radioperunut dalam industri -...
TRANSCRIPT
-
1
RADIOPERUNUT DALAM INDUSTRI Metodologi, keunggulan dan prospek
Sugiharto* *) Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi
Jl. Batan, Jakarta Selatan (e-mail:[email protected]) 1. Pendahuluan
Secara garis besar penggunaan teknik nuklir dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
penggungaan sebagai sumber tertutup dan penggunaan sebagai sumber terbuka [Hills,
1999]. Sumber tertutup adalah zat radioaktif yang dibungkus selongsong baja tahan karat
sehingga tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan. Penggunaannya tidak
bersentuhan dengan material yang diteliti dan radiasi yang dipancarkan dari sumber radiasi
tersebut diarahkan ke material tersebut. Radiasi yang ditransmisikan atau radiasi yang
dihamburkan oleh material diukur dan dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang
kandungan dan sifat-sifat fisis material tersebut. Sumber tertutup biasanya digunakan
sebagai nucleonic gauging, radiografi, radiometri, tomografi, pengeboran (logging) dan
proses radiasi
Zat radioaktif sumber terbuka lebih dikenal sebagai radioperunut. Dalam aplikasinya
radioperunut dalam jumlah sedikit diinjeksikan ke dalam aliran material bulk di dalam
sistem. Informasi yang diperoleh dari injeksi radioperunut adalah informasi tentang
dinamika material di dalam sistem, seperti efisiensi pencampuran dan difusi, by-passing,
volum mati (dead volume), channeling atau short-circuiting dan kehilangan material
(kebocoran) [Charlton, 1986; Levenspiel, 1972; Fogler, 1997]. Karena diinjeksikan dalam
jumlah sedikit kontaminasi yang ditimbulkan umumnya masih dalam batas-batas yang
diizinkan. Jika radioperunut diinjeksikan berkali-kali pada satu jenis unit proses yang
dioperasikan dengan parameter bervariasi, teknik radioperunut dapat digunakan untuk
menentukan kondisi optimal pengoperasian unit proses tersebut.
Teknik radioperunut sangat berpotensi dan telah digunakan dalam berbagai bidang
mulai dari pengeboran (logging) untuk mendapatkan mineral di daerah pedalaman sampai
pemrosesan material di kilang-kilang petrokimia. Industri-industri skala besar seperti
industri minyak bumi dan gas serta turunannya menggunakan teknik perunut untuk
mengetahui inter-koneksi antar sumur minyak bumi melalui program yang disebut Inter-
Well Tracer Test (IWTT) hingga efisiensi unit-unit pengolahan minyak bumi dan gas di
dalam kilang-kilang produksi. Industri-industri besar seperti itu di negara manapun berperan
-
2
sangat strategis sebagai tulang punggung dan penyumbang devisa sehingga kelangsungan
operasional dan efisiensi pada industri-industri strategis tersebut harus dipertahankan dan
ditingkatkan.
Penggunaan teknik radioperunut belakangan ini dirasa semakin meluas disebabkan
oleh keuntungan secara ekonomi yang dapat diperoleh karena teknik radioperunut
menawarkan harga yang kompetitif dibandingkan teknik-teknik non-nuklir yang ada. Dalam
aplikasi tertentu seperti penentuan umur air tanah terutama di sumur-sumur dalam hanya
dapat dilakukan dengan menganalisis isotop alam yang terkandung di dalam air tanah
tersebut. Di lain hal pengukuran laju aliran fluida akan lebih akurat menggunakan teknik
radioperunut dibanding menggunakan alat ukur mekanik yang umumnya dipasang secara
permanen pada pipa-pipa penyalur fluida [Charlton, 1986].
Dalam artikel ini akan diuraikan secara singkat tentang metodologi radioperunut,
penggunaan teknik radioperunut yang telah dilakukan oleh kelompon uji tak rusak (NDT-
Non-Destructive Testing), Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Bidang-bidang kegiatan aplikasi meliputi (1) Mercury
inventory di PT. Industri Soda Indonesia, Sidoarjo, Jawa-Timur; (2) Penentuan lokasi
kebocoran kabel tegangan tinggi bawah tanah di PT. PLN pembangkit listrik Tanah Abang,
Jakarta-Pusat; (3) Pengukuran laju aliran uap di dalam pipa geothermal di PT. Pertamina
Geothermal Energi Kamojang-Garut, Jawa-Barat; (4) Pengukuran laju aliran multi-fasa di
dalam pipa HCT (hidrocarbon transport) dengan operator Join Operation Body (JOB), PT.
Pertamina dan PT. Bumi Siak Pusako, Kabupaten Siak-Riau; (5) Identifikasi kebocoran pipa
bawah tanah untuk transmisi bahan bakar minyak (BBM) di Indramayu; (6) Identikasi
kebocoran gas di dalam unit ammonia converter, PT. PUSRI, Palembang-Sumatera Selatan;
(7) Pencarian kebocoran pipa avtur di bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten; (8)
Penentuan kebocoran pipa hidran bawah tanah di PT. PLN Unit Pembangkit listrik Suralaya
dan (9) Pendeteksian ada-tidaknya kebocoran pipa minyak bumi yang menyeberang sungai
Jurong, Bekasap, Riau. Disamping itu akan dibahas juga secara singkat tentang aspek tekno-
ekonomi dari penggunaan teknik radioperunut dan teknik sumber tertutup.
-
3
2. Produksi dan pemilihan radioperunut.
Bangsa Indonesia sangat bersyukur dengan telah dibangunnya reaktor-reaktor nuklir di
berbagai tempat seperti di Serpong, Bandung dan Jogyakarta. Walaupun tujuan akhir
pembangunan reaktor-raktor nuklir tersebut adalah sebagai penyedia energi listrik untuk
konsumsi di dalam negeri namun reaktor-reaktor nuklir yang telah dibangun di ketiga
tempat tersebut bertujuan sebagai reaktor riset yang mampu memproduksi berkas sinar
netron dengan fluks yang memadai untuk pembuatan zat radioaktif. Disamping ketiga
reaktor nuklir tersebut, telah dibangun pula fasilitas pemercapat partikel (accelerator-
akselerator) untuk tujuan yang sama.
Radioperunut dapat diproduksi dari reaksi antara bahan radioperunutdengan berkas
elektron di reaktor nuklir atau menggunakan akselerator atau diproduksi di dalam generator
yang dikenal dengan generator radionuklida. Radioperunut yang telah diproduksi di reaktor
nuklir atau akselerator dikemas dalam suatu wadah, gambar 1, yang memenuhi syarat-syarat
keselamatan nuklir. Radioperunut yang diproduksi di dalam generator radionuklida
umumnya dapat dibawa langsung ke tempat dimana injeksi isotop akan dilakukan.
Pengeluaran radioperunut dari generator dilakukan melalui proses elusi. Produksi isotop di
dalam generator berlangsung terus dengan jeda waktu tertentu saat produksi berlangsung
sehingga radioperunut yang diproduksi oleh generator isotop dapat diinjeksikan berulang-
ulang sampai induk bahan isotop habis. Gambar 2 memperlihatkan generator isotop Tc-99m
yang biasa digunakan dalam medis dan industri.
