reaksi hidrogenasi parsial untuk meningkatkan stabilitas oksidasi biodiesel - partial hydrogenation...

95
TK-4091 PENELITIAN TEKNOLOGI KIMIA 2 Semester 1 2010 /2011 Judul REAKSI HIDROGENASI PARSIAL UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS OKSIDASI BIODIESEL Kelompok B.0910.3.23 Agung Satriyadi Wibowo (13007001) Laras Wuri Dianningrum (13007075) Pembimbing Dr. Tirto Prakoso Imam Paryanto, M. Sc. PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Mei 2011

Upload: laras-wuri-d

Post on 02-Dec-2015

803 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

It is for study and reference only...please do not forget to write the source if u cited this document.Full copyright belongs to Institut Teknologi Bandung, Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

TK-4091 PENELITIAN TEKNOLOGI KIMIA 2

Semester 1 2010 /2011

Judul REAKSI HIDROGENASI PARSIAL UNTUK MENINGKATKAN

STABILITAS OKSIDASI BIODIESEL

Kelompok B.0910.3.23

Agung Satriyadi Wibowo (13007001)

Laras Wuri Dianningrum (13007075)

Pembimbing

Dr. Tirto Prakoso

Imam Paryanto, M. Sc.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Mei 2011

Page 2: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 i

LEMBAR PENGESAHAN

TK-4091 PENELITIAN TEKNOLOGI KIMIA 2

Semester 1 2010/2011

REAKSI HIDROGENASI PARSIAL UNTUK MENINGKATKAN

STABILITAS OKSIDASI BIODIESEL

Kelompok B.0910.3.23

Agung Satriyadi Wibowo (13007001)

Laras Wuri Dianningrum (13007075)

Catatan

Bandung, Mei 2011

Pembimbing pertama Pembimbing kedua

Dr. Tirto Prakoso Imam Paryanto, M.Sc.

Page 3: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 ii

TK-4091 PENELITIAN TEKNOLOGI KIMIA 2

Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel

Kelompok B.0910.3.23

Agung Satriyadi Wibowo (13007001) dan Laras Wuri Dianningrum (13007075)

Pembimbing

Dr. Tirto Prakoso

Imam Paryanto, M. Sc.

ABSTRAK

Biodiesel adalah solusi alternatif bagi masalah kelangkaan bahan bakar fosil yang

melanda dunia belakangan ini, termasuk Indonesia. Namun, stabilitas oksidasi biodiesel

masih rendah sehingga diperlukan hidrogenasi parsial untuk mengatasinya. Penelitian

ini bertujuan mengetahui pengaruh hidrogenasi parsial terhadap angka iodium dan

komposisi biodiesel. Selain itu, diamati kondisi operasi yang paling optimal

berdasarkan stadard EN 14214.

Penelitian dilakukan menggunakan dua jenis biodiesel, yaitu biodiesel yang berasal dari

olein sawit dan minyak jarak. Hidrogenasi parsial dilakukan selama dua jam untuk

masing-masing run pada pasangan temperatur-tekanan-kecepatan pengadukan yang

bervariasi, yaitu: 80oC-1 atm-500 rpm, 80

oC-3 atm-500 rpm, 120

oC-3 atm-500 rpm, dan

120oC-3 atm-1000 rpm. Katalis yang digunakan adalah Pd/C dan sampel diambil setiap

setengah jam. Purging dilakukan dengan gas H2 sebelum reaksi dan diulangi setiap

setelah pengambilan sampel untuk menghilangkan udara selain H2 dari dalam reaktor.

Hasil analisis menunjukkan bahwa hidrogenasi parsial dapat meningkatkan stabilitas

oksidasi biodiesel jarak dan sawit yang ditunjukkan dengan penurunan angka iodium

dan komposisi asam lemak tidak jenuh. Kondisi operasi yang menunjukkan penurunan

paling tinggi adalah pada temperatur 120oC, tekanan 3 atm, dan kecepatan pengaduk

1000 rpm. Angka iodium biodiesel sawit turun dari 68,28 menjadi 32,30, sedangkan

biodiesel jarak turun dari 97,88 menjadi 79,12. Komposisi asam lemak tidak jenuh turun

hingga 75,49% pada sawit, sedangkan pada jarak turun hingga 36,28%. Kondisi operasi

hidrogenasi yang paling optimal berdasarkan EN 14214 dan SNI untuk jarak adalah

pada suhu 80oC, tekanan 1 atm, dan kecepatan pengadukan 500 rpm. Sedangkan

biodiesel sawit tidak memerlukan hidrogenasi parsial karena telah sesuai dengan

standard yang berlaku.

Kata kunci: stabilitas oksidasi, hidrogenasi parsial, biodiesel

Page 4: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 iii

TK-4091 RESEARCH PROJECT 2

Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

Group B.0910.3.23

Agung Satriyadi Wibowo (13007001) and Laras Wuri Dianningrum (13007075)

Advisor

Dr. Tirto Prakoso

Imam Paryanto, M. Sc.

ABSTRACT

Biodiesel is an alternative solution for scarcity problem of fossil fuels throughout the

world nowadays, including Indonesia. Yet, it’s oxidative stability is still low until

partial hydrogenation is applied to overcome this problem. This research aims to

determine the effect of partial hydrogenation of the quality and physical properties of

biodiesel. In addition, the optimal operation condition based on EN 14214 standard is

also observed.

The research was conducted using two types of biodiesel: biodiesel derived from palm

olein and jathropa oil. Partial hydrogenation is carried out for two hours for each run on

variation of temperature-pressure-stirring rate, namely: 80oC-1 atm-500 rpm, 80

oC-3

atm-500 rpm, 120oC-3 atm-500 rpm, and 120

oC -3 atm-1000 rpm. The catalyst used

was Pd / C and Ampel taken every half hour. Purging is done by H2 gas before reaction

and repeated after sampling to remove air from the reactor in addition to H2.

The result of this research shows that partial hydrogenation can increase oxidative

stability as indicated by the decrease in iodine number and composition of unsaturated

fatty acids. Operation conditions that show the most significant change are 120OC, 3

atm, and 1000 rpm. Iodine value of jatropha oil decrease from 97,88 to 79,12, while

iodine value of palm biodiesel decreased from 68,28 to 32,30. The composition of

unsaturated fatty acid of jatropha biodiesel decrease 36,28%, in other hand unsaturated

fatty acid of palm biodiesel decrease until 75,49%. Optimal operation condition of

hydrogenation based on EN 14214 and SNI for jathropa biodiesel is at 80oC, pressure of

1 atm, and stirring rate at 500 rpm. In the other hand, palm biodiesel does not need

partial hydrogenation because it has already fulfilled the applied standard.

Key words : oxidative stability, partial hidrogenation, biodiesel

Page 5: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Swt. yang telah memberikan kemudahan dan kekuatan bagi

penulis sehingga penelitian yang berjudul “Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk

Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel” dapat diselesaikan tepat waktu, yaitu satu

tahun sejak Mata Kuliah TK 4082 Penelitian Teknologi Kimia II dimulai.

Penelitian ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Tirto Prakoso sebagai dosen pembimbing penelitian.

2. Imam Paryanto, M.Sc. sebagai pembimbing kedua dari pihak Balai

Pengembangan dan Penelitian Teknologi (BPPT), Serpong.

3. Prof. Herri Susanto sebagai Kepala Laboratorium Termofluida dan Sistem

Utilitas Teknik Kimia ITB

4. Mbak Yanti, Mbak Meiti, dan semua anggota Laboratorium Termofluida dan

Sistem Utilitas Teknik Kimia ITB.

5. Khailil Amri dan seluruh petugas laboratorium Gedung BRDST, BPPT, Serpong

6. Dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bidang keilmuan

teknik kimia secara luas. Penulis juga meminta maaf apabila ada hal-hal yang kurang

berkenan dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca untuk perbaikan laporan ini.

Bandung, 5 April 2011

Penulis

Page 6: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 v

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................... i

ABSTRAK .................................................................................................................................... ii

ABSTRACT ................................................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. iv

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 4

1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 5

1.4 Ruang Lingkup ................................................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 6

2.1 Sejarah Biodiesel .............................................................................................................. 6

2.2.1 Olein Sawit ...................................................................................................................... 8

2.2.2 Minyak Jarak (Jatropha curcas sp) ................................................................................. 10

2.4 Parameter – Parameter Uji ............................................................................................. 14

2.4.1 Stabilitas Oksidasi .......................................................................................................... 14

2.4.2 Angka Iodium ................................................................................................................ 16

2.4.3 Standar Baku Mutu Biodiesel ....................................................................................... 17

BAB III RANCANGAN PENELITIAN ..................................................................................... 19

3.1. Metodologi ....................................................................................................................... 19

3.2. Percobaan ......................................................................................................................... 19

3.2.1. Bahan ............................................................................................................................ 19

3.2.2. Alat ................................................................................................................................ 19

Page 7: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 vi

3.2.3. Prosedur ........................................................................................................................ 22

3.2.4. Variasi ........................................................................................................................... 25

3.3. Interpretasi Data ............................................................................................................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 27

4.1 Komposisi Asam Lemak ................................................................................................... 27

4.1.1 Biodiesel Sawit .............................................................................................................. 28

4.1.2 Biodiesel Jarak ............................................................................................................... 31

4.2 Hasil Uji Angka Iodium .................................................................................................... 36

4.2.1 Uji Angka Iodium Biodiesel Sawit ................................................................................ 37

4.2.2 Uji Angka Iodium Biodiesel Jarak ................................................................................. 40

4.3 Uji Stabilitas Oksidasi ....................................................................................................... 42

4.4 Kondisi Operasi Optimal Hidrogenasi Parsial .................................................................. 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... 46

5.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 46

5.2 Saran.................................................................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 48

LAMPIRAN A METODE ANALISIS STANDAR UNTUK ANGKA IODIUM BIODIESEL

ESTER ALKIL DENGAN METODE WIJS (FBI-A04-03) ....................................................... 50

LAMPIRAN B PENGUJIAN TITIK AWAN (ASTM D 2500-91) ........................................... 55

LAMPIRAN C PENGUJIAN TITIK TUANG (ASTM D 97-87) .............................................. 57

LAMPIRAN D PENGUJIAN STABILITAS OKSIDASI (BS EN 14112:2003) ....................... 60

LAMPIRAN E MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS) ............................................... 62

LAMPIRAN F HASIL ANALISIS GC-MS ............................................................................... 71

Page 8: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Proyeksi penggunaan energi dunia sampai tahun 2025 ................................................ 1

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Biodiesel Sawit ..................................................................... 9

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Biodiesel Jarak ................................................................... 11

Tabel 2.5 Standar Baku Mutu Biodiesel Berdasarkan EN 14214 ............................................... 17

Tabel 2.6 Standar Baku Mutu Biodiesel Berdasarkan SNI ......................................................... 18

Tabel 3.1 Peralatan uji sifat fisik dan komposisi biodiesel ......................................................... 21

Tabel 3.2 Berbagai kondisi reaksi hidrogenasi ........................................................................... 22

Tabel 3.3 Interpretasi data ........................................................................................................... 25

Tabel 3.3 Interpretasi data (lanjutan) .......................................................................................... 26

Tabel 4.4 Slope setiap run hidrogenasi biodiesel sawit .............................................................. 38

Tabel 4.5 Slope setiap run hidrogenasi biodiesel jarak ............................................................... 40

Tabel 4.6 Hasil uji rancimat ........................................................................................................ 42

Page 9: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Biodiesel .................................................................................................................... 6

Gambar 2.2 Kernel sawit .............................................................................................................. 9

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Biodiesel Jarak ................................................................... 11

Gambar 2.4 Berbagai biodiesel berdasarkan kandungan asam lemak jenuh, asam lemak

monounsaturated, dan asam lemak polyunsaturated (*khusus untuk Jathropa, sumber berasal

dari BPPT)................................................................................................................................... 12

Gambar 2.5 Skema hidrogenasi .................................................................................................. 14

Gambar 2.6 Peralatan uji rancimat .............................................................................................. 15

Gambar 3.1 Reaktor hidrogenasi ................................................................................................. 20

Gambar 3.2 Gas Chromatography- Mass Spectrometry di Laboratorium BRDST, BPPT ......... 21

Gambar 3.3 Prosedur uji iodium ................................................................................................. 23

Gambar 3.4 Diagram alir penelitian ............................................................................................ 24

Gambar 3.5 Variasi yang digunakan ........................................................................................... 25

Gambar 4.1 Komposisi asam lemak biodiesel sawit sebelum dan setelah dihidrogenasi ........... 28

Gambar 4.2 Komposisi asam lemak biodiesel sawit pada run 4 setiap 30 menit ........................ 30

Gambar 4.3 Komposisi asam stearat, oleat, dan linoleat biodiesel sawit setiap 30 menit (run 4)31

Gambar 4.4 Komposisi asam lemak biodiesel jarak sebelum dan setelah dihidrogenasi ........... 31

Gambar 4.5 Komposisi asam lemak biodiesel jarak pada run 8 setiap 30 menit ........................ 33

Gambar 4.6 Komposisi asam stearat, oleat, dan linoleat biodiesel jarak setiap 30 menit (run 8) 34

Gambar 4.7 Kurva komposisi asam stearat, oleat, dan linoleat biodiesel sawit pada menit ke-

120 untuk setiap run .................................................................................................................... 35

Gambar 4.8 Kurva komposisi asam stearat, oleat, dan linoleat biodiesel jarak pada menit ke-120

untuk setiap run ........................................................................................................................... 36

Gambar 4.9 Hasil Uji Angka Iodium Biodiesel Sawit ................................................................ 37

Gambar 4.10 Hasil uji angka iodium biodiesel jarak .................................................................. 40

Page 10: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Dermibas, sebagian besar energi yang dikonsumsi di seluruh dunia berasal dari

bahan bakar fosil seperti petroleum, batu bara, dan gas alam. Bahan bakar ini terbatas

keberadaannya dan telah diprediksi akan habis dalam waktu dekat (Ramos dkk., 2008).

Hal ini menyebabkan berbagai negara, khususnya negara maju berlomba-lomba untuk

mencari dan meneliti bahan bakar baru yang dapat menggantikan fungsi bahan bakar

fosil dari sumber yang dapat diperbarui dan lebih ramah lingkungan. Proyeksi

pengunaan energi dunia dapat dilihat dari tabel berikut

Tabel 1.1 Proyeksi penggunaan energi dunia sampai tahun 2025

(Sumber : http://sugiyono.webs.com/paper/p0201.pdf)

Pada dasawarsa terakhir ini, terdapat minat yang cukup besar dalam bidang biodiesel

(metil ester asam lemak/fatty acid methyl ester atau FAME) karena memiliki sifat yang

mirip dengan bahan bakar mesin diesel (Prakoso, 2009). Biodiesel memiliki banyak

keuntungan dibandingkan bahan bakar fosil, diantaranya adalah emisi yang rendah,

mempunyai efek pelumasan baik, ramah lingkungan karena emisinya hampir tidak

mengandung SO2, juga tarikannya lebih besar untuk rpm (rotation per minute) yang

rendah (Moser dkk., 2007; Vyas dkk., 2008; Canacki dkk., 2001).

