reduksi miskonsepsi kinematika siswa melalui model

15
Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui Model Kooperatif … Vol. 4, No. 2, Mei 2015 Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya ISSN : 2089-1776 557 REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL KOOPERATIF STRATEGI KONFLIK KOGNITIF BERBANTUAN KIT DAN PhET Dian Mufarridah SMA Negeri 2 Bontang Jl. H. M. Ardans Bontang Selatan-Bontang-Kalimantan Timur e-mail: [email protected] Abstract : Misconceptions on kinematics experienced by 20 % of students of X IPA 2 SMAN 2 Bontang. This problem is as a great reason for solving the barriers, as a way to improve the students’achievement. This study aimed to describe the learning process and reduction of students’ misconceptions. This study is a classroom action research. This study was carred out two cycles, namely cycle I and continued in process cycle II. Each cycles consist of four components, namely planning, action, observation, and reflection. This study was in SMAN 2 Bontang, the total subject of this study is 34 students of X IPA 2. The data is collected through observation, interviews, questionnaires, and test conception. The conception test is multiple choice test. The number of test item are ten items followed by Certainty of Response Index (CRI) and argument-respons. The test is used to know the concept knowledge students, and the arguments is used to make sure the student’knowledge about conception. The analysis method used is descriptive qualitative. The results of the study showed that average students in mastering concept improve and students achievement improve from 41,93 and 0% (preaction) to 63,12 and 44,1% ( cycle I ) to 80,78 and 91,2 % ( cycle II ). CRI analysis result and coding argument show that student’s misconception of eight concepts tested is reduced. It can be conclude that the use of cooperative learning model based KIT and PhET can improve the learning process and reduce misconception students. Keywords: Misconceptions, Cognitive Conflict Strategy Abstrak : Miskonsepsi pada materi kinematika gerak lurus dialami oleh 20% siswa kelas X IPA 2 SMAN 2 Bontang. Hal ini menjadi landasan kuat bahwa tindakan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pembelajaran diperlukan sebagai langkah perbaikan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dan reduksi miskonsepsi siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK direncanakan dua siklus, yaitu siklus I dan dilanjutkan pada proses siklus II. Setiap siklus terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan di SMAN 2 Bontang dengan subyek penelitian siswa kelas X IPA 2 berjumlah 34 orang. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, angket, dan tes konsepsi. Tes konsepsi berbentuk pilihan ganda sebanyak sepuluh nomor disertai Certainty of Response Index (CRI) dan argumentasi jawaban. Tes digunakan untuk mengungkap konsepsi siswa, argumentasi digunakan untuk menegaskan konsep siswa secara lebih dalam. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan konsep siswa dan ketuntasan meningkat dari 41,93 dan 0% (prapenelitian) menjadi 63,12 dan 44,1% (siklus I) kemudian menjadi 80,78 dan 91,2 % (siklus II). Hasil analisis CRI dan pengkodean argumentasi menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa terhadap delapan konsep yang diujikan mengalami reduksi. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif strategi konflik kognitif berbantuan KIT dan PhET dapat meningkatkan proses dan mereduksi miskonsepsi siswa. Kata kunci: Miskonsepsi, Strategi Konflik Kognitif I. PENDAHULUAN Dua faktor yang ikut berperan dalam masalah belajar siswa adalah prakonsepsi dan miskonsepsi. Dilber et al. (2007) menyatakan bahwa guru harus peduli terhadap prakonsepsi dan miskonsepsi siswa, karena kedua faktor tersebut merupakan faktor penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Miskonsepsi siswa yang muncul terus menerus akan mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah dan mengakibatkan masalah belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Trumper (1990) mengungkapkan bahwa kesulitan belajar fisika siswa menyebabkan penguasaan konsep siswa rendah. Penguasaan konsep fisika yang rendah menyebabkan rendahnya mutu pendidikan fisika. PBM yang cenderung bersifat teacher-centered menimbulkan masalah bagi siswa, yaitu siswa menjadi kurang: termotivasi, aktif, terampil, dan kritis dalam menganalisis kasus fisika. Miskonsepsi terhadap berbagai topik diduga menjadi penyebab rendahnya

Upload: others

Post on 16-Apr-2022

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

557

REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWAMELALUI MODEL KOOPERATIF STRATEGI KONFLIK

KOGNITIF BERBANTUAN KIT DAN PhET

Dian Mufarridah

SMA Negeri 2 BontangJl. H. M. Ardans Bontang Selatan-Bontang-Kalimantan Timur

e-mail: [email protected]

Abstract : Misconceptions on kinematics experienced by 20 % of students of X IPA 2 SMAN 2 Bontang. This problem is as agreat reason for solving the barriers, as a way to improve the students’achievement. This study aimed to describe the learningprocess and reduction of students’ misconceptions. This study is a classroom action research. This study was carred out twocycles, namely cycle I and continued in process cycle II. Each cycles consist of four components, namely planning, action,observation, and reflection. This study was in SMAN 2 Bontang, the total subject of this study is 34 students of X IPA 2. Thedata is collected through observation, interviews, questionnaires, and test conception. The conception test is multiple choice test.The number of test item are ten items followed by Certainty of Response Index (CRI) and argument-respons. The test is used toknow the concept knowledge students, and the arguments is used to make sure the student’knowledge about conception. Theanalysis method used is descriptive qualitative. The results of the study showed that average students in mastering conceptimprove and students achievement improve from 41,93 and 0% (preaction) to 63,12 and 44,1% ( cycle I ) to 80,78 and 91,2 % (cycle II ). CRI analysis result and coding argument show that student’s misconception of eight concepts tested is reduced. It canbe conclude that the use of cooperative learning model based KIT and PhET can improve the learning process and reducemisconception students.

Keywords: Misconceptions, Cognitive Conflict Strategy

Abstrak : Miskonsepsi pada materi kinematika gerak lurus dialami oleh 20% siswa kelas X IPA 2 SMAN 2 Bontang. Hal inimenjadi landasan kuat bahwa tindakan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pembelajaran diperlukan sebagai langkahperbaikan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dan reduksi miskonsepsi siswa. Penelitian inimerupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK direncanakan dua siklus, yaitu siklus I dan dilanjutkan pada proses siklus II.Setiap siklus terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan diSMAN 2 Bontang dengan subyek penelitian siswa kelas X IPA 2 berjumlah 34 orang. Data dikumpulkan melalui observasi,wawancara, angket, dan tes konsepsi. Tes konsepsi berbentuk pilihan ganda sebanyak sepuluh nomor disertai Certainty ofResponse Index (CRI) dan argumentasi jawaban. Tes digunakan untuk mengungkap konsepsi siswa, argumentasi digunakanuntuk menegaskan konsep siswa secara lebih dalam. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan konsep siswa dan ketuntasan meningkat dari 41,93 dan 0% (prapenelitian)menjadi 63,12 dan 44,1% (siklus I) kemudian menjadi 80,78 dan 91,2 % (siklus II). Hasil analisis CRI dan pengkodeanargumentasi menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa terhadap delapan konsep yang diujikan mengalami reduksi. Dapatdisimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif strategi konflik kognitif berbantuan KIT dan PhET dapatmeningkatkan proses dan mereduksi miskonsepsi siswa.