Gambar 1. Isotop Br-82 dalam kontener, (Dok: Sugiharto)
-
4
Gambar 2. Generator Tc-99m
(sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Five99mTechnetiumGenerators.jpg)
Pemilihan isotop sebagai radioperunut idealnya didasarkan pada kriteria-kriteria berikut
[IAEA, 2004]:
Bentuk fisika/kima radioperunut dengan material yang dirunut harus sesuai. Jika material
yang dirunut adalah cairan maka radioperunut yang digunakan adalah berbentuk cairan.
Radioperunut harus stabil secara fisika, kimia, termal dan mikrobiologi dalam lingkungan
sistem dimana redioperunut diinjeksikan (seperti tidak terdekomposisi, tidak mengalami
perubahan fasa, tidak terserap lingkungan dan lain sebagainya)
Umur paro radioperunut harus lebih lama dibandingkan dengan lamanya pekerjaan
ditambah waktu transportasi dari tempat produksi isotop dan aktivitas sisa yang
ditinggalkan di dalam sistem.
Aktivitas jenis perunut sebaiknya besar agar jumlah isotop yang diinjeksikan cukup
sedikit saja.
Radiasi radioperunut sebaiknya sinar gamma yang mampu menembus penghalang
sehingga pengukuran radiasi dapat dilakukan dari luar sistem.
Ketersediaan dan harga radioperunut. Radioperunut sebaiknya mudah diproduksi dengan
harga yang ekonomis.
Metode pengukuran radiasi perunut. Apakah pengukuran radiasi dilakukan dengan cara
pengukuran di tempat (in-situ) atau dengan cara sampling?.
-
5
Rancangan, ukuran dan efisiensi detektor radiasi dan geometri pengukuran harus
diperhitungkan untuk memperoleh waktu yang efektif tanpa mengurangi keakuratan
pengukuran.
Pengukuran radiasi harus memperhitungkan kecepatan aliran fluida sehingga menentukan
waktu pengukuran.
Spesifikasi teknis sistem harus diperhitungkan seperti tebal pipa dan kemungkinan
melakukan pemonitoran radiasi secara on-line.
Sifat-sifat proses yang dipelajari, seperti kandungan unsur-unsur di dalam material.
Tekanan dan temperatur sistem.
Penanganan material radioaktif, proteksi radiasi, aktivitas sisa yang diizinkan setelah
pekerjaan selesai.
Dalam prakteknya kriteria ideal seperti ditunjukkan diatas tidak dapat semuanya
terpenuhi sehingga pemilihan isotop sebagai radioperunut hanya didasarkan pada sifat
kompatibilitas fisika-kimia, jenis energi dan waktu paro, tebal dinding penghalang, tekanan
dan temperatur lingkungan serta debit aliran di dalam sistem [Charlton, 1986, IAEA, 1990;
IAEA, 2008]. Radiotracer yang diproduksi dalam reaktor nuklir atau menggunakan
akselerator dan generator radionuklida yang digunakan dalam industri masing-masing
dirangkum dalam Tabel.1 dan Tabel.2.[ IAEA, 2004]
3. Metodologi radioperunut.
Teknik radioperunut merupakan salah satu teknik uji tak rusak (NDT) untuk
mendapatkan informasi dinamika material yang dirunut menggunakan zat radioaktif sumber
terbuka. Radioperunut diinjeksikan dan dibiarkan bercampur dan mengikuti dinamika
material yang dirunut di dalam sistem, gambar 3[IAEA, 1990; IAEA, 2008]. Respon
terhadap perunut yang diinjeksikan adalah berupa kurva distribusi waktu tinggal (RTD-
residence time distribution), gambar 4, antara nilai cacahan terhadap waktu [Levenspiel,
1972]. Tiap molekul fluida bergerak bebas dan acak sehingga lamanya tiap molekul berada
dalam sistem tersebut berbeda-beda. Dengan kata lain molekul-molekul fluida terdistribusi
di dalam sistem tersebut. Area yang diarsir pada kurva RTD atau kurva E menunjukkan
molekul-molekul fluida yang keluar belakangan dari sistem. Luas keseluruhan area kurva
pada kurva E bernilai sama dengan satu karena semua molekul mempunyai waktu tinggal
-
6
antara 0 dan . Kurva RTD yang diperlihatkan pada gambar 4 adalah informasi yang
diperoleh dari injeksi radioperunut.
Gambar 3. Prinsip perunut (sumber: IAEA, 2008)
Kurva RTD selanjutnya diolah untuk mendapatkan informasi lain seperti laju aliran,
kehilangan material (kebocoran), proses channeling, by-passing atau shor-circuiting,
efisiensi pencampuran, penentuan volum mati dan pemodelan dinamika aliran [Levenspiel,
1972; Fogler, 1997]. Jika dikombinasikan dengan metode numerik, metode ini sangat
bermanfaat untuk menggambarkan medan aliran fluida di dalam sisterm [IAEA, 2004]
Gambar.4. Kurva distribusi waktu tinggal, atau kurva RD atau kurva E (sumber: Levenspiel, 1972)
Ide penggunaan konsep distribusi waktu tinggal untuk analisis industri dengan proses
kontinyu diperkenalkan pertama kali oleh Mac Mullin dan Weber pada tahun 1935. Konsep
-
7
ini selanjutnya dikembangkan oleh Dackwert pada awal tahun 1950-an [Danckwerts, 1953]
yang hingga kini menjadi dasar dan digunakan oleh para periset untuk analisis aliran fluida
di dalam reaktor-reaktor kimia dan reaktor biokimia [Levenspiel, 1972; Levenspiel dan
Bischoff, 1963; Himmelblau dan Bischoff , 1968].
4. Pemodelan aliran dengan teknik radioperunut.
Teknik radioperunut umumnya digunakan untuk problemshooting, optimalisasi dan
perancangan sistem proses. Secara teoritis ada dua model reaktor ideal untuk aliran
kontinyu, yaitu model reaktor aliran plug (PFR-plug flow reactor) dan model reaktor
berpengaduk (CSTR-continuous stirred tank reactor). Reaktor-reaktor ideal ini dalam
berbagai konfigurasi digunakan sebagai model pendekatan untuk menggambarkan dinamika
fluida yang terjadi di dalam sistem proses atau reaktor non-ideal.
4.1. Model reaktor aliran plug (PFR)
Dalam model reaktor aliran plug, semua molekul fluida memasuki sistem pada waktu t
tertentu dan semua molekul meninggalkan reaktor pada waktu t + dt berikutnya. Dengan
demikian tiap-tiap molekul fluida mempunyai waktu tingal sama di dalam reaktor. Dalam
reaktor aliran plug tidak terjadi pencampuran antar molekul fluida. Respon reaktor aliran
plug terhadap injeksi impulse diperlihatkan pada gambar 5, bagian kiri.
