rancang bangun pesan siem dan sipa dalam …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tesis commit...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Rancang Bangun Pesan SIEM dan SIPA dalam Mem-branding
Kota Solo sebagai Kota Budaya
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Komunikasi
DISUSUN OLEH
DEWI KARTIKA SARI
S220809003
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Solo Kota Budaya. Demikianlah visi Kota Solo yang tercantum di
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2007. Pernyataan lengkap visi
Kota Solo tersebut adalah untuk mewujudkan Solo sebagai Kota Budaya yang
didasarkan pada potensi Perdagangan, Jasa, Pendidikan, Pariwisata dan Olahraga
(To realize Solo as a City of Culture that is based on the potential of Commerce,
Services, Education, Tourism and Sports).
Visi ini kemudian dikemas ulang oleh Pemerintah Kota Surakarta dengan
menciptakan visi Kota Solo periode 2010-2015 yakni meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan kemajuan kota berdasarkan semangat Solo sebagai Kota Budaya“
(To improve the society welfare and the city advance based on the spirit Solo as a
city of culture) (http://www.surakarta.go.id/2011). Visi Solo Kota Budaya
tersebut, selanjutnya dimunculkan dalam sebuah semboyan “Solo Kotaku, Jawa
Budayaku”.
Semboyan “Solo Kotaku, Jawa Budayaku” ini kemudian diturunkan
kedalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Solo. RPJM
Kota Solo periode 2005-2010 menyebutkan bagian-bagian dari rancangan
pembangunan Pemerintah Kota Solo. Salah satu bagian dari RPJM Kota Solo
yang relevan dengan penelitian ini adalah pada bagian Agenda Peningkatan
Eksistensi Kota dalam Tata Pergaulan Regional, Nasional maupun Internasional,
Sasaran II yakni mengenai kebijakan pengembangan image Surakarta Kota
Budaya. Adapun indikator pengembangan image Surakarta Kota Budaya ini
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
adalah: (1) Pengembangan masyarakat sadar budaya, (2) Pengembangan paket-
paket promosi Surakarta kota budaya, (3) Pengembangan berbagai regulasi yang
mampu mengikat seluruh komponen masyarakat dalam menerapkan dan
mengaplikasikan nilai-nilai dan ciri budaya, serta (4) Peningkatan partisipasi
masyarakat termasuk dunia usaha dalam mendukung terwujudnya pembangunan
Surakarta Kota Budaya.
Harapan Pemerintah Kota Surakarta dalam RPJM tersebut sejalan dengan
pernyataan Walikota Solo, Joko Widodo, dalam wawancaranya dengan Majalah
Rollingstone. Joko Widodo menyatakan bahwa langkah-langkah pelaksanaan
semboyan “Solo Kotaku, Jawa Budayaku” pada tahap awal masih diarahkan untuk
bergerak di wilayah fisik. Selanjutnya secara bertahap, langkah yang akan
dilakukan bergerak kearah tata nilai yang menjadi nadi budaya Jawa. Pergerakan
kearah tata nilai budaya Jawa tersebut, menurut Joko Widodo, merupakan strategi
untuk menempatkan budaya Jawa benar-benar menjadi napas segenap warga kota
Solo dalam pengembangan kota kedepan. Di akhir wawancaranya, Joko Widodo
mengajak agar seluruh warga Solo kembali mencintai budaya Jawa yang kini
mulai tergerus oleh perkembangan zaman (http://rollingstone.co.id/2011).
RPJM dan pernyataan Joko Widodo dalam wawancaranya dengan Majalah
Rollingstone menunjukkan adanya keinginan dari Pemerintah Kota Solo untuk
mem-branding Kota Solo sebagai Kota Budaya. Harapan terwujudnya branding
Kota Solo sebagai Kota Budaya ditujukan untuk masyarakat Solo sekaligus bagi
masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan agenda yang ditetapkan Pemerintah Kota
Solo yang dituangkan dalam RPJM bahwa branding Kota Solo diarahkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
peningkatan pergaulan Kota Solo di ranah Regional, Nasional maupun
Internasional.
Melihat arah branding Kota Solo di sektor budaya karena Kota Solo
memiliki potensi untuk menjadi Kota Budaya yang menarik untuk dikunjungi.
Kota Solo memiliki potensi untuk menjadi kota tujuan wisata. Dengan
dipunyainya dua peninggalan kerajaan Jawa yaitu Pura Mangkunegaran dan
Keraton Surakarta Hadiningrat, juga dengan sekitar 87 buah heritage, maka
sangat cocok jika Kota Solo dikembalikan kepada konsep budaya lokal dengan
tidak meninggalkan benda-benda bersejarah. Kota Solo sebagai kota tujuan wisata
dalam konsep yang dikembangkan oleh Kemming dan Sandicki disebut sebagai
tourist destination. Tourist destination merupakan salah satu bagian dari nation
branding. Nation branding menurut Kemming dan Sandicki (2007:31) setidaknya
memfokuskan diri pada satu dari tiga hal: (1) the country-of-origin (COO) effects
for export products (2) branding tourist destinations dan (3) acquiring foreign
investments.
Berkaitan dengan tourist destination, contoh riil yang dapat diacu adalah
pada kasus Negara Cina dan Thailand. Penelitian Berkowitz, dkk menunjukkan bahwa
Cina misalnya membranding dirinya dengan memfokuskan diri dibidang cultural and
heritage, people serta investment and immigration (Berkowitz, dkk, 2007:15). Branding
ini kemudian dilakukan dengan keberanian mendaftarkan negara Cina untuk menjadi tuan
rumah Olimpiade tahun 2008. Dan hasil dari branding ini adalah Cina berhasil menjadi
tuan rumah untuk Olimpiade tahun 2008.
Contoh lainnya dari penerapan tourist destination adalah pada kasus
Thailand. Selama ini Thailand dikenal dengan wisata seksnya (Nuttavuthisit,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2007:21). Sampai akhirnya disadari perlunya strategi branding untuk
mengkoreksi image negatif tersebut melalui penggunaan karakteristik-
karakteristik positif yang dimiliki Thailand. Hasil penelitian ini memberikan
usulan bagi pengembangan positioning merk Thailand melalui kampanye promosi
yang menggunakan hal-hal positif seperti keindahan alami, keramahan
lokalitasnya dan dengan penggunaan alat-alat komunikasi seperti slogan-slogan,
tema-tema, serta penyelenggaraan even-even (Nuttavuthisit, 2007:27).
Belajar dari kasus Cina dan Thailand tersebut, Pemerintah Kota Solo
dalam pengamatan peneliti, sebenarnya memiliki keinginan untuk mem-branding
Kota Solo. Seperti yang telah dijelaskan peneliti sebelumnya bahwa branding
yang diinginkan Kota Solo adalah branding Kota Solo sebagai Kota Budaya.
Dengan adanya keinginan Pemerintah Kota Solo tersebut dan adanya potensi
budaya yang dimiliki Kota Solo tersebut, maka cita-cita branding Kota Solo
sebagai Kota Budaya bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Branding Kota
Solo sebagai Kota Budaya membutuhkan upaya-upaya yang riil agar branding ini
berhasil. Oleh karena itu, potensi budaya tangible dan intangible yang dimiliki
Kota Solo perlu dikelola sehingga mampu menjadikan Kota Solo sebagai tourist
destination.
Bahwa untuk mem-branding Kota Solo sebagai Kota Budaya yang
menjadi kota tujuan wisata, maka diperlukan usaha yang riil dan terencana, antara
lain melalui penyelenggaraan even budaya seperti Solo International Ethnic Music
(SIEM) dan Solo International Performing Arts (SIPA). SIEM dan SIPA
merupakan dua dari tigapuluhan even yang mengangkat tema budaya di Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Solo. SIEM adalah pertunjukan seni musik etnik yang diselenggarakan pertama
kali pada tahun 2007. Pada penyelenggaraan SIEM yang pertama tersebut,
dilaksanakan di Benteng Vastenburg yang pada saat itu merupakan salah satu
heritage yang dimiliki oleh Kota Solo. SIEM pertama mendapatkan sambutan
yang baik dari masyarakat.
Jika SIEM memfokuskan pertunjukannya pada seni musik, maka SIPA
memfokuskan pertunjukannya pada seni tari. SIPA pertama kali dilaksanakan
pada tahun 2009. SIPA pertama dilaksanakan di Pamedan Pura Mangkunegaran.
Pura Mangkunegaran merupakan salah satu tempat kediaman Raja Solo dan
sekaligus salah satu tempat tujuan wisata di Kota Solo. SIPA pertama juga
mendapatkan sambutan yang baik dari Pemerintah Kota Solo. SIEM dan SIPA
merupakan even yang diharapkan mampu mendatangkan peserta sekaligus
penonton mancanegara.
Rumusan Masalah
Penyelenggaraan SIEM dan SIPA dimaksudkan untuk mem-branding
Kota Solo sebagai Kota Budaya yang dapat menarik perhatian publik dan mampu
menjadikan Kota Solo sebagai tempat tujuan wisata (tourist destination).
Menindaklanjuti hal tersebut, baik SIEM maupun SIPA tidak akan berhasil dalam
upayanya untuk menarik perhatian masyarakat apabila pesan-pesan yang
disampaikan tidak dirancang dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui rancang bangun pesan SIEM dan SIPA untuk
mem-branding Kota Solo sebagai Kota Budaya. Adapun pertanyaan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
yang diajukan oleh peneliti untuk mengetahui rancang bangun pesan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan SIEM dan SIPA? Apa kaitan antara
SIEM dan SIPA dengan branding Kota Solo sebagai Kota Budaya?
2. Bagaimana rancang bangun pesan SIEM dan SIPA untuk mem--
branding Kota Solo sebagai Kota Budaya?
3. Mengapa pesan SIEM dan SIPA tersebut dirancang sedemikian rupa?
Apa makna kemasan pesan tersebut?
2. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menjelaskan konsep SIEM dan SIPA dalam kaitannya dengan
branding Kota Solo sebagai Kota Budaya.
2. Menjelaskan rancang bangun pesan SIEM dan SIPA dalam mem-
branding Kota Solo sebagai Kota Budaya
3. Menjelaskan alasan konstruksi pesan SIEM dan SIPA serta
mengetahui makna kemasan pesan tersebut.
3. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Memperkaya kajian tentang studi pesan khususnya tentang bagaimana
pesan dikonstruksi dalam sebuah penyelenggaraan kegiatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Manfaat Praktis
Memberi gambaran yang lebih mendalam dan kritis tentang konstruksi
pesan budaya khususnya di Kota Solo, sehingga dapat menjadi acuan
pengembangan studi kajian pesan.
3. Manfaat Metodologis
Memberikan perspektif alternatif pada kajian studi pesan terutama terkait
pada kajian budaya. Hal ini untuk memberikan peneguhan bahwa kajian studi
pesan akan mendalam jika diaplikasikan pada kajian budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kajian Teori
Komunikasi adalah proses yang berpusat pada pesan dan bersandar pada
informasi. Purwasito menjelaskan bahwa salah satu cara memahami seluk beluk
kehidupan manusia di muka bumi ini adalah dengan jalan mengkaji pesan
(Purwasito, 2003:13). Pesan adalah simbol yang disalurkan dan dipertukarkan.
Pesan memuat gagasan, motif-motif, harapan, obsesi, keinginan, kepercayaan,
keyakinan, persepsi terhadap sesuatu, pandangan tentang dunia, dan maksud-
maksud tertentu yang lain, yang disalurkan dari sumber (komunikator) kepada
penerima (komunikan) lewat berbagai saluran, baik media massa maupun saluran
media yang lain.
Pesan menggambarkan tentang realitas sosial yang objektif,
mendistribusikan gagasan individual, kelompok dan institusional serta menjadi
sarana pertukaran. Pesan menimbulkan efek pada partisipan komunikasi, publik
dengan berbagai respon, merekuperasi, mengadopsi, merekonstruksi, dan
mereproduksi pesan-pesan tersebut dalam sebuah perjalanan transformasi
simbolik yang secara nyata berguna dan digunakan oleh partisipan komunikasi
dalam interaksi sosial keseharian (Purwasito, 2003:14).
Senada dengan yang disampaikan Purwasito, Bulaeng (2002) menyatakan
bahwa komunikasi adalah pengelolaan pesan-pesan dengan tujuan menciptakan
makna. Komunikasi terjadi kapan saja seseorang berusaha menanggapi suatu
pesan, berusaha memberikan makna kepadanya. Pesan bisa berupa kata-kata yang
secara sengaja diucapkan atau ditulis yang saling dipertukarkan diantara orang-
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
orang ataupun pesan yang kita kirimkan kepada diri sendiri tentang ekspresi-
ekspresi wajah yang tidak disengaja dan tampilan-tampilan perasaan dari orang
lain. Pesan adalah simbol-simbol yang diperhatikan orang secara sadar dan
menciptakan makna-makna. Berbeda dengan pesan, makna berarti gambaran-
gambaran (citra) mental yang kita ciptakan dengan tujuan menafsirkan dan
memahami perangsang-perangsang. Orang memberikan respon terhadap pesan-
pesan yang memancar secara internal maupun eksternal dan menciptakan makna-
makna untuk pesan tersebut.
A. Teori-Teori Pesan
Teori pesan, menurut Littlejohn (1995), dapat dikategorikan kedalam dua
poin penting. Pertama, teori pembuatan pesan atau message constructions dan
kedua, teori penerimaan pesan. Penelitian ini utamanya akan mengacu pada poin
pertama, yakni teori pembuatan pesan atau message constructions. Message
constructions dapat diaplikasikan bukan hanya untuk mengamati media
komunikasi, misalnya periklanan namun juga dapat digunakan untuk analisis pada
peristiwa-peristiwa sosial. Contoh message construction pada media periklanan
adalah penelitian Sheer dan Chen (2008) tentang implikasi konstruksi pesan
ketakutan pada iklan cetak OTC (over-the-counter medicine) di Cina. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa isi dan pesan dalam iklan tersebut
merefleksikan nilai-nilai budaya Cina, yakni keberuntungan, keluarga yang
harmoni, relasi saling ketergantungan, dan juga menjelaskan tentang
"keberhasilan lain" dalam konsep budaya Cina (Sheer dan Chen, 2008:936).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Untuk selanjutnya, fokus penelitian ini adalah message construction pada
peristiwa sosial yakni SIPA dan SIEM.
Littlejohn (1995) kemudian menguraikan bahwa teori pembuatan dan
penerimaan pesan dapat menggunakan tiga tipe penjelasan psikologis, yakni
penjelasan sifat, penjelasan keadaan dan penjelasan proses. Penjelasan sifat
berfokus pada karakteristik individual yang relatif statis dan cara karakteristik ini
berasosiasi dengan sifat-sifat variabel lain dalam hubungan antara tipe
personalitas tertentu dan jenis pesan-pesan tertentu. Teori-teori ini
memprediksikan bahwa ketika seseorang memiliki sifat-sifat personalitas tertentu,
akan cenderung berkomunikasi dengan cara-cara tertentu pula.
Penjelasan keadaan berfokus pada keadaan dengan pikiran yang dialami
seseorang dalam suatu periode waktu. Tidak seperti sifat, keadaan secara relatif
tidak stabil dan tidak kekal. Dalam hal ini ditekankan bahwa keadaan tertentu
yang dialami seseorang mempengaruhi pengiriman dan penerimaan pesan.
Penjelasan sifat dan keadaan dapat digunakan secara bersama-sama. Perilaku
hanya sebagian ditentukan oleh sifat dan situasional. Bagaimana komunikasi pada
saatnya bergantung pada sifat-sifat tertentu yang kita miliki dan situasi dimana
kita menemukan diri sendiri.
Pendekatan ketiga yang ditemukan dalam teori pembuatan dan penerimaan
pesan adalah penjelasan proses. Penjelasan proses berupaya menangkap
mekanisme pikiran manusia. Penjelasan ini berfokus pada cara informasi
diperoleh dan disusun, bagaimana memori digunakan dan bagaimana orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
memutuskan untuk bertindak. Pada penilitian ini, ketiga pendekatan tersebut dapat
digunakan dalam proses analisis data.
B. Studi Pesan
Shoemaker (1996) berpendapat bahwa studi pesan membantu kita untuk
mengambil kesimpulan ataupun membuat dugaan tentang suatu fenomena.
Kesimpulan atau dugaan terhadap suatu fenomena ini menjadi penting sebab
terkadang pesan yang disampaikan pun sifatnya tidak selalu eksplisit, sehingga
mendorong seseorang untuk cenderung membuat kesimpulan atau dugaan.
Berbicara mengenai studi pesan, berarti kita berbicara tentang kajian studi
komunikasi sebagai suatu teori dan metode untuk mengungkapkan keberhasilan
suatu tindak komunikasi. Tingkat keberhasilan suatu tindak komunikasi tersebut,
menurut Purwasito dapat teramati dengan adanya tiga hal pokok, yaitu: message
engineering, message packaging dan message meaning. Dalam konteks ini,
message studies selain mengkaji keberhasilan tindak komunikasi, juga
mempelajari dinamika makna pesan (message meaning), yakni proses evolutif
dalam penggunaan pesan (message using) yang dengan sengaja dirancang oleh
komunikator dalam sistem interaksi simbolik yang terjadi.
Message engineering atau dalam konsep Purwasito disebut dengan
rekayasa pesan, adalah proses penciptaan pesan melalui rekayasa simbolik yang
melibatkan pengolahan cipta (gagasan yang ingin disampaikan), dengan rasa
(intuisi yang membimbing) dan karsa (kehendak yang mewujudkan). Rekayasa
pesan menghasilkan apa yang disebut dengan kemasan pesan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
(ndalempoerwahadiningratan.wordpress.com). Untuk memahami tentang rekayasa
pesan, kita dapat melihat gambar dibawah ini:
Gambar 2.1. Rekayasa Pesan
Sumber: ndalempoerwahadiningratan.wordpress.com/2011
Dari gambar diatas, dapat dikemukakan adanya 4 hal mengenai rekayasa
pesan, yakni :
1) Bahwa pesan sebagai konstruksi simbolik diwujudkan dalam bentuk
kemasan.
2) Bahwa kemasan dikontruksi melalui rekayasa cipta, rasa, karsa.
3) Bahwa rekayasa cipta, rasa, karsa bersumber dari pandangan dunia
komunikator.
4) Bahwa pandangan dunia merujuk pada kesadaran diri dan kesadaran
kolektif.
Seperti nampak pada Gambar 2.1. bahwa proses penciptaan pesan melalui
rekayasa simbolik yang melibatkan pengolahan cipta, dengan rasa dan karsa
Kemasan
Cipta
Rasa Karsa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menghasilkan kemasan pesan atau disebut dengan message packaging. Kemasan
pesan (message packaging) sesungguhnya adalah representasi (hadirnya gagasan)
komunikator. Untuk menjadi kemasan pesan, representasi gagasan tersebut
dibangun melalui lima unsur pokok, yaitu :
1) unsur siapa yang menjadi Komunikator.
2) saluran apa yang dipilih oleh Komunikator.
3) manifest atau wujud apa yang dikehendaki oleh Komunikator.
4) pertimbangan Komunikator terhadap unsur ruang dan waktu.
5) makna pesan yang dikehendaki oleh Komunikator untuk mencapai hasil
yang diharapkan.
Unsur-unsur dalam kemasan pesan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2. Message Packaging
Sumber: ndalempoerwahadiningratan.wordpress.com/2011
Kedua gambar diagram tersebut, merupakan prinsip dasar atau metoda
dasar yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesan-pesan budaya pada
Makna
Komunikator
Ruang dan
Waktu Saluran
Manifestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
penyelenggaraan SIPA dan SIEM dengan menggunakan kerangka berpikir
Message Engineering, Message Packaging serta Message Meaning. Dengan kata
lain bahwa makna yang ingin dicapai tergantung dari Komunikator, Saluran,
Ruang dan Waktu serta Manifestasi dalam suatu tindak komunikasi.
1. Alasan Mempelajari Pesan
Purwasito dalam bukunya, Message Studies (2003), menjelaskan mengapa
kita mempelajari pesan, yaitu:
1. Karena pada dasarnya integritas sosial dan dinamika masyarakat,
kemajuan dan peradaban serta perkembangan sejarah digerakkan oleh
pertukaran pesan.
2. Karena pesan dalam konteks ini didefinisikan sebagai penggerak
kebudayaan, maka sebagai produksi simbolik, pertukaran pesan merambah
pada locus individual, locus sosial, lokal maupun global. Pesan dianggap
sebagai kekuatan yang mampu membangun harmoni, solidaritas,
integritas, dan kerjasama juga potensial melahirkan kesalahpahaman,
persaingan, iri-dengki, prasangka dan konflik dan peperangan.
2. Fungsi Studi Pesan
Fungsi pesan kembali dirumuskan oleh Purwasito dalam buku Message
Studies (2003) adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sarana untuk mengkomunikasikan dan mempertukarkan gagasan
dengan tujuan memperoleh kekuasaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2. Cara mengintrodusir indentitas individu dan kelompok serta mempertegas
eksistensi.
3. Alat menjelaskan masalah, peristiwa, gejala, warisan budaya sampai
tingkat kedalaman tertentu.
4. Manifestasi gagasan, representasi pembatinan resistensial dan support
maupun keindahan.
5. Signal tanda-tanda zaman dari alam semesta.
Fokus pada fungsi pesan yang pertama, yakni pesan yang disampaikan
memiliki tujuan untuk memperoleh kekuasaan, berarti pesan tersebut berupa
“gagasan yang direkayasa sedemikian rupa, dikemas, dimaknai dan dikirim serta
dipertukarkan dalam suatu tindak komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu”.
Dalam penelitian mengenai SIEM dan SIPA ini, peneliti hendak meneliti gagasan-
gagasan yang direkayasa sedemikian rupa, dikemas, dan dimaknai serta dikirim
dan dipertukarkan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut, mengacu pada
fungsi pesan pertama, adalah tujuan untuk memperoleh kekuasaan. SIEM dan
SIPA selanjutnya diteliti untuk mengetahui tujuan perolehan kekuasaan melalui
penyelenggaraan even tersebut.
Dalam perkembangannya, studi pesan, merujuk pada kamus bahasa
Prancis Petit Robert yakni sekumpulan tanda-tanda yang dikelola berdasarkan
kode-kode tertentu yang dipertukarkan antara komunikator dan komunikan
melalui saluran (ensemble de signauxorganisesselonun code et
qu‟unemetteurtransmet a un recepteurparl‟intermediare d‟un canal)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
(ndalempoerwahadiningratan.wordpress.com). Di Prancis pengertian “message”
selalu dihubungkan dengan semiology (ilmu tentang tanda) dan cybernetique
(ilmu tentang dunia maya). Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa
gagasan Komunikator yang dipertukarkan atau dikomunikasikan kepada
Komunikan berwujud tanda-tanda tertentu, yang isinya mengandung maksud
tertentu, dengan sengaja disalurkan oleh Komunikator kepada Komunikan untuk
mendapatkan hasil tertentu (kekuasaan) yang biasanya telah ditetapkan. Dalam
konteks pelaksanaan event SIPA dan SIEM, peneliti ingin mengetahui apakah
gagasan Komunikator yang dipertukarkan dalam bentuk tanda-tanda tertentu,
dengan unsur kesengajaan untuk disalurkan kepada Komunikan, memang
bertujuan untuk mendapatkan sesuatu yang telah ditetapkan Komunikator. Jika
benar memang ditujukan untuk mendapatkan sesuatu, apakah sesuatu yang
hendak dituju tersebut.
C. Budaya
1. Konsep Budaya
Kata „kebudayaan‟ berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian, ke-
budaya-an dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.
Namun ada pula yang menyebutkan bahwa budaya sebagai suatu perkembangan
dari majemuk budi-daya yang berarti “daya dari budi”. Karena itu ada pembedaan
kata “budaya” dari “kebudayaan”. Demikianlah menurut Koentjaraningrat,
“budaya” adalah “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
“kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu (Koentjaraningrat,
1990:181).
Jika Koentjaraningrat melihat budaya dari perspektif akar katanya, maka
Marsella (Samovar, 2001) melihat budaya dari sudut pandang pewarisan budaya.
Marsella menyatakan:
“Culture is shared learned behavior which is transmitted from one
generation to another for purposes of promoting individual and social
survival, adaptation, and growth and development. Culture has both
external (e.g,.artifacts, roles institution) and internal representation (e.g.,
values, attitudes, beliefs, cognitive/affective/sensory styles, consciousness
pattern, and epistemology)”
(Budaya adalah perilaku yang dipelajari yang diwariskan dari satu generasi
ke yang lain, bertujuan untuk meningkatkan nilai bertahan, adaptasi,
pertumbuhan, dan perkembangan individu dan sosial. Budaya memiliki
representasi ekternal (artifak, peraturan institusi) dan internal (nilai,
tingkah laku, kepercayaan, bentuk kognitif/afektif/ sensoris, pola
kesadaran, dan epistemologi).
Sehingga dari perspektif Koentjoroningrat dan Marsella dapat disimpulkan
bahwa kebudayaan tersebut berasal dari cipta, rasa dan karsa manusia yang
terepresentasi secara eksternal dan internal. Budaya dipelajari dan kemudian
diwariskan dari generasi ke generasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai
bertahan, adaptasi, pertumbuhan dan perkembangan individu dan sosial.
Membandingkan konsep budaya Koentjoroningrat dengan Lustig, peneliti
menemukan kesesuaian pendapat dari keduanya. Budaya dalm pandangan Lustig
dipandang sebagai keseluruhan cara hidup seseorang didalam suatu komunitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
tertentu, dimana terdapat berbagai macam aspek. Antara lain: sistem nilai, sistem
sosial, dan lain-lain. Terdapat tiga komponen dalam pola budaya, yaitu (Lustig,
1993):
a. Beliefs
Kepercayaan adalah suatu gagasan di mana orang-orang berasumsi
mengenai apa yang benar di dunia ini. Kepercayaan juga merupakan
serangkaian interpretasi yang dipelajari yang membentuk basis bagi
anggota kebudayaan untuk memutuskan apa yang logis atau tidak, apa
yang benar atau salah.
b. Values
Budaya tidak hanya sebagai pembeda kepercayaan tapi juga nilai-nilai.
Nilai mengikutsertakan apa yang suatu budaya anggap baik atau buruk,
benar atau salah, adil atau tidak, bersih atau kotor, cocok atau tidak
cocok, dan lainnya. Karena nilai-nilai adalah desired characteristics atau
tujuan dari sebuah budaya, nilai-nilai budaya tidak harus
menggambarkan perilaku dan karakterisitik yang sesungguhnya.
Walaupun begitu, nilai-nilai sering ditawarkan sebagai penjelasan
terhadap bagaimana orang berkomunikasi
c. Norms
Manifesitasi yang keluar dari nilai-nilai dan kepercayaan adalah norma,
yang secara sosial mengharapkan suatu perilaku yang seharusnya. Ketika
tingkah laku seseorang bertentangan dengan norma budaya, maka sanksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
sosial pun akan diberlakukan. Norma, seperti halnya bilai, juga
bervariasi antar budaya tergantung intensitas dan kepentingannya.
2. Karakteristik budaya
Menurut Samovar (2000), budaya memiliki karakteristik:
1. Budaya itu dipelajari. Budaya dipelajari dengan berbagai cara dan apa
yang kita pelajari kebanyakan melalui interaksi dengan orang lain.
2. Budaya diwariskan dari generasi ke generasi. Bila terdapat nilai yang
dianggap sebagai pusat sebuah masyarakat, dan hal itu telah berlangsung
lama, maka hal ini harus diwariskan dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Karakeristik ini menunjukkan bahwa ada hubunga antara
budaya dengan komunikasi. Jadi, komunikasi lah yang membuat budaya
menjadi suatu proses yang berkelanjutan.
3. Budaya berdasar pada simbol. Dari karakteristik di atas, muncul anggapan
bahwa kemampuan kita sebagai pembuat simbol (symbol making) lah
yang memungkinkan kita untuk belajar dan menyerahkan kebudayaan kita
dari individu ke individu yang lain, dan generasi ke generasi. Lewat
bahasa lah, verbal maupun non verbal, icon atau gambar, kumpulan
pengetahuan itu dapat kita pelajari. Pemikiran, buku, gambar, film, video,
dan sebagainya yang membuat budaya dapat dilestarikan apa yang
dianggap penting dan layak untuk diwariskan.
4. Budaya adalah subjek yang dapat diganti. Budaya adalah sebuah sistem
yang dinamis. Terdapat dua hal mengenai perubahan budaya. Pertama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
budaya cepat beradaptasi. Berbagai kejadian yang terjadi memaksa budaya
untuk bisa cepat beradaptasi dan berubah sesuai perubahan jaman. Kedua,
walaupun budaya dapat berubah, tapi struktur penting dari budaya tersebut
terus bertahan. Nilai-nilai seperti etika, moral, praktek peribadatan, dan
perilaku terhadap gender dan umur telah tertanam kuat dari generasi ke
generasi.
5. Budaya bersifat etnosentrik. Etnosentrisme adalah paham yang melihat
kebudayaan lain dengan lensa kebudayaan sendiri. Seperti budaya itu
sendiri, paham etnosentris dipelajari secara tidak sadar.
Sedangkan menurut Philip R. Harris dan Robert T. Moran (Mulyana: 2000),
menyatakan tentang karakteristik budaya, antara lain:
1. Komunikasi dan bahasa
2. Pakaian dan penampilan
3. Makanan dan kebiasaan
4. Waktu dan kesadaran akan waktu
5. Penghargaan dan pengakuan
6. Hubungan-hubungan
7. Nilai dan norma
8. Rasa diri dan ruang
9. Proses mental dan belajar
10. Kepercayaan dan sikap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Jadi sekelompok orang yang memiliki karakteristik budaya yang sama,
bisa dibilang mereka menganut budaya yang sama pula.
3. Teori Budaya
Sejak awal, kerangka kerja yang digunakan dalam penelitian antropologis
adalah konsep budaya. Walaupun selalu ada perbedaan pendapat dalam hal
definisi budaya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, namun diakui bahwa
ada interaksi budaya dengan makna yang diberikan oleh orang-orang atas
berbagai peristiwa yang mereka alami. budaya merupakan pengetahuan yang
diperoleh seseorang dan digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman yang
menghasilkan perilaku. Perilaku selalu didasarkan pada makna sebagai hasil
persepsi terhadap kehidupan para pelakunya. Apa yang dilakukan, dan mengapa
orang melakukan berbagai hal dalam kehidupannya, selalu didasarkan pada
definisi menurut pendapatnya sendiri yang dipengaruhi secara kuat oleh latar
belakang budayanya yang khusus. Budaya yang berbeda, melatih orang secara
berbeda pula di dalam menangkap makna persepsi karena kebudayaan merupakan
cara khusus dalam membentuk pikiran dan pandangan manusia. Apa yang baik
dan diterima oleh masyarakat dalam satu budaya, belum tentu dapat diterima dan
dianggap baik oleh warga masyarakat dengan budaya yang berbeda (Sutopo,
2002:30).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
D. Branding
Kebanyakan karakteristik dan manfaat dari image organisasi muncul
dalam sebuah merk atau brand. Brand menurut E. Clow & Baack (2002: 117)
adalah :
“… names generally assigned to a product or service or a group of
complementary products while a corporate image covers every aspect of
the company”.
Jadi, menurut E. Clow & Baack, merk adalah sebuah nama yang secara
umum dilekatkan pada sebuah produk atau jasa atau kelompok yang melengkapi
produk atau jasa tersebut. Misalnya, perusahaan Unilever memiliki sejumlah merk
seperti pasta gigi Pepsodent, lotion untuk tubuh bermerk Citra, sabun mandi Lux,
dll. Merk atau nama produk tersebut dapat diambil dari manfaat produk tersebut
atau bisa juga merupakan karakteristik produk tersebut.
Sejalan dengan Clow & Baack, American Marketing Association (AMA)
memberikan konsep mengenai merk atau brand. AMA menyatakan bahwa brand
merupakan nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi semuanya
untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual untuk
mendifferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing
(www.marketingpower.com/2011). Brand digunakan untuk menyederhanakan
penelusuran produk, mengorganisasikan catatan inventori, perlindungan hukum,
menandakan mutu, mengamankan keuntungan bersaing serta hambatan bagi
pesaing. Sehingga, jika kedua konsep ini bisa kita simpulkan, maka kita akan
menemukan kesamaan konsep tentang nama yang dilekatkan kepada jasa atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
produk untuk tujuan pengenalan kepada konsumen sekaligus sebagai bentuk
diferensiasi dengan produk atau jasa kompetitor.
Dalam kaitannya dengan persaingan, maka sebuah brand membutuhkan
strategi agar dapat dengan mudah dikenali oleh konsumennya. Strategi menurut
Porter (1996:68) adalah “the creation of a unique and valuable position, involving
a different set of activities”. “A unique and valuable position” merupakan
positioning sedangkan “different set of activities” adalah diferensiasi. Berbeda
lagi dengan konsep brand equity. Brand equity adalah resultan atau hasil dari
seberapa mampu kita mengkomunikasikan positioning produk, merk, dan
organisasi dengan diferensiasi secara berkelanjutan sehingga mampu mencapai
keunggulan kompetitif.
Positioning haruslah bersifat unik, kata Kotler (Kotler dalam
Ostaseviciute, 2008:98). Sehingga dapat dengan mudah mendiferensiasikan diri
dengan para pesaing, tidak mudah ditiru dan sustainable dalam jangka panjang.
Sementara yang dimaksud dengan diferensiasi adalah upaya dalam membedakan
diri dengan pesaing. MarkPlus&Co merumuskan diferensiasi berdasarkan tiga
dimensi yaitu content (what to offer), konteks (how to offer) dan infrastruktur
(enabler). Konten adalah dimensi diferensiasi merujuk pada “apa” value yang kita
tawarkan kepada pelanggan. Konteks merujuk pada cara kita menawarkan value
kepada pelanggan. Infrastruktur merupakan faktor pemungkin terealisasinya
diferensiasi konten maupun konteks (teknologi, sdm, fasilitas). Dengan demikian,
strategi yang tepat untuk melakukan branding adalah “strategi segitiga
positioning, diferensiasi dan brand”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Gambar 2.3. Segitiga Positioning, Diferensiasi, Brand
Sumber: Kertajaya, 2005
E. Memahami Simbol dengan Kerangka Semiologi Komunikasi
Untuk mengkaji pesan pada media komunikasi, maka teori yang
digunakan adalah: (1) teori komunikasi massa, dan (2) teori simbol dan
konstruksionisme.
Istilah “komunikasi massa” dalam konsep McQuail (2010) merupakan
pengembangan dari konsep “media massa”. Istilah komunikasi massa tersebut
berkembang di abad 20 untuk mendeskripsikan fenomena sosial baru dan ciri khas
dari kemunculan era modern yang dibangun dengan pondasi industrialisme dan
demokrasi popular. Media massa adalah organasasi alat-alat komunikasi yang
terbuka dalam konteks jarak dan kepada banyak orang dalam waktu singkat
(McQuail, 2010:4).
Berkenaan dengan teori simbol dan konstruksionisme, maka semiotika
atau semiologi pada dasarnya merupakan konsep di area tersebut. semiotika atau
semiologi pada dasarnya merupakan konsep istilah yang sama. Istilah semiotika
Positioning Diferentiation
Brand
Brand integrity
Brand image Brand identity
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
dikenalkan oleh C.S Pierce yang berasal dari Amerika Serikat sementara istilah
Semiologi banyak digunakan oleh ahli yang berbahasa Perancis. Sehingga
perbedaan penggunaan istilah tersebut tidaklah mengurangi pemaknaan istilah
yang dimaksud.
Semiotika pada awal kemunculannya merupakan sebuah studi tentang
simbol-simbol (signs) dan praktek-praktek signifikasi (signifying). Semiotik
diperkenalkan oleh seorang linguis bernama Ferdinand de Saussure dan ahli
linguistic pragmatis Charles Sanders Peirce. Pierce dikenal melalui sistem
filsafatnya yang disebut dengan pragmatisme. Menurut sistem ini, signifikansi
sebuah model atau teori terletak pada efek praktis penerapannya Model tanda
yang dibangunnya menjadi sangat berpengaruh dan membentuk sebagian besar
karya kontemporer mengenai semiotika kontemporer (Danesi, 2004:37). Bagi
Lechte, Pierce tidak sekadar menerjemahkan istilah “semiotika” yang kini popular
itu, yang berasal dari bahasa Yunani Kun, tetapi ia juga menjadi pemikir tentang
karya-karya Kant dan Hegel yang ia baca dalam bahasa Jerman (Sobur, 2009:40).
Walaupun Pierce menerbitkan tulisan lebih dari sepuluh ribu halaman
cetak, namun ia tidak pernah menerbitkan buku yang berisikan telaah mengenai
masalah yang menjadi bidangnya. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan karyanya
tentang tanda, pemikiran Pierce harus dianggap selalu berada dalam proses dan
terus mengalami modifikasi dan penajaman lebih lanjut (Sobur, 2009:40).
Dalam konsep Pierce mengenai tanda, ada tiga hal yang harus dipenuhi
oleh tanda sehingga ia dapat mencapai tahap signifikasi. Pierce menyebut tanda
sebagai representamen, sedangkan konsep, benda, gagasan, dan seterusnya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
diacunya sebagai objek. Makna (impresi, kogitasi, perasaan dan seterusnya) yang
diperoleh dari sebuah tanda disebut interpretan. Tiga dimensi ini selalu hadir
dalam signifikasi. Oleh karena itu, Pierce memandangnya sebagi sebuah struktur
triadik, bukan biner:
Gambar 2.4. Tanda “Pirecean”
Sumber : Sobur, 2009
Pierce juga mengidentifikasi 66 jenis tanda yang berbeda dan tiga
diantaranya lazim digunakan dalam pelbagai karya semiotika saat ini. Ketiga jenis
tanda itu adalah ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang mewakili
sumber acuan melalui sebuah bentuk replikasi, simulasi, imitasi atau persamaan.
Indeks adalah tanda yang mewakili sumber acuan dengan cara menunjuk padanya
atau mengaitkannya (secara eksplisit atau implicit) dengan sumber acuan lain.
Sementara simbol adalah tanda yang mewakili objeknya melalui kesepakatan atau
persetujuan dalam konteks spesifik (Danesi, 2004:38).
Jika Pierce melihat semiotika dari sudut pandang linguis pragmatis, maka
Saussure melihat semiologi dari strukturnya. Saussure (1959) dikenal dengan
pemikirannya untuk membuat perbedaan langue (bahasa) dan parole (ujaran).
Representamen
(X)
Objek (Y) Interpretan (X=Y)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Langue mengacu pada sistem aturan dan konvensi yang independen dari, dan pre-
exists, pengguna individu; sementara parole mengacu pada penggunaannya dalam
kasus tertentu. Saussure terfokus pada langue, bukan parole. Untuk Saussure apa
yang paling penting adalah struktur yang mendasari dan aturan dari sistem
semiotik daripada penampakan-penampakan khusus atau praktik-praktik
penggunaan sistem tanda tersebut. Pendekatan Saussure adalah untuk mempelajari
sistem secara sinkron (synchronically) seolah-olah itu membeku dalam suatu
waktu (contohnya foto) - daripada diakronis (diachronically) - dalam hal evolusi
dari waktu ke waktu (seperti film). Teoris strukturalis budaya di beberapa
bagiannya mengadopsi prioritas Saussur ini. Mereka memfokuskan diri pada
representasi dan fungsi fenomena sosial dan budaya dalam sistem semiotik (Nilan,
2007:61).