Kata kunci: Miskonsepsi, Strategi Konflik Kognitif

I. PENDAHULUANDua faktor yang ikut berperan dalam masalah

belajar siswa adalah prakonsepsi dan miskonsepsi.Dilber et al. (2007) menyatakan bahwa guru haruspeduli terhadap prakonsepsi dan miskonsepsi siswa,karena kedua faktor tersebut merupakan faktor pentinguntuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Miskonsepsi siswa yang muncul terus menerusakan mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah danmengakibatkan masalah belajar yang dapat

mempengaruhi hasil belajar siswa. Trumper (1990)mengungkapkan bahwa kesulitan belajar fisika siswamenyebabkan penguasaan konsep siswa rendah.Penguasaan konsep fisika yang rendah menyebabkanrendahnya mutu pendidikan fisika.

PBM yang cenderung bersifat teacher-centeredmenimbulkan masalah bagi siswa, yaitu siswa menjadikurang: termotivasi, aktif, terampil, dan kritis dalammenganalisis kasus fisika. Miskonsepsi terhadapberbagai topik diduga menjadi penyebab rendahnya

Page 2: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

558

pencapaian persentase penguasaan siswa SMAN 2Bontang pada Ujian Nasional (UN) tiga tahun terakhir.Salah satu indikator, terdapat rentang nilai matapelajaran fisika yang cukup besar antara nilai tertinggidan terendah yang dapat dicapai siswa. Tahun Pelajaran(TP) 2010/2011 nilai terendah 3,50 dan nilai tertinggi9,50. TP 2011/2012 nilai terendah 2,75 dan nilaitertinggi 9,25. Sedangkan TP 2012/2013 nilai terendah3,25 dan nilai tertinggi 8,00. (Sumber: Data DinasProvinsi Kalimantan Timur).

Miskonsepsi siswa banyak ditemui dalampembelajaran fisika di sekolah, antara lain pada pokokbahasan gerak (Sadia, 2004; Saehana dkk, 2009; Mukti,2010; dan Pujianto, 2013), suhu dan kalor (Baser, 2006;Sirait, 2009; dan Mosik, 2010), fluida (Said, 2012),cahaya (Indrawati, 2009), listrik dinamis (Dilber et al.,2007; Tsai, C-H. et al., 2007; Kucukozer et al., 2007;Simarmata, 2008; Dilber et al., 2008; Faizin, 2009; danSmith et al., 2011), listrik magnet (Raduta, 2005;Triyana, 2009).

Berdasarkan hasil temuan beberapa penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi dalampembelajaran fisika terjadi pada hampir semua topikfisika. Pokok bahasan kinematika gerak lurus termasuksalah satu topik di mana miskonsepsi banyak terjadi.

Miskonsepsi dapat dialami oleh berbagaikomponen yang terlibat dalam pembelajaran.Miskonsepsi timbul karena kesalahan pemahamanterhadap suatu konsep. Hasil penelitian menunjukkanbahwa ada banyak kesalahan dalam konsep kinematikagerak lurus yang dimiliki siswa, guru, maupun yangtertulis di dalam buku pegangan. Hal ini sesuai dengantemuan Mukti dkk. (2010) yang menyatakan bahwa7,2% atau sembilan dari tiga puluh konsep materikinematika gerak lurus yang tertulis di dalam bukupegangan berpotensi miskonsepsi. Mudjiarto (2005)menyatakan bahwa siswa kelas 1 pada salah satu SMUNegeri di Bandung mengalami miskonsepsi kinematikagerak lurus di atas 10%. Sedangkan, Pujianto dkk.(2013) menemukan bahwa 50% konsepsi kinematikagerak lurus siswa pada salah satu SMA di kota Palumengarah pada miskonsepsi.

Miskonsepsi pada pokok bahasan kinematikagerak lurus juga dialami oleh siswa SMAN 2 Bontang.Berdasarkan hasil prapenelitian oleh penulis yangdilaksanakan pada 34 siswa kelas X IPA 2 TahunPelajaran 2013/2014, ditemukan bahwa siswamengalami miskonsepsi pada pokok bahasan tersebutlebih besar dari 20%. (Sumber: Data prapenelitian).

Sehubungan dengan temuan hasil belajar siswaSMAN 2 Bontang dan hasil penelitian tersebut di atas,perlu dilakukan reorientasi dalam pembelajaran fisikakhususnya pada pokok bahasan kinematika gerak lurus.

Salah satu strategi belajar yang telah terbuktiefektif untuk mereduksi miskonsepsi siswa adalahstrategi konflik kognitif. Hal ini sesuai dengan temuanBaser (2006), Sirait (2009), dan Mosik (2010) yangmenyatakan bahwa penggunaan strategi konflik kognitifsecara signifikan dapat meningkatkan pemahamankonsep fisika, kemampuan berpikir kritis, danmenurunkan miskonsepsi. Selain itu, Simarmata (2008)menemukan bahwa pendekatan konflik kognitif dalampembelajaran konstruktivis dapat meningkatkan belajarmandiri siswa dan lebih efektif meluruskan kesalahankonsep siswa.

Pembelajaran fisika yang efektif dapat dilakukandengan memperkenalkan multimedia sebagai salah satusarana alternatif pendukung PBM, antara lainpenggunaan media komputer dan KIT. Kebermanfaatanpembelajaran berbasis komputer dapat dilihat dari hasiltemuan Mardana (2004), Saehana, dkk (2006), danFaizin (2009) yang menyatakan bahwa modelpembelajaran berbantuan simulasi komputer secarasignifikan dapat menurunkan miskonsepsi,meningkatkan hasil belajar fisika, meningkatkanpenguasaan konsep, dan juga dapat memperbaiki sikapbelajar.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan padabagian sebelumnya, penelitian tindakan kelas inimendasarkan pada upaya mengatasi miskonsepsi siswadengan mendesain pembelajaran yang menarik, yaitudengan menerapkan model pembelajaran kooperatifstrategi konflik kognitif berbantuan KIT dan PhET.Diharapkan dengan model pembelajaran tersebut,motivasi, keberanian mengkritisi fenomena, danketerampilan siswa dalam berargumentasi semakinmeningkat.

Studi ini memberikan gambaran implementasipembelajaran kooperatif dengan strategi konflikkognitif berbantuan KIT dan PhET dalam mereduksimiskonsepsi siswa terhadap materi kinematika geraklurus. Secara spesifik penelitian ini menjawabpertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1)Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran kooperatifberbantuan KIT dan PhET dalam mereduksimiskonsepsi siswa kelas X IPA 2 SMAN 2 Bontang?;(2) Bagaimanakah reduksi miskonsepsi siswa kelas XIPA 2 SMAN 2 Bontang dengan model pembelajarankooperatif strategi konflik kognitif berbantuan KIT danPhET?

II. METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) dengan desain penelitian model KurtLewin. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 2 Bontangtahun pelajaran 2013/2014 dengan subyek penelitiansiswa kelas X IPA 2 berjumlah 34 orang. PTK ini

Page 3: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

559

direncanakan dua siklus, yaitu siklus I dan dilanjutkanpada proses siklus II. Tiap-tiap proses siklus terdiri atasempat tindakan, yaitu perencanaan (planning), tindakan

(acting), pengamatan (observing), dan refleksi(reflecting). Bagan siklus penelitian disajikan padaGambar 1 berikut.

Gambar 1. Bagan Siklus Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untukmengumpulkan data adalah: lembar observasi, pedomanwawancara, angket, dan tes konsepsi.

Tes konsepsi terdiri dari delapan konsep yangtersebar dalam sepuluh butir soal pilihan ganda denganargumentasi jawaban dan disertai CRI. Delapan konseptersebut adalah: gerak lurus dalam kehidupan sehari-hari (butir 1), jarak dan perpindahan (butir 2 dan 3),kelajuan dan kecepatan (butir 4 dan 5), percepatan(butir 6), gerak lurus beraturan (butir 7), gerak lurusberubah beraturan (butir soal 8), gerak lurusdiperlambat (butir 9), dan gerak jatuh bebas (butir 10).

