rangkuman tata bahasa indonesia
DESCRIPTION
menggunakan tata Bahasa Indonesia yang baik dan benarTRANSCRIPT
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
Oleh Ivan Lanin
I. Bahasa ................................................................................................................................................. 1
II. Fonologi .............................................................................................................................................. 5
III. Morfologi ............................................................................................................................................ 6
IV. Sintaksis ............................................................................................................................................ 16
V. Semantik ........................................................................................................................................... 31
VI. Kesusastraan ..................................................................................................................................... 40
VII. Gaya bahasa ...................................................................................................................................... 54
VIII. Kemahiran berbahasa........................................................................................................................ 59
Disusun berdasarkan materi dari http://bit.ly/dAUQ8u sebagai bahan bacaan tambahan bagi para peserta
TSN HPI 2010.
Lisensi CC-BY-NC-SA: Diperkenankan untuk menyalin, mendistribusikan, dan mengadaptasi karya ini
asalkan mencantumkan sumber, bukan untuk tujuan komersial, dan menggunakan lisensi yang serupa
dengan lisensi ini.
Penafian: Meskipun segala upaya telah dilakukan untuk memastikan validitasnya, informasi pada karya
ini diberikan apa adanya tanpa jaminan validitas. Penulis karya tidak bertanggung jawab terhadap
informasi yang tak akurat atau terhadap penggunaan Anda atas informasi yang ada dalam karya ini.
Selamat mengikuti ujian. Teruskan perjuangan!
Jakarta, 9 Juli 2010.
Oh, hampir lupa. Komentar dapat dikirimkan melalui surel ke ivan at bahtera dot org.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
1
I. Bahasa
A. Pengertian bahasa
Secara umum bahasa didefinisikan sebagai lambang. Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa sistem
lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia.
Sebagaimana kita ketahui, bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai
makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili
Kumpulan kata atau kosakata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad,
disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus atau leksikon.
Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita tulis tidak tersusun begitu
saja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita
harus memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa. Seperangkat
aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang
disebut tata bahasa.
Pada bab berikutnya, sehubungan dengan tata bahasa akan kita bicarakan secara terperinci fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi. Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau
mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara gramatikal beserta
unsur-unsur dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis membicarakan komponen-komponen kalimat dan proses
pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna kata ialah
semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi,
B. Fungsi bahasa
Fungsi utama bahasa, seperti disebutkan di atas, adalah sebagai alat komunikasi, atau sarana untuk
menyampaikan informasi (fungsi informatif).
Tetapi, bahasa pada dasarnya lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan informasi, atau mengutarakan
pikiran, perasaan, atau gagasan, karena bahasa juga berfungsi:
a. untuk tujuan praktis: mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.
b. untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.
c. sebagai kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain, di luar pengetahuan kebahasaan.
d. untuk mempelajari naskah-naskah tua guna menyelidiki latar belakang sejarah manusia, selama kebudayaan dan adat-istiadat, serta perkembangan bahasa itu sendiri (tujuan filologis).
Dikatakan oleh para ahli budaya, bahwa bahasalah yang memungkinkan kita membentuk diri sebagai
makhluk bernalar, berbudaya, dan berperadaban. Dengan bahasa, kita membina hubungan dan kerja sama,
mengadakan transaksi, dan melaksanakan kegiatan sosial dengan bidang dan peran kita masing-masing.
Dengan bahasa kita mewarisi kekayaan masa lampau, menghadapi hari ini, dan merencanakan masa
depan.
Jika dikatakan bahwa setiap orang membutuhkan informasi itu benar. Kita ambil contoh, misalnya,
mahasiswa. Ia membutuhkan informasi yang berkaitan dengan bidang studinya agar lulus dalam setiap
ujian dan sukses meraih gelar atau tujuan yang diinginkan. Seorang dokter juga sama. Ia memerlukan
informasi tentang kondisi fisik dan psikis pasiennya agar dapat menyembuhkannya dengan segera.
Contoh lain, seorang manager yang mengoperasikan, mengontrol, atau mengawasi perusahaan tanpa
informasi tidak mungkin dapat mengambil keputusan atau menentukan kebijakan. Karena setiap orang
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
2
membutuhkan informasi, komunikasi sebagai proses tukar-menukar informasi, dengan sendirinya bahasa
juga mutlak menjadi kebutuhan setiap orang.
C. Perkembangan bahasa Indonesia
Kata Indonesia berasal dari gabungan kata Yunani Indus India dan nesos pulau atau kepulauan. Jadi secara etimologis berarti kepulauan yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan India, atau hanya kepulauan
India. Pencipta kata tersebut ialah George Samuel Windsor Earl, sarjana Inggris yang menulis dan
memakai kata itu dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, Vol. IV, hlm. 17, bulan
Februari 1850. Ia menggunakan kata Indonesians dalam majalah itu. Sedangkan, orang yang
memopulerkan kata lndonesien adalah ahli etnologi Jerman, Adolf Bastian, yang memakainya dalam
buku yang ditulisnya sejak tahun 1884. Buku ini diberi judul Indonesien order die Inseln des Malayischen
Archipel.
Bahasa Indonesia yang sekarang itu ialah bahasa Melayu Kuno, yang dahulu digunakan orang Melayu di
Riau, Johor. dan Lingga, yang telah mengalami perkembangan berabad-abad lamanya Dalam keputusan
Seksi A No. 8. hasil Kongres Bahasa Indonesia 11 di Medan, 1954, dikatakan bahwa dasar bahasa
Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhan dalam masyarakat dan kebudayaan
Indonesia sekarang.
Sehubungan dengan perkembangan bahasa Indonesia, ada beberapa masa dan tahun bersejarah yang
penting, yakni:
1. Masa Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7. Pada waktu itu Bahasa Indonesia yang masih bernama bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca atau bahasa penghubung, bahasa
pengantar. Bukti historis dari masa ini antara lain prasasti atau batu bertulis yang ditemukan di
Kedukan Bukit, Kota Kapur, Talang Tuwo. Karang Brahi yang berkerangka tahun 680 Masehi.
Selain ini dapat disebutkan bahwa data bahasa Melayu paling tua justru dalam prasasti yang
ditemukan di Sojomerta dekat Pekalongan, Jawa Tengah.
2. Masa Kerajaan Malaka, sekitar abad ke-15. Pada masa ini peran bahasa Melayu sebagai alat komunikasi semakin penting. Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang adalah
peninggalan karya sastra tertua yang ditulis pada masa ini. Sekitar tahun 1521, Antonio Pigafetta
menyusun daftar kata Italia-Melayu yang pertama. Daftar itu dibuat di Tidore dan berisi kata-kata
yang dijumpai di sana.
3. Masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, sekitar abad ke-19. Fungsi bahasa Melayu sebagai sarana pengungkap nilai-nilai estetik kian jelas. Ini dapat dilihat dari karya-karya Abdullah seperti
Hikayat Abdullah, Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah, Syair tentang Singapura
Dimakan Api, dan Pancatanderan. Tokoh lain yang Perlu dicatat di sini ialah Raja Ali Haji yang
terkenal sebagai pengarang Gurindam Dua Belas, Silsilah Melayu Bugis, dan Bustanul Katibin.
4. Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan yang pertama kali oleh Prof. Ch. van Ophuysen dibantu Engku Nawawi dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal
dengan Ejaan Van Ophuysen ditulis dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe.
5. Tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan Commissie de lndlandsche School en Volkslectuur (Komisi Bacaan Sekolah Bumi Putra dan Rakyat). Lembaga ini mempunyai andil besar dalam
menyebarkan serta mengembangkan bahasa Melayu melalui bahan-bahan bacaan yang
diterbitkan untuk umum.
6. Tahun 1928 tepatnya tanggal 28 Oktober, dalam Sumpah Pemuda, bahasa Melayu diwisuda menjadi bahasa Nasional bangsa Indonesia sekaligus namanya diganti menjadi bahasa Indonesia.
Alasan dipilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa nasional ini didasarkan pada kenyataan bahwa
bahasa tersebut (1) telah dimengerti dan dipergunakan selama berabad-abad sebagai lingua
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
3
franca hampir di seluruh daerah kawasan Nusantara, (2) strukturnya sederhana sehingga mudah
dipelajari dan mudah menerima pengaruh luar untuk memperkaya serta menyempurnakan
fungsinya, (3) bersifat demokratis sehingga menghindarkan kemungkinan timbulnya perasaan
sentimen dan perpecahan, dan (4) adanya semangat kebangsaan yang lebih besar dari penutur
bahasa Jawa dan Sunda.
"Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa jang sama, bahasa Indonesia"
demikian rumusan Sumpah Pemuda yang terakhir dan yang benar.
7. Tahun 1933 terbit majalah Poedjangga Baroe yang pertama kali. Pelopor pendiri majalah ini ialah Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane, yang ketiganya ingin dan
berusaha memajukan bahasa Indonesia dalam segala bidang.
8. Tahun 1938, dalam rangka peringatan 10 tahun Sumpah Pemuda diadakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, yang dihadiri ahli-ahli bahasa dan para budayawan seperti Ki Hadjar
Dewantara, Prof Dr Purbatjaraka, dan Prof Dr. Husain Djajadiningrat. Dalam kongres ditetapkan
keputusan untuk mendirikan Institut Bahasa Indonesia, mengganti ejaan van Ophuysen, serta
menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan.
9. Masa pendudukan Jepang (1942-1945). Pada masa ini peran bahasa Indonesia semakin penting karena pemerintah Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda yang dianggapnya sebagai
bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
dalam administrasi pemerintahan dan bahasa pengantar di lembaga pendidikan, karena bahasa
Jepang sendiri belum banyak dimengerti oleh bangsa Indonesia. Untuk mengatasi berbagai
kesulitan, akhirnya Kantor Pengajaran Balatentara Jepang mendirikan Komisi Bahasa Indonesia.
10. Tahun 1945, tepatnya 18 Agustus, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa negara, sesuai dengan bunyi UUD 45, Bab XV, Pasal 36: Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
11. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan pemakaian Ejaan Repoeblik sebagai penyempurnaan ejaan sebelumnya. Ejaan ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ejaan Soewandi.
12. Balai Bahasa yang dibentuk Wont 1948, yang kemudian namanya diubah menjadi Lembaga Bahasa Nasional (LBN) tahun 1968, dan diubah lagi menjadi Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa pada tahun 1972 adalah lembaga yang didirikan dalam rangka usaha
pemantapan perencanaan bahasa.
13. Atas prakarsa Menteri PP dan K, Mr. Moh. Yamin, Kongres Bahasa Indonesia Kedua diadakan di Medan tanggal 28 Oktober s.d. 1 November 1954. Dalam kongres ini disepakati suatu rumusan
bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia berbeda dari bahasa
Melayu karena bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang sudah disesuaikan pertumbuhannya
dengan masyarakat Indonesia sekarang .
14. Tahun 1959 ditetapkan rumusan Ejaan Malindo, sebagai hasil usaha menyamakan ejaan bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu yang digunakan Persekutuan Tanah Melayu. Akan tetapi,
karena pertentangan politik antara Indonesia dan Malaysia, ejaan tersebut menjadi tidak pernah
diresmikan pemakaiannya.