4.2. Model reaktor berpengaduk (CSTR)
Dalam model reaktor berpengaduk (CSTR-continuous stirred tank reaktor) semua
molekul fluida masuk kedalam reaktor dalam waktu bersamaan kemudian dalam waktu yang
sangat singkat molekul-molekul fluida secara serentak tercampur sempurna ke seluruh
reaktor hingga merata. Ketika keluar sistem molekul-molekul fluida memperlihatkan kurva
distribusi waktu tinggal yang menurun secara exponensial. Kondisi ini menunjukkan bahwa
pencampuran axial maksimum terjadi di dalam reaktor dan sistem yang demikian disebut
sebagai sistem tercampur sempurna (well-mixed sistem) atau reaktor berpengaduk. Respon
reaktor berpengaduk diperlihatkan pada gambar 5, bagian tengah.
7.2. Model reaktor tidak ideal.
-
8
Reaktor yang dijumpai di semua industri proses dirancang tidak bisa seperti rancangan
reaktor ideal dengan model aliran plug atau model aliran tercampur sempurna. Aliran dalam
reaktor tidak ideal berada dalam dua keadaan ekstrim tersebut. Respon reaktor non-ideal
terhadap input impulse ditunjukkan pada gambar 5 bagian kanan. Penyimpangan model
aliran reaktor tidak ideal dari model aliran reaktor ideal menunjukkan kinerja reaktor tidak
ideal tersebut yang berakibat pada kualitas produksi [Fogler, 1997]
Gambar 5. Respon reakor PFR, raktor CSTR dan reaktor ono-ideal terhadap input berbentuk pulsa.
(sumber: Fogler, 1997)
-
9
-
10
-
11
5. Studi-studi kasus.
Aplikasi teknik perunut yang telah dilakukan oleh kelompok NDT merupakan bagian
dari penelitian dan pengembangan (litbang) teknik radioperunut dalam berbagai bidang
industri. Litbang radioperunut diaplikasikan untuk studi dinamika fluida dalam proses
industri, baik proses kolam (bath) maupun proses kontinyu. Berbagai isotop sebagai perunut
cair dan gas telah diinjeksikan untuk mempelajari sistem proses dengan cara mengevaluasi
kurva distribusi waktu tinggal (RTD) maupun data pengenceran isotop dalam material yang
dirunut. Aplikasi teknik radioperunut yang telah dilakukan dirangkum sebagai berikut:
5.1. Pengukuran laju aliran fluida multifasa di dalam pipa transport hidrokarbon
[Sugiharto dkk, 2009]. Lokasi Zamrud, Kabupaten Siak, Raiu Obyek Pipa hidrocarbon transport (HCT) berbagai ukuran : 8 24 inci berisi fluida
multifasa: air, minyak bumi dan gas
Deskripsi JOB PT. Pertamina dengan PT. Bumi Siak Pusako (BSP) mendapat limpahan
untuk mengelola ladang minyak dari PT. Cevron/ PT. Caltex Indonesia dalam
rangka otonomi daerah. Ladang minyak berlokasi di Zamrud, Kabupaten Siak
dengan kapasitas produksi rata-rata 28.000 barrel/hari. Minyak dipasok dari
ratusan sumur melalui pipa berbagai ukuran dengan panjang keseluruhan pipa
tidak kurang dari 37 km. Minyak yang diproduksi dari sumur-sumur minyak
di tampung di dua tangki pengumpul untuk selanjutnya dipisahkan secara
gravitasi. Minyak mentah yang sudah dipisahkan selanjutnya dimetering
dan di kirim ke Minas. Di Minas, minyak yang berasal dari JOB digabung
dengan minyak yang diproduksi oleh PT. Cevron untuk selanjutnya
ditansmisikan ke Dumai atau di kapalkan ke Balikpapan atau Balongan untuk
diproses menjadi minyak tanah, gasoline, avtur dsb.
Ladang minyak ini sudah beroperasi lebih dari 50 tahun sehingga untuk tetap
berproduksi, JOB menjalankan strategi enhanced oil recovery (EOR). Air
-
12
yang dipisahkan dari minyak di station pengumpulan direinjeksikan ke dalam
sumur-sumur injeksi untuk mengeluarkan sisa-sisa minyak yang terselip di
celah-celah bebatuan di bawah tanah. Teknik EOR ini mampu mengeluarkan
berbagai fluida dengan komposisi fluida yang terukur adalah : air 95%,
minyak bumi 3% dan sisanya berupa gas. JOB berusaha untuk
meningkatkan produksi minyak hingga paling tidak mencapai 32.000
barel/hari dalam rangka memberikan kontribusi pada penyediaan listrik
nasional dan meningkatkan PAD Riau.
Permasalahan JOB PT. Pertamina dengan PT. BSP ingin mengetahui mengapa minyak yang
sampai di stasiun penampungan (gathering station) selalu datang lebih lambat
dari pada air yang diinjeksikan. Fakta ini diketahui manakala sistem EOR
dihidupkan pertama kali (start-up), setalah beberapa lama di hentikan, fluida
yang datang pertama ke stasiun penampungan adalah air dan gas. Minyak
bumi baru datang beberapa jam atau hari berikutnya. Dalam keadaan EOR
dioperasikan normal dan ke dalam pipa diinjeksikan bahan kimia tertentu,
maka minyak yang datang ke stasiun pengumpulan lebih cepat dari pada air.
Namun ketika masa aktif bahan kimia sudah habis atau sudah jenuh atau
semua bahan kimia sudah masuk ke dalam station pengumpul maka keadaan
semula terulang lagi : air selalu bergerak lebih cepat daripada minyak bumi!
Solusi Pekerjaan menggunakan teknik perunut radioaktif telah dilakukan untuk
membuktikan apakah memang benar air selalu bergerak lebih cepat di dalam
pipa HCT. Isotop Iodine-131 dalam senyawa 131I Na dan 131IC6H5 sebagai
perunut telah diinjeksikan ke dalam pipa berbagai ukuran dari 8 24.
Perunut 131I Na diinjeksikan untuk mengukur laju aliran air, karena perunut ini
larut dalam air, sedangkan 131IC6H5 diinjeksikan untuk mengukur laju aliran
minyak, perunut ini larut dalam minyak.
Hasil Semua hasil perhitungan laju aliran fluida di dalam pipa berbagai ukuran
menunjukkan bahwa laju aliran air lebih cepat dari laju aliran minyak.
Fenomena ini disebabkan karena sistem ini adalah sistem yang didominasi air
(water-dominated system). Dalam sistem seperti ini, air yang dipompa bersifat
-
13
sebagai pembawa fluida diatasnya, meskipun berat jenis minyak lebih ringan
daripada berat jenis air disamping adanya friksi antara minyak dan air.
Tambahan lagi gas yang berada di lapisan atas, dapat menghambat gerakan
minyak karena friksi antara minyak dan gas. Struktur aliran diprediksi dengan
model bejana berderet dan dikonfirmasikan dengan hasil perhitungan bilangan
Reynold menunjukkan bahwa struktur atau pola aliran bersifat turbulen.