Dalam perkembangannya, semiotika yang digunakan di media saat ini dan
penelitian komunikasi adalah semiotika jenis deskripsi dan analisis sosial yang
menempatkan penekanan khusus pada pemahaman dan eksplorasi pola tanda-
tanda dan simbol dalam teks, apa yang dimaksud oleh simbol tersebut dan
bagaimana simbol-simbol ini digunakan. Semiotika tekstual menganalisis
pengaturan-pengaturan yang familiar dan pengaturan sehari-hari juga pola-pola
tertentu, hubungan-hubungan, ide-ide dan keyakinan yang mencirikan cara bahwa
makna sosial dan budaya biasanya terbuat dari teks (Nilan, 2007:61). Tujuan
paling umum dalam memahami simbolisme teks media sehari-hari dalam budaya
populer adalah bagaimana orang bisa membaca dan memahami simbol-simbol dan
tanda-tanda, dan dengan demikian membuat makna dari kata-kata, suara, gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dan bahasa tubuh dalam teks-teks. Beberapa menyebutnya sebagai 'dekonstruksi' -
sebuah istilah yang diciptakan oleh Jacques Derrida. Derrida adalah pencetus
konsep bahwa makna dapat dipahami tanpa henti melalui rantai penanda dalam
proses differance - penangguhan terbatas pada makna tetap (Derrida dalam Nilan
2007).
Kembali ke sejarah perkembangan semiotika, Volosinov dalam Nilan
(2007) membalikkan prioritas Saussurean dari langue atas parole: „The sign is
part of organized social intercourse and cannot exist, as such, outside it, reverting
to a mere physical artifact‟. Maksudnya adalah bahwa tanda saat ini dipahami
tidak hanya ada dalam hubungannya dengan tanda-tanda lain dalam sistem
penanda, seperti yang nampak dalam rantai semiotik, melainkan dapat dipahami
pula dalam konteks sosial penggunaannya.
Lebih lanjut Nilan (2007) menyatakan bahwa semiotic kini sebagai sebuah
bidang kajian yang mencakup banyak teori yang berbeda dan berbagai macam
metodologis. Semiotics involves the study not only of „signs‟ in everyday speech,
but of anything which „stands for‟ something else. Dalam konsep semiotik, tanda-
tanda mengambil bentuk berupa kata-kata, gambar, suara, gerakan dan objek.
Studi semiotik kontemporer mempelajari tanda-tanda bukan dalam sistem yang
terisolasi melainkan sebagai bagian dari semiotik 'sistem tanda' (seperti medium
atau genre), dan dengan demikian di dalam semiotik tidak hanya berbicara
masalah komunikasi, tetapi juga dengan konstruksi dan pengelolaan realitas.
Contemporary semioticians study signs not in isolation but as part of semiotic
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
„sign systems‟ (such as a medium or genre), and are thereby concerned not only
with communication but also with the construction and maintenance of reality.
Dalam menganalisis media kita perlu mengetahui bahwa transformasi
dunia nyata masuk dalam proses mediasi. Ketika kita menggunakan medium atau
bentuk media untuk tujuan apapun, penggunaannya menjadi bagian dari tujuan
itu. Dalam batas tertentu, kita melayani tujuan-tujuan tersebut sebaik tujuan-
tujuan tersebut melayani kita. Ketika kita menggunakan media, kita bertindak dan
dikenai tindakan, kita menggunakan dan digunakan oleh media. Jadi adalah
mungkin untuk menemukan makna baru, terutama melalui interaksi sosial dengan
orang lain, yang merupakan proses mediasi itu sendiri.
Mengacu kepada semiotika kontemporer yang telah dirumuskan
sebelumnya, maka konsep ini dapat diturunkan kepada semiologi Purwasito.
Menurut Purwasito (2003), semiologi mengandung dua perspektif mendasar.
Pertama, semiologi signifikansi untuk menyebut tafsir tanda dan sistem tanda
yang berinduk pada kajian linguistik. Kedua, semiologi komunikasi untuk
menyebut tafsir tanda dan sistem tanda yang diproduksi oleh komunikator, yaitu
pesan, yang disalurkan kepada komunikan secara langsung ataupun tidak
langsung.
Lebih lanjut dikatakan Purwasito bahwa kunci tafsir semiologi komunikasi
terletak pada proses transaksional oleh penerima pesan yang dimaksud oleh
sumber, sehingga ada respond an efek bagi penerima dengan jalan mempersepsi,
merekuperasi atau mencerap pesan yang disandi, memberi makna kepadanya dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
seberapa besar partisipan komunikasi mengembangkan reproduksi simbol pesan
itu.
Pada proses transaksional ini terdapat unsure-unsur stimuli baik secara
sadar-taksadar, sengaja-taksengaja, intensional-non-intensional, maupun
emosional atau rasional, berupa verbal-non verbal. Stimuli yang konstekstual
antara sumber dan penerima dapat dijadikan ukuran apakah sebuah komunikasi
berkualitas atau konstruksi pesan tersebut menunjukkan kredibilitas dan
kompetensi sumbernya. Dalam kaitannya dengan kebudayaan, bentuk-bentuk
reproduksi pesan menjadikan kebudayaan terus berjalan tanpa henti. Inilah yang
menjadikan kebudayaan dan komunikasi menjadi bagian utama yang tak
terpisahkan. Dengan demikian, semiologi komunikasi adalah alat tafsir
kebudayaan. Sehingga seluruh produk pesan yang dibangun oleh source baik
dilakukan secara terencana dan sistematis, maupun dilakukan secara sembarangan
bahkan hanya sekadar mengikuti intuisi personal, menjadi kajian ketika mendapat
respon dan efek kepada penerima (receiver).
Dari penjelasan mengenai semiologi komunikasi, ia tidak hanya memiliki
kelebihan tetapi juga memiliki kekurangan. Teori ini menurut Manning dan
Cullum-Swan (2009:622) kurang bisa memetakan perubahan, tidak bisa
menjelaskan keterkaitan antara diri dengan kelompok, menjelaskan pengalaman
individu atau kelompok yang tampak dalam sistem simbolik atau menganalisis
perubahan sistem tanda itu sendiri. Makna selalu berubah setiap waktu; „semiosis‟
hanya dapat dipahami ketika kita melakukan penelitian dan pengamatan secara
mendalam. Interpretan, perspektif, atau titik tolak tempat konstruk berpusat mesti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dipahami dan diidentifikasi dari konteks social atau cultural. Disini dapat
dipahami bahwa semiologi komunikasi mutlak memerlukan pengetahuan
etnografi; di dalam etnografilah analisis semiotik dapat berbicara banyak.
Analisis semiotika mengandaikan sejarah dan konteks agar makna dapat
dipahami; makna tersebut setara dan sebangun dengan perspektif interaksionisme
simbolis. Makna diperoleh dari pemahaman terhadap budaya dan konstruk-
konstruk social dan bukan dari refleksi diri pribadi terhadap diri lain (Mead dalam
Manning dan Cullum-Swan, 2009).
2. Kerangka Pikir
SIPA dan SIEM merupakan dua even budaya yang diciptakan oleh
pemerintah Kota Solo. Kedua event ini dikonstruksi oleh komunikator (pemkot
Solo) sebagai sebuah simbol budaya (symbolic construction). Ketika dikonstruksi,
SIPA dan SIEM ini direkayasa sedemikian rupa melalui kemasan-kemasan pesan
budaya seperti pesertanya yang berasal dari berbagai negara, pakaian adat yang
dikenakan masing-masing peserta, dll. Melalui kemasan pesan ini, maka akan
diketahui makna pesannya (message meaning). Makna pesan dapat berupa dua hal
yakni pesan yang orisinil atau pesan tersebut artificial. Dari tataran symbolic
construction hingga message meaning inilah yang hendak diteliti oleh peneliti.
Secara singkat kerangka piker penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Gambar 2.5. Kerangka Pikir Peneliti
Gambar 2.3 mendeskripsikan keterkaitan antar unsur dalam penelitian ini.
Pokok masalah penelitian ini adalah hendak mengkaji bagaimana pesan-pesan
khususnya pesan-pesan budaya yang dikonstruksi dalam pagelaran SIPA dan
SIEM. Kultur Solo merupakan referen dari studi pesan ini. Referen ini kemudian
diejawantahkan dalam visi misi kota Solo sebagai kota Budaya. Visi dan Misi
Solo sebagai Kota Budaya kemudian nampak dalam beragam kegiatan yang
diciptakan oleh pemkot Kota Solo termasuk event SIPA dan SIEM yang hendak
diteliti oleh peneliti. Beragam kegiatan ini kemudian diimplementasikan dalam
sebuah proses termasuk event SIPA dan SIEM, melewati serangkaian proses
kegiatan. Mulai dari publikasi hingga persiapan menjelan pelaksanaan event dan
akhirnya ketika event tersebut berlangsung. Pada tahapan ragam kegiatan dan
proses kegiatan inilah, muncul kemasan-kemasan pesan. Pada tahapan selanjutnya
adalah message using, yakni dimana muncul efek komunikasi dari pagelaran event
budaya SIPA dan SIEM. Pada tataran message using inilah, terjadi pemaknaan
pesan oleh komunikan.
Komunikator
(Pemerintah Kota
dan Panitia)
Konstruksi
Simbolik Konstruksi Pesan
Makna yang ingin
dicapai (branding)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB III. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian tentang SIPA dan SIEM ini, peneliti menggunakan
penelitian jenis kualitatif, khususnya penelitian kualitatif deskriptif dan kualitatif
interpretatif. Penelitian kualitatif interpretatif digunakan untuk menganalisis pesan
pada media promosi SIEM dan SIPA, sementara jenis penelitian kualitatif deskriptif
untuk menjelaskan tentang penyelenggaraan SIEM dan SIPA secara umum.
Penelitian deskriptif menurut Pawito (2007:84) merupakan jenis penelitian
yang ditulis atau yang diucapkan orang dan mengamati perilaku orang-orang yang
diobservasi. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian kualitatif interpretatif
menurut Sugiyono (2009) adalah penelitian yang bertitik tolak pada pandangan post
positivist dengan menggunakan paradigma interpretatif. Pandangan ini melihat
realitas atau objek penelitian bukan sebagai realitas yang terpisah secara parsial dan
dipecah dalam beberapa variabel, namun metode ini lebih bersifat seni (kurang
terpola) sehingga sering disebut sebagai metode artistik karena tidak berpolanya
metode ini.
Penelitian interpretatif disebut demikian karena data hasil penelitian lebih
berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Penelitian
ini memandang objek sebagai sesuatu hal yang dinamis, juga sebagai hasil konstruksi
pemikiran dan interpretasi terhadap gejala yang diamati, serta utuh, sebab setiap
bagian pada objek tersebut memiliki satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti melihat hubungan antar variabel bersifat interaktif
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dan saling mempengaruhi sehingga tidak diketahui mana variabel independen dan
mana variabel dependennya (Sugiyono, 2009:7-11).
Lebih lanjut mengenai penelitian kualitatif, Sutopo (2002) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif bersifat induktif. Artinya data di lapangan merupakan sumber
utama bagi penyusunan simpulan (teori) sebagai hasil akhir penelitian. Keterbukaan
ini juga sudah terlihat pada teknik pengumpulan datanya dengan jenis sampling yang
digunakannya.
Selain sifat penelitian kualitatif yang lentur dan terbuka tersebut, penelitian
kualitatif juga memandang berbagai masalah selalu di dalam kesatuannya, tidak
terlepas dari kondisi yang lain yang menyatu dalam suatu konteks. Sutopo (2002: 42)
menjelaskan bahwa berbagai variabel yang dikaji dalam penelitian tidak bisa
dipelajari dan dipahami secara terpisah dari keterkaitannya di dalam konteks
keseluruhannya.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kuantitatif menurut
Kriyantono (2008:55) adalah penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan suatu
masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. penelitian kuantitatif tidak terlalu
mementingkan kedalaman data atau analisis. Yang diutamakan oleh periset adalah
keluasan data sehingga hasil riset merupakan representasi dari seluruh populasi.
Sikap peneliti terhadap data pada penelitian kuantitatif adalah objektif dan
memisahkan diri. Artinya periset tidak boleh membuat batasan konsep atau alat ukur
sesuai dengan keinginannya sendiri. Semuanya harus objektif dan diuji terlebih
dahulu apakah batasan konsep dan alat ukurnya sudah memenuhi prinsip reliabilitas
dan validitas. Dengan kata lain, periset berusaha membatasi konsep dan variabel yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
diteliti dengan cara mengarahkan riset dalam setting yang terkontrol, lebih sistematik
dan terstruktur dalam sebuah desain riset. Desain ini sudah harus ditentukan sebelum
riset dimulai.
Secara umum, penelitian kuantitatif memiliki ciri-ciri (Kriyantono, 2008:56) :
a. Hubungan riset dengan subjek: jauh. Periset menganggap realitas terpisah
dan ada diluar dirinya. Alat ukurnya harus diuji keobjektifannya.
b. Riset bertujuan untuk menguji teori atau hipotesis, mendukung atau
menolak teori. Data hanya sebagai sarana konfirmasi teori atau teori
dibuktikan dengan data. Bila dalam analisis ditemukan penolakan
terhadap hipotesis atau teori, biasanya periset tidak langsung menolak
hipotesis dan teori tersebut melainkan meneliti dahulu apakah ada
kesalahan dalam teknik samplingnya atau definisi konsepnya kurang
operasional sehingga menghasilkan instrument yang kurang valid.
c. Riset harus dapat digeneralisasikan. Hal ini karena riset kuantitatif
menuntut sampel yang representative dari seluruh populasi,
operasionalisasi konsep serta alat ukur yang valid dan reliable.
d. Prosedur riset rasional-empiris, artinya riset berangkat dari konsep-konsep
atau teori-teori yang melandasinya. Konsep atau teori inilah yang akan
dibuktikan dengan data yang dikumpulkan di lapangan.
Dari pemaparan tentang jenis penelitian tersebut, maka peneliti kembali
menyatakan bahwa penelitian tentang rancang bangun pesan SIEM dan SIPA paling
tepat dapat dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif. Dalam penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
kualitatif ini, peneliti membuat desain penelitian. Desain penelitian adalah
perencanaan dari keseluruhan penelitian yang hendak dikaji. Hal ini terkait dengan
cara berpikir, cara menggambarkan dan memvisualisasikan rencana penelitian. Desain
penelitian mencakup empat area utama: strategi, conceptual frameworks, pertanyaan
tentang siapa dan apa yang akan diteliti, dan alat-alat yang digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisa materi-materi empiris (Punch, 1998:149). Desain
menempatkan peneliti pada situasi dunia empiris. Tujuan penggunaan metode
penelitian kualitatif sebagaimana yang disampaikan oleh Strauss dan Corbin (1990)
adalah untuk menemukan dan memahami makna dibalik fenomena yang sedikit telah
diketahui. “Qualitative methods can be used to uncover and understand what lies
behind any phenomenon about which little is yet known”.
2. Lokus Penelitian
Lokus penelitian ini bersumber pada data-data dari media-media promosi
SIPA dan SIEM, khususnya data-data poster SIPA dan SIEM serta katalog SIPA dan
SIEM. Pemilihan lokus disesuaikan dengan tujuan penelitian ini, yakni untuk
mendeskripsikan pesan-pesan budaya dan mengetahui alasan konstruksi pesan-pesan
budaya tersebut.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sutopo (2002) menjelaskan ada berbagai macam teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian kuantitatif. Berbagai macam teknik pengumpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
data dilakukan supaya dapat menjawab pertanyaan penelitian. Adapun teknik
pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumen tertulis dan arsip
yang dijadikan sumber data. Dokumen ini berupa dokumen poster SIEM dan
SIPA, dokumen katalog SIEM dan SIPA, serta dokumen pemberitaan SIEM
dan SIPA di surat kabar harian maupun surat kabar online. Dari dokumen-
dokumen ini peneliti mencari sumber data yang memiliki posisi penting,
utamanya jika sasaran kajian mengarah pada latar belakang atau mengarah
pada berbagai peristiwa yang terjadi di masa lampau dan sangat berkaitan
dengan kondisi atau peristiwa masa kini yang sedang diteliti.
Dokumen ini beragam macamnya, dari yang tertulis sederhana sampai
yang lebih lengkap. Demikian pula halnya dengan arsip. Pada umumnya arsip
berupa catatan-catatan yang sifatnya lebih formal. Sebagai sebuah catatan
formal, arsip sering memiliki peran sebagai sumber informasi yang sangat
berharga bagi pemahaman suatu peristiwa. Dalam penelitian ini, peneliti
bukan sekadar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip,
namun menekankan pada makna yang tersirat di dalam tulisan tersebut.
Namun demikian, peneliti tetap kritis terhadap dokumen atau arsip tersebut.
Peneliti tetap menguji keabsahan dari data-data tersebut.
2. Wawancara
Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah teknik
wawancara mendalam. Tujuan utama dilakukannya wawancara sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
pendapat Sutopo (2002) adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang
dalam suatu konteks mengenai data pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi,
perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan,
dll untuk merekonstruksi bermacam-macam hal sebagai bagian dari masa
lampau dan memproyeksikan hal-hal tersebut dengan harapan yang terjadi di
masa yang akan datang.
Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan Ketua
SIEM, Putut H Pramono; Ketua SIPA, Irawati Kusumorasri; Ketua Kereta
Kencana World Music Festival, Putut H Pramono; Perwakilan Kepala Dinas
Budaya dan Pariwisata Kota Surakarta, Keksi Sundari; dan Pengamat Budaya
dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Profesor Darsono.
4. Teknik Analisis Data
Proses analisis data di dalam penelitian kualitatif merupakan bagian yang
paling penting, sebab dengan melakukan teknik analisis yang benar, peneliti dapat
mempertanggungjawabkan penelitiannya dengan mantap.
Penelitian tentang rancang bangun pesan promosi SIPA dan SIEM ini
dilakukan dengan menggunakan metode analisis semiotik. Metode ini diyakini
peneliti sebagai metode yang paling sesuai untuk menganalisis pesan-pesan promosi
SIPA dan SIEM. Metode semiotik dianggap metode yang paling tepat karena peneliti
meyakini bahwa pesan-pesan promosi ini merupakan sebuah produk budaya. Pesan
promosi merupakan produk budaya karena pesan promosi berada pada domain
semiotik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Pawito di dalam bukunya yang berjudul Penelitian Komunikasi Kualitatif
menyatakan bahwa analisis semiotik merupakan cara atau teknik meniliti teks. Teks
yang dimaksud bukan hanya berupa narasi saja namun ia meliputi semua isi media
yang tampil dalam wujud apa saja, misalkan tayangan televise, berita surat kabar,
konser music, fashion, dan menu masakan.
Metode analisis semiotik ini kemudian, memfokuskan diri pada analisis
sinkronik dan diakronik. Analisis sinkronik (synchronic) adalah teknik analisis data
dengan cara menganalisis keberadaan teks terutama berkaitan dengan struktur
paradigmatik dari teks tersebut. Cara ini dilakukan untuk menemukan lambang-
lambang (signs) yang menonjol serta untuk menemukan signifier-nya, hubungan-
hubungan serta oposisi dari lambang dan sistem-sistem yang mengikat lambang.
Teknik analisis selanjutnya menurut Pawito adalah analisis diakronik
(diachronic). Analisis diakronik digunakan untuk melacak struktur sintagmatik dari
teks, yakni makna dari rangkaian lambang-lambang, konteks dari teks baik konteks
situasi maupun konteks budaya atau ideologis.
5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan
penelitian. Tujuannya adalah demi kemantapan dan kebenaran hasil penelitian.
Pemeriksaan keabsahan data ini merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan
tafsir makna sebagai hasil penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang
digunakan peneliti dalam penelitian kali ini adalah intertekstualitas dan triangulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
data. Intertekstualitas digunakan untuk mengkaji keabsahan data pada poster dan
katalog, sedangkan triangulasi digunakan untuk menguji keabsahan data wawancara.
Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi pemeriksaan
keabsahan data dalam penelitian kualitatif. Dalam kaitan ini, Patton dalam Sutopo
(2002:78) menyatakan bahwa ada empat macam teknik triangulasi, yakni (1)
triangulasi data, (2) triangulasi peneliti, (3) triangulasi metodologis, (4) triangulasi
teoritis. Triangulasi ini merupakan teknik yang didasari dari pola piker fenomenologi
yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap,
diperlukan tidak hanya satu cara pandang.
Teknik triangulasi data menurut Patton (dalam Sutopo 2002) sering disenut
dengan triangulasi sumber. Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam
mengumpulkan data, peneliti wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia.
Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari
beberapa sumber data yang berbeda. Jadi, dalam aplikasinya, apa yang diperoleh dari
sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data
sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda jenisnya.
Berbeda dengan teknik triangulasi metode. Jenis triangulasi ini bisa dilakukan
oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan
teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Disini yang ditekankan adaah
penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih jelas untuk
diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapan
informasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Teknik triangulasi lain yang dapat dijadikan alat untuk menguji keabsahan
data adalah triagulasi peneliti. Yang dimaksud dengan cara triangulasi ini adalah hasil
penelitian baik data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya
bisa diuji keabsahannya dari beberapa peneliti. Dari pandangan dan tafsir yang
dilakukan oleh beberapa peneliti terhadap semua informasi yang berhasil digali dan
dikumpulkan berupa catatan, diharapkan bisa terjadi pertemuan pendapat yang pada
akhirnya bisa lebih memantapkan hasil penelitian.
Teknik triangulasi lain yang dapat dilakukan adalah triangulasi teori.
Triangulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu
teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Permasalahan yang dikaji dengan
berbagai macam teori tersebut akan diperoleh pandangan yang lebih lengkap, tidak
hanya sepihak sehingga bisa dianalisis dan ditarik simpulan yang lebih utuh dan
menyeluruh. Karena setiap pandangan teori selalu memiliki kekhususan cara pandang,
maka dengan menggunakan beberapa perspektif teori akan menghasilkan simpulan
yang multidimensi.
Dalam kaitannya dengan penelitian rancang bangun pesan SIEM dan SIPA ini,
peneliti menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teori. Triangulasi sumber
yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara,
merujuk pendapat dari buku-buku, dokumen-dokumen, serta jurnal-jurnal yang
relevan. Triangulasi teori dilakukan dengan cara membandingkan teori-teori yang
digunakan dengan temuan yang diperoleh di dalam penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB IV. PENYAJIAN DATA
Pada bab ini, peneliti akan mendeskripsikan data-data penelitian yang
berhasil dikumpulkan oleh peneliti. Didalam penelitian ini, terdapat 8 korpus yang
terdiri atas 2 poster SIPA, 3 poster SIEM dan 3 katalog SIEM. Dalam
mendeskripsikan korpus penelitian, peneliti akan melakukan pengamatan
berdasarkan teori periklanan. Dalam teori periklanan, terdapat sebuah teori
tentang desain iklan. Prinsip dasar desain dalam iklan adalah keseimbangan,
prinsip titik fokus, prinsip ritme, dan prinsip kesatuan. Prinsip-prinsip ini harus
diketahui untuk menghasilkan desain grafis iklan yang baik untuk tampilan iklan
(Suyanto, 2004:57). Prinsip keseimbangan adalah kesamaan distribusi dalam
bobot pesan visual dan verbal. Prinsip titik fokus adalah pesan fokus dalam
penyampaiannya. Ritme sendiri merupakan pola yang diciptakan dengan
mengulang atau membuat variasi elemen dengan pertimbangan yang diberikan
terhadap ruang yang ada diantaranya dan dengan membangun perasaan berpindah
dari satu elemen ke elemen lainnya. Dalam desain grafis, prinsip ritme yang baik
adalah mengerti perbedaan pengulangan dan variasi. Sementara prinsip kesatuan
dalam desain grafis adalah prinsip organisasi seluruh elemen dalam suatu
tampilan grafis. Untuk mencapai kesatuan ini, desainer harus mengerti tentang
garis, bentuk, warna, tekstur, kontras nilai, format, keseimbangan, titik fokus dan
ritme.
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
4.1. Korpus Poster SIPA 2009
Sumber: sipafestival.com/2011
Poster diatas adalah poster SIPA pertama. SIPA merupakan bentuk even
budaya yang khusus menampilkan seni pertunjukan. Yang mendasari
diselenggarakannya SIPA adalah bahwa seni pertunjukan tidak sekadar untuk
persoalan kesenian, namun seni pertunjukan yang sekaligus menjadi benang
merah dari semangat kebersamaan.
Penyelenggaraan SIPA pertama dilaksanakan pada tahun 2009.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ketua SIPA, Irawati Kusumorasri
pada tanggal 13 Juli 2011 pukul 12.46 WIB, SIPA nantinya diharapkan dapat
menjadi kebanggaan masyarakat Solo. Konsep penyelenggaraan SIPA adalah
even ini bukan milik Ketua SIPA, bukan milik panitia, bukan milik pemerintah
kota. Tetapi even ini adalah miliknya masyarakat Solo. Artinya ketika SIPA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
dilaksanakan, seluruh masyarakat Solo bergerak. Bergerak yang dimaksudkan
adalah bergerak dari sisi ekonomi. Meningkatnya jumlah pengunjung hotel di
Solo karena kehadiran delegasi dan penonton dari luar kota, meningkatnya
layanan jasa travel karena keberadaan event SIPA, meningkatnya jumlah
pengunjung di restoran akibat meningkatnya penonton SIPA yang hadir di Kota
Solo, meningkatnya penghasilan pengrajin souvenir karena penonton yang ingin
membeli souvenir SIPA, dll.
Desain poster SIPA 2009 seperti tercantum pada gambar diatas, peneliti
dapatkan dari sipafestival.com, situs resmi dari pelaksanaan SIPA di Solo. Poster
ini didistribusikan secara online. Cara online dilakukan dengan jalan
mencantumkannya pada situs resmi SIPA. Untuk tema dan pesan iklan pada SIPA
2009 memiliki desain yang sama, hanya medianya yang berbeda, salah satu media
tersebut adalah poster seperti yang nampak pada korpus pertama. Poster sebagai
media komunikasi below the line memiliki kelebihan yakni pembaca poster dapat
mengatur tempo ketika ia sedang membaca pesan dalam poster tersebut. Pembaca
poster dapat mengulang bacaannya kembali dan mengatur cara membaca.
Pembaca juga dapat dengan teliti membaca pesan iklan dan mengulang kembali
bagian-bagian dalam poster tersebut sesuai dengan keinginannya. Kelebihan lain
dari penggunaan poster sebagai media beriklan adalah sifat poster yang tercetak
sehingga pesan-pesannya bersifat permanen. Sifatnya yang permanen ini membuat
poster dapat terdokumentasi dengan baik
Disisi lain, penggunaan poster juga memiliki kelemahan, yakni
dibutuhkannya perhatian pembaca karena sifatnya yang tidak auditif. Untuk dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
membaca sebuah poster juga dibutuhkan imajinasi dari pembacanya sehingga
pembaca dapat memahami dengan baik pesan dalam poster tersebut. Kelemahan
lain yang dimiliki poster adalah pada proses distribusi. Penyebaran poster
membutuhkan waktu yang relatif lama dengan penentuan lokasi yang harus tepat
pula. Tujuannya agar pesan yang disampaikan sesuai dengan target audience.
Mengacu pada teori desain poster, dalam pengamatan peneliti, poster ini
menggunakan prinsip keseimbangan Band (Jewler&Drewniany, 2001:149). Band
merupakan salah satu jenis layout dasar iklan yang biasanya digunakan dalam
poster untuk media promosi. Layout Band adalah dengan membagi poster
kedalam dua bagian utama, bagian kanan untuk visual yakni endorser, ilustrasi,
dsb sedangkan bagian kiri untuk tulisan yang berisi pesan yang hendak
disampaikan.
Bagian kanan atas merupakan tema SIPA. Tema Art Brings Unity, Unity
Brings Harmony dicantumkan dengan memberikan penekanan berupa garis bawah
seperti nampak pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.1.1. Tema SIPA dalam Poster SIPA 2009
Pilihan huruf untuk tema SIPA 2009 keseluruhan hurufnya menggunakan
huruf kapital. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Huruf kapital
merupakan huruf yang berukuran dan berbentuk khusus (lebih besar daripada
huruf biasa), biasanya digunakan sebagai huruf pertama dalam kalimat, atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
digunakan pada huruf pertama untuk menuliskan nama diri. Huruf kapital dalam
bahasa popular disebut huruf besar. Penggunaan huruf kapital pada poster ini
berfungsi untuk menunjukkan tingkat pentingnya kata atau kalimat yang
dimaksud. Dengan demikian, penggunaan huruf kapital pada tema SIPA 2009
memiliki tujuan bahwa tema SIPA 2009 adalah penting untuk diperhatikan.
Bagian kanan dibawah tema SIPA, terdapat visualisasi seorang penari,
seperti tampak pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.1.2. Visualisasi Penari
Seorang penari divisualisasikan dalam poster SIPA 2009 sedang
melakukan satu gerakan tari tertentu. Sang penari diperlihatkan sedang melirik ke
sudut kiri atas. Lirikan mata ini sinergi dengan gerakan tangan sang penari yang
berada di posisi kanan bawah. Sudut pengambilan gambar nampak diambil dari
sisi bawah kanan atau disebut dengan low angle. Teknik pengambilan gambar
tersebut dimaksudkan untuk membuat gambar atau visualisasi nampak lebih besar
dari sebenarnya atau menunjukkan keagungan atau kemegahan. Peneliti
mengamati bahwa tujuan tersebut juga berlaku pada visualisasi sang penari pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
poster SIPA 2009 yakni ingin mendapatkan kesan kemegahan atau keagungan.
Dari sisi busana dan riasan sang penari digambarkan menggunakan busana tari
kontemporer berikut dengan mahkota dan riasan yang digunakan. Hal ini
mengindikasikan dinamika seni tari yang berpadu dalam busana dan riasan pada
seni tari itu sendiri.
Bagian kedua pada poster SIPA adalah disisi kiri dari poster. pada bagian
kiri poster terdapat ornamen seperti ranting pada buah anggur yang menjalar.
Visualisasi ornament tersebut seperti yang nampak pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.1.3. Ornamen Poster SIPA 2009
Ornamen pada SIPA 2009 berada di pojok kiri poster. Ornamen tersebut
digambarkan sebagai ikon dari ranting yang menjalar. Ranting yang menjalar ini
dapat kita temukan misalnya pada tanaman buah anggur. Tanaman buah anggur
memiliki ranting yang menjalar. Bentuk tanaman menjalar pada desain mengacu
pada gaya Art Nouveau. Art Nouveau merupakan salah satu aliran gaya desain
yang berkembang sekitar tahun 1890 sampai dengan 1914 bersamaan dengan
inovasi sinema (Sembach, 2002:8). Art Nouveau dimaksudkan untuk mewakili
perkembangan sosial baru, teknologi baru, dan semangat ekspresi yang baru.
Dibawah ornamen ikon ranting tanaman menjalar, terdapat tulisan acara,
yakni SIPA sekaligus nama panjang dari acara ini. Nama acara tersebut dapat
dilihat seperti pada gambar di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 4.1.4. Nama Acara
SIPA merupakan inti acara kegiatan ini. SIPA merupakan kependekan dari
Solo International Performing Arts. Pada bagian ini, nama SIPA dibuat dengan
huruf kapital dan memiliki ukuran huruf yang paling besar dalam poster.
penggunaan huruf kapital dan ukuran yang paling besar dimaksudkan untuk
menunjukkan acara yang akan dilaksanakan. Dalam konsep desain iklan,
penggunaan ukuran dalam huruf besar merupakan sebuah headline. Headline
merupakan inti dari pesan dalam sebuah konsep iklan. Headline dapat berfungsi
untuk menarik perhatian pembaca, membawa pembaca ke pesan lain dalam
sebuah iklan (body teks), mengkomunikasikan keuntungan dari produk atau jasa
yang ditawarkan, memperkuat nama merk atau nama acara, membuat hubungan
(connection) dengan pembaca, serta memperluas makna visual (Jewler &
Drewniany, 2001:110). Dalam pengamatan peneliti, kelima fungsi headline
tersebut memenuhi fungsi desain poster SIPA 2009. Poster SIPA dalam
pengamatan konsep desainnya mampu menarik perhatian pembaca melalui
penggunaan warna dan pesan verbal yang singkat dan jelas. Poster tersebut juga
mampu membawa pembaca ke pesan lain dalam sebuah iklan (body teks) dengan
cara menghubungkan pesan di dalam poster tersebut dengan penyelenggaraan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
SIPA. Keuntungan jasa juga ditawarkan lewat poster SIPA ini dengan produksi
poster yang dapat membawa keuntungan finansial bagi percetakan serta
keuntungan immaterial bagi masyarakat Solo dengan menjadikan SIPA sebagai
even milik Solo. Dan keuntungan terakhir adalah lewat poster ini mampu
memperkuat nama merk atau nama acara, membuat hubungan (connection)
dengan pembaca, serta memperluas makna visual ke dalam konsep branding Kota
Solo sebagai Kota Budaya.
Bagian kiri poster setelah nama acara adalah lokasi, tanggal pelaksanaan
dan waktu pelaksanaan SIPA, seperti yang nampak pada gamabr di bawah ini:
Gambar 4.1.5. Gambar lokasi, tanggal dan waktu pelaksanaan SIPA 2009
Pada bagian ini, lokasi penyelenggaraan SIPA 2009 dipilih di Pamedan
Pura Mangkunegaran. Pura Mangkunegaran merupakan salah satu Keraton yang
berada di Kota Solo. Pura Mangkunegaran menjadi tempat wisata favorit bagi
wisatawan mancanegara maupun domestik ketika mereka berkunjung ke Solo. Hal
ini disebabkan karena Pura Mangkunegaran menjadi ikon Kota Solo, baik itu ikon
wisata maupun ikon budaya Solo.
Selain menunjukkan lokasi, bagian selanjutnya yang tertulis dalam poster
SIPA 2009 adalah tanggal pelaksanaan SIPA. Pada SIPA pertama ini, tanggal 7 –
10 Agustus 2009 dianggap sebagai tanggal yang tepat bagi penyelenggaraan acara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
ini. Pada bulan Agustus, dalam kalender pendidikan, merupakan bulan kenaikan
kelas, kelulusan siswa dan liburan semester perguruan tinggi. Dengan alasan ini
pula, maka acara dilaksanakan pada tanggal dan bulan tersebut dengan harapan
bahwa banyak dari masyarakat Solo dan sekitarnya yang datang dan menyaksikan
SIPA. Sementara itu, waktu pelaksanaan SIPA dipilih malam hari, yakni pukul
19.00 WIB atau pukul 7 malam. Waktu malam hari dipilih karena pada malam
hari, seluruh aktivitas pendidikan maupun aktivitas kerja sudah berakhir, sehingga
seluruh masyarakat Solo dan dari luar Solo dapat menikmati acara ini dengan
baik.
Bagian terakhir dalam poster SIPA 2009 adalah sponsor acara ini.
Pencantuman sponsor berada di posisi kiri bawah pojok. Sponsor SIPA 2009
nampak seperti gambar di bawah ini:
Gambar 4.1.6. Sponsor SIPA 2009
Ada tiga sponsor utama dalam penyelenggaraan SIPA 2009, mereka
adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, kursus tari Semarak Candra Kirana Art
Center, dan SIPA Community. Sponsor utama ini muncul dalam poster dalam
bentuk simbol sekaligus indeks melalui logonya masing-masing.
Secara keseluruhan, poster SIPA menggunakan warna emas sebagai warna
dasar dari poster SIPA 2009. Warna emas yang ditampilkan dalam SIPA pertama
menyimbolkan kekayaan (Hindarto, 2006:38). Warna emas juga dikaitkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
makna elegan, citra high class atau citra kelas atas (Sutiono, 2009:200). Dari
beberapa rujukan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan warna emas
pada desain poster SIPA 2009 ingin memberikan kesan elegan, citra high class,
kejayaan, keagungan, kemewahan dan kemegahan sebuah even yang diklaim
sebagai even berskala internasional.
4.2. Korpus Poster SIPA 2010
Sumber: sipafestival.com/2011
Gambar diatas adalah poster SIPA kedua yang dilaksanakan pada tahun
2010. Poster SIPA 2010 ini peneliti dapatkan dari situs sipafestival.com, sebuah
situs resmi dari penyelenggaraan SIPA. Konsep SIPA 2010 disemua publikasi
sama, hanya media yang digunakan saja yang berbeda, dan masih konsisten
seperti pada SIPA 2009, panitia penyelenggara menggunakan desain poster
dengan menggunakan prinsip keseimbangan Band (Jewler&Drewniany,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
2001:149). Band merupakan salah satu jenis layout dasar iklan yang biasanya
digunakan dalam poster untuk media promosi. Layout Band adalah dengan
membagi poster kedalam dua bagian utama, bagian kanan untuk visual yakni
endorser dan ilustrasi sedangkan bagian kiri untuk tulisan yang berisi pesan yang
hendak disampaikan. Perbedaan dalam desain poster SIPA pertama adalah
penempatan visualisasi dan informasi SIPA. Jika SIPA 2009 menggunakan bagian
kanan poster untuk menempatkan visualisasinya, maka pda poster SIPA 2010 kali
ini, sisi kanan poster digunakan untuk pemberian informasi acara. Dan begitu pula
sebaliknya, pada poster SIPA 2010, pada sisi kiri digunakan untuk penempatan
visual atau gambar, sementara di poster SIPA 2009 di bagian kiri digunakan
sebagai tempat untuk menyampaikan informasi mengenai acara SIPA. Untuk
selanjutnya, peneliti akan mengamati bagian demi bagian dalam poster ini.
Bagian pertama yang peneliti amati adalah di bagian kanan poster, posisi
utama ditempatkan nama acara dan nama panjang acara seperti tampak pada
gambar dibawah ini:
Gambar 4.2.1. Nama Acara
Gambar diatas adalah nama acara, yakni SIPA sekaligus nama panjang
acara yaitu Solo International Performing Arts. Posisi nama acara ini berbeda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dengan posisi di poster SIPA 2009. Jika di poster SIPA 2009, nama acara berada
di bagian kanan tengah, pada poster SIPA 2010, posisinya di kanan atas. Hal ini
mengindikasikan pentingnya nama acara ini sekaligus menunjukkan headline dari
poster tersebut. Peneliti masih sependapat dengan Jewler dan Drewniany
(2001:110) bahwa headline dapat berfungsi untuk menarik perhatian pembaca,
membawa pembaca ke pesan lain dalam sebuah iklan (body teks),
mengkomunikasikan keuntungan dari produk atau jasa yang ditawarkan,
memperkuat nama merk atau nama acara, membuat hubungan (connection)
dengan pembaca, serta memperluas makna visual. Dalam pengamatan peneliti,
kelima fungsi headline tersebut memenuhi fungsi desain poster SIPA 2010.
