radilogi tht_dewi rfk

20
Radiologi Dalam Bidang Telinga Hidung dan Tenggorok Teknik Pemeriksaan Radiologis Sinus Paranasal Pada pasien-pasien dengan keluhan klinis yang mengarah pada dugaan adanya sinusitis, antara lain pilek-pilek kronis, nyeri kepala kronik,, nyeri kepala satu sisi, napas berbau atau kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal, misalnya mukokel, pembentukan cairan atau sinus-sinus, atau tumor, trauma sekitar sinus paranasal, diperlukan informasi mengenai keadaan sinus tersebut. Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis kelainan pada sinus paranasal. Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah : 1. Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas 2. Pemeriksaan tomogram 3. Pemeriksaan CT scan. Pemeriksaan Foto Kepala Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi, antara lain:

Upload: dewi-rafika-sasmanto

Post on 19-Jun-2015

1.686 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: radilogi tht_dewi rfk

Radiologi Dalam Bidang Telinga Hidung dan Tenggorok

Teknik Pemeriksaan Radiologis Sinus Paranasal

Pada pasien-pasien dengan keluhan klinis yang mengarah pada dugaan

adanya sinusitis, antara lain pilek-pilek kronis, nyeri kepala kronik,, nyeri kepala

satu sisi, napas berbau atau kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal, misalnya

mukokel, pembentukan cairan atau sinus-sinus, atau tumor, trauma sekitar sinus

paranasal, diperlukan informasi mengenai keadaan sinus tersebut. Pemeriksaan

radiologis merupakan salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan untuk

membantu menegakkan diagnosis kelainan pada sinus paranasal.

Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk

mengevaluasi sinus paranasal adalah :

1. Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas

2. Pemeriksaan tomogram

3. Pemeriksaan CT scan.

Pemeriksaan Foto Kepala

Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas

berbagai macam posisi, antara lain:

1. Foto kepala posisi anteroposterior (AP atau posisi Caldwell)

2. Foto kepala lateral

3. Foto kepala posisi Waters

4. Foto kepala posisi submentoverteks

5. Foto Rhese

6. Foto basis kranii dengan sudut optimal

7. Foto proyeksi Towne

Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan paling baik dan paling

utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Pada beberapa rumah sakit/klinik di

Indonesia untuk mengevaluasi sinus paranasal cukup melakukan pemeriksaan foto

kepala AP (ada juga yang mengatakan PA) dan leteral serta posisi Waters. Bila

Page 2: radilogi tht_dewi rfk

dari foto di atas belum dapat ditentukan atau belum didapat informasi yang

lengkap, baru dilakukan pemotretan dengan posisi yang lain

Pemeriksaan kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas

berbagai macam posisi, antara lain:

a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( posisi Caldwell)

Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang midsagital

kepala tegak lurus pada film. Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung

dan dahi diatas meja sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang

menghubungkan kantus lateralis mata dengan batas superior kanalis auditorius

eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut sinar rontgen adalah 15 derajat

kraniokaudal dengan titik keluarnya nasion.

b. Foto kepala lateral

Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletah sebelah lateral dengan

sentrasi diluar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus

maksila berhimpit satu sama lain.

Page 3: radilogi tht_dewi rfk

c. Foto kepala posisi Waters

Posisi ini yang paling sering digunakan. Pada foto waters, secara ideal piramid

tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris. Maksud dari

posisi ini adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak

dibawah antrum maksila sehingga kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi

seluruhnya. Hal ini didapatkan dengan menengadahkan kepala pasien

sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Bidang yang

melalui kantus medial mata dan tragus membentuk sudut lebih kurang 37

derajat dengan film. Foto waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut

tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai daerah dinding

posterior sinus sphenoid dengan baik.

Page 4: radilogi tht_dewi rfk

d. Foto kepala posisi Submentoverteks

Posisi submentoverteks diambil dengan meletakkan film pada verteks, kepala

pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film.

Sentrasi tegak lurus kaset dalam bidang midsagital melalui sella tursika ke

arah verteks. Banyak variasu-variasi sudut sentrasi pada posisi

submentoverteks, agar supaya mendapatkan gambaran yang baik pada

beberapa bagian basis kranii, khususnya sinus frontalis dan dinding posterior

sinus maksilaris.

Page 5: radilogi tht_dewi rfk

e. Foto Rhese

Posisi rhese atau oblik dapat mengevaluasi bagian posterior sinus etmoid,

kanalis optikus dan lantai dasar orbita sisi lain.

f. Foto proyeksi Towne

Posisi towne diambil denga berbagai variasi sudut angulasi antara 30-60 ke

arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di atas glabela dari

foto polos kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini adalah posisi yang

paling baik untuk menganalisis dinding posterior sinus maksilaris, fisura

orbita inferior, kondilus mandibularis, dan arkus zigomatikus posterior.