Gambar.6 Injeksi isotop isotop Iodine-131 dalam senyawa 131I Na dan 131IC6H5 untuk pengukuran laju aliran fluida multi fasa dalam pipa HCT berdiameter 24 inci (Dok: Sugiharto)
5.2. Mercury inventory di dalam sel elektrolisa [IAEA, 1988, Sugiharto dan Sigit B.S, 2010].
Lokasi PT. Industri Soda Indonesia, Sidoarjo, Jawa Timur Obyek Sel elektrolisa untuk produksi soda kaustik. Diskripsi PT. Industri Soda Indonesia dibangun pada tahun 1953 untuk memproduksi
soda kaustik akibat produksi garam yang melimpah melebihi kebutuhan
nasional saat itu. Pabrik di dirikan di Waru Sidoarjo, Jawa Timur. Pabrik ini
menggunakan merkuri (Hg) sebagai katode untuk proses elektrolisa yang
dilakukan di dua unit produksi. Unit I berisi 14 sel elektrolisa, dimana tiap
selnya berisi 700 kg Hg, sedangkan unit II berisi 13 sel dengan berat merkuri
1700 kg tiap di setiap selnya.
Permasalahan Merkuri yang digunakan untuk memproduksi soda harus dikendalikan
prosesnya karena disamping harganya yang mahal, merkuri juga merupakan
bahan polutan lingkungan yang potensial. Berat merkuri didalam sel
elektrolisa harus ditimbang sesuai dengan desain proses produksi.
Penimbangan biasanya dilakukan secara konvensional yaitu dengan
menghentikan operasi dan mengeluarkan merkuri dari sel elektrolisa untuk
kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan beras (balance). Tentu
-
14
saja tidak semua merkuri dapat dikeluarkan dari sel elektrolisa karena masih
ada sebagian kecil merkuri yang terselip di celah-celah bak sel elektrolisa.
Karena pabrik sudah tua sehingga sulit mengeluarkan merkuri dari sel
elektrolisa disamping kemungkinkan adanya merkuri yang lolos/ rembes
keluar dari sel elektrolisa yang dapat mengakibatkan polusi lingkungan.
Personel pabrik yang sudah berpengalaman biasanya memprediksi jumlah
merkuri dengan cara memperhatikan kejernihan cairan pada sel elektrolisa.
Jika cairan terlihat keruh maka dapat dipastikan jumlah merkuri berkurang
dari seharusnya. Sebaliknya manakala cairan terlihat jernih, maka
diperkirakan jumlah merkuri di dalam sel elektrolisa sudah cukup atau lebih
dari seharusnya. Dengan pengalaman seperti itu, maka penimbangan merkuri
secara konvensional di dalam sel elektrolisa sangat jarang dilakukan
Solusi Injeksi menggunakan merkuri 203 (203Hg) telah dilakukan untuk menghitung
jumlah merkuri (lebih dikenal sebagai mercury inventory) di dalam sel
elektrolisa. 203Hg dapat larut dalam merkuri bulk. Penimbangan merkuri
dilakukan dengan metode pengenceran (dilution). Dalam metode ini, sejumlah
2400 gram merkuri virgin diiradiasi di reaktor nuklir sehingga membentuk 203Hg yang bersifat radioaktif. 203Hg ini kemudian di distribusikan ke dalam
beberapa vial terbuat dari kaca pyrex yang seukuran 20 ml. Kalibrasi
dilakukan dengan mengambil masing-masing 2 gram dari 2400 gram merkuri
aktif untuk di encerkan sehingga diperoleh faktor pengenceran 12.000 sampai
20.000. Sisa dari 2400 gr merkuri aktif tersebut dimasukkan ke dalam 13 vial
kaca pyrex masing-masing 100 gram untuk diinjeksikan ke setiap sel
elektrolisa. Diperlukan dua hari perunut dapat bercampur merata dengan
merkuri bulk di dalam sel elektrolisa. Campuran yang sudah merata tersebut
kemudian di sampling dan radioaktifvitas tiap-tiap sampel diukur.
Hasil Hasil pengukuran berat merkuri bulk dengan menggunakan metode
pengenceran menunjukkan bahwa berat merkuri di dalam tiap-tiap sel
elektrolisa bervariasi dari 1158 kg sampai 1757 kg. Artinya berat merkuri di
tiap-tiap sel elektrolisa tidak sama. Beberapa sel kelebihan merkuri sedangkan
lainnya kekurangan atau cukup
-
15
Gambar.7
Sampling sampel merkuri di dalam sel elektrolisa (Dok: Sugiharto)
5.3. Deteksi kebocoran kabel listrik tegangan tinggi bawah tanah
Lokasi PT. PLN, Unit Pembangkit listrik gardu Tanah Abang Obyek Kabel listrik bawah tanah bertegangan 150 kV yang terentang antara
Manggarai-Jatinegara
Diskripsi Kabel listrik bawah tanah bertegangan 150 kV berfungsi mensuplai listrik
untuk sebagain daerah Jakarta. Kabel yang tertanam 2 3 meter di bawah
tanah ada dua jalur : satu aktif satu cadangan. Kalau kabel yang satu
bermasalah, atau dalam perbaikan, kabel lainnya yang diaktifkan. Sumber
listrik di suplai dari pembangkit/ gardu di daerah Tanah Abang. Struktur kabel
terdiri terdiri dari bahan tembaga yang dibungkus lapisan bahan isolator.
Ditengah-tengah penampang kabel terdapat semacam saluran berbentuk
silinder yang diisi minyak khusus untuk menstabilkan, mencegah induksi dan
mencegah korosi. Di tempat-tempat tertentu seperti di Jatinegara dan di
Manggarai dipasang pressure gauge untuk memantau tekanan minyak
tersebut. Untuk pemeliharaan kabel, PT. PLN membuat control box di
tempat tempat tertentu.
Permasalahan Adanya kebocoran minyak dari kabel listrik diketahui dari adanya penurunan
tekanan minyak pada pressure gauge yang dipasang di Jatinegara dan
Manggarai. Usaha pencarian lokasi kebocoran oleh PT. PLN telah dilakukan
dengan cara membuat lubang di tempat-tempat tertentu yang dicurigai
mengalami kebocoran. Usaha ini tidak berhasil. Untuk menjaga agar kabel
tidak rusak akibat korosi atau kerusakan lainnya, PT. PLN harus
menginjeksikan 1 drum minyak khusus setiap harinya. Harga minyak ini
-
16
cukup mahal. Agar minyak tidak keluar dari kabel teknik lain juga diterapkan,
yaitu teknik frozen. Teknik frozen ada masa pakainya mengingat panas akibat
tekanan bumi disekitar kabel akan mencairkan minyak yang dibekukan. Bisa
dibayangkan berapa besar kerugian yang ditanggung PLN untuk memelihara
kabel bermasalah tersebut. Usaha terakhir yang dilakukan PLN sebelum
pencarian dengan teknik perunut adalah dengan meminta bantuan
paranormal.
Solusi Solusi untuk menyelesaikan masalah ini dilakukan injeksi radioperunut para-
di-bromo benzene untuk menentukan lokasi kebocora kabel bawah tanah.
