referat anestesi pada obesitas

42
Referat Anestesi pada Pasien Obesitas Disusun oleh: Stevanus Jonathan (07120100070) Pembimbing: dr. Eka Purwanto, Sp.An dr. Liempy , SpAn Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi

Upload: stevanus-jonathan

Post on 26-Dec-2015

392 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Anestesi Pada Obesitas

Referat

Anestesi pada Pasien Obesitas

Disusun oleh:

Stevanus Jonathan (07120100070)

Pembimbing:

dr. Eka Purwanto, Sp.An

dr. Liempy , SpAn

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi

Rumah Sakit Marinir Cilandak

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Periode 18 Agustus – 19 September 2014

Page 2: Referat Anestesi Pada Obesitas

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................. 3I.1 Definisi...................................................................................................................................................... 3I.2 Pandangan Anestesi mengenai Obesitas...........................................................................................3I.2 Permasalahan Obesitas.........................................................................................................................4I.3 Penyebab Obesitas................................................................................................................................. 7I.4 Cara mengukur BMI.......................................................................................................................... 10I.5 Tipe-tipe Obesitas................................................................................................................................ 11

BAB II Pembahasan....................................................................................................................... 13II.1 Anestesi Pada Pasien Obesitas........................................................................................................13II.2 Sistem Kardiovaskular..................................................................................................................... 13

II.2.1 Gejala klinis....................................................................................................................................................15II.2.2 Pemeriksaan lanjutan...................................................................................................................................16II.2.3 Implikasi anestesi..........................................................................................................................................16II.2.4 Premedikasi.....................................................................................................................................................17II.2.5 Posisi dan pemindahan................................................................................................................................17II.2.6 Analgesia regional........................................................................................................................................18II.2.7 Analgesia sistemik........................................................................................................................................19

II.3 Sistem Pernafasan............................................................................................................................. 19III.3.1 Kelainan yang terjadi.................................................................................................................................21III.3.2 Implikasi anestesi........................................................................................................................................23

III.4 Gastrointestinal................................................................................................................................ 24

BAB III KESIMPULAN............................................................................................................... 26

BAB IV Daftar Pustaka................................................................................................................ 27

2

Page 3: Referat Anestesi Pada Obesitas

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Definisi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-“tidak, tanpa” dan

aesthētos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara umum berarti suatu

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi

digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun

dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi

perluasan ke dalam jaringan organnya (Misnadierly, 2007).

Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan

antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi

kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2009).

I.2 Pandangan Anestesi mengenai Obesitas

American Society of Anesthesiology (ASA) mulai gencar dalam

memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat tentang hal-hal yang

menjadi pertimbangan sebelum mereka menghadapi pisau bedah atau operasi.

Masyarakat dahulu tidak terlalu peduli akan bahaya yang dapat menjadi kesulitan

tersendiri untuk anestesi, terkait akan masalah kelebihan berat badan atau obesitas

ini. Begitu banyak komplikasi dari obesitas seperti contoh : diabetes tipe dua,

obstructive sleep apnea, hipertensi atau penyakit kardiovaskular yang dapat

memberikan implikasi signifikan pada pasien yang akan menghadapi operasi dan

tindakan anestesi. Hambatan jalan napas akibat obstructive sleep apnea dapat

menurunkan aliran udara masuk saat inspirasi bahkan terjadi reduksi pada inhalasi

O2 ketika seseorang diberikan sedasi anestesi. Dokter Martin Nitsun, asisten

professor sekolah kedokteran Pritzker universitas Chicago menerangkan bahwa

3

Page 4: Referat Anestesi Pada Obesitas

faktor-faktor diatas memang timbul ketika seseorang mengalami kelebihan berat

badan. Pada obesitas terjadi perubahan anatomi yang membuat manajemen jalan

napas akan berbeda dengan mereka tanpa keadaan obesitas. Tindakan intubasi

akan lebih sulit dan dibutuhkan peralatan dan teknik khusus. Dokter anestesi harus

siap dan antisipatif terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi. Maka

sebelum pasien masuk ruang operasi, ASA merekomendasikan dilakukannya

preoperative assesment yang meliputi anamnesis lengkap tentang riwayat pasien,

pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang yang bermakna pada pasien

tersebut. Sehingga pada saat pelaksanaan operasi, dokter anestesi dapat

meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dan menurunkan tingkat terjadinya

komplikasi. Motivasi akan pentingnya mengubah gaya hidup hingga menurunkan

berat badan secara bertahap juga menjadi tugas dokter yang menangani atau

dokter anestesi sehingga diharapkan dengan penurunan berat badan, komorbiditas

dapat ditekan semaksimal mungkin.

I.2 Permasalahan Obesitas

4

Page 5: Referat Anestesi Pada Obesitas

Dari segi fisik, orang yang mengalami obesitas akan mengalami rendah diri dan

merasa kurang percaya diri. Sehingga seringkali akan mengalami tekanan, baik

dari dirinya sendiri maupun dari lingkungannya ( Purwati, 2001) Kelebihan

penimbunan lemak diatas 20% berat badan idial, akan menimbulkan

permasalahan kesehatan hingga terjadi gangguan fungsi organ tubuh

(Misnadierly, 2007). Orang dengan obesitas akan lebih mudah terserang penyakit

degeneratif. Penyakit – penyakit tersebut antara lain :

1. Jantung koroner

Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyempitan

pembuluh darah koroner. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 500

penderita kegemukan, sekitar 88 % mendapat resiko terserang penyakit jantung

koroner. Meningkatnya factor resiko penyakit jantung koroner sejalan dengan

terjadinya penambahan berat badan seseorang. Penelitian lain juga

menunjukkan kegemukan yang terjadi pada usia 20 – 40 tahun ternyata

berpengaruh lebih besar terjadinya penyakit jantung dibandingkan kegemukan

yang terjadi pada usia yang lebih tua (Purwati, 2010).

2. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus dapat disebut penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut

tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Lebih dari 90

% penderita diabetes mellitus tipe serangan dewasa adalah penderita

kegemukan. Pada umumnya penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang

abnormal dalam darah. Maka, dianjurkan bagi penderita diabetes yang ingin

menurunkan berat badan sebaiknya dilakukan dengan mengurangi konsumsi

bahan makanan sumber lemak dan lebih banyak mengkonsumsi makanan

tinggi serat (Purwati, 2001)

5

Page 6: Referat Anestesi Pada Obesitas

3. Gout

Penderita obesitas mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit radang sendi

yang lebih serius jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya ideal.

