rds
DESCRIPTION
RdsTRANSCRIPT
A. Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah sindrom gawat
napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa
gestasi kurang (Malloy, 2000).
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane
diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).
Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis
yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit
mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas (Bobak, 2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah penyakit yang
disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk menghasilkan surfaktan
yang memadai.
C. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan kurang
sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi
udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam proteinaceous
filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadi RDS.
D. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk
dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Menurut Suriadi dan Yuliani (2006), Patoflow dari RDS yaitu :
Surfaktan menurun
Complianse (distensibilitas) PO2 menurun
Atelektatis
Usaha nafas meningkat Metabolisme anaerob
Menurunya ventilasi
CO2 meningkat Asidosis
Tekanan darah arteri menurun Vasokonstriksi perifer dan pulmonal
Aliran darah paru menurun
Surfaktan menurun Tekanan arteri pulmonal meningkat
2. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis
yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak
nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit),
pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap
dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada
4 stadium RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax
sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks
c. Cuping hidung
d. Apnea
e. Murmur
f. Sianosis pusat
3. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka pendek
1) Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk
dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah
leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan intraventrikuler terjadi
pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi
dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa
gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2) Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa
gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
4. Penatalaksanaan Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan
meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru.
c. Fenobarbital.
d. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
g. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari
pemakaian ventilasi mekanik.
h. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah
pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari
cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).
5. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan mendengkur, retraksi
subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin
normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan
dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari
penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi
meliputi:
a) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain
berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat,
dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi
pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan
klinik.
b) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada,
yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke
atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan.
c) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan
dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
2) Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain bila terkena.
b) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH >7,45) pada
tahap dini.
c) Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.