Page 11: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 2

Biodiesel pada umumnya dibuat dari bahan-bahan pangan seperti jagung dan kedelai

(Amerika Serikat), flaxseed dan Brassica napus (terutama di Eropa), tebu (Brazil),

kelapa sawit (Asia Tenggara), dan jarak pagar, terutama di India1. Indonesia merupakan

salah satu negara yang berpotensi dalam pengembangan sumber daya terbarukan ini

karena lahan dan lokasi geografisnya sangat mendukung pertumbuhan tanaman yang

menjadi bahan baku utama biodiesel, seperti jarak pagar dan kelapa sawit. Saat ini di

Indonesia produksi kepala sawit mencapai 20 juta ton dan potensi pabrik biodiesel yang

mencapai 3 juta kiloliter2. Untuk jarak pagar, Lahan Kering Dataran Rendah Iklim

Kering (LKDRIK) di Indonesia tersedia kurang lebih 6 juta ha. Daerah ini tersebar di

Bali dan NTT seluas 2.616.895 ha, Sumatera 470.801 ha, Jawa 962.720 ha, Sulawesi

1.810.930 ha, Maluku dan Papua 582.815 ha.3

Namun, pengunaan biodiesel memiliki keterbatasan yang berkaitan dengan stabilitas

oksidasi dan cold-flow properties (Moser, dkk., 2007). Cold flow properties berkaitan

dengan menurunnya kinerja biodiesel di udara dingin (misalnya: bahan bakar beku,

deposit air di sistem penyaluran bahan bakar kendaraan, aliran bahan bakar dingin,

pengkabutan, dan peningkatan korosi)4. Sifat biodiesel yang membeku pada suhu di

bawah 20oC menjadi masalah utama di negara-negara empat musim. Namun di

Indonesia, hal tersebut tidak menjadi masalah utama karena iklim dan temperatur di

negara ini rata-rata di atas temperatur tersebut. Perhatian utama kini diberikan kepada

masalah stabilitas oksidasi biodiesel yang rendah sehingga berpengaruh kepada kualitas

penyimpanan biodiesel.

Stabilitas oksidasi berkaitan dengan kandungan dari rantai FAME (Fatty Acid Methyl

Ester). Semakin tinggi kandungan asam lemak tak jenuh, semakin rendah stabilitas

oksidasi biodiesel. Hal ini akan mengakibatkan biodiesel tidak dapat disimpan dalam

waktu yang lama karena harus terhindar dari cahaya dan udara bebas yang menjadi

penyebab utama oksidasi. Hal ini tentu saja sangat sulit dilakukan dalam aplikasi di

1 http://www.bppt.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=601:tingkatkan-

penggunaan-biodiesel-sebagai-bahan-bakar-alternatif&catid=50:teknologi-energi 2 idem.

3 http://www.kamase.org/potensi-kekurangan-dan-kelebihan-jarak-pagar/ (9 November 2006)

4 http://blogodril.blogspot.com/2010/03/biofuel-produksi-biofuel-nasional.html (2 November 2010)

Page 12: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 3

kehidupan sehari-hari. Selama ini, kualitas biodiesel mengalami penurunan signifikan

seperti terjadi gumming dan peningkatan angka asam dan viskositas karena stabilitas

oksidasinya yang rendah (Wadumesthrige, dkk., 2009).

Cara yang telah dikembangkan untuk mengatasi fenomena ini adalah dengan

penambahan antioksidan dan hidrogenasi parsial. Penambahan antioksidan dengan kata

lain penambahan zat aditif dan meningkatkan kekhawatiran terhadap sifat fisik bahan

bakar dan proses after treatment (Wadumsthrige, dkk., 2009). Hidrogenasi adalah reaksi

kimia antara molekul hidrogen (H2) dan elemen lain atau suatu senyawa yang berfungsi

untuk memutuskan ikatan rangkap yang ada dalam senyawa tersebut. Ikatan rangkap

yang hilang akan menambah kestabilan senyawa terhadap reaksi oksidasi. Hidrogenasi

parsial diharapkan dapat menghasilkan turunan asam lemak yang hanya memiliki satu

ikatan rangkap (asam oleat) sehingga masih berwujud cair dalam suhu kamar. Hal ini

untuk menghindari biodiesel menjadi padat (lilin) ketika digunakan sebagai bahan

bakar.

Penelitian tentang hidrogenasi parsial biodiesel belum banyak di Indonesia. Beberapa di

antaranya menyatakan bahwa hidrogenasi parsial dapat menjadi solusi untuk

meningkatkan stabilitas oksidasi biodiesel (dalam kasus ini jarak dan sawit). Biodiesel

sawit telah memiliki waktu induksi yang memenuhi standar Amerika ASTM D 6751-

07b (minimal 3 jam), namun belum memenuhi standar Eropa EN-14214 (minimal 6

jam) dan WWFC (World Wide Fuel Centre) yaitu minimal 10 jam (Ramos, dkk., 2008).

Fajar dkk. (2010) menyebutkan bahwa biodiesel sawit memiliki waktu induksi lebih

dari 10 jam. Ramos dkk. (2009) menampilkan data stabilitas oksidasi sawit (UNE-EN

14214) sebesar 4 jam. Biodiesel jarak memiliki waktu induksi yang lebih rendah (2-3

jam) sehingga membutuhkan perlakuan yang sesuai untuk meningkatkan stabilitas

oksidasinya agar layak digunakan sebagai bahan bakar. Dari sumber-sumber tersebut

memang terdapat ketidaksamaan data stabilitas oksidasi tergantung dari cara pembuatan

biodiesel dan metode pengukuran stabilitas oksidasinya. Namun beberapa referensi

tersebut (Fajar, dkk., 2010; Sonthisawate, dkk., 2009; Wadumstherige dkk., 2009)

menyimpulkan bahwa hidrogenasi parsial berhasil meningkatkan stabilitas oksidasi

biodiesel.

Page 13: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 4

Fajar dkk. (2010) melakukan penelitian tentang hidrogenasi parsial terhadap biodiesel

biodiesel jarak. Hidrogenasi parsial dilakukan selama setengah jam dengan katalis

platina dan paladium (Pd-Pt). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa komposisi asam

lemak tak jenuh menurun. Hal tersebut menyebabkan stabilitas oksidasi biodiesel jarak

bertambah dari 1,68 jam menjadi 15 jam (dengan katalis paladium) dan 21,68 jam

(untuk katalis platina). Sonthisawate, dkk. (2009) menggunakan dua macam katalis

untuk reaksi hidrogenasi, salah satunya Pd-Pt. Reaksi dilaksanakan pada tekanan

atmosferik selama 1 jam dengan temperatur bervariasi, yaitu 40, 80, 100, dan 140oC.

Komposisi biodiesel setelah dihidrogenasi terbukti hanya terdiri dari senyawa asam

lemak jenuh dan monounsaturated acid (senyawa asam lemak tak jenuh dengan ikatan

rangkap satu). Selain itu, hidrogenasi pada temperatur 100oC dan 140

oC meningkatkan

stabilitas oksidasi biodiesel sampai lebih dari 24 jam.

1.2 Rumusan Masalah

Biodiesel sawit dan jarak sebagai bahan bakar alternatif ternyata memiliki stabilitas

oksidasi yang rendah, khususnya biodiesel jarak. Hal ini menyebabkan penggunaan

biodiesel masih terbatas karena kondisi biodiesel yang tidak stabil pada masa

penyimpanan. Salah satu cara yang sudah terbukti dapat meningkatkan stabilitas

oksidasi adalah dengan hidrogenasi parsial. Namun, pengaruh hidrogenasi parsial

terhadap sifat fisik biodiesel sawit dan jarak, seperti angka iodium dan komposisi

senyawa asam lemak, harus diteliti lebih jauh untuk membuktikan bahwa reaksi

hidrogenasi parsial benar-benar berperan dalam peningkatan kualitas biodiesel secara

umum.

Selain itu, keberhasilan reaksi hidrogenasi parsial bergantung dari beberapa faktor,

seperti temperatur, tekanan, dan kecepatan pengadukan. Berdasarkan standard biodiesel

yang dijadikan acuan (EN 14214), kondisi optimal hidrogenasi biodiesel berdasarkan

faktor-faktor tersebut belum diteliti. Informasi ini penting untuk dijadikan acuan untuk

menyelenggarakan reaksi hidrogenasi parsial yang lebih efektif di masa yang akan

datang.

Page 14: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 5

1.3 Tujuan

Merujuk kepada hal yang telah dibahas pada bagian rumusan masalah sebelumnya,

tujuan penelitian ini adalah

1. Mengetahui pengaruh hidrogenasi parsial terhadap kualitas dan sifat fisik

biodiesel olein sawit dan minyak jarak, seperti stabilitas oksidasi, angka iodium,

dan komposisi senyawa asam lemak.

2. Menentukan kondisi operasi reaksi hidrogenasi parsial yang optimal untuk

biodiesel sawit dan jarak sesuai EN 14214 dan SNI

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan mencakup beberapa hal sebagai berikut:

1. Biodiesel yang digunakan dalam penelitian berasal dari minyak jarak (Jathropa

curcas l.) dan olein sawit yang telah dibuat sebelumnya. Spesifikasi dan metode

pembuatan kedua jenis biodiesel tersebut bukan merupakan bagian dari

penelitian ini kecuali yang berkaitan dengan karakter bahan baku yang

dianalisis.

2. Sistem pengendali temperatur, tekanan, dan kecepatan pengadukan pada reaktor

hidrogenasi dianggap telah berjalan optimal sehingga ketiga besaran tersebut

dapat dianggap konstan pada nilai yang diinginkan selama reaksi hidrogenasi

berlangsung.

3. Uji stabilitas oksidasi dilakukan dengan bantuan Institut Pertanian Bogor dan

tidak dilakukan langsung oleh penulis.

4. Reaktor hidrogenasi yang merupakan jenis batch diasumsikan telah terpasang

dengan baik setiap run sehingga tidak ada udara yang masuk ke dalam reaktor

selain hidrogen selama reaksi berlangsung.

5. Prosedur yang diterapkan pada analisis GC-MS dianggap yang paling

mempresentasikan hasil pemisahan yang optimal untuk komposisi senyawa

asam lemak yang dikaji

Page 15: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Biodiesel

Biodiesel mempunyai pengertian luas yang mencakup seluruh bahan bakar diesel yang

dapat berasal dari aktivitas biologi/hayati seperti minyak, lemak, pati, selulosa,

ganggang dan sebagainya5. Berdasarkan Britannica Encyclopedia, biodiesel adalah

bahan bakar yang terbuat dari bahan baku berupa minyak tumbuhan (seperti minyak

kedelai dan minyak sawit) dan digunakan pada mesin diesel dengan cara

mencampurkannya dengan diesel yang berasal dari bahan bakar fosil.

Gambar 2.1 Biodiesel

(Sumber: http://nocameranointervention.wordpress.com/2009/03/24/palm-oil-grower-

defends-expansion/)

Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan bahan bakar

sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel (Jerman, 1858-

1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara khusus dijalankan dengan

minyak tumbuh-tumbuhan. Mesin diesel atau biasa juga disebut Compression Ignition

Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu mesin motor dengan konsep penyalaan

yang diakibatkan oleh kompresi atau penekanan campuran antara bahan bakar dan

5 http://lemigas-proses.com/biodiesel-sebagai-bahan-bakar-alternatif/

Page 16: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 7

oksigen di dalam suatu mesin motor pada suatu kondisi tertentu6. Namun kemudian

diketahui bahwa kelemahan bahan bakar ini adalah tidak stabil. Namun, pada awal

dekade 80-an biodiesel mulai diperkenalkan secara luas sebagai bahan bakar alternatif.

Saat itu krisis energi tengah melanda dunia sehingga pencarian terhadap sumber daya

baru mulai digalakkan untuk mengantisipasi kelangkaan bahan bakar fosil (Knothe dkk.,

2005).

Menurut Ramadas, pada dasawarsa terakhir ini terdapat minat yang cukup besar dalam

bidang biodiesel (metil ester asam lemak/fatty acid methyl ester atau FAME) karena

memiliki sifat yang mirip dengan bahan bakar mesin diesel (Prakoso dkk., 2010). Selain

itu perkembangan biodiesel yang cukup pesat di berbagai negara juga dipengaruhi oleh

perkembangan standardisasi proses untuk mendapatkan biodiesel dengan kualitas

terbaik. Beberapa di antaranya adalah ASTM (American Society for Testing and

Materials) D6571 dan Standard Eropa EN 14214 yang dijadikan acuan di negara-negara

Eropa (Knothe, 2005).

Di dunia kini telah ada lebih dari 85 pabrik biodiesel dengan kapasitas 500 - 120.000

ton/tahun. Pada 7 tahun terakhir ini 28 negara telah menguji coba pemakaiannya, 21 di

antaranya kemudian memproduksi biodiesel secara komersial7. Bahan bakar ini

memiliki beberapa keuntungan dibandingkan bahan bakar fosil, diantaranya adalah :

1. Aman, karena memiliki flash point yang tinggi

2. Memiliki bilangan setana yang tinggi

3. Pembakaran sempurna (bebas sulfur dan rendah jumlah bilangan asap)

4. Memiliki efek pelumasan terhadap mesin

5. Rendah kualitas emisinya

6. Ramah lingkungan karena emisinya hampir tidak mengandung SO2

7. Pada putaran per menit yang rendah, tarikan yang dihasilkan lebih besar8 (Moser

dkk., 2007; Vyas dkk., 2008; Canacki dkk., 2001)

6 http://203.130.206.51:8081/usuocw/teknik-kimia/oleo-kimia/handout/handout-7

7 http://biodiesel.biodiesel-itb.com/

8 http://bahasa.biodieselindonesia.com/indexxx.php?view=_biodiesel

Page 17: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 8

Selain kelebihan, biodiesel juga masih memiliki sejumlah kekurangan dibandingkan

bahan bakar konvensional, yaitu :

1. Derajat kekentalan (viskositas) minyak nabati adalah sepuluh sampai dua puluh kali

viskositas solar (petrodiesel). Sifat fisik ini merupakan penyebab buruknya atomisasi

dan mengakibatkan pembakaran tidak sempurna. Hal ini dibuktikan oleh Madhot

(1921).

2. Nilai kalori lebih rendah, sedang titik tuang lebih tinggi dibanding minyak solar

(energi fosil), sehingga sedikit lebih boros dibanding solar.

