rangkuman anemia hemolitik

10
RANGKUMAN OSOCA ANEMIA HEMOLITIK 1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini? Jawab: 1) Anamnesis: Pastikan diagnosis anemia Tanyakan riwayat perdarahan, diet makan sehari- hari, faktor resiko terhambatnya penyerapan zat- zat penting bagi tubuh untuk proses hematopoiesis, riwayat penyakit gastrointestinal Tanyakan riwayat buang air kecil dan buang air besar (warna urin dan feses), 2) Pemeriksaan spesifik: Konjungtiva anemis, sklera ikterus Mulut normal (mungkin ditemui cheilitis) Lien dan hepar teraba Telapak tangan pucat dan ikterik 3) Pemeriksaan Laboratorium: Pemeriksaan darah lengkap: Kadar Hb, Ht, jumlah eritrosit, jumlah leukosit, trombosit, MCV, MCH, MCHC, pada pemeriksaan apusan darah tepi banyak ditemukan retikulosit (retikulositosis). Morfologi eritrosit: morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target cell, sicklecell, sferosit. 4) Pemeriksaan Penunjang:

Upload: natazsa-puri-gracia

Post on 06-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Blok Hematologi dan Limfatik

TRANSCRIPT

Page 1: Rangkuman Anemia Hemolitik

RANGKUMAN OSOCA

ANEMIA HEMOLITIK

1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini?

Jawab:

1) Anamnesis:

Pastikan diagnosis anemia

Tanyakan riwayat perdarahan, diet makan sehari-hari, faktor resiko

terhambatnya penyerapan zat-zat penting bagi tubuh untuk proses

hematopoiesis, riwayat penyakit gastrointestinal

Tanyakan riwayat buang air kecil dan buang air besar (warna urin dan

feses),

2) Pemeriksaan spesifik:

Konjungtiva anemis, sklera ikterus

Mulut normal (mungkin ditemui cheilitis)

Lien dan hepar teraba

Telapak tangan pucat dan ikterik

3) Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaan darah lengkap: Kadar Hb, Ht, jumlah eritrosit, jumlah leukosit,

trombosit, MCV, MCH, MCHC, pada pemeriksaan apusan darah tepi

banyak ditemukan retikulosit (retikulositosis).

Morfologi eritrosit: morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell,

hipokrom mikrositer, target cell, sicklecell, sferosit.

4) Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan kimia darah: bilirubin serum (meningkat), haptoglobin serum

(menurun), LDH (meningkat). Pada serum ditemukan hemoglobinemia

(warna serum merah terang).

Untuk pemeriksaan Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA) lakukan

pemeriksaan Direct Antiglobulin Test (DAT, Direct Coombs Test)

dan Indirect Antiglobulin Test (IAT, Indirect Coombs Test). Yang biasa

dikerjakan adalah DAT yang mendeteksi adanya autoantibodi (IgG) yang

menyelubungi eritrosit. Pemeriksaan DAT pada penderita AIHA

menunjukkan hasil yang positif, dimana ditemukan aglutinasi eritrosit.

Page 2: Rangkuman Anemia Hemolitik

Pemeriksaan urin dan feses/ urinalisis (urin berwarna merah, kecoklatan

atau kehitaman /hemoglobinuria).

2. Apa differential diagnosis pada kasus?

Jawab:

1. anemia hipoplasi/ eritropoiesis inefektif, disini kadang juga ditemukan acholurik

jaundice, tapi retikulositnya tidak meningkat.

2. anemia yang disertai perdarahan ke rongga retroperitoneal biasanya

menunjukkan gejala mirip dg hemolitik, ada ikterus, acholuric jaundice,

retikulosit meningkat. Kasus ini hanya dapat dibedakan jika dilakukan

pemeriksaan untuk membuktikan adanya perdarahan ini. Jika hal ini terjadi,

Hb tsb akan teroksidasi menjadi methemoglobin, sehingga terjadi

methemoglobinemia. Hemoglobin juga bisa lewat di glomerulus ginjal,

hingga terjadi hemoglobinuria. Namun beberapa hemoglobin di tubulus

ginjal nantinya juga akan diserap oleh sel-sel epitel, dan besinya akan disimpan

dalam bentuk hemosiderin. Jika suatu saat epitel ini mengalami deskuamasi,

maka hanyutlah hemosiderin tersebut ke urin sehingga terjadi

hemosiderinuria, yg merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronis.