Page 6: radilogi tht_dewi rfk

Pemeriksaan Tomogram

Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan

multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan tomogram

sudah jarang digunakan. Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal, pemeriksaan

tomogram merupakan suatu tehnik yang terbaik untuk menyajikan fraktur-fraktur

tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan aksial dan coronal CT-Scan. Pada

pemeriksaan tomogram biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau

Waters.

Pemeriksaan CT scan

Pemeriksaan CT scan merupakan pemeriksaan yang sangat unggul untuk

mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisa dengan baik tulang-tulang

secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak. Irisan aksial merupakan standar

pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal

(IOM), dengan irisan setebal 5 mm, dimulai dari sinus maksilaris sampai sinus

frontalis. Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi, sinus-

sinus dan palatum, termasuk ekstensi intracranial sinus frontalis.

Gambaran Radiologis

Pada foto polos 3 posisi (AP, lateral, Waters) sinus paranasal tampak:

− Perselubungan semiopak homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih

sinus paranasal akibat penebalan mukosa dan submukosa.

− Penebalan mukosa (tebal mukosa > 5 mm)

− Air fluid level (kadang-kadang)

− Penebalan dinding sinus dengan gambaran sklerotik (pada kasus-kasus kronik)

− Unilateral dengan air fluid level terbatas di satu sinus pada sinusitis bacterial

− Bilateral simetris dan mengenai banyak sinus, biasanya pada sinusitis alergika.

Pada sinusitis mula-mula tampak penebalan dinding sinus, dan yang paling

sering diserang adalah sinus maksilaris, tetapi pada sinusitis kronik tampak juga

sebagai penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya jaringan

Page 7: radilogi tht_dewi rfk

fibrosis dan jaringan parut yang menebal. Foto polos tak dapat membedakan

antara penebalan mukosa dan gambaran fibrotic beserta pembentukan jaringan

parut, dimana hanya tampak sebagai penebalan dinding sinus. CT scan dengan

penyuntikan kontras dapat digunakan untuk membedakan hal ini. Pada CT scan

dengan penyuntika kontras, apabila terjadi enhancement menunjuka adanya

inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enhancement biasanya jaringan fibrotic dan

jaringan parut.

Pada kasus-kasus sinusitis bacterial akut dengan pemeriksaan posisi Waters,

sukar membedakan perselubungan sinus maksilaris yang disebabkan sinusitis

murni atau disebabkan oleh air fluid level. Untuk kasus semacam ini perlu

dibuatkan posisi Waters dalam keadaan duduk. Hampir 50% kasus-kasus dengan

perselubungan pada salah satu sinus maksilaris pada pemotretan posisi supine

ternyata setelah difoto duduk, terdapat air fluid level.

Air fluid level akan tampak pula pada kasus-kasus:

1. Pada pasien-pasien yang mengalami pencucian sinus maksilaris, biasanya

minimal 3-4 hari setelah pencucian sinus, maka gambaran sinus tersebut

akan tampak suram. Hal ini dapat didiagnosis sebagai sinusitis karena

reinfeksi.

2. Pada pasien dengan trauma kepala yang disertai fraktur atau tidak fraktur

pada dinding sinus.

3. Pada penyakit golongan diskrasia darah seperti penyakit von Willebrand

dimana terjadi perdarahan pada permukaan mukosa. Hal ini berbeda pada

pasien-pasien hemophilia, dimana terjadi perdarahan pada ruangan sendi.

Gambaran CT scan sinusitis:

1. Obstruksi kompleks osteomeatal karena penebalan mukosa (paling baik

terlihat pada CT coronal)

2. Gambaran akut: air fluid level dengan penebalan mukosa

3. Kronik : penebalan dan sklerotik dinding

4. Hiperdense pada infeksi jamur (fungal mycetoma)

Page 8: radilogi tht_dewi rfk

Gambaran Tumor pada sinus

Delapan puluh persen tumor yang menyerang sinus paranasal dan kavum

nasi adalah karsinoma sel skuamosa dan hampir 80% menyerang sinus maksila.

Tanda-tanda radiologi pada foto polos kepala dan CT kepala adalah adanya masa

pada sinus maksilaris disertai dekstruksi tulang aktif, hanya pada CT kepala dapat

ditambahkan evaluasi tambahan daerah fosa infra temporalis dan daerah

paraparingeal. Hal ini dapat menentuka apakah tumor menyebar pada daerah

tersebut atau ke atas ke daerah basis kranii.