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalahcatatan lapangan yang diperoleh dari peneliti, hasilobservasi dari observer, dan balikan dari siswa. Teknikanalisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif.

Validasi data yang telah terkumpul dilakukandengan beberapa cara, yaitu: member check, triangulasi,dan saturasi. Identifikasi miskonsepsi dilakukan denganmenggunakan dua teknik, yaitu: CRI (Certainty ofResponse Index) digunakan untuk mendeteksimiskonsepsi pada soal pilihan ganda, dan pengkodeanargumentasi digunakan untuk mendeteksi miskonsepsipada argumentasi siswa.

Identifikasi miskonsepsi menggunakan CRIdilakukan secara individu dan kelompok.Pengidentifikasian secara individu dimaksudkan untukmengetahui persentase siswa yang mengalamimiskonsepsi pada sejumlah konsep yang diberikan.

Pada setiap item soal, siswa diminta untuk mengisiskala CRI di tempat yang telah disediakan dengan enamskala yaitu seperti ditunjukkan pada Tabel 1.Tabel 1. Kategori Keyakinan Menjawab (CRI)

Skala Kategori PersentaseTebakan

0 Benar-benar menerkajawaban (totally guessedanswer)

100%

1 Hampir menduga (almost aguess)

75% - 99%

2 Tidak yakin (not sure) 50 % -74%3 Yakin (sure) 25% - 49%4 Hampir pasti (almost

certain)1% - 24%

5 Pasti (certain) 0%

Perencanaan

?

Siklus I

Pengamatan

PelaksanaanRefleksi

Perencanaan

Siklus II

Pengamatan

PelaksanaanRefleksi

Page 4: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

560

Dari data yang terkumpul dibuat matriks untuksetiap pertanyaan. Bentuk matriks jawaban siswa secaraindividu dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2. Penentuan Tingkat Pemahaman Konsep

TipeJawaban

CRI Rendah(< 2,5)

CRI Tinggi(> 2,5)

Jawabanbenar

Siswa menjawabbenar karenakeberuntungan(lucky guess)

Siswa menguasaikonsep denganbaik

Jawabansalah

Siswa tidak tahukonsep (lack ofknowledge)

Siswamengalamimiskonsepsi(Hasan et al., 1999)

Pengidentifikasian miskonsepsi menggunakan CRIsecara kelompok dimaksudkan untuk mengetahuikonsep apa yang memiliki level miskonsepsi palingtinggi di antara konsep lainnya. Identifikasi secarakelompok ditentukan dari nilai CRIB (rata-rata CRIsiswa yang menjawab benar), CRIS (rata-rata CRIsiswa yang menjawab salah), dan Fb (fraksi siswa yangmenjawab benar).

Miskonsepsi terjadi jika nilai CRIS (2,5 < CRIS ≤5). Jika CRIS mendekati 2,5, maka untuk menentukansiswa mengalami miskonsepsi atau tidak dilihat darinilai Fb. Jika Fb > 0,5 berarti CRIS tergolong rendah,sehingga siswa dianggap tidak tahu konsep. Jika Fb <0,5 berarti CRIS tergolong tinggi, sehingga siswa

dianggap miskonsepsi. Semakin tinggi nilai CRIS,maka tingkat miskonsepsi juga semakin tinggi karenakeyakinan yang ditunjukkan siswa juga tinggi meskipunmemilih jawaban yang salah.

Panduan untuk menganalisis argumentasi yangdiberikan siswa pada tes pemahaman konsep sebagaipanduan mengidentifikasi adanya miskonsepsi disajikansebagai berikut:a. Secara ilmiah benar (A) : penjelasan benar secara

ilmiah.b. Mendekati benar (B) : penjelasan yang diberikan

benar tetapi dalam penjelasanlengkap dianggapberada di tingkat ini.

c. Tidak benar 1 (C) : secara ide benar namun kalimatyang dipergunakan untuk menjelaskan salah.

d. Tidak benar 2 (D) : penjelasan terfokus pada bagiankecil dan bagian besar dari suatu konsep, namuncara menghubungkannya sesuai dengan level ini.

e. Tidak benar 3 (E) : ide mengenai konsep danpenjelasan yang diberikan tidak dapat dibenarkansecara ilmiah.

f. Tidak terkodekan (F) : penjelasan yang diberikantidak berhubungan dengan soal yang diajukan.

g. Tidak ada penjelasan (G) : siswa tidak memberikanargumentasi (Kucukozer et al., 2007).

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah85% siswa kelas X IPA 2 SMAN 2 Bontang mencapaiKriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan, yaitu 70.

Gambar 2. Analisis Terhadap Tes Pemahaman Konsep (Kucukozer et al., 2007)

Soal tes pemahaman konsep

Tidak ada penjelasan (G)Terdapat penjelasan

Tidak terkodekan (F)Terkode

Secara ilmiah tidak diterimaSecara ilmiah diterima

Mendekati benar (B)Benar (A) Tidak benar 1(C) Tidak benar 2(D) Tidak benar 3 (E)

Miskonsepsi

Page 5: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

561

III. HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIA. Deskripsi Hasil Prapenelitian

Pada tahap prapenelitian, siswa sebelumnyadiberikan pretest untuk mengidentifikasi miskonsepsi

siswa, baik pada jawaban pilihan ganda maupunargumentasi. Hasil identifikasi CRI disajikan padaGambar 3, sedangkan pengkodean argumentasi padaGambar 4.

Gambar 3. Profil Tingkat Penguasaan Konsep Siswa

Berdasarkan hasil identifikasi profil miskonsepsi pada Gambar 3, secara individu ditemukan adanyamiskonsepsi terhadap delapan konsep yang tersebar dalam sepuluh butir soal yang diujikan pada pretest denganpersentase lebih besar dari 20%.

Gambar 4. Profil Miskonsepsi Argumentasi Siswa

Berdasarkan hasil identifikasi profil miskonsepsiargumentasi pada Gambar 4, ditemukan adanyamiskonsepsi argumentasi terhadap delapan konsep yangtersebar dalam sepuluh butir soal yang diujikan padapretest dengan persentase lebih besar dari 45%.

Pemahaman siswa yang berada pada kategorimiskonsepsi pada konsep gerak lurus dalam kehidupansehari-hari adalah sebesar 73%. Sedangkan, persentaseargumentasi siswa berkategori miskonsepsi (kode C danD) adalah 67%. Argumentasi siswa berlabel

miskonsepsi antara lain: (a) gerak kelereng yangdisentil dari ujung meja merupakan gerak lurus, (b) bolasepak yang ditendang melambung bukan merupakangerak lurus, dan (c) buah kelapa yang jatuh daripohonnya bukan merupakan gerak lurus. Argumentasi-argumentasi tersebut mungkin disebabkan olehpengalaman siswa yang kurang.

Senada dengan miskonsepsi argumentasi (b) yangdialami oleh siswa SMAN 2 Bontang, Pujianto dkk.

Page 6: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

562

(2013) menuliskan bahwa siswa kelas X SMA Negeri 6Palu mengalami miskonsepsi sebesar 33,33%.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap perwakilansiswa dari masing-masing kelompok, didapatkan bahwafaktor yang diduga sebagai sumber miskonsepsi yangdialami siswa pada konsep ini adalah guru, buku,teman, dan lingkungan. Dengan demikian dapatdikatakan bahwa siswa masih membawa pengalamandari pengalaman belajar di tingkat sebelumnya.