Penderita obesitas yang juga menderita gout harus menurunkan berat

badannya secara perlahan-lahan (Purwati, 2001)

4. BatuEmpedu

Penderita obesitas mempunyai resiko terserang batu empedu lebih tinggi

karena ketika tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak

tubuh, cairan empedu lebih banyak diproduksi didalam hati dan disimpan

dalam kantong empedu. Penyakit batu empedu lebih sering terjadi pada

penderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat badan tidak akan mengobati

penyakit batu empedu, tetapi hanya membantu dalam pencegahannya.

Sedangkan untuk mengobati batu empedu harus menggunakan sinar ultrasonic

maupun melalui pembedahan (Andrianto, 1990).

5. Kanker

Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa laki-laki dengan obesitas akan

beresiko terkena kanker usus besar, rectum, dan kelenjar prostate. Sedangkan

pada wanita akan beresiko terkena kanker rahim dan kanker payudara.Untuk

mengurangi resiko tersebut konsumsi lemak total harus dikurangi.

Pengurangan lemak dalam makanan sebanyak 20 – 25 % perkilo kalori

merupakan pencegahan terhadap resiko penyakit kanker payudara (Purwati,

2001).

6

Page 7: Referat Anestesi Pada Obesitas

6. Hipertensi

Orang dengan obesitas akan mempunyai resiko yang tinggi terhadap Penyakit

hipertensi. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia 20 – 39

tahun orang obesitas mempunyai resiko dua kali lebih besar terserang

hipertensi dibandingkan dengan orang yang mempunyai berat Badan normal

(Wirakusumah, 1994).

I.3 Penyebab Obesitas

Secara spesifik, yang dikatakan obesitas adalah merupakan suatu keadaan

kelebihan jumlah lemak dalam tubuh, sedangkan overweight adalah kelebihan

berat badan bukan hanya dari jumlah lemaknya namun juga termasuk otot, tulang,

dan total air dalam tubuh. Para ahli sepakat bahwa laki-laki dengan jumlah lemak

tubuh lebih dari 25 persen dan wanita lebih dari 30 persen masuk dalam golongan

kelebihan berat badan atau obesitas. Body Mass Index (BMI) menjadi indikator

awal yang membantu professional untuk mencari tahu perkiraan kelebihan berat

badan seseorang yang nantinya dihubungkan dengan resiko terjangkit suatu

penyakit. Pada obesitas, seseorang mengkonsumsi kalori lebih dari yang dapat

dibakar secara normal, dalam arti kata mereka makan banyak namun tidak

diseimbangkan dengan aktivitas atau olahraga. Namun ada faktor lain yang juga

menjadi predisposisi seseorang menjadi obesitas. Faktor-faktor tersebut

diantaranya :

1. Genetik.

Genetik memainkan peran sangat besar terhadap kejadian obesitas. Pada suatu

studi didapatkan kesimpulan umum yaitu ketika ibu biologis mengalami

obesitas, maka kira-kira 75 persen anak-anaknya akan mengalami obesitas.

Sedangkan jika ibu biologis memang kurus atau tidak mengalami obesitas,

kira-kira 75 persen anak-anaknya juga berbadan kurus. Maka mereka yang

7

Page 8: Referat Anestesi Pada Obesitas

memang memiliki “bakat” genetik seperti ini sudah seharusnya lebih bisa

menerima keadaan yang sulit untuk diubah namun dapat dilakukan

manajemen yang baik.

2. Usia.

Ketika seseorang menginjak usia tua, tubuh mengalami penurunan

kemampuan untuk metabolisme makanan atau kalori. Makanan lebih lama

diolah, diubah menjadi energi dan pada akhirnya walaupun jumlah makanan

yang dikonsumsi sejak orang tersebut usia 20 hingga usia tua tidak berubah

namun sebenarnya ia tidak memerlukan jumlah kalori yang sama. Hal ini

terlihat jelas ketika mereka yang berusia 20-an mengkonsumsi banyak kalori

namun seimbang dengan aktivitas, pada mereka yang berusia diatas 40-an

dengan jumlah konsumsi kalori yang sama malah bertambah bobotnya karena

aktivitas dan metabolisme tubuh yang sudah menurun secara alamiah.

3. Gender.

Wanita dikatakan mengalami tendensi lebih sering menjadi overweight

dibanding laki-laki. Laki-laki memiliki kemampuan untuk metabolisme saat

istirahat yang berarti energi juga digunakan saat itu. Sehingga laki-laki

membutuhkan jauh lebih banyak kalori untuk menjaga keseimbangan

metabolisme yang menghasilkan energi itu. Pada wanita, terutama yang sudah

mengalami menopause, rasio metabolisme mereka justru akan menurun,

sehingga jelas mereka akan mengalami penambahan berat badan setelah

menopause.

4. Lingkungan.

Walaupun genetik merupakan faktor utama pada obesitas, namun pada

beberapa kasus, lingkungan juga merupakan faktor signifikan. Yang termasuk

8

Page 9: Referat Anestesi Pada Obesitas

faktor lingkungan adalah gaya hidup seperti apa yang dimakan dan seberapa

aktif seseorang.

5. Aktivitas fisik.

Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi membutuhkan kalori untuk dibakar

jauh lebih besar untuk menyeimbangkan kebutuhan tubuhnya. Sebagai

tambahan, aktivitas fisik rupanya membantu seseorang dengan obesitas untuk

‘menggunakan’ lemak sebagai sumber energinya. Sehingga ketika lemak

tersebut dibakar, berkurang pula bobot tubuhnya. Dalam 20 tahun terakhir

diketahui bahwa mereka yang obesitas memang mengurangi aktivitas fisiknya

dan berlebihan dalam urusan konsumsi kalori atau makanan berlemak.

6. Penyakit.

Ada beberapa penyakit yang juga berhubungan dengan kejadian obesitas.

Diantaranya hipotiroidisme (kerja hormon tiroid yang menurun sehingga

metabolisme tubuh ikut menurun), suatu penyakit pada otak yang

meningkatkan nafsu makan (agak jarang terjadi), dan depresi.

7. Psikologis.

Kebiasaan makan terkait dengan faktor psikis pada seseorang. Banyak orang

melarikan diri dari rasa sedih, bosan, depresi atau marah dengan makan

berlebihan. Rasa bersalah, diskriminasi, malu, atau ditolak dari lingkungan

sosial juga banyak berpengaruh pada kondisi psikis seseorang yang

berhubungan dengan perubahan pola makan. Binge eating adalah sebagai

contoh dimana orang tersebut makan berlebihan tanpa ia sadari dan pada

akhirnya ia akan mencari pengobatan serius karena masalah ini. Hampir 30

persen orang dengan binge eating terkait faktor psikis menyerah dengan pergi

ke dokter untuk mencari bantuan akan masalah ini.

