realita implementasi tauhid sosial dalam kehidupan masyarakat

6
REALITA IMPLEMENTASI TAUHID SOSIAL DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT Konsep awal dari tauhid adalah menempatkan Allah sebagai Rabb. Allah telah menciptakan alam semesta sebagai khaliq (pencipta), dan kita adalah makhluq (yang diciptakan). Sehingga, manusia harus tunduk pada penciptanya. Konsep ini merupakan konsep paling pokok dalam aqidah, sehingga jika seseorang belum mengimani hal ini ia tidak dapat dianggap sebagai seorang muslim yang lurus. Akan tetapi, konsep tauhid dalam tataran yang lebih luas tidak cukup hanya dengan membenarkan bahwa Allah itu Maha Esa. Tauhid sejatinya memerlukan manifestasi dalam realitas empiris. Jika tauhid kita artikan peng-esaan Tuhan, pengakuan kita bahwa Tuhan hanya ada satu. Dan artinya kita hanya fokus kepada satu Tuhan, tidak lebih tidak kurang, dan Dia tidak lain adalah Allah SWT. Seperti yang saya katakan tadi, pengesaan ini adalah konsep awal dan utama dalam tauhid. Maka menurut penulis, salah satu aplikasi sosialnya adalah tidak adanya peramal dan dukun, artinya kita hanya percaya bahwa Allah-lah yang bisa memberikan pertolongan, bukan dukun, bukan pula peramal.Karena jika

Upload: lupita-ayu-prawesti

Post on 24-Jun-2015

240 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Realita Implementasi Tauhid Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat

REALITA IMPLEMENTASI TAUHID SOSIAL DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

Konsep awal dari tauhid adalah menempatkan Allah sebagai Rabb. Allah

telah menciptakan alam semesta sebagai khaliq (pencipta), dan kita adalah

makhluq (yang diciptakan). Sehingga, manusia harus tunduk pada

penciptanya. Konsep ini merupakan konsep paling pokok dalam aqidah,

sehingga jika seseorang belum mengimani hal ini ia tidak dapat dianggap

sebagai seorang muslim yang lurus.

Akan tetapi, konsep tauhid dalam tataran yang lebih luas tidak cukup hanya

dengan membenarkan bahwa Allah itu Maha Esa. Tauhid sejatinya

memerlukan manifestasi dalam realitas empiris.

Jika tauhid kita artikan peng-esaan Tuhan, pengakuan kita bahwa Tuhan

hanya ada satu. Dan artinya kita hanya fokus kepada satu Tuhan, tidak lebih

tidak kurang, dan Dia tidak lain adalah Allah SWT. Seperti yang saya katakan

tadi, pengesaan ini adalah konsep awal dan utama dalam tauhid. Maka

menurut penulis, salah satu aplikasi sosialnya adalah tidak adanya peramal

dan dukun, artinya kita hanya percaya bahwa Allah-lah yang bisa

memberikan pertolongan, bukan dukun, bukan pula peramal.Karena jika kita

tidak berpikiran demikian, maka berarti kita telah menduakan Dia sebagai

Yang Maha memberikan pertolongan. 

Akan tetapi, hal ini mulai terhapus dan dihapus pada masa ini, terutama bisa

kita lihat munculnya dukun-dukun entertainer yang sering muncul di televisi,

entah Mama laurent, Ki Bodo atau yang lainnya.

Tapi konsep pengesaan ini tidak hanya berhenti di sini saja, jika kita

menariknya lebih dalam ia memiliki hal lain yang harus kita aplikasikan dalam

Page 2: Realita Implementasi Tauhid Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat

kehidupan sosial juga, yaitu tadi dikatakan bahwa pengesaan Tuhan berarti

hanya fokus kepada satu Tuhan, maka dalam kehidupan sehari-hari kita juga

harus fokus tehadap kewajiban yang kita emban, tidak boleh menduakan

kewajiban itu dengan kepentingan lain apalgi kepentingan pribadi.

Dan lagi-lagi, nampaknya makna ini juga sudah mulai tidak berlaku lagi

dalam masyarakat kita. Contoh kecilnya adalah realita kehidupan para guru—

terutama pns—saat ini. Kita tahu bahwa kewajiban utama seorang guru

adalah mendidik anak didik mereka, menjadikan anak didik mereka

berpendidikan yang sesungguhnya, memanusiakan anak-anak didik mereka.