Mukti dkk. (2010) menyatakan bahwa 7,2% atausembilan dari tiga puluh konsep materi kinematikagerak lurus yang tertulis di dalam buku peganganberpotensi miskonsepsi. Sumber belajar yangmemberikan pengalaman belajar yang tidak sesuaidengan konsepsi ilmiah, dapat memicu terjadinyamiskonsepsi pada siswa (Ibrahim, 2012: 16).

Siswa mengalami miskonsepsi terhadap konsepjarak dan perpindahan sebesar 40%. Sedangkan,persentase argumentasi siswa berkategori miskonsepsiadalah 53%. Mudjiarto (2005) menemukan bahwasiswa kelas 1 pada salah satu SMA Negeri di KotaBandung mengalami miskonsepsi konsep jarak danperpindahan diatas 10%.

Argumentasi siswa yang berlabel miskonsepsiterhadap konsep tersebut antara lain: (a) jarak samadengan perpindahan, (b) benda yang kembali ke posisiawal mengalami perpindahan, (c) jarak tempuh bendabergerak dan kembali ke posisi awal adalah nol, dan (d)jarak ditentukan oleh kedudukan awal dan akhir,sedangkan perpindahan tidak.

Pujianto dkk. (2013) menuliskan bahwa 50%siswa kelas X SMA Negeri 6 Palu mengalamimiskonsepsi argumentasi yang senada denganargumentasi (d) yaitu jarak ditentukan oleh arah,sedangkan perpindahan tidak.

Miskonsepsi argumentasi dikarenakan siswa tidakmemahami karakteristik jarak dan perpindahan secarautuh. Dengan kata lain siswa tidak mampumembedakan karakteristik penentu yaitu posisi darisejumlah karakteristik umum yang dimiliki oleh konseppada jarak dan perpindahan. Reasioning yang tidaklengkap merupakan salah satu penyebab terjadinyamiskonsepsi pada siswa (Ibrahim, 2012: 14).

Persentase pemahaman siswa terhadap konsepkelajuan dan kecepatan yang berkategori miskonsepsiadalah sebesar 40%. Argumentasi siswa yang berlabelmiskonsepsi terhadap konsep tersebut sebesar 58%.Miskonsepsi argumentasi yang dikemukakan siswaantara lain: (a) kelajuan sama dengan kecepatan, (b)spidometer digunakan untuk mengukur kecepatan, dan(c) mobil yang dapat menyalip mobil yang lain pastikecepatannya sama.

Pujianto dkk. (2013) dalam penelitiannyamendapatkan bahwa 37,50% siswa kelas X SMANegeri 6 Palu mengalami miskonsepsi terhadap konsep

kelajuan dan kecepatan. Ketidakmampuan siswa dalammenguasai konsep jarak dan perpindahan sebagaikonsep prasyarat dari konsep kelajuan dan kecepatanmengantarkan siswa pada miskonsepsi (Ibrahim, 2012:14).

Siswa mengalami miskonsepsi terhadap konseppercepatan sebesar 62%. Sedangkan, persentaseargumentasi siswa berkategori miskonsepsi adalah 70%.Miskonsepsi argumentasi antara lain: (a) jika perubahankecepatan mobil ke dua bernilai tetap walaupun lebihbesar daripada perubahan kecepatan mobil pertama,maka mobil ke dua tidak akan pernah menyusul mobilpertama, dan (b) mobil mengalami perubahan kecepatanketika melaju dengan kecepatan tinggi.

Jika argumentasi di atas dianalisis, maka tampakbahwa siswa fokus pada bagian kecil tertentu yaitukecepatan. Terlihat bahwa logika atau penalaran yangdigunakan siswa dalam menarik kesimpulan ataumenggeneralisasi salah. Dengan pemikiran yang tidaklengkap seperti ini dapat mengakibatkan terjadinyamiskonsepsi (Ibrahim, 2012: 14).

Miskonsepsi terhadap konsep percepatan jugadialami 62,50% siswa kelas X SMA Negeri 6 Palusebagaimana yang dilaporkan Pujianto dkk. (2013).Senada dengan itu, Mudjianto (2005) menemukanbahwa lebih dari 30% siswa kelas 1 pada salah satuSMA Negeri di Kota Bandung mengalami miskonsepsipada konsep kecepatan dan percepatan.

Miskonsepsi terhadap konsep gerak lurusberaturan dialami oleh 34% siswa. Argumentasi siswaberkategori miskonsepsi adalah sebesar 60%.Argumentasi berlabel miskonsepsi antara lain: (a) baloktidak akan bergerak jika gaya dorong dihilangkan, dan(b) benda yang bergerak di atas lantai licin tetapmengalami percepatan walaupun gaya dorongdihilangkan. Argumentasi ini dikarenakan penguasaankonsep siswa yang tidak lengkap dan salah dalammenggeneralisasi sehingga memicu terjadinyamiskonsepsi (Ibrahim, 2012: 14).

Pujianto dkk. (2013) dalam penelitiannyamenemukan bahwa 45,83% siswa kelas X SMA Negeri6 Palu mengalami miskonsepsi terhadap konsep geraklurys beraturan. Sedangkan, Mudjianto (2005)menemukan bahwa lebih dari 10% siswa kelas 1 padasalah satu SMA Negeri di Kota Bandung mengalamimiskonsepsi terhadap konsep yang sama.

Siswa mengalami miskonsepsi terhadap konsepgerak lurus berubah beraturan sebesar 30%.Sedangkan, persentase argumentasi siswa berkategorimiskonsepsi adalah 46%. Miskonsepsi argumentasitersebut antara lain: (a) benda yang kecepatannyamenurun tidak mengalami percepatan, (b) benda yangkecepatannya berubah termasuk gerak lurus beraturan,dan (c) jarak yang terjadi pada mobil tidak terlaluberjauhan sehingga bisa dikatakan percepatannya tetap.

Page 7: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

563

Mudjianto (2005) menemukan bahwa lebih dari10% siswa kelas 1 pada salah satu SMA Negeri di KotaBandung mengalami miskonsepsi terhadap konseptersebut. Sedangkan, Pujianto dkk. (2013) menuliskanbahwa 62,50% siswa kelas X SMA Negeri 6 Palumengalami miskonsepsi terhadap konsep yang samadengan argumentasi mobil yang sedang melaju dengankecepatan tetap merupakan gerak lurus berubahberaturan dipercepat. Ketidakmampuan siswa dalammenguasai konsep percepatan sebagai konsep prasyaratdari konsep gerak lurus berubah beraturanmengantarkan siswa pada miskonsepsi (Ibrahim, 2012:14).

Miskonsepsi terhadap konsep gerak lurusdiperlambat dialami 40% siswa. Persentase argumentasisiswa berkategori miskonsepsi adalah 48%.Argumentasi tersebut antara lain: (a) apabila mobildiperlambat, maka percepatan mobil tersebut konstan,dan (b) mobil mengalami perubahan percepatan ketikamobil di rem.

Pujianto dkk. (2013) menuliskan bahwa 33,33%siswa kelas X SMA Negeri 6 Palu mengalamimiskonsepsi terhadap konsep ini, dengan argumentasibelum pernah mendengar tentang gerak lurusdiperlambat. Menurut Ibrahim (2012: 16) bahwa“anggapan pribadi” atau intuisi yang salah seringmembuat siswa tidak kritis dan mengakibatkanmiskonsepsi dikalangan siswa.

