referat okular toxoplasma

33
TINJAUAN PUSTAKA OKULAR TOXOPLASMOSIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya di SMF. Ilmu Kesehatan Mata RSD dr.Soebandi Jember Oleh: Intan Nohabrilyanti, S.Ked NIM. 062011101028 Imas Resa Palupi, S.Ked NIM. 072011101019 Pembimbing: dr.Bagas Kumoro, Sp.M

Upload: imas-resa-palupi

Post on 30-Nov-2015

110 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

OKULAR TOXOPLASMOSIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

di SMF. Ilmu Kesehatan Mata RSD dr.Soebandi Jember

Oleh:

Intan Nohabrilyanti, S.Ked NIM. 062011101028

Imas Resa Palupi, S.Ked NIM. 072011101019

Pembimbing:

dr.Bagas Kumoro, Sp.M

LAB/SMF. ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

2011

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .....................................................................2

1.3 Tujuan .......................................................................................2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................3

2.1 Definisi ......................................................................................3

2.2 Etiologi ......................................................................................3

2.3 Patofisiologi ..............................................................................3

2.4 Epidemiologi .............................................................................5

2.5 Anamnesis .................................................................................6

2.6 Pemeriksaan Fisik .....................................................................7

2.7 Diagnosis ...................................................................................12

2.8 Pencegahan ................................................................................14

2.9 Tatalaksana ................................................................................14

2.10 Komplikasi ..............................................................................17

2.11 Prognosis .................................................................................17

BAB 3. KESIMPULAN ..........................................................................18

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................19

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Makular scar sekunder ....................................................................................8

2.2 Akut macular retinitis .....................................................................................9

2.3 Chorioretinal scar infaktif ...............................................................................10

2.4 Neuritis Optik .................................................................................................11

iii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan

yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang

dikenal dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang

banyak terinfeksi pada manusia dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis

sering tidak memperlihatkan suatu gejala klinis yang jelas sehingga dalam

menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering terabaikan dalam praktek

dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil

trismester ketiga dapat mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau

epilepsi.

Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi

penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan

hewan peliharaan lainnya. Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang

disebutkan di atas penyakit toxoplasmosis ini paling sering dijumpai pada kucing

dan anjing. Untuk tertular penyakit toxoplasmosis tidak hanya terjadi pada orang

yang memelihara kucing atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang lainnya

yang suka memakan makanan dari daging setengah matang atau sayuran lalapan

yang terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis.

Dewasa ini setelah siklus hidup toxoplasma ditemukan maka usaha

pencegahannya diharapkan lebih mudah dilakukan. Pada saat ini diagnosis

toxoplasmosis menjadi lebih mudah ditemukan karena adanya antibodi IgM atau

IgG dalam darah penderita. Diharapkan dengan cara diagnosis maka pengobatan

penyakit ini menjadi lebih mudah dan lebih sempurna, sehingga pengobatan yang

diberikan dapat sembuh sempurna bagi penderita toxoplasmosis. Dengan jalan

tersebut diharapkan insidensi keguguran, cacat kongenital, dan lahir mati yang

disebabkan oleh penyakit ini dapat dicegah sedini mungkin. Pada akhirnya

kejadian kecacatan pada anak dapat dihindari dan menciptakan sumber daya

manusia yang lebih berkualitas.

1

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah yang dimaksud dengan okular toxoplasmosis?

b. Apakah yang menjadi penyebab okular toxoplasmosis ?

c. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya okular toxoplasmosis ?

d. Bagaimana epidemiologi okular toxoplasmosis?

e. Gejala apa sajakah yang muncul pada orang yang menderita okular

toxoplasmosis?

f. Pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan untuk menegakkan

diagnosis okular toxoplasmosis?

g. Terapi apa saja yang bisa diberikan untuk mengobati okular

toxoplasmosis?

h. Bagaimana komplikasi dan prognosis okular toxoplasmosis ?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui tentang okular

toxoplasmosis, penyebab, patofisiologi, epidemiologi, gejala klinis yang muncul,

pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, terapi, komplikasi, dan

prognosis dari okular toxoplasmosis.