Ada sekelompok tumor dengan tanda-tanda radiologik yang khas, yaitu

adanya ekspansi aktif meliputi seluruh rongga sinus, dekstruksi tulang dinding

pada sinus yang diserang, tetapi secara garis besar tulang-tulang tersebut

mengalami rekalsifikasi lagi, sehingga sering tumor dianggap jinak, tetapi secara

patologis prognosisnya sangat jelek. Kelompok tumor ini adalah papiloma,

esthesioneuroblastoma, tumor kelenjer saliva minor termasuk adenokarsinoma,

ekstramedulariplasmasitoma, melanosarkoma, dan rhabdomiosarkoma.

Teknik Pemeriksaan Radiologis Mastoid

CT dan MRI saat ini sudah menjadi salah satu metode pencitraan radiologi

untuk sebagian besar penyakit pada telinga dan bila ada kerusakan pada tukang

temporal. Pada penyakit pengikisan tulang, seperti otitis media kronik dengan

kolesteatom, CT dengan pengaturan jendela tertentu akan memberikan sumber

informasi yang akurat. CT dengan penggunaan cairan kontras yang disuntikan

pada vena telah digunakan secara terus menerus pada pemeriksaan

cerebellopontine angle masses. Peralatan pencitraan lain untuk tulang temporal ini

meliputi superlatif angiography.

Ada tiga jenis proyeksi radiologik yang paling sering dan cukup bermanfaat

serta dapat mudah dibuat dengan memakai alat rontgen yang tidak terlalu besar

untuk menilai tulang temporal, yaitu:

1. Posisi Schuller

Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Proyeksi foto

dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan

Page 9: radilogi tht_dewi rfk

berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30° cephalocaudal. Pada posisi ini

perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat tampak

dengan lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang

besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus

lateralis.

2. Posisi Owen

Posisi ini juga menggambarkan penampakan lateral mastoid, dan proyeksi

dibuat dengan kepala terletak sejajar meja pemeriksaan atau film, lalu

wajah diputar 30° menjauhi film dan berkas sinar X ditujukan dengan

sudut 30-40° cephalocaudal. Umumnya posisi owen dibuat untuk

memperlihatkan kanalis auditorius eksternus, epitimpanikum, bagian-

bagian tulang pendengaran, dan sel udara mastoid.

Page 10: radilogi tht_dewi rfk

3. Posisi Chausse III

Posisi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan ruang telinga

tengah. Proyeksi dibuat dengan oksiput terletak di atas meja pemeriksaan,

dagu ditekuk kea rah dada lalu kepala diputar 10-15° kea rah sisi

berlawanan dari telinga yang akan diperiksa. Posisi ini merupakan posisi

tambahan setelah pemeriksaan posisi lateral mastoid. Posisi ini merupakan

posisi radiologik konvensional yang paling baik untuk pemeriksaan telinga

tengah terutama untuk pemeriksaan otitis kronik dan kolesteatom.

Gambaran Mastoiditis Akut

Gambaran dini mastoid akut adalah perselubungan ruang telinga tengah dan

sel udara mastoid, bila proses inflamasi terus berlanjut akan terjadi perselubungan

Page 11: radilogi tht_dewi rfk

yang difus pada kedua daerah tersebut. Pada masa permulaan infeksi biasanya

strukrur trabekula dan dan sel udara mastoid masih utuh, tapi kadang-kadang

dengan adanya edema mukosa dan penumpukan cairan seropurulen, maka terjadi

kekaburan penampakan trabekulasi sel udara mastoid. Bersama dengan

progesifitas infeksi, maka akan terjadi demineralisasi diikuti dengan dekstruksi

trabekula dimana pada proses mastoid yang hebat akan terjadi penyebaran kearah

posterior menyebabkan tromboplebitis kearah posterior. Jika terjadi komplikasi

intrakranial pada daerah fosa kranii posterior atau media, maka pemeriksaan CT

merupakan pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi hal tersebut dimana pada

pemeriksaan CT dapat ditemui defek tulang dengan lesi intrakranial.