3. Tenaga, torsi dan efisiensi sedikit turun dibanding solar. Sebagai contoh, biodiesel

jenis B30 (30% biodiesel - 70% solar) menurunkan tenaga, torsi dan efisiensi sekitar 3%

dibanding solar.9

4. Biodiesel cenderung tidak tahan terhadap oksidasi oleh udara atmosfer, terutama

yang kandungan asam lemak tidak jenuh

2.2 Bahan Baku

Sejumlah minyak nabati dengan komposisi asam lemak yang bervariasi dapat digunakan

untuk bahan baku pembuatan biodiesel. Percobaan kali ini menggunakan olein sawit

dan minyak jarak sebagai bahan baku biodiesel.

2.2.1 Olein Sawit

Olein merupakan produk turunan dari CPO. Semua komponen buah sawit dapat

dimanfaatkan secara maksimal. Buah sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel),

dimana daging sawit dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil) sedangkan buah sawit

diolah menjadi PK (kernel palm). Ekstraksi CPO rata-rata 20% sedangan PK 2.5%.

Sementara itu cangkang biji sawit dapat dipergunakan sebagai bahan bakar ketel uap.

Sawit banyak digunakan sebagai bahan baku biodiesel karena produksinya yang

melimpah.

9 http://biodiesel.biodiesel-itb.com

Page 18: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 9

Gambar 2.2 Kernel sawit

(Sumber : http://www.fooducate.com/blog/tag/saturated-fat/)

Pengukuran stabilitas oksidasi biodiesel sawit menghasilkan waktu induksi sekitar 10

jam. Stabilitas oksidasi dipengaruhi oleh komposisi asam lemak tak jenuh. Komposisi

asam lemak pada biodiesel sawit dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Biodiesel Sawit

Asam Lemak Komposisi (%)

C12:0 Laurat 0,2

C14:0 Miristat 0,5

C16:0 Palmitat 43,4

C16:1 Palmitoleat 0,1

C18:0 Stearat 4,6

C18:1 Oleat 41,9

C18:2 Linoleat 8,6

C18:3 Linolenat 0,3

C20:0 Arachidat 0,3

C22:0 Behenat 0,1

(Sumber: Fajar, dkk., 2010)

Page 19: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 10

Hidrogenasi parsial akan meningkatkan komposisi asam lemak jenuh dan menurunkan

asam lemak tak jenuh (asam linoleat dan asam linolenat).

2.2.2 Minyak Jarak (Jatropha curcas sp)

Minyak jarak pagar (Jatropha curcas) dipilih sebagai bahan baku biodiesel karena : (a)

sifat fisika-kimia nya sesuai dengan sifat bahan baku untuk memproduksi biodiesel, (b)

minyak jarak tidak termasuk minyak pangan, (c) tanaman jarak dapat tumbuh baik di

lahan kering/kritis sehingga berpotensi mengubah lahan kritis menjadi lahan yang

produktif (Cornelia, 2000).

Gambar 2.3 Tanaman jarak

(Sumber: http://majarimagazine.com/2009/06/potensi-pengembangan-biodiesel-di-

indonesia/)

Biodiesel jarak memiliki nilai stabilitas oksidasi yang rendah. Pengukuran stabilitas

oksidasi pada biodiesel jarak menghasilkan waktu induksi di bawah 6 jam. Oleh karena

itu, hidrogenasi parsial diperlukan untuk meningkatkan stabilitas oksidasi dari biodiesel

jarak. Stabilitas oksidasi dipengaruhi oleh kandungan asam lemak tak jenuh pada

biodiesel. Komposisi asam lemak pada biodiesel jarak dapat dilihat pada tabel 2.2

Page 20: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 11

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Biodiesel Jarak

(Sumber: Fajar, dkk., 2010)

Data sifat fisik biodiesel sawit dan jarak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Biodiesel Jarak

Ramos, dkk. (2008) mengungkapkan hubungan antara angka iodium dan cold flow

properties, dengan komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak bebas yang dimiliki

oleh beberapa biodiesel nabati. Warna hijau adalah daerah optimal di mana biodiesel

tersebut memenuhi Standard Eropa EN 14214, warna kuning menandakan biodiesel

tersebut memiliki angka setana dan angka iodium yang tinggi, dan warna biru

menunjukkan cold flow properties yang bagus. Stabilitas oksidasi yang baik berada di

daerah kuning karena sifat ini berkebalikan dengan cold flow properties. Semakin tinggi

Asam Lemak Komposisi (%)

C12:0 Laurat -

C14:0 Miristat -

C16:0 Palmitat 12,7

C16:1 Palmitoleat 0,7

C18:0 Stearat 5,5

C18:1 Oleat 39,1

C18:2 Linoleat 41,6

C18:3 Linolenat 0,2

C20:0 Arachidat 0,2

C22:0 Behenat -

Sifat Fisik Biodiesel sawit Biodiesel jarak Referensi

Angka iodium

(mg iodium/g)

93-106 57 Achten, dkk., 2008;

Ramos, dkk., 2008;

Stabilitas

oksidasi

4 jam 1,7 jam Ramos, dkk., 2008;

Fajar, dkk., 2010

Page 21: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 12

stabilitas oksidasi berarti semakin banyak senyawa asam lemak jenuh sehingga

menurunkan cold flow properties.

Gambar 2.4 Berbagai biodiesel berdasarkan kandungan asam lemak jenuh, asam lemak

monounsaturated, dan asam lemak polyunsaturated (*khusus untuk Jathropa, sumber

berasal dari BPPT)

Biodiesel sawit berada pada daerah kuning, yang berarti telah memiliki angka iodium

dan angka setana yang tinggi. Namun masih belum memenuhi standard EN 14214.

Sebaliknya, biodiesel yang berasal dari jarak terbukti telah memiliki cold flow

properties yang bagus, tetapi tidak memiliki stabilitas oksidasi yang cukup untuk

memenuhi standard EN 14214.

2.3 Hidrogenasi Parsial

Hidrogenasi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kestabilan oksidasi

dari biodiesel, selain penambahan antioksidan. Hidrogenasi memiliki prinsip yang

sederhana dan cenderung lebih ekonomis dibandingkan metode yang lain. Prinsipnya

adalah memutus ikatan rangkap dari asam lemak tak jenuh sehingga menurunkan reaksi

Jathropa*

Page 22: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 13

oksidasi yang terjadi. 10

Hidrogenasi parsial mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh yang

mempunyai rantai lurus dan sifat fisik yang berbeda. Selama reaksi hidrogenasi parsial

berlangsung, beberapa molekul asam lemak tak jenuh yang berkonfigurasi cis

mengalami penyusunan ulang menjadi trans yang bentuknya lebih linear dan lebih stabil

secara termodinamika.

Fajar dkk. (2010) melakukan penelitian tentang hidrogenasi parsial terhadap biodiesel

biodiesel jarak. Hidrogenasi parsial dilakukan selama setengah jam dengan katalis

platina dan palladium. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.4 Komposisi asam lemak bebas pada biodiesel jarak sebelum dan sesudah

hidrogenasi parsial

Asam Lemak Komposisi sebelum

hidrogenasi (%)

Komposisi Setelah

Hidrogenasi (%)

Katalis Pd Katalis Pt

C12:0 0,03 0,04 0,03

C14:0 0,07 0,07 0,07

C16:0 14,19 14,23 14,19

C16:1 0,85 0,80 0,79

C17:0 0,09 0,10 0,10

C18:0 6,71 13,84 17,10

C18:1 39,91 69,56 55,76

C18:2 37,04 0,71 11,04

C18:3 0,18 0,00 0,02

C20:0 0,20 0,21 0,21

C20:1 0,07 0,07 0,11

C22:0 0,03 0,03 0,03

C24:0 0,04 0,04 0,04

Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa setelah dilakukan hidrogenasi parsial,

komposisi asam lemak tak jenuh pada biodiesel jarak menurun. Hal tersebut akan

10

http://www.elmhurst.edu/~chm/vchembook/558hydrogenation.html

Page 23: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 14

meningkatkan stabilitas oksidasi biodiesel jarak tersebut. Hidrogenasi parsial pada

percobaan di atas meningkatkan stabilitas oksidasi biodiesel dari 1,68 jam menjadi 15

jam (dengan katalis paladium) dan 21,68 jam (dengan katalis platina).

Skema hidrogenasi pada biodiesel yang umum dapat dilihat sebagai berikut.

Asam linoleat

Asam linolenat

Asam isolinoleat Asam isooleat

Asam stearat

Asam oleat

Gambar 2.5 Skema hidrogenasi

Katalis yang biasa digunakan untuk reaksi hidrogenasi parsial adalah katalis platina atau

katalis paladium. Percobaan ini menggunakan paladium karena harganya lebih murah

ketimbang platina. Katalis ini berwarna hitam karena diberi penyangga berupa karbon.

Katalis ini tidak akan cepat mengalami degradasi ketika digunakan sebagai katalis

hidrogenasi parsial. Katalis juga tidak perlu diganti ketika terjadi pergantian biodiesel

sawit ke biodiesel jarak yang akan dilakukan hidrogenasi parsial. Tetapi, katalis tersebut

perlu direndam dahulu dalam biodiesel yang akan dihidrogenasi parsial.

2.4 Parameter – Parameter Uji

Parameter – parameter uji percobaan ini adalah stabilitas oksidasi dan angka iodium.

2.4.1 Stabilitas Oksidasi

Stabilitas oksidasi adalah salah satu karakteristik penting biodiesel terutama saat

penyimpanan dalam selang waktu yang lama. Stabilitas oksidasi berkaitan dengan

ketahanan biodiesel tersebut dari degradasi yang disebabkan reaksi oksidasi. Faktor

yang mempengaruhi stabilitas oksidasi diantaranya adalah kehadiran udara, panas,

Page 24: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 15

logam tertentu, dan antioksidan. Beberapa studi kasus telah dilakukan untuk meneliti

pengaruh reaksi oksidasi terhadap karakteristik biodiesel dan hasilnya menunjukkan

bahwa nilai viskositas, nilai peroksida, dan nilai densitas biodiesel meningkat,

sedangkan panas pembakarannya menjadi berkurang.

Tes induksi Rancimat merupakan tes yang secara luas diterapkan untuk mengukur

kestabilan oksidasi biodiesel. Mekanismenya adalah dengan melewatkan gelembung-

gelelmbung udara pada biodiesel yang telah dipanaskan sampai 110oC. Jumlah rantai

pendek yang berada pada distilat adalah indikator langsung stabilitas oksidasi dari

biodiesel. Tes Rancimat untuk 90 hari penyimpanan juga menunjukkan adanya

kenaikan viskositas, nilai peroksida, dan asam lemak bebas pada biodiesel (Knothe,

2005). Hasil pengukuran ini dinyatakan dalam waktu induksi (induction period), yaitu

waktu yang dibutuhkan sejak pengukuran pertama dimulai sampai proses terbentuknya

32 produk oksidasi mengalami peningkatan (Prakoso, dkk., 2009).

Gambar 2.6 Peralatan uji rancimat

(Sumber:http://www.albemarle.com/Products_and_services/Polymer_additives/Antioxi

dants/Fuel/Biodiesel/_Technical_papers/ALB%20Biodiesel%20Solutions%20200607.p

df)

Pada umumnya, minyak nabati yang dihasilkan dilindungi dari oksidasi oleh kehadiran

antioksidan yang terjadi secara alami (misalnya, tocopherol) sehingga memiliki

stabilitas oksidasi yang tinggi. Namun, proses pembuatan biodiesel di industri

menghilangkan antioksidan alami, menyisakan biodiesel yang tidak terlindung dari

degradasi oksidasi.

Page 25: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 16

Stabilitas oksidasi berkaitan erat dengan proses oksidasi yang dialami biodiesel.

Mekanisme oksidasi dibagi menjadi dua, yaitu autooksidasi dan fotooksidasi. Kecepatan

oksidasi dapat sangat bervariasi. Oksidasi didukung oleh kehadiran cahaya, materi

tambahan seperti metal, radikal alami, dan jumlah ikatan rangkap yang dimiliki asam

lemak. Oksidasi berpengaruh terutama pada pemutusan komponen biodiesel menjadi

rantai-rantai asam lemak yang lebih pendek. Oksidasi juga membentuk suatu polimer

(gums) yang tidak larut satu sama lain. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan pada

mesin.

Mekanisme oksidasi yang umum diawali dengan penyerangan ikatan rangkap molekul

FAME oleh radikal. Hal ini dipengaruhi oleh panas, cahaya dan faktor pendukung

lainnya. Radikal akan bereaksi dengan oksigen atmosferik membentuk radikal peroksi,

kemudian dilanjutkan dengan proses autooksidasi (autokatalitik). Radikal peroksi sangat

reaktif dan konsentrasinya bertambah secara eksponensial terhadap waktu.11

Dalam minyak nabati, oksidasi dapat mengarah pada pembentukan spesies dengan berat

molekul besar. Selain itu, pengotor berupa logam transisi Grup IV memiliki

kemampuan untuk mengkatalisis autoksidasi radikal bebas dari asam lemak tak jenuh

metil ester. Molekul-molekul ini mengandung bis-allylic hidrogen yang sangat reaktif

yang dapat membentuk radikal bebas. Radikal bebas ini kemudian bereaksi dengan

oksigen untuk membentuk hidroperoksida. Logam katalitik berfungsi mempercepat

dekomposisi hidroperoksida sehingga mempercepat laju autoksidasi. Stabilitas biodiesel

dapat ditingkatkan dengan penambahan antioksidan dan reaksi hidrogenasi.

2.4.2 Angka Iodium

Angka iodium adalah ukuran empirik banyaknya ikatan rangkap di dalam asam-asam

lemak penyusun biodiesel dan dinyatakan dalam sentigram iodium yang diabsorpsi per

gram contoh biodiesel. Satu mol iodium terabsorpsi setara dengan satu mol ikatan

rangkap (dua). Semakin tinggi angka iodium menunjukkan bahwa di dalam sampel

11

http://www.aclinstruments.com/en/fields-of-application/technical-goods/fuels/biodiesel/

Page 26: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 17

biodiesel tersebut terdapat ikatan rangkap dalam jumlah yang besar pula. Angka iodium

diharapkan semakin kecil setelah dilakukan hidrogenasi parsial pada biodiesel.

2.4.3 Standar Baku Mutu Biodiesel

Hidrogenasi parsial diharapkan dapat meningkatkan stabilitas oksidasi biodiesel

sehingga mencapai standar baku mutu yang ditetapkan. Standar baku mutu yang

ditetapkan untuk stabilitas oksidasi adalah 3 jam menurut standar Amerika (ASTM D

6751-07b), 6 jam untuk standar Eropa (EN 14214), dan 10 jam untuk standar WWFC

(World Wide Fuel Charter) (Fajar, dkk. 2010). Sedangkan SNI tidak menetapkan

standar untuk stabilitas oksidasi. Namun, ada parameter – parameter lain yang harus

dipenuhi sebagai standar baku mutu biodiesel. Parameter – parameter tersebut berbeda –

beda tergantung pembuat standar tersebut. Tabel 2.4 dan 2.5 menunjukkan standar baku

mutu biodiesel sesuai standar SNI dan stadar EN 14214.