Siswa mengalami miskonsepsi terhadap konsepgerak jatuh bebas sebesar 31%. Sedangkan, persentaseargumentasi siswa berkategori miskonsepsi adalah54%. Argumentasi berlabel miskonsepsi tersebut antaralain: (a) benda-benda akan memiliki massa yang samajika berada di dalam tabung hampa udara, sehinggaakan sampai ke tanah bersamaan, (b) benda yangmassanya lebih besar akan sampai ke tanah lebih dahuludalam ruang hampa, dan (c) benda kehilangan massaketika berada di dalam tabung hampa udara.

Siswa memberikan argumentasi-argumentasi diatas berdasarkan pengalaman yang diperoleh darilingkungan, salah satunya karena pengaruh bahasakeseharian, misalkan menyebut istilah massa denganberat. Informasi yang salah atau penjelasan yangberbeda dari latar belakang lingkungan siswa dapatmenyebabkan terjadi miskonsepsi pada siswa (Ibrahim,2012: 16).

Rerata penguasaan konsep siswa hasil pretestadalah 41,93 dengan ketuntasan 0%. Hal inimenunjukkan bahwa rerata dan ketuntasan siswa beradadi bawah KKM KD dan KKM klasikal. Baik hasilpretest yang tampak pada tabel dan deskripsi di atasmenjadi landasan kuat bahwa tindakan untuk mengatasihambatan-hambatan atau kekurangan dalampembelajaran diperlukan sebagai langkah perbaikan.

B. Deskripsi Hasil Siklus IModel yang digunakan dalam siklus I adalah

model kooperatif strategi konflik kognitif berbantuanKIT dan PhET. Konflik kognitif dimunculkan melaluikegiatan eksperimen menggunakan KIT dan PhET.

Tahap perencanaan dilakukan setelah penelitidengan kolaborator berdiskusi tentang data yang telahdihasilkan dari prapenelitian yaitu penguasaan konsepsiswa yang berlabel miskonsepsi.

Berdasarkan masalah yang ditentukan, peneliti dankolaborator menentukan alternatif pemecahan masalahdengan strategi yang sesuai. Akhirnya disepakatipenerapan model kooperatif strategi konflik kognitifberbantuan KIT dan PhET. Kegiatan selanjutnya adalahpenentuan skenario pembelajaran dan instrumenpenilaian.

Tahapan-tahapan penting dalam pelaksanaanpembelajaran kooperatif strategi konflik kognitifberbantuan KIT dan PhET adalah sebagai berikut.a. Siswa menyimak kompetensi dasar, petunjuk

pembelajaran, dan mengecek perlengkapanpembelajaran, yaitu name tag yang dipasang didadanya. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkanobservasi.

b. Siswa bergabung dalam kelompok, masing-masingkelompok terdiri dari 3 orang.

c. Siswa menyimak fenomena yang disajikan gurumelalui PhET.

d. Guru menyajikan masalah berdasarkan fenomenatersebut dan meminta siswa mengajukanargumentasi hasil diskusi kelompoknya. Kemudiandikonfrontasi dengan argumentasi kelompok lain.

e. Guru mengkonfrontasi konsep melalui kegiataneksperimen menggunakan KIT. Masalah yangdisajikan sama dengan ketika siswa menganalisafenomena melalui PhET. Siswa melakukanpercobaan sederhana, menganalisis hasil, danmenjawab beberapa pertanyaan dalam Lembar KerjaSiswa (LKS).

f. Siswa diminta memberikan argumentasikelompoknya terhadap kegiatan eksperimen dalamdiskusi kelas. Argumentasi dikonfrontasi antarkelompok. Sambil mendengarkan argumentasi yangdiutarakan, guru melakukan penilaian.

g. Guru memberikan ucapan selamat kepada kelompokyang memiliki argumentasi mendekati argumentasiilmiah.

h. Guru menunjukkan argumentasi ilmiahnya sehinggasiswa meninggalkan pelajaran dengan persepsiilmiah yang sama.

i. Guru dan siswa melakukan refleksi tentang prosespembelajaran hari itu. Refleksi bertujuanmemberikan penguatan kepada siswa tentangbagaimana menganalisa fenomena dan membuatargumentasi sebagai bekal untuk kegiatan

Page 8: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

564

berikutnya. Selain itu, siswa dan guru jugamerefleksi proses pembelajaran untuk mengetahuikekurangan atau kelebihan tahapan-tahapan yangtelah dilalui.

Pada pertemuan kedua, bahan diskusi tetapdisajikan dalam bentuk PhET dan eksperimen.Pertemuan ketiga merupakan kelanjutan dari pertemuankedua, langkah-langkahnya sama dengan pertemuankedua.

Sebagai kegiatan penutup, guru dan siswamelakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang

telah dilakukan selama tiga kali pertemuan. Siswamengisi lembar angket yang disiapkan oleh guru.

Observasi/pengamatan dilakukan oleh peneliti danobserver. Peneliti mengamati aktivitas siswa yangberkaitan langsung dengan penilaian dalam prosesbelajar. Sedangkan, pengamatan observer difokuskanpada guru dan siswa yang melaksanakan pembelajaran.Dari hasil observasi diketahui bahwa keseluruhanaktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran sudahbaik.

Hasil identifikasi CRI individu dan pengkodeanargumentasi siklus I disajikan pada Gambar 5 danGambar 6.

Gambar 5. Profil Tingkat Penguasaan Konsep Siswa

Gambar 6. Profil Miskonsepsi Argumentasi Siswa

Page 9: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

565

Berdasarkan hasil identifikasi profil miskonsepsidengan menggunakan CRI secara individu padaGambar 5 dan pengkodean argumentasi pada Gambar 6,terlihat bahwa siswa masih mengalami miskonsepsiterhadap delapan konsep yang diujikan, namunpersentasenya telah mengalami reduksi.

Berdasarkan hasil identifikasi CRI pada Gambar 3dan Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa persentasejawaban siswa yang berada pada kategori miskonsepsiuntuk tiap butir soal mengalami reduksi secarasignifikan. Persentase reduksi miskonsepsi hasil analisisCRI untuk masing-masing butir soal disajikan padaTabel 3 berikut.Tabel 3. Daftar Persentase Reduksi Miskonsepsi

NoPersentase Miskonsepsi Reduksi

MiskonsepsiPrapenelitian Siklus I

1 73 47 26

2 55 40 15

3 24 20 4

4 30 18 12

5 50 35 15

6 62 38 24

7 34 22 12

8 30 15 15

9 40 32 8

10 31 27 4

Sedangkan berdasarkan hasil identifikasipengkodean argumentasi pada Gambar 4 dan Gambar 6dapat disimpulkan bahwa persentase argumentasi siswayang berada pada kategori miskonsepsi untuk tiap butirsoal mengalami reduksi secara signifikan. Persentasereduksi miskonsepsi hasil analisis pengkodeanargumentasi pada setiap butir soal disajikan pada Tabel4.Tabel 4. Reduksi Miskonsepsi Argumentasi

NoPersentase Miskonsepsi Reduksi

MiskonsepsiPrapenelitian Siklus I

1 67 43 24

2 47 34 13

3 59 43 16

4 50 28 22

5 65 51 14

6 70 39 31

7 60 45 15

8 46 35 11

9 48 25 23

10 54 30 24

Identifikasi CRI secara kelompok pada siklus Idisajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Rerata CRIB, CRIS, dan Fb Siklus I

Page 10: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

566

Deskripsi Gambar 7 di atas dijabarkan sebagaiberikut. Berdasarkan nilai CRIS, diketahui dari delapankonsep yang diujikan (10 butir soal), siswa mengalamimiskonsepsi terhadap enam konsep, yaitu soal nomor 1,2, 5, 6, 7, dan 9. Soal nomor 2 dan 5 memiliki nilaiCRIS > 2,5 dengan Fb > 0,5. Fb > 0,5 menunjukkanbahwa persentase siswa yang menjawab benar untukkonsep tersebut adalah di atas 50%. Hal inimengindikasikan bahwa persentase siswa yangmengalami kesulitan dalam menjawab soal 2 dan 5adalah rendah. Karena Fb > 0,5, berarti CRIS tergolongrendah, sehingga untuk konsep jarak dan perpindahanserta kelajuan dan kecepatan, siswa dianggap tidak tahukonsep. Soal nomor 9 atau konsep gerak lurusdiperlambat memiliki nilai CRIS > 2,5 dengan Fb = 0,2,dapat dikatakan sebagai konsep yang dampakmiskonsepsinya sangat kuat, karena persentase siswayang menjawab benar sama dengan 20%.