9

Page 10: Referat Anestesi Pada Obesitas

8. Obat-obatan.

Beberapa obat seperti steroid dan anti-depresan memiliki efek samping

penambahan berat badan.

I.4 Cara mengukur BMI

Pengukuran berat badan seseorang secara tepat agak sulit. Cara yang

paling mendekati akurat adalah mengukur orang tersebut dibawah air atau di

dalam chamber atau ruangan dengan isi air sehingga dapat diukur jumlah air yang

terbuang dan air sebelumnya untuk mengukur berat badan pasti. Dapat juga

digunakan alat X-ray untuk tes yang disebut Dual Energy X-ray Absorptiometry

(DEXA) namun di Indonesia sendiri belum dilakukan karena membutuhkan alat,

tenaga dan tempat khusus.Secara sederhana, metode untuk estimasi jumlah lemak

atau body fat adalah dengan mengukur ketebalan lapisan lemak yang berada

dibawah lapisan kulit pada beberapa bagian tubuh. Karena dalam mengukur body

fat dan berat badan pasti seseorang itu sulit, maka selama beberapa dekade, para

ahli hanya bergantung pada tabel berat badan dan tinggi yang merupakan ukuran

rata-rata pada semua orang. Yang menjadi kendala selain tabel ini tidak

menggunakan ukuran pasti adalah dikeluarkannya berbagai macam versi dengan

rentang berat badan dan tinggi yang juga berbeda-beda. Maka BMI saat ini masih

menjadi patokan universal untuk mengetahui status gizi seseorang (normal,

obesitas, atau overweight). Body Mass Index (BMI) sangat sederhana dan

digunakan untuk estimasi massa lemak pada seseorang. Pada abad ke-19, seorang

ahli statistik dan antropometris Adolphe Quetelet mengembangkan pengukuran

dengan cara ini. BMI merupakan refleksi dari persentase body fat mayoritas orang

dewasa pada populasi besar dan universal. Walaupun begitu, tingkat akurasi BMI

menurun jika digunakan pada pengukuran ibu hamil atau orang dengan body

builder yang massa atau bobot tubuhnya terpengaruh dari komposisi ‘tambahan’.

BMI = [berat badan (kg)] / [tinggi (dalam meter)]2

10

Page 11: Referat Anestesi Pada Obesitas

BMI Classification

Less than 18.5

18.5–24.9

25.0–29.9

30.0–34.9

35.0–39.9

Over 40.0

underweight

normal weight

overweight

class I obesity

class II obesity

class III obesity

Tabel 1 : BMI menurut WHO (1997)

Beberapa modifikasi (WHO) :

BMI 35.0 atau lebih dengan adanya satu atau lebih kormobiditas

dimasukkan kedalam kelas III BMI.

Untuk orang Asia, ukuran overweight adalah antara 23 dan 29.9, obesitas

adalah BMI > 30. Literatur ilmu bedah membagi kelas III obesitas menjadi

beberapa kategori4 :

o BMI > 40.0 dimasukan kedalam kategori obesitas berat (severe)

o BMI 40.0 – 49.9 dimasukkan kedalam kategori obesitas morbid

o BMI > 50.0 dimasukkan kedalam kategori super obesitas.

I.5 Tipe-tipe Obesitas

Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan Dalam beberapa tipe

(Purwati, 2001) yaitu :

1. Tipe Hiperplastik, adalah kegemukan yang terjadi karena jumlah sel yang lebih

banyak dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai dengan

ukuran sel normal terjadi pada masa anak-anak.Upaya menurunkan berat badan ke

kondisi normal pada masa anak-anak akan lebih sulit.

2. Tipe Hipertropik, kegemukan ini terjadi karena ukuran sel yang lebih besar

dibandingkan ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia dewasa dan

11

Page 12: Referat Anestesi Pada Obesitas

upaya untuk menurunkan berat akan lebih mudah bila dibandingkan dengan tipe

hiperplastik.

3. Tipe Hiperplastik dan Hipertropik kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan

ukuran sel melebihi normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada masa anak - anak

dan terus berlangsung sampai setelah dewasa. Upaya untuk menurunkan berat

badan pada tipe ini merupakan yang paling sulit, karena dapat beresiko terjadinya

komplikasi penyakit, seperti penyakit degeneratif.

Berdasarkan penyebaran lemak didalam tubuh, ada dua tipe obesitas yaitu:

1. Tipe buah apel (Adroid), pada tipe ini ditandai dengan pertumbuhan lemak

yang berlebih dibagian tubuh sebelah atas yaitu sekitar dada, pundak, leher, dan

muka. Tipe ini pada umumnya dialami pria dan wanita yang sudah menopause.

Lemak yang menumpuk adalah lemak jenuh.

2. Tipe buah pear (Genoid), tipe ini mempunyai timbunan lemak pada bagian

bawah, yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Tipe ini banyak diderita oleh

perempuan. Jenis timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh

12

Page 13: Referat Anestesi Pada Obesitas

BAB II Pembahasan

II.1 Anestesi Pada Pasien ObesitasDalam berbagai macam literatur, anestesi pada pasien obesitas tidak

menjadi bahasan khusus. Akan tetapi, tata laksana anestesi pada pasien obesitas

rupanya memiliki kendala yang patut diperhatikan. Secara umum, ketika datang

pasien obesitas kedalam ruang operasi, dokter anestesi sudah memikirkan

kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi sebelum, selama dan sesudah

tindakan anestesi. Diantaranya adalah prediksi kesulitan intubasi, prevensi

tromboemboli, prevensi komplikasi pasca operasi seperti atelektasis, penggunaan

obat anestesi seperti analgesik yang dapat diberikan atau obat-obat yang harus

dihindari pemberiannya, manajemen pasien dengan obstructive sleep apnea,

kriteria pemindahan ke ICU dan penanganan mekanisme ventilasi yang harus

dilakukan, juga terapi cairan, eletrolit dan nutrisi.Masalah utama pasien obesitas

masih seputar gangguan pada sistem kardiovaskular, respirasi, dan

gastrointestinal. Masalah lain adalah pada ibu hamil dengan atau tanpa obesitas

dan anak-anak yang sedari kecil sudah mengalami obesitas.