Tabel 2.5 Standar Baku Mutu Biodiesel Berdasarkan EN 14214

(Sumber : http://www.oiltek.com.my/palm_biodiesel.html)

Page 27: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 18

Tabel 2.6 Standar Baku Mutu Biodiesel Berdasarkan SNI

No. Parameter Satuan Nilai

1 Titik nyala (mangkok

tertutup)

°C min. 100

2 Titik kabut °C maks. 18

3 Kadar ester alkil %-massa min. 96,5

4 Angka iodium %-massa

(g I2/100 g KOH)

maks. 115

Page 28: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 19

BAB III

RANCANGAN PENELITIAN

3.1. Metodologi

Percobaan ini terdiri dari reaksi hidrogenasi parsial dan analisis sifat – sifat fisik dan

komposisi asam lemak. Perinciannya adalah sebagai berikut :

1. Uji angka iodium dan komposisi biodiesel sebelum reaksi hidrogenasi parsial

dimulai.

2. Pencampuran biodiesel dengan katalis dalam reaktor sambil diumpankan gas H2.

3. Uji angka iodium, stabilitas oksidasi, dan komposisi biodiesel setiap 30 menit dan

setelah reaksi selesai.

3.2. Percobaan

3.2.1. Bahan

Bahan – bahan kimia yang dipakai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Biodiesel

Biodiesel yang digunakan pada penelitian ini berasal dari jarak dan minyak sawit.

2. Katalis

Katalis yang digunakan pada proses hidrogenasi adalah Pd/C.

3. Gas hidrogen

Gas hidrogen yang digunakan pada proses hidrogenasi adalah hidrogen high purity.

4. Reagen untuk uji iodium

Reagen–reagen yang dipakai pada penelitian ini untuk uji–uji sifat fisik biodiesel

antara lain larutan wijs, kalium iodida, kloroform, kalium dikromat, natrium

tiosulfat pure analyst, aseton, heksan, dan aquades.

3.2.2. Alat

Alat – alat yang dipakai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 29: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 20

1. Reaktor hidrogenasi

Reaktor ini terdiri dari sebuah silinder utama yang memiliki diameter 11 cm dan tinggi

8,25 cm. Reaktor ini memiliki kapasitas 500 mL biodiesel. Di sekelilling silinder

dipasang jaket pelindung agar panas yang dihasilkan reaksi tidak keluar ke lingkungan.

Pressure gauge dan termometer digunakan untuk mengukur tekanan dan temperatur

operasi. Pengatur temperatur dan kecepatan pengadukan memiliki jenis PID controller

sehingga besar penyimpangan nilai temperatur dan kecepatan pengadukan dapat

diminimalisasi.

Gas hidrogen dialirkan melalui selang dari bagian atas reaktor. Selain itu terdapat selang

keluaran untuk purging gas. Sejumlah tertentu katalis Pd/C diletakkan dalam keranjang

kecil yang dipasang pada bagian atas reaktor. Gambar peralatan reaksi hidrogenasi

dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Reaktor hidrogenasi

Page 30: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 21

2. Peralatan Uji Sifat Fisik dan Komposisi Biodiesel

Tabel 3.1 Peralatan uji sifat fisik dan komposisi biodiesel

Uji Peralatan

Angka Iodium labu Erlenmeyer bertutup dengan volume 500

mL, labu takar bertutup dengan volume 1000

mL, pipet ukur dengan volume 5, 20, 25, dan

50 mL, neraca analitik dengan ketelitian 0,05

gram, magnetic stirrer, kertas saring, gelas

piala, dan pengukur waktu.

Komposisi senyawa asam

lemak jenuh dan tidak jenuh

GC-MS menggunakan detektor FID (Flame

Ionization Detector) dan kolom jenis Rtx-50 (30m

x 0.25 mm x 0.25 µm). Tipe dan temperatur injeksi

masing-masing adalah split dan 250oC. Gas

hidrogen berfungsi sebagai gas pembawa dengan

laju 73 ml/menit dan tekanan sebesar 11 kPa.

Temperatur oven pada awalnya dijaga pada suhu

80oC selama 3 menit, kemudian suhu berubah

sebesar 8oC/menit sampai 230

oC. Terakhir, suhu

oven dinaikkan sebesar 5oC/menit selama 25

menit. Suhu MS 250oC.

Gambar 3.2 Gas Chromatography- Mass Spectrometry di Laboratorium BRDST, BPPT

Page 31: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 22

3.2.3. Prosedur

Prosedur penelitian ini secara umum dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap hidrogenasi

parsial dan tahap analisis komposisi dan sifat fisik biodiesel.

1. Hidrogenasi Parsial

Sejumlah 400 mL (356 g) biodiesel dicampurkan dengan 14 gr katalis Pd/C di dalam

reaktor. Reaktor kemudian ditutup sekaligus dipasang pengaduk. Gas hidrogen dengan

tekanan 2-3 atm dialirkan sebagai purging gas untuk mendorong udara yang ada di

dalam reaktor. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada lagi gas oksigen di dalam reaktor.

Adanya gas oksigen akan membuat terjadinya reaksi oksidasi di dalam reaktor yang

akan menurunkan stabilitas oksidasi biodiesel. Setelah 3-5 menit, gas hidrogen ditutup

dan semua valve dipastikan telah tertutup rapat. Reaktor diaduk dengan kecepatan

konstan sambil dipanaskan hingga temperatur di dalam reaktor diamati konstan (lihat

Tabel 3.2). Gas hidrogen lalu dialirkan ke dalam reaktor, sehingga akan terjadi reaksi

hidrogenasi. Setiap selesai pengambilan sampel (tiap 30 menit), dilakukan purge dengan

gas hidrogen untuk membersihkan sisa gas atau udara dari dalam reaktor.

Tabel 3.2 Berbagai kondisi reaksi hidrogenasi

Temperatur

(oC)

Tekanan

(atm)

Kecepatan pengadukan

(rpm)

80 1 500

120 1 500

120 3 500

120 3 1000

2. Analisis dan Uji-Uji

Analisis komposisi asam lemak dilakukan dengan menggunakan gas chromatography-

mass spectrometry. Sekitar 5 µm sampel biodiesel diinjeksikan ke dalam GC-MS untuk

dianalisis komponen-komponen yang terkandung di dalamnya. Lama waktu dari injeksi

sampai hasil pembacaan GC-MS diatur selama 1 jam.

Page 32: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 23

Analisis sifat fisik biodiesel digunakan untuk mengetahui sifat fisik biodiesel. Analisis

yang dilakukan adalah :

1. Uji angka iodium

Uji ini dilakukan untuk menentukan banyaknya ikatan rangkap dua yang

terkandung dalam sampel biodiesel. Uji ini menggunakan metode FBI-A04-03

(Metode Wijs).

0.13-0.15 gr

biodiesel15 mL khloroform25 mL reagen Wijs

Pengadukan

20 mL KI 150 mL aquades

Penyimpanan di

tempat gelap

(1 jam)

Pencampuran

Titrasi dengan

Natrium tiosulfat

Angka

iodium

Gambar 3.3 Prosedur uji iodium

Page 33: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 24

2. Uji stabilitas oksidasi

Uji ini dilakukan untuk menentukan besarnya nilai stabilitas oksidasi suatu

biodiesel. Uji ini akan dilakukan di Institut Pertanian Bogor berdasarkan BS EN

14112:2003 (Metode Rancimat).

Diagram alir penelitian secara umum adalah sebagai berikut.

Biodiesel sawit/jarak

Uji angka iodium, Uji

stabilitas oksidasi,Uji

Komposisi asam

lemak

Hidrogenasi

parsial

Angka iodium, stabilitas oksidasi,

komposisi asam lemak sampel

awal

30 mL

sampel setiap

30 menit

selama 2 jam

Uji angka iodium, Uji

stabilitas oksidasi,Uji

Komposisi asam

lemak

Angka iodium, stabilitas oksidasi,

komposisi asam lemak sampel

Biodiesel

terhidrogenasi

Gambar 3.4 Diagram alir penelitian

Page 34: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 25

3.2.4. Variasi

Variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 3.5 Variasi yang digunakan

3.3. Interpretasi Data

Interpretasi data pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Interpretasi data

Minyak nabati

olein sawit

jarak pagar

Tekanan gas H2

1 dan 3 atm

Temperatur reaksi hidrogenasi parsial

80oC dan 120oC

Kecepatan Pengadukan

500 rpm dan 1000

rpm

Data Pengolahan Data Hasil

Angka iodium Angka iodium, AI (%-b) =

W

C)N 12,69(B

Angka iodium berguna

untuk mengetahui

banyaknya ikatan rangkap

(asam lemak tidak jenuh)

yang dimiliki biodiesel.

Stabilitas oksidasi Waktu induksi Waktu induksi

menunjukkan berapa lama

biodiesel dapat bertahan

sebelum terjadi reaksi

oksidasi.

Page 35: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 26

Tabel 3.3 Interpretasi data (lanjutan)

Analisis

komposisi FA

Puncak-puncak yang terbaca dari GC-MS

dianalisis berdasarkan waktu retensi dan

dicocokkan dengan referensi puncak yang ada.

Komposisi asam lemak

tidak jenuh seharusnya

menurun, diiringi oleh

peningkatan komposisi

asam oleat dan asam lemak

jenuh. Diharapkan tercapai

kondisi di mana komposisi

asam oleat maksimum.

Page 36: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Asam Lemak

Fokus dari hasil penelitian ini adalah pengamatan terhadap penurunan jumlah asam

lemak tidak jenuh (FFA) karena reaksi hidrogenasi. Seperti yang telah disebutkan pada

tinjauan pustaka, penurunan komposisi FFA yang memiliki ikatan rangkap menjadi

faktor utama dalam peningkatan stabilitas oksidasi biodiesel karena senyawa ini sangat

mudah teroksidasi. Sebagai konsekuensi dari hidrogenasi, maka rasio senyawa asam

lemak jenuh (saturated acid) terhadap FFA akan meningkat. Batasan yang diinginkan

adalah biodiesel yang terbebas dari senyawa polyunsaturated acid agar stabilitas

oksidasinya relatif lebih tinggi namun tidak sampai membuat biodiesel menjadi padat.

Identifikasi senyawa asam lemak menggunakan GC-MS dengan metode yang diatur

agar pembacaan senyawa asam lemak pada rentang asam stearat sampai asam linolenat

dapat optimal. Pada kenyataannya, hasil analisis GC-MS merupakan puncak-puncak

yang tajam dan memiliki waktu retensi yang khas untuk setiap senyawa asam lemak.

Namun, tidak semua puncak-puncak tersebut dapat terpisahkan dengan baik sehingga

interpretasi data yang dilakukan mengandalkan dua sumber, yaitu data library yang

berasal dari database GC-MS dan juga menggunakan kesesuaian trend dengan data

waktu retensi keseluruhan.

Data library yang dimiliki oleh alat tersebut menyediakan informasi seperti waktu

retensi, similarity index (SI), nama molekul, dan berat molekul relatif. Puncak-puncak

yang diamati untuk setiap run bersifat selektif, yaitu hanya puncak-puncak yang

memiliki luas area di atas 0,1% yang diperhitungkan.

Dua jenis biodiesel yang berbeda, olein sawit dan jarak, dianalisis komposisi senyawa

asam lemaknya pada saat sebelum hidrogenasi (t = 0) dan saat reaksi hidrogenasi

berakhir (t = 2 jam) agar perubahan komposisi yang terlihat dapat diamati dengan jelas.

Untuk run 4 dan run 8, analisis GC-MS dilakukan pada setiap sampel (setiap 30 menit)

Page 37: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 28

karena secara teori kedua run ini yang menunjukkan perubahan komposisi asam lemak

paling besar.

4.1.1 Biodiesel Sawit

Hasil interpretasi pembacaan GC-MS untuk biodiesel sawit pada run 1, 2, 3, dan 4 pada

waktu 2 jam setelah dihidrogenasi adalah sebagai berikut.

Gambar 4.1 Komposisi asam lemak biodiesel sawit sebelum dan setelah dihidrogenasi

Sawit memang sebagian besar terdiri dari asam lemak jenuh dan monounsaturated acid

sehingga memiliki stabilitas oksidasi awal yang lebih tinggi dibandingkan jarak. Secara

umum dapat terlihat komposisi polyunsaturated acid dari biodiesel sawit sebelum

dihidrogenasi sudah tidak ada. Senyawa monounsaturated acid yang teramati

menujukkan penurunan yang makin besar dengan pertambahan temperatur, tekanan, dan

kecepatan pengadukan. Sesuai dengan sifat reaksi hidrogenasi, komposisi senyawa

asam lemak jenuh akan semakin meningkat sebagai hasil putusnya ikatan rangkap dari

senyawa-senyawa asam lemak bebas.

Untuk mengamati pengaruh perubahan temperatur terhadap efektivitas hidrogenasi, run

1 dan run 2 dapat dijadikan sebagai acuan. Kedua run ini dilakukan pada tekanan 1 atm

dan kecepatan pengadukan 500 rpm. Temperatur reaksi run 1 adalah 80oC, sedangkan

15.85% 22.21%31.14%

85.17% 91.84%

83.65% 77.79%68.86%

14.83% 8.16%

biodiesel sawit run 1 run 2 run 3 run 4

saturated monounsaturated

Page 38: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 29

run 2 adalah 120oC. Hasil run 1 menunjukkan bahwa perubahan komposisi yang ada

tidak terlalu signifikan, rata-rata perubahan yang terjadi sekitar 5,8%. Namun, ketika

temperatur dinaikkan menjadi 120oC, kenaikan senyawa asam lemak jenuh menjadi

lebih besar, yaitu tiga kali lipat. Hal ini menunjukkan kenaikan temperatur berpengaruh

terhadap efektivitas reaksi yang terjadi. Temperatur yang semakin tinggi akan

menyebabkan laju reaksi hidrogenasi meningkat sehingga jumlah senyawa asam lemak

yang berubah menjadi senyawa jenuh menjadi jauh lebih banyak.

Untuk mengamati pengaruh perubahan tekanan terhadap efektivitas hidrogenasi, run 2

dan run 3 dapat dijadikan sebagai acuan. Kedua run ini dilakukan pada temperatur

120oC dan kecepatan pengadukan 500 rpm. Tekanan reaksi run 2 adalah 1 atm,

sedangkan run 3 adalah 3 atm. Hasil run 2 menunjukkan bahwa perubahan komposisi

asam lemak sangat signifikan: asam lemak jenuh meningkat sekitar 15% sebagai hasil

perubahan senyawa monounsaturated acid. Bahkan, ketika tekanan dinaikkan menjadi 3

atm, kenaikan senyawa asam lemak jenuh lebih besar (69,32%) sebagai akibat hasil

hidrogenasi asam lemak bebas. Kenaikan ini hampir lima kali dari reaksi yang

tekanannya hanya 1 atm. Tekanan yang makin meningkat terbukti menghasilkan jumlah

senyawa yang terhidrogenasi menjadi lebih banyak.