Rerata penguasaan konsep siswa pada siklus Iadalah 63,12 dengan ketuntasan 44,1%. Hal inimenunjukkan bahwa rerata dan ketuntasan siswa masihberada di bawah KKM KD dan KKM klasikal,meskipun sudah mengalami kenaikan dibandingkanprapenelitian.

Berdasarkan hasil refleksi dari keseluruhan proses,baik data berasal dari peneliti, kolaborator, maupunbalikan siswa, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.Sesuai dengan data yang sudah disebutkan, modelpembelajaran kooperatif strategi konflik kognitifberbantuan KIT dan PhET itu menyenangkan,memotivasi, dan mereduksi miskonsepsi siswa. Penelitisudah mampu mengelola kelas dengan baik. Prosesbelajar siswa yang baik berkorelasi dengan peningkatanpenguasaan konsep dan reduksi miskonsepsi pula.Model pembelajaran kooperatif strategi konflik kognitifberbantuan KIT dan PhET dinilai siswa dapatmereduksi miskonsepsi siswa. Pemilihan fenomenayang dapat memunculkan konflik kognitif memberikansemangat tersendiri bagi siswa, karena dekat denganpengalaman sehari-hari.

Kelemahan pada siklus I ini masih belumtercapainya hasil yang maksimal karena miskonsepsisiswa bersifat resistan, sehingga mempengaruhikeoptimalan hasil belajar.

Berdasarkan hasil refleksi di atas, maka masihperlu tindakan berikutnya, yaitu siklus II. Pada siklus II,kelebihan-kelebihan harus ditingkatkan dan bentukpercobaan serta penyajian fenomena dalam bentukeksperimen menggunakan KIT dan PhET harusdimodifikasi agar tidak membosankan. Sedangkanuntuk mengatasi kelemahan, siswa harus lebihdimotivasi dan diberi materi berupa beberapa fenomena

yang harus dianalisis agar dapat lebih terlatih berpikirkritis. Semua konsep yang diujikan masih perluditekankan kepada siswa melalui analisis fenomenadengan bantuan KIT dan PhET.

C. Deskripsi Hasil Siklus IiTindakan pada siklus II tetap menggunakan

model pembelajaran kooperatif strategi konflik kognitifberbantuan KIT dan PhET dengan sedikit modifikasitanpa mengubah esensi dan akan menerapkan hasilrefleksi siklus I.

Tahap perencanaan dilakukan setelah penelitidengan dibantu observer berdiskusi tentang data yangtelah dihasilkan dari kegiatan siklus I, baik catatan yangdibuat peneliti, observer, maupun balikan siswa.

Berdasarkan permasalahan yang ditentukan,peneliti menentukan alternatif pemecahan masalahdengan model yang sama karena terbukti modeltersebut sesuai. Untuk penyempurnaan dan menghindarikejenuhan, model pembelajaran kooperatif strategikonflik kognitif berbantuan KIT dan PhET didesainulang tanpa meninggalkan substansi aslinya. Kelebihanmodel ini dalam mereduksi miskonsepsi adalah:kooperatif berbasis tim, berpusat pada siswa,melibatkan siswa secara aktif, memanfaatkanmultimedia, interaktif, dapat menstimulasi semua pancaindera, dan menghadirkan fenomena dengan konteksdunia nyata harus ditingkatkan.

Kegiatan selanjutnya adalah penentuan skenariopembelajaran dan instrumen penilaian. Pembelajarandidesain tiga kali pertemuan, masing-masing pertemuansebanyak dua jam pelajaran (2 x 45 menit).

Langkah-langkah yang dilakukan pada siklus IIhampir sama dengan siklus I, yang berbeda hanya padafenomena-fenomena untuk menciptakan konflikkognitif dalam bentuk eksperimen lanjutanmenggunakan KIT dan PhET .

Pengamatan dilakukan oleh guru selaku penelitidan guru sejawat selaku observer. Peneliti mengamatiaktivitas siswa yang berkaitan langsung denganpenilaian dalam proses pembelajaran. Sedangkan,pengamatan observer difokuskan pada guru dan siswayang melaksanakan pembelajaran.

Hasil pengamatan observer terhadapketerlaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa gurudan siswa dapat beradaptasi dengan baik terhadapperangkat pembelajaran kooperatif strategi konflikkognitif berbantuan KIT dan PhET.

Hasil identifikasi CRI individu dan pengkodeanargumentasi siklus II disajikan pada Gambar 8 danGambar 9.

Page 11: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

567

Gambar 8. Profil Tingkat Penguasaan Konsep Siswa

Gambar 9. Profil Miskonsepsi Argumentasi Siswa

Berdasarkan hasil identifikasi profil miskonsepsidengan menggunakan CRI secara individu yangdisajikan pada Gambar 8 dan pengkodean argumentasipada Gambar 9, terlihat bahwa beberapa siswa masihmengalami miskonsepsi terhadap delapan konsep yangdiujikan, namun persentasenya telah mengalami reduksiyang cukup besar dibandingkan siklus I.

Berdasarkan hasil identifikasi CRI secara individuyang disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 8 dapatdisimpulkan bahwa persentase jawaban siswa yangberada pada kategori miskonsepsi untuk tiap butir soalmengalami reduksi secara signifikan. Persentase reduksimiskonsepsi hasil analisis CRI untuk masing-masingbutir soal disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Persentase Reduksi Miskonsepsi

NoPersentase Miskonsepsi Reduksi

MiskonsepsiSiklus I Siklus II1 47 3 442 40 1 393 20 1 194 18 0 185 35 0 356 38 2 367 22 2 208 15 1 149 32 0 3210 27 1 26

Page 12: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

568

Identifikasi miskonsepsi yang dialami siswa dapatditelusuri dari argumentasi yang diberikan untukmemperkuat jawaban pada tiap butir soal. Hasilidentifikasi miskonsepsi dengan menggunakanpengkodean argumentasi yang disajikan pada Gambar 6dan Gambar 9 dapat disimpulkan bahwa persentaseargumentasi siswa yang berada pada kategorimiskonsepsi untuk tiap butir soal mengalami reduksisecara signifikan. Persentase reduksi miskonsepsi hasilanalisis pengkodean argumentasi untuk masing-masingbutir soal disajikan pada Tabel 6 berikut.Tabel 6. Reduksi Miskonsepsi Argumentasi

NoPersentase Miskonsepsi Reduksi

MiskonsepsiSiklus I Siklus II

1 43 3 402 34 3 313 43 1 424 28 2 265 51 2 496 39 1 387 45 3 428 35 2 339 25 1 24

10 30 3 27

Identifikasi CRI secara kelompok pada siklus IIdisajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Rerata CRIB, CRIS, dan Fb Siklus II