2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Toxopasmosis adalah penyakit zoonosis yang secara alami dapat

menyerang manusia, ternak, hewan peliharaan yang lain seperti hewan liar,

unggas dan lain-lain. Protozoa toxoplasma gondii merupakan salah satu parasit

coccidian, obligate, intracellular, yang berperan terhadap infeksi yang terjadi pada

manusia dan mamalia lain. Toxoplasma gondii merupakan penyebab yang umum

terhadap terjadinya inflamasi intraocular di dunia. Kucing merupakan host

definitive yang terinfekasi akibat memakan ikan mentah, burung liar, atau tikus.

Tiga bentuk protozoa yang hanya terjadi pada tubuh kucing adalah tachyzoit,

bradyzoit, dan sporozoit. Manusia dan mamalia hanya terinfeksi oleh tachyzoit

dan bradyzoit.

2.2 Etiologi

Kongenital toksoplasmosis

Ketika wanita dengan pertahanan tubuh yang lemah terinfeksi saat kehamilan,

terjadi tranmisi transplacenta dari T. gondii kepada fetus dan menyebabkan

terjadinya congenital toksoplasmosis

Toksoplamosis didapat

o Memakan kista jaringan yang berasal dari daging sapi, daging

kambing, atau daging babi yang mentah atau setengah matang.

o Memakan ookista yang berasal dari susu, air, atau sayuran.

o Menghirup ookista

o Transfuse darah yang terkontaminasi, transplantasi organ, dan

inokulasi yang tidak disengaja saat berada di laboratorium

2.3 Patofisiologi

Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista,

dan Ookista. Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3 – 7 um, dapat menginvasi

semua sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan

3

selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis trofozoit dalam

jaringan akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit. Bentuk kedua adalah

kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan berukuran 10 – 100 um.

Kista penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot rangka, otot

jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista

yang berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan

dikeluarkan bersamaan dengan feces kucing.

Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan

siklus atau gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan

dikeluarkan bersama feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii

dalam sekali exkresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan

oleha hospes perantara seperti manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada

berbagai jaringan hospes perantara akan dibentuk kelompok-kelompok trofozoit

yang membelah secara aktif. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium

seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang

mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halus

kucing tersebut.

Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang

matang yang mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor

lalat, kecoa, tikus, dan melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke

janin terjadi utero melalui placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi

juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerjad dengan menggunakan

hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui jarum suntik

dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi dengan toxoplasma gondii.

Infeksi akut ditandai oleh tachyzoit yang menginvasi dan berproliferasi

pada hampir semua tipe sel mamalia kecuali eritrosit yang tidak mempunyai inti.

Saat organism mencapai mata melalui aliran darah, tergantung pada status imun

host, akan dimulai fase klinis atau subklinis yang terjadi di retina. Jika imun host

memberi respon maka takizoit akan merubah dirinya menjadi bradizoit dan

terbentuklah kista. Kista sangat resisten terhadap pertahanan tubuh host, dan akan

terjadi infeksi laten yang menjadikannya kronis.

4

Jika terjadi infeksi subklinis, tidak ada perubahan yang terjadi pada

pemeriksaan funduskopi. Kista akan menetap pada retina yang nampaknya

normal. Saat status imun host menurun oleh karena sebab apapun, dinding kista

akan hancur, melepaskan organism-organisme tersebut ke retina, dan proses

inflamasi pun dimulai kembali. Jika terjadi lesi klinis aktif, terjadi proses

penyembuhan dan terbentuk chorioretinal scar. Kista seringkali tetap inaktif

diantara atau menempel pada scar.

