redenominasi rupiah sulitkan peritel kecil

10

Click here to load reader

Upload: m-arif-fadilah

Post on 23-Jun-2015

70 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Redenominasi Rupiah Sulitkan Peritel Kecil

Redenominasi Rupiah Sulitkan Peritel Kecil

Warta Kota/Cahyo Nurdin Dibaca : 175 kali | Komentar: 0

Berita terkait: Redenominasi Tidak Sama Dengan Sanering

Senayan, Warta Kota

REDENOMINASI (penyederhanaan nilai) rupiah akan menyulitkan peritel kecil. Mereka akan sangat kewalahan seandainya label harga ganda diterapkan di toko-toko setelah redenominasi diberlakukan.

Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Rudi Sumampouw, di Jakarta hari Rabu (4/8) mengatakan, untuk dilakukannya redenominasi rupiah perlu pengkajian yang mendalam. Pasalnya, di lapangan akan menyulitkan peritel (pedagang) kecil, apalagi jika mereka harus memasang label harga ganda yang jumlahnya ribuan, sehingga persiapannya butuh waktu panjang.

Redenominasi adalah penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang. Pecahan mata uang rupiah disederhanakan tanpa mengurangi nilainya. Nilai mata uang tetap sama meski angka nolnya berkurang. Misalnya pecahan Rp 1 juta menjadi Rp 1.000, Rp 100.000 menjadi Rp 100, Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Gubernur Bank Indonesia (BI) terpilih, Darmin Nasution, haris Selasa mengatakan, pihaknya akan memberikan masa transisi bagi semua pihak sebelum memberlakukan redenominasi rupiah. Nantinya akan ada undang-undang (UU) yang mengatur redenominasi rupiah dan peraturan pemerintah (PP) dari instansi terkait untuk pelaksanaan teknisnya di lapangan.

Misalnya, ketika kebijakan ini diberlakukan, toko-toko membuat dua label harga barang—pecahan rupiah lama dan baru. Uang pecahan rupiah baru (hasil redenominasi) diberi cap (label) untuk membedakan uang rupiah lama. Jadi, konsumen bisa membeli barang di toko dengan rupiah lama dan rupiah baru.

Tidak sulit

Pengamat ekonomi Tony Prasetiantono berpendapat, BI seharusnya fokus mengatasi permasalahan ekonomi di dalam negeri, seperti pembahasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). BI tidak perlu mewacanakan penyederhanaan nilai mata uang rupiah karena biaya yang akan ditanggung dalam proses redenominasi akan sangat besar.

Menurut Tony, biaya besar itu untuk mencetak mata uang baru, implikasi UU yang berubah, perubahan sistem perbankan, dan biaya sosialisasi.

Page 2: Redenominasi Rupiah Sulitkan Peritel Kecil

Sementara itu, pihak Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar I (KPP LTO/Large Tax Office I) menyatakan tidak pernah ada masalah perihal pencatatan angka rupiah yang nilainya mencapai triliunan. Meski ada angka nol sebanyak 12 digit, kata Kepala KPP LTO I, Mekar Satria Utama, pihaknya tidak pernah mengalami kesulitan.

KPP LTO I adalah kantor pelayanan pajak yang melayani wajib pajak terbesar di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, target penerimaan yang dibebankan kepada kantor pelayanan pajak di Gambir, Jakarta Pusat, ini mencapai 50 persen dari target penerimaan negara Rp 606 triliun.

Komisi XI DPR menilai, redenominasi rupiah masih sebatas rencana. Menurut Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis, rencana tersebut tidak perlu ditanggapi karena masih sebatas kajian BI yang kemudian berkembang menjadi wacana. "Wacana itu tidak akan menjadi rencana kerja," kata Harry, kemarin.