II.2 Sistem Kardiovaskular Gangguan pada sistem kardiovaskular meningkatkan morbiditas dan

mortalitas pasien obesitas. Manifestasinya berupa penyakit iskemia, hipertensi

sampai gagal jantung. Scottish Health Survey baru-baru ini menemukan

prevalensi gangguan pada sistem kardiovaskular 37 persen terjadi pada mereka

dengan BMI > 30, 21 persen pada BMI 25 – 30 dan 10 persen pada BMI < 25.

Semua pasien obesitas yang akan dilakukan anestesi harus diinvestigasi lebih jauh

pada premedikasi akan adanya komplikasi kardiovaskular. Bahkan sudah

seharusnya mereka dirujuk ke ahli jantung untuk monitor kesulitan yang mungkin

berpengaruh pada tindakan anestesi yang akan dilakukan.

Manifestasi gangguan sistem kardiovaskular :

Hipertensi.

Hipertensi ringan – sedang terlihat pada 50 – 60 persen pasien obesitas dan

hipertensi berat pada 5 – 10 persen pasien. Terdapat peningkatan tekanan

13

Page 14: Referat Anestesi Pada Obesitas

sistolik sebesar 3 – 4 mmHg dan diastolik 2 mmHg tiap kenaikan berat

badan 10 kg. Adanya cairan pada ekstraseluler akan berakibat terjadinya

hipervolemia dan peningkatan cardiac output. Meskipun mekanisme pasti

terjadinya hipertensi pada pasien obesitas masih belum diketahui, diduga

ada pengaruh faktor genetik, hormonal, renal dan hemodinamik yang

berperan disini. Hiperinsulinemia sebagai karakteristik pada obesitas juga

memberikan kontribusi dengan mengaktifkan sistem saraf simpatik yang

menyebabkan retensi sodium. Sebagai tambahan, resistansi insulin

bertanggung jawab terhadap aktivitas norepinefrin dan angiotensin II.

Iskemia jantung.

Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit iskemia jantung,

terutama pada mereka dengan pusat distribusi lemak pada bagian sentral.

Faktor lain seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia dan

rendahnya HDL (High Density Lipoprotein) menambah beratnya resiko

penyakit ini. Hal yang menarik, 40 persen pasien obesitas dengan angina

tidak memperlihatkan adanya penyakit jantung koroner, namun angina itu

sendiri merupakan gejala langsung dari obesitas.

Volume darah.

Total volume darah pada pasien obesitas bertambah akan tetapi bila

dibandingkan dengan pasien non-obese, pertambahannya lebih rendah

karena dominasi darah tersebut terdistibusi ke organ-organ penuh lemak.

Aliran darah dari limpa juga bertambah sekitar 20 persen sedangkan aliran

darah dari otak dan ren normal atau tidak bertambah.

Aritmia jantung.

Ada berbagai macam faktor presipitasi yang menyebabkan aritmia pada

pasien obesitas, diantaranya : hipoksia, hiperkapnia, ketidakseimbangan

elektrolit akibat terapi dengan diuretik, penyakit jantung koroner,

bertambahnya konsentrasi katekolamin dalam sirkulasi, obstructive sleep

apnea, hipertrofi miokard dan penumpukan lemak dalam sistem konduksi.

Fungsi jantung.

14

Page 15: Referat Anestesi Pada Obesitas

Pada pasien obesitas, terjadi disfungsi dari jantung yang dipercayai

merupakan kelanjutan dari penumpukan lemak dalam sistem konduksi.

Dalam suatu studi pada otopsi, ditemukan adanya penumpukan lemak

pada epikardium yang tidak disertai penumpukan lemak pada miokardium,

tampaknya keadaan ini mempengaruhi ventrikel kanan jantung yang pada

akhirnya menyebabkan abnormalitas konduksi dan aritmia. Ada hubungan

sejajar antara bertambahnya berat jantung dengan kenaikan berat badan

seseorang. Yang dikatakan penambahan berat jantung merupakan

konsekuensi dari dilatasi dan hipertrofi eksentrik dari ventrikel kiri yang

mempengaruhi ventrikel kanan pula.

Kardiomiopati.

Obesitas berhubungan dengan kejadian bertambahnya volume darah dan

cardiac output akibat kenaikan bobot lemak 20 – 30 ml per kg. Dilatasi

ventrikel dan bertambahnya volume sekuncup menyebabkan peningkatan

cardiac output. Dilatasi ventrikel terjadi akibat bertambahnya stress pada

dinding ventrikel kiri yang menyebabkan hipertrofi. Adanya hipertrofi

eksentrik dari ventrikel kiri ini akan menurunkan compliance dan fungsi

diastolik ventrikel kiri. Pada keadaan ini akan terjadi gangguan pengisian

ventrikel, elevasi dari LVEDP dan udem paru. Kapasitas dilatasi untuk

ventrikel memiliki batasan, sehingga jika terjadi penebalan dinding

ventrikel kiri maka terjadi kegagalan ventrikel untuk diastolik atau sistolik

yang juga berpengaruh pada ritme jantung.

II.2.1 Gejala klinis Pada penderita obesitas, kadang tidak ditemukan gejala akibat gangguan

kardiovaskular, hal ini bisa dikarenakan mereka mengurangi gerakan atau

aktivitas fisik sehingga tertutupi semua gejala yang dapat timbul. Seperti

misalnya, gejala angina atau dispneu mungkin hanya terjadi sesekali ketika

mereka bergerak lebih aktif dari biasanya. Banyak dari penderita obesitas sengaja

tidur dengan posisi duduk sehingga menyangkal adanya orthopneu atau dispnoe

paroksismal nokturnal. Tapi penderita obesitas dapat kita minta untuk berjalan di

dalam ruangan maka akan terlihat berkurangnya pergerakan atau ketika diminta

15

Page 16: Referat Anestesi Pada Obesitas

untuk tidur dengan posisi supinasi maka akan timbul orthopneu bahkan bisa

berujung pada henti jantung. Penderita obesitas harus diperiksa lebih mendetail

akan adanya gangguan jantung, hipertensi, atau gagal jantung. Tanda gagal

jantung juga dapat dilihat dari kenaikan tekanan vena jugular, penambahan bunyi

jantung, gangguan pada paru, hepatomegali atau ditemukan udem perifer.

II.2.2 Pemeriksaan lanjutan Untuk mengetahui kelainan yg terjadi pada jantung, dapat dilakukan

pemeriksaan preoperatif dengan EKG (elektrogardiogram) atau Echocardiograph.