Parasit toxoplasma jarang teridentifikasi pada sampel aqueous humor dari

pasien dengan ocular toxoplasmosis aktif. Hal ini menunjukkan bahwa

proliferasi parasit terjadi hanya pada fase awal infeksi dan bahwa retinal damage

mungkin disebabkan oleh respon inflamasi lanjutan.

Saat sel epitel berpigmen retina terinfeksi oleh toxoplasma gondii, terdapat

peningkatan produksi sitokin – sitokin tertentu termasuk interleukin 1 beta (IL-

1β), interleukin 6 (IL-6). Granulocyte – macrophage colony – stimulating factor

(GM-CSF), dan molekul adhesi intercellular (ICAM). Pasien dengan toxoplasmic

retinochoroiditis didapat mempunyai level IL-1 yang lebih tinggi dibanding

pasien – pasien asimptomatis.

2.4 Epidemiologi

Frekuensi

Amerika Serikat

Berdasarkan studi serologis, diperkirakan seperempat hingga setengah

populasi Amerika serikat telah terinfeksi oleh toxoplasma. Di Amerika serikat, 2 –

6 dari 1000 ibu hamil menderita toxoplasmosis. Prevalensi toxoplasmosis

kongenital berkisar 1 tiap 10.000 kelahiran hidup.

Manifestasi intraokular toxoplasmosis akibat necrotizing retinochoroiditis

telah dilaporkan pada 1 – 21 % pasien dengan infeksi sistemik yang didapat. Pada

studi populasi 0,6% penduduk maryland mempunyai scar yang diduga diakibatkan

oleh okular toxoplasmosis.

5

Internasional

Prevalensi serum antibodi melawan toxoplasmosis bervariasi di seluruh

dunia dan tergantung pada kebiasaan makan, hygiene, dan iklim. Toxoplasmosis

nampaknya lebih banyak terjadi pada iklim yang lembab.

Prevalensi toxoplasmosis kongenital berkisar 1 dalam 1000 kelahiran

hidup di Perancis. Dalam empat dekade pertama hidup, 90% populasi Perancis,

12,5% populasi Jepang, dan 60% Populasi Belanda dinyatakan seropositif untuk

toxoplasmosis. Rata- rata insiden di Inggris adalah 0,4 kasus tiap 100.000 orang

per tahun. Di Brazil selatan, hapir 18% penduduk dinyatakan memiliki lesi retina

yang diduga akibat okular toxoplasmosis. Di daerah Quindio Colombia, insidensi

yang dilaporkan berkisar 3 kasus tiap 100.000 penduduk per tahun.

Mortalitas / morbiditas

Toxoplasmosis merupakan penyebab yang umum dari imflamasi

intraokular dan uveitis posterior pada pasien imunokompeten di seluruh dunia.

Toxoplasmosis bertanggung jawab terhadap 30 – 50% dari semua kasus uveitis

posterior di Amerika serikat.

Ras / sex

Tidak ada predileksi rasial dari toxoplasmosis. Begitu pula dilihat dari segi

jenis kelamin.

Usia

Prevalensi reaksi seropositif bertambah sesuai umur. Di Amerika serikat, 5

– 30 % individu usia dua puluh tahunan dan 10 – 67% individu berumur lebih dari

lima puluh tahun memiliki antibodi antitoxoplasma.

Okular toxoplasmosis telah dilaporkan paling banyak bermanifestasi pada

individu berusia 20 – 40 tahun.

2.5 Anamnesis

Faktor resiko terjadinya toxoplasmosis:

Imunodefisiensi (misalnya AIDS), pasien dengan imunosupresi misalnya

pada pasien post transplantasi organ atau dengan penyakit keganasan.

Kontak dengan kucing

6

Riwayat memakan daging mentah atau setengah matang

Gejala:

o Pandangan kabur

o Floaters

o Nyeri

o Mata merah

o Metamorphopsia

o Fotofobia

2.6 Pemeriksaan fisik

Toxoplasmosis kongenital

Trias klasik yang menggambarkan toxoplasmosis kongenital adalah

retinochoroiditis, kalsifikasi serebral, dan kejang. Penemuan lainnya meliputi

hidosefalus, mikrosefalus, organomegali, ikterus, ruam, demam, dan retardasi

psikomotor. Penemuan tersebut didapatkan pada sedikit kasus, akan tetapi

menunjukkan infeksi akut dan fatal.

