab mekanisme karena uterus yang cacat mudah dimengerti, karena adanya lokus minorus resistentiae. Anatomi uterus tidak hamil dan uterus hamil:

Pada umumnya uterus terbagi atas dua bagian besar: korpus uteri dan serviks uteri. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3cm) pada uterus yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih 20 mg, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk segmen bawah uterus (SBR) dari ismus ini.

Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari Bandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila dijumpai 2-3 jari di atas simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri imminens (RUI).

Pada waktu in partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedangkan SBR tetap pasif dan serviks menjadi lembek (pendataran dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis- lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi- Ruptura Uteri.

2.4 GEJALA KLINIS4,5,9,101. Biasanya rupture uteri didahului oleh gejala-gejala rupture uteri membakat, yaitu his yang kuat dan terus-menerus,rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernapasan cepat, cincin van bandle meninggi. Di antara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang semakin tipis dan teregang. Sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Peregangan dan tipisnya SBR dapat terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.

2. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).

3. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras.

4. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).

5. Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai tanda-tanda obstruksi seperti edema porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.6. Setelah terjadi rupture uteri maka akan dijumpai tanda-tanda syok, perdarahan, pucat, nadi cepat dan halus, pernapasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun, hematuria. Pada palpasi sering bagian janin dapat diraba langsung dibawah perut, ada nyeri tekan dan diperut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi, terdapat tanda cairan bebas di abdomen. Bunyi jantung tidak ada. Umumnya janin sudah meninggal.7. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri.

8. Jika kejadian rupture uteri telah lama terjadi, akan timbul gejala-gejala meteorismus dan defance muskular sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.

2.5 PEMERIKSAAN FISIK PADA RUPTURA UTERI 3,9,10 Bila ruptura uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptura uteri.

A. Anamnesis dan Inspeksi

1. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.

2. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.

3. Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.

4. Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur .

5. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun, dan menyumbat jalan lahir.

6. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan di bahu.

7. Kontraksi uterus biasanya hilang.

8. Terdapat defans muskuler dan kemudian menjadi kembung dan meteorismus.

B. Palpasi

1. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.

2. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut maka teraba bagian-bagian janin langsung di bawah kulit perut, dan di sampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.

3. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.

C. Auskultasi .

Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.

D. Pemeriksaan Dalam.

1. Kepala janin yang tadinya sudah turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak.

2. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum, dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang di dalam kita temukan dengan jari luar, maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis sekali dari dinding perut, juga dapat diraba fundus uteri.

E. Kateterisasi.

Hematuri hebat menandakan adanya robekan kandung kemih.

2.6 KOMPLIKASI 1. Infeksi post operasi

2. Kerusakan ureter

3. Kematian maternal

4. Kematian perinatal2.7 PENATALAKSANAAN 1,2,3,10

Pada kasus ruptura uteri penderita hendaknya dirawat 3 minggu sebelum jadwal persalinan. Dapat dipertimbangkan pula untuk melakukan seksio sesarea sebelum jadwal persalinan dimulai,asal kehamilannya benar-benar lebih dari 37 minggu.Harus dilakukan tindakan segera karena Jiwa wanita yang mengalami ruptura uteri paling sering tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi keadaan hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu, dengan adanya alasan ini, keterlambatan dalam tindakan pembedahan tidak bisa diterima. Sebaliknya, darah harus ditransfusi dengan cepat dan seksio sesarea atau laparatomi segera dimulai.Apabila sudah terjadi ruptura uteri, tindakan yang terbaik adalah laparatomi. Janin dikeluarkan lebih dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (hal yang terakhir ini jika janin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan histerektomi. Janin tidak dilahirkan pervaginam, kecuali janin masih terdapat seluruhnya dalam uterus dengan kepala sudah turun jauh dalam jalan lahir dan ada keragu-raguan terhadap diagnosis ruptura uteri. Dalam hal ini, setelah janin dilahirkan, perlu diperiksa dengan satu tangan dalam uterus apakah ada ruptura uteri. Pada umumnya pada ruptura uteri tidak dilakukan penjahitan luka dalam usaha untuk mempertahankan uterus. Hanya dalam keadaan yang sangat istimewa hal itu dilakukan; dua syarat dalam hal ini harus dipenuhi, yakni pinggir luka harus rata seperti pada ruptura parut bekas seksio sesaria, dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Pengobatan untuk memerangi syok dan infeksi sangat penting dalam penanganan penderita dengan ruptura uteri.

Pada kasus-kasus yang perdarahannya hebat, tindakan kompresi aorta dapat membantu mengurangi perdarahan. Pemberian oksitosin intravena dapat mencetuskan kontraksi miometrium, dan selanjutnya vasokonstriksi sehingga mengurangi perdarahan.Tindakantindakan pada ruptur uteri : 5a. Histerektomi

Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan uterus) pada seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak bisa lagi hamil dan mempunyai anak. Histerektomi dapat dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau melalui vagina. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya.

Jenis jenis histerektomi :

Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.

Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara keseluruhannya.

Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua ovarium.

Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan, dan kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.

Gambar 4. Macam Histerektomi ( www.medscape.com)b. HisterorafiHisterorafi adalah tindakan operatif dengan mengeksidir luka dan dijahit dengan sebaik-baiknya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapi pasiennya belum punya anak hidup.2.8 PENCEGAHAN 2Resiko absolut terjadinya ruptur uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu:

1. Kasus uterus utuh

2. Uterus dengan kelainan kongenital

3. Uterus normal pasca miomektomi

4. Uterus normal dengan riwayat sectio caesar satu kali

5. Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali

Pasien dengan uterus normal dan utuh memiliki resiko mengalami ruptur uteri paling kecil ( 0.013% atau 1 : 7449 kehamilan )

Strategi pencegahan kejadian ruptur uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko, kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptur uteri adalah:81. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali

2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision )

3. Riwayat SC dengan jenis low vertical incision

4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis

5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun

6. LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital

7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan pervaginam

8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC

9. Riwayat SC dengan janin makrosomia

10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi

Ibu hamil dengan 1 kriteria diatas akan memiliki resiko 200 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil umumnya.Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat system skoring. Flamm dan Geiger menentukan panduan dalam penanganan persalinan bekas seksio sesarea dalam bentuk system skoring. Weinsten dkk juga telah membuat suatu system skoring untuk pasien bekas seksio sesarea.Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger yang ditentukan untuk memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti pada table berikut :KarakteristikSkor

1. Usia < 40 tahun 2

2. Riwayat persalinan pervaginal sebelum dan sesudah seksio sesarea persalinan pervaginal sesudah seksio sesarea persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea tidak ada 4

2

1

0

3. Alasan lain seksio sesarea terdahulu1

4. Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit dalam keadaan inpartu: 75 % 2575% 4 cm 1

Tabel 1. Skor VBAC menurut Flamm dan GeigerDari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini: SkorAngka Keberhasilan (%)

02345678 1042-49

59-60

64-67

77-79

88-89

93

95-99

Total74-75

Tabel 2. Angka keberhasilan VBAC menurut Flamm dan GeigerWeinstein juga telah membuat suatu sistem skoring yang bertujuan untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea, adapun sistem skoring yang digunakan adalah : FAKTORTIDAK YA

1. Bishop Score (4

2. Riwayat persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea

3. Indikasi seksio sesarea yang lalu

Malpresentasi, Preeklampsi/Eklampsi, Kembar HAP, PRM, Persalinan Prematur Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat Makrosemia, IUGR 0

000

0

0 4

2 6

5

4 3

Tabel 3. Skor VBAC menurut WeinsteinAngka keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea pada sistem skoring menurut Weinstein adalah seperti di tabel berikut : Nilai skoringKeberhasilan

(4(6(8(10(12(58%(67%(78%(85%(88%

Tabel 4. Angka keberhasilan VBAC menurut Weinstein2.9 PROGNOSIS 1,2,10

Ruptura uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi ibu dan lebih-lebih bagi janin. Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50% hingga 75%. Janin umumnya meninggal pada ruptura uteri. Tetapi, jika janin masih hidup pada saat peristiwa tersebut terjadi, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan adalh laparatomi. Kalau tidak, keadaan hipoksia baik sebagai akibat terlepasnya plasenta maupun hipovolemia maternal tidak akan terhindari. Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan dapat terjadi spontan pernah pula terjadi pada kasus yang luar biasa.

Diagnosis cepat, tindakan operasi cepat, ketersediaan darah dalam jumlah besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptura uteri yang hamil.BAB VI

DAFTAR PUSTAKA1 Prawirohardjo Sarwono, Ilmu Kebidanan, Perlukaan Dan Peristiwa Lain Pada Persalinan, Edisi ke 3, cetakan keenam, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2002 : 668-672

2 Leveno, K, J, General complication in pregnancy, In Williams Manual of Obstetrics, McGraw-Hill Medical Publishing Division, 2002 : 716-718

3 Taber, B, Z, MD, Ruptur Uteri, Kapita selekta kedaruratan obstetric & ginekologik, Cetakan I, EGC, Jakarta, 1994 : 450-453 4 Gabbe SG. Obstetric normal and problem pregnancies.3 rd ed. Churchill Livingstone inc. New York, 19965 Sachs BP. Vaginal Birth After caesarean : contemporary issues. Clinical obstetrics and gynecology.Vol 4:3. Lippincott Wiliams & Wilkins, Inc 2001 : 552-96 Dutta D. C Pregnancy With History Of Previous Caesarean Section, In Text Book Of Obstetrics, 4th ed, New Central Book Agency (P) LTD India, 1998 : 348-352

7 Levano, K, J, Induksi & Augmentasi Persalinan, In Wiliams Manual of Obstetrics, Mcgraw Hill Publishing Division, 2002 : 516-524

8 Levano, K, J, Distosia, In Wiliams Manual of Obstetrics, McGraw Hill Publishing Division, 2002 : 4879 Abel OBrian N. Uterine Rupture During VBAC trial of labor : Risk Factor and Fetal response. Journal of Midwifery and Womens Health. 2003 : 48(4) : 249-257

10 Prawirohardjo Sarwono, Ilmu Bedah Kebidanan, Ruptur Uteri, Edisi ke 1, cetakan keenam, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2005 : 184-187

iPAGE iii