Adanya deviasi axis, atau aritmia dapat terlihat pada kedua gambaran tersebut.

Foto thoraks dapat memberikan gambaran kardiomegali yang jelas namun kadang

tampak normal. Echocardiograph mungkin sulit dilakukan namun memberikan

informasi yang berguna bagi kita. Konsul kepada ahli jantung dilakukan sebagai

tindak awal dan optimalisasi keadaan pasien preoperatif.

II.2.3 Implikasi anestesiPada keadaan dimana terjadi gangguan napas, masalah pada ventrikel

mungkin tertutupi atau lolos dari pengamatan melalui pemeriksaan secara klinis.

Namun adanya penambahan berat badan secara cepat yang ditemukan pada

premedikasi dapat mengindikasikan adanya kegagalan jantung walaupun orang

tersebut memang sudah memiliki bobot yang berat. Durante operasi, kegagalan

ventrikel untuk memenuhi kebutuhan(disfungsi dari diastolik ventrikel) dapat

terjadi karena berbagai macam alasan, seperti pengaruh dari agen anestesi yang

sebelumnya diberikan atau hipertensi pulmonal yang dipresipitasi keadaan

hipoksia atau hiperkapnia. Maka seorang dokter anestesi harus bersikap preventif

terhadap hal tersebut dengan mempersiapkan inotropik dan vasodilator untuk

mengembalikan keadaan menjadi normal kembali.Ketika induksi anestesi atau

intubasi dilakukan pada penderita obesitas, performa jantung akan mulai

menurun. Dalam suatu penelitian, ditemukan pada penderita obesitas yang

menjalani operasi abdomen, performa jantung menurun 17 -33 persen setelah

induksi dan intubasi dilakukan, keadaan ini menetap pasca operasi dengan index

jantung 13 -23 persen menurun dibandingkan preoperatif. Hal ini tidak terjadi

pada orang normal dimana performa jantung setelah diberikan induksi anestesi

16

Page 17: Referat Anestesi Pada Obesitas

atau intubasi sempat menurun namun kembali normal pascaoperasi. Pengamatan

terhadap tekanan arteri, gas darah dan tekanan vena sentral dapat dilakukan

sebagai acuan terhadap keadaan jantung selama obat anestesi bekerja.

II.2.4 PremedikasiOpioid dan obat sedatif dapat menyebabkan depresi pernapasan pada orang

obesitas. Rute pemberian obat secara intramuskular dan subkutan dihindari

mengingat absorbsinya yang belum jelas. Semua penderita obesitas diberikan

profilaksis terhadap aspirasi asam walaupun mereka tidak mengeluhkan adanya

refluks atau perasaan dada terbakar (heartburn). Kombinasi H2-bloker (ranitidin

150mg peroral) dan prokinetik (metoklopramid 10mg peroral) diberikan 12 jam

dan 2 jam sebelum operasi untuk menurunkan resiko pneumonitis akibat aspirasi.

Beberapa dokter anestesi bahkan mencoba memberikan 30ml dari 0.3 M sitrat

segera sebelum dilakukan induksi sebagai tambahan. Obat jantung dan steroid

tetap diberikan sampai menjelang operasi, walaupun ada yang merekomendasikan

penghentian angiotensin converting enzyme inhibitors sehari sebelum dilakukan

operasi karena efek hipotensi yang mungkin timbul. Pasien obesitas dengan

diabetes diberikan regimen dextrosa-insulin dalam prosedur singkat mengingat

kebutuhan insulin yang meningkat pascaoperasi. Karena pasien obesitas seringkali

sulit mobilisasi terutama pascaoperasi dan meningkatkan resiko terjadinya

trombosis vena dalam, maka dapat diberikan heparin dosis rendah secara subkutan

dan tetap dilanjutkan sampai pasien tersebut dapat mobilisasi total. Cara lain :

penggunaan legging atau stoking kompresi.Pada grup ini juga sering terjadi

infeksi luka pascaoperasi. Maka dapat diberikan antibiotik profilaksis namun

pemberiannya juga harus di diskusikan dengan ahli bedah yang menangani.

II.2.5 Posisi dan pemindahanKebanyakan meja operasi dirancang hanya untuk pasien dengan berat

badan mencapai 120 – 140 kg. Berat badan melebihi kapasitas tersebut,

membutuhkan meja operasi dengan rancangan khusus atau menggunakan dua

meja operasi ukuran biasa yang disusun bersebelahan. Pasien dilakukan anestesi

setelah ia nyaman berada di meja operasi tersebut. Kompresi vena cava inferior

17

Page 18: Referat Anestesi Pada Obesitas

harus dihindari dengan cara memposisikan pasien secara lateral ke kiri dari meja

operasi atau meletakan sanggahan dibawah pasien. Terkadang pasien juga dapat

diposisikan secara lateral decubitus untuk mengurangi jumlah tekanan pada dada.

Pasien dipindahkan dari ruangan ke ruang operasi memakai tempat tidur yang

mereka gunakan. Kadang dibutuhkan banyak tenaga dalam proses pemindahan

tersebut.

II.2.6 Analgesia regionalPenggunaan anestesi regional pada pasien obesitas memungkinkan tidak

perlunya dilakukan intubasi dan menurunkan resiko aspirasi asam. Pada operasi

thorakal dan abdominal, biasanya dipilih anestesi epidural dengan kombinasi

anestesi umum. Hal ini lebih bermanfaat dibandingkan hanya digunakan anestesi

umum, termasuk mengurangi penggunaan opioid dan obat anestesi inhalasi,

komplikasi pulmonal pascaoperasi, peningkatan efek obat analgesik pascaoperasi,

dan manfaat lainnya. Secara teknik, anestesi regional pada pasien obesitas

menantang karena sulitnya menentukan batasan pasti tulang, kulit dan lemak.

Blok saraf perifer lebih mudah dan aman dilakukan dengan bantuan stimulator

saraf dan jarum insulasi. Anestesi spinal dan epidural lebih mudah dilakukan pada

posisi berdiri dan menggunakan jarum yang panjang. Dengan bantuan ultrasound

dapat diidentifikasi ruang epidural dan menuntun jarum Tuohy dalam posisi yang

benar. Ada beberapa dokter anestesi yang lebih menyukai kateter epidural telah

terpasang sehari sebelum operasi untuk menghemat waktu esok harinya dan

memudahkan pemberian profilaksis heparin pada pagi hari waktu operasi.