Saat seorang ibu hamil diduga terinfeksi selama kehamilannya, dapat

terjadi transmisi transplasental toxoplasma gondii ke dalam tubuh janin, yang

pada akhirnya dapat menyebabkan toxoplasmosis kongenital.

Jika seorang ibu terinfeksi selama trimester pertam kehamilannya, 17%

bayi mengalami toxoplasmosis kongenital, akan tetapi tingkat keparahan

penyakitnya lebih tinggi. Jika infeksi terjadi pada trimester ketiga, 65% bayi

menderita toxoplasmosis kongenital, tetapi kebanyakan dari mereka asimptomatis.

Sedangkan infeksi maaternal kronis tidak berhubungan dengan terjadinya

toxoplasmosis kongenital.

Antibodi antitoxoplasma immunoglobulin M (IgM) muncul pada 75% bayi

dengan toxoplasmosis kongenital.

Penemuan paling umum pada toxoplasmosis kongenital adalad retinochoroiditis

yang mempunyai tempat predileksi di kutub posterior. Penemuan ini didapat pada

75-80% kasus dan bilateral pada 85% kasus.

7

Makular scar sekunder akibat toxoplasmosis kongenital:

Gambar 1. macular scar sekunder akibat toxoplasmosis congenital

(Wu, 2011)

Toxoplasmosis didapat

Mengkonsumsi daging sapi, daging kambing atau daging babi yang

mengandung kista jaringan, ookista dari sayuran, atau transfusi darah yang

terkontaminasi, transplantasi organ, atau inokulasi yang tidak disengaja saat

berada di laboratorium dapat mengakibatkan terjadinya toxoplasmosis didapat.

Infeksi yang didapat biasanya subklinis dan asimptomatis. Pada 10 – 20% kasus

yang menjadi simptomatis, pasien mengalami gejala mirip flu, misalnya demam,

limfadenopati, malaise, mialgia, dan ruam kulit makulopapular yang tersebar di

telapak tangan dan kaki. Pada pasien yang imunokompeten, penyakit ini tidak

membahayakan dan self-limited.

Baru-baru ini diperkirakan hanya 1-3 % pasien dengan infeksi yang

didapat mengalami okular toxoplasmosis. Retinitis makular akut yang

dihubungkan dengan toxoplasmosis ditunjukkan dalam gambar berikut :

8

Gambar 2. Akut macular retinitis (Wu, 2011)

Toxoplasmosis pada pasien immunocompromise

Fungsi imun pasien sangat berperan penting pada patogenitas toxoplasma.

Pasien dengan immunocompromise seringkali menderita pneumonitis,

myocarditis, dan encephalitis yang mengancam nyawa, selain itu juga necrotizing

retinochoroiditis berat yang dapat mengakibatkan kebutaan.

Lesi multifokal, bilateral, dan terus menerus berkembang secara progresif

menunjukkan bahwa infeksi telah melibatkan mata. Karena immunosupresinya,

pasien – pasien ini seringkali memliki masalah dengan reaksi inflamasi yang

berlebih, sehingga mengakibatkan sulitnya pebentukan chorioretinal scar.

Pada pasien immunocompromise diagnosis serologis sangat sulit

ditegakkan.

9

Hanya 1-2% pasien dengan HIV menderita okular toxoplasmosis. Pasien –

pasien berusia tua yang terinfeksi toxoplasma memiliki resiko terjadinya

retinochoroiditis berat, mungkin disebabkan oleh status immune yang mulai

menurun sesuai dengan bertambahnya usia.