Perunut ini adalah larutan organik sehingga larut dalam minyak. Penentuan
lokasi kebocoran dilakukan dengan teknik yang dikenal sebagai teknik direct
tracer. Teknik ini mirip dengan teknik bisection di dalam matematika. Teknik
direct tracer ini diterapkan dengan cara sebagai berikut: Ujung-ujung kabel di
Jatinegara dan di Manggarai di mampatkan (blind) sehingga tidak ada aliran
melalui ujung-ujung kabel tersebut. Di lubang yang telah dibuat oleh PT. PLN
dan didalammya terdapat perangkat untuk menyambung pipa di jadikan
tempat injeksi. Perangkat tersebut terpaksa harus dirusak sedikit sehingga
memungkinkan tubing injektor dipasang di tempat yang dirusak tersebut.
Empat detektor dipasang, masing-masing dua detektor di kanan injektor (arah
Manggarai) dan dua detektor di kiri injektor (arah Jatinegara). Untuk
mempercepat waktu pencarian, injektor isotop di hubungkan dengan tandon
minyak. Pompa bertekanan cukup tinggi (diatas tekanan minyak di dalam
kabel) diperlukan untuk mendorong isotop dan minyak masuk ke dalam
kabel. Karena sistem sudah diperlakukan sedemikian rupa dimana ujung-
ujung kabel di Manggarai dan Jatinegara sudah ditutup, maka satu-satunya
aliran yang mungkin terjadi adalah aliran isotop di dalam kabel yang
mengalami kebocoran.
Hasil Data pengukuran intensitas radiasi untuk penentuan lokasi kebocoran kabel
dengan menggunakan teknik perunut menunjukkan bahwa isotop mengalir ke
arah Manggarai. Hal ini berarti bahwa kebocoran terjadi diantara titik injeksi
dan Maggarai. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat paranormal
-
17
yang mengatakan bahwa kebocoran ke arah Jatinegara. Pencarian sekarang
terfokus pada segmen area antara titik injeksi dan Manggari. Pencarian lebih
lanjut oleh tim dari PT. PLN, menemukan bahwa kebocoran terjadi di depan
stasion Manggarai.
Gambar 8 Injeksi perunut para-di-bromo benzen pada sambungan kabel listrik PLN tegangan tinggi bawah tanah (Dok: Sugiharto)
5.4. Pengukuran laju aliran fluida fasa uap dalam pipa geothermal. Lokasi PT. Pertamina Geothermal Energi, Unit Kamojang, Garut, Jawa Barat Obyek Pipa transmisi dari sumur KMJ 14 Diskripsi Sumur KMJ 14 adalah salah satu dari puluhan sumur yang memproduksi uap
panas 100 % (vapor-satu fasa) untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi
milik PT. Indonesia Power, Kamojang. Alat ukur yang terpasang pada kedua
pipa transmisi ini adalah orifice flow meter. Tekanan uap 15 bar, suhu
180oC dan laju aliran 30-40 meter/detik.
Permasalahan PT. Pertamina Geothermal Energi, Kamojang ingin mengetahui laju aliran
fasa uap di dalam pipa transmisi dari sumur KMJ 14 menggunakan teknik
perunut radioaktif. Selama ini diyakini bahwa laju aliran uap di ppia transmisi
sumur KMJ 14 adalah sebesar 30-40 m/detik.
Solusi/Hasil Ttracer flow test telah diterapkan untuk mengukur laju aliran uap fluida
geotermal yang berasal dari sumur KMJ 14. Isotop gas Kripton, Kr-85, di
dalam tabung dengan kapasitas 500 ml telah diinejeksikan ke dalam pipa
transmisi geothermal tersebut dengan bantuan gas nitrogen tekanan tinggi.
-
18
Dari data pengukuran diketahui bahwa laju aliran uap geothermal hanya 10
m/s dan bukannya 30-40 m/s seperti yang dipresiksi oleh alat ukur pelat
orifice. Data pengukuran ini sangat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai
acuan dalam perhitungan debit aliran uap fluida untuk memutar turbin-turbin
listrik yang dimiliki oleh PLN Indonesia Power.
Gambar 9 Injeksi perunut gas Kr-85 untuk pengukuran laju aliran fluida fasa uap di dalam pipa geothermal Kamojang dari sumur KMJ 14 (Dok: Sugiharto)
5.5 Identifikasi kebocoran pipa minyak bawah tanah. Lokasi Indramayu, Jawa Barat Obyek Pipa transmisi BBM bawah tanah jalur Balongan-Pulogadung Diskripsi Pipa transmisi BBM bawah tanah dibangun untuk menyalurkan BBM (bensin,
minyak tanah dan solar, secara bergantian) dari kilang pengolahan minyak di
Balongan (Indramayu) sampai Pulo Gadung (Jakarta). Pipa berdiameter 16
inci ditanam di bawah tanah pada kedalaman 1-5 m hingga 3 m, tergantung
lokasi. Pipa transmisi melewati area persawahan, tanah kosong,
perkampungan dan sungai. Sebelum disambung menjadi satu, segmen-
segmen pipa diuji untuk mengetahui ada-tidaknya kebocoran menggunakan
air bertekanan tinggi (hydrotest). Dari pengetesan ini diketahui bahwa segmen
pipa sepanjang 3,5 km yang berlokasi di area persawahan kabupaten
Indramayu mengalami kebocoran cukup signifikan. Penurunan tekanan air
dari 1300 Psi menjadi 850 Psi terjadi pada segmen pipa ini.
Permasalahan Kontraktor ingin mengetahui lokasi kebocoran pipa sepanjang segmen 3,5 km
yang berlokasi di Indramayu. Hasil hydrotest pada segmen pipa ini
-
19
menunjukkan terjadinya penurunan tekanan fluida yang cukup signifikan dari
1300 Psi menjadi 850 Psi dalam waktu satu malam.
Solusi/Hasil Teknik perunut yang disebut dengan pig-radioperunut diaplikasikan untuk
mendeteksi lokasi kebocoran pipa tersebut. Tepat diatas pipa dibuat lubang-
lubang berdiameter 2 inci dan pada lubang-lubang tersebut dimasukkan
radioisotop Iodine (I-131) dalam vial gelas sebagai penanda. Jarak antar
lubang bervariasi 500 m 600m. Isotop Iodine (I-131) dalam senyawa NaI
dilarutkan dalam dua buah toren masing-masing berkapasitas 1000 liter. Dari
kedua toren ini isotop diinjeksikan ke dalam pipa sambil dicampur dengan air
yang diambil dari parit secara kontinyu menggunakan pompa sedot hingga
pipa penuh berisi larutan isotop, lalu ditutup dan diberi tekanan tinggi
menggunakan kompresor udara selama 6 hari. Hal ini dilakukan agar
campuran isotop dengan air parit dapat keluar dari dan berkumpul disekitar
tempat bocoran pipa. Peralatan pig yang biasa digunakan untuk
membersihkan pipa dimodifikasi sehingga mempunyai kompartemen yang
cukup besar untuk menempatkan detektor dan rate-meter yang dilengkapi
dengan data-logger didalam peralatan pig tersebut. Setelah enam hari
campuran isotop dengan air parit di dalam pipa dikuras sampai habis sehingga
yang tersisa adalah campuran isotop disekitar tempat bocoran diluar pipa.