Maruarar Sirait, anggota Komisi XI DPR, mengatakan hal yang sama. Redenominasi, kata dia, bukan merupakan prioritas bagi BI. Penyederhanaan mata uang rupiah itu tidak akan efisien dan justru akan memakan biaya mahal. Di antaranya kalangan perbankan harus mengubah sistem teknologi informasi (TI), buku tabungan, dan banyak dokumen lainnya. (nir/wip/Ant)

Page 3: Redenominasi Rupiah Sulitkan Peritel Kecil

[Redenominasi Rupiah] Duit Seribu jadi Satu Rupiah

JAKARTA, DETIKPOS.net - Bank Indonesia (BI) mewacanakan rencana redenominasi rupiah atau dengan kata lain pengurangan nilai pecahan rupiah tanpa mengurangi nilai dari uang tersebut. Misalnya jika sekarang pecahan Rp 1.000 maka setelah di-redenominasi pecahannya diubah menjadi Rp 1 namun nilai dari uang tersebut tidak berkurang.

Misalnya jika sekarang gaji Anda sebagai karyawan Rp 3.000.000 per bulan maka setelah di-redenominasi maka gaji akan menjadi Rp 3.000 per bulan. Namun gaji sebesar itu tetap bernilai sama. Misalnya untuk Rp 3.000.000 bisa membeli sebuah komputer maka setelah di-redenominasi maka Rp 3.000 tetap bisa digunakan untuk membeli komputer yang sama.

Isu panas ini muncul dari Pjs Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution di Jakarta akhir pekan lalu. Darmin mengatakan, saat ini BI tengah menggodok wacana mengenai redenominasi nilai tukar rupiah. "BI sedang menyiapkan sejumlah hal agar nilai Rp 1 itu lebih berarti," ujar Darmin.

Ia menambahkan, rencana redenominasi nilai tukar ini nantinya akan dibahas terlebih dahulu dengan pemerintah dan DPR. "Harus melalui Dewan Perwakilan Rakyat baru nanti kita sosialisasikan," jelasnya.

Dalam redenominasi, akan ada pemotongan angka nol pada nilai mata uang. Pemotongan nol biasanya tiga buah di belakang. Misalnya pecahan Rp 100.000 dipangkas 3 angka nolnya akan menjadi Rp 100.

Tapi Darmin mengatakan belum bisa memutuskan berapa jumlah angka nol yang akan dipotong. "Belum bisa diputuskan sekarang berapa angka nol yang akan dikurangi, apakah tiga atau empat. Namun, hasil pembahasan akan diusahakan disampaikan ke pemerintah tahun ini," janji mantan Dirjen pajak ini.

Bank sentral merasa perlu melakukan redenominasi karena seperti kita ketahui uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini Rp 100.000. Uang rupiah tersebut mempunyai pecahan terbesar kedua di dunia, terbesar pertama adalah mata uang Vietnam yang mencetak 500.000 Dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe, negara tersebut pernah mencetak 100 miliar dolar Zimbabwe dalam satu lembar mata uang.

Beda dengan Sanering

Dikonfirmasi terpisah soal itu, Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah mengatakan nantinya

Page 4: Redenominasi Rupiah Sulitkan Peritel Kecil

redenominasi berbeda dengan sanering jaman dulu karena perlu dihindari dampak yang merugikan masyarakat.

"Redenominasi butuh waktu dan persiapan yang lama dan matang termasuk sosialisasinya dan harus betul-betul berdasarkan kebutuhan masyarakat dan ekonomi. Sehingga dirasakan manfaatnya. Sehingga sampai sekarang masih merupakan kajian riset di BI saja," kata Difi, Senin (2/8).

Menurut dia di banyak negara yang sukses melakukan redenominasi, hanya dilakukan pada saat inflasi dan ekspektasi inflasi stabil dan renda karena di negara negara tersebut, intinya adalah penyederhanaan akunting dan sistem pembayaran saja tanpa menimbulkan dampak bagi ekonomi. "Syarat keberhasilan lainnya adalah persepsi dan pemahaman masyarakat yang mendukung yang didasarkan akan kebutuhan riil masyarakat," kata dia.

Menurutnya, penerapan redenominasi itu butuh waktu transisi sedikitnya lima tahun dan selama itu pedagang wajib mencantumkan label dalam dua jenis mata uang yakni uang lama yang belum dipotong dan uang baru (yang nolnya udah dipotong) sehingga tercipta kontrol publik.