Akan tetapi hal ini berbanding terbalik dengan kenyataan saat ini, dimana

banyak guru yang tidak hanya menjadi guru, ada yang merangkap

pengusaha, wiraswasta atau profesi lain dan akhirnya waktu mereka untuk

mengajar terkadang terenggut untuk hal-hal yang bukan dalam lingkup

mendidika anak-anak mereka. Ini berarti bahwa mereka telah menduakan

kewajiban mereka sebagai seorang guru, mereka tidak fokus terhadap satu

kewajiban utama mereka, mereka termasuk orang-orang yang “musyrik

sosial”, menyekutukan kewajiban mereka dengan kepentingan pribadi

(setidaknya begitulah saya menyebutnya).

Makna lain—dan merupakan kelanjutan dari makna diatas—adalah bahwa

tauhid bisa diartikan kesetiaan dan ketaatan kita terhadap Tuhan. Kita

bertauhid berarti kita mengikat diri dengan janji kita dengan Tuhan; janji untuk

taat terhadap segala aturan yang Dia berikan. Kita tidak bisa dikatan sebagai

orang yang bertauhid ketika kita melanggar janji kita dengan Tuhan, ketika

kita mengingkari perintahnya, meskipun kita tetap percaya dan teguh bahwa

Tuhan itu esa. Artinya, tidak cukup dengan mengesakan Tuhan tanpa

Page 3: Realita Implementasi Tauhid Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat

melakukan ibadah-ibadah yang di perintahkanNya, baik ibadah spiritual

maupun sosial.

Tidak bisa kita pungkiri jika saat ini banyak orang percaya bahwa Tuhan itu

Esa, mengaku bahwa Muhammad itu Nabi mereka, akan tetapi mereka tidak

pernah sekalipun melakukan penyembahan terhadapNya baik melalu shalat

ataupun puasa atau yang lainnya, mereka juga tidak peka terhadap

kehidupan sekitarnya, mereka tidak menghiraukan ketimpangan-ketimpangan

sosial yang terjadi didekatnya. Hal ini menunjukkan bahwa Tauhid hanya

menjadi pajangan hati saja, tanpa implikasi sosial yang berarti.

Makna ini juga mempunya sisi lain yang dapat dan harus kita

implementasikan dalam kehidupan sosial. Kesetiaan dan ketaatan adalah

sebuah keniscayaan yang harus kita miliki selama kita menginginkan

kehidupan yang tentram. Karena hanya dengan keduanya kita bisa menjalin

relasi yang baik dengan orang lain, hanya dengan keduanya kita bisa

membangun kepercayaan orang lain trhadap kita. Kita harus setia terhadap

aturan dan hukum sosial yang ada, kita juga harus setia dan taat terhadap

segala janji yang kita ucapkan terhadap orang lain. Ini adalah pondasi kita

untuk menggapai kesejahteraan bersama sebagai mahluk yang oleh Plato

disebut Zoon Politicon atau mahluk yang bermasyarakat.

Jika kita ingat sebuah perkataan Nabi yang menyatakan bahwa jika berjanji

lalu kita mengingkari, maka itu berarti kita masuk dalam golongan orang-

orang munafik. Maka sama dengan hal ini, jika kita tidak setia dan tidak taat

terhadap janji kita dalam ranah sosial, maka itu berarti bahwa kita “munafik

sosial”.

Page 4: Realita Implementasi Tauhid Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat

Tapi, lagi-lagi hal ini juga nampak mulai luntur dalam kehidupan masyarakat

kita. Pengingkarana dan penghianatan telah banyak dilakukan oleh banyak

orang, termasuk oleh para petinggi negeri yang megingkari janjinya dengan

memakan uang yang seharusnya tidak mereka makan. Pengingkaran tauhid

sosial ini juga dilakukan oleh para tullab—yang seharusnya jujur—dengan

budaya “mengutip total” alias plagiat bin copy-tempel tugas-tugas mereka,

agar mendapatkan nilai bagus yang mana hal ini juga berarti “musyrik”

terhadap kewajiban utama mereka, krena menduakan kewajiban mencari

ilmu dengan mencari nilai.

Seharusnya, dengan Tauhid Sosial tersebut, realita-realita menyedihkan di

atas tidak muncul, dengan Tauhid Sosial umat Islam seharusnya

mempraktikkan nilai-nilai Tauhid ke dalam realitas sosial secara benar.

Seorang muslim tidak cukup hanya menjalankan tauhid dengan meyakini

bahwa Allah itu esa, tetapi juga harus menjalankan perintahNya dan peka

terhadap urusan kemanusiaan, sehingga muncul keseimbangan antara

ibadah dan perilaku sosial. Hal inilah yang disebut sebagai amal shalih.