15. Tahun 1972, pada tanggal 17 Agustus, diresmikan pemakaian Ejaan Yang Disempurnakan yang disingkat EYD. Ejaan yang pada dasarnya adalah hasil penyempurnaan dari Ejaan Bahasa
Indonesia yang dirancang oleh panitia yang diketuai oleh A. M. Moeliono juga digunakan di
Malaysia dan berlaku hingga sekarang.
16. Tahun 1978, dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-50. bulan November di Jakarta diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III. Kongres ini berhasil mengambil
keputusan tentang pokok-pokok pikiran mengenai masalah pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia. Di antaranya ialah penetapan bulan September sebagai bulan bahasa.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
4
17. Tanggal 21-26 November 1983, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, berlangsung Kongres Bahasa Indonesia IV. Kongres yang dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Dr. Nugroho
Notosusanto, berhasil merumuskan usaha-usaha atau tindak lanjut untuk memantapkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan negara.
18. Dengan tujuan yang sama, di Jakarta 1988, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V.
19. Tahun 1993, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Kongres Bahasa Indonesia berikutnya akan diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
D. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
Sebagaimana kita ketahui dari uraian di atas, bahwa sesuai dengan ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa nasional, dan sesuai dengan bunyi UUD 45, Bab
XV, Pasal 36 Indonesia juga dinyatakan sebagai bahasa negara. Hal ini berarti bahwa bahasa Indonesia
mempunyai kedudukan baik sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.
Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya,
yang dirumuskan atas dasar nilai sosialnya Sedang fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa tersebut
di dalam kedudukan yang diberikan.
1. Bahasa Nasional
Sehubungan dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki empat fungsi.
Keempat fungsi tersebut ialah sebagai:
1. lambang identitas nasional,
2. lambang kebanggaan nasional,
3. alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda, dan
4. alat perhubungan antarbudaya dan daerah.
2. Bahasa Negara
Berkaitan dengan statusnya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1. bahasa resmi negara,
2. bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
3. bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan
4. bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi.
E. Bahasa Indonesia baku
Bahasa Indonesia yang baku ialah bahasa Indonesia yang digunakan orang-orang terdidik dan yang
dipakai sebagai tolak bandingan penggunaan bahasa yang dianggap benar. Ragam bahasa Indonesia yang
baku ini biasanya ditandai oleh adanya sifat kemantapan dinamis dan ciri kecendekiaan. Yang dimaksud
dengan kemantapan dinamis ini ialah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang
tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem. Ciri kecendekiaan bahasa
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
5
baku dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di berbagai
bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan.
Bahasa Indonesia baku dipakai dalam:
1. komunikasi resmi, seperti dalam surat-menyurat resmi, peraturan pengumuman instansi resmi atau undang-undang;
2. tulisan ilmiah, seperti laporan penelitian, makalah, skripsi, disertasi dan buku-buku ilmu pengetahuan;
3. pembicaraan di muka umum, seperti dalam khotbah, ceramah, kuliah pidato; dan
4. pembicaraan dengan orang yang dihormati atau yang belum dikenal.
II. Fonologi
A. Pengertian
Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara
umum. Istilah fonologi, yang berasal dari gabungan kata Yunani phone bunyi dan logos tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi. Bidang ini meliputi dua bagian.
Fonetik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia.
Fonemik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.
Bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti disebut fona, sedang fonem
ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan
yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan
huruf.
Untuk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu:
1. udara,
2. artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan
3. titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.
B. Vokal dan konsonan
Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan.
Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan.
Yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan
atau perubahan posisi artikulator .
C. Diftong
Diftong adalah dua vokal berurutan yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Diftong dalam bahasa
Indonesia adalah ai, au, dan oi. Contoh: petai, lantai, pantai, santai, harimau, kerbau, imbau, pulau,
amboi, sepoi.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
6
D. Fonem
Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang berfungsi membedakan arti. Fonem dapat dibuktikan melalui
pasangan minimal.
Pasangan minimal adalah pasangan kata dalam satu bahasa yang mengandung kontras minimal.
Contoh:
pola & pula: membedakan /o/ dan /u/
barang & parang: membedakan /b/ dan /p/
E. Fonem dan huruf
Bahasa Indonesia memakai ejaan fonemis, artinya setiap huruf melambangkan satu fonem. Namun
demikian masih terdapat fonem-fonem yang dilambangkan dengan digraf (dua huruf melambangkan satu
fonem) seperti ny, ng, sy, dan kh.
Di samping itu ada pula diafon (satu huruf yang melambangkan dua fonem) yakni huruf e yang digunakan
untuk menyatakan e pepet dan e taling.
Huruf e melambangkan e pepet terdapat pada kata seperti: sedap, segar, terjadi. Huruf e melambangkan e
taling terdapat pada kata seperti: ember, tempe, dendeng.
III. Morfologi
Bidang linguistik atau tata bahasa yang mempelajari kata dan proses pembentukan kata secara gramatikal
disebut morfologi. Dalam beberapa buku tata bahasa, morfologi dinamakan juga tata bentukan.
Satuan ujaran yang mengandung makna (leksikal atau gramatikal) yang turut serta dalam pembentukan
kata atau yang menjadi bagian dari kata disebut morfem. Berdasarkan potensinya untuk dapat berdiri
sendiri dalam suatu tuturan, morfem dibedakan atas dua macam yaitu:
1. morfem terikat, morfem yang tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri, sehingga harus selalu hadir dengan mengikatkan dirinya dengan modem bebas lewat proses morfologis, atau
proses pembentukan kata, dan
2. morfem bebas, yang secara potensial mampu berdiri sendiri sebagai kata dan secara gramatikal menduduki satu fungsi dalam kalimat.
Dalam bahasa Indonesia morfem bebas disebut juga kata dasar. Satuan ujaran seperti buku, kantor, arsip,
uji, ajar, kali, pantau, dan liput merupakan modem bebas atau kata dasar; sedang me-, pe-, -an, ke--an, di-,
swa-, trans-, -logi, -isme merupakan morfem terikat.
Sebuah morfem, jika bergabung dengan morfem lain, sering mengalami perubahan. Misalnya, morfem
terikat me- dapat berubah menjadi men-, mem-, meny-, menge-, dan menge- sesuai dengan lingkungan
yang dimasuki. Variasi modem yang terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alomorf.
A. Proses morfologis
Proses morfologis adalah proses pembentukan kata dari suatu bentuk dasar menjadi suatu bentuk jadian.
Proses ini , meliputi afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi (pengulangan), dan komposisi (pemajemukan).
Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang ketiga proses morfologis di atas perlu ditegaskan terlebih dahulu
tiga istilah pokok dalam proses ini, Yaitu kata dasar, bentuk dasar, dan unsur langsung.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
7
Kata dasar: kata yang belum berubah, belum mengalami proses morfologis, baik berupa proses
penambahan imbuhan, proses pengulangan, maupun proses pemajemukan.
Bentuk dasar: bentuk yang menjadi dasar dalam proses morfologis, dapat berupa kata dasar, kata
berimbuhan, kata ulang, dan dapat pula berupa kata majemuk.
Unsur langsung: bentuk dasar dan imbuhan yang membentuk kata jadian.
1. Afiksasi
Dalam tata bahasa tradisional afiks disebut imbuhan, yaitu morfem terikat yang dapat mengubah makna
gramatikal suatu bentuk dasar. Misalnya me- dan -kan, di- dan -kan, yang dapat mengubah arti gramatikal
seperti arsip menjadi mengarsipkan, diarsipkan.
Proses penambahan afiks pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar inilah yang disebut afiksasi.
Afiks yang terletak di awal bentuk kata dasar. seperti ber-, di-; ke-, me-, se-, pe-, per-, ter-, pre-, swa-,
adalah prefiks atau awalan.
Yang disisipkan di dalam sebuah kata dasar, seperti -em, -er-, -el-, disebut infiks atau sisipan.
Yang terletak di akhir kata dasar, seperti -i -an, -kan, -isme, -isasi, -is,-if dan lain-lain dinamakan sufiks
atau akhiran.
Gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk satu kesatuan dan bergabung dengan kata dasarnya secara
serentak seperti:ke-an pada kata keadilan, kejujuran, kenakalan, keberhasilan, kesekretarisan, pe-an
seperti pada kata pemberhentian, pendahuluan, penggunaan, penyatuan, dan per-an sebagaimana dalam
kata pertukangan, persamaan, perhentian, persatuan dinamakan konfiks.
Ingat, karena konfiks sudah membentuk satu kesamaan, maka harus tetap dihitung satu morfem. Jadi kata
pemberhentian dihitung tiga morfem, bukan empat, Bentuk dasarnya henti, satu morfem, mendapat
prefiks ber-, satu morfem, dan mendapat konfiks pe-an yang juga dihitung satu morfem, maka semuanya
tiga morfem.
Tidak semua afiks dibicarakan di sini. Yang akan dibahas hanya afiks-afiks yang memiliki frekuensi
kemunculan dalam soal-soal tinggi.
Afiks produktif ialah afiks yang mampu menghasilkan terus dan dapat digunakan secara teratur
membentuk unsur-unsur baru. Yang termasuk afiks produktif ialah: me-, di-, pe-, ber-, -an, -i, pe-an, per-
an, dan ke-an. Sedangkan yang termasuk afiks improduktif ialah: sisipan -el-, -em-, er-, atau akhiran -
wati.
a) Prefiks me-
Berfungsi membentuk verba atau verba. Prefiks ini mengandung arti struktural:
a. melakukan tindakan seperti tersebut dalam kata dasar. Contoh: menari, melompat, mengarsip, menanam, menulis, mencatat.
b. membuat jadi atau menjadi. Contoh: menggulai, menyatai, meninggi, menurun, menghijau, menua.
c. mengerjakan dengan alat. Contoh: mengetik, membajak, mengail mengunci, mengetam.
d. berbuat seperti atau dalam keadaan sebagai. Contoh: membujang, menjanda, membabi buta.
e. mencari atau mengumpulkan. Contoh: mendamar, merotan.
f. dll.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
8
b) Prefiks ber-
Berfungsi membentuk verba (biasanya dari nomina, adjektiva, dan verba sendiri). Prefiks ini mengandung
arti:
a. mempunyai contoh: bernama, beristri, beruang, berjanggut.
b. memakai contoh: berbaju biru, berdasi, berbusana.
c. melakukan tindakan untuk diri sendiri (refleksif) contoh: berhias, bercukur, bersolek.
d. berada dalam keadaan contoh: bersenang-senang, bermalas-malas, berpesta-ria, berleha-leha.
e. saling, atau timbal-balik (resiprok) contoh:bergelut, bertinju bersalaman, berbalasan.
f. dll.
c) Prefiks pe-
Berfungsi membentuk nomina (dan verba, adjektiva, dan nomina sendiri). Prefiks ini mendukung makna
gramatikal:
a. pelaku tindakan seperti tersebut dalam kata dasar contoh: penguji, pemisah, pemirsa, penerjemah, penggubah, pengubah, penatar, penyuruh, penambang.
b. alat untuk me... contoh: perekat, pengukur, pengadang, penggaris.
c. orang yang gemar contoh: penjudi, pemabuk, peminum, pencuri pecandu, pemadat.
d. orang yang di ... contoh: petatar, pesuruh.
e. alat untuk ... contoh: perasa, penglihat, penggali.
f. dll.