Okular toxoplasmosis

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hingga 75% pasien dengan toxoplasmosis

kongenital memiliki chorioretinal scar saat lahir. Sebaliknya, lesi okular pada

pasien yang terinfeksi toxoplasma setelah lahir jarang ditemukan. Oleh karena itu

pasien dengan chorioretinitis aktif yang memiliki chorioretinal scar dipercaya

merupakan reaktifasi dari infeksi sebelumnya. Chorioretinal scar inaktif

ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 3. Chorioretinal scar inaktif (Wu,2011)

Penelitian baru – baru ini bahwa hampir semua kasus okular

toxoplasmosis merupakan sekunder dari infeksi kongenital yang cenderung terjadi

selama fase kronis infeksi. Tetapi penelitian berikutnya menunjukkan peranan

infeksi yang didapat terhadap kejadian okular toxoplasmosis. Penelitian di brazil

10

menunjukkan hanya 1% dari anak – anak dengan toxoplasmosis memiliki lesi

okular, sedangkan 21% individu beusia lebih dari 13 tahun memiliki lesi okular.

Penanda yang menjadi ciri khas penyakit ini adalah necrotizing

retinochoroiditis, yang mungkin primer atau rekuren. Pada okular toxoplasmosis

primer, terdapat fokus necrotizing retinochoroiditis uniateral di kutub posterior

pada lebih dari 50% kasus. Area nekrotik biasanya meliputi lapisan dalam retina

dan disebut lesi Whitish fluffy yang dikelilingi oleh edema retina.

Retinas merupakan lokasi utama bagi parasit untuk bermultiplikasi,

sementara choroid dan sklera merupakan lokasi dimana inflaasi seringkali

menyebar.

Jika infeksi telah melibatkan nervus optikus, manifestasi khas adalah

neuritis optik atau papillitis ditandai dengan edema, yang ditunjukkan pada

gambar berikut:

Gambar 4. Neuritis optik (Wu, 2011)

Selubung nervus optikus dapat menjadi saluran yang memfasilitasi

penyebaran langsung dari organisme toxoplasma antara nervus optikus dengan

infeksi serebral.

11

Punctate outer toxoplasmosis telah dideskripsikan dalam literatur jepang

dan amerika. Bentuk penyakit ini unik, diana lesi atrofik besar di posterior tidak

didapatkan.

Sel – sel inflamasi terlihat pada vitreous menyertai retinochoroidal atau

lesi papillar. Pada banyak kasus, reaksi inflamasi berlangsung berat, dan detail

dari fundus tidak terlihat. Keadaan ini disebut sebagai “headlight in the fog”.

Seringkai pada pasien terbentuk presipitat sel – sel inflamasi pada vitreous. Pada

keadaan terbentuk untaian atau membran yang tebal di dalam vitreous maka

diperlukan vitrektomi.

Antigen toxoplasma bertanggung jawab akan terjadinya reaksi

hipersensitivitas yang pada akhirnya dapat menyebabkan retinal vaskulitis dan

granulomatous atau nongranulomatous uveitis anterior.

Jika terjadi uveitis anterior, dapat disertai komplikasi sinekia posterior dan

terbentuk keratic presipitat.

Saat lesi menyembuh, maka akan nampak sebagai gambaran punched-out

scar, sehingga nampak sklera putih yang dibawahnya.

2.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang tampak dilihat dengan

funduskopi dan hasil pemeriksaan pada pemeriksaan penunjang.

Hasil laboratorium

Serology

o Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pada pemeriksaan

fundus. Pemeriksaan serology hanya sebagai pemeriksaan tambahan

o Serum titer antibody antitoksoplasma dapat ditemukan dengan beberapa

tehnik :

Enzyme-Linked immunosorbent assay (ELISA)

Indirect fluorescent antibody test

Indirect hemagglutination test

Complement fixation

Sabin-feldman dye test

12

o Temuan serology penting untuk menentukan apakah infeksi ini termasuk

akut atau kronik. Infeksi akut didiagnosis dengan seroconversion. Titer

IgG menunjukkan 4-fold dan akan memuncak pada 6-8 minggu setelah

terjadinya infeksi, dan dapat bertahan selama lebih dari 2 tahun

selanjutnya. Antitoxoplasma IgM akan muncul pada minggu pertama

infeksi. Selain IgM yang akan muncul, pada infeksi yang akut juga akan

ditemukan peningkatan IgA dan IgA dapat bertahan hingga 1 tahun.