Bagian kedua dari poster setelah pencantuman nama acara adalah lokasi
pelaksanaan, tanggal pelaksanaan waktu dan pelaksanaan, seperti tampak pada
gambar dibawah ini:
Gambar 4.2.2. Lokasi, tanggal pelaksanaan dan waktu pelaksanaan
Body teks pada poster ini adalah penyebutan nama tempat pelaksanaan
acara, tanggal pelaksanaan dan waktu pelaksanaan. Pamedan Istana Mangkunegan
Solo masih menjadi pilihan panitia SIPA untuk melaksanakan acara ini. Masih
konsisten dengan lokasi SIPA pertama, SIPA kedua juga memilih Pamedan Istana
Mangkunegaran sebagai pilihan lokasi yang dianggap tepat untuk berlangsungnya
acara. Seperti yang telah peneliti sampaikan sebelumnya bahwa lokasi tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
merupakan salah satu ikon Kota Solo. Mangkunegaran sebagai ikon wisata Solo
sekaligus ikon budaya Solo. Lokasinya yang tidak jauh dari jalan utama Kota Solo
juga menjadi alasan dipilihnya tempat ini untuk melaksanakan SIPA.
Bagian ketiga dari poster SIPA 2010 adalah penempatan sponsor utama
acara. Logo sponsor sebagai indeks dan simbol sekaligus ditempatkan pada bagian
pojok kanan bawah. Tulisan tidak terlalu besar dan bahkan ukuran tulisan maupun
logo lebih kecil jika dibandingkan dengan tulisan lain yang ada di dalam poster.
gambar sponsor utama dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 4.2.3. Sponsor SIPA 2010
Gambar tersebut adalah gambar sponsor utama SIPA 2010. Sama halnya
dengan penyelenggaraan SIPA 2009, SIPA 2010 kali ini masi disponsori oleh tiga
sponsor utama yakni Pemkot Solo, Semarak Candra Kirana Art Center dan SIPA
Community. Sponsor mencantumkan logonya dalam penyelenggaraan SIPA
sebagai wujud terlibatnya ketiga sponsor dalam SIPA 2010 ini. Logo sponsor
dalam konteks semiotika Pierce dapat dikategorikan sebagai simbol sekaligus
sebagai indeks. Sebagai simbol dan indek, ia menjadi simbol dan rujukan terhadap
institusi atau organisasi yang diwakilinya.
Beralih ke bagian sisi kiri dari poster SIPA 2010, terdapat tema SIPA dan
visualisasi SIPA 2010. Gambar tema SIPA 2010 dapat kita amati seperti di bawah
ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Gambar 4.2.4. Tema SIPA 2010
Tema SIPA 2010 adalah Nature Inspires The Soul of Arts. Pilihan jenis
hurufnya adalah cetak miring atau italic dan menggunakan jenis huruf untuk
menulis judul. Hal ini berbeda dengan SIPA 2009 yang menggunakan jenis huruf
kapital untuk penulisan temanya. Di sisi lain, penulisan tema pada SIPA 2010
masih konsisten dengan penulisan tema SIPA 2009 yakni dengan menggunakan
garis bawah atau underline pada penulisan kalimatnya. Garis bawah ini, dalam
pengamatan peneliti, hendak menunjukkan bahwa kalimat tersebut penting dan
diharapkan menjadi pusat perhatian. Mengingat kalimat tersebut adalah tema
SIPA 2010, maka dalam pandangan penulis, penggunaan garis bawah pada
kalimat tersebut telah sesuai.
Bagian selanjutnya di sisi kiri poster setelah tema adalah visualisasi ikon
dari penari. Visualisasi tersebut seperti nampak pada gambar di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Gambar 4.2.5 Visualisasi penari pada poster SIPA 2010
Gambar diatas merupakan ikon dari penari. Penari dipilih sebagai
visualisasi karena disesuaikan dengan acara SIPA yakni festival seni tari. Penari
dalam visualisasi ini digambarkan sedang melakukan salah satu gerakan tari. Ia
memegang seuntai padi yang telah menguning, yakni padi yang siap panen.
Busana yang dikenakan masih mengikuti model busana kemben khas busana
perempuan Jawa, namun aksesori yang dipakai di bagian kepala penari merupakan
aksesoris modifikasi. Penari yang dipilih berjenis kelamin perempuan dan sudah
popular di kalangan masyarakat Solo. Penari tersebut adalah Sruti Respati. Sruti
Respati adalah sinden yang berasal dari Kota Solo. Pemilihan orang terkenal
dalam iklan memang memberikan keuntungan. Keuntungan tersebut salah satunya
berupa stopping point yakni perhatian audience dapat dengan mudah didapatkan
karena audience langsung memperhatikan tokoh dalam sebuah media iklan
(Jewler & Drewniany, 2001:8).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Secara keseluruhan, poster ini didominasi oleh warna hijau. Warna hijau
menjadi latar belakang dari poster. warna hijau ini diambil dari warna sawah yang
baru saja ditanami padi. Sawah menjadi pilihan untuk dijadikan tema SIPA 2010
ini karena dianggap mampu mewakili lokalitas masyarakat Indonesia yang
sebagian besar mata pencaharian penduduknya dengan bertani
(www.metrotvnews.com/2012). Indonesia juga disebut sebagai negara agraris
karena mengandalkan sektor pertanian untuk kegiatan ekonominya. Sejalan
dengan pandangan ini, Kusrianto (2007) menyatakan tentang konsep warna pada
desain, bahwa warna hijau pun juga selalu dikaitkan dengan warna alam yang
menyegarkan. Warna hijau dianggap mampu membangkitkan energi dan mampu
memberi efek menenangkan, menyejukkan dan menyeimbangkan emosi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
4.3. Korpus Poster SIEM 2007
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Korpus tiga merupakan poster SIEM 2007. Poster ini dipasang di beberapa
titik strategis di Kota Solo. SIEM tahun 2007 merupakan SIEM yang pertama kali
digelar di Solo. SIEM pertama ini awalnya diselenggarakan oleh Pemkot Solo.
Even SIEM berikutnya yakni di tahun 2008 dan 2010, SIEM dilaksanakan oleh
pihak swasta dengan mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kota Surakarta.
Berkaitan dengan poster SIEM tersebut. pemilihan poster dalam beberapa
hal merupakan media below the line yang cukup efektif. Poster sebagai media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
komunikasi massa memiliki nilai penting dalam meningkatkan awareness atau
kesadaran pada khalayak. Yang dimaksud dengan awareness adalah tumbuhnya
kesadaran pada benak khalayak bahwa sebuah acara akan terselenggara sesuai
dengan informasi yang terkandung di dalam poster tersebut. Selain itu, poster
sebagai media luar ruang memiliki keunggulan menarik perhatian konsumen
dalam waktu singkat karena letaknya di pinggir-pinggir jalan utama. Dalam
konteks politik, poster kerapkali digunakan oleh calon wakil rakyat karena
sifatnya yang mampu memberikan pencitraan secara instan. Dalam waktu sekejap,
seseorang yang muncul dalam poster tersebut dapat dikenali dengan mudah.
Namun, selain kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh poster, tetap saja dalam
penggunaannya, poster juga memiliki kelemahan. Pesannya yang singkat dapat
membuat khalayak kesulitan untuk mengartikulasikannya lebih jauh. Apalagi jika
poster tersebut dipasang di pinggir-pinggir jalan yang artinya khalayak melewati
poster tersebut sepintas lalu saja. Pengartikulasian khalayak akan semakin kabur
pada posisi ini.
Secara keseluruhan, konsep desain poster SIEM 2007 ini adalah
menggunakan prinsip keseimbangan Silhouette (Jewler&Drewniany, 2001:149).
Prinsip keseimbangan Silhouette merupakan salah satu jenis layout dasar iklan
yang biasanya digunakan dalam poster sebagai media promosi. Layout Silhouette
adalah dengan membagi poster ke dalam tiga bagian utama, bagian atas sebagai
informasi utama atau headline, bagian kiri poster adalah gambar atau ilustrasi dan
bagian sisi kanan poster adalah informasi tambahan atau body teks. Poster ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
memiliki ukuran sedang A2 (42 x 59.4 cm) dengan jenis kertas Art Paper 100
gram.
Bagian atas poster adalah informasi utama mengenai SIEM 2007.
Informasi yang disampaikan pada bagian utama tersebut adalah nama acara dan
jenis acara. Gambar nama acara dan jenis kegiatan tersebut dapat dilihat seperti
pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.3.1.Gambar nama acara dan jenis kegiatan
Setidaknya terdapat tiga konsep pada nama acara tersebut, yakni Solo,
International dan Ethnic Music. Solo dalam konsep semiotika Pierce merupakan
sebuah indeks yang merujuk pada nama tempat dan penyelenggara acara, yakni
Kota Solo. International merupakan sebuah indeks yang mengacu pada skala
penyelenggaraan acara yakni bertaraf internasional, yakni mengajak semua musisi
dan penyanyi dari seluruh dunia untuk bergabung dalam acara ini. Ethnic Music
sendiri adalah sebuah indeks yang mengacu pada salah satu jenis musik yang
dikonsepsikan sebagai jenis musik khas daerah atau khas negara tertentu.
Selain nama acara, terdapat pencantuman jenis kegiatan acara. Acara ini
diselenggarakan dengan dua kegiatan utama, yakni Festival dan Konferensi. Kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
“festival” dalam KBBI berasal dari Bahasa Latin festa yang memiliki makna sama
dengan kata pesta. Secara umum, yang dimaksud dengan festival adalah
sayembara atau perlombaan. Festival dapat dimaknai pula sebagai pesta besar atau
sebuah acara meriah yang diselenggarakan dalam rangka memperingati sesuatu
hal atau satu hari yang bersejarah seperti hari kemerdekaan atau hari kelahiran.
Pesta ini dapat berlangsung selama satu atau beberapa hari dalam seminggu.
Untuk festival yang dilaksanakan oleh SIEM 2007 sendiri bukan ditujukan untuk
sayembara atau perlombaan tetapi sebagai rangkaian pertunjukan musik etnik dari
berbagai belahan dunia. Festival ini dilaksanakan sebagai kegiatan wisata atau
promosi Kota Solo sebagai Kota Budaya.
Kegiatan yang dilakukan SIEM 2007 selain mengadakan festival musik
etnik adalah dengan mengadakan konferensi. Secara umum, yang dimaksud
dengan konferensi adalah rapat atau pertemuan untuk merundingkan sebuah hal
atau dapat juga sebagai tempat bertukar pendapat mengenai suatu masalah yang
dihadapi bersama. Dalam pelaksanaan SIEM tahun 2007 ini, konferensi yang
diadakan adalah konferensi musik dalam bentuk temu dialog para pelaku, pemikir,
kritikus, dan pengamat musik nusantara dan internasional dalam menghadapi
tantangan kini dan ke depan. Konferensi tersebut digelar pada tanggal 2 s.d. 5
September 2007 pada pagi hari pukul 10.00-13.00 WIB dengan panelis Ramon
P.Santos (Philipina), Mara Hakim, Goh Hing Lee, James F Sundah, Slamet Abdul
Syukur, Purwanti Kusumaningtyas, dan Endo Swondo. Selain itu juga hadir
beberapa panelis di luar disiplin musik, diantaranya adalah Tung Desem Waringin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
(http://selebriti.kapanlagi.com/indonesia/i/iga_mawarni/berita/2007 diunduh
tanggal 26 Mei 2012 pukul 18.45 WIB).
Mengenai penggunaan huruf pada nama acara tersebut, huruf yang
digunakan adalah jenis Times New Roman. Jenis huruf ini mengacu pada sifatnya
yang formal. Nama acara ini juga dibuat dengan huruf kapital dengan ukuran
huruf paling besar jika dibandingkan dengan ukuran huruf dalam poster tersebut.
Penggunaan huruf kapital dan ukuran yang besar memiliki arti bahwa nama acara
ini penting dan menjadi fokus utama informasi pada poster.
Informasi utama lainnya setelah nama acara dan jenis kegiatan adalah
informasi tentang tema acara. Gambar tema acara SIEM 2007 adalah sebagai
berikut :
Gambar 4.3.2.Gambar tema acara SIEM 2007
Tema SIEM pertama ini adalah “Merajut Kebhinnekaan Budaya Bangsa
dan Hubungan Internasional”. Tema tersebut diangkat sebagai wujud semangat
untuk menyatukan musisi nasional dan internasional, dalam sebuah wadah festival
dan konferensi musik etnik internasional. Tema ini juga diangkat karena untuk
pertama kalinya SIEM diadakan di Kota Solo, sehingga Kota Solo sebagai
penyelenggara ingin memperkenalkan diri dan membina hubungan yang baik
dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Di sisi kanan atas pada informasi utama poster SIEM 2007 adalah logo
SIEM. Gambar logo SIEM adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3.3. Gambar logo SIEM
Logo SIEM ini memiliki 4 bagian utama, yakni gambar lingkaran
berwarna biru yang merupakan indeks dari bumi atau bola dunia, dan 3 pita yang
mengitari lingkaran yang berwarna merah, kuning dan putih. Warna pita ini
merupakan indeks yang mengacu pada keragaman ras di dunia. Warna merah
mengacu pada ras Negroid di belahan bumi Afrika, warna kuning mengacu pada
ras Mongoloid yakni ras manusia yang berada di wilayah Asia Timur dan warna
putih mengacu pada ras Kaukasoid yang berada di wilayah benua Amerika dan
Eropa. Melalui indeks ini, pesan yang disampaikan adalah SIEM menjadi wadah
musisi dunia dari berbagai suku bangsa dunia untuk bergabung bersama-sama dan
menikmati musik ethnic bersama di Kota Solo.
Masuk ke bagian kedua pada poster SIEM 2007 terdapat ikon seorang
laki-laki yang digambarkan sedang meniup terompet. Gambar sosok laki-laki
tersebut dapat kita amati sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Gambar 4.3.4. Gambar Endorser SIEM
Dalam visualisasi tersebut, diperlihatkan sosok laki-laki yang bertelanjang
dada sedang meniup benda mirip terompet. Terompet itu diarahkan ke atas diikuti
dengan pandangan mata keatas dan posisi badan menghadap ke atas. Teknik
pengambilan foto laki-laki tersebut hanya setengah badan. Secara keseluruhan,
gambar sosok laki-laki tersebut hampir memenuhi bagian kiri poster. Dengan
pengamatan ini, peneliti menyimpulkan bahwa dengan benda yang dibawa oleh
endorser iklan tersebut hendak menyampaikan pesan bahwa acara musik hendak
dilaksanakan di Kota Solo. Kabar perhelatan musik ini ingin disampaikan dan
diharapkan didengar oleh semua orang, oleh karena itu terompet pun dihadapkan
ke atas seolah-olah hendak mengumandangkan berita ini kepada semua orang di
seluruh penjuru dunia.
Bagian selanjutnya pada sisi kanan poster adalah nama-nama negara
peserta SIEM dan nama-nama peserta SIEM 2007. Nama negara dan nama peserta
ini dapat kita lihat pada gambar berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Gambar 4.3.5. Gambar Peserta SIEM
Pada gambar tersebut terlihat jelas nama-nama negara peserta SIEM dan
nama penampil dalam SIEM 2007. Negara peserta SIEM 2007 adalah Belanda,
Iraq, Yunani, Australia, Korea, Bengali, India, Philipina, Papua, Kalimantan,
Padangpanjang, Makassar, Bandung, Palu Aceh, dan tuan rumah SIEM yakni
Solo. Sedangkan nama peserta festival adalah Dwiki Dharmawan & The Next
Generation, Sawung Jabo & Yayi Kakung Group, “Gan” Gilang Ramadhan dan “
Kua Etnika” Djadug Ferianto. Nama negara dan nama peserta dicantumkan
dengan maksud untuk menarik perhatian dan minat masyarakat Solo agar hadir di
acara ini. Ditampilkannya nama-nama negara dan nama peserta SIEM karena
perwakilan negara-negara peserta tersebut berasal dari luar Indonesia selain
karena popularitas para peserta SIEM yang dikenal di seluruh Indonesia. Nama-
nama seperti Dwiki Dharmawan, Sawung Jabo, Gilang Ramadhan dan Djadug
Ferianto merupakan nama-nama musisi terkenal asal Indonesia. Jewler dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Drewniany (2001) menyebutkan bahwa dengan mencantumkan dan
mendatangkan selebritas pada konsep desain promosi, dapat memberikan efek
stopping point, yakni mampu membuat pembaca iklan atau penonton untuk
berhenti membaca iklan tersebut.
Pencantuman tanggal pelaksanaan dan tempat pelaksanaan SIEM 2007
merupakan pencatuman informasi dalam poster setelah pencantuman nama-nama
negara peserta dari dalam dan luar negeri. Tanggal pelaksanaan dan tempat
pelaksanaan SIEM dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.3.6 Gambar tanggal pelaksanaan dan lokasi pelaksanaan SIEM 2007
SIEM 2007 mengambil lokasi di Benteng Vastenburg, Solo. Benteng
Vastenburg merupakan salah satu tempat cagar budaya yang ada di Kota Solo.
Benteng ini berlokasi di kawasan Gladak, Surakarta. Benteng ini didirikan pada
masa pemerintahan penjajah Belanda atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van
Imhoff. Benteng Vastenburg memiliki fungsi sebagai tempat orang-orang Belanda
untuk mengawasi penguasa Surakarta. Di seberang Benteng ini, terletak kediaman
Gubernur Belanda yang saat ini telah menjadi kantor Balaikota Surakarta. Setelah
kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Benteng ini digunakan sebagai markas
TNI untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada masa 1970 s.d. 1980-an
bangunan ini digunakan sebagai tempat pelatihan keprajuritan dan pusat Brigade
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Infanteri 6/Trisakti Baladaya Kostrad untuk wilayah Karesidenan Surakarta dan
sekitarnya.
Mengenai tanggal pelaksanaan SIEM, awalnya pelaksanaan SIEM
direncanakan diadakan pada bulan Agustus, namun karena adanya beberapa
alasan, sehingga waktu pelaksanaan menjadi bulan September. Bulan September
dipilih karena pada bulan ini merupakan masa-masa awal semester baru bari
mahasiswa dan awal-awal masa sekolah tingkat dasar hingga tingkat menengah.
Sesuai dengan kalender pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) hingga jenjang
Sekolah Menengah Atas (SMA) di seluruh wilayah Indonesia, siswa memulai
proses belajar mengajar pada bulan Juli tahun berlangsung dan berakhir pada
bulan Juli pada tahun yang akan datang. SIEM memanfaatkan momen awal masuk
sekolah karena panitia menganggap beban studi masih belum begitu banyak.
SIEM menjadi pilihan bagi masyarakat Solo, khususnya bagi para siswa dan
orang tua untuk mengisi waktu-waktu senggang mereka dengan melihat acara
SIEM.
Selain pencantuman lokasi dan tanggal pelaksanaan SIEM juga disebutkan
alamat website dari panitia SIEM. Website kini menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern, termasuk bagi masyarakat Solo.
Dengan adanya alamat website tersebut, masyarakat yang ingin mengetahui
informasi mengenai acara ini diarahkan untuk membuka website
www.siemfc.com.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Bagian paling bawah dari poster yang membentang dari ujung kiri poster
hingga ujung paling kanan poster terdapat logo para sponsor SIEM 2007. Gamabr
logo sponsor SIEM 2007 adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3.7. Gambar nama negara dan nama peserta SIEM 2007
Gambar tersebut merupakan logo para sponsor SIEM 2007. Logo dalam
konsep semiotika Pierce merupakan simbol sekaligus indeks. Sebagai simbol,
logo memiliki makna eksistensi dari sebuah lembaga atau instansi. Sebagai
indeks, logo merujuk pada lembaga atau instansi yang diwakilinya. Logo para
sponsor yang terantum pada poster tersebut adalah logo PTPN Radio, Ria FM,
Matton Film Production, Garasi Indie Production, Mulia Electronic, Courts, Solo
Radio, Sumber Ria Sound, Metta FM, logo Pemkot Solo, Kita FM, dan Kaos
Oblong. Yang menarik pada pencantuman logo sponsor pada poster ini adalah
logo Pemkot Solo yang disejajarkan dengan logo sponsor lain dalam SIEM 2007.
Berbeda dengan SIPA, logo Pemkot Solo pada poster SIPA dicantumkan menjadi
bagian dari visual poster dan disejajarkan dengan komunitas penyelenggara SIPA
dan kursus tari yang menjadi sponsor SIPA, bukan disejajarkan dengan sponsor-
sponsor lain di SIPA. Pencantuman logo Pemkot Solo pada poster SIEM ini
memunculkan pemaknaan terhadap kontribusi yang dilakukan oleh Pemkot pada
penyelenggaraan acara SIEM. Dalam pengamatan penulis, Pemkot Solo pada
penyelenggaraan SIEM memiliki kontribusi yang sama dengan sponsor lain pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
SIEM, sementara pada penyelenggaraan SIPA, Pemkot Solo memberikan
kontribusi besar sehingga logo yang dicantumkan diberi porsi sesuai dengan
kontribusi.
Pada poster SIEM 2007 ini secara keseluruhan menggunakan warna dasar
atau background berwarna hitam. Dalam kebanyakan kebudayaan, warna hitam
dianggap sebagai warna yang membawa kesan kesedihan, kejahatan dan
kematian, hal ini kemungkinan karena warna hitam merupakan warna yang kita
lihat di malam hari sehingga menimbulkan kesan tersebut. Namun di sisi lain,
warna hitam dapat juga menggambarkan immortality (keabadian). Warna hitam
juga memiliki daya tarik artistik yang tinggi. Warna hitam digemari karena
menampilkan kesan elegan dan mewah. Dengan demikian, pada poster SIEM
2007 ini nampaknya kesan elegan dan mewah yang ingin coba disampaikan
panitia kepada audience.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
4.4. Korpus Poster SIEM 2008
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Korpus keempat dalam penelitian ini adalah poster SIEM 2008. Poster ini
memiliki ukuran sedang A2 (42 x 59.4 cm) dengan jenis kertas Art Paper 100
gram. Peneliti mendapatkan poster ini dari panitia SIEM. SIEM tahun 2008 ini
menurut pengakuan Ketua SIEM, Putut H Pramono pada situs resmi SIEM, tidak
menggunakan spanduk, umbul-umbul dan baliho untuk sosialisasi festival kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
khalayak. Alasannya karena pemasangan media-media promosi tersebut, hanya
akan menambah kotor kota. Selanjutnya panitia menarik perhatian masyarakat
untuk menonton SIEM ini adalah dengan mengadakan acara pre-event dan
membuat promosi dalam bentuk lain yang tidak memproduksi sampah.
Konsep desain iklan SIEM 2008 kali ini menggunakan desain layout
prinsip keseimbangan Band (Jewler&Drewniany, 2001:149). Band merupakan
salah satu jenis layout dasar iklan yang biasanya digunakan dalam baliho atau
poster sebagi media promosi. Layout Band adalah dengan membagi baliho ke
dalam dua bagian utama, bagian kiri untuk visual yakni endorser, ilustrasi, dsb
sedangkan bagian kanan digunakan untuk tulisan yang berisi pesan-pesan yang
hendak disampaikan.
Seperti yang telah penulis sampaikan bahwa tipe desain poster SIEM 2008
ini menggunakan jenis desain Band, maka poster ini terbagi menjadi dua bagian,
bagian ilustrasi dan bagian informasi. Pada bagian ilustrasi, terdapat sebuah ikon
remaja laki-laki yang bertelanjang dada, menggunakan sarung batik bermotif
parang dan memegang garputala. Gambar ikon tersebut dapat terlihat seperti
gambar berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Gambar 4.4.1 Gambar endorser poster SIEM 2008
Penggunaan tokoh remaja dalam pandangan umum berbicara mengenai
perkembangan remaja itu sendiri. Masa remaja biasanya diasumsikan dengan
masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, dan dalam masa transisi
tersebut remaja menjajaki alternative dan mencoba berbagai pilihan sebagai
bagian dari perkembangan identitas (Santrock, 2003:16). SIEM seperti yang telah
penulis sampaikan sebelumnya, disimbolkan sebagai seorang remaja, karena
SIEM baru dua kali diselenggaran. SIEM dalam masa transisi dan dalam masa
perkembangan identitas untuk menjadi matang. Sehingga dalam pandangan
peneliti, penggunaan tokoh remaja ini hendak mengasosiasikan SIEM yang tengah
menginjak masa remaja.
Pada poster tersebut dipilih remaja laki-laki. Pemilihan tokoh laki-laki ini
untuk menunjukkan citra maskulin. Bahwa dalam penguasaan alat musik, laki-laki
lebih berkembang daripada perempuan. Keunggulan dalam penguasaan musik ini
muncul pula pada poster, yakni endorser tersebut memegang garputala. Garputala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
merupakan alat yang berbentuk seperti garpu bergigi dua (atau berbentuk huruf Y)
dan beresonansi pada frekuensi tertentu bila dihentakkan pada suatu benda.
Garputala berfungsi untuk mencari nada pada musik atau nada suara manusia.
Alat ini sering digunakan oleh konduktor paduan suara untuk mencari nada dasar
lagu pada saat paduan suara tersebut hendak menyanyikan lagu. Garputala dengan
demikian sebagai petanda dari acara yang akan dilaksanakan, yakni acara festival
musik, sekaligus sebagai petanda bahwa laki-laki lebih bisa menguasai alat-alat
musik daripada perempuan. Berbeda dengan SIPA yang dalam dua tahun
penggunaan ikonnya menggunakan ikon perempuan dengan tujuan membangun
citra feminin. Hal ini dapat terlihat pada endorser yang digunakan selama dua
tahun berturut-turut. Seni tari kerapkali diasosiasikan dengan gemulai, lentik dan
lemah lembut yang merupakan ciri feminitas.
Ekspresi wajah yang ditampilkan endorser tersebut adalah dahi agak
berkerut dengan alis mata yang agak sedikit dinaikkan, pandangan mata melirik
ke samping. Ekspresi wajah seperti ini adalah ekspresi wajah seseorang yang
sedang berpikir. Dengan tangan membawa garputala yang posisinya berada di
samping telinga, menciptakan makna bahwa endorser sedang berpikir untuk
mencari nada yang sesuai yang diperoleh dari garputala tersebut. Pencarian nada
merupakan hal yang penting pada pertunjukan musik dan vocal group.
Mengenai busana yang digunakan oleh endorser ini adalah busana
„basahan‟. „Basahan‟ pada busana laki-laki, dalam konteks kultur Jawa, berarti
tidak mengenakan baju atau bertelanjang dada, sementara bagian bawah
menggunakan „jarik‟. „Jarik‟ adalah kain panjang yang dikenakan untuk menutupi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
tubuh sepanjang kaki. „Jarik‟ dalam konteks budaya Jawa merupakan busana khas
yang digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. „Jarik‟ bukan hanya kain
panjang polos, namun kain panjang bermotif. Motif yang digunakan adalah motif
batik. Batik juga merupakan motif khas masyarakat Indonesia, termasuk di Jawa.
Jawa merupakan ikon batik di Indonesia. Endorser pada poster SIEM 2008
menggunakan „jarik‟ dengan motif „Parang‟. Kata „Parang‟ berasal dari kata
„pereng‟ yang berarti „lereng‟. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun
dari tinggi ke rendah dalam bentuk diagonal. Susunan motif ini seperti berbentuk
huruf „S‟ yang jalin-menjalin tidak terputus yang melambangkan kesinambungan.
Bentuk dasar huruf „S‟ ini diambil dari ombak samudra yang menggambarkan
semangat tidak pernah padam.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motif ini merupakan salah
satu motif dasar batik yang paling tua. Pada masa lalu, motif parang sangat
dikeramatkan dan hanya dipakai oleh kalangan tertentu dan acara-acara tertentu
saja. Contohnya, jarik dengan motif parang ini digunakan oleh raja-raja Jawa dan
senopati keraton yang pulang berperang membawa kemenangan. Melalui
penggunaan jarik motif parang ini, senopati ingin menyampaikan kabar gembira
kepada Raja atas kemenangannya.
Motif parang sendiri sebenarnya juga beragam. Ada Parang Rusak yang
khusus digunakan oleh Raja, ada pula Parang Kusuma dan Parang Barong, Parang
Klithik, dsb. Warna dasar motif parang juga berbeda antara motif parang Solo
dengan motif parang Yogyakarta. Motif Parang Solo berwarna coklat atau sering
disebut dengan „Sogan‟ sementara motif Parang Yogyakarta memiliki warna dasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
putih. Mengamati batik yang digunakan oleh endorser pada poster SIEM 2008,
nampak bahwa endorser menggunakan jenis jarik dengan motif Parang Rusak
Yogyakarta. Parang Rusak merupakan motif batik sakral yang hanya digunakan di
lingkungan Keraton. Namun sekarang ini, penggunaannya telah mengalami
modifikasi. Motif jenis ini tidak hanya digunakan untuk kalangan bangsawan
namun telah digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Motif tersebut juga
merupakan motif khas Yogyakarta, karena warna dasar jarik adalah warna putih,
padahal SIEM ini dilaksanakan di Solo. Dalam pandangan peneliti, terdapat
ketidaksesuaian penggunaan filosofi kemasan pesan dengan pesan yang
sebenarnya ingin disampaikan.
Setelah sisi kanan digunakan untuk penempatan endorser, pada sisi kiri
poster ditempatkan simbol-simbol verbal berupa informasi tentang nama acara
dan jenis kegiatan SIEM. Gambar nama dan jenis kegiatan tersebut dapat dilihat
dibawah ini:
Gambar 4.4.2. Gambar nama acara dan jenis kegiatan SIEM 2008
Gambar tersebut merupakan nama acara yakni SIEM, tahun pelaksanaan
SIEM, dan jenis kegiatan SIEM. Penulisan kata „SIEM‟ dalam poster tersebut
ditulis dengan ukuran yang paling besar dibandingkan dengan ukuran huruf lain di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
dalam poster tersebut. Dengan demikian, kata „SIEM‟ merupakan fokus utama
atau headline pada poster ini. Warna untuk huruf menggunakan warna coklat
gelap yang dapat bermakna kehangatan. SIEM ingin dicitrakan sebagai even yang
bisa dihadiri oleh semua lapisan masyarakat. Dibawah nama SIEM adalah tahun
pelaksanaan SIEM. Pada poster tersebut dijelaskan bahwa SIEM dilaksanakan
pada tahun 2008.
Diatas nama acara nampak gambar logo SIEM 2008. Posisi logo ini berada
tepat diatas huruf “I” pada kata “SIEM”. Hal ini dimaksudkan logo SIEM sebagai
„titik‟ atas pada huruf „i‟ huruf balok atau huruf cetak. Logo SIEM menggunakan
warna dasar emas. Warna emas merupakan turunan dari warna kuning. Warna
emas memiliki warna simbolik yang bernuansa keagungan, kejayaan, kebesaran,
kemegahan dan kemewahan. Sehingga dalam penggunaan warna ini pada logo
SIEM, hendak menyampaikan adanya unsur kemegahan, keagungan, kejayaan dan
kebesaran. Warna logo ini berbeda dengan warna logo SIEM tahun 2007 yang
berwarna-warni. Dalam pengamatan peneliti, kembali terjadi inkosistensi
penyampaian pesan. Menurut peneliti, penggunaan logo harus konsisten,
sekalipun yang terjadi disini adalah penggantian warna. Karena logo merupakan
simbol filosofi dasar sebuah acara atau even sekaligus simbol visi dan misi dari
organisasi tersebut. Apabila berganti-ganti logo ataupun warna logo dapat
mempengaruhi filosofi dasar pendirian institusi atau organisasi atau even
termasuk mempengaruhi merk atau brand tersebut di benak konsumen. Dengan
berganti-gantinya logo atau warna logo dapat menimbulkan ambiguitas makna
dalam diri audience.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Mengenai jenis kegiatan, SIEM 2008 masih konsisten dengan mengadakan
jenis kegiatan yang sama di tahun 2007 yakni festival dan konferensi. Festival
pada SIEM 2008 bukan dimaksudkan sebagai sebuah perlombaan musik
tradisional namun merupakan sebuah parade musik tradisional dari berbagai
dunia. Sedangkan konferensi adalah pertemuan seperti rapat yang mendiskusikan
sesuatu hal tertentu. Dalam pelaksanaan SIEM, pokok bahasan yang dibahas
adalah tentang music khususnya musik tradisional dari berbagai negara sekaligus
membicarakan kemungkinan kerjasama bagi musisi-musisi yang terlibat pada
acara SIEM ini.
Dibawah nama acara dan tahun pelaksanaan, disebutkan tentang tanggal,
waktu dan lokasi penyelenggaraan acara SIEM. Gambar tanggal, waktu dan lokasi
penyelenggaraan dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.4.3 Gambar nama panjang acara dan jenis kegiatan
Pura Mangkunegaran dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan SIEM kedua.
Pura Mangkunegaran merupakan ikon budaya sekaligus ikon wisata di Kota Solo.
Pura Mangkunegaran dipilih karena memiliki posisi yang strategis di Kota Solo
karena lokasinya yang berdekatan dengan jalan utama Kota Solo.
Tanggal pelaksanaan SIEM kedua awalnya dilaksanakan pada bulan
Agustus, namun karena adanya acara World Heritage Cities Conference (WHCC)
atau Konferensi Internasional Kota-kota Warisan Dunia di Solo, oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
maka SIEM dirangkaikan sekaligus dengan acara konferensi. Pelaksanaan acara
SIEM kemudian diundur hingga tanggal 28 Oktober s.d. 1 November 2008.
Berkaitan dengan waktu pelaksanaa, pada baliho tersebut dicantumkan
waktu pelaksanaan acara yakni pukul 20.00 s.d. 23.30 WIB. Hal ini berarti bahwa
penyelenggaraan acara dilaksanakan malam hari. Malam hari dianggap
merupakan waktu yang tepat karena pada malam hari, kegiatan seluruh
masyarakat Solo dan masyarakat pada umumnya telah berhenti. Malam hari
menajdi waktu istirahat bagi sebagian besar orang. Sehingga sajian musik etnik
dari berbagai dunia, dapat dijadikan sebagai sarana melepas lelah setelah seharian
bekerja sekaligus sebagai hiburan tersendiri bagi masyarakat. Bagi panitia,
pemilihan di malam hari juga memberi keuntungan sendiri, sebab malam hari
angina bertiup diatas permukaan bumi. Hal ini mengakibatkan produksi suara
yang dihasilkan alat-alat musik dapat didengar lebih jelas oleh pendengarnya.
Berbeda jika dilaksanakan pada siang hari. Di siang hari udara bergerak dari
permukaan bumi dibawa ke angkasa, sehingga bunyi-bunyian seperti suara alat
musik akan terdengar kurang jelas.
Bagian terakhir dari poster SIEM 2008 ini adalah penyebutan nama-nama
sponsor SIEM 2008. Gambar nama-nama sponsor dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 4.4.4 Gambar logo sponsor SIEM 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Ukuran logo terbesar pada gambar tersebut adalah logo Pemkot Solo. Jika
dibandingkan dengan logo lain pada poster ini, maka ukuran logo lain nampak
memiliki ruang yang lebih kecil. Posisi logo Pemkot Solo juga berada di posisi
pertama. Hal ini berbeda jika kita membandingkannya dengan logo SIEM tahun
2007 dimana logo Pemkot Solo memiliki ukuran yang sama besar dengan ukuran
logo lain dalam poster dan posisinya juga bukan posisi pertama, namun
menempati posisi keenam setelah kelima logo sponsor lain. Namun, selain
perbedaan pencantuman peletakan dan ukuran logo, terdapat pula persamaan
penempatan logo Pemkot Solo ini. Pada poster SIEM 2007 dan 2008, logo
Pemkot Solo diposisikan sejajar dengan logo sponsor lain. Berbeda dengan
penempatan logo Pemkot Solo pada Poster SIPA 2009 dan 2010 yang
peletakkannya pada ruang visual dan ruang informasi pada posternya.
Pada pencantuman logo ini, tertulis frase “supported by” yang artinya
acara ini didukung atau disponsori oleh Pemkot Solo, TELKOM Indonesia,
Garuda Indonesia, Hotel Sahid Raya, Hotel Lor In, Kompas, TATV dan Solopos.
Pencantuman keenam sponsor ini tentunya diluar sponsor lain yang medukung.
Peletakan sponsor pada poster sebuah acara mengindikasikan besaran dana yang
diberikan kepada panitia acara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
4.5. Korpus Poster SIEM 2010
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Gambar tersebut merupakan gambar korpus kelima berupa poster SIEM
2010. Poster ini berukuran 35 cm x 50 cm dengan bahan Art Paper full color.
Secara keseluruhan, konsep desain poster SIEM 2010 ini adalah menggunakan
prinsip keseimbangan Silhouette (Jewler&Drewniany, 2001:149). Prinsip
keseimbangan Silhouette merupakan salah satu jenis layout dasar iklan yang
biasanya digunakan dalam poster sebagai media promosi. Layout Silhouette
adalah dengan membagi poster ke dalam tiga bagian utama, bagian atas sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
informasi utama atau headline, bagian kiri poster adalah gambar atau ilustrasi dan
bagian sisi kanan poster adalah informasi tambahan atau body teks.
Bagian pertama SIEM berupa informasi panitia penyelenggara SIEM 2010.
Informasi ini diposisikan di ujung kiri poster. Gambar informasi tersebut dapat
dilihat seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.5.1. Gambar informasi panitia SIEM 2010
Gambar tersebut adalah gambar informasi mengenai panitia penyelenggara
SIEM 2010. Informasi diawali dengan kata “follow us” yang artinya dalam
Bahasa Indonesia adalah “ikuti kami”. Frase “follow us” ini popular dalam
penggunaannya di twitter. Twitter adalah salah satu media sosial yang ada di
internet yang mengalami perkembangan pesat termasuk di Indonesia. Frase
“follow us” berarti bahwa massa atau audience digerakkan atau diarahkan untuk
mengikuti panitia untuk memfokuskan perhatiannya pada even SIEM ini. “Follow
us” juga dapat dimaknai panitia penyelenggara sebagai sebuah organisasi yang
memiliki ide, menginisiasi ide dan menjadi kreator acara yang kegiatan dan
aktivitasnya diikuti oleh khalayak.
Setelah frase “follow us” diikuti dengan kata “website”, “facebook”,
“fanpage”, “twitter”, dan “email”. Dengan penyebutan kata-kata yang ada dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
internet tersebut, dapat diartikan khalayak dapat mengikuti informasi yang lebih
lengkap pada alamat-alamat tersebut. Website biasanya memuat informasi yang
lengkap tentang penyelenggaraan sebuah acara, mulai dari panitia dan alamat serta
nomor telepon yang dapat dihubungi sampai pada nama-nama peserta dan nama
negara asal peserta serta jadwal pelaksanaan acara. Facebook, fanpage dan twitter
merupakan beberapa contoh dari media sosial yang kini berkembang di internet
dan menjadi media sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Dengan tingginya penggunaan media sosial-media sosial ini maka dalam
pengamatan peneliti, panitia ingin menarik perhatian dari masyarakat Indonesia
pengguna media sosial-media sosial tersebut. Email sendiri merupakan bentuk
surat elektronik yang berkembang di internet. Email berfungsi seperti surat pada
umumnya, sehingga melalui media ini, khalayak dapat bertukar informasi,
pertanyaan, saran dan kritik seperti halnya ketika khalayak berkirim surat kepada
sebuah organisasi atau instansi atau perusahaan.
Bagian selanjutnya setelah informasi tentang panitia penyelenggara SIEM
adalah nama acara. Gambar nama acara dapat terlihat seperti pada gambar
dibawah ini :
Gambar 4.5.2. Gambar nama acara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Gambar tersebut adalah gambar nama acara yang dilaksanakan, yakni
SIEM yang merupakan kependekan dari nama Solo International Contemporary
Ethnic Music. Pada nama SIEM diakhiri dengan simbol “©” yang diasosiakan
sebagai tanda titik seperti ketika kita menutup sebuah kalimat dengan tanda titik.
Namun tanda titik yang digunakan pada poster ini adalah huruf “c” yang berada di
tengah lingkaran. Penggunaan simbol tersebut dalam arti harfiah memiliki makna
“copyright” atau hak cipta, sehingga simbol tersebut biasanya dicantumkan pada
produk-produk yang memiliki hak cipta. Dalam konteks pelaksanaan SIEM kali
ini, simbol “©” memiliki makna bertingkat atau makna konotasi sebagai tanda
titik pada kata “SIEM” sekaligus sebagai indeks dari kata “contemporary”.
“Contemporary” merupakan kata berarti kontemporer. Kata tersebut
ditambahkan pada nama panjang SIEM pada tahun 2010 ini. Dalam pengamatan
peneliti, kata ini baru digunakan oleh panitia penyelenggara pada tahun 2010.
SIEM 2007 dan 2008 tidak menggunakan kata tersebut.Selanjutnya dalam
pengamatan peneliti, digunakannya kata tersebut karena selama dua tahun
penyelenggaraan SIEM, musik-musik yang disajikan bukan merupakan musik
etnik murni tetapi merupakan modifikasi dengan jenis musik kontemporer atau
jenis music popular. Dengan demikian, digunakanlah kata “contemporary”.
Simbol lain lain yang muncul dalam informasi mengenai acara ini adalah
logo SIEM. Logo SIEM diposisikan tepat diatas huruf “I” pada kata “SIEM”.
Dengan demikian, dapat diartikan, logo tersebut sebagai tanda titik untuk huruf
cetak “i” yang biasa digunakan untuk penggunaan huruf dalam kata. Logo SIEM,
selanjutnya, kembali kepada warna dasar seperti pada SIEM 2007 yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
menggunakan kombinasi empat warna, yakni biru, merah, kuning dan putih.
Penggunaan warna ini berbeda ketika kita bandingkan dengan penggunaan warna
pada SIEM 2008. Logo SIEM ini memiliki 4 bagian utama, yakni gambar
lingkaran berwarna biru yang merupakan indeks dari bumi atau bola dunia, dan 3
pita yang mengitari lingkaran yang berwarna merah, kuning dan putih. Warna pita
ini merupakan indeks yang mengacu pada keragaman ras di dunia. Warna merah
mengacu pada ras Negroid di belahan bumi Afrika, warna kuning mengacu pada
ras Mongoloid yakni ras manusia yang berada di wilayah Asia Timur dan warna
putih mengacu pada ras Kaukasoid yang berada di wilayah benua Amerika dan
Eropa. Melalui indeks ini, pesan yang disampaikan adalah SIEM menjadi wadah
musisi dunia dari berbagai suku bangsa dunia untuk bergabung bersama-sama dan
menikmati musik ethnic bersama di Kota Solo.
Bagian ketiga dalam desain poster adalah tanggal pelaksanaan acara dan
lokasi penyelenggaraan cara. Gambar tanggal dan lokasi acara seperti terlihat pada
gambar dibawah ini:
Gambar 4.5.3. Gambar pelaksanaan dan lokasi acara
Gambar tersebut adalah gambar pelaksanaan acara SIEM 2010. SIEM
2010 dilaksanakan pada tanggal 7 Juli s.d. 11 Juli 2010. Dalam kalender akademik
sekolah tingkat Dasar sampai tingkat menengah atas, pada bulan ini merupakan
bulan liburan, setelah pada bulan Juni, siswa-siswa melaksanakan ujian akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
sekolah. Pada tingkat pendidikan perguruan tinggi pada bulan ini juga masa-masa
libur semester dan pendaftaran mahasiswa baru, sehingga bulan Juli dianggap
tepat oleh panitia untuk menyelenggarakan SIEM 2010.
Waktu pelaksanaan SIEM 2010 adalah pukul 20.00 s.d. 23.00 WIB. Waktu
yang dipilih sama seperti penyelenggaraan SIEM tahun-tahun sebelumnya yakni
pada jam-jam tersebut. Pemilihan waktu di malam hari juga masih konsisten
dengan pemilihan waktu pada tahun-tahun sebelumnya, karena malam hari
merupakan waktu yang paling baik untuk bunyi-bunyian terdengar dengan jelas.
Lokasi pelaksanaan SIEM ketiga ini berbeda dengan SIEM pertama dan
kedua. SIEM 2010 mengambil lokasi di Stadion R. Maladi, Sriwedari. Stadion ini
berlokasi di Jalan Bhayangkara yang merupakan lokasi jantung kota Solo. Stadion
ini pada masa pemerintahan Walikota Solo, Slamet Suryanto diberi nama Stadion
R. Maladi. Maladi merupakan desainer stadion ini sekaligus sebagai salah satu
pejuang asal Solo yang pada masanya berjuang melawan penjajah Belanda.
Maladi juga pernah menjabat sebagai Menteri Olahraga Indonesia. Karena
prestasi-prestasi itulah maka untuk mengenang Maladi, Slamet Suryanto memberi
nama Stadion Sriwedari dengan nama Stadion R. Maladi. Dalam
perkembangannya, yakni tahun 2011, pada masa pemerintahan Walikota Solo,
Joko Widodo, nama stadion ini dikembalikan ke nama semula yakni Stadion
Sriwedari. Dalam sejarah olahraga di Indonesia, Stadion Sriwedari merupakan
stadion tempat diselenggarakannya Pekan Olahraga Nasional (PON) I pada tahun
1946. Faktor-faktor kesejarahan inilah yang kemudian dalam pandangan peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
merupakan alasan panitia sehingga memilih tempat ini sebagai tempat untuk
menyelenggarakan SIEM.
Hal lain yang dapat diamati peneliti dari pemilihan lokasi SIEM adalah
selama tiga kali penyelenggaraan SIEM, panitia belum pernah menggunakan
lokasi yang sama sebagai tempat penyelenggaraannya. Setiap tahun pelaksanaan
SIEM selalu mengambil lokasi yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk
eksplorasi tempat-tempat di Solo yang memiliki nilai sejarah dan budaya,
sehingga penonton SIEM dapat mengenali setiap sudut Kota Solo.
Setelah bagian informasi utama atau headline poster, bagian berikutnya
adalah bagian informasi tambahan berupa informasi visual pada sisi kiri poster
dan informasi nama negara dan peserta SIEM pada sisi kanan poster. Bagain
visual poster adalah ditunjukkan dengan gambar berikut:
Gambar 4.5.4. Gambar visual poster SIEM 2010
Gambar tersebut merupakan visual poster SIEM 2010. Visualisasi ini
dalam konsep semiotika Pierce merupakan ikon dari seorang laki-laki yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
sedang menabuh alat musik sejenis “bedug”. Bedug merupakan alat musik tabuh
tradisional yang biasanya digunakan umat Muslim sebagai penanda waktu Sholat.
Dalam perkembangannya, alat musik ini tidak hanya bisa ditemukan di Masjid
dan digunakan umat Muslim namun telah menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat. Pada visual gambar tersebut, ekspresi endorser melihat kearah
samping dengan mulut menganga. Ekspresi seperti ini menunjukkan ekspresi yang
penuh semangat untuk memainkan alat musik yang dipakainya sekaligus ekpresi
kekuatan yang digunakan untuk memukul alat musik tersebut. Tujuannya untuk
membunyikan alat musik sekencang mungkin sehingga gaungnya bisa didengar
oleh banyak orang.
Bagian bodycopy yang lain disebelah visualisasi adalah informasi
mengenai pengisi acara SIEM. Pada bagian ini terbagi menjadi tiga yakni, pengisi
acara yang terdiri dari musisi-musisi popular Indonesia, nama peserta SIEM yang
berasal dari luar Indonesia dan yang terakhir adalah nama peserta SIEM yang
berasal dari Indonesia. Gambar pengisi acara tersebut dapat terlihat seperti
dibawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Gambar 4.5.5. Gambar daftar peserta SIEM 2010
Yang menarik untuk diamati pada bagian ini menurut peneliti adalah
peletakan posisi peserta SIEM asal luar Indonesia dan asal Indonesia. Nama
peserta dari negara luar Indonesia diposisikan setelah pencantuman nama-nama
peserta SIEM asal Indonesia. Hal ini mengandung arti bahwa panitia SIEM lebih
mendahulukan peserta SIEM dari luar Indonesia karena even ini bertaraf
internasional. Panitia menghargai masing-masing pengisi acara dengan porsi yang
berbedda-beda sesuai dengan posisi masing-masing pengisi acara.
Bagian terakhir dalam konsep desain poster SIEM 2010 adalah
pencantuman logo para sponsor SIEM 2010. Gambar logo para sponsor ini dapat
dilihat sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Gambar 4.5.6. Gambar visual poster SIEM 2010
Pencantuman nama-nama sponsor ini apabila kita bandingkan dengan
poster SIEM 2008, memiliki perbedaan dari sisi jumlah sponsor. Dalam
pandangan penulis, even ini mulai dikenal masyarakat Solo sehingga mulai
menjadi perhatian khusus dari pihak sponsor. Pihak sponsor berani
mempromosikan produk atau jasanya melalui even ini. Pada bagian sponsor ini
terbagi menjadi dua bagian yakni penyebutan penyelenggara dan penyebutan
sponsor SIEM. Pada bagian penyebutan penyelenggara, SIEM Community dan
IDEA Production merupakan dua nama yang tercantum dalam poster tersebut.
Pemkot Solo sebagai pendukung acara SIEM, disebut sebagai sponsor pertama
dalam poster tersebut. Setelah Pemkot Solo, disebutkan nama sponsor lainnya
yakni Djarum, Metro TV, Kompas, Sriwijaya Air, Larasati, Omah Sinten, Soga,
Griya Teratai, Rumah Turi, The Sunan Hotel, Kusuma Sahid Raya Hotel, Sahid
Jaya Hotel, Best Western Premier Hotel, Lor In Hotel, Goela Klapa, Roemahkoe,
de Tree, Sidomuncul, Hailai, PT Perkebunan Nusantara, Solopos, Cosmopolitan,
Solo Radio, Prambors Radio, Fiesta FM, Solopos FM, Metta FM, PTPN, Ria FM,
Karavan, Jimbaran, Comsogirl, Bazaar, Amica, Esquire, Goodhousekeeping, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Trax. Penyebutan penyelenggara dan sponsor menggunakan Bahasa Indonesia,
berbeda jika kita amati pada poster SIEM 2008.
4.6. Korpus Katalog SIEM 2007
Gambar 4.6.1. Katalog SIEM 2007
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Korpus enam berupa katalog SIEM 2007. Katalog ini berukuran 21 cm x
26 cm. Katalog SIEM 2007 berwarna coklat keemasan dan dicetak dengan jenis
kertas Art Paper. Katalog ini memiliki 66 lembar halaman dan dicetak sebanyak
500 eksemplar. Informasi didalam katalog SIEM disampaikan dalam dwi bahasa
yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Isi katalog SIEM 2007 adalah
Sambutan dari Menteri Pariwisata dan Budaya, Sambutan dari Walikota Solo,
Sambutan dari Ketua Panitia SIEM, Jadwal Festival, Jadwal Konferensi, Jadwal
Workshop, Profil SIEM, Profil Delegasi SIEM dari Indonesia, Profil Delegasi
SIEM dari luar Indonesia serta pencantuman nama-nama sponsor dan logo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
sponsor. Katalog SIEM ini diberikan kepada para delegasi SIEM dari dalam dan
luar Indonesia serta dikirimkan kepada Kedutaan-Kedutaan Indonesia di luar
negeri.
4.7. Korpus Katalog SIEM 2008
Gambar 4.7.1. Katalog SIEM 2008
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Korpus selanjutnya adalah katalog SIEM 2008. Katalog ini berukuran 19,5
cm x 19 cm. Katalog SIEM 2008 berwarna coklat keemasan dan dicetak dengan
jenis kertas Art Paper. Katalog ini memiliki 80 lembar halaman dan dicetak
sebanyak 500 eksemplar. Katalog SIEM ini diberikan kepada para delegasi SIEM
dari dalam dan luar Indonesia serta dikirimkan kepada Kedutaan-Kedutaan
Indonesia di luar negeri.
Informasi didalam katalog SIEM disampaikan dalam dwi bahasa yakni
Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Isi katalog SIEM 2008 adalah Sambutan
dari Ketua Panitia SIEM, Sambutan dari Walikota Solo, Jadwal Festival, Jadwal
Workshop, Profil SIEM, Jadwal Konferensi, Profil Delegasi SIEM dari Indonesia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Profil Delegasi SIEM dari luar Indonesia, Profil Kurator dan pencantuman nama-
nama sponsor dan logo sponsor.
4.8. Korpus Katalog SIEM 2010
Gambar 4.8.1. Katalog SIEM 2010
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Korpus delapan berupa katalog SIEM 2010. Katalog ini berukuran 20,5
cm x 20,5 cm. Katalog SIEM 2010 berwarna coklat keemasan dan dicetak dengan
jenis kertas Art Paper. Katalog ini memiliki 68 lembar halaman dan dicetak
sebanyak 500 eksemplar. Informasi didalam katalog SIEM disampaikan dalam
dwi bahasa yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Isi katalog SIEM 2010
adalah Sambutan dari Ketua Panitia SIEM, Sambutan dari Walikota Solo, Jadwal
Festival, SIEM Profile, Panitia SIEM, Profil Delegasi SIEM dari dalam dan luar
negeri, Kata-Kata Apresiasi serta pencantuman nama-nama sponsor dan logo
sponsor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
BAB V. ANALISIS DATA
Seperti yang telah dijelaskan di bagian latar belakang bahwa penelitian ini
mengambil objek Solo International Ethnic Music (SIEM) dan Solo International
Performing Arts (SIPA). SIEM merupakan acara festival musik yang
mendatangkan sejumlah musisi dari dalam maupun luar negeri. Tujuan
dilaksanakannya SIEM adalah untuk menjaga kelangsungan tradisi dan menjaga
Solo sebagai Kota Budaya (http://www.detiknews.com/2011).
SIEM pertama kali dilaksanakan pada tahun 2007 dengan mengambil
lokasi di kawasan cagar budaya Benteng Vastenburg Solo. SIEM digelar dengan
format pertunjukan musik yang disajikan dalam bentuk etnik tradisional, etnik
kontemporer dan etnik entertainment. Sedangkan waktu pertunjukannya adalah
pagi, sore dan malam hari. Selain pertunjukan musik, pagelaran SIEM juga
menampilkan sejumlah sesi diskusi, workshop, demo alat musik etnik dan lain
sebagainya. Pada SIEM kali pertama dipamerkan juga alat musik etnik, partitur,
buku, video, kaset, CD, VCD serta DVD. Musisi luar negeri yang hadir pada saat
itu adalah musisi dari Irak, Yunani, Korea, Belanda, Australia, India, Bengali
(India Timur) dan Filipina. Sedangkan dari dalam negeri terdapat sejumlah musisi
dari Padang Panjang, Bengkulu, Jabar, Madura, Makassar, Palu, Aceh, Papua,
Yogyakarta serta seniman dari Solo. Musisi Indonesia popular yang pernah ikut
memeriahkan SIEM diantaranya adalah musisi Dwiki Darmawan, Gilang
Ramadhan, Dewa Budjana, Djaduk Ferianto, Iga Mawarni dan Waldjinah.
93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Pada penyelenggaraan perdananya tahun 2007 silam, panitia mengklaim
bahwa respon dari masyarakat yang hadir pada saat itu diluar dugaan panitia dan
Pemerintah Kota. Selama sepekan pelaksanaan SIEM, jumlah penonton yang
hadir pada pagelaran musik tersebut diperkirakan berjumlah lebih dari 50.000
orang yang berasal dari berbagai kota. Sehingga kemudian, panitia SIEM 2007
mentargetkan penyelenggaraan SIEM pada tahun 2008 mampu mendatangkan
penonton dari berbagai penjuru kota. Inilah yang disebut dengan strategi multi
player effect (http://siemfestival.wordpress.com/2011). Sebagai salah satu strategi
Solo City Branding, tentunya Pemerintah Kota Solo menaruh harapan kepada
SIEM. Beban tidak ringan bagi SIEM. Di satu pihak mengemban fungsi sebagai
ajang capaian prestasi para musisi etnik dari berbagai latar belakang kultural, dan
di lain pihak menjadi salah satu strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat di
Kota Solo dan sekitarnya.
Dalam perkembangannya, selanjutnya SIEM dilaksanakan pada tahun
2008. SIEM pada tahun 2008 dilaksanakan di Pura Mangkunegaran Surakarta.
SIEM 2008 mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat Solo sama seperti
pelaksanaan SIEM yang pertama. Tahun 2009 SIEM tidak dilaksanakan. Hal ini
disebabkan karena SIPA pertama lahir pada tahun 2009. SIEM dan SIPA
direncanakan dilaksanakan secara bergantian setiap tahun, sehingga di dalam
penyelenggaraannya SIEM dan SIPA menjadi even Biennale, yakni even seni
yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali. SIEM kembali dilaksanakan pada
tahun 2010. Tahun 2010 SIEM dilaksanakan di Stadion R Maladi Sriwedari.
Karena masuk dalam konsep Biennale, maka SIEM selanjutnya dilaksanakan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
tahun 2012. Namun SIEM 2012 urung dilaksanakan karena terjadi perdebatan
tentang lokasi pelaksanaan SIEM. SIEM pada akhirnya urung dilaksanakan.
Namun, di tanggal yang sama, muncul even musik yang bertema budaya namun
memiliki nama acara yang berbeda. Kereta Kencana World Music Festival (KWF)
adalah nama acara tersebut. KWF diselenggarakan di lokasi Pabrik Gula
Colomadu, Karanganyar. Menurut anggapan masyarakat umum, KWF merupakan
even musik pengganti SIEM. Namun pihak panitia KWF tidak menyatakan bahwa
KWF adalah pengganti SIEM.
Objek penelitian kedua yang hendak diteliti adalah Solo International
Performing Arts (SIPA). SIPA merupakan bentuk even budaya yang khusus
menampilkan seni pertunjukan. Yang mendasari diselenggarakannya SIPA adalah
bahwa seni pertunjukan tidak sekadar untuk persoalan kesenian, namun seni
pertunjukan yang sekaligus menjadi benang merah dari semangat kebersamaan.
SIPA mulai dilaksanakan pada tahun 2009, sehingga pada bulan Juli 2011 ini,
dilaksanakan SIPA yang ketiga (http://sipafestival.com/2011). Berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan Ketua SIPA, Irawati Kusumorasri pada tanggal 13 Juli
2011 pukul 12.46 WIB, SIPA nantinya diharapkan dapat menjadi kebanggaan
masyarakat Solo. Konsep penyelenggaraan SIPA adalah even ini bukan milik
Ketua SIPA, bukan milik panitia, bukan milik pemerintah kota. Tetapi even ini
adalah miliknya masyarakat Solo. Artinya ketika SIPA dilaksanakan, seluruh
masyarakat Solo bergerak. Bergerak yang dimaksudkan adalah bergerak dari sisi
ekonomi. Meningkatnya jumlah pengunjung hotel di Solo karena kehadiran
delegasi dan penonton dari luar kota, meningkatnya layanan jasa travel karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
keberadaan event SIPA, meningkatnya jumlah pengunjung di restoran akibat
meningkatnya penonton SIPA yang hadir di Kota Solo, meningkatnya penghasilan
pengrajin souvenir karena penonton yang ingin membeli souvenir SIPA, dll.
Selanjutnya, sesuai dengan deskripsi korpus penelitian di bagian penyajian
data peneliti akan melakukan analisis 8 korpus yang terdiri dari poster dan katalog
sebagai media promosi SIEM dan SIPA dengan menggunakan teori message
studies yang dikembangkan oleh Purwasito. Analisis dilakukan dengan cara
menganalisis simbol-simbol dalam poster dan katalog SIEM guna mengetahui
alasan dibalik penciptaan simbol-simbol tersebut dan dengan tujuan apa simbol-
simbol tersebut pada akhirnya diciptakan. Pada proses analisis, peneliti
menggunakan beberapa media promosi, yakni poster dan katalog SIEM dan SIPA
untuk diteliti karena konsep promosi di semua media yang digunakan oleh SIEM
dan SIPA sama.
Menjawab pertanyaan penelitian pada Bab I serta berdasarkan latar
belakang masalah dan fakta-fakta yang ada, kajian ini berangkat dari tiga
pertanyaan yang berbasis pada teori message studies, yakni (1) Apakah yang
dimaksud dengan SIEM dan SIPA? Apa kaitan antara SIEM dan SIPA dengan
branding Kota Solo sebagai Kota Budaya? (2) Bagaimana konstruksi pesan SIEM
dan SIPA untuk mem-branding Kota Solo sebagai Kota Budaya? (3) Mengapa
pesan SIEM dan SIPA tersebut dikemas sedemikian rupa? Apa makna kemasan
pesan tersebut? Hal-hal tersebut merupakan persoalan yang akan dicari
jawabannya dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Untuk menjawab tiga persoalan tersebut, peneliti mengajukan tiga kategori
meliputi: (1) penggunaan jargon-jargon dalam konstruksi pesan, (2) penggunaan
logo dalam konstruksi pesan, dan (3) penggunaan referensi lokal.
Konstruksi pesan, sebagaimana dijelaskan Purwasito dalam buku Message
Studies (2003:15) adalah sebuah upaya untuk mengkaji bagaimana pesan secara
teknis verbal dan non verbal dibangun dengan tujuan memperkuat bobot pesan
agar mencapai derajat tertentu, seperti optimalitas pesan, efektifitas dan
keberhasilan yang diinginkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek seperti
bentuk fisik dan tipologi, struktur pesan, imago mundi, latar belakang produktor,
distributor dan bahasa. Sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Purwasito (2003)
ini, maka penulis akan mengamati bentuk fisik dan tipologi, struktur pesan, imago
mundi, serta bahasa yang digunakan melalui korpus-korpus yang peneliti ajukan.
Proses selanjutnya setelah mengetahui fisik dan tipologi, struktur pesan, serta
imago mundi pada setiap korpus, maka peneliti akan menganalisa pula latar
belakang produktor dan distributor demi mengetahui optimalitas pesan, efektivitas
dan keberhasilan pesan yang diinginkan oleh produktor.
Konstruksi pesan, dengan demikian adalah sebuah upaya untuk mengkaji
bagaimana pesan secara teknis verbal dan nonverbal dibangun dengan tujuan
memperkuat bobot pesan agar mencapai derajat tertentu, seperti optimalitas pesan,
efektifitas dan keberhasilan yang diinginkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
aspek seperti bentuk fisik dan tipologi, struktur pesan, imago mundi, latar
belakang produktor, distributor dan bahasa sebagaimana dijelaskan Purwasito
dalam buku Message Studies (2003:15).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Dikaitkan dengan penelitian tentang Kota Solo ini, Kota Solo telah
memposisikan dirinya untuk dicitrakan sebagai Kota Budaya. Untuk melihat
apakan pesan pencitraan Kota Solo sebagai Kota Budaya ini sudah sesuai dengan
harapan masyarakat Solo dan pemerintah Kota Solo, maka secara khusus peneliti
hendak melakukan analisis tersebut melalui pengamatan terhadap pesan-pesan
dalam paket promosi SIEM dan SIPA.
A. Penggunaan Jargon pada even SIEM dan SIPA
Analisis pertama yang penulis ajukan adalah mengenai kategorisasi
penggunaan jargon-jargon pada konsep pesan iklan SIEM dan SIPA. Konsep
pesan iklan SIEM dan SIPA di dalam konstruksi pesannya menggunakan jargon-
jargon untuk mengingatkan khalayak tentang acara yang akan diselenggarakan.
Menurut KBBI (Alwi et.al, dalam Manurung, 2009) yang disebut dengan
“jargon” adalah kosakata khusus yang dipergunakan dalam bidang kehidupan
(lingkungan) tertentu. Pemahaman ini mengandung arti bahwa jargon digunakan
dalam sebuah situasi tertentu. Melengkapi yang tertulis di dalam KBBI, Harimurti
Kridalaksana (dalam Manurung, 2009) dalam Kamus Linguistik menyatakan
bahwa jargon adalah kosakata yang khas yang dipakai dalam bidang kehidupan
tertentu, seperti yang dipakai oleh montir-montir mobil, tukang kayu, guru
bahasa, dan sebagainya yang tidak dipakai dan sering tidak dipahami oleh orang
dari bidang lain. Sementara itu, dalam Tesaurus Bahasa Indonesia (dalam
Manurung, 2009), jargon disebut juga “patois”, “slang”, atau “slogan”. Dengan
demikian, peneliti dapat menyimpulkan dari pendapat beberapa sumber tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
bahwa jargon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kosakata yang khas yang
dipergunakan dalam bidang kehidupan tertentu. Kekhasan ini mengacu pada suatu
tempat, acara atau kegiatan tertentu. Dengan demikian, berdasarkan pada
beberapa konsep tersebut, maka peneliti mengajukan argumentasi bahwa jargon
sama dengan konsep “slogan” sesuai yang dimaksud dalam Tesaurus Bahasa
Indonesia.
Berbicara mengenai slogan, Decrop (2007:505) menyatakan bahwa slogan
dapat pula berarti headline. Dalam semua format iklan, khususnya iklan cetak,
terdiri dari beberapa komponen. Elemen-elemen kunci dalam iklan cetak adalah
headline atau slogan itu sendiri, visual, subheadline, body copy, captions, boxes
and panels, dan logotypes (Decrop, 2007, 506). Dengan demikian, slogan dapat
diasumsikan pula sebagai headline dari sebuah iklan cetak.
Istilah headline merujuk pada kata-kata yang digunakan yang posisinya
berada di bagian paling utama (leading position) dalam sebuah iklan. Kata-kata
tersebut dimaksudkan untuk menarik perhatian dan agar pertama kali dibaca oleh
seseorang. Belch & Belch (dalam Decrop, 2007:512) menyatakan sebuah
penelitian menunjukkan bahwa headline merupakan elemen pertama iklan yang
dilihat seseorang, baru seteleh itu adalah elemen visual dari sebuah iklan. Sebuah
riset tentang pariwisata menyatakan bahwa 66% masyarakat lebih memperhatikan
headline dan ilustrasi dari sebuah iklan, sementara hanya 15% dari masyarakat
tersebut yang memperhatikan body copy iklan. Oleh karena alasan inilah, maka
headline ditempatkan dengan lebih hati-hati dan biasanya dituliskan dengan tipe
huruf yang lebih besar daripada tipe huruf lain dalam sebuah iklan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Penulis kemudian memberikan argumentasi berkaitan dengan temuan-
temuan dalam jargon pada penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Jargon sama dengan nama even
Jargon SIPA 2009 dan SIPA 2010 adalah juga nama acara even.
Penggunaan jargon yang sekaligus digunakan sebagai nama acara SIPA muncul
pada korpus 4.1.4 dan korpus 4.2.1 seperti yang nampak pada gambar dibawah
ini:
Gambar 5.1.
Nama acara sekaligus jargon SIPA 2009
Gambar 5.2.
Nama acara sekaligus jargon SIPA 2010
Korpus 1.4 dan korpus 2.1. merupakan nama acara yang sekaligus
digunakan oleh panitia penyelenggara sebagai jargon sebuah even. Nama acara,
yakni Solo International Performing Arts atau disingkat dengan nama “SIPA”,
digunakan secara bersama-sama sebagai nama acara even dan jargon acara
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
SIPA sebagai sebuah even, pertama kali diselenggarakan pada tahun 2009.
SIPA 2009 merupakan SIPA yang pertama kali digelar pada masa pemerintahan
Walikota Solo, Joko Widodo atau akrab disapa dengan nama Jokowi. Menurut
pengakuan panitia penyelenggara dan Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Solo,
even ini dilaksanakan mengacu pada visi Kota Solo yang termaktub di dalam
Peraturan Daerah Kota Surakarta No.2 tahun 2007. Visi Kota Solo sebagaimana
dinyatakan dalam Perda tersebut adalah mewujudkan Solo sebagai Kota Budaya
yang didasarkan pada potensi perdagangan, jasa, pendidikan, pariwisata dan
olahraga. Visi Kota Solo ini kemudian dikemas kembali dalam periode kedua
pemerintahan Jokowi dengan menyatakan bahwa Pemerintah Kota Solo pada
kurun waktu 2010-2015 hendak meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
kemajuan kota berdasarkan semangat Solo sebagai Kota Budaya.
Penyelenggaraan even SIPA diharapkan dapat memenuhi visi Kota Solo tersebut.
Kata “SIPA” selain digunakan sebagai nama acara, ia juga digunakan
sebagai sebuah jargon. Jargon dalam konsep periklanan, umumnya dikembangkan
untuk mengiklankan sebuah produk atau jasa. Dewasa ini, ada beragam jargon
yang dikembangkan oleh pengiklan. Jargon-jargon ini bahkan seringnya
digunakan oleh masyarakat kita dalam percakapan mereka sehari-hari. Beberapa
jargon yang terkenal untuk mengiklankan sebuah produk misalkan adalah jargon
“Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda”. Jargon ini
merupakan jargon iklan sebuah produk parfum terkenal di Indonesia. Jargon
tersebut bukan merupakan nama produk parfum yang ditawarkan. Jargon dalam
konteks iklan parfum ini merupakan kosakata khusus yang digunakan pada situasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
tertentu yakni dalam situasi sedang menawarkan sebuah parfum kepada calon
konsumen dan atau kepada pelanggan. Contoh lain dari jargon yang digunakan
dalam sebuah penawaran jasa adalah jargon iklan layanan jasa telekomunikasi
ternama di Indonesia. Dalam iklannya, bintang iklan berkata “Aku enggak punya
pulsa…”. Jargon untuk menawarkan jasa layanan telekomunikasi inipun bukan
merupakan nama instansi penyedia layanan jasa. Jargon dalam iklan ini
dipergunakan sebagai pengingat bagi khalayak untuk menggunakan jasa layanan
telekomunikasi tersebut ketika sedang tidak memiliki pulsa untuk berkomunikasi.
Kedua contoh diatas merupakan contoh penggunaan jargon pada sebuah
produk atau jasa yang diiklankan. Bagi sebuah penyelenggaraan festival,
umumnya jargon yang digunakan adalah nama acara festival itu sendiri. Hal ini
seperti terlihat pada penyelenggaraan acara Jogja Asian Film Festival 2011. Jogja
Asian Film Festival menggunakan nama acara sebagai jargon, sedangkan tema
yang dipilih berubah-ubah setiap tahun disesuaikan dengan dinamika sosial,
budaya, politik yang berkembang pada setiap tahunnya.
Tema Jogja Asian Film Festival 2011 misalnya, mengambil tema
“Multitude”. Tema ini diangkat sebagai bentuk penghormatan para sineas
terhadap masyarakat dan komunitas dengan segala jenis bentuk masyarakat dan
komunitas tersebut. Tema yang dikembangkan oleh panitia ini juga sebagai sarana
pembacaan sosiologi film dalam beragam dimensi serta sebagai bentuk kritik
terhadap lembaga formal film yang dianggap tidak mampu menjalankan misinya
dengan baik. Demikian pula dengan penyelenggaraan festival di negara lain,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
menggunakan nama acaranya sekaligus sebagai jargon dari penyelenggaraan even
tersebut.
Cannes Film Festival (CFF) di Perancis merupakan contoh lain dari even
yang menggunakan nama festival sekaligus sebagai jargon acaranya. CFF
merupakan referensi yang dirujuk oleh ketua penyelenggara SIPA untuk
menciptakan dan mengelola even SIPA.
Gambar 5.3. Message Engineering even SIPA
Diunduh dari www.festival-cannes.fr
CFF tidak memiliki jargon dalam setiap penyelenggaraannya. CFF
menggunakan tema dalam setiap penyelenggaraan acaranya untuk menunjang
jargonnya agar diingat oleh khalayak. CFF menjadi inspirasi bagi
penyelenggaraan SIPA oleh karena CFF merupakan even festival film lokal di
Perancis namun memiliki dampak popularitas hingga ke berbagai negara di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
seluruh dunia. Perjalanan CFF sampai sedemikian popular melewati proses yang
panjang.
Cannes Film Festival dimulai di akhir tahun 1930-an dan terus
berkembang hingga abad 21. Festival Film Cannes merupakan salah satu even
yang paling berpengaruh di dunia perfilman internasional. Popularitas Cannes
Film Festival menurut DiMare (2011:913) lebih dari sekadar pertunjukan artistik,
namun festival ini merupakan wadah kerjasama internasional dan bahkan sebagai
tempat dimana sirkulasi jutaan dollar berlangsung dan peningkatan karir dan
debut artis terjadi pada festival ini.
Berlokasi di Mediterania, Kota Cannes memiliki sejarah yang panjang
sebagai tempat pertemuan internasional. Pada abad 19, Kota Cannes menjadi
tempat favorit sebagai tempat tujuan liburan para aristokrat Inggris. Mereka pergi
ke lokasi ini karena cuaca di Inggris pada masa-masa liburan mereka dianggap
kurang menyenangkan. Dengan kehadiran para tamu elit ini, mulailah
bermunculan hotel-hotel bintang lima, vila-vila yang mewah dan spa-spa
kesehatan di sekitar kota tersebut.
Pemilihan lokasi di kota Cannes dianggap sebagai lokasi yang tepat bagi
penyelenggaraan festival film internasional karena penyelenggara festival ingin
menciptakan kerjasama global sebagai respon atas berkembangnya ancaman
facisme kala itu. Hasilnya kemudian adalah Festival Film Cannes pertama kali
diselenggarakan. Festival Film Cannes atau Le Festival International de Cannes
ini terlaksana atas usaha yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan Nasional
Perancis, Jean Zay dan dari dukungan Aliansi Perancis di Inggris dan Amerika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
CFF pertama kali diselenggarakan pada bulan September 1939 dengan
Louis Lumiere sebagai presiden festival. Selama Perang Dunia II, festival ini
ditunda, dan kemudian dilaksanakan kembali pada tahun 1946. Secara khusus,
masa-masa setelah perang ini menjadikan CFF memfokuskan tujuannya pada
kerjasama internasional. Sebagai festival yang pertama kali dilaksanakan setelah
masa perang, festival ini kemudian dilaksanakan untuk membangun kembali
hubungan internasional. Sutradara film Italia menyebutnya sebagai “the
international language of film”. Meskipun sebenarnya festival ini bertujuan untuk
mengembangkan hubungan bilateral, namun CFF membuka dirinya untuk
pendaftaran film dari berbagai belahan dunia. Tidak mengejutkan jika kemudian
pembuat-pembuat film dari Perancis, Italia, dan Amerika Serikat mendaftarkan
film-film mereka. Dengan kehadiran mereka, penyelenggara festival kembali
menekankan bahwa festival ini merupakan sebuah wadah selebrasi dunia
perfilman di seluruh dunia. Kemudian berdatanganlah para pembuat filam dari
Meksiko, India, Jepang dan Mesir. CFF terus berlangsung hingga saat ini dan
menghasilkan penghargaan-penghargaan bergengsi yang diperebutkan oleh
seluruh pembuat film dan artis di seluruh dunia.
Penyelenggaraan even SIPA apabila dilkaitkan dengan penyelenggaraan
CFF di Perancis merupakan sebuah bentuk message engineering. Konsep message
engineering mengacu kepada konsep yang dikemukakan oleh Purwasito (2003)
bahwa sebuah bentuk even atau produk-produk budaya lain yang sifatnya
material, digerakkan oleh akal, pikiran dan rasa dari manusia. Pemikiran
Purwasito ini sejalan dengan pemikiran Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
budaya merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Dengan demikian, peneliti
menyatakan bahwa even SIPA merupakan message packaging yang
kemunculannya didasari dari message engineering si pencipta lewat rasa dan
karsanya.
Dalam konteks penyelenggaraan SIPA yang ingin menyamakan posisinya
dengan penyelenggaraan CFF di mata dunia, bisa saja terjadi dan bisa juga tidak
terjadi. Peneliti beragumentasi bahwa kemungkinan SIPA sejajar dengan CFF
oleh karena saat ini kerjasama global dan atau kerjasama internasional sekarang
ini sedang berkembang dengan pesat. Perkembangan kerjasama internasional
dipicu dengan kemajuan teknologi dan komunikasi di seluruh dunia. Dunia saat
ini tidak dibatasi oleh ruang, waktu dan wilayah geografis. Batas-batas ini telah
diatasi dengan kehadiran teknologi komunikasi seperti televisi, radio, dan yang
baru berkembang saat ini, yakni internet. Dengan keberadaan teknologi
komunikasi ini, maka kerjsama internasional sangat mungkin terjadi, bahkan
melalui penyelenggaraan sebuah even semacam SIPA.
Disisi lain, penyelenggaraan SIPA yang dicita-citakan seperti
penyelenggaraan CFF di Perancis tidak dapat terlaksana karena situasi dan kondisi
yang berbeda dari pelaksanaan kedua even. CFF lahir di Perancis sebagai tempat
wisata aristokrat Inggris yang kemudian berkembang bukan hanya sebagai sebuah
wadah penyelenggaraan festival film. Dibalik penyelenggaraan CFF ini lebih
kental aroma muatan-muatan politik diantara negara-negara peserta festival. Hal
ini berarti bahwa ada keterlibatan dan kepentingan dari pemerintah kota dan dan
masing-masing negara peserta CFF. Keterlibatan mereka bukan hanya sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
pemberi dana stimulan, namun memikirkan bentuk-bentuk kerjasama bilateral,
multilateral dan bahkan kerjasama internasional dan juga kepentingan politik
diantara para delegasi dari masing-masing negara peserta festival.
SIPA sendiri merupakan even lokal yang mengangkat seni tari sebagai
bentuk pertunjukkannya. SIPA dilaksanakan di Kota Solo yang saat ini tengah
mencitrakan dirinya sebagai Kota Budaya. Kota Solo hingga sekarang belum
menjadi pilihan utama bagi penduduk di kota lain bahkan di negara lain sebagai
tempat wisata dan tempat untuk menghabiskan masa-masa liburan mereka. Kota
Solo masih terus berbenah dan mencari bentuknya untuk menjadi pilihan utama
untuk dikunjungi masyarakat luas. Kondisi ini pula yang dalam pandangan
peneliti, belum mampu membuat SIPA untuk menjadi pilihan favorit masyarakat
untuk dinikmati.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan SIPA adalah
perlunya keterlibatan pemerintah kota dan bahkan keterlibatan negara untuk
menjadikan even ini bukan sekadar even yang harus terlaksana, namun sebagai
sarana yang betul-betul dijadikan wadah kerjasama antar kota dan antar negara.