d) Prefiks per-
Berfungsi membentuk verba imperatif. Mengandung arti:
a. membuat jadi (kausatif) contoh: perbudak, perhamba, pertuan.
b. membuat lebih contoh. pertajam, perkecil, perbesar, perkuat
c. membagi jadi contoh: pertiga, persembilan
d. dll.
e) Prefiks di-
Berfungsi membentuk verba, dan menyatakan makna pasif, contoh: diambil, diketik, ditulis, dijemput,
dikelola.
f) Prefiks ter-
Berfungsi membentuk verba (pasif) atau adjektiva. Arti yang dimiliki antara lain ialah:
a. dalam keadaan di contoh: terkunci, terikat, tertutup, terpendam, tertumpuk, terlambat.
b. dikenai tindakan secara tak sengaja, contoh: tertinju, terbawa, terpukul.
c. dapat di-, contoh: terangkat, termakan, tertampung.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
9
d. paling (superlatif), contoh: terbaik, terjauh, terkuat, termahal, terburuk.
e. dll.
g) Prefiks ke-
Berfungsi membentuk kata bilangan tingkat dan kata bilangan kumpulan, nomina, dan verba. Sebagai
pembentuk nomina, prefiks ke- bermakna gramatikal yang di ... i, atau yang di ... kan, seperti pada kata kekasih dan ketua.
h) Sufiks an
Berfungsi membentuk nomina. Prefiks ini mengandung arti:
a. hasil atau akibat dari me-, contoh: tulisan, ketikan, catatan, pukulan, hukuman, buatan, tinjauan, masukan.
b. alat untuk melakukan pekerjaan, contoh: timbangan, gilingan, gantungan.
c. setiap, contoh: harian, bulanan, tahunan, mingguan.
d. kumpulan, seperti, atau banyak, contoh: lautan, durian, rambutan.
e. dll.
i) Konfiks ke-an
Berfungsi membentuk nomina abstrak, adjektiva, dan verba pasif. Konfiks ini bermakna:
a. hal tentang, contoh: kesusastraan, kehutanan, keadilan, kemanusiaan, kemasyarakatan, ketidakmampuan, kelaziman.
b. yang di...i, contoh: kegemaran yang digemari, kesukaan yang disukai, kecintaan yang dicintai.
c. kena, atau terkena, contoh: kecopetan, kejatuhan, kehujanan, kebanjiran, kecolongan.
d. terlalu, contoh: kebesaran, kekecilan, kelonggaran, ketakutan.
e. seperti, contoh: kekanak-kanakan, kemerah-merahan.
f. dll.
j) Konfiks pe-an
Berfungsi membentuk nomina. Arti konfiks ini di antaranya ialah:
a. proses, contoh: pemeriksaan proses memeriksa, penyesuaian proses menyesuaikan, pelebaran proses melebarkan;
b. apa yang di-, contoh: pengetahuan apa yang diketahui, pengalaman apa yang dialami, pendapatan apa yang didapat.
c. dll.
k) Konfiks per-an
berfungsi membentuk nomina. Arti konfiks ini ialah:
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
10
a. perihal ber-, contoh: persahabatan perihal bersahabat, perdagangan perihal berdagang, perkebunan perihal berkebun, pertemuan perihal bertemu.
b. tempat untuk ber-, contoh: perhentian, perburuan persimpangan, pertapaan.
c. apa yang di, contoh: pertanyaan, perkataan.
d. dll.
l) Afiks serapan
Untuk memperkaya khazanah bahasa Indonesia, kita menyerap unsur-unsur dari bahasa daerah dan
bahasa asing. Contoh afiks serapan:
1. dwi-: dwilingga, dwipurwa, dwiwarna, dwipihak, dwifungsi.
2. pra-: praduga, prasangka, prasejarah, prasarana, prakiraan, prasaran, prabakti, prasetia, prawacana, prakata.
3. swa-: swalayan. swadesi, swasembada, swapraja, swatantra, swadaya, swasta.
4. awa-: awagas, awabau, awaracun, awalengas.
5. a-, ab-: asusila, amoral, ateis, abnormal.
6. anti-: antipati, antiklimaks, antitoksin, antihama, antiseptik
7. homo-: homogen, homoseks, homofon, homonim, homograf, homorgan
8. auto-: autodidak, autokrasi, autobiografi, automobil, autonomi
9. hipo-: hiponim, hipotesis, hipokrit, hipovitaminosis
10. poli-: polisemi, poligami, poliandri, polisilabis, poliklinik
11. sin-: sintesis, sinonim, sintaksis, sinkronis, simpati, simposium
12. tele-: telepon, telegraf, telegram, telepati, teleskop, teleks
13. trans-: transaksi, transisi, transportasi, transkripsi, transmisi, transliterasi, transformasi, transmigrasi, transfer, transitif
14. inter-: interaksi, interelasi, interupsi, internasional, intersuler, intermeso, interlokal, dan lain-lain.
15. -isasi: modernisasi, tabletisasi, pompanisasi, kuningisasi, dan lain-lain
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses pembentukan kata dengan cara mengulang bentuk dasar. Ada beberapa macam
reduplikasi, sebagai berikut:
1. Kata ulang penuh, yaitu yang diperoleh dengan mengulang seluruh bentuk dasar ; ada dua. macam:
a. Yang bentuk dasarnya sebuah morfem bebas, disebut dwilingga: ibu-ibu, buku-buku, murid-murid
b. Yang bentuk dasarnya kata berimbuhan: ujian-ujian, kunjungan-kunjungan, persoalan-persoalan
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
11
2. Dwipurwa, yang terjadi karena pengulangan suku pertama dari bentuk dasarnya: reranting, lelaki, leluhur, tetangga, kekasih, lelembut. Di antara dwipurwa ada yang mendapat akhiran, seperti kata
ulang pepohonan, rerumputan, dan tetanaman.
3. Dwilingga salin suara adalah dwilingga yang mengalami perubahan bunyi: sayur-mayur, mondar-mandir, gerak-gerik, bolak-baliki, seluk-beluk, compang-camping, ingar-bingar, hiruk-pikuk,
ramah-tamah, serba-serbi, serta-merta, dan lain-lain.
4. Kata ulang berimbuhan: berjalan-jalan, anak-anakan, guruh-gemuruh, rias-merias, tulis-menulis, berbalas-balasan, kekanak-kanakan, mengulur-ulur, meraba-raba, menjulur-julurkan, dan lain-
lain.
5. Kata ulang semu (bentuk ini sebenarnya merupakan kata dasar, jadi bukan hasil pengulangan atau reduplikasi): laba-laba, ubur-ubur, undur-undur, kupu-kupu, dan empek-empek.
Reduplikasi menyatakan arti antara lain sebagai berikut:
1. jamak: Murid-murid berkumpul di halaman sekolah. Di perpustakaan terdapat buku-buku pelajaran.
2. intensitas kualitatif: Anto menggandeng tangan Anti erat-erat. Baju yang dijual di toko itu bagus-bagus.
3. intensitas kuantitatif: Berjuta-juta penduduk Bosnia menderita akibat perang berkepanjangan. Kapal itu mengangkut beratus-ratus peti kemas.
4. intensitas frekuentatif: Orang itu berjalan mondar-mandir. Pada akhir bulan ini ayah pergi-pergi saja. Berkali-kali anak itu dimarahi ibunya.
5. melemahkan: Warna bajunya putih kehijau-hijauan. Wati tersenyum kemalu-maluan melihat calon mertuanya datang.
6. bermacam-macam: Pepohonan menghiasi puncak bukit itu. Ibu membeli buah-buahan. Sayur-mayur dijual di pasar itu.
7. menyerupai: Tingkah laku orang itu kekanak-kanakan. Orang-orangan dipasang di tengah sawah. Adik bermain mobil-mobilan.
8. resiproks (saling) : Mereka tolong-menolong menggarap ladang. Kedua anak itu berpukul-pukulan setelah cekcok mulut.
9. dalam keadaan: Dimakannya singkong itu mentah-mentah. Pada zaman jahiliah banyak orang dikubur hidup-hidup.
10. walaupun meskipun: Kecil-kecil, Mang Memet berani juga melawan perampok itu.
11. perihal: Ibu-ibu PKK di Kampung Bugis menyelenggarakan kursus masak-memasak dan jahit-menjahit. Sekretaris di kantor kami bukan hanya menangani surat-menyurat, tetapi juga
pembukuan dan daftar gaji pegawai.
12. seenaknya, semaunya atau tidak serius: Saya melihat tiga orang remaja duduk-duduk di bawah pohon. Kerjanya hanya tidur-tiduran saja. Adik membaca-baca majalah di kamar.
13. tindakan untuk bersenang-senang: Mereka makan-makan di restoran tadi malam
3. Komposisi
Komposisi ialah proses pembentukan kata majemuk atau kompositum. Kata majemuk ialah gabungan
kata yang telah bersenyawa atau membentuk satu kesatuan dan menimbulkan arti baru, contoh: kamar
mandi, kereta api, rumah makan, baju tidur.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
12
Gabungan kata yang juga membentuk satu kesatuan, tetapi tidak menimbulkan makna baru disebut frasa,
contoh: sapu ijuk, meja itu, kepala botak, rambut gondrong, mulut lebar.
Jenis kata majemuk
1. Kata majemuk setara, yang masing-masing unsurnya berkedudukan sama, contoh: tua muda, laki bini, tegur sapa, besar kecil, ibu bapak, tipu muslihat dan baik buruk.
2. Kata majemuk bertingkat, yaitu yang salah satu unsurnya menjelaskan unsur yang lain. Jenis kata majemuk itu bersifat endosentris, yakni salah satu unsurnya dapat mewakili seluruh konstruksi,
contoh: kamar mandi, sapu tangan, meja gambar, dan meja tulis.
B. Kelas kata
Kata ialah satuan bahasa terkecil yang mengandung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatikal, dan
yang dapat berdiri sendiri serta dapat dituturkan sebagai bentuk bebas.
Ada dua jenis kata: kata dasar, yakni kata yang belum mengalami proses morfologis, dan kata jadian,
yakni kata yang sudah mengalami proses morfologis. Yang termasuk kata jadian ialah kata berimbuhan,
kata ulang, dan kata majemuk.
Kata dasar sering juga dinamakan kata tunggal, yaitu kata yang hanya terdiri atas satu morfem, sedangkan
kata jadian yang terdiri atas beberapa morfem, disebut juga kata kompleks.
Kelas kata ialah pengelompokan kata berdasarkan perilaku atau sifat kata tersebut dalam kalimat. Kata-
kata yang memiliki sifat atau perilaku sama dikelompokkan dalam satu kelas kata. Misalnya:
Ia tidak belajar. Ia bukan pelajar. Ia agak tinggi.
Ia tidak membaca. Ia bukan pemalas. Ia lebih tinggi.
Ia tidak bekerja. Ia bukan guru. Ia paling tinggi.
Kata belajar, membaca, bekerja mempunyai perilaku sama, dan karena itu ketiga kata tersebut
dikelompokkan menjadi satu kelas kata. Sebaliknya kata pelajar berbeda dari kata belajar; terbukti bahwa
kata pelajar tidak dapat ditempatkan setelah kata tidak. Selanjutnya kata belajar maupun pelajar berbeda
dari kata tinggi; terbukti bahwa kedua kata itu tidak dapat didahului oleh kata agak, lebih atau paling.