Hal yang sama dapat diamati dengan adanya perubahan kecepatan pengadukan dari 500

rpm (run 3) menjadi 1000 rpm (run 4). Kedua biodiesel sawit dihidrogenasi pada

tekanan 3 atm dan temperatur 120oC. Berbeda dengan pengaruh kenaikan tekanan,

kenaikan jumlah senyawa asam lemak jenuh tidak terlalu signifikan. Perubahan

komposisi hanya sekitar 6-7%. Tetapi pada run 3 dan 4, jumlah senyawa asam lemak

yang terhidrogenasi adalah yang paling banyak dibandingkan run-run sebelumnya.

Senyawa monosaturated acid kini di bawah 15% dan senyawa asam lemak jenuh

mencapai titik tertinggi pada run 4, yaitu 91,84%. Sedikit lagi salah satu kondisi operasi

(tekanan, temperatur, maupun kecepatan pengadukan) dinaikkan, biodiesel sawit dapat

memadat karena sudah hampir sepenuhnya terdiri dari senyawa karbon jenuh.

Pada run 4 (120oC, 3 atm, dan 1000 rpm), pengaruh lama reaksi hidrogenasi terhadap

perubahan komposisi senyawa asam lemak diamati setiap 30 menit. Pada Gambar 4.2

Page 39: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 30

dapat disimpulkan bahwa perubahan komposisi asam lemak sangat signifikan hanya

dalam waktu 120 menit (2 jam). Pada menit ke-120, biodiesel sawit telah sebagian besar

terdiri dari senyawa asam lemak jenuh (91,84%) dan hanya sebagian kecil asam lemak

bebas. Pada kondisi ini reaksi hidrogenasi sebaiknya tidak diteruskan lebih jauh karena

dapat menyebabkan biodiesel menjadi padat dan tidak bisa memenuhi spesifikasi bahan

bakar yang baik.

Gambar 4.2 Komposisi asam lemak biodiesel sawit pada run 4 setiap 30 menit

Khusus untuk komposisi asam stearat (C 18:0), oleat (C 18:1), dan linoleat (C 18:2),

perubahan komposisinya dapat diamati pada gambar 4.3. Senyawa rangkap lainya, yaitu

asam linolenat (C 18:3) tidak terdapat sejak awal karena bahan baku yang digunakan

berasal dari minyak sawit yang sudah disuling sehingga relatif telah bersih dari asam

lemak bebas dengan rangkap tinggi. Dapat diamati bahwa oleat mengalami penurunan

jumlah yang signifikan dan digantikan dengan peningkatan jumlah stearat. Kenaikan

stearat tidak drastis karena kebanyakan penambahan justru terjadi pada senyawa asam

palmitat (C 16:0). Pada analisis pembacaan GC-MS, memang stearat tidak dapat

dideteksi keberadaannya pada menit ke-30 sampai ke-90. Peningkatan yang drastis

terhadap stearat baru ada pada menit ke-120.

15.85%31.40%

41.16%

62.52%

91.84%

83.65%68.60%

58.84%

37.48%

8.16%

biodiesel sawit 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit

saturated monounsaturated

Page 40: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 31

Gambar 4.3 Komposisi asam stearat, oleat, dan linoleat biodiesel sawit setiap 30 menit

(run 4)

4.1.2 Biodiesel Jarak

Hasil interpretasi pembacaan GC-MS untuk biodiesel jarak pada run 5, 6, 7, dan 8

selama 2 jam setelah dihidrogenasi adalah sebagai berikut.

Gambar 4.4 Komposisi asam lemak biodiesel jarak sebelum dan setelah dihidrogenasi

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0 30 60 90 120 150

Frak

si m

assa

Waktu (menit)

C 18:0

C 18:1

C 18:2

21.66% 24.89% 29.85%38.50%

57.94%

48.91%55.90% 50.30%

53.62%

42.06%29.43%

19.33% 19.84%7.88%

0.00%

biodiesel jarak run 5 run 6 run 7 run 8

saturated monounsaturated polyunsaturated

Page 41: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 32

Biodiesel jarak yang belum terhidrogenasi memiliki komposisi asam lemak bebas yang

tinggi, yaitu sekitar 70% dari total senyawa asam lemak. Variasi hidrogenasi dilakukan

dengan prosedur yang sama dengan yang dilakukan pada biodiesel sawit. Reaksi

hidrogenasi dilakukan selama 2 jam dengan hasil yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Seiring dengan peningkatan temperatur, tekanan, dan kecepatan pengaduk, senyawa

polyunsaturated acid dapat direduksi sampai mencapai 0% pada run 8. Secara umum,

semua variasi kondisi operasi hidrogenasi yang diterapkan pada percobaan ini

menunjukkan bahwa komposisi senyawa asam lemak bebas dapat berkurang sehingga

pada akhirnya dapat meningkatkan stabilitas oksidasi biodiesel jarak.

Untuk mengkaji parameter operasi yang paling berpengaruh, dilakukan pengamatan

terhadap run 5-6, run 6-7, serta run 7-8. Kenaikan temperatur dari 80oC menjadi 120

oC

berhasil meningkatkan perubahan komposisi senyawa asam lemak jenuh, namun tidak

besar (sekitar 5%). Senyawa monounsaturated acid mengalami peningkatan sebesar 7%

pada run 5 dan menurun jumlahnya pada run 6. Hal ini disebabkan reaksi hidrogenasi

yang juga memutus ikatan rangkap pada senyawa ini sehingga jumlah senyawa asam

lemak jenuh semakin bertambah menjadi 29,85%.

Kenaikan tekanan dari 1 atm menjadi 3 atm meningkatkan perubahan asam lemak jenuh

sebesar 8,65%, sedangkan senyawa monounsaturated acid mengalami peningkatan

sekitar 3%. Perubahan yang cukup drastis terjadi pada senyawa polyunsaturated acid.

Kenaikan tekanan menyebabkan pengurangan asam ini bertambah sekitar 12%.

Kenaikan kecepatan pengadukan secara otomatis akan berpengaruh terhadap kontak

antara gas H2 dengan biodiesel dalam reaktor. Hal ini menyebabkan energi aktivasi

reaksi menjadi lebih cepat dicapai sehingga meningkatkan perolehan reaksi hidrogenasi.

Pada run 7 masih terdapat sekitar 7,88% senyawa polyunsaturated acid, namun ketika

kecepatan pengadukan dinaikkan dua kalinya, senyawa ini tidak lagi terdapat pada

biodiesel jarak hasil run 8. Pada run 8, seluruh asam lemak hanya terdiri dari

monounsaturated acid dan asam lemak jenuh dengan komposisi masing-masing 42,06%

dan 57,94%. Komposisi asam lemak berubah sebesar 11,56 dan 19,44%. Hal ini

Page 42: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 33

membuktikan bahwa peningkatan kecepatan pengaduk akan meningkatkan perolehan

reaksi hidrogenasi karena pengadukan menciptakan gaya yang mendispersikan gas H2

secara lebih merata ke seluruh permukaan biodiesel.

Gambar 4.5 Komposisi asam lemak biodiesel jarak pada run 8 setiap 30 menit

Sampel biodiesel jarak setiap 30 menit diamati perubahan komposisinya untuk

mengetahui bagaimana pengaruh lama reaksi hidrogenasi terhap komposisi asam lemak.

Untuk analisis dengan GC-MS, hanya run 8 saja yang diamati karena berdasarkan teori

akan menghasilkan perubahan yang paling signifikan. Hasilnya pada Gambar 4.4

menunjukkan bahwa komposisi asam lemak jenuh mengalami peningkatan sebagai hasil

penambahan dari senyawa asam lemak tidak jenuh yang ikatan rangkapnya telah

terputus selama reaksi. Urutannya adalah penurunan senyawa polyunsaturated acid

dengan berubah menjadi senyawa monounsaturated acid terlebih dahulu, tetapi ternyata

sebagian telah berubah menjadi senyawa asam lemak jenuh sehingga komposisinya juga

meningkat. Dari 30 menit pertama, senyawa asam lemak jenuh terus mengalami

peningkatan walaupun belum semua senyawa polyunsaturated acid habis. Secara teori,

seharusnya hidrogenasi akan menyerang senyawa dengan ikatan yang rangkapnya lebih

banyak, tetapi dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi jumlah senyawa monounsaturated

acid walaupun senyawa polyunsaturated acid belum habis. Pada 30 menit pertama,

19.88% 25.61% 29.50%

48.46%57.94%

46.19%

55.76% 50.69%

45.08%

42.06%33.93%

18.63% 19.82%6.47%

0.00%

biodiesel jarak 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit

saturated acid monounsaturated acid polyunsaturated acid

Page 43: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 34

sebagian besar senyawa poly- akan berubah menjadi mono-, tetapi setelah itu senyawa

monounsaturated acid juga menjadi sasaran pemutusan ikatan oleh hidrogen sehingga

jumlahnya terus berkurang sampai menit ke-120. Pada selang waktu 90 dan 120 menit,

senyawa polyunsaturated acid terus mengalami penurunan sampai mencapai 0,00%

pada waktu 120 menit hidrogenasi.

Gambar 4.6 Komposisi asam stearat, oleat, dan linoleat biodiesel jarak setiap 30 menit

(run 8)

Pada Gambar 4.6 dapat disimpulkan bahwa kecenderungan komposisi asam stearat

selalu meningkat. Hal ini sesuai teori bahwa hidrogenasi akan berakhir pada senyawa

jenuh di mana tidak ada lagi ikatan rangkap yang dapat diputus oleh hidrogen. Oleat

pada awalnya mengalami kenaikan karena hasil pemutusan ikatan dari linoleat, tetapi

kemudian menurun dan berubah menjadi stearat. Komposisi senyawa linoleat sempat

naik di menit ke-60, walaupun sebenarnya kemungkinannya kecil sekali karena

seharusnya komposisinya seharusnya terus menurun dari awal hidrogenasi.

Kemungkinan hal ini dapat terjadi karena ketidaksempurnaan pemisahan dan adanya

senyawa-senyawa pengotor yang ikut terdeteksi di dalam rentang pembacaan GC-MS.

Ketidaksempurnaan pemisahan menjadi mungkin melihat presentase area yang

sebenarnya tidak berbeda jauh antara menit 30 dan 60 (19,03% dan 20,35%), sedangkan

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0 30 60 90 120 150

Frak

si m

assa

Waktu ( menit)

C18:0

C18:1

C 18:2

Page 44: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 35

keberadaan senyawa pengotor yang waktu retensinya berdekatan menyebabkan

pembacaan GC-MS untuk linoleat menjadi kurang akurat karena bisa saja senyawa

pengotor tersebut sebenarnya merupakan senyawa yang sama. Ditambah lagi dengan

tidak adanya senyawa referensi yang digunakan sebagai acuan awal pembacaan GC-

MS.

Dengan meninjau perubahan komposisi dari kedua jenis biodiesel tersebut, dapat

disimpulkan bahwa tekanan merupakan parameter paling dominan dibandingkan kedua

parameter lainnya pada biodiesel sawit. Hal ini diperkuat dari gambar 4.7 di mana

kemiringan kurva oleat dan stearat yang paling drastis adalah antara run 2 dan 3, yaitu

ketika tekanan operasinya berubah tiga kalinya.

Gambar 4.7 Kurva komposisi asam stearat, oleat, dan linoleat biodiesel sawit pada

menit ke-120 untuk setiap run

Pada biodiesel jarak, parameter operasi yang paling dominan tidak sejelas yang

ditunjukkan oleh sawit. Hal itu terlihat pada Gambar 4.8. Komposisi oleat dan linoleat

cenderung fluktuatif sehingga dasar yang lebih tepat adalah dari sebelumnya yang

melihat perubahan komposisi lebih secara umum, yaitu perubahan asam lemak jenuh,

monounsaturated acid, dan polyunsaturated acid. Dari Gambar 4.4, perubahan

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0 1 2 3 4 5

Frak

si m

assa

Run

C 18:0

C 18:1

C 18:2

Page 45: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 36

komposisi total asam lemak menunjukkan kecepatan pengadukan merupakan faktor

yang paling dominan karena menghasilkan perubahan komposisi total sebesar 38,8%.

Gambar 4.8 Kurva komposisi asam stearat, oleat, dan linoleat biodiesel jarak pada menit

ke-120 untuk setiap run

4.2 Hasil Uji Angka Iodium

Angka iodium dihitung menggunakan prosedur dan reagen wijs (standar FBI-A04-03).

Angka iodium adalah ukuran empirik banyaknya ikatan rangkap di dalam asam-asam

lemak penyusun biodiesel dan dinyatakan dalam sentigram iodium yang diabsorpsi per

gram contoh biodiesel. Satu mol iodium terabsorpsi setara dengan satu mol ikatan

rangkap. Dalam menghitung angka iodium dilakukan proses titrasi oleh natrium

tiosulfat. Angka iodium contoh biodiesel dapat dihitung dengan rumus :

Angka iodium, AI (%-b) = W

C)N 12,69(B

dengan :

C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml.

B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml.

N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat.

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

4 5 6 7 8 9

Frak

si m

assa

run

C 18:0

C 18:1

C 18:2

Page 46: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 37

W = berat eksak contoh biodiesel yang ditimbang untuk analisis, g.

Contoh biodiesel sawit dan jarak dihitung angka iodiumnya sebagai nilai awal yang

akan dibandingkan dengan angka iodium biodiesel yang sama setelah dilakukan reaksi

hidrogenasi parsial. Biodiesel yang telah dilakukan reaksi hidrogenasi parsial selama

120 menit dihitung angka iodiumnya setiap 30 menit.

4.2.1 Uji Angka Iodium Biodiesel Sawit

Hasil uji angka iodium biodiesel sawit dapat dilihat pada gambar 4.5

Gambar 4.9 Hasil Uji Angka Iodium Biodiesel Sawit

Gambar 4.9 menunjukkan bahwa hidrogenasi parsial dapat menurunkan angka iodium

biodiesel sawit. Sampel biodiesel yang diuji memiliki angka iodium awal sebesar 68,28.

Penurunan angka iodium bervariasi tergantung kondisi operasi setiap run. Hal tersebut

akan berdampak kepada meningkatnya nilai stabilitas oksidasi biodiesel sawit. Gambar

4.5 juga menunjukkan bahwa run 4 memiliki penuruan yang paling tajam diikuti oleh

run 3, run 2, dan run 1. Slope dari keempat garis mempertegas hasil tersebut. Slope

untuk keempat run dapat dilihat pada tabel 4.4. Semakin besar nilai slope maka

penurunan angka iodium akan semakin tajam. Hal tersebut menunjukkan penurunan

angka iodium yang semakin besar untuk selang waktu yang sama. Keempat garis pada

Gambar 4.9 menunjukkan variasi dari tiga parameter uji yaitu temperatur, tekanan, dan

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

55.00

60.00

65.00

70.00

0 20 40 60 80 100 120 140

Run 1 (80 C,1 atm, 500 rpm)

Run 2 (120 C, 1 atm, 500 rpm)

Run 3 (120 C, 3 atm, 500 rpm)

Run 4 (120 C, 3 atm, 1000 rpm)

Page 47: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 38

kecepatan pengadukan.