Anestesi lokal yang dibutuhkan pada saat melakukan anestesi spinal atau epidural

diturunkan hingga 80 persen mengingat terdapatnya infiltrasi lemak dan

meningkatnya volume darah yang disebabkan tekanan intraabdomen

menyempitkan ruang epidural. Hal ini perlu diwaspadai karena dapat

menyebabkan blokade yang lebih tinggi atau menyebarnya anestesi lokal tersebut.

Blokade diatas thorakal V akan menyebabkan gangguan respirasi dan blokade

otonom pada sistem kardiovaskular. Dalam keadaan ini, dibutuhkan penggantian

anestesi menjadi anestesi umum dengan peralatan yang cukup dan bantuan orang

lain untuk penanganan adekuat.

18

Page 19: Referat Anestesi Pada Obesitas

II.2.7 Analgesia sistemikPenggunaan analgesia opioid tidak dianjurkan pada pasien obesitas

terutama dengan rute intramuskular. Jika diberlakukan rute intravena, maka dapat

diberlakukan Patient-Controlled Analgesia System (PCAs). Dengan cara ini,

efektivitas analgesia bisa tercapai walaupun pernah terdapat laporan depresi

pernapasan. Harus diamati juga saturasi O2 dan pulse oximetry.Analgesia pasca

epidural anastesi dengan opioid atau anestesi lokal memberikan analgesi yang

efektif dan aman pada pasien obesitas. Intravena epidural lebih disukai karena

rendahnya efek mengantuk, mual, depresi napas, bahkan mempercepat motilitas

usus dan cepat kembalinya fungsi pernapasan ke titik normal sehingga

mengurangi waktu rawat di rumah sakit. Namun, penggunaan opioid intravena

tidak dianjurkan karena adanya efek lambat dari analgesia tersebut terhadap

fungsi pernapasan, dengan kata lain depresi pernapasan baru muncul setelah

beberapa waktu.Oral analgesik seperti Non-Steroid Anti Inflammation Drugs

(NSAID) atau paracetamol dapat diberikan sebagai tambahan.

II.3 Sistem PernafasanPatofisiologi pernapasan pada penderita obesitas

Volume paru-paru

Penurunan kapasitas residu fungsional (Functional Residual Capacity atau

FRC), volume ekspirasi cadangan (Expiratory Reserve Volume atau ERV)

dan kapasitas total dari paru-paru merupakan masalah yang dihadapi

penderita obesitas seiring dengan peningkatan berat badan. Kapasitas

residu fungsional menurun akibat penyempitan saluran napas,

ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi, shunt dari kanan ke kiri, dan

hipoksemia arteri. Pemberian anestesi dikatakan menurunkan FRC sebesar

50 persen pada penderita obesitas, sedangkan pada orang normal terjadi

penurunan FRC sebesar 20 persen. Söderberg dan kolega dalam suatu

studi menemukan adanya shunt intrapulmonal dari 10 – 25 persen

penderita obesitas yang dilakukan anestesi dan 2 – 5 persen pada orang

normal. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat diberikan oksigen

19

Page 20: Referat Anestesi Pada Obesitas

dengan volume tidal yang besar ( 15 – 20 ml / kg ) walaupun hanya

ditemukan kenaikan saturasi oksigen yang minimal. Namun berbeda

halnya dengan tekanan positif pada akhir ekspirasi (Positive End-

Expiratory Pressure atau PEEP) yang meningkat pada FRC dan tekanan

oksigen arterial. Defek pada pertukaran gas dan penambahan shunt

preoperatif terlihat ketika dilakukan induksi anestesi dan intubasi.

Penambahan PEEP meningkatkan osigenasi namun menurunkan cardiac

output dan distribusi oksigen. Karena kurangnya FRC, pada penderita

obesitas terjadi kegagalan toleransi ketika terjadi apnoe, selain itu terjadi

desaturasi oksigen segera setelah induksi anestesi. Hal ini karena kecilnya

reservoir oksigen dan meningkatnya pemakaian oksigen. Biasanya FRC

berkurang sebagai konsekuensi reduksi dari ERV dengan tidal volume

dalam batas yang normal. Bagaimanapun juga, pada beberapa penderita

obesitas, tidal volume yang tinggi menandai terperangkapnya gas di dalam

paru-paru dan menyertai penyakit saluran napas obstruktif. Volume

ekspirasi paksa dalam satu detik dan kapasitas vital paksa biasanya tidak

terpengaruh namun enam sampai tujuh persen mengalami perbaikan

seiring penurunan berat badan.

Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida

Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida meningkat sebagai hasil

dari aktivitas metabolik pada jumlah lemak yang berlebihan dan

bertambahnya simpanan pada jaringan. Aktivitas metabolik basal (Basal

Metabolic Activity atau BMA) berhubungan dengan luasnya permukaan

tubuh. Pemberian ventilasi beberapa menit akan meningkatkan oksigen

hingga terjadi normokapnia. Walaupun pada beberapa penderita obesitas

dapat berlanjut respon normal keadaan hipoksemia dan hiperkapnia yang

terjadi. Pada saat olahraga, penggunaan oksigen ini akan meningkat tajam

dan menandai adanya effisiensi yang buruk dari otot pernapasan

dibandingkan pada orang normal.

Pertukaran gas

20

Page 21: Referat Anestesi Pada Obesitas

Preoperatif, penderita obesitas biasanya hanya mengalami sedikit defek

pada pertukaran gas dengan reduksi pada PaO2, meningkatnya perbedaan

oksigen alveolar dengan arterial, dan fraksi shunt. Induksi anestesi akan

memperburuk keadaan ini, maka diperlukan fraksi oksigen jumlah besar

untuk memenuhi tahanan oksigen arterial.

Compliance dan resistensi thorak

Kenaikan berat badan sebanding dengan meningkatnya kesulitan bernapas

yang pada kasus berat bisa menurunkan hingga 30 persen dari pernapasan

normal. Walaupun terdapat akumulasi jaringan lemak di dalam dan sekitar

dinding dada yang berakibat tertahannya gerak dinding dada (restriksi),

namun pada beberapa penelitian dikemukakan bahwa hal ini disebabkan

peningkatan volume darah dalam paru-paru. Tertahannya gerak dinding

dada juga berhubungan dengan penurunan FRC, terhimpitnya saluran

napas dan kegagalan pertukaran gas. Perubahan compliance dan resistensi

thorak terlihat dengan adanya napas cepat dan dangkal, frekuensi yang

meningkat dan berkurangnya kapasitas paru.