Berdasarkan perilakunya seperti di atas, kata belajar, membaca, dan bekerja dikelompokkan ke dalam
satu kelas verba. Kata pelajar, pemalas, guru digolongkan ke dalam kelas nomina. Sedang kata-kata yang
sama dengan kata tinggi dikelompokkan menjadi satu kelas adjektiva. Selain ketiga kelas tersebut
terdapat kelas lain, yakni kelas kata tugas.
1. Kata benda (nomina)
Kata benda disebut juga nomina (substantiva), yaitu semua kata yang dapat diterangkan atau yang
diperluas dengan frasa yang + adjektiva. Misalnya:
bunga yang indah,
sekretaris yang terampil,
guru yang bijaksana,
siswa yang cendekia,
Tuhan yang Maha Esa,
udara yang segar,
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
13
persoalan yang rumit,
perjanjian yang gagal,
keadilan yang rapuh.
Semua kata yang tercetak miring adalah nomina.
Dalam sebuah wacana, sering nomina diganti kedudukannya oleh kata yang lain. Misalnya:
"Kemarin Amir, mengatakan kepada Hendro dan Herman bahwa Amir akan menemui Hendro dan
Herman di tempat yang sama",
yang sering dan lebih wajar jika dituturkan kembali menjadi:
"Kemarin Amir mengatakan kepada Hendro dan Herman bahwa dia akan menemui mereka di tempat
yang sama".
Kata dia yang menggantikan Amir dan mereka yang menggantikan Hendro dan Herman adalah kata ganti
atau pronomina.
Dalam tata bahasa tradisional nomina dibedakan atas:
1. Kata benda abstrak, seperti kejujuran.
2. Kata benda konkret, misalnya gedung.
3. Kata benda nama diri, yang huruf awalnya selalu ditulis dengan huruf kapital, misalnya Amir
Kata benda kumpulan, seperti regu, masyarakat, tim, kelas, keluarga.
Selanjutnya kata ganti juga dibedakan atas beberapa subkelas:
1. Kata ganti orang: dia, mereka, engkau, saudara, Anda.
2. Kata ganti tunjuk: ini, itu.
3. Kata ganti hubung: yang, tempat, serta.
4. Kata ganti tanya: apa, siapa, kapan, berapa.
2. Kata kerja (verba)
Semua kata yang dapat diperluas atau dijelaskan dengan frasa dengan+ adjektiva, misalnya:
membaca dengan lancar,
belajar dengan sungguh-sungguh,
berpakaian dengan rapi,
makan dengan lahap,
berjalan dengan santai,
tidur dengan nyenyak,
adalah kata kerja atau verba.
Kata kerja atau verba dibedakan atas:
1. Kata kerja transitif, yaitu verba yang memadukan objek, contoh: membeli, memikirkan, mengutarakan, membahas, menertawakan, memahami, menanamkan.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
14
Antara verba transitif dengan objek langsung tidak boleh disela oleh preposisi atau kata depan.
Jadi bentuk ujaran seperti:"Panitia membicarakan tentang keuangan" tidak benar atau rancu.
Kalimat di atas dapat dibakukan dengan menghilangkan kata tentang.
2. Kata kerja transitif ganda, ialah verba yang memerlukan objek dua, contoh: membelikan, dan membawakan dalam kalimat
a. Ayah membelikan adik sepeda mini;
b. Kakak membawakan kakek barang bawaannya.
3. Kata kerja intransitif, ialah verba yang tidak memerlukan objek, contoh: berlari, berdiri, tertawa, menyanyi, merokok, melamun.
4. Kata kerja reflektif, yang menyatakan tindakan untuk diri sendiri, contoh: bersolek, berhias, bercukur, bercermin, mengaca.
5. Kata kerja resiprok, yang menunjukkan tindakan atau perbuatan berbalasan atau menyatakan makna saling, contoh: bergelut, berpandangan, bergandengan, bertinju, pukul-memukul, surat-
suratan, senggol-senggolan.
Sehubungan dengan verba ini, kita sering membuat kesalahan dengan menambahkan kata saling
di depan verba ini, misalnya: saling tolong-menolong, saling bergandengan, saling bertinju.
Semua bentuk pengungkapan tersebut salah atau rancu, dan dapat dibetulkan dengan
menghilangkan kata saling, atau mengubah menjadi saling menolong, saling menggandeng,
saling meninju.
6. Kata kerja instrumental, yang menunjuk sarana perbuatan: mengetik, bermotor, bersepeda, membajak, dan mengetam.
7. Kata kerja aktif, yang subjeknya melakukan tindakan seperti yang dimaksud. Biasanya berawalan me- atau ber-, contoh: menyanyi, mengungkit, berdebat, dan bermalam.
8. Kata kerja pasif, yang subjeknya menjadi sasaran dari tindakan dimaksud. Biasanya berawalan di-, ter- dan berimbuhan ke- an. contoh: dibahas, diminati, diulang, terpukul, tertindas,
kecopetan.
Kata kerja yang menduduki fungsi predikat disebut verba finit (predikatif), sedang verba yang berfungsi
nominal atau berfungsi sebagai nomina, yang menduduki fungsi subjek atau objek, dinamakan verba
infinit (substantiva). Misalnya dalam kalimat: Belajar itu penting dan ia belajar membaca. Belajar dan
membaca adalah verba infinit.
3. Kata sifat (adjektiva)
Semua kata yang dapat diperluas dengan kata lebih, paling, sangat, atau mengambil bentuk se-
reduplikasi-nya, adalah kata sifat. Kata ini disebut juga adjektiva, contoh:
lebih cermat, agak membosankan, sangat cantik, semahal-mahalnya
lebih bijaksana, paling enak, sangat mahal, sebaik-baiknya
lebih bahagia, tua sekali, sangat pandai, sejelek-jeleknya
paling menarik, cantik sekali, kurang berharga, seteliti-telitinya
Kata sifat dikatakan berfungsi atributif jika digunakan untuk menjelaskan nomina, dan adjektiva tersebut
bersama-sama dengan nominanya membentuk frasa nominal. Jika digunakan sebagai predikat sebuah
kalimat ia dikatakan berfungsi predikatif. Perhatikan contoh berikut:
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
15
(1) Mahasiswa baru itu sedang mengikuti penataran P4.
(2) Buku itu baru.
Kata baru dalam kalimat (1) berfungsi atributif, sedangkan dalam kalimat (2) berfungsi predikatif.
4. Kata tugas
Kata yang berfungsi total, memperluas atau mentransformasikan kalimat dan tidak dapat menduduki
jabatan-jabatan utama dalam kalimat, seperti kata dan, di, dengan, dll. dikelompokkan ke dalam kelas
kata tugas. Yang termasuk kata tugas ialah:
(1) Kata depan atau preposisi: di, ke, dari
(2) Kata hubung atau konjungsi: dan, atau, karena, dengan
(3) Kata sandang atau artikula: si, sang, para, kaum
(4) Kata keterangan atau adverbia: sangat, selalu, agak, sedang, secepat-cepatnya
a) Ciri kata tugas
1. Tidak dapat berdiri sendiri sebagai tuturan yang bebas.
2. Tidak pernah mendapat imbuhan atau mengalami afiksasi. Perhatikan, kata ke, dari, di, tetapi, telah, akan, dsb., tidak mengalami afiksasi.
3. Berfungsi menyatakan makna gramatikal kalimat. Sebuah kalimat akan berubah artinya jika kata tugasnya diganti dengan kata tugas yang lain. Perhatikan contoh di bawah ini:
a. Herman sedang mandi
b. Herman sudah mandi
c. Herman belum mandi
d. Herman akan mandi
e. Herman selalu mandi
f. Herman pernah mandi
4. Jumlah kata tugas hampir tidak berkembang karena sifat keanggotaannya tertutup. Ini berbeda sekali dengan nomina, verba, atau adjektiva yang terus berkembang dan diperkaya oleh kata-kata
baru.
b) Fungsi kata tugas
Fungsi kata tugas ialah untuk memperluas atau menyatakan hubungan unsur-unsur kalimat dan
menyatakan makna gramatikal atau arti struktural kalimat tersebut. Secara terperinci kata tugas berfungsi
untuk menunjukkan hubungan:
1. arah: di, ke, dari
2. pelaku perbuatan: oleh
3. penggabungan: dan, lagi, pula, pun, serta, tambahan
4. kelangsungan: sedang, akan, sudah, belum, pernah, sesekali
5. waktu: ketika, tatkala, selagi, waktu, saat, sejak
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
16
6. pemilihan: atau
7. pertentangan: tetapi, padahal, namun, walaupun, meskipun, sedangkan
8. pembandingan: seperti, sebagai, penaka, serasa, ibarat, bagai, daripada, mirip, persis
9. persyaratan: jika, asalkan, kalau, jikalau, sekiranya, seandainya, seumpama, asal
10. sebab: sebab, karena, oleh karena
11. akibat: hingga, sehingga, sampai-sampai, sampai, akibatnya
12. pembatasan: hanya, saja, melulu, sekadar, kecuali
13. pengingkaran: bukan, tidak, jangan
14. peniadaan: tanpa
15. penerusan: maka, lalu, selanjutnya, kemudian
16. penegasan: bahwa, bahwasanya, memang
17. derajat: agak, cukup, kurang, lebih, amat, sangat, paling
18. tujuan: agar, biar, supaya, untuk
19. peningkatan: makin, semakin, kian, bertambah
20. penyangsian: agaknya, kalau-kalau, jangan-jangan
21. pengharapan: moga-moga, semoga, mudah-mudahan, sudilah
22. orangan: sang, si, yang, para, kaum
23. menjelaskan: ialah, adalah, yaitu, yakni, merupakan
Kata tugas yang menyatakan hubungan arah di dan ke, yang merupakan kata yang penuh berdiri sendiri
dan dipisahkan dari kata yang mengikuti, sering dikacaukan dengan prefiks di- dan ke- yang harus
digabung dengan bentuk dasarnya.
Perhatikan perbedaan berikut:
di sini , ke sini, ditulisi, kedua
di sana, ke samping, dikemukakan, kegemaran
di dalam, ke luar daerah, dikelilingi, kekasih
di bawah, ke Surabaya, dikeluarkan, kedalaman
di luar kota, ke utara, diutarakan, keringanan
IV. Sintaksis
Sintaksis atau tata kalimat adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat
atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Objek yang dibahas dalam sintaksis adalah frasa,
klausa, dan kalimat. Perbedaan di antara ketiga istilah ini dapat dilihat pada contoh berikut.
Kalimat: Mahasiswa itu sudah mengatakan bahwa dia tidak dapat ikut ujian bahasa Indonesia.
Klausa: (1) mahasiswa itu sudah mengatakan dan (2) bahwa dia tidak dapat ikut ujian bahasa Indonesia.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
17
Frasa: (1) mahasiswa itu, (2) sudah mengatakan, (3) tidak dapat ikut, serta (4) ujian bahasa Indonesia, serta
Berikut akan dijabarkan berturut-turut mengenai frasa, klausa, dan kalimat.
A. Frasa
Frasa adalah kesatuan yang terdiri atas dua kata atau lebih, yang masing-masing mempertahankan makna
dasar katanya, sementara gabungan itu menghasilkan suatu relasi tertentu, dan tiap kata pembentuknya
tidak bisa berfungsi sebagai subjek dan predikat dalam konstruksi itu.