Imaging Studies

o Flourescein angiography (FA) dari lesi yang aktif akan menunjukkan

hypoflourescent selama infeksi, dan diikuti dengan kebocoran yang

progresif.

o USG diiindikasikan untuk memeriksa media penglihatan terutama badan

vitreous. Temuan yang paling banyak ditemukan adalah intravitreal

punctiform echoes, penebalan dari hyaloids posterior, parsial atau total

vitreous detachment, dan penebalan fokal retinokoroid.

Pemeriksaan Histopatologi

o Pemeriksaan ini adalah kriteria standar untuk diagnosis. Pada

pemeriksaan ditemukan, tachyzoite tampak oval atau bulan sabit.

Pewarnaan tachyzoite dengan menggunakan pewarnaan Giemsa. Pada

pewarnaan akan tampak sitoplasma berwarna biru dan nucleus berwarna

merah dan berbentuk sferis.

o Pada bentuk kista, pada dindingnya ditemukan eosinofil, argyrophilic dan

PAS positif. Bentuk kista terdiri dari 50-3000 bradyzoit.

o Peradangan tampak nyata pada retina, vitreous dan koroid. Koroid yang

berdekatan dengan retina menunjukkan inflamasi granulomatosa. Retina

mengalami parsial nekrosis dengan batas yang jelas. Setelah

menyembuh, area retina yang terinfeksi hancur dan terdapat adhesi

corioretina.

13

Staging

o Zona 1 penderita mempunyai resiko tinggi kehilangan penglihatan

secara permanen. Lesi berlokasi 2 diameter diskus dekat fovea centralis

atau 1500 µ dari tepi optik disk.

2.8 Pencegahan

Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga

kebersihan, mencuci tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces

kucing pada waktu membersihkan halaman atau berkebun. Memasak daging

minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu –20oC. Menjaga makanan

agar tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga.Wanita hamil

trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi

dengan toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati

ataupun cacatbawaan.

2.9 Tatalaksana

Terapi Medikamentosa

Karena kondisi ini merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri,

sehingga tatalaksana sistemik dari toksoplasmosis didapat tidak

direkomendasikan. Terjadinya retinokoroiditis tidak selalu merupakan

indikasi pengobatan. Pada umumnya, lesi yang kecil di perifer dapat

menyembuh dengan spontan. Tetapi lesi pada arcade pembuluh darah, lesi

dekat optic disk, lesi dekat papil optic harus diberikan pengobatan.

Sedangkan pada Ocular toxoplasmosis, beberapa regimen terapi telah

direkomendasikan:

Terapi Triple drug antara lain pyrimethamine (dosis inisiasi 75-100mg

pada hari pertama dan diikuti 25-50mg pada hari selanjutnya), sulfadiazine

(dosis inisial 2-4 g selama 24 jam dilanjutkan dengan 1 g q.i.d) dan

prednison.

14

Terapi Quadruple adalah pyrimethamine, sulfadiazin, klindamycin dan

prednison. Pemakaian pyrimethamine seharusnya dikombinasikan dengan

asam folad untuk menghindari komplikasi hematologi.

Lama pengobatan tergantung pada respon dari tiap individu, tetapi pada

umumnya 4-6 minggu. Pemberian trimetoprim 60 mg dan sulfametoksazole

160mg selama 3 hari digunakan sebagai profilaksis toksoplamosis

retinokoroiditis. Setelah observasi selama 20 bulan, 6,6 % dari pasien

mengalami infeksi rekuren.