Efisiensi pernapasan

Kombinasi dari tekanan intraabdomen, reduksi dari compliance, dan

meningkatnya kebutuhan metabolik dengan gerakan otot dada,

menghasilkan gerak inefisien dari otot dada tersebut, sehingga pada orang

tersebut terjadi usaha bernapas lebih berat. Penderita obesitas dengan

normokapnia pada waktu istirahat menunjukkan 30 persen peningkatan

usaha bernapas dan terkadang terjadi hipoventilasi. Hipoventilasi ini

menjadi empat kali lebih berat pada waktu istirahat.

III.3.1 Kelainan yang terjadiGangguan pernapasan yang paling sering terjadi pada penderita obesitas adalah

Obstructive Sleep Apnea (OSA). Predisposisi terjadinya OSA antara lain : laki-

laki, usia 30 - 40 tahun, obesitas dan konsumsi alkohol (saat senja) atau

penggunaan sedatif (saat malam). OSA memiliki karakteristik :

21

Page 22: Referat Anestesi Pada Obesitas

1. Episode apnea atau hipopnea yang lebih sering terjadi saat tidur dan yang

membangunkan pasien tiba-tiba. Episode ini digambarkan sebagai

obstruktif apnea selama 10 detik atau lebih yang menyebabkan penutupan

total dari saluran bernapas dan adanya usaha keras untuk tetap bernapas.

Hipopnea tergambarkan sebagai reduksi dari 50 persen aliran udara yang

adekuat yang berujung pada penurunan empat persen saturasi oksigen pada

arterial. Frekuensi episode apnea atau hipopnea tercatat lebih dari lima kali

per jam atau lebih dari 30 kali tiap malam. Yang perlu diperhatikan adalah

sekuele dari keadaan ini berupa : hipoksia, hiperkapnia, hipertensi sistemik

atau pulmonal dan aritmia.

2. Apnea terjadi ketika faring mengalami kolaps saat seseorang tidur. Patensi

dari faring tersebut bergantung pada kerja otot dilator yang mencegah

penutupan saluran napas atas. Tonus otot ini akan menghilang ketika tidur,

yang menyebabkan pemendekan dari saluran napas, sehingga terjadi

turbulensi aliran udara sehingga terdengarlah snoring. Mengorok atau

snoring biasanya terdengar lebih keras jika obstruksi makin hebat. Ngorok

ini juga diikuti periode sunyi (silence) disaat tidak ada aliran udara yang

masuk dan setelahnya akan terjadi gasping atau choking yang

membangunkan pasien dari tidurnya, bernapas beberapa kali, dan tidur

kembali (siklus ini berulang sepanjang waktu tidur).

3. Efek samping : pada pagi hari, penderita OSA akan sering mengantuk,

kehilangan konsentrasi, masalah dalam memori atau ingatan dan bisa

terjadi kecelakaan saat menyetir atau bekerja. Terkadang penderita

mengeluhkan pusing di pagi hari akibat retensi karbondioksida(CO2)

malam harinya dan vasodilatasi serebral.

4. Perubahan fisiologi : hipoksemia, hiperkapnia, vasokonstriksi pulmonal

dan sistemik. Hipoksemia berulang dapat berujung pada polisitemia yang

meningkatkan resiko penyakit jantung iskemia dan penyakit

serebrovaskular. Sedangkan vasokonstriksi pulmonal berujung pada

kegagalan ventrikel kanan (right ventricle failure). Bila pada seseorang

diketahui BMI > 30 kg/m2 , ada riwayat hipertensi, apnea selama siklus

22

Page 23: Referat Anestesi Pada Obesitas

tidur, lingkar leher > 16.5 cm, polisitemia, hipoksemia, hiperkapnia,

hipertrofi ventrikel kanan atau abnormalitas EKG, maka perlu dilakukan

diagnosis definitif dengan pemeriksaan polysomnografi untuk memeriksa

kemungkinan OSA.

III.3.2 Implikasi anestesi

III.3.2.1PremedikasiPemeriksaan preoperatif pada penderita obesitas diantaranya memeriksa

kemampuan pasien untuk bernapas dalam dan patensi dari jalan napas.

Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap, foto thoraks, gas darah,

fungsi paru dan oximetri. Mereka yang dicurigai OSA disarankan melakukan tes

polysomnografi. Pasien juga harus diingatkan resiko spesifik dari anestesi,

kemungkinan dilakukannya intubasi dalam kesadaran penuh, pemberian ventilasi

pascaoperasi bahkan trakeostomi.

III.3.2.2Durante anestesiInduksi anestesi menjadi saat paling berbahaya pada pasien obesitas. Resiko

kesulitan atau gagal intubasi karena adanya obstruksi saluran napas bagian atas

dan menurunnya compliance pulmonal menjadi kekhususan tersendiri. Insuflasi

gaster selama anestesi juga meningkatkan resiko regurgitasi atau aspirasi isi

gaster.Pendekatan awal adalah pemilihan intubasi dalam kesadaran penuh atau

tidur dalam yang merupakan pilihan sulit. Hal itu banyak dipengaruhi pengalaman

dokter anestesi yang akan melakukannya. Beberapa penulis menyarankan intubasi

dengan kesadaran penuh terutama jika berat badan sesungguhnya > 175 persen

berat badan ideal. Apabila terdapat gejala OSA, maka sudah terpikirkan morfologi

jalan napas bagian atas yang sedikit berbeda yang membuat pemakaian ballow

dan sungkup menjadi sulit, sehingga intubasi dalam kesadaran penuh lebih

disarankan. Pendekatan lain adalah penggunaan laringoskop setelah pemberian

lokal anestesi pada faring. Intubasi sadar dengan fiberoptic dapat dipilih ketika

struktur laring tidak terlihat jelas. Tidak disarankan melakukan intubasi blind

melalui hidung mengingat kemungkinan epistaksis atau efek samping lainnya.

23

Page 24: Referat Anestesi Pada Obesitas

Teknik teraman dan cepat untuk induksi anestesi menggunakan succinylcholine

dengan diikuti pemberian oksigen yang adekuat sebelumnya. Pasien obesitas tidak

dibolehkan untuk bernapas spontan selama anestesi berlangsung, mencegah

terjadinya hipoventilasi, hipoksia dan hiperkapnia. Posisi litotomi atau

Tredelenburg dihindari mengingat pada posisi ini terjadi reduksi volume paru.