Frasa dapat dikelompokkan berdasarkan (1) inti kata, (2) kelas kata, dan (3) makna frasa.
1. Jenis frasa menurut inti kata
1) Frasa nominal, yaitu frasa yang intinya nomina, atau nomina, dan dapat berfungsi menggantikan nomina. Misalnya: buku tulis, lemari arsip, guru bahasa Indonesia, ibu bapak, para orang tua.
2) Frasa verbal, yang intinya verba dan dapat mengganti kedudukan verba dalam kalimat. Misalnya: sedang belajar, sudah belajar, tidak belajar, akan belajar, tidak harus belajar, tidak akan ingin
belajar.
3) Frasa adjektival, yang intinya adjektiva atau adjektiva. Misalnya: sungguh pintar, cukup pintar, agak pintar, paling pintar, pintar sekali.
4) Frasa preposisional, yang salah satu unsurnya kata depan atau preposisi. Misalnya: di depan, dari depan, ke depan, oleh mereka, kepada kami, dengan tangan kiri.
2. Jenis frasa menurut kelas kata
1) Frasa endosentris adalah sebuah susunan yang merupakan gabungan dua kata atau lebih ,yang menunjukkan bahwa kelas kata dari perpaduan itu sama dengan kelas kata dari salah satu (atau lebih)
unsur pembentuknya. Contoh:
guru agama (nomina) = guru (nomina) agama (nomina)
gadis cantik (nomina) = gadis (nomina) cantik (adjektiva).
Frasa endosentris dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a) Frasa bertingkat (frasa subordinatif, frasa atributif): frasa yang mengandung unsur inti (D) dan unsur penjelas (M). Menurut urutan unsurnya, frasa bertingkat dapat dibagi tiga.
i) Pola DM. Contoh: baju baru, roti rawar, sersan mayor
ii) Pola MD. Contoh: seorong prajurit, sehelai kertas, letnan jenderal
iii) Pola MDM. Contoh: selembar uang kertas, segelas anggur merah
b) Frasa setara (frasa koordinatif): frasa yang mengandung dua buah unsur inti (tidak ada unsur penjelas/atribut). Contoh: suami istri, sawah ladang, sanak saudara.
2) Frasa eksosentris adalah sebuah susunan yang merupakan gabungan dua kata (atau lebih) yang menunjukkan bahwa kelas kata dari perpaduan itu tidak sama dengan kelas kata dari salah satu (atau
lebih) unsur pembentukannya. Contoh:
dari sekolah (kata keterangan) = dari (kata depan) sekolah (nomina),
yang memimpin (nomina) = yang (kata tugas) memimpin (verba)
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
18
3. Jenis frasa menurut makna frasa
1) Frasa idiomatik, kelompok kata yang maknanya merupakan idiom (ungkapan), memiliki arti konotatif. Misalnya, bermental baja, membanting tulang.
2) Frasa biasa, yang memiliki arti sebenarnya. Misalnya, rumah Ateng, sedang pergi.
4. Fungsi kata yang dalam pembentukan frasa
Kata yang dalam pembentukan frasa berfungsi sebagai (1) pembentuk frasa nominal dan (2) pengubah
klausa menjadi frasa nominal.
Membentuk frasa nominal (frasa berkelas nomina). Contoh: yang cantik, yang satu, yang ke sini, yang
merah, yang berlari, yang baik.
Mengubah klausa menjadi frasa nominal. Contoh:
Ali sedang duduk ~ Ali yang sedang duduk
dia telah pergi ~ dia yang telah pergi
wajahnya sayu ~ wajahnya yang sayu
perbuatannya tercela ~ perbuatannya yang tercela
B. Klausa
Klausa adalah suatu konstruksi yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata, yang mengandung
hubungan fungsional subjek-predikat, dan secara fakultatif, dapat diperluas dengan beberapa fungsi lain
seperti objek dan keterangan-keterangan lain. Klausa dapat dibedakan berdasarkan (1) urutan kata, (2)
urutan subjek-predikat, dan (3) keterkaitan terhadap klausa lain.
1. Klausa berdasarkan urutan kata
1) Klausa normal: subjek mendahului predikat. Contoh: ia datang ke rumahku, adik penari, orang itu kurus.
2) Klausa inversi: predikat mendahului subjek. Contoh: datang dia malam itu, pergi ayah tak tentur arah.
3) Klausa inversi khusus: klausa inversi yang didahului oleh keterangan. Contoh: ke tanah leluhur perrgi mereka, kemarin datanglah surat itu, karena sakit menangislah dia.
2. Klausa berdasarkan jenis predikat
1) Klausa berpredikat verba intrasitif. Contoh: anak itu menari, kuda meringkik, kakek merokok, nenek duduk.
2) Klausa berpredikat verba transitif. Contoh: guru mengajar murid, kurir mengantar surat, Andi mencintai Dian.
3) Klausa berpredikat nomina. Contoh: pamannya lurah, ibunya seorang bidan, kakaknya tentara.
4) Klausa berpredikat adjektiva. Contoh: gadis itu cantik, bapak saya tampan, bapakmu pelit.
5) Klausa berpredikat adverbial (frasa preposisional). Contoh: nenekku dari Kalimantan, ibu ke Bandung kemarin, ayah ke Bekasi naik onta.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
19
6) Klausa berpredikat frasa konektif. Contoh: anak itu merupakan musuh mereka, Sinta menjadi pramugari.
3. Klausa berdasarkan keterikatan terhadap klausa lain
1) Klausa bebas. Klausa yang dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada klausa lain. Contoh: Ani membawa buku, guru mengajar murid.
2) Klausa terikat. Klausa yang kehadirannya bergantung pada klausa lain dan biasanya ditandai oleh adanya konjungsi (kata penghubung). Contoh: ketika ayah pergi, agar tubuh subur, sebab
kehadirannya tak diperhitungkan.
Klausa terikat merupakan bagian dari sebuah kalimat, dan dapat hadir bersama-sama atau dikaitkan
dengan klausa bebas. Klausa di atas, misalnya, merupakan bagian dari kalimat: Ibu merasa sedih
ketika ayah pergi; Tanamanan itu diberinya pupuk agar tumbuh subur; Dadang kecewa sebab
kehadirannya tak diperhitungkan.
C. Kalimat
Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau kumpulan kata yang didahului dan
diikuti oleh kesenyapan dan disertai intonasi yang menunjukkan bahwa kesatuan itu sudah lengkap.
Setiap kalimat mewakili satu gagasan utama .
1. Unsur fungsional kalimat
Kalimat umumnya terdiri atas kumpulan kata. Kata ataupun kelompok kata dalam kalimat memiliki
fungsi sesuai dengan kedudukannya. Fungsi kata atau kelompok kata dalam kalimat inilah yang
dinamakan jabatan kalimat atau fungsi gramatikal kalimat. yang di antaranya ialah:
a) Subjek
Subjek atau pokok kalimat adalah bagian kalimat yang menjadi pokok pembicaraan atau masalah pokok.
Jabatan ini lazimnya diduduki oleh nomina atau frasa nominal.
(1) Buku sekarang mahal.
(2) Kejujuran sudah merupakan barang langka saat ini.
(3) Rapat itu membahas kurikulum.
Umumnya subjek tidak dapat didahului oleh preposisi seperti di, dalam, bagi, kepada, dari, dengan,
untuk, dll.
Kalimat di bawah ini rancu atau tidak baku, dan dapat dibakukan dengan menghilangkan preposisinya.
(4)* Dalam rapat itu membicarakan kurikulum.
(5)* Kepada para mahasiswa perlu diajar bahasa Indonesia .
(6)* Dengan kejadian itu menunjukkan bahwa pekerjaannya tidak beres.
Kalimat di atas seharusnya demikian:
(4a) Rapat itu membicarakan kurikulum. atau
(4b) Dalam rapat itu dibicarakan kurikulum.
(5a) Para mahasiswa perlu diajar bahasa Indonesia.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
20
(5b) Bahasa Indonesia perlu diajarkan kepada para mahasiswa
(6a) Kejadian itu menunjukkan bahwa pekerjaannya tidak beres.
(6b) Dengan kejadian itu ditunjukkan bahwa pekerjaannya tidak beres.
b) Predikat
Predikat atau sebutan ialah bagian kalimat yang menandai apa yang dibicarakan tentang subjek. Predikat
sebuah kalimat dapat berupa nomina atau frasa nominal, verba atau frasa verbal, adjektiva atau frasa
adjektival, frasa preposisional, dan kata bilangan atau numeralia, seperti kita lihat pada kalimat berikut.
(7) Suaminya guru.
(8) Suaminya bekerja
(9) Suaminya rajin.
(10) Suaminya dari kantor.
(11) Rumahnya satu.
c) Objek
Objek adalah bagian kalimat yang mengikuti verba transitif atau yang melengkapi predikat verbal
transitif. Berdasarkan langsung tidaknya tujuan tindakan yang dimaksud oleh verba, objek dapat dibagi
menjadi dua: (1) objek langsung dan (2) objek tak langsung. Objek langsung tidak dapat didahului oleh
preposisi.
(12) Kami akan bertemu lagi dan akan membicarakan tentang soal itu.
(13) Guru itu sering memberi saya tugas.
(14) Guru itu menjanjikan sesuatu kepada saya.
Dalam kalimat (12) soal itu adalah objek langsung, dengan demikian penyisipan preposisi tentang tidak
dibenarkan. Jadi kalimat itu rancu dan tidak baku, dan dapat dibakukan dengan menghilangkan preposisi
tentang.
Dalam kalimat (13) saya adalah objek langsung, dan tugas merupakan objek tidak langsung
Sedangkan dalam kalimat (14) yang menjadi objek langsung ialah sesuatu, dan yang tidak langsung
adalah saya.
d) Keterangan
Keterangan adalah bagian kalimat yang memberi kejelasan tentang kapan, di mana, dan bagaimana
peristiwa yang diutarakan dalam kalimat itu berlangsung.
(1) Keterangan tempat:
(15) Pedagang itu menjajakan barangnya di kota.
(15a) Dia melamar pekerjaan di kantor tempat adiknya bekerja.
(2) Keterangan waktu:
(16) Anaknya menulis surat itu kemarin.
(16a) Dia menulis surat itu ketika saya masuk ke kamarnya.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
21
(3) Keterangan sebab:
(17) Anaknya tidak masuk sekolah karena sakit.
(17a) Budiman tidak masuk sekolah karena ia sakit dan harus ke dokter.
(4) Keterangan kecaraan:
(18) Ia membaca dengan tekun.
(18a) Ia membaca dengan suara keras dan nyaring.
(5) Keterangan tujuan:
(19) Ia belajar tekun supaya lulus.
(19a) Ia belajar tekun supaya tahun depan ia dapat ikut cepat tepat.
(6) Keterangan syarat:
(20) Pelajar itu diizinkan masuk kelas jika rapi.
(20a) Pelajar itu diizinkan masuk kelas jika bajunya sudah rapi.
2. Pola kalimat
a) Berdasarkan unsur fungsional
Pola kalimat ialah susunan fungsi gramatikal yang tepat untuk mewujudkan suatu kalimat. Dalam bahasa
Indonesia banyak pola yang mungkin disusun, antara lain sebagai berikut:
(1) Subjek-Predikat (S-P)
(21) Dia membaca.