Deskripsi Gambar 10 di atas dijabarkan sebagaiberikut. Berdasarkan nilai CRIS, diketahui dari delapankonsep yang diujikan (10 butir soal), terdapat siswa

yang masih mengalami miskonsepsi terhadap satukonsep, yaitu jarak dan perpindahan atau soal nomor 2.Soal nomor 2 memiliki nilai CRIS > 2,5 dengan Fb >0,5. Fb > 0,5 menunjukkan bahwa persentase siswayang menjawab benar untuk konsep tersebut adalah diatas 50%. Hal ini mengindikasikan bahwa persentasesiswa yang mengalami kesulitan dalam menjawab soalnomor 2 adalah rendah. Karena Fb > 0,5, berarti CRIStergolong rendah, sehingga untuk konsep jarak danperpindahan, siswa dianggap tidak tahu konsep.Konsep-konsep gerak lurus dalam kehidupan sehari-hari (1) dan gerak lurus diperlambat (7) memiliki CRIS< 2,5 dan Fb < 0,5. Siswa berada pada kategori tidaktahu konsep terhadap konsep-konsep tersebut.

Rerata penguasaan konsep siswa pada siklus IIadalah 80,78. Ketuntasan mencapai 91,2%. Hal inimenunjukkan bahwa rerata dan ketuntasan siswa sudahdi atas KKM KD dan KKM klasikal. Berdasarkan hasilrefleksi dari keseluruhan proses, baik data berasal daripeneliti, kolaborator, maupun balikan siswa, diperolehkesimpulan sebagai berikut. Model pembelajarankooperatif strategi konflik kognitif berbantuan KIT danPhET mampu mereduksi miskonsepsi siswa. Hal initidak terlepas karena desain pembelajaran dibuatmenyenangkan, memotivasi, dan memberdayakanketerampilan berpikir kritis siswa. Baik Menurutobserver dan siswa, guru (peneliti) sudah mampumengelola kelas dengan baik.

Proses belajar siswa yang baik juga berkorelasidengan pemerolehan nilai yang baik pula. Persentaseketuntasan yang tinggi mencerminkan peningkatanpenguasaan konsep kinematika gerak lurus siswa.Kelemahan pada siklus II ini masih belum tercapaiketuntasan belajar 100%, tetapi yang tidak tuntas relatifkecil, yaitu 3 (8,8%) siswa.

Penggunaan model ini memerlukan kreativitasyang tinggi dalam menganalisis fenomena-fenomenayang disajikan. Oleh karena itu, peran guru sangatpenting. Jika tidak, maka siswa yang tidak terpantauargumentasinya akan mengalami miskonsepsi.

Berdasarkan hasil refleksi di atas, maka penelitimemutuskan untuk menghentikan tindakan pada siklusII. Beberapa kekurangan masih bisa diperbaiki padapembelajaran dengan kompetensi dasar yang lain.

D. Deskripsi Antar SiklusSetelah dilakukan deskripsi tiap siklus, selanjutnya

dilakukan deskripsi perkembangan antarsiklus untukmendeskripsikan peningkatan yang dicapai dari satusiklus ke siklus berikutnya.

Hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I dan II,termasuk peningkatan hasil prapenelitian direkapitulasisebagai berikut.

Page 13: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

569

Tabel 7. Peningkatan Rerata Nilai antar Siklus

Rerata

Jumlah Siswa

Total TuntasTidakTuntas

Ketuntasan

80,78 (S II)

63,12 (S I)

41,39 (pra)

34

31

15

0

3

19

34

91,2

44,1

0,0

Rerata penguasaan konsep siswa mengalamikenaikan yang signifikan dari prapenelitian yaitu 41,93menjadi 63,12 pada siklus I, dan meningkat menjadi80,78 pada siklus II. Sedangkan ketuntasan jugamengalami kenaikan signifikan yaitu dari 0%(prapenelitian) menjadi 44,1% (siklus I), dan menjadi91,2% (siklus II).

Hasil refleksi siswa juga menunjukkanpeningkatan kemampuan siswa dalam menganalisisfenomena setelah mengikuti pembelajaran kooperatifstrategi konflik kognitis berbantuan KIT dan PhET.Siswa menilai model pembelajaran maupunkemampuan guru dalam mengelola pembelajaran cukupbaik. Hasil refleksi siswa sangat berguna bagi gurudalam memperbaiki kelemahan-kelemahan pada saattindakan.

Selanjutnya, untuk mengetahui apakahpeningkatan penguasaan konsep yang terjadi padasiswa, diakibatkan oleh pembelajaran yang telahdilaksanakan, maka dilakukan analisis deskriptif n-gain(Hake, 1999). Hasil analisis n-gain disajikan padaGambar 11.

Gambar 11. Ringkasan Hasil Analisis n-gain

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dilihatbahwa persentase n-gain terbesar berada pada kategoritinggi, sedangkan terkecil pada kategori rendah,

sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajarankooperatif dengan strategi konflik kognitif berbantuanKIT dan PhET efektif dalam meningkatkan penguasaankonsep siswa. Dengan meningkatnya penguasaankonsep, maka miskonsepsi siswa akan tereduksi.

Melihat pencapaian indikator-indikator penelitianantar siklus dapat dinyatakan bahwa penerapan modelkooperatif strategi konflik kognitif berbantuan KIT danPhET dapat meningkatkan penguasaan konsep danmereduksi miskonsepsi siswa kelas X IPA 2 SMAN 2Bontang.

Keberhasilan tersebut tampak pada keseluruhanelemen yang menjadi fokus penelitian dari tahapandemi tahapan, mulai dari peningkatan nilai rata-rata tiapkonsep, nilai rata-rata siswa, dan reduksi miskonsepsisiswa, sampai dengan peningkatan ketuntasan kelas.Peningkatan juga tampak pada proses pembelajaran.Hasil refleksi siswa pun mengindikasikan adanyapeningkatan yang signifikan, terutama pada rasapercaya diri untuk dapat berargumentasi ataumengkritisi fenomena dengan baik sesuai konsepsiilmiah.

Desain pembelajaran yang kooperatif berbasis timyang berpusat pada siswa dengan memanfaatkanmultimedia interaktif yang dapat menghadirkanfenomena dengan konteks dunia nyata, yang dapatmenstimulasi semua panca indera sehingga siswamenjadi aktif, ternyata mampu meningkatkankeberanian dan rasa percaya diri dalam mengkritisifenomena dan menyampaikan hasilnya baik dalamdiskusi kelompok maupun dalam diskusi kelas.

Dengan memberikan materi (fenomena) dalambentuk gambar dan video, yang diramu dari berbagaisumber, pemberian motivasi, percobaan sederhana,desain pembelajaran kooperatif strategi konflik kognitifberbantuan KIT dan PhET memberikan kemudahan danmengurangi rasa malu atau tidak percaya diri, sertamemberikan pengalaman langsung kepada siswa untukbertindak dan menemukan konsep yang sesuai dengankonsepsi ilmiah.

IV. KESIMPULANBerdasarkan hasil refleksi dari keseluruhan proses,

baik data berasal dari peneliti, kolaborator, maupunbalikan siswa, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.Model pembelajaran kooperatif strategi konflik kognitifberbantuan KIT dan PhET itu menyenangkan,memotivasi, dan mereduksi miskonsepsi siswa. Penelitisudah mampu mengelola kelas dengan baik. Prosesbelajar siswa yang baik berkorelasi dengan peningkatanpenguasaan konsep dan reduksi miskonsepsi pula. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa rata-rata penguasaankonsep siswa dan ketuntasan meningkat dari 41,93 dan0% (prapenelitian) menjadi 63,12 dan 44,1% (siklus I)kemudian menjadi 80,78 dan 91,2 % (siklus II).