Selama kehamilan, spiramycin dan sulfadiazine dapat dikonsumsi selama

trimester pertama. Sedangkan untuk trimester kedua spiramycin, sulfadiazine,

pyrimethamine dan asam folat direkomendasikan. Spiramycin,

pyrimethamine dan asam folat dapat digunakan hingga trimester ketiga.

Penggunaan kostikosteroid adalah sebagai berikut :

Kortikosteroid topikal digunakan apabila terdapat reaksi pada bilik

mata depan

Terapi depot steroid dikontaraindikasikan untuk terapi Ocular

toxoplasmosis. Steroid dosis tinggi yang diberikan pada jaringan mata

akan menekan sistem imun dari host, sehingga akan menimbulkan

nekrosis jaringan yang tak terkendali dan potensial menimbulkan

kebutaan.

Kostikosteroid sistemik digunakan sebagai terapi tambahan untuk

meminimalkan reaksi peradangan.

Pemberian terapi sikloplegik juga dapat diberikan apabila terjadi peradangan pada

bilik mata depan dan mengurangi nyeri serta mencegah terjadinya sinekia

posterior.

Agen antitoksoplasma adalah sebagai berikut :

Sulfadiazine

Klindamycin

15

o Terapi intraviteal klindamycin (0,1 mg/0,1 ml) dilaporkan

menguntungkan pada individu yang tidak berespon pada

pengobatan oral

o Pemberian intraviteal klindamycin (1mg) dan intraviteal

dexamethasone (400µg) dibandingkan dengan terapi triple

drug dari sulfadiazine (dosis inisial 4g/hari untuk dua hari

diikuti dengan 500mg qid), pyrimethamine (dosis inisial

75mg untuk 2 hari dan diikuti 25 mg/hari), asam folat (5mg

qd) dan prednisolon (1 mg/kg dimulai pada saat hari ketiga)

selama 6 minggu pengobatan retinokoroiditis toksoplasma.

Hasil yang didapatkan pada kedua pengobatan adalah

pengecilan ukuran lesi, inflamasi pada vitreous berkurang dan

peningkatan kemampuan penglihatan. Sedangkan intraviteal

klindamycin dan dexamethasone lebih menguntungkan pada

retinokoroiditis toksoplama dengan efek samping yang lebih

aman.

o Pyrimethamine

o Atovaquone (750 mg qid) : obat ini digunakan untuk terapi lini

kedua

o Azithromycin (250 mg/hari atau 500mg pada hari pertama

dengan pyrimethamine 100mg pada hari pertama diikuti

dengan 50mg/hari pada hari selanjutnya) dapat juga digunakan

sebagai alternatif.

o Kombinasi dari trimethropim (60mg) dan sulfamethoxsazole

(160mg) dapat mengurangi ukuran lesi.

Terapi bedah

Dapat dilakukan fotokoagulasi atau cryoterapi.

Komplikasi yang dapat timbul adalah perdarahan intraretina, perdarahan

badan vitreous, dan ablasio retina.

16

Pars plana vitrectomy dapat diindikasikan pada ablasio retina sekunder

dari traksi vitreous atau apabila ada kekeruhan pada badan kaca. Dan

dianjurkan dilakukan rawat bersama dengan spesialis penyakit dalam.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi akibat okular toxoplasmosis antara lain:

Katarak

Glaukoma

Oklusi vena retina

Oklusi arteri retina

Tractional retinal detachment

2.11 Prognosis

Diperkirakan 40% dari pasien memiliki visus 20/100 atau mungkin lebih

buruk, dan 16% pasien memiliki visus antara 20/40 dan 20/80.

Retinitis toxoplasma seringkali kambuh, dan berulang dengan rata – rata

mencapai 80% dalam 5 tahun.

Pasien dengan penyakit yang rekuren nampaknya lebih beresiko memiliki

cacat visual permanen.