(22) Gadis berambut panjang itu tidak di sini lagi.
(2) Subjek-Predikat-Objek (S-P-O)
(23) Dia membaca buku bahasalndonesia.
(24) Anwar mengembalikan buku saya.
(3) Subjek-Predikat-Objek-Keterangan ( S-P-O-K)
(25) Anaknya meminjam kamus kemarin.
(26) Direktur itu menandatangani perjanjian tersebut dengan terpaksa
(4) Predikat-Subjek ( P-S)
(27) Belum dikembalikan juga buku saya.
(28) Sedang tidur ayah.
(5) Subjek-Predikat-Keterangan (S-P-K)
(29) Sekretarisnya sedang mengetik di ruang sebelah.
(30) Pelajar itu menyimak dengan penuh perhatian.
(6) K-S-P-01-02-K
(31) Pada waktu itu dia menyerahkan bingkisan kepada pembantunya secara diam-diam.
(32) Karena hujan dan meminjami saya sebuah payung kemarin
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
22
b) Berdasarkan kelas kata
Pola dasar kalimat mempersoalkan kelas kata (jenis kata) apa yang mendasari pembentukan kalimat inti.
Di sini kita melihat kelas kata apa yang menduduki jabatan subjek dan kelas kata apa pula yang
menduduki jabatan predikat. Berdasarkan kelas kata yang menduduki fungsi S-P, dapat ditentukan empat
pola dasar kalimat bahasa Indonesia.
(1) Nomina + Nomina
(33) Paman saya pedagang.
(34) Itu rumah paman.
(2) Nomina + Verba
(35) Paman Ateng melawak
(36) Iwan yang pandai itu pergi.
(3) Nomina + Adjektiva
(37) Kelinci itu lucu sekali.
(38) Motor Honda Samsu rusak.
(4) Nomina + Kata Tugas
(39) Ibu ke pasar.
(40) Kakek dari Sukabumi.
Pola dasar no.4 sebagaimana terlihat pada contoh kalimat di atas, seringkali tidak terterima sebagai
kalimat yang baik dan benar. Kalimat contoh tersebut akan diterima sebagai kalimat yang baik dan benar
apabila diubah menjadi sebagai berikut:
Ibu pergi ke pasar.
Kakek berasal dari Sukabumi. (atau)
Kakek datang dari Sukabumi.
3. Ragam kalimat
Dengan sejumlah kosakata yang kita kuasai, kita dapat menyusun berbagai jenis kalimat sesuai dengan
pikiran, gagasan, atau perasaan yang ingin kita utarakan. Variasi bentuk atau jenis kalimat ini lazim
disebut ragam kalimat.
Kalimat dapat dibedakan berdasarkan bermacam-macam hal sebagai berikut.
1. Berdasarkan nilai informasi atau sasaran yang akan dicapai dan intonasi: (a) kalimat deklaratif, (b) kalimat interogatif, (c) kalimat imperatif: suruhan, ajakan, permintaan, larangan.
2. Berdasarkan diatesis: (a) kalimat aktif (subjek melakukan perbuatan) dan (b) kalimat pasif (subjek dikenai perbuatan).
3. Berdasarkan urutan kata: (a) kalimat normal (subjek mendahului predikat) dan (b) kalimat inversi (predikat mendahului subjek).
4. Berdasarkan jumlah inti yang membentuknya: (a) kalimat minor (hanya mengandung satu inti) dan (b) kalimat mayor (mengandung lebih dari satu inti).
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
23
5. Berdasarkan jenis kata yang menduduki posisi predikat: (a) kalimat verbal dan (b) kalimat nominal.
6. Berdasarkan pola-pola dasar yang dimilikinya atau jumlah unsur pusat dan penjelasannya: (a) kalimat inti dan (b) kalimat transformasi (perubahan dari kalimat inti).
7. Berdasarkan jumlah kontur (bagian arus ujaran yang diapit oleh dua kesenyapan) yang terdapat di dalamnya: (a) kalimat minim (hanya mengandung satu kontur) dan (b) kalimat panjang
(mengandung lebih dari satu kontur).
a. Kalimat minim: # Pergi! #
b. Kalimat panjang: # Berita daerah membangun # disiarkan TVRI # setiap hari #
8. Berdasarkan jumlah klausa dan sifat hubungan antar klausa yang terkandung di dalamnya: (1) kalimat tunggal (kalimat yang hanya mengandung satu klausa/satu pola S-P) dan (2) kalimat
majemuk (kalimat yang mengandung lebih dari satu klausa/lebih dari satu pola S-P).
Kalimat majemuk, berdasarkan hubungan antar klausanya: (a) kalimat majemuk setara: setara
menggabungkan, setara memilih, setara mempertentangkan, setara menguatkan, (b) kalimat
majemuk bertingkat, (c) kalimat majemuk rapatan.
9. Berdasarkan cara penyampaian pendapat atau ujaran orang ketiga: (1) kalimat langsung dan (2) kalimat tak langsung.
10. Berdasarkan lengkap tidaknya unsur utama: (1) kalimat lengkap dan (2) kalimat elips.
a) Kalimat deklaratif
Kalimat deklaratif, kalimat pernyataan, atau kalimat berita adalah kalimat yang mengandung informasi
tentang suatu hal untuk disampaikan kepada orang kedua agar yang bersangkutan memakluminya.
(41) Besok paman pergi ke Medan.
(42) Menyerah kepada takdir bukan berarti menyerah untuk kalah karena sesungguhnya manusia
ditakdirkan untuk menang.
(43) Kecemburuan pribumi terhadap nonpribumi, terutama golongan Cina, saya pikir hanya karena
perbedaan status sosial.
b) Kalimat interogatif
Kalimat interogatif atau kalimat tanya ialah yang berisi permintaan agar orang kedua memberi
informasitentang sesualu.
(44) Dia pergi ke situ?
(45) Siapa menurut pendapatmu yang akan lulus?
(46) Hidup sederhana sudah sering dan sudah lama kita gembar-gemborkan. Tetapi hasilnya?
(47) Benarkah generasi muda sukar diajak maju? Ataukah sebaliknya generasi tua yang kurang mampu
menawarkan kesempatan?
c) Kalimat imperatif
Kalimat imperatif atau kalimat perintah yaitu kalimat yang mengandung permintaan agar orang kedua
melakukan tindakan atau mengambil sikap tertentu sesuai dengan verba yang dimaksud. Contoh:
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
24
(48) Silakan dipahami kenyataan bahwa kaum tua-muda, wajib saling menghargai untuk saling
melengkapi.
(49) Sebagai kaum tua, Saudara harus ,sadar bahwa dalam diri kaum muda pun tersirat nilai-nilai dan
harapan yang jauh lebih sesuai dengan situasi baru serta dunianya sendiri.
(50) Sebaliknya kalian, kaum muda, harap mencari, bimbingan dan pegangan dari kaum tua yang lebih
berpengalaman, sebab kamu tak akan dapat bergerak meraba-raba dalam gelap menuju ide atau cita-
cita.
d) Kalimat aktif
Kalimat yang subjeknya dianggap melakukan tindakan seperti yang dimaksud oleh verbanya.
(86) Amat belajar.
(87) Kita dapat mengenal watak seseorang dengan jalan mengetahui dengan siapa saja dia bisa bergaul.
(88) Amsah sedang tidur.
e) Kalimat pasif
Kalimat yang mengandung predikat verbal yang menunjukkan bahwa subjek menjadi tujuan dan sasaran
perbuatan yang dimaksud oleh verba tersebut. Contoh:
(89) Bukunya sadah diambil.
(90) Bingkisan tersebut sudah mereka kirim.
(91) Tidak lama setelah dibebaskan dari hukuman itu, dia ketahuan mencuri lagi.
(92) Akhirnya persoalan itu terselesaikan juga.
f) Kalimat inversi (susun balik)
Kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Contoh:
(83) Telah dibenahi kakak semua mainan adik.
(84) Sadarlah Andi bahwa mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri adalah jalan terbaik
menuju bahagia.
(85) Dialah pencurinya.
g) Kalimat minor
Kalimat yang hanya mengandung satu unsur pusat atau inti.
(93) Diam!
(94) Sangat bahagia.
(95) Silakan saja!
(96) Apa?
h) Kalimat mayor
Kalimat yang mengandung lebih dari satu unsur pusat.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
25
(97) Dia sudah berangkat
(98) Kasur kakak rusak
(99) Jika ingat melakukan kebajikan, lakukanlah sekarang; jika bermaksud berbuat kejahatan tundalah
hingga esok.
i) Kalimat verbal
Kalimat yang predikatnya verba.
(51) Adik tidur.
(52) Dia tidak melamun, tetapi berpikir,
(53) Rasa hormat memang tidak selalu mendatangkan persahabatan, tetapi persahabatan selalu
menuntut adanya rasa hormat dan mustahil tanpa itu.
j) Kalimat nominal
Kalimat yang predikatnya bukan verba.
(54) Nartosabdo dalang.
(55) Mereka murid-murid kebanggaan.
(56) Pelajar di sekolah ini hampir semuanya rajin dan disiplin
(57) Yang bersampul merah berada di meja kami.
k) Kalimat inti
Kalimat yang terdiri dari dua unsur pusat atau inti. Contoh:
(58) Adik menangis.
Ciri-ciri kalimat inti:
hanya terdiri atas dua kata
kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat (kata pertama menduduki jabatan subjek, kata kedua
menduduki jabatan predikat)
urutannya adalah subjek mendahului predikat
intonasinya adalah intonasi berita yang netral
l) Kalimat transformasi
Kalimat inti yang mengalami pembalikan susunan (59), perubahan intonasi (60 dan 61), perluasan (62),
atau penegasian (63).
(59) Menangis adik.
(60) Adik menangis?
(61) Adik, menangis?
(62) Adik saya sedang menangis dikamar.
(63) Adik tidak menangis.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
26
m) Kalimat tunggal
Kalimat yang hanya mengandung satu klausa atau yang hanya mempunyai satu objek dan satu predikat.
(64) Kita perlu berkreasi.
(65) Mahasiswa itu mengadakan penelitian
(66) Kini mahasiswa itu sedang mengadakan penelitian tentang fluktuasi harga semen.
n) Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang mengandung dua pola klausa atau lebih yang hubungan
antarklausa bersifat setara. Hubungan setara itu dapat diperinci lagi atas:
(1) Setara menggabungkan
Penggabungan ini dapat terjadi dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan diantarai kesenyapan
antara atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas seperti: dan, lagi, sesudah itu, karena itu
(67) Saya menangkap ayam itu, dan ibu memotongnya.
(68) Ayah memanjat pohon mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.
(2) Setara memilih
Kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah: atau.
(69) Engkau tinggal saja di sini, atau engkau ikut dengan membawa barang itu.
(3) Setara mempertentangkan
Kata-kata tugas yang dipakai dalam hubungan ini adalah: tetapi, melainkan, hanya
(70) Adiknya rajin, tetapi ia sendiri malas .
(71) Ia tidak meniaga adiknya, melainkan membiarkannya saja.
(4) Setara menguatkan
Kata tugas yang digunakan: bahkan. lagipula lagi.