Page 14: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

570

Hasil analisis CRI dan pengkodean argumentasimenunjukkan bahwa miskonsepsi yang dialami siswamengalami reduksi dengan persentase sebagai berikut:konsep gerak lurus dalam kehidupan sehari-haritereduksi 70% dan 64%, konsep jarak danperpindahan tereduksi 39% dan 51%, konsep kelajuandan kecepatan tereduksi 40% dan 56%, konseppercepatan tereduksi 60% dan 69%, konsep geraklurus beraturan tereduksi 32% dan 37%, konsep geraklurus berubah beraturan tereduksi 29% dan 44%,konsep gerak lurus diperlambat tereduksi 40% dan47%, serta konsep gerak jatuh bebas tereduksi 30% dan51%.

Berdasarkan hasil temuan penelitian yangdilakukan, peneliti memberikan saran bahwa perluditerapkan model pembelajaran kooperatif denganstrategi konflik kognitif berbantuan KIT dan PhETuntuk mereduksi miskonsepsi siswa pada materi lain.

REFERENSIBaser, M. (2006). Forstering Conceptual Change By

Cognitive Conflict Based Instruction onStudents' Understanding of Head andTemperature Concepts. Eurasia Journal ofMathematics, Science and TechnologyEducation. 2(2).

Dilber, R. & Duzgun, B. (2007). An Investigation ofEffectiveness of Conceptual Change Text-Oriented Instruction on Students'Understanding of Brigthness Concepts.Journal of Science Education-ProQuestEducation Journals. 8(1), 46-52.

Dilber, R. & Duzgun, B. (2008). Effectiveness ofAnalogy on Student’s Success and Eliminationof Misconcepcions. Journal of ScienceEducation. 2(3), 174-183.

Faizin, M. N. (2009). Interactive Flash Modelliling(IMF) Usage to Reduce Mosconception inDynamic Electrical and ti Improve TheStudents’s Learning Attitude. Proceeding ofThe Third Internasional Seminar on ScienceEducation. 516-525.

Hasan, S, Bagayoko, D, & Kelly, E. L. (1999).Misconception and The Certainty of ResponseIndex. Journal of Physics Education. 34(5).

Hake, R. R. (1999). Interactive-engagement Methods inIntroductory Mechanics Courses. Journal ofPhysics Education Research.

Ibrahim, M. (2012). Seri Pembelajaran InovatifKonsep, Miskonsepsi, dan CaraPembelajarannya. Surabaya: Unesa UniversityPress.

Indrawati. (2009). The Misconception of PhysicsTeacher Prospective Students about Law ofReflection. Proceeding of The Third

Internasional Seminar on Science Education.244-250.

Kucukozer, H. & Kocakulah, S. (2007). SecondarySchool Students' Misconception about SimpleElectric Circuits. Jurnal of Turkish ScienceEducation. 4(1), 101-116.

Mardana, I. (2004). Pengembangan Model SimulasiKomputer Berorientasi KonstruktivismeSebagai Inovasi Teknologi PembelajaranPengubah Miskonsepsi untuk MeningkatkanHasil Belajar Fisika Siswa SMU. JurnalPendidikan dan Pengajaran IKIP NegeriSingaraja. (4), 57-71.

Mosik, M. P. (2010). Usaha Mengurangi TerjadinyaMiskonsepsi Fisika Melalui Permbelajarandengan Pendekatan Konflik Kognitif. JurnalPendidikan Fisika Indonesia. 98-103.

Mukti, A.D.Y., Raharjo, T., & Wiyono, E., (2010).Identifikasi Miskonsepsi dalam Buku Ajarfisika SMA Kelas X Semester Gasal. JurnalMateri dan Pembelajaran Fisika (JMPF). 1(1),39-41.

Mudjiarto, R., (2005). Peningkatan Pemahaman KonsepDasar Fisika Melalui Pendekatan pembelajaranKonseptual Secara Interaktif. MimbarPendidikan. (2), 17-24.

Pujianto, A., Nurjannah., & Darmadi, I.W., (2013).Analisis Konsepsi Siswa pada KonsepKinematika Gerak Lurus. Jurnal PendidikanFisika Tadulako (JPFT). 1(1), 16-21.

Raduta, C. (2005). General Students’ MisconceptionRelated to Electricity and Magnetism. TheOhio State University: Physics Departement.

Sadia, I W. (2004). Efektivitas model Konflik Kognitifdan Model Siklus Belajar untuk MemperbaikiMiskonsepsi Siswa dalam PembelajaranFisika. Jurnal Pendidikan dan PengajaranIKIP Negeri Singaraja. (3), 40-58.

Saehana, S. & Haeruddin. (2009). Development ofComputer Simulation in Cooperative LearningModel to Minimize The MisconceptionPhysics in High School Students in Palu.Tadulako University. Proceeding of The ThirdInternasional Seminar on Science Education.Science Education Program, Graduate School.Indonesia University of Education (IUE). 516-525.

Said, M. U. (2012). Pengembangan PerangkatPembelajaran Berbasis Lab Mini untukMeremidiasi Miskonsepsi Siswa SMA. Tesis:PPs. Unesa.

Samsuri. (2010). Pengembangan PerangkatPembelajaran Berbasis Media Simulasi PhETdan KIT Sederhana Pada Pembelajaran Fisika

Page 15: REDUKSI MISKONSEPSI KINEMATIKA SISWA MELALUI MODEL

Reduksi Miskonsepsi kinematika Siswa Melalui ModelKooperatif …

Vol. 4, No. 2, Mei 2015Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri SurabayaISSN : 2089-1776

571

SMA Pokok Bahasan Listrik Sederhana. Tesis:PPs. Unesa.

Simarmata, U. (2008). Penerapan Model Konstruktivisdalam Pembelajaran Fisika di SMU dalamUpaya Menanggulangi Miskonsepsi Siswa.Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains.ISSN: 1907-7157. 2(3), 77-82.

Sirait, J. (2009). Cognitive Conflict Approach toIncrease Critical Thinking of The Students inPhysics. Proceeding of The ThirdInternasional Seminar on Science Education.429-438.

Smith, D. P. & Kampen, P. V. (2011). TeachingElectric Circuits with Multiple Batteries: Aqualitative Approach. Journal of AmericanPhysical Society.

Triyanta. (2009). Medan Magnetik sebagai EfekRelativistik dari Gaya Coulomb danMiskonsepsi yang Terkait dalam Pembelajaran

Kemagnetan. Jurnal Pengajaran FisikaSekolah Menengah. 1(2), 40-47.

Trumper, R. (1990). Being Conctructive: An AlternatifApproach to The Teaching of Energy Concept.International Journal of Science Education.12(4), 343-354.

Tsai, C.-H. Chen, H-Y., Chou, C-Y., & Lain, K-D.(2007). Current as the Key Concept ofTaiwanese Students’ Understanding of ElectricCircuits. International Journal of ScienceEducation. 29(4), 483-496.

Trumper, R. (1990). Being Conctructive: An AlternatifApproach to The Teaching of Energy Concept.International Journal of Science Education.12(4), 343-354.

Tsai, C.-H. Chen, H-Y., Chou, C-Y., & Lain, K-D.(2007). Current as the Key Concept of TaiwaneseStudents’ Understanding of Electric Circuits.International Journal of Science Education. 29(4), 483-496.