Ventilasi kontrol dengan fraksi oksigen tinggi dibutuhkan untuk mencapai

tekanan oksigen arterial yang adekuat, yang nantinya pemeriksaan serial gas darah

diperiksa untuk mengontrol hal ini.

III.3.2.3 Post anestesiKomplikasi pulmonal sering terjadi pada penderita obesitas. Pemeriksaan fungsi

paru preoperatif tidak dapat memprediksi keadaan yang sama pascaoperatif. Hal

ini karena pada pasien obesitas sensitivitas terhadap obat sedatif, analgesik opioid

dan anestesi meningkat. Pemberian ventilasi pascaoperasi bermanfaat untuk

eliminasi efek obat-obat tersebut, selain dapat diberikan pada mereka dengan

penyakit kardio-respiratori yang telah diketahui sebelumnya, retensi

karbondioksida, dan mereka yang baru menjalani operasi dalam waktu lama atau

mengalami pyrexia pasca operasi.Ekstubasi hanya boleh dilakukan ketika pasien

sadar penuh dan dipindahkan ke Recovery Room dengan posisi duduk 45 derajat.

Oksigen tambahan segera diberikan dan dilatih untuk bernapas seperti biasa.

III.4 GastrointestinalKombinasi dari tekanan intraabdomen yang tinggi, tingginya volume dan

rendahnya pH dalam gaster, lambatnya pengosongan gaster dan tingginya faktor

resiko hiatus hernia dan gastro-esofageal refluks dipercayai menempatkan pasien

obesitas pada resiko terjadinya aspirasi asam lambung diikuti pneumonitis

aspirasi. Zacchi melakukan studi yang menunjukkan bahwa pada penderita

obesitas tanpa gejala gastro-esofageal refluks dan lintasan gastro-esofageal

ternyata struktur anatominya tidak berbeda dengan orang normal (baik pada posisi

duduk atau berbaring). Walaupun penderita obesitas memiliki volume dalam

gasternya 75 persen lebih besar dari orang normal, melalui studi tersebut juga

diketahui bahwa pengosongan gaster justru lebih cepat pada penderita obesitas,

24

Page 25: Referat Anestesi Pada Obesitas

terutama pada intake energi tinggi seperti emulsi lemak. Karena adanya resiko

aspirasi asam, maka ada keharusan diberikannya H2-receptor antagonis, antasid

dan prokinetik, juga dilakukannya induksi yang cepat dengan tekanan pada

krikoid dan ekstubasi trakea ketika pasien sadar penuh. Keadaan pada penderita

obesitas yang menjadi perhatian sehubungan dengan sistem gastrointestinal,

diantaranya :

Diabetes mellitus.

Setiap penderita obesitas yang akan menjalani operasi, harus diperiksa

gula darahnya, baik gula darah sewaktu atau dapat juga dilakukan tes

toleransi glukosa. Respon katabolik selama operasi mungkin

mengindikasikan pemberian insulin pascaoperasi untuk mengontrol

konsentrasi glukosa dalam darah. Kegagalan dalam menjaga konsentrasi

ini akan berakibat tingginya resiko infeksi pada luka operasi dan infark

miokard pada periode iskemia miokard.

Penyakit tromboembolik.

Resiko trombosis vena dalam pada penderita obesitas dapat disebabkan

karena imobilisasi yang lama. Polisitemia, peningkatan tekanan

intraabdomen dengan peningkatan stasis vena terutama pada ekstremitas

bawah, gagal jantung dan berkurangnya aktivitas fibrinolitik yang

menyebabkan tingginya konsentrasi fibrinogen juga menjadi predisposisi

terjadinya keadaan ini. Oleh karena itu pada penderita obesitas harus ada

pengawasan terhadap keadaan-keadaan tersebut.

25

Page 26: Referat Anestesi Pada Obesitas

BAB III KESIMPULAN

Obesitas menjadi kendala tersendiri bagi praktisi medis baik penanganan secara

umum maupun ketika dihadapkan dengan pertimbangan anestesi yang akan

dilakukan. Hal ini karena pada pasien obesitas, tiga masalah utamanya adalah

masalah kardiovaskular, respirasi dan gastrointestinal yang tiap penangannya juga

berbeda-beda. Maka bagi seorang dokter, perlu pemahaman menyeluruh tentang

apa yang harus dilakukan untuk keadaan seperti ini. Dalam kaitan dengan

anestesi, yang terpenting adalah setiap pasien yang akan menjalani operasi atau

dilakukan anestesi, perlu dimonitor berat badan, kelainan-kelainan yang menyertai

kondisi pasien atau kemungkinan kendala yang akan dihadapi saat operasi atau

pasca operasi. Pada premedikasi di ruangan atau di OK, pasien dipersiapkan

secara baik dan dilakukan pengamatan akan kelainan metabolik yang mungkin

ada. Jika harus diberikan terapi oral atau lainnya, maka dapat dilakukan konsultasi

dengan bagian lain. Proses pemindahan pasien juga harus diperhatikan. Durante

operasi, pemilihan jenis anestesi harus diperhatikan, apakah nantinya dilakukan

intubasi sadar atau tidak, obat-obatan yang boleh dan tidak boleh diberikan, posisi

pasien selama operasi tersebut dan pengamatan akan metabolik pasien. Pasca

operasi tidak boleh dilupakan, mengingat kemungkinan banyaknya kejadian

penurunan keadaan pasien dibanding sebelum operasi. Premedikasi atau durante

operasi atau durante anestesi tidak bisa meramalkan keadaan pasien setelahnya.

Bahkan bisa terjadi efek samping lambat baik dari tindakan yang dilakukan

maupun obat-obatan yang diberikan.Diperlukan kerjasama yang baik, dari dokter

dan perawat anestesi, dokter penyakit dalam maupun dokter bedah sehingga

keberhasilan kesemuanya dapat tercapai.

26

Page 27: Referat Anestesi Pada Obesitas

BAB IV Daftar Pustaka

Increase Anesthetic Risk For Patients With Obesity and Obstructive Sleep Apnea. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2007481/pdf/anesthprog00003-0005.pdf. Henthorn, T K, MD. Anesthetic Consideration in Morbidly Obese Patients. Available from : http://cucrash.com/Handouts04/MorbObeseHenthorn.pdf.

Obesity and Consequences. Available from : www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/obesity/consequences.html

Body Mass Index. Available from: www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/healthyweight/assesing/bmi/adult_BMI/about_adult_BMI.html.

Obesity and Anesthesia, Yes There is a Connection. Available from : www.health.am/ab/more/obesity-and-anesthesia-yesthere-is-a-connection.

27