(72) Anak ini pintar, bahkan budi pekertinya baik.
o) Kalimat majemuk bertingkat
Kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua klausa, sedangkan klausa yang satu menjadi bagian
klausa yang lain.
Klausa yang menjadi bagian klausa yang lain disebut klausa terikat atau anak kalimat, sedang klausa yang
memuat klausa terikat dinamakan klausa bebas.
(73) Saya tidak tahu kapan ayahnya kembali.
(74) Saya sendiri, yang sudah sedemikian dekat kepadanya,juga tidak tahu apa sebenamya yang dla
lnginkan sehingga tega berbuat semacam itu terhadap istrinya.
p) Kalimat majemuk rapatan
Gabungan beberapa kalimat tunggal yang karena subjek atau predikatnya sama maka bagian yang sama
hanya disebutkan sekali.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
27
(75a) Pekerjaannya hanya makan.
(75b) Pekerjaannya hanya tidur.
(75c) Pekerjaannya hanya merokok.
Semua kalimat tersebut kemudian dirapatkan menjadi:
(75d) Pekerjaannya hanya makan, tidur, dan merokok.
(76a) Mereka tidak perlu tahu kapan kita harus pergi.
(76b) Mereka tidak perlu tahu bagaimana kita harus pergi. Yang penting tugas itu harus terlaksana.
Kedua kalimat tersebut kemudian dirapatkan menjadi:
(76c) Mereka tidak perlu tahu kapan dan bagaimana kita harus pergi. Yang penting tugas itu harus
terlaksana.
q) Kalimat langsung
Kalimat yang menyatakan pendapat orang ketiga dengan mengutip kata-katanya persis seperti waktu
dikatakannya.
(77) "Aku benar-benar mencintaimu.Aku ingin kau menjadi milikku" kata ibu kepada ayah.
(78) "Kontak batin antara lbu dan anak," katanya, "ialah rahmat Tuhan yang tak ternilai harganya."
r) Kalimat tak langsung
Kebalikan kalimat langsung, yaitu yang menyatakan isi ujaran orang ketiga tanpa mengulang kata-
katanya secara tepat. Misalnya:
(79) Dia mengatakan bahwa kontak batin antara ibu dan anak adalah rahmat Tuhan yang tak ternilai
harganya.
(80) D. J Schwartz menegaskan bahwa, yang penting bukan kenapa kita tidak maju, tetapl bagaimana
kita harus maju.
s) Kalimat elips
Disebut juga kalimat tidak sempurna atau kalimat tak lengkap, yaitu kalimat yang sebagian unsurnya
dihilangkan karena dianggap sudah jelas dari konteksnya.
(81) Ah, masa?
(82) Yah... mudah-mudahan saja!
t) Kalimat pasif inversi
Kalimat pasif inversi adalah kalimat pasif dengan pola inversi. Kalimat pasif adalah kalimat berpredikat
verba yang subjeknya terkena perbuatan yang tersebut dalam predikat. Kalimat berpola inversi adalah
kalimat yang predikatnya mendahului subjek.
Contoh:
(1) Diambilnya uang itu dari dalam laci.
(2) Atas perhatiannya, saya ucapan terima kasih.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
28
(3) Sudah saya baca buku itu.
(4) Mereka taburkan bunga di pusara ibu.
Untuk memahami contoh-contoh kalimat di atas, perhatikan langkah-langkah perubahan dari kalimat aktif
hingga menjadi kalimat pasif inversi di bawah ini!
1. Kalimat aktif: Ia mengambil uang itu dari dalam laci.
2. Diubah menjadi pasif: Uang itu diambil oleh ia dari dalam laci.
3. Disederhanakan (P dan O pelaku disatukan menjadi P): Uang itu diambilnya dari dalam laci.
4. Diinversikan: Diambilnya uang itu dari dalam laci.
Langkah perubahan lain:
1. Mereka menaburkan bunga di pusara ibu
2. Bunga ditaburkan oleh mereka di pusara ibu.
3. Bunga mereka taburkan di pusara ibu
4. Mereka taburkan bunga di pusara ibu.
4. Kalimat baku
Kalimat baku (standar) dipergunakan apabila kita berbahasa baku. Adapun ciri-ciri kalimat baku adalah
sebagai berikut:
a. menggunakan kata-kata baku
b. menggunakan struktur baku (sesuai dengan kaidah morfologi dan sintaksis bahasa Indonesia)
c. dalam ragam tulis, menggunakan ejaan baku (sesuai dengan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan)
d. dalam ragam lisan, menggunakan lafal baku (lafal yang tidak mencerminkan logat asing atau logat kedaerahan)
Contoh:
Siapa yang bikin rumah itu? (tidak baku)
Siapa yang membuat rumah ini? (baku)
Rumahnya Udin yang catnya kuning. (tidak baku)
Rumah Udin yang bercat kuning. (baku)
Mudah2an dia lekas dalang (tidak baku)
Mudah-mudahan dia lekas datang (baku)
5. Keterangan aspek kala
Keterangan aspek kala adalah keterangan yang menandai waktu pelaksanaan pekerjaan/perbuatan/proses
yang tersebut pada predikat kalimat.
Keterangan aspek kala posisinya selalu di depan predikat kalimat. Kata-kata yang merupakan keterangan
aspek kala adalah sudah, telah, sedang, belum, dan akan
Contoh:
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
29
(1) Ani sedang membaca buku.
keterangan aspek kontinuatif, menyatakan pekerjaan tengah berlangsung
(2) Ani akan membaca buku.
keterangan aspek futuratif, menyatakan pekerjaan akan berlangsung
(3) Ani telah membaca buku.
keterangan aspek perfektif, menyatakan pekerjaan sudah berlangsung.
Pada kalimat pasif inversi, keterangan aspek kala posisinya sama dengan posisi pada kalimat aktif dan
kalimat pasif biasa, yaitu di depan predikat.
Perhatikan contoh berikut!
(1) Rudi telah membaca kitab itu hingga tamat.
(2) Kitab itu telah dibaca oleh Rudi hingga tamat.
(3) Kitab itu telah Rudi baca hingga tamat.
(4) Telah Rudi baca kitab itu hingga tamat.
(5) Rudi telah baca kitab itu hingga tamat.
Letak kata telah pada kalimat (1), (2), (3), dan (4) benar, sedangkan pada kalimat (5) salah. Dengan
demikian kalimat (5) adalah kalimat yang mengalami kesalahan struktural.
6. Gagasan utama kalimat
Gagasan utama atau pikiran pokok kalimat adalah amanat/informasi yang terpenting yang terkandung
dalam sebuah kalimat. Gagasan utama kalimat dinyatakan dengan pola S-P atau pola S-P-O.
Gagasan utama dinyatakan dengan pola S-P dalam kalimat nominal dan kalimat verbal intransitif.
Sedangkan pada kalimat verbal transitif, gagasan utama dapat dinyatakan dengan pola S-P-O atau S-P
saja.
Contoh:
(1) Amir sedang membaca buku di dalam kamar.
GU: Amir membaca.
(2) Kemarin Ida mengantarkan surat ke rumahku.
GU: Ida mengantarkan surat.
(3) Ayah Anita adalah seorang perwira menengah.
GU: Ayah perwira.
(4) Ketty sedang duduk di ruang tamu
GU: Ketty duduk.
a) Majemuk setara
Pada kalimat majemuk setara terdapat lebih dari satu gagasan yang kedudukannya sederajat. Jadi, dalam
kalimat majemuk setara, terdapat lebih dari satu gagasan utama.
Contoh:
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
30
(1) Eko makan sate, Andi makan asinan.
GU: (1) Eko makan, (2) Andi makan.
(2) Ali sedang belajar, sedangkan Abas sedang tidur.
GU: (1) Ali belajar, (2) Abas tidur.
b) Majemuk bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat pada dasarnya adalah kalimat tunggal yang salah satu fungsinya diperluas
dan perluasannya itu membentuk sebuah pola klausa.
Di dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat klausa utama (klausa bebas) dan klausa terikat. Dengan
demikian, dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat gagasan utama dan gagasan bawahan (gagasan
penjelas). Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa gagasan utama tidak selamanya berada pada klausa
utama. Perhatikan keterangan berikut dengan baik.
(a) Apabila anak kalimat merupakan perluasan fungsi keterangan, gagasan utama terdapat pada
klausa utama yang merupakan induk kalimat.
Contoh:
(1) Ketika ayah pergi, ibu kesepian di rumah.
GU: lbu kesepian.
(2) Wati menyirami tanaman itu setiap hari supaya buahnya lebat.
GU: Wati menyirami tanaman.
(3) Aminah bahagia karena suaminya naik pangkat.
GU: Aminah bahagia.
(b) Apabila anak kalimat merupakan perluasan fungsi objek (anak kalimat merupakan objek dari
predikat verba transitif), gagasan utama terdapat pada anak kalimat.
Contoh:
(1) Presiden mengatakan bahwa pembangunan harus dilanjutkan.
GU: Pembangunan harus dilanjutkan.
(2) Mat Kemplo menceritakan bahwa kakeknya jatuh dari ayunan.
GU: Kakeknya jatuh.
(c) Apabila anak kalimat merupakan pelengkap, gagasan utama terdapat pada induk kalimat.
Contoh:
(1) Saya berharap hal itu tidak akan terjadi.
GU: Saya berharap.
(2) Mereka lupa bahwa mereka harus melunasi pinjamannya pada akhir bulan ini
GU: Mereka lupa.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
31
V. Semantik
Bagian tata bahasa atau linguistik yang mempelajari arti kata ialah semantik. Sedangkan arti atau makna
ialah hubungan abstrak antara kata sebagai simbol dengan objek atau konsep yang ditunjuk atau diwakili.
A. Jenis makna
Ada beberapa arti dan hubungan arti kata. Di antaranya ialah:
1. Arti leksikal
Arti kata (leksem) sebagai satuan yang bebas. Arti ini umumnya dianggap sejajar dengan arti denotatif.
Biasa pula dianggap sebagai arti menurut kamus (leksikon).
2. Arti gramatikal
Arti yang timbul setelah suatu bentuk ujaran mengalami proses ketatabahasaan. Arti ini juga disebut anti
struktural. Misainya prefiks pe- lazim dianggap mempunyai arti gramatikal alat untuk melakukan sesuatu, atau pelaku perbuatan tertentu.
3. Arti denotatif
Disebut juga arti harfiah, arti lugas, arti sebenarnya, arti tersurat, yaitu arti yang didasarkan penunjukan
secara langsung pada objek atau konsep yang dimaksud. Kata bunga dalam kalimat berikut mengandung
arti denotatif .
Bunga melati harum baunya.
Untuk ulang tahunnya, saya mengirimi bunga waktu itu.
4. Arti konotatif
Sama dengan arti kias atau arti tersirat, yaitu arti yang didasarkan pada penunjukkan secara tidak
langsung. Kata bunga dalam kalimat berikut digunakan menurut arti konotatifnya.
Yuniar adalah bunga di kelas itu.
Generasi muda adalah bunga bangsa yang harus dibina.
5. Arti idomatik
Arti yang timbul karena dua kata bersenyawa membentuk satu kesatuan dengan makna baru, dan makna
barunya itu tidak dapat ditelusuri dan unsur pembentuknya. Contoh:
Sehubungan dengan kasus itu, dia akan dihadapkan ke meja hijau.