Peralatan pig yang berisi detektor dan ratemeter yang telah diaktifkan
dimasukkan ke dalam pipa dan didorong menggunakan air dengan bantuan
pompa air agar pig sampai ke ujung pipa. Diperlukan waktu 9 jam peralatan
pig bergerak di dalam segmen pipa. Di ujung pipa pig dikeluarkan dan data
pengukuran radiasi yang disimpan di dalam data-logger ditransfer ke laptop
melalui kabel data RS 232. Data cacahan yang direkam oleh data-logger
dianalis untuk menentukan lokasi kebocoran. Data cacahan tinggi, yang
seharusnya tidak ada, menggambarkan lokasi kebocoran sedangkan data-data
cacahan tinggi yang lain diyakini berasal berasal dari isotop di dalam vial
yang dimasukkan di dalam lubang-lubang penanda. Dari analisi data diketahui
segmen pipa ini mengalami kebocoran dan setelah diverifikasi kebocoran
pipa berupa crack yang cukup panjang, 20 cm. Lokasi kebocoran bukan di
-
20
sambungan pipa melainkan di badan pipa dengan posisi jam 2.
Gambar 10 Metode Pig-Radioperunut untuk identifikasi kebocan pipa BBM bawah tanah. (Dok: Sugiharto)
5.6. Identifikasi kebocoran gas di dalam unit ammonia konverter. Lokasi PT. Pupuk Sriwijaya, Palembang Sumatera Selatan Obyek Unit ammonia converter Diskripsi Ammonia converter merupakan salah satu unit di dalam kilang produksi
pupuk. Unit ini berfungsi mengubah campuran gas nitrogen dan hidrogen
menjadi ammoniak yang digunakan dalam pembuatan pupuk. Unit ini
dirancang dan dibangun oleh perusahaan Kellog yang berbasis di Amerika.
Pengetesan pada masa komisioning, diketahui bahwa gas amoniak yang
dihasilkan lebih sedikit dari yang diharapkan. Diduga telah terjadi kebocoran
di unit ammonia converter tersebut.
Permasalahan Dugaan adanya kebocoran pada unit ammonia converter dalam masa
komisioning sebenarnya masih dalam tanggungjawab perusahaan Kellog.
Namun justru perusahaan Kellog menyarankan PT PUSRI agar mengundang
BATAN untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya kebocoran ini
menggunakan teknik perunut radioaktif karena mengundang tenaga ahli dari
Kellog sangat mahal.
Solusi/ Hasil Untuk mendeteksi ada-tidaknya kebocoran di dalam unit ammonia converter
dilakukan injeksi menggunakan isotop gas Argon, Ar-41. Dari data
pengukuran cacahan radiasi diketahui bahwa telah terjadi kebocoran pada
-
21
unit ammonia converter sehingga produksi ammonia berkurang dari
seharusnya. Penyelidikan lebih lanjut ditemukan bahwa kebocoran terjadi di
bellows, yaitu sambungan lasan pada tubing di dalam unit
Gambar 11 Injeksi isotop gas argon, Ar-41 untuk deteksi kebocoran amoniak pada kilang ammonia converter (Dok: Sugiharto)
5.7. Identifikasi kebocoran pipa penyalur minyak mentah yang menyeberang sungai Jurong. Lokasi PT. Caltech Pacific Indonesia (sekarang PT. Chevron Indonesi), Riau Obyek Pipa transmisi minyak mentah yang menyeberang sungai Jurong Diskripsi Minyak bumi yang dihasilkan dari sumur-sumur produksi ditransmisikan melalui
pipa ke stasiun penampungan (gathering station). Salah satu pipa transmisi
berdiameter 4 inci menyeberang sungai Jurong. Konstruksi penyeberangan tidak
diatas sungai melainkan di dasar sungai sehingga jika terjadi kebocoran di pada pipa
di dasar sungai sangat sulit dideteksi karena minyak bumi yang keluar dari pipa
akan terbawa arus dan baru terdeteksi ditempat yang jauh dari dasar sungai dimana
pipa diseberangkan.
Permasalahan Untuk mendeteksi ada-tidaknya kebocoran pada pipa penyalur minyak bumi yang
melintasi sungai Jurong, PT. Caltech Pacific Indonesia mengundang BATAN untuk
menyelidiki kemungkinan terjadinya kebocoran minyak di dasar sungai.
Solusi/Hasil Isotop para-dibromo-benzene telah diinjeksikan ke dalam pipa untuk mendeteksi
ada-tidaknya kebocoran di dasar sungai. Pengukuran cacahan radiasi dengan metode
flow velocity tidak menemukan adanya kebocoran minyak di dasar sungai Jurong.
Genagan minyak mentah di sungai yang berlokasi agak jauh dari pipa minyak
mungkin disebabkan oleh sumber lain.
-
22
Gambar 12 Injeksi perunut para-di-bromo benzene untuk identifikasi ada-tidaknya kebocoran pipa yang menyeberang sungai Jurong, Riau (Dok: Sugiharto)
5.8 Identifikasi kebocoran pipa hidran bawah tanah. Lokasi PT. PLN unit pemangkit Suralaya, Merak-Banten Obyek Pipa hidran bawah tanah PT. PLN unit pembangkit Suralaya Diskripsi Pipa hidran di PT. PLN unit pembangkit listrik Suralaya dikonstruksi di
bawah tanah pada kedalaman 2,5 3 meter. Pipa hidran ini difungsikan
sebagai alat pemadam kebakaran. Pembangkitan listrik di Suralaya ini
melalui pembakaran batu bara (coal fired) sangat berpotensi terjadinya
kebakaran, terutama pada stockpile (penimbunan) batu bara dalam jumlah
besar di sekitar kilang-kilang pembangkit listrik. Reaksi antara batu bara
dengan udara dalam kondisi tertentu dapat mengakibatkan kebakaran.
Identifikasi visual pada alat ukur tekanan menunjukkan penurunan
tekanan air di dalam pipa hidran. Diduga pipa hidran telah mengalami
kebocoran.
Permasalahan PT. PLN unit pembangkit listrik Suralaya menghendaki lokasi kebocoran
pipa hidran dapat segera diketahui agar sistem pengamanan kebakaran
berfungsi sebagaimana mestinya.
Solusi/Hasil Identifikasi kebocoran pipa hidran bawah tanah dilakukan dengan
menginjeksikan isotop Br-82 di tengah-tengah pipa hidran. Detektor yang
dipasang di kanan-kiri titik injeksi berfungsi untuk mengetahui arah aliran.
Sebelum injeksi, ujung-ujing pipa hidran di tutup rapat (blind) sehingga
-
23
tidak ada aliran yang melewati ujung-ujung pipa ini. Aliran yang mungkin
terjadi hanyalah aliran yang menuju tempat bocoran saja. Dari beberapa
kali injeksi diketui bahwa lokasi kebocoran tepat berada dibawah
jembatan yang rusak akibat dilewati truk-truk pengangkut batu bara
ukuran besar.