3. Peningkatan hematopoiesis. Berkurangnya jumlah eritrosit di perifer akan

memicu ginjal mengeluarkan eritropoietin untuk merangsang eritropoiesis

di sumsum tulang. Sel-sel muda yang ada akan ‘dipaksa’ untuk dimatangkan

sehingga terjadi peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda) dalam darah,

mengakibatkan polikromasia.

3. Apa jenis pemeriksaan penunjang yang sesuai pada kasus?

Jawab:

Pemeriksaan G6PD, pemeriksaan Hb, pemeriksaat laktat dehidrogenase (anemia

hemolitik meningkat), pemeriksaan retikulosit, pemeriksaan sumsum tulang,

aktivitas eritopoiesis yang aktif.

Pemeriksaan kimia darah: bilirubin serum (meningkat), haptoglobin serum

(menurun), LDH (meningkat). Pada serum ditemukan hemoglobinemia (warna

serum merah terang).

Untuk pemeriksaan Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA) lakukan pemeriksaan

Direct Antiglobulin Test (DAT, Direct Coombs Test) dan Indirect Antiglobulin

Page 3: Rangkuman Anemia Hemolitik

Test (IAT, Indirect Coombs Test). Yang biasa dikerjakan adalah DAT yang

mendeteksi adanya autoantibodi (IgG) yang menyelubungi eritrosit.

Pemeriksaan DAT pada penderita AIHA menunjukkan hasil yang positif,

dimana ditemukan aglutinasi eritrosit.

Pemeriksaan urin dan feses/ urinalisis (urin berwarna merah, kecoklatan atau

kehitaman /hemoglobinuria). Tambahkan juga elektroforesis Hb.

4. Bagaimana working diagnosis pada kasus?

Jawab:

Anemia hemolitik imun bila ditemukan retikulositosis,

Penegakkan anemia hemolitik autoimun bila ditemukan antibodi autoimun dalam

darah, kesesuaian antara anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

5. Apa etiologi pada kasus?

Jawab:

Etiologi anemia hemolitik autoimun:

Idiopatik, sampai sekarang masih belum jelas.

Etiologi anemia hemolitik non-autoimun:

Berdasarkan etiologinya, anemia hemolitik ini terbagi menjadi dua klasifikasi:

1) intrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor yang ada pada eritrosit itu

sendiri, misalnya karena faktor herediter, gangguan metabolismenya,

gangguan pembentukan hemoglobinnya, dll.

2) ekstrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor dari luar yang

biasanya didapat, misalnya karena autoimun, pengaruh obat, infeksi, dsb.

6. Bagaimana patogenesis pada kasus?

Jawab:

Pada proses hemolisis non-autoimun akan terjadi dua hal berikut:

Turunnya kadar Hemoglobin. Jika hemolisisnya ringan atau sedang, sumsum tulang

masih bisa mengkompensasinya sehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini disebut

dengan hemolitik terkompensasi. Tapi jika derajat hemolisisnya berat,

sumsum tulang tidak mampu mengompensasinya, sehingga terjadi anemia

hemolitik.

Meningkatnya pemecahan eritrosit. Untuk hal ini ada tiga mekanisme:

Page 4: Rangkuman Anemia Hemolitik

1) hemolitik ekstravaskuler. Terjadi di dalam sel makrofag dari sistem

retikuloendotelial, terutama di lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini

mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi jika eritrosit

mengalamai kerusakan, baik di membrannya, hemoglobinnya maupun

fleksibilitasnya. Jika sel eritrosit dilisis oleh makrofag, ia akan pecah

menjadi globin dan heme. Globin ini akan kembali disimpan sebagai

cadangan, sedangkan heme nanti akan pecah lagi menjadi besi dan

protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk disimpan sebagai cadangan, akan tetapi

protoforfirin tidak, ia akan terurai menjadi gas CO dan Bilirubin. Bilirubin jika

di dalam darah akan berikatan dengan albumin membentuk bilirubin indirect

(Bilirubin I), mengalami konjugasi di hepar menjadi bilirubin direct

(bilirubin II), dieksresikan ke empedu sehingga meningkatkan

sterkobilinogen di feses dan urobilinogen di urin.

2) hemolitik intravaskuler. Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit

mengalami lisis, ia akan melepaskan hemoglobin bebas ke plasma, namun

haptoglobin dan hemopektin akan mengikatnya dan menggiringnya ke

sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Namun jika hemolisisnya

berat, jumlah haptoglobin maupun hemopektin tentunya akan menurun.