Menurut Deputi Gubernur BI Budi Rochadi, setidaknya ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin melakukan penyederhanaan satuan nilai tukar.Tiga persyaratan itu adalah kondisi ekonomi yang stabil, inflasi yang terjaga rendah, dan adanya jaminan stabilitas harga.

Selain itu, untuk melakukan redenominasi nilai tukar juga dibutuhkan penarikan uang yang beredar di masyarakat secara bertahap. "Hal yang paling sulit dilakukan dengan cepat dan mudah adalah sosialisai kepada seluruh masyarakat Indonesia yang mencapai ratusan juta jiwa," jelasnya.

Bankir Minta Hati-hati

Para bankir menilai, bank sentral harus berhati-hati melakukan redenominasi mata uang rupiah. Pasalnya, kebijakan ini bakal memiliki efek yang sangat besar bagi industri perbankan. Komisaris Independen Bank Rakyat Indonesia (BRI) Aviliani mengatakan, rencana redenominasi rupiah bakal memakan biaya tinggi.

Perbankan harus melakukan investasi lagi di bidang teknologi dan informasi (TI). "TI tentu perlu penyesuaian terhadap berapa banyak angka nol uang tersebut," ujarnya. Ia juga memperkirakan, BI juga harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mengganti dan mencetak uang baru. "Pencetakan uang selalu menguras anggaran BI," jelas Aviliani.

Ia menyarankan, redenominasi dilakukan ketika Indonesia menerapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Saat itu, Indonesia bisa menyamakan nilai rupiah dengan mata uang negara-negara ASEAN. "Saat ini belum tepat karena krisis ekonomi di Eropa belum benar-benar berlalu dan sektor riil di Indonesia belum bergerak," tandas Aviliani

Direktur Utama Bank BNI Gatot Suwondo sependapat dengan Aviliani. "Untuk penerapan TI dan mematangkannya butuh waktu yang tidak sebentar," ujar Gatot. Menurut dia, redenominasi

Page 5: Redenominasi Rupiah Sulitkan Peritel Kecil

rupiah harus dibarengi pembangunan persepsi masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

"Jangan sampai persepsi yang timbul adalah pemotongan nilai mata uang, yang membuat masyarakat menarik dana mereka dari bank dan melakukan investasi ke luar negeri," tambahnya.

Timbul Gejolak

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengimbau wacana redenominasi jangan sampai menimbulkan gejolak stabilitas ekonomi. Kesiapan masyarakat menjadi poin penting bagi bank sentral sebelum menyampaikan kepada pemerintah dan presiden.

"Redenominasi sebetulnya sangat baik, tetapi harus dipahami jika kesiapan masyarakat menjadi hal penting yang harus diperhatikan," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI, Akhsanul Qasasi, Senin (2/8).

Akhsanul mengatakan sebelum disampaikan kepada pemerintah mengenai redenominasi, Bank Indonesia harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Misalnya melalui seminar, road show ke kampus-kampus, sosialisasi dan pemberitahuan terlebih dahulu. "BI jangan gegabah tiba-tiba langsung disampaikan kepada pemerintah. Masyarakat harus dimintai pendapatnya terlebih dahulu," katanya.

Kesiapan masyarakat juga diperlukan karena tanpa kesiapan masyarakat maka bisa-bisa terjadi gejolak ekonomi dimana terjadi kepanikan di masyarakat. "Hal tersebut berbahaya, karena masyarakat tidak mengerti dan jangan sampai disalahartikan seperti sanering," tambahnya.

Politisi dari Partai Demokrat ini menambahkan, BI diminta untuk melakukan kajian intensif dampak redenominasi pada stabilitas ekonomi. Hal ini dikarenakan apapun yang berhubungan dengan uang termasuk nilai serta fungsinya sangat sensitif. Oleh karena itu menurutnya masalah redenominasi jangan terlalu terburu-buru.