Tabel 4.4 Slope setiap run hidrogenasi biodiesel sawit

Run ke- Slope

Run 1 -0,043

Run 2 -0,099

Run 3 -0,173

Run 4 -0,223

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa run 4 yang beroperasi pada tekanan 3 atm, temperatur

120 OC, dan kecepatan pengaduk 1000 rpm menghasilkan penurunan angka iodium

yang paling signifikan untuk rentang waktu yang sama. Tanda negatif pada tabel 4.4

bukan menunjukkan besar dari slope, melainkan menunjukkan bahwa setiap run

menghasilkan garis yang menurun. Oleh karena itu, tabel 4.4 dapat diartikan

menghasilkan slope run 4 adalah yang paling besar diikuti oleh run 3, run 2, dan run 1.

Tabel 4.4 juga menunjukkan perbedaan slope terbesar adalah antara run 2 dan run 3.

Hal tersebut menunjukkan variasi kedua run menghasilkan perbedaan angka iodium

yang terbesar. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi yang diberikan pada run 2

dan run 3 adalah tekanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tekanan adalah parameter

yang paling berpengaruh pada reaksi hidrogenasi parsial biodiesel.

Pengaruh temperatur terhadap reaksi hidrogenasi parsial dapat dilihat pada run 1 (garis

biru) dan run 2 (garis merah). Temperatur yang digunakan pada run 1 adalah 80 OC

sedangkan untuk run 2 adalah 120OC. Dengan membandingkan kedua run tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur operasi, maka akan semakin besar pula

penurunan angka iodium biodiesel sawit. Run 1 menurunkan angka iodium dari 68,28

menjadi 61,31 sedangkan run 2 menurunkan angka iodium menjadi 61,24. Dari kedua

run tersebut terlihat bahwa pengaruh temperatur terhadap reaksi hidrogenasi parsial

tidak menghasilkan perbedaan penurunan angka iodium yang signifikan.

Pengaruh tekanan terhadap reaksi hidrogenasi parsial dapat dilihat pada run 2 (garis

Page 48: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 39

merah) dan run 3 (garis hijau). Tekanan yang digunakan pada run 2 adalah 1 atm

sedangkan untuk run 3 adalah 3 atm. Dengan membandingkan kedua run tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan operasi, maka akan semakin besar pula

penurunan angka iodium biodiesel sawit. Run 2 menurunkan angka iodium dari 68,28

menjadi 61,24 sedangkan run 3 menurunkan angka iodium menjadi 41,43. Dari kedua

run tersebut terlihat bahwa pengaruh tekanan terhadap reaksi hidrogenasi parsial

menghasilkan perbedaan penurunan angka iodium yang signifikan.

Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap reaksi hidrogenasi parsial dapat dilihat pada

run 3 (garis hijau) dan run 4 (garis ungu). Kecepatan pengadukan yang digunakan pada

run 3 adalah 500 rpm sedangkan untuk run 4 adalah 1000 rpm. Dengan membandingkan

kedua run tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan pengadukan,

maka akan semakin besar pula penurunan angka iodium biodiesel sawit. Run 3

menurunkan angka iodium dari 68,28 menjadi 41,43 sedangkan run 4 menurunkan

angka iodium menjadi 32,30. Dari kedua run tersebut terlihat bahwa pengaruh

kecepatan pengadukan terhadap reaksi hidrogenasi parsial menghasilkan perbedaan

penurunan angka iodium yang cukup besar namun tidak sebesar penurunan angka

iodium oleh pengaruh tekanan.

Dari hasil uji angka iodium, dapat disimpulkan bahwa tekanan adalah parameter yang

paling berpengaruh terhadap reaksi hidrogenasi parsial biodiesel sawit. Hal tersebut

dapat terjadi karena reaksi yang berlangsung adalah reaksi dengan fasa gas dan cair.

Pengaruh tekanan terutama berlaku untuk reaksi pada fasa gas. Untuk reaksi fasa gas,

tekanan parsial dari komponen akan berpengaruh terhadap reaksi.

Page 49: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 40

4.2.2 Uji Angka Iodium Biodiesel Jarak

Gambar 4.10 Hasil uji angka iodium biodiesel jarak

Gambar 4.10 menunjukkan bahwa hidrogenasi parsial dapat menurunkan angka iodium

biodiesel jarak. Sampel biodiesel yang diuji memiliki angka iodium awal sebesar 97.88.

Penurunan angka iodium bervariasi tergantung kondisi operasi setiap run. Hal tersebut

akan berdampak kepada meningkatnya nilai stabilitas oksidasi biodiesel sawit. Gambar

4.10 juga menunjukkan bahwa run 4 memiliki penuruan yang paling tajam diikuti oleh

run 3, run 2, dan run 1. Slope dari keempat garis mempertegas hasil tersebut. Slope

untuk keempat run dapat dilihat pada tabel 4.5. Semakin besar nilai slope maka

penurunan angka iodium akan semakin tajam. Hal tersebut menunjukkan penurunan

angka iodium yang semakin besar untuk selang waktu yang sama. Keempat garis pada

Gambar 4.10 menunjukkan variasi dari tiga parameter uji yaitu temperatur, tekanan, dan

kecepatan pengadukan.

Tabel 4.5 Slope setiap run hidrogenasi biodiesel jarak

Run ke- Slope

Run 5 -0,111

Run 6 -0,121

Run 7 -0,281

Run 8 -0,367

75.00

80.00

85.00

90.00

95.00

100.00

0 20 40 60 80 100 120 140

Run 5 (80 C, 1 atm, 500 rpm)

Run 6 (120 C, 1 atm, 500 rpm)

Run 7 (120 C, 3 atm, 500 rpm)

Run 8 (120 C, 3 atm, 1000 rpm)

Page 50: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 41

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa run 8 yang beroperasi pada tekanan 3 atm, temperatur

120 OC, dan kecepatan pengaduk 1000 rpm menghasilkan penurunan angka iodium

yang paling signifikan untuk rentang waktu yang sama. Tanda negatif pada tabel 4.5

bukan menunjukkan besar dari slope, melainkan menunjukkan bahwa setiap run

menghasilkan garis yang menurun. Oleh karena itu, tabel 4.5 dapat diartikan

menghasilkan slope run 8 adalah yang paling besar diikuti oleh run 7, run 6, dan run 5.

Tabel 4.5 juga menunjukkan perbedaan slope terbesar adalah antara run 6 dan run 7.

Hal tersebut menunjukkan variasi kedua run menghasilkan perbedaan angka iodium

yang terbesar. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi yang diberikan pada run 6

dan run 7 adalah tekanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tekanan adalah parameter

yang paling berpengaruh pada reaksi hidrogenasi parsial biodiesel.

Pengaruh temperatur terhadap reaksi hidrogenasi parsial dapat dilihat pada run 1 (garis

biru) dan run 2 (garis merah). Temperatur yang digunakan pada run 1 adalah 80 OC

sedangkan untuk run 2 adalah 120OC. Dengan membandingkan kedua run tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur operasi, maka akan semakin besar pula

penurunan angka iodium biodiesel sawit. Run 1 menurunkan angka iodium dari 97,88

menjadi 81,08 sedangkan run 2 menurunkan angka iodium menjadi 80,54.

Pengaruh tekanan terhadap reaksi hidrogenasi parsial dapat dilihat pada run 2 (garis

merah) dan run 3 (garis hijau). Tekanan yang digunakan pada run 2 adalah 1 atm

sedangkan untuk run 3 adalah 3 atm. Dengan membandingkan kedua run tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan operasi, maka akan semakin besar pula

penurunan angka iodium biodiesel jarak. Run 2 menurunkan angka iodium dari 97,88

menjadi 80,54 sedangkan run 3 menurunkan angka iodium menjadi 79,48.

Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap reaksi hidrogenasi parsial dapat dilihat pada

run 3 dan run 4. Kecepatan pengadukan yang digunakan pada run 3 adalah 500 rpm

sedangkan untuk run 4 adalah 1000 rpm. Dengan membandingkan kedua run tersebut

dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan pengadukan, maka akan semakin

besar pula penurunan angka iodium biodiesel jarak. Run 3 menurunkan angka iodium

dari 97,88 menjadi 79,48 sedangkan run 4 menurunkan angka iodium menjadi 79,12.

Page 51: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 42

Secara umum, pengaruh setiap parameter terhadap penurunan angka iodium biodiesel

jarak tidak jauh berbeda. Namun jika kita lihat dari hasil uji angka iodium secara

kuantitatif, maka dapat dilihat bahwa tekanan menghasilkan penurunan angka iodium

yang paling besar. Hal tersebut dapat terjadi karena reaksi yang berlangsung adalah

reaksi dengan fasa gas dan cair. Pengaruh tekanan terutama berlaku untuk reaksi pada

fasa gas. Untuk reaksi fasa gas, tekanan parsial dari komponen akan berpengaruh

terhadap reaksi.

4.3 Uji Stabilitas Oksidasi

Uji ini dilakukan oleh pihak Institut Pertanian Bogor menggunakan metode Rancimat.

Tetapi hasil yang diperlihatkan ternyata masih belum sesuai dengan analisis komposisi

dan asam lemak yang dilakukan oleh penulis. Kecenderungan umum menunjukkan

semakin lama reaksi hidrogenasi justru menurunkan stabilitas oksidasi. Hal ini tidak

sesuai dengan teori dan referensi. Dari awal waktu induksi yang diperoleh sudah sangat

kecil dan tidak adanya pengujian stabilitas oksidasi untuk bahan baku membuat hasil uji

yang ditampilkan di sini jadi kurang bisa dipertanggungjawabkan. Karena memang

penulis sama sekali tidak terlibat selama proses pengujian, maka hasil ini ditampilkan

sebagai bahan evaluasi dan tidak dibahas lebih lanjut.

Tabel 4.6 Hasil uji rancimat

No Sampel Waktu induksi

(Jam)

1 Run 1 30' 0,97

2 Run 1 60' 0,58

3 Run 1 90' 0,18

4 Run 2 30’ 1,19

5 Run 2 60’ 0,49

6 Run 2 90' 0,18

7 Run 3 30' 1,02

8 Run 3 60' 1,38

9 Run 3 90' 0,49

10 Run 4 30' 1,14

11 Run 4 60' 0,73

12 Run 4 90' 0,37

13 Run 5 30' 0,32

14 Run 5 60' Tidak Terukur

Page 52: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 43

Tabel 4.6 Hasil uji rancimat (lanjutan)

15 Run 5 90' Tidak Terukur

16 Run 6 30' 0,18

17 Run 6 60' 0,35

18 Run 6 90' 0,31

19 Run 7 30' 0,18

20 Run 7 60' 0,18

21 Run 7 90' 2,02

22 Run 8 30' 0,41

23 Run 8 60' 0,76

24 Run 8 90' 0,45

4.4 Kondisi Operasi Optimal Hidrogenasi Parsial

Dengan menggunakan variasi temperatur, tekanan, dan kecepatan pengadukan, dan

waktu reaksi hidrogenasi, penelitian ini bermaksud menemukan kombinasi kondisi

operasi yang paling optimal berdasarkan standard EN 14214 dan standard nasional.

Diagram segitiga untuk biodiesel sawit dan jarak sebelum dan sesudah hidrogenasi parsial

selama dua jam dapat dilihat pada gambar 4.11.

Warna kuning pada gambar 4.11 menunjukkan kondisi dimana biodiesel memiliki nilai

stabilitas oksidasi yang tinggi, namun CFP yang tidak terlalu baik. Warna biru

menunjukkan biodiesel memiliki nilai CFP yang tinggi, namun stabilitas oksidasi yang

Page 53: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 44

sebaliknya. Warna hijau menunjukkan daerah dimana biodiesel memiliki nilai stabilitas

oksidasi dan CFP yang optimal menurut standar EN 14214. Namun, standar di

Indonesia mensyaratkan nilai CFP yang tidak terlalu tinggi karena temperatur Indonesia

yang beriklim tropis cenderung lebih panas daripada negara – negara di Eropa, sehingga

masalah plugging akibat memadatnya biodiesel karena temperatur rendah tidak akan

terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, posisi di daerah sekitar perbatasan daerah kuning

dan hijau masih memenuhi syarat biodiesel tersebut memiliki kualitas yang baik.

Biodiesel sawit yang digunakan terlihat sebenarnya sudah berada di daerah hijau. Hal

tersebut dapat terjadi karena bahan baku biodiesel yang digunakan adalah minyak sawit

yang sudah terlebih dahulu dipisahkan kandungan stearinnya sehingga biodiesel yang

digunakan memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang rendah. Khusus untuk

bahan baku sawit ini tidak dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kondisi optimal

hidrogenasi karena tidak dibutuhkan pada kasus ini.

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa biodiesel jarak sebelum hidrogenasi parsial berada pada

daerah biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa biodiesel masih memiliki nilai stabilitas oksidasi

yang rendah. Oleh karena itu biodiesel jarak perlu ditingkatkan nilai stabilitas oksidasinya

menggunakan reaksi hidrogenasi parsial. Kondisi operasi run 5,6,7, dan 8 tidak membuat posisi

biodiesel jarak berada pada daerah hijau. Hal tersebut dapat terjadi karena waktu reaksi yang

terlalu lama. Diperkirakan biodiesel jarak sempat berada pada daerah hijau, namun kemudian

turun ke daerah kuning setelah 2 jam reaksi. Kondisi operasi run 5,6, dan 7 menghasilkan

biodiesel dengan kandungan monounsaturated di atas 50 % dan kandungan polysaturated di

bawah 20%. Nilai tersebut dirasakan merupakan nilai yang optimal untuk standar biodiesel di

Indonesia. Nilai tersebut akan menghasilkan nilai stabilitas oksidasi yang tinggi, namun nilai

CFP yang lebih rendah. Seperti disebutkan sebelumnya, nilai CFP tidak ada di standar SNI

karena suasana tropis di Indonesia menyebabkan temperatur yang cenderung hangat sepanjang

tahun. Hal tersebut menyebabkan masalah plugging karena temperatur rendah tidak akan

terjadi di Indonesia. Kondisi operasi run 8 menghasilkan kandungan monounsaturated

di bawah 50 % dan habisnya kandungan polyunsaturated. Hal tersebut menunjukkan

bahwa lebih dari 50% asam lemak biodiesel telah menjadi jenuh. Dengan demikian,

kondisi biodiesel sudah mulai memadat. Oleh karena itu, kondisi operasi run 4 tidak

disarankan untuk biodiesel jarak.