Para delegasi yang terlibat sebagai peserta membawa misi kerjasama negara
masing-masing selain membawa misi pribadi. Kerjasama hingga di level
kenegaraan ini yang nampaknya sulit dilaksanakan jika tidak ada kesamaan
kepentingan antara penyelenggara dan pemerintah kota maupun negara. Kendala
lain adalah bahwa even-even yang dilaksanakan masih bersifat sporadis di
masing-masing wilayah di Indonesia. Akan menjadi baik apabila even-even ini
dilaksanakan dalam sebuah kerangka kenegaraan secara bersama-sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Apa yang dicita-citakan oleh SIPA merupakan sebuah pesan. Pesan ini
berada dalam sebuah sistem komunikasi. Sistem komunikasi merupakan memiliki
tipe-tipe wicara. Salah satunya adalah mitos. Mitos menurut Barthes (2006)
bukanlah sembarang tipe wicara. Ia membutuhkan syarat khusus agar bisa
menjadi mitos. Mitos tidak bisa menjadi sebuah objek, konsep atau ide; mitos bagi
Barthes adalah cara penandaan (signification), sebuah bentuk.
Mitos sebagai sebuah bentuk, pada dasarnya tidak diekspresikan pada
waktu yang bersamaan. Beberapa objek menjadi wicara mitis untuk sementara
waktu, lalu sirna, yang lain menggeser tempatnya dan memperoleh status sebagai
mitos. Mitos, oleh karena itu, tidak hanya dibatasi pada wicara lisan saja. Ia bisa
terdiri dari berbagai bentuk tulisan atau representasi; bukan hanya dalam bentuk
wacana tertulis, namun juga berbentuk fotografi, sinema, reportase, olahraga,
pertunjukan, publikasi, yang kesemuanya bisa berfungsi sebagai pendukung
wicara mitis.
Pendukung wacana mitis SIPA ini kemudian dapat peneliti ajukan adalah
berupa korpus yang ada di Bab IV. Berbagai macam bentuk publikasi, seperti
poster dan katalog merupakan wacana pendukung mitis SIPA. SIPA sendiri
sebagai bentuk pertunjukan adalah bentuk wacana pendukung mitos dari
pemerekan atau branding Kota Solo sebagai Kota Budaya. Tanda-tanda ini
kemudian saling terhubung dan membentuk sistem semiologis.
Berkaitan dengan pembacaan mitos ini, terkadang kita kesulitan untuk
menbaca mitos yang melekat pada bentuk mitos itu sendiri. Hal ini terjadi karena
saat ini, kita tidak lagi berhadapan dengan bentuk representasi yang bisa ditelaah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
secara teoritis: kita sedang berhadapan dengan suatu citra yang diberikan pada
suatu penandaan yang khas pula. Wicara mitis menurut Barthes (2006) terbentuk
oleh bahan-bahan yang telah dibuat sedemikian rupa agar cocok untuk
komunikasi. Hal ini disebabkan karena semua bahan mitos, entah itu yang
berwujud gambar atau tulisan, mengandaikan sebuah kesadaran akan penandaan,
sehingga seseorang bisa berpikir tentang bahan-bahan tersebut sembari ia
mengabaikan substansinya.
Substansi ini menurut Barthes, bukannya tidak penting. Sebab kadangkala
gambar lebih banyak „berbicara‟ daripada tulisan, ia memaksakan maknanya
hanya dengan sekali snetak, tanpa mesti melewati analisis. Namun perbedaan ini
tidak lagi prinsipil. Gamabr-gambar bisa jadi tulisan sejauh mereka bermakna.
Cannes Film Festival (CFF) sebagaimana yang dirujuk oleh SIPA
merupakan sebuah mitos borjuasi. Sebagaimana yang telah peneliti sampaikan
sebelumnya bahwa Cannes merupakan sebuah kota yang awalnya digunakan
sebagai tempat wisata para aristrokrat Inggris. Kota ini kemudian menjadi tujuan
wisata kaum aristrokrat Inggris. Berbagai macam hiburan akhirnya berkembang di
kota ini termasuk salah satunya adalah hiburan menonton film diiringi dengan
perkembangan politik dunia pada masa itu, Cannes berkembang sampai sekarang
seperti yang telah kita lihat saat ini.
Apapun kejadian, kompromi, konsesi dan petualangan politisnya, apa pun
perubahan teknis, ekonomis atau bahkan perubahan sosial yang disebabkan oleh
sejarah, Barthes mengklaim bahwa masyarakat yang ada di dalamnya masih
merupakan masyarakat borjuis. Awal mula Kota Cannes dikenal karena minat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
kaum borjuis Inggris ke kota ini. Sehingga peneliti sependapat dengan Barthes
bahwa dalam perkembangan CFF ini kental dengan nuansa borjuas. Tidak
terkecuali dengan SIPA yang merujuk CFF sebagai intertekstualitasnya, peneliti
mengajukan argumentasi bahwa SIPA ini pun mengacu pada mitos borjuis.
Mitos borjuis kini tampak tak terlihat jejaknya. Hal ini dalam pandangan
Barthes merujuk pada tahun 1789 di Perancis, dimana beberapa tipe borjuasi telah
silih berganti duduk di tampuk kekuasaan-namun ia tetap memiliki status yang
sama. Barthes menyebutnya dengan rezim kepemilikan, sebuah aturan, sebuah
ideologi-tetap berada pada level yang lebih dalam. Kini fenomena tersebut
memiliki persoalan penamaan rezim. Berdasarkan fakta ekonomi, borjuasi
dinamai tanpa mengalami sejumlah kesulitan untuk mengakui dirinya sendiri.
Sebagai fakta ideologis, ia benar-benar sirna. Borjuasi telah menghapus namanya
manakala ia beranjak dari realitas menuju representasi, dari manusia yang
ekonomis menuju manusia mental. Ia mencapai kesepakatan dengan fakta, tetapi
tidak berkompromi dalam soal nilai.
Perubahan penyebutan dari realitas ekonomis menuju realitas mental ini
tidak serta merta dapat dengan mudah kita abaikan. Peneliti sependapat dengan
Barthes bahwa sebenarnya secara politis, kebocoran makna kata „borjuis‟
disebabkan oleh gagasan tentang bangsa. Ia merupakan gagasan yang amat
progresif, yang telah menggeser aristokrasi. Saat ini borjuasi menyatu kedalam
bangsa, kendati ia harus mengecualikan beberapa ideologi yang berseberangan,
dalam hal ini yang dimaksud adalah ideologi Komunis.sinkritisme terencana ini
memungkinkan borjuasi menarik dukungan numeris dari aliansi sementara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
dibangunnya, yang semuanya berada pada level menengah, oleh karena itu
terwujudlah kelas „yang tak berbentuk‟. Namun penggunaan terus-menerus kata
bangsa telah gagal mende-politisasinya secara mendalam; substrata politis ada di
sana, begitu dekat ke permukaan dan beberapa kesempatan menjadikannya
muncul secara tiba-tiba.
Secara politis, selain usaha-usaha universalistiknya lewat kosakata,
borjuasi pada akhirnya menyerang jantung perlawanan yang adalah merupakan
partai revolusioner. Namun partai revolusioner ini hanya bisa membentuk
kekayaan politis: dalam budaya borjuis taka da budaya proletarian ataupun
moralitas proletarian, juga tidak ada seni proletarian. Secara ideologis, semua
yang bukan borjuis diwajibkan meminjam konsep-konsep dari borjuasi. Dengan
demikian, ideologi borjuis bisa menyebar ke semua aspek sembari menanggalkan
namanya tanpa resiko, dalam konteks ini tidak seorang pun bisa melemparkan
nama borjuis agar kembali kepadanya. Ia bisa memasukkan teater, seni dan
manusia tanpa perlawanan berdasarkan analogi abadi mereka. Dengan kata lain, ia
dapat mengangkat dirinya secara leluasa. Kegagalan dari nama „borjuis‟ disini
benar-benar lengkap.
Bukti lain yang dapat peneliti ajukan tentang adanya mitologi borjuasi
adalah lewat pencantuman nama even SIEM dan SIPA itu sendiri. Baik SIEM
maupun SIPA merupakan even yang dikemas dalam bentuk festival.
Festival dalam KBBI masuk dalam kategori kata benda yang berarti hari
atau pekan gembira dalam rangka peringatan peristiwa penting dan bersejarah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
pesta rakyat; perlombaan. Sementara itu, Falassi (1987) dalam bukunya “Time
Out of Time : Essay on The Festival” menyatakan bahwa :
Festival is an event, a social phenomenon, encountered in virtually all
human cultures. (Festival adalah suatu peristiwa atau kejadian penting,
suatu fenomena sosial yang pada hakikatnya dijumpai dalam semua
kebudayaan manusia).
Dari pernyataan Falassi ini dan KBBI, dapat peneliti simpulkan bahwa
sebuah penyelenggaraan festival merupakan sebuah penanda dari peristiwa
penting; peristiwa yang bersejarah dalam sebuah budaya manusia.
Jika Falassi meyatakan festival sebagai simbol dari peristiwa penting di
masyarakat, maka Picard (2006) melihatnya dari sisi yang berbeda. Picard melihat
festival sebagai “celebratory events” atau peristiwa perayaan. Peristiwa perayaan
ini bukan sekadar merayakan sebuah acara, namun ia memandangnya sebagai
pengalaman wisata modern (Picard, 2006:1). Pandangan ini, didasarkannya pada
ketersejarahan dari festival itu sendiri. Bagi Picard, festival-festival, prosesi-
prosesi karnaval, kontes-kontes telah memberikan titik pemaknaan koneksivitas
dan tontonan kepada para pengunjung.
Konsep festival tidak banyak berbeda bila dikaitkan dengan karnaval.
Perbedaan diantara kedua konsep tersebut terletak pada bentuk kegiatannya.
Festival mengacu kepada aktivitas yang dilaksanakan pada suatu hari di satu
lokasi, sedangkan karnaval mengacu pada jenis kegiatan berupa pawai atau arak-
arakan di suatu hari dengan lokasi yang dapat berpindah dari satu tempat ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
tempat lain. Sekalipun berbeda dalam bentuk kegiatannya, festival dan karnaval
memiliki kesamaan konsep. Kesamaan diantara kedua kegiatan itu adalah baik
festival maupun karnaval merupakan acara yang sama-sama mengusung ide
tentang perayaan terhadap sesuatu hal.
Berbicara mengenai karnaval, Bakhtin (dalam Fiske, 2011:93)
menyampaikan teorinya tentang karnaval untuk menjelaskan perbedaan-
perbedaan antara kehidupan yang dikemukakan oleh tatanan sosial yang
didisiplinkan dan kepuasan-kepuasan yang direpresikan milik kaum subordinat.
Berbagai keberlebihan fisik dalam dunia menurut Rabelais yang dikembangkan
oleh Bakhtin dan ofensivitas hal-hal tersebut terhadap tatanan mapan mengikuti
unsur-unsur karnaval masa pertengahan: kedua hal tersebut menaruh perhatian
terhadap kepuasan ragawi ketika menentang moralitas, disiplin dan kendali sosial.
Karnaval, bagi Bakhtin, dicirikan dengan gelak tawa, oleh keberlebihan
(terutama keberlebihan tubuh dan fungsi-fungsi ragawi), oleh cita rasa yang buruk
dan ofensivitas, dan oleh degradasi. Momen dan gaya Rabelaisan disebabkan oleh
tabrakan dua bahasa – bahasa tinggi dan tervalidasi pembelajaran klasik yang
dikeramatkan dalam kekuasaan politik dan religious, dan bahasa rendah dan
sehari-hari rakyat. Karnaval merupakan hasil dari tabrakan dua bahasa ini dan
merupakan testamen terhadap kekuasaan „bahasa rendah‟ untuk mendesakkan
hak-haknya atas suatu tempat dalam budaya. Karnaval, lanjut Fiske,
mengkonstruksikan “dunia dan kehidupan kedua yang terletak di luar otoritas”,
dunia tanpa strata atau hierarki sosial.
Karnaval mengelu-elukan pembebasan sementara dari kebenaran yang
berlaku dari tatanan mapan; hal tersebut menandai penangguhan semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
peringkat hierarkis, privilese, norma dan larangan (Bakhtin dalam Fiske,
2011:93).
Konsep yang disampaikan oleh Bakhtin ini dapat kita ketahui kemudian
adalah fungsinya yang membebaskan, memungkinkan kebebasan kreatif yang
bermain-main,
menyakralkan kebebasan kreatif..membebaskan dari sudut pandang yang
berlaku tentang dunia, dari pelbagai konvensi dan kebenaran yang
mapan, dari pelbagai klise, dari semua yang menjemukan dan diterima
secara universal (Bakhtin dalam Fiske, 2011:93).
Lebih lanjut Fiske menyampaikan bahwa dalam carnival, kehidupan hanya
tunduk pada „hukum-hukum kebebasannya sendiri‟. Karnaval adalah berlebih-
lebihan dalam berolahraga, ruang untuk kebebasan dan kendali yang ditawarkan
oleh permainan-permainan tersebut bahkan dibuka secara lebih lanjut oleh
melemahnya aturan-aturan yang berisi hal tersebut. Layaknya olahraga, karnaval
diikat oleh aturan-aturan tertentu yang memberinya pola, namun karnaval
membalikkan aturan-aturan tersebut dan membangun dunia yang terbalik, dunia
yang distrukturkan menurut logika „terbalik‟ yang menghasilkan „parodi terhadap
kehidupan di luar karnival‟.
Karnaval dimaknai dengan perhatiannya yang sepenuhnya pada tubuh,
bukan tubuh individu, tetapi terhadap „prinsip tubuh‟, materialitas kehidupan yang
mendasari dan mendahului individualitas, spiritualitas, ideologi dan masyarakat.
Hal ini merupakan representasi masyarakat pada level material yang diatasnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
semuanya setara, yang menangguhkan peringkat hierarkis dan privilese yang
biasanya memberikan beberapa kelas sosial kekuasaan terhadap kelas-kelas sosial
yang lain. Degradasi karnaval secara harfiah merupakan jatuhnya semua hal
menjadi kesetaraan dalam prinsip tubuh.
Tontonan spektakuler bagi Fiske merupakan pelebih-pelebihan terhadap
kepuasan dalam menonton. Hal tersebut melebih-lebihkan hal yang tampak,
memperkuat dan menonjolkan penampilan permukaan, dan menolak makna atau
kedalaman. Karnaval, sekali lagi bukan merupakan tontonan yang dilihat oleh
orang-orang, orang-orang tersebut hidup di dalamnya, dan semua orang ikut serta
di dalamnya, karena gagasannya merangkul semua orang (Bakhtin dalam Fiske,
2011:97). Dari berbagai macam argumentasi mengenai karnaval, dapat
disimpulkan bahwa karnaval tidak selalu mengganggu, tetapi unsur-unsur
gangguannya selalu ada. Karnaval tidak mungkin selalu progresif atau
membebaskan, tetapi potensinya bagi progresivitas dan pembebasannya selalu
ada.
Desain promosi SIEM tidak berbeda dengan SIPA dalam penggunaan
nama acara yang sekaligus dijadikan jargon untuk promosi evennya. Penggunaan
nama acara sekaligus jargon SIEM muncul pada korpus 3.1, 4.2, dan korpus 5.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Gambar 5.6.
Nama acara sekaligus
jargon SIEM 2010
Gambar 5.4.
Nama acara sekaligus jargon SIEM 2007
Gambar 5.5
Nama acara sekaligus jargon SIEM 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Ketiga korpus diatas merupakan nama acara sekaligus jargon yang
digunakan untuk penyelenggaraan acara Solo International Ethnic Music atau
disingkat dengan nama “SIEM”. SIEM sebagaimana halnya SIPA menggunakan
nama acaranya sebagai jargon penyelenggaran kegiatan yang dilakukan. Dalam
sebuah penyelenggaraan festival, peneliti menemukan bahwa nama acara
digunakan sebagai jargon. Hal ini dalam pandangan peneliti, dimaksudkan agar
nama acara mampu diingat oleh khalayak dan memiliki positioning dalam pikiran
konsumen. Berbeda dengan iklan produk atau jasa, nama produk atau jasa yang
dikenal dengan sebutan “merk” menggunakan jargon yang berbeda dengan nama
merk itu sendiri.
Penggunaan jargon dalam konsep komunikasi pemasaran pada dasarnya
menunjukkan keuntungan-keuntungan dari sebuah produk atau jasa yang
ditawarkan oleh produsen. Dengan menunjukkan keuntungan-keuntungan spesifik
produk atau jasa tersebut, dalam pandangan teoritisi komunikasi pemasaran dapat
meningkatkan emosi khalayak. Emosi khalayak menjadi penting karena dapat
menciptakan kesan positif atau negative terhadap sebuah produk atau jasa yang
diiklankan hingga tujuan akhirnya adalah dapat merubah perilaku khalayak.
Dalam konteks penyelenggaraan SIEM, peneliti mengamati bahwa SIEM
belum memiliki jargon khusus yang berbeda dari nama acaranya untuk
memposisikan acara tersebut dalam pikiran konsumen. Apabila dikaitkan dengan
teori komunikasi pemasaran yang peneliti sampaikan, maka peneliti memberikan
usulan bahwa akan baik bila SIEM menciptakan jargon yang mengangkat
manfaat-manfaat spesifik dari penyelenggaraan kedua even tersebut. Manfaat-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
manfaat tersebut dapat dikorelasikan dengan visi dan misi kota tempat
pelaksanaan acara tersebut berlangsung.
SIEM sendiri dalam pikiran panitia pelaksana hendak dijadikan even dua
tahunan. Panitia pelaksana merujuk kepada konsep “Biennale”. Biennale
merupakan bahasa Italia yang berarti “setiap tahun” dan dapat pula digunakan
untuk mendeskripsikan setiap even yang berlangsung setiap dua tahun sekali.
Istilah ini kerapkali digunakan untuk mendeskripsikan even seni kontemporer
berskala internasional. Dia Asia, penggunaan istilah Biennale baru dimulai pada
tahun 1995 pada saat pelaksanaan Gwangju Biennale di China (Hung, 2008:249).
Pada saat itu, biennale dan triennial, yakni merujuk pelaksanaan even tiap tiga
tahun sekali, masih jarang dilaksanakan. Di negara-negara Asia Tenggara dan
Asia Timur juga masih jarang festival-festival tersebut dilaksanakan. Namun saat
ini, banyak kita jumpai penyelenggaraan Biennale dan Triannial di beberapa
negara di dunia bahkan di Asia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Gambar 5.7. Message Engineering even SIEM
Diunduh dari http://gb.or.kr/?mid=sub_eng&mode=02&sub=01
Di Indonesia juga bermunculan festival-festival serupa, tidak terkecuali di
Solo. SIEM merupakan even seni musik yang dicita-citakan dilaksanakan secara
bergantian dengan SIPA setiap dua tahun sekali. Ide ini pernah terlaksana ketika
pelaksanaan SIPA pertama yakni tahun 2009. Pada tahun ini, SIEM tidak
dilaksanakan. SIEM kembali digelar pada tahun 2010 dengan konsep yang sedikit
berubah dari dua kali pelaksanaan SIEM sebelumnya. Tetapi cita-cita even
dilaksanakan secara bergantian setiap dua tahun sekali belum berhasil karena di
tahun yang sama, yakni tahun 2010, SIPA dilaksanakan pula kala itu. Hingga
tahun 2012 sekarang ini, kedua even dilaksanakan setiap tahun hanya berbeda
pada bulan penyelenggaraan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
2. Jargon sama dengan headline
Istilah headline merujuk pada kata-kata yang digunakan yang posisinya
berada di bagian paling utama (leading position) dalam sebuah iklan. Kata-kata
tersebut dimaksudkan untuk menarik perhatian dan agar pertama kali dibaca oleh
seseorang. Belch&Belch (dalam Decrop, 2007:512) menyatakan sebuah penelitian
menunjukkan bahwa headline merupakan elemen pertama iklan yang dilihat
seseorang, baru seteleh itu adalah elemen visual dari sebuah iklan. Sebuah riset
tentang pariwisata menyatakan bahwa 66% masyarakat lebih memperhatikan
headline dan ilustrasi dari sebuah iklan, sementara hanya 15% dari masyarakat
tersebut yang memperhatikan body copy iklan. Oleh karena alasan inilah, maka
headline ditempatkan dengan lebih hati-hati dan biasanya dituliskan dengan tipe
huruf yang lebih besar daripada tipe huruf lain dalam sebuah iklan.
Fungsi headline menurut Bovée and Arens serta Wilmshurst and Mackay
(Decrop, 2007:513) adalah untuk menarik perhatian kepada iklan tersebut, untuk
memilih pembaca (reader) iklan tersebut, memandu pembaca kepada body copy
iklan, menghadirkan ide penjualan atau Unique Selling Position (USP),
menjanjikan keuntungan kepada konsumen, dan menyajikan informasi menarik
kepada pembaca. Fungsi-fungsi ini menunjukkan bahwa sebuah headline harus
mempengaruhi daya tarik dan memiliki tujuan menimbulkan efek kepada
pembaca. Namun di sisi lain, headline haruslah singkat dan menarik, headline
seringkali tidak memiliki kejelasan isi dan detail konten informasi.
Pada paket promosi SIEM dan SIPA, headline yang digunakan dalam iklan
mereka adalah nama even itu sendiri. Solo International Ethnic Music
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
menggunakan headline “SIEM” sementara Solo International Performing Arts
menggunakan headline “SIPA” dalam iklannya. Hal ini seperti yang ditunjukkan
dalam korpus 1, korpus 2, korpus 3, korpus 4, dan korpus 5.
Penyebutan even SIEM dan SIPA sebagai headline dari konsep desain iklan
SIEM dan SIPA mengindikasikan bahwa kata “SIEM” dan “SIPA” dapat menjadi
daya tarik dan memberikan efek bagi para pembaca iklan. Seperti yang dinyatakan
oleh and Arens serta Wilmshurst and Mackay (dalam Decrop, 2007:513) bahwa
kata atau kalimat yang diletakkan pada posisi utama dari sebuah iklan dapat
berfungsi menarik perhatian kepada iklan tersebut, untuk memilih pembaca
(reader) iklan tersebut, memandu pembaca kepada body copy iklan,
menghadirkan ide penjualan atau Unique Selling Position (USP), serta dapat
menjanjikan keuntungan kepada konsumen, dan menyajikan informasi menarik
kepada pembaca.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa SIEM dan SIPA sebagai nama acara
digunakan pula sebagai jargon acara. Pada bagian ini, nama acara SIEM dan SIPA
juga merupakan headline atau informasi utama dalam desain promosi SIEM dan
SIPA. Korpus 1.4, korpus 2.1, 3.1, 4.2, dan korpus 5.2 merupakan korpus yang
menunjuk pada konsep headline desain promosi. Mendiskusikan tentang headline,
fungsi lain yang dapat dilakukan adalah headline sebagai reminder pada
masyarakat. Bahkan headline dapat pula dijadikan sebagai salah satu strategi
untuk mendatangkan keuntungan dalam bidang perdagangan di suatu daerah.
Headline yang dimunculkan pada sebuah penyelenggaraan even dapat dikatakan
sebagai strategi dari suatu negara atau daerah untuk membuat positioning yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
kuat di dalam benak target pasar mereka, seperti layaknya positioning sebuah
produk atau jasa, sehingga negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di
seluruh dunia (Irvan, A. Noe‟man dalam Handani, 2010).
Menganalisis headline, tidak lepas pada analisis jenis tulisan pada headline
tersebut. Tulisan menurut Kusrianto (2009:89) sangat mempengaruhi citra seluruh
pesan yang memuat tulisan tersebut. Lebih lanjut Kusrianto mengatakan bahwa
jika seseorang lihai dalam memilih jenis huruf yang tepat, maka tulisan tersebut
dapat mempengaruhi citra seluruh desain. Citra yang dihasilkan bisa berupa citra
elegan atau professional, atau hanya sekadar citra dari sebuah desain amatir yang
mengetengahkan selera terbatas dari penyusunnya.
Mangacu kepada jenis tulisan pada kata “SIPA”, apabila kita perhatikan
memiliki ukuran huruf yang besar, lebih besar dari tulisan-tulisan lain di dalam
poster tersebut. Penonjolan ukuran huruf tersebut, bukannya tanpa makna. Jika
tulisan tersebut kita bandingkan dengan teknik penulisan artikel, maka tulisan kata
itu disebut dengan judul. Judul terletak di awal suatu artikel. Judul tersebut diberi
ukuran yang besar untuk menarik perhatian pembaca dan membedakannya dari
elemen layout yang lain (Rustan, 2010:28). Dalam sebuah konsep desain poster,
penulisan sebuah kata yang ukurannya dibuat lebih besar jika dibandingkan
dengan tulisan lain dalam poster, dapat disebut sebagai judul. Dengan penonjolan
kata SIPA dalam desain poster, sudah menunjukkan kepada kita bahwa kata
“SIPA” merupakan judul dari poster tersebut.
Selain mengamati dari sisi ukuran, pemilihan jenis huruf untuk kata “SIPA”
juga menunjukkan sifat yang tercermin di dalam jenis huruf itu sendiri. Jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
huruf Harrington yang telah dimodifikasi untuk penulisan kata “SIPA” dipilih
panitia untuk merepresentasikan acara SIPA. Jenis huruf ini menonjolkan sisi
estetisnya. Huruf tersebut bersifat dekoratif dan tidak terlalu formal. SIPA sebagai
salah satu bentuk seni memang tidak dapat dimaknai sebagai hal yang baku atau
formal, namun ia lebih luwes dan lebih menonjolkan sisi-sisi estetis sesuai sesuai
dengan konsep seni dalam tema SIPA 2009. Dengan demikian, secara
keseluruhan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada tanda verbal “SIPA”
apabila dilihat dari sisi jenis huruf dan pemilihan ukuran huruf, maka kata tersebut
dapat mencitrakan bentuk seni yang estetis dan indah, jauh dari kesan formal.
Kata “SIPA” dalam poster SIPA 2009 juga merupakan judul dari keseluruhan
poster karena ukuran hurufnya yang lebih besar jika dibandingkan dengan ukuran
huruf lain yang ada didalam poster SIPA 2009.
Dalam kaitannya dengan branding, headline untuk tujuan branding apabila
dikelola dengan baik oleh suatu daerah dapat mendatangkan keuntungan dalam
berbagai bidang. Hal ini dikarenakan branding melekat pada daerah yang
menggunakannya. Branding dapat digunakan pula sebagai ajang promosi daerah
(Handani, 2010:17). Contoh pengelolaan headline dengan branding adalah
penggunaan kosakata “SUBOSUKAWONOSRATEN” untuk branding kota
sebagai ajang promosi wilayah regional yang terdiri dari 1 Kota dan 6 Kabupaten
(Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten) atau
yang lebih dikenal dengan sebutan “Solo Raya”. Penggunaan regional branding
ini dibuat agar masyarakat dapat dengan mudah mengingat wilayah-wilayah yang
ada dalam jargon tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Melihat pemaparan fakta-fakta tersebut, nampaknya masih terdapat
tumpang tindih dalam konsep desain periklanan even SIEM dan SIPA ini.
Tumpang tindih konsep terletak pada dipadukannya nama acara dengan jargon
dan headline dalam pesan iklannya. Dengan demikian, peneliti mengusulkan agar
dalam konsep pesan iklannya, digodok kembali mengenai penggunaan jargon dan
headline acara SIEM dan SIPA agar khalayak dapat menerima pesan yang
disampaikan dengan tingkat fidelitas yang tinggi.
B. Penggunaan Logo pada Pesan SIEM dan SIPA
Analisis kedua yang peneliti ajukan adalah tentang penggunaan logo pada
pesan iklan SIEM dan SIPA. Kata “logo” merupakan singkatan dari logogriphs.
Logo merupakan imbangan berbentuk gambar dari nama merk (Danesi,
2004:373). Logo dirancang untuk mengukuhkan sistem signifikasi bagi sebuah
produk melalui saluran visual.
Konsep lain tentang logo disampaikan oleh Govani. Govani (dalam Decrop,
2007:373) menyebutkan bahwa logo merupakan sebuah design special dari
perusahaan pengiklan atau nama merk; logo sama halnya dengan sebuah tanda
tangan atau merk dagang (trademarks) karena merk dagang menginformasikan
individualitas dan kesegeraan pengenalan dalam iklan, packaging, point of
purchase serta usaha-usaha promosi yang lain. Ketika logo membantu pembaca
mengenali produk-produk atau merk-merk dan menciptakan identitas produk-
produk dan merk-merk tersebut, logo secara bersamaan dapat meningkatkan
perhatian pada iklan atau pada produk tersebut (Bovee & Arens dalam Decrop,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
2007). Namun bagaimanapun juga, logo memiliki isi yang sangat spesifik dan
singkat. Logo juga memiliki nilai informasi yang terbatas. Logo, pada akhirnya
tidak menunjang tujuan perilaku apapun (Belch & Belch dalam Decrop, 2007).
Logo, terkadang dapat berisi sistem signifikasi yang rumit (Danesi, 2004:
374). Dapat dikatakan daya tarik dan kekuatan untuk menahan perhatian pembaca
dalam sebuah logo yang rumit adalah dari sisi ketaksaan yang dikandungnya.
Malah, ketaksaan adalah hal yang membuat tanda menjadi kuat secara psikologis.
Karena kita tidak dapat memastikan bahwa Y ada dalam relasi X = Y, kita mulai
mengalami tanda secara lebih holistik dan karenanya menyematkan signifikasi
yang besar padanya. Logo kini telah menjadi bagian dari simbolisme visual
sehari-hari yang mengaitkan produk dengan keseharian kita. Hingga tahun 1970-
an, logo biasanya digunakan pada pakaian, disembunyikan di balik kerah atau di
dalam saku. Namun sejak dasawarsa tersebut, logo dipajang secara mencolok. Hal
ini mengindikasikan bahwa masyarakat kita kini telah menjadi “sadar logo”.
Dalam perkembangannya saat ini, logo telah diperluas cakupannya. Logo bukan
hanya mencakup identitas produk, namun keseluruhan dari sebuah korporasi, dan
bahkan tokoh spesifik, yang melalui satu cara mewakili korporasi.
Dikaitkan dengan penelitian tentang SIEM dan SIPA ini, di semua korpus
tercantum logo Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Paket promosi yang
mencantumkan logo Pemkot Solo adalah korpus 1, korpus 2, korpus 3, korpus 4,
korpus 5, korpus 6, korpus 7, dan korpus 8. Seperti yang disampaikan oleh
Govani (dalam Decrop, 2007) bahwa logo sama halnya dengan sebuah tanda
tangan atau merk dagang (trademarks) karena merk dagang menginformasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
individualitas dan kesegeraan pengenalan dalam iklan, packaging, point of
purchase serta usaha-usaha promosi yang lain. Demikian pula logo Pemkot Solo
yang tercantum dalam paket-paket promosi SIEM dan SIPA mengindikasikan
bahwa logo tersebut merupakan tanda tangan dari pemerintah Kota Solo. Logo
Pemkot Solo menginformasikan Pemkot Solo sebagai individu sekaligus
memunculkan kesegeraan pengenalan logo tersebut dalam pelaksanaan kegiatan
SIEM dan SIPA. Di dalam upaya penciptaan citra untuk sebuah produk terdapat
pembentukan „kepribadian‟ yang dengannya audience bisa dengan mudah
melakukan identifikasi. Logo merupakan salah satu cara untuk melakukan
identifikasi tersebut selain nama (acara atau produk), kemasan, harga dan seluruh
penampilan produk. Indetitas-indentitas tersebut menciptakan karakter yang dapat
dikenali yang dimaksudkan untuk menarik minat satu jenis audience tertentu
(Danesi, 2010:227).
Danesi lebih lanjut menyampaikan bahwa kesegeraan pengenalan
kepribadian pada logo merupakan salah satu cara pembentukan tatanan pemikiran
sosial selain teknik positioning. Positioning merupakan penempatan atau
disasarkannya suatu produk untuk orang-orang yang tepat.
Berbicara mengenai penciptaan kepribadian, Danesi membicarakan pula
kaitannya dengan upaya untuk penciptaan citra. Di dalam upaya penciptaan citra
ini, sebuah produk membentuk „kepribadian‟ yang dengannya para konsumen
tertentu bisa dengan mudah melakukan identifikasi. Dengan demikian jelas bahwa
gagasan di balik penciptaan citra bagi sebuah produk adalah upaya untuk
berbicara secara langsung ke satu jenis pribadi tertentu, bukan kepada setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
orang, sehingga para individu ini bisa melihat kepribadian mereka terwakili di
dalam citra gaya hidup yang diciptakan oleh iklan dari satu produk tertentu.
Citra merek ini tertanam semakin dalam melalui teknik mitologisasi. Teknik
mitologisasi merupakan strategi untuk secara sengaja mengaitkan nama, logo,
rancangan produk, iklan dan komersial suatu merek dengan makna mitis tertentu.
Sebagai contoh, ada beragam tema mitis yang digunakan dalam upaya
mendapatkan citra tertentu untuk menjelaskan tentang kecantikan yang diperoleh
setelah menggunakan sebuah produk kecantikan tertentu. Pada kasus ini, strategi
yang sering secara harfiah terlihat pada orang-orang yang tampil dalam iklan
komersial. Biasanya mereka adalah orang-orang yang cantik, dan memiliki
kualitas kecantikan yang „tidak nyata‟ dan nyaris seperti dewa.
Contoh lain misalnya iklan komersial deterjen. Dalam iklan ini dijelaskan
mengenai noda yang menempel pada baju. Disebutkan bahwa jenis noda ini
adalah jenis noda yang membandel yang sulit untuk dihilangkan. Dalam iklan
kemudian dijelaskan bahwa dengan menggunakan deterjen ini, maka noda yang
membandel langsung hilang seketika. Dengan demikian, makna mitis yang
digunakan pada iklan ini adalah bahwa deterjen ini sangat sempurna
menghilangkan noda didukung dengan waktu menghilangkan noda yang sangat
cepat.
Cara lain yang dipakai oleh pembuat iklan dalam menanamkan mitologi
produk menurut Danesi (2010) adalah melalui rancangan logo. Dicontohkan
misalnya logo busur emas McDonald. Saat ini, sebagian besar orang yang pergi ke
restoran cepat saji untuk berkumpul bersama keluarga atau teman-teman adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
untuk mendapatkan makanan dengan cepat dan karena suasana yang nyaman
dalam restoran tersebut. Banyak orang juga mengakui makanan di restoran
McDonald tersebut murah dan pelayanannya yang cepat dan sopan. Bahkan
mungkin sekarang banyak yang merasa betah untuk berada di restoran tersebut.
Hal ini sebenarnya adalah merupakan kunci semiotika untuk membuka makna
yang ingin diciptakan oleh logo McDonald. Busur menggambarkan simbolisme
mitis, mengajak orang-orang baik agar lewat dibawahnya dengan penuh
kemenangan untuk memasuki surga keteraturan, kebersihan, suasana ramah,
kenyamanan, kerja keras, disiplin diri dan nilai-nilai keluarga.
Di satu sisi, McDonald bisa disetarakan dengan agama terorganisasi. Dari
menu sampai seragamnya, McDonald menerapkan dan memastikan adanya
keseragaman, dengan cara yang sama seperti yang dilakukan agama-agama dunia
yang terorganisasi menerapkan interpretasi yang distandarkan pada teks-teks kitab
suci serta keseragaman dalam hal penampilan dan perilaku para pemimpin
agamanya. Oleh karena itu, pesan yang diciptakan secara tidak sadar oleh logo
busur emas bahwa seperti layaknya surge, McDonald adalah tempat yang akan
„melakukan segalanya bagi Anda‟ sebagaimana yang pernah disampaikan dalam
salah satu slogan perusahaan makanan cepat saji ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Gambar 5.8. Mitologi kejayaan pada logo Pemkot Solo dengan teknik rancangan logo
Diunduh dari http://pemkotska.blogspot.com
Gambar diatas merupakan lambang Kota Solo. Lambang ini mewakili
Pemkot Solo dalam pesan iklan SIEM dan SIPA. Hampir keseluruhan pesan iklan
SIEM dan SIPA mencantumkan logo ini sebagai sebuah penciptaan kepribadian
Pemkot Solo. Dari kedelapan pesan iklan SIEM dan SIPA, kesemuanya
mencantumkan logo Pemkot Solo ini. Kedelapan korpus tersebut adalah korpus 1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Logo, disebut juga sebagai simbol atau lambang, memiliki
fungsi sebagai identitas yang secara denotatif mewakili suatu benda atau produk.
Sementara di sisi lain, logo secara konotatif mewakili suatu konsep (Suwardikun,
2006).
Memperluas konsep yang disampaikan oleh Suwardikun mengenai logo,
Rosson (2002) menyatakan bahwa identitas adalah totalitas cara dari sebuah
organisasi merepresentasikan dirinya sendiri. Identitas adalah bagaimana
organisasi tersebut memandang dirinya sendiri. Identitas tersebut mencakup
karakter korporat, personalitas serta aset dari organisasi tersbeut yang harus
dikelola dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
“The totality of the way the organization presents itself can be called its
identity.Put another way, identity is how a company thinks about itself and
would like to be viewed by others. It is closely aligned with ideas of
corporate character, personality, and culture or corporate soul, mind and
voice, and represents an asset to be managed at the highest level”.
Logo Pemkot Solo mencirikan hal yang serupa. Logo tersebut mewakili
kehadiran dari Pemkot Solo pada even SIEM dan SIPA. Logo Pemkot Solo ini
juga mengandung suatu konsep tentang budaya pemerintah, karakter pemerintah
dan menunjukkan identitas Pemkot Solo sebagai pihak yang memiliki wewenang
pengaturan Kota Solo termasuk wewenang untuk memberikan ijin
penyelenggaraan SIEM dan SIPA.
Logo Pemkot Solo, apabila kita kaitkan dengan apa yang telah disampaikan
oleh Danesi sebelumnya, bahwa logo Pemkot Solo ini pun tidak lepas dari mitos.
Mitos ini dikembangkan dengan teknik-teknik atau cara-cara tertentu seperti yang
telah peneliti sampaikan sebelumnya. Mitos yang terbentuk pada logo Pemkot
Solo di pesan iklan SIEM dan SIPA dapat diketahui setelah kita menemukan
makna denotatifnya. Makna denotative ini dapat kita amati dari sisi warna dan
lukisan pada logo tersebut.
Makna warna pada lambang Kota Solo sebagaimana yang tercantum di
http://www.surakarta.go.id/konten/visi-misi-dan-lambang adalah warna hijau
melambangkan kehidupan. Warna-warna putih, kuning, merah, dan hitam
melukiskan nafsu diantara beberapa nafsu manusia. Apabila dimaknai secara
bersama-sama, maka hidup harus dapat menguasai nafsunya. Makna lukisan pada
lambang Kota Solo diantaranya adalah perisai yang berarti mewujudkan lambang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
perjuangan dan perlindungan. Tugu lilin menyala melukiskan kebangunan dan
kesatuan kebangsaan. Keris melambangkan kejayaan dan kebudayaan. Panah
berarti selalu waspada. Jalur mendatar berombak melambangkan Bengawan Solo.
Bintang di sudut kanan dan kiri lambang melukiskan bintang di langit dan berarti
kesejahteraan. Bambu runcing menggambarkan perjuangan rakyat. Kapas dan
padi melukiskan pakaian dan makanan yang berarti doa kearah kemakmuran.
Jumlah 6 dari daun, bunga dan buah kapas berarti bulan 6, jumlah 16 dari
buah padi berarti tanggal 16. Kain adalah hasil kerajinan terpenting dari Kota Solo
dan Sidomukti mengandung arti doa untuk keluhuran Kota Solo. Makna
selanjutnya dari lambang Kota Solo adalah lukisan yang terdapat dalam lingkaran
jorong yang merupakan surya sangkala memet. Surya sangkala memet terdiri dari
gambar anak panah diatas busur dengan bergerak, berarti " rinaras" dan berwatak
enam. Air berarti "waudadi" atau "dadi" dan berwatak empat. Mulai pangkal
panah sampai ujung tugu merupakan bentuk lurus berarti " terus " dan berwatak
sembilan. Tugu lilin berarti "manunggal" dan berwatak satu. Dengan demikian,
secara lengkap berbunyi "Rinaras Dadi Terus Manunggal" yang berarti tahun
1946. Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Surakarta. Secara
de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang
berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus
kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran
(http://www.surakarta.go.id/konten/sejarah-pemerintahan).
Mengamati tentang logo yang digunakan oleh Pemkot Solo, sebagaimana
yang dinyatakan Danesi (2010), peneliti menyampaikan argumentasi bahwa logo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
yang dimunculkan pada pesan iklan SIEM dan SIPA dibangun dengan teknik
mitologisasi rancangan logo. Teknik mitologisasi rancangan logo, sebagaimana
yang telah peneliti sampaikan, adalah teknik membangun mitos yang didasarkan
pada rancangan makna-makna logo tersebut. Logo Pemkot Solo dirancang dengan
membangun makna warna dan makna lukisan pada logo tersebut. Tema pokok
mitis adalah bahwa logo diciptakan dengan mengingat sejarah masa lalu pada saat
pemerintahan Kota Solo pertama kali dibangun. 16 Juni 1946 merupakan hari
lahir pemerintahan Kota Solo yang terpisah dari Keraton Mangkunegaran dan
Keraton Kasunanan. Pada tanggal tersebut merupakan pemisahan secara resmi
pengelolaan pemerintahan yang dahulu dilaksanakan oleh Keraton, kini
dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Solo. Peresmian pengelolaan secara
administratif ini pula yang mendasari mitologi slogan Kota Solo yang
dicanangkan oleh Jokowi. Solo Masa Kini adalah Solo Masa Lalu.
Orientasi slogan ini adalah memori-memori di masa lalu yang ingin kembali
diciptakan sekarang ini. Jika pada masa lalu Kota Solo memiliki bus tingkat, maka
sekarang ini Kota Solo memiliki bus Werkudara. Bus Werkudara merupakan bus
tingkat yang diharapkan dapat mengingatkan masyarakat Solo kembali tentang
masa silam. Bus ini menurut Jokowi juga merupakan bus wisata layaknya di
Singapura, yang membawa para turis untuk mengelilingi Kota Solo. Hal lainnya
untuk menciptakan mitologi masa lalu dengan penataan kota. Taman
Balekambang dibersihkan kembali menjadi ruang publik. Namun sayangnya,
taman ini yang dimasa lalu menjadi milik Keraton, sekarang ini telah menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
wilayah publik. Konsep Solo masa lalu tidak konsisten dengan slogan Solo Masa
Kini adalah Solo Masa Lalu.
Dengan demikian, para pembuat iklan menciptakan nama merek, logo dan
rancangan kemasan, bentuk botol, iklan tercetak, dan komersial dengan di bawah
penampilan permukaannya menyinggung hasrat-hasrat, dorongan, dan motif mitis
yang tidak sadar. Danesi (2010) menyatakan sekarang ini, iklan menawarkan
bentuk janji dan harapan yang dahulu hanya dimiliki agama dan filsafat sosial-
keamanan terhadap bahaya usia tua, posisi yang lebih baik di dalam kehidupan,
popularitas dan prestise pribadi, kemajuan sosial, kesehatan yang lebih baik,
kebahagiaan, dan sebagainya. Dengan kata lain, para pengiklan modern tidak
menekankan pada produk itu sendiri, namun ia lebih menekankan pada
keuntungan yang diharapkan datang bersama dengan pembelian produk tersebut.
Konsep demikian, tidak terkecuali berlaku pada pencantuman logo Pemkot
Solo pada pesan iklan even SIEM dan SIPA. Di balik pencantuman logo Pemkot
Solo ini, tersimpan di dalamnya singgungan hasrat, dorongan dan motif mitis tak
sadar. Logo Pemkot Solo sesuai dengan deskripsi makna seperti yang telah
peneliti sampaikan sebelumnya peneliti kategorikan ke dalam hasrat atau
dorongan kemajuan sosial, kesejahteraan bersama di dalam kehidupan
bermasayarakat. Hal ini seperti yang telah dinyatakan oleh Ketua SIEM, Putut H
Pramono dan Ketua SIPA, Irawati Kusumorasri bahwa penyelenggaraan SIEM
dan SIPA bahwa penyelenggaraan SIPA tidak hanya sekadar menyelenggarakan
sebuah even namun acara-acara tersebut memiliki efek yang berlapis. Efek
berlapis dalam hal, meningkatnya kesejahteraan ekonomi masyarakat Solo mulai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
dari efek ekonomi penyediaan tempat parkir, meningkatnya hunian hotel,
meningkatnya pendapatan para penjual makanan dan meningkatnya pendapat
masyarakat yang membuat souvenir acara-acara tersebut. Lapisan efek lain adalah
dari sisi apresiasi terhadap budaya bangsa. Masyarakat Solo melalui even SIEM
dan SIPA diajak untuk menghargai budaya khususnya di bidang seni musik dan
seni tari. Kedua jenis kesenian ini ditampilkan dengan harapan dapat
meningkatkan apresiasi masyarakat Solo dan sekitarnya terhadap bagian dari
budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.
Tujuan-tujuan ini baik. Namun menurut pengamatan peneliti, apa yang
dicita-citakan ini masih merupakan sebuah mitologi. Sebagaimana yang telah
peneliti sampaikan sebelumnya bahwa mitologi yang dimaksud adalah mitologi
akan kesejahteraan bersama. Kesejahteraan bersama, dalam konteks penelitian ini
dicapai dengan mengadakan even SIEM dan SIPA. Perlu dicatat bahwa even ini
bersifat temporer. SIEM dan SIPA diselenggarakan setiap tahun. SIEM
diselenggarakan di bulan Juli dan SIPA diselenggarakan di bulan September.
Seberapa jauh dampak kesejahteraan masyarakat tersebut dapat dicapai jika even
yang dilaksanakan sifatnya temporer?
Penjelasan ini menunjukkan bahwa yang dilakukan sebuah merek dagang
atau logo lebih dari sekadar memberikan identifikasi produk. Nama merek, logo,
dll dibuat untuk menciptakan sistem signifikasi konotatif bagi produk tersebut.
Jelas pula menurut Danesi (2010) bahwa pada tingkat informasi praktis,
penamaan produk memiliki fungsi denotative, yakni bahwa hal tersebut
memudahkan para konsumen mengenali produk yang ingin mereka beli atau tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
ingin mereka beli. Akan tetapi, pada tingkat konotatif, nama produk ini
membangkitkan pelbagai citra yang menjangkau lebih jauh daripada fungsi
pengidentifikasi sederhana ini.
Pembangkitan pelbagai citra bahkan lebih jauh dari fungsi identifikasi ini
disebut dengan pemerekan atau branding. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini
bahwa peneliti ingin mengetahui bagaimana pemerekan atau branding Kota Solo
sebagai Kota Budaya dapat dicapai melalui even SIEM dan SIPA. Namun
sebelum berbicara lebih jauh ke arah yang dituju, peneliti hendak mengajukan
beberapa konsep mengenai pemerekan atau branding. Branding atau pemerekan
pada awalnya merupakan pembakaran kulit menggunakan cap besi panas yang
meninggalkan tanda bekas luka yang cukup jelas untuk keperluan identifikasi atau
tujuan-tujuan lain. Pada binatang-binatang peliharaan, diberikan branding oleh
orang-orang Mesir Kuno pada tahun 200 Sebelum Masehi (SM). Pada akhir Abad
Pertengahan, para pedagang memasang tanda-tanda khusus ini di luar toko
mereka. Dengan pemasangan tanda khusus inilah menjadi awal mula dari merek
dagang.
Setelah pemasangan tanda pada toko, berkembanglah penamaan sebagai
sebuah teknik branding. Penamaan pertama kali digunakan menjelang akhir abad
ke -19 ketika banyak perusahaan Amerika Serikat memulai memasarkan barang-
barang yang dikemas dengan nama tertentu. Sebelumnya barang-barang rumah
tangga dijual di toko-toko di daerah perkotaan dan diambil dari kontainer besar.
Sekitar tahun 1880 para pembuat sabun mulai memberi nama produk-produknya
sehingga dapat dikenali dengan mudah. Disinilah kemudian, merek-merek dagang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
modern ditemukan. Naomi Klein (dalam Danesi 2010:231) menemukan temuan
bahwa pemberian merek menjadi praktik umum para pembuat produk karena
pasar mulai dibanjiri oleh produk-produk mirip yang dibuat secara massal.
Dengan persaingan produk ini, hampir bisa dipastikan bahwa konsumen akan sulit
membedakan produk satu dengan produk yang lain. Pada zaman mesin ini, kata
Klein, pemerekan kompetitif menjadi suatu keniscayaan. Sekitar awal 1950-an
menjadi semakin jelas bahwa pemerekan tidak hanya menjadi strategi sederhana
untuk melakukan diferensiasi produk, tetapi juga menjadi bahan bakar semiotik
yang memberikan tenaga pada identitas perusahaan dan agar produk mudah
dikenali. Dari penjelasan ini kemudian dapat peneliti tarik kesimpulan bahwa
penciptaan nama merek, logo, rancangan kemasan yang memberikan tema-tema
psikologis dan mitis yang sangat sugestif, dan tema-tema lain yang sangat kuat
secara psikologis merupakan salah satu bentuk strategi meta-kode iklan untuk
memasukkan tekstualitas produk ke dalam konsep kesadaran sosial.
Salah satu teknik meta-kode tersebut kini menjadi bagian yang begitu umum
ditemui sehingga teknik ini secara sadar tidak lagi dianggap sebagai suatu
muslihat. Iklan telah menjadi bahan bakar pada masyarakat yang digerakkan oleh
hiburan untuk mencari hal-hal yang semu sebagai bagian dari cara rutin mereka
untuk melarikan diri dari pertanyaan-pertanyaan filosofis yang lebih mendalam
yang jika tidak akan menenggelamkan mereka.
Iklan memiliki efek yang sangat kuat karena menawarkan „objek‟ dan
„pemecahan‟ yang tampak yang bisa memberikanharapan akan uang yang lebih
banyak dan pekerjaan yang lebih baik, keamanan terhadap bahaya usia tua dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
sakit, popularitas dan prestide pribadi, pujian dari orang lain, lebih banyak
kenyamanan dan kesenangan, kemajuan sosial, penampilan dan kesehatan yang
lebih baik, stimulasi erotis, popularitas, keamanan emosional dan sebagainya.
Dalam konteks penyelenggaraan SIEM dan SIPA, kemajuan kesejahteraan
ekonomi, sosial dan budaya terus didengung-dengungkan. Hiburan yang
ditampilkan dalam music dan tari menjadi pilihan masyarakat untuk keluar dari
rutinitas dan keluar dari pertanyaan-pertanyaan filosofis yang ditujukan padanya.
Efektivitas teknik mitologi yang dibangun melalui rancangan logo dan tema mitis
untuk mengahasilkan makna-makna semacam itu hanya dibatasi oleh kecerdikan
si pembuat iklan, batas-batas pelbagai saluran komunikasi yang dipakai untuk
menyebarkan tekstualitas produk, pelbagai hambatan hukum tertentu tempat
diberikannya pesan-pesan iklan tersebut, dan oleh standar yang ditetapkan oleh
industry iklan tersebut.
Dapat kita katakan selanjutnya adalah bahwa sejarah budaya pop modern
secara instrinsik terjalin erat dengan sejarah iklan. Dalam upaya menengok ke
abad yang lalu, jelas bahwa pesan-pesan para pemasang iklan, gaya penyajiannya
dan cara-cara mereka menggunakan bahasa menjadi jalinan cara modern dalam
melakukan representasi dan komunikasi. Seperti yang telah dikemukakan oleh
McLuhan (dalam Danesi 2010:248) bahwa iklan telah menjadi „seni‟ dalam dunia
modern.
Masih berkaitan dengan logo, khususnya logo Pemkot Solo, hal lain yang
menarik perhatian peneliti adalah tentang penempatan logo Pemkot Solo pada
pesan iklan SIEM dan SIPA. Panitia penyelenggara SIEM dan SIPA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
memposisikan logo Pemkot Solo dengan cara yang berbeda. Pada pesan iklan
SIPA, logo Pemkot Solo dan logo penyelenggara ditempatkan pada posisi yang
sejajar dan berada di dalam bagian dari keseluruhan konsep iklan tersebut, ukuran
untuk logo Pemkot Solo dan logo panitia penyelenggarapun dibuat dengan ukuran
yang sama. Gambar logo yang sejajar tersebut dapat terlihat seperti dibawah ini:
Gambar 5.9.
Logo Pemkot disejajarkan dengan logo panitia
SIPA 2009
Gambar 5.10
Logo Pemkot disejajarkan dengan logo panitia
SIPA 2010
Pada gambar diatas terlihat dengan jelas penempatan logo Pemkot Solo dan
logo penyelenggara SIPA. Panitia penyelenggara SIPA mensejajarkan ketiga logo
dalam pesan iklannya. Nampak pada gambar bahwa logo Pemkot Solo, logo
Semarak Candra Kirana Art Center dan logo SIPA Community merupakan tiga
logo utama yang masuk dalam konsep pesan iklan.
Dalam poster SIPA 2009, sebelum pencantuman logo, diawali dengan frase
“presented by”. Frase ini merupakan frase berbahasa Inggris. Apabila frase ini
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia, maka frase ini memiliki arti
“dipersembahkan oleh”. Frase “dipersembahkan oleh” merupakan indeks yang
mengacu pada sponsor pelaksanaan sebuah acara. Sponsor pada SIPA 2009 ini
adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, Semarak Candra Kirana Art Center dan
SIPA Community. Pemkot Solo dengan logonya menunjukkan eksistensinya pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
even tersebut. Wadah pembelajaran seni tari Semarak Candra Kirana Art Center
juga mencantumkan logonya di poster SIPA 2009. Semarak Candra Kirana Art
Center adalah komunitas pembelajaran seni tari yang didirikan oleh Ketua SIPA,
Irawati Kusumorasri pada tahun 1998. Dan logo ketiga yang muncul adalah logo
SIPA Community. SIPA Community merupakan sebuah komunitas orang-orang
yang pernah terlibat dalam acara SIPA. Keterlibatan mereka dalam bentuk
menjadi panitia atau pernah menjadi panitia di acara SIPA. SIPA Community juga
dikoordinatori oleh Irawati Kusumorasri.
Penempatan logo dalam pesan iklan SIPA disejajarkan di dalam desain iklan
SIPA. Penempatan ini menandakan bahwa masing-masing lembaga atau institusi
yang diwakili lewat logo tersebut ingin menyatakan identitasnya sebagai
penyelenggara utama SIPA. Panitia SIPA juga ingin mensejajarkan dirinya
dengan Pemkot Solo dalam hal pernyataan identitasnya sebagai penyelenggara
SIPA. Panitia SIPA dalam pandangan peneliti, konsisten dalam menyatakan
posisinya dan posisi Pemkot Solo dalam setiap penyelenggaraan SIPA dari tahun
ke tahun.
Mengamati penempatan logo penyelenggara dan sponsor dalam konsep
desain promosi ini menjadi menarik karena peneliti menemukan perbedaan
penempatan logo pada konsep desain iklan SIPA dan SIEM. Namun sebelumnya,
peneliti hendak menyampaikan makna logo SIEM terlebih dahulu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
Gambar 5.11. Logo SIEM
Logo SIEM dalam konsep desain iklan ini dapat berupa simbol, dapat pula
berupa indeks. Sebagai simbol, logo melambangkan acara yang dilaksanakan,
sementara logo sebagai indeks, ia mengacu pada pelaksana dari acara SIEM. Logo
SIEM berupa gambar bola berwarna biru dengan pita melingkar berwarna merah,
putih, coklat, kuning. Bola biru melambangkan dunia atau bumi yang kita huni.
Pita yang berwarna-warni melambangkan keragaman bangsa-bangsa di dunia.
Warna putih melambangkan bangsa Kaukasoid, warna coklat melambangkan
bangsa-bangsa di Afrika, warna kuning melambangkan bangsa-bangsa di Asia dan
warna merah melambangkan bangsa-bangsa Eropa. Dengan demikian logo SIEM
ini hendak menyampaikan pesan berpadunya suku-suku dan bangsa-bangsa di
dunia dalam even musik yang dilaksanakan di Solo sebagai kota
penyelenggara.Teknik mitologi yang digunakan pada logo SIEM adalah teknik
rancangan logo sekaligus teknik mitis. Teknik rancangan logo dilakukan dengan
konstruksi makna warna dan visual dari logo tersebut seperti yang telah
disampaikan oleh peneliti. Sementara teknik mitis logo SIEM adalah mitis
kesatuan atau unity. Kesatuan dalam konsep kesatuan dari berbagai suku bangsa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
di dunia untuk hadir dan bersama-sama mengekspresikan seni musik di Solo
melalui even SIEM.
Unity dalam Bahasa Indonesia berarti kesatuan; persatuan. Kata “persatuan”
dalam tema SIPA 2009 dalam semiotika Pierce, juga merupakan sebuah indeks.
Kata “persatuan” mengacu kepada sila ketiga dari Pancasila, yakni Persatuan
Indonesia. Ketika berbicara mengenai Pancasila, ada baiknya kita berfilsafat
tentang Pancasila. Notonegoro (dalam Suwarno, 1993:84) menyatakan dalam
konteks filsafat, bahwa Pancasila dapat didekati dengan pendekatan hakikat dari
Pancasila itu sendiri. Notonegoro menyebutnya dengan konsep definition logis
atau definition metafisica Pancasila. Dalam kaitan pemahaman hakikat Pancasila
ini, Notonegoro juga mengambil teori filsafat Yunani kuno untuk
menjelaskannya, yakni teori abstraksi. Notonegoro lebih lanjut menganalisis
istilah-istilah yang digunakan dalam pokok-pokok gagasan Pancasila, yakni
Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan. Kata
dasar dari rumusan pokok-pokok Pancasila tersebut adalah Tuhan, manusia, satu,
rakyat, dan adil. Kata dasar Tuhan, manusia, rakyat, dan adil mendapatkan awalan
ke- dan akhiran –an yang akhirnya menjadikan kata dasar tersebut sebagai kata
benda abstrak, sedangkan awalan per- dan akhiran –an dalam kata dasar satu,
menurut Notonegoro menjelaskan peristiwa atau hasil perbuatan. Oleh karena itu,
dalam memahami Pancasila, Notonegoro selanjutnya menganalisis hakikat dari
Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil.
Untuk menjelaskan hakikat Tuhan, Notonegoro tidak melepaskan teori
causalis. Tuhan, bagi Notonegoro adalah Causa Prima. Tuhan dideskripsikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
secara lengkap dengan mengatakan bahwa hakikat Tuhan adalah sebab yang
pertama dari segala sesuatu, yang selama-lamanya ada atau abadi yang ada hanya
satu, yang merupakan asal muasal dan tujuan dari segala sesuatu, yang dari
padanya tergantung segala sesuatu, jadi sempurna dan kuasa, tidak mengalami
perubahan, tidak terbatas, Zat yang mutlak, Ada yang mutlak yang adanya ialah
harus dalam arti mutlak, tidak bisa tidak, serta dapat pula mengatur tata tertib
alam, maka wajib untuk ditaati. Dalam deskripsi ini kemudian dapat ditangkap
dalil-dalil filsafat Yunani kuno theologia naturalis yang mendalilkan Tuhan
sebagai Causa Prima, Motor Immobilis, Sang Maha Pengatur, tetapi juga tersirat
konsep Jawa tentang Tuhan yakni Sangkan Paraning Dumadi.
Selanjutnya, untuk menjelaskan hakikat manusia, Notonegoro mengatakan
manusia sebagai sesuatu yang tersusun monopluralis atau sarwa tunggal dari
tubuh dan jiwa, akal rasa, dan kehendak, dengan sifat-sifat individual sekaligus
social, mandiri dan berdaulat sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Keseluruhannya
tersebut menggerakkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang bersifat
ketubuhan atau jasmaniah dan bersifat kejiwaan serta religius. Akal manusia
mengacu kepada kebenaran, rasa mengacu kepada keindahan, dan kehendak
mengacu pada kebaikan. Apabila ketiga hal ini bergerak secara kodrati dan serasi,
maka manusia akan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang membawanya ke
arah kesempurnaan (Suwarno, 1993:85).
Mengenai hakikat satu, menurut Notonegoro, adalah mutlak tidak terbagi,
terpisah dari yang lain, memiliki kepribadian, mempunyai bentuk, sifat dan
keadaan sendiri. Dalam kaitannya dengan penggunaan kata satu atau persatuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
dalam tema SIPA 2009, maka dapat diasumsikan bahwa SIPA 2009 merupakan
wadah yang mutlak tidak terbagi bagi para seniman, mutlak tidak terpisah dari
yang lain dan memiliki kepribadian, bentuk, sifat dan keadaan sendiri sebagai
sebuah ajang pentas seni pertunjukkan para seniman tari. Persatuan juga tidak
hanya dapat dimaknai sebagai yang mutlak tidak terpisah dan tidak terbagi,
namun dapat juga menunjuk pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dimiliki
bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika oleh Wayan Suwira Satria harus diartika
sebagai keragaman, dalam yang satu dan kesatuan dalam yang beragam di dalam
keseluruhan aspek kehidupan manusia Indonesia baik sebagai individu, sebagai
anggota masyarakat, ataupun warganegara (dalam Oentoro, 2010:111). Hal ini
dapat dimaknai bahwa di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika mengandung
sebuah pemikiran kebhinnekatunggalikaan harus terwujud dalam tataran berpikir,
berwacana dan berbuat, dimana ketiga tataran ini merupakan satu kesatuan aksi
yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Ciri persatuan ini, menurut pengamatan penulis, kemudian diangkat dalam
tema SIPA 2009 sebagai tema yang memiliki kaitan historis dengan jiwa dan
semangat bangsa Indonesia. Semangat kebhinnekatunggalikaan. Di sisi lain, tentu
semangat persatuan ini juga tidak lepas dari faham nasionalisme yang
berkembang pada abad ke-18 yang nampaknya juga memberi pengaruh kepada
makna persatuan Indonesia. Pada masa itu, manusia dikelompokkan menjadi
kesatuan-kesatuan yang disebut dengan nation (bangsa). Di dunia ini, ada ratusan
kesatuan atau bangsa, tetapi tidak semua kesatuan itu masuk dalam Pancasila,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
hanya khusus kesatuan Indonesia saja. Maka sila ketiga dalam Pancasila ini
selanjutnya disebut dengan persatuan Indonesia (Suwarno, 1993:87).
Sementara mengenai hakikat kerakyatan dalam sila keempat Pancasila,
masih menurut Suwarno, adalah mengenai seluruh warga di dalam lingkungan
daerah atau negara tertentu, yang memiliki hak dan kewajiban asasi termasuk hak-
wajib demokrasi, yakni demokrasi politik (pendukung kekuasaan) dan demokrasi
fungsional (pendukung kepentingan). Dan akhirnya pada hakikat rasa adil dalam
sila kelima Pancasila dijelaskan dengan konsep klasik yakni setiap orang
menerima apa yang menjadi haknya. Bagi Notonegoro istilah tersebut lebih
dimaknai dengan dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu yang telah merupakan
suatu hal, meliputi hubungan antara Negara sebagai pendukung wajib bagi warga-
warganya, disebut keadilan membagi (distribusi), sebaliknya antar warganegara
sebagai pendukung wajib bagi negara, disebut keadilan bertaat (legal), antara
sesama warga disebut keadilan sama-sama timbal balik (komutatif).
Konsep tentang kesatuan tidak hanya ditemukan pada even SIEM saja,
namun dalam konteks ini ada pula tema mitis SIEM. Konsep mitis tentang SIPA
juga peneliti temukan pada penyelenggaraan SIPA. Kesatuan dan harmoni dalam
tema yang diangkat SIPA tahun 2009, sebenarnya merupakan dua konsep budaya
Jawa yang tidak dapat dipisahkan. Pendapat ini dikemukakan oleh Niels Mulder
dalam bukunya yang berjudul Mistisisme Jawa: Ideologi di Indonesia. Mulder
adalah peneliti yang banyak meneliti dan menulis tentang kebudayaan Jawa dan
kebudayaan Thailand. Mulder mendiskusikan kesatuan dan harmoni dalam
filosofi sosial masyarakat Jawa. Bagi Mulder, ideal mistik tentang kesatuan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
harmoni antara manusia dengan “Tuhan” hadir sebagai model bagi hubungan
antara manusia dengan masyarakat. Upaya-upaya untuk mencapai keselarasan dan
pemeliharaan ketertiban adalah anasir yang menonjol. Gagasan mengenai
kesatuan, pada hakikatnya menyiratkan keteraturan. Hasrat, ambisi, dan keinginan
pribadi dianggap sebagai ancaman harmoni, sampai-sampai timbul pemikiran
bahwa “berkorban demi harmoni sosial akan mengantarkan pada upah tertinggi.
Seseorang lebih baik mengalah kepada masyarakat daripada mencoba
memaksakan kehendaknya. Dan pendidikan Jawa berupaya menanamkan
gagasan-gagasan tersebut secara terus-menerus (Mulder, 2001:96).
Dalam proses seseorang menjadi orang Jawa, orang tersebut harus belajar
membedakan antara diri mereka dengan kepentingan “keluarga dan komunitas
yang lebih luas”. Hingga pada akhirnya individu dan masyarakat terlindung satu
sama lain ileh internalisasi semua aturan dan ketentuan yang dianggap dapat
menjamin bentuk social yang tepat itu, tanpa pandang kebijaksanaan atau
pertimbangan individu. Lebih lanjut menurut Mulder, hubungan yang terjalin di
dalam masyarakat haruslah menyenangkan, damai, dan ramah serta
memperlihatkan kesatuan tujuan. Intinya hubungan itu harus dicirikan dengan
semangat rukun. Mulder menyebut semangat rukun ini adalah konsep Melayu
dan Jawa. Konsep nan kaya ini selanjutnya dikemas menjadi “berada dalam
harmoni”, “tenang dan damai”, “bagaikan hubungan ideal persahabatan”. “tanpa
pertikaian dan perselisihan”, “ramah”, “bersatu dalam tujuan seraya saling tolong-
menolong”. Idealnya, kehidupan komunal harus dijiwai oleh semangat rukun yang
mengimplikasikan penghalusan perbedaan, kerja sama, aling menerima, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
kesediaan berkompromi. Harapannya kemudian adalah kehidupan dalam
masyarakat bisa menyamai kehidupan dalam komunitas ideal (Mulder, 2001:98).
Dari beberapa paparan yang telah peneliti sampaikan, dapat disimpulkan
bahwa baik logo SIEM maupun tema SIPA 2009 ini berakar dari nilai-nilai
kebudayaan, gagasan-gagasan filsafati tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika, serta nilai-nilai budaya Jawa yang menjunjung harmonisasi, keselarasan, dan
kerukunan.
Setelah mendiskusikan tentang logo SIEM dan kaitannya dengan tema SIPA
2009, selanjutnya peneliti hendak memfokuskan analisis pada logo Pemkot Solo.
Folus kajian logo Pemkot Solo ini menarik perhatian peneliti untuk dianalisis
karena peneliti menemukan bahwa terjadi perbedaan penempatan logo Pemkot
Solo pada pesan iklan SIEM dan SIPA. Pada konsep pesan iklan SIPA, logo
Pemkot Solo ditempatkan sejajar dengan logo penyelenggara SIPA dan masuk
dalam desain iklan SIPA. Namun berbeda pada desain iklan SIEM. SIEM
menempatkan logo Pemkot Solo sejajar dengan sponsor SIEM lain dan
ditempatkan diluar konsep desain iklan SIEM.
Gambar 5.11. Logo Pemkot oleh panitia SIEM disetarakan dengan sponsor lain
Pada korpus penempatan logo tersebut, nampak logo Pemkot Solo
disejajarkan dengan logo sponsor lain pada even SIPA. Pemkot Solo menempati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
posisi keenam dari keseluruhan sponsor SIEM 2007. Ukuran logo Pemkot Solo
memiliki ukuran yang rata-rata sama dengan ukuran logo sponsor lain. Pada
bagian ini, logo panitia penyelenggara tidak masuk dalam logo sponsor. Logo
panitia penyelenggara masuk dalam desain iklan SIEM 2007 seperti yang peneliti
tuliskan pada bab penyajian data korpus 3.
Dengan penempatan logo Pemkot Solo diurutan keenam ini menunjukkan
besaran kontribusi Pemkot Solo seperti yang dinyatakan oleh Ketua Pelaksana
SIEM, Putut H Pramono. Putut menyatakan bahwa kontribusi Pemkot Solo untuk
SIEM sebesar 10 % dari total seluruh biaya SIEM.
“.. Sekarang tiap penyelenggaraan SIEM itu, kita butuh dana 1,5 M.
Subsidi pemerintah berapa? 150 juta. 200 juta. Kan nggak.. wah wis..
nggak papa …(sambil tertawa)..” (wawancara dengan Ketua Pelaksana
SIEM, Putut H Pramono pada tanggal 25 Agustus 2011).
Dari pernyataan Putut tersebut jelas bahwa bantuan Pemkot Solo untuk
SIEM adalah 10% dari total seluruh pengeluaran SIEM . Kontribusi 10 % ini
mempengaruhi penempatan logo Pemkot Solo seperti nampak pada gambar diatas.
Berkaitan dengan kontribusi Pemkot Solo sebesar 10% ini, menurut Putut,
hanya membiayai tiket pesawat 3 orang delegasi dari Afrika. Tidak bisa
membiayai akomodasi peserta tersebut apalagi membiayai delegasi lain.
“…Seperti kemarin dari Zimbabwe, 3 orang saja kemari udah 92 juta.
Itu tiketnya saja.. Diwenehi yo tak tompo, ora diwenehi yo iso
jalan…”.
Dari pernyataan Putut ini dapat peneliti temukan bahwa dalam setiap
penyelenggaraan SIEM, tidak mungkin semua delegasi mendapatkan sponsor dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
negaranya. Panitia SIEM harus menyiapkan dana untuk mendatangkan delegasi-
delegasi ini. Dana Rp 150.000.000,00 hanya cukup untuk membiayai tiket
pesawat tiga orang delegasi dari Afrika. Tidak dapat membiayai delegasi lain
untuk datang ke Solo. Putut menambahkan karena SIEM sudah menjadi bagian
dari dirinya, maka SIEM harus tetap terlaksana. Dalam wawancara tersebut, Putut
juga memberikan sikapnya kepada Pemkot berkaitan dengan dana yang diterima
untuk penyelenggaraan SIEM.
Berbeda dengan pencantuman logo Pemkot Solo pada pesan iklan SIEM
tahun berikutnya yakni pada tahun 2008, nampak bahwa logo Pemkot Solo dibuat
dengan ukuran lebih besar daripada tahun sebelumnya. Ukuran logo kali ini juga
lebih besar bahkan paling besar diantara semua logo. Gambar dari penjelasan ini
seperti terlihat sbb:
Posisi logo Pemkot Solo diletakkan di bagian awal dari ruang penempatan
logo dari sponsor. Logo Pemkot Solo tidak masuk dalam ruang desain iklan
SIEM. Hal ini menandakan bahwa sekalipun bantuan tersebut masih 10% tetapi
panitia hendak menyampaikan bahwa Pemkot Solo berkontribusi dalam
mendukung pelaksanaan SIEM ini. Namun sikap panitia tetap tidak memasukkan
Gambar 5.12. Perubahan pencantuman logo Pemkot
Solo pencantuman logo sponsor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
logo Pemkot Solo pada desain iklannya, namun meletakkannya di luar desain
iklan SIEM. Berbeda dengan SIPA, logo Pemkot Solo dan logo penyelenggara
diposisikan sejajar dan masuk dalam desain iklan SIPA.
Penempatan logo Pemkot Solo kembali berubah dalam desain iklan SIEM
2010, seperti nampak pada gambar dibawah ini:
Gambar 5.13. Logo Pemkot dicantumkan setelah logo panitia
dengan ukuran logo lebih kecil dari logo panitia dan sponsor IDEA
Pada gambar diatas nampak jumlah sponsor yang lebih banyak daripada
penyelenggaraan SIEM tahun-tahun sebelumnya. Kali ini, logo penyelenggara
SIEM sejajar dengan pencantuman logo sponsor lain pada even SIEM 2010. Logo
Pemkot diposisikan sejajar dengan sponsor lain dan ditempatkan pada di posisi
pertama dari keseluruhan sponsor yang mendukung SIEM 2010.
Penempatan logo Pemkot Solo dan panitia penyelenggara dalam konsep
desain iklan SIEM berubah-ubah posisinya dari setiap penyelenggaraan SIEM.
Peneliti menemukan bahwa panitia penyelenggara kesulitan di dalam
menempatkan Pemkot Solo dalam penyelenggaran SIEM. Penempatan logo,
dalam pandangan peneliti menunjukkan posisi dari instansi yang diwakili oleh
logo tersebut dalam penyelenggaraan sebuah even. Dengan berubahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
penempatan logo Pemkot Solo khususnya, mengindikasikan bahwa panitia
penyelenggara masih kesulitan menentukan posisi Pemkot Solo dalam
penyelenggaraan acara SIEM. Pemkot Solo, seperti diakui oleh panitia pelaksana
SIEM dan Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Solo, berkontribusi pada pemberian
ijin pelaksanaan acara di wilayah administratif Kota Solo. Selain itu, kontribusi
Pemkot Solo adalah memberikan dana stimulan kepada panitia penyelenggara
untuk menyelenggarakan SIEM. Hal ini sesuai dengan Pernyataan Keksi Sundari
bahwa pelaksanaan SIEM yang kedua sudah mulai diberikan anggaran yang
diambil dari APBD Kota Solo. Lebih lanjut diakui oleh Keksi bahwa sekalipun
dana dari Pemkot nilainya kecil, tapi sudah bisa membantu untuk pembiayaan
SIEM.
“…. itu APBD ya walaupun kecil, tapi sudah ada bantuannya dan
memang banyak sponsor…” (wawancara dengan Kepala Bidang Sarana
Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo, Keksi Sundari pada
tanggal 14 September 2011).
Dari hasil wawancara tersebut, nampak kontribusi Pemerintah untuk
pelaksanaan SIEM memang kecil. Kontribusi yang dimaksud adalah sumbangan
dana berupa dana stimulan yang diambilkan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Mengenai minimnya dana stimulan yang diberkan
Pemkot Solo ini juga diakui oleh Ketua Penyelenggara SIPA, Irawati
Kusumorasri.
Irawati menyebutkan tentang istilah yang digunakan oleh Pemkot untuk
dana bantuan Pemkot Solo bagi penyelenggaraan SIPA adalah dana stimulan.
Diakui Irawati bahwa dana stimulan tersebut nilainya kecil. Nilainya yang kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
ini pun dikurangi setiap tahun sehingga diharapkan nantinya tidak ada lagi dana
stimulan dari Pemkot. Irawati menyebutkan alasan pengurangan dana stimulan ini
adalah demi kemandirian even, artinya even ini dalam perkembangannya tidak
mengandalkan dana dari Pemkot Solo.
“…Mereka (pemerintah) bilangnya tidak subsidi tapi dana stimulan. Dana
stimulan. Jadi setiap tahun dikurangin, agar kita bisa mandiri. Dari tahun
pertama, kedua, ketiga, ini berkurang terus...” (wawancara dengan Ketua
Penyelenggara SIPA, Irawati Kusumorasri pada tanggal 13 Juli 2011).
Meskipun nilai dana stimulan terus berkurang dari tahun ke tahun, namun
baik SIEM dan SIPA terus diharapkan oleh Pemkot Solo sebagai even kota yang
nantinya dapat mem-branding Kota Solo sebagai Kota Budaya.
Harapan Pemkot tentang SIEM dan SIPA bagi branding Kota Solo ini diakui oleh
Keksi. Menurut Keksi, dengan adanya even internasional tersebut, banyak turis
asing yang akan berkunjung ke Kota Solo. Informasi mengenai adanya even
bertaraf internasional tersebut disebutkan Keksi sudah masuk dalam kalender
even Kota Solo. Kalender even ini sudah terbit setahun sebelum even-even ini
dilaksanakan. Dengan demikian, masyarakat yang ingin menonton dapat
merencanakan terlebih dahulu untuk mengunjungi Kota Solo.
“….. Jadi dengan adanya kalender seperti itu diharapkan adanya even-
even itu, pengunjung bisa datang ke Solo. Jadi even ini bisa
digunakan untuk branding kota. Kota budaya dan juga ada even-even
internasional itu…” (wawancara dengan Kepala Bidang Sarana Wisata
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo, Keksi Sundari pada tanggal
14 September 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Dengan adanya kepentingan dari Pemkot Solo ini, even diharapkan dapat
memperkuat branding Solo sebagai Kota Budaya. Namun dalam
perkembangannya, peneliti menemukan bahwa terjadi kegagalan branding Kota
Solo sebagai Kota Budaya melalui even ini. Sebelum menganalisis secara
mendalam berkaitan dengan kegagalan branding Pemkot ini, peneliti hendak
memaparkan terlebih dahulu awal terbentuknya even SIEM.
SIEM awalnya terbentuk dari pembicaraan para penggiat budaya di Darmin
Art Café, Jakarta. Pernyataan ini disampaikan oleh Profesor Darsono, Dosen
Institut Seni Indonesia (ISI) Solo. Pembicaraan untuk diciptakannya sebuah even
budaya di Kota Solo tersebut pada awalnya merupakan sebuah diskusi antara Prof
Darsono, Bambang Sutedjo dan Yasudah.
Semasa pembicaraan tersebut berlangsung, di Kota Solo sendiri
diselenggarakan even musik lokal. Dengan hasil pembicaraan di Darmin Art Café
dan dengan adanya even musik lokal tersebut, maka digabunglah ide itu dan
selanutnya dilakukan pertemuan dengan Pemkot Solo yang diwakili oleh Kepala
Dinas Pariwisata Kota Solo.
Pertemuan tersebut akhirnya berlanjut. Selama proses diskusi, menurut
Darsono, sebenarnya ia agak berbeda pendapat dengan beberapa orang yang ada
dalam diskusi tersebut. Perbedaan pendapat ini mengenai istilah „musik etnik‟
yang bagi Prof Darsono merupakan istilah yang digunakan oleh orang Barat untuk
melihat jenis musik di Indonesia. Bagi Darsono penyebutan tersebut
mengkerdilkan Indonesia. Selanjutnya Darsono mengusulkan untuk menyebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
jenis musik yang akan dilaksanakan adalah „musik tradisi‟. Diakui Darsono,
konsep ini memang agak berbeda namun memiliki konsep ide yang sama.
Dalam perkembangan diskusi tersebut, Bambang Sutedja mengusulkan
untuk menggunakan nama „musik etnik‟ karena nama tersebut „menjual‟.
Darsono selanjutnya menyatakan bahwa dirinya tidak ikut karena alasan yang
„menjual‟ tersebut. Bagi Darsono, ia mempersilahkan jika even ini nantinya tetap
dilaksanakan dengan menggunakan nama etnik, namun sikapnya tetap pada posisi
tidak ikut dalam penyelenggaraan even itu.
“ … kemudian Pak Bambang Sutejo kebetulan ketemu dengan Pak Putut
kemudian ketemu dengan Pak Waridi Ata‟un dengan komunitas Wisma
Kuning… OK! Tapi saya tetep ga ikut…” (Hasil wawancara dengan
Profesor Darsono, Dosen Institut Seni Indonesia Solo).
Dengan adanya kesepakatan ini, maka selanjutnya SIEM berlangsung tahun
2008 dan 2010. SIEM 2009 ditiadakan karena pada tahun ini, SIPA lahir. Baik
SIEM mapun SIPA dilaksanakan di Kota Solo.
Rencana awalnya, SIEM 2012 akan digelar kembali di Kota Solo, namun
akhirnya SIEM urung dilaksanakan di Solo dan akhirnya dilaksanakan di Pabrik
Gula Colomadu, Kabupaten Karanganyar. Tidak dilaksanakannya SIEM 2012 di
Kota Solo ini dan akhirnya berpindah ke Karanganyar ini berawal dari
ketidaksetujuan DPRD Kota Solo terhadap pemilihan lokasi SIEM di Taman
Balekambang. Anggota Komisi IV DPRD Kota Solo, Paulus Haryoto, seperti
dikutip oleh Solopos pada tanggal 8 Juni 2012 mengatakan bahwa DPRD Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
Solo tidak setuju terhadap rencana penyelenggaraan SIEM di Taman
Balekambang karena beberapa alasan.
Alasan yang dikemukakan Paulus pada saat itu adalah Taman Balekambang
merupakan kawasan cagar budaya yang dimanfaatkan untuk pelestarian flora dan
fauna. Dengan penyelenggaraan SIEM nantinya, dikhawatirkan akan merusak
kawasan cagar budaya ini dan mengganggu binatang-binatang yang ada di
kawasan tersebut. Alasan lain yang dikemukakan oleh Paulus adalah kapasitas
lahan parkir di wilayah Taman Balekambang. Menurut Paulus, kapasitas lahan
parkir dinilai tidak memadai karena kawasan tersebut sedang dalam proses
pembangunan, yakni pembangunan Pasar Burung Depok dan dengan banyaknya
pengunjung SIEM yang nantinya datang, dikhawatirkan tidak akan mampu
menampung mereka untuk menonton even ini.
Keberatan pengambilan lokasi SIEM 2012 tidak hanya datang dari DRPD,
namun ketidaksetujuan ini juga datang dari masyarakat yang mengatasnamakan
seniman dan budayawan yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Seni
Budaya (FMPSB). Alasan FMPSB tidak menyetujui lokasi SIEM di Taman
Balekambang adalah karena kawasan tersebut dianggap tidak sesuai dengan
semangat pengembangan kawasan sebagai pusat pengembangan budaya dan
kawasan konversi flora dan fauna (Solopos 19 Juni 2012).
Perbedaan pendapat antara Panitia Penyelenggara dan pihak-pihak yang
tidak setuju dengan pemilihan lokasi SIEM 2012 terus berkembang. Pernyataan-
pernyataan dari pihak yang tidak setuju terus diliput di media massa. Solopos
tanggal 13 Juni 2012 selanjutnya menuliskan tentang DPRD yang memberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
pernyataan tetap akan melakukan pengawalan untuk pelaksanaan SIEM.
Pengawalan tersebut dimaksudkan untuk memastikan tidak ada dampak negatif
terhadap Taman Balekambang. Meskipun demikian, DPRD Kota Solo tetap
merasa sangsi pemindahan ini tidak membuat fauna yang ada di Taman
Balekambang menjadi stress. DPRD Kota Solo juga mengkhawatirkan kerusakan
lingkungan Taman Balekambang jika memang SIEM jadi dilaksanakan di tempat
tersebut.
Menanggapi pernyataan DPRD tersebut, Panitia Penyelenggara SIEM
mengambil sikap diam. Seperti yang dinyatakan Putut bahwa pelarangan SIEM
2012 merupakan design dari orang-orang yang tidak suka melihat SIEM berhasil.
Bagi Putut, karena ia tahu bahwa pelarangan ini merupakan „settingan‟ maka ia
bersikap diam dan tidak mau memberikan komentar apapun di media massa.
Bagaimanapun juga, menurut Putut, meskipun pelarangan SIEM untuk
dilaksanakan di Balekambang disampaikan menjelang pementasan SIEM, ia tetap
melaksanakan even music tersebut sebagai bentuk „metabolisme‟ nya sebagai
seorang budayawan. Detik-detik menjelang pelaksanaan SIEM dan belum
formalnya ijin pelaksanaan SIEM di Kabupaten Karanganyar sebenarnya juga
menjadikan kegentaran tersendiri bagi Putut. Apalagi delegasi utama yan nantinya
akan tampil di even musik ini sudah siap datang ke Indonesia. Putut kemudian
mengatasi ini dengan berkomunikasi dengan pihak sponsor dan delegasi mengenai
kemungkinan pemindahan lokasi even. Tanggapan dari pihak sponsor dan
delegasi diterima positif, sehingga pada waktu itu SIEM tetap yakin dilaksanakan.
Alasan pihak sponsor untuk tetap mendukung pelaksanaan SIEM, diakui Putut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
sebagai wujud kepercayaan personal, sehingga entah terjadi penggantian lokasi
atau penggantian nama even, yang pasti bahwa jika person yang melaksanakan
tetap sama, bagi pihak sponsor hal tersebut tidak menjadi masalah.
“.. Terserah. Aku kan taunya sama kalian. Kecuali kalo ganti orang, no
problem…” (wawancara dengan Ketua Penyelenggara KWF, Putut H
Pramono pada tanggal 23 Juli 2012).
Berdasarkan pernyataan dari pihak sponsor tersebut, Putut menyayangkan
keberadaan pihak-pihak yang mengintervensi pelaksanaan SIEM. Dalam proses
negosiasinya, Putut menyatakan bahwa Panitia SIEM waktu itu bukan diajak
dialog, namun diskusi pada waktu itu memberikan tekanan tertentu sehingga
Walikota Solo setuju bahwa SIEM tidak boleh dilaksanakan di Balekambang.
“…itu nggak ada forum dialog. Nggak ada. Forum mempressure supaya
Walikota mmbuat statement bahwa ini harus pindah dari Balekambang. Itu
bukan dialog. Ya akhirnya ketika dipressure akhirnya ya Walikota, ya udah
tidak di Balekambang.”.
Seperti yang telah disampaikan oleh Putut bahwa akhirnya forum yang
mempertemukan Panitia Penyelenggara SIEM dan Pemerintah Kota tersebut,
Walikota mengambil keputusan penyelenggaraan SIEM tidak dilaksanakan di
Balekambang. Keputusan tersebut diambil oleh Walikota karena tekanan-tekanan
yang ditujukan kepadanya. Dalam pernyataan Putut selanjutnya, ia menyayangkan
sikap Pemerintah yang tunduk pada tekanan tersebut.
“…. Sekarang kalau otoritas Solo itu sudah mengijinkan. Sudah, tidak
masalah. Tapi saya herannya kok mereka kalah dengan kelompok-kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
yang mengatasnamakan A, B, C. kok kalah? Heran saya. Ini mau jadi
Negara apa?..”.
Setelah proses tersebut terjadi, akhirnya diputuskan SIEM tidak
dilaksanakan. Selanjutnya, Panitia even menyepakati adanya even musik baru
bernama Kereta Kencana World Festival (KWF). Mengenai keputusan nama even
yang baru ini, Putut menyatakan tidak ada kepedulian Pemerintah terhadap even
baru ini. Diakui Putut bahwa ketika ia bertemu dengan Pemkot, mereka tidak
menyapa sama sekali. Mereka juga tidak menanyakan apakah KWF ini sudah
mendapatkan tempat atau belum. Dengan sikap pemerintah yang demikian, Putut
menyatakan bahwa dirinya dan juga even ini seperti dianakharamkan. Pernyataan
ini keluar karena Panitia merasa mereka sudah bekerja untuk Pemkot untuk mem-
branding Solo, namun sikap mereka sama sekali tidak peduli dengan even ini.
Sampai akhirnya menjelang H-4 dari penyelenggaraan KWF, Pemkot
melalui utusannya mendatangi Panitia KWF. Dalam pertemuan tersebut, Pemkot
meminta KWF dipindahkan dari Colomadu ke Balekambang. Pemkot pada waktu
itu menjamin bahwa jika nanti terjadi sesuatu berkaitan dengan pelaksanaan
KWF, maka Pemkot yang akan menanggung. Panitia KWF yang waktu itu
diwakili oleh Putut, menyatakan tidak akan memindahkan KWF dari Colomadu
ke Balekambang.
“…. Karepku Pemerintah ojo mencla-mencle gitu lho.. nanti kan masyarakat
jadi bingung, lho ni kok Walikota nyuruh pindah kok kon mbalik neh? Wis
ra cetho… kurang 4 hari, disuruh balik sana…”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh Putut bahwa empat hari
sebelum hari penyelenggaraan, utusan dari Pemkot menemuinya adalah utusan
dari Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata, Sekretaris Daerah dan Wakil Walikota.
“… Makanya ada empat orang yang diutus dari Kepala Disbudpar-nya
kesini. Diutus sama Setda sama Wakil Walikota, waktu itu Walikotanya kan
cuti kampanye DKI 1, untuk kembli ke Balekambang. Saya ndak mau.”
Bagi Putut, dengan sikapnya yang tetap melakssanakan KWF di Colomadu
ini, membuka kemungkinan untuk pelaksanaan KWF nantinya bukan hanya milik
Solo saja atau Karanganyar saja, namun menjadi milik bangsa Indonesia. Hal ini
menurut Putut sesuai dengan filosofi „Kereta‟ yang menjadi nama even musik ini.
Kereta diasumsikan dapat bergerak kemana-kemana dan berkeliling ke seluruh
Indonesia. Dengan demikian, even ini nantinya menjadi milik bangsa Indonesia.
“…toh saya mau kemana aja.. Budaya jangan dipolitisir, bisa menjadi bola
liar…”.
Masalah SIEM ini diselesaikan tanpa kehadiran Walikota Solo, Joko
Widodo, karena Walikota Solo saat itu sedang dalam aktivitas untuk mencalonkan
diri untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta. Hasil pencalonan Joko Widodo dan
Basuki bersama bahwa pasangan Joko Widodo – Basuki menempati urutan
pertama untuk perolehan suara warga DKI. Data dari KPU menyebutkan bahwa
hasilnya, pasangan calon nomor urut satu Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-
Nara) dengan 1.476.648 suara (34,05%), pasangan calon nomor urut dua,
Hendardji Supandji-Ahmad Riza Patria dengan 85.990 suara (1,98%), pasangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
nomor urut 3, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama 1.847.157 suara (42,60%),
pasangan calon nomor urut empat, Hidayat Nur Wahid-Didik Junaedi Rachbini
dengan jumlah suara 508.113 (11,72%). Kemudian, pasangan calon jalur
independen dengan nomor urut lima, Faisal Batubara-Biem Benyamin dengan
jumlah 215.935 suara (4,98%) dan pasangan calon nomor urut enam Alex
Noerdin-Nono Sampono memperoleh 202.643 suara (4,67%)
(www.kpujakarta.go.id/2012). Melalui data ini dan dikaitkan dengan polemik
yang terjadi di Solo tentang pelaksanaan even SIEM, Jokowi sebagai Walikota
Solo pada masa itu fokus untuk melakukan kampanye dalam rangka
pemenangannya untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Di level lokal Solo, melalui Wakilnya, Kepala Disbudpar dan Setda Solo
menurut Putut hendak melakukan „pembersihan nama‟.
“.. Iya. Walikota tidak datang. Ya dia sendiri bermain di dalam situ. Sibuk
bermain. Tanganne kotor, pengenne wisuh nang wastafel. Emang kita
wastafel?...”
Berkaitan dengan pencalonannya, Putut dalam kacamata budaya
memberikan pandangannya mengenai pencalonan Jokowi sebagai Gubernur DKI
Jakarta.
“… Aku berpikir, opo iso tenan Jokowi di DKI? Mengurai kemacetan di
Solo dua tahun ini terakhir, mana? Malah mikir DKI. Dia berpikir pagmatis.
Putut melanjutkan pandangannya mengenai Kota Solo dalam konteks
pengembangan budaya masih kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
“… Temen-temen sepakat, bukan mutung, tapi kemarin menjadi pelajaran
kita kayaknya Solo udah semakin nggak kondusif dalam konteks
membangun kebudayan yang lebih konstrukstif…”
Bagi Putut, konstruktif diartikan dengan mampu menyediakan sarana dan
prasarana yang memadai bagi terselenggaranya sebuah even. Kurang konstruktif
yang ia maksud berkaitan dengan misalnya Bandara Solo, Adi Sumarmo yang
masih kurang dalam jadwal penerbangan internasional. Tujuan akhir para delegasi
untuk penerbangan adalah di Yogyakarta. Sehingga panitia harus menjemput para
delegasi tersebut dari Yogyakarta. Kurang konstruktifnya lagi adalah bahwa
media massa di Solo dirasa juga kurang mendukung budaya yang konstruktif.
Media massa meliput tentang pemindahan lokasi SIEM, media massa lebih
memilih untuk mengangkat konflik antara Panitia Penyelenggara dengan Pemkot
dan DPRD. Hal-hal lain, misalnya tentang dibalik penyelenggaraan SIEM, tidak
diliput, padahal Panitia sudah menawarkan diri untuk membuka diri terhadap
peliputan dibalik penyelenggaraan SIEM. Hal-hal inilah yang menurut Putut
membuat Solo udah semakin nggak kondusif dalam konteks membangun
kebudayan yang lebih konstrukstif.
Gagalnya SIEM 2012 untuk dilaksanakan di Solo ini apabila dikaitkan
dengan branding Kota Solo sebagai Kota Budaya menurut Profesor Darsono
hanya sekadar branding kota saja, bukan Kota Budaya. Dan perlu dicatat bahwa
Kota Solo mengumumkan dirinya sebagai Kota Heritage tahun 2008, dan
branding sebagai Kota Heritage ini menurut Profesor Darsono belum bisa dicapai
oleh Pemkot Solo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
“…Jadi sebatas branding kota. Tapi branding kota Solo sebagai Kota
Heritage belum. Ketika tahun 2008 itu kita mencanangkan kota Solo sebagai
Kota Heritage maka mestinya yang diangkat Heritage Solo-nya. Kota Solo
sebagai kota Heritage kan?..”.
Lebih lanjut Profesor Darsono menyatakan bahwa Kota Solo belum
memenuhi kriteria untuk mejadi Kota Budaya.
“.. Solo masih berdiri dikit-dikit. Solo baru namanya saja. Cara-carane anak
kecil itu baru berteriak gitu. Berteriak Kota Budaya tapi ya gitu. Ya kayak
berteriak Merdeka, tapi nggak merdeka. Sama. Di Solo masih tarafnya
berteriak. Jadi masih branding tadi. Belum sampai ke citra merek..”
Dan branding Kota Solo sebagai Kota Budaya menurut Profesor Darsono
masih minim.
“… Ya. Minim. Belum sepenuhnya. Ya saya katakan 50 % belum…”.
Apa yang disampaikan oleh Prof Darsono ini sejalan dengan apa yang
disampaikan oleh Profesor Andrik Purwasito. Menurut Purwasito, SIEM dan
SIPA hanya bersifat mercusuar dan belum menjamah konsep lintas budaya.
Politik mercusuar yang dilakukan oleh Pemkot Solo disebut Purwasito sebagai
kebijakan gelembung atau policy of bulb.
Bulb diterjemahkan sebagai gelembung. Gelembung memiliki sifat serba
cepat dan serba gampang. Ia dapat dengan cepat membesar namun tidak berisi.
Demikian pula halnya dengan kebijakan gelembung (policy of bulb). Kebijakan
ini punya sifat yang serba cepat dan serba gampang. Ia dapat dengan segera
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
membesar dalam arti populis di mata masyarakat, namun sebenarnya kebijakan ini
tidak berisi.
Kebijakan gelembung membuat orang mudah tertarik, namun sesungguhnya
kosong melompong, hampa dan semu. Kebijakan gelembung meskipun terus
menerus membesar, tetapi cepat atau lambat, akan meletus atau mengempis. Saat
itulah diketahui kesemuannya sekaligus "kekosongan yang melompong".
Namun bahayanya, saat gelembung mengempis, atau kebijakan gelembung
ini mengempis, publik terlanjur terkecoh. Penyelenggaraan even yang bertubi-
tubi, pembangunan yang dilaksanakan terus-menerus, seringnya muncul di media
massa hakikatnya merupakan hal-hal myang membangun gelembung tersebut.
Orang dapat takjub berlari-lari mengikuti gelembung ini. Ia meliuk-liuk
bermanuver mengikuti arah angin. Sampai meletus dan akhirnya orangpun
kecewa.
C. Penggunaan Referensi Lokal pada Pesan SIEM dan SIPA
Kata “lokal” dalam KBBI dikonseptualisasikan sebagai kata benda yang
berarti terjadi (berlaku, ada, dsb) di satu tempat, tidak merata; setempat. Dengan
demikian penggunaan referensi lokal dapat berarti bahwa pesan-pesan dalam
paket promosi SIEM dan SIPA menggunakan unsur-unsur yang terjadi, berlaku,
dan ada di suatu tempat; tidak merata; setempat. Unsur-unsur setempat yang
digunakan dalam konstruksi pesan iklannya menggunakan unsur-unsur budaya
Jawa. Budaya Jawa merupakan budaya masyarakat Solo. Budaya Jawa tersebut
hanya berlaku dan terjadi di Jawa, secara khusus di Kota Solo. Referensi lokal
yang digunakan dalam konstruksi pesan SIEM dan SIPA diantaranya melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
pemilihan konsep acara secara keseluruhan, pemilihan tema acara, dan melalui
pemilihan lokasi pelaksaan acara.
1. Unsur Lokal dalam konsep even
Lokalitas pada konsep acara SIEM digunakan pada nama acara SIEM itu
sendiri. SIEM merupakan kepanjangan dari Solo International Ethnic Music.
Lokalitas yang digunakan melalui kata Ethnic Music atau Musik Etnik.
Sesuai namanya, Solo International Ethnic Music, acara ini mengusung
musik sebagai tema utama. Seringkali kita mendengar ungkapan “musik adalah
bahasa universal”. Maksudnya adalah dengan musik semua orang di seluruh dunia
yang berbeda suku, bahasa dan agama memiliki bahasa yang sama yang dapat
dimengerti yakni musik. Pertanyaannya kemudian adalah apakah memang musik
adalah bahasa universal? Dapatkah pula dikatakan bahwa bahasa-bahasa pelbagai
bangsa di dunia, sebagai karya tata budaya lisan, juga musik universal? Mendut
menyatakan bahwa mungkin yang dimaksud dengan ungkapantersebut adalah
musik diatonik jenis Mozart, orkes simfoni, bentuk sonata, yang sejarahnya lahir
dari musik Eropa (Mendut, 2002:37). Bahkan kalngan musikus linguistic pun
tidak sepaham dengan ungkapan “musik adalah bahasa universal”. Mereka
merasa lebih demokratis dengan “semua bahasa etnik adalah musik universal”,
dengan pemahaman bahwa bahasa etnik adalah bahasa lisan yang auditif untuk
memanjakan telinga. Ungkapan musik sebagai bahasa universal, lanjut Mendut
sebenarnya pemaknaanya mengacu pada komponis vokal yang pantas disebut
pemula dan cikal bakal komunikasi bahasa, yakni bayi. Musik universal tanpa
guru tanpa sekolah, sebuah makna alamiah muncul dalam tangisan bayi yang baru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
pertama kali lahir. Bayi manapun di seluruh dunia pun juga memiliki tangisan
yang sama. Bayi dari Negeri Cina, Afrika, Asia tidak berbeda.
Berkaitan dengan konsep musik, Djohan melihat bahwa musik sebagai
bahasa universal dapat disetujui karena sifat-sifatnya yang universal. Sifat
universal ini maksudnya adalah ada prinsip-prinsip spiritual, etika, dan fisika yang
tidak dapat dipisahkan sebagai satu kesatuan budaya. Meskipun di sisi lain,
sumber suara berada di seluruh dunia tidak dapat dibatasi oleh wilayah atau
budaya, apalagi jika kita melihat musik dalam konteks Indonesia. Dengan
kebhinekaan suku bangsa dan budayanya, Indonesia memiliki musik daerah yang
tak terhitung banyaknya (Djohan, 2006:23). Dalam pandangan ini, peneliti
mengamati bahwa konsep Djohan ini adalah konsep yang dianut bagi
penyelenggaraan SIEM.
Setelah memahami konsep musik, Danesi (2010) menyatakan bahwa ada
bermacam-macam tingkatan seni musik yang mungkin ada. Tingkatan musik
tersebut yakni musik klasik yang digubah dan dimainkan oleh kalangan
professional terlatih yang pada awalnya ada di bawah lindungan kaum bangsawan
dan lembaga religius; yang kedua adalah musik tradisional yang dimilki bersama
oleh seluruh populasi; serta yang ketiga adalah musik popular yang dibawakan
oleh kalangan professional, disebarkan melalui media elektronik (radio, televisi,
album rekaman, film) dan dikonsumsi oleh masyarakat luas. Namun, menurut
Danesi bahwa pengkategorian musik ini tidak kaku. Musik klasik, misalnya
terkadang diambil oleh komunitas musik tradisional dan pop, demikian pula
sebaliknya (Danesi, 2010243). Mengacu kepada pendapat Danesi ini, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa jenis musik yang hendak diangkat
oleh SIEM adalah jenis musik tradisional. SIEM sebagai wadah perkenalan
musik-musik tradisional dengan level internasional.
Fleksibilitas pengkategorisasian musik ini dalam pandangan Danesi,
muncul dalam pelaksanaan SIEM 2010. Setelah dua kali penyelenggaraan
acaranya menggunakan nama Solo International Ethnic Music, maka pada
pelaksanaannya yang ketiga, panitia penyelenggara menambahkan nama
“Contemporary” pada nama SIEM. Dengan demikian, pada pelaksaan SIEM
ketiga nama even tersebut menjadi Solo International Contemporay Ethnic Music.
Kata “kontemporer” dalam KBBI diartikan sebagai pd waktu yg sama; semasa;
sewaktu; pd masa kini; dewasa ini. Sehingga dalam pengamatan peneliti,
kontemporer dimaknai sebagai sebuah pengembangan atau modifikasi dari yang
pernah ada sebelumnya. Sehingga dalam konsep acara SIEM secara keseluruhan,
eksplisit menggunakan musik tradisional sebagai sarana menyampaikan pesannya.
Sementara untuk pelaksanaan SIPA, tidak menyebutkan secara eksplisit
pada nama evennya tentang referensi lokal yang digunakan. Referensi lokal pada
even SIPA muncul dalam pemilihan tema dan pemilihan lokasi penyelenggaraan
SIPA.
2. Lokalitas dalam tema even
Referensi lokal yang digunakan pada penyelenggaraan SIEM dan SIPA
muncul pada tema SIEM dan SIPA pada setiap penyelenggaraan acaranya.
Referensi lokal dalam tema SIEM dan SIPA berasal dari nilai-nilai budaya Jawa
secara khusus dan nilai-nilai bangsa Indonesia secara umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
SIPA pertama di tahun 2009 mengangkat tema “Art Brings Unity, Unity
Brings Harmony”. Tema ini ditulis pada desain iklan dengan menggunakan huruf
kapital dengan ukuran jenis huruf yang tidak terlalu besar jika dibandingkan
dengan jenis tulisan lain yang ada di dalam poster tersebut. Tema ditulis
menggunakan Bahasa Inggris, yakni “Art Brings Unity, Unity Brings Harmony”.
Dalam Bahasa Indonesia, tema ini memiliki arti “Seni Membawa Persatuan,
Persatuan Membawa Harmoni”. Tema ini dalam pengamatan peneliti
menggunakan referensi budaya lokal Jawa dan filosofi bangsa Indonesia.
Kata “seni”, dalam konteks SIPA 2009, merupakan kata dasar dari kata
kesenian. Dalam semiotika Pierce, kata “seni” dapat digolongkan sebagai sebuah
indeks. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara
tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau dapat
pula berarti tanda yang langsung mengacu pada kenyataan (Sobur2009:42).
Konsep “seni” sebagai sebuah indeks menurut Koentjaraningrat (2004:2) merujuk
pada pemahaman bahwa seni merupakan salah satu unsur pembentuk konsep
kebudayaan. Penggolong-golongan unsur kebudayaan ini menjadi penting untuk
dibicarakan karena terlalu luasnya konsep tentang kebudayaan. Guna kepentingan
analisa terhadap konsep kebudayaan, maka menurut Koentjaraningrat, konsep
mengenai kebudayaan perlu dipecah kedalam unsur-unsur. Unsur-unsur terbesar
sebagai pecahan-pecahan tahap pertama, disebut dengan unsur-unsur kebudayaan
yang universal. Unsur-unsur universal ini pasti bisa ditemukan di semua
kebudayaan di dunia, entah itu ada di dalam kebudayaan masyarakat pedesaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
maupun ada dalam kehidupan masyarakat kekotaan yang besar dan kompleks.
Dan salah satu dari ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut ialah kesenian.
Lebih lanjut berbicara mengenai kesenian, Sutrisno (2006:63) mengatakan
bahwa terdapat dua gugusan dalam sejarah pemikiran mengenai apa yang
dimaksud dengan seni. Pandangan pemikiran pertama, lebih memfokuskan seni
pada karya seni itu sendiri (object centered). Jenis pemikiran seperti ini
diprakarsai oleh Plato dan Aristoteles. Pemikiran kedua yang berbicara mengenai
seni, memandang seni sebagai sebuah teori ekspresionis. Pemikiran ini muncul
pada abad ke-19 yang lebih memfokuskan diri pada sang seniman sendiri sebagai
pusatnya (artist-centered). Namun, entah seni itu dipandang sebagai object
centered atau seni sebagai artist-centered, seni atau kesenian tetaplah merupakan
salah satu unsur universal dalam konsep kebudayaan manusia. Kesenian dimiliki
oleh semua budaya manusia di dunia, termasuk dimiliki oleh semua golongan.
Baik itu golongan masyarakat pedesaan, maupun golongan masyarakat perkotaan,
seni tetap menjadi bagian dalam setiap kebudayaan mereka.
Selain seni, dalam tema SIPA 2009 juga tercantum kata “unity”. Unity
dalam Bahasa Indonesia berarti kesatuan; persatuan. Kata “persatuan” dalam tema
SIPA 2009 dalam semiotika Pierce, juga merupakan sebuah indeks. Kata
“persatuan” mengacu kepada sila ketiga dari Pancasila, yakni Persatuan Indonesia.
Ketika berbicara mengenai Pancasila, ada baiknya kita berfilsafat tentang
Pancasila. Notonegoro (dalam Suwarno, 1993:84) menyatakan dalam konteks
filsafat, bahwa Pancasila dapat didekati dengan pendekatan hakikat dari Pancasila
itu sendiri. Notonegoro menyebutnya dengan konsep definition logis atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
definition metafisica Pancasila. Dalam kaitan pemahaman hakikat Pancasila ini,
Notonegoro juga mengambil teori filsafat Yunani kuno untuk menjelaskannya,
yakni teori abstraksi. Notonegoro lebih lanjut menganalisis istilah-istilah yang
digunakan dalam pokok-pokok gagasan Pancasila, yakni Ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan. Kata dasar dari
rumusan pokok-pokok Pancasila tersebut adalah Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan
adil. Kata dasar Tuhan, manusia, rakyat, dan adil mendapatkan awalan ke- dan
akhiran –an yang akhirnya menjadikan kata dasar tersebut sebagai kata benda
abstrak, sedangkan awalan per- dan akhiran –an dalam kata dasar satu, menurut
Notonegoro menjelaskan peristiwa atau hasil perbuatan. Oleh karena itu, dalam
memahami Pancasila, Notonegoro selanjutnya menganalisis hakikat dari Tuhan,
manusia, satu, rakyat, dan adil.
Untuk menjelaskan hakikat Tuhan, Notonegoro tidak melepaskan teori
causalis. Tuhan, bagi Notonegoro adalah Causa Prima. Tuhan dideskripsikan
secara lengkap dengan mengatakan bahwa hakikat Tuhan adalah sebab yang
pertama dari segala sesuatu, yang selama-lamanya ada atau abadi yang ada hanya
satu, yang merupakan asal muasal dan tujuan dari segala sesuatu, yang dari
padanya tergantung segala sesuatu, jadi sempurna dan kuasa, tidak mengalami
perubahan, tidak terbatas, Zat yang mutlak, Ada yang mutlak yang adanya ialah
harus dalam arti mutlak, tidak bisa tidak, serta dapat pula mengatur tata tertib
alam, maka wajib untuk ditaati. Dalam deskripsi ini kemudian dapat ditangkap
dalil-dalil filsafat Yunani kuno theologia naturalis yang mendalilkan Tuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
sebagai Causa Prima, Motor Immobilis, Sang Maha Pengatur, tetapi juga tersirat
konsep Jawa tentang Tuhan yakni Sangkan Paraning Dumadi.
Selanjutnya, untuk menjelaskan hakikat manusia, Notonegoro mengatakan
manusia sebagai sesuatu yang tersusun monopluralis atau sarwa tunggal dari
tubuh dan jiwa, akal rasa, dan kehendak, dengan sifat-sifat individual sekaligus
social, mandiri dan berdaulat sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Keseluruhannya
tersebut menggerakkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang bersifat
ketubuhan atau jasmaniah dan bersifat kejiwaan serta religius. Akal manusia
mengacu kepada kebenaran, rasa mengacu kepada keindahan, dan kehendak
mengacu pada kebaikan. Apabila ketiga hal ini bergerak secara kodrati dan serasi,
maka manusia akan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang membawanya ke
arah kesempurnaan (Suwarno, 1993:85).
Mengenai hakikat satu, menurut Notonegoro, adalah mutlak tidak terbagi,
terpisah dari yang lain, memiliki kepribadian, mempunyai bentuk, sifat dan
keadaan sendiri. Dalam kaitannya dengan penggunaan kata satu atau persatuan
dalam tema SIPA 2009, maka dapat diasumsikan bahwa SIPA 2009 merupakan
wadah yang mutlak tidak terbagi bagi para seniman, mutlak tidak terpisah dari
yang lain dan memiliki kepribadian, bentuk, sifat dan keadaan sendiri sebagai
sebuah ajang pentas seni pertunjukkan para seniman tari. Persatuan juga tidak
hanya dapat dimaknai sebagai yang mutlak tidak terpisah dan tidak terbagi,
namun dapat juga menunjuk pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dimiliki
bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika oleh Wayan Suwira Satria harus diartika
sebagai keragaman, dalam yang satu dan kesatuan dalam yang beragam di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
keseluruhan aspek kehidupan manusia Indonesia baik sebagai individu, sebagai
anggota masyarakat, ataupun warganegara (dalam Oentoro, 2010:111). Hal ini
dapat dimaknai bahwa di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika mengandung
sebuah pemikiran kebhinnekatunggalikaan harus terwujud dalam tataran berpikir,
berwacana dan berbuat, dimana ketiga tataran ini merupakan satu kesatuan aksi
yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Ciri persatuan ini, menurut pengamatan penulis, kemudian diangkat dalam
tema SIPA 2009 sebagai tema yang memiliki kaitan historis dengan jiwa dan
semangat bangsa Indonesia. Semangat kebhinnekatunggalikaan. Di sisi lain, tentu
semangat persatuan ini juga tidak lepas dari faham nasionalisme yang
berkembang pada abad ke-18 yang nampaknya juga memberi pengaruh kepada
makna persatuan Indonesia. Pada masa itu, manusia dikelompokkan menjadi
kesatuan-kesatuan yang disebut dengan nation (bangsa). Di dunia ini, ada ratusan
kesatuan atau bangsa, tetapi tidak semua kesatuan itu masuk dalam Pancasila,
hanya khusus kesatuan Indonesia saja. Maka sila ketiga dalam Pancasila ini
selanjutnya disebut dengan persatuan Indonesia (Suwarno, 1993:87).
Sementara mengenai hakikat kerakyatan dalam sila keempat Pancasila,
masih menurut Suwarno, adalah mengenai seluruh warga di dalam lingkungan
daerah atau negara tertentu, yang memiliki hak dan kewajiban asasi termasuk hak-
wajib demokrasi, yakni demokrasi politik (pendukung kekuasaan) dan demokrasi
fungsional (pendukung kepentingan). Dan akhirnya pada hakikat rasa adil dalam
sila kelima Pancasila dijelaskan dengan konsep klasik yakni setiap orang
menerima apa yang menjadi haknya. Bagi Notonegoro istilah tersebut lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
dimaknai dengan dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu yang telah merupakan
suatu hal, meliputi hubungan antara Negara sebagai pendukung wajib bagi warga-
warganya, disebut keadilan membagi (distribusi), sebaliknya antar warganegara
sebagai pendukung wajib bagi negara, disebut keadilan bertaat (legal), antara
sesama warga disebut keadilan sama-sama timbal balik (komutatif).
Kesatuan dan harmoni dalam tema yang diangkat SIPA tahun 2009,
sebenarnya merupakan dua konsep budaya Jawa yang tidak dapat dipisahkan.
Pendapat ini dikemukakan oleh Niels Mulder dalam bukunya yang berjudul
Mistisisme Jawa: Ideologi di Indonesia. Mulder adalah peneliti yang banyak
meneliti dan menulis tentang kebudayaan Jawa dan kebudayaan Thailand. Mulder
mendiskusikan kesatuan dan harmoni dalam filosofi sosial masyarakat Jawa. Bagi
Mulder, ideal mistik tentang kesatuan dan harmoni antara manusia dengan
“Tuhan” hadir sebagai model bagi hubungan antara manusia dengan masyarakat.
Upaya-upaya untuk mencapai keselarasan dan pemeliharaan ketertiban adalah
anasir yang menonjol. Gagasan mengenai kesatuan, pada hakikatnya menyiratkan
keteraturan. Hasrat, ambisi, dan keinginan pribadi dianggap sebagai ancaman
harmoni, sampai-sampai timbul pemikiran bahwa “berkorban demi harmoni sosial
akan mengantarkan pada upah tertinggi. Seseorang lebih baik mengalah kepada
masyarakat daripada mencoba memaksakan kehendaknya. Dan pendidikan Jawa
berupaya menanamkan gagasan-gagasan tersebut secara terus-menerus (Mulder,
2001:96).
Dalam proses seseorang menjadi orang Jawa, orang tersebut harus belajar
membedakan antara diri mereka dengan kepentingan “keluarga dan komunitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172
yang lebih luas”. Hingga pada akhirnya individu dan masyarakat terlindung satu
sama lain ileh internalisasi semua aturan dan ketentuan yang dianggap dapat
menjamin bentuk social yang tepat itu, tanpa pandang kebijaksanaan atau
pertimbangan individu. Lebih lanjut menurut Mulder, hubungan yang terjalin di
dalam masyarakat haruslah menyenangkan, damai, dan ramah serta
memperlihatkan kesatuan tujuan. Intinya hubungan itu harus dicirikan dengan
semangat rukun. Mulder menyebut semangat rukun ini adalah konsep Melayu
dan Jawa. Konsep nan kaya ini selanjutnya dikemas menjadi “berada dalam
harmoni”, “tenang dan damai”, “bagaikan hubungan ideal persahabatan”. “tanpa
pertikaian dan perselisihan”, “ramah”, “bersatu dalam tujuan seraya saling tolong-
menolong”. Idealnya, kehidupan komunal harus dijiwai oleh semangat rukun yang
mengimplikasikan penghalusan perbedaan, kerja sama, aling menerima, dan
kesediaan berkompromi. Harapannya kemudian adalah kehidupan dalam
masyarakat bisa menyamai kehidupan dalam komunitas ideal (Mulder, 2001:98).
Dari beberapa konsep dalam tema SIPA 2009, dapat disimpulkan kemudian
bahwa tema SIPA 2009 berakar dari nilai-nilai kebudayaan, gagasan-gagasan
filsafati tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, serta nilai-nilai budaya
Jawa yang menjunjung harmonisasi, keselarasan, dan kerukunan. Menurut panitia,
tema tersebut dipilih karena tema ini sebagai perwujudan penyatuan semangat
antar seni pertunjukan di Solo dan di berbagai tempat lain di Indonesia bahkan di
seluruh dunia. SIPA 2009 memiliki misi untuk menyatukan semangat masyarakat
pendukung seni pertunjukan untuk kemudian secara bersama-sama membumikan
semangat Kota Solo sebagai Kota Budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
Tema SIPA kedua yakni SIPA tahun 2010 pun juga menggunakan referensi
lokal untuk menyampaikan pesan evennya. Referensi lokal ini adalah message
engineering dari keseluruhan gagasan pelaksanaan acara SIPA. Tema SIPA 2010
adalah “Nature Inspires The Soul of Arts”. Dalam pemahaman semiotika Pierce,
tema SIPA 2010 merupakan sebuah indeks. Pencantuman tema SIPA 2010 masih
konsisten dengan pencantuman tema SIPA 2009 yang menggunakan Bahasa
Inggris. Tema “Nature Inspires The Soul of Arts” apabila diterjemahkan kedalam
Bahasa Indonesia berarti “Alam Menginspirasi Jiwa (dalam) Seni”. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “inspirasi” adalah kata benda yang berarti
ilham. Kata “ilham” dalam Kamus Thesaurus memiliki sinonim kata angan-
angan; bisikan; buah pikiran; gagasan; gerak hati; ide; ilham; kata hati; khayalan;
kreativitas; petunjuk; sempena hati; suara halus, dan wahyu. Dalam terjemahan
bebas, peneliti dapat mengajukan asumsi sesuai dengan KBBI dan Kamus
Thesaurus bahwa kata “inspirasi” memiliki arti ide; gagasan; atau kreativitas.