"Tiba-tiba disampaikan kepada pemerintah tahun ini juga, redenominasi tidak boleh terburu-buru Waktu Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BI-pun tidak ada wacana redenominasi yang disampaikan ke DPR," tegasnya. [tk/ris]

Read more: http://www.detikpos.net/2010/08/redenominasi-rupiah-duit-seribu-jadi.html#ixzz0xcWhbHgY

Pengertian Redenominasi Rupiah. Mungkin kata redenominasi ini merupakan kata yang masih asing di telinga kita dan mungkin banyak yang belum tahu. Dalam berita di berbagai media pemerintah RI sedang rencana redenominasi rupiah. Berikut ini pengertian redenominasi rupiah serta kapan di berlakukannya.

Page 6: Redenominasi Rupiah Sulitkan Peritel Kecil

Rencana redenominasi rupiah ini, dikeluarkan oleh pihak Bank Indonesia melalui pejabat sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution di Kantor Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (2/8/2010) malam.

Pengertian Redenominasi Rupiah adalah penyederhanaan atau pengurangan nominal mata uang Rupiah tanpa memotong nilai tukar mata uang itu sendiri. Uang Rp 1.000 menjadi Rp 1, Rp 10.000 menjadi Rp 10, Rp 50.000 menjadi Rp 50. Artinya ada pengurangan 3 digit nominal.

Redenominasi vs SaneringRedenominasi ini sendiri tidak sama dengan yang pernah terjadi pada masa pemeritahan Soekarno (orde lama). Redenominasi berbeda dengan Sanering. Redenominasi adalah kebijakan yang dilakukan dengan memotong nominal mata uang dengan tidak mengurangi nilai tukar mata uang itu sendiri, misalkan saya membeli sabun seharga RP 10.000, ketika diberlakukan Redenominasi maka saya tetap membayar sabun itu dengan harga Rp 10 (pengurangan 3 digit angka), Sedangkan Sanering adalah pemotongan nilai mata uang tetapi harga barangnya tetap sama. Misalkan saya membeli sabun seharga Rp 10.000 ketika Sanering berlaku maka uang saya menjadi Rp 10 sedangkan harga sabun itu tetap Rp 10.000. Tentu sangat merugikan bukan,hahaha.

Persyaratan Diberlakukan Kebijakan Redenominasi1. Ekspektasi inflasi harus berada di kisaran rendah dan pergerakannya stabil.2. Stabilitas perekonomian terjaga dan jaminan stabilitas harga.3. Kesiapan masyarakat

Untuk nomor 3 ini tampaknya saat ini belum bisa diterima masyarakat secepat mungkin, butuh waktu yang panjang untuk membiasakan. Diharapkan masyarakat tidak menimbulkan keresahan dalam bertransaksi.

Kapan Redenominasi BerlakuRedenominasi menurut Bank Indonesia memerlukan waktu selama 10 tahun. Dimulai tahap

Page 7: Redenominasi Rupiah Sulitkan Peritel Kecil

sosialisasi pada tahun 2011-2012 kemudian pada tahun 2013, dilakukan Redenominasi sebagai masa transisi hingga tahun 2015. Nah pada masa transisi ini, akan dipakai dua penilaian yang disebut istilah rupiah lama dan rupiah baru. Jadi anda bisa membeli barang dengan harga Rp 100.000 bayarnya bisa pake uang rupiah lama yaitu pecahan Rp 100.000 atau menggunakan uang rupiah baru yaitu Rp 100 (Redenominasi rupiah).

Ini mungkin tampaknya membingungkan masyarakat nantinya ketika melakukan transaksi apalagi pihak produsen itu sendiri juga akan memberikan 2 label harga, yaitu harga rupiah lama dengan harga rupiah baru. Terkhusus pada masyarakat yang pernah merasakan dirugikan karena kebijakan Sanering di masa orde lama.

Semua kekhawatiran itu sudah dipikir matang-matang pihak BI, mereka sudah melakukan studi banding di Turki yang sukses melakukan redenominasi di 2004. Sudah banyak negara-negara yang telah sukses melakukan Redenominasi, misalnya Turki, Vietnam yang memiliki pecahan uang terbesar di dunia setelah Indonesia yaitu sebesar 500.000 Dong. dan tidak memperhitungkan negara Zimbabwe yang pernah mencetak pecahan uang 100 miliar dolar Zimbabwe dalam satu lembar mata uang.