Gambaran Mastoiditis Kronik

Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik terdiri atas perselubungan

yang tidak homogen pada daerah antrum mastoid dan sel udara mastoid, serta

perubahan yang bervariasi pada struktur trabekulasi mastoid. Proses inflamasi

pada mastoid akan menyebabkan penebalan struktur trabekulasi diikuti

demineralisasi trabekula, pada saat ini yang tampak pada foto adalah

perselubungan sel udara mastoid dan jumlah sel udara yang berkurang serta

struktur trabekula yang tersisa tampak menebal. Jika proses inflamasi terus

berlangsung, maka akan terlihat obliterasi sel udara mastoid dan biasanya mastoid

akan terlihat sklerotik. Kadang-kadang lumen antrum mastoidikum dan sisa sel

udara mastoid akan terisi jaringan granulasi sehingga pada foto akan terlihat pula

sebagai perselubungan.

Page 12: radilogi tht_dewi rfk

Teknik Pemeriksaan Radiologis Tulang Temporal

1. Radiografi konvensional

Yang terbanyak digunakan di klinik terutama untuk mendeteksi

kolesteatom adalah proyeksi Schuller, Towne, dan Stenver.

Proyeksi Stenver

Pengambilan ini diperoleh dengan pasien menghadap film dan kepala

sedikit fleksi dan diputar 45° ke sisi yang berlawanan. Sinar X diarahkan

dengan sudut 14° ke kaudal. Pengambilan ini menunjukan seluruh

pyramid, eminensia arcuata, canalis auditorius eksterna, porus acusticus,

canalis semisircularis horizontal dan vertical, vestibula, cochlea, anthrum

mastoideum, serta ujung mastoid.

2. CT scan

Pemeriksaan CT scan bidang aksial dan koronal merupakan keharusan

untuk mengevaluasi os temporal dan ruang telinga tengah.

Gambaran radiologis kolesteatom

Pada kolesteatom yang menyebar kea rah mastoid akan menyebabkan

destruksi struktur trabekula mastoid dan pembentukan kavitas besar yang

berselubung dengan dinding yang licin. Kadang-kadang kolesteatom dapat meluas

ke sel udara mastoid tanpa merusak trabekulasi tulang dan jenis ini sering

dijumpai pada anak-anak, dimana gambaran radiologiknya berupa perselubungan

pada sel udara mastoid dan sulit dibedakan dengan mastoiditis biasa. Untuk

Page 13: radilogi tht_dewi rfk

melihat lesi-lesi kolesteatom yang kecil atau ingin melihat lesi lebih jelas perlu

dibuat tomografi tulang temporal.

Teknik Pemeriksaan Radiologis Fraktur Pada Tulang Muka

Fraktur tulang muka dapat dibagi 2 kelompok, yaitu : dapat terjadi pada satu

tulang atau dapat terjadi pada beberapa tulang. Fraktur-fraktur ini meliputi:

− fraktur tulang nasal ; dimana terjadi gangguan aliran dari sinus-sinus

kekavum nasi

− fraktur tulang frontal

− fraktur arkus zigomatikus : dimana terlibat sinus makasilaris

− fraktur yang meliputi etmoid/ maksilaris atau keduanya

pada foto polos kepala gambaran yang tampak hanya garis fraktur dan

perselubungan satu atau dua sisi sinus. Sedangkan pemeriksaann CT-Scan dapat

memperlihatkan gambaran herniasi.

Fraktur kompleks yang sering terjadi adalah :

− fraktur naso-orbital, dapat disebabkan oleh benturan kuat pada dasar

hidung yang menekan tulang nasal kebelakang sehingga menyebabkan

sinus etmoidalis kolap. Pada foto polos AP sukar dinilai, pada foto lateral

dapat dilihat fraktur pada tulang nasal dimana tulang nasal tertekan

kedalam dan perselubungan pada sinus etmoidalis. Pemeriksaann CT-Scan

khususnya irisan koronal, dapat memperlihatkan secara tepat kolap sinus

etmoid.

− fraktur trimalar, sering terjadi pada olah raga tinju dimana terdapat

pukulan keras pada tulang zigomatikus. Fraktur dapat ditegakkan dengan

pemotretan posisi Water dan pemeriksaan CT-Scan.

− fraktur Le Fort, fraktur komplek tulang-tulang muka yang sering terlihat

pada kecelakaan. Pemeriksaan foto polos muka dan CT-Scan dapat

memperlihatkan luasnya daerah yang terkena, dan tulang-tulang apa saja

yang fraktur.

Page 14: radilogi tht_dewi rfk

Daftar Pustaka

Rachman , D.M., (2005), Sinus Paranasal dalam Radiolodi Diagnostik, Edisi

Kedua, FKUI-RSCM, Jakarta.

Malueka, R.G., et al, (2008), Radiologi Diagnostik, Pustaka Cendikia Press,

Yogyakarta.