Page 54: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 45

Seperti telah disebutkan sebelumnya, biodiesel sawit telah berada pada daerah hijau

tanpa perlu dilakukan reaksi hidrogenasi parsial. Oleh karena itu, biodiesel sawit tidak

disarankan untuk dilakukan reaksi hidrogenasi parsial karena membutuhkan peralatan

tambahan yang akan menambah biaya produksi. Namun, perlu perlu menjadi catatan

tentang bahan baku pembuatan biodiesel sawit. Sawit yang telah berada pada daerah

hijau dibuat dari olein sawit yang sudah tidak memiliki kandungan polyunsaturated.

Sedangkan untuk biodiesel sawit yang dibuat dari crude palm oil masih perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui daerah biodiesel sawit tersebut pada diagram segitiga.

Setelah diketahui posisinya pada diagram segitiga, dapat diketahui apakah perlu

dilakukan hidrogenasi parsial.

Kondisi operasi yang disarankan untuk biodiesel jarak adalah kondisi operasi run 5 (80

OC, 1 atm, dan 500 rpm), run 6 (120

OC, 1 atm, 500 rpm), dan run 7 (120

OC, 2 atm, 500

rpm). Run 5 memerlukan kebutuhan energi yang paling rendah dibandingkan dengan

run 6 dan run 7. Run 5 memerlukan temperatur yang lebih rendah daripada run 6 dan

memerlukan tekanan yang lebih rendah daripada run 7. Oleh karena itu, kondisi operasi

yang disarankan untuk biodiesel jarak adalah kondisi operasi run 5. Waktu reaksi

hidrogenasi parsial yang paling baik untuk jarak adalah kurang dari 2 jam.

Page 55: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 46

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:

1. Hidrogenasi parsial terbukti dapat menaikkan stabilitas oksidasi biodiesel jarak

dan sawit. Hal tersebut dibuktikan dengan menurunnya angka iodium dan

komposisi polyunsaturated dan monounsaturated setiap run dari penelitian ini.

2. Kondisi operasi yang disarankan untuk biodiesel sawit dan jarak adalah

temperatur 80 OC, tekanan 1 atm, dan kecepatan pengadukan 500 rpm selama 2

jam. Kondisi operasi tersebut akan menghasilkan :

Angka iodium biodiesel sawit : 61,24

Kandungan saturated biodiesel sawit : 22,21 %

Kandungan monounsaturated biodiesel sawit : 77,79 %

Angka iodium biodiesel jarak : 81,08

Kandungan saturated biodiesel jarak : 24,89 %

Kandungan monounsaturated biodiesel jarak : 55,90 %

Kandungan polyunsaturated biodiesel jarak : 19,33 %

5.2 Saran

Saran untuk perkembangan penelitian ini selanjutnya adalah:

1. Metode pengujian GC-MS sebaiknya dicari dan diuji yang paling optimal dan

cocok dengan bahan baku biodiesel agar hasil yang didapat lebih akurat dan

dapat dipertanggungjawabkan.

2. Sebaiknya dilakukan pengujian dan analisis GC-MS referensi untuk tiap

senyawa asam lemak agar dapat menjadi acuan dalam pembacaan hasil senyawa

asam lemak yang bervariasi.

Page 56: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 47

3. Prosedur reaksi hidrogenasi yang paling sesuai sebaiknya diuji dan diperbarui

terus –menerus agar hasilnya dapat lebih optimal.

4. Faktor penyimpanan sampel biodiesel harus mendapat perhatian utama

disebabkan biodiesel yang sangat sensitif terhadap cahaya dan udara. Oksidasi

yang terjadi dapat menurunkan kualitas biodiesel di tengah masa-masa

penelitian yang berlangsung lama.

5. Setiap uji dan analisis yang merupakan bagian dari penelitian sebaiknya

dilakukan langsung oleh penulis untuk meminimalisasi kesimpang siuran

informasi dan mempermudah pembahasan dan evaluasi jika terjadi kesalahan.

6. Untuk penelitian berikutnya, lebih baik mulai difokuskan pada pencarian kondisi

operasi yang paling optimal untuk reaksi hidrogenasi parsial biodiesel

Page 57: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 48

DAFTAR PUSTAKA

1. ACL Instruments,

http://www.elmhurst.edu/~chm/vchembook/images/558cistranslino.gif, 2008-2011.

2. ASTM D 97-87, “Standard Test Method for Pour Point of Petroleum Oils”.

3. ASTM D 2500-91, “Standard Test Method for Cloud Point of Petroleum Product”.

4. Canakci, M; Van Gerpen, J., “Biodiesel Production from Oils and Fats with High

Free Fatty Acids”, ASAE Vol. 44 (6), 1429-1436.

5. Cornelia, Melanie, “Telaah Tentang Kemungkinan Memproduksi Biodiesel dari

Minyak Jarak Pagar Sebagai Bahan Pengganti Automotive Diesel Oil”, Laporan

Penelitian S2 Teknik Kimia, Politeknik Sriwijaya, 2000.

6. Fajar, R.; Yubaidah, S.; Ma’ruf, M., “Strategi Formulasi Biodiesel Jatropha untuk

Memenuhi Spesifikasi WWFC 2009: Teknik Blending dengan Biodiesel Sawit dan

Rekayasa Kimia (Partial Hydrogenation)”, Seminar Nasional Thermofluid 2010.

7. FBI-A04-03, “Metode Analisis Standar untuk Angka Iodium Biodiesel Alkil Ester

dengan Metode Wijs”.

8. Knothe, Gerhard; Van Gerpen, J.; Krahl, Jurgen. 2005. The Biodiesel Handbook.

Champaign, Illinois: AOCS Press.

9. Knothe, Gerhard, “Depedence of Biodiesel Fuel Properties on The Structure of

Fatty Acid Alkyl Esters”, Fuel Processing Technology 86 2005, 1059-1070.

10. Moser, Bryan R.; Haas, Michael J.; Winkler, Jill K.; Jackson, Michael A.; Erhan,

Sevim J.; List, Gary R.,”Evaluation of Partially Hydrogenated Methyl Esters of

Soybean Oil as Biodiesel”, Eur. J. Lipid. Sci. Technol. 109 2007, 17-24.

11. Prakoso, Tirto, “Esterifikasi Palm Fatty Acid Distillate”, Proposal Hibah Penelitian

Strategis Nasional DIKTI, 2010.

12. Pravitasari, Anita, “Potensi Pengembangan Biodiesel di Indonesia”,

http://majarimagazine.com/2009/06/potensi-pengembangan-biodiesel-di-indonesia/

, 2009.

13. Ramos, Maria Jesus; Fernandes, Carmen Maria; Casas, Abraham; Rodriguez,

Lourdes; Perez, Angel, “Influence of Acid Composition of Raw Materials on

Biodiesel Properties”, Bioresource Technology 100 2008, 261-268.

14. Sonthisawate, T.; Suemanotham, A.; Yoshimura, Y.; Makoto, T.; Abe, Y.,

“Upgrading of Biodiesel Fuel Quality by Partial Hydrogenation Process” ,

Biodiversity and Their Sustainability Use.

15. Sugiyono, Agus, “Penggunaan Energi dan Pemanasan Global: Prospek bagi

Indonesia”, http://sugiyono.webs.com/paper/p0201.pdf, 2001.

16. Vyas, Amish P.; Subrahmanyan N.; Patel, Payal A., “Production of Biodiesel

Throuh Transesterification of Jatropha Oil Using KNO3/Al2O3 Solid Catalyst”,

Fuel 88 2009, 625-628.

17. Wadumesthrige, Kapila; Salley, Steven O.; Ng, K.Y. Simon, “Effects of Partial

Hydrogenation on the Fuel Properties of Fatty Acid Methyl Esters”, Fuel

Processing Technology 90 2009,1292-1299.

18. YRA, “Tingkatkan Penggunaan Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Alternatif”,

http://www.bppt.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=601:ting

katkan-penggunaan-biodiesel-sebagai-bahan-bakar-alternatif&catid=50:teknologi-

energi, 2010.

Page 58: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 49

19. http://lemigas-proses.com/biodiesel-sebagai-bahan-bakar-alternatif/ 20. _______, “Sejarah Pengembangan Biodiesel di Dunia”, http://biodiesel.biodiesel-

itb.com/, 2004-2005.

Page 59: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 50

LAMPIRAN A

METODE ANALISIS STANDAR UNTUK ANGKA IODIUM BIODIESEL

ESTER ALKIL DENGAN METODE WIJS (FBI-A04-03)

Definisi

Dokumen Metode Analisis Standar ini menguraikan prosedur untuk menentukan angka

iodium biodiesel ester alkil dengan prosedur dan reagen Wijs. Angka iodium adalah

ukuran empirik banyaknya ikatan rangkap (dua) di dalam (asam-asam lemak penyusun)

biodiesel dan dinyatakan dalam sentigram iodium yang diabsorpsi per gram contoh

biodiesel (%-b iodium terabsorpsi). Satu mol iodium terabsorpsi setara dengan satu mol

ikatan rangkap (dua).

Lingkup

Dapat diterapkan untuk biodiesel yang berupa ester alkil (metil, etil, isopropil, dsj.) dari

asam-asam lemak.

Peralatan

1. Labu iodium – bisa berupa botol atau labu Erlenmeyer bermulut besar dan bertutup

gelas serta berkapasitas 500 ml.

2. Labu-labu takar 1000 ml bertutup gelas, untuk menyiapkan larutan-larutan standar.

3. Pipet seukuran 25 ml untuk memasok larutan Wijs.

4. Pipet 20 ml dengan skala 1 ml, untuk memasok larutan KI 10 %.

5. Pipet 2 – 5 ml dengan skala 1 ml, untuk memasok larutan pati.

6. Pipet 50 ml dengan skala 1 ml untuk memasok akuades.

7. Neraca analitik berketelitian 0,0001 gram.

8. Pelat pengaduk magnetik dengan batang pengaduknya.

9. Kertas saring – Whatman no. 41H atau yang setara.

10. Gelas piala 50 ml.

11. Pengukur waktu (timer).

Page 60: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 51

Reagen-reagen

1. Larutan/reagen Wijs (lihat Catatan peringatan dan catatan no. 1).

2. Kalium iodida (KI) – mutu reagen atau p.a. (pro analysis).

3. Karbon tetrakhlorida – mutu reagen (lihat Catatan peringatan). Kenihilan zat-zat

dapat teroksidasi di dalam reagen ini harus diverifikasi dengan mengocok 10 ml

reagen dengan 1 ml larutan jenuh kalium dikhromat dan 2 ml asam sulfat pekat : tak

ada perebakan warna hijau. Jika tidak tersedia, karbon tetrakhlorida boleh diganti

dengan campuran 50 %-v sikloheksan mutu reagen dan 50 %-v asam asetat glasial

mutu reagen (lihat Catatan peringatan).

4. Larutan indikator pati – segar (lihat Catatan no. 2) atau baru disiapkan. Buat pasta

dari 1 gram pati alami yang larut (lihat Catatan no. 3) dan sejumlah kecil akuades.

Tambahkan ke 100 ml akuades yang sedang mendidih dan diaduk. Kepekaannya

harus diuji sebagai berikut : Masukkan 5 ml larutan pati ke dalam 100 ml akuades

dan tambahkan 0,05 ml larutan 0,1 N KI yang masih segar (baru dibuat) serta satu

tetes larutan khlor (dibuat dengan mengencerkan 1 ml larutan natrium hipokhlorit

[NaOCl] 5 %-b, yang tersedia di perdagangan, menjadi 1000 ml). Larutan harus

menjadi berwarna biru pekat dan bisa dilunturkan dengan penambahan 0,05 ml

larutan natrium tiosulfat 0,1 N.

5. Kalium dikhromat – mutu reagen. Sebelum digunakan harus digerus halus dan

dikeringkan pada 105 – 110 oC sampai berberat konstan.

6. Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) – mutu reagen.

Larutan-larutan

1. Larutan kalium iodida (KI) – 100 g/l (larutan 10 %) dibuat dengan melarutkan 100

gram KI ke dalam akuades, disusul dengan pengenceran hingga bervolume 1 liter.

Larutan ini tak boleh kena cahaya.

2. Larutan indikator pati – disiapkan/dibuat dan diuji seperti diuraikan pada no. 4 dalam

bagian “Reagen-reagen”. Asam salisilat (1,25 g/l) boleh dibubuhkan untuk

mengawetkan patinya. Jika sedang tak digunakan, larutan ini harus disimpan di

dalam ruang bertemperatur 4 – 10 oC. Jika disimpan pada kondisi ini, larutan

biasanya stabil selama 2 – 3 minggu. Larutan indikator yang baru harus dibuat jika

Page 61: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 52

titik akhir titrasi tidak lagi tajam, atau jika larutan indikator pati gagal dalam uji

kepekaan yang telah diuraikan pada no. 4 dalam bagian “Reagen-reagen”.

3. Larutan natrium tiosulfat 0,1 N. – Dibuat dengan melarutkan 24,8 gram

Na2S2O3.5H2O ke dalam akuades dan kemudian diencerkan sampai 1 liter. Larutan

ini harus distandarkan sebagai berikut : Pipet 25 ml larutan kalium dikhromat standar

(lihat no. 4 di bawah) ke dalam gelas piala 400 ml. Tambahkan 5 ml HCl pekat, 10

ml larutan KI (lihat no. 1 di atas) dan aduk baik-baik dengan batang pengaduk atau

pengaduk magnetik. Kemudian, biarkan tak teraduk selama 5 menit dan selanjutnya

tambahkan 100 ml akuades. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat sambil terus

diaduk, sampai warna kuning hampir hilang. Tambahkan 1 – 2 ml larutan pati dan

teruskan titrasi pelahan-lahan sampai warna biru persis sirna. Maka :

titrasipada dihabiskan yang OSNa lar. ml

2,5OSNa lar. Normalitas

322

322

4. Larutan standar 0,1 N kalium dikhromat – dibuat dengan melarutkan 4,9035 gram

kalium dikhromat kering dan tergerus halus ke dalam akuades di dalam labu takar 1

liter dan kemudian mengencerkannya sampai garis batas-takar pada 25 oC.

5. Larutan/reagen Wijs; lihat no. 1 dalam bagian “Reagen-reagen”.

Prosedur analisis

1. Timbang 0,13 – 0,15 ± 0,001 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam labu iodium.

2. Tambahkan 15 ml larutan karbon tetrakhlorida (atau 20 ml camp. 50 %-v

sikloheksan – 50 %-v asam asetat) dan kocok-putar labu untuk menjamin contoh

larut sempurna ke dalam pelarut.

3. Tambahkan 25 ml reagen Wijs dengan pipet seukuran dan tutup labu. Kocok-putar

labu agar isinya tercampur sempurna dan kemudian segera simpan di tempat gelap

bertemperatur 25 5 oC selama 1 jam.