Jalan itu terlalu banyak polisi tidurnya.
Meja hijau = pengadilan, dan polisi tidur = tanggul penghambat, agar pengendara mengurangi
kecepatannya.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
32
B. Hubungan makna
Sebuah kata mempunyai hubungan arti dengan kata yang lain. Ada kata yang artinya sama dengan kata
yang lain, artinya berlawanan dengan kata yang lain, atau artinya dicakup oleh kata yang lain. Berikut ini
adalah macam-macam hubungan arti.
1. Sinonim
Dua kata atau lebih yang mempunyai arti sama atau hampir sama. Misalnya:
kitab bersinonim dengan buku,
orang dengan manusia,
gadungan dengan palsu,
evakuasi dengan ungsi,
lestari dengan abadi,
dampak dengan pengaruh,
kendala dengan hambatan,
efektif dengan hasil guna,
efisien dengan daya guna, serta
devaluasi dengan penurunan nilai.
Sinonim yang hampir sama menyebabkan nuansa makna (perbedaan yang sangat halus). Misalnya: bulat-
bundar, menyongsong-menyambut.
Sinonim yang hampir sama juga menyebabkan nilai rasa yang berbeda. Misalnya: karyawan, pegawai,
buruh.
2. Antonim
Dua kata atau lebih yang artinya berlawanan. Misalnya:
wanita dengan lelaki,
hidup dengan mati,
lebar dengan sempit, serta
efisien dengan boros.
3. Hiponim
Kata-kata yang artinya dicakup oleh arti kata yang lain.
Misalnya: arti kata melati, mawar, famboyan, anggrek dicakup oleh arti kata bunga. Di sini, melati adalah
hiponim dari bunga, sedang bunga adalah hiperonim dari kata melati.
Jadi hiperonim adalah kata yang mencakup kata yang lain. Kohiponim adalah hubungan yang sejajar,
misalnya apel dengan anggur, kucing dengan harimau, merah dengan putih.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
33
4. Polisemi
Kata-kata yang artinya berkaitan. Misalnya: kaki orang, kaki gunung, kaki langit, kaki bukit.
C. Hubungan bentuk
Dalam realitas bahasa dapat ditemukan kesamaan bentuk antara kata yang satu dengan kata yang lain,
Kesamaan itu dapat berupa kesamaan tulisan, kesamaan ucapan, atau kesamaan ucapan dan tulisan
sekaligus.
1. Homonim
Dua kata atau lebih yang tulisan dan bunyinya sama sedang artinya berbeda. Misalnya bisa dapat, bisa racun, beruang yang berarti mempunyai uang, mempunyai ruang, dan yang mengandung makna nama binatang, serta kopi yang berarti sejenis minuman dan yang bermakna salinan.
2. Homofon
Sejenis homonim, tetapi hanya bunyinya saja yang sama, sedang tulisan dan artinya berbeda. Contoh:
massa dengan masa, tang dengan tank, bang dengan bank, sangsi dengan sanksi, keranjang dengan ke
ranjang, dll. Seperti kita lihat, homofon yang sama hanya bunyinya.
3. Homograf
Sejenis homonim, tetapi yang sama hanya tulisannya, sedang bunyi dan arti berbeda. Misalnya, serang
yang berarti menyerbu dan serang yang nama sebuah kota; teras yang bermakna bagian depan rumah dan teras yang berarti inti.
D. Perubahan makna
Arti suatu kata dapat berubah oleh beberapa penyebab, antara lain: perubahan nilai rasa, perubahan
cakupan makna, perubahan tanggapan antara dua indera, dan perubahan makna karena persamaan sifat.
1. Peyorasi
Perubahan nilai rasa menjadi lebih rendah dari yang sebelumnya. Arti kata dianggap mengalami peyorasi
jika nilainya merosot, misalnya, dari yang semula bernilai hormat, menjadi hina, disukai menjadi tidak
atau kurang disukai, dll. Misalnya, kata abang, perempuan, bini, gerombolam, betina, emak, eksekusi, dll.
Dahulu kata abang mempunyai arti yang sejajar dengan kata kakak. Karena, terlalu sering digunakan
untuk menunjuk orang-orang dari lapisan sosial bawah, seperti abang becak, abang bakso, dll, kemudian
orang dari lapisan sosial tertentu tidak suka jika disapa dengan kata abang. Dengan demikian nilai kata
tersebut menjadi merosot.
2. Ameliorasi
Perubahan nilai rasa menjadi lebih tinggi, lebih hormat, dan lebih disukai. Misalnya perubahan arti kata
istri, wanita, suami, kakak, putra, dll.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
34
3. Perluasan arti
Perubahan arti kata yang semula cakupan maknanya lebih sempit dari yang sekarang. Misalnya perubahan
arti pada kata saudara, bapak, ibu, berlayar, kereta api, dll.
4. Penyempitan arti
Perubahan arti dari yang semula cakupan maknanya luas kini menjadi lebih sempit. Misalnya perubahan
arti pada, kata ulama, pendeta, sarjana, pena, lafal, golongan, dan perkosa.
5. Sinestesia
Perubahan arti karena adanya pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda, misalnya kata keras,
lembut, manis, dalam ungkapan kata-katanya pedas, suaranya keras, gerak tubuhnya lembut, wajahnya
manis. Kata manis yang seharusnya berhubungan dengan indra pengecap di sini diterapkan pada indra
penglihatan atau visual.
6. Asosiasi
Perubahan arti karena adanya persamaan sifat atau hubungan makna secara tidak langsung. Misalnya kata
amplop dihubungkan dengan sesuatu yang dimasukkan di dalamnya, yang biasanya berupa uang untuk
melicinkan persoalan. Misalnya, dalam ungkapan berikut: agar persoalan itu lekas beres, beri saja dia
amplop. Begitu juga kata catut yang dihubungkan dengan arti kata korupsi.
Catatan:
Yang dimaksud dengan nilai rasa suku kata ialah kesan baik buruk, positif negatif kata tersebut. Misalnya
kata tolol yang mengandung nilai rasa penghinaan, dan angka tiga belas dianggap mempunyai nilai rasa
kesialan
E. Etimologi
Asal-usul bentuk kata dipelajari oleh etimologi. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa kata memiliki
sejarah, mempunyai asal-usul. Dia lahir, tumbuh, dan berkembang. Ada yang hidup terus dipakai orang,
dan sebaliknya ada yang begitu lahir, langsung menghilang.
Kata-kata, seperti manusia, mempunyai sejarah dan mengalami perubahan, baik bentuk maupun isinya,
baik bunyi maupun artinya. Kita ambil sebagai contoh, misalnya, kata iklan. Kata ini berasal dari bahasa
Arab ilam, bentuk verba imperatif yang berani ketahuilah! .Sekarang sinonim dengan advertensi.
Dalam komunikasi sehari-hari kita sering memakai kata harta dan arti.Siapa mengira kedua kata ini
ternyata memiliki sejarah kelahiran yang sama, berasal dari akar yang sama. Dan keduanya mempunyai
hubungan erat dengan kata permata. Baik arti maupun harta berasal dari kata Sanskerta artha arti atau guna. Harta adalah sesuatu yang sangat berarti atau berguna Kata parama juga mempunyai arti yang sama, yakni parama utama dan artha. Jadi secara etimologis kata itu bermakna arti atau guna yang utama. Dan sekarang? Apa maknanya?
Dalam bagian ini kita tidak akan menelusuri asal-usul setiap kata, tetapi kita hanya mencoba untuk
memahami konsep-konsep yang menandai perubahan bentuk kata atau proses pembentukan kata, yang
lazim kita sebut gejala bahasa.
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
35
F. Gejala bahasa
Gejala bahasa atau peristiwa bahasa itu di antaranya ialah:
No Gejala Pengertian Contoh
1 Adaptasi Penyesuaian bentuk
berdasarkan kaidah
fonologis, kaidah
ortografis, atau kaidah
morfologis
vyaya menjadi biaya
pajeg menjadi pajak
voorloper menjadi pelopor
fardhu menjadi perlu
igreja menjadi gereja
voorschot menjadi persekot
coup detat menjadi kudeta
postcard menjadi kartu pos
certificate of deposit menjadi sertifikat deposito
mass production menjadi produksi massal
2 Analogi Pembentukan kata
berdasarkan contoh yang
telah ada.
Berdasarkan kata dewa-dewi dibentuk kata: putra-putri, siswa-siswi, saudara-saudari,
pramugara-pramugari
Berdasarkan kata industrialisasi dibentuk kata: hutanisasi, Indonesianisasi
Berdasarkan kata pramugari dibentuk kata: pramuniaga, pramuwisata, pramuria, pramusaji,
pramusiwi
Berdasarkan kata swadesi dibentuk kata: swadaya, swasembada, swakarya, swasta,
swalayan
Berdasarkan kata tuna netra dibentuk kata: tuna wicara, tuna rungu, tuna aksara, tuna wisma, tuna
karya, tuna susila, tuna busana.
3 Anaptiksis
(Suara Bakti)
Penyisipan vokal e pepet
untuk melancarkan ucapan.
sloka menjadi seloka
srigala menjadi serigala
negri menjadi negeri
ksatria menjadi kesatria
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
36
No Gejala Pengertian Contoh
4 Asimilasi Proses perubahan bentuk
kata karena dua fonem
berbeda disamakan atau
dijadikan hampir sama.
in-moral menjadi immoral
in-perfect menjadi imperfek
al-salam menjadi asalam
ad-similatio menjadi asimilasi
in-relevan menjadi irelevan
5 Disimilasi
Kebalikan dari asimilasi,
yaitu perubahan bentuk
kata yang terjadi karena
dua fonem yang sama
dijadikan berbeda.
saj jana menjadi sarjana
sayur-sayur menjadi sayur-mayur
6 Monoftongisasi Perubahan bentuk kata
yang terjadi karena
perubahan diftong (vokal
rangkap) menjadi
monoftong (vokal tunggal)
autonomi menjadi otonomi
autobtografi menjadi otobiografi
satai menjadi sate
gulai menjadi gule
7 Diftongisasi Perubahan bentuk kata
yang terjadi karena
monoftong diubah menjadi
diftong. Jadi kebalikan
monoftongisasi.
sentosa menjadi sentausa
cuke menjadi cukai
pande menjadi pandai
gawe menjadi gawai
8 Sandi
(Persandian)
Perubahan bentuk kata
yang terjadi karena
peleburan dua buah vokal
yang berdampingan,
dengan akibat jumlah suku
kata berkurang satu.
keratuan menjadi keraton
kedatuan menjadi kedaton
sajian menjadi sajen
durian menjadi duren
-
Rangkuman tata bahasa Indonesia
37
No Gejala Pengertian Contoh
9 Hiperkorek Pembetulan bentuk kata
yang sebenarnya sudah
betul, sehingga hasilnya
justru salah.
Sabtu menjadi Saptu
jadwal menjadi jadual
manajemen menjadi menejemen
asas menjadi azas
surga menjadi sorga
Teladan menjadi tauladan
izin menjadi ijin
Jumat menjadi Jumat
kualifikasi menjadi kwalifikasi
frekuensi menjadi frekwensi
kuantitas menjadi kwantitas
November menjadi Nopember
kuitansi menjadi kwitansi
mengubah menjadi merubah
februari menjadi Pebruari
persen menjadi prosen
pelaris