17

BAB 3. KESIMPULAN

Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit dengan frekuensi tinggi di

berbagai negara dan karena gejala klinisnya ringan maka sering kali luput dari

pengamatan dokter. Padahal akibat yang ditimbulkannya memberikan beban berat

bagi masyarakat seperti abortus, lahir mati, kebutaan maupun cacat kongenital

lain. Dianjurkan untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita hamil

trimester pertama akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.

Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga

kebersihan, mencuci tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces

kucing pada waktu membersihkan halaman atau berkebun. Memasak daging

minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu –20oC. Menjaga makanan agar

tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga.Wanita hamil trimester

pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi dengan

toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun

cacat bawaan.

18

DAFTAR PUSTAKA

Asyari, Fatma dan Lembah Redati. 2011. Management of Ocular Toxoplasmosis. Jakarta, Vol 32 (suppl) 2 2001 [5 Mei 2011].

Bellfort, Rubens N, et al,. 2009. Ocular Toxoplasmosis. Sao Paolo Brazil. [5 Mei 2011].

Bosch-Driessen LH, Plaisier MB, Stilma JS, et al. Reactivations of ocular toxoplasmosis after cataract extraction. Ophthalmology 2002;109:41–45[5 Mei 2011].

Brezin AP, Thulliez P, Couvreur J, et al. Ophthalmic Outcomes After Prenatal And Postnatal Treatment Of Congenital Toxoplasmosis. Am J Ophthalmol 2003;135:779–784 [5 Mei 2011].

Crosier, Yan Guex. 2009. Update on the Treatment of Ocular Toxoplasmosis. International Journal of Medical Science 2009; 6(3):140-142. http://www.medsci.org [5 Mei 2011].

Dyer, Neil W. 2011. Toxoplasmosis. North Dakota University Vol 1221 November 2011 [5 Mei 2011].

Holland GN, Muccioli C, Silveira C, et al. Intraocular Inflammatory Reactions Without Focal Necrotizing Retinochoroiditis In Patients With Acquired Systemic Toxoplasmosis. Am J Ophthalmol 1999;128:413–420 [5 Mei 2011].

Holland, Gary N. 2003. ocular Toxoplasmosis: A Global Reassessment. Part I: Epidemiology and Course of Disease. LX EDWARD JACKSONMEMORIAL LECTURE. AMERICAN JOURNAL OF OPHTHALMOLOGY Vol. 136, No. 6. December 2003.

Holland, Gary N. 2003. Ocular Toxoplasmosis: A Global Reassessment Part II: Disease Manifestations and Management. LX EDWARD JACKSONMEMORIAL LECTURE. AMERICAN JOURNAL OF OPHTHALMOLOGY Vol. 137, No. 1. January 2004.

Montoya JG, et al. 2004. Toxoplasmosis. Lanet, Juny 2004 363 : 1965-1976 [5 Mei 2011].

Labalette P, Delhaes L, Margaron F, et al. Ocular Toxoplasmosis After The Fifth Decade. Am J Ophthalmol 2002;133: 506–515 [5 Mei 2011].

19

Levinson, Ralph D., Rikkers, Sarah M. 2011. Free Medical Book Chapter 172 – Ocular Toxoplasmosis. http://free-medical-textbook.com/ [5 Mei 2011].

Ng, Paul. 2002. Treatment of ocular toxoplasmosis. Australian Prescriber Vol. 25 No. 4 2002.[24 November 2010].

Soheilian, Masoud et al. 2011. How To Diagnose And Treat Ocular Toxoplasmosis. Online ophtalmologi, Volume 11 No. 12 2011.[5 Mei 2011].

Stanford, MR., Gibert, RE. 2009. Treating ocular toxoplasmosis – current evidence. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 104(2): 312-315, March 2009. [5 Mei 2011].

Wu, Lihteh. 2011. Ophthalmologic Manifestations of Toxoplasmosis. http://www.emedicine.com/. [5 mei 2011].

20