4. Sesudah perioda penyimpanan usai, ambil kembali labu, dan tambahkan 20 ml

larutan KI serta kemudian 150 ml akuades.

Page 62: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 53

5. Sambil selalu diaduk baik-baik, titrasi isi labu dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N

yang sudah distandarkan (diketahui normalitas eksaknya) sampai warna coklat

iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan

teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium – pati persis sirna. Catat volume

titran yang dihabiskan untuk titrasi.

6. Bersamaan dengan analisis di atas, lakukan analisis blanko (tanpa contoh biodiesel,

jadi hanya langkah 2 s/d 4).

Perhitungan

Angka iodium contoh biodiesel dapat dihitung dengan rumus :

Angka iodium, AI (%-b) = W

C)N 12,69(B

dengan :

C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml.

B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml.

N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat.

W = berat eksak contoh biodiesel yang ditimbang untuk analisis, g.

Catatan peringatan

Larutan Wijs bisa membakar-parah kulit dan uapnya bisa merusak paru-paru serta mata.

Penggunaan lemari asam sangat disarankan. Larutan Wijs tanpa karbon tetrakhlorida

bisa diperoleh dari pemasok-pemasok bahan-bahan kimia laboratorium.

Karbon tetrakhlorida diketahui bersifat karsinogen. Zat ini toksik jika terhisap ,

termakan/terminum serta terabsorpsi ke dalam kulit, serta berdaya narkotik. Zat ini tidak

boleh digunakan untuk menyingkirkan api; pada temperatur tinggi akan terdekomposisi

menghasilkan fosgen (bahan kimia berbahaya). Angka ambang kehadirannya di udara

tempat kerja adalah 10 ppm-v. Karena ini, penanganannya harus dilakukan di dalam

lemari asam.

Asam khlorida (HCl) pekat adalah asam kuat dan akan menyebabkan kulit terbakar.

Page 63: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 54

Uapnya menyebabkan peracunan jika terhirup dan terhisap serta menimbulkan iritasi

kuat pada mata dan kulit. Jas dan sarung tangan pelindung harus dipakai ketika bekerja

dengan asam ini. Penanganannya disarankan dilakukan dalam lemari asam yang

beroperasi dengan benar. Pada pengenceran, asam harus selalu yang ditambahkan ke

air/akuades dan bukan sebaliknya.

Asam asetat murni (glasial) adalah zat yang cukup toksik jika terhisap atau terminum.

Zat ini menimbulkan iritasi kuat pada kulit dan jaringan tubuh. Angka ambang

kehadirannya di udara tempat kerja adalah 10 ppm-v.

Catatan bernomor

1. Yang disarankan untuk digunakan adalah “pati kentang untuk iodometri”, karena pati

ini menimbulkan warna biru pekat jika berada bersama ion iodonium. “Pati larut” saja

tak disarankan karena bisa tak membangkitkan warna biru pekat yang konsisten

ketika berkontak dengan ion iodonium. Reagen-reagen berikut diketahui cocok :

“Soluble starch for iodometry”, Fisher S516-100; “Soluble potato starch, Sigma S-

2630; “Soluble potato starch for iodometry”, J.T. Baker 4006-04.

2. Pada temperatur kamar, tenggang waktu antara penyiapan contoh-contoh dan

pentitrasiannya tak boleh lebih dari 1,5 jam.

Page 64: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 55

LAMPIRAN B

PENGUJIAN TITIK AWAN

(ASTM D 2500-91)

Alat:

1. Tabung sampel ukuran diameter luar 33,2 – 34,8 mm, tinggi 115 – 125 mm.

ketebalan tidak boleh lebih dari 1,6 mm.

2. Termometer dengan rentang suhu

High cloud and pour -38 sampai +50 OC

Low cloud and pour -80 sampai +20 OC

3. Cork, untuk mengatur posisi tabung sampel.

4. Jacket, dari bahan metal atau gelas, kedap air, bagian dasar rata, dengan ukuran

tinggi115 mm, diameter dalam 44,2 – 45,8 mm. Jacket harus disangga dengan

penyangga yang kuat untuk menghindari getaran dari cooling bath.

5. Disk, dengan tebal 6 mm, diletakkan pada dasar jacket untuk menyangga tabung

sampel.

6. Gasket, bentuk cincin dengan ketebalan 5 mm, untuk memantapkan posisi

tabung sampel dalam jacket. Tujuan pemasangan gasket adalah untuk mencegah

tabung sampel menyentuh dinding jacket.

7. Cooling bath, untuk mendinginkan sampel. Temperatur bath dipertahankan

dengan menggunakan pendingin sebagai berikut :

Air dan es untuk temperatur 10 OC

Es dan kristal NaCl untuk temperatur -12 OC

Es dan kristal CaCl2 untuk temperatur -26 OC

Aseton, metanol atau etanol yang didinginkan dengan campuran es –

garam sampai -12 O

C, dan dengan CO2 padat (es kering) untuk mencapai

temperatur yang diinginkan (sampai -57 O

C)

Prosedur:

Page 65: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 56

1. Kondisikan sampel pada temperatur minimal 14 OC di atas titik awan yang

diperkirakan. Buang uap air yang tersisa dengan cara penyaringan dengan kertas

saring sampai sampel benar – benar kering.

2. Tuangkan sampel ke dalam tabung sampel.

3. Tutup tabung dengan cork (dengan termometer), dengan posisi temperatur

menyentuh dasar dan sejajar dengan tabung sampel.

4. Letakkan disk di dasar jacket, lalu letakkan jacket dalam medium pendingin

minimal 10 menit sebelum pengujian. Disk, gasket dan bagian dalam jacket

harus dikeringkan sebelum digunakan. Gasket diletakkan 250 mm dari dasar

jacket lalu masukkan botol sampel ke dalam jacket.

5. Pertahankan suhu pendingin pada temperatur -1 sampai 2 OC.

6. Pada setiap perubahan temperatur thermometer 1 OC, keluarkan tabung sampel

dari jacket dengan cepat, amati apakah terbentuk awan kristal, lalu kembalikan

ke dalam jacket. Langkah ini harus dilakukan dalam waktu 3 detik. Apabila

awan kristal belum terbentuk sampai suhu 10 OC, pindahkan jacket dan tabung

sampel ke dalam pendingin kedua, dan seterusnya dengan rentang temperatur

sebagai berikut:

Tabel E.1. Temperatur pendingin dan rentang temperatur sampel

No Temperatur pendingin (OC) Rentang temperatur sampel (

OC)

1 -1 sampai 2 Sampai 10

2 -18 sampai -15 10 sampai -7

3 -35 sampai -32 -7 sampai -24

4 -52 sampai -49 -24 sampai -41

5 -69 sampai -66 -41 sampai -58

7. Titik awan adalah temperatur pada saat terbentuk awan kristal pada bagian dasar

tabung sampel, dengan pendekatan temperatur sebesar 1 OC.

Page 66: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 57

LAMPIRAN C

PENGUJIAN TITIK TUANG

(ASTM D 97-87)

Alat:

1. Tabung sampel, berbentuk silinder, bagian dasar rata, diameter 33,5 mm, dan

tinggi 115 – 125 mm.

2. Termometer dengan rentang suhu

i. High cloud and pour -38 sampai +50 OC

ii. Low cloud and pour -80 sampai +20 OC

iii. Melting point +32 sampai +127 OC

3. Cork, untuk mengatur posisi tabung sampel.

4. Jacket, dari bahan metal atau gelas, kedap air, bagian dasar rata, dengan ukuran

tinggi115 mm, diameter dalam 44,2 – 45,8 mm. Jacket harus disangga dengan

penyangga yang kuat untuk menghindari getaran dari cooling bath.

5. Disk, dengan tebal 6 mm, diletakkan pada dasar jacket untuk menyangga tabung

sampel.

6. Gasket, bentuk cincin dengan ketebalan 5 mm, untuk memantapkan posisi

tabung sampel dalam jacket. Tujuan pemasangan gasket adalah untuk mencegah

tabung sampel menyentuh dinding jacket.

7. Cooling bath, untuk mendinginkan sampel. Temperatur bath dipertahankan

dengan menggunakan pendingin sebagai berikut :

8. Air dan es untuk temperatur 10 OC

9. Es dan kristal NaCl untuk temperatur -12 OC

10. Es dan kristal CaCl2 untuk temperatur -26 OC

11. Aseton, metanol atau etanol yang didinginkan dengan campuran es – garam

sampai -12 O

C, dan dengan CO2 padat (es kering) untuk mencapai temperatur

yang diinginkan (sampai -57 O

C)

Page 67: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 58

Prosedur:

1. Masukkan sampel minyak ke dalam tabung sampel. Sebelumnya, panaskan

minyak dalam water bath sehingga cukup cair untuk dituangkan ke dalam

tabung sampel. Apabila sebelumnya sampel telah dipanaskan pada temperatur di

atas 45 OC, maka diamkan sampel pada temperatur ruang selama 24 jam

sebelum pengujian.

2. Tutup tabung dengan cork (dan termometer). Posisi termometer ko-aksial

dengan tabung sampel, dan termometer terendam dalam sampel, dengan

kapilernya terletak 3 mm di bawah permukaan sampel.

3. Pengujian titik tuang :

4. Apabila titik tuang sampel di atas -33 OC, panaskan sampel tanpa pengadukan 9

OC di atas perkiraan titik tuang, minimal sampai 45

OC, di dalam water bath

yang dipertahankan pada suhu 12 OC di atas titik tuang (minimal 48

OC).

Pindahkan tabung sampel ke dalam water bath yang dipertahankan pada suhu 24

OC dan mulai amati titik tuang.

5. Apabila titik tuang sampel di bawah -33 OC, panaskan sampel tanpa pengadukan

sampai suhu 45 OC, di dalam water bath yang dipertahankan pada suhu 48

OC,

dan dinginkan sampai 15 OC dalam air yang dipertahankan pada suhu 6

OC

6. Keringkan disk, gasket, dan bagian dalam jacket. Letakkan disk pada dasar

jacket, dan gasket di sekeliling tabung sampel sekitar 25 mm dari dasar.

Masukkan tabung sampel ke dalam jacket.

7. Dinginkan sampel hingga terbentuk cairan kental, jaga agar sampel tidak

terganggu oleh pergeseran termometer.

8. Lakukan pengamatan pada rentang suhu 3 OC. Pengamatan mulai dilakukan

pada suhu 9 OC di atas perkiraan titik tuang.

9. Setiap 3 OC, keluarkan tabung sampel dari dalam jacket, bersihkan uap air yang

menempel pada dinding tabung, miringkan tabung dan perhatikan apakah terjadi

pergerakan sampel dalam tabung. Prosedur ini harus dilakukan dalam waktu 3

detik.

10. Apabila sampel tidak berhenti mengalir pada suhu 27 OC, pindahkan tabung

sampel ke dalam bath yang memiliki suhu lebih rendah, dengan rentang sebagai

berikut:

Page 68: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 59

Tabel F.1. Suhu sampel dan bath

Suhu sampel (OC) Suhu bath (

OC)

+27 OC 0

OC

+9 OC -18

OC

-6 OC -33

OC

-24 OC -51

OC

-42 OC -69

OC

11. Pada saat sampel dalam tabung mulai tidak mengalir, letakkan tabung pada

posisi horizontal selama 5 detik, dan amati dengan teliti. Apabila terjadi

pergerakan sampel, kembalikan tabung ke dalam jacket, dan teruskan pengujian.

12. Lanjutkan pengujian sampai sampel dalam tabung tidak mengalami pergerakan

ketika diletakkan pada posisi horizontal selama 5 detik. Pada saat itu, suhu yang

terbaca pada thermometer merupakan titik tuang sampel.

Page 69: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 60

LAMPIRAN D

PENGUJIAN STABILITAS OKSIDASI

(BS EN 14112:2003)

Alat:

1. Filter udara.

2. Pompa udara dengan pengatur laju alir.

3. Vessel.

4. Measurement cell.

5. Elektroda.

6. Measuring and recording apparatus.

7. Thyristor and contact thermometer.

8. Heating block.

Peralatan uji stabilitas oksidasi

Prosedur:

Tabung reaksi berisi 3 gram sampel ditaruh di bagian heating block dengan temperatur

ditetapkan pada 110 OC. Gas murni dialirkan melewati sampel dengan laju alir sebesar

10 L/hr. Uap yang dihasilkan dialirkan ke dalam labu yang berisi 50 mL air dan sebuah

elektroda untuk menghitung konduktivitas. Elektroda dihubungkan dengan Measuring

and recording apparatus. Hal ini mengindikasikan akhir dari induction period ketika

Page 70: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 61

konduktivitas meningkat secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh disosiasi dari asam

karboksilat yang dihasilkan selama proses oksidasi dan diabsorpsi oleh air. Perubahan

konduktivitas direkam secara simultan untuk mengetahui induction period dan hasilnya

ditunjukkan secara otomatis oleh alat tersebut setiap jamnya.

Page 71: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 62

LAMPIRAN E

MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS)

E.1 Hidrogen

Page 72: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 63

Page 73: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 64

E.2 Metanol

Page 74: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 65

Page 75: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 66

Page 76: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 67

Page 77: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 68

Page 78: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 69

E.3 Biodiesel

Page 79: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 70

Page 80: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 71

LAMPIRAN F

HASIL ANALISIS GC-MS

Gambar F.1 Hasil analisis GC Biodiesel sawit

Page 81: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 72

Gambar F.2 Hasil analisis GC biodiesel jarak

Page 82: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 73

Gambar F.3 Hasil analisis GC run 1

Page 83: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 74

Gambar F.4 Hasil analisis GC run 2

Page 84: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 75

Gambar F.5 Hasil analisis GC run 3

Page 85: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 76

Gambar F.6 Hasil analisis GC run 4

Page 86: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 77

Gambar F.7 Hasil analisis GC run 5

Page 87: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 78

Gambar F.8 Hasil analisis GC run 6

Page 88: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 79

Gambar F.9 Hasil analisis GC run 7

Page 89: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 80

Gambar F.10 Hasil analisis GC run 8

Page 90: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 81

Gambar F.11 Hasil analisis GC run 4 30 menit

Page 91: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 82

Gambar F.12 Hasil analisis GC run 4 60 menit

Page 92: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 83

Gambar F.12 Hasil analisis GC run 4 90 menit

Page 93: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 84

Gambar F.13 Hasil analisis GC run 8 30 menit

Page 94: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 85

Gambar F.14 Hasil analisis GC run 8 60 menit

Page 95: Reaksi Hidrogenasi Parsial untuk Meningkatkan Stabilitas Oksidasi Biodiesel - Partial Hydrogenation Reaction to Increase Oxidative Stability of Biodiesel

B.0910.3.23 86

Gambar F.15 Hasil analisis GC run 8 60 menit