Gambar 13. Injeksi isotop bromine, Br-82 untuk identifikasi kebocoran pipa hidran bawah tanah. (Dok: Sugiharto)
5.9. Identifikasi kebocoran pipa avtur Lokasi Terminal F Bandara Soekarno-Hatta, Banten Obyek Pipa transmisi avtur untuk BBM Pesawat Lion-Air. Diskripsi Terminal F bandara Soekarno-Hatta pernah dikhususkan untuk armada
pesawat Lion-Air. Terminal F sebagaimana terminal-terminal lain
dirancang secara khusus selain untuk perparkiran pesawat Lion Air juga
difungsikan sebagai tempat untuk pengisian bahan bakar pesawat.
Terminal ini berlantai beton yang dibawahnya dipasang pipa-pipa
berdiameter 3 inci untuk mengalirkan avtur dari tangki-tangki BBM ke
pesawat. Disekitar lantai bandara terdapat kanal-kanal untuk pengendali
banjir dan menahan meluasnya api manakala terjadi kebakaran. Indikasi
adanya kebocoran diketahui dari penurunan alat ukur tekanan yang
dipasang pada pipa-pipa penyalur dekat tangki BBM dan terjadinya
genangan avtur di atas air di kanal.
Permasalahan Pihak pengelola bandara ingin memastikan ada tidaknya kebocoran di
-
24
jalur pipa di bawah lantai terminal F bandara Soekarno-Hatta.
Solusi/Hasil Pendeteksian kebocoran pipa avtur dilacak dengan menginjeksikan
radioperunut para-di-bromo benzene ke dalam pipa penyalur melalui
control box di dekat kanal. Untuk mempercepat pencarian kebocoran,
radioperunut yang diinjeksikan di tekan menggunakan avtur dari mobil
tangki dengan kapasitas 15.000 liter. Dua detektor yang dipasang di kanan
kiri titik injeksi difungsikan untuk mengetahui arah arah dan kecepatan
aliran avtur di dalam pipa. Selama pengetesan suplai avtur dari tangki
penyimpanan dihentikan dan ujung-ujung pipa ditempat lain di tutup rapat
(blind) sehingga tidak ada aliran yang melewati ujung-ujung pipa tersebut.
Aliran yang mungkin terjadi hanyalah aliran avtur yang berasal dari mobil
tangki ke tempat terjadinya kebocoran. Data pengukuran cacahan radiasi
selalu menunjukkan bahwa aliran selalu menuju ke satu pipa penyalur
avtur di bawah lantai terminal F. Hal ini berarti kebocoran terjadi pada
satu pipa tersebut yang lokasinya berada dibawah lantai.
Gambar 14 Injeksi perunut para-di-bromo benzene untuk identifikasi kebocoran pipa avtur bawah lantai beton terminal F, bandara Soekarno Hatta, Banten. (Dok: Sugiharto)
6. Radioperunut versus teknik non-nuklir dalam perspektif tekno-ekonomi.
Aplikasi radioperunut memerlukan material yang mengalir. Oleh sebab itu teknik-
teknik pengukuran menggunakan radioperunut dilakukan justru sistem dalam keadaan
beroperasi. Sebaliknya teknik-teknik pengukuran non-nuklir dilakukan pada sistem dalam
kondisi tidak beroperasi, kecuali untuk beberapa teknik seperti teknik termografi.
Penghentian operasi sistem mengakibatkan pengurangan produksi jika sistem yang
-
25
bermasalah dapat dilokalisir. Parahnya jika sistem yang bermasalah adalah sistem yang
terintegrasi maka sistem yang bermasalah tidak dapat dilokalisir sehingga keseluruhan
sistem harus distop dan produksi dihentikan. Kerugian akibat pengurangan atau penghentian
produksi tidak hanya menimbulkan kerugian finansial tetapi juga mengakibatkan
penyusutan produk di pasaran yang pada akhirnya dapat merugikan masyrakat. Penyusutan
produk yang dibutuhkan masyarakat dapat mengakibatkan harga-harga menjadi melambung.
Keadaan ini dapat membahayakan manakala stok nasional terpengaruh sehingga proyek-
proyek yang telah direncanakan oleh pemerintah maupun kalangan industri itu sendiri dapat
terganggu sehingga target-target nasional maupun lokal tidak dapat direalisasikan dalam
waktu yang telah ditentukan.
Material radioperunut dalam jumlah sangat sedikit yang diinjeksikan ke dalam sistem
masih dapat dideteksi, bahkan zat radioperunut dalam material bulk dapat dideteksi dalam
rasio satu per miliar atau lebih kecil lagi. Berbeda dengan dengan teknik non-nuklir dimana
untuk jenis pekerjaan yang sama memerlukan material yang diinjeksikan cukup besar.
Sebagai gambaran material radioperunut Br-B2 sebanyak 2 cm3 sudah cukup diinjeksikan
untuk mengukur laju aliran di dalam pipa berdiameter 24 inci. Sebaliknya, pengukuran laju
aliran di dalam pipa berdiameter 24 inci menggunakan teknik kolorimeter, memerlukan
beberapa ember zat pewarna yang diinjeksikan ke dalam pipa.
Injeksi material radioperunut dalam industri umumnya menggunakan sumber radiasi
pemancar sinar gamma yang mampu menembus dinding dan material yang membungkus
sistem. Dengan kemampuan sinar gamma menembus dinding memungkinkan pengukuran
intensitas radiasi gamma dapat dilakukan dari luar sistem. Metoda pengkuran seperti ini
disebut metode on-line dan tidak merusak. Metode on-line umumnya tidak dapat dilakukan
untuk pekerjaan yang sejenis menggunakan teknik non-nuklir. Mengacu pada pengukuran
laju aliran di dalam pipa menggunakan metode kolorimeter seperti yang disinggung diatas,
walaupun zat pewarna memancarkan radiasi dengan panjang gelombang atau energi
tertentu, namun energi zat pewarna tersebut tidak mampu menembus dinding dan material
yang membungkus sistem. Oleh sebab itu pengukuran menggunakan teknik non-nuklir
biasanya dilakukan secara sampling yaitu mengambil sampel-sampel larutan zat-warna
dengan material bulk pada tempat tempat yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan hasil
yang akurat jumlah sampel yang disampling harus cukup banyak. Untuk memenuhi
-
26
prasyarat ini konsekuensinya zat warna yang diinjeksikan harus banyak. Untuk kasus-kasus
tertentu, tempat-tempat sampling hanya dapat diakses dengan cara merusak bagian-bagian
sistem sehingga perusakan sistem tidak dapat dihindari.
Disamping mempunyai keunggulan, teknik perunut radioaktif juga mempunyai
keterbatasan seperti pemberlakuan aturan yang ketat terhadap penggunaan material
radioperunut sehingga diperlukan persetujuan dari institusi yang berkompeten di bidang
pengawasan tenaga nuklir, seperti BAPETEN. Selain itu pekerjaan yang berkaitan dengan
teknik radioperunut hanya boleh dilakukan oleh pekerja yang terlatih dalam melaksanakan
dan menangani materil radioaktif sehingga untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu pekerja ini
berasal dari institusi nuklir.