Akibatnya, beredarlah hemoglobin bebas dalam darah (hemoglobinemia).

Proses hemolisis autoimun:

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan anemia hemolitik autoimun. Yaitu aktivasi

komplemen dan aktivasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.

aktivasi komplemen.

Ada dua cara aktivasinya, klasik dan alternatif.

(1) Kalau klasik biasanya diaktifkan oleh antibodi IgM, IgG1, IgG2 dan IgG3.

Mulai dari C1, C4, dst hingga C9, nanti ujungnya terbentuklah kompleks

penghancur membran yg terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8 dan beberapa

molekul C9. Kompleks ini akan menyusup ke membran sel eritrosit dan

mengganggu aliran transmembrannya, sehingga permeabilitas membran

eritrosit normal akan terganggu, akhirnya air dan ion masuk, eritrosit jadi

bengkak dan ruptur. (2) Untuk aktivasi alternativ hanya berbeda

urutan pengaktivannya, ujungnya antar molekul C5b yang akan

menghancurkan membran eritrosit.

Page 5: Rangkuman Anemia Hemolitik

aktivasi mekanisme seluler. Mekanismenya, jika ada eritrosit yang

tersensitisasi oleh komponen sistem imun seperti IgG atau kompemen, namun

tidak terjadi aktivasi sistem komplemen lebih lanjut, maka ia akan

difagositosis langsung oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses ini dikenal dg

mekanisme immunoadhearance.

7. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus?

Jawab:

Gejala umum: gejala anemia pada umumnya, Hb < 7g/dl

Gejala hemolitik: diantaranya berupa ikterus akibat meningkatnya kadar

bilirubin indirek dlm darah, tapi tidak di urin (acholuric jaundice); hepatomegali,

splenomegali, kholelitiasis (batu empedu), ulkus dll.

Gejala penyakit dasar (penyebab) masing2 anemia hemolitik tsb.

8. Bagaimana tatalaksana pada kasus?

Jawab:

Tatalaksana pada anemia hemolitik autoimun:

Anemia hemolitik autoimun tipe hangat:

(1) pemberian kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari, jika membaik dalam

2 minggu dosis dikurangi tiap minggu 10-20 mg/hari. (2) splenektomi, jika

terapi kortikosteroid tidak adekuat; (3) imunosupresi: azatioprin 50-200

mg/hari atau siklofosfamid 50-150 mg/hari; (4) terapi lain: danazol,

imunoglobulin; (5) tansfusi jika kondisinya mengancam jiwa (misal Hb

<3mg/dl)

Anemia hemolitik autoimun tipe dingin:

hindari udara dingin, terapi prednison, klorambusil 2-4 mg/hari, dan

plasmaferesis untuk mengurangi antibodi IgM.

Tatalaksana pada anemia hemolitik non-autoimun:

Pengobatan tergantung keadaan klinis dan penyebab hemolisisnya, namun secara

umum ada 3:

1) terapi gawat darurat; atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit, perbaiki fungsi ginjal. Jika berat perlu diberi transfusi

namun dengan pengawasan ketat. Transfusi diberi berupa washed red cell

untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral

Page 6: Rangkuman Anemia Hemolitik

dosis tinggi atau juga bisa hiperimun globulin untuk menekan aktivitas

makrofag.

2) terapi suportif-simptomatik; bertunjuan untuk menekan proses hemolisis

terutama di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu perlu juga diberi asam

folat 0,15 – 0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.

3) terapi kausal; mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit

ini idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani.

Transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan contohnya pada kasus

thalassemia.

9. Apa komplikasi yang dapat terjadi?

Jawab:

Komplikasi bisa terjadi, seperti emboli paru, infark limpa, dan penyakit

kardiovaskuler.

10. Apa prognosis pada kasus?

Jawab:

Anemia hemolitik autoimun tipe hangat:

Hanya sedikit yang bisa sembuh total, sebagian besar memiliki

perjalanan penyakit yang kronis namun terkendali. Survival 70%. Angka

kematian 15-25%.

Anemia hemolitik autoimun tipe dingin:

Dubia et bonam.

11. Apa kompetensi dokter umum yang harus dicapai?

Jawab:

Kompetensi dokter umum untuk kasus anemia hemolitik adalah 3A (Bukan gawat

darurat).

Tingkat kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan

merujuk.

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Page 7: Rangkuman Anemia Hemolitik

12. Bagaimana pandangan Islam pada kasus?

Jawab: