radikalisme agama paska reformasi

Upload: roveq-eko-syahri

Post on 13-Jul-2015

453 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Tugas Kelompok Ide-ide Politik Umum

RADIKALISME AGAMA ISLAM PASKA REFORMASI

Dosen Pengampu : Adde Marup Wirasenjaya, S.IP

Disusun oleh : Rofiq Eko Syahri (20100510050) Cut Meutia Firas (20100510059) Norman Fajar Adiguna (20100510064) Dwi Khoiri Wahyuningsih (20100510065) Andri Yogi Adyatma Prasetyo (20100510082) Miranti Triana Dewi (20100510083)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011

I.

PENDAHULUANTidak ada suatu Negara,agama dan umat beragama yang terbebas dari gerakangerakan radikalisme.Radikalisme muncul adanya diskriminasi, kecemburuan

sosial,hancurnya tatanan sosial,politik dan ekonomi. Radikalisme agama turut mewarnai citra agama islam kontemporer. 1 Perkembangan radikalisme semakin pesat ketika tumbangnya Orde Baru.Karena pada saat pemerintahan Presiden Soeharto tekanan terus terjadi kepada

masyarakat.Masyarakat tidak dapat menggunakan hak-haknya untuk menyampaikan pendapat dengan baik.Adapun gerakan radikal pada saat itu dicurigai muncul atas rekayasa oleh militer atau melalui intelejen.Tujuannya sendiri adalah untuk mendiskreditkan Islam.2Sehingga ketika tumbangnya Orde Baru, maka masyarakat menerima dengan sangat baik.Era Reformasi menjadi salah satu ujung tombak kebebasan masyarakat dimana pemerintah menjunjung tinggi HAM.Dimana di Era Reformasi hingga sekaranglah menjamur Radikalisme serta tumbuhnya berbagai macam ormas atau gerakan-gerakan Radikal.Aksi radikal seringkali dikaitkan dengan masalah agama, khususnya agama Islam, seperti aksi terorisme yang berkedok ajaran jihad.Apapun alasannya, tindakan radikalisme harus dicegah dan dilawan bersama oleh pemerintah dan masyarakat, karena dapat menjadi ancaman serius bagi integritas kedaulatan bangsa. Sesungguhnya paham radikal ini tak lepas dari pengaruh globalisasi dan kebebasan berdemokrasi dengan mengatasnamakan HAM.Gerakan radikalisme islam di Indonesia muncul bukan hanya terjadi di Timur Tengah tetapi juga di Negara lain yang penduduk islam. Meskipun ada perbedaan kultural dan mungkin juga tentang pemahaman islam itu sendiri. Gerakan radikalisme ini mepunyai tujuan yang sama dengan paham fundamentalisme.Hingga pada akhirnya radikalisme yang berujung pada anarkisme, kekerasan dan bahkan terorisme memberi stigma kepada agamaagama yang dipeluk oleh terorisme.3

1 2

Dikutip dari Makalah Islam dan Radikalismeoleh Mahasiswa STAIN Cirebon tahun 2009. Dikutip dari Artikel Radikalisme Islam di Indonesia oleh Yusuf Effendi, S.H.I pada web http://yusufeff84.wordpress.com/2010/04/21/radikalisme-islam-di-indonesia/

Dikutip dari Artikel Radikalisme Mengkhawatirkan Kehidupan Berbangsa IndonesiaOleh Wawan Budayawan, S.pd pada http://www.mimbar-opini.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=4899

3

II.

PEMBAHASANA. Pengertian Radikalisme

Istilah radikalisme berasal dari bahasa latin radix, yang artinya akar, pangkal dan bagian bawah, atau bisa juga secara menyeluruh, habis-habisan dan amat keras untuk menuntut perubahan. sedangkan secara terminologi Radikalisme adalah aliran atau faham yang radikal terhadap tatanan politik; paham atau aliran yang menuntut perubahan sosial dan politik dalam suatu negara secara keras. 4 Radikalisme adalah suatu paham aliran yang menghendaki perubahan secara drastis. (Kamus Besar Bahasa Indonesia ikhtiar baru:1995) Sedangkan menurut kamus ilmiah popular radikalisme adalah inti dari perubahan.(bary,kamus ilmiah popular:1994). Radikalisme juga dapat berarti suatu gerakan dari suatu ketepurukan akibat gagalnya suatu tatanan sosial,politik,ekonomi dari suatu Negara atau bisa jadi radikal adalah kembalinya rasa keagamaan.

B. Indikasi Radikalisme Sepuluh tahun terkhir dunia (Islam), termasuk Indonesia, terus diguncang berbagai tindakan terorisme, anarkisme, dan radikalisme beragama. Realitas ini jelas bukan sesuatu yang lumrah dan tidak menyenangkan bahkan justru dapat menghancurkan citra Islam. Hal itu secara otomatis telah menjadi tugas bagi para ulama dan pemimpin Islam dunia dengan bersama-sama merapatkan barisan, berpegangan tangan untuk maju bersama dalam membangun dan mengembalikan peran dan posisi Islam sebagai agama yang rahmatan Lil alamin. Banyaknya tindakan bom bunuh diri atas nama jihad, pengakuan menjadi nabi, menerima wahyu dari Jibril, dan penomena keagamaan dan perdebatan paham yang banyak kita jumpai akhir-akhir ini sesungguhnya merupakan penyakit masyarakat yang harus kita obati dan kita berantas atau paling tidak dapat diminimalisasi. Hingga kini radikalisme di tengah agama-agama terus berlanjut. Teror berupa

Eka Yani Arfina, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Dilengkapi Dengan EYD dan Singkatan Umum, (Surabaya : Tiga Dua. tt )

4

pembakaran, perusakan, pembongkaran rumah ibadah seperti masjid dan gereja kerap terjadi. Misalnya Pada tanggal 30 Maret2011 lalu, warga Kampung Tolenjeng, Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat, dihebohkan oleh aksi pengrusakan rumah tokoh Ahmadiyah di Kampung Tolenjeng, Kab. Tasikmalaya.Puluhan massa dengan pakaian serba putih menyerbu rumah tersebut dengan berbagai macam cara salah satunya dengan melempari batu. Hal itu terjadi karena Ahmadiyah diklaim sebagai aliran sesat.Hal tersebut menindikasikan bahwa radikalisme di Indonesia cukup berkembang dengan subur. Sehingga kita mulai bertanya mengapa radikalisme agama itu bisa terjadi? Mengapa agama dijadikan kendaraan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai hakiki dari agama itu sendiri? Menurut Horace M. Kallen (1972), radikalisme ditandai tiga kecenderungan umum. Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respons ini muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan. Masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dapat bertanggung jawab terhadap kelangsungan keadaan yang ditolak. Kedua, radikalisme tak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan dalam radikalisme terkandung pandangan tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat menjadikan tatanan tersebut ganti dari tatanan yang sudah ada.5

C. Penyebab munculnya Radikalisme Ada beberapa sebab yang memunculkan radikalisme dalam bidang agama, antara lain, Pemahaman yang keliru atau sempit tentang ajaran agama yang dianutnya, Ketidakadilan sosial, Kemiskinan, Dendam politik dengan menjadikan ajaran agama sebagai satu motivasi untuk membenarkan tindakannya, dan Kesenjangan sosial atau irihati atas keberhasilan orang lain. Prof. Dr. H. Afif Muhammad, MA (2004:25) menyatakan bahwa munculnya kelompok-kelompok radikal (dalam Islam) akibat perkembangan sosio-politik yang membuat termarginalisasi, dan selanjutnya mengalami kekecewaan, tetapi perkembangan sosial-politik tersebutDikutip dari Artikel Radikalisme Agama di Indonesia sebagai Bom waktuOleh Bestson Manurung pada http://bestsonmanurung.blogspot.com/2006/04/radikalisme-agama-di-indonesia-sebuah.html5

bukan satu-satunya faktor. Di samping faktor tersebut, masih terdapat faktorfaktor lain yang dapat menimbulkan kelompok-kelompok radikal, misalnya kesenjangan ekonomi dan ketidak-mampuan sebagian anggota masyarakat untuk memahami perubahan yang demikian cepat terjadi.

Selain karena faktor tersebut, radikalisme terjadi karena beberapa faktor lain, yaitu6 : a. Faktor Pemikiran: Merebaknya dua trend paham yang ada dalam masyarakat Islam, yang pertama menganggap bahwa agama merupakan penyebab kemunduran ummat Islam. Sehingga jika umat ingin unggul dalam mengejar ketertinggalannya maka ia harus melepaskan baju agama yang ia miliki saat ini. Pemikiran ini merupakan produk sekularisme yang secara pilosofi anti terhadap agama.Sedang pemikiran yang kedua adalah mereflesikan penentangannya terhadap alam relaitas yang dianggapnya sudah tidak dapat ditolerir lagi, dunia saat ini dipandanganya tidak lagi akan mendatangkan keberkahan dari Allah Swt, penuh dengan kenistaan, sehingga satu-satunya jalan selamat hanyalah kembali kepada agama. Namun jalan menuju kepada agama itu dilakukan dengan cara-cara yang sempit, keras, kaku dan memusuhi segala hal yang berbau modernitas.Pemikiran ini merupakan anak kandung dari pada paham fundamentalisme.

b. Faktor Ekonomi : William Nock pengarang buku Perwajahan Dunia Baru mengatakan: Terorisme yang belakangan ini marak muncul merupakan reaksi dari kesenjangan ekonomi yang terjadi di dunia. Liberalisme ekonomi yang mengakibatkan perputaran modal hanya bergulir dan dirasakan bagi yang kaya saja, mengakibatkan jurang yang sangat tajam kepada yang miskin.Jika pola ekonomi seperti itu terus berlangsung pada tingkat global, maka yang terjadi reaksinya adalah terorisme internasional. Namun jika pola ekonomi seperti ini diterapkan pada tingkat Negara tertentu, maka akan memicu tindakan terorisme nasional.6 Dikutip dari Artikel Faktor-faktor penyulut Radikalisme AgamaOleh Ustadz Muladi Mughni, Lc. pada http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1265:faktor-faktorpenyulut-radikalisme-agama&catid=22:pengajian

c. Faktor Politik: Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua Negara. Kehadiran para pemimpin yang adil, berpihak pada rakyat, tidak semata hobi bertengkar dan menjamin kebebasan dan hak-hak rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan dari ada anak negeri untuk selalu membela dan memperjuangkan negaranya. Mereka akan sayang dan menjaga kehormatan negaranya baik dari dalam maupun dar luar. Namun sebaliknya jika politik yang dijalankan adalah politik kotor, politik yang hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing, bahkan politik pembodohan rakyat, maka kondisi ini lambat laun akan melahirkan tindakan skeptis masyarakat. Akan mudah muncul kelompok-kelompok atas nama yang berbeda baik politik, agama ataupun sosial yang mudah saling menghancurkan satu sama lainnya.

d. Faktor Sosial: Diantara faktor munculnya pemahaman yang menyimpang adalah adanya kondisi konflik yang sering terjadi di dalam masyarakat. Banyaknya perkara-perkara yang menyedot perhatian massa yang berhujung pada tindakan-tindakan anarkis, pada akhirnya melahirkan antipati sekelompok orang untuk bersikap bercerai dengan masyarakat. Pada awalnya sikap berpisah dengan masyarakat ini diniatkan untuk menghindari kekacauan yang terjai.Namun lama kelamaan sikap ini berubah menjadi sikap antipati dan memusuhi masyarakat itu sendiri. Jika sekolompok orang ini berkumpul menjadi satu atau sengaja dikumpulkan, maka akan sangat mudah dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Dalam gerakan agama sempalan, biasanya mereka lebih memilih menjadikan pandangan tokoh atau ulama yang keras dan kritis terhadap pemerintah.Karena mereka beranggapan, kelompok ulama yang memiliki pandangan moderat telah terkooptasi dan bersekongkol dengan penguasa.Sehingga ajaran Islam yang moderat dan rahmatan lil alamin itu tidak mereka ambil bahkan dijauhkan dan mereka lebih memilih pemahaman yang keras dari ulama yang yang kritis tersebut.Dari sinilah lalu, maka pemikiran garis keras Islam sesungguhnya sangat kecil, dan tidak mencerminkan wajah Islam yang sebenarnya.Namun gerakan dan

tindakannya yang nekat dan tidak terkontrol, menjadikan wajah Islam yang moderat dan mayoriats itu seolah tertutup dan hilang.

e. Faktor Psikologis: Faktor ini sangat terkait dengan pengalaman hidup individual

seseorang.Pengalamannya dengan kepahitan hidupnya, linkungannya, kegaggalan dalam karir dan kerjanya, dapat saja mendorong sesorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dan anarkis.Perasaan yang menggunung akibat kegagalan hidup yang dideranya, mengakibatkan perasaan diri terisolasi dari masyarakat.Jika hal ini terus berlangsung tanpa adanya pembinaan dan bimbingan yang tepat. Orang tersebut akan melakukan perbuatan yang mengejutkan sebagai reaksi untuk sekedar menampakkan eksistensi dirinya. Dr. Abdurrahman al-Mathrudi pernah menulis, bahwa sebagian besar orang yang bergabung kepada kelompok garis keras adalah mereka yang secara pribadi mengalami kegagalan dalam hidup dan pendidikannya.Mereka inilah yang harus kita bina, dan kita perhatikan.Maka hendaknnya kita tidak selalu meremehkan mereka yang secara ekonomi dan nasib kurang beruntung.Sebab mereka ini sangat rentan dimanfaatkan dan dibrain washing oleh kelompok yang memiliki target terorisme tertentu.

f. Faktor Pendidikan Sekalipun pendidikan bukanlah faktor langsung yang dapat menyebabkan munculnya gerakan terorisme, akan tetapi dampak yang dihasilkan dari suatu pendidikan yang keliru juga sangat berbahaya. Pendidikan agama khususnya yang harus lebih diperhatikan.Ajaran agama yang mengajarkan toleransi, kesantunan, keramahan, membenci pengrusakan, dan menganjurkan persatuan tidak sering didengungkan.Retorika pendidikan yang disuguhkan kepada ummat lebih sering bernada mengejek daripada mengajak, lebih sering memukul daripada merangkul, lebih sering menghardik daripada mendidik. Maka lahirnya generasi umat yang merasa dirinya dan kelompoknyalah yang paling benar sementara yang lain salah maka harus diperangi, adalah akibat dari sistem pendidikan kita yang salah. Sekolah-sekolah agama dipaksa untuk memasukkan kurikulum-kurikulum umum, sememtara sekolah umum alergi memasukan kurikulum agama.

D. Dampak Radikalisme

Dampak yang dihasilkan dengan adanya gerakan-gerakan Radikalisme ini sangat kompleks, mulai dari bidang politik, sosial, ekonomi dan keamanan.Dengan adanya gerakan-gerakan radikalisme juga sesungguhnya hanya menjadi suatu permasalahan yang sangat berat bagi suatu Negara.Dimana ketidakstabilan politik bisa saja terjadi.Bahkan sampai kepada kedaulatan Negara itu sendiri. Di sisi lain Masyarakat sebagai komponen utama dalam suatu negara mengalami

kekhawatiran mengenai keamanan dalam bermasyarakat. Sehingga pada akhirnya Radikalisme sesungguhnya adalah masalah yang sangat besar dan akan selalu menghantui Negara Indonesia.

III.

PENUTUPA. Kesimpulan Radikalisme merupakan persoalan kompleksitas yang tidak berdiri sendiri. Hampir seluruhnya memiliki pendasaran sangat politis dan ideologis. Layaknya sebuah ideologi yang terus mengikat, radikalisme menempuh jalur agama untuk dapat membenarkan segala tindakan anarki. Maka, Islam tak sama dengan radikalisme. Sehingga radikalisme agama memang bukan persoalan yang mudah

diselesaikan.Keseriusan pemerintah untuk menangani masalah seperti ini pun dituntut. Biasanya aksi-aksi massa yang mengatasnamakan agama tertentu yang sejatinya memberangus kemerdekaan berkeyakinan, ditangkap oleh aparat negara sebagai suara mayoritas. Namun terkadang, aparat negara tak kuasa mencegah aksi-aksi massa yang lebih besar kepada kelompok massa yang kecil. Bahkan, kadang aparat negara ikut melakukan kekerasan, atau setidaknya membiarkan aksi anarkis tersebut.7 Satu hal yang perlu jadi perenungan bersama, apa yang diungkapkan oleh Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Dr. A.A. Yewangoe. Ia menegaskan, masyarakat Indonesia amat membutuhkan pendidikan dalam arti yang luas. Bukan sekadar di sekolah, tapi pendidikan sosial, keagamaan dan pendidikan untuk menjadikan masyarakat lebih dewasa, sehingga mampu hidup bersama di masyarakat yang beraneka ragam.Juga pendidikan di rumah tangga.Di samping itu, pemerintah harus mampu menegakkan hukum.Semua itu harus dijalankan lembaga dan tokoh-tokoh agama, baik melalui khotbah-khotbah, bagaimana dia mengarahkan umat.Semuanya itu tentu membutuhkan waktu yang tidak sedikit.8 Demikianlah, sesungguhnya banyak faktor dan penyebab yang memungkinkan suburnya gerakan radikalisme agama di Tanah Air. Pemahaman keagamaan yang ekslusif, skripturalis, dan miskinnya kesadaran sejarah dalam penafsiran teks-teks kitab suci, telah mewariskan sikap-sikap yang fanatik, dogmatik, dan intoleranDikutip dari Artikel Radikalisme Agama di Indonesia sebagai Bom waktuOleh Bestson Manurung pada http://bestsonmanurung.blogspot.com/2006/04/radikalisme-agama-di-indonesia-sebuah.html 8 Ibid.7

dalam menyikapi perkembangan global.Di sisi lain, ketidakpuasan terhadap kebijakan politik negara-bangsa modern yang dominatif dan manipulatif, berikut krisis yang diakibatkannya, telah menjadi tempat persemaian paling strategis bagi gerakan ini. Akhirnya, dengan memahami kompleksitas masalah yang melatarbelakanginya, kita sangat berharap gerakan radikalisme agama dapat diatasi secara tegas dan komprehensif tanpa mengorbankan proses demokratisasi yang kini tengah berlangsung di depan mata.9

Dikutip dari Artikel Radikalisme Agama dan Problem Kebangsaan Oleh M. Nurul Huda pada http://nurulhuda.wordpress.com/2006/11/26/radikalisme-agama-kebangsaan/dan pernahpernah dimuat di Harian Kompas, 18 November 2002

9