Umumnya pekerjaan-pekerjaan menggunakan teknik radioperunut tidak dapat
dilakukan segera setelah adanya permintaan karena untuk bisa melakukan pekerjaan
diperlukan ketersediaan radioperunut. Produksi radioperunut, terutama yang diproduksi di
dalam reaktor nuklir, sangat tergantung pada jadwal operasi reaktor dan ketersediaan bahan
yang akan diiradiasi. Oleh sebab itu kondisi ini sering dianggap sebagai kondisi yang tidak
menyenangkan buat para pengguna (end-users).
Selama ini aspek ekonomi tentang teknologi nuklir umumnya dan teknik radioperunut
khususnya tidak banyak diulas dan dilaporkan baik dalam kajian ilmiah di kalangan terbatas
maupun untuk konsumsi masyarakat umum. Laporan Badan Tenaga Nuklir Internasional
(IAEA-International Atomic Energy Agency), [IAEA, 1997] menyebutkan rasio keuntungan
(benefit ratio) penggunaan teknik radioperunut dan teknik sumber tertutup adalah 1:10
bahkan lebih bila dibandingkan dengan teknik-teknik non-nuklir lainnya. Hal ini berarti
teknik nuklir lebih menguntungkan dibanding teknik non-nuklir untuk suatu pekerjaan
sejenis. Jika teknik nuklir diterapkan di industri skala besar maka banyak keuntungan yang
diperoleh baik financial maupun waktu. Terlepas dari itu semua, para ahli dapat
mengkalkulasi besarnya kerugian financial manakala permasalahan tidak segera
diselesaikan. Dengan kata lain para ahli dapat juga mengkalkulasi keuntungan-keuntungan
yang diperoleh dari penggunaan teknik radioperunut dan teknik sumber tertutup lainnya jika
kedua teknik ini diterapkan secara rutin baik untuk sistem dalam kondisi normal maupun
sistem dalam kondisi bermasalah untuk menjaga keberlangsungan operasi.
-
27
7. Penutup Teknik radioperunut dalam banyak hal memperlihatkan keunggulan dibandingkan
dengan teknik non-nuklir dalam menangani pekerjaan-pekerjaan sejenis. Namun demikian
pemeliharaan kilang-kilang industri sampai saat ini masih menggunakan teknik-teknik non-
radiasi untuk menjaga keberlangsungan operasi kilang. Hal ini dapat difahami karena
teknik-teknik non-radiasi sudah lebih dahulu dikenal oleh kalangan industri dan banyak
ditawarkan oleh para penyedia teknologi. Disamping itu teknik non-nuklir lebih mudah
ditangani karena teknik-teknik ini tidak menggunakan material radioaktif di dalam sistem
peralatan mereka. Beberapa contoh pemanfaatan teknologi radioperunut yang diulas secara
singkat disini dimaksudkan untuk menyebarkan informasi tentang salah satu manfaat
penggunaan teknik radioperunut. Dengan penerapan teknologi radioperunut diharapkan
nantinya kalangan industri dan masyarakat luas lebih dekat, lebih faham dan lebih akrab
dengan teknologi nuklir yang selama ini ditakutkan dan dihindari penggunaannya. Segala
seuatu, termasuk penerapan teknologi nuklir sudah pasti mempuyai dua sisi yang saling
bertentangan yaitu sisi manfaat dan sisi mudharat. Dengan makin berkembangnya ilmu dan
pengetahuan diyakini bahwa sisi manfaat suatu penerapan teknologi akan lebih besar dari
sisi mudharatnya. Maju terus teknologi nuklir indonesia semoga.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Batan Teknologi (persero) dan
Koperasi Dagstan yang telah bekerja sama dalam memasarkan teknik nuklir khususnya
teknik radioperunut sehingga bisa diterapkan dalam berbagai bidang industri. Penerbitan
artikel ini semata-mata dimaksudkan sebagai penyebarluasan informasi tentang potensi
penggunaan teknik radioperunut untuk memecahkan maslah dalam berbagai bidang industri.
11. Daftar pustaka
1. Charlton, J. S., (Ed.), Radiotracer Techniques for Problem Solving in Industrial Plants, Leonard Hill, 320 pp. (1986).
2. Danckwerts, P.V. Continuous flow sistems, distribution of residence times, Chem. Eng. Sci. Vol. 2, pp. 1-13 (1953).
-
28
3. Fogler, H. S., Elements of Chemical Reaction Engineering 2nd Edn., New Delhi: Printice-Hall (1997).
4. Himmelblau, D. M and Bischoff, K.B, Process Analysis and Simulation, deterministic
approach, John Wiley & Sons, New York, 1968
5. International Atomic Energy Agency, Mercury Inventory in Electrolytic Cells by a Radioactive Tracer Technique-A Demonstration in Chittagoans Chemical Complex, Chittagoan, Bangladesh, UNDP/IAEA/RAS/86/073, IAEA, Vienna, Austria (1988).
6. International Atomic Energy Agency, Guidebook on Radiotracers in Industri, Technical Report Series No. 316, IAEA, Vienna, Austria, 374 pp (1990).
7. International Atomic Energy Agency, Report of the Consultants meeting on Emerging New Applications of Radiotracers in Industri, IAEA, Vienna, Austria, (1997).
8. International Atomic Energy Agency, Practical Guidebook for Radioisotope-Based Technology in Industri (Ed.: A.E.Hills), IAEA/RCA/RAS/8/078, Vienna, Austria (March 1999).
9. International Atomic Energy Agency, Radiotracer residence time distribution methods for industrial and environmental applications, Training Course Series, Vo. 31., Vienna, Austria, 2008.
10. International Atomic Energy Agency, Radiotracer and labeling compounds for
applications in industri and environment, Report of a consultants meeting, Warsaw, Poland, 16-19 June 2004.
11. Levenspiel, O and Bischoff, K.B, Adv. Chem. Eng., 4, 95, 1963
12. Levenspiel, O., Chemical Reaction Engineering, 3rd Edn., Jhon Wiley and Sons, New York, (1999).
13. Sugiharto, Z. Suud, R. Kurniadi, Wibisono, Z. Abidin, Radiotracer Method for Residence Time Distribution Study in Multiphase Flow Sistem, Int. Applied Radiation and Isotopes, Vol 67 July/Aug (2009), pp.1445-1448, Elsevier (ISSN 0969-8043)
14. Sugiharto, Z. Suud, R. Kurniadi, A. Waris, Z. Abidin , Analysis of Residence Time Distribution of Fluid Flow by Axial Dispersion Model, America Institute of Physics Conference Preceedings, vol 1325, 2010, pp 257-260
15. Sugiharto, S. B. Santoso, Simpler and More Accurate: Weighing of Mercury in Electrolytic Cells by Tracer Dilution Method, Atom Indonesia, Vol 36 No.2, (2010) 87-91