Inspirasi memiliki makna yang berbeda-beda bagi orang-orang yang
berbeda-beda pula. Bagi Anne Avantie yang merupakan desainer kebaya
terkemuka di Indonesia misalnya, memandang inspirasi sebagai embrio dari kerja
seni yang akan terus beranak pinak menajdi karya-karya yang berkelanjutan
(Endah, 2010:29). Lebih lanjut Avantie menyatakan bahwa sebagian karya
memang terlahir otentik tanpa diwarnai oleh khazanah inspirasi dari sumber
apapun. Ide tersebut muncul dari hati dan terciptalah sebuah mahakarya yang
orisinil. Namun sebagian mahakarya memiliki tempatnya tersendiri karena
kekuatan inspirasi yang tercermin di dalam karya tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174
Hampir mirip dengan pernyataan Avantie tentang inspirasi, bagi Yoris
Sebastian, sosok anak muda Indonesia yang kerap diidentikkan dengan ide kreatif,
menyatakan bahwa inspirasi yang dia peroleh selama ini dia dapatkan dari
manapun. Selain hal-hal sederhana di lingkungan sosial yang dia amati,
mendengarkan music juga sering menjadi sumber inspirasi bagi Yoris untuk
menciptakan inovasi-inovasi. Menurut dia, dengan mencatat hal-hal kreatif yang
ditemui, wawasan seseorang juga dapat bertambah luas (Sebastian, 2010).
Dengan demikian, dari pengalaman kedua orang ternama di Indonesia
tersebut, dapat peneliti sampaikan bahwa terdapat beragam sumber inspirasi yang
dapat digali untuk menghasilkan karya. Berbicara mengenai sumber inspirasi, ada
banyak tempat, waktu dan aktivitas untuk bisa mendapatkan inspirasi. Hal-hal
yang bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi antara lain ketika kita sedang
menikmati cahaya, bayangan, warna, alam, langit, hujan, hewan, dll. Semua ini
bisa membantu kita untuk mendapatkan inspirasi.
Seperti yang telah peneliti sampaikan sebelumnya bahwa sumber inspirasi
bisa diperoleh dimana saja, termasuk sumber inspirasi dari alam. Sumber inspirasi
dari alam ini pula yang melatarbelakangi penggunaan tema SIPA 2010. “Alam
Menginspirasi Jiwa Seni”. Inspirasi ada dalam diri manusia. Alam adalah tempat
hidup manusia itu. Dengan demikian ada keterhubungan antara manusia dengan
alam. Pada pola hubungan alam dengan manusia ini,
Brownlee (2004:152) mengemukakan setidaknya ada tiga sikap manusia
terhadap alam. Pertama, manusia memandang alam sebagai ruang kuasa-kuasa
yang menakutkan sehingga manusia perlu tunduk kepada alam dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
menyenangkan kuasa-kuasa alam dengan sesajen, kenduri, atau upacara-upacara.
Kedua, manusia memandang alam bukan sebagai subjek yang menentukan nasib
manusia tetapi sebagai objek yang dapat diselidiki dan dipergunakan oleh alam.
Dalam konsep ini, alam ada untuk manusia. Pandangan ketiga mengenai
hubungan antara alam dan manusia menunjukkan bahwa baik alam maupun
manusia dilihat sebagai dua subjek yang saling mempengaruhi. Manusia dan alam
perlu berjalan bersama dalam hubungan yang selaras karena manusia adalah satu
dengan alam.
Brownlee mengakui bahwa pandangan pertama dipegang oleh suku-suku
bangsa tertentu di dunia, sementara pandangan yang ketiga lebih lazim terjadi di
Indoensia khususnya di Jawa. Menurut Brownlee, dalam kebudayaan Jawa, alam
merupakan suatu keseluruhan yang sakral, dengan menyadari bahwa tidak semua
bagian dari alam adalah suci. Ada bagian-bagian dari alam misalnya puncak bukit
yang tinggi, jurang yang curam, kuburan dan pohon-pohon (beringin, bunga
gading, pohon aren) yang lebih indah daripada bagian-bagian alam yang lain.
Seluruh alam bagi orang Jawa bersifat sacral, namun sifat itu terserak, bukan
homogen tapi heterogen. Dalam pandangan ini manusia bersatu dengan alam.
Manusia tidak berdiri berhadapan dengan kosmos, melainkan manusia sebagai
bagian dari kosmos tersebut. Jadi, dengan melihat adanya keterhubungan antara
manusia dengan alam ini, maka tema SIPA 2010 tercipta. SIPA 2010 hendak
mengingatkan kembali mengenai keberadaan hubungan manusia dengan alam.
Keterhubungan antara manusia dengan alam ini nampak pula pada
pemilihan latar belakang (background) dari pesan iklan SIPA. SIPA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
176
mengambil latar (background) lahan pertanian atau sawah. Sawah merupakan ciri
khas bangsa Indonesia sebagai negara agraris. Sebagian besar wilayah Indonesia
merupakan lahan pertanian.
Pada konsep iklan SIPA 2010, ikon padi yang ditampilkan terlihat masih
berwarna hijau. Hal ini menandakan saat musim tanam. Lahan pertanian yang
masih hijau juga menandakan tanah yang subur yang masih dapat dijadikan media
untuk bertanam, khususnya tanaman padi. Dalam pandangan penulis, lahan
pertanian ini mengacu pada kata tema SIPA 2010 yakni “nature”. “Nature” atau
“natur” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti alam semesta dan segala yg
diciptakan oleh Tuhan; alam beserta isinya; asli. Natur dikaitkan dengan keaslian
alam. Keaslian alam semesta ciptaan Tuhan yang belum bercampur dengan
bangunan gedung-gedung.
Kembalinya manusia akan penghargaan kepada keaslian alam ciptaan
Tuhan ini, dalam pandangan peneliti merupakan salah satu bentuk autokritik.
Masyarakat seringkali telah dimanjakan dengan pembangunan-pembangunan.
Setyobudi (2001:1) menyatakan hal senada. Setyobudi mengatakan bahwa selama
kurun waktu 25 tahun, Orde Baru dengan program lima tahunannya, rupanya
terlampau menitikberatkan pembangunan di kawasan perkotaan. Program ABRI
Masuk Desa disinyalir hanyalah sebatas retorika politik pemerintah dan militer,
sekadar membangun opini publik bahwa militer dekat dengan rakyat. Poster SIPA
kedua ini, nampaknya memiliki harapan agar para seniman kembali kepada natur
atau alam, yang memungkinkan mereka untuk menciptakan karya seninya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
177
Pemilihan sawah sebagai latar dari poster ini juga dikarenakan pada masa
lalu, Indonesia, khususnya Jawa, memiliki kerajaan bernama Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit mendasarkan kegiatan perekonomiannya pada pertanian
(Ricklefs, 2008:35). Hal senada juga diungkapkan oleh Soesastro dkk. Soesastro
dkk menyatakan bahwa sifat suatu masyarakat yang sangat agraris dapat diamati
dari beberapa artinya yang khas. Salah satu cara mengenalnya adalah melalui
pembagian angkatan kerjanya menurut kegiatan ekonomi (Soesastro,dkk,
2005:219). Pembagian angkatan kerja dalam kegiatan ekonomi dapat digolongkan
ke dalam empat kategori, yaitu: pertama, industry primer (pertanian dan kegiatan
ekstraktif); kedua, industry sekunder (industri pabrik); ketiga industry tertier yang
dapat dibagi lebih lanjut dalam jasa-jasa institusionil (perdagangan, perbankan,
turisme) dan jasa-jasa perorangan (profesi, pegawai negeri, pembantu rumah
tangga dan segala macam bentuk pekerjaan-pekerjaan lain). Melalui
penggolongan ini, terlihat bahwa pendapatan masyarakat Indonesia di kategori
primer menempati posisi pertama sebesar 72% dari total pendapatan. Dengan
demikian, nampak jelas bahwa sector pertanian menjadi sektor utama penunjang
ekonomi Indonesia. Dengan tingginya pendapatan negara di sektor pertanian ini,
membuat Indonesia layak disebut sebagai negara agraris. Dalam konteks SIPA
2010, Indonesia sebagai negara agraris diangkat dalam desain latar poster. Desain
latar ini menggunakan referensi lokal masyarakat Indonesia untuk mengajak
orang-orang dari bangsa lain berkumpul di Indonesia, di negara agraris.
Latar sawah yang dipilih ini baik jika dipandang dari sudut pandang
panitia pelaksana SIPA. Namun apabila kita lihat fakta yang berkembang pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
178
saat even ini berlangsung, maka penulis menyatakan sedang terjadi inkonsistensi
konsep atau ide SIPA 2010. Konsep SIPA 2010 mengajak kembali ke keaslian
alam, sementara pada masa-masa SIPA berlangsung, sedang terjadi pembangunan
di beberapa lokasi di Kota Solo. Pemkot Solo melakukan pembangunan pasar,
yakni Pasar Legi, Pasar Kembang dan Pasar Nusukan, dan pasar tradisional lain di
Kota Solo; pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti terminal hingga
pembangunan hotel dan mall baru di Kota Solo. Dengan fakta-fakta ini, semangat
untuk kembali ke alam seperti tema yang diusung oleh panitia SIPA nampaknya
tidak berjalan beriringan. Artinya terdapat kesenjangan antara message
engineering dengan message packaging.
Mengenai pelaksanaan SIEM, penggunaan tema yang mengacu pada
referensi lokal muncul pada tema SIEM pertama di tahun 2007. SIEM kedua dan
ketiga tidak menggunakan tema namun mengacu kepada bentuk lain untuk
memuat gagasan-gagasan lokalitas.
Tema SIEM pertama yakni “Merajut Kebhinnekaan Budaya Bangsa dan
Hubungan Internasional”. Penyampaian tema SIEM 2007 ini menggunakan
Bahasa Indonesia. Pesan yang hendak disampaikan oleh penyelenggara adalah
menyatukan keragaman budaya dari berbagai bangsa di dunia melalui SIEM.
Makna persatuan ini dapat kita amati dalam setiap pilihan kata dan frase dalam
tema SIEM 2007. Kata “kebhinekaan budaya bangsa” misalnya, dalam pandangan
Hamengku Buwono X mengacu kepada Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal
Ika ini harus diingat dan dijadikan basis strategi integrasi nasional. Bhinneka
Tunggal Ika diartikan sekalipun satu, tidak boleh dilupakan bahwa sesungguhnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
179
bangsa ini berbeda-beda dalam suatu kemajemukan. Menurut Hamengku Buwono
X, pengalaman mengajarkan bahwa bukan semangat kemanunggalan atau
ketunggalan (tunggal-ika) yang paling potensial untuk bisa melahirkan kesatuan
dan persatuan yang kuat, melainkan pengakuan akan adanya pluralitas (bhinneka)
dan kesediaan untuk menghormati kemajemukan bangsa Indonesia. Pengakuan
adanya pluralitas dan kesediaan menghormati kemajemukan inilah yang
menjamin persatuan dan kesatuan serta integrasi nasional dalam rentang waktu
jangka panjang yang kukuh dan lestari (Hamengku Buwono, 2008:67).
Mengacu pada pendapat Hamengku Buwono, bahwa dalam kesadaran akan
adanya perbedaan dan kesadaran untuk menghormati perbedaan itu merupakan
pengalaman yang mampu membuktikan terciptanya persatuan, maka dalam
konteks SIEM 2007 ini, merajut kebhinnekaan budaya bangsa juga dapat
dimaknai bahwa perbedaan budaya khususnya seni musik mampu diikat dalam
semangat persatuan dengan menyadari perbedaan dan penghomatan terhadap
perbedaan.
Frase lain dalam tema SIEM 2007 adalah frase “hubungan internasional”.
Hubungan internasional merupakan hubungan yang terjalin diantara dua negara
atau lebih atau hubungan antar individu yang berasal dari negara berbeda, baik
berupa hubungan politik, sosial, budaya, ekonomi, dan hankam. Hubungan
tersebut dapat terjalin karena adanya ketidakmerataan kekayaan alam atau
keseimbangan perkembangan industri di setiap negara, sehingga menuntut negara
yang saling mengadakan hubungan tersebut untuk bersama-sama melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
180
kerjasama dengan negara lainnya. Tujuannya tentu saja untuk mencapai
kesejahteraan bersama.
Jika pada desain iklan SIEM 2007 menggunakan tema dengan referensi
lokal khas Jawa dan Indonesia, maka pada pesan iklan SIEM kedua dan ketiga
menggunakan referensi lokal dengan cara yang berbeda. SIEM 2008,
menggunakan lokalitas pada busana yang dikenakan oleh model pada iklan.
Busana yang digunakan oleh model dalam iklan SIEM 2008 adalah busana
„basahan‟. „Basahan‟ pada busana laki-laki, dalam konteks kultur Jawa, berarti
tidak mengenakan baju atau bertelanjang dada, sementara bagian bawah
menggunakan „jarik‟. „Jarik‟ adalah kain panjang yang dikenakan untuk menutupi
tubuh sepanjang kaki. „Jarik‟ dalam konteks budaya Jawa merupakan busana khas
yang digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. „Jarik‟ bukan hanya kain
panjang polos, namun kain panjang bermotif. Motif yang digunakan adalah motif
batik. Batik juga merupakan motif khas masyarakat Indonesia, termasuk di Jawa.
Jawa merupakan ikon batik di Indonesia. Endorser pada poster SIEM 2008
menggunakan „jarik‟ dengan motif „Parang‟. Kata „Parang‟ berasal dari kata
„pereng‟ yang berarti „lereng‟. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun
dari tinggi ke rendah dalam bentuk diagonal. Susunan motif ini seperti berbentuk
huruf „S‟ yang jalin-menjalin tidak terputus yang melambangkan kesinambungan.
Bentuk dasar huruf „S‟ ini diambil dari ombak samudra yang menggambarkan
semangat tidak pernah padam.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motif ini merupakan salah satu
motif dasar batik yang paling tua. Pada masa lalu, motif parang sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
181
dikeramatkan dan hanya dipakai oleh kalangan tertentu dan acara-acara tertentu
saja. Contohnya, jarik dengan motif parang ini digunakan oleh raja-raja Jawa dan
senopati keraton yang pulang berperang membawa kemenangan. Melalui
penggunaan jarik motif parang ini, senopati ingin menyampaikan kabar gembira
kepada Raja atas kemenangannya.
Motif parang sendiri sebenarnya juga beragam. Ada Parang Rusak yang
khusus digunakan oleh Raja, ada pula Parang Kusuma dan Parang Barong, Parang
Klithik, dsb. Warna dasar motif parang juga berbeda antara motif parang Solo
dengan motif parang Yogyakarta. Motif Parang Solo berwarna coklat atau sering
disebut dengan „Sogan‟ sementara motif Parang Yogyakarta memiliki warna dasar
putih. Mengamati batik yang digunakan oleh endorser pada poster SIEM 2008,
nampak bahwa endorser menggunakan jenis jarik dengan motif Parang Rusak
Yogyakarta. Parang Rusak merupakan motif batik sakral yang hanya digunakan di
lingkungan Keraton. Namun sekarang ini, penggunaannya telah mengalami
modifikasi. Motif jenis ini tidak hanya digunakan untuk kalangan bangsawan
namun telah digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Motif tersebut juga
merupakan motif khas Yogyakarta, karena warna dasar jarik adalah warna putih,
padahal SIEM ini dilaksanakan di Solo. Dalam pandangan peneliti, terdapat
ketidaksesuaian penggunaan filosofi kemasan pesan dengan pesan yang
sebenarnya ingin disampaikan. Dengan kata lain, kembali terjadi kesenjangan
antara message engineering dengan message packaging.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
182
3. Lokalitas pada pemilihan lokasi even
Hal-hal yang bersifat lokal juga muncul pada pemilihan lokasi
pelaksanaan SIEM dan SIPA. SIEM pertama mengambil lokasi di Benteng
Vastenberg. Benteng Vastenberg dipilih sebagai tempat yang dianggap tepat
untuk pelaksanaan even ini. Benteng Vastenberg yang berlokasi di Jl. Mayor
Sumarno, Solo merupakan bangunan yang didirikan pada tahun 1745 pada masa
pemerintahan Kolonial Belanda. Benteng ini menjadi saksi sejarah perkembangan
Kota Solo. Dibangun bersamaan dengan kepindahan Keraton Mataram dari
Kartasura ke Desa Sala yang kemudian menjadi Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat. Benteng yang memiliki nilai sejarah tinggi ini, nampak terawat
ketika pelaksanaan SIEM 2007. Namun terawatnya benteng ini hanya berlangsung
pada saat even SIEM saja. Setelah SIEM 2007 berakhir, Benteng Vastenberg
tidak lagi terawat. Hal ini disebabkan Benteng Vastenberg menjadi rebutan
pemilik dan budayawan. Seperti yang telah diketahui, Benteng Vastenberg kini
telah dimiliki oleh perorangan, padahal seharusnya benteng ini masuk dalam
kawasan cagar budaya yang dilindungi oleh Pemkot setempat. Pemilihan Benteng
Vastenberg pada pelaksanaan SIEM pertama ini tepat karena sesuai dengan visi
misi Kota Solo sebagai Kota Budaya sekaligus sesuai dengan visi misi SIEM yang
mengangkat nilai-nilai budaya lokal agar dikenal masyarakat luas.
Berbeda dengan pelaksanaan SIEM pertama yang mengambil lokasi di
Beteng Vanstenberg, SIEM kedua berlangsung di Pamedan Pura Mangkunegaran.
Pemilihan lokasi ini sama dengan pemilihan lokasi SIPA selama kurun waktu
2009 dan 2010. Pemilihan lokasi penyelenggaraan even di Pamedan Pura
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
183
Mangkunegaran ini peneliti anggap kurang tepat apabila dilaksanakan di
Mangunegaran. Alasannya karena semangat yang dibawa oleh Keraton
Mangkunegaran bukan semangat gebyar. SIEM akan lebih tepat apabila
dilaksanakan di Keraton Kasunanan. Dengan penyesuaian semangat dari masing-
masing keraton ini, menurut peneliti, dapat memberikan pengetahuan yang benar
pula kepada masyarakat Solo. Masyarakat Solo dapat lebih mengenal dan
memahami secara mendalam tentang historis keraton, khususnya historis Kota
Solo secara holistik.
Lokasi penyelenggaraan SIEM ketiga yakni tahun 2010 mengambil tempat
di Stadion Sriwedari. Pada desain promosi SIEM 2010, penyebutan Stadion
Sriwedari adalah Stadion R. Maladi, Sriwedari. Stadion ini berlokasi di Jalan
Bhayangkara yang merupakan lokasi jantung kota Solo. Stadion ini pada masa
pemerintahan Walikota Solo, Slamet Suryanto diberi nama Stadion R. Maladi.
Maladi merupakan desainer stadion ini sekaligus sebagai salah satu pejuang asal
Solo yang pada masanya berjuang melawan penjajah Belanda. Maladi juga pernah
menjabat sebagai Menteri Olahraga Indonesia. Karena prestasi-prestasi itulah
maka untuk mengenang Maladi, Slamet Suryanto memberi nama Stadion
Sriwedari dengan nama Stadion R. Maladi. Dalam perkembangannya, yakni tahun
2011, pada masa pemerintahan Walikota Solo, Joko Widodo, nama stadion ini
dikembalikan ke nama semula yakni Stadion Sriwedari. Dalam sejarah olahraga di
Indonesia, Stadion Sriwedari merupakan stadion tempat diselenggarakannya
Pekan Olahraga Nasional (PON) I pada tahun 1946. Faktor-faktor kesejarahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
184
inilah yang kemudian dalam pandangan peneliti merupakan alasan panitia
sehingga memilih tempat ini sebagai tempat untuk menyelenggarakan SIEM.
Hal lain yang dapat diamati peneliti dari pemilihan lokasi SIEM adalah
selama tiga kali penyelenggaraan SIEM, panitia belum pernah menggunakan
lokasi yang sama sebagai tempat penyelenggaraannya. Setiap tahun pelaksanaan
SIEM selalu mengambil lokasi yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk
mengeksplorasi tempat-tempat di Solo yang memiliki nilai sejarah dan budaya,
sehingga penonton SIEM dapat mengenali setiap sudut Kota Solo.
SIPA memiliki caranya sendiri untuk menyelenggarakan acaranya. Dalam
dua kali penyelenggaraan SIPA, lokasi pelaksanaan SIPA menempati tempat yang
sama yakni di Pamedan Pura Mangkunegaran.
Gambar 5.14.
Lokasi, tanggal dan waktu pelaksanaan SIPA
2009
Gambar 5.15.
Lokasi, tanggal dan waktu pelaksanaan SIPA
2010
SIPA pertama dan kedua mengambil lokasi di di Pamedan Pura
Mangkunegaran. Pura Mangkunegaran merupakan kediaman Raja Mangkunegara
Solo. Keraton Mangkunegaran sejak awal berdirinya disebut sebagai counter
culture (budaya tandingan) dari tradisi di Keraton Kasunanan (Ghozali, 2002:13).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
185
Istana Mangkunegaran relatif tidak menampakkan nuansa gebyar. Oleh karena itu,
Keraton Mangkunegaran relatif kurang memberikan kebanggaan dari sisi kultural
bagi masyarakat Solo, meskipun sebenarnya Keraton Mangkunegaran menyimpan
tradisi intelektual yang dirintis oleh R.M. Said atau Mangkunegara I.
Hal ini akan nampak berbeda jika dibandingkan dengan Keraton
Kasunanan. Keraton Kasunanan memiliki tradisi gebyar. Keraton Kasunanan
menyelenggarakan tradisi Sekaten, upacara-upacara megah, dan artefak-artefak
budaya yang menjadi komoditas budaya yang potensial, sekaligus memiliki
peluang ekonomi yang besar. Lebih lanjut menurut Ghozali, Keraton Kasunanan
lebih memberi warna pada Kota Solo sebagai kota plesiran, juga sebagai kota
budaya yang tidak pernah tidur.
Memperbandingkan kedua lokasi tersebut, yakni Keraton Mangkunegaran
dan Keraton Kasunanan, maka nampak jelas bagi kita tentang semangat yang
dibawa oleh masing-masing Keraton. Meskipun sama-sama berada di satu kota,
namun Solo memiliki dua wilayah kerajaan yang memiliki ciri khasnya masing-
masing. Dalam pengambilan lokasi pagelaran, mengacu pada pendapat Ghozali
(2002), maka menurut penulis, akan tepat apabila pelaksanaan pagelaran SIPA
berlangsung di wilayah Keraton Kasunanan. Hal ini mengingat bahwa Keraton
Kasunanan memiliki semangat gebyar, semangat pagelaran yang tentunya sesuai
dengan semangat yang hendak diusung oleh SIPA.
Hal ini berarti, menurut pandangan peneliti, penyelenggaraan SIPA yang
digelar di Mangkunegaran kurang tepat dilakukan. Sesuai dengan pernyataan
Ghozali (2002) bahwa nuansa yang dibangun oleh Keraton Mangkunegaran lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
186
mengacu kepada restrukturisasi budaya Jawa dan reinterpretasi agama (Islam)
untuk mencari rumusan yang ideal. Nuansa yang dibawa oleh Keraton
Mangkunegaran akan sesuai apabila SIPA mengadakan misalnya konferensi seni
pertunjukan atau semiloka seni pertunjukan dan semacamnya di Keraton
Mangkunegaran.
Pemilihan lokasi di Pamedan Mangkunegaran juga mengindikasikan adanya
hubungan kekerabatan antara pihak Keraton dengan pihak ketua penyelenggara
SIPA. Seperti yang telah peneliti sampaikan sebelumnya bahwa Irawati sebagai
ketua penyelenggara SIPA adalah keturunan bangsawan Keraton Mangkunegaran.
Dengan adanya hubungan kekerabatan ini maka setidaknya terdapat tiga hal yang
muncul sebagai dampak hubungan tersebut. Dampak pertama adalah masalah
perijinan. Karena memiliki hubungan kekerabatan dengan Keraton
Mangkunegaran, maka perijinan penggunaan lokasi menjadi lebih mudah. Seperti
yang sudah kita ketahui bersama, dua kali berturut-turut even SIPA dilaksanakan
di tempat yang sama, yakni di Pamedan Mangkunegaran. Untuk pelaksanaan
SIPA ketiga pun lokasi ini dipilih menjadi lokasi penyelenggaraan SIPA. Bahkan
peneliti dapat pula melakukan prediksi bahwa pelaksanaan SIPA keempat pada
bulan September mendatang akan dilaksanakan pula di Keraton Mangkunegaran.
Dampak kedua dari penyelenggaraan SIPA yang konsisten di Keraton
Mangkunegaran memberikan dampak positioning Keraton Mangkunegaran
sebagai pihak yang peduli dengan eksistensi seni budaya khususnya seni tari.
Kepedulian ini hendak dibuktikan dengan diijinkannya SIPA untuk terus
dilaksanakan di Keraton Mangkunegaran. Dampak ketiga yang muncul adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
187
kembali berkembangnya seni budaya dalam konteks ini adalah seni tari di wilayah
Keraton. Di satu sisi, perkembangan budaya ini menjadi baik karena Solo
menemukan kembali identitasnya sebagai kota yang berbudaya. Namun di sisi
lain, dapat pula muncul anggapan bahwa tempat berkembangnya budaya hanya
ada di Keraton. Tempat-tempat public diluar Keraton tidak memiliki kesempatan
untuk dijadikan tempat berkembangnya sebuah budaya. Dalam anggapan yang
paling buruk adalah rakyat biasa tidak diberi akses untuk mengembangkan budaya
yang menjadi identitasnya. Akses hanya dimiliki oleh kaum elite, dalam hal ini
adalah pihak Keraton.
Dari sisi penulisan lokasi dalam konsep promosi tersebut, penulisan lokasi
menggunakan ukuran huruf yang kecil dengan jenis huruf yang standar. Maksud
dari standar adalah jenis tulisan yang dipilih tidak terlalu menonjol jika
dibandingkan dengan jenis huruf lain dalam poster tersebut. Dengan demikian
dapat peneliti simpulkan bahwa penulisan lokasi dengan menggunakan ukuran
yang kecil dan jenis huruf standar masuk dalam kategori body teks. Body teks
merupakan sub bagian dari keseluruhan isi poster. Body teks merupakan informasi
tambahan dalam sebuah poster. tingkat kepentingannya menempati urutan kedua
setelah pencamtuman judul atau headline. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pencantuman lokasi pada poster SIPA bertujuan untuk memberikan
informasi tambahan karena letak tulisan lokasi SIPA berada pada posisi body teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
188
D. Branding Kota Solo sebagai Kota Budaya dalam Penyelenggaraan SIEM
dan SIPA
Branding sebagaimana yang telah peneliti sampaikan di Bab II penelitian
ini merupakan sebuah nama yang secara umum dilekatkan pada sebuah produk
atau jasa atau kelompok yang melengkapi produk atau jasa tersebut E. Clow &
Baack (2002: 117). Dalam konsep ini, branding atau pemerekan menjadi
penting karena dapat digunakan untuk membedakan produk atau jasa yang
dikomunikasikan dengan produk atau jasa lainnya yang serupa.
Signifikansi branding ini sejalan dengan konsep yang disampaikan oleh
American Marketing Association (AMA). AMA menyatakan bahwa brand
merupakan nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi semuanya
untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual untuk
mendifferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing
(www.marketingpower.com/2011). Melalui pemahaman ini dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa branding atau pemerekan berguna untuk
memposisikan produk atau jasanya secara khusus di benak konsumen. Kotler
menyebut pemosisian produk atau jasa secara khusus di pikiran konsumen ini
sebagai positioning.
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan SIEM dan SIPA dalam mem-
branding Kota Solo sebagai Kota Budaya, peneliti menemukan beberapa
pemberitaan di media massa yang memberitakan penyelenggaraan even ini
dalam kaitannya dengan branding Kota Solo sebagai Kota Budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
189
Forum pasarsolo.com (www.pasarsolo.com/2012) pada tanggal 22 Juli
2009 memposting tentang penyelenggaraan SIPA pertama. Pada
pemberitaannya tentang SIPA, pasarsolo.com menyatakan bahwa SIPA 2009
adalah jawaban dari penyatuan semangat antar seni pertunjukan. Sebuah even
berskala internasional yang di antaranya akan menyatukan semangat
masyarakat pendukung seni pertunjukan untuk kemudian bersama
membumikan Kota Solo sebagai Kota Budaya.
Penyatuan semangat ini didasari oleh kehidupan masyarakat Solo yang
telah memiliki kekuatan dalam seni pertunjukan (performing art). Kedahsyatan
kekuatan itu bisa ditelusuri dari intensitas pergelaran yang menurut sejarah
memang sudah sedemikian dinamis sejak masa lampau. Seni pertunjukan di
Kota Solo tidaklah sekadar ada. Namun dari kuantitasnya yang cukup beragam
dengan mencakup berbagai wilayah kesenian, seni pertunjukan bahkan telah
menjadi daya hidup dari masyarakatnya. Seni pertunjukan sudah dapat
dikatakan telah mengakar dalam kehidupan Kota.
Bukti betapa dunia seni pertunjukan telah mengakar dalam kehidupan
kota diantaranya tertengarai pada kehidupan kantong-kantong seni yang ada.
Tidak hanya yang dikelola oleh Lembaga Pemerintah ataupun Swasta, namun
bahkan juga telah merambah dalam wilayah masyarakat yang mandiri. Kondisi
ini merupakan aset yang tak ternilai bagi Kota Solo terkait dengan sebutan
Kota Budaya. Dan untuk lebih memaksimalkan energi-energi itu maka
dibutuhkanlah semacam „‟terminal‟‟ untuk menyatukan semangat yang sama.
Termasuk dengan mencoba merelasikan dengan seni pertunjukan dari luar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
190
daerah bahkan dari mancanegara. Dengan demikian lahirlah Solo International
Performing Arts yang pertama, yakni di tahun 2009.
Respon positif dari masyarakat yang mengunjungi situs tersebut. Mereka
menyatakan kesiapannya untuk datang dan menyaksikan SIPA. Mereka juga
menunjukkan apresiasi yang sangat baik terhadap bentuk penyelenggaraan
even budaya berskala internasional yang menurut mereka dapat membuat citra
Kota Solo sebagai Kota Budaya makin kuat. Pasarsolo.com selanjutnya
menampilkan dalam pemberitaannya di tahun 2010 bahwa penyelenggaraan
SIPA pertama ini sukses dilaksanakan.
Pada tahun 2010 tepatnya pada tanggal 3 Juni 2010, pasarsolo.com
kembali memberitakan tentang penyelenggaraan SIPA kedua. Tema yang
diangkat dalam pemberitaan ini adalah Lewat Anak, SIPA Lestarikan Budaya.
Dalam Pre-Event SIPA 2010 ini Panitia sengaja melibatkan anak-anak supaya
anak-anak bisa mulai mengenal dan bangga terhadap budaya Indonesia.
Terlebih lagi, menurut Ketua Panitia, Irawati Kusumorasri, tarian Jawa yang
dibawakan anak-anak ini memang salah satu bentuk kesenian rakyat yang
menjadi tema utama penyelenggaraan SIPA 2010. Bahkan beberapa tarian
yang ditampilkan dalam Pre-Even ini merupakan tarian yang menjadi bahan
ajar wajib mata pelajaran tari di beberapa sekolah di Kota Solo, yakni Tari
Kukilo dan Tari Merak Ngigel.
Berita lain tentang SIPA datang dari surat kabar harian Joglosemar pada
tanggal 24 Maret 2011. SIPA tahun 2011 diberitakan akan bekerjasama dengan
Junior Chamber International (JCI) Chapter Solo. JCI adalah federasi dunia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
191
yang berisi profesional dan wirausaha muda dengan usia 18-40 tahun. JCI
merupakan lembaga non-pemerintah (nongovernmental organization) yang
berpartisipasi aktif dalam sistem PBB dan termasuk dalam agensi UN seperti
UNICEF dan UNCTAD. JCI memiliki perhatian utama pada gerakan anak
muda internasional di bidang sosial dan budaya.
Dalam pelaksanaan SIPA 2011, menurut perwakilan JCI Asia, Catherine
Chang, anak-anak muda yang tergabung dalam JCI direncanakan akan
membantu penyelenggaraan SIPA dengan keterlibatan mereka menjadi
volunteer baik untuk publikasi SIPA maupun dalam hal pencarian sponsor di
masyarakat internasional.
Respon positif mengenai SIEM juga disampaikan di beberapa situs
berita. Dari sisi seni music, audiopro.co.id (www.audiopro.co.id/2012)
menyatakan bahwa penyelenggaraan SIEM meskipun sederhana dari sisi
panggung, namun dalam kemasan musiknya SIEM telah menampilkan sajian
musik yang cukup baik.
Ulasan audiopro.co.id menyatakan bahwa untuk menggelar pagelaran
music selama lima hari berturut-turut, dimana penampilnya adalah musisi-
musisi dari genre musik yang berbeda, jelas bukan perkara yang mudah. Selain
dari sisi produksi ini, tuntutan akan kesiapan seluruh sistem juga tinggi, apalagi
demi membuat acara bisa mengalir lebih lugas. Apa yang ditampilkan oleh
SIEM ini, apabila dilihat dari tema dan konsep acara yang adalah acara musik
etnis, maka konsep panggung dan audio uni cukup mengena atau cukup tepat
sasaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
192
Selain dari audiopro.co.id, pemberitaan mengenai SIEM juga datang dari
The Jakarta Post (www.thejakartapost.com/2012). Surat kabar ini menyatakan
bahwa SIEM merupakan even yang mampu memberikan hiburan musik bagi
seluruh lapisan masyarakat. Apart from serious students of ethnomusicology,
SIEM was an entertaining event that people from all walks of life could enjoy.
The Jakarta Post juga menuliskan bahwa lebih dari 5.000 orang dari
berbagai kota datang dan menyaksikan SIEM selama lima hari berturut-turut.
Bahkan beberapa penonton memberikan apresiasi dengan bertepuk tangan
dalam waktu yang relatif lama untuk beberapa penampil SIEM. Their
appreciation was evident in the long applause that was heard after every
performance. Sambutan ini utamanya ditujukan bagi para penampil yang
memainkan jenis musik pop, rock dan jazz.
Dengan melihat beberapa pemberitaan tersebut, baik SIEM maupun
SIPA, mampu membuat citra yang positif di media dan juga masyarakat
pengunjung situs media serta masyarakat penonton kedua even ini. Branding
Kota Solo sebagai Kota Budaya cukup dirasakan dengan adanya beberapa
media dan warga mengaitkan kedua even ini dengan branding Kota Solo
sebagai Kota Budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
193
VI. PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah peneliti melakukan analisis tentang rancang bangun pesan SIEM
dan SIPA ini, maka diperoleh beberapa kesimpulan. Kesimpulan diambil sesuai
koridor yang telah peneliti tetapkan pada rumusan permasalahan dan tujuan
penelitian yang peneliti ajukan di bagian pendahuluan penelitian.
Kesimpulan pertama yang diperoleh peneliti adalah bahwa SIEM dan
SIPA merupakan dua dari tigapuluhan even bertema budaya yang dilaksanakan di
Kota Solo. SIEM pertama kali diselenggarakan pada tahun 2007 dan SIPA
diselenggarakan pada tahun 2009. Ide dari kedua even ini berasal dari masyarakat
Solo dan difasilitasi oleh Pemerintah Kota Solo. Tahun 2007 dan tahun 2009
merupakan tahun-tahun pada masa kepemimpinan Walikota Solo, Joko Widodo,
periode pertama yakni periode 2005-2010.
Sebagai even yang diharapkan Pemerintah Kota Solo sebagai even yang
bertema budaya, SIEM dan SIPA dikonstruksi dengan menggunakan jargon-
jargon, logo dan menggunakan referensi lokal yang memuat unsur-unsur budaya
Jawa yang dimiliki masyarakat Solo. Jargon yang digunakan SIEM dan SIPA
adalah nama acara SIEM dan SIPA. Jargon SIEM dan SIPA juga sama dengan
headline SIEM dan SIPA. Untuk logo yang digunakan oleh SIEM adalah logo
yang memuat unsur-unsur budaya Jawa. SIPA sendiri belum memiliki logonya
secara khusus. Referensi lokal yang digunakan SIEM dan SIPA adalah ada dalam
konsep evennya, selain muncul juga di dalam tema yang diangkat SIEM dan SIPA
dalam setiap penyelenggaraan kedua even tersebut. Selanjutnya, lokalitas yang
193
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
194
digunakan sebagai referensi penyelenggaraan SIEM dan SIPA diambil dari lokasi
penyelenggaraannya. SIEM dan SIPA menggunakan lokasi-lokasi yang sarat
dengan nilai-nilai budaya Jawa secara umum, dan nilai-nilai budaya yang ada di
Kota Solo secara khusus.
Konstruksi pesan yang dilakukan SIEM dan SIPA ini dilakukan agar
mendukung brand even sebagai even yang bertema budaya. Menurut pengakuan
Ketua Panitia SIEM dan SIPA, penyelenggaraan even SIEM dan SIPA yang
bertema budaya ini ditujukan agar masyarakat Solo khususnya bangga dengan
akar budayanya sendiri, yakni budaya Jawa.
Berkaitan dengan penyelenggaraan SIEM dan SIPA yang bertema budaya
tersebut, mendapatkan tanggapan yang cukup baik dari masyarakat umum. SIEM
dan SIPA dinilai cukup baik dalam membentuk branding Kota Solo sebagai Kota
Budaya. Di sisi lain, penyelenggaraan SIEM dan SIPA juga kurang mendapatkan
dukungan. Menurut pengamatan budayawan Kota Solo bahwa branding Kota
Solo sebagai Kota Budaya baru sekadar branding. Apa yang sudah dilakukan oleh
Pemerintah Kota Solo dianggap masih belum mampu mencapai citra merk.
2. Saran
Saran yang dapat peneliti ajukan bagi Pemerintah Kota Solo adalah dalam
setiap penyelenggaraan even budaya di Kota Solo hendaknya dilakukan bukan
hanya ditujukan semata-mata sebagai branding, namun perlu dipikirkan dan
dilakukan branding kota secara menyeluruh. Branding kota perlu dilakukan
berkesinambungan dan dibarengi dengan pengembangan infrastruktur yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
195
memadai, misalnya pengembangan bandara Adi Sumarmo untuk membuka
penerbangan internasional secara regular. Kerjasama yang konstruktif antara
media massa, masyarakat dan Pemerintah juga perlu dikembangkan guna
kepentingan bersama pula.
Saran bagi pengembangan ilmu komunikasi adalah perlu dilakukan
penelitian lanjutan berkaitan dengan respon masyarakat Solo terhadap branding
yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Solo. Selain itu, penelitian tentang
tanggapan masyarakat Solo dengan tidak terselenggaranya SIEM 2012 dan
munculnya even KWF 2012 juga menarik untuk diteliti, terlebih lagi apabila
dikaitkan dengan dampaknya terhadap peningkatan dan atau penurunan branding
Kota Solo